upaya meningkatkan kemampuan membaca …/upaya...praktik dan proses dalam pembelajaran bahasa ......

77
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS III SEMESTER II DI SDLB NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2009/2010 S K R I P S I Oleh : Cecilia Tyas Rosari Wulandari NIM: X.5108503 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: vuongkiet

Post on 27-May-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA

MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA TUNAGRAHITA

KELAS III SEMESTER II

DI SDLB NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR

TAHUN PELAJARAN 2009/2010

S K R I P S I

Oleh :

Cecilia Tyas Rosari Wulandari NIM: X.5108503

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

39

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA

MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA TUNAGRAHITA

KELAS III SEMESTER II

DI SDLB NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR

TAHUN PELAJARAN 2009/2010

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

Oleh :

Cecilia Tyas Rosari Wulandari

NIM: X.5108503

40

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010 PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim

Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Indianto, M.Pd. Drs. Subagya, M.Si.

41

NIP. 19510115 198003 1 001 NIP. 19601001 198303 1 012

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Jum’at

Tanggal : 23 Juli 2010

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. A. Salim Choiri, M.Kes. …………………………..

Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag. …………………………..

Anggota I : Drs. R. Indianto, M.Pd. .…………………………..

Anggota II : Drs. Subagya, M.Si.

…………………………..

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

42

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 1960 0727 198702 1 001

ABSTRAK

Cecilia Tyas Rosari Wulandari. “Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Melalui Media Gambar pada Siswa Tunagrahita Kelas III Semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010”. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari model cara meningkatan kemampuan membaca melalui media gambar pada siswa tunagrahita kelas III semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa tunagrahita kelas III semester II SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 5 siswa. Teknik analisis data digunakan analisis komparatif, artinya peristiwa/kejadian yang timbul dibandingkan kemudian dideskripsikan ke dalam suatu bentuk data penilaian yang berupa nilai hasil belajar matematika. Dari prosentase dideskripsikan kearah kecenderungan tindakan guru dan reaksi serta hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil pengolahan data dari perbaikan pembelajaran membaca pada siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar melalui media gambar yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar semester II tahun pelajaran 2009/2010. Berdasarkan data siklus I nilai membaca diketahui rerata nilai membaca sebesar 58,00. Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 60,00%. Pada siklus II, rerata nilai membaca sebesar 64,00. Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100%.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca dapat ditingkatkan melalui media gambar pada siswa

43

tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010.

ABSTRACT

Cecilia Tyas Rosari Wulandari. “Effort Of Improve Reading Ability Through Media Image On Mentally Retarded Students Of Elementary Semester II Class III In SDLB Negeri Cangakan Karanganyar In The School Year 2009/2010”. Thesis, Surakarta: The Faculty of Teacher Training and Science Education, Sebelas Maret University, July 2010. The aim of this study is to find a model by improving the reading skills through the medium of drawing on student’s second semester of grade III with mentally retarded in SDLB Negeri Cangakan Karanganyar in the school year 2009/2010. The approach used in this study is Class Action Research (CAR). It is a study done by teacher in the class where he or she teaches by stressing on perfectness or increasing practice and process in learning the Indonesia Languaghe. The subject of this study is all of elementary class III students semester II in SDLB Negeri Cangakan Karanganyar in the school year 2009/2010 that consisting of 5 students. This study uses descriptive comparative analysis technique, namely by comparing the tes value of inter-cycles. This study analyzes the students’ test value before using media image and their test value after using media image two cycles. Based on the result of processing data it can be concluded that the application of students learning to read at grade III with mentally retarded in SDLB Negeri Cangakan Karanganyar through media images that have been executed can be concluded that media images can enhance students’ ability to read grade III with mentally retarded in SDLB Negeri Cangakan Karanganyar semester II in the school year 2009/2010. Based on preliminary data known to the average reading scores reading scores of 58,00. Exhaustiveness classically has reached 60%. In the second cycle, the average reading scores of 64,00. Exhaustiveness classically has reached 100%.

44

Based on the results of this study concluded that reading ability can be enhanced through the medium of drawing on students’ grade III with mentally retarded SDLB Negeri Cangakan Karanganyar in the school year 2009/2010.

MOTTO

Fikiran bukanlah wadah untuk diisi,

Melainkan api yang harus disulut

(Plutarch dalam Martinis Yamin, 2007:183)

45

PERSEMBAHAN

46

Skripsi ini kupersembahkan

kepada:

- Ayahnda dan Ibunda tercinta.

- Suami tercinta.

- Anak-anak tersayang.

- Rekan-rekan PLB FKIP UNS.

- Murid-murid yang kusayangi.

- Almamater.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Esa., atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi

sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam

penyelesaian penelitian tindakan kelas ini, namun berkat bantuan dari

berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi.

Untuk itu, atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan, penulis

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

47

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian

tindakan kelas dan sekaligus sebagai pembimbing I yang telah

memberikan petunjuk selama melaksanakan penelitian sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan .

3. Drs. H.A. Salim Choiri, M.Kes., Ketua Program Studi Pendidikan Luar

Biasa yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi dan telah

memberikan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

4. Drs. Subagyo, M.Si., selaku pembimbing II yang dengan sabar telah

memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

5. Darya Sunaryo, S.Pd., selaku Kepala SDLB Negeri Cangakan

Karanganyar yang telah memberikan ijin tempat penelitian dan

informasi yang dibutuhkan penulis.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian tindakan kelas ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada

kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu

hasilnya juga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala

saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga kebaikan Bapak dan Ibu mendapat pahala dari Tuhan

Yang Maha Esa dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya

dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

berkepentingan.

Surakarta, Juli 2010

48

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGAJUAN .................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................... iv

HALAMAN ABSTRAK .................................................... v

HALAMAN ABSTRACT .................................................... vi

HALAMAN MOTTO .................................................... vii

49

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................... ix

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL .................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................... xiv

DAFTAR GRAFIK .................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................... xv

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah ...........................................................

1

B. Rumusan Masalah ....................................................................

5

C. Tujuan Penelitian ......................................................................

6

D. Manfaat Penelitian ....................................................................

6

BAB II. KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ......................

7

A. Kajian Teori...............................................................................

7

1. Siswa Tunagrahita (C) 7

2. Kemampuan Membaca 13

3. Media Pembelajaran 20

4. Media Gambar 25

B. Kerangka Berpikir .....................................................................

28

C. Hipotesis Tindakan ...................................................................

29

50

Halaman

BAB III. METODE PENELITIAN 30

A. Setting Penelitian ......................................................................

30

B. Subyek Penelitian ......................................................................

30

C. Sumber Data ..............................................................................

30

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data .........................................

30

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................................

33

F. Validitas Data ...........................................................................

34

G. Analisis Data ............................................................................

35

H. Prosedur Penelitian ...................................................................

35

I. Indikator Kinerja .......................................................................

37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...............................

38

A. Pelaksanaan Penelitian 38

B. Hasil Penelitian 50

C. Pembahaan Hasil Penelitian 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 57

A. Simpulan 57

B. Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 59

LAMPIRAN-LAMPIRAN 61

51

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Prosedur Penelitian .................................................... 36

Tabel 2. Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB

Negeri Cangakan Karanganyar pada Kondisi Awal ....................... 39

Tabel 3. Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB

Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus I ................................. 44

Tabel 4. Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB

Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus II ............................... 49

Tabel 5. Kemampuan Membaca Setiap Siklus Melalui Media Gambar ....... 53

Tabel 6. Peningkatan Nilai Rata-rata Kemampuan Membaca Setiap Siklus 54

52

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Cone of Learning dari Edgar Dale ..............................

21

Gambar 2. Kerangka Berpikir 29

Gambar 3. Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas ....................................

35

53

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Peningkatan Kemampuan Membaca Setiap Siswa Melalui

Media Gambar 54

Grafik 2. Peningkatan Kemampuan Membaca Setiap Siklus .......................

55

54

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................. 61

Lampiran 2. Silabus .................................................... 62

Lampiran 3. Kisi-kisi Soal Tes Bahasa Indonesia Kelas III SDLB Negeri

Cangakan Karanganyar .................................................... 63

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ................ 64

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II .............. 69

Lampiran 6. Soal Pelajaran Membaca Kelas III SDLB Negeri Cangakan

Karanganyar (Pre Test) .................................................... 74

Lampiran 7. Soal Pelajaran Membaca Kelas III SDLB Negeri Cangakan

Karanganyar Siklus I .................................................... 75

Lampiran 8. Soal Pelajaran Membaca Kelas III SDLB Negeri Cangakan

Karanganyar Siklus II .................................................... 78

Lampiran 9. Kemampuan Membaca Siswa Kelas III SDLB-C Negeri

Cangakan (Nilai Awal) .................................................... 81

Lampiran 10. Kemampuan Membaca Siswa Kelas III SDLB-C Negeri

Cangakan (Siklus I) .................................................... 82

Lampiran 11. Kemampuan Membaca Siswa Kelas III SDLB-C Negeri

Cangakan (Siklus II) .................................................... 83

Lampiran 12. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus I) ....................... 84

Lampiran 13. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus II) ...................... 85

Lampiran 14. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus I) ..................... 86

Lampiran 15. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus II) .................... 87

Lampiran 16. Perijinan Penelitian .................................................... 88

55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Bahasa, bagi sebagian orang, diperlakukan sekedar alat komunikasi. Implikasinya adalah

adanya kecenderungan yang lebih menekankan aspek komunikasi daripada aspek lain yang

sebenarnya juga penting dalam kaitannya dengan bahasa. Harus diakui, manusia di mana pun,

lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan. Jadilah kemudian

komunikasi lisan dianggap jauh lebih penting dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan

(Maman S. Mahayana, 2008: 1). Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

(berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan

kemampuan intelektual. Mata pelajaran bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan

pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu

pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan mapun tertulis. Pembelajaran bahasa

perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran antara lain dari yang mudah ke yang sukar, dari

hal-hal yang dekat ke yang jauh, dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang diketahui ke yang

belum diketahui, dan dari yang konkret ke yang abstrak.

Pembelajaran bahasa diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa. Siswa

tidak hanya diharapkan mampu memahami informasi yang disampaikan secara lugas atau secara

langsung, melainkan juga yang disampaikan secara terselubung atau secara tidak langsung.

Pembelajaran bahasa mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

aspek tersebut sebaiknya mendapat porsi yang seimbang. Dalam pelaksanaannya sebaiknya

dilakukan secara terpadu.

Pembelajaran bahasa, selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk

meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar, serta kemampuan memperluas wawasan. Salah

satu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan, adalah dengan membaca, karena dengan membaca

akan diperoleh berbagai informasi pengetahuan yang penting. Ilmu pengetahuan dan pengalaman-

pengalaman kita sebagian besar diperoleh dari kegiatan membaca, sehingga membaca merupakan

sarana utama dalam memperoleh ilmu pengetahuan, kemudian membaca juga mempunyai

beberapa manfaat dalam kehidupan sosial, antara lain bahwa membaca merupakan bagian

komunikasi yang penting dalam kehidupan bermasyarakat.

1

56

Tujuan akhir dari pengajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa terampil dalam

berbahasa, terampil menyimak, terampil membaca, dan terampil dalam menulis. Untuk dapat

terampil dalam berbahasa, haruslah ditunjang dengan pengetahuan lain yang berupa pemahaman

kosakata yang cukup. Dengan demikian kosakata turut berperan dalam menentukan kualitas

keterampilan membaca.

Anak tunagrahita yaitu anak yang mempunyai kecerdasan atau IQ di bawah 84, memiliki

keterbatasan dalam hal berpikir, daya ingatnya rendah, sukar berfikir abstrak, daya fantasinya

rendah, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam membaca. Dalam membaca anak tunagrahita

banyak mengalami kesulitan untuk melafalkan kata yang sesuai untuk mengungkapkan apa yang

diinginkan. Hal ini dapat dimaklumi karena mereka mengalami keterbelakangan mental.

Menurut pandangan umum sekolah merupakan lembaga pendidikan yang

dapat mengubah tingkah laku siswa menjadi lebih baik dan lebih terarah, baik di

lingkungan sekolah dan luar sekolah. Menurut Wahjosumidjo (2003:7) “sekolah

sebagai sistem terbuka, sebagai sistem sosial, dan sekolah sebagai agen

perubahan, bukan hanya harus peka penyesuaian diri, melainkan seharusnya pula

dapat mengantisipasikan perkembangan-perkembangan yang akan terjadi dalam

kurun waktu tertentu.”

Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan di sekolah harus menyediakan

sarana belajar yang sesuai kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah disusun untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap

pengembangan siswa dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pendidikan

nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai

dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.

Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk

mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam

rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Isi kurikulum pendidikan

dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang:

pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, membaca dan

menulis, matematika (termasuk menghitung), pengantar sains dan teknologi, ilmu

bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan tangan dan kesenian,

pendidikan jasmani dan kesehatan, menggambar, serta bahasa Inggris.

