untuk indonesia - ppiuk.orgppiuk.org/wp-content/uploads/2015/01/buku-untuk-indonesia-2014.pdf ·...
TRANSCRIPT
UNTUK INDONESIA (Sebuah Kumpulan Tulisan)
i
KATA PENGANTAR
Inggris kini menjadi salah satu negara tujuan favorit bagi pelajar Indonesia untuk melanjutkan studinya. Mutu
pendidikan yang baik serta relatif mudahnya adaptasi terutama terkait Bahasa menjadi beberapa keunggulan Inggris
sebagai negara tujuan untuk pendidikan lanjutan. Terlebih dengan semakin luasnya kesempatan untuk mendapatkan
beasiswa baik oleh Pemerintah Dalam Negeri ataupun oleh institusi dan universitas tujuan, tidak diragukan lagi bahwa
akan semakin banyak pelajar Indonesia yang belajar di Inggris.
PPI-UK sebagai wadah perhimpunan seluruh pelajar Indonesia di Inggris Raya (meliputi pelajar di Inggris, Skotlandia,
Wales, dan Irlandia Utara) sangat paham akan hal ini. Diperlukan sebuah cita-cita yang lebih besar untuk meningkatkan
peran dan kontribusi diaspora Indonesia di Inggris, terutama pelajar, bagi negara Indonesia. Tahun ini, pada tubuh
Divisi Pendidikan sendiri, telah terjadi pengembangan internal yang cukup pesat, dibuktikan dengan ditambahkannya
unsur Kajian dalam program kerja selama tahun 2014 kemarin. Salah satu program kerja untuk mendukung sinergi
antara akademik dan budaya kritis adalah dengan meluncurkan buku Untuk Indonesia ini. Buku ini diharapkan dapat
menjadi wadah bagi mahasiswa Indonesia di Inggris untuk menuangkan pemikirannya bagi beberapa masalah yang
sedang dihadapi oleh Indonesia, beserta solusi yang ditawarkan sesuai dengan ranah ilmu yang dikuasai.
Pada tahun pertama pembuatan buku ini, Divisi Pendidikan-Kajian berhasil menghimpun sebelas tulisan dari pelajar
Indonesia di Inggris dengan topik yang sangat beragam. Tulisan yang masuk kemudian diserahkan ke reviewer untuk
diberi masukan. Setelah melewati proses review, sebelas tulisan terkumpul dikembalikan kepada penulisnya masing-
masing untuk diperbaiki sesuai dengan feedback konstruktif yang diberikan oleh reviewer. Tulisan pasca-revisi
kemudian disunting oleh Divisi Pendidikan-Kajian sebelum dijadikan buku dan naik cetak.
Dalam kesempatan kali ini, mewakili Divisi Pendidikan-Kajian PPI-UK secara khusus dan organisasi PPI-UK secara
keseluruhan, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan memberikan apresiasi sebesar-
besarnya kepada Bapak Prof. T.A. Fauzi Soelaiman, Atase Pendidikan di KBRI London yang menjabat sejak Desember
2010 hingga pertengahan 2014 kemarin, atas kesediaannya menjadi reviewer dalam Buku Untuk Indonesia edisi
pertama ini. Masukan yang diberikan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas tulisan yang dihimpun dalam
buku ini.
Akhir kata, mewakili Divisi Pendidikan-Kajian PPI-UK, saya juga ingin memohon maaf sebesar-besarnya atas segala
kekurangan dalam pembuatan buku ini. Buku Untuk Indonesia ini tentu jauh dari kata sempurna dan oleh karena itu
segala masukan dan kritik sangat kami harapkan untuk perbaikan program kerja ini di kepengurusan berikutnya.
Salam,
Ketua Divisi Pendidikan-Kajian
Ignasius Ryan Hasim
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................................ i
Daftar Isi ..................................................................................................................................... ii
Peringatan dari Data Neraca Pembayaran Indonesia.................................................................. 1
Optimalisasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai Perantara Perbankan Industri Mikro di
Indonesia ................................................................................................................................. 15
Membangun Ekonomi Indonesia melalui Pemuda dan Usaha Kecil Menengah ........................ 27
Kapabilitas Dinamik Sektor Konstruksi Gedung di Daerah Menuju Keberlanjutan Pembangunan
yang Realistis: Pendekatan Studi Kasus Kegagalan Konstruksi dan Bangunan di Jawa ........... 35
Basmi Kemacetan Jalan Raya dengan Transportasi Berbasis Rel ............................................ 51
Akuntansi sebagai Infrastruktur Pembangunan: Peran Pemerintah sebagai Akselerator .......... 73
Pekerja Rumah Tangga/Buruh Migran: Realitas dan Tantangan Indonesia .............................. 85
Beasiswa, Sambil Menyelam Minum Air.................................................................................. 105
Revitalisasi Transjakarta sebagai Tulang Punggung Transportasi Jakarta .............................. 115
Baitul Mal Wa Tamwil sebagai Pusat Pemberdayaan Ekonomi Rakyat ................................... 129
Crowdsourcing Government Programs & Policies: Strategi Meningkatkan Partisipasi
Publik/Masyarakat dan Implementasi Demokrasi .................................................................... 143
Profil Penulis ........................................................................................................................... 157
Untuk Indonesia!
Peringatan dari Data
Neraca Pembayaran
Indonesia
Oleh: Rully Prassetya1
1 Graduate student in Economics, University College London. Penulis dapat dihubungi di [email protected]
2
Untuk Indonesia!
ERDAPAT berbagai kemajuan dalam pembangunan ekonomi Indonesia
pada sepuluh tahun terakhir. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,
berdasarkan purchasing power parity, naik dari sekitar 800 miliar Dollar AS
pada 2004 menjadi sekitar 1,3 triliun Dollar AS pada 2013. Anggaran Pendapatan
Belanja Negara juga naik dari sekitar 500 triliun Rupiah pada tahun 2005 menjadi
1.800 triliun pada 2014. Rasio utang negara terhadap PDB juga turun dari 56% pada
2004 menjadi 23% pada 2014.2 Capaian ini sangat patut disyukuri, namun tentu tidak
boleh membuat (pemerintah) Indonesia berpuas diri.
Terdapat banyak hal yang semakin memburuk pada sepuluh tahun terakhir, namun
sepertinya terlupakan oleh pemerintah. Pada esai ini, penulis akan fokus pada
peringatan yang terdapat pada data Neraca Pembayaran (Balance of Payment)
Indonesia. Pertama, nilai Transaksi Berjalan (Current Account) Indonesia bernilai
negatif semenjak tahun 2012 (IMF, 2014). Data menunjukkan bahwa hal ini
disebabkan oleh nilai surplus Neraca Perdagangan (Trade Balance) yang semakin
kecil serta meningkatnya jumlah pembayaran pendapatan ke luar negeri (negative
income account). Kedua, struktur Ekspor dan Impor Indonesia semakin tidak
memuaskan (WITS, 2014). Komposisi barang mentah dalam Ekspor semakin besar;
di sisi lain, komposisi produk olahan baik berupa peralatan industri maupun bahan
bakar kendaraan bermotor dalam Impor semakin besar. Ketiga, meskipun Indonesia
menerima penanaman modal luar negeri pada sepuluh tahun terakhir, fakta
menunjukkan bahwa pada sepuluh tahun terakhir, justru terdapat aliran uang keluar
(financial outflow) yang persistent dan semakin besar (IMF, 2014). Financial inflow ke
Indonesia sebagian besar berupa investasi portofio dan foreign direct investment;
2 Data berdasarkan CIA world fact book, Data Pokok APBN 2005-2010 Kementerian Keuangan, dan Info Grafis APBN 2014 Kementerian Keuangan.
T
3
Untuk Indonesia!
sehingga financial outflow sebagian besar merupakan pendapatan investasi ekuitas
dan investasi portofolio. Data menunjukkan bahwa angka pendapatan investasi ini
sangat besar bahkan melebihi jumlah investasi yang ditanamkan.
Penyebab buruknya neraca perdagangan bisa dilihat dari sisi Ekspor dan Impor. Dari
sisi Ekspor, kenaikan nilai Ekspor Indonesia merupakan akibat dari naiknya harga
komoditas dunia.3 Meskipun hal ini baik, hal ini juga memberi disinsentif bagi pihak
swasta untuk tidak mengembangan industri hilir. Dari sisi Impor, seiring dengan
besarnya jumlah penduduk usia muda, nilai konsumsi rumah tangga pun semakin
besar. Salah satu efeknya adalah meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak
(BBM). Jumlah BBM yang diimpor memberi tekanan pada neraca perdagangan
Indonesia. Hal ini menunjukkan banyak perbaikan penting yang perlu dilakukan
pemerintahan selanjutnya.
Esai ini distruktur sebagai berikut: bagian selanjutnya akan membahas secara lebih
rinci aspek perekonomian yang perlu diperbaiki berdasarkan data Neraca
Pembayaran. Beberapa solusi terhadap tantangan tersebut akan dibahas; lalu
kemudian ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi bagi pemerintahan
selanjutnya.
3 Indeks Harga Komoditas Primer yang disusun oleh IMF naik dari tiga kali lipat dari tahun 2004 ke 2013. Hal ini dapat menjelaskan meningkatnya nilai ekspor Indonesia secara signifikan pada sepuluh tahun terakhir.
4
Untuk Indonesia!
PERINGATAN DARI DATA NERACA PEMBAYARAN (BALANCE OF PAYMENT)
INDONESIA
Neraca Pembayaran merupakan statistik transaksi ekonomi sebuah negara dengan
negara lainnya di dunia. Transaksi ini meliputi transaksi barang, jasa, pendapatan,
serta transaksi yang berkaitan dengan financial claim dan transfer antar pemerintah
(IMF, 2007). Berikut adalah beberapa indikator perekonomian yang merupakan
peringatan atas fundamental ekonomi Indonesia yang perlu segera diperbaiki.
1. Nilai Neraca Transaksi Berjalan yang Negatif (negative Current Account)
Secara garis besar Neraca Transaksi Berjalan terdiri dari Neraca Perdagangan dan
Income Account. Neraca Perdagangan merupakan selisih antara Ekspor dan Impor;
sedangkan Income Account merupakan selisih pembayaran penghasilan penduduk
Indonesia di luar negeri dengan penghasilan penduduk luar negeri di Indonesia; baik
berupa kompensasi pekerja maupun hasil investasi. Apabila Indonesia mengalami
surplus Neraca Perdagangan (i.e. nilai Ekspor lebih besar dari pada Impor) serta
terdapat net positif pembayaran penghasilan luar negeri, maka Neraca Transaksi
Berjalan akan bernilai posistif. Gambar 1 menunjukkan perkembangan dan komposisi
Neraca Transaksi Berjalan (Current Account) Indonesia sejak tahun 1981.
Gambar 1 menunjukkan terdapat peningkatan signifikan pada angka Current Account
semenjak tahun 1997. Hal ini di antaranya disebabkan oleh depresiasi nilai tukar
Rupiah serta peningkatan harga komoditas dunia. Angka surplus Neraca
Perdagangan ini berubah menjadi negatif pada tahun 2012 dan 2013 disebabkan oleh
penurunan harga komoditas dunia serta meningkatnya nilai Impor. Gambar 1 juga
menunjukkan jumlah pembayaran income ke luar negeri juga meningkat secara
signifikan semenjak tahun 2009.
5
Untuk Indonesia!
Gambar 1. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan (Current Account) Indonesia
(Sumber: Balance of Payment Statistics IMF)
Nilai Current Account yang menjadi negatif sejak tahun 2012 memberi tiga peringatan
utama. Pertama, hal ini bisa jadi merupakan awal dari semakin memburuknya Neraca
Perdagangan Indonesia pada tahun-tahun selanjutnya. Data jumlah produk yang
diekspor dan diimpor merupakan data yang persistent, artinya jumlahnya cenderung
untuk mengikuti jumlah pada tahun sebelumnya. Permintaan Ekspor yang rendah
pada tahun 2012 dan 2013 dapat berindikasi penurunan permintaan Ekspor pada
periode selanjutnya. Kedua, nilai Current Account yang negatif membuat Indonesia
semakin beresiko mengalami krisis Neraca Pembayaran (Balance of Payment crisis)
sebagaimana yang terjadi pada tahun 1998. Jika terjadi arus keuangan balik secara
tiba-tiba, maka nilai capital outflow (yang sangat volatile) ditambah nilai Current
Account yang negatif (hampir 25 miliar Dollar AS pada 2013) dapat dipastikan
membuat Indonesia kembali mengalami krisis nilai tukar. Ketiga, sebagai akibat dari
nilai Current Account yang negatif, Net International Investment Position (NIIP)
Indonesia menjadi semakin negatif. NIIP merupakan akumulasi defisit neraca
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
1981 1984 1987 1990 1993 1996 1999 2002 2005 2008 2011
Mil
iar
US
Doll
ar
Nilai Current Account menjadi negatif semenjak tahun 2012 serta
nilai income outflow semakin besar.
