upaya meningkatkan kemampuan membilang melalui bermain dengan papan flanel pada anak taman kanak

111
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBILANG MELALUI BERMAIN DENGAN PAPAN FLANEL PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK A. Latar Belakang Melalui pendidikan, diharapkan terbentuk suatu generasi penerus yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sangat diperlukan bagi pembangunan bangsa dan negara. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagai berikut: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakapkreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pendidikan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam falsafah bangsa Pancasila dan UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan“, menjamin setiap warga Negara termasuk didalamnya anak usia dini untuk memperoleh pendidikan.

Upload: laila-arridho

Post on 13-Dec-2015

113 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Laporan Penelitian

TRANSCRIPT

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBILANG MELALUI

BERMAIN DENGAN PAPAN FLANEL PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK

A. Latar Belakang

Melalui pendidikan, diharapkan terbentuk suatu generasi penerus yang

memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sangat diperlukan bagi pembangunan

bangsa dan negara. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang

tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagai berikut:

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakapkreatif, mandiri dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Pendidikan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam falsafah bangsa

Pancasila dan UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi “Setiap warga Negara

berhak mendapat pendidikan“, menjamin setiap warga Negara termasuk didalamnya

anak usia dini untuk memperoleh pendidikan. 

Proses belajar mengajar adalah suatu hal yang sangat penting dalam dunia

pendidikan, sehingga perlu mendapat tempat pertama di semua jenjang pendidikan.

Salah satu pendidikan yang sangat penting yaitu pendidikan anak usia dini,

dimana pendidikan anak usia dini itulah yang akan menjadi pondasi dasar bagi

pendidikan anak selanjutnya.

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya yang ditujukan kepada anak

sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang akan dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani

dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut

(UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menurut

Yufiarti & Titi Chandrawati (2008) hal 1.4

Pendidikan anak usia dini dapat diperoleh melalui jalur pendidikan formal

yang berbentuk taman kanak-kanak yang memberikan pelayanan pendidikan bagi

anak usia 4 – 6 tahun. Di taman kanak-kanak, anak akan dididik dan dilatih berbagai

bidang pengembangan pebisaaan yang meliputi moral, nilai-nilai agama, sosial,

emosional dan kemandirian. Di taman kanak-kanak, anak juga dididik dengan

berbagai bidang pengembangan KBM yang meliputi bahasa, kognitif, fisik motorik

dan seni.

Tujuan program kegiatan belajar anak TK adalah untuk membantu

meletakkan dasar kearah perkembangan sikap pengetahuan, ketrampilan dan daya

cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.

Berdasarkan Depdikbud (1994). Menurut Moeslichatoen (1995 hal 3).

Salah satu bidang pengembangan KBM di TK yaitu bidang pengembangan

kognitif. Pengembangan kognitif dapat diperloleh melalui kegiatan berhitung,

membilang, mengelompokkan, mengenal bentuk, membedakan sesuatu dan lain-

lain. Berdasarkan pengamatan guru bidang pengembangan kognitif merupakan salah

satu materi yang sulit dipahami oleh anak terutama dalam kegiatan membilang.

Sebagai seorang baru hendaknya pandai-pandai memilih strategi pembelajaran dan

media pembelajaran yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.

Pendidikan Anak Usia TK membutuhkan cara atau metode menyenangkan

dan media yang bersifat konkrit. Oleh karena itu, anak-anak TK membutuhkan

media dalam pembelajaran di kelasnya. Penggunaaan suatu media dalam

pelaksanaan pengajaran bagaimanapun akan membantu kelancaran, efektifitas dan

efisiensi pencapaian tujuan. Bahan pelajaran yang dimanipulasikan dalam bentuk

media pengajaran menjadikan siswa seolah-olah bermain asyik dan bekerja dengan

suatu media itu akan lebih menyenangkan mereka khususnya bagi anak usia

TK, dan sudah tentu pengajaran akan menjadi benar-benar bermakna

Bilamana penyebab kesulitan anak dapat diatasi, maka akan tercipta kondisi

interaktif dan dinamis antara guru dengan anak. Interaksi di dalam pembelajaran

mempunyai arti yang lebih luas, tidak hanya sekedar hubungan guru dan anak

namun berupa hubungan interaktif edukatif. Dlam hal ini bukan hanya sekedar

penyampaian materi pembelajaran melainkan penanaman sikap dan nilai pada akan

yang sedang belajar.

Pemberian materi oleh guru dengan menggunakan alat peraga bertujuan agar

anak lebih mudah memahami materi yang diberikan

Disamping itu pemilihan strategi mengajar perlu juga diperhatikan sebagai

penentu keberhasilan suatu proses belajar mengajar. Slah satu strategi mengajar

yang mulai menggairahkan anak dalam belajar adalah dengan menggunakan

berbagai macam alat peraga yang akan digunakan untuk meningkatkan minat

membilang anak adalah dengan menggunakan papan flanel.

Salah satu prinsip pembelajaran di TK adalah bermain sambil belajar. Oleh

karena itu penggunaan papan flanel ini juga dilakukan dengan bermain. Sehingga

minat membilang anak dapat ditingkatkan melalui bermain dengan papan flanel.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah sebagaimana diungkapkan di atas,

maka dapat dibuatkan rumusan permasalahan penelitian, yaitu :

Bagaimanakah upaya meningkatkan kemampuan membilang angka 1 – 10 melalui

bermain dengan papan flanel pada anak TK ?

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dari

pelaksanaan penelitian ini adalah : untuk meningkatkan kemampuan membilang

anak melalui bermain dengan papan flanel pada TK ............ .

D. Manfaat Perbaikan

Penelitian ini diharapkan bermanfaat diantaranya bagi guru sebagai pendidik

istitusi dan pendidikan secara umum

1. Manfaat bagi guru diantaranya sebagai berikut :

a. Menambah wawasan guru tentang stimulant yang tepat dalam merangsang

dan meningkatkan minat membilang anak.

b. Menambah wawasan guru tentang metode-metode yang tepat dalam

meningkatkan minat membilang anak

c. Memberikan wawasan kepada guru tentang media pembelajaran yang tepat

untuk kegiatan membilang anak

d. Memberi wawasan pada guru tentang hambatan-hambatan yang terjadi pada

kegiatan membilang benda-benda.

e. Memberikan pengetahuan pada guru agar selalu menjalin halangan.

2. Manfaat bagi institusi, khususnya TK Negeri Pembina Batang yaitu sebagai

masukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan membantu anak didik

mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan

nilai-nilai agama, sosial, emosional, kognitif bahasa, fisik/ motorik, kemandirian

dan seni musik, siap memasuki pendidikan dasar.

3. Manfaat bagi pendidikan secara umum yaitu mendukung terwujudnya tujuan

pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Negara yang demokratis serta bertanggung jawab memiliki pengetahuan dan

keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan

mandiri serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan

E. Pengertian Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Upaya peningkatan hasil belajar siswa menurut arti kata terdiri dari kata

upaya, peningkatan, hasil, belajar dan siswa. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia Upaya artinya usaha untuk mencapai suatu maksud, memecahkan

persoalan atau mencari jalan keluar, peningkatan artinya suatu proses, perbuatan,

cara meningkatkan suatu kegiatan, hasil artinya sesuatu yang diadakan sebagai

akibat suatu tindakan atau perbuatan, belajar artinya berusaha memperoleh

kepandaian atau ilmu, penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dihubungkan oleh mata pelajaran, yang ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai

yang diberikan oleh guru, sedangkan siswa adalah individu atau sekelompok orang

dalam proses belajar.

Berdasarkan pengertian menurut arti kata di atas dapat dikatakan bahwa

upaya peningkatan hasil belajar siswa adalah suatu tindakan yang dilakukan guru

dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan dan

keterampilan siswa yang ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru.

 

F. Pengertian Belajar

Ada beberapa pendapat para ahli yang memberikan definisi tentang belajar

antara lain menurut pendapat Cronbach memberikan definisi belajar adalah

“Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. Harold Spears

memberikan batasan “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something

sthemselves, to listen, to follow direction. Geoch, mengatakan “Learnig is a change

in performance as a result of practice.

Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu

senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian

kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain

sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau si subjek belajar itu mengalami

atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.

Di samping definisi-definisi tersebut, ada beberapa pengertian lain dan

cukup banyak, baik yang dilihat secara mikro maupun secara makro, di lihat arti

luas ataupun terbatas/khusus. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai

kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam

arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan

yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.

Untuk melengkapi mengenai pengertian belajar, perlu kiranya dikemukakan

prinsip-prinsip yang berkaitan dengan belajar, antara lain :

1. Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.

2. Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri para siswa

3. Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan motivasi, terutama

motivasi dari dalam/dasar kebutuhan/kesadaran atau intrinsic motivation, lain

halnya belajar dengan rasa takut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan

menderita.

4. Dalam banyak hal, belajar merupakan proses percobaan (dengan kemungkinan

berbuat keliru) dan conditioning atau pembiasaan.

5. Kemampuan belajar seseorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka

menentukan isi pelajaran.

6. Belajar dapat melakukan tiga cara yaitu :

a. diajar secara langsung,

b. kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman langsung

c. pengenalan dan atau peniruan

7. Belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif

mampu membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis dan lain-lain, bila

dibandingkan dengan belajar hafalan saja.

8. Perkembangan pengalaman anak didik akan banyak mempengaruhi kemampuan

belajar yang bersangkutan.

9. Bahan pelajaran yang bermakna/berarti, lebih mudah dan menarik untuk

dipelajari, daripada bahan yang kurang bermakna.

10. Informasi tentang kelakukan baik, pengetahuan, kesalahan serta keberhasilan

siswa, banyak membantu kelancaran dan gairah belajar.

11. Belajar sedapat mungkin diubah ke dalam bentuk aneka ragam tugas, sehingga

anak-anak melakukan dialog dalam dirinya atau mengalaminya sendiri.

G. Papan Flannel Sebagai Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari

medium yang berarti perantara yang dipakai untuk menunjukkan alat

komunikasi. Secara harfiah media pengirim ke penerima pesan. Media menurut

Briggs dalam Dinje Borman Rumumpuk (1988:7), media adalah segala alat

fisik yang dapat menyajikan pesan serta perangsang peserta didik untuk belajar.

Media pembelajaran/ Alat peraga adalah semua alat yang digunakan oleh

guru untuk menerangkan atau memperagakan pelajaran didalam proses belajar

mengajar menurut Anggani Sudono (1995).

Media pendidikan atau pengajaran didefinisikan Gagne dan Reiser

dalam Dinje Borman Rumumpuk (1988 : 3), media sebagai alat fisik dimana

pesan pesan interaksional dikomuniksikan. Jadi seorang insruktur 1 buku cetak,

pertunjukkan film atau tape recorder pesan inreraksional dianggap sebagai

media selanjutnya Dinje Borman Rumumpuk (1988 : 6) mendefinisikan

media pengajaran sebagai alat baik hard ware maupun software yang

dipergunakan sebagai media komunikasi dan tujuannya untuk meningkatkan

efektifitas proses pembelajaran. Ditinjau dari pendapat di atas maka yang

dimaksud media adalah suatu alat pembelajaran yang digunakan untuk

menyampaikan materi pembelajaran, dimana dengan menggunakan media

siswa mampu menerima materi yang disampaikan oleh guru. Jadi dengan

menggunakan media dapat mempermudah guru dalam menyampaikan materi,

begitu juga siswa dapat lebih mudah untuk menerimanya yang akhirnya tujuan

pembelajaraan dapat tercapai dengan baik.

Sebagai seorang guru tentu saja harus dapat menetapkan media apa

yang paling tepat dan sesuai dengan tujuan tertentu, suatu kondisi belajar

peserta didik, dan untuk suatu penggunaan strategi dan metode yang telah

dipilih. Berbagai jenis media pengajaran adalah penting untuk diketahui guru,

lebih baik lagi jika guru-guru itu memiliki kemampuan untuk membuat suatu

media pengajaran yang dibutuhkannya, sehingga pembelajaran dapat tercapai

dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Macam –Macam Media Pembelajaran

Mengetahui berapa jenis media pembelajaran sangat sulit, karena

banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan  dalam

penyampaian informasi dan pesan-pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian

dapat pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat-sifat media

tersebut. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang  baku dalam

pengelompokan media. Banyak para ahli membuat klasifikasi media menurut

sudut pandangnya masing-masing.

Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely yang

dikutip oleh Rohani (1997:16) yaitu:

a. Gambar diam, baik dalam bentuk teks, bulletin, papan display, slide, film

strip atau overhead proyektor.  

b. Gambar gerak, baik hitam putih, berwarna, baik yang bersuara maupun

yang tidak bersuara.

c. Rekaman bersuara, baik dalam kaset maupun piringan hitam  

d. Televisi

e. Benda-benda hidup, simulasi maupun model

f. Instruksional berprograma ataupun CAI (Computer Assisten Instruction)

Penggolongan media jika dilihat dari berbagai sudut pandang adalah

sebagai berikut:

a. Dilihat dari jenisnya media, dapat digolongkan menjadi media Audio,

media Visual dan media Audio Visual. 

b. Dilihat dari daya liputnya, media dapat digolongkan menjadi media

dengan daya liput luas dan serentak, media dengan daya liput terbatas

dengan ruanag dan tempat dan media pengajaran individual. 

c. Dilihat dari bahan pembuatannya, media dapat digolongkan menjadi media

sederhana (murah dan mudah memperolehnya) dan media komplek. 

d. Dilihat bentuknya, media dapat digolongkan menjadi media grafis

(duadimensi), media tiga dimensi, dan media elektronik.

(wijayalabs.blogspot.com/2007/11).

3. Papan Flanel Sebagai Media Pembelajaran

Papan flanel adalah media fisual yang efektif untuk menyajikan pesan-

pesan tertentu pada peserta didik. Papan flanel bisaanya berlapis kain dan dapat

dilipat, gambarnya dapat dibongkar pasang tetapi tidak dapat menahan barang

yang besar dan hanya bisa untuk menopang barang yang ringan apabila terkena

angina akan kabur.

Papan flanel dapat disiapkan dengan teliti dan dapat dibuat sendiri serta

memudahkan siswa untuk memusatkan pada satu masalah. Papan flanel dapat

dipakai untuk menyampaikan :

a. Permainan statistik

b. Permainan klasifikasi

c. Permainan konsep bilangan

d. Alpabeth smart

e. Colour and shape gane

f. Shape by shape puzzel

g. Rambu lalu lintas

h. Permainan membaca dengan metode global DII

Bersumber dari : majalah mom & kiddie. Edisi 19 tahun II 15-18 Mei

2008 majalah couple edisi 2 Oktober 2008.

H. Bermain Sambil Belajar

1. Pengertian Bermain

Bermain adalah kegiatan yang terjadi secara alamiah pada anak-anak

tidak perlu dipaksa untuk bermain, bermain berguna untuk emmbantu anak-

anak memahami dan mengungkapkan dunianya baik dalam taraf berfikir

maupun perasaan. Bermain memberi anak perasaan menguasai (masterya) atau

mampu mengendalikan hal-hal yang ada dalam dunianya. Bermain mencakup

penggunaan symbol, tindakan atau obyek yang punya arti untuk diri mereka

sendiri. Karena bermain tidak terkait pada realitas maka dimungkinkan bagi

anak untuk merubah-rubah menatanya, dimana hal ini juga penting dalam

perkembangan pemahaman mereka, sama halnya dengan perkembangan

kreativitas menurut Mayke Sugianto T (1995).

2. Bermain Sambil Belajar

Mayke (1995) menyatakan bahwa belajar dengan bermain memberi

kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan

sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan mendapatkan bermacam-macam

konsep serta pengertian yang tidak tertera banyaknya.