57

Kemampuan membaca merupakan modal dasar bagi siswa dalam

pembelajaran di sekolah, karena dengan membaca siswa dapat memberikan

makna terhadap tulisan. Menurut Dechant yang dikutip Darmiyati Zuhdi

(2007:21), ”membaca adalah proses pemberian makna terhadap tulisan, sesuai

dengan maksud penulis”. Lebih lanjut Smith mendefinisikan ”membaca sebagai

proses komunikasi yang berupa pemerolehan informasi dari penulis oleh

pembaca” (Darmiyati Zuhdi (2007:21).

Kemampuan membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

yang ada dalam diri pembaca meliputi kemampuan linguistik (kebahasaan), minat,

motivasi, dan kumpulan membaca (seberapa baik pembaca dapat membaca),

sedangkan faktor dari luar diri pembaca salah satunya adalah faktor kesiapan guru

dalam pembelajaran (Darmiyati Zuhdi (2007:23-24). Kemampuan membaca bagi

siswa tunagrahita dimungkinkan dapat berhasil dengan baik dan maksimal bila

didukung oleh penerapan media pembelajaran dari guru yang merupakan faktor-

faktor yang mempengaruhi prestasi belajar membaca dari luar diri siswa.

Kemampuan membaca merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar bahasa Indonesia. Muara akhir dari membaca bacaan adalah

kemampuan memahami ide, kemampuan menangkap makna yang terdapat dalam

tulisan atau bacaan baik makna lugas maupun makna kias, baik makna parsial

maupun makna utuh. Hal ini berarti proses membaca baik yang dilakukan dalam

hati (tak bersuara) maupun yang dilafalkan (disuarakan) bertujuan untuk

memahami bacaan.

Proses membaca merupakan hal yang tidak mudah. Proses membaca bagi

anak tunagrahita dalam praktiknya melibatkan proses kognitif yang meliputi

kemampuan mengingat, berpikir dan bernalar. Kemampuan kognitif dimaksudkan

adalah kemampuan menemukan dan memahami informasi yang tertuang dalam

bacaan secara tepat dan kritis. Seseorang dikatakan memahami bacaan jika ia

dapat menjawab dengan tepat pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan yang

bersifat tersurat (jawabannya secara pasti ada di dalam bacaan) maupun tersirat

(jawabannya tidak terdapat secara jelas di dalam teks bacaan).

58

Siswa tunagrahita memiliki keterbatasan, maka guru diharapkan dapat

memanfaatkan media pembelajaran yang tepat bagi siswa tuna grahita yang

memiliki keterbatasan dibanding anak normal karena anak tunagrahita memiliki

intelektual rendah dengan ciri-ciri: (1) keterhambatan fungsi kecerdasan secara

umum atau di bawah rata-rata, (2) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan

(3) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun (Salim Choiri dan

Munawir Yusuf, 2008:56). Hal yang perlu dicatat adalah membantu siswa untuk

meneliti kebutuhan mana yang secara spesifik menimbulkan masalah, sehingga

dengan bantuan media pembelajaran yang tepat, siswa dapat berusaha

meningkatkan kreativitas sehingga kemampuan membaca dapat ditingkatkan

sesuai dengan kondisi anak, sebagaimana yang dikemukakan (Salim Choiri dan

Munawir Yusuf, 2008:56) bahwa anak tunagrahita memiliki ciri-ciri fisik dan

penampilan perkembangan bicara/bahasa terlambat.

Gambaran selintas, guru-guru di SDLB/C dalam praktiknya mereka

hampir seluruhnya menerapkan metode pembelajaran yang menggunakan

ceramah, sehingga masih memerlukan pembenahan. Upaya pembenahan tersebut

akan sangat bermanfaat bagi siswa, guru bahkan pihak sekolah. Pembenahan yang

harus dilakukan tidak saja berkaitan dengan media pembelajaran namun juga pada

aspek media pembelajarannya yang digunakan.

Secara terbuka harus diakui bahwa kondisi media pembelajaran di

SDLB/C Negeri Cangakan Karanganyar masih dirasa sangat minim, sehingga

dalam proses pembelajarannya kebanyakan guru masih menggunakan metode

ceramah. Pemilihan metode ceramah masih dianggap paling efektif untuk segala

suasana oleh sebagian besar guru. Akibat dari model pembelajaran seperti itu,

aktivitas siswa masih pasif.

Melihat kondisi seperti itu, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian

tindakan kelas pada siswa kelas III. Penelitian tindakan kelas yang dirancang lebih

menekankan pemahaman siswa melalui gambar. Gambar merupakan salah satu

media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Hal itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak

perlu diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui gambar dapat ditunjukkan

59

sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa, selain itu juga dapat

memberikan gambaran tentang maksud bacaan yang ada di dalamnya. Melalui

gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih

konkrit untuk siswa tunagrahita (C). Menurut Gerlach & Ely (dalam Sri Anitah,

2004:22) mengatakan bahwa “gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi

juga seribu tahun atau seribu mil.”

Dalam realitas proses pembelajaran, guru merupakan faktor penentu,

karena guru yang mampu mengerahkan dan mendayagunakan fasilitas

pembelajaran yang tersedia. Dengan melihat gejala dan berbagai pemikiran di

atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul:

Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Melalui Media Gambar pada Siswa

Tunagrahita Kelas III Semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun

Pelajaran 2009/2010.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah seperti telah diuraikan di depan, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah media gambar dapat meningkatkan

kemampuan membaca pada siswa tunagrahita kelas III semester II di SDLB Negeri Cangakan

Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010?.”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatan kemampuan

membaca melalui media gambar pada siswa tunagrahita kelas III semester II di

SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Memperkaya media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa

tunagrahita kelas III semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran

2009/2010.

2. Manfaat Praktis

60

a. Untuk guru

Menemukan alternatif model untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa

tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar.

b. Bagi sekolah

Sebagai sumbangan pemikiran terhadap sekolah dalam rangka peningkatan kemampuan

membaca, sehingga siswa dapat menyelesaikan program pendidikan yang ditempuh dengan

lancar.

c. Bagi peneliti

Mencari solusi permasalahan yang dialami siswa tunagrahita kelas III di SDLB Negeri

Cangakan Karanganyar dalam meningkatkan kemampuan membaca.

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Siswa Tunagrahita (C)

a. Pengertian Siswa Tunagrahita

Ada beberapa istilah mengenai anak tunagrahita, yaitu terbelakang

mental, tuna mental, lemah otak, lemah fikiran, dan mentaly retarded. Yusak S.

(2003: 66) mengemukakan bahwa:

Rertardasi mental adalah keadaan yang menahun dimulai sejak lahir atau masa kanak-kanak dengan ciri khas perkembangan mentalnya menunjukkan keterlambatan, sehingga kemampuan belajarnya sangat terganggu dan tak dapat menyesuaikan dirinya dengan norma-norma masyarakat.

Moh. Amin (2005: 1) yang menguraikan istilah anak tuna graita sebagai

berikut:

61

Anak tunagrahita mengalami keterbelakangan dalam perkembangan kecerdasan. Kalau anak normal umur 10 tahun mencapai kecerdasan sesuai dengan umurnya, maka anak terbelakang hanya mencapai kecerdasan yang sama dengan anak yang lebih muda umurnya.

Menurut YB Suparlan (1993:30) menyebut istilah tunagrahita ringan dengan istilah

mampu didik (the educable) menjelaskan bahwa:

Anak tunagrahita ringan memiliki IQ 50-70, disamping mereka dapat di didik juga dapat dilatih dalam pelajaran membaca, menulis, berhitung menurut tingkatan-tingkatan tertentu dan dihubungkan dengan masalah-masalah kongkrit dalam hubungan sosial (membaca sosial, menulis sosial dan berhitung sosial).

Menurut Bratanata yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 88) bahwa:

Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kecerdasan mental antara

50/55-70/77, mengalami kelambatan dalam perkembangan bicara dan

perkembangan verbal, namun masih mampu menerima pendidikan dan latihan

sesuai dengan program layanan pendidikan di sekolah luar biasa.

b. Ciri-Ciri Kejiwaan Siswa Tunagrahita

Siswa tunagrahita memiliki ciri-ciri kejiwaan tertentu bila dibanding

dengan anak normal pada umumnya. Moh. Amin (2005: 34) menguraikan ciri-

ciri anak tunagrahita sebagai berikut:

Kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing, struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari anak normal.

Pendapat lain dikemukakan oleh Munzayanah (2000: 24) bahwa:

Karakteristik yang nampak serta banyak terjadi pada siswa penyandang tunagrahita adalah: rasa merusak sebagai dasar perkembangan, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil.

7

62

Siswa tuna grahita memiliki keterbatasan dibanding anak normal,

karena anak tunagrahita memiliki intelektual rendah dengan ciri-ciri: (1)

keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2)

ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi selama perkembangan

sampai usia 18 tahun (Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:56). Lebih

lanjut disebutkan bahwa anak tunagrahita memiliki ciri-ciri fisik dan

penampilan perkembangan bicara/bahasa terlambat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak

tunagrahita adalah: 1) kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan

mereka tidak dapat mengurus, 2) mengalami kesukaran dalam memusatkan

perhatian, 3) mengalami kesukaran berfikir abstrak, merekaa berbicara lancar,

4) masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa ataupun khusus,

5) mengalami gangguan dalam sosialisasi, 6) iri hati kodrati yang merupakan

dasar rasa keadilan, 7) bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, 8) sikap

yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, 9) penyesuaian diri yang kaku

dan labil, 10) pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama

dengan anak umur 12 tahun.

c. Klasifikasi Siswa Tunagrahita

Klasifikasi diperlukan untuk memudahkan pemberian bantuan atau

pelayanan kepada anak tunagrahita. Dalam pengklasifikasian ini terdapat

berbagai cara sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu dan ahli yang

mengemukakannya.

Menurut Yusak S. (2003: 61) mengklasifikasikan anak tunagrahita

berdasarkan IQ (tingkat kecerdasan) sebagai berikut:

“Idiot yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun. IQ nya antara 0–19. Imbisil kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7 tahun, minimal sama dengan anak normal usia 3 tahun, IQ nya 20–49. Debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 10 tahun, minimal 7 tahun, IQ nya 50 – 69. Slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal. IQ nya 78 – 89.”

63

Moh. Amin (2005: 23) mengemukakan klasifikasi anak terbelakang

sebagai berikut:

“Idiot kecerdasannya sekalipun sudah berusia lanjut tidak lebih dari anak normal seusia 3 tahun. Embisil kecerdasan maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 7 tahun. Debil kecerdasan perkembangan kecerdasannya antara setengah hingga tiga perempat kecepatan anak normal atau pada usia dewasa kecerdasannya maksimal kira-kira sama dengan anak normal usia 12 tahun. Moron kecerdasannya maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 16 tahun.”

Pendapat lain dikemukakan oleh Mohammad Efendi (2006: 90) yang

mengklasifikasikan anak tunagrahita untuk keperluan pendidikan yaitu:

“Seorang psikolog dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita mengarah kepada aspek indeks mental inteligensinya, indikasinya dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75 kategori debil atau moron. Seorang pedagog dalam mengklsifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajika pada anak. Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu didik, anak tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu rawat.”

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak

tunagrahita berdasarkan tingkat kecerdasan meliputi Idiot yaitu kapasitas

kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun, imbisil

kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7

tahun,. debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak

normal berusia 10 tahun, dan slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya

maksimal sama dengan anak normal IQ nya 78-89. Pengklasifikasian anak

tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajika pada

anak. Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita

mampu didik, anak tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu

rawat.

Berdasarkan klasifikasi dari beberapa ahli tersebut penulis akan

meneliti kasus penyesuaian diri dalam pergaulan siswa penyandang

tunagrahita, yang tergolong mampu didik yang mempunyai IQ antara 50 – 70

yang biasanya juga disebut debil. "Anak tunagrahita mampu didik (debil)

64

adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah

biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui

pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal" (Mohammad Efendi, 2006:

90).

Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu

didik antara lain: 1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; 2)

menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; 3)

keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.

Kesimpulan anak tunagrahita mampu didik adalah anak tunagrahita

yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan

pekerjaan.

d. Faktor Penyebab Tunagrahita

Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang dapat dilihat

dari beberapa faktor, antara lain faktor dari dalam yang dibawa sejak lahir

(faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya

(faktor eksogen).

Menurut Mohammad Efendi (2006: 91), bahwa "sebab terjadinya

ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa

sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan

lainnya (faktor eksogen)." Faktor endogen yaitu faktor ketidaksempuraan

psikobiologis dalam memindahkan gen, sedangkan faktor eksogen yaitu faktor

yang terjdi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi

pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut

Devenport yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 91) dapat dirinci melalui

jenjang sebagai berikut:

1) kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma; 2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur; 3) kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi; 4) kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio; 5) kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelaihiran; 6) kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin; 7) kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa

kanak-kanak.

65

Menurut Moh. Amin (2005: 62) anak tunagrahita dapat disebabkan oleh

berbagai faktor yaitu:

1) Faktor Keturunan, faktor ini terdapat pada sel khusus yang pada pria disebut spermatozoa dan pada wanita disebut sel telur (ovarium). Kelainan orang tua laki-laki maupun perempuan akan terwariskan baik kepada anaknya yang laki-laki maupun perempuan. Apakah warisan tersebut akan nampak atau tidak juga tergantung pada dominan resesifnya kelainan tersebut.