TRADE BALANCE INCOME CURRENT ACCOUNT
6
Untuk Indonesia!
transaksi berjalan (Current Account) ditambah perubahan valuasi aset di dalam dan
luar negeri. NIIP juga bisa dilihat sebagai selisih antara aset yang berada di luar negeri
yang dimiliki oleh penduduk Indonesia dengan aset yang berada di dalam negeri yang
dimiliki oleh penduduk luar negeri. Gambar 2 menunjukkan perkembangan nilai NIIP
tersebut.
Gambar 2. Perkembangan Nilai NIIP Indonesia
Sumber Data: Balance of Payment Statistics IMF (2014)
Kondisi ini merupakan sesuatu yang tidak baik (sustainable). Pada periode
sebelumnya, negara-negara yang mengakumulasi hutang luar negeri terhadap PDB
dalam jumlah besar mengalami penarikan arus modal yang kemudian diikuti oleh
krisis ekonomi dan keuangan (Schmit-Grohe & Uribe, 2013).
2. Komposisi Ekspor dan Impor barang yang tidak memuaskan
Sebagaimana dijelaskan di bagian awal, Neraca Transaksi Perdagangan Indonesia
semakin memburuk semenjak tahun 2012. Di samping itu, komposisi Ekspor dan
-600
-500
-400
-300
-200
-100
0
100
200
300
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Mil
iar
US
Do
llar
NIIP Indonesia terus bernilai negatif dengan peningkatan
signifikan sejak tahun 2010
IIP ASSETS IIP LIABILITIES NET IIP
7
Untuk Indonesia!
Impor barang juga tidak sesuai dengan yang diharapkan. Gambar 3 menunjukkan
perkembangan komposisi Ekspor dan Impor barang Indonesia.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa Impor Indonesia meningkat lebih cepat
dibandingkan Ekspor. Selain itu, komposisi barang Ekspor didominasi oleh barang
mineral dan minyak bumi (chart warna kuning), yang memiliki nilai tambah rendah.
Impor barang didominasi oleh mesin dan perlengkapan transportasi (chart warna
cokelat) serta minyak bumi dan produk turunannya (chart warna kuning). Hal ini
menunjukkan perlunya perbaikan kapasitas manufaktur perekonomian Indonesia.
Gambar 3. Perkembangan Komposisi Ekspor dan Impor Indonesia
(Sumber: World Integrated Trade Solution (WITS))
3. Arus uang keluar yang besar (negative income account)
Peringatan selanjutnya dari Neraca Pembayaran Indonesia adalah nilai arus uang
keluar yang besar dan persistent. Secara umum penduduk Indonesia berpikir bahwa
Indonesia merupakan penerima modal bersih; namun pada kenyataannya, terdapat
-250
-200
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
Export Import Export Import Export Import Export Import Export Import
2001 2001 2004 2004 2007 2007 2010 2010 2013 2013
Mil
iar
US
Do
llar
Impor meningkat lebih cepat dibandingkan Ekspor; Ekspor didominasi oleh
barang mentah sedangkan Impor didominasi oleh produk manufaktur
Others
Miscellaneous manufactured articles
Machinery and transport equipment
Manufactured goods classified chiefly
by materials
Chemicals and related products,n.e.s.
Animal and vegetable oils,fats and
waxes
Mineral fuels,lubricants and related
materials
Crude materials, inedible, except fuel
Beverages and tobacco
Food and live animals
8
Untuk Indonesia!
net financial outflow yang besar setiap tahunnya. Gambar 4 menunjukan
perkembangan financial outflow tersebut.
Gambar 4. Perkembangan Financial Flow 2005-2012
(Sumber: Balance of Payment Statistics IMF)
Data di atas cukup mengejutkan karena pada sebagian besar tahun, jumlah financial
outflow berupa income selalu lebih besar dari pada jumlah investasi yang ditanamkan
oleh pihak luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa return investasi yang didapatkan
oleh pihak luar negeri di Indonesia sangat besar dan kurangnya insentif re-investasi
di Indonesia.
SOLUSI
Beberapa indikator di atas menunjukkan banyak perbaikan mendesak yang perlu
dilakukan di Indonesia. Permasalahan ini tidak secara spesifik terjadi pada sepuluh
tahun terakhir saja; hal ini mengindikasikan akslerasi implementasi strategi perbaikan
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012Mil
iar
US
Do
llar
Financial Outflow yang persisten pada periode 2005-2012
PRIMARY INCOME FINANCIAL ACCOUNT NET CAPITAL (IN/OUT)
9
Untuk Indonesia!
perlu dilakukan. Secara umum, perbaikan ini dapat dibagi menjadi solusi jangka
pendek, yaitu solusi yang perlu dilakukan segera karena kondisi yang mendesak; dan
solusi jangka panjang yang bersifat perbaikan struktural. Tabel 1 menunjukkan solusi
jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dilakukan pemerintahan selanjutnya.
Untuk Indonesia!
Tantangan Solusi Jangka Pendek Lembaga Terkait
Nilai Neraca Perdagangan yang negatif
Kurangi Impor. Dalam jangka pendek, untuk mengatasi neraca perdagangan yang negatif, peningkatan jumlah Ekspor merupakan sesuatu tidak memungkinkan (feasible); opsi yang tersedia adalah mengurangi jumlah Impor. Sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3, Impor saat ini didominasi oleh peralatan industri dan produk bahan bakar minyak. Impor bahan bakar perlu dikurangi; salah satunya melalui pengalihan subsidi BBM menjadi subsidi tepat sasaran (targeted subsidy), seperti transfer dana (cash transfer) pada penduduk kurang mampu. Subsidi sepertinya lebih tepat sasaran dan akan mengurangi distorsi subsidi terhadap perekonomian. Implementasi solusi tentu akan mendapat resistensi dari masyarakat, namun pemerintahan selanjutnya tidak bisa membiarkan kondisi perekonomian menjadi semakin rapuh demi kepentingan jangka pendek.
Kementerian Kordinasi Perekonomian dan Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat.
Komposisi Ekspor dan Impor yang tidak memuaskan (favourable)
Constraint analysis terhadap kondisi low industrialization. Permerintah perlu melakukan analisis penyebab deindustrialisasi yang terjadi semenjak krisis 1998. Rekomendasi ‘standar’ yang biasa diberikan terhadap permasalahan ini, sebagaimana yang terangkum dalam Washington Consensus adalah perlunya disiplin fiskal, reformasi perpajakan, liberalisasi tingkat suku bunga dan nilai tukar, privatisasi, deregulasi, liberalisasi perdagangan, serta rekomendasi ‘standar’ lainnya. Rekomendasi semacam ini tentu kurang membantu karena apa yang efektif pada negara lain belum tentu juga efektif di Indonesia, serta terbatasnya sumber daya yang dimiliki pemerintah dalam mejalankan reform ini. Oleh karena itu perlu dilakukan constraint analysis atau growth diagnostic yang dapat mengidentifikasi prioritas kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah (Rodrik, 2007).
Bappenas.
Strategi pembangunan berbasis Ekspor. Negara-negara Asian Tiger, seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura mengadopsi strategi pembangunan berbasis ekspor (export-led development strategy). Pemerintah memberi insentif besar bagi perusahaan luar negeri untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan dalam negeri untuk meningkatkan Ekspor manufaktur. Pembangunan berdasarkan Ekspor manufaktur ini sebaiknya menjadi salah satu tema utama strategi pembangunan nasional dan daerah.
Bappenas.
Peningkatan kompetisi antar pemerintah daerah. Insentif dan disinsentif perlu diberikan pada pemerintah daerah terkait keberhasilan mereka dalam mendorong Ekspor dari daerah mereka. Salah satu opsi yang tersedia
Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.
11
Untuk Indonesia!
adalah menerapkan achievement based fiscal transfer, yaitu pemberian dana alokasi yang berdasarkan pada target dan capaian industrialisasi pemerintah daerah.
Arus uang keluar yang besar
Hanya perusahaan berorientasi Ekspor dapat menerima investasi dan pinjaman luar negeri. Gambar 4 menunjukkan jumlah arus uang keluar yang besar saat ini, didominasi oleh hasil investasi portofolio dan investasi langsung. Pada saat ini, investasi dan pinjaman luar negeri tidak digunakan oleh perusahaan atau industri yang berorientasi Ekspor; dengan kata lain, perusahaan yang mendapat pinjaman atau investasi dari luar negeri ini memfokuskan penjualan mereka dalam luar negeri. Hal ini merupakan hal yang tidak baik terkait pengelolaan cadangan devisa. Bagaimana mungkin pinjaman atau investasi yang diterima dalam mata uang asing namun penjualan/sales berada dalam mata Rupiah. Hal ini tentu memberikan efek negatif pada current account Indonesia.
Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Bank Indonesia.
Penerapan insentif re-investasi. Insentif re-investasi seperti pajak yang sangat rendah bagi laba yang diinvestasikan kembali di Indonesia perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah laba investasi yang kembali ke luar negeri.
Kementerian Keuangan
Tantangan Solusi Jangka Panjang Lembaga Terkait
Nilai Neraca Perdagangan yang negatif
Peningkatan daya saing. Perbaikan kualitas pendidikan, terutama pendidikan tinggi (diploma dan sarjana), serta perbaikan kualitas regulator (regulatory quality). Revitalisasi BUMN di sektor-sektor yang belum berkembang, seperti sektor perikanan dan pertambangan. Peningkatan partisipasi swasta. Insentif pajak yang rendah, serta penerapan metode Public Private Partnership dalam proyek infrastruktur perlu ditingkatkan.
Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian BUMN, dan Kemenrian Koordinasi Perekonomian. Komposisi Ekspor dan
Impor yang tidak memuaskan (favourable)
Arus uang keluar yang besar
Untuk Indonesia!
PENUTUP
Kemajuan perekonomian pada sepuluh tahun terakhir perlu disyukuri; namun tidak
boleh membuat pemerintah Indonesia merasa berpuas diri. Terdapat banyak hal
mendesak yang perlu diperbaiki. Pertama adalah nilai neraca perdagangan yang
memburuk pada tahun 2012 dan 2013; kedua, struktur Ekspor dan Impor yang tidak
memuaskan (favourable); dan ketiga, arus uang keluar yang besar setiap tahunnya,
bahkan melebihi jumlah investasi yang Indonesia terima. Permasalahan ini
merupakan hal fundamental yang perlu diperbaiki untuk memajukan pembangunan
Indonesia.
Solusi yang perlu dilakukan dapat dibagi pada solusi jangka pendek dan solusi
jangka panjang. Dalam jangka pendek, untuk mengurangi nilai Neraca
Perdagangan yang negatif, pemerintah perlu mengurangi nilai Impor, terutama
Impor komoditas BBM. Subsidi BBM saat ini perlu dialihkan menjadi subsidi tepat
sasaran (targeted subsidy). Jika perubahan ini tidak dilakukan, jumlah penduduk
usia muda yang semakin banyak akan terus memberi tekanan permintaan Impor
BBM. Untuk mengatasi struktur Ekspor dan Impor yang tidak memuaskan
(favourable), pemerintah perlu melakukan analisis kendala penyebab
deindustrialisasi semenjak tahun 1998 serta menerapkan strategi pembangunan
berbasis ekspor (export oriented development strategy). Pola alokasi transfer ke
daerah perlu mengadopsi insentif dan disinsentif terhadap capaian pemerintah
daerah dalam mendorong Ekspor. Untuk mengatasi arus uang keluar yang besar,
pemerintah dapat menerapkan aturan yang membatasi jenis perusahaan yang
dapat menerima investasi dan pinjaman dari luar negeri. Dalam jangka panjang,
13
Untuk Indonesia!
peningkatan daya saing melalui perbaikan kualitas pendidikan tinggi dan kualitas
regulator (regulatory quality) perlu dilakukan. Selain itu, perusahaan BUMN
diharapkan dapat menjadi pionir dalam mengembangkan industri yang masih belum
berkembang dan kurang mendapat perhatian dari pihak swasta, seperti industri
perikanan. Partisipasi pihak swasta, misalnya melalui Public Private Partnership
dalam proyek infrastruktur juga perlu ditingkatkan.