I. METODE PENELITIAN

1. Setting Penelitian

a. Tempat pelaksanaan

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di TK ................ Bulan Januari –

Maret 2013 atau pada semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014. Alasan

memilih lokasi Penelitian adalah sebagai berikut :

1) Penulis ingin meningkatkan prestasi belajar kelas 0 Besar TK .................

terutama menghitung bilangan 1 -10 dengan menggunakan media papa

flanel.

2) Di TK ..................... pembelajaran kemampuan menghitung bilangan 1 -

10 masih kurang diminati siswa karena membosankan.

3) Di TK ...................... prestasi belajar dalam kemampuan menghitung

bilangan 1 - 10 masih rendah

b. Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan dalam waktu 3 bulan yaitu bulan Januari sampai

dengan bulan Maret 2013, dengan jadwal terlampir.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa kelas 0 Besar TK ........... Tahun

Pelajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa 26 anak, yang terdiri dari 12 orang

perempuan dan 14 orang laki-laki.

3. Data dan Sumber Data

Permasalahan  yang dihadapi adalah bahwa siswa kelas 0 TK

..................... masih kesulitan untuk menghitung bilangan 1 - 10. Berdasarkan

kenyataan tersebut maka penulis dalam melaksanakan penelitian tindakan

kelas dalam pembelajaran guna peningkatan kemampuan Menghitung bilangan

1 - 10 dengan menggunakan media papa flanel pada kelas 0 Besar

TK...................... sehingga diharapkan siswa mampu dan terampil

menghitung bilangan 1 - 10.

4. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan :

a. Tes

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang

berbentuk teknik tes. Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur

seberapa jauh hasil yang diperoleh siswa setelah kegiatan pemberian

tindakan. Menurut Suharsimi Arikunto (2002:129) “ Tes adalah suatu cara

yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa, salah satunya adalah tes

tertulis”. Dalam hal ini tes tertulis yang digunakan adalah untuk

mengetahui kemampuan menghitung bilangan 1 - 10 dengan media papa

flanel .

Menurut Anas Sudijono (2005 :66), “Tes adalah alat atau prosedur

yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian”. Dari

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu teknik atau

cara dalam rangka pengukuran atau penilaian yang didalamnya terdapat

sejumlah pertanyaan / latihan diberikan kepada testee untuk mengetahui atau

Mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat

yang dimiliki individu atau kelompok dengan cara aturan yang sudah

ditentukan.

Tes dapat digolongkan berdasarkan sudut pandang tertentu. Menurut

Anas Sudijono (2005 :73 -74), bahwa penggolongan tes berdasarkan aspek

psikis yang ingin diungkap adalah sebagai berikut :

1) Tes intelegensi yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk

mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.

2) Tes kemampuan yaitu tes yang dilaksanakan dengantujuan untuk

mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki testee.

3) Tes sikap yaitu salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk

mengungkap predidposisi atau kecenderungan seseorang untuk

melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya baik

berupa individu maupun obyek – obyek tertentu.

4) Tes kepribadian yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan

mengungkap cirri – cirri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya

bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi

atau kesenangan dan lain – lain.

5) Tes hasil belajar yaitu tes yang biasa digunakan untuk mengungkap

tingkat pencapaian atau prestasi belajar.  

Menurut Anas Sudijono (2005:74), bahwa penggolongan tes dilihat

dari banyaknya orang yang di tes adalah sebagai berikut :

1) Tes individual yaitu tes dimana tester hanya berhadapan dengan satu

orang teste saja.

2) Tes kelompok yaitu tes dimana teste berhadapan dengan lebih dari

satu orang teste.

Menurut Anas Sudijono (2005 :75), bahwa penggolongantes

dilihat dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara member jawaban

adalah sebagai berikut :

1) Tes tertulis yaitu tes dimana tester mengajukan butiran -butiran

pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan dan teste memberikan

jawabannya juga secara tertulis.

2) Tes lisan yaitu tes dimana teste didalam mengajukan pertanyaan –

pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan dan teste meberi

jawaban secara lisan pula.

3) Tes perbuatan yaitu tes yang digunakn untuk mengukur taraf

kompetensi yang bersifat ketrampilan (psikomotorik), dimana

penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil

akhir yang dicapai oleh teste setelah melaksanakan tugas tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang jenis tes, maka dapat

disimpulkan bahwa tes untuk mengukur keberhasilan siswa itu adalah

tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. 

Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

tes lisan.

b. Pengamatan ( Observasi )

1) Pengertian Observasi

Observasi sering diartikan sebagai aktivitas yang sempit,

yaitu dengan menggunakan mata. Menurut Sutrisno Hadi (2000 : 136)

“Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan

dengan sistematis fenomena – fenomena yang diselidiki “.

Menurut Mastur A.W. (1989:35), “Observasi adalah

aktivitas yang dilakukan secara sistematis, dan dengan sengaja

menggunakan alat indera (terutama mata) terhadap kejadian – kejadian

yang langsung ditangkap pada waktu kejadian itu terjadi”.

Berdasarkan pendapat di atas  maka dapat disimpulkan bahwa

observasi adalah aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan

indera mata terhadap kejadian – kejadian yang terjadi pada waktu

itu. Jika dikaitkan dengan penelitian ini maka peneliti mengamati

secara langsung kegiatan siswa dalam menghitung bilangan 1 - 10

dengan media papa flanel .

2) Macam –macam teknik Observasi

Observasi dapat digolongkan berdasarkan jenisnya. Menurut

Sutrisno Hadi (2000 :138), jenis – jenis observasi antara lain

sebagai berikut:

a) Observasi pertisipan, yaitu observasi yang dilakukan dengancara ikut

ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi obyek yang diteliti.

b) Observasi non partisipan, yaitu observasi yang dilakukan baik

secara langsung maupun tidak langsung terhadap obyek yang diteliti.

Menurut Winarno Surakhmad (1989:63), macam – macam observasi

dibedakan menjadi dua yaitu: “Teknik observasi langsung, adalah

teknik pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan

pengamatan secara langsung terhadap gejala – gejala subyek yang

diteliti, sedangkan teknik observasi tidak langsung adalah teknik

teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan

terhadap gejala – gejala subyek yang diselidiki dengan

menggunakan alat”.

Jika dilihat dari kedua pendapat di atas maka observasi dapat

disimpulkan bahwa ada dua jenis observasi yaitu observasi

langsung dan observasi tidak langsung. Penelitian ini menggunakan

dua teknik observasi yaitu langsung dan observasi tidak langsung.

Observasi langsung dengan membimbing dan mengarahkan siswa

decara langsung dala mengerjakan tugasnya, sedangkan observasi

tidak langsung dilaksanakan dengan cara mencatat semua hasil

pengamatan dengan menggunakan cek list.

c. Dokumen

Dokumentasi dikaji dan dan digunakan untuk memperoleh data

subyek sebelumnya. Data tersebut  meliputi identitas anak yang memberi

informasi berbagai macam persoalan, rencana pelaksanaan, hasil karya /

hasil tulisan subyek dsb.

1) Pengertian dokumen

Menurut Hadari Nawawi (1985), pengertian dokumenter adalah “cara

mengumpulkan data terutama berupa arsip – arsip dan termasuk juga

buku –buku tentang pendapat, teori, dalil, hukum – hukum dan lain –

lain yang berhubungan dengan masalah – masalah penyelidikan”. 

Menurut Guba dan Lincoln ( Lexy Moleong, 2001 : 161-163), dokumen

adalah setiap bahan tertulis maupun film yang dapat berupa dokumen

pribadi maupun dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah

karangan atau catatan seseorang secara tertulis tentang tindakan,

pengalaman dan kepercayaannya.

Sedangkan dokumen resmi adalah dokumen yang beri bahan – bahan

informasi dari sebuah lembaga Jadi berdasarkan pendapat diatas maka

dapat disimpulkan bahwa dokumen adalah catatan atau arsip yang

berisi pendapat, dalil, teori, hukum , ataupun film baik secara pribadi

maupun perorangan.

Dalam penelitian ini menggunakan catatan tentang data anak,

kurikulum yang berlaku dan soal atau media papa flanel sebagai

medianya.

5. Teknik Pemeriksaan Validitas Data

Untuk menetapkan keabsahan data agar sesuai dengan tujuan dan

maksud penelitian diperlukan tehnik pemeriksaan data. Pelaksanaan tehnik

pemeriksaan data didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu, antara lain :

a. Melakukan pengamatan terus menerus dan mendetail dimaksudkan agar

peneliti mengamati secara cermat, terperinci dan mendalam.

b. Melakukan Trianggulasi, yaitu dengan mengadakan :

1) Cek –Ricek, dalam hal ini dilakukan pengulangan kembali terhadap

informasi yang diperoleh melalui berbagai metode, sumber data, waktu

maupun setting.

2) Cross Cheking, dalam hal ini dilakukan checking antar teknik

pengumpul data yang diperoleh sebelum dan sesudah tindakan

dilakukan. Data yang diperoleh dipadukan untuk diambil kesimpulan. 

3) Peer Debriefing, untuk ini informasi dari lapangan dibawa dalam

forum diskusi pada setiap akhir pengumpulan data kepada teman

sejawat atau guru yang lain.

6. Teknik Analisis Data

Langkah – langkah yang dilakukan dalam menganalisis data dalam

penelitian ini adalah dengan analisis deskriptif komparatif yaitu dengan

membandingkan hasil perolehan tindakan per siklus, cara menganalisis data –

data yang telah dikumpulkan, mengkaji data tersebut sesuai dengan kriteria yang

telah ditentukan, data hasil peningkatan ditampilkan dengan deskriptif

kuantitatif yaitu menampilkan perolehan hasil tindakan dengan angka – angka.

Jika subyek telah berhasil melakukan dengan benar sesuai indikator yang telah

ditentukan maka tindakan dianggap berhasil dan jika belum sesuai dengan

kriteria yang ditentukan maka tindakan diulang dengan siklus selanjutnya

sampai tindakan berhasil sesuai kriteria dari indikator keberhasilan yang

ditentukan.

7. Indikator Kinerja / Keberhasilan

Indikator yang dijadikan tolok ukur dalam penelitian ini antara lain

adalah: Dengan mengamati media papa flanel , anak dan menghitung bilangan

1 - 10 tentang gambar tersebut dengan benar.

8. Prosedur Penelitian

Permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya penguasaan materi

tentang kemampuan menghitung bilangan 1 - 10. Kegiatan khusus yang mejadi

perhatian adalah penggunaan media gambar berseri untuk meningkatkan

kemampuan menghitung bilangan 1 - 10 pada siswa Kelas 0 Besar TK

.................. terutama mata pelajaran . 

Untuk merangsang agar siswa aktif dalam pembelajaran serta untuk

menemukan ide-ide atau gagasan dalam kemampuan menghitung bilangan 1

- 10 dalam menggunakan media papa flanel dimaksudkan untuk meningkatkan

prestasi dan motivasi belajar siswa dalam Menghitung bilangan 1 - 10 baik

secara individu maupun kelompok, dibuatlah tahapan yang dibagi dalam

beberapa siklus sebagai berikut

a. Siklus I  

Perencanaan:

1) Mempersiapkan fasilitas dan sarana prasarana pendukung yang

diperlukan di kelas seperti media pembelajaran dalam hal ini media papa

flanel

2) Mempersiapkan contoh cara menghitung dengan bantuan papan flanel.

3) Mempersiapkan skenario untuk memotivasi subyek supaya bisa

menghitung bilangan 1 - 10 sesuai media papa flanel yang ditunjukkan.

Tindakan :

1) Apersepsi tentang materi media papa flanel .

2) Menunjukkan media papa flanel pada subyek

3) Meminta pada subyek untuk mengamati media papa flanel yang

ditunjukkan

4) Meminta pada subyek untuk menghitung dengan menggunakan media

papa flanel yang ditunjukkan  

5) Evaluasi hasil kerja subyek.

Pengamatan

1) Mengamati secara langsung cara kerja subyek dalam menghitung

bilangan 1 - 10 dengan media papa flanel yang ditunjukkan

2) Evaluasi hasil kerja subyek.

Refleksi

1) Mengadakan evaluasi apakah meningkatkan kemampuan menghitung

bilangan 1 – 10 meningkat.

2) Mengambil kesimpulan perlu tidaknya tindakan diulang berdasarkan

keberhasilan dari indikator penelitian yang telah ditetapkan

3) Jika belum berhasil tindakan diulang dengan

b. Siklus II

Perencanaan:

1) Mempersiapkan fasilitas dan sarana prasarana pendukung yang

diperlukan di kelas seperti media pembelajaran dalam hal ini media papa

flanel .

2) Mempersiapkan contoh penggunaan media papa flanel sederhana dengan

bahasa yang mudah dipahami subyek.

3) Mempersiapkan skenario untuk memotivasi subyek supaya bisa mampu

menceritakan media papa flanel yang ditunjukkan

Tindakan  

1) Apersepsi tentang materi contoh menghiutung menggunakan media papa

flanel .

2) Menunjukkan media papa flanel pada subyek

3) Meminta pada subyek untuk mengamati media papa flanel yang

ditunjukkan

4) Meminta pada subyek untuk menghitung bilangan 1 – 10 dengan

menggunakan media papa flanel yang ditunjukkan

5) Evaluasi hasil kerja siswa

Pengamatan  

1) Mengamati secara langsung perilaku siswa terhadap materi yang

disampaikan dan

2) Menganalisa pengaruh media papa flanel dalam meningkatkan

kemampuan menghitung bilangan 1 - 10  bagi siswa kelas 0 Besar

TK ............................

3) Mengevaluasi kerja subyek

Refleksi

1) Mengevaluasi hasil tindakan pada siklus ke I

2) Mengevaluasi kegiatan yang dilakukan siswa dan memberikan

tindak lanjut dari kegiatan tersebut.

3) Evaluasi dilakukan untuk memonitor hasil pengajaran menghitung

bilangan 1 - 10  dengan media papan flanel .

4) Mendiagnosa keadaan awal dan kesulitan yang dialami siswa.

PROPOSAL PENELITAN: MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL

ANAK MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK PADA

ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK ‘AL-MU’MININ’ KECAMATAN KAMBU

KOTA KENDARI

PROPOSAL PENELITIAN

MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAK

MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK

PADA ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK “AL-MU’MININ” 

KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI

UMK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIK ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

HALAMAN PERSETUJUAN  

MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAK

MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK

PADA ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK ‘AL-MU’MININ’

KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI

 

Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian proposal

Pembimbing Tanda Tangan Tanggal

1. Drs. Fahruddin Hanafi, M.Pd .................................... .....................

2. Dra. Sri Astuti, M.Pd .................................... .....................

Mengetahui,

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Kendari

Drs. H. Muh. Natsir, M.Si.

NIP. 19640828 199303 1 002

BAB I

PENDAHULUAN 

A.  Latar Belakang

Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

telah mengamanatkan dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia

sejak usia dini, yakni sejak anak dilahirkan. Disebutkan secara tegas dalam Undang-

Undang tersebut bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya

pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut (pasal 1, butir 14). Pendidikan bagi anak usia dini semakin

popular. Orang tua semakin merasakan pentingnya memberikan pendidikan kepada

anak sejak dini dan berlomba memberikan fasilitas pendidikan terbaik pada anak-

anaknya. Perkembangan tersebut mendorong semakin menggeliatnya pertumbuhan

lembaga pendidikan pra sekolah atau yang lebih dikenal dengan sekolah Raudatul

Athfal/Taman Kanak-Kanak.

 Ditengah beragam alternatif Pendidikan Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak,

pada dasarnya tujuan Pendidikan Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak adalah

membantu peserta didik mengembangkan berbagai kemampuan atau kecerdasan yang

dimiliki oleh setiap anak baik psikis maupun fisik, yang biasa disebut “Multiple

Intelegences”.