2) Gangguan metabolisme dan gizi. Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental dalam individu.

3) Infeksi dan keracunan, diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi dan keracunan yaitu terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada di dalam kandungan ibunya. Penyakit-penyakit tersebut antara lain: rubella, syphilis, toxoplasmosis dan keracunan yang berupa: gravidity sindrome yang beracun, kecanduan alkohol dan narkotika.

4) Trauma, ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan terkena radiasi zat radioaktif selama hamil.

5) Masalah pada kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai by poxia dapat dipastikan bahwa bayi yang di lahirkan menderita kerusakan otak, menderita kejang, nafas yang pendek, kerusakan otak juga disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit.

6) Faktor lingkungan sosial budaya, lingkungan dapat berpengaruh terhadap intelek anak, kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Tunagrahita dapat disebabkan oleh lingkungan yang tingkat sosial ekonominya rendah. Hal ini disebabkan ketidak-mampuan lingkungan memberikan rangsangan-rangsangan yang diperlukan anak pada masa perkembangannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab anak

tunagrahita adalah: pada masa prenatal kekurangan vitamin, gangguan

psikologis sang ibu, gangguan kelainan janin; pada masa natal proses kelahiran

tidak sempurna, masa pos natal, anak tunagrahita dapat disebabkan pada waktu

kecil pernah sakit ecara terus menerus; faktor keturunan, gangguan

metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan. Di samping itu juga disebabkan

oleh predisposisi genetik terhadap gens atau faktor ekologis atau lingkungan,

dan waktu terjadinya pemaparan, misalnya janin terpapar virus rubella

sewaktu berusia trimester pertama maka kecacatan dapat berat.

66

e. Dampak Tunagrahita bagi Siswa

Ketidakmampuan anak tunagrahita meraih prestasi yang lebih baik dan

sejajar dengan anak normal, karena ingatan anak tunagrahita sangat lemah

dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan

kepada anak tunagrahita cenderung tidak melalui proses analisis kognitif.

Perkembangan kognitif anak tunagrahita sering mengalami kegagalan dalam

melampaui periode atau tahapan perkembangan. Bahkan dalam taraf

perkembangan yang paling sederhana pun, anak tuna grhaita seringkali tidak

mampu menyelesaikan dengan baik.

Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tunagrahita menjadi

masalah besar bagi anak tunagrahita ketika meniti tugas perkembangannya.

Beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi kognitif dan

sekaligus menjadi karakteristiknya menurut Mohammad Efendi (2006: 98),

sebagai berikut:

1) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir. 2) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi. 3) Kemampuan sosialisasinya terbatas. 4) Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit. 5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi. 6) Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertnggi bidang baca, tulis, hitung tidak

lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.

Keterbatasan daya pikir yang dialami anak tunagrahita menyebabkan

mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas

sehari-hari wajar atau tidak, baik perilaku yang berlebihan maupun perilaku

yang kurang serasi. Atas dasar itulah maka untuk anak tunagrahita perlu

dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi perilaku.

Pemberian terapi perilaku pada anak tunagrahita, seorang terapis harus

memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pendidikan

humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi, ketulusan dan

kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak

tunagrahita. Tanpa dilengkapi persyarata tersebut, penerapan teknik motifikasi

perilaku pada anak tunagrahita tidak banyak memberikan hasil yang berarti.

67

2. Kemampuan Membaca

a. Pengertian Kemampuan Membaca

Kemampuan membaca memiliki beberapa pengertian menurut

pandangan beberapa ahli. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan

pendapat para ahli yang berkaitan dengan kemampuan membaca.

Istilah kemampuan memiliki banyak makna, menurut W.J.S.

Poerwadarminta (2001:628), kemampuan mempunyai arti kesanggupan,

kecakapan, kekuatan dalam melakukan suatu tindakan atau kegiatan. Pendapat

lain dikemukakan oleh Jhonson yang dikutip Cece Wijaya dan A. Tabrani

Rusyan (2002:8) menjelaskan bahwa “kemampuan merupakan perilaku

rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi

yang diharapkan.”

Menurut kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan

adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dalam melakukan suatu tindakan

atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan

kondisi yang diharapkan (rasional).

Menurut Dechant yang dikutip Darmiyati Zuhdi (2007:21), ”membaca

adalah proses pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud

penulis”. Lebih lanjut Smith mendefinisikan ”membaca sebagai proses

komunikasi yang berupa pemperolehan informasi dari penulis oleh pembaca”

(Darmiyati Zuhdi, 2007:21). Menutur Farida Rahim (2007:2), “membaca

adalah proses menerjemahkan simbol tulisan (huruf) ke dalam kata-kata

lisan”.

Menurut ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca

adalah proses komunikasi menerjemahkan simbol tulisan (huruf) dalam

pemberian makna terhadap tulisan untuk memperoleh informasi, sesuai dengan

maksud penulis ke dalam kata-kata lisan.

Berdasarkan pengertian kemampuan dan membaca tersebut di atas

dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan membaca adalah kesanggupan,

kecakapan, kekuatan dalam menerjemahkan simbol tulisan (huruf) dalam

68

pemberian makna terhadap tulisan untuk memperoleh informasi, sesuai dengan

maksud penulis ke dalam kata-kata lisan.

Apabila dalam sekolah permulaan, siswa tidak memiliki kemampuan

membaca, maka anak tersebut akan mengalami kesulitan untuk mata pelajaran

yang lain, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lerner sebagai berikut:

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kekamampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Lerner dalam Mulyono Abdurrahman, 1999: 200).

Membaca bukan hanya mengucpakan bahasa tulisan atau lambang

bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahan tulisan.

Dengan demikian, membaca pada hakikatnya merupakan suatu bentuk

komunikasi tulis.

b. Manfaat Membaca

Membaca memberikan banyak manfaat. Beberapa ahli memberikan

pandangan yang bervariasi tentang manfaat membaca. Berikut dikemukakan

manfaat membaca sebagai berikut.

Menurut Farida Rahim (2007:1), “masyarakat yang gemar membaca

memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningaktkan

kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada

masa-masa mendatang.” Adapun manfaat membaca adalah: (1) dapat

menemukan sejumlah informasi dan pengetahuan yang sangat berguna dalam

kehidupan; (2) dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

mutakhir di dunia; (3) dapat mengayakan batin, meluaskan cakrawala

kehidupan; (4) isi yang terkandung dalam teks yang dibacanya dapat segera

dikethaui; (5) membaca intensif dapat menghemat energi, karena tidak

terpancang pada suatu situasi, tempat dan waktu karena tidak menggangu

orang di sekelilingnya.

Kemampuan membaca merupakan tuntutan realitas kehidupan sehari-

hari baik bagi guru maupun siswa. Beribu judul buku dan berjuta koran

69

diterbitkan setiap hari. Ledakan informasi ini menimbulkan tekanan pada guru

untuk menyiapkan bacaan yang memuat informasi yang relevan untuk siswa-

siswanya. Walupun tidak semua informasi perlu dibaca, tetapi jenis-jenis

bacaan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan guru dan siswa

tentu perlu dibaca.

Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan oleh kemampuan dan

kesempatannya dalam membaca, karena membaca merupakan kunci seseorang

meraih berbagai ilmu pengetahuan, teknologi dan wawasan kebudayaan yang

ada di dunia.

Menurut penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa membaca

memiliki banyak manfaat, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

Dengan membaca kita akan memiliki banyak pengetahuan dan dapat

menularkan ilmu yang telah kita peroleh kepada orang lain.

c. Tujuan Membaca

Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena siswa yang membaca

dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan siswa

yang tidak mempunyai tujuan. Kegiatan membaca yang dilakukan seseorang,

memiliki beberapa tujuan. Tujuan utama membaca adalah untuk memperoleh

informasi dan memahami makna bacaan. Menurut Suwaryono Wiryodijoyo

(1999:1) tujuan membaca sebagai berikut:

(1) Membaca untuk kesenangan, materi bacaan berupa roman, novel, komik; (2) Membaca untuk penerapan praktis, materi bacaan berupa buku petunjuk praktis, buku resep makanan, modul ketrampilan; (3) Membaca untuk mencari informasi khusus, materi bacaan berupa ensiklopedia, kamus, buku petunjuk telepon; (4) Membaca untuk mendapatkan gambaran umum, materi bacaan berupa buku teori, buku teks, esay; (5) Membaca untuk mengevaluasi secara umum, materi bacannya berupa roman, novel, maupun puisi.

Dalam hubungannya dengan tujuan membaca, Djago Tarigan (2005:37)

mengemukakan bahwa:

Tujuan utama membaca adalah memperoleh kesuksesan, pemahaman penuh terhadap argumen-argumen yang logis, urutan-urutan retoris atau pola-pola teks, pola-pola simbolisme, nada-nada tambahan yang bersifat

70

emosional dan sosial, pola-pola sikap dan tujuan sang pengarang juga sarana-sarana linguistik yang digunakan untuk mencapai tujuan.

Sedangkan menurut Burn yang dikutip Farida Rahim (2007:11), tujuan

membaca mencakup:

1) kesenangan; 2) menyempurnakan membaca nyaring; 3) menggunakan strategi tertentu; 4) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik; 5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah

diketahuinya; 6) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis; 7) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi; 8) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi

yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks;

9) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Membaca semakin penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin

kompleks. Setiap aspek kehidupan melibatkan kegiatan membaca. Misalkan

pengusaha katering tidak perlu harus pergi ke pasar untuk mengetahui harga

bahan-bahan yang akan dibutuhkan. Dia cukup membaca surat kabar untuk

mendapatkan informasi tersebut. Kemudian, dia bisa merencanakan apa saja

yang harus dibelinya.

Menurut uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca

adalah memahami maksud keseluruhan yang terkandung dalam teks bacaan

sampai hal yang paling mendetail.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Membaca

Tujuan membaca, tentu saja berkaitan erat dengan motivasi dalam

membaca dan minat terhadap materi bacaan. Jika motivasi dan minat sangat

rendah atau bahkan sama sekali tidak ada, menetapkan tujuan yang jelas sering

kali tidak menciptakan motivasi dan meningaktkan minat baca, walaupun

sedikit, kehadirannya sangat berarti.

Kemampuan membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

yang ada dalam diri pembaca meliputi kemampuan linguistik (kebahasaan),

minat, motivasi, dan kumpulan membaca (seberapa baik pembaca dapat

71

membaca), sedangkan faktor dari luar diri pembaca salah satunya adalah faktor

kesiapan guru dalam pembelajaran (Darmiyati Zuhdi (2007:23-24).”

Ketepatan guru dalam mendiagnosis hal-hal yang diduga sebagai faktor

yang mempengaruhi kemampuan siswa seperti yang penulis uraikan tersebut di

atas dapat menjadi petunjuk bagi guru bahasa Indonesia menangani

permasalahan dalam pengajaran membaca. Pembaca yang efektif

menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks

dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca.

Mengenai berbagai faktor penentuan kemampuan membaca, menurut

Yap yang dikutip Darmiyati Zuhdi (2007:25), bahwa kemampuan membaca

seseorang sangat ditentukan oleh faktor kuantitas membacanya, maksudnya

adalah kemampuan membaca seseorang itu sangat dipengaruhi oleh jumlah

waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas membaca. Semakin bayak

waktu membaca setiap hari, besar kemungkinan semakin tinggi tingkat

komprehensinya atau semakin mudah memahami bacaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi perkembangan kemampuan membaca baik itu faktor instrinsik

maupun faktor ekstrinsik. Bagi anak tunagrahita faktor instrinsik berupa

kemampuan psikologis antara lain tingkat intelegensi yang rendah,

kemampuan koordinasi motorik lambat, bicara lambat dan daya ingat yang

rendah perlu diperhatikan dengan merangsang kemampuannya berupa stimulus

dari luar.

e. Strategi Membaca

Untuk memperoleh pemahaman terhadap bahan bacaan. Pembaca

menggunakan strategi tertentu. Pemilihan strategi berkaitan erat dengan faktor-

faktor yang terlibat dalam pemahaman, yaitu teks dan konteks.

Strategi membaca pada dasarnya menggambarkan bagaimana pembaca

memproses bacaan sehingga dia memperoleh pemahaman terhadap bacaan

tersebut. Menurut Klein yang dikutip Farida Rahim (2007:36) mengategorikan

72

model-model strategi membaca ke dalam tiga jenis, yaitu bawah-atas (bottom-

up), atas-bawah (top-down), dan model membaca campuran (eclectic).

Berdasarkan ketiga jenis strategi membaca dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1) Strategi Bawah-Atas (Bottom-Up)

Strategi batas-atas pembaca memulai proses pemahaman teks dari

tataran kebahasaan yang paling rendah menuju ke yang tinggi. Pembaca

model ini mulai dari mengidentifikasi huruf-huruf, kata, frasa, kalimat dan

terus bergerak ke tataran yang lebih tinggi, sampai akhirnya dia memahami

isi teks. Pemahaman ini dibangun berdasarkan data visual yang berasal dari

teks melalui tahapan yang lebih rendah ke tahapan yang lebih tinggi.