Nature dari peringatan yang diberikan oleh data Balance of Payment ini adalah
bersifat mendesak. Pola kebijakan kicking the can down the road (menunda solusi
jangka panjang) sebagaimana yang dilakukan pemerintahan pada sepuluh tahun
terakhir akan memperbesar permasalahan saat ini. Pemerintahan selanjutnya
diharapkan dapat menampilkan strong leadership dan smart policies dalam
menyikapi peringatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
IMF, 2007. Balance of Payment and International Investment Manual. 6th ed.
Washington D.C.: IMF.
Rodrik, D., 2007. One economics many recipes. New Jearsey: Princeton University
Press.
Schmit-Grohe, S. & Uribe, M., 2013. International Macroeconomics. New York:
Columbia University.
Sumber Data:
14
Untuk Indonesia!
International Monetary Fund (2014): Balance of Payments Statistics (Edition:
February 2014). Mimas, University of Manchester. DOI:
http://dx.doi.org/10.5257/imf/bops/2014-02
World Integrated Trade Solution [Online]. (April 27th 2014). Available: World Bank.
Optimalisasi Baitul
Maal Wat Tamwil
(BMT) sebagai
Perantara Perbankan
Industri Mikro di
Indonesia
Oleh: Dian Kartika Rahajeng1
1 Mahasiswa Doktoral, PhD in Accounting and Finance, University of Essex, Inggris, atas beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tema riset Corporate Governance in BMT Islamic Microfinancing in Indonesia. Alamat Essex Business School, Colchester Campus, University of Essex, Wivenhoe Park, Colchester, Essex, CO4 3SQ, Inggris. Website: dianrahajeng.com, email: [email protected]
16
Untuk Indonesia!
SAHA mikro merupakan komponen industri terbesar di Indonesia
dengan prosentase 98,79% dari keseluruhan industri (1,11% industri
kecil, 0,09% industri menengah, dan hanya 0,01% industri besar
(Badan Pusat Statistik 2014)). Dengan kompleksitas dan cakupan
industri yang masih terbatas, industri mikro cenderung bersifat sederhana dengan
motivasi awal sebagai penghidupan utama keluarga. Keterbatasan pengetahuan
pelaku usaha mikro dalam mengelola usaha menyebabkan minimnya kepercayaan
institusi perbankan khususnya bank komersial. Tidak adanya agunan (collateral)
atas kelangsungan usaha menyulitkan industri mikro untuk memperoleh pinjaman
modal usaha. Berbagai prasyarat seperti bukti kelangsungan usaha (termasuk
sistem akuntansi yang handal) dan izin pengelolaan usaha merupakan bagian dari
kerumitan yang dihadapi usaha mikro untuk mengakses jasa perbankan.
Keterbatasan akses perbankan ini menyebabkan sektor usaha mikro kecil
menengah (UMKM) menjadi unbankable (tidak terfasilitasi perbankan).
Keterbatasan perbankan (financial exclusion) ini dikarenakan dua faktor utama
yaitu: (1) keterbatasan informasi dan pengetahuan serta (2) keterbatasan sumber
daya dan kemampuan. Jika hal ini dibiarkan maka industri mikro yang umumnya
dimiliki oleh masyarakat miskin2 tidak berkembang maksimal sehingga angka
kemiskinan akan semakin tinggi dan kesenjangan sosial akan semakin lebar.
Dengan demikian diperlukan program perluasan akses perbankan (PPAK/financial
inclusion) yang berkesinambungan kepada seluruh lapisan masyarakat dengan
2 Masyarakat miskin adalah masyarakat yang memiliki total pengeluaran per bulan dibawah angka kemiskinan (baik di pedesaan maupun perkotaan). 11,47% merepresentasi angka kemiskinan di Indonesia (Badan Pusat Statistik 2014).
U
17
Untuk Indonesia!
tujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya yang masih berada
dibawah garis kemiskinan.
Pada Desember 2010, Bank Indonesia meluncurkan program National Strategy
Financial Inclusion (NSFI) yang terdiri dari 23 butir kebijakan yang meliputi lima
aspek yakni kebijakan penguatan stabilitas moneter, kebijakan mendorong peran
intermediasi perbankan, kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, penguatan
kebijakan makroprudensial, serta penguatan fungsi pengawasan (Nasori & Gunarto
2010). Program ini bertujuan untuk mengatasi keterbasan akses perbankan
terutama yang dialami oleh UMKM. NSFI menerapkan strategi dasar diantaranya
meliputi edukasi keuangan, regulasi pendukung dan reformasi kebijakan
perlindungan nasabah.
FENOMENA BMT
Minimnya publikasi di jurnal nasional dan internasional serta terbatasnya literatur
terkait fenomena BMT menyebabkan lambatnya laju penelitian di bidang ini
dibanding perkembangan BMT sendiri yang sangat pesat. Baitul Maal wat Tamwil
(BMT) merupakan solusi praktis atas akses keuangan industri mikro di Indonesia
bahkan merupakan salah satu akses perbankan pro UMKM dan rakyat miskin.
Jaringannya yang luas mencakup seluruh daerah di tanah air menjadikannya
strategis sebagai perantara jasa keuangan perbankan. Perkembangannya yang
pesat (sejak 1990 hingga saat ini lebih dari 4000 BMT di seluruh Indonesia)
membuat peranan BMT menjadi patut diperhitungkan (Seibel 2004; Masyita &
18
Untuk Indonesia!
Ahmed 2013). Metoda “jemput bola” atau mendatangi nasabah langsung di tempat
sering digunakan BMT untuk memperluas cakupan wilayah sekaligus
mempermudah akses keuangan nasabah. Prasyarat administratif yang mudah serta
jaringannya yang luas membuat BMT menjadi pilihan bantuan keuangan yang
menjanjikan.
Meskipun demikian, pengawasan dan monitoring BMT dibawah OJK (Government
of Indonesia 2011) dirasa belum memadai mengingat keterbatasan sumber daya
(baik pertimbangan jumlah personel maupun anggaran pengawasan) dibandingkan
dengan laju pertumbuhan BMT yang sangat pesat (Masyita & Ahmed 2013).
Dengan tata cara pendirian BMT yang tergolong sangat mudah, terkecuali terdaftar
sebagai koperasi simpan pinjam, BMT tidak wajib mendaftarkan usaha ke
Kementerian Koperasi dan UMKM; hanya kewajiban legal untuk memperoleh izin
sebagai badan usaha (Azis 2006; Seibel 2004). Hingga saat ini, BMT tidak memiliki
kewajiban pelaporan keuangan tahunan auditan kepada OJK sebagaimana
perbankan komersial kepada Bank Indonesia. Pengauditan atas kinerja keuangan
BMT pun menjadi kesadaran lembaga itu sendiri sebagai wujud kredibilitas BMT di
mata para nasabahnya; selebihnya belum ada kewajiban untuk menyampaikan
laporan keuangan auditan kepada publik (Wardiwiyono 2012). Minimnya aktivitas
pengawasan atas pertumbuhan BMT ini, menjadikan BMT rentan akan segala
bentuk penyelewengan sumber daya (moral hazard) dan penggelapan (fraud)
(Seibel 2008; Masyita & Ahmed 2013). Pengetahuan masyarakat yang terbatas
akan produk BMT juga menambah potensi masalah. Beberapa kasus penggelapan
dan penyalahgunaan peraturan yang terungkap dan masih dalam proses hukum
19
Untuk Indonesia!
diantaranya BMT Bina Sejahtera Mandiri Wonogiri, BMT Perdana Surya Utama
Malang, BMT Al Furqon Giritontro, dan BMT Dana Bersama Slogohimo (Joglo
Semar 2013; Info Solo Raya 2012).
Fokus PPAK sesuai hasil Asia Pasific Financial Inclusion Forum di Tokyo pada
tahun 2011 lalu mencakup tiga program utama penguatan sektor mikro yaitu: (1)
perluasan sumber pembiayaan kredit mikro, (2) penguatan regulasi, dan (3)
pengembangan dukungan sistem informasi pembiayaan mikro (Setiawan 2012).
Penguatan sektor mikro tersebut diharapkan juga meminimalisasikan tindakan
menyalahi hukum sebagaimana disampaikan di atas. Tindakan optimalisasi BMT ini
penting untuk dapat segera diimplementasikan demi keberlangsungan UMKM
sekaligus meningkatkan kualitas hidup rakyat miskin.
PROGRAM OPTIMALISASI TERINTEGRASI (POT)
Solusi yang dapat dilakukan atas fenomena dan permasalahan yang terjadi pada
praktek BMT sejalan dengan NSFI Bank Indonesia adalah dengan Program
Optimalisasi Terintegrasi (POT) yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dan
pemerintah. Program Optimalisasi Terintegrasi tersebut terdiri dari dua program
utama, yaitu: (1) Program Monitoring BMT dengan mengefektifkan peranan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah melalui Pusat Inkubasi Bisnis
Usaha Kecil (Pinbuk) dan OJK sebagai bentuk penguatan regulator pendukung; (2)
Program Edukasi Perbankan dan Keuangan Masyarakat dengan melibatkan
seluruh organisasi masyarakat sipil (OMS) seperti Remaja Masjid, Karang Taruna,
20
Untuk Indonesia!
Rukun Warga (seperti kumpulan arisan, dasawisma, pengajian antar Rukun
Tetangga), Kelompok Tani, serta kelompok swadaya masyarakat lainnya termasuk
pemberdayaan perguruan tinggi di wilayah masing-masing.
POT ini merupakan program berkelanjutan dan menyeluruh. Sejalan dengan Haluan
BMT 2020 sebagaimana disepakati oleh Perhimpunan BMT Indonesia (PBMT)
sebagai sebuah kesamaan visi, misi, dan komitmen meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Rudjito dalam At (2012)), POT juga merupakan agenda jangka
panjang. Adapun rancangan implementasi POT sebagai berikut:
1. Program Monitoring BMT oleh OJK dan Kementerian Koperasi dan
UMKM
1.1. Penambahan Sumber Daya
Keterbatasan jumlah dan latar belakang pendidikan personel OJK dan
Kementerian Koperasi dan UMKM yang terdedikasi untuk
pengawasan dan monitoring BMT sangatlah terbatas dan belum
memungkinkan untuk mencakup seluruh kantor BMT di Indonesia.
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan baik perbankan, pasar modal, sektor
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa
keuangan lainnya seperti pegadaian (Government of Indonesia 2011).
Maka, dengan luasnya tanggung jawab pengaturan dan pengawasan
oleh OJK, pertumbuhan BMT yang menjamur menjadi tambahan
beban kerja yang jika tidak segera diatasi dengan adanya tambahan
21
Untuk Indonesia!
personel yang handal mustahil dapat dijangkau. Personel yang handal
juga harus didukung latar belakang pendidikan baik formal (sekolah
tinggi dan/atau universitas) dan non-formal (seperti pelatihan rutin
pegawai) yang disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk mengatur dan
mengawasi BMT, diperlukan tambahan pegawai yang memahami
konsep ekonomika dan perbankan Islami.
1.2. Sinkronisasi Pendirian BMT
BMT selain berbentuk badan hukum koperasi juga wajib melaporkan
usahanya ke OJK dengan kewajiban memberikan pelaporan
keuangan auditan tahunan. Tidak hanya wajib menerima pelaporan
keuangan, OJK dan Kementerian Koperasi dan UMKM juga
berkewajiban menganalisis tingkat kesehatan dan kelayakan usaha
BMT. Dengan demikian keberadaan sumber daya terdedikasi ke BMT
yang memadai mutlak diperlukan untuk menunjang kinerja maksimal
OJK dan Kementerian Koperasi dan UMKM sebagai regulator dan
pengawas.
1.3. Pelaporan Keuangan Auditan BMT secara rutin
BMT baik dalam bentuk badan hukum koperasi maupun lainnya wajib
menyampaikan pelaporan keuangan auditan secara rutin. Pelaporan
keuangan tersebut harus terstandardisasi sesuai ketentuan OJK
dan/atau Kementerian Koperasi dan UMKM. Saat ini, belum
22
Untuk Indonesia!
ditemukan standar pelaporan keuangan khusus BMT selain adaptasi
Pedoman Standar Akuntansi Keuangan/PSAK Syariah nomor 100-
106 tentang produk dan jasa syariah seperti murabahah, musyarakah,
istishna, dan salam. Kementerian Koperasi dan UMKM mendorong
pengadopsian Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) untuk BMT berbentuk koperasi.