Kecerdasan visual-spasial merupakan salah satu kecerdasan majemuk yang

dikemukakan oleh Gardner. Anak yang memiliki kecerdasan ini memiliki kemampuan

untuk memvisualisasikan berbagai hal dan memiliki kelebihan dalam hal berpikir

melalui gambar Hildayani, (2005:5.16). Anak yang memiliki kecerdasan visual-spasial

dapat dilihat dari kesehariannya misalnya anak dapat menceritakan gambar dengan

jelas, lebih senang membaca peta, diagram, lebih menyukai gambar daripada teks,

menyukai kegiatan seni, pandai menggambar, yang terkadang mendekati atau persis

aslinya, dapat membangun konstruksi tiga dimensi yang menarik, lebih mudah belajar

dengan gambar daripada teks, dan membuat coretan-coretan yang bermakna dibuku

kerja atau kertas.

Kecerdasan visual-spasial dapat dikembangkan melalui kegiatan membayangkan,

menggambar, membuat kerajinan, mengatur, dan merancang, membentuk dan bermain

konstruktif, bermain sandiwara boneka, meniru gambar objek, bermain dengan lilin

mainan, menyusun objek mainan, bermain peran, membaca buku, dan bermain video

game. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang melibatkan semua indera anak

terlibat dalam pembelajaran yang diawali dengan menampilkan model dan diakhiri

dengan membuat atau menciptakan sesuatu klinik Pediatri, (2009:2). Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan Kostelnik Masitoh, (2005:7.4) bahwa pengalaman langsung harus

mendahului penggambaran atau sesuatu yang lebih abstrak dan model lebih konkret

daripada gambar, dan gambar lebih konkret daripada kata-kata.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 sampai 25 April

2012 menunjukkan bahwa kemampuan visual-spasial anak di RA/TK Al-Mu’minin

Kecamatan Kambu kota Kendari tidak begitu tampak. Ketika diberikan bahan limbah

anorganik berupa kulit aqua gelas anak hanya mampu mengguntingnya yang

menghasilkan bentuk tidak beraturan, ketika kegiatan menggambar orang sebagian

besar anak hanya mampu membuat coretan sederhana berupa garis, lingkaran dan titik,

setelah mencuci tangan anak tidak langsung mengeringkannya padahal sudah

disampaikan oleh ibu gurunya, dan ketika kegiatan menggambar bebas ada anak yang

masih bingung gambar apa yang akan dibuat, sedangkan sekolah sendiri menginginkan

anak memiliki kecerdasan visual-spasial diantaranya anak sudah mengenal spasial dua

arah berpasangan seperti arah depan-belakang, atas-bawah, dan kanan-kiri, anak mampu

menggambar figur orang, anak dapat membedakan beberapa warna dan anak dapat

membuat bentuk dari bahan limbah anorganik yang diberikan oleh ibu gurunya. Kondisi

di lapangan tidak sesuai dengan apa yang menjadi tujuan sekolah, hal tersebut dipicu

oleh penggunaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi. Metode ceramah

merupakan metode yang mendominasi pembelajaran di RA/TK, khususnya

pembelajaran di RA Al- Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari. Selain itu media

yang digunakan juga kebanyakan berupa lembar kerja dalam bentuk buku yang berupa

latihan-latihan yang lebih menekankan pada kemampuan akademik. Minimnya

pembelajaran yang bisa menggali kecerdasan visual-spasial anak serta kurangnya

keterlibatan anak dalam mengeksplorasi media atau sumber belajar yang bisa mengasah

kecerdasan mereka merupakan faktor utama yang menjadi masalah mengapa anak

memiliki kecerdasan yang minim khususnya kecerdasan visual-spasial. Meskipun

demikian, berdasarkan amatan penulis, potensi kecerdasan visual-spasial masih

memiliki peluang yang potensial untuk dikembangkan secara optimal, dengan catatan

perlu melakukan tindakan perbaikan pembelajaran dalam aktivitas belajar sambil

bermain anak.

Pemanfaatan bahan limbah anorganik bagi usia RA/TK merupakan kegiatan

bermain dan memiliki unsur pendidikan yang kompleks, disamping harganya yang

murah dan menarik bagi anak, juga bahannya banyak dan mudah diperoleh disekitar

lingkungan anak, maka dipandang perlu untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dalam

program pelaksanaan kegiatan pengembangan potensi anak. Upaya tersebut, dilakukan

sebagai bentuk tanggung jawab kongkrit dan kewajiban untuk mengoptimalkan

perkembangan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki anak, yang mana penulis

memandangnya masih memiliki peluang yang potensial untuk lebih dikembangkan lagi.

Bertolak dari keinginan pada latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

menerapkan kegiatan memanfaatan bahan limbah anorganik dalam meningkatkan

kecerdasan visual-spasial anak RA/TK Al-Mu’minin Kendari. Ketertarikan ini,

selanjutnya mendorong penulis dan berkolaborasi dengan guru RA/TK Al-Mu’minin

kota Kendari untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas dengan

judul “Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak DenganMemanfaatkan Bahan

Limbah Anorganik Pada Anak Kelompok B2 di RA/TK Al-Mu’minin kecamatan

Kambu Kota Kendari”.

B.  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas , maka permasalahan yang akan dijawab

dalam penelitian ini adalah “ Apakah melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik

dapat meningkatkan kecerdasan visual spasial pada anak kelompok B2 di RA/TK Al-

Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari?”

C.  Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk meningkatan kecerdasan visual-spasial pada anak kelompok

B2 di RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari melalui pemanfaatan

bahan limbah anorganik.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat :

1. Bagi anak didik kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari:

agar mereka terstimulasi sehingga memiliki pola pikir, daya nalar dan pola berimajinasi

secara kompleks, motivasi positif, respon, aktif, kreatif dan meningkatkan interaksi

positif antar mereka (anak).

2. Dari segi teoritis/keilmuwan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi

khasanah ilmiah dalam mengembangkan kecerdasan visual- spasial anak RA/TK Al-

Mu’minin melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik yang banyak terdapat disekitar

lingkungan anak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak secara khusus dan

memperkaya kajian ilmu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada umumnya.

3. Bagi guru RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari sebagai tambahan

pengetahuan keprofesian yang selalu dituntut untuk melakukan upaya inovatif sebagai

implementasi berbagai teori dan teknik pembelajaran bagi anak usia dini di RA/TK serta

bahan ajaran yang dapat dikembangkan lebih lanjut dan dipakainya dalam kegiatan

belajar sambil bermain bagi anak didiknya terutama dalam hal meningkatkan

kecerdasan visual-spasial anak usia dini.

4. Bagi Lembaga PAUD/RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari dan bagi

pihak-pihak yang berkompeten dengan masalah perkembangan anak usia dini,

diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi

untuk menyusun lankah-langkah yang lebih konkrit dan dalam penyusunan kebijakan

usaha pengembangan dan peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia dini di

RA/TK dan sekolah PAUD lain yang sederajat, khususnya yang relevan dengan

pemanfaatan bahan limbah anorganik yang ada dilingkungan sekitar sebagai media

pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak.

5. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta sebagai bahan rujukan atau

kajian lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang lebih luas

dan mendalam mengenai peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia RA/TK,

khususnya dengan memanfaatkan bahan limbah anorganik yang banyak terdapat

dilingkungan sekitar.

E. Defenisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi dan menghindari terjadinya kesalahan penafsiran

terhadap aspek-aspek atau variabel-variabel pengamatan dalam penelitian ini, maka

perlu untuk diperjelas terlebih dahulu batasan-batasan konsepsinya pada bagian defenisi

operasional, yakni seperti berikut:

1. Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan untuk membentuk suatu gambaran

tentang tata ruang didalam pikiran. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis,

bentuk, ruang dan hubungan antar unsur-unsur tersebut. Anak dengan kecerdasan

visual-spasial yang tinggi cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya khayalan

internal (internal imagery) sehingga cenderung imajinatif dan kreatif.

2. Pemanfaatan bahan limbah anorganik yang dimaksud adalah suatu kegiatan pengelolaan

sumber pembelajaran berupa penggunaan atau pemanfaatan bahan limbah anorganik

yang terdapat di lingkungan sekitar anak untuk tujuan peningkatan kecerdasan visual

spasial anak dalam kegiatan belajar sambil bermain di RA/TK Al-Mu’minin kecamatan

Kambu kota Kendari. Melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik itu, diharapkan

dapat menjadi bahan pembelajaran yang memfasilitasi capaian perkembangan

kecerdasan visual-spasial anak secara optimal sesuai yang diharapkan.

3. Bahan limbah anorganik yang dimaksud adalah bahan bekas atau bahan sisa pakai yang

terbuat dari bahan plastik dan dianggap tidak memiliki manfaat yang terdapat

dilingkungan, seperti: bekas minuman ringan (bekas; aqua gelas, teh gelas, juice gelas,

dan lain sejenisnya), bekas botol minuman plastik, bekas pembungkus makanan dari

plastik, dan lain sebagainya. Yang semua bahan limbah anorganik tersebut,

dimanfaatkan dalam kegiatan belajar sambil bermain anak didik (anak “RA/TK Al-

Mu’minin” kecamatan Kambu kota Kendari), dalam rangka meningkatkan kecerdasan

visual-spasial anak didik.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Kecerdasan Visual-Spasial Anak

1. Konsep Kecerdasan

Teori “Multiple Intelegence” yang dikemukakan oleh Howard Gardner merupakan

gebrakan yang sangat fundamental dibidang ilmu pengetahuan, yakni: a. Kecerdasan

Linguistik/bahasa, berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi,

berargumentasi dan berdebat; b. Kecerdasan Matematis-Logis, berkaitan dengan

kemampuan berhitung, menalar dan berpikir logis, memecahkan masalah;

c. Kecerdasan Visual-Spasial, berkaitan dengan kemampuan menggambar, memotret,

membuat patung, mendesain; d.Kecerdasan Musikal, berkaitan dengan kemampuan

menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat music;

e. Kecerdasankinestetik/gerak, berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan

keseimbangan; f. Kecerdasan Interpersonal, berkaitan dengan kemampuan bergaul

dengan orang lain, memimpin, kepekaan soasial, kerja sama dan empati; g. Kecerdasan

Intrapersonal, berkaitan dengan pemahaman terhadap diri sendiri, motivasi diri, tujuan

hidup dan pengembangan diri; dan h. KecerdasanNaturalis, berkaitan dengan

kemampuan meneliti perkembangan alam, melakukan identifikasi dan observasi

terhadap lingkungan sekitar.

 Teori tersebut membuka mata dunia yang selama ini mengidentikkan suatu

kecerdasan dengan nilai IQ. Munculnya teori “Multiple Intelegence” atau kecerdasan

majemuk membuktikan bahwa tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada

hanyalah anak yang lebih menguasai satu bidang tertentu dan kurang menguasai bidang

lain. Maksud dari pernyataan tersebut adalah kedelapan kecerdasan yang diungkapkan

oleh Gardner bisa saja dimiliki oleh individu, hanya saja dalam taraf yang berbeda.

Selain itu, kecerdasan ini tidak berdiri sendiri terkadang bercampur dengan kecerdasan

lain Agustin, (2006:36). Misalnya saja bila anak pintar bernyanyi sebagai kecerdasan

musikal, ia juga pada umumnya cerdas dalam gerakan tubuh, ia dapat mengikuti dan

menyesuaikan gerakannya dengan ritme atau alunan musik yang didengarkannya.

Kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat kebendaan, melainkan sesuatu fiksi

ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan

intelektual. Dalam mengartikan kecerdasan ini, para ahli mempunyai pengertian yang

beragam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yusuf (2005:106), diantara pengertian

itu adalah sebagai berikut:

a. Kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi

baru secara cepat dan efektif.

b. Intelegensi meliputi tiga pengertian, yaitu kemampuan untuk belajar, keseluruhan

pengetahuan untuk diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan

situasi baru atau lingkungan pada umumnya.

c. Kecerdasan dibagi dalam dua kategori, yaitu: (1) “Fluid Inteligence”, yaitu tipe

kemampuan analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar

sebelumnya; (2) “Crystalized Inteligence ”, yaitu keterampilan-keterampilan atau

kemampuan nalar (berpikir) yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya.

Menurut Thurstone Syaodih, (2007:93) individu memiliki sejumlah faktor kecerdasan

yang berkelompok menjadi tujuh faktor kemampuan, yaitu:

1. Verbal Comprehension, kemampuan untuk memahami hal-hal yang dinyatakan secara

verbal atau menggunakan bahasa.

2. Word Fluecy, kelancaran dan kefasihan menyatakan buah pikiran dengan menggunakan

kata-kata.

3. Number Ability, kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalh-masalah

matematis, yaitu masalah yang menyangkut dan menggunakan angka-angka atau

bilangan-bilangan.

4. Spatial Ability, kemampuan untuk memahami ruang.

5. Memory, kemampuan untuk mengingat.

6. Paceptual Ability, kemampuan untuk mengamati dan memberikan penafsiran atas hasil

pengamatan.

7. Reasoning, kemampuan berpikir logis.

2. Konsep Kecerdasan Visual-Spasial pada Anak

Kecerdasan Visual-Spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah,

dan ruang secara akurat. Sebagaimana dikemukakan oleh Armstrong Masfiroh,

(2004:67) bahwa “anak yang cerdas dalam visual-spasial memiliki kepekaan terhadap

warna, garis-garis, bentuk-bentuk, dan bangunan-bangunan”. Sedangkan menurut Indra

Masfiroh, (2004:67) anak yang memiliki kemampuan visual-spasial dapat mengenali

identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu

memperkirakan jarak dan kecerdasan darinya dengan sebuah objek.

Kecerdasan Visual-Spasial memiliki manfaat yang luar biasa dalam kehidupan

manusia. Hampir semua pekerjaan yang menghasilkan karya nyata memerlukan

sentuhan kecerdasan ini. Bangunan yang dirancang arsitektur, desain taman, lukisan,

rancangan busana, pahatan, bahkan benda-benda sehari-hari yang dipakai manusia pun

adalah hasil buah kecerdasan visual-spasial yang tinggi mengesankan kreativitas.

Kemampuan mencipta satu bentuk, seperti bentuk pesawat terbang, rumah, mobil,

burung, mengesankan adanya unsur transformasi bentuk yang rumit.

Kecerdasan Visual-Spasial dapat distimulasi melalui berbagai program seperti

melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin, mencecap, dan menyusun potongan

gambar. Guru perlu menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan anak

mengembangkan daya imajinasi mereka, seperti alat-alat permainan konstruktif (Lego,

puzzle, lasie), balok-balok bentuk geometri berbagai warna dan ukuran, peralatan

menggambar, pewarna, alat-alat dekoratif (kertas warna-warni, gunting, lem, benang),

dan berbagai buku bergambar. Akan lebih baik, jika menyediakan beberapa miniatur

benda-benda yang disukai anak, seperti mobil-mobilan, pesawat terbang, rumah-

rumahan, hewan dan orang-orangan.

Menurut Gardner Musfiroh, (2004:69) kecerdasan visual-spasial mempunyai

lokasi diotak bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan

kemampuan imajinasi anak. Pola pikir topologis (bersifat mengurai bagian-bagian dari

suatu objek) pada awal masa kanak-kanak memungkinkan mereka menguasai kerangka

pikir euclidean pada usia 9-10 tahun. Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap

bertahan hingga seseorang itu berusia tua.