2) Strategi Atas-Bawah (Up-Buttom)

Strategi atas-bawah merupakan kebalikan dari strategi bawah-atas.

Pada strategi atas-bawah, pembaca memulai proses pemahaman teks dari

tataran yang lebih tinggi. Dalam hal ini, pembaca mulai dengan prediksi,

kemudian mencari input untuk mendapatkan informasi yang cocok dalam

teks.

3) Campuran (Electic)

Strategi pemahaman bacaan tidak harus memakai salah satu strategi

saja, siswa dapat mengambil dan memilih yang terbaik dari semua strategi

yang ada, termasuk pandangan-pandangan teori dan model pengajaran

membaca. Begitu juga model bawah-atas dan atas-bawah bisa digunakan

dalam waktu bersamaan jika diperlukan.

Berdasarkan kajian teori tentang kemampuan membaca di atas,

dalam penelitian ini indikator aspek kemampuan membaca yang dijadikan

alat ukur meliputi: kemampuan siswa dalam mengucapkan kata-kata dan

memahami makna kata dalam bacaan.

f. Evaluasi Kemampuan Membaca

Evaluasi dilakukan untuk mengungkapkan dan mengukur hasil belajar bahasa

Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan evaluasi menurut Moore yang dikutip Farida Rahim

73

(2007:137) adalah suatu proses pengumpulan, menganalisis data, mempertimbangkan dan

membuat keputusan tentang hasil belajar siswa. Sedangkan pengertian evaluasi menurut

Winkel (2001:313) sebagai berikut:

Evaluasi berarti penentuan sampai seberapa jauh sesuatu berharga, bermutu atau bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan terhadap proses belajar mengajar mengandung penilaian terhadap hasil belajar atau proses belajar itu, sampai seberapa jauh keduanya dapat dinilai baik.

Menurut Anastasi yang dikutip Saifuddin Azwar (2001: 2) “evaluasi berarti penilaian

atau pengukuran yang objektif dan standar terhadap sampel perilaku.”

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi belajar

membaca bahasa Indonesia merupakan penilaian yang standar terhadap tingkat keberhasilan

siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pelajaran membaca bahasa

Indonesia pada kurun waktu tertentu dalam bentuk nilai (angka).

g. Pelajaran Membaca Pada Anak Tunagrahita

Materi pembelajaran membaca mengacu pada bahan ajar atau materi

pembelajaran yang telah digariskan dalam kurikulum. Materi pembelajaran

membaca pada siswa tunagrahita kelas III yang tertuang dalam Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2001, aspek membaca pada pelajaran

Bahasa Indonesia adalah:

1) Menyebutkan huruf pada kata. Siswa diharapkan dapat menyebutkan huruf dalam kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal siswa (menirukan guru).

2) Menyebutkan kata dengan bantuan gambar. Siswa ditunjukkan gambar untuk menyebutkan gambar tersebut, lalu ditampilkan huruf sesuai gambar. Ditampilkan kata-kata baru dengan menujuk gambar yang sesuai dengan huruf.

“Permendiknas No. 24 Tahun 2006, guru sebagai tenaga pengajar

berkewajiban menentukan bahan ajar dalam rangka pengembangan materi.

Tujuan menentukan materi pembelajaran adalah meliputi aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik, dari bahan pembelajaran untuk membentuk

kemampuan kognitiof, sikap dan ketrampilan”. (Direktorat Pembinaan SLB,

2008: 1).

3. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

74

Media pembelajaran memiliki banyak pengertian

sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli,

dimana satu dengan yang lain memiliki perbedaan

yang pada prinsipnya memiliki kesamaan. Dari

pengertian berbagai ahli dapat dijelaskan seperti

berikut.

Media pembelajaran terdiri daru dua kata, yaitu

kata “media” dan “pembelajaran”. Kata media secara

harfiah berarti perantara atau pengantar, sedangkan

kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi

untuk membantu seseorangmelakukan suatu

kegiatan belajar. (http://kazzuya.wordpress.com/

2009/11/14/media-pembelajaran-dalam-

pendidikan/: 1).

Menurut Oemar Hamalik (1994:12) “media

pembelajaran adalah metode dan teknik yang

digunakan untuk mengefektifkan komunikasi dan

interaksi antara guru dan siswa dalam proses

pendidikan dan pengajaran.”

Menurut Association for Educational

Communications Technology (AECT) di Amerika

yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2002:3) media

75

pendidikan ialah segala bentuk saluran yang

digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.

Sementara itu Gagne yang dikutip Arief S. Sadiman,

dkk. (2003:6): “media adalah berbagai jenis

komponen dalam lingkungan siswa yang dapat

merangsangnya untuk belajar.”

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut di atas

dapat disimpulkan, media pembelajaran adalah

segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan dari guru ke siswa sehingga

dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan

minat serta perhatian siswa sedemikian rupa

sehingga proses pembelajaran terjadi dan

berlangsung lebih efisien.

Penelitian ini diharapkan media pembelajaran

yang digunakan dalam mengajar siswa dapat efektif

artinya media tersebut akan lebih tepat guna dan

bermanfaat sesuai yang diharapkan dibandingkan

dengan mengajar tanpa menggunakan media.

b. Fungsi Media Pembelajaran

Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi, sebelum mengetahui

fungsi media ada baiknya melihat diagram cone of learning dari Edgar Dale

76

yang secara jelas memberi penekanan terhadap pentingnya media dalam

pendidikan.

Gambar 1. Diagram Cone of Learning dari Edgar Dale

(Edgar Dale, 1969. http://kazzuya.wordpress.com/2009/11/14/media-

pembelajaran-dalam-pendidikan/: 1).

Berdasarkan gambar tersebut di atas, dapat

dilihat kerucut pelajaran (Cone of Learning) dari

Edgar Dale, bahwa setelah 2 minggu, guru

cenderung untuk mengingat 10% untuk membaca,

20% untuk mendengar, 30% untuk melihat, 50%

untuk mendengar dan melihat, 70% untuk

bercerita/berkata, 90% berkata dan bekerja langsung

(Edgar Dale, 1969. http://kazzuya.wordpress.

77

com/2009/11/14/media-pembelajaran-dalam-

pendidikan/: 1):

Ada dua fungsi utama media pembelajaran.

Fungsi pertama media adalah sebagia alat bantu

pembelajaran, dan fungsi kedua adalah sebagai

media sumber belajar. Kedua fungsi tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut (Edgar Dale, 1969.

http://kazzuya.wordpress.com/2009/11/14/media-

pembelajaran-dalam-pendidikan/: 1-2):

1) Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran yang dimaksud

antara lain: globe, grafik, gambar, dan sebagianya. Materi ajar dengan

tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa. Tanpa

bantuan media, maka materi ajar menjadi sukar dicerna dan dipahami oleh

setiap siswa. Hal ini akan semakin terasa apabila materi ajar tersebut

abstrak dan rumit/kompleks. Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi

melicinkan jalan menuju terrcapainya tujuan pembelajaran.

2) Media pendidikan sebagai sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat

dipergunakan sebagai tempat bahan pembelajaran untuk belajar siswa.

Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu:

manusia, buku perpustakana, media massa, alam lingkungan, dan media

pendidikan. Media pendidikan, sebagai salah satu sumber belajar, ikut

membantu guru dalam memudahkan tercapainya pemahaman materi ajar

oleh siswa, serta dapat memperkaya wawasan siswa.

Arief S. Sadiman dkk (2003:16-17) mengemukakan bahwa secara

umum media pendidikan mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis

atau lisan belaka). 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra seperti misalnya:

a) Obyek terlalu besar – bisa digantikan dengan realitas gambar, film bingkai, film dan model.

78

b) Obyek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film dan gambar.

c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu high speed photography atau low speed photography.

3) Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik dalam hal ini media berguna untuk: a) Menimbulkan kegairahan belajar. b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan

lingkungan. c) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan

minatnya. d) Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan

dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum, dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana latar belakang guru dan siswa sangat berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan.

Adapun dalam penelitian ini media dapat membantu untuk mengatasi

berbagai macam hambatan diantaranya mengurangi sifat verbalisme,

mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan tipe belajar murid karena kelemahan

di salah satu indra, mengatasi sifat anak pasif menjadi aktif, membantu

mengatasi kesulitan guru dalam memberikan pelayanan belajar kepada murid

memperingan beban guru, dan mempermudah belajar murid atau siswa.

c. Macam-macam Media Pembelajaran

Media pembelajaran banyak macamnya. Masing-masing ahli media

mengelompokkan jenis media sesuai dengan sudut pandangnya dan latar

belakangnya sendiri:

Nana Sudjana, Ahmad Rivai (2000:7) mengklasifikasikan media

sebagai berikut: “Beberapa jenis media yang biasa digunakan dalam kegiatan

pendidikan dan pengajaran, dapat digolongkan menjadi media gambar atau

grafis, media fotografis, media tiga dimensi, media proyeksi, media audio dan

lingkungan sebagai media pengajaran.”

Berdasarkan uraian dan klasifikasi di atas dapat penulis kelompokkan

menjadi beberapa jenis kelompok media yaitu:

1) Media gambar/grafis.

2) Media fotografis.

3) Media tiga dimensi.

4) Media proyeksi.

5) Media audio.

79

6) Media lingkungan.

Arief Sadiman S., dkk. (2003:10) mengutip dari pendapat Rudi Bretz

sebagai berikut:

Bertz mengidentifikasi ciri utama dari media menjadi tiga unsur pokok yaitu suara, visual dan gerak. Visual sendiri dibedakan menjadi tiga yaitu gambar, grafis (line graphic) dan simbol yang merupakan kontinuum dari bentuk yang dapat ditangkap dengan indra penglihatan. Di samping itu Bertz juga membedakan media sinar (telecomunication) dan media rekam (recording) sehingga terdapat delapan (8) klasifikasi media 1) media audio visual gerak 2) media audio visual diam 3) media audio visual semi 4) media visual gerak 5) media visual diam 6) media visual semi gerak 7) media audio 8) media cetak.

Melihat uraian di atas pada dasarnya media dipandang dari ciri-cirinya

ada tiga jenis yaitu suara, visual dan gerak.

4. Media Gambar

a. Pengertian Media Gambar Menurut Sri Anitah (2004:22), “media gambar (gambar mati)

merupakan gambar yang dibuat pada kertas karton atau sejenisnya yang tak

tembus cahaya.” Gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat

dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan

kesederhaannnya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu

diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui gambar dapat ditunjukkan sesuatu

yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa, selain itu juga dapat memberikan

gambaran tentang peristiwa yang telah berlalu maupun gambaran masa yang

akan datang. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak

dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa SDLB. Gerlach & Ely yang

dikutip Sri Anitah (2004: 22) mengatakan bahwa “gambar tidak hanya bernilai

seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil.”

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa media gambar adalah media

gambar (gambar mati) dibuat pada kertas karton atau sejenisnya yang tak

tembus cahaya.

b. Manfaat Media Gambar

80

Gambar adalah salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di

dalam setiap kegiatan pembelajaran, karena media gambar memberikan

manfaat dalam pembelajaran. Menurut Azhar Arsyad (2002:43), media gambar

memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Menimbulkan daya tarik pada anak. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat dan perhatian anak.

2) Mempermudah pengertian anak. Suatu penjelasan yang abstrak akan lebih mudah dipahami bila dibantu gambar.

3) Memperjelas bagian-bagian yang penting. 4) Menyingkat suatu uraian.

Penemuan-penemuan dari penelitian mengenai nilai-guna gambar diam

tersebut, menurut Brown yang dikutip Sri Anitah (2004: 31) mempunyai

sejumlah implikasi bagi pengajaran, yaitu:

1) Bahwa penggunaan gambar dapat merangsang minat atau perhatian anak. 2) Gambar-gambar yang dipilih dan diadaptasi secara tepat, membantu anak

memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya. 3) Gambar-gambar dengan garis sederhana seringkali dapat lebih efektif sebagai

penyampaian informasi ketimbang gambar dengan bayangan, ataupun gambar forografi yang sebenarnya. Gambar-gambar realisme yang lengkap yang membanjiri penonton dengan informasi visual yang terlalu banyak, ternyata kurang baik sebagai perangsang belajar dibandingkan gambar atau potret yang sederhana saja.

4) Warna pada gambar diam biasanya menimbulkan masalah. Sekalipun gambar berwarna lebih memikat perhatian anak daripada yang hitam putih, namun tak selalu gambar berwarna merupakan pilihan terbaik untuk mengajar atau belajar. Suatu studi menyarankan agar penggunaan warna haruslah realistik dan bukan sekedar demi memakai warna saja. Kalau pada suatu gambar hitam putih ditambahkan hanya satu warna, maka mungkin akan mengurangi nilai pengajarannya. Pengajaran menyangkut konsep warna, maka gambar-gambar dengan warna yang realistik memang lebih disukai.