Tidak semua pegawai BMT juga memiliki latar belakang pendidikan
yang sesuai sehingga hal ini menjadi tantangan internal BMT untuk
mampu menyampaikan laporan keuangan yang terstandardisasi.
Beberapa pemerhati keuangan syariah seperti Adimarwan Karim, juga
mengemukakan standardisasi pengelolaan BMT (Islamic Microfinance
Standards/IMS) yang dapat diacu sebagai tambahan wacana tata
kelola BMT yang baik. Dengan demikian BMT berkewajiban untuk
membuat pelaporan keuangan termasuk pelaporan tata kelola yang
mengikuti ketentuan OJK dan/atau Kementerian Koperasi dan UMKM.
1.4. Publikasi atas Pelaporan Keuangan kepada Masyarakat
Pelaporan yang telah dibuat oleh BMT wajib disampaikan kepada
publik melalui media baik cetak maupun elektronik. Informasi ini
merupakan hak publik sebagai cara pengendalian eksternal atas
kinerja BMT. Banyak BMT yang masih tertutup dalam memberikan
laporan keuangannya kepada masyarakat sehingga kasus
penyelewengan dan penggelapan yang terjadi merupakan wujud
23
Untuk Indonesia!
kurangnya transparansi BMT. Pelaporan keuangan yang rutin
disampaikan ke OJK atau Kementerian Koperasi dan UMKM juga
wajib disampaikan kepada publik melalui media cetak maupun
elektronik termasuk hasil analisis (Rapor Kinerja BMT) di seluruh
Indonesia. Dengan demikian masyarakat akan memiliki informasi
yang cukup dalam menilai dan memilih BMT yang berprestasi sebagai
perantara keuangan mereka.
2. Program Edukasi Perbankan Masyarakat
Masyarakat harus dibiasakan melihat (menilai) BMT secara cerdas, bukan
dari aspek legal saja namun juga dari sisi substansi. Aspek legal cenderung
lebih mudah berubah seiring perubahan peraturan dan situasi politik,
sedangkan substansi cenderung tetap karena merupakan identitas lembaga.
Sebagian besar nasabah BMT adalah masyarakat miskin dengan tingkat
edukasi rendah, sehingga pendekatan untuk program edukasi perbankan
masyarakat ini pun harus berbeda. Adopsi “jemput bola” BMT juga dapat
diadaptasikan dalam program edukasi perbankan ini. Oleh karena itu melalui
kelompok belajar warga seperti Remaja Masjid, Karang Taruna, Rukun
Warga (seperti kumpulan arisan, dasawisma, pengajian antar Rukun
Tetangga), Kelompok Tani, serta kelompok swadaya masyarakat lainnya
(Non-Governmental Organization/NGO); diharapkan mampu menyampaikan
informasi lebih efektif (tepat sasaran). Masyarakat harus diberikan
pengetahuan yang memadai tentang BMT. Bekerja sama dengan sekolah
24
Untuk Indonesia!
tinggi atau universitas setempat termasuk lembaga pendidikan yang lainnya,
pemerintah (OJK dan Kementerian Koperasi dan UMKM) mendorong
sosialisasi tentang BMT sebagai perantara keuangan. Program edukasi ini
diharapkan akan meningkatkan pengendalian eksternal BMT oleh
masyarakat sebagai pemangku kepentingan sehingga akan meminimalisir
tindak penyelewengan dan penggelapan.
KESIMPULAN
Sektor UMKM merupakan industri terbesar di Indonesia. BMT sebagai perantara
perbankan merupakan solusi atas keterbatasan akses perbankan bagi sektor
UMKM. Pertumbuhan BMT yang cukup pesat belum diikuti dengan kesiapan baik
regulasi maupun institusi. OJK merupakan lembaga independen pengawas
perbankan di Indonesia termasuk perantara perbankan seperti BMT. Kementerian
Koperasi dan UMKM (Kementerian Koperasi dan UMKM) merupakan lembaga
pemerintah yang salah satunya bertugas mengawasi perkembangan koperasi dan
UMKM termasuk BMT yang berbentuk badan hukum koperasi. Keterbatasan
sumber daya dan pengetahuan nasabah atas BMT belum mampu menyamai
pertumbuhan BMT di Indonesia. Hal ini menyebabkan besarnya potensi
penyelewengan dan penyalahgunaan kepercayaan nasabah termasuk
penggelapan pada BMT. Dengan demikian diperlukan sebuah Program
Optimalisasi Terintegrasi (POT) yang bertujuan memaksimalkan pengawasan atas
perkembangan BMT, meningkatkan pengendalian eksternal atas kinerja BMT, serta
mengedukasi masyarakat pada umumnya dan nasabah pada khususnya untuk
25
Untuk Indonesia!
memiliki pengetahuan yang cukup untuk memilih BMT yang handal dan terpercaya
sebagai perantara perbankan mereka.
REFERENSI
At, Z., 2012. Haluan BMT 2020: Arsitektur Keuangan Syariah Masa Depan. Tamaddun. Available at: http://www.tamzis.com/content/view/261/9/.
Azis, A.M., 2006. Tata Cara Pendirian BMT, PKES Publishing.
Badan Pusat Statistik, 2014. Statistika Indonesia. Available at: http://bps.go.id/ [Accessed March 4, 2014].
Government of Indonesia, 2011. Act of The Republic of Indonesia No. 21 of 2011 on Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan/OJK).
Info Solo Raya, 2012. Kasus BMT Bermasalah, Penghargaan Koperasi Terbaik Nasional Ternodai. Info Solo Raya. Available at: http://www.infosoloraya.com/kasus-bmt-bermasalah-penghargaan-koperasi-terbaik-nasional-ternodai-2/#sthash.Whbql2TA.dpuf [Accessed April 30, 2014].
Joglo Semar, 2013. Dana BMT Jadi Bancakan Pengurus. Joglo Semar. Available at: http://joglosemar.co/2013/05/dana-bmt-jadi-bancakan-pengurus.html [Accessed April 30, 2014].
Masyita, D. & Ahmed, H., 2013. Why Is Growth of Islamic Microfinance Lower Than Its Conventional Counterparts in Indonesia? Islamic Economic Studies, 21(1), pp.35–62. Available at: http://search.proquest.com/docview/1429834243?accountid=11862.
Nasori & Gunarto, H., 2010. BI Luncurkan Program Financial Inclusion. Investor Daily. Available at: http://www.investor.co.id/home/bi-luncurkan-program-financial-inclusion/2151.
Seibel, H.D., 2004. Islamic Microfinance in Indonesia, Eschborn.
Seibel, H.D., 2008. Islamic Microfinance in Indonesia: The Challenge of Institutional Diversity, Regulation, and Supervision. Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, 23(1), pp.86–103. Available at: http://www.jstor.org/stable/41220061.
Setiawan, S., 2012. Financial Inclusion, Golongan Berpendapatan Rendah dan UKM, Jakarta. Available at: http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Financial Inclusion, Golongan Berpendapatan Rendah dan UKM _Sigit Setiawan.pdf.
26
Untuk Indonesia!
Wardiwiyono, S., 2012. Internal control system for Islamic micro financing: An exploratory study of Baitul Maal wat Tamwil in the City of Yogyakarta Indonesia. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 5(4), pp.340–352. Available at: http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?issn=1753-8394&volume=5&issue=4&articleid=17065608&show=html [Accessed February 24, 2014].
Membangun Ekonomi
Indonesia melalui
Pemuda dan Usaha
Kecil Menengah
Oleh: Faldo Maldini
28
Untuk Indonesia!
ERDASARKAN data dari Kamar Dagang dan Industri, pertumbuhan
buruh setiap tahun di Indonesia mencapai angka 2.9 juta orang,
sedangkan angka lapangan kerja yang tersedia di Indonesia hanya
sejumlah 1.6 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa ada 1.3 juta orang yang
Indonesia yang akan menjadi pengangguran, dimana 20% dari mereka adalah
lulusan Sekolah Dasar (SD). Sementara itu, 22.6% lulusan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), 40.7% adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 5.7%
adalah lulusan sarjana (S1). Data ini seharusnya membuka mata kita semua bahwa
pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah serius dan lebih diperparah
dengan banyaknya anak muda yang akan terancam menganggur. Tentu ini
pertanyaan yang seharusnya sama-sama bisa dijawab oleh setiap elemen bangsa
Indonesia, khususnya Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih melalui pemilu
2014. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain: Apakah mereka merupakan
orang yang sangat tidak memenuhi prasyarat sehingga tidak bisa mendapatkan
pekerjaan? Apa yang salah pada sistem pendidikan kita? Dan apa langkah yang
bisa diambil pemerintah untuk mengatasi masalah ini?
PERUBAHAN PARADIGMA PADA KEBIJAKAN PENYEDIAAN LAPANGAN
KERJA
“Berikan seseorang ikan, maka kau akan memberikannya makan sehari; Ajarkan
seseorang cara menangkap ikan dank au akan memberikannya makan seumur
hidup” (Peribahasa)
B
29
Untuk Indonesia!
Dalam perekonomian sebuah bangsa, pengangguran adalah masalah yang sangat
signifikan. Setiap orang tahu bahwa pengangguran akan menjadi hambatan dalam
laju pertumbuhan ekonomi. Jika pertanyaannya apakah pemerintah harus
memprioritaskan lapangan kerja sebagai upaya utama untuk menjaga laju
pertumbuhan ekonomi, tentu jawabannya adalah iya. Karena sudah sangat jelas hal
itu dibutuhkan dengan kondisi Indonesia hari ini. Kondisi makin buruk akan tercipta
jika pemerintah tidak mengambil sebuah tindakan yang jelas untuk menyelamatkan
perekonomian. Tapi tentu saja pertanyaan yang dikedepankan seharusnya lebih
tinggi daripada itu. Seperti apa jenis lapangan kerja yang seharusnya dibuat oleh
pemerintah? Ini yang menarik untuk dibahas.
Pemerintah seharusnya melihat masalah pengangguran ini sebagai peluang,
terlebih sebagian besar dari mereka adalah pemuda. Masing-masing dari mereka
adalah insan yang memiliki kelebihan dan potensi yang bisa dilejitkan. Anak muda
adalah insan-insan kreatif yang mampu ciptakan dan dorong hadirnya banyak hal
bermanfaat. Pemerintah harus mengubah paradigma yang dimiliki tentang jenis
lapangan pekerjaan apa yang seharusnya dibuat. Lapangan kerja yang dibuat
pemerintah seharusnya adalah yang juga turut meningkatkan kapasitas sumber
daya manusia yang ada. Dengan paradigma seperti ini, pemuda pun akan terasah
dirinya ketika berkarya di tempat mereka bekerja. Lebih jauh lagi, kemungkinan
membuka lapangan kerja baru dan hasilkan dampak yang menguat dan menyebar
bisa terjadi.
Pemerintah juga sebaiknya harus membantu dan memberikan dukungan
pendanaan untuk generasi muda memulai bisnis yang akan mereka jalankan.
30
Untuk Indonesia!
Bisnis-bisnis ini lahir dari kreativitas pada pemuda yang akan mengeksplorasi
wahana-wahana baru dan tentunya membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain.
Dengan model kebijakan seperti ini, kita akan segera melihat tumbuhnya lapangan-
lapangan kerja baru yang dibuat oleh anak muda yang tadinya pengangguran
dengan bisnis yang dipunya.
ANAK MUDA DAN USAHA KECIL MENENGAH
Saya coba mengingat bagaiamana pertama kali saya menggunakan Facebook
untuk bersosialisasi di dunia maya. Dan hingga hari ini, hampir semua orang
menggunakan situs jejaring sosial tersebut. Hampir semua orang pula tahu bahwa
bos besar situs pertemanan di dunia maya ini adalah anak muda yang bersinar,
Mark Zuckenberg. Mark merupakan seorang pebisnis yang telah mencapai banyak
hal di usia mudanya. Dengan kreativitas yang dimilikinya, Mark membuat Facebook
sebagai platform baru dalam dunia media sosial. Sekali lagi. anak muda memiliki
sebuah keunggulan yang tidak bisa dibantah, yakni kreativitas. Mereka penuh
dengan ide-ide segar dan selalu berupaya memperbaiki temuan-temuan mereka
dari hari ke hari. Tentu kita masih ingat apa yang disampaikan oleh Presiden
pertama Republik Indonesia, Ir.Soekarno, “Beri aku 10 pemuda maka akan
kuguncang dunia”. Ide yang diilhami tentunya dengan karakteristik pemuda itu
sendiri, kreatif. Pemuda juga siap menerima perubahan dan segera beradaptasi
dengan itu.