Anak usia 4 tahun, umumnya, sudah mengenal spasial dua arah biner

(berpasangan) seperti arah depan-belakang, atas-bawah, sana-sini, meskipun adakalanya

masih bingung dengan arah kanan dan kiri. Mereka belum dapat memahami arah mata

angin, meskipun diantaranya dapat menyebutkan nama mata angin.

Menurut Beredekamp dan Copple Musfiroh, (2004:93) anak usia 4 tahun sudah

dapat menata balok-balok menjadi bentuk yang tinggi dan agak kompleks. Mereka yang

menunjukkan kemampuan memperkirakan secara spasial yang masih terbatas, dan

cenderung merusak posisi atau benda. Mereka cenderung mengubah mainan yang

memiliki bagian-bagian yang masih bagus. Menurut Amstrong Musfiroh, (2004:137)

untuk mengasah kecerdasan visual-spasial, anak-anak perlu dibelajarkan melalui

gambar, metafora, visual dan warna. Cara terbaik untuk menstimulasi mereka adalah

film, video, diagram, peta, dan grafik.

Secara umum deskripsi tentang kecerdasan spasial pada anak beserta indikatornya

yang dicetuskan oleh Howard Gardner Agustin, (2006:37) diuraikan sebagai berikut :

Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan memahami, memproses, dan berpikir

dalam bentuk visual. Anak dengan kecakapan ini mampu menerjemahkan bentuk

gambaran dalam pikirannya ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi.

Adapun cirri-ciri yang tampak pada aktifitas anak adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan bangunan.

b.  Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan

spasial.

c. Memiliki kemampuan mengenai identitas objek ketika objek itu ada pada sudut pandang

yang berbeda.

d.  Mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek.

e. suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai, dan menyusun unsur-unsur

bangunan.

Secara karier kecerdasan spasial biasanya dimiliki oleh arsitek, insyinyur mesin,

seniman, fotografer, pilot, navigator, pemahat, dan penemu Lwin Mubiar, (2006:57).

Adapun Yusuf dan Nurihsan Agustin, (2006:36) mengemukakan, kecerdasan spasial

sebagai sekumpulan kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan,

pemahaman, proyeksi visual, imajinasi mental pemahaman ruang, manipulasi imajinasi,

serta penggadaan imajinasi nyata maupun imajinasi dalam diri/abstrak.

Dalam kaitannya dengan upaya membantu mengembangkan kecerdasan spasial

anak, Rachmani, Agustin, (2006:36) menjelaskan bahwa stimulasi-stimulasi berikut

dapat digunakan guru untuk membantu mengembangkan kecerdasan spasial anak : (a)

menggambar dan melukis; (b) mencoret-coret; (c) membuat prakarya; dan (d)

melakukan permainan konstruktif.

Kecerdasan ini melibatkan imajinasi aktif yang membuat seseorang mampu

mempersiapkan warna, garis dan luas, serta menetapkan arah dengan tepat Andi Yudha,

(2009:53). Selain itu Andi Yudha mengemukakan mengenai bagaimana cara

mengembangkan kecerdasan visual-spasial anak, salah satunya adalah dengan belajar

bentuk geometri, salah satu caranya yaitu dengan meminta anak memperhatikan bentuk-

bentuk rumah, bola, atau benda yang ada dalam buku, seperti menyebutkan konsep

garis, lurus, zig-zag, bulat, persegi, atau kerucut.

Menurut Apriany (2007:8) kemampuan visual-spasial sangat dibutuhkan anak

ketika belajar, terutama ketika anak diperkenalkan dengan huruf-huruf, angka, dan

bentuk. Anak yang kurang memiliki kemampuan visual-spasial akan merasa

kebingungan saat diperkenalkan dengan huruf sehingga terjadi penafsiran huruf yang

terbalik seperti pada huruf b dan d, anak sering salah dalam membaca dan menuliskan

huruf-huruf tersebut. Untuk itu kecerdasan visual-spasial sangat berperan penting dalam

kegiatan belajar mengajar. Dengan kemampuan visual-spasial yang dimilikinya, anak

dengan mudah mempelajari materi ajar yang diberikan oleh guru khususnya menulis

dan membaca. Selain itu, kecerdasan visual-spasial juga dibutuhkan anak untuk dapat

melakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan manipulasi motorik halus misalnya

menggambar, menyusun mainan bongkar pasang, melukis, dan lain-lain..

Menurut Abdurrahman Apriani, (2007:57) ada lima jenis kecerdasan visual-spasial,

yaitu:

1. Hubungan keruangan (Spasial relation)

Menunjukkan persepsi tentang posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi

visual ini mengimplikasikan prsepsi tentang suatu objek atau symbol (gambar, huruf,

dan angka) dan hubungan ruangan yang menyatu dengan sekitarnya.

2. Diskriminasi Visual (Visual discrimination)

Menunjukkan pada kemampuan membedakan suatu objek dari objek yang lain. Dalam

tes kesiapan belajar misalnya anak diminta menemukan gambar kelinci yang bertelinga

satu dari sederetan gambar kelinci yang bertelinga dua. Jika anak diminta untuk

membedakan antara huruf m dan n, anak harus mengetahui jumlah bongkol pada tiap

huruf tersebut.

3. Diskriminasi Bentuk dan latar belakang (figure-ground discrimination)

Menunjuk pada kemampuan membedakan suatu objek dari latar belakang yang

mengelilinginya. Anak yang memiliki kekurangan dalam bidang ini tidak dapat

memusatkan perhatian pada suatu objek karena sekeliling objek tersebut ikut

mempengaruhi perhatiannya, akibatnya dari keadaan semacam itu anak menjadi

terkecoh perhatiannya oleh berbagai rangsangan yang berada disekitar objek yang harus

diperhatikan.

4. Visual Clouser

Menunjuk pada kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu objek, meskipun

objek tersebut tidak diperhatikan secara keseluruhan.

5. Mengenal Objek (Object recognition)

Menunjuk pada kemampuan mengenal sifat berbagai objek pada saat mereka

memandang. Pengenalan tersebut mencakup berbagai bentuk geometri, hewan, huruf,

angka, kata, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan visual-spasial sangat

penting. Dimana kemampuan tersebut dapat membantu anak dalam proses belajar

mengajar serta mengenali lingkungan sekitarnya. Misalnya kemampuan hubungan

keruangan merupakan bagian yang sangat penting dalam belajar matematika, demikian

juga kemampuan membedakan huruf dan kata secara visual merupakan bagian yang

esensial dalam belajar membaca.

B.  Mengembangkan Potensi Kecerdasan Visual-Spasial Anak Usia Raudatul

Athfal/Taman Kanak-Kanak

Menurut Hildayani Watiah, (2011:24) anak dengan kecerdasan visual-spasial bisa

melihat aneka perbedaan warna yang hampir tidak kentara dan berbagai pola yang tidak

biasa serta mampu menerjemahkan desain-desain ini pada media ekspresi yang dipilih.

Anak senang dengan alat seni, termasuk pensil, krayon, lukisan, kuas-lukis, dan grafik

computer, dan akan menghabiskan waktu senggangnya untuk membuat sketsa,

menggambar, dan mendesain. Sering kali, karya-karya yang sempurna dari anak ini

menunjukan berbagai hubungan visual-spasial seperti pola-pola inovatif dan

pengubahan imajinatif atas berbagai objek sehari-hari. Muslihuddin dan Agustin

(2008:80) mengemukakan guru dapat merangsang kecerdasan spasial dengan

melakukan berbagai program seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin,

mengecap dan menyusun potongan gambar.

C. Peran Guru dalam Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial

Peran pendidik atau guru bertugas merangsang dan membina kecerdasan visual-

spasial anak. Pentingnya pengembangan visual-spasial pada anak usia Raudatul

Athfal/Taman Kanak-Kanak berdampak positif bagi perkembangan mental dan fisik.

Perkembangan mental antara lain: emosi, intelektual, persepsi, sosial, estetik, dan

kreatif. Dalam hal perkembangan fisik motorik halusnya, anak sudah dapat melakukan

aktifitas seperti menggunakan pensil atau krayon, mencoret-coret, meniru bentuk

gambar, untuk mengembangkan imajinasinya sehingga merangsang aktifitas kreatifnya.

Metode pembelajaran dengan menggunakan permainan adalah cara atau pendekatan

yang dipergunakan dalam menyajikan atau menyampaikan materi pembelajaran di

Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak. Pembelajaran disusun sehingga

menggembirakan dan demokratis agar anak tertarik untuk terlibat dalam setiap kegiatan

pembelajaran. Anak tidak hanya duduk tenang mendengarkan ceramah guru, tetapi

mereka aktif berinteraksi dengan berbagai benda dan orang dilingkungannya, baik

secara fisik maupun mental. Pembelajaran di Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak

harus menerapkan esensi bermain. Esensi bermain meliputi perasaan menyenangkan,

merdeka, bebas memilih, dan merangsang anak terlibat aktif.

Menurut Purba Watiah, (2011:25) untuk mengembangkan dan menginspirasi

kecerdasan visual-spasial ini di ruang kelas, guru dapat melengkapi ruang kelas dengan

berbagai bahan seni, kamera, peta, program computer atau grafik, dan model karya seni.

Untuk merangsang kecerdasan ini, bebaskan anak untuk bereksperimen disemua

wilayah seni visual secara bebas, juga dalam kaitannya dengan berbagai tugas dibidang

kurikulum yang lain.

D. Ragam Aktifitas Pembelajaran Untuk Mengembangkan Kecerdasan Visual-

Spasial Anak

Ragam aktifitas pembelajaran yang dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial

salah satunya adalah dengan permainan balok. Menyusun balok, dapat membantu anak

menguasai konsep bidang. Metode pengajaran yang memasukkan berpikir spasial

seperti bentuk-bentuk balok yang menghubungkan konsep spasial dapat membantu

terhadap pemecahan masalah dalam dunia anak-anak, Elliot dalam Sulistyowati,

(2010:46).

Bermain merupakan suatu kegiatan yang sangat disenangi anak. Melalui kegiatan

bermain, anak dapat memuaskan keinginannya yang terpendam. Pada berbagai situasi

dan tempat anak selalu menyempatkan untuk menggunakan tempat serta media sebagai

arena bermain dan permainan. Permainan dapat membantu anak mengerti lebih baik

melalui indera penglihatan dan pendengaran, anak dapat mengerti pelajaran dengan

memahami perbedaan arah, perbedaan warna serta bentuk. Anak-anak usia Raudatul

Athfal/Taman Kanak-Kanak dalam berekspresi seni rupa memiliki kekuatan yang

menunjukkan karakteristik dan hal ini penting bagi terwujudnya karya seni.

Menurut Edy Sulistyowati, (2010:46) kecerdasan visual-spasial dapat

dikembangkan dengan pembelajaran seni rupa. Ekspresi seni anak-anak usia dini pada

umumnya menunjukkan keunikan, naïf, spontan, ekspresif, jujur, dan orisinal. Hasil

karya seni anak ini termasuk dalam kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan ini berkaitan

dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan ruang secara akurat serta mengubah

penangkapannya tersebut ke dalam bentuk lain, seperti lukisan atau menggambar bebas.

Potensi ini ditumbuhkembangkan, sehingga kreatifitas anak dapat tersalurkan dengan

baik.

Kegiatan menggambar bebas, permainan warna atau mewarnai gambar merupakan

kegiatan kreatif anak usia dini yang dapat mengenalkan warna pada anak, melatih

motorik halus, serta mampu menceritakan tentang hasil karya yang dibuat. Anak usia

dini rasa keingintahuan serta kemampuan menyimpan memori diingatannya masih

sangat tinngi. Oleh karena itu, pengembangan kecerdasan visual-spasial hendaknya

mendapatkan kesempatan dan pembinaan secara terarah lebih intensif dan efektif sesuai

dengan masa perkembangannya. Melalui bermain warna atau membuat coretan gambar

anak akan berekspresi dan bereksplorasi, yang berarti akan menumbuhkan kecerdasan

visual-spasial anak.

Banyak Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak dalam menyampaikan pembelajaran

kurang memperhatikan potensi, bakat dan minat yang dimiliki anak. Lembaga ataupun

pendidik kurang memahami karakteristik anak, kebebasan yang diinginkan anak,

kebutuhan anak, kurang memberikan kesempatan pada anak dan kurang memahami

pemberian penilaian kepada anak. Metode pembelajaran yang digunakan kurang

menyenangkan, monoton, dan guru menjelaskan materi pembelajaran di papan tulis.

Sehingga kurang mempengaruhi tingkat berpikir, kecerdasan anak, minat belajar anak,

dan kurang dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Pelaksanaan

pembelajaran di Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak seharusnya guru menggunakan

berbagai metode yang sesuai dengan rancangan. Metode pembelajaran tersebut antara

lain terdiri dari metode bermain, karyawisata, demonstrasi, proyek, dan bercerita.

E. Peningkatan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Melalui Pemanfaatan Bahan

Limbah Anorganik yang Terdapat Di Lingkungan Sekitar Anak

Sehubungan dengan kegiatan belajar sambil bermain anak terhadap sesuatu yang

ada pada alam sekitar mereka, menurut Moeslichatoen, (1995:37), akan memberikan

kesempatan kepada anak untuk memahami dan memanfaatkan oleh jajahannya atau sifat

petualangannya yang merupakan salah satu ciri sifat khas pada anak, berupa: (1)

wawasan informasi yang lebih luas dan lebih nyata; (2) menumbuhkan rasa

keingintahuan anak tentang sesuatu yang telah ataupun baru diketahuinya; (3) dapat

memperjelas konsep dan mengembangkan kemampuan, keterampilan, kecerdasan, serta

imajinasi dan daya kreativitas anak; (4) memperoleh pemahaman penuh tentang

kehidupan manusia, hewan, tanaman, cuaca, dan sebagainya yang terdapat di

lingkungan dengan berbagai situasi dan kondisi yang ada; (5) memperoleh pengetahuan

tentang bagaimana memahami lingkungan yang ada disekitar serta

bagaimana pemanfaatannya.

Berkaitan dengan hal tersebut Rachmawati dan Euis. K., (2005:74), juga

mengemukakan pandangan bahwa dalam proses membelajarkan anak, hendaknya guru

mampu memanfaatkan bahan limbah anorganik/materi yang terdapat di lingkungan

sekitar anak sebagai media pembelajaran dalam suatu bentuk kegiatan pendekatan

seperti, menuntun dan mengajak anak mengeksplorasi bahan limbah anorganik/materi

tersebut menjadi bentuk mainan yang edukatif baginya. Dalam konsep ini, guru dapat

mengamati dan memilih benda-benda kongkrit apa saja yang terdapat di lingkungan

sekitar anak, untuk selanjutnya benda-benda yang sesungguhnya tersebut di eksplorasi

secara lebih mendalam yang dilakukan anak sambil bermain sehingga didapatkan

pengetahuan-pengetahuan baru yang bermakna bagi anak dalam mengembangkan

kecerdasan visual-spasial dan daya kreatifitasnya.