5) Kalau bermaksud mengajar konsep yang menyangkut soal gerak, sebuah gambar diam (termasuk film rangkai) mungkin akan kurang efektif dibanding dengan sepotong film bergerak yang menunjukkan gaya (action) yang sama. Dalam hal ini, suatu urutan gambar diam, seperti yang dibuat dengan kamera foto 35 mm dapat mengurangi telalu banyaknya informasi yang ditampilkan oleh suatu film bergerak.

6) Isyarat yang bersifat non-verbal atau simbol-simbol seperti tanda panah, ataupun tanda-tanda lainnya pada gambar diam dapat memperjelas atau mungkin pula mengubah–pesan yang sebenarnya dimaksudkan untuk dikomunikasikan.

Atas dasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media gambar dapat

memberikan manfaat merangsang minat atau perhatian anak, membantu anak

memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang

menyertainya, lebih efektif sebagai penyampaian informasi ketimbang gambar

81

dengan bayangan, ataupun gambar fotografi yang sebenarnya, pengajaran

menyangkut konsep warna, maka gambar-gambar dengan warna yang realistik

memang lebih disukai, urutan gambar diam, seperti yang dibuat dengan kamera

foto 35 mm dapat mengurangi terlalu banyaknya informasi yang ditampilkan

oleh suatu film bergerak., dan isyarat yang bersifat non-verbal atau simbol-

simbol seperti tanda panah, ataupun tanda-tanda lainnya pada gambar diam

dapat memperjelas atau mungkin pula mengubah–pesan yang sebenarnya

dimaksudkan untuk dikomunikasikan.

c. Prinsip-Prinsip Penggunaan Media Gambar

Menggunakan gambar untuk tujuan-tujuan pelajaran yang spesifik,

yaitu dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan

inti pelajaran atau pokok-pokok pelajaran. Tujuan khusus itulah yang

mengarahkan minat siswa kepada pokok-pokok terpenting dalam pelajaran.

Memadukan gambar-gambar kepada pelajaran, sebab keefektifan pemakaian

gambar di dalam proses belajar mengajar memerlukan keterpaduan.

Menggunakan gambar-gambar itu sedikit saja, daripada menggunakan

banyak gambar tetapi tidak efektif. Guru hendaknya berhemat dalam

mempergunakan gambar yaitu gambar yang mengandung makna. Jumlah

gambar yang sedikit tetapi selektif, lebih baik daripada dua kali

mempertunjukkan gambar-gambar yang serabutan tanpa pilih-pilih. Jadi yang

terpenting adalah pemusatan perhatian pada gagasan utama.

Gambar sangat penting dalam mengembangkan kata-kata atau cerita

atau gagasan baru. Guru yang baik akan menyadari bahwa dengan mengurangi

deskripsi verbal kepada gambar-gambar yang dipertunjukkannya akan

dirasakan manfaatnya terutama bagi para siswa pemula belajar membaca.

Mendorong pernyataan yang kreatif, melalui gambar-gambar para siswa akan

didorong untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dan tulisan.

d. Media Gambar pada Anak Tunagrahita

Media gambar untuk anak tunagrahita merupakan gagasan yang

dicetuskan dalam bentuk ilustrasi gambar yang sederhana yang dibuat dalam

ukuran yang disesuaikan dengan materi pelajaran, bertujuan untuk menarik

82

perhatian, membujuk, memotivasi atau memperingatkan pada gagasan pokok,

fakta atau peristiwa tertentu. Disain sebuah gambar adalah merupakan

perpaduan antara keserderhanaan serta dinamika. Bebagai warna yang kontras

seringkali dipakai dalam gambar.

Gambar-gambar dalam pembelajaran bagi anak tunagrahita yang efektif

umumnya enak dipandang dan mudah dimengerti maksudnya. Bahkan dalam

hal-hal seperti gambar-gambar yang sering dilihat setiap harinya didesain

dengan bagus, penulisan bagus, serta warna yang menarik. Jenis-jenis gambar

lain, seperti yang digunakan di sekolah dan di rumah, memerlukan daya tarik

untuk memikat perhatian bagi anak tunagrahita. Gambar yang memikat adalah

perpaduan antara menyenangkan serta menarik hati, kedua-duanya merupakan

unsur yang kuat di dalam belajar” (Sri Anitah, dkk., 2001:27)

Komposisi warna, dan teknik adalah unsur pokok di dalam penyajian

gambar yang efektif. Unsur-unsur warna dan teknik dapat dipakai pada gambar

yang pada dasarnya diperuntukkan bagi sarana gambar. Akan tetapi sebagai

salah satu alat perantara mempunyai sifat unik tertentu. Oleh sebab itu gambar

memiliki keperluan cara pengerjaan tertentu yang berbeda dengan kebanyakan

media lainnya. Seperti sebuah foto atau lukisan, gambar yang baik memerlukan

pusat perhatian agar siswa mudah tertarik dan mudah mengerti maksud

gambar.

B. Kerangka Berpikir

Karangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk sampai pada

hipotesis. Adapun kerangka berpikir penelitian ini sebagai berikut:

Hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam dan dari luar

diri siswa. Media gambar merupakan seperangkat pendukung kemampuan

membaca yang merupakan pengaruh faktor dari luar diri siswa. Media gambar

merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap

kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa memerlukan

perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui

gambar dapat ditunjukkan sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa,

83

selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang maksud dari bacaan. Melalui

gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih

konkrit untuk siswa tunagrahita kelas III SDLB/C Negeri Cangakan Karanganyar

yang dalam pembelajaran membaca didukung dengan media gambar akan

memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding sebelum menerapkan media

gambar.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka digambar bagan

kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Tindakan

Kondisi awal prestasi belajar

Bahasa Indonesia kemampuan membaca

1. Pembelajaran lebih berpusat pada guru.

2. Siswa enggan atau malas belajar membaca.

3. Kemampuan membaca dalam mata pelajaran bahasa Indonesia rendah.

Tindakan

Siklus I : 1. Guru menerapkan media gambar. 2. Guru memberi motivasi belajar kepada

siswa. 3. Guru memberi penjelasan tentang cara

belajar membaca. SiklusII: 1. Penerapan media gambar lebih

ditingkatkan. 2. Guru memberi motivasi belajar kepada

siswa yangmasih rendah kemampuan membacanya.

3. Guru memberi penjelasan cara belajar membaca yang efektif dan efisien.

Kondisi Akhir

1. Kemampuan membaca pelajaran bahasa Indoensia meningkat.

2. Siswa lebih senang untuk belajar membaca.

84

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih perlu diuji

kebenarannya, mengenai bukti-bukti secara ilmiah. Hipotesis tindakan yang

diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa

tunagrahita kelas III semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun

Pelajaran 2009/2010.”

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam bahasa

Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di

kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan

praktik dan proses dalam pembelajaran (Susilo, 2007: 16). Penelitian dilaksanakan di kelas III

SDLB/C Negeri Cangakan Karanganyar pada pembelajaran membaca mata pelajaran bahasa

Indonesia pada semester II tahun pelajaran 2009/2010.

B. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini subyek penelitian adalah siswa kelas III SDLB/C Negeri

Cangakan Karanganyar berjumlah 5 siswa, yang terdiri dari 3 siswa laki-laki dan 2 siswa

perempuan.

C. Sumber Data

Sumber data penelitian tindakan kelas ini berasal dari siswa tunagrahita kelas III SDLB

Negeri Cangakan Karanganyar sebagai subjek penelitian. Data yang berupa kemampuan membaca

dalam mata pelajaran bahasa Indonesia diperoleh dengan menggunakan tes setelah dalam proses

pembelajaran menerapkan media gambar.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

85

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh

peneliti dalam melaksanakan penelitian, karena hal ini merupakan sesuatu yang paling mendasar

guna keberhasilan suatu penelitian dapat tercapai.

Metodologi penelitian menurut Suharsini Arikunto (2006: 136) “Metode penelitian

adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Sedangkan

Sumadi Suryabrata (2000: 59) berpendapat bahwa “Metode penelitian adalah suatu rangkaian

langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan

masalah”.

Berorientasi pada judul penelitian maka metode yang akan penulis gunakan dalam

penelitian tindakan kelas ini dengan metode observasi, dokumentasi, dan tes.

a. Observasi

1) Pengertian Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan

pengamatan secara langsung mengenal fenomena-fenomena dan gejala

psikis maupun psikologi dengan pencatatan. Format yang disusun berisi

item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi

(Suharsimi Arikunto, 2006: 229).

Menurut Supardi (2008: 127), observasi adalah kegiatan pengamatan

(pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah

mencapai sasaran.

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi

adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) secara langsung mengenal

fenomena-fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan

untuk memotret seberapa jauh efek tidakan telah mencapai sasaran.

2) Macam-macam Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses

dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah

perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan observasi proses,

menurut Retno Winarni (2009: 84-85) ada 4 metode observasi yaitu:

a) Observasi Terbuka

Pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya

menggunakan kertas kosong merekam pelajaran yang diamati.

b) Observasi Terfokus

30

86

Ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran.

Misalnya: yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi.

c) Observasi Terstruktur

Observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai,

sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (V) pada tempat

yang disediakan.

d) Observasi Sistematik

Observasi sistematik lebih rinci dalam kategori yang diamati. Misalnya

dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan

verbal dan nonverbal.

3) Observasi yang Digunakan

Dalam penelitian in digunakan observasi terstruktur, dimana

observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai, sehingga

pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (Ö) pada tempat yang

disediakan pada lembar pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa

dalam pembelajaran membaca melalui media gambar. Alasan digunakan

observasi terstruktur adalah untuk mempermudah observer melakukan

pengamatan dan observasi tertruktur sesuai dengan masalah yang diteliti.

b. Dokumentasi

1) Pengertian Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 200) “dokumentasi yaitu data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, notulen, legger, agenda,

dsb”.

2) Dokumentasi yang Digunakan

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk

memperoleh data tentang kemampuan awal membaca siswa yang diambil

dari nilai ulangan kelas dasar II semester II SDLB Negeri Cangakan

Karanganyar.

c. Tes

1) Pengertian Tes

“Tes adalah sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau

tugas yang harus dikerjakan” (Saifuddin Azwar, 2001: 2). Menurut

87

Suharsimi Arikunto (2006:223) tes adalah “Serentetan pertanyaan atau

latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,

pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau

kelompok”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat

yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,

kemampuan atau bakat, berujud pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa

baik secara individu atau kelompok.

2) Macam-macam Tes

Bentuk-bentuk tes antara lain sebagai berikut: 1) Tes benar salah, 2)

Tes pilihan ganda, 3) Tes menjodohkan, 4) Tes isian atau melengkapi, 5)

Tes jawaban singkat (Suharsimi Arikunto, 2006:223).

3) Tes yang Digunakan

Bentuk tes yang dipakai adalah tes objektif. Tes objektif adalah tes

yang hanya satu jawaban dapat dianggap terbaik. Siswa yang diuji diminta

untuk menunjukkan jawaban yang terbaik. Tes yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tes objektif dengan lesan yang terdiri dari 10 item

pertanyaan.

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Agar tes dapat digunakan sebagai alat pengukur prestasi belajar siswa,

maka tes tersebut harus memenuhi syarat sebagai tes yang baik. Tes itu valid

artinya tes yang dibuat hendaknya dapat mengukur apa yang hendak diukur. Tes

yang disusun harus sesuai dengan materi yang pernah diajarkan dan mempunyai

taraf kesukaran yang sama dengan kemampuan siswa. Adapun jenis-jenis validitas

tes menurut Sutrisno Hadi (2000: 111) antara lain: face validity, logical validity,

factorial validity, content validity, external validity, internal validity dan

empirical validity. Adapun uji validitas yang digunakan di sini adalah uji validitas

content validity yaitu instrumen dari beberapa butir tes yang mencerminkan

88

sesuatu faktor yang tidak menyimpang dari fungsi instrumen berupa kisi-kisi

buatan guru berdasarkan KTSP.

Tes harus reliabel, tes cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik

tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-

jawaban tertentu (Suharsimi Arikunto, 2006: 224). Instrumen yang sudah dapat

dipercaya, yang reliabel akan mengahasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Teknik reliabilitas menggunakan standar isi berdasarkan Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar dalam pembelajaran matematika sesuai dengan KTSP.

F. Validitas Data

Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan

dijadikan data dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga data

validitas tersebut dapat dipertanggungjawbkan dan dapat dijadikan sebagai dasar

yang kuat dalam menarik kesimpulan. Adapun teknik yang digunakan untuk

memeriksa validitas dalam penelitian ini adalah triangulasi dan reviu informan.

Moeleong (2004: 330) mengemukakan bahwa “Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Teknik

triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan

triangulasi metode. Triangulasi data (sumber) dilakukan dengan mengumpulkan

data tentang permasalahan dalam penelitian dari beberapa sumber data yang

berbeda. Sedang triangulasi metode dilakukan dengan menggali data yang sama

dengan metode yang berbeda, seperti disinkronkan dengan hasil observasi atau

dokumen yang ada.