31
Untuk Indonesia!
Jika kita mengacu pada data-data tentang pengangguran pada bagian awal esai ini,
tentu saja menjadi sebuah hal yang masuk akal dan efektif jika pemerintah
menyelesaikan masalah pengangguran dengan menuntaskan permasalahan-
permasalahan yang terdapat pada anak muda. Hal ini bisa dimulai dengan perlahan
pemerintah mengubah kebijakan membuka lapangan kerjanya dengan
menyediakan lahan-lahan bisnis yang siap digarap oleh para pemuda yang
terancam pengangguran ini. Pemerintah harus memberikan dorongan yang sangat
kuat, terutama masalah pendanaan.
Usaha Kecil Menengah (UKM) berkontribusi dalam laju pertumbuhan ekonomi tidak
hanya pada pendapatan dari pajak dan pengurangan pengangguran, namun juga
tentang inovasi dan pembangunan berkelanjutan. Walaupun bangsa kita masih
tertinggal hari ini, kita masih bisa lakukan akselerasi untuk mengejar. Melihat
momentum, Indonesia juga harus segera melakukan perubahan untuk
mempersiapkan perdagangan bebas di ASEAN yang sudah di depan mata.
Perdagangan bebas ini bisa menjadi dua mata pisau yang menguntungkan jika bisa
dijalani, namun akan menjadi bencana jika tidak dilakukan persiapan mumpuni.
Semua ini pada akhirnya tentu akan tergantung dengan bagaimana pemerintah
berhadapan dengan tantangan yang ada untuk melakukan inovasi dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN: BISNIS SEBAGAI MATA PELAJARAN DI SEKOLAH
“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”
(Mandela)
32
Untuk Indonesia!
Kita perlu mengubah dari sekarang paradigma bagi anak-anak muda
Indonesia semenjak dari sekolah dasar hingga lulus sarjana. Mereka berangkat ke
sekolah bukan untuk menjadi robot, tapi menjadi manusia seutuhnya. Mereka dididik
menggunakan akal pikiran yang dipunya, kreativitas dan passion untuk menciptakan
sesuatu. Bagaimana cara mengeksekusi ide ini? Pemerintah bisa melakukan ini
dengan langkah sederhana, yaitu dengan mengajarkan bisnis sedari bangku
sekolah kepada siswa. Satu hal yang penting untuk dicatat tentang bisnis, ini bisa
menjadi kekuatan untuk menciptakan sesuatu. Senada dengan tujuan pendidikan,
memanusiakan manusia.
Modul yang diberikan tentang bisnis tentu saja bukan hanya menyoal tentang
teori, tetapi juga tentang bagaimana praktik bisnis bisa diajarkan melalui proyek dan
tugas yang diberikan. Banyak talent pool dan inkubator bisnis yang bisa dibuat di
sekolah. Siswa juga didorong untuk membuat bisnis secara langsung dengan ide
mereka sendiri. Pemerintah juga bisa menstimulus upaya ini dengan mengadakan
kompetisi bisnis rutin agar menjadi media untuk mempertajam dan menguatkan
kualitas bisnis yang dibuat oleh para siswa. Sekolah pun juga bisa membangun
peluang kerjasama antar siswa, perusahaan dan para ahli untuk memfasilitasi
siswa. Proyek bisnis yang dibuat oleh siswa tentu saja diharapkan bisa menjadi
Usaha Kecil Menengah (UKM) yang nyata, berkolaborasi dengan bisnis-bisnis
lainnya yang dibuat oleh siswa yang lain sehingga mampu membuka banyak
lapangan kerja baru.
Laboratorium Kreativitas (Creative Labs), banyak dimiliki oleh sekolah-
sekolah di luar negeri, yang merupakan media dimana para siswa bisa berbagi
33
Untuk Indonesia!
tentang ide dan gagasan yang mereka punya untuk dikonsultasikan dan
dikolaborasikan. Dalam hal ini tentu saja untuk urusan bisnis. Walaupun pada
akhirnya siswa akan bertarung satu sama lain, adanya Laboratorium Kreativitas
tentu saja bisa meredakan ketegangan dan tetap membuat upaya ini pada langkah
dan cita-cita besarnya, membangun pertumbuhan ekonomi bangsa dan membuka
lapangan kerja baru. Ini yang harus selalu ada di benak para siswa bersama
pemerintah.
BERIKAN KESEMPATAN PADA PEMUDA: SUDUT PANDANG KEBIJAKAN
Berbicara tentang kebijakan, hal ini tentu saja tidak akan bekerja dengan baik jika
setiap orang tidak peduli dan menyerahkannya pada politisi. Satu hal yang penting
dalam politik adalah tentang partisipasi. Bagaimana caranya agar pemerintah
mampu mendorong lahirnya partisipasi? Dalam konteks ini, kuncinya ada pada
pemuda. Sebagaimana yang telah saya sampaikan di paparan sebelumnya, satu
per tiga dari populasi Indonesia adalah pemuda. Sekali lagi saya tekankan,
kreativitas pemuda ini adalah modal yang menjanjikan. Pemerintah harus
menemukan cara terbaik untuk mengaktivasi partipasi pemuda ini.
Pemerintah harus membuat kebijakan dengan berdasarkan pendekatan berbasis
manusia (human-centered design). Selain itu, penggunaan teknologi, terlebih media
sosial bisa menjadi cara cerdas untuk menyebarkan informasi. Dengan peningkatan
jumlah pengguna internet secara signifikan di Indonesia, media sosial seperti
Facebook, Twitter, Google+, dan Path akan menjadi penting di masa depan. Tentu
saja, dengan saling keterkaitan ancara kumpulan-kumpulan pemuda dan
34
Untuk Indonesia!
masyarakat melalui internet, peran pemuda menjadi vital dan penting. Dengan
kuantitas dan kreativitasnya, mereka akan membuat kebijakan ini bekerja.
EPILOG
Seringkali kita seakan mati langkah kala melihat ada masalah. Begitu halnya
dengan masalah banyaknya penggangguran di negeri ini. Masalah, bukanlah
sebenar-benar masalah jika dicarikan jalan lain sebagai alternatif penyelesaiannya.
Mulai saat ini baiknya segenap WNI mulai melihat masalah dari sudut pandang yang
berbeda. Perubahan paradigma, itu yang dibutuhkan. Semua perubahan memang
diawali dari sana, yakni memandang masalah dan alternatif yang tersedia sebagai
upaya penyelesaiannya. Perubahan paradigma memandang pengangguran dan
anak muda akan menciptakan alternatif solusi untuk menciptakan paket-paket
kebijakan seperti pendidikan, ekonomi serta inovasi seperti yang dipaparkan di atas.
Semoga ini menjadi sedikit pemikiran yang berguna untuk membangun bangsa ini
ke depan.
Kapabilitas Dinamik Sektor
Konstruksi Gedung di
Daerah Menuju
Keberlanjutan
Pembangunan yang
Realistis: Pendekatan
Studi Kasus Kegagalan
Konstruksi dan Bangunan
di Jawa
Oleh: Ferry Hermawan, S.T., M.T., MCIOB
36
Untuk Indonesia!
PERAN SEKTOR KONSTRUKSI DALAM PEMBANGUNAN
Sektor konstruksi sebagai salah satu kontributor perkembangan sosial-ekonomi
Indonesia adalah potensi pembangunan yang harus dijaga keberlanjutannya.
Konstruksi gedung sebagai bagian dari denyut nadi pembangunan infrastruktur
menggunakan energi sekitar sepertiga penggunaan energi di dunia (Jayan, 2014).
Menurut Kirmani (1989), beberapa karakteristik bisnis konstruksi di negara
berkembang antara lain, pertama, konstruksi mempunyai tipikal berkontribusi
terhadap GDP (Gross Domestic Product) rata-rata sekitar 5-9%. Kedua, dampak
konstruksi mempengaruhi value dari distribusi material konstruksi dan serapan
tenaga kerja yang mencapai 5% dari total pekerja dan seringkali pekerjaan di sektor
ini menjadi batu loncatan bagi industri manufaktur. Keempat, dampak bisnis
konstruksi yang cukup luas, dibangun dari perusahaan-perusahaan kecil yang
menghasilan kesempatan berwirausaha pada usaha kecil dan memainkan peran
penting bagi distribusi pendapatan.
Pasca krisis ekonomi, industri konstruksi mulai bangkit sejak 2004 dan relatif
meningkat diikuti kondisi perekonomian yang berkembang, ditunjukkan dengan nilai
GDP mencapai 6,23% per tahun (Worldbank, 2013). Dari sisi kelembagaan proses
pengadaan barang dan jasa baru dimulai efektif sejak 2008 dan sampai November
2013, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di seluruh tanah air telah
mencapai 595 unit (LKPP, 2013)
37
Untuk Indonesia!
KONSTRUKSI DAN DESENTRALISASI
Sektor konstruksi dan otonomi daerah (desentralisasi) adalah satu paket produk
pasca reformasi bagi Indonesia. Sejak diberlakukannya undang-undang
pemerintahan daerah No. 22 dan 25 tahun 1999, berbagai diskusi berkembang
terutama tentang fenomena sosial yang terjadi di daerah seperti kewenangan
pimpinan daerah (gubernur dan walikota/bupati), sistem penganggaran pusat dan
daerah serta isu pengelolaan sumber daya alam lintas wilayah dalam suatu
kerangka desentralisasi. Begitu pula perubahan di sektor konstruksi yang ditandai
dengan terbitnya Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Tatanan pengadaan konstruksi secara radikal menjadi lebih terbuka meskipun
masih muncul penyimpangan yang bertentangan dengan visi akuntabilitas dan
komitmen pakta integritas yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Berdasarkan hasil studi Hermawan (2013b) terhadap 10 praktisi proyek gedung Non
Highrise Building yang berkiprah di Jawa selama kurun waktu 15-25 tahun, terdiri
dari insinyur konstruksi sipil, ahli geoteknik, praktisi pengadaan barang dan jasa
pemerintah, arsitek dan kontraktor gedung di DKI Jakarta, diperoleh persepsi
tentang kendala mengimplementasikan prinsip sustainable buildings yang paling
mendasar adalah pengaruh pimpinan daerah (local leader) dan ketersediaan
masterplan sebagai acuan pembangunan.
Beberapa hal yang perlu kita kritisi yaitu sistem ekonomi kita yang bersifat liberal
(Liddle, 1982), telah membawa ideologi pembangunan kita tidak berbasis agraris
lagi tapi cenderung untuk menjadi negara industri. Berbagai kebijakan publik yang
pernah diterapkan pada negara-negara maju, barangkali sering tidak sesuai dengan
38
Untuk Indonesia!
kondisi di negara berkembang (Todaro, 1977 dalam Mubyarto, 1996), dan indonesia
adalah salah satunya. Merujuk pada pernyataan Professor Widjojo Nitisastro
tentang bagaimana suatu kebijakan (policies) yang realistis adalah yang mampu
menghubungkan teori-teori tentang kebijakan itu sesuai dengan realita (Mubyarto:
1996, p27). Desentralisasi awalnya ditujukan untuk memudahkan pengelolaan
sehingga lebih efektif dan efisien. Persoalan kapabilitas sumber daya manusia
menjadi salah satu isu utama pembangunan. Hal inipun juga tertuang dalam
paradigma pembangunan Indonesia sejak 2004 bahwa bangsa kita bertekat
melakukan pembangunan yang berkualitas dengan visi ‘pro growth, pro poor dan
pro job’. (Mustopadidjaja, 2012).
KEGAGALAN KONSTRUKSI DAN BANGUNAN GEDUNG DI JAWA
Menurut dokumen konstruksi Indonesia 2030 dan Agenda Konstruksi Indonesia
2010-2030, semua cita-cita dan harapan ideal konstruksi indonesia menuju Finest
Built Environment. Menurut Mulyo (2013), beberapa langkah yang penting dilakukan
untuk mewujudkan Finest Built Environment antara lain, pertama dengan merevisi
Undang-undang Jasa Konstruksi yang diimplementasikan tidak hanya pada proyek
pemerintah tetapi juga proyek swasta. Kedua, perkuatan lembaga pengembangan
jasa konstruksi, ketiga, peningkatan ketrampilan pelaku konstruksi melalui gerakan
nasional pelatihan konstruksi. Keempat, penerapan Good Corporate Governance.
