kajian ekonomi regional -...
TRANSCRIPT
Triwulan III-2009
BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI
Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313
Penerbit : Bank Indonesia Padang Tim Ekonomi Moneter - Kelompok Kajian Ekonomi Jl. Jenderal Sudirman 22 P A D A N G Telp : 0751-31700 Fax : 0751-27313 E-Mail : [email protected]
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected]
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang i
KKAATTAA PPEENNGGAANNTTAARR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penyusunan Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) triwulan III-2009 dapat diterbitkan. Penyusunan KER Provinsi Sumbar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Lebih lanjut, KER juga ditujukan sebagai informasi dan bahan masukan bagi pemerintah daerah, kalangan perbankan di daerah, kalangan akademisi serta semua pihak yang membutuhkan informasi terkini mengenai perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. KER ini selain diterbitkan dalam bentuk buku, juga didiseminasikan dalam bentuk soft copy yang dapat diakses melalui www.bi.go.id.
Memasuki triwulan III-2009, Kinerja perekonomian Sumatera Barat mulai menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan ekonomi Sumbar kembali berakselerasi setelah mengalami perlambatan sejak triwulan IV-2008. Sumber pertumbuhan utama pada triwulan III-2009 berasal dari pemulihan volume ekspor serta konsumsi rumah tangga. Mulai pulihnya perekonomian internasional kembali mendorong permintaan komoditas perkebunan seperti CPO dan karet. Di sisi lain, setelah mengalami perlambatan sejak triwulan IV-2008, inflasi mulai mencapai titik baliknya. Inflasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,55% (y-o-y), dan pergerakan inflasi hingga akhir tahun 2009 diperkirakan akan relatif meningkat.
Prospek ekonomi Sumbar pada triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami kontraksi terkait dengan dampak kerusakan akibat bencana gempa terhadap kegiatan ekonomi. Pertumbuhan akhir tahun 2009 diperkirakan juga terkoreksi cukup besar. Namun demikian, upaya perbaikan ekonomi perlu segera dilakukan. Strategi pemulihan ekonomi perlu disiapkan dan dilaksanakan agar dapat mendorong kembali pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat.
Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu hingga terbitnya KER ini. Kami berharap semoga KER ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik untuk perbaikan KER ke depan.
PPAADDAANNGG,, 55 NNOOVVEEMMBBEERR 22000099
Romeo Rissal Pandjialam Pemimpin
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang ii
DDAAFFTTAARR IISSII
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... iv
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................................... v
RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................... 1
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT.................... 4
Boks: Quick Assesment Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Pasca Gempa : Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Rusak Parah, Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun 2009 Menyusut
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL .......................................................... 10
Boks: Pergerakan Inflasi Kota Padang Pasca Gempa 30 September
Boks: Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH .................................................. 19 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH ...................................................... 37
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN .................................................... 40
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN......................................................................................... 45
BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH.............................................48
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa ... 12
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan ................................... 13
Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau................................................................................................ 15
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang ............................................. 16
Tabel 3.1. Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat............................................. 17
Tabel 3.2. Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat............................... 34
Tabel 4.1. Perkembangan Realisasi Belanja APBN Melalui KPPN Padang .................. 38
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong.......................................................... 43
Tabel 5.2. Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat....................................................... 43
Tabel 6.1. Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke atas Menurut Kegiatan............. 45
Tabel 6.2. Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan......................................................................................................... 75
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang iv
DAFTAR GRAFIK Halaman
Grafik 1.1. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat .............................................. 4
Grafik 1.2. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Bagian Tengah.............................. 4
Grafik 1.3. Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB Menurut Jenis Pengeluaran... 5
Grafik 1.4. Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB Menurut
Lapangan Usaha..................................................................................... 5
Grafik 1.5. Indeks Kepercayaan Konsumen.............................................................. 5
Grafik 1.6. Penjualan Sepeda Motor......................................................................... 5
Grafik 1.7. Posisi Kredit Konsumsi Berlokasi di Sumbar........................................ 6
Grafik 1.8. Perkembangan Ekspor Impor................................................................. 6
Grafik 1.9. Penurunan Konsumsi Semen 2008-2009............................................... 6
Grafik 1.10 Posisi Giro Pemda di Perbankan............................................................ 6
Grafik 1.11 Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan dan Pangsa terhadap Total Kredit...................................................................................................... 7
Grafik 1.12 Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan Berdasarkan Kabupaten/Kota Lokasi Proyek.............................................................. 7
Grafik 1.13 Kunjungan Wisatawan Mancanegara..................................................... 9
Grafik 1.14 Luas Panen Padi 2007-2009................................................................... 9
Grafik 1.15 Perkembangan Harga Padi...................................................................... 9
Grafik 1.16 Perkembangan Produksi Semen PT Semen Padang............................... 9
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (yoy)....................... 11
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Propinsi Tetangga (yoy) ....................................................................... 11
Grafik 3.1. Perkembangan Total Aset Bank Umum……………………………….. 18
Grafik 3.2. Perkembangan Total Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank. 18
Grafik 3.3. Komposisi Aset Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing... 19
Grafik 3.4. Loan-to-Deposit-Ratio (LDR) Bank Umum ......................................... 19
Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum…………………….......................... 20
Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank ........ 20
Grafik 3.7 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan........... 20
Grafik 3.8 Komposisi DPK Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing.. 20
Grafik 3.9 Perkembangan Jumlah Rekening Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan................................................................................................. 20
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang v
Grafik 3.10 Perkembangan Suku Bunga Tabungan dan Suku Bunga Deposito Bank Umum........................................................................................... 20
Grafik 3.11 Perkembangan Simpanan Perseorangan …............................................ 21
Grafik 3.12 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Pemilik Lainnya......... 21
Grafik 3.13 Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq) Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek)………………………………………………. 22
Grafik 3.14 Perkembangan dan Pertumbuhan Bulanan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank........................... 22
Grafik 3.15 Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan............................................................... 22
Grafik 3.16 Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan....................................................................................
22
Grafik 3.17 Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi ...............................................................
23
Grafik 3.18 Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.....................................................................................
23
Grafik 3.19 Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi....................................................
23
Grafik 3.20 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi..................................................
23
Grafik 3.21 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek)......... 24
Grafik 3.22 Perkembangan NPL dan Total Kredit Bank Umum Sumbar ………… 24
Grafik 3.23 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi................................................................
24
Grafik 3.24 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan.............................................................
24
Grafik 3.25 Perkembangan Simpanan Berjangka (Deposito) Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu...................................................................
25
Grafik 3.26 Komposisi Kredit Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan...................................................................................
25
Grafik 3.27 Komposisi DPK Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Golongan Pemilik................................................................................
25
Grafik 3.28 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit dan BI-rate..................... 25
Grafik 3.29 Perkembangan NPL Nominal dan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek)...................................................................................
26
Grafik 3.30 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan...........................................................
26
Grafik 3.31 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.............................................................
27
Grafik 3.32 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Sub-Sektor Perkebunan.................................................................................
27
Grafik 3.33 Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq) Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)....................................................................................................
28
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang vi
Grafik 3.34 Perkembangan Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank.......................................................................................
28
Grafik 3.35 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Plafon........ 28
Grafik 3.36 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan.............................................................................................
28
Grafik 3.37 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.................................................................................................
29
Grafik 3.38 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.................................................................................................
29
Grafik 3.39 Perkembangan NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)................ 29
Grafik 3.40 Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan..............................................................
29
Grafik 3.41 Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.................................................................
29
Grafik 3.42 Perkembangan NPL nominal dan Kolektibilitas 2 Kredit Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)........................................................................
29
Grafik 3.43 Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan...............................................................
30
Grafik 3.44 Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.................................................................
30
Grafik 3.45 Perkembangan Aset BPR Sumbar........................................................... 31
Grafik 3.46 Perkembangan Jumlah DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan ................................................................................................
31
Grafik 3.47 Perkembangan Jumlah Rekening DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan........................................................................................
31
Grafik 3.48 Perkembangan Simpanan Deposito BPR Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu......................................................................................................
31
Grafik 3.49 Perkembangan Kredit BPR Sumbar (Lokasi Proyek)............................. 32
Grafik 3.50 Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek).......................................................................................
32
Grafik 3.51 Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek).......................................................................................
32
Grafik 3.52 Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)....................................................................................................
32
Grafik 3.53 Perkembangan LDR BPR........................................................................ 33
Grafik 3.54 Perkembangan NPL BPR........................................................................ 33
Grafik 3.55 Perkembangan Aset Bank Umum Syariah ……………………………. 34
Grafik 3.56 Perkembangan DPK Bank Umum Syariah............................................. 34
Grafik 3.57 Perkembangan Komposisi DPK Bank Umum Syariah........................... 35
Grafik 3.58 Perkembangan Pembiayaan Bank Umum Syariah ................................ 35
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang vii
Grafik 3.59 Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan...............................................................
35
Grafik 3.60 Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Sektor Ekonomi …............................................................. 35
Grafik 3.61 Perkembangan FDR Bank Umum Syariah.............................................. 36
Grafik 3.62 Perkembangan NPF Bank Umum Syariah.............................................. 36
Grafik 3.63 Perkembangan Kredit Bank Umum Syariah Dalam Perhatian Khusus (Kolektibilitas 2)....................................................................................
36
Grafik 4.1 Perkembangan Penerimaan Pajak Pusat melalui Kas Negara di BI...... 37
Grafik 4.2 Perkembangan Penerimaan Daerah Pemprov Sumbar……………….. 37
Grafik 4.3 Perkembangan Posisi Simpanan Pemerintah Provinsi Sumbar di Perbankan………………………………………………………………
37
Grafik 4.4 Perkembangan Posisi Simpanan Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Sumbar…………………………………………………………………
37
Grafik 4.5 Posisi Dana Pemerintah Kabupaten / Kota di Perbankan............................................................
38
Grafik 4.6 Jenis Temuan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern………………. 39
Grafik 4.7 Jenis Temuan Ketidakpatuhan................................................................ 39
Grafik 5.1 Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow). 41
Grafik 5.2 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar ........................... 41
Grafik 5.3 Jumlah Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan ..................................................................................................
41
Grafik 5.4 Nilai Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan 41
Grafik 5.5 Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat...................................... 41
Grafik 5.6 Rata-Rata Harian Perputaran Kliring..................................................... 43
Grafik 5.7 Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring................................ 43
Grafik 5.8 Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat..................... 44
Grafik 5.9 Total Nilai & Volume Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Sumatera Barat....................................................................................................... 44
Grafik 5.10 Nilai Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan III 2009.................................................. 44
Grafik 5.11 Volume Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan III 2009.............................................................. 44
Grafik 6.1 Lapangan Kerja di Sumbar………..........…… 46
Grafik 6.2 Jumlah Penduduk Miskin di Sumbar ........................................ 46
Grafik 6.3 Nilai Tukar Petani Sumatera Barat dan Nasional 46
Grafik 7.1 Perkiraan Inflasi Kota Padang................................... 50
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang 1
RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF
KKAAJJIIAANN EEKKOONNOOMMII RREEGGIIOONNAALL
PPRROOVVIINNSSII SSUUMMAATTEERRAA BBAARRAATT
TTRRIIWWUULLAANN IIIIII -- 22000099
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat mulai meningkat searah dengan proyeksi
Gempa bumi membalikkan arah perbaikan ekonomi Sumbar
Inflasi kota Padang kembali meningkat
Inflasi pasca gempa tidak meningkat seketika
Kinerja perekonomian Sumatera Barat mulai membaik pada triwulan III-2009. Pertumbuhan ekonomi Sumbar kembali berakselerasi setelah mengalami perlambatan sejak triwulan IV-2008. PDRB Sumbar triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,13% (y-o-y), searah dengan proyeksi pada KER triwulan sebelumnya sebesar 4,90 - 5,15% (y-o-y). Dari sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama pada triwulan III-2009 berasal dari pemulihan volume ekspor serta konsumsi rumah tangga. Sayangnya konsumsi pemerintah dan investasi masih belum optimal dalam mendorong pertumbuhan. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi kontributor utama pertumbuhan di sisi lapangan usaha, diikuti sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa Gempa yang terjadi di penghujung triwulan III-2009 mengakibatkan arah perekonomian Sumbar yang mulai membaik kembali berbalik arah. Berdasarkan perhitungan awal yang dilakukan BNPB bersama Bank Dunia, kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai Rp 21,6 triliun. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang menjadi sumber pendorong pertumbuhan triwulan III-2009 justru mengalami kerusakan dan kerugian paling parah. Nilai kerusakan dan kerugian sektor PHR bersumber dari kerugian subsektor perdagangan mencapai Rp 1,2 triliun dan subsektor pariwisata sebesar Rp 447 miliar. Pangsa kerusakan sektor PHR terhadap kerusakan sektor produktif mencapai 64% Mengikuti arah pertumbuhan ekonomi, inflasi kota Padang telah mencapai titik balik. Faktor musiman masuknya bulan Ramadhan dan Idul Fitri telah membuat inflasi kota Padang kembali mengalami tekanan meskipun masih relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dimana siklus ini terjadi. Inflasi kota Padang pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,55% (y-o-y). Inflasi tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar 8.41% (y-o-y) dan kelompok bahan makanan sebesar 7,05% (y-o-y). Meskipun arus distribusi barang relatif lancar dan pasokan komoditas bahan pangan mencukupi, namun tingginya tingkat konsumsi masyarakat selama periode laporan telah menyebabkan harga komoditas pada kedua kelompok ini mengalami tekanan yang cukup berarti. Selain itu, adanya pengaruh pergerakan harga internasional serta fluktuasi nilai tukar rupiah juga turut memberi sumbangan yang berarti terhadap pergerakan harga beberapa komoditas seperti gula dan minyak goreng. Gempa bumi 30 September tidak seketika meningkatkan inflasi secara drastis Kota Padang meski tetap meningkat. Berita Resmi Statistik (BRS) bulan Nopember 2009 melaporkan bahwa kota Padang pada bulan Oktober 2009 mengalami inflasi sebesar 1,78% (m-t-m). Laju inflasi tahunan kota Padang tercatat sebesar 4,36% dan laju inflasi tahun kalender sebesar 3,27%. Kelompok bahan makanan tercatat mengalami inflasi terbesar sebesar 4,01% (m-t-m ) dengan sumbangan sebesar 1,14%. Sementara itu, inflasi tertinggi berikutnya terjadi pada kelompok perumahan yang sebesar 2,09% (m-t-m) dengan sumbangan sebesar 0,41%.
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang 2
Kinerja bank umum belum meningkat
Kondisi fiskal pemerintah belum membaik
Transaksi system pembayaran meningkat, transaksi BI-RTGS terbesar selama 3 tahun terakhir
Indikator ketenagakerjaan mulai pulih, lapangan kerja tumbuh, tingkat pengangguran menurun
Pertumbuhan ekonomi Sumbar Triwulan IV-2009 akan terkoreksi 2,0-2,5% dari
Meski perekonomian mulai membaik, kinerja perbankan umum di Sumatera Barat pada triwulan III-2009 belum begitu menunjukkan peningkatan. Sebagian besar indikator memperlihatkan bahwa kondisi perbankan umum di Sumbar belum cukup bergairah baik dari sisi pengumpulan dana pihak ketiga, maupun dalam penyaluran kredit. Loan-to-deposit ratio (LDR) mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, di sisi lain kualitas kredit terus memburuk yang terlihat dari persentase non-performing loan (NPL) yang mengalami peningkatan. Apabila tidak ada perlakukan khusus, kondisi ini diperkirakan akan relatif semakin berat mengingat gempa yang menimpa Sumbar pada akhir September 2009 berdampak pada terganggunya kegiatan para pelaku ekonomi, terutama pusat kegiatan ekonomi di Kota Padang yang mengalami kerusakan parah. Perbaikan kondisi ekonomi belum tercermin pada sisi fiscal pemerintah. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar pada semester I-2009 berdampak negatif terhadap penurunan realisasi penerimaan pemerintah baik pemerintah pusat maupun swasta. Di saat yang sama, kebijakan stimulus fiskal pemerintah juga belum optimal. Pada pertengahan Oktober 2009, belanja pemerintah pusat melalui KPPN Padang baru direalisasikan sebesar 57.7% dengan penyumbang terbesar pada kelompok belanja pegawai (86,35%), belanja lain-lain (62,95%), dan belanja bantuan sosial (51,98%). Belanja modal dan belanja barang yang diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hanya terealisasi dibawah 50%. Situasi yang sama juga terjadi pada pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Pola simpanan pemerintah daerah pada tahun ini masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya dimana realisasi belanja terkonsentrasi justru pada triwulan IV. Perkembangan transaksi perbankan di wilayah Kantor Bank Indonesia (KBI) Padang meningkat pada triwulan III-2009 baik yang dilakukan secara tunai maupun non tunai (kliring dan RTGS). Bulan Ramadhan pada Agustus-September yang diakhiri dengan adanya puncak perayaan Hari Raya Idul Fitri menyebabkan transaksi sistem pembayaran di Sumatera Barat relatif tinggi, bahkan nominal transaksi BI-RTGS terbesar sepanjang tiga tahun terakhir. Pada saat yang sama perkembangan transaksi kas net inflow meningkat tajam di Bank Indonesia Padang. Demikian pula dengan pemusnahan uang tidak layak edar yang meningkat sejalan dengan meningkatnya arus kas yang masuk ke BI Padang. Meskipun transaksi arus kas masuk dan keluar dari perbankan relatif tinggi pada periode ini, namun penemuan uang palsu mengalami penurunan. Mulai membaiknya perekonomian Sumbar didukung dengan kondisi ketenagakerjaan yang lebih baik. Lapangan kerja tumbuh 4,67% atau naik 89 ribu pekerja pada Februari 2009. Jumlah pengangguran mengalami penurunan sementara jumlah angkatan kerja meningkat membuat Tingkat Pengangguran Terbuka pun turun dari 9,73% menjadi 7,9%. Tingkat kemiskinan di Sumbar juga mengalami trend penurunan. Sejak 2006, proporsi penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk Sumbar yang berjumlah 4,76 juta jiwa semakin kecil dan tahun 2009 presentasenya 9,54% dengan penurunan penduduk miskin sebanyak 47.940 jiwa dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan terkoreksi relatif besar sebagai dampak dari bencana gempa yang terjadi pada akhir triwulan III-2009 terhadap kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan IV-2009 dengan estimasi jika tidak terjadi bencana gempa diperkirakan akan mampu tumbuh pada kisaran 4,90-5,33%. Namun demikian, dampak kerusakan gempa terbesar terjadi di Kota Padang dan Kab. Padang Pariaman yang
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang 3
proyeksi sebelum gempa
Inflasi tahunan juga diperkirakan meningkat di kisaran 4,00 ± 0,50%.
masing-masing memiliki kontribusi terhadap pembentukan PDRB Sumbar sebesar 30,84% dan 7,56% di tahun 2008, maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada akhir tahun 2009 akan terkoreksi 2,00-2,50% dari perkiraan pertumbuhan ketika tidak terjadi gempa. Inflasi tahunan pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan bergerak pada arah yang relatif meningkat setelah titik baliknya pada triwulan III-2009 berada pada kisaran 4,00 ± 0,50%. Kota Padang yang menjadi acuan perhitungan inflasi di Sumatera Barat kini mengalami kerusakan baik infrastruktur dan berbagai fasilitas pendukung kegiatan ekonomi lainnya. Kondisi ini baik langsung ataupun tidak langsung berdampak pada terganggunya distribusi barang dan jasa. Tekanan inflasi akan berlangsung relatif tinggi pada awal triwulan IV-2009, namun berangsur berkurang tekanannya pada akhir triwulan IV-2009.