Lingkungan kita memang kaya dengan bahan-bahan yang dapat

digunakan/dimanfaatkan guru untuk membuat media bermain atau permainan bagi anak,

baik itu yang masih alami maupun yang sudah terbuang atau merupakan bahan sisa

yang telah dibuang. Hal tersebut dipandang sebagai pemanfaatan yang menunjuang

pendidikan kreativitas anak ke arah yang lebih baik, seperti pandangan yang dikutip

dari http://asepsofyan.multiply.com, (2009), yang mengemukakan bahwa pendidikan

kreatifitas yang baik adalah mengajak, menuntun dan membantu anak untuk membuat

mainan kerajinan sendiri dari bahan limbah anorganik yang dianggap tak digunakan lagi

yang banyak terdapat di lingkungan sekitar mereka. Mengajak mereka dengan perasaan

riang dan gembira membuat mainan dari bahan limbah anorganik aneka minuman

kaleng dan gelas, kardus, botol bekas, gabus, dan lain sebagainya, dengan kegiatan

seperti permainan membuat robot-robot dari kardus bekas, menghias botol bekas

menjadi binatang, membuat mobil-mobilan dari bahan kaleng bekas, dan sebagainya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa, anak memang perlu terus dilatih untuk mampu bekerja

memgembangkan kecerdasan visual-spasial dan kreatifitasnya dalam durasi yang relatif

lama dan berorientasi hasil, pujilah proses mereka dalam membuat suatu karya sehingga

anak tidak akan stres, anak-anak juga penting untuk terus dibiasakan membuat aneka

mainan sendiri dan berilah terus dia support dalam kegiatan tersebut. Dukungan,

dorongan, dan penghargaan yang tulus atas hasil kerja anak akan membekas, membuat

anak tambah semangat bekerja, dan lebih kreatif serta termotivasi mengembangkan

daya imajinasi dan kreatifitasnya untuk selalu ingin membuat hal-hal yang unik,

original, baru, dan lebih menarik lagi.

Berkaitan dengan hal pemanfatan media yang mampu mengembangkan imajinasi

dan kecerdasan visual-spasial anak, Yuliani N. Sujiono, dkk, (2005:8.5) dalam

kajiannya mengungkapkan bahwa adanya keluhan dari berbagai kalangan masyarakat

tentang rendahnya kemampuan imajinatif dan kecerdasan visual-spasialyang dimiliki

anak saat ini, disebabkan antara lain oleh minimnya para guru RA/TK mengunakan atau

memanfaatkan media belajar ketika mereka mengajar, seperti permainan dan mainan

dari bahan-bahan sederhana yang banyak terdapat dilingkungan sekitar anak selanjutnya

dikatakan bahwa media, meskipun itu dibuat dari bahan limbah anorganik dalam bentuk

yang sederhana, namun dapat menjadikan anak mampu lebih berpikir kreatif, mampu

menyelesaikan permasalahan dari tugas perkembangannya, mampu berpikir logis,

mampu menstimulasi anak untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna, mampu

meningkatkan daya nalarnya dan mampu menemukan satu jawaban yang paling tepat

terhadap masalah yang diberikan berdasarkan informasi yang tersedia. Penerapan media

juga bisa lebih mampu memenuhi kepuasan diri anak dalam belajar sambil bermain.

Misalnya saja, anak yang sedang bermain dengan menggunting-gunting kertas atau

bahan limbah dari plastik atau dengan media permainan konstruktif lainnya, nampak

mereka sangat asyik sekali dan bahkan tidak mau diganggu. Mereka terus mencoba dan

mencoba lagi untuk membuat berbagai bentuk pola-pola dengan kombinasi baru atau

membuat berbagai kombinasi susunan baru dari bahan-bahan tersebut. Nampaklah

bahwa media yang sederhana dengan hanya memanfaatkan bahan limbah anorganik,

seperti yang terbuat dari bahan kertas dan pelastik yang banyak terdapat dilingkungan

sekitar anak, juga dapat berperan sebagai sumber munculnya inspiratif, imajinatif, dan

kreatifitas anak sehingga dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak.

F.  Hipotesis tindakan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada bagian kajian pustaka di

atas, maka dapat di kemukakan hipótesis tindakan dalam penelitian ini, yaitu “ melalui

pemanfaatanbahan limbah anorganik dalam proses kegiatan belajar sambil bermain,

maka dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak kelompok B2 RA Al –

Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari”.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini bertempat di kelas anak kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin kecamatan

Kambu kota Kendari.

2. Waktu

Waktu pelaksanaan, di rencanakan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012.

3. Subjek

Subjek yakni seluruh anak didik yang tergabung dalam kelas kelompok B2 yang

seluruhnya berjumlah 15 anak, terdiri dari 7 anak laki-laki dan 8 anak perempuan,

dengan melibatkan atau berkolaborasi dengan seorang mitra peneliti yakni guru RA/TK

Al-Mu’minin Kenadri itu sendiri.

B. Faktor Yang Diteliti

 Adapun faktor-faktor yang ingin diamati peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Faktor anak RA/TK, mengamati aktifitas anak-anak dalam proses kegiatan sambil

bermain dengan bahan limbah anorganik di dadalam kelas, dalam upaya peningkatan

kecerdasan visual-spasial anak.

2. Faktor guru RA/TK, mengamati dan memperhatikan segala aktifitas guru RA/TK yang

mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran sambil bermain bagi anak

sebagai upaya peningkatan kecerdasan visual-spasial anak.

3. Faktor sumber, bahan atau perangkat pembelajaran yang diterapkan atau dimanfaatkan

guru yang dapat mendukung dan melancarkan pelaksanaan kegiatan belajar sambil

bermain bagi anak pada bidang pengembangan kemampuan dasar kognitif khusus

kecerdasan visual-spasial anak.

4. Faktor proses pembelajaran, mengamati dan memperhatikan proses tindakan-tindakan

pembelajaran yang diberikan selama kegiatan pembelajaran bidang pengembangan

kecerdasan visual-spasial anak berlangsung dengan aktivitas pemanfaatan bahan limbah

anorganik.

C.  Data dan Teknik Pengumpulan Data

 Sumber data, jenis data dan teknik dalam pengumpulannya pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Sumber data penelitian diperoleh dari guru dan anak RA/TK. Selain itu, bersumber dari

dokumen-dokumen yang dipandang penting berupa catatan-catatan khusus tentang

program-program kegiatan belajar anak yang belum terdapat dalam pedoman observasi

namun dianggap dapat mendukung hasil penelitian.

2. Jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitatif berupa nilai perolehan yang

dinyatakan dengan simbol huruf (BSB = Berkembang Sangat Baik, BSH = Berkembang

Sesuai Harapan, MB = Mulai Berkembang, dan BB = Belum Berkembang), yang

diperoleh dengan menggunakan pedoman atau lembar checklist penilaian yang

berisikan sejumlah indikator penilaian.

3. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik penilaian dengan melakukan

observasi yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan langsung

terhadap suatu objek yang diteliti dalam satu periode tertentu, dan dengan mengadakan

pencatatan secara sistematis atau pengkodean tentang hal-hal atau aspek-aspek tertentu

yang diamati, lalu mencheklist atau memberi tanda pada lembar pengamatan penilaian

dan atau pada pedoman observasi sesuai hasil yang tampak di lapangan. Menurut

Sujiono, N. Yuliani, (2005:7.14), observasi merupakan salah satu alat dalam kegiatan

evaluasi di lembaga PAUD yang digunakan dalam mengevaluasi pengembangan

berbagai aspek perkembangan anak. Kegiatan observasi adalah suatu teknik pengamatan

yang dapat dilakukan guru RA/TK/PAUD untuk mengetahui kemajuan perkembangan

kemampuan, unjuk kerja/kinerja, dan sikap anak, yang dilakukan dengan mengamati

aktivitas dan tingkah laku anak dalam kegiatan belajar sambil bermain dengan berbagai

bentuk permainan untuk setiap aspek perkembangan anak.

4. Disamping teknik observasi, peneliti juga menggunakan teknik tanya jawab dengan

anak yang bermaksud untuk mengetahui kelancaran anak dalam memberikan jawaban

verbal atas pertanyaan-pertanyaan sederhana yang berkisar tentang apa yang dibuatnya

dengan bahan limbah anorganik.

Data yang sudah berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, berikutnya diolah dan

dideskripsikan secara kualitatif dalam bentuk paparan logis sesuai keadaan apa adanya

yang diperoleh dari hasil pengamatan di dalam kelas, kemudian dilakukan interpretasi

sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajuakan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, atas dasar hasil jawaban tersebut dapat ditarik suatu kesimpulannya.

D. Teknik Analisis Data

Sebelum data-data dianalisis (nilai tingkat pencapaian perkembangan kecerdasan

visual-spasial anak didik), peneliti terlebih dahulu melakukan evaluasi atau penilaian

dengan observasi. Selanjutnya melakukan analisis data setelah semua data yang

dibutuhkan telah terkumpul. Untuk keperluan analisis data-data, peneliti menggunakan

teknik analisis deskriptif-kualitatif dengan presentatif hasil, yang disesuaikan dengan

indikator-indikator atau ketentuan yang telah ditetapkan. Untuk maksud analisis data

berupa nilai-nilai capaian perkembangan kecerdasan visual-spasial anak, peneliti

menggunakan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan bentuk penilaian yang

digunakan guru di RA Al-Mu’minin Kendari dalam menilai capaian perkembangan

kemampuan dasar anak didiknya dan memperhatikan pula pedoman penilaian di TK

yang disarankan Depdiknas, Direktorat PAUD, (2010).

Penilaian terhadap pencapaian perkembangan kecerdasan visual-spasial yang

ditampakkan setiap anak terhadap tagihan indikator penilaian dalam memanfaatkan

bahan limbah anorganik untuk menghasilkan sebuah karya seperti yang telah

diperlihatkan guru, dilakukan atau diberi nilai dengan mengacu pada pedoman

pemberian penilaian dalam satuan pendidikan Taman Kanak-Kanak, yakni dengan

diberikan dalam bentuk simbol-simbol dengan huruf seperti : ( ) = Berkembang

Sangat Baik (BSB), yakni jika anak menunjukkan kecerdasan visual-spasial sesuai

tagihan indikator tanpa bantuan guru; ( ) = Berkembang Sesuai Harapan (BSH),

yakni jika anak mampu menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan

indikator namun terkadang masih harus diberikan bimbingan dan bantuan guru; ( ) =

Mulai Berkembang (MB), yakni jika anak telah mampu menampakkan kecerdasan

visual-spasial sesuai tagihan indikator namun masih sering dibimbing dan dibantu

langsung oleh guru; ( ) = Belum Berkembang (BB), yakni jika anak belum

menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator pencapaian

perkembangan kecerdasan visual-spasial karena dalam melakukannya harus selalu

dibimbing dan dibantu secara langsung dari awal oleh guru, Direktorat Pembinaan TK

dan SD (2010), Usman Uzer dan Lilisetiawati, (1993:75), yang telah dipersiapkan

sebelumnya pada tahap kegiatan perencanaan (seperti terlampir), untuk sampai pada

data perolehan nilai akhir pengembangan kemampuan masing-masing anak didik (setiap

siklus tindakan), melakukan pengamatan dan penilaian dengan memberi nilai terhadap

aspek pengembangan yang dicapai anak didik berdasarkan indikator penilaian yang

diamati/dinilai disetiap kegiatan evaluasi.

Perolehan Nilai

Akhir Anak Didik

 

Adapun rumus yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

melakukan perhitungan berdasarkan jumlah perolehan nilai yang dicapai masing-masing

anak didik sesuai yang ada dalam penilaian setiap siklus, seperti berikut : 

 

Dengan ketentuan perolehan nilai (secara individu) dengan kriteria hasil hitungan

berdasarkan konversi, anak dikatakan mampu jika minimal 2,50-3,49 atau minimal BSH

(Berkembang Sesuai Harapan) seperti berikut :

Nilai Konversi 3,50-4,00 (BSB = Berkembang Sangat Baik)

Nilai Konversi 2,50-3,49 (BSH = Berkembang Sesuai Harapan)

Nilai Konversi 1,50-2,49 ( MB = Mulai Berkembang)

Nilai Konversi 0,01-1,49 ( BB = Belum Berkembang).

 Direktorat Pembinaan TK dan SD, .(2010). Usman Uzer dan Lilis Setiawati,

(1993:75)

Indikator kinerja yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan kinerja secara klasikal

pada setiap siklus tindakan, (dalam penelitian ini menggunakan acuan patokan 75%

secara klasikal) sebagai berikut :

Jumlah anak yang memperoleh nilai bintang ( ,  & )

 % P = X100%  

Total banyaknya anak didik dalam kelas (B2)

 

P = Perolehan nilai klasikal

Jika : Hasil hitungan berada pada persentase 95% - 100%  = BSB

 Hasil hitungan berada pada persentase 85% - 94%  = BSH

 Hasil hitungan berada pada persentase 75% -  84% = MB

 Hasil hitungan berada pada persentase di bawah 75% = BB

Selanjutnya adalah tahap pelaporan berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran

peningkatan kecerdasan visual-spasial anak dengan pemanfaatan bahan limbah

anorganik selama kegiatan, dan tahap akhir adalah penarikan kesimpulan dalam bentuk

penulisan penelitian. 

E.  Indikator Keberhasilan Kinerja

Berdasarkan hasil evaluasi/penilaian yang telah disesuaikan tersebut dan hasil

perhitungan dengan formulasi diatas, selanjutnya diberi makna secara kualitatif berupa

nilai kemampuan dasar kecerdasan visual-spasial anak dalam konveksi, kemudian

disesuaikan dengan indikator keberhasilan kinerja yang digunakan dalam penelitian ini.

Adapun persentase indikator kinerja yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan

menghitung banyaknya anak didik yang memperoleh nilai konversi 2,50 – 4,00 atau

jumlah anak didik yang memperoleh nilai akhir kecerdasan visual-spasial dengan nilai

BSB (Berkembang Sangat Baik) dan BSH (Berkembang Sesuai Harapan), dan secara

klasikal 75% sebagai acuan apakah penelitian tindakan ini telah dapat diselesaikan

ataukah masih harus dilanjutkan ke siklus selanjutnya. Berdasarkan hasil penilaian dari

tagihan indikator penilaian berupa item-item aspek perkembangan kecerdasan spasial

anak yang diamati dan diberi nilai (terdapat pada lembar observasi/assesmen checklist

pada halaman lampiran), maka kegiatan penilitian tindakan ini dihentikan karena

dipandang telah terselesaikan. Berarti, secara individu anak kelompok B2 RA/TK

Almuminin Kendari dikatakan berhasil jika telah memperoleh perkembangan

kecerdasan visual spasial dengan nilai BSB Berkembang Sangat Baik) dan BSH

(Berkembang Sesuai Harapan), dan secara klasikal 75% yang diterapkan guru RA/TK

Al-Mu’minin kota Kendari.

F.  Model Rancangan Pendekatan dan Prosedur Penelitian Tindakan

Sesuai dengan maksud dan tujuan yang terkandung dalam pelaksanaan penelitian

ini, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tindakan atau yang oleh

Hopkins (1993)disebut penelitian tindakan (action research) yang merupakan bagian

dari penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mencari makna yang

melatarbelakangi kinerja guru, sehingga akan diperoleh tingkat pemahaman tentang

masalah atau situasi yang ada dilapangan, khususnya yang menyangkut pelaksanaan

pengelolaan dan proses pembelajaran di kelas.

Proses penelitian tindakan kelas menggunakan proses penelitian observasi dan

wawancara yang bersifat reflektif, partisipatif, dan kolaboratif sebagaimana yang

dikemukakan oleh Hopkins (1993:88-89), dengan langkah-langkah sebagai

berikut: Pertama, diadakan perencanaan bersama (planning converence) anatara guru

(Guru RA/TK) dengan penelitian. Kedua, observasi kelas (classroom observation) pada

kegiatan ini peneliti mengobservasi guru (Guru RA/TK) yang sedang melakukan

kegiatan pembelajaran atau mengajar di kelas dan selanjutnya mengumpulkan data yang

objektif tentang aspek-aspek pengamatan yang telah direncanakan semula. Dan

langkah Ketiga, pertemuan balikan (feedback conference), peneliti dan guru (Guru

RA/TK) mengadakan diskusi untuk saling memberi penilaian (evaluation) atau yang

merupakan refleksi terhadap tampilan pembelajaran. Kemmis dan Mc Taggar, lebih

lanjut mengemukakan bahwa penelitian tindakan dilaksanakan dalam beberapa siklus

tindakan dengan beberapa kali tindakan dalam setiap siklusnya yang mengacu pada

empat langkah utama yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, (4) refleksi.