Kelima, implementasi sistem pengawasan melekat ‘whistle-blower’ dan keenam,
39
Untuk Indonesia!
penerapan sanksi tegas bagi pelanggar kode etik profesi para pelaku jasa
konstruksi.
Dari studi kegagalan gedung dan bangunan yang didirikan antara tahun 1996-2008
di Jawa Tengah, hasil studi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah
(LPJKD) menemukan gejala penyimpangan para penyedia jasa konstruksi gedung
rata-rata berkisar 7-8% dari nilai konstruksinya (Hermawan et al., 2013a). Menurut
Hermawan et al. (2013a) ditemukan bahwa 34 gedung yang diinvestigasi diperoleh
fakta bahwa jenis kegagalan konstruksi dan bangunan yang terjadi di daerah
menurut elemen strukturnya, paling tinggi terjadi pada bagian struktur utama gedung
(11,91%) dan yang kedua adalah struktur atap (4,68%). Kerisauan kita terhadap
konstruksi gedung di daerah karena bangunan-bangunan yang seharusnya
diperuntukkan bagi rakyak kecil kualitasnya cukup memprihatinkan. Misalnya,
bangunan seperti puskesmas di tingkat kecamatan, bangunan pasar tradisional dan
bangunan sekolah di pedesaan tidak memperhatikan dampak keselamatan
manusia lagi.
Sektor konstruksi gedung mempunyai kontribusi yang cukup signifikan bagi
keberlanjutan pembangunan. Dimensi keberlanjutan di sektor ini meliputi kontribusi
sosial, ekonomi dan ekologi. Secara sosial, isu serapan tenaga kerja dan
peningkatan kualitas hidup menjadi barometer pertumbuhan di setiap proyek
konstruksi dan wilayah yang menjadi basis perkembangannya. Namun kontrakdiksi
dampak ekologi menjadi isu yang tidak kalah penting karena bumi sebagai tempat
tinggal kita mengalami perubahan perilaku. Pembangunan infrastruktur di perkotaan
yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak didominasi oleh bangunan
40
Untuk Indonesia!
gedung. Jumlah penduduk Indonesia sebagai modal pembangunan menjadi alasan
utama untuk ketersediaan pemukiman, fasilitas pelayanan kesehatan, rekreasi dan
pendidikan, semuanya berbasis pada kebutuhan konstruksi gedung. Oleh karena
itu, melalui tulisan ini tertuang gagasan bagaimana sektor konstruksi gedung publik
bisa berkelanjutan untuk bangsa Indonesia dalam konteks strategi pembangunan
yang realistis sepuluh tahun ke depan.
Fenomena bisnis konstruksi gedung di daerah menjadi isu yang saling terkait
dengan isu politik dan sistem pemerintahan daerah di Indonesia dalam satu dekade
ini. Secara komposisi, jumlah pelaku konstruksi skala kecil, di beberapa daerah
menguasai lebih dari 90 persen dan 45,3 persen yang ada di Indonesia merupakan
perusahaan konstruksi yang menangani proyek gedung (BPS, 2011). Dan sebagian
besar pelaku konstruksi gedung ada di pulau Jawa. Menurut skala bisnisnya jumlah
perusahaan konstruksi seperti disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Komposisi dan jumlah perusahaan konstruksi (Jawa dan Luar Jawa)
menurut skala bisnisnya (BPS, 2011 diolah)
Lokasi Pulau Kecil Sedang Besar
Jawa 33% 48% 47%
Sumatera 26% 27% 22%
Kalimantan 14% 11% 12%
Sulawesi 14% 7% 8%
Nusa Tenggara 5% 2% 1%
Papua 3% 3% 8%
Maluku 3% 2% 3%
Maluku 3% 2% 3%
Indonesia (total) 106,980 13,795 1,836
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LEMAHNYA BISNIS KONSTRUKSI INDONESIA
41
Untuk Indonesia!
Beberapa faktor yang membuat bisnis konstruksi kita lemah antara lain, pertama
adalah tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tidak memadai. Sejak 1999, tenaga
kerja konstruksi kita 54% masih berpendidikan SMA, bahkan masih ada 2 %
berpendidikan SD dan 5% berpendidikan SMP (BPS, 2011). Jumlah insinyur kita
pada tahun 2012 hanya 600.000 dari berbagai bidang keahlian. Jumlah tersebut
masih sangat kecil jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia. (Antara, 2012).
Kedua, persoalan yang paling mendasar bagi pengaturan sektor konstruksi gedung
berawal dari belum lengkapnya perangkat regulasi di daerah. Menurut data
Direktorat Penataan Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya-Kementrian
Pekerjaan Umum, sampai tahun 2013, di daerah masih 182 pemda dari total 536
pemda (tidak termasuk DKI Jakarta) belum mempunyai Peraturan Bangunan
Gedung (PBG). Kendala utama di daerah adalah mereka masih belum menganggap
penting keberadaan regulasi tersebut (Medan Bisnis Daily, 2013). Hal ini juga
termasuk belum semua provinsi mempunyai Masterplan tata ruang, menurut
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, 15 provinsi sedang dalam proses
penyelesaian (TRP, 2013: 8). Keempat, masih kuatnya ketergantungan sektor
gedung terhadap anggaran pemerintah baik APBN (18 %), APBD (74%) dan Loan
Asing (9%). Beberapa bentuk penyimpangan yang terekam dari hasil audit
pengadaan barang dan Jasa Pemerintah merupakan faktanya. Meskipun akar
permasalahannya bermuara pada tindakan korupsi. Hasil audit BPK
menggambarkan bentuk-bentuk perilaku di pengadaan barang dan jasa Pemerintah
antara lain pengurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran,
ketidaksesuaian anggaran, tidak sesuainya pelaksanaan dengan spesifikasi dan
42
Untuk Indonesia!
yang paling memprihatinkan adalah pengadaan yang dilakukan fiktif, mark-up harga
dan tidak bertanggungjawabnya rekanan menyelesaikan pekerjaan (Journal LKPP:
2011, Hal.89). Kelima, Independensi antara pembuatan keputusan, operator dan
pengawas yang saat ini masih di area abu-abu. Independensi fungsi stakeholder di
bawah payung regulasi pemerintah yang kredibel merupakan harapan bagi semua
pihak jika keberlanjutan sektor konstruksi memang benar penting untuk kehidupan
yang lebih baik.
SOLUSI MENUJU KEBERLANJUTAN SEKTOR KONSTRUKSI GEDUNG
INDONESIA
Karakteristik keberlanjutan di sektor konstruksi pada lima tahun terakhir ini telah
mengemuka paradigma ‘from linier to circular’ (Magdani, 2013). Paradigma konsep
linier pembangunan hanya melihat suatu proses konstruksi sebagai proses tunggal,
dari inisiatif design, proses konstruksi dan menghasilkan waste yang kemudian
dibuang. Namun pada proses circular, beberapa material akan didaur ulang sebagai
bagian dari konstruksi tersebut. Menurut Sorrell (2003) bahwa meningkatkan
praktek keberlanjutan pada konstruksi gedung ada enam komponen yang
menentukan yaitu, membuat sistem akuntabilitas performa kinerja penyedia jasa
yang terlibat, menerapkan sistem pembiayaan yang menyeluruh (whole-life
costing), pengembangan desain yang terintegrasi terutama dengan masterplan
yang lebih di level yang lebih tinggi (misalnya tata kota), pembelajaran bagi klien
atau pemilik proyek dan selalu mengacu pada standar konstruksi.
43
Untuk Indonesia!
Dynamic Capability Framework (Teece et al.,1997) diusulkan sebagai basis teori
yang diadaptasi menjadi analogi framework pada sektor konstruksi gedung.
Beberapa studi yang sudah dilakukan antara lain berkaitan dengan pola kegagalan
konstruksi dan bangunan di Jawa Tengah. Studi tersebut menggambarkan bentuk-
bentuk pekerjaan konstruksi gedung di beberapa kota/kabupaten pada tahun 1996-
2008 (Hermawan et al., 2013). Dan studi revitalisasi bangunan pasar di Jakarta
Utara pada pertengahan 2013. Tidak hanya kegagalan yang dipetakan tetapi juga
keberhasilan yang patut menjadi teladan untuk generasi selanjutnya. Analogi
Framework yang dikembangkan ini diilhami dari QS An Nahl: 68-71, tentang
Komunitas Lebah Madu (Honey Bee) yang juga telah dikembangkan pada bidang
micro-electro-mechanical (Lawry, 2006). Analogi kehidupan lebah sebagai bentuk
manifestasi masyarakat konstruksi gedung menggunakan prinsip sustainable
digambarkan dalam suatu siklus kehidupan (life cycle). Begitu pula proyek gedung
sejak inisiatif desain hingga commisioning adalah gambaran satu unit kehidupan
konstruksi lengkap dengan sumber daya material, sumberdaya manusia dan sistem
yang membentuk suatu rutinitas. Beberapa prinsip dari analogi ini juga membawa
pesan moral sebagai ciri ‘sustainable practice’ pada proyek konstruksi gedung.
Setidaknya ada tiga konsep yang dikembangkan pada setiap proyek konstruksi,
salah satunya konstruksi gedung yaitu tepat waktu-tepat mutu dan tepat biaya.
Namun menepati ketiganya memerlukan kapabilitas yang teruji berdasarkan
pengalaman kerja penyedia jasa dan pengelola anggaran (local authority).
Siklus berkelanjutan yang analog dengan trend konstruksi saat ini menuju circular
system mempunyai ciri-ciri dasar bahwa suatu performa konstruksi dibangun oleh 3
44
Untuk Indonesia!
komponen utama yaitu local government sebagai regulator, kontraktor sebagai
eksekutor dan masyarakat sebagai user. Hubungan ketiganya merupakan model
dasar dinamisnya praktek keberlanjutan suatu proyek gedung. Model ini merupakan
solusi mendasar yang harus dibangun untuk industri konstruksi di tanah air kita.
Model tersebut diberi nama ‘tension model kapabilitas dinamik’. Idealisasi model
tersebut karena sifatnya dinamis maka ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi. Independensi terhadap APBN/APBD menjadi awal membangun kerangka
kerja kapabilitas dinamik pada sektor konstruksi gedung. Pihak yang
berkepentingan (stakeholder) menjadi aktor pelaku penentu keberhasilan
implementasinya. Namun sebagai sentral adalah tiga pelaku utama di konstruksi
gedung yaitu pemerintah lokal (local authorities), perusahaan kontraktor
(construction firms) dan pengguna gedung (user).
Pemerintah daerah dalam perannya di tataran kebijakan publik seharusnya
mempunyai peran ‘steering’ (menjadi penentu arah kebijakan) daripada sekedar
‘rowing’ (menjalankan kekuasaan) (Osborn and Gaebler, 1992). Pemerintah daerah
mempunyai peran utama sebagai regulator tetap harus independen walaupun selalu
muncul dilema bagi para pengambil keputusan ketika harus memilih antara
mempengaruhi (influence) atau sebagai pelaksana (enforcement) (Steward, 1997).
Kedua hal yang disebutkan oleh Steward (1997) merupakan sifat dinamis dan
adaptive dari fungsi pemerintah daerah. Pada sektor konstruksi gedung selama
kurun waktu 1999-2013 telah mulai berkembang menjadi lebih baik, lebih tertata dan
menuju keberlanjutan, baik regulasi maupun kesadaran para pelaku. Kita harus
optimis telah cukup drastis perubahan indonesia menjadi lebih realistis.
45
Untuk Indonesia!
Pengelolaan sumber daya alam sebagai landasan inti pembangunan menjadi
bagian yang utuh pada sistem birokrasi pemerintahan di daerah. Pembelajaran yang
cukup baik telah dibuktikan oleh negara Inggris pada masa pemerintahan Margaret
Tatcher pada tahun 1979-1990. Desentralisasi dan merubah sektor industri menjadi
sektor jasa adalah bentuk pemikiran realistis berbasis sumber daya yang dipunyai.
Walaupun segala konsekuensinya juga direguk bangsa ini saat krisis ekonomi eropa
melanda pada 2007.