4 Bank Indonesia Padang
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
SUMATERA BARAT
Kinerja perekonomian Sumatera Barat mulai membaik pada triwulan III-
2009. Pertumbuhan ekonomi Sumbar kembali berakselerasi setelah mengalami
perlambatan sejak triwulan IV-2008 (grafik 1.1). PDRB Sumbar triwulan III-2009
diperkirakan tumbuh sebesar 5,13% (y-o-y), searah dengan proyeksi pada KER
triwulan sebelumnya sebesar 4,90 - 5,15% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi
triwulanan (q-t-q) pada triwulan III-2009 sudah lebih tinggi daripada rata-rata dua
tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa perlambatan ekonomi telah
berakhir di Sumatera Barat. Kondisi Sumbar ini lebih baik dibandingkan tiga
provinsi lain di Zona Sumatera Bagian Tengah1. Belum terjadi pembalikan arah
pertumbuhan ekonomi tahunan di provinsi Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau
(grafik 1.2). Pertumbuhan ekonomi kontraktif bahkan masih terjadi di Kepulauan
Riau. Lebih cepatnya pemulihan ekonomi di Sumbar terjadi karena pangsa
permintaan eksternal Sumbar relatif lebih kecil dibandingkan provinsi lain,
khususnya Riau dan Kepulauan Riau.
Sumber : BPS, diolah, proyeksi BI untuk triwulan III-09 Sumber : BPS, diolah, proyeksi BI untuk triwulan III-09
Grafik 1.1 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat Grafik 1.2. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Bagian Tengah (y-o-y)
1 Bank Indonesia membagi wilayah ekonomi Sumatera menjadi 3 Zona Ekonomi yaitu Zona Sumatera
Bagian Utara (Aceh dan Sumut), Zona Sumatera Bagian Tengah (Sumbar, Riau, Jambi, Kepri), dan Zona
Sumatera Bagian Selatan (Sumsel, Babel, Lampung, Bengkulu)
-
1
2
3
-
2
4
6
8
2007.1 2007.2 2007.3 2007.4 2008.1 2008.2 2008.3 2008.4 2009.1 2009.2 2009.3
PersenPersen
q-t-q (sisi kanan) y-o-y (sisi kiri) -2
0
2
4
6
8
10
Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi
Persen
III-2008
IV-2008
I-2009
II-2009
III-2009
5
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang
Dari sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama pada triwulan III-2009
berasal dari pemulihan volume ekspor serta konsumsi rumah tangga.
Mulai pulihnya perekonomian internasional kembali mendorong permintaan
komoditas perkebunan seperti CPO dan karet. Konsumsi rumah tangga juga
meningkat seiring masuknya musim liburan, tahun ajaran baru, bulan puasa, dan
lebaran. Sayangnya konsumsi pemerintah dan investasi masih belum optimal
dalam mendorong pertumbuhan. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel dan
restoran menjadi kontributor utama pertumbuhan di sisi lapangan usaha, diikuti
sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa
(grafik 1.4).
Sumber : BPS, diolah, proyeksi BI untuk triwulan III-09 Sumber : BPS, diolah, proyeksi BI untuk triwulan III-09
Grafik 1.3 Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB Menurut
Jenis Pengeluaran (q-t-q)
Grafik 1.4. Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB Menurut
Lapangan Usaha (q-t-q)
Sumber : Survey Konsumen BI Sumber : DPKD Sumbar
Grafik 1.5 Indeks Kepercayaan Konsumen Grafik 1.6. Penjualan Sepeda Motor
Konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi.
Penguatan konsumsi swasta didukung oleh indikator keyakinan konsumen,
belanja, dan pembiayaan kredit. Pada triwulan III-2009, survei konsumen yang
dilakukan BI menunjukkan indeks keyakinan konsumen berada pada area positif,
-1
-
1
2
3
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Pemerintah
Investasi PMTB
Net Ekspor PDRB
Persen
2009.1
2009.2
2009.3
(0,20)
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
PERDAGANGAN, HOTEL, DAN
RESTORAN
PERTANIAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
JASA-JASA
Persen
Q.4-2008
Q.1-2009
Q.2-2009
Q.3-2009
0
20
40
60
80
100
120
140
2007 2008 2009
SB
T
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt
Unit
2007
2008
2009
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang 6
tertinggi selama dua tahun terakhir (grafik 1.5). Hal ini diperkuat dengan
pulihnya penjualan sepeda motor sejak bulan Mei 2009 (grafik 1.6). Pembiayaan
perbankan terhadap konsumsi juga terus tumbuh (grafik 1.7).
Penghasil komoditas ekspor masih wait and see terhadap perkembangan
ekonomi global. Meski ekspor mulai menunjukkan pemulihan serta nilai tukar
rupiah telah menguat, kegiatan impor selama tahun 2009 masih jauh menurun
dibandingkan tahun 2008 (grafik 1.8). Salah satu komoditas impor utama Sumbar
adalah pupuk. Impor pupuk periode Januari-Juli 2009 tercatat hanya 8 ribu ton,
padahal pada periode yang sama tahun 2008 volume impor pupuk mencapai 163
ribu ton. Hal ini mengindikasikan bahwa kalangan petani maupun perusahaan
perkebunan masih menunggu perkembangan perekonomian dunia lebih lanjut
sebelum kembali meningkatkan kegiatannya sebagaimana saat terjadi booming
pada tahun 2007-2008.
Sumber : Sekda-BI, diolah
Sumber : Sekda-BI, diolah
Grafik 1.7 Posisi Kredit Konsumsi Berlokasi di Sumbar Grafik 1.8. Perkembangan Ekspor Impor
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber : Sekda-BI, diolah
Grafik 1.9 Penurunan Konsumsi Semen 2008-2009 Grafik 1.10. Posisi Giro Pemda di Perbankan
Pengeluaran investasi masih belum banyak berubah, sama dengan pola
pengeluaran pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya. Pangsa investasi
5.80
6.00
6.20
6.40
6.60
6.80
7.00
7.20
7.40
7.60
7.80
Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug
2008 2009
Rp triliun
-100,000
-50,000
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul
2007 2008 2009
Ribu USD
Impor
Ekspor
Trade Balance
-25.00%
-20.00%
-15.00%
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
Su
mb
ar
D.I
. A
ce
h
Ria
u
La
mp
un
g
Ke
p. R
iau
Ba
ng
ka
-B
eli
tun
g
Jam
bi
Su
mse
l
Su
mu
t
Be
ng
ku
lu
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
20
06
/Ja
n
20
06
/Ma
r
20
06
/Ma
y
20
06
/Ju
l
20
06
/Se
p
20
06
/No
v
20
07
/Ja
n
20
07
/Ma
r
20
07
/Ma
y
20
07
/Ju
l
20
07
/Se
p
20
07
/No
v
20
08
/Ja
n
20
08
/Ma
r
20
08
/Ma
y
20
08
/Ju
l
20
08
/Se
p
20
08
/No
v
20
09
/Ja
n
20
09
/Ma
r
20
09
/Ma
y
20
09
/Ju
l
20
09
/Se
p
Rp Juta
PEMDA TINGKAT II PEMDA TINGKAT I
7
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang
terhadap PDRB triwulan III-2009 sebesar 17,36%, sementara rata-rata selama 6
tahun terakhir sebesar 18,18%. Bahkan dibandingkan dengan provinsi lain di
Sumatera, indikator konsumsi semen di Sumbar mengalami penurunan yang
paling tajam (grafik 1.9). Hal ini mengindikasikan bahwa masih perlu upaya lebih
keras bagi pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi. Selanjutnya, kebijakan
fiskal pemerintah baik pemerintah pusat dan daerah belum optimal dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009. Hal ini terlihat dari
pola realisasi belanja pemerintah yang masih belum berubah dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya. Indikator simpanan pemerintah daerah di perbankan
menunjukkan bahwa posisi simpanan pemerintah daerah dalam bentuk giro baik
pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota tetap tinggi (grafik
1.10). Ini menunjukkan bahwa realisasi belanja pemerintah masih belum optimal
meskipun pengesahan APBD telah sesuai jadwal.
Sumber : Sekda-BI, diolah Sumber : Sekda-BI, diolah
Grafik 1.11 Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan dan Pangsa
terhadap Total Kredit
Grafik 1.12. Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan Berdasarkan
Kabupaten/Kota Lokasi Proyek
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) tumbuh paling tinggi
merespon penguatan konsumsi. Indikator pembiayaan untuk sektor PHR
menunjukkan kenaikan penyaluran sejak awal tahun 2009. Posisi kredit untuk
sektor PHR pada akhir bulan Agustus 2009 tercatat sebesar Rp 17,96 triliun atau
25,24% dari total penyaluran kredit perbankan. Pangsa kredit sektor PHR ini
sempat turun menjadi 23,29% pada awal krisis meledak di bulan September 2008.
(grafik 1.11). Yang menggembirakan, muncul sumber-sumber pertumbuhan baru
selain Kota Padang. Beberapa wilayah yang mengalami pertumbuhan penyaluran
kredit sektor PHR di atas 30% antara lain Kab. Pasaman (termasuk Kab. Pasaman
Barat), Kota Pariaman (termasuk Kab. Padang Pariaman), Kab. Pesisir Selatan, dan
Kota Payakumbuh (termasuk Kab. 50 Kota) sebagaimana terdapat pada grafik
20
21
22
23
24
25
26
27
-
1
2
3
4
5
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
Jul
Au
g
Se
p
Oc
t
No
v
De
c
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
Jul
Au
g
2008 2009
persenRp triliun
Posisi (sisi kiri) % thd total kredit (sisi kanan)
0.00%
0.10%
0.20%
0.30%
0.40%
0.50%
0.60%
0.70%
0.80%
0.90%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
Ko
ta P
ad
an
g
Ko
ta B
uk
itti
ng
gi
Ko
ta P
ad
an
gp
an
jan
g
Ka
b. T
an
ah
Da
tar
Ka
b/K
ota
la
inn
ya
Ka
b.
Sij
un
jun
g
Ko
ta S
olo
k
Ka
b.
So
lok
Ko
ta P
ay
ak
um
bu
h
Ka
b.
Pe
sisi
r S
ela
tan
Ko
tif
Pa
ria
ma
n
Ka
b.P
asa
ma
n
Pertumbuhan (y-o-y,sisi kiri)Andil thd pertumbuhan kredit Sumbar(sisi kanan)
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang 8
1.12). Selanjutnya, kinerja pariwisata Sumbar pada triwulan III-2009 juga
menunjukkan peningkatan yang cukup baik yang diindikasikan dengan kenaikan
kunjungan wisatawan mancanegara(grafik 1.13). Bahkan pada bulan Agustus
2009, masyarakat sempat dihebohkan dengan isu penjualan tiga pulau di
kawasan Kepulauan Mentawai yakni Pulau Siloinak, Makaroni, Kandui. Pada situs
www.privateislandsonline.com, Pulau Makaroni ditawarkan empat juta dolar AS
dengan luas 14 hektar, Pulau Siloinak dihargai 1,6 juta dolar AS dengan luas
sektiar 24 hektar, sedangkan Pulau Kandui ditawarkan delapan juta dolar AS
dengan luas 26 hektar. Meski kemudian dibantah oleh pihak Pemda Sumbar
bahwa yang terjadi adalah penjualan resort, namun hal ini menunjukkan bahwa
masih banyak potensi pariwisata Sumbar yang bisa dijual dan diminati wisatawan.
Sayangnya, gempa yang terjadi di penghujung triwulan III-2009
mengakibatkan arah perekonomian Sumbar yang mulai membaik
kembali berbalik arah. Berdasarkan perhitungan awal yang dilakukan BNPB
bersama Bank Dunia, kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai Rp 21,6
triliun. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang menjadi sumber
pendorong pertumbuhan triwulan III-2009 justru mengalami kerusakan dan
kerugian paling parah. Nilai kerusakan dan kerugian sektor PHR bersumber
dari kerugian subsektor perdagangan mencapai Rp 1,2 triliun dan subsektor
pariwisata sebesar Rp 447 miliar. Pangsa kerusakan sektor PHR terhadap
kerusakan sektor produktif mencapai 64% (selengkapnya dapat dibaca di
box).
Pada sektor pertanian, realisasi produksi tanaman bahan makanan masih
sesuai dengan proyeksi. Angka ramalan (aram) III yang dikeluarkan BPS pada
awal November 2009 menunjukkan bahwa produksi padi tahun 2009 mencapai
2,06 juta ton, tidak berbeda jauh dengan aram I dan II. Tercapainya proyeksi
tersebut bersumber dari meningkatnya luas panen terutama pada bulan Mei-
Agustus 2009 (grafik 1.14). Hal ini didukung pula dengan stabilnya harga beras
baik di tingkat penggilingan dan di tingkat petani (grafik 1.15). Stabilnya harga
beras merupakan salah satu faktor kunci rendahnya inflasi Sumbar pada tahun ini
selain disebabkan turunnya harga BBM serta membaiknya nilai tukar rupiah.
9
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang
Sementara itu, pada subsektor perkebunan, beberapa komoditas menunjukkan
perkembangan yang cukup baik.
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah, 2007-2008 (Atap), 2009 (Aram III)
Grafik 1.13 Kunjungan Wisatawan Mancanegara Grafik 1.14. Luas Panen Padi 2007-2009
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Grafik 1.15 Perkembangan Harga Padi Grafik 1.16. Perkembangan Produksi Semen PT Semen Padang
Investasi yang stagnan berpengaruh terhadap produksi semen PT Semen
Padang sebagai industri utama di Sumbar. Produksi semen yang sempat
meningkat pada triwulan I-2009 berbalik arah dan terus menurun hingga akhir
September 2009 (grafik 1.16). Lemahnya permintaan dari dalam negeri maupun
luar negeri mengakibatkan penurunan produksi. Dari wilayah Sumatera misalnya,
7 dari 10 provinsi mengalami penurunan konsumsi semen(grafik 1.9). Ekspor
semen juga mengalami penurunan sebesar 27%, dari 735 ribu ton (Januari-
September 2008) menjadi 536 ribu ton (Januari-September 2009).
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
Tw - I Tw - II Tw - III Tw - IV
Orang
2007
2008
2009
44.00
44.50
45.00
45.50
46.00
46.50
47.00
47.50
48.00
48.50
Jan-Apr Mei-Agt Sep-Des
Ha
2007
2008
2009
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
May
-08
Jun
-08
Jul-
08
Au
g-0
8
Sep
-08
Oct
-08
No
v-0
8
De
c-0
8
Jan
-09
Feb
-09
Mar
-09
Ap
r-0
9
May
-09
Jun
-09
Jul-
09
Au
g-0
9
Sep
-09
Rp/kg
Tingkat Penggilingan
Tingkat Petani
-
50
100
150
200
250
-
100
200
300
400
500
600 Ja
nu
ari
Fe
bru
ari
Ma
ret
Ap
ril
Me
i
Jun
i
Juli
Ag
ust
us
Se
pte
mb
er
Rp milyarribu ton
Ribu Ton (sisi kiri) Rp Milyar (sisi kanan)
B O K S
Quick Assesment Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Pasca Gempa 30 September 2009
Sektor Perdagangan, Hotel , dan Restoran Rusak Parah,
Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun 2009 Menyusut
Sore hari tanggal 30 September 2009, gempa bumi hebat mengguncang Provinsi
Sumatera Barat. Gempa yang berkekuatan 7,9 SR dengan episentrum berada di Padang
Pariaman mengakibatkan kerusakan pada 13 kabupaten/kota dengan kerusakan paling parah
terjadi di Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Pariaman, dan Kabupaten Agam. Daerah
Sumatera Barat memang terletak di wilayah rawan gempa, berada di zona subduksi antara
Lempeng Indo-Australia dan dan Eurasia.
Gempa yang terjadi di penghujung triwulan III-2009 mengakibatkan arah
perekonomian Sumbar yang mulai membaik kembali berbalik arah. Berdasarkan
perhitungan awal yang dilakukan BNPB bersama Bank Dunia, kerusakan dan kerugian
diperkirakan mencapai Rp 21,6 triliun. Infrastruktur mengalami kerusakan paling parah
sebanyak 78%, diikuti dengan sektor produktif sebesar 11% (grafik B.1). Dari sisi
kepemilikan, kelompok pribadi/swasta merupakan pihak yang paling merugi akibat gempa.
Aset milik pribadi/swasta seperti rumah, bangunan sekolah, rumah sakit mengalami kerusakan
yang cukup parah. Di bidang infrastruktur, kerugian aset milik pribadi/swasta mencapai 97%
diikuti pada sektor produktif yang mencapai 85% (grafik B.2).