Untuk menjaga validitas, secara kolaboratif data dalam penelitian ini

didiskusikan/dikonsultasikan dengan teman sejawat atau tim ahli, serta

diupayakan memperhatikan hal-hal asebagai berikut: 1) observer akan mengamati

keseluruhan sekuensi peristriwa yang terjadi di kelas; 2) tujuan, batas waktu dan

89

rambu-rambu observasi jelas; 3) hasil observasi dicatat lengkap dan hati-hati; dan

4) observasi harus dilakukan secara obyektif.

G. Analisis Data

Data berupa hasil tes diklasifisikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut

dianalisis secara desktiprif, yakni dengan membandingkan nilai tes atarsiklus.

Yang dianalisis adalah nilai tes siswa sebelum menggunakan media gambar; dan

nilai tes siswa setelah menggunakan media gambar; sebanyak 2 siklus. Kemudian,

data yang berupa nilai tes antarsiklus tersebut dibandingkan nilai rata-rata pre tes

dengan pos tes siklus I, nilai rata-rata pos tes siklus I dengan nilai rata-rata post

tes siklus II.

H. Prosedur Penelitian

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan model yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc

Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Suharsimi Arikunto (2007: 16)

mengemukakan model yang didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari

empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu:

1. Perencanaan atau planning

2. Tindakan atau acting

3. Pengamatan atau observing

4. Refleksi atau reflecting

Langkah-langkah penelitian dapat diilustrasikan dalam gambar 3 berikut:

Gambar 3. Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas Kurt Lewin dalam Suharsimi Arikunto (2007: 16)

Tindakan

Refleksi

Perencanaan

Pengamatan

90

Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen tersebut kemudian dikembangkan

oleh Kemmis dan Mc Taggart. Kedua ahli ini memandang komponen sebagai langkah dalam

siklus, sehingga mereka menyatukan dua komponen yang kedua dan ketiga, yaitu tindakan dan

pengamatan sebagai suatu kesatuan. Hasil dari pengamatan dijadikan dasar sebagai langkah

berikutnya, yaitu refleksi kemudian disusun sebuah modifikasi yang diaktualisasikan dalam bentuk

rangkaian tindakan dan pengamatan lagi, begitu seharusnya.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus

dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Untuk melihat

kemampuan membaca dilakukan tes. Hasil tes sebagai dasar untuk menentukan

tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca.

Tabel 1. Prosedur Penelitian

1 Rencana Tindakan

a. Merencanakan pembelajaran yang

akan diterapkan.

b. Menentukan pokok bahasan.

c. Mengembangkan skenario

pembelajaran.

d. Menyiapkan sumber belajar.

e. Mengembangkan format evaluasi.

f. Mengembangkan format observasi.

2 Pelaksanaan

Tindakan

Menerapkan tindakan mengacu pada

skenario pembelajaran.

3 Pengamatan Melakukan observasi dengan

memakai format observasi.

Siklus

I

4 Evaluasi/Refleksi a. Melakukan evaluasi tindakan yang

telah dilakukan.

b. Melakukan pertemuan untuk

membahas hasil evaluasi tentang

skenario pembelajaran dan lain-

lain.

c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan

sesuai hasil evaluasi, untuk

digunakan siklus berikutnya.

d. Evaluasi tindakan I.

e. Refleksi.

91

1 Perencanaan dan

penyempurnaan

tindakan

a. Atas dasar hasil siklus I, dilakukan

penyempurnaan tindakan.

b. Pengamatan program tindakan II.

2 Tindakan Pelaksanaan program tindakan II

dengan melakukan perbaikan yaitu

meningkatkan tindakan dengan

memperbaiki kelemahan-kilemahan

tindakan yang telah dilakukan pada

siklus I

3 Pengamatan Pengumpulan data tindakan II.

Siklus

II

4 Evaluasi/Refleksi a. Evaluasi tindakan II (berdasar-kan

indikator pencapaian).

b. Refleksi.

Kesimpulan

I. Indikator Kinerja

Indikator pencapaian dalam penelitian tindakan kelas ini ditetapkan

apabila hasil belajar membaca secara individu mendapat nilai 60 (KKM) atau

lebih dan secara klasikal mencapai 80% dari jumlah siswa mendapat nilai 60 atau

lebih. Dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 atau lebih dinyatakan

telah mencapai ketuntasan belajar membaca. Penetapan indikator pencapaian

disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti batas minimal nilai yang dicapai dan

ketuntasan belajar bergantung pada guru kelas yang secara empiris tahu betul

keadaan murid-murid di kelasnya (sesuai dengan KTSP).

92

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Deskripsi Kondisi Awal

Pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan kemampuan

membaca di kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar seperti biasa. Materi

meningkatkan kemampuan membaca pada kondisi awal dikemas oleh guru

dengan alokasi waktu 2 x 30 menit. Guru mengawali pembelajaran dengan

mengkondisikan kelas, mengabsen terlebih dahulu siswa tunagrahita kelas III

SDLB Negeri Cangakan Karanganyar dan melaksanakan apersepsi guna menggali

pengetahuan awal siswa dalam rangka upaya mengaitkan materi pembelajaran

yang akan disampaikan.

Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan metode ceramah yang

merupakan salah satu metode yang biasa digunakan guru. Pembelajaran dimulai

dengan penjelasan tentang membaca. Waktu yang digunakan untuk menjelaskan

materi pembelajaran kemampuan membaca, guru memberikan kesempatan kepada

siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas berkenaan dengan materi

pembelajaran kemampuan membaca yang telah diberikan. Pada kesempatan itu,

tidak ada dua siswa yang mengajukan pertanyaan mengenai kemampuan

membaca. Siswa terkesan masih pasif seakan-akan hanya menerima begitu saja

materi yang dijelaskan oleh guru tanpa banyak memberikan tanggapan atau

komentar.

Kemudian, guru memberikan tugas kepada siswa untuk membaca materi

yang diberikan guru yang berkaitan dengan kemampuan membaca. Siswa terlihat

tidak segera membaca soal-soal yang diberikan guru. Sebagian besar siswa

tampak membayangkan atau mengingat-ingat materi yang baru saja diucapkan

guru yang disampaikan dengan metode ceramah, baru kemudian mereka membaca

kata sederhana yang diingat. Selama siswa membaca apa yang disuruh guru, guru

38

93

tidak mengontrol mana siswa yang pasif dalam membaca. Guru tidak mengontrol

atau memberikan bimbingan kepada siswa terhadap kesulitan membaca.

Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia materi kemampuan membaca

dilakukan hingga waktu yang dialokasikan berakhir. Guru menyuruh membaca

satu persatu. Pembelajaran diakhiri tanpa diberikan penguatan atau umpan balik

mengenai proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Berdasarkan gambaran pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia materi

kemampuan membaca di kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar yang

telah diamati tersebut, maka berikut ini dapat disajikan prestasi belajar bahasa

Indonesia yang terkait dengan kondisi awal pembelajaran bahasa Indonesia materi

kemampuan membaca .

Tabel 2. Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Kondisi Awal.

No. Urut Nama Subyek Nilai Keterangan

1 AW 60 Sudah tuntas

2 BS 50 Belum tuntas

3 NS 50 Belum tuntas

4 EV 55 Belum tuntas

5 YY 45 Belum tuntas

Jumlah 260

Rerata Nilai Membaca 52,00

Ketuntasan Klasikal 20,00 % Belum tuntas

Sumber data: Lampiran 9 halaman 81.

Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa

sebanyak 4 siswa memperoleh nilai di bawah 60. Sedangkan siswa yang

memperoleh nilai di atas 60 hanya 1 siswa. Nilai rerata 52,00 dengan tingkat

ketuntasan secara klasikan sebesar 20,00%. Data ini menunjukkan bahwa

pembelajaran membaca pada siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan

Karanganyar belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan demikian,

94

pada kondisi awal ini pembelajaran membaca dapat dikatakan belum mencapai

tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan prestasi belajar membaca yang masih rendah, maka sebagai

guru berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar prestasi belajar bahasa

Indonesia dapat ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas serta didukung

oleh kepala sekolah dan dibantu teman guru kolaborasi, dilakukan inovasi

pembelajaran dengan menerapkan media gambar dengan tujuan meningkatkan

aktivitas belajar dan kemampuan membaca siswa, serta aktivitas guru dalam

melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia.

2. Pelaksanaan Penelitian Siklus I

a. Perencanaan

Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatan-

kegiatan:

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran

bahasa Indonesia siklus I ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi

waktu pertemuan adalah 2 x 35 menit setiap pertemuan. RPP mencakup

ketentuan: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan

pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, langkah-langkah

pembelajaran, metode, sumber dan media, dan penilaian. (Lampiran 4

halaman 64).

2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung

Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran

adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang

biasa digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk

pelaksanaan pembelajaran, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk

lingkaran) sehingga guru dapat menerapkan media gambar dengan baik; (2)

Mempersiapkan media gambar sebagai media pembelajaran sesuai dengan

materi pembelajaran.

95

3) Menyiapkan Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas

selama pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar isian yang mencakup

kegiatan siswa dan juga kegiatan guru. Lembar pengamatan yang

digunakan untuk siswa meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam

pembelajaran yang meliputi: memperhatikan penjelasan guru, mengamati

media gambar, membaca kalimat, pertanyaan pada guru, dan mengerjakan

LKS. Lembar pengamatan yang digunakan untuk guru meliputi bagaimana

guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP, pengkondisian kelas,

menyediakan materi dan sumber belajar, melakukan informasi

pendahuluan, pengolahan waktu dan penguasaan materi, menanggapi

usulan siswa, membuat kesimpulan, dan melaksanakan tes.

b. Pelaksanaan Tindakan

1) Kegiatan Awal (10 menit)

Apersepsi

a) Guru membuka pelajaran, mengadakan presensi sambil memeriksa

siswa apakah sudah siap menerima pelajaran.

b) Guru mengadakan tanya jawab mengenai materi pelajaran yang sudah

diajarkan yaitu bacaan kata.

c) Guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu ”Abjad”

bersama-sama.

2) Kegiatan Inti (45 menit)

a) Guru memberikan informasi mengenai pentingnya membaca dalam

kehidupan sehari-hari bagi siswa.

b) Guru memberikan informasi mengenai materi bacaan yang akan

dipelajari, yaitu membaca kalimat pada gambar.

c) Guru menunjukkan beberapa pias-pias gambar, siswa mengamati

dengan seksama.

d) Siswa bersama-sama guru mengamati serta membaca kalimat pada

pias-pias gambar

96

e) Secara bergantian siswa diminta untuk membaca bersama-sama benda

pada gambar, guru membetulkan bila ada kesalahan.

f) Guru menunjukkan kalimat pada gambar, siswa mengamati.

g) Guru membaca beberapa kalimat pada gambar, siswa bersama-sama

menirukan.

h) Guru menunjukkan kembali beberapa kalimat pada gambar, siswa

diminta membaca bersama.

i) Secara bergantian siswa diminta membaca kembali beberapa kalimat

pada gambar.

j) Guru bersama siswa membicarakan kembali materi pelajaran yang telah

dipelajari.

3) Kegiatan Penutup (15 menit)

a) Guru dan siswa mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran

yang telah dilakukan dengan menyimpulkan materi pelajaran.

b) Guru menutup pelajaran dengan menjelaskan pentingnya kemampuan

membaca bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

c. Pengamatan

Berdasarkan hasil diskusi antara kepala sekolah dengan guru kolaborasi

dalam pembelajaran membaca, peran guru untuk membangkitkan semangat

siswa masih kurang. Guru kurang mengarahkan bagaimana siswa dapat

memanfaatkan waktu dengan baik. Selama mendampingi siswa belajar, guru

kurang maksimal, karena guru kelas belum menggunakan media gambar,

pembelajaran hanya disampaikan dengan metode ceramah yang segala

sesuatunya banyak mendapatkan intervensi guru.

Berdasarkan hasil lembar pengamatan aktivitas guru (lampiran 12 hal.

84) masih rendah, karena aktivitas guru mengajar baru mencapai 62,50%,

sehingga pada siklus berikutnya diharapkan ada peningkatan aktivitas guru,

yaitu dengan melakukan perbaikan terhadap aktivitas guru yang masih kurang,

yaitu dengan melakukan pembenahan terhadap aktivitas yang masih rendah.

Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan

bahwa siswa belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat

97

pada saat guru memberikan penjelasan dengan menerapkan media gambar,

tidak semua siswa memperhatikan, masih terdapat siswa yang kurang

memperhatikan pembelajaran dari guru, ada pandangan siswa yang diarahkan

ke luar kelas dan memikirkan yang lain, bahkan masih ada siswa yang kurang

paham terhadap media gambar yang ditunjukkan guru tentang teknik

mempelajari kemampuan membaca. Hal ini terjadi karena siswa tidak

memikirkan betapa terbatasnya alokasi waktu yang tersedia sehingga mereka

kurang bisa memanfaatkan waktu yang baik.

Pada saat melakukan pengamatan, masih terlihat kekurangsiapan pada

diri siswa. Masih ada di antara mereka yang hanya sekedar membawa buku

catatan dan alat tulis pada saat guru memberikan pelajaran dengan disertai

media gambar, siswa tanpa banyak melakukan aktivitas. Mereka tidak

memperhatikan apa yang disampaikan guru dalam pembelajaran kemampuan

membaca melalui media gambar.