Masih kentalnya disparitas pembangunan adalah tantangan pemerintah untuk
mewujudkannya seperti diamanatkan UUD45. Luasnya wilayah tanah air serta
perubahan paradigma sistem pemerintahan desentralistik sejak ditetapkannya UU
No 32 tahun 2004 (Pemerintah Daerah) dan tuntutan arus globalisasi telah
membawa bangsa kita menerapkan mekanisme pasar. Oleh karena itu untuk
mewujudkan pemerataan tadi, diperlukan terobosan pembangunan infrastruktur
dengan memperluas jaringan antar pusat pertumbuhan melalui transportasi sebagai
koridor distribusi barang dan jasa (Kompas, 2014). Tahap selanjutnya adalah
memperkuat kapabilitas pemerintah dengan responsive capability dan insentive
programme untuk menarik investor infrastruktur dengan kemudahan proses bisnis
jangka panjang (prinsip green economy) (Setkab, 2013).
GRAND DESIGN KAPABILITAS DINAMIK YANG BERKELANJUTAN: SUATU
KONSEP PRAKTIS
Dalam Konteks praktis, diusulkan sebuah Grand Design Sustainable Dynamic
Capability untuk Public Building sebagai pendorong konstruksi gedung yang lebih
46
Untuk Indonesia!
kompetitif (Hermawan dan Soetanto, 2014). Berhadasarkan hasil penelitian tentang
kapabilitas dinamik pada tiga level otoritas di Jawa (Provinsi, Otoritas Khusus di
Institusi Pendidikan dan Kabupaten/Kota), mensyaratkan bahwa setiap tujuan
pembangunan gedung harus mengikuti aturan dasar bahwa gedung itu harus punya
minimum performance yang sesuai standar konstruksi dan tidak merusak
lingkungan, serta harus ada profit yang masuk akal. Dalam hal peran otoritas lokal
(Local Authorities), Framework ini mengakomodasi pengaruh peran secara
mendasar atau menegakkan fungsi kontrol. Sementara Code of conduct tersebut
diubah menjadi kode etik dalam menjalankan kegiatan public building. Selain itu,
peran kontraktor ada pada dua faktor dominan, keterampilan dan keahlian serta
investasi modal (Capital Investment). Mekanisme praktek berkelanjutan proyek
bangunan publik harus dicapai oleh tiga prinsip akuntabilitas: Transparansi,
Efisiensi dan Efektivitas. Namun, tujuan akhir dari kemampuan berkelanjutan-
dinamis harus menyadari dalam kebutuhan dasar untuk keuntungan bisnis dan
kinerja membangun produk. Ketentuan Berkelanjutan berasal dari roh ramah
lingkungan (eco-friendly) tetapi memperoleh pertimbangan yang tepat dari kualitas
kinerja minimum (Capaian minimum sesuai spek). Dalam prakteknya, framework
kapabilitas dinamik dijabarkan dalam peran-peran strategis sebagaimana disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Peran Stategis Para Pemangku Kepentingan (Implementasi Framework)
Pemangku Kepentingan (stakeholder)
Peran strategis dalam praktik
Otoritas Lokal (Regulator) Agent of changes dengan kegiatan:
Online service pada implementasinya
Capacity Building untuk staf pemerintahan
47
Untuk Indonesia!
Pemangku Kepentingan (stakeholder)
Peran strategis dalam praktik
Information Hub atau pusat Informasi (sumber daya material, perijinan, regulasi, feedback masyarakat, database track record dan standar gedung yang mudah dipahami publik)
Moderasi Tender yang kompetitif dan independent yang terintegrasi dalam Information Hub sehingga mampu mereduksi human-error
Pembuat Kebijakan Harga, tenaga Kerja dan Penataan Wilayah
Kontraktor (Executor) Sebagai eksekutor mempunyai peran strategis:
Specialist provider untuk segmentasi pasar konstruksi yang lebih jelas dan mempermudah sistem licensing tenaga terampil atau tenaga ahli.
Capital investment yang memadai sebagai pelaku pasar konstruksi
Pengguna Gedung (User) Peran strategis bisa didorong dengan dua peran:
Smart Meter sebagai implementasi prinsip akuntabilitas dan teknologi informasi, sehingga masalah mendasar energy profile bisa dibangun dari masyarakat pengguna gedung.
Smart User sebagai bentuk interaksi masyarakat yang mempunyai pengetahuan dasar bagaimana menjadi pengguna gedung. Masyarakat yang tanggap terhadap kualitas gedung yang ditempati menjadi bagian dari ‘early warning system’ kelayakan gedung.
Praktek Berkelanjutan berarti dampak jangka panjang tetapi tetap harus tradeable,
realistis dan terjangkau bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) bangunan
publik dan juga pengguna gedung.
DAFTAR PUSTAKA
Antara (2012). Insinyur Indonesia Masih Kalah Jumlah dan Kualitas. Antara – Sen,
26 Nov 2012. Available from <http://id.berita.yahoo.com/insinyur-indonesia-
masih-kalah-jumlah-dan-kualitas-081408888.html> [ 3 March 2014]
BPS (2011). Statistik Konstruksi Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
48
Untuk Indonesia!
Hermawan, F; Ludiro, H.L; Wibowo, M.A.; Hatmoko, J.U.D and Soetanto,R..
(2013a). Toward Sustainable PracticeS in Indonesian Building ProjectS: case
studIES of Construction Building FailureS and Defects in Central Java.
Proceeding The 6th Civil Engineering Conference in Asia Region and Annual
HAKI Conference 2013. Jakarta
Hermawan, F., Soetanto, R. & Davies, J.W. (2013b). Enabling Sustainable Practices
for Building Projects in Indonesian Local Government: An Overview of
Practitioners’ Perceptions. Proceeding ISSC 2013, 7 December-Wageningen,
The Netherlands
Hermawan,F. dan Soetanto,R. (2014). A Strategic Approach for Sustainable Public
Buildings: A case study of revitalisation of public market buildings in Jakarta.
ICONIC 2014. Germany. [on press]
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2013. Tentang kewajiban 100% penggunaan e-
procurement.
Jayan, B. (2014). Energy Data Management. BRE Trust Research Conference-
Smart Cities, 25 February. London
Kirmani, S.S (1987). A Review of Bank Assistance to the Construction Industry in
Developing Countries. World Bank Publication.
Kompas (2014). ASEAN 6 Unggulkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Available
from < www. Kompas.com> [24 February 2014]
Lawry, J.V. (2006). The Incredible Shrinking Bee Insects as models for
microelectromechanical Devices. Imperial College Press. London. ISBN 1-86094-
585-6
49
Untuk Indonesia!
Liddle, R.W. (1982) The Politics of Ekonomi Pancasila: Some Reflections on a
Recent Debate, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 18:1, 96-101
Lkpp.(2013). LKPP Koordinasikan Modernisasi Pengadaan Nasional. Available from
<www.lkpp.go.id> [ 6 March 2014]
Magdani, N. (2013). Comment: a new direction in sustainability BAM's Nitesh
Magdani on squaring the Circular Economy. Magazine of the Chartered Institute
of Building. November. Available from <www.construction-manager.co.uk>
[14November 2013]
Medan Bisnis Daily (2013). PU Kejar Sisa Perda Bangunan Gedung hingga 2015.
Available from <www.medanbisnisdaily.com> [16 December 2013]
Mubyarto (1996). Paradigma Pembangunan Ekonomi Indonesia. Pidato Dies
Natalis Ke-47 Universitas Gadjahmada. Yogyakarta.
Mulyo, S.S. (2013). Bisnis konstruksi dihadang banyak persoalan, Dilema di tengah
persoalan SDM, Etika dan Praktik KKN. Elex Media Komputindo. Jakarta. ISBN
978-602-02-1060-5
Mustopadidjaja et al. (2012). Bappenas dalam sejarah perencanaan pembangunan
Indonesia 1945-2025. LP3ES paguyuban alumni bappenas. Jakarta. ISBN 978-
979-3330-97-6
Osborn, D. And Gaebler, T. (1992). Reinventing Government: How the
Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. Addison-Wesley
Publishing, Reading-MA, USA.
50
Untuk Indonesia!
Setkab (2013). Pemerintah Akan Revisi MP3EI. Available from
<http://www.setkab.go.id/berita-7971-pemerintah-akan-revisi-mp3ei.htm l>(4
March 2014)
Sorrell (2003). Cited in Hunter,K, Kelly, J. & Trufil,G. (2006). Whole Life Costing of
Sustainable Design, p250. Proceeding CIB W092–Procurement Systems.
Symposium on Sustainability and Value Through Construction Procurement. CIB
Revaluing Construction Theme, November-December University of Salford, UK
Stewart, J. (1997). The local authority as regulator. Local Government Policy
Making, Pitman Publishing, 23 (4), 16-24.
Teece, D. J., Pisano, G., & Shuen, A. (1997). Dynamic capabilities and strategic
management. Strategic Management Journal, 18(7), 509-533.
TRP (2013). Buletin Tata Ruang dan Pertanahan. Edisi 2. Direktorat Tata Ruang
dan Pertanahan, Kementrian PPN/ Bappenas. Jakarta. ISBN: 9772087374046.
Undang-Undang No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan anatara Pusat
dan Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pengganti
UU No. 22 tahun 1999)
Worldbank (2013). Gross domestic product ranking table. Available from
<http://data.worldbank.org> (26 February 2014)
Basmi Kemacetan
Jalan Raya dengan
Transportasi
Berbasis Rel
Oleh: Alan Sebastian Chandra
52
Untuk Indonesia!
PERMASALAHAN TRANSPORTASI DARAT INDONESIA
Dinamika Transportasi
Yang sering dikeluhkan masyarakat di kota kecil adalah kurangnya fasilitas
transportasi publik sehingga mereka sulit untuk berpindah dan kendaraan pribadi
merupakan sesuatu yang terlalu mewah untuk dimiliki. Sedangkan di kota besar,
volume kendaraan melebihi kapasitas jalan yang ada sehingga terjadilah
kemacetan.
Gambar 1. Ilustrasi kondisi transportasi di pedesaan dan perkotaan
Secara umum, ada dua elemen penting dalam konteks sistem transportasi yakni
pra-sarananya (i.e. jalan raya, runway, jalan rel, dll.) dan sarananya (i.e. mobil,
kapal, pesawat, kereta api, dll.). Sebelum menentukan sistem transportasi apa yang
tepat, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan antara lain,
Tujuan pengguna berpindah (purpose of mobility);
Waktu yang pantas dihabiskan untuk berpindah (value of time);
Keamanan dan kenyamanan dalam berpindah (safety and ride comfort);
53
Untuk Indonesia!
Ketersediaan untuk pengembangan di masa mendatang (future development).
Perlu dipahami dulu bahwa sebenarnya kebutuhan manusia untuk berpindah
merupakan kebutuhan turunan saja. Misalnya, seseorang berpindah dari rumahnya
ke kantor untuk bekerja, bukan bekerja karena ingin berpindah sebab kebutuhan
utama orang tersebut ialah bekerja di kantornya.
Mengapa Transportasi Bisa Memberi Dampak Kerugian yang Signifikan?
Seperti diuraikan diatas, kebutuhan manusia untuk berpindah hanya merupakan
kebutuhan turunan. Oleh sebab itu, tidak tepat bila banyak sumber daya (i.e. waktu,
energi, uang, dll.) yang terbuang hanya untuk berpindah. Perpindahan harus
dilakukan secara tepat waktu, aman dan ekonomis (timely, safe and economic).
Kemacetan dan buruknya kondisi prasarana angkutan darat di klaim memberikan
kerugian yang sangat besar kepada masyarakat. Penulis mengambil contoh
kemacetan yang terjadi di Jakarta. Berdasar kajian Study on Integrated
Transportation Master Plan for Jabodetabek 2004, Jakarta mengalami kerugian
sebesar Rp. 8.3 Triliun akibat kemacetan (BAPPENAS, 2004). Potential loss
tersebut berasal dari kerugian akibat BBM yang terbuang, waktu produktif yang
terbuang dan eksternalitis polusi ke lingkungan. Lebih lanjut lagi, berikut merupakan
kutipan dari hasil studi yang dilakukan JICA berkolaborasi dengan Bappenas “…Jika
sampai tahun 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan pada sistem transportasi
Jabodetabek, maka estimasi kerugian ekonomi yang terjadi sebesar Rp. 28,1 Triliun
dan kerugian nilai waktu perjalanan yang mencapai Rp.36,9 Triliun…” (jica.go.jp,
54
Untuk Indonesia!
accessed 30 April 14). Tahun 2011, DPR merencanakan renovasi gedung DPR
yang menelan dana Rp. 1.1 Triliun. Dana tersebut diklaim setara untuk
pembangunan 32,000 gedung sekolah diseluruh Indonesia (kompas.com, accessed
30 April 14). Jadi, jika kemacetan Jakarta saja bisa diselesaikan, Penulis yakin
seluruh warga negara Jabodetabek akan punya akses ke dunia pendidikan. Belum
lagi kerugian yang ditimbulkan akibat buruknya kondisi prasarana (i.e. jalan
berlubang, alinyemen yang buruk, genangan air di jalan, dll.).