Sumber : BNPB dan Worldbank, diolah Sumber : BNPB dan Worldbank, diolah
Grafik B.1 Persentase Kerusakan dan Kerugian Akibat Gempa Bumi
Grafik B.2 Persentase Kepemilikan Aset yang Mengalami Kerusakan
Sumber : BNPB dan Worldbank, diolah Sumber : BNPB dan Worldbank, diolah
Grafik B.3 Persentase Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Produktif
Grafik B.4 Pangsa Kepemilikan Pribadi/Swasta terhadap Kerusakan dan Kerugian Sektor Produktif
Infrastruktur78%
Layanan
Publik8%
Sektor Produktif
11%
Cross
Sectoral3%
97%
67%85%
3%
33%15%
100%
Infrastruktur Layanan Publik Sektor Produktif Cross Sectoral
Pribadi/Swasta Publik
Industri7%
Pertanian14%
Keuangan15%
Pariwisata24%
Perdagangan
40%
Pertanian, 74%
Perdagangan, 96%
Industri, 100%
Keuangan, 22%
Pariwisata, 96%
Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang menjadi sumber pendorong
pertumbuhan triwulan III-2009 justru mengalami kerusakan dan kerugian paling parah.
Nilai kerusakan dan kerugian sektor PHR bersumber dari kerugian subsektor perdagangan
mencapai Rp 1,2 triliun dan subsektor pariwisata sebesar Rp 447 miliar. Pangsa kerusakan
sektor PHR terhadap kerusakan sektor produktif mencapai 64% (grafik B.3). Jika dilihat dari
kepemilikan aset sektor produktif yang rusak, sebagian besar aset pada sektor PHR adalah
milik pribadi/swasta dengan pangsa lebih dari 95% (grafik B.4). Tingginya kerusakan yang
dialami pada sektor pendorong utama pada perekonomian Sumbar akan merupakan faktor yang
cukup signifikan dalam menurunkan output perekonomian dalam dua tahun kedepan.
Berdasarkan asesmen awal terhadap kerusakan dan kerugian yang dilakukan, kami
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 2009 pasca gempa bumi 30
September mengalami penurunan dibawah proyeksi awal. Sebelum terjadi gempa bumi,
seiring dengan membaiknya berbagai indikator makroekonomi, Bank Indonesia
memperkirakan PDRB Sumbar tahun 2009 meningkat dengan kisaran 5,0-5,5%. Namun,
dengan tingginya kerusakan pada sektor PHR yang mendorong pertumbuhan ekonomi Sumbar
maka proyeksi PDRB Sumbar tahun 2009 turun sekitar 2,0-2,5% di bawah proyeksi
sebelumnya pada skenario optimis (tabel B.1). Penurunan proyeksi PDRB ini didukung oleh
fakta bahwa hingga sebulan pasca gempa kegiatan sektor PHR masih terbatas seperti belum
beroperasinya hotel-hotel berbintang di Kota Padang, belum beroperasinya pasar-pasar modern
seperti Plaza Andalas, Sentral Pasaraya, Matahari Dept. Store, serta terbatasnya kapasitas Pasar
Raya Padang sebagai salah satu pusat perdagangan di Sumbar.
Tabel B.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun 2009 Pasca Gempa
Sumber : Proyeksi BI Padang
2006 2007 2008
Skenario Pesimis Skenario Moderat Skenario Optimis
(-40%) (-20%) (-10%)
PDRB 4 Kota Terparah
Padang 9,577,496 10,165,761 10,797,259 10,122,430 10,662,293 10,932,225
Padang Pariaman 2,346,366 2,489,684 2,645,119 2,479,799 2,612,055 2,678,183
Pariaman 1,019,917 1,126,041 1,318,387 1,235,988 1,301,907 1,334,867
Agam 2,468,762 2,626,067 2,793,689 2,619,083 2,758,768 2,828,610
15,412,540 16,407,553 17,554,454 16,457,301 17,335,023 17,773,885
PDRB selain 4 Kota Terparah 15,537,405 16,505,415 17,453,468 18,326,141.02 18,326,141.02 18,326,141.02
Total PDRB Sumbar 30,949,945 32,912,969 35,007,922 34,783,442 35,661,164 36,100,026
Pertumbuhan 6.14% 6.34% 6.37% -0.64% 1.87% 3.12%
2009
10
Bab 3 : Inflasi
Bank Indonesia Padang
BAB II
PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
Setelah mengalami perlambatan sejak triwulan IV-2008, inflasi kota
Padang mulai mencapai titik balik. Pada triwulan II-2009 inflasi kota Padang
tercatat sebesar 2,80% (y-o-y) (grafik 2.1). Faktor musiman masuknya bulan
Ramadhan dan Idhul Fitri telah membuat inflasi kota Padang kembali mengalami
tekanan meskipun masih relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya dimana siklus ini terjadi. Inflasi kota Padang pada triwulan laporan
tercatat sebesar 3,55% (y-o-y).
Masih terjaganya tingkat inflasi kota Padang pada level yang relatif
rendah selama bulan puasa dan lebaran didukung oleh berbagai
kebijakan pemerintah daerah dalam memantau ketersediaan dan arus
barang. Untuk menahan laju pergerakan harga kebutuhan pokok yang terus
melambung selama bulan puasa dan lebaran, pasar sembako murah marak di
gelar oleh pemerintah daerah maupun pihak swasta. Sementara itu, pemda
bekerjasama dengan dinas terkait juga melakukan operasi pasar terhadap
komoditas yang sudah mengalami peningkatan harga di atas batas yang wajar.
Pengawasan terhadap tataniaga komoditas penyumbang inflasi terbesar juga
terus dilakukan.
Setelah sempat berada di bawah inflasi nasional pada triwulan II-2009,
inflasi kota Padang pada triwulan III-2009 kembali berada di atas level
inflasi nasional. Berbeda dengan inflasi kota Padang yang mengalami
peningkatan dari 2,80% (y-o-y) pada triwulan II-2009 menjadi 3,55% (y-o-y) pada
triwulan III-2009, inflasi nasional masih terus mengalami perlambatan sejak
triwulan IV-2008. Pada triwulan III-2009 inflasi nasional tercatat sebesar 2,83% (y-
o-y) atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,65% (y-o-y).
Sejalan dengan inflasi yang terjadi di kota Padang, inflasi sebagian besar
kota-kota di propinsi tetangga pada triwulan laporan juga mengalami
peningkatan. Inflasi kota Bengkulu meningkat dari 3,29% (y-o-y) menjadi 3,73%
(y-o-y), inflasi kota Jambi meningkat dari 1,10% (y-o-y) menjadi 1,71% (y-o-y),
dan inflasi kota Batam meningkat dari 2,52% (y-o-y) menjadi 2,57% (y-o-y). Hanya
11
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang
kota Pekanbaru yang mengalami penurunan laju inflasi tahunan dari 3,68% (y-o-
y) menjadi 2,20% (y-o-y).
Grafik 2.1: Perkembangan Inflasi Kota Padang & Nasional (y-o-y)
Grafik 2.2: Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang & Kota-kota di Propinsi Tetangga (y-o-y)
Inflasi tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada kelompok makanan
jadi, minuman dan tembakau sebesar 8.41% (y-o-y) dan kelompok bahan
makanan sebesar 7,05% (y-o-y). Meskipun arus distribusi barang relatif lancar
dan pasokan komoditas bahan pangan mencukupi, namun tingginya tingkat
konsumsi masyarakat selama periode laporan telah menyebabkan harga
komoditas pada kedua kelompok ini mengalami tekanan yang cukup berarti.
Selain itu, adanya pengaruh pergerakan harga internasional serta fluktuasi nilai
tukar rupiah juga turut memberi sumbangan yang berarti terhadap pergerakan
harga beberapa komoditas seperti gula dan minyak goreng.
Kelompok sandang juga tercatat mengalami inflasi yang cukup tinggi
pada triwulan laporan yaitu sebesar 4,14% (y-o-y). Kelompok Sandang
merupakan kelompok yang secara rutin juga terkena imbas inflasi setiap periode
bulan puasa dan lebaran. Hal ini disebabkan adanya tradisi untuk mengenakan
pakaian dan perhiasan baru bagi sebagian besar masyarakat. Tingginya
permintaan terhadap kebutuhan sandang ini biasanya dimanfaatkan oleh
beberapa retailer garmen untuk mematok harga pada level tertentu yang relatif
lebih tinggi dari kondisi normal meskipun dibalut dengan iming-iming diskon.
Selain itu, adanya penguatan harga emas di pasar internasional juga membuat
subkelompok sandang lainnya yang didominasi oleh pergerakan harga emas juga
terus mengalami peningkatan harga.
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
2005 2006 2007 2008 2009
pe
rse
n (%
)
Padang Pekanbaru Bengkulu
Jambi Batam Nasional
Tahun dasar 2007
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III* IV I II III
2005 2006 2007 2008 2009
pe
rse
n (%
)
Padang
Nasional
BBM Naik
BBM Naik
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 12
Tw. III* Tw. IV* Tw. I Tw. II* Tw. III*
Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn.
UMUM / TOTAL 9.00 9.00 6.90 6.90 7.59 7.59 12.67 13.00 12.68 9.21 2.80 3.55
Bahan Makanan 16.54 4.94 8.80 2.82 9.51 3.20 23.02 21.90 21.26 11.35 1.33 7.05
Makanan Jadi 11.30 1.93 11.45 1.94 10.57 1.77 14.04 12.94 13.73 13.35 7.06 8.41
Perumahan 5.44 1.10 5.44 1.06 6.89 1.31 8.18 9.67 8.01 5.95 3.07 0.43
Sandang 6.06 0.44 6.03 0.42 8.84 0.61 4.47 5.57 5.69 6.89 5.41 4.14
Kesehatan 7.34 0.22 8.46 0.25 9.29 0.26 7.66 6.45 4.87 4.61 2.46 1.67
Pendidikan 2.24 0.13 2.84 0.16 3.04 0.17 3.30 8.93 9.01 8.99 8.18 0.62
Transportasi & Komk 1.39 0.23 1.55 0.24 1.77 0.27 9.79 10.29 10.05 7.42 -1.89 -1.65
Sumber : BPS Sumbar, diolah. *mulai Tw.II-2008 menggunakan tahun dasar 2007=100
2009
Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II*Kelompok Barang & Jasa
2007 2008
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (y-o-y, %)
Setelah pada dua triwulan sebelumnya subkelompok bumbu-bumbuan
mengalami deflasi yang cukup dalam yaitu berturut-turut sebesar 14,74%
(y-o-y) dan 21,10% (y-o-y), kini subkelompok bumbu-bumbuan berbalik
arah mengalami inflasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 52,70% (y-o-y).
Tingginya konsumsi masyarakat minang terhadap bumbu-bumbuan terutama
cabe merah dan bawang merah telah membuat pergerakan harga komoditas ini
sangat rentan sehingga konsisten mempengaruhi pergerakan inflasi kelompok
bahan makanan. Hasil Survey Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh KBI
Padang menunjukkan adanya peningkatan harga yang persisten pada komoditas
cabe merah selama bulan September 2009 terutama di minggu ketiga dan
keempat. Harga rata-rata cabe merah di bulan Juni 2009 yang tercatat sebesar
Rp15.550, melonjak hingga mencapai Rp23.055 atau meningkat sebesar 48,3%
pada bulan September 2009. Sementara itu, harga komoditas bawang merah yang
sempat mengalami kenaikan pada bulan Juli hingga pertengahan Agustus 2009,
kembali mereda dan stabil di bulan September 2009. Rata-rata kenaikan harga
bawang merah di triwulan laporan sebesar 7,6%dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Lancarnya pasokan beras ke berbagai pasar di Kota Padang menyebabkan
harga beras relatif stabil selama bulan puasa dan lebaran. Inflasi
subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya pada triwulan laporan
tercatat sebesar 5,10% (y-o-y). Persediaan beras Bulog di Kota Padang masih
sebesar 10.569.054 kg atau setara dengan kebutuhan 3 bulan ke depan,
sedangkan Provinsi Sumatera Barat sebesar 17.272.349 kg atau setara dengan
kebutuhan 6 bulan kedepan. Harga beras asal sentra Solok dan Bukittinggi
kualitas I di Pasar Raya Padang masih bertahan Rp7.800/kg. Selanjutnya harga
beras kualitas II asal Muaro Labuh dan Pariaman stabil sebesar Rp7.200/kg atau
sama dengan bulan lalu. Kondisi ini ditambah dalam jumlah besar petani tingkat
sentra sedang memasuki musim panen sehingga pasokan dari pedagang tingkat
13
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang
TW.I TW.II TW.III
Bahan Makanan 11.35 1.33 7.05
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 15.75 5.58 5.10
Daging dan Hasil-hasilnya 11.05 8.39 6.50
Ikan Segar 23.39 4.46 4.32
Ikan Diawetkan 22.66 13.17 3.78
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 11.90 6.33 2.59
Sayur-sayuran 18.71 -4.77 -8.57
Kacang - kacangan 8.19 3.94 -0.63
Buah - buahan 23.24 10.43 7.58
Bumbu - bumbuan -14.74 -21.10 52.70
Lemak dan Minyak 1.01 -6.54 -9.12
Bahan Makanan Lainnya 2.10 0.09 0.22
Kelompok / Subkelompok2009
sentra ke pasaran relatif banyak. Sebagian besar petani tingkat sentra yang
sedang panen diantaranya berasal dari Tanah Datar, Padang Pariaman dan Agam1.
Harga daging ayam ras cenderung fluktuatif sepanjang triwulan III-2009
dan mencapai harga tertingginya pada minggu ketiga bulan September
2009. Menjelang perayaan hari lebaran permintaan masyarakat terhadap
komoditas daging dan ayam cenderung meningkat. Harga ayam ras yang biasanya
berada pada kisaran Rp 20.000/kg naik menjadi Rp 30.000-35.000/kg. Sementara
itu, harga daging sapi juga dilaporkan ada yang menyentuh Rp 75.000/kg dari
biasanya Rp60.000/kg2.
Untuk menahan laju pergerakan harga kebutuhan pokok yang terus
melambung, pasar sembako murah marak di gelar oleh pemerintah
daerah maupun pihak swasta. Kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok
yang masih terjadi menjelang hari lebaran disikapi oleh Pemprov Sumbar dengan
menggelar bazar sembako murah. Pihak swasta seperti BPD pun turut serta
menggelar kegiatan serupa sebagai aksi sosial terhadap masyarakat sekitar.
Dengan adanya subsidi harga berkisar antara 20% diharapkan daya beli
masyarakat dapat terjaga.
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (y-o-y, %)
Meskipun sebagian besar komoditas pada kelompok bahan makanan
mengalami peningkatan harga, ada beberapa subkelompok yang justru
mengalami deflasi. Subkelompok lemak dan nabati serta subkelompok sayur-
1 Haluan, 14 September 2009
2 Padang-today.com, 16 September 2009
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 14
sayuran pada triwulan laporan justru mengalami deflasi yang relatif cukup besar
yaitu masing-masing sebesar 9,12% dan 8,57%. Meskipun permintaan terhadap
subkelompok ini juga meningkat, tetapi banyaknya pasokan dan lancarnya
distribusi menyebabkan harga kedua subkelompok ini stabil dipasaran bahkan
ada beberapa komoditas yang tercatat mengalami penurunan harga seperti
jengkol, petai, dan minyak goreng curah.
Hampir serupa dengan triwulan II-2009, inflasi subkelompok minuman
yang tidak beralkohol mendominasi inflasi pada kelompok makanan jadi,
minuman, dan tembakau. Inflasi subkelompok ini tercatat sebesar 17,40% (y-o-
y) atau kembali meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 10,90% (y-o-y).
Harga gula pasir terus merangkak naik seiring dengan pergerakan harga
komoditas tersebut di pasar internasional. Harga gula pasir pada awal tahun
2009 masih berkisar Rp 6.500 per kg namun sekarang ini sudah mencapai Rp 8.500
per kg sampai Rp 9.000 per kg. Hasil SPH juga menunjukkan adanya kenaikan
harga sebesar 8% yaitu dari sekitar Rp 8.550 di bulan Juni menjadi Rp 9.231 di
bulan September 2009.
Untuk menekan laju kenaikan harga kebutuhan bahan pokok terutama
gula pasir Disperindag Sumbar melakukan pasar murah bekerjasama
dengan Disperindagtamben Padang. Kegiatan pasar murah dilaksanakan
untuk stabilisasi harga sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam
Negeri No. 185/PDN/8/2008. Harga gula pasir untuk pasar murah di pulau Jawa di
jual dengan harga Rp7.000 per kg dan di luar pulau Jawa Rp7.500 per kg. Pasar
murah ini diantaranya dilakukan di 11 kecamatan di kota Padang serta kota/
kabupaten lainnya seperti Kota Bukittinggi, Padang Panjang dan Kabupaten
Pasaman. Diharapkan dengan adanya pasar murah ini, warga akan terbantu
mendapatkan sembako terutama yang terus mengalami kenaikan harga.
Diperkirakan kebutuhan gula pasir Agustus-September di Sumbar adalah 10.500
ton, sementara itu Sumbar akan menerima kedatangan gula pasir dari Jawa
sebanyak 14.400 ton.
Tataniaga gula pasir sulit diawasi karena sistem pembeliannya
menggunakan sistem lelang. Menurut Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil,
pihaknya tidak bisa berbuat banyak untuk menempatkan harga jual gula sebesar
Rp6.500 per kg seperti yang diminta oleh Menteri Perdagangan Mari Elka
Pangestu, dalam surat edarannya per tanggal 3 Agustus 2009. Penetapan harga
15
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang
beli gula oleh pedagang melalui mekanisme lelang membuat PT Perkebunan
Nusantara (PTPN) tidak bisa berbuat terlalu jauh untuk mempengaruhi mekanisme
harga gula, apalagi produksi gula PTPN sudah sedikit. Selain itu, meningkatnya
harga jual gula domestik merupakan gejala umum akibat berkurangnya produksi
gula dunia. Hal ini menyebabkan beberapa perusahaan yang memproduksi
makanan dan minuman yang biasanya melakukan impor saat ini justru ikut
membeli gula domestik karena harganya lebih murah3.
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau (y-o-y, %)
Laju inflasi tahunan kelompok Sandang mulai mengalami
perlambatan. Inflasi kelompok Sandang sejak triwulan I-2009 berturut-
turut sebesar 6,89% (y-o-y), 5,41% (y-o -y), dan 4,14% (y-o-y). Inflasi pada
kelompok Sandang masih didominasi oleh subkelompok Barang Pribadi
dan Sandang lainnya dimana pada triwulan laporan mengalami inflasi yang
cukup tinggi yaitu sebesar 17,38% (y-o-y).