Keemapat langkah tersebut akan dilaksanakan secara bersiklus dengan jumlah putaran

akan ditentukan berdasarkan perkembangan efektifitas solusi aksi yang ditawarkan

kepada subjek (guru dan siswa). Kedua model tersebut dipadukan dengan formulasi

sesuai dengan kebutuhan penelitian ini yang disesuaikan dengan kondisi lapangan yang

tahapannya dapat digambarkan dalam bentuk siklus seperti pada halaman berikut:

Alternatif pemecahan

(Rencana Tindakan I)

 

Pelaksanaan

Tindakan I

 

SKETSA SIKLUS PENELTIAN TINDAKAN 

PERMASALAHAN

 

SIKLUS I

 

ANALISIS DATA I

 

Terselesaikan

 

REFLEKSI I

 

OBSERVASI

(Monitoring)

 

BELUM

TERSELESAIKAN

 

SIKLUS II

(Program Perbaikan)

 

Alternatif Pemecahan

(Rencana Tindakan II)

 

PELAKSANAAN

TINDAKAN II

 

Terselesaikan

 

REFLEKSI II

 

ANALISIS DATA II

 

OBSERVASI

(Monitoring)

 

SIKLUS SELANJUTNYA

 

BELUM

TERSELESAIKAN

 

 Sri Wuryan Aziz, (2000:57)

Memperhatikan bagan tahapan atau prosedur penelitian tindakan kelas yang

disajikan pada halaman sebelumnya, terlihat bahwa aktifitas penelitian tindakan

berlangsung dari siklus ke siklus selanjutnya. Begitu pun juga pada penelitian yang

penulis akan lakukan kali ini direnacakan dan diupayakan kegiatan tindakan yang

dilakukan dapat terselesaikan dengan baik dalam dua siklus saja. Oleh sebab itu, dalam

perencanaannya, prosedur kegiatan tindakan yang akan dilakukan didesain seoptimal

mungkin bersama mitra peneliti (Guru) dan pengamatannya disesuaikan dengan

perubahan-perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain dalam aspek-

aspek yang akan diamati mengenai faktor perkembangan kreatifitas anak RA/TK Al-

Mu’minin Kendari.

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan ini, langkah-langkah prosedur kegiatan

yang akan dilakukan juga mengikuti tahapan kegiatan sebagaimana yang nampak

terlihat pada gambar skema di halaman sebelumnya. Secara garis besar menurut gambar

tersebut, tahapan atau prosedur kegiatan dalam penelitian tindakan ini yakni: (1)

Perencanaan kegiatan dan tindakan yang akan dilakukan; (2) Pelaksanaan tindakan

(dalam proses belajar-mengajar di kelas); (3) Pengadaaan observasi/pengamatan dan

penilaian (evaluasi); dan (4) Refleksi.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahapan prosedur tersebut, secara rinci

dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Kegiatan perencanaan; hal-hal yang dilakukan pada tahapan ini adalah:

a. Membuat skenario kegiatan belajar sambil bermain bagi anak dengan memanfaatkan

bahan limbah anorganik (RKH).

b. Membuat lembar daftar pengamatan atau pedoman observasi untuk dijadikan acuan

pengamatan dalam mengetahui perkembangan daya kecerdasan visual-spasial anak yang

diamati, serta bagaimana situasi atau keadaan dalam proses kegiatan pembelajaran anak

yang bermain dengan anak yang bermain dengan memanfaatkan media dari bahan

limbah anorganik, baik untuk guru RA/TK (untuk keperluan perbaikan tindakan pada

setiap siklus kegiatan pembelajaran), maupun untuk anak RA/TK guna menilai

kecerdasan visual-spasialnya dalam kegiatan belajar sambil bermain membuat pola-pola

bahan limbah anorganik dan membentuknya menjadi objek seperti yang telah

diperlihatkan guru.

c.  Mempersiapkan berbagai bahan limbah anorganik dan peralatan permainan serta

perlengkapan lainnya yang diperlukan dan yang dapat membantu guru dalam

membimbing dan membelajarkan anak RA/TK secara baik.

d. Mendesain alat evaluasi/penilaian yang digunakan untuk melihat dan mengetahui hasil

pelaksanaan tindakan dan perkembangan kecerdasan visual-spasial anak dalam program

kegiatan belajar sambil bermain membuat pola-pola dari bahan limbah anorganik dan

membentuknya menjadi objek seperti yang akan diperlihatkan atau dicontohkan guru.

e.  Mempersiapkan pedoman untuk jurnal refleksi diri.

2. Pelaksanaan tindakan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah melaksanakan aktivitas proses

belajar sambil bermain bersama anak di dalam kelas dalam rangka mengembangkan

kecerdasan visual-spasial anak, yang sesuai dengan rencana kegiatan pembelajaran yang

telah disusun dan direncanakan sebelum tindakan dilakukan, dan tentunya dengan

memilih tema yang sesuai dengan kurikulum RA/TK dan lingkungan kehidupan sekitar

anak.

3. Kegiatan Observasi dan Evaluasi

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan observasi atau pengamatan

yang skema dan faktual terhadap pelaksanaan tindakan dalam proses kegiatan

pembelajaran anak RA/TK. Kegiatan ini dilakukan secara berkolaborasi dengan salah

satu guru RA/TK Al-Mu’minin kota Kendari, dan selanjutnya mencatat semua kejadian-

kejadian penting dan perubahan-perubahan serta hal-hal lain yang nampak dalam

aktivitas mengajar dan belajar sambil bermain anak, semaua hal ini dalam pengamatan

dan pencatatannya diupayakan evaluasi atau penilaiannya relevan dan sesuai dengan

aspek-aspek pengamatan yang ingin diselidiki pada anak.

4. Refleksi

Hasil-hasil pengamatan dan pencatatan yang diperoleh pada tahap observasi dan

evaluasi dikumpulkan serta dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini, dapat diketahui

kelemahan dan kekurangan yang terjadi dari tindakan yang dilakukan pada setiap

kegiatan pembelajaran dalam satu siklus. Setelah diketahui hal-hal yang dimaksud,

maka diambil suatu keputusan apakah tindakan tersebut dapat dianggap terselesaikan

ataukah dipandang masih perlu perbaikan-perbaikan sehingga siklus tindakan

selanjutnya masih harus dilakukan lagi.

Lampiran 1.

Lembar Observasi Guru

Berkaitan dengan Pelaksanaan Pembelajaran Peningkatan Kecerdasan Visual-

Spasial melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik

Hari / Tanggal :

Tempat : RA/TK ‘Al-Mu’minin

Responden  : Guru

No. Aspek Yang Diamati

Hasil

Pengamatan Keterangan

Ya Tidak

1. Melaksanakan Apersepsi

2. Menyampaikan materi sesuai dengan tujuan

pembelajaran mengenal bilangan yang akan

disampaikan

3. Melaksanakan prosedur

peningkatan kecerdasan visual-spasial yang

akan dilaksanakan

4. Menyediakan dan menjelaskan media yang

akan digunakan dalam peningkatan

kecerdasan visual-spasial

5. Memberikan kesempatan kepada setiap anak

untuk memanfaatkan bahan limbah

anorganik dalam proses pembelajaran

6. Melakukan evaluasi dengan

mereview materi pembelajaran kecerdasan

visual-spasial yang telah disampaikan

 Kendari,

Guru Kelompok B2  Peneliti

Mengetahui,

Kepala RA/TK Al-Mu’minin

 

Lampiran 2.

Pedoman Observasi Anak

Berkaitan dengan Aktivitas Anak

Hari / Tanggal :

Tempat : RA/TK ‘Al-Mu’minin

Responden : Anak

No. Aspek Yang Diamati

Hasil

Pengamatan Keterangan

Ya Tidak

1. Anak mengetahui permasalahan peningkatan

kecerdasan visual-spasial yang disampaikan

2. Anak mampu memegang dan menggunakan

peralatan secara baik dan benar

3. Anak berinteraksi aktif dalam pembelajaran

4. Anak melakukan yang diperintahkan

5. Anak dapat memegang dan menggunting

bahan limbah anorganik (gelas air mineral)

hingga terbagi dua mengikuti garis lengkung

6. Anak mengemukakan hasil perlakuannya

7. Anak memberikan tanggapan

terhadap perlakuan yang telah

diselesaikannya

8. Anak mampu secara kreatif memanfaatkan

bahan limbah anorganik dalam berbagai

bentuk media yang bisa

meningkatkan kecerdasan visual-spasial

9. Anak mengalami kesulitan dengan

permasalahan yang disajikan

10. Anak merapikan peralatan yang telah

digunakan

Kendari,  

Guru Kelompok B2  Peneliti

Mengetahui,

Kepala RA/TK Al-Mu’minin

Lampiran 3.

Lembar Instrumen Penilaian

Instrumen Penilaian Anak

Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak

Melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik

 Pada Anak Kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin Kendari.

Nama Anak Didik : ………………………………

No. Indikator

Nilai Perolehan

BSB BSH MB BB

1. Anak mampu memegang dan

menggunakan peralatan gunting secara

baik dan benar

2. Anak dapat menggunting kertas karton

dan plastik membentuk 6-8 lekukan

gerigi

3. Anak dapat membuat pola gambar

kursi dan meja serta mampu

menggunting pola gambar kursi dan

meja yang telah anak buat sendiri

4. Anak dapat memegang dan

menggunting bahan limbah anorganik

(gelas air mineral) hingga terbagi dua

mengikuti garis vertikal

5. Anak dapat memegang dan

menggunting bahan limbah anorganik

(gelas air mineral) hingga terbagi dua

mengikuti garis lengkung

6. Anak dapat memegang dan

menggunting bahan limbah anorganik

(gelas air mineral) menjadi bentuk

gelang-gelang

7. Anak mampu membuat guntingan

mengikuti pola garis lurus tidak

terputus yang dibuat guru

8. Anak mampu membuat guntingan

mengikuti pola gambar bentuk

segitiga, segi empat, dan kerucut

seperti yang telah dibuat dan

ditunjukkan oleh guru

9. Dengan kecerdasan visual-spasialnya,

anak mampu membuat guntingan

membentuk 1-2 buah kursi dan meja

mengikuti pola yang telah dibuat dan

ditunjukk an guru serta mampu

menghiasinya atau mewarnainya

dengan spidol warna yang telah

disiapkan guru

10. Dengan memanfaatkan bahan limbah

anorganik, anak mampu membuat

guntingan membentuk 1-2 buah mata

angin dan mampu menghiasinya atau

mewarnainya dengan cat warna

Keterangan:

 = (BSB) Berkembang Sangat Baik, jika anak mampu menunjukkan  

kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator tanpa

bantuan guru.

 = (BSH) Berkembang Sesuai Harapan, jika anak menunjukkan  

 kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator namun

 terkadang masih harus diberikan bimbingan dan bantuan guru.

 = (MB)  Mulai Berkembang, yakni jika anak telah mampu  

 menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan

 indikator namun masih sering dibimbing dan dibantu langsung

 oleh guru.

= (BB) Belum Berkembang, yakni jika anak belum menampakkan

 kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator pencapaian

 perkembangan kecerdasan visual-spasial karena dalam

 melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu secara

 langsung dari awal oleh guru.

(Jml nilai BSB x 4) + (Jml nilai BSH x 3) + (Jml nilai MB x 2) +

 (Jml nilai BB x 1)

Perolehan

 Nilai Akhir =

 Anak Didik Jumlah Seluruh Indikator = 10

Sedangkan untuk mengetahui keberhasilan kinerja secara klasikal pada setiap siklus

tindakan menggunakan acuan patokan 75% secara klasikal sebagai berikut :

Jumlah anak yang memperoleh nilai bintang ( ,  & )

 % P = X100%  

Total banyaknya anak didik dalam kelas (B2)

 

P = Perolehan nilai klasikal

Jika : Hasil hitungan berada pada persentase 95% - 100%  = BSB

 Hasil hitungan berada pada persentase 85% - 94%  = BSH

 Hasil hitungan berada pada persentase 75% -  84% = MB

 Hasil hitungan berada pada persentase di bawah 75% = BB

Lampiran 4.

RENCANA KEGIATAN HARIAN (RKH)

Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak

Melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik

Pada Anak Kelompok B2 Di RA/TK Al-Mu’minin

Kecamatan Kambu Kota Kendari

Kelompok  : Kelompok B2

Semester : II

Tema / Sub Tema : Lingkungan / Peralatan Dalam Rumah

Bidang Pengembangan  : Motorik Halus

Tingkat Pencapaian Perkembangan : Melakukan Eksplorasi dengan Berbagai Media

dan Kegiatan

Capaian Perkembangan  : Bereksplorasi dengan Berbagai Media

Indikator  : Membuat Mainan dengan Teknik Melipat, Mengguntingdan Menempel.

Hari / Tanggal  : …………………………………… 2012

Waktu  : ± 60 Menit

I.  Tujuan

A.  Tujuan Umum

Anak dengan kecerdasan visual-spasialnya dapat memanfaatkan bahan limbah

anorganik yang terbuat dari plastik yang banyak berserakan di lingkungan sekitarnya.

B.  Tujuan Khusus

Anak dapat atau mampu mengembangkan kecerdasan visual-spasialnya untuk membuat

bentuk kursi, meja, dan mata angin mainan dengan memanfaatkan limbah plastik.

II. Materi, Media, Sumber Data, dan Metode

a.  Materi : Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak

b. Media  : Bahan Limbah Anorganik(aqua gelas, teh gelas, juice gelas, dan

lain sejenisnya.

c.  Sumber Data  : Kurikulum berdasarkan Permen 58 Tahun 2009 tentang

Standar Pendidikan Anak Usia Dini

d. Metode  : Penugasan dan Hasil Karya

III. Kegiatan Pembelajaran

Ø Pendahuluan (± 10 Menit)

1. Guru membimbing anak untuk berdo’a sebelum belajar, bernyanyi dan mengucapkan

salam.

2. Guru memberi penjelasan sambil bercerita tentang macam-macam peralatan  dalam

rumah, memperlihatkan dan memperagakan serta memberi contoh-contoh konkrit

bagaimana mengolah bahan limbah anorganik menjadi suatu hasil karya sesuai indikator

yang dinilai dan menghubungkan materi pembelajaran (tema dan sub tema) dengan

tindakan penelitian.

Ø Kegiatan Inti (± 40 Menit)

1.  Anak mendengarkan penjelasan guru dan perhatian tertuju pada proses pembelajaran.

2. Guru menjelaskan jenis dan fungsi alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan

menggunting, mebuat pola-pola bentuk kursi, meja, dan mata angin.

3. Guru mengajak, mengarahkan dan memotivasi anak untuk bermain sambil belajar

membuat sesuatu dengan memperlihatkan atau memperagakan bagaimana

mempergunakan alat (gunting) dan bahan-bahan limbah plastik yang telah dipersiapkan

dengan hati-hati dan benar untuk membuat sesuatu (kursi, meja dan mata angin).

4. Membelajarkan, memotivasi, dan membimbing/menuntun anak bagaimana

menggunting secara hati-hati dengan menggunkan gunting agar hasil guntingan juga

baik (menggunting lurus, membelokan guntingan, menggunting dari arah berlawanan,

menggunting dengan irisan kecil-kecil, memegang bahan-bahan limbah seperti kertas,

karton, plastik lalu mengguntingnya, dan sebagainya).

5. Guru mengajak dan meminta anak untuk memperhatikan guru mengerjakan atau

membuat bentuk kursi, meja, dan mata angin dari bahan limbah plastik hingga selesai

menjadi hasil karya.