Pada saat mendengarkan penjelasan dari guru, siswa belum

melakukannya dengan segera teknik mengamati gambar yang praktis sehingga

waktu kurang efektif. Siswa juga masih pasif dalam bertanya, belum banyak

memberikan komentar terhadap materi yang dibahas. Hal ini disebabkan

karena siswa belum terbiasa melakukan tanya jawab dalam diskusi kelas.

Siswa belum biasa mengeluarkan pendapat di hadapan teman-temannya.

Berdasarkan hasil lembar pengamatan aktivitas siswa (lampiran 14

halaman 86) masih rendah, karena aktivitas belajar siswa baru mencapai

60,80%, sehingga pada siklus berikutnya diharapkan ada peningkatan aktivitas

siswa, yaitu dengan melakukan perbaikan terhadap aktivitas belajar siswa yang

masih kurang, yaitu dengan memberikan memotivasi akan manfaat

pembelajaran menerapkan media gambar.

Hasil belajar bahasa Indonesia siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri

Cangakan materi meningkatkan kemampuan membaca melalui media gambar

pada Siklus I disajikan dalam tabel berikut:

98

Tabel 3. Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus I.

No. Subyek Pre tes Post tes (Siklus I)

Peningkatan Keterangan

1 AW 60 65 5 : 60 x 100% = 8,33% Tuntas

2 BS 50 60 10 : 50 x 100% = 20,00% Tuntas

3 NS 50 55 5 : 50 x 100% = 10,00% Belum

4 EV 55 60 5 : 55 x 100% = 09,09% Tuntas

5 YY 45 50 5 : 45 x 100% = 11,11% Belum

Jumlah 260 290

Rata-rata 52,00 58,00

Ketuntasan Klasikal

20,00% 60,00 % Belum

Sumber data: Lampiran 10 halaman 82.

Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa

sebanyak 2 siswa memperoleh nilai di bawah 60. Sedangkan siswa yang

memperoleh nilai 60 atau lebih terdapat 3 siswa. Nilai rerata 58,00 dengan

tingkat ketuntasan secara klasikan sebesar 60,00%. Data ini menunjukkan

bahwa pembelajaran membaca pada siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri

Cangakan Karanganyar belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan

demikian, pada siklus I pembelajaran membaca dapat dikatakan belum

mencapai tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan prestasi belajar membaca yang masih rendah, maka

sebagai guru berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar prestasi belajar

bahasa Indonesia dapat ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas serta

didukung oleh kepala sekolah dan dibantu teman guru kolaborasi,

meningkatkan inovasi pembelajaran dengan menerapkan media gambar

berusaha mencari kelemahan-kelemahan untuk dilakukan perbaikan pada

siklus berikutnya dengan tujuan meningkatkan aktivitas belajar dan

kemampuan membaca siswa, serta aktivitas guru dalam melaksanakan

pembelajaran bahasa Indonesia.

99

d. Refleksi

Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa belum

dapat memanfatkan waktu dengan baik. Untuk menindaklanjutinya,

pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan pada siswa pentingnya

pemanfaatan waktu.

Kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran

meningkatkan kemampuan membaca dan jarangnya tanya jawab dilakukan

antara siswa dengan siswa dan bertanya pada guru disebabkan oleh

kekurangpahaman siswa akan pentingnya media gambar untuk meningkatkan

kemampuan membaca sehingga masih terdapat siswa yang menghadapi

kesulitan ketika akan mengucapkan suku kata dan kata. Oleh sebab itu, pada

pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan kepada siswa agar lebih

mempersiapkan diri dan memperhatikan media gambar yang ditunjukkan guru.

Perlu ditingkatkan keaktifan siswa dalam bertanya kepada guru. Siswa

perlu dibangkitkan semangatnya sehingga penerapan media gambar yang

dilaksanakan guru bermanfaat untuk menyempurnakan pemahaman terhadap

peningkatan kemampuan membaca. Siswa masih perlu dibimbing dan

diarahkan karena aktivitas untuk bertanya masih sangat kurang.

3. Pelaksanaan Penelitian Siklus II

Pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan kemampuan

membaca siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada

siklus II masih ditujukan pada pemahaman siswa terhadap pemanfaatan media

gambar. Pelaksanaannya dirancang sebagai berikut:

a. Perencanaan

Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi kegiatan-

kegiatan:

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bahasa

Indonesia siklus II ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi waktu

pertemuan adalah 2 x 35 menit setiap pertemuan. RPP mencakup

100

penentuan: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan

pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, langkah-langkah

pembelajaran, metode, sumber dan media, dan penilaian. (Lampiran 5

halaman 69).

2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung

Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah:

(1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa

digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk

pelaksanaan pembelajaran melalui media gambar, kursi diatur sedemikian

rupa (membentuk lingkaran) sehingga dalam menerapkan media gambar

guru dapat melakukan dengan baik; (2) Mempersiapkan media gambar

sesuai dengan materi pembelajaran.

3) Menyiapkan Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas selama

pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar isian yang mencakup kegiatan

siswa dan juga kegiatan guru. Lembar pengamatan yang digunakan untuk

siswa meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang

meliputi: memperhatikan penjelasan guru, mengamati media gambar,

membaca kalimat, pertanyaan pada guru, dan mengerjakan LKS. Lembar

pengamatan yang digunakan untuk guru meliputi bagaimana guru

mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP, pengkondisian kelas,

menyediakan materi dan sumber belajar, melakukan informasi

pendahuluan, pengolahan waktu dan penguasaan materi, menanggapi

usulan siswa, membuat kesimpulan, dan melaksanakan tes.

b. Pelaksanaan Tindakan

1) Kegiatan Awal (10 menit)

Apersepsi

a) Guru membuka pelajaran, mengadakan presensi sambil memeriksa siswa

apakah sudah siap menerima pelajaran.

b) Guru mengadakan tanya jawab mengenai materi pelajaran yang sudah

diajarkan (membaca nama-nama benda pada gambar)

101

c) Guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu ”Abjad”

bersama-sama.

2) Kegiatan Inti (45 menit)

a) Guru memberikan informasi mengenai pentingnya membaca dalam

kehidupan sehari-hari.

b) Guru memberikan informasi mengenai materi bacaan yang akan

dipelajari, yaitu membaca kalimat pada gambar.

c) Guru menunjukkan beberapa pias-pias gambar, siswa mengamati dengan

seksama.

d) Siswa bersama-sama guru mengamati serta membaca kalimat pada pias-

pias gambar.

e) Secara bergantian siswa diminta untuk membaca kalimat pada gambar,

guru membetulkan bila ada kesalahan.

f) Guru menunjukkan kalimat sesuai dengan gambar yang diamati siswa.

g) Guru membaca beberapa kalimat pada gambar, siswa bersama-sama

menirukan.

h) Guru menunjukkan kembali beberapa gambar yang ditempeli pias

kalimat, serta menyebutkan sesuai dengan gambar.

i) Secara bergantian siswa diminta membaca kembali beberapa kalimat

pada gambar.

j) Guru bersama siswa membicarakan kembali materi pelajaran yang telah

dipelajari.

3) Kegiatan Penutup (15 menit)

a) Guru dan siswa mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran

yang telah dilakukan dengan menyimpulkan materi pelajaran.

b) Guru menutup pelajaran dengan menjelaskan pentingnya kemampuan

membaca bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

c. Pengamatan

Peran guru untuk membangkitkan semangat siswa semakin meningkat.

Guru mulai mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan

baik dan mengajak siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca secara

102

cermat dan cepat melalui media gambar yang diberikan guru. Selama

mendampingi siswa belajar, guru sudah dapat memberikan bimbingan kepada

siswa agar terbiasa dengan pembelajaran dengan memanfaatkan media gambar,

yang segala sesuatunya yang kurang jelas dapat ditanyakan langsung kepada

guru.

Dari hasil lembar pengamatan aktivitas guru (lampiran 13 halaman 85)

telah menunjukkan peningkatan yang signifikan, karena aktivitas guru

mengajar telah mencapai 82,50%, aktivitas guru diharapkan terus ditingkatkan

sehingga proses pembelajaran bahasa Indonesia melalui media gambar untuk

meningkatkan kemampuan membaca dapat dipahami oleh guru.

Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan

bahwa siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat pada saat

siswa diminta mengambil tempat duduk masing-masing, mareka segera

beranjak dari tempat duduk dan siswa segera memperhatikan media gambar

yang dipersiapkan guru.

Pada saat mengamati media gambar materi meningkatkan kemampuan

membaca, seluruh siswa telah menyiapkan diri. Mereka menulis dan membaca

kalimat yang terdapat dalam media gambar. Seluruh siswa sudah mau bertanya

kepada guru untuk menggali beberapa pengalaman yang diingat dari media

gambar sehingga informasi yang didapatkan dari media gambar dapat diserap

oleh siswa.

Pada saat mengerjakan tugas kemampuan membaca, siswa telah

melakukannya dengan segera sehingga waktu yang tersedia dapat diefektifkan

dengan baik. Sebagian siswa sudah aktif dalam bertanya jawab, seluruh siswa

banyak memberikan komentar terhadap materi yang terdapat dalam media

gambar. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa melakukan

tanya jawab saat guru memberikan penjelasan yang terdapat dalam media

gambar. Siswa sudah mulai terbiasa berbicara atau mengeluarkan pendapat di

hadapan teman-temannya.

103

Dari hasil lembar pengamatan aktivitas siswa (lampiran 15 halaman

87) telah menunjukkan peningkatan yang signifikan, karena aktivitas belajar

siswa telah mencapai 81,60%, guru terus memberikan memotivasi akan

manfaat pembelajaran menerapkan media gambar untuk meningkatkan

kemampuan membaca.

Hasil belajar kemampuan membaca melalui media gambar pada Siklus

II disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4. Nilai Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus II.

No. Subyek Post tes (Siklus I)

Post tes (Siklus II)

Peningkatan Keterangan

1 AW 65 70 5 : 65 x 100% = 07,70% Tuntas

2 BS 60 65 5 : 60 x 100% = 83,33% Tuntas

3 NS 55 60 5 : 55 x 100% = 09,09% Tuntas

4 EV 60 65 5 : 60 x 100% = 83,33% Tuntas

5 YY 50 60 5 : 50 x 100% = 10,00% Tuntas

Jumlah 290 320

Rata-rata 58,00 64,00

Ketuntasan Klasikal

60,00% 100,00 % Tuntas

Sumber data: Lampiran 11 halaman 83.

Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa

seluruh siswa memperoleh nilai 60 atau lebih. Nilai rerata 64,00 dengan tingkat

ketuntasan secara klasikan sebesar 100,00%. Data ini menunjukkan bahwa

pembelajaran membaca pada siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri

Cangakan Karanganyar telah memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan

demikian, pada siklus II pembelajaran membaca dapat dikatakan telah

mencapai tujuan yang diharapkan.

d. Refleksi

Berdasarkan hasil observasi siklus II, guru telah memberikan motivasi

kepada siswa akan perlunya peningkatan keaktifan siswa dalam mengajukan

104

pertanyaan terhadap permasalahan yang belum jelas. Siswa perlu memiliki

semangatnya sehingga dalam meningkatkan kemampuan membaca untuk

menyempurnakan pemahaman terhadap materi belajar bahasa Indonesia. Siswa

terus dibimbing guru dan diarahkan untuk meningkatkan aktivitas belajar,

untuk terus bertanya kepada guru terhadap materi yang kurang jelas terhadap

media gambar yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan membaca.

Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa, dapat diketahui bahwa

siswa telah memanfatkan waktu dengan lebih baik daripada siklus I. Guru terus

menerus menekankan pada siswa akan pentingnya menghargai waktu dalam

pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan kemampuan membaca .

Semangat siswa meningkat dalam melakukan kegiatan membaca, dan

siswa memberanikan beranya pada guru, siswa paham akan pentingnya

bertanya kepada guru yang berkaitan dengan media gambar yang dilihatnya

sehingga kesulitan yang dihadapi siswa ketika akan membaca dapat teratasi.

Pada pembelajaran berikutnya guru lebih menekankan kepada siswa untuk

lebih mempersiapkan diri sebelum melakukan kegiatan membaca dengan

memanfaatkan media gambar yang telah dipersiapkan guru.

B. Hasil Penelitian

1. Kondisi Awal

Kondisi awal pembelajaran membaca pada siswa kelas III SDLB Negeri

Cangakan Karanganyar dilakukan dengan metode ceramah. Dalam proses

pembelajaran ini, masih tampak didominasi oleh segi-segi teoritik. Guru masih

banyak menjelaskan materi pembelajaran secara monoton. Siswa hanya

memperhatikan penjelasan guru sehingga pembelajaran hanya berjalan searah.

Dengan kondisi demikian, siswa sangat pasif selama mengikuti pembelajaran

sehingga terkesan hanya sebagai objek, bukan subjek pembelajaran.

Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa tidak mendapat bimbingan dari

guru tentang materi yang tidak dapat dikuasai siswa. Berdasarkan tes pada kondisi

awal, diketahui 4 siswa mendapat nilai kurang dari 60,00. Hanya 1 siswa yang

105

mendapat nilai 60,00. Nilai rata-rata kelas 52,00 dengan tingkat ketuntasan secara

klasikan sebesar 20,00%.

2. Hasil Penelitian Siklus I

Deskripsi siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum

berjalan dengan baik. Guru belum aktif dalam kegiatan pembelajaran bahasa

Indonesia materi meningkatkan kemampuan membaca melalui media gambar.

Aktivitas guru dalam pembelajaran membaca belum menunjukkan aktivitas yang

diharapkan, karena rata-rata aktivitas mengajar guru masih rendah yaitu 60,00%,

sehingga diperlukan kreativitas guru untuk lebih mendalami media gambar,

dengan penekanan tersebut diharapkan pada siklus berikutnya ada peningkatan

yang signifikan terhadap aktivitas guru.

Indikator aktivitas pembelajaran guru yang masih perlu ditingkatkan

meliputi: pengolahan waktu dan menanggapi usulan siswa.

Deskripsi aktivitas belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa proses

pembelajaran belum berjalan maksimal. Siswa belum aktif melakukan kegiatan-

kegiatan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal

ini disebabkan oleh karena siswa telah terbiasa belajar dengan lebih banyak

mengandalkan instruksi guru. Pada saat membaca membaca siswa kurang

bersemangat karena kurang memahami pentingnya media gambar di dalam

memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kemampuan membaca.

Akibatnya, pengetahuan siswa pun kurang. Hal ini terjadi karena siswa kurang

memahami makna gambar. Kalaupun mengamati, siswa tidak melakukan

identifikasi dan tidak merangkai bagian-bagian yang relevan dan penting sehingga

siswa kesulitan memahami gambar dengan baik.

Data yang diperoleh dari observasi menunjukkan bahwa aktivitas siswa

dalam mengikuti pembelajaran sebagian besar siswa belum memiliki aktivitas

yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas belajar siswa masih rendah yaitu

60,80%. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama mengikuti

pembelajaran belum sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.

106

Berdasarkan hasil tes bahasa Indonesia materi kemampuan membaca pada

siklus I diketahui rerata kelas sebesar 58,00, terdapat 2 siswa yang belum tuntas

karena mendapat nilai kurang dari 60,00 dan terdapat 3 siswa mendapat nilai

60,00 atau lebih. Ketuntasan secara klasikal sebesar 60,00%.

3. Hasil Penelitian Siklus II

Pada siklus ke II, guru telah melaksanakan aktivitas mengajar dengan baik.

Dari hasil pengamatan pada siklus II diperoleh rerata aktivitas guru 81,50%.

Indikator aktivitas guru dalam pembelajaran rata-rata telah memiliki kriteria baik

dan sangat baik karena telah mencapai batas tuntas.

Aktivitas siswa pada siklus II, siswa telah mengikuti pembelajaran dengan

baik. Siswa bersemangat dan antusias mengikuti proses pembelajaran. Perhatian

siswa terhadap materi yang disampailkan guru melalui media gambar diikuti

dengan senang hati dan dapat memahami apa yang dimaksudkan dalam media

gambar yang diberikan guru.

Data yang diperoleh dari observasi siklus II menunjukkan bahwa aktivitas

siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia materi kemampuan

membaca telah memiliki aktivitas yang diharapkan, rata-rata aktivitas belajar

siswa telah mencapai 81,60% yang diasumsikan telah tuntas.

Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai bahasa

Indonesia materi meningkatkan kemampuan membaca sebesar 64,00. Ketuntasan

secara klasikal sebesar 100%. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui rerata

yang dicapai sudah memenuhi indikator kinerja dan secara klasikal telah

mencapai batas tuntas.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan data awal kemampuan membaca, diketahui nilai rerata

sebesar 52,00, terdapat 4 siswa nilai kurang dari 60,00 dan 1 siswa mendapat nilai

60,00. Ketuntasan secara klasikal sebesar 20,00%. Berdasarkan data tersebut,

107

rerata kelas belum mencapai batas tuntas yang ditetapkan. Demikian pula, secara

klasikal belum mencapai ketuntasan.

Berdasarkan hasil tes pada siklus I, diketahui rerata nilai kemampuan

membaca sebesar 58,00, sebanyak 3 siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih (tuntas

belajarnya) dan tinggal 2 siswa yang belum tuntas, karena nilainya masih di

bawah 60,00. Ketuntasan secara klasikal mencapai 60,00%. Berdasarkan data

tersebut, secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar.

Berdasarkan hasil tes pada siklus II, diketahui rerata nilai kemampuan

membaca sebesar 64,00, seluruh siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih (tuntas

belajarnya). Ketuntasan secara klasikal mencapai 100%. Berdasarkan data

tersebut, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar.

Berdasarkan hasil observasi, dengan upaya-upaya perbaikan yang

dilakukan pada pembelajaran membaca melalui media gambar, hasil yang dicapai

siswa mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari naiknya

persentase hasil tes yang diperoleh siswa.

Tabel 5. Kemampuan Membaca Setiap Siklus Melalui Media Gambar.

Siklus I Siklus II No. Subyek Pre Post Ket Pre Post Ket

1 AW 60 65 8,33% 65 70 07,70%

2 BS 50 60 20,00% 60 65 83,33%

3 NS 50 55 10,00% 55 60 09,09%

4 EV 55 60 09,09% 60 65 83,33%

5 YY 45 50 11,11% 50 60 10,00%

Jumlah 260 290 290 320

Rata-rata 52,00 58,00 58,00 64,00

Ketuntasan 20,00% 60,00% 60,00 % 100,00%

Dari hasil nilai rata-rata secara individu dari setiap siklus dapat dibuat

tabel perbandingan sebagai berikut:

108

30

35

40

45

50

55

60

65

70

AW BS NS EV YY

Nilai Awal Siklus I Siklus II

Grafik 1. Peningkatan Kemampuan Membaca Setiap Siswa Melalui Media Gambar.

Dari hasil nilai rata-rata secara klasikal dari setiap siklus dapat dibuat tabel

perbandingan sebagai berikut:

Tabel 6. Peningkatan Nilai Rata-rata Kemampuan Membaca Setiap Siklus

S i k l u s Nilai Rata-rata Peningkatan

Tes Awal 52,00 -

Siklus I 58,00 6,00

Siklus II 64,00 6,00

Berdasarkan peningkatan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas

III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar melalui penerapan media gambar secara

klasikal dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:

109

30

35

40

45

50

55

60

65

Nilai Kemampuan Membaca

Nilai Awal Siklus I Siklus II

Grafik 2. Peningkatan Kemampuan Membaca Setiap Siklus

Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai kemampuan

membaca telah mencapai 64,00 dari 5 siswa seluruhnya mendapat 60,00 atau

lebih. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100% siswa mendapat nilai 60,00 atau

lebih yang dapat diasumsikan indikator kinerja secara klasikal telah mencapai

batas tuntas.

Berdasarkan hasil penelitian bila dihubungkan dengan kajian teori masih

relevan, karena gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat

dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dengan menerapkan

media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca, karena melalui gambar

siswa dapat ditunjukkan sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa,

selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang peristiwa yang telah berlalu

maupun gambaran masa yang akan datang. Melalui gambar, guru dapat

menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa SLB

tunagrahita (C).

110

Di samping kelebihan dari media gambar untuk meningkatkan kemampuan

membaca, media gambar memiliki beberapa manfaat, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Brown yang dikutip Sri Anitah (2004: 31) bahwa, manfaat

media gambar bagi anak tunagrahita dapat merangsang minat atau perhatian anak

memahami materi pembelajaran, gambar-gambar yang dipilih dan diadaptasi

secara tepat, membantu anak tunagrahita memahami dan mengingat isi informasi

bahan-bahan verbal yang menyertainya. Di samping itu manfaat media gambar

bagi anak tunagrahita dengan garis sederhana dapat lebih efektif sebagai

penyampaian informasi ketimbang gambar dengan bayangan, ataupun gambar

fotografi yang sebenarnya. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik

dan membangkitkan minat dan perhatian anak, mempermudah pengertian anak.

Suatu penjelasan yang abstrak akan lebih mudah dipahami bila dibantu gambar,

memperjelas bagian-bagian yang penting, dan menyingkat suatu uraian.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media

gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas III

SDLB Negeri Cangakan Karanganyar, media gambar dapat dijadikan prediktor

yang baik terhadap peningkatan kemampuan membaca siswa tunagrahita.

Di samping memiliki kelebihan, media gambar juga memiliki kelemahan,

yaitu: kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas yang besar, tidak

dapat menunjukan gerak, dan siswa tidak selalu mengetahui bagaimana membaca

(menginterpretasi) gambar. Untuk mengatasinya ialah gambar dibuat tidak terlalu

kecil, dan siswa dikondisikan posisi tempat duduk melingkar, gambar yang tidak

dapat menunjukkan gera, guru harus kreatif menerangkan maksud dari gambar

dan membimbing siswa yang kurang paham terhadap maksud gambar.

111

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan kemampuan membaca

siswa tunagrahita dapat ditingkatkan melalui media gambar pada siswa kelas III

SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010. Berdasarkan

hasil tes pada siklus I, diketahui rerata nilai membaca sebesar 53,00. Ketuntasan

secara klasikal telah mencapai 60,00%. Pada siklus II, rerata nilai membaca

sebesar 59,00. Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100%. Berdasarkan data

tersebut, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar.

B. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian ini, penulis memberikan saran-

saran sebagai berikut:

1. Untuk kepala sekolah, hendaknya lebih meningkatkan pengawasan kepada

guru-guru kelas dalam meningkatkan pembelajaran membaca dan memberikan

penjelasan kepada guru dan siswa akan pentingnya memahami media gambar

dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk mempermudah memahami

kemampuan membaca.

2. Untuk siswa, agar memperhatikan terhadap kegiatan belajar yang disampaikan

guru dengan media gambar, sebab dengan memperhatikan dengan sungguh-

sungguh apa yang disampaikan guru, maka soal-soal yang diberikan akan

mudah untuk dikerjakan. Siswa perlu memiliki keberanian untuk bertanya

kepada guru terhadap materi yang belum jelas, sehingga apa yang belum

dipahami akan dijelaskan oleh guru.

3. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan media gambar dapat

meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita, dan media gambar

57

112

dapat dilanjutkan untuk semester berikutnya, misalnya membaca cerita

pendek, sehingga media gambar efektif untuk berbagai materi bahasa

Indonesia bagi siswa tunagrahita.

113

DAFTAR PUSTAKA

Arief S. Sadiman, 2003. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

Azhar Arsyad, 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grapindo Persada.

Cece Wijaya dan Rusyan A. Tabrani, 2002. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya.

Darmiyati Zuchdi, 2007. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca. Yogyakarta: UNY Press.

Depdiknas, 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) SDLB. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Direktorat Pembinaan SLB, 2008. Model Bahan Ajar SDLB TunagrahitaRingan. Jakarta: Depdiknas.

Djago Tarigan. 2005. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia. Modul. Universitas Terbuka. Jakarta: Depdikbud.

Edgar Dale. 1969. Audio Visual Methods In teaching (3rd edition), diakses dari http://kazzuya.wordpress.com/2009/11/14/media-pembelajaran-dalam-pendidikan/. Tanggal 26 Juli 2010.

Farida Rahim, 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Maman S. Mahayana. 2008. Bahasa Indonesia Kreatif. Jakarta: Penaku.

Martinis Yamin. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.

Moeleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mohammad Efendi, 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Moh. Amin, 2005. Ortopedagogik C (Pendidikan Anak Terbelakang). Jakarta: Depdikbud.

Mulyono Abdurrahman. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud dan Rineka Cipta.

Munzayanah, 2000. Pendidikan Anak Tunagrahita. Surakarta: PLB-FKIP UNS.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2000. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Oemar Hamalik, 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Retno Winarni. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Salatiga: Widyasari.

Saifuddin Azwar, 2001. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

114

Salim Choiri, A. dan Munawir Yusuf, 2008. Pendidikan Luar Biasa / Pendidikan Khusus. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta.

Sri Anitah, 2004. Media Pengajaran. Surakarta: FKIP UNS.

Suharsimi Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

_____. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research – CAR). Jakarta: Bumi Aksara.

Sumadi Suryabrata. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: Bina Aksara.

Sunaryo Kartadinata. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Beserta Sistematika Proposal dan Pelaporannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Susilo, 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustak Book Publisher.

Sutrisno Hadi, 2000. Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Suwaryono Wiryodijoyo. 1999. Teknik Membaca Intensif. Yogyakarta: CV. Nur Cahaya.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung: Citra Umbara.

Y.B. Suparlan, 1993. Pengantar Pendidikan Tuna Mental Sub Moral. Yogyakarta: Pustaka Pengarang.

Yusak S. 2003. Instruduksi Pada Anak Berkelainan. Bandung: Sinar Baru.

Wahjosumidjo, 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

W.J.S. Poerwadarminta. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Winkel, WS., 2001. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.