Pergerakan harga emas masih menjadi pemicu tingginya inflasi
pada subkelompok Barang Pribadi dan Sandang lainnya. Meskipun
tidak setinggi triwulan I-2009, data SPH mulai menunjukkan adanya
peningkatan harga emas sejak akhir Agustus 2009. Rata-rata harga emas
pada bulan September 2009 tercatat sudah meningkat sebesar 4% jika
dibandingkan bulan Agustus 2009. Namun demikian, relatif stabilnya
pergerakan nilai tukar rupiah membuat harga emas tidak mengalami
lonjakan harga yang sangat tinggi mengingat pada saat ini harga emas di
pasar internasional terus bergerak naik. Stabilnya harga emas ini membuat
perdagangan emas di Pasar Raya Padang kembali berjalan normal dengan
tingkat penjualan pedagang yang meningkat hingga 6%4.
3 http://economy.okezone.com, 11 Agustus 2009
4 Antara-sumbar.com, 16 September 2009
TW.I TW.II TW.III
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 13.35 7.06 8.41
Makanan Jadi 14.98 7.06 7.07
Minuman yang Tidak Beralkohol 12.71 10.90 17.40
Tembakau dan Minuman Beralkohol 9.99 5.07 6.76
Kelompok / Subkelompok2009
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 16
Tabel 2.4 Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (y-o-y, %)
TW.I TW.II TW.III
Sandang 6.89 5.41 4.14
Sandang Laki-laki 1.57 1.46 1.82
Sandang Wanita 5.03 4.31 0.54
Sandang Anak-anak 5.20 4.39 -0.29
Barang Pribadi dan Sandang Lain 17.64 13.22 17.38
Kelompok / Subkelompok2009
B O K S
Pergerakan Inflasi Kota Padang Pasca Gempa 30 September
Gempa berkekuatan 7,9 SR yang mengguncang Sumatra Barat pada tanggal
30 September 2009 telah membuat perekonomian Sumbar lumpuh selama beberapa
hari. Banyaknya ruas jalan yang rusak berat maupun longsor membuat arus barang
ke dalam dan keluar kota Padang menjadi tersendat. Hal ini diperburuk dengan
terjadinya krisis listrik dan air selama kurang lebih 2 minggu pasca gempa.
Meskipun demikian, pergerakan harga-harga secara umum yang terjadi di
kota Padang pasca gempa bumi tidak mengalami lonjakan yang sangat tinggi seperti
yang dikhawatirkan oleh banyak pihak sebelumnya. Berita Resmi Statistik (BRS)
bulan Nopember 2009 melaporkan bahwa kota Padang pada bulan Oktober 2009
mengalami inflasi sebesar 1,78% (m-t-m). Laju inflasi tahunan kota Padang tercatat
sebesar 4,36% dan laju inflasi tahun kalender sebesar 3,27%.
Sumber: BPS, diolah
Grafik B.1. Perkembangan Inflasi Kota Padang
Inflasi kota Padang terjadi karena adanya kenaikan indeks sebagian besar
kelompok pengeluaran kecuali transpor, komunikasi, dan jasa keuangan yang
mengalami deflasi sebesar 0,68% (m-t-m). Kelompok bahan makanan tercatat
mengalami inflasi terbesar sebesar 4,01% (m-t-m ) dengan sumbangan sebesar
1,14%. Sementara itu, inflasi tertinggi berikutnya terjadi pada kelompok perumahan
yang sebesar 2,09% (m-t-m) dengan sumbangan sebesar 0,41%. Selama bulan
Oktober ini komoditas yang mengalami kenaikan harga antara lain adalah cabe
merah, beras, ketupat/lontong sayur, batu bata, kelapa, tukang bukan mandor,
tongkol, cabe hijau, teh, telur, semen, besi beton, gula pasir, dan teri.
Relatif terjaganya tingkat inflasi di kota Padang disebabkan karena
perhitungan inflasi didasarkan pada aktivitas ekonomi yang terjadi di daerah
-5
0
5
10
15
20
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
2006 2007 2008 2009
Per
sen
(%)
yoy ytd mtm
Tahun dasar 2007
setempat. Sebaliknya, pasca gempa banyaknya obat-obatan dan bahan makanan
yang masuk ke kota Padang lebih bersifat bantuan sehingga dapat dikatakan bahwa
sebenarnya sebagian besar aktivitas ekonomi di kota Padang masih terhenti
sehingga tingkat inflasi juga tidak bisa naik.
Grafik B.1. Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang
Hingga hari ketiga pasca gempa bumi beberapa komoditas tercatat
mengalami peningkatan harga yang sangat tinggi. Harga eceran BBM dibeberapa
tempat sempat menyentuh harga Rp30.000 per liter. Hal ini terjadi dikarenakan
tersendatnya pasokan ke beberapa SPBU serta tingginya permintaan dikarenakan
kepanikan akan adanya kelangkaan BBM. Antrian panjang terjadi di semua SPBU
yang ada. Selain itu, permintaan transportasi keluar dan menuju ke kota Padang
juga meningkat sangat signifikan. Banyaknya masyarakat kota Padang yang panik
akan bencana yang terjadi membuat mereka bergegas meninggalkan kota Padang.
Sebaliknya, banyak masyarakat di luar kota Padang yang datang hendak menjenguk
sanak keluarganya yang tertimpa musibah. Ditambah banyaknya relawan dari dalam
dan luar negeri yang mulai berdatangan untuk memberikan bantuan. Tingginya arus
kedatangan menuju kota Padang ini membuat harga tiket pesawat terbang
melonjak cukup tinggi. Namun demikian, pemerintah telah mengambil kebijakan
untuk menetapkan tarif pesawat terbang menuju kota Padang maksimum sebesar
Rp 1 juta dari biasanya yang berkisar antara Rp400 ribu hingga Rp 700 ribu.
Seminggu setelah gempa terjadi harga beberapa komoditas kembali stabil.
Hasil Survey Pemantauan Harga (SPH) selama bulan Oktober menunjukkan bahwa
sebagian besar harga komoditas di kota Padang cenderung stabil dari minggu
pertama hingga keempat. Bahkan ada beberapa komoditas seperti pepaya, bawang
merah, tahu mentah dan bayam yang justru mengalami penurunan harga.
Meskipun sempat dilaporkan ada tiga gudang Bulog Divre Sumbar yang
hancur terkena gempa namun banyaknya pasokan yang datang membuat harga
beras cenderung stabil sepanjang bulan Oktober. Pasca gempa Perum Bulog
langsung bersiap menambah stok beras cadangan pemerintah (CBP) sebanyak 20.000
ton ke Sumatera Barat yang berasal dari Jawa Timur. Total CBP di Sumatera Barat
mencapai 19.000 ton. Dari total tersebut, hingga saat ini sudah ada sekitar 7.000 ton
yang sedang didistribusikan kepada korban gempa. Dari sejumlah itu, Bulog telah
menyalurkan sekitar 800 ton dan yang sekitar 6.000 ton beras disalurkan sendiri oleh
(mtm, %)
Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb.
UMUM / TOTAL -0.08 -0.08 0.68 0.68 -0.56 -0.56 -0.76 -0.76 -0.39 -0.39 -0.19 -0.19 0.75 0.75 0.45 0.45 1.56 1.56 1.78 1.78
Bahan Makanan 0.53 0.15 1.43 0.40 -2.56 -0.73 -2.91 -0.81 -1.05 -0.29 -0.82 -0.22 2.43 0.65 1.40 0.38 4.06 1.12 4.01 1.14
Makanan Jadi 0.11 0.02 0.89 0.16 0.33 0.06 0.25 0.04 0.03 0.01 0.10 0.02 0.46 0.09 0.94 0.17 0.75 0.14 1.80 0.33
Perumahan -0.15 -0.03 0.14 0.03 0.05 0.01 0.00 0.00 -0.06 -0.01 -0.02 -0.01 -0.02 0.00 0.16 0.03 0.05 0.01 2.09 0.41
Sandang 0.44 0.02 2.54 0.15 0.48 0.03 -1.63 -0.10 -0.40 -0.02 0.30 0.02 0.07 0.00 -0.31 -0.02 1.14 0.07 0.42 0.02
Kesehatan 0.15 0.01 0.19 0.01 0.35 0.00 -0.02 0.00 0.17 0.01 -0.05 0.00 0.07 0.00 -0.12 0.00 0.16 0.01 0.02 0.00
Pendidikan 0.03 0.00 0.15 0.01 0.00 0.00 0.03 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 -0.19 -0.01 0.09 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00
Transportasi & Komk -1.36 -0.25 -0.47 -0.08 0.37 0.07 0.63 0.11 -0.50 -0.09 0.00 0.00 0.11 0.02 -0.66 -0.12 1.17 0.21 -0.68 -0.12
Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 2007.
Kelompok Barang
& Jasa
2009
Jan* Feb* Mar* Apr* Mei* Juni* Juli* Agt* Sept* Okt*
pemda setempat. Total CBP yang ada di Sumbar tersebut masih sekitar 12.000 ton.
Nantinya akan ada stok CBP sebesar 32.000 ton*.
Di sisi lain, komoditas cabe merah masih terus mengalami peningkatan harga.
Data SPH menunjukkan bahwa pada bulan Oktober telah terjadi kenaikan harga
cabe merah sebesar 28% jika dibandingkan dengan rata-rata harga pada bulan
September yaitu dari Rp23.000 per kg menjadi hampir Rp30.000 per kg. Sebelumnya,
pada hari kedua pasca gempa bumi, harga cabe merah di kota Padang dilaporkan
mencapai Rp70.000 per kg. Namun pada hari kelima harga cebe merah mulai turun
menjadi Rp40.000 per kg. Kini harga cabe merah berada pada kisaran Rp 30.000 per
kg. Turunnya harga cabe merah ini disebabkan sudah mulai masuknya pasokan dari
Pulau Jawa.
Namun demikian, jika kerusakan infrastruktur terutama jalan sebagai jalur
distribusi barang tidak segera dibenahi oleh pemerintah, dikhawatirkan inflasi yang
sekarang ini bersifat lokal terjadi di Sumbar akibat gempa, dapat meluas ke propinsi
sekitar dan kemudian berdampak pada tingginya sumbangan inflasi pada tingkat
nasional. Macetnya arus distribusi barang akibat Hal ini disebabkan adanya saling
ketergantungan antar daerah yang masih tinggi terutama daerah-daerah yang
berada pada zona Sumatera Bagian Tengah. Salah satu contoh adalah
melambungnya harga Semen di kota Jambi yang disebabkan kelangkaan pasokan.
Sebelum terjadi gempa harga semen di kota Jambi berkisar antara Rp53.000-
Rp54.000/zak, setelah gempa melanda daerah Sumatra Barat dan Kerinci harga
semen mencapai Rp60.000-Rp61.000, bahkan di tingkat eceran di desa-desa bisa
mencapai Rp65.000/zak.
* www.detikfinance.com, 8 Oktober 2009
B O K S
Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi
Saat ini, angka inflasi dirasakan sangat penting oleh semua pihak baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Angka inflasi merupakan salah satu
indikator yang digunakan oleh pemerintah untuk merumuskan kebijakan. Angka
inflasi menunjukkan besarnya perkembangan harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat di suatu daerah. Secara resmi, Badan Pusat Statistik (BPS)
hanya menghitung inflasi di 66 kabupaten/kota yang pada tahun 2007 telah
melaksanakan Survei Biaya Hidup (SBH). Di Provinsi Sumatera Barat, dari 19
kabupaten/kota, hanya pada Kota Padang yang telah dilakukan SBH dan
penghitungan inflasi secara resmi. Dengan terbatasnya jumlah kabupaten/kota yang
dihitung angka inflasinya menyebabkan kesulitan bagi Pemerintah Daerah dalam
menentukan kebijakan terutama dalam bidang ekonomi.
Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia (BI) Padang dan BPS Provinsi
Sumatera Barat bekerjasama melakukan penghitungan Indeks Harga Konsumen
(IHK) dan inflasi Kota Bukittinggi. Nilai konsumsi masyarakat Kota Padang hasil SBH
2007 digunakan sebagai referensi (sister city) dalam menyusun paket komoditas
(commodity basket) dan diagram timbang yang akan digunakan untuk menghitung
IHK dan inflasi Kota Bukittinggi. Dari hasil pendekatan tersebut serta hasil
pemantauan harga beberapa jenis barang/jasa yang telah dilakukan di Kota
Bukittinggi semenjak tahun 2007, terpilih sebanyak 300 jenis barang/jasa yang
menjadi paket komoditas penghitungan IHK Kota Bukittinggi.
Inflasi bulan Oktober 2009
Pada bulan Oktober 2009, Kota Bukittinggi mengalami deflasi sebesar -0,11
persen. Terjadi penurunan IHK umum dari 114,66 pada September 2009 menjadi
114,53 pada Oktober 2009. Deflasi yang tidak terlalu besar di Kota Bukittinggi pada
Oktober 2009 ini terjadi karena secara umum ada penurunan harga berbagai
komoditas. Dari tujuh kelompok pengeluaran, hanya tiga kelompok yang mengalami
penurunan IHK atau terjadi deflasi, yaitu kelompok bahan makanan -1,31 persen
dengan andil inflasi -0,36 %; diikuti kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan sebesar -0,14 dengan andil inflasi -0,02 %; dan kelompok pendidikan,
rekreasi dan olah raga sebesar -0,10 persen dengan andil inflasi -0,01 %. Sedangkan
pada empat kelompok lainnya mengalami kenaikan IHK atau terjadi inflasi. Laju
inflasi tahun kalender (ytd) bulan Oktober 2009 mencapai 2,15 persen sedangkan
inflasi tahunan(yoy) pada bulan Oktober 2009 mencapai 2,49 persen.
Tabel I - Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi Menurut Kelompok Pengeluaran (2007=100)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat
Tabel 2 - Andil/Sumbangan Kelompok Pengeluaran Terhadap Laju Inflasi Kota
Bukittinggi
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat
IHK Des 2007
IHK Sep
2009
Laju inflasi
2009 2)
Inflasi thn ke
thn 2009 3)
103.43 114.66 2.15 2.49
1 107.73 124.46 2.11 3.88
2 101.33 112.31 6.99 6.98
3 103.1 109.36 2.14 2.35
4 103.62 118.75 9.06 11.17
5 100.79 114.93 6.68 7.16
6 103.92 110.05 2.62 1.17
7 100.1 109.72 -6.05 -7.18Transpor, Komunikasi
dan Jasa keuangan
118.04 116.63 16.51 109.57 -0.14
Pendidikan, Rekreasi,
dan Olah raga
108.67 107.13 3.09 109.94 -0.1
K e s e h a t a n 107.53 108.01 7.16 115.23 0.26
S a n d a n g 107.53 109.61 5.78 119.54 0.67
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan bakar
107.41 107.63 4.39 109.93 0.52
Makanan jadi, Minuman, Rokok
dan Tembakau
105.64 105.63 4.24 113.01 0.62
Bahan Makanan 118.24 120.29 13.51 122.83 -1.31
U m u m 111.75 112.12 8.89 114.53 -0.11
Kelompok PengeluaranIHK Okt 2008
IHK Des
2008
Laju inflasi
2008 *) IHK Okt 2009
Inflasi Okt
2009 1)
1) Persentase perubahan IHK Oktober 2009 terhadap IHK bulan sebelumnya
2) Persentase perubahan IHK Oktober 2009 terhadap IHK Desember 2008
3) Persentase perubahan IHK Oktober 2009 terhadap IHK Oktober 2008
*) Persentase perubahan IHK Desember 2008 terhadap IHK Desember 2007
1 Bahan Makanan
2 Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
3 Perumahan, Air, Lisrtrik, Gas dan Bahan bakar
4 S a n d a n g
5 K e s e h a t a n
6 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga
7 Transpor, Komunikasi dan Jasa keuangan 2.73 -0.02 -1.08 -1.3
0.29 0.01 0.27 0.29
0.22 -0.01 0.17 0.08
0.96 0.11 0.45 0.5
0.37 0.04 0.57 0.69
3.07 -0.36 0.57 1.04
0.75 0.11 1.19 1.2
U m u m 8.4 -0.11 2.15 2.94
Kelompok PengeluaranAndil inflasi
2008
Andil inflasi
Oktober 2009
Andil inflasi
2009
Andil inflasi tahun
ke tahun 2009
Tabel 3 - IHK, Inflasi, dan Andil Menurut Kelompok/Subkelompok Kota
Bukittinggi bulan Oktober 2009
(2007=100)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat
1
2
3
4
5
6
7
KELOMPOK/SUBKELOMPOK IHK SEP 2009IHK OKT
2009INFLASI ANDIL
UMUM 114.66 114.53 -0.11 -0.11
BAHAN MAKANAN 124.46 122.83 -1.31 -0.36
Daging dan Hasil-hasilnya 124.38 119.28 -4.10 -0.15
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 130.63 126.96 -2.81 -0.06
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 122.80 120.31 -2.03 -0.15
Bumbu - bumbuan 128.35 125.78 -2.00 -0.06
Ikan Segar 120.48 118.97 -1.25 -0.03
Kacang - kacangan 120.16 119.54 -0.52 0.00
Lemak dan Minyak 100.68 100.45 -0.23 0.00
Sayur-sayuran 116.83 117.54 0.61 0.02
Bahan Makanan Lainnya 118.15 119.23 0.91 0.00
Buah - buahan 147.24 150.47 2.19 0.05
Ikan Diawetkan 171.01 178.18 4.19 0.05
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 112.31 113.01 0.62 0.11
Makanan Jadi 114.34 115.49 1.01 0.11
Minuman yang Tidak Beralkohol 114.87 115.05 0.16 0.00
Tembakau dan Minuman Beralkohol 106.42 106.42 0.00 0.00
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR 109.36 109.93 0.52 0.11
Biaya Tempat Tinggal 112.47 113.44 0.86 0.10
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 101.36 102.26 0.89 0.05
Perlengkapan Rumahtangga 125.22 119.43 -4.62 -0.06
Penyelenggaraan Rumahtangga 107.65 108.85 1.11 0.02
SANDANG 118.75 119.54 0.67 0.04
Sandang Laki-laki 112.04 106.28 -5.14 -0.09
Sandang Wanita 108.44 108.80 0.33 0.01
Sandang Anak-anak 120.82 120.82 0.00 0.00
Barang Pribadi dan Sandang Lain 140.85 151.59 7.63 0.13
KESEHATAN 114.93 115.23 0.26 0.01
Jasa Kesehatan 122.67 122.67 0.00 0.00
Obat-obatan 102.75 103.19 0.43 0.00
Jasa Perawatan Jasmani 123.72 126.62 2.34 0.01
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 112.43 112.43 0.00 0.00
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 110.05 109.94 -0.10 -0.01
Pendidikan 103.48 103.48 0.00 0.00
Kursus-kursus / Pelatihan 129.87 129.87 0.00 0.00
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 115.28 115.28 0.00 0.00
Rekreasi 121.41 120.81 -0.49 -0.01
Olahraga 115.41 115.22 -0.16 0.00
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 109.72 109.57 -0.14 -0.02
Transpor 111.92 111.92 0.00 0.00
Komunikasi Dan Pengiriman 99.25 98.62 -0.63 -0.03
Sarana dan Penunjang Transpor 135.32 135.64 0.24 0.00
Jasa Keuangan 104.71 104.71 0.00 0.00
17
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kinerja perbankan umum di Sumatera Barat pada triwulan III-2009 belum
mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sebagian besar indikator memperlihatkan bahwa kondisi
perbankan umum di Sumbar belum cukup bergairah baik dari sisi pengumpulan
dana pihak ketiga, maupun dalam penyaluran kredit. Loan-to-deposit ratio (LDR)
mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, di sisi lain
kualitas kredit terus memburuk yang terlihat dari persentase non-performing loan
(NPL) yang mengalami peningkatan. Apabila tidak ada perlakukan khusus, kondisi
ini diperkirakan akan relatif semakin berat mengingat gempa yang menimpa
Sumbar pada akhir September 2009 berdampak pada terganggunya kegiatan para
pelaku ekonomi, terutama pusat kegiatan ekonomi di Kota Padang yang
mengalami kerusakan parah.