6. Guru mengajak, memotivasi, dan meminta anak untuk melakukanya sendiri seperti

contoh dan cara yang telah diperlihatkan guru.

7. Dua orang guru keliling ruangan mengamati dan memperhatikan aktifitas anak-anak

untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (karena anak memengang gunting

dalam bermain sambil belajar) dan membantu anak yang mengalami kesulitan.

8. Guru terus berkeliling kelas, menyantuni anak, memberikan bantuan seperlunya,

menanggapi permintaan dan pertanyaan-pertanyaan anak, memotivasi dan menstimulasi

kecerdasan visual-spasial anak dalam memberdayakan alat dan bahan-bahan limbah

anorganik untuk membuat sesuatu, hingga waktu istrahat tiba.

9. Guru mengajak, mengarahkan dan meminta, anak untuk membersikan diri, duduk tertib,

lalu berdoa, kemudian menikmati bekalnya.

10. Guru mengajak dan mengarahkan anak untuk istrahat dan bermain bebas diluar kelas.

Ø Kegiatan Penutup (± 10 Menit)

1.  Guru mendiskusikan kegiatan anak yang telah dilaksanakan seharian.

2. Guru membimbing anak untuk bernyanyi, berdoa pulang, dan ucapkan salam.

IV. Kegiatan Evaluasi

a.  Pelaksanaan evaluasi dilakukan dalam proses pembelajaran.

b. Alat Evaluasi :

 = (BSB) Berkembang Sangat Baik, jika anak mampu  menunjukkan  

 kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator tanpa

 bantuan guru.

 = (BSH) Berkembang Sesuai Harapan, jika anak menunjukkan

 kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator

 namun terkadang masih harus diberikan bimbingan

 dan bantuan guru.

 = (MB)  Mulai Berkembang, yakni jika anak telah mampu

 menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai  

 tagihan indikator namun masih sering dibimbing dan

 dibantu langsung oleh guru.

 = (BB)  Belum Berkembang, yakni jika anak belum  

 menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai  

 tagihan indikator pencapaian perkembangan

 kecerdasan visual-spasial karena dalam

 melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu

 secara langsung dari awal oleh guru.

 Perolehan  (Jml nilai BSB x 4) + (Jml nilai BSH x 3) + (Jml nilai MB x 2) + (Jml nilai

BB x 1)

Nilai Akhir = 

Anak Didik  Jumlah Seluruh Indikator = 10

c.  Hasil evaluasi tercantum pada format penilaian.

Kendari,  

Guru Kelompok B2  Peneliti

Mengetahui,

Kepala RA/TK Al-Mu’minin

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI

KEGIATAN MENGANYAM DI KELOMPOK B TAMAN KANAK – KANAK

KARTIKA V-15 LOA JANAN SAMARINDA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak

sejak lahir sampai dengan usia enam tahun,yang dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan

rohani.Agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Perkembangan Motorik adalah perkembangan dari unsur pengembangan dan

pengendalian gerak tubuh.Perkembangan motorik berkembang dengan kematangan

syarat dan otot.

Perkembangan motorik pada anak meliputi motorik kasar dan halus.Motorik kasar

adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau

seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.Widodo

(2008) perkembangan motorik adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus yang

berkoordinasi dengan otak dalam melakukan sesuatu kegiatan.Motorik merupakan

perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara

susunan saraf,otot,otak,dan spinal cord.Motorik halus adalah gerakan yang

menggunakan otot- otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi

oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.Misalnya, kemampuan memindahkan benda

dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan

sebagainya.Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang

dengan optimal.Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak.Lewat

bermain terjadi stimulasi pertumbuhan otot-ototnya ketika anak melompat, melempar,

atau berlari. Selain itu anak bermain dengan menggunakan seluruh emosi, perasaan, dan

pikiranya.

Pendidikan di Taman kanak – kanak (TK) di laksanakan dengan prinsip “Bermain

sambil belajar, atau belajar seraya bermain”. Sesuai dengan perkembangan, oleh sebab

itu diharapkan seorang pendidik yang kreatif dan inovatif agar anak bisa merasa senang,

tenang, aman dan nyaman selama dalam proses belajar mengajar.

Dalam standar kompetensi kurikulum TK tercantum bahwa tujuan pendidikan DiTaman

Kanak-Kanak adalah membantu mengembangkan berbagai potensi anak baik psikis dan

fisik yang meliputi moral dan nilai – nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa,

fisik/motorik, kemandirian, dan seni untuk memasuki pendidikan dasar.

Berdasarkan observasi di TK Kartika V-15 Loa Janan anak-anak menunjukkan

keterlambatan dalam keterampilan motorik halusnya dalam menganyam,yang ditandai

dengan kurang trampilanya siswa dalam pengembangan kreativitas menggunakan media

kertas dalam pembelajaran. Aktivitas anak dalam keterampilan menggerakan motorik

halus dalam perkembangan menganyam dari kreativitas anak masih belum trampil

dengan ketidakmaksimalan ini penyebabnya adalah pengelolaan kelas, yaitu

penggunaan metode dalam menumbuhkembangkan kreativitas anak dalam

meningkatkan ketrampilan motorik halusnya.Pendidikan di TK dalam pelaksanaan

pembelajaran guru harus mempunyai kemampuan menyesuaikan metode sesuai dengan

karakteristik tujuan anak yang diberi pembelajaran.

Untuk pengembangan kemampuan dasar anak dilihat dari kemampuan fisik/motoriknya

maka guru-guru TK Kartika V-15 Loa Janan akan membantu meningkatkan

keterampilan fisik/motorik anak dalam hal memperkenalkan dan melatih gerakan

motorik kasar dan halus anak, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol

gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup

sehat sehingga dapatt menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat sehat dan terampil.

Sedangkan kompetensi dasar motorik anak TK yang diharapkan dapat dikembangkan

guru saat anak memasuki lembaga prasekolah/TK adalah anak mampu ;

Melakukan aktivitas fisik secara terkoordinasi dalam rangka kelenturan dan persiapan

untuk menulis, keseimbangan, kelincahan, dan melatih keberanian. Mengekspresikan

diri dan berkreasi dengan berbagai gagasan dan imajinasi dan menggunakan berbagai

media/bahan menjadi suatu karya seni. Untuk mengembangkan kemampuan motorik

anak TK, guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran. 

Karakteristik mengembangkan kemampuan motorik anak di TK Kartika V-15 Loa

Janan, melatih gerakan – gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan

mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan

tubuh dan cara hidup sehat.

Lebih lanjut dalam menentukan metode untuk mengembangkan keterampilan motorik

anak, guru memperhatikan tempat kegiatan, apakah didalam ataukah diluar kelas,

keterampilan apa yang hendak dikembangkan melalui berbagai kegaiatan, serta tema

dan pola yang dipilih dalam kegiatan pembelajaran.

Misalnya untuk pengembangan motorik halus anak yang bertujuan agar anak dapat

berlatih menggerakan pergelangan tangan dengan menggambar dan mewarnai atau

menggunting dan menempel maka guru dapat memilih kegiatan yang dilakukan didalam

kelas. 

Namun, guru perlu menyediakan semua peralatan yang diperlukan setiap anak, seperti

kertas, gunting pensil warna atau buku – buku untuk pola yang akan digunting anak,

jumlah peralatan dan bahan diharapkan sesuai dengan jumlah anak sehingga setiap anak

dapat berlatih sendiri – sendiri.

Metode yang dipergunakan adalah metode kegaiatan yang dapat memacu semua

kegiatan motorik yang perlu dikembangkan anak seperti untuk kegaitan motorik halus

anak dapat diberikan aktivitas menggambar, melipat, membentuk, meronce dan

sebagainya. .

Berikut ini diTK Kartika V-15 perencanaan pengembangan motorik anak, dimana guru

merencanakan bentuk evaluasi untuk pengembangan motorik halus anak. 

Tujuan kegiatan adalah untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak TK

Kartika V-15 dengan menganyam. Dari kegiatan ini anak berlatih menggerakkan

pergelangan tangan saat memegang kertas dan juga agar anak dapat menyalurkan

perasaannya dan menciptakan keindahan. 

Topik yang dipilih adalah keterampilan mengayam. Kegiatan akan dilaksanakan

didalam kelas. Guru pun sudah merencanakan langkah kegiatan apa saja yang akan

dilakukannya bersama anak- anak di kelas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan diatas. Masalah penelitian ini dapat

dirumuskan “Bagaimana meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui

kegiatan menganyam di kelompok B di TK Kartika V-15 Loa Janan ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan motorik halus anak melalui

kegiatan menganyam di TK Kartika V-15 Loa Janan.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Siswa

Siswa mendapat pengalamaan langsung untuk mengembangkan koordinasi mata dan

tangan serta mengembangkan kreativitas anak dalam kegiatan menganyam yang

menyenangkan.

b. Bagi Guru

Untuk menambah pengetahuan,keterampilan atau kegiatan guru dalam menggunakan

metode dan alat pembalajaran yang tepat.

c. Bagi sekolah

Memberikan masukan agar meningkatkan kualitas anak sehat rohani dan jasmani.

BAB II

DASAR TEORI

A. Pembahasan tentang perkembangan Motorik Halus

1. Pengertian Perkembangan Motorik Halus

Menurut Moelichatoen (2004) motorik halus adalah “merupakan kegiatan yang

menggunakan otot – otot halus pada jari dan tangan. Gerakan ini keterampilan

bergerak”.

Sedangkan menurut Nursalam (2005) perkembangan motorik halus adalah “kemampuan

anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerak yang melibatkan bagian-bagian

tubuh tertentu dan otot-otot kecil,memerlukan koordinasi yang cermat serta tidak

memerlukan banyak tenaga.”

2. Fungsi Perkembangan Motorik Halus

Menurut Mudjito (2007) mencatat beberapa alasan tentang fungsi perkembangan

motorik halus yaitu:

1. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh

perasaan senang.

2. Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi helpessness (tidak

berdaya) pada bulan – bulan pertama kehidupannya. 

3. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan

sekolah.

3. Perkembangan Motorik Halus Anak

Karakter perkembangan motorik halus menurut Mudjito (2007) keterampilan motorik

halus yang paling utama adalah:

a. Pada saat anak usia 3 tahun,kemampuan gerak halus anak blum berbeda dari

kemampuan gerak halus anak bayi.

b. Pada usia 4 tahun,koordinasi motorik halus anak secara substansial sudah mengalami

kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat,bahkan cenderung sempurna.

c. Pada usia 5 tahun,koordinasi motorik anak sudah lebih sempurna lagi

tangan,lengan,dan tubuh bergerak d bawah koordinasi mata.

d. Pada akhir masa kanak-kanak usia 6 tahun ia belajar bagaimana menggunakan jemari

dan pergelangan tangannya untuk menggunakan ujung pensil.

Gerakan motorik halus adalah bila gerakan hanya melibatkan bagian-bagin tubuh

tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil,seperti keterampilan menggunakan jari

jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Gerakan ini membutuhkan

koordinasi mata dan tangan yang cermat. Gerakan motorik halus yang terlihat saat usia

TK,antara lain adalah anak mulai dapat menyikat giginya, menyisir, memakai sepatu

sendiri, dan sebagainya.

Perkembangan motorik merupakan proses memperoleh keterampilan dan pola gerakan

yang dapat dilakukan anak. Misalnya dalam kemampuan motorik kasar anak belajar

menggerakan seluruh atau sebagian besar anggota tubuh, sedangkan dalam mempelajari

kemampuan motorik halus anak belajar ketepatan koordinasi tangan dan mata. Anak

juga belajar menggerakan pergelangan tangan agar lentur dan anak belajar berkreasi dan

berimajinasi.

Semakin baiknya gerakan motorik halus anak membuat anak dapat berkreasi, seperti

menggunting kertas, menyatukan dua lembar kertas,menganyam kertas,tapi tidak semua

anak memiliki kematangan untuk menguasai kemampuan pada tahap yang sama.Dalam

melakukan gerakan motorik halus anak juga memerlukan dukungan keterampilan fisik

serta kematangan mental ( Sujiono, metode perkembangan fisik ).

4. Faktor – Faktor Motorik Anak

Faktor – faktor yang membantu meningkatkan motorik anak yang dapat dilakukan oleh

guru :

1. Menyediakan peralatan atau lingkungan yang memungkinkan anak melatih

keterampilan motoriknya.

2. Setiap anak memiliki jangka waktu sendiri dalam menguasai suatu keterampilan.

3. Aktivitas fisik anak yang bervariasi, yaitu aktivitas fisik untuk bermain dan

bergembira sambil menggerakkan anggota tubuh.

4. Aktivitas fisik anak dapat mencapai kemampuan yang diharapkan sesuai dengan

perkembangannya. 

B. Menganyam.

1. Pengertian Menganyam.

Menganyam adalah suatu kegiatan keterampilan yang bertujuan untuk menghasilkan

aneka benda/barang pakai dan benda seni, yang dilakukan dengan cara saling

menyusupkan atau menumpang tindihkan bagian – bagian pita anyaman secara

bergantian. Menganyam adalah kegiatan menjalinkan pita atau iratan yang disusun

menurut arah dan motip tertentu. Menganyam diartikan juga suatu teknik menjalinkan

lungsi dengan pakan. Lungsi adalah pita / iratan anyaman yang letaknya tagak lurus

terhadap si penganyam.Pakan adalah pita / iratan yang di susupkan pada lungsi dan

arahnya berlawanan / melintang terhadap lungsi.

Menurut arah sumbu dan jumlah pita/iratan yang disusupkan dapat dibedakan: anyaman

dua sumbu, anyaman tiga sumbu dan anyaman empat sumbu. Anyaman dua sumbu atau

anyaman silang memiliki ciri yaitu menampilkan jalinan pita/iratan yang saling tegak

lurus atau miring. Misalnya anyaman silang tunggal/enam warek dan anyaman silang

ganda/enam kepang. 

Anyaman tiga sumbu cirinya yaitu akan menghasilkan bentuk anyaman jarang/renggang

dengan ciri menampilkan pola segi enam beraturan. Anyaman empat sumbu dibuat

dengan menggunakan empat sumbu yaitu ada yang tegak, mendatar dan ada yang

miring sehingga akan menampilkan ciri bentuk pola anyaman segi delapan beraturan.

Anyaman dua sumbu, anyaman tiga sumbu dan anyaman empat sumbu ini selanjutnya

dapat dikembangkan menjadi berbagai macam motip anyaman kombinasi. Misalnya

anyaman pita, anyaman dasar setali, anyaman model udang, anyaman hias dan lainnya.

Adapun kerativitas menganyam di TK yang dimaksudkan adalah keterampilan dalam

melakukan aktivitas pratek membuat motif anyaman dasar sederhana, anyaman

kombinasi dengan menggunakan bahan kertas berwarna, pita, janur, daun pisang dan

lainnya. Dalam penerapannya diperlihatkan bahan dan motif anyaman yang disesuaikan

dengan kondisi setempat dan tingkat kemampuan anak TK. 

2. Bahan dan Alat untuk kerajinan menganyam.

a. Bahan Anyam.

Beberapa macam jenis bahan anyam yang dapat digunakan dalam kegiatan praktek

keterampilan di TK adalah :

1. Kertas.

Kertas yang digunakan untuk praktek menganyam di TK adalah jenis kertas yang cukup

tebal sehingga akan lebih mudah dalam penggunaannya dan bisa menghasilkan bentuk

anyaman yang baik.

Jenis kertas tersebut yaitu kertas gambar, kertas manila, kertas buffalo, kertas asturo,

kertas bewarna/hias, kertas kalender dan lainnya.