Tabel 3.1 - Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat (Juta Rupiah)
Sumber: Sekda, Bank Indonesia *Angka sementara hingga bulan Agustus 2009
Secara tahunan, perkembangan aset bank umum di Sumatera Barat pada
triwulan III-2009 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan III-2009 jumlah aset bank umum mencapai Rp24,05
triliun, lebih tinggi dibandingkan posisi triwulan II-2008 sebesar Rp22,63 triliun
(Grafik 3.1). Secara triwulanan pertumbuhan aset pada triwulan III-2009 mampu
tumbuh sebesar 6,27%, meningkat dibandingkan triwulan II-2009 yang tumbuh
Pertumbuhan III-2009
(yoy) (qtq)
Aset 19,017,771 18,969,302 21,538,445 20,369,537 21,924,087 22,628,605 24,048,058 11.65% 6.27%
Giro 4,252,264 3,909,742 3,823,352 3,598,580 4,579,108 4,101,010 4,226,985 10.56% 3.07%
Tabungan 5,696,921 5,893,122 5,972,794 6,886,214 6,310,084 6,671,718 6,588,729 10.31% -1.24%
Simpanan Berjangka 3,659,308 3,735,625 3,824,001 4,384,540 4,831,750 4,912,803 4,824,034 26.15% -1.81%
Total DPK 13,608,493 13,538,489 13,620,147 14,869,334 15,720,942 15,685,531 15,639,748 14.83% -0.29%
Kredit Investasi 2,274,033 2,063,838 2,007,109 2,817,201 3,014,418 3,406,439 3,356,718 67.24% -1.46%
Kredit Modal Kerja 5,769,881 7,032,152 7,496,502 6,714,550 6,582,998 6,848,774 6,465,360 -13.75% -5.60%
Kredit Konsumsi 5,221,649 5,945,586 6,499,846 6,612,871 6,834,953 7,111,870 7,385,106 13.62% 3.84%
Total Kredit 13,265,563 15,041,576 16,003,457 16,144,622 16,432,369 17,367,083 17,207,184 7.52% -0.92%
LDR 97.48% 111.10% 117.50% 108.58% 104.53% 110.72% 110.02%
NPL 2.73% 2.39% 2.02% 1.69% 2.06% 2.05% 2.37%
I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009Indikator Perbankan III-2009*
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 18
sebesar 3,21%. Akselerasi pertumbuhan aset triwulanan secara gradual mulai
menunjukkan peningkatan.
Aset kelompok bank pemerintah masih menjadi determinan utama dalam
mendorong aset perbankan umum di Sumbar. Pada triwulan III-2009 aset
kelompok bank pemerintah mendominasi sebesar 80,77%, di sisi lain aset
kelompok bank swasta nasional hanya sebesar 19,23% (Grafik 3.2). Jaringan
operasional merupakan faktor utama dominasi kelompok bank pemerintah pada
aset perbankan umum. Kondisi tersebut sekaligus sangat mendukung kelompok
bank pemerintah untuk menguasai pasar di Sumbar.
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.1. – Perkembangan Total Aset Bank Umum Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.2. – Perkembangan Total Aset Bank Umum
Berdasarkan Kelompok Bank
Komposisi aset dalam bentuk rupiah dibandingkan valuta asing
mengalami peningkatan pada triwulan III-2009. Menguatnya nilai rupiah
terhadap dolar AS menyebabkan masyarakat dan perbankan relatif memilih untuk
menempatkan asetnya dalam bentuk rupiah dibandingkan dalam bentuk valuta
asing terutama dollar AS yang sedang mengalami pelemahan. Komposisi aset
dalam bentuk rupiah pada triwulan III-2009 sebesar 97,77%, meningkat tipis
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 97,33% (Grafik 3.3). Secara
triwulanan, aset dalam bentuk rupiah pada triwulan III-2009 tumbuh sebesar
6,75%, sedangkan dalam bentuk valuta asing mengalami pertumbuhan negatif
sebesar -11%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dan perbankan mengalami
pergeseran preferensi kembali dari valuta asing ke rupiah.
Perkembangan LDR pada triwulan III-2009 terkoreksi menjadi relatif lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, penurunan
penyaluran kredit oleh perbankan umum di Sumbar relatif lebih besar
dibandingkan dengan penurunan DPK. Penyaluran kredit mengalami kontraksi -
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000
Juta
Ru
pia
h
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
Juta
Ru
pia
h
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional
19
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
0,92% (qtq), sedangkan pengumpulan DPK terkontraksi -0,29% (qtq). Kondisi ini
mendorong penurunan LDR pada triwulan III-2009 menjadi 110,02%, lebih kecil
dibandingkan triwulan sebelumnya 110,72% (Grafik 3.4).
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.3. – Komposisi Aset Bank Umum Berdasarkan
Rupiah dan Valuta Asing
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.4. – Loan-to-Deposit Ratio (LDR) Bank Umum
Pada triwulan III-2009 perkembangan DPK perbankan umum di Sumbar
mengalami penurunan. Pada posisi triwulan III-2009 jumlah DPK mencapai
Rp15,64 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp15,69
triliun. Penetapan BI-rate yang lebih rendah pada 6,50% lebih sensitif
mengakibatkan penurunan tingkat suku bunga tabungan dan simpanan jangka
pendek. Suku bunga tabungan menurun menjadi 3,06% dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 3,14%. Begitu pula pada suku bunga deposito 1 bulan,
menjadi 7,94% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,52% (Grafik 3.10).
Rendahnya suku bunga tabungan dan deposito bertenor pendek ini
mengakibatkan simpanan dana di perbankan umum menjadi kurang atraktif.
Sebagian masyarakat pun memutuskan untuk memegang dana untuk memenuhi
pengeluarannya. Pertumbuhan triwulanan negatif pada DPK sebesar -0,29%
dikonfirmasi oleh penurunan jumlah rekening baik pada tabungan maupun
deposito. Jumlah rekening tabungan di perbankan umum Sumbar pada triwulan
III-2009 berjumlah 1,92 juta rekening, lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 1,95 juta rekening. Hal yang sama terjadi pada deposito, dari
37,15 ribu rekening menjadi 36,59 ribu rekening (Grafik 3.9).
97
.34
%
97
.65
%
96
.45
%
97
.31
%
97
.26
%
97
.33
%
97
.77
%
2.6
6%
2.3
5%
3.5
5%
2.6
9%
2.7
4%
2.6
7%
2.2
3%
94%
95%
96%
97%
98%
99%
100%
I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*
Valas
Rupiah
92.68%
97.48%
111.10%
117.50%
108.58%
104.53%
110.72%
110.02%
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 140.00%
2007
I-2008
II-2008
III-2008
IV-2008
I-2009
II-2009
III-2009*
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 20
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.5. – Perkembangan DPK Bank Umum
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.6. – Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan
Kelompok Bank
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.7. – Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan
Jenis Simpanan
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.8. – Komposisi DPK Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan
Valuta Asing
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.9. – Perkembangan Jumlah Rekening Bank Umum
Berdasarkan Jenis Simpanan
Sumber: SEKI, BI
Grafik 3.10. – Perkembangan Suku Bunga Tabungan dan
Suku Bunga Deposito Bank Umum
Dari sisi golongan pemilik, peningkatan DPK praktis hanya terjadi pada
simpanan Pemerintah Daerah dan Badan Usaha Milik Negara yang
bergerak pada sektor non-keuangan. Perkembangan simpanan perseorangan
dan simpanan milik swasta berada pada arah penurunan (Grafik 3.12). Efek
perayaan hari raya lebaran terlihat dalam triwulan III-2009. Sebagian masyarakat
lebih banyak memutuskan untuk memegang dananya untuk memenuhi
kebutuhan perayaan hari raya. Begitupula pada sektor swasta, sebagian dananya
12,000,000
12,500,000
13,000,000
13,500,000
14,000,000
14,500,000
15,000,000
15,500,000
16,000,000
Juta
Ru
pia
h
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
2007 I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*
Juta
Ru
pia
h
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
8,000,000
2007 I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*
Juta
Ru
pia
h
Giro Tabungan Simpanan Berjangka
94%
95%
96%
97%
98%
99%
100%
Valuta Asing
Rupiah
1,650,000
1,700,000
1,750,000
1,800,000
1,850,000
1,900,000
1,950,000
2,000,000
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
Re
ken
ing (satu
an)R
eke
nin
g (s
atu
an)
Giro Simpanan Berjangka Tabungan (Sisi Kanan)
0
2
4
6
8
10
12
Jan
-08
Fe
b-0
8
Ma
r-0
8
Ap
r-0
8
Ma
y-0
8
Jun
-08
Jul-
08
Au
g-0
8
Se
p-0
8
Oc
t-0
8
No
v-0
8
De
c-0
8
Jan
-09
Fe
b-0
9
Ma
r-0
9
Ap
r-0
9
Ma
y-0
9
Jun
-09
Jul-
09
Au
g-0
9
Pe
rse
n (
%)
Tabungan
Deposito 1 Bln
Deposito 3 Bln
Deposito 6 Bln
Deposito 12 Bln
21
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
banyak digunakan untuk melakukan ekspansi penjualan barang dan jasa untuk
memenuhi permintaan masyarakat yang tinggi terkait hari raya lebaran.
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.11. – Perkembangan Simpanan Perseorangan
Bank Umum Sumbar
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.12. – Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan
Pemilik Lainnya
Penyaluran kredit oleh perbankan umum di Sumbar pada triwulan III-
2009 masih belum menunjukkan kinerja terbaiknya. Pertumbuhan kredit
bank umum Sumbar pada triwulan III-2009 menunjukkan -0,92%, dengan total
kredit yang disalurkan mencapai Rp17,21 triliun (Grafik 3.13). Persepsi risiko
perbankan umum yang masih tinggi terhadap kegiatan usaha di sektor riil terlihat
dari penerapan suku bunga kredit yang jauh lebih tinggi dibandingkan suku
bunga acuan BI-rate. Suku bunga kredit modal kerja masih berada pada kisaran
14-15%, sedangkan suku bunga kredit investasi berada di kisaran 13-14%,
keduanya terpatok cukup jauh dibandingkan BI-rate yang sudah berada pada
6,5%. Perbankan menerapkan prosedur ketat dalam kebijakan persetujuan kredit
sebagai upaya untuk meminimalkan potensi terjadinya peningkatan NPL.
Penyaluran kredit konsumsi menjadi pilihan yang aman bagi perbankan
umum di tengah iklim usaha yang masih belum stabil. Pada triwulan III-
2009 secara triwulanan hanya kredit konsumsi yang mengalami pertumbuhan
positif, yaitu sebesar 3,84%, dengan pangsa terhadap total kredit mencapai
42,92% (Grafik 3.16). Meskipun dengan suku bunga kredit konsumsi yang berada
pada kisaran 16-17%, dari sisi perbankan masih merupakan kredit andalan yang
memiliki risiko lebih rendah dibandingkan pada kredit investasi maupun modal
kerja. Sedangkan dari sisi masyarakat, kredit konsumsi masih sangat dibutuhkan
untuk memenuhi pengeluaran yang tidak sepenuhnya dapat ditutup oleh
pendapatan.
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
Juta
Ru
pia
h
Simpanan Perseorangan Pertumbuhan (qtq)
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
Juta
Ru
pia
h
Lembaga Keuangan BUMN/Pemerintah
Lembaga Keuangan Swasta
Pemerintah Daerah
Badan Usaha Bukan Keuangan Milik Negara
Badan Usaha Bukan-Keuangan Milik Swasta
Simpanan Perseorangan
Sektor Swasta Lainnya
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 22
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.13. – Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq)
Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek)
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.14. – Perkembangan Penyaluran Kredit Bank
Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.15. – Perkembangan Penyaluran Kredit Bank
Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.16. – Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum
(Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan
Di sisi sektoral, penyaluran kredit masih terbatas terkait dengan kegiatan
ekonomi yang belum kembali bergairah. Kegiatan ekonomi di sektor
perdagangan masih dapat berjalan dengan baik di tengah ketidakpastian kondisi
ekonomi. Penyaluran kredit di sektor perdagangan mengalami peningkatan
positif sebesar 1,68% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.17). Kebutuhan
kredit di sektor perdagangan dibutuhkan untuk memenuhi stok penjualan dan
juga mendukung distribusi barang. Penyaluran kredit di sektor pertanian,
pertambangan, perindustrian, dan jasa-jasa mengalami kontraksi. Perbankan
umum masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit di sektor-sektor tersebut.
Selain itu, penerapan suku bunga kredit yang tinggi mengurangi insentif pelaku
usaha untuk menggunakan pinjaman dari perbankan.
Penyaluran kredit modal kerja dan investasi memiliki pertumbuhan
positif hanya di sektor perdagangan. Pertumbuhan triwulanan kredit investasi
di sektor perdagangan sebesar 3,20%, sedangkan kredit modal kerja di sektor
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
Juta
Ru
pia
h
Total Kredit Pertumbuhan (qtq)
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
2007 I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*
Juta
Ru
pia
h
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
8,000,000
Juta
Ru
pia
h
Kredit Investasi
Kredit Modal Kerja
Kredit Konsumsi
19
.52
%
17
.14
%
13
.72
%
12
.54
%
17
.45
%
18
.34
%
19
.61
%
19
.51
%
42
.19
%
43
.50
%
46
.75
%
46
.84
%
41
.59
%
40
.06
%
39
.44
%
37
.57
%
38
.30
%
39
.36
%
39
.53
%
40
.62
%
40
.96
%
41
.59
%
40
.95
%
42
.92
%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kredit Konsumsi
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
23
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
yang sama meningkat 1,45% (Grafik 3.19 dan Grafik 3.20). Tekanan terbesar pada
kredit modal kerja terjadi di sektor pertanian yang mengalami penurunan sebesar
-20,02% (qtq) dari Rp730,03 miliar pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar
Rp583,89 miliar. Harga komoditas internasional CPO berada pada trend yang
mengalami penurunan mendorong berkurangnya penerimaan pada sub-sektor
perkebunan. Hal ini berimplikasi pada ekspansi produksi di sub-sektor perkebunan
yang menjadi tertahan.
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.17. – Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum
(Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.18. – Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum
(Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.19. – Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja
Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.20. – Perkembangan Penyaluran Kredit
Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan
Sektor Ekonomi
Perbankan umum di Sumbar perlu mewaspadai peningkatan risiko kredit
akibat memburuknya kualitas kredit. Pada triwulan III-2009 rasio NPL
mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya 2,05% menjadi 2,37% (Grafik
3.21). Meskipun masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan Bank
Indonesia sebesar 5,00%, namun perbankan tetap perlu meningkatkan
pengawasan dan pengelolaan kreditnya. Jumlah kredit tidak lancar pada triwulan
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
8,000,000
Juta
Ru
pia
h Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa-jasa
Lain-lain
13.96% 0.93%
9.53%
24.43%
8.23%
42.92%
Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa-jasa
Lain-lain
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
Juta
Ru
pia
h Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa-jasa
Lain-lain0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
2,000,000
Juta
Ru
pia
h Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa-jasa
Lain-lain
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 24
III-2009 mencapai Rp390,7 miliar, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp357,04 miliar. Peningkatan NPL disebabkan oleh sebagian pelaku
ekonomi mengalami kesulitan memenuhi tenggat waktu jatuh tempo
pembayaran pokok dan bunga pinjaman. Jumlah kredit tidak lancar pada kredit
investasi meningkat 15,53% dibandingkan triwulan sebelumnya, dari Rp129,32
miliar menjadi Rp149,41 miliar. NPL kredit investasi mencapai 4,77%, lebih tinggi
dibandingkan kredit modal kerja 3,13%, dan kredit konsumsi 0,75% (Grafik 3.24).
Pengelolaan kualitas kredit investasi perlu menjadi perhatian khusus bagi
perbankan umum mengingat kondisi iklim usaha masih belum sepenuhnya stabil.
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.21. – Perkembangan Rasio NPL Bank Umum
Sumbar (Lokasi Proyek)
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.22. – Perkembangan NPL dan Total Kredit Bank
Umum Sumbar (Lokasi Proyek)
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.23. – Perkembangan Rasio NPL Bank Umum
Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.24. – Perkembangan Rasio NPL Bank Umum
Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan
Besarnya dominasi dana jangka pendek pada perbankan umum di Sumbar
menyebabkan tingginya preferensi penyaluran kredit jangka pendek
yang memiliki risk exposure relatif rendah. Perkembangan DPK bank umum
di Sumbar dari aspek komposisi jangka waktu sebesar 88,25% merupakan dana
jangka pendek. Dana jangka pendek tersebut dalam bentuk tabungan, giro dan
deposito 1 bulan. Dengan rentang waktu yang pendek tersebut, maka
3.89% 3.97% 3.99%
2.67% 2.73%
2.39%
2.02%
1.69%
2.06% 2.05%
2.37%
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
4.00%
4.50%
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
18,000,000
Juta
Ru
pia
h
Juta
Ru
pia
h
Total Kredit (Sisi Kiri) NPL (Sisi Kanan)
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
I-2
00
7
II-2
00
7
III-2
00
7
IV-2
00
7
I-2
00
8
II-2
00
8
III-2
00
8
IV-2
00
8
I-2
00
9
II-2
00
9
III-2
00
9*
Pertanian
Pertambangan
Industri pengolahan
Konstruksi
Perdagangan
Pengangkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Konstruksi
Listrik,Gas dan Air (Sisi Kanan)
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
25
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
pengelolaan risiko likuiditas perbankan disiasati melalui penyaluran pada kredit
konsumsi yang memiliki jangka waktu relatif lebih pendek dibandingkan kredit
modal kerja maupun kredit investasi. Sementara itu, pangsa kredit konsumsi dan
modal kerja terhadap total kredit bank umum di Sumbar masing-masing mencapai
42,92% dan 37,57% (total 80,49%) (Grafik 3.26). Kondisi ini menggambarkan
bahwa perbankan umum berhati-hati dalam penyaluran dananya, dengan
penyaluran terbesar pada kredit jangka pendek yang memiliki risk exposure relatif
rendah dan potensi maturity mismatch yang minimum.
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.25. – Perkembangan Simpanan Berjangka
(Deposito) Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jangka
Waktu
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.26. – Komposisi Kredit Bank Umum Sumbar
(Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.27. - Komposisi DPK Bank Umum Sumbar (Lokasi
Proyek) Berdasarkan Golongan Pemilik
Sumber: SEKI, BI
Grafik 3.28. – Perkembangan Tingkat Suku Bunga
Kredit dan BI-rate
Penerapan suku bunga kredit yang masih persisten tinggi mengakibatkan
cost of borrowing dari pelaku usaha yang menggunakan pinjaman dari
perbankan menjadi relatif meningkat. Meskipun BI-rate hingga triwulan III-
2009 dibandingkan akhir tahun 2008 telah dipangkas sebesar 275 bps namun suku
bunga kredit belum juga berangsur-angsur menurun. Di sisi perbankan, kondisi ini
meningkatkan net-interest margin (NIM) dengan melihat suku bunga simpanan
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
Juta
Ru
pia
h
1 Bulan
3 Bulan
6 Bulan
12 Bulan
Lainnya
19
.52
%
17
.14
%
13
.72
%
12
.54
%
17
.45
%
18
.34
%
19
.61
%
19
.51
%
42
.19
%
43
.50
%
46
.75
%
46
.84
%
41
.59
%
40
.06
%
39
.44
%
37
.57
%
38
.30
%
39
.36
%
39
.53
%
40
.62
%
40
.96
%
41
.59
%
40
.95
%
42
.92
%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kredit Konsumsi
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%Lembaga Keuangan BUMN/PemerintahLembaga Keuangan SwastaPemerintah Daerah
Badan Usaha Bukan Keuangan Milik NegaraBadan Usaha Bukan-Keuangan Milik SwastaPerseorangan
Sektor Swasta Lainnya0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
BI-rate
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 26
yang lebih sensitif terhadap penurunan BI-rate. Namun dari sisi peminjam justru
kondisi ini semakin memberatkan biaya pinjamannya. Potensi risiko pasar yang
dianggap masih cukup besar, mendorong perbankan masih mempertahankan
suku bunga kredit tinggi sebagai kompensasi atas risiko tersebut. Rigiditas suku
bunga kredit ini jika terus berlangsung tentunya menghambat ekspansi ekonomi
oleh para pelaku usaha. Padahal secara ekonomi pun tekanan tingkat inflasi
relatif menurun.
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.29. – Perkembangan NPL Nominal dan Kredit
Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek)
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.30. – Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2
Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan
Potensi memburuknya kualitas kredit bank umum di Sumatera Barat
semakin meningkat setelah sebelumnya membaik pada triwulan II-2009.
Meningkatnya jumlah kredit dalam perhatian khusus (kategori kolektibilitas 2)
pada triwulan III-2009 sebesar 21,41% dibandingkan triwulan sebelumnya, dari
Rp503,54 miliar menjadi Rp757,65 miliar (Grafik 3.29). Perbankan perlu lebih
cermat dalam pemilahan kreditur potensialnya dan pengelolaan kualitas kredit
perlu ditingkatkan untuk mencegah jumlah kredit tidak lancar yang semakin
besar.
Dari sisi penggunaan, peningkatan jumlah kredit dalam perhatian khusus
terbesar terjadi pada kredit investasi. Dibandingkan triwulan sebelumnya,
peningkatan kredit investasi yang masuk kategori dalam perhatian khusus
mencapai 84,42%, sedangkan kredit modal kerja sebesar 52,98%, dan kredit
konsumsi sebesar 34,01% (Grafik 3.30). Kejadian gempa yang menimpa Sumbar
pada 30 September 2009 lalu menyebabkan sebagian aset ekonomi ikut hancur,
dan kegiatan usaha ikut tersendat. Dengan demikian, diperlukan suatu kebijakan
khusus untuk memberikan kelonggaran dan pemberian tambahan tenggat waktu
jatuh tempo pokok maupun bunga pinjaman bagi para pelaku usaha yang
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
Juta
Rup
iah
2-Dalam Perhatian Khusus NPL
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
Juta
Ru
pia
h
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
27
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
terkena musibah gempa. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi beban para
pelaku usaha sekaligus mencegah terjadinya kualitas kredit perbankan umum
yang semakin memburuk.
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.31. – Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar
(Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.32. – Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2
Sumbar (Lokasi Proyek) Sub-Sektor Perkebunan
Penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) masih dapat
tumbuh positif terkait masih menggeliatnya konsumsi rumah tangga dan
juga berjalannya industri skala kecil dan menengah. Penyaluran kredit MKM
pada triwulan III-2009 meningkat 2,65% dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu
dari Rp13,17 triliun menjadi Rp13,52 triliun (Grafik 3.33). Peningkatan terbesar
terjadi pada penyaluran kredit konsumsi sebesar 3,83%, dan kemudian kredit
modal kerja sebesar 1,58%. Berdasarkan sisi sektoral, penyaluran kredit MKM ini
masih mengalami peningkatan meskipun iklim ekonomi masih belum sepenuhnya
membaik. Hal ini menunjukkan industri skala UKM dan kegiatan perdagangan
masih dapat berlangsung. Dibandingkan triwulan sebelumnya, penyaluran kredit
di sektor industri meningkat sebesar 3,43%, dan di sektor perdagangan sebesar
1,92% (Grafik 3.37). Kredit skala MKM masih dibutuhkan oleh para pelaku UKM
dalam menjaga keberlangsungan usahanya, selain itu dengan bentuk usaha yang
cenderung berbasis kebutuhan rumah tangga sangat terbantu oleh konsumsi
rumah tangga yang masih tinggi di Sumbar. Pada sisi lain, hal ini menunjukkan
bahwa kegiatan ekonomi di skala UKM dapat menjadi buffer (penahan) ketika
iklim ekonomi masih belum stabil.
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000I-
20
07
II-2
00
7
III-2
00
7
IV-2
00
7
I-2
00
8
II-2
00
8
III-2
00
8
IV-2
00
8
I-2
00
9
II-2
00
9
III-2
00
9*
Juta
Ru
pia
h
Pertanian
Pertambangan
Industri pengolahan
Listrik,Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Pengangkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
020000400006000080000
100000120000140000160000180000
I-2
00
7
II-2
00
7
III-2
00
7
IV-2
00
7
I-2
00
8
II-2
00
8
III-2
00
8
IV-2
00
8
I-2
00
9
II-2
00
9
III-2
00
9*
Juta
Ru
pia
h
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 28
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.33. – Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq)
Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.34. – Perkembangan Kredit MKM Sumbar (Lokasi
Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.35. – Perkembangan Kredit MKM (Lokasi
Proyek) Berdasarkan Plafon
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.36. –Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek)
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Dari sisi kualitas kredit, terjadi peningkatan NPL pada kredit MKM dari
1,98% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,29% pada triwulan III-2009.
Peningkatan NPL terbesar terjadi pada sektor yang berkaitan dengan kegiatan
usaha. NPL kredit MKM terbesar terjadi pada kredit investasi sebesar 6,29%.
Kemudian disusul oleh kredit modal kerja sebesar 3,80%. NPL kredit MKM untuk
kredit konsumsi relatif kecil, yaitu hanya sebesar 0,75% (Grafik 3.40). Secara
sektoral, belum membaiknya harga komoditas pertanian unggulan ekspor seperti
CPO, dan pola pertanian yang masih bergantung pada musim (terutama untuk
tanaman bahan makanan), mengakibatkan sejumlah pelaku ekonomi di sektor
pertanian mengalami kendala dalam pengembalian pokok dan bunga pinjaman
kredit MKM. NPL kredit MKM di sektor pertanian pada triwulan III-2009 mencapai
9,62% (Grafik 3.41). Tingginya NPL di sektor tersebut memerlukan pengawasan
dan pengelolaan intensif dari pihak perbankan agar kualitas kreditnya tidak
semakin memburuk.
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
Juta
Ru
pia
h
Total Kredit MKM Pertumbuhan (qtq)
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
Juta
Ru
pia
h
Bank Pemerintah
Bank Swasta Nasional
Bank Asing dan Bank
Campuran
Bank Perkreditan Rakyat
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
Juta
Ru
pia
h
Mikro (sd Rp 50 juta)
Kecil (> Rp 50 juta - Rp 500 juta)
Menengah (> Rp 500
juta - Rp 5 miliar)
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
8,000,000
Juta
Ru
pia
hModal Kerja
Investasi
Konsumsi
29
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.37. – Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek)
Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.38. – Perkembangan Kredit MKM (Lokasi
Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: EDW, BI Grafik 3.39. – Perkembangan NPL Kredit MKM Sumbar
(Lokasi Proyek)
Sumber: EDW, BI Grafik 3.40. – Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM
Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.41. – Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM
Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.42. – Perkembangan NPL nominal dan
Kolektibilitas 2 Kredit Kredit MKM Sumbar (Lokasi
Proyek)
Potensi peningkatan NPL pada kredit MKM perlu diwaspadai mengingat
kredit MKM kategori dalam perhatian khusus mengalami peningkatan
43,93% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.42). Pada triwulan III-
2009, jumlah kredit dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2) pada kredit investasi
mengalami peningkatan terbesar dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu
sebesar 66,20%, sedangkan kredit modal kerja meningkat 47,78%, dan kredit
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
8,000,000
Juta
Ru
pia
h Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa-jasa
Lain-lain
4.35%
0.28%
1.10%
27.88%
9.69%
56.70%
Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa-jasa
Lain-lain
2.59%2.29%
1.97%1.80%
2.30%1.98%
2.29%
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
Pertanian
Pertambangan
Industri pengolahan
Perdagangan
Jasa Dunia Usaha
Lain-lain
Listrik,Gas dan Air (Sisi Kanan) 0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
Juta
Rup
iah
Kolek 2
NPL
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 30
konsumsi meningkat 34,01%. Hal ini menyiratkan bahwa meskipun kredit MKM
ini dibutuhkan untuk tetap menggairahkan keberlangsungan kegiatan ekonomi
skala UMKM, namun pengelolaan kualitas kredit harus tetap dilakukan. Prosedur
pemberian kredit harus diterapkan dengan prinsip kehati-hatian. Efek dari
dampak gempa di Sumbar ke depan diperkirakan akan memberikan tekanan pada
kualitas kredit MKM. Pada triwulan III-2009 saja peningkatan jumlah kredit MKM
pada sektor konstruksi dan bangunan yang masuk dalam kategori dalam
pengawasan khusus mengalami peningkatan sebesar 100,47% dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp9,784 miliar menjadi Rp19,61 miliar (Grafik
3.44). Dengan demikian diperlukan skema kelonggaran pengembalian kredit
MKM khusus bagi pelaku ekonomi pada sektor-sektor yang mengalami tekanan
paling besar akibat gempa di Sumbar.
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.43. – Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM
Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: EDW, BI
Grafik 3.44. – Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit
MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor
Ekonomi
Perkembangan aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada triwulan III-2009
cenderung stagnan dibandingkan triwulan sebelumnya. Posisi aset BPR di
Sumbar pada triwulan III-2009 dibandingkan triwulan sebelumnya relatif tidak
mengalami perubahan, tetap beradap pada posisi Rp1,01 triliun (Grafik 3.45).
Pertumbuhan aset apabila dilihat secara tahunan mengalami perlambatan, dari
triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 16,72% kemudian melambat
menjadi sebesar 10,87%. Belum kondusifnya sepenuhnya kondisi ekonomi
menyebabkan perkembangan BPR untuk melakukan ekspansi usaha dan
penempatan aset keuangannya menjadi relatif terbatas.
Kemampuan BPR dalam pengumpulan DPK pada triwulan III-2009 kurang
menggembirakan. Pada triwulan III-2009 terjadi penurunan DPK oleh BPR
sebesar 1,61% dibandingkan triwulan sebelumnya. Total DPK BPR di Sumbar pada
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
Juta
Ru
pia
h
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000Ju
ta R
up
iah
Pertanian
Pertambangan
Industri pengolahan
Listrik,Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Pengangkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
31
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
triwulan III-2009 mencapai Rp617,47 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp627,57 miliar (Grafik 3.46). Penurunan ini terjadi akibat
jumlah tabungan di BPR yang pangsanya terhadap total DPK mencapai 57,29%
mengalami penurunan sebesar 4,37% (qtq). Penurunan ini terjadi akibat sebagian
masyarakat memutuskan untuk lebih memegang dananya guna memenuhi
kebutuhan terkait perayaan hari raya lebaran dan juga pemenuhan kebutuhan
lainnya. Di sisi lain, deposito yang menawarkan tingkat pengembalian lebih tinggi
dibandingkan tabungan mengalami peningkatan sebesar 2,36% (qtq).
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.45. – Perkembangan Aset BPR Sumbar
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.46. – Perkembangan Jumlah DPK BPR Sumbar
Berdasarkan Jenis Simpanan
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.47. – Perkembangan Jumlah Rekening DPK BPR
Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan
Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.48. – Perkembangan Simpanan Deposito BPR Sumbar
Berdasarkan Jangka Waktu
Sebagaimana DPK pada bank umum, komposisi DPK BPR di Sumbar yang
didominasi oleh dana jangka pendek berimplikasi pada preferensi yang
relatif lebih tinggi untuk menyalurkan pada kredit jangka pendek. Jumlah
tabungan BPR terhadap total DPK pada triwulan III-2009 mencapai 57,29% (Grafik
3.47), sedangkan jumlah deposito 1 bulan terhadap total DPK sebesar 17,03%.
Jumlah dana jangka pendek terhadap total DPK keseluruhan mencapai 74,32%.
Kondisi ini berdampak pada pilihan penyaluran kredit oleh BPR dengan risk
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*
Juta
Ru
pia
h
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
Juta
Ru
pia
h
Tabungan Simpanan Berjangka Total DPK
10,500
11,000
11,500
12,000
12,500
13,000
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
bily
et
(sat
uan
)
Re
ken
ing
(sat
uan
)
Tabungan (Sisi Kiri)Simpanan Berjangka (Sisi Kanan)
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
Juta
Rup
iah
1 Bulan
3 Bulan
6 Bulan
12 Bulan
Lainnya
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 32
exposure rendah dan potensi terjadi maturity mismatch paling minimum.
Penyaluran kredit untuk pelaku usaha pun banyak yang disalurkan untuk kredit
modal kerja dengan pangsa terhadap total kredit yang disalurkan oleh BPR
sebesar 64,18%, dan kemudian untuk kredit konsumsi dengan pangsa sebesar
25,02%. Penyaluran pada kredit investasi yang memiliki jangka waktu lebih
panjang hanya mendapat porsi terkecil dari total kredit yang disalurkan, yaitu
hanya sebesar 10.8%.
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.49. – Perkembangan Kredit BPR Sumbar (Lokasi
Proyek)
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.50. – Perkembangan Kredit BPR Sumbar
Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek)
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.51. – Perkembangan Kredit BPR Sumbar
Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.52. – Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan
Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)
Kinerja intermediasi perbankan dari BPR di Sumbar menunjukkan
peningkatan pada triwulan III-2009. Loan-to-deposit ratio (LDR) BPR di Sumbar
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya dari 118,63% menjadi 123,09%
(Grafik 3.53). Di saat perkembangan DPK dibandingkan triwulan sebelumnya
mengalami pertumbuhan negatif, di sisi lain penyaluran kredit oleh BPR masih
dapat tumbuh positif. Pasokan dana yang tersedia di BPR tidak mampu
mencukupi pemenuhan kredit di wilayah Sumatera Barat. Pasokan dana dari
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
Juta
Ru
pia
h
Total Kredit Pertumbuhan (qtq)
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
Juta
Ru
pia
h
Kredit Investasi
Kredit Modal Kerja
Kredit Konsumsi
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
Juta
Ru
pia
h Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa-jasa
Lain-lain
16.56%
0.00% 1.81%
43.73%
11.76%
26.14%
Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa-jasa
Lain-lain
33
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
lembaga keuangan lain yang beroperasi baik di dalam ataupun di luar Sumbar
masih cukup berperan dalam pemenuhan permintaan kredit di Sumbar.
Jumlah NPL BPR di Sumbar pada triwulan III-2009 mengalami
peningkatan. Perkembangan NPL BPR pada triwulan III-2009 sebesar 8,37%
menunjukkan peningkatan dibandingkan pada triwulan II-2009 sebesar 7,48%
(Grafik 3.54). Kondisi ini menunjukkan kualitas kredit yang disalurkan BPR relatif
memburuk. Trend peningkatan NPL ke depan harus mampu ditekan oleh BPR
melalui pengawasan dan pengelolaan kredit yang harus lebih intensif
dibandingkan saat ini.