2. Daun Pisang

Penggunaan daun pisang pada kegiatan praktek menganyam digunakan untuk mencoba

membuat motip/bentuk anyaman yang bersifat sementara. Gunakan daun pisang yang

sudah cukup tua dan lembarannya cukup lebar. Dalam penggunaanya daun pisang

dirobek mengikuti serat daun dengan ukuran antara 1 cm – 2 cm, kemudian dibentuk

anyaman sesuai motip yang diinginkan. Selain anak terampil menganyam kegiatan ini

dapat mempraktekkan karakter daun pada anak.

3. Daun Kelapa (Janur)

Penggunaan bahan daun kelapa (janur) pada kegiatan praktek keterampilan di TK antara

lain dapat dilakukan untuk melatih anak membuat anyaman yang berbentuk anyaman

pita, anyaman yang berupa lembaran/motif anyaman tunggal, anyaman ganda, dan

lainnya.

4. Pita

Bahan yang digunakan untuk membuat anyaman yaitu pita kado (pita sintesis) dan

bukan pita kain. Lebar pita disesuaikan dengan bentuk anyaman yang akan dibuat.

5. Plastik.

Plastik sebagai bahan anyaman telah dirancang sengaja untuk bahan anyaman. Adapun

besar kecilnya telah dirancang sesuai dengan tujuannya. Plastik sebagai bahan kerajinan

anyam banyak dijumpai atau dijual di toko – ditoko alat tulis, bentuknya seperti sedotan

minuman dengan pewarnaan langsung, sehingga anda tidak perlu mewarnai lagi.

6. Karet.

Demikian juga dengan karet sebagai bahan anyaman telah dirancang sengaja sebagai

bahan kerajinan anyam. Bahan ini dapat dijumpaui di took alat tulis dengan bentuk

lembaran – lembaran, sehingga apabila akan dipakai harus dipotong – potong terlebih

dahulu menggunakan gunting atau cutter.

7. Bahan anyaman lainnya dapat disesuaikan dengan ketersediaan dilingkungan sekitar

dan tingkat kemudahan dalam penggunaanya. Misalnya bahan alam seperti daun panda,

enceng gondok, iratan bamboo, pitrit (iratan rotan) dan sebagainya.

b. Alat

Peralatan menganyam yang digunakan yaitu :

1. Gunting digunakan untuk memotong lembaran kertas yang akan digunakan untuk

membuat bagian – bagian anyaman.

2. pisau cutter digunakan untuk memotong dan membelah bahan anyaman bamboo dan

rotan.

3. alat ukur yaitu penggaris yang digunakan untuk menentukan ukuran panjang dan

lebar sewaktu menyiapkan bagian – bagian anyaman.

4. bahan pembantu yaitu lem kertas dan lainnya.

3. Manfaat Menganyam.

Menganyam banyak kegunaanya bagi anak TK,selain mempunyai unsur pendidikan

juga untuk mengembangkan koordinasi mata dan tangan,antara lain:

1. Anak dapat mengenal kerajinan tradisional yang ditekuni oleh masyarakat indonesia.

2. Guna untuk melatih motorik halus anak.

3. Melatih sikap emosi anak dengan baik.

4. Dapat terbina ekspresinya yang tumbuh dari pribadinya sendiri,bukan karena

pengaruh dari orang lain.

5. Dapat mengungkapkan perasaannya yang selama ini masih mengendap.

6. Dapat membangkitkan minat anak.

7. Anak menjadi terampil dan kreatif.

8. Dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya.

9. Dapat bermanfaat bagi perkembangan anak.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas atau PTK Penelitian ini bertujuan

untuk meningkatkan keterampilan motorik halus anak melalui menganyam di kelompok

B Taman Kanak – kanak Kartika V-15 Loa Janan.

B. Subjek Penelitian

Rencana penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelompok B di TK Kartika V-15 pada

tahun ajaran 2010/2011 yang terdiri dari 16 siswa.

C. Setting Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di kelompok B Taman Kanak –

kanak Kartika V-15 Loa Janan waktu pelaksanaan semester II tahun ajaran 2010/2011.

D. Faktor Yang Diteliti.

Faktor yang diteliti dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini yang diteliti adalah :

1. Anak didik, yaitu kreativitas dan partisipasi anak dalam proses pembelajaran melalui

metode kreativitas menganyam yang disesuaikan pada tema saat pembelajaran tersebut.

2. Guru yaitu kemampuan guru dalam mengembangkan keterampilan menganyam pada

anak dengan pembelajaran yang menyenangkan.

E. Rancangan dan Pelaksanaan Tindakan.

Rencana dan Pelaksanaan dalam penelitian Tindakan Kelas yang akan dilaksanakan

yaitu :

1. Persiapan Tindakan

Penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan merupakan sebuah proses

pembelajaran dalam meningkatkan partisipasi dan hasil belajar anak melalui kegiatan

kelompok dalam kegiatan metode keterampilan menganyam. 

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan dua siklus, tiap – tiap siklus dilaksanakan

sesuai dengan perubahan partisipasi dan kompetensi yang dicapai, berdasarkan

perencanaan yang telah didesain sebelumnya. 

Untuk mengetahui kompetensi dan hasil dari metode tersebut dilakukan prosedur

penilaian serta kemampuan anak dalam berkomunikasi dengan guru selanjutnya

didiskusikan dengan guru lain yang mengamati terhadap kegiatan yang dilaksanakan

untuk didiskusikan hasilnya dengan tujuan sebagai perbaikkan. Sedangkan untuk

mengetahui partisipasi anak dalam KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar) dilakukan

pengamatan keterlibatan anak selama proses kegiatan berlangsung disekolah.

a. Perencanaan Tindakan.

Penelitian dilakukan di TK Kartika Loa Janan Kelompok B yang berjumlah 16 anak.

Tema yang diambil dalam penerapan pembelajaran yaitu meningkatkan perkembangan

motorik halus anak melalui metode keterampilan menganyam. Rencana tindakan

tersebut meliputi hal – hal sebagai berikut :

1. Pembuatan lembar instrument penelitian. 

2. Membuat SKM (Satuan Kegiatan Mingguan) dan RKH (Rencana Kegiatan Harian).

3. Mempersiapkan media pembelajaran.

4. Mempersiapkan materi pembelajaran untuk dibagikan kepada anak.

5. Membuat evaluasi setiap tahap hasil penelitian, agar dapat mengetahui hasil dari

penelitian tindakan kelas.

6. Mempersiapkan dan menentukan lokasi pembelajaran yang sesuai tema pada hari itu.

b. Pelaksanaan Tindakan.

Pelaksanaan tindakan kelas dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran di TK Kartika

Loa Janan dengan melibatkan anak didik secara langsung guna membahas pembelajaran

yang sesuai dengan tema tersebut agar anak aktif dalam kegiatan metode keterampilan

menganyam.

Dengan proses pembelajaran tidak hanya didalam ruangan kelas atau lingkungan kelas,

namun juga kegiatan diluar, yaitu seperti orientasi yang dilaksanakan satu bulan sekali. 

c. Pengamatan

Dalam tahap ini dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan kelas dengan

menggunakan lembar pengamatan yang telah disiapkan.

d. Refleksi 

Kegiatan refleksi diawali dengan memeriksa catatan yang diperoleh dari pengamatan

penelitian, sehingga dapat mengetahui apakah metode keterampilan menganyam dapat

membantu mengembangkan motorik halus anak. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

mengetahui titik kelemahan maupun kelebihan sehingga dapat menentukan upaya

perbaikan pada setiap siklus berikutnya. Proses ini akan berlangsung dua siklus, sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan.

2. Tahapan Siklus

Adapun tahapan siklus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Siklus Satu

Tahapan Perencanaan pada siklus satu diawali dengan melakukan langkah – langkah

pembelajaran dengan membuat Rencana Kegiatan Harian yang dipersiapkan sebelum

kegiatan pembelajaran berlangsung. Pada siklus satu dilaksanakan dua kali pertemuan

dalam satu minggu.

Tahapan Pelaksanaan dalam siklus satu dilaksanakan proses belajar mengajar dengan

kegiatan keterampilan menganyam. Guru memberikan contoh kepada anak.

Tahapan observasi pada siklus satu dilaksanakan dengan menggunakan lembar

observasi.

Tahapan Refleksi pada siklus satu merupakan kegiatan untuk mengemukakan apa yang

sudah dilakukan. Kegiatan mengevaluasi, analisis, penjelasan, penyimpulan, dan

identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan siklus selanjutnya. Pada siklus satu anak

masih belum meyelesaikan tugas latihan yang dicontohkan guru.

b. Siklus Dua

Tahapan Perencanaan pada siklus dua diawali dengan melakukan langkah – langkah

pembelajaran dengan membuat Rencana Kegiatan Harian yang dipersiapkan sebelum

kegiatan pembelajaran berlangsung.

Pada siklus dua dilaksanakan tiga kali pertemuan dalam Rencana Kegiatan Harian dan

menyiapkan sarana pendukung.

Tahapan Pelaksanaan pada siklus dua dilaksanakan proses belajar mengajar dengan

aspek kegiatan menganyam. Guru menunjukkan peragaan dan mencontohkan cara

menganyam agar anak lebih semangat mengikuti kegiatan keterampilan menganyam.

Dalam pelaksanaan peneliti dibantu satu orang guru dan satu orang kepala sekolah.

Tahapan Observasi pada siklus dua dilaksanakan dengan menggunakan lembar

observasi, Tanya jawab kepada anak tentang keterampilan menganyam.

Tahapan Refleksi pada siklus dua merupakan kegiatan mengevaluasi, analisis,

penjelasan, penyimpulan. Perhatian anak tercurah pada pekerjaan keterampilan

menganyam,anak dapat mengikuti dan bisa menyelesaikan tugas yang diberikan oleh

guru. 

a. Siklus Tiga

Siklus III merupakan pendalaman materi yang telah diberikan pada tindakan siklus I dan

II. Dalam pelaksanaannya siklus III Difokuskan pada aspek ekspresi anak pada

kesesuaian kegiatan menganyam. Tindakan siklus III merupakan hasil akhir dari proses

pembelajaran pada tindakan I dan II. Tindakan siklus I dilaksanakan pada 2 kali

pertemuan, tindakan siklus II dilaksanakan 5 kali putaran dan tindakan siklus III

dilaksanakan 2 kali pertemuan.

Untuk mengetahui behasil tidaknya dalam suatu proses belajar mengajar dilakukan tes

praktek. Tes praktek dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan anak

dalam hal menguasai cara menganyam.

Untuk melihat berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran diadakan evaluasi akhir dan

pencatatan selama proses kegiatan berlangsung.

Suatu pembelajaran diadakan evaluasi akhir dan pencatatan selama proses kegiatan

berlangsung. Adapun Bagan Penelitian Tindakan Kelas setiap siklus adalah sebagai

berikut :

SIKLUS I

SIKLUS II

Gbr : Alur Penelitian Tindakan Kelas dengan tahap pelaksanaan dan pengamatan

bersama. 

F. Instrumen Penelitian.

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hal - hal sebagai berikut :

1. SKM (Satuan Kegiatan Mingguan) dan RKH (Rencana Kegiatan Harian) adalah

perangkat pembelajaran sebagai pedoman guru dalam mengajar yang memuat

kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, alat peraga dan penilaian.

2. Lembar Observasi Anak.

Lembar observasi ini digunakan untuk memantau setiap perkembangan motorik halus

anak dalam menggunakan metode keterampilan menganyam.

3. Lembar Observasi Guru.

Lembar observasi ini disusun untuk memantau perkembangan dari proses pembelajaran

yang dilakukan oleh guru. Penguasaan terhadap metode keterampilan menganyam serta

penguasaan guru dalam penerapan metode tersebut.

4. Pedoman Evaluasi Guru.

Pedoman evaluasi guru disusun dan digunakan oleh guru untuk mengevaluasi anak guna

mengetahui hasil dari metode yang dilaksanakan oleh guru, agar dapat mengetahui

perkembangan motorik halus anak selanjutnya.

5. Jurnal guru. 

Jurnal guru digunakan untuk mengevaluasi metode keterampilan menganyam yang

dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung agar dapat diketahui hasil

yang digunakan dikelas dalam metode keterampilan tersebut.

G. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dan diperoleh berupa :

1. Observasi yaitu pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu

masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau pembuktian terhadap informasi /

keterangan yang diperoleh sebelumnya. 

2. Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara

lisan kepada subyek yang diteliti.

3. Dokumentasi yaitu berupa dokumen-dokumen baik berupa dokumen primer maupun

skunder yang menunjang proses pembelajaran.

H. Teknik Analisis Data.

Teknik analisis data disusun berdasarkan buku penelitian tindakan kelas yang disusun

oleh Zainal Aqib 2009/115 yaitu data yang diperoleh melalui observasi persiklus selama

2 kali pertemuan analisis dalam menentukan kelebihan atau kelemahan tindakan.

Melalui kegiatan refleksi, setiap indikator dicermati sehingga diperoleh kesimpulan

untuk program perbaikan pada siklus berikutnya.

Data yang diperoleh melalui lembar kegiatan atau lembar evaluasi yang merupakan

hasil komunikasi guru dan anak setiap pertemuan pembelajaran dalam setiap siklus lalu

dipersentasikan berapa siswa yang dapat aktif dan merespon dalam metode

keterampilan menganyam sehingga perkembangan motorik halus anak dapat tercapai

selama kurang lebih 30 menit. 

Data ini untuk mengetahui perkembangan anak secara umum. Sebaliknya untuk

mendapatkan data peningkatan kemampuan anak setiap individu, penelitian membuat

catatan khusus pencapaian anak setiap siklus, hal ini sesuai dengan Satuan Kegiatan

Mingguan (SKM) dan Rencana Kegiatan Harian (RKH).

Adapun pelaksanaan pembelajaran dalam mengembangkan motorik halus anak dengan

metode keterampilan menganyam dilakukan berhasil jika pembelajaran itu minimal

mencapai 70% - 80% yang berarti (berkembang sesuai harapan) dari sejumlah anak

yang ada dikelas yang dirumuskan dalam tiap keberhasilan pembelajaran dengan

pedoman penilaian hasil kemampuan anak dalam partisipan yang disampaikan oleh

guru.

Nilai Rata – rata = Jumlah Nilai Anak X 100%

Jumlah Anak

DAFTAR PUSTAKA

Aswin Hadis, Fawzin (2003). Perkembangan Anak Dalam Prespektif Pendidikan Anak

Usia Dini. Buletin PADU Vol. 2 No. 01, April 2003, ISSN 1693-1947.

Cut Kamaril. (2007). Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan Tangan, Jakarta:Depdiknas.

Kurikulum TK dan RA (2004). Standar Kompetensi. Jakarta: Direktorat Pendidikan TK

dan SD,Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Dapertemen Pendidikan

Nasional.

Moeslichatoen R. (1999). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka

Cipta.

Oho Garha. (1983). Seni Rupa, Media Pengajaran dengan Kreativitas,

Jakarta:Depdikbud.

Resjoyo. (1992). Pendidikan Seni Rupa, Jakarta:Erlangga.

Seri Ayah Bunda. (2001). Balita dan Masalah Perkembangannya, Jakarta: Gaya Favorit

Press.

Seri Ayah Bunda. (2002). Dari A sampai Z tentang Perkembangan Anak. Jakarta:Gaya

Favorit Press.

Sides Suelyarto (1984). Bambu Sinar Pengetahuan. Jakarta.

Sumanto (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak. Jakarta.

Suwito (1994). Keterampilan Anyaman Rotan Kalimantan Timur.

Zainal Aqib (2009). Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD,SLB,dan TK.CV

YRAMA WIDYA Bandung.