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 3.53. – Perkembangan LDR BPR
Sumber: LBBPR, BI
Grafik 3.54. – Perkembangan NPL BPR
Perkembangan aset bank umum syariah di Sumbar mengalami
pertumbuhan yang terus meningkat. Aset bank umum syariah di Sumbar pada
pada triwulan III-2009 mencapai Rp1,02 triliun, dua kali lipat jika dibandingkan
pada posisi triwulan I-2008 (Grafik 3.55). Pertumbuhan aset bank umum syariah di
Sumbar jika dibandingkan triwulan sebelumnya meningkat 3,87%, dan jika dilihat
secara tahunan terjadi peningkatan relatif tinggi yaitu sebesar 23,86%. Namun
demikian, kondisi perkembangan bank umum syariah di Sumbar masih dalam
kondisi early stage, masih ada potensi untuk mengalami peningkatan mengingat
hingga saat ini jumlah kantor bank umum syariah masih sangat terbatas.
Kinerja intermediasi perbankan umum syariah di Sumbar sedikit
mengalami penurunan. Financing-to-deposit ratio (FDR) pada triwulan III-2009
sebesar 155,92%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
159,64% (Tabel 3.2). Penurunan FDR lebih disebabkan oleh pertumbuhan DPK
yang meningkat lebih tinggi dibandingkan peningkatan total pembiayaan.
Namun demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa kiprah bank umum
syariah dalam upaya penyaluran pembiayaan cukup tinggi yang tampak dari FDR
107.11%
110.76%
119.19%
131.62%
112.87%
115.19%
118.62%
123.09%
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 140.00%
2007
I-2008
II-2008
III-2008
IV-2008
I-2009
II-2009
III-2009* 8.76%
6.17%6.74%
6.02% 6.03%6.35%
7.03%7.48%
8.37%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
2006 2007 I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 34
jauh di atas 100%. Selain itu, jangkauan operasional bank umum syariah perlu
ditingkatkan agar mampu meraih pangsa pasar yang lebih besar.
Tabel 3.2. - Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.55. - Perkembangan Aset Bank Umum Syariah
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.56. - Perkembangan DPK Bank Umum Syariah
Pengumpulan DPK oleh bank umum syariah di Sumatera Barat pada
triwulan III-2009 tumbuh sebesar 9,42% (qtq). Pertumbuhan ini lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,25%. Total DPK bank umum
syariah didominasi oleh tabungan (52,42%) dan deposito (38,28%) (Grafik 3.57).
Secara triwulanan pertumbuhan terbesar terjadi pada giro yang meningkat
sebesar 23,57%, kemudian disusul tabungan sebesar 10,15%, dan deposito sebesar
5,53%.
Pembiayaan bank umum syariah di Sumatera Barat banyak disalurkan
untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan modal kerja dan konsumsi. Total
pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah meningkat 6,87%
Pertumbuhan III-2009 Pangsa
(yoy) (qtq) III-2009
Asset 501,700 563,098 825,542 769,942 948,130 984,491 1,022,544 23.86% 3.87%
Total DPK 433,140 423,079 481,549 586,878 579,340 618,208 676,438 40.47% 9.42%
Giro 27,931 26,527 37,098 42,610 48,610 50,881 62,874 69.48% 23.57% 9.29%
Tabungan 234,192 239,056 259,894 282,218 303,184 321,942 354,609 36.44% 10.15% 52.42%
Deposito 171,017 157,496 184,557 262,050 227,546 245,385 258,955 40.31% 5.53% 38.28%
Total Pembiayaan 553,778 646,886 770,122 794,076 879,594 986,882 1,054,724 36.96% 6.87%
Modal Kerja 198,447 229,398 252,355 281,475 339,991 407,403 447,997 77.53% 9.96% 42.48%
Investasi 74,837 88,264 110,004 105,055 107,934 111,076 111,776 1.61% 0.63% 10.60%
Konsumsi 280,494 329,224 407,763 407,546 431,669 468,403 494,951 21.38% 5.67% 46.93%
FDR 127.85% 152.90% 159.93% 135.31% 151.83% 159.64% 155.92%
NPF (%) 1.75% 2.27% 1.64% 1.34% 1.80% 2.60% 2.85%
I-2009 II-2009 III-2009Indikator I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008
-10.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
Juta
Ru
pia
h
Asset Pertumbuhan (qtq)
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
Juta
Ru
pia
h
DPK Pertumbuhan (qtq)
35
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.58). Pembiayaan yang disalurkan
untuk konsumsi komposisinya mencapai 46,93%, sedangkan modal kerja sebesar
42,48%, dan investasi 10,93% (Grafik 3.59). Secara umum pembiayaan oleh bank
umum syariah cukup besar disalurkan untuk kredit jangka pendek, baik di sektor
konsumtif maupun produktif. Sedangkan untuk pembiayaan investasi masih
relatif terbatas. Secara sektoral, penyaluran pembiayaan bank umum syariah
banyak disalurkan pada sektor lain-lain (46,93%), sektor jasa dunia usaha
(23,26%), dan sektor perdagangan (20,85%) (Grafik 3.60).
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.57. - Perkembangan Komposisi DPK Bank Umum
Syariah
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.58. - Perkembangan Pembiayaan Bank Umum
Syariah
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.59. - Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank
Umum Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.60. - Perkembangan Komposisi Pembiayaan
Bank Umum Syariah Berdasarkan Sektor Ekonomi
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
Juta
Ru
pia
h
Giro
Tabungan
Deposito0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
Juta
Ru
pia
h
Kredit Pertumbuhan (qtq)
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009
Juta
Ru
pia
h
Modal Kerja Investasi Konsumsi
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
Juta
Ru
pia
h
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik, Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Jasa Dunia
Jasa Sosial
Lain-Lain
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 36
Tingkat Non-Performing
Financing (NPF) mengalami
peningkatan terkait dengan
memburuknya kualitas
pembiayaan bank umum
syariah di Sumbar. Pada
triwulan III-2009, NPF bank
umum syariah mencapai 2,85%,
lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 2,60% (Grafik 3.62). Dalam hal ini ekspansi
pembiayaan yang terus dilakukan oleh bank syariah harus juga diimbangi oleh
aspek kehati-hatian yang lebih tingga, sehingga potensi terjadinya kualitas
pembiayaan yang memburuk dapat dicegah. Jumlah pembiayaan yang masuk
dalam perhatian khusus jumlahnya pada triwulan III-2009 mencapai Rp67,67
miliar, meningkat 69,23% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.62).
Dengan demikian, pengelolaan dan pengawasan terhadap pembiayaan yang
telah disalurkan perlu semakin diintensifkan.
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.61. - Perkembangan FDR Bank Umum Syariah
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.62. - Perkembangan NPF Bank Umum Syariah
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.63. - Perkembangan Kredit Bank Umum Syariah Dalam
Perhatian Khusus (Kolektibilitas 2)
127.85%
152.90%
159.93%
135.31%
151.83%
159.64%
155.92%
0.00% 50.00% 100.00% 150.00% 200.00%
I-2008
II-2008
III-2008
IV-2008
I-2009
II-2009
III-2009
1.75%
2.27%
1.64%
1.34%
1.80%
2.60%
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009
Juta
Ru
pia
h
Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah
Bank Indonesia Padang 37
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar pada semester I-2009
berdampak negatif terhadap penerimaan pemerintah. Dibandingkan tahun
lalu, penerimaan pajak pemerintah pusat mengalami penurunan (grafik 4.1.).
Penurunan paling tajam terjadi pada triwulan I-2009 khususnya bulan Januari dan
Februari 2009 pada saat kondisi krisis mencapai dasar. Hal yang sama juga terjadi
pada pendapatan Pemprov Sumbar. Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Pemprov Sumbar hingga akhir semester I-2009 juga mengalami
penurunan khususnya pada kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-
lain PAD yang Sah. Pada tahun lalu, realisasi pajak daerah mencapai Rp 663
milyar sedangkan hingga pertengahan tahun 2009 realisasi pajak daerah baru
mencapai Rp 299 juta.
Sumber : BI, diolah Sumber : BPK dan DPKD, diolah
Grafik 4.1 Perkembangan Penerimaan Pajak Pusat melalui Kas Negara di BI
Grafik 4.2. Perkembangan Penerimaan Daerah Pemprov Sumbar
Sumber : BI, diolah Sumber : BI, diolah
Grafik 4.3 Perkembangan Posisi Simpanan Pemerintah Provinsi Sumbar di Perbankan
Grafik 4.4. Perkembangan Posisi Simpanan Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Sumbar
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep
2008 2009 rata-rata 2008 rata-rata 2009
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
Pajak Daerah Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Lain-lain PAD yang Sah
Rp Juta
2007
2008
2009 (Sem 1)
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
900000
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
Jul
Au
g
Se
p
Oc
t
No
v
De
c
2009
2006
2007
2008
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
Jul
Au
g
Se
p
Oc
t
No
v
De
c
2009
2006
2007
2008
Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah
Bank Indonesia Padang 38
Tabel 4.1. Perkembangan realisasi belanja APBN melalui KPPN Padang
Sumber : BI, diolah1
Grafik 4.5. Posisi Simpanan Pemerintah Kabupaten/Kota di Perbankan
Hingga situasi perekonomian membaik pada triwulan ini, stimulus fiskal
pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah belum optimal. Pada
pertengahan Oktober 2009, belanja pemerintah pusat melalui KPPN Padang baru
direalisasikan sebesar 57.7% dengan penyumbang terbesar pada kelompok
belanja pegawai (86,35%), belanja lain-lain (62,95%), dan belanja bantuan sosial
(51,98%). Belanja modal dan belanja barang yang diharapkan bisa mendorong
pertumbuhan ekonomi hanya terealisasi dibawah 50% (tabel 4.1.). Situasi yang
sama juga terjadi pada pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun
pemerintah kabupaten/kota. Pola simpanan pemerintah daerah pada tahun ini
masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya dimana realisasi belanja
terkonsentrasi justru pada triwulan IV. Bahkan pada triwulan I-2009, posisi
1 Pengelompokkan beberapa kabupaten/kota dilakukan dengan asumsi terdapat kabupaten yang
menyimpan dananya di bank yang berkantor di kota terdekat dengan ibukota kabupaten, misalnya
Kabupaten 50 Kota melakukan penyimpanan dana di bank yang berkantor di Kota Payakumbuh
Realisasi 15-Apr-09 20-May-09 15-Jun-09 15-Jul-09 18-Aug-09 15-Sep-09 19-Okt-09
Total Belanja 16.80% 22.08% 26.93% 38.35% 44.28% 52.52% 57.70%
Belanja Pegawai 29.26% 40.62% 48.56% 60.94% 68.10% 80.26% 86.53%
Belanja Barang 7.72% 13.76% 22.28% 31.78% 37.34% 44.82% 48.42%
Belanja Modal 8.41% 11.92% 16.14% 25.61% 31.83% 43.66% 44.62%
Belanja Bantuan Sosial 17.69% 19.05% 19.78% 33.46% 38.56% 42.47% 51.98%
Belanja Lain-Lain 32.63% 37.10% 42.08% 52.14% 56.97% 62.29% 62.95%
Sumber: KPPN Padang
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
2006
/Jan
2006
/Mar
2006
/May
2006
/Jul
2006
/Sep
2006
/Nov
2007
/Jan
2007
/Mar
2007
/May
2007
/Jul
2007
/Sep
2007
/Nov
2008
/Jan
2008
/Mar
2008
/May
2008
/Jul
2008
/Sep
2008
/Nov
2009
/Jan
2009
/Mar
2009
/May
2009
/Jul
2009
/Sep
Rp Juta Kab. Padang Pariaman dan Kota PariamanKab. Sijunjung, Kota Sawahlunto dan DharmasrayaKab. Solok, Kota Solok, dan Kab Solok SelatanKab.Pasaman dan Kab. Pasaman BaratKota PadangKota Payakumbuh dan Kab. 50 KotaKab. Tanah DatarKota Bukittinggi
39
Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah
Bank Indonesia Padang
simpanan pemerintah daerah berada lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama selama 3 tahun terakhir (grafik 4.3-4.4). Lebih lanjut, pola realisasi belanja
yang menumpuk pada akhir tahun anggaran juga terjadi merata pada seluruh
pemerintahan kabupaten/kota (grafik 4.5). Hal ini mengindikasikan bahwa
keterlambatan realisasi APBD belum ditangani secara optimal. Ketepatan
pengesahan APBD yang sudah berhasil dilakukan pada tahun ini perlu
ditindaklanjuti dengan perbaikan pada proses pelaksanaan anggaran. Untuk
mendorong SKPD agar mempercepat realisasi anggaran, sistem reward and
punishment dapat digunakan dengan menjadikan kecepatan realisasi anggaran
sebagai indikator kinerja.
Di sisi akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah di Sumatera Barat membaik. Hasil
pemeriksaan BPK atas 14 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun
Pengecualian yaitu Pemkab Padang Pariaman dan Pemko Pariaman dan hanya 1
LKPD yang memperoleh pred
temuan hasil pemeriksaan BPK, pembenahan sistem akuntansi keuangan daerah
merupakan pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas LKPD.
Hal ini disebabkan mayoritas temuan sistem pengendalian intern terdapat pada
temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan sebesar 48%
(grafik 4.6). Temuan ini selaras dengan temuan ketidakpatuhan di bidang
administrasi yang mencapai 40% dari total temuan ketidakpatuhan.
Sumber : BPK, diolah Sumber : BPK, diolah
Grafik 4.6 Jenis Temuan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
Grafik 4.7. Jenis Temuan Ketidakpatuhan
Kelemahan Sistem
Pengendalian
Akuntansi dan Pelaporan
48%Kelemahan Sistem
Pengendalian
Pelaksanaan APBD26%
Kelemahan Struktur
Pengendalian
Intern26%
Kerugian Daerah18%
Potensi Kerugian
Daerah7%
Kekurangan
Penerimaan17%Administrasi
40%
Ketidakhematan
8%
Ketidakefektivan
10%
Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah
Bank Indonesia Padang 40
BAB V
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan transaksi perbankan di wilayah Kantor Bank Indonesia
(KBI) Padang meningkat pada triwulan III-2009 baik yang dilakukan
secara tunai maupun non tunai (kliring dan RTGS). Bulan Ramadhan pada
Agustus-September yang diakhiri dengan adanya puncak perayaan Hari Raya Idul
Fitri menyebabkan transaksi sistem pembayaran di Sumatera Barat relatif tinggi,
bahkan nominal transaksi BI-RTGS terbesar sepanjang tiga tahun terakhir. Pada
saat yang sama perkembangan transaksi kas net inflow meningkat tajam di Bank
Indonesia Padang. Demikian pula dengan pemusanahan uang tidak layak edar
yang meningkat sejalan dengan meningkatnya arus kas yang masuk ke BI Padang.
Meskipun transaksi arus kas masuk dan keluar dari perbankan relatif tinggi pada
periode ini, namun penemuan uang palsu mengalami penurunan.
Dibandingkan triwulan sebelumnya, net inflow naik signifikan hingga
66,24% (Grafik 5.1). Peningkatan ini bersifat musiman terlihat dari pergerakan
grafik tahun sebelumnya yaitu terjadi lonjakan pada triwulan yang bertepatan
dengan adanya perayaan keagaaman Hari Raya Idul Fitri, yang sebelumnya
didahului Bulan Puasa Ramadhan. Pada triwulan ini, arus kas yang masuk dan
keluar masing-masing sebesar Rp2,1 T dan Rp1,1 T.
Kenaikan inflow pada Triwulan III 2009 berbanding lurus dengan
peningkatan uang tidak layak edar (lusuh/rusak) yang masuk ke KBI
Padang (Grafik 5.2). Jumlah uang yang dimusnahkan cukup besar yaitu hampir
setengah dari uang yang masuk ke BI Padang (Rp1,07 T). Berbeda dengan
triwulan sebelumnya di tahun 2009, pada triwulan ini pecahan yang paling
banyak diberi label Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) dan dimusnahkan
menggunakan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK) adalah pecahan nominal besar,
baik dilihat secara volume maupun nominal (Rp100.000,00; Rp50.000,00;
Rp20.000,00) (Grafik 5.3 dan 5.4).
41
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang
Sumber : BI
Grafik 5.1. - Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk
(inflow) dan Keluar (outflow)
Sumber : BI
Grafik 5.2. - Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak
Edar (PTTB)
Tingginya uang yang masuk dari perbankan ke BI Padang pada Triwulan
III ini tidak diikuti oleh meningkatnya jumlah uang palsu yang beredar.
Terjadi penurunan temuan uang palsu dari 74 lembar menjadi 31 lembar pada
triwulan ini atau turun 58,1%. Dari total nominal uang palsu yang ditemukan
(Rp3,1 juta), paling banyak dalam bentuk pecahan Rp100.000,00 sebesar Rp1,4
juta (45%).
Sumber : BI Grafik 5.3. - Jumlah Lembar Uang Tidak Layak Edar
(PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan
Sumber : BI Grafik 5.4. - Nilai Uang Tidak Layak Edar (PTTB)
Berdasarkan Nominal Pecahan
Sumber : BI Grafik 5.5 - Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
0
20
40
60
80
100
120
III IV I II III IV I II III IV I II III
2007 2008 2009
Miliar Rp%
PTTB
Rasio PTTB thdp inflow
20.31%
64.48%
10.61%
2.34% 1.86%
0.39% 0.00%
0.00% 100,000
50,000
20,000
10,000
5,000
1,000
500
100
10
20
30
40
50
60
70
80
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
I II III IV I II III
2008 2009
LembarJuta Rp
Nominal Lembar
6.72%
42.65%
17.55%
7.73%
12.29%
13.02%
0.02% 0.02%
100,000
50,000
20,000
10,000
5,000
1,000
500
100
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
I II III IV I II III IV I II III
2007 2008 2009
Miliar Rp Inflow Outflow Net Inflow
42
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang
Seperti tahun-tahun sebelumnya, dalam rangka mengantisipasi tingginya
permintaan uang kertas menjelang Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul
Fitri, Kantor Pusat (KP) Bank Indonesia melakukan pengiriman uang
hingga Rp3.2 Triliun ke KBI Padang. Pengiriman tersebut tidak hanya sebagai
pasokan di wilayah kerja BI Padang, namun didistribusikan pula untuk wilayah
kerja BI Pekanbaru, Jambi, Batam dan Bengkulu. Pecahan uang kecil (Rp5.000,00;
Rp2.000,00; dan Rp1.000,00) yang didistribusikan jauh lebih banyak dibandingkan
triwulan sebelumnya, seperti pecahan Rp5.000,00 dari Rp35 M menjadi Rp70 M.
Bahkan, pecahan Rp1.000 yang tidak didistribusikan pada Triwulan II (terkait
adanya kebijakan BI akan penerbitan pecahan baru Rp2.000,00) kembali
didistribusikan pada triwulan III sebesar Rp5,5 M.
Bank Indonesia menerbitkan uang kertas baru pecahan Rp2.000 tahun
emisi 2009 sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Penerbitan
uang kertas emisi baru tersebut merupakan implementasi kebijakan Bank
Indonesia di bidang pengedaran uang untuk memenuhi kebutuhan uang rupiah
di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat
waktu dan dalam kondisi yang layak edar. Uang tersebut didominasi warna abu-
abu bergambar Pangeran Antasari, Pahlawan Nasional asal Banjarmasin,
Kalimantan Selatan dengan gambar bagian belakang Tarian Adat Dayak. Hingga
Triwulan III berakhir, KBI Padang telah menerima kiriman uang Rp2.000,00
sebanyak Rp64 M dari KP BI.
Tidak hanya pembayaran tunai, perkembangan alat pembayaran non
tunai pun meningkat di KBI Padang baik melalui kliring maupun BI-RTGS,
bahkan nominal transaksi BI-RTGS tertinggi sepanjang tiga tahun
terakhir. Jumlah warkat dan nominal transaksi kliring berada di posisi tertinggi
untuk tahun 2009, masing-masing mencapai 90.700 warkat dan Rp3.06 triliun
(Tabel 5.1). Perputaran kliring tumbuh tipis dibandingkan triwulan sebelumnya
yaitu sebesar 1,6% (volume) dan 10,5% (nominal), dengan transaksi kliring
mencapai Rp49 M setiap harinya. Tingginya transaksi kliring sayangnya diimbangi
pula dengan meningkatnya penolakan cek/BG kosong yaitu dari 2.101 lembar
warkat menjadi 2.621 warkat (Tabel 5.1 dan Grafik 5.7).
43
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang
Tabel 5.1 - Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
Sumber : BI
Sumber : BI Sumber : BI Grafik 5.6 - Rata-Rata Harian Perputaran Kliring Grafik 5.7 - Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi
Kliring
Sementara itu, volume transaksi melalui Sistem BI-RTGS hanya tumbuh
tipis (1,03%), namun secara nominal meningkat signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya (48,47%). Total transaksi Sistem BI-RTGS adalah yang
terbesar selama tiga tahun terakhir yaitu mencapai Rp42,78 T, dengan persentase
terbesar merupakan transaksi yang berasal dari luar Sumbar (Rp23,17 T) (Tabel
5.2).
Tabel 5.2 - Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat
Sumber : BI
Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw IIIPerputaran Kliring
- Volume (ribuan lembar) 91,6 95,0 95,1 88,7 89,5 89,3 90,7 1,6%
- Nominal (miliar rp) 2.987,8 3.477,8 3.528,8 3.224,1 2.712,7 2.770,4 3.061,3 10,5%
Penolakan Cek/BG Kosong
- Volume (lembar) 789,0 1.149,0 1.741,0 2.020,0 1.779,0 2.101,0 2.621,0 24,8%
- Nominal (miliar rp) 0,8 24,3 40,5 38,6 34,5 39,4 50,0 27,0%
qtq2009
Keterangan 2008
30
35
40
45
50
55
60
1.300
1.350
1.400
1.450
1.500
1.550
1.600
I II III IV I II III IV I II III
2007 2008 2009
Miliar rupiahLembar
NominalVolume
II III IV I II III IV I II III
RTGS (Rp Miliar) 18.460,60 21.365,67 24.749,50 15.263,51 18.349,34 18.407,71 31.170,78 23.840,80 28.816,34 42.782,78 48,47% 132,42%
Dari Sumbar
Ke Sumbar (f-t) 1.236,98 2.585,20 2.812,20 1.404,25 2.341,74 2.016,19 4.697,28 3.203,15 2.771,69 7.485,15 170,06% 271,25%
Ke Luar Sumbar (f) 7.049,78 9.625,75 8.438,37 6.648,29 7.282,69 6.368,46 10.283,08 6.950,70 7.502,82 12.127,70 61,64% 90,43%
Ke Sumbar
Dari luar Sumbar (t) 10.173,84 9.154,72 13.498,93 7.210,97 8.724,91 10.023,06 16.190,43 13.686,95 18.541,84 23.169,94 24,96% 131,17%
RTGS (volume) 16.453 19.281 24.205 24.201 30.249 27.299 30.262 26.422 32.036 32.365,00 1,03% 18,56%
Dari Sumbar
Ke Sumbar (f-t) 1.779 2.310 3.069 2.908 2.677 2.293 2.787 2.103 2.683 2.596,00 -3,24% 13,21%
Ke Luar Sumbar (f) 7.133 7.678 9.265 9.779 11.837 10.624 12.059 10.626 12.425 12.833,00 3,28% 20,79%
Ke Sumbar
Dari luar Sumbar (t) 7.541 9.293 11.871 11.514 15.735 14.382 15.416 13.693 16.928 16.936 0,05% 17,76%
yoy2007
qtq2008 2009
0,00%
0,50%
1,00%
1,50%
2,00%
2,50%
3,00%
3,50%
II III IV I II III IV I II III
2007 2008 2009
Persentase Jumlah Cek/BG KosongRasio Cek/BG Kosong Terhadap Nilai …
44
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang
Sumber : BI Sumber : BI Grafik 5.8 - Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi
Sumatera Barat Grafik 5.9 – Total Nilai & Volume Transaksi RTGS tiap
Kab/Kota di Sumatera Barat
Kota Padang menjadi daerah yang paling banyak melakukan transaksi
non tunai melalui Sistem BI-RTGS. Hal ini dikarenakan Kota Padang
merupakan ibu kota propinsi dan menjadi salah satu pusat ekonomi terbesar di
Sumatera Barat yaitu transaksi Sistem BI-RTGS Triwulan III mencapai Rp37,3T
(Grafik 5.9). Jika transaksi dipilah berdasarkan daerah asal transaksi, diketahui
bahwa ada beberapa daerah selain Padang yang frekuensinya cukup sering
menggunakan layanan Sistem BI-RTGS antara lain Bukittinggi, Payakumbuh,
Agam, dan Solok (Grafik 5.11). Di samping tujuan Padang, secara nominal
transaksi besar yang berasal dari luar Sumbar yaitu menuju Kab. Agam hingga
Rp3,06 T.
Sumber : BI Sumber : BI Grafik 5.10 – Nilai Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di
Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan III 2009 Grafik 5.11 – Volume Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di
Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan III 2009
5
10
15
20
25
30
35
40
5
10
15
20
25
30
35
40
45
II III IV I II III IV I II III
2007 2008 2009
RibuanTriliun Rupiah
NilaiVolume
7.15%6.4%
74.0%87.25%
7.3%
6.1%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
90.0%
100.0%
RTGS (Vol) RTGS (Nom)
SOLOK
SAWAHLUNTO
PESISIR SELATAN
PAYAKUMBUH
PASAMAN
PARIAMAN
PADANG
BUKITTINGGI
AGAM
13.2%3.3%
90.5%82.2%
97.5%
3.1%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
RTGS (f) RTGS (t) RTGS (f-t)
SOLOK
SAWAHLUNTO
PESISIR SELATAN
PAYAKUMBUH
PASAMAN
PARIAMAN
PADANG
BUKITTINGGI
AGAM 8.4% 5.3%4.5%
68.1%77.0% 84.0%
11.8%
4.5% 3.4%7.4% 5.0% 6.4%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
RTGS (f) RTGS (t) RTGS (f-t)
SOLOK
SAWAHLUNTO
PESISIR SELATAN
PAYAKUMBUH
PASAMAN
PARIAMAN
PADANG
BUKITTINGGI
AGAM
Bab 3 : Inflasi
Bank Indonesia Padang 45
BAB VI
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Mulai membaiknya perekonomian Sumbar didukung dengan
kondisi ketenagakerjaan yang lebih baik. Lapangan kerja tumbuh
4,67% atau naik 89 ribu pekerja pada Februari 2009, lebih cepat
dibandingkan pertumbuhan penduduk usia 15 tahun ke atas (Tabel 6.1).
Jumlah pekerja laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, dengan
peningkatan pekerja laki-laki 3,3% hampir dua kali lipat jumlah pekerja
perempuan, dan tingkat partisipasi angkatan kerja keduanya semakin baik
dibanding tahun sebelumnya yaitu 64,91%. Informasi PHK pun pada
triwulan ini terakhir diberitakan oleh Disnakertrans tanggal 22 Mei 2009
saja. Mayoritas lapangan kerja di Sumbar bergerak di sektor pertanian dan
perdagangan, sementara kontribusi terbesar terhadap peningkatan
lapangan kerja di bulan Februari 2009 yaitu pada sektor lainnya
(pertambangan, listrik dan keuangan) yang naik cukup tinggi 71,38%
(Grafik 6.1). Jumlah pengangguran mengalami penurunan sementara
jumlah angkatan kerja meningkat membuat Tingkat Pengangguran
Terbuka pun turun dari 9,73% menjadi 7,9%.
Tabel 6.1 Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan
Sumber : BPS
Feb'09/Agt'08 Feb'09/Feb'08
1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 3,161,612 3,191,865 3,225,756 3,278,852 3,325,258 3,360,057 1.05 2.48
2. Angkatan Kerja 2,051,800 1,999,580 2,106,711 2,125,784 2,127,512 2,180,966 2.51 2.60
a. Bekerja 1,808,275 1,779,203 1,889,406 1,919,044 1,956,378 2,008,713 2.68 4.67
b. Pengangguran 243,525 220,377 217,305 206,740 171,134 172,253 0.65 -16.68
3. Bukan Angkatan Kerja 1,109,812 1,192,285 1,119,045 1,153,068 1,197,746 1,179,091 -1.56 2.26
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 64.90 62.65 65.30 64.83 63.98 64.91 - -
5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 11.90 11.02 10.30 9.73 8.04 7.90 - -
Pertumb. (%)Agt 2006 Feb 2007 Agt 2007Kegiatan Utama Feb 2008 Agt 2008 Feb 2009
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan
Bank Indonesia Padang 46
Sumber : BI Sumber : BI Grafik 6.1 – Lapangan Kerja di Sumbar Grafik 6.2 – Jumlah Penduduk Miskin Sumbar
Tingkat kemiskinan di Sumbar mengalami trend penurunan. Sejak
2006, proporsi penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk Sumbar
yang berjumlah 4,76 juta jiwa semakin kecil dan tahun 2009 presentasenya
9,54% dengan penurunan penduduk miskin sebanyak 47.940 jiwa
dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 6.2). Jumlah penduduk miskin di
pedesaan hampir dua kali lipat penduduk miskin di perkotaan, namun
pengurangan penduduk miskin di pedesaan tahun ini lebih besar
dibandingkan penduduk miskin di perkotaan. Mulai membaiknya Nilai
Tukar Petani (NTP) awal triwulan III karena penguatan NTP subsektor padi,
palawija, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan dan
perikanan menyebabkan penguatan daya beli petani dan mampu
berkontribusi menekan jumlah penduduk miskin di pedesaan (Tabel 6.2).
Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani Sumatera Barat dan Nasional
17.417.8
19.2
20.1
16.0
16.5
17.0
17.5
18.0
18.5
19.0
19.5
20.0
20.5
0
5
10
15
20
25
Feb 06 Feb 07 Feb 08 Feb 09
ratus riburatus ribu
Pertanian Industri Konstruksi/BangunanPerdagangan Angkutan/Transportasi JasaLainnya* Total
0
100
200
300
400
500
600
700
2005 2006 2007 2008 2009
ribu jiwa
Kota & Desa Kota Desa
0
20
40
60
80
100
120
6065707580859095
100105110115
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Me
i
Jun
Jul
Agu
st
Sep
t
Okt
No
v
De
s
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Ap
r
Me
i
Jun
Jul
Agu
st
Sep
t
Okt
No
v
De
s
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May
Jun
i
Juli
Agu
stu
s
Indeks SumbarIndeks Nasional
Nasional (axis kiri)
Sumatera Barat (axis kanan) Tahun Dasar 2007
Sumber: BPS
Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Bank Indonesia Padang 48
BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI
DAERAH
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV-2009
diperkirakan akan terkoreksi relatif besar sebagai dampak dari bencana
gempa yang terjadi pada akhir triwulan III-2009 terhadap kegiatan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan IV-2009 dengan estimasi
jika tidak terjadi bencana gempa diperkirakan akan mampu tumbuh pada kisaran
4,90-5,33%. Namun demikian, dampak kerusakan gempa terbesar terjadi di Kota
Padang dan Kab. Padang Pariaman yang masing-masing memiliki kontribusi
terhadap pembentukan PDRB Sumbar sebesar 30,84% dan 7,56% di tahun 2008,
maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada akhir tahun 2009 akan
terkoreksi 2,00-2,50% dari perkiraan pertumbuhan ketika tidak terjadi gempa.
Pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun 2009 diperkirakan berada pada rentang
sebagai berikut:
Sumber: Estimasi KBI Padang
Dengan demikian, berdasarkan estimasi, perkiraan pertumbuhan ekonomi Sumbar
pada triwulan IV-2009 akan berada pada kisaran -2,00%±1,00%.
Di sektor pertanian, diperkirakan dampak dari gempa yang terjadi
terhadap perekonomian Sumbar secara keseluruhan relatif tidak terlalu
besar. Estimasi kerusakan pada sektor ini menurut BNPB bekerjasama dengan
World Bank mencapai Rp279,1 miliar atau sekitar 2% dari PDRB Sumbar.
Kerusakan terjadi khususnya pada infrastruktur pertanian seperti irigasi dan juga
lahan yang tertutup akibat longsor. Produksi beras dan perikanan diperkirakan
turun sebesar 2% dari total produksi tahunan. Perbaikan di sektor ini perlu
dilakukan dengan cepat mengingat sektor pertanian merupakan penyumbang
terbesar pembentukan PDRB dari sisi sektoral dengan pangsa sekitar 24%.
Skenario Pesimis Skenario Moderat Skenario Optimis
-0.64% 1.87% 3.12%
2009
49
Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Bank Indonesia Padang
Pada sub sektor perdagangan, gempa yang terjadi Kota Padang dan Kab
Padang Pariaman yang merupakan pusat perdagangan di Sumatera Barat
relatif memberikan dampak besar pada keberlangusngan perkembangan
di sektor ini. Diperkirakan di dua daerah tersebut terdapat hampir 200 ribu
usaha kecil dan mengengah (BNPB dan World Bank, 2009). Bencana gempa
memiliki dampak langsung terhadap para pelaku ekonomi di sektor perdagangan,
terutama mengganggu pada rantai distribusi barang di Sumbar. Kerusakan terjadi
pada infrastruktur pendukung sektor perdagangan seperti bangunan tempat
usaha, dan juga pergudangan tempat menyimpan stok barang (inventory). Selain
itu, pasar sebagai infrastuktur penting dalam perdagangan juga ikut mengalami
kerusakan, baik pasar tradisional maupun modern.
Sub Sektor pariwisata diperkirakan mengalami tekanan cukup besar pula
akibat bencana gempa. Bencana gempa menyebabkan dampak langsung
terhadap infrastutruktur sektor pariwisata seperti hotel dan restoran.
Selain itu, Sumbar sebagai salah satu preferensi tujuan wisata bagi para
wisatawan domestik maupun asing diperkirakan mengalami penurunan. Estimasi
BNPB dan World Bank menunjukkan bahwa 80% hotel berbintang, restoran, dan
pertokoan-pertokoan mengalami kerusakan. Dari 47 hotel berbintang di Sumbar,
24 diantaranya mengalami kerusakan, dan 11 lainnya mengalami kehancuran.
Selain itu, infrastruktur pendukung seperti jalan menuju lokasi wisata di Kab.
Padang Pariaman ikut mengalami kerusakan.
Inflasi tahunan pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan bergerak pada
arah yang relatif meningkat setelah titik baliknya pada triwulan III-2009.
Pergerakan inflasi sepanjang triwulan I dan II 2009 mengalami arah penurunan,
yaitu masing-masing sebesar 9,21% dan 2,80%. Kemudian pada triwulan III-2009
mengalami titik balik yang menunjukkan terjadi peningkatan inflasi sebesar
3,55%. Arah titik balik ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun
2009. Selain itu, tingkat inflasi Sumbar juga diperkirakan akan berada di atas
inflasi nasional.
Inflasi tahunan pada triwulan IV-2009 diperkirakan berada pada kisaran
4,00 ± 0,50%. Kota Padang yang menjadi acuan perhitungan inflasi di Sumatera
Barat kini mengalami kerusakan baik infrastruktur dan berbagai fasilitas
pendukung kegiatan ekonomi lainnya. Kondisi ini baik langsung ataupun tidak
langsung berdampak pada terganggunya distribusi barang dan jasa. Tekanan
Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Bank Indonesia Padang 50
inflasi akan berlangsung relatif tinggi pada awal triwulan IV-2009, namun
berangsur berkurang tekanannya pada akhir triwulan IV-2009. Tekanan inflasi
yang besar pada awal triwulan IV-2009 terjadi akibat adanya spread pada
permintaan masyarakat dengan pasokan barang dan jasa yang tersedia.
Peningkatan inflasi juga tidak dapat terlepas dari pengaruh efek akhir tahun
menyambut perayaan tahun baru. Diperkirakan inflasi terjadi pada hampir semua
kelompok barang, terutama pada kelompok bahan makan; kelompok makanan
jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar; dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.
Sumber: BPS, dan Estimasi KBI Padang
Grafik 7.1. Perkiraan Inflasi Kota Padang
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4F
2006 2007 2008 2009
Persen