Solusi untuk Mengatasi Masalah Mobilitas
Tidak ada sistem tranportasi tunggal yang dapat diterapkan untuk mengatasi
masalah mobilitas. Pada prisipnya moda transportasi harus dibagi (mode share).
Jika seorang ingin berpindah dari A ke B, maka seharusnya ada banyak opsi
baginya untuk berpindah mungkin melalui jalur darat, jalur kereta, jalur udara
ataupun jalur air. Karena jika perpindahannya hanya dibebankan hanya kepada
salah satu moda saja, maka overcapacity pasti terjadi.
Faktanya di Indonesia khususnya di kota metropolitan dan megapolitan, kemacetan
di jalan raya sudah tidak terelakkan dan kerugian yang dihasilkan sangat besar
seperti yang sudah diuraikan sebelumnya. Semua pembangunan infrastruktur
dipusatkan di prasarana jalan raya. Padahal di negara-negara maju, ada sebuah
sistem transportasi yang sangat diandalkan untuk mendukung mobilitas
penduduknya serta mendukung kegiatan ekonomi negara tersebut yakni sistem
transportasi berbasis rel (railway) atau yang kita sebut di Indonesia sebagai
55
Untuk Indonesia!
perkeretaapian. Melalui essay ini Penulis ingin menyampaikan bahwa railway
merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah mobilitas di Indonesia.
SISTEM TRANSPORTASI INDONESIA DALAM FAKTA DAN ANGKA
Fakta Geografis
Indonesia merupakan negara kepulauan, berbeda dengan banyak negara maju di
benua Eropa, Australia atau Amerika. Kondisi geografis juga turut mempengaruhi
pemilihan sistem transportasi yang tepat. Indonesia terbagi menjadi 5 pulau besar
yang terpisah samudera. Oleh karena itu, untuk berpindah dari satu pulau ke pulau
yang lain, transportasi laut dan udara merupakan pilihan yang paling tepat.
Walaupun demikian, kegiatan ekonomi di masing-masing pulau harus ditunjang
dengan sistem transportasi yang dapat diandalkan. Pada kasus ini pokok
bahasannya mengarah pada sarana dan pra-sarana transportasi darat.
Data Statistik Moda Transportasi Darat
Gambar 2 dibawah ini menunjukkan perbandingan pertumbuhan moda angkutan
darat per kilometer jalan dengan pendapatan domestik bruto suatu negara. Yang
dapat kita cermati adalah tingkat pertumbuhan kendaraan di tingkat nasional
berpola linear sementara ditingkat perkotaan non-linear. Seiring dengan
meningkatnya produktifitas nasional sebuah negara, sarana dan prasarana darat
semakin meningkat. Namun, hal tersebut tidak berlaku di tingkat perkotaan terutama
di kota besar seperti Bandung, Jakarta dan Surabaya. Ketidakcekatan pemerintah
56
Untuk Indonesia!
daerah dalam membangun transportasi publik mendorong medium class society
untuk membeli kendaraan pribadi sementara lahan untuk penambahan sarana jalan
tidak tersedia dan terjadilah kemacetan. Terlihat bahwa kota-kota besar di Indonesia
memiliki rasio jumlah kendaraan per kilometer jalan yang sama besar dengan kota
maju seperti London dan Osaka. Akan tetapi tingkat pendapatan domestik bruto
kota-kota di Indonesia jauh lebih kecil. Penulis memiliki hipotesis bahwa kondisi
transportasi di sebuah kota (urban transport) dapat menjadi katalis pertumbuhan
ekonomi.
Gambar 2. Perbandingan pendapatan domestik bruto dengan jumlah kendaraan bermotor per
kilometer jalan (Sumber: Ingram & Liu, 2014)
57
Untuk Indonesia!
Data Statistik Perkeretaapian Indonesia
Sebagai perbandingan, Inggris Raya memiliki luas area daratan sebesar 243,610
km2 dan pada tahun 2010 tercatat total lintasan kereta api (track) sepanjang 15,777
km (railway-technical.com, accessed 30 April 14). Sedangkan, Indonesia dengan
total luas daratan 8 kali lebih besar dari Inggris Raya hanya memiliki total panjang
lintasan kereta sepanjang 4800 km. Gambar 3 memperlihatkan jumlah pengguna
transportasi berbasis rel di beberapa kota besar di Asia.. Hal ini dipandang sebagai
prestasi yang buruk bila kita menengok Korea Selatan yang memiliki total area
sebesar 100,000 km2 dengan panjang track 3800 km (railwaygazette.com,
accessed 30 April 14). Indonesia dan Korea Selatan sama-sama lepas dari
penjajahan Jepang dan mendeklarasikan kemerdekaan di tahun 1945. Lantas apa
yang menjadikan industri perkeretaapian Korea Selatan lebih maju daripada
Indonesia?
58
Untuk Indonesia!
Gambar 3. Jumlah pengguna transportasi berbasis rel di beberapa kota besar di Asia
(Sumber: Parikesit & Susantono, 2013 )
Data Statistik Perbandingan Jumlah Pengguna Transportasi Darat dan
Transportasi Berbasis Rel
Perlu diperhatikan di sini bahwa perbandingan yang dibuat merupakan
perbandingan kapasitas transportasi publik dalam satuan penumpang-kilometer
59
Untuk Indonesia!
(passenger-kilometres). Jadi, data statistik untuk mobil pribadi dan motor tidak
diikutsertakan. Gambar 4 menunjukkan perbadingan kapasitas angkut moda
angkutan darat dan moda angkutan berbasis rel. Jelas terlihat bahwa kapasitas
angkutan kereta api jauh lebih besar daripada transportasi darat.
Gambar 4. Perbandingan pengguna angkutan darat dan kereta api dalam passenger-km
(Sumber: Badan Pusat Statistik)
Beberapa orang akan mulai berpikir bagaimana bisa dengan total jalan raya yang
jauh lebih panjang daripada rel kereta api hanya mampu memobilisasi sedikit
penumpang. Perbedaan yang sangat jelas adalah kereta api memiliki fungsi
memindahkan penumpang (dan/atau barang), sedangkan infrastruktur jalan
memindahkan kendaraan (i.e. fenomena kelas menengah yang mampu membeli
mobil baru hanya untuk memindahkan satu orang saja). Oleh karena itu, pemerintah
perlu tegas dan cerdas dalam menentukkan visi sistem transportasi Indonesia,
apakah sistem transportasi dipandang sebagai lahan untuk meningkatkan konsumsi
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
2008 2009 2010 2011 2012
Pas
sen
ger-
km
Year
Kapasitas Angkut Transportasi Publik
Angkutan darat(diluar mobil pribadi)
60
Untuk Indonesia!
masyarakat pada belanja kendaraan bermotor, konsumsi bahan bakar minyak,
penggunaan lahan yang terbatas sebagai tempat parkir, dan lain sebagainya. Atau
pemerintah memandang sistem transportasi sebagai sebuah elemen yang penting
dalam menggerakkan aktivitas perekonomian.
SISTEM TRANSPORTASI BERBASIS REL
Kompleksitas Perkeretaapian
Teknologi perkeretaapian Indonesia tidak terlalu berkembang selama 69 tahun
merdeka karena railway ini sendiri pada dasarnya sangat kompleks dalam
penerapannya. Banyak perguruan tinggi di Indonesia yang menawarkan program
studi fisika atom untuk mengembangkan teknologi nuklir, namun tidak ada satupun
perguruan tinggi di Indonesia yang menawarkan program studi khusus transportasi
rel ini. Gambar 5 menunjukkan level of complexity berdasarkan 6 faktor penentu
(determinant) untuk tiga industri berbeda yaitu nuclear, railway dan water.
61
Untuk Indonesia!
Gambar 5. Railway complexity diagram
(Sumber: after Schmid)
Dari gambar diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Railway memiliki tingkat diversity yang tinggi. Banyak subsystem dan
komponen yang diperlukan untuk membangun railway;
Railway memiliki asset dan resources yang tersebar (dispersed) di sepanjang
jaringan sehingga sangat sulit dalam pengaturan dan pengawasannya;
Railway memiliki faktor perbedaan yang tinggi (variability). Bisa jadi sebagian
rel dibangun diatas batuan, sebagian diatas tanah lunak sebagian dibawah
tanah, dll. Hal tersebut membutuhkan perlakuan yang berbeda;
62
Untuk Indonesia!
Yang menarik adalah railway memiliki peraturan dan standar yang sangat
banyak bahkan melebihi regulasi dan standard industri nuklir. Hal tersebut
dimaksudkan agar railway dapat melakukan fungsinya dengan tepat;
Interdependence (keterikatan satu sama lain). Ilustrasinya seperti ini, kereta
tidak akan bisa berjalan bila tidak ada roda. Kereta dan roda tidak bisa
bergerak bila tidak ada tenaga penggerakknya, dlsb;
Determinant terakhir yaitu product life (masa layan). Umumnya beberapa
subsystem dari railway hanya memiliki masa layan 50-60 tahun yang
kemudian harus dilakukan penggantian atau peremajaan.
Ada sebuah kalimat dari seorang railway expert: “Railways are not complex, but the
interactions between subsystems are”. Kolaborasi antara riset dan industri harus
saling mendukung untuk mengembangkan modern railway di Indonesia.
Tantangan Implementasi Modern Railway di Indonesia
Sebelum memulai menyusun strategi bagaimana membangun modern railway di
Indonesia, fungsi dari railway itu sendiri harus dipahami seperti terlihat pada
Gambar 6.
63
Untuk Indonesia!
Gambar 6. Diagram fungsi sistem transportasi rel
(Sumber: after Schmid)
Keunggulan dari sistem transportasi berbasis rel antara lain,
Waktu tempuh perjalanan yang lebih singkat karena kereta beroperasi di jalur
khusus (exclusive right of way) dengan pengontrolan pergerakan yang baik;
Kapasitas angkut yang lebih besar daripada moda angkutan darat;
Tingkat polusi yang rendah pada pengoperasiannya. Kereta dengan tenaga
penggerak listrik tidak menghasilkan emisi gas CO2;
Jaringan rel bisa mencapai pusat kota yang padat sekalipun. Berbeda dengan
angkutan udara dimana bandara udara dibangun di sisi luar pusat kota
sehingga pengguna harus mengeluarkan usaha lebih untuk mencapai tujuan;
Konsumsi energi yang lebih rendah karena rendahnya friksi antara roda besi
kreta dengan rel besi. Ditambah lagi teknologi regenerative braking dimana
64
Untuk Indonesia!
kereta bisa mensuplai kembali tenaga listrik ke pusat daya saat motor
digunakan untuk mengerem.
Di samping keunggulan sistem rel tesebut diatas, Indonesia memiliki populasi
terbesar keempat didunia yang sangat berpotensi untuk mendapatkan pengguna
railway yang besar. Demand analysis dapat dilakukan menggunakan metoda
Gravity Modelling, Stated Preference, Revealed Preference, etc. Market researcher
harus dilibatkan dalam perencanaan railway.
Railway memerlukan peraturan/perundang-undangan dan juga standar untuk
menjamin bahwa sistem railway ini dapat dioperasikan tepat waktu, aman dan
ekonomis (timely, safe, economics). Perkeretaapian Indonesia banyak diatur oleh
Peraturan Mentri Perhubungan baik untuk masalah teknis dan operasional yang
bisa diunduh melalui kemhubri.dephub.go.id.
Penulis menganggap peraturan ini cukup untuk diimplementasikan pada sistem
perkeretaapian Indonesia yang masih konvensional. Namun untuk perkembangan
kedepannya seperti implementasi kereta cepat (high speed train), metro dan
modern railway systems lainnya Peraturan Mentri tersebut harus diperbaharui lagi.
Bisa saja Indonesia menggunakan referensi dari peraturan/standard internasional
yang sudah ada seperti Office of Rail Regulation (orr.gov.uk), International Union of
Railway/UIC (www.uic.org) dan lain-lain.
Menyadari bahwa railway asset terpencar di sepanjang jaringan, tenaga kerja yang
dibutuhkan sangatlah banyak. Dengan mengembangkan railway, maka banyak
tenaga kerja yang diserap sehingga jumlah pengangguran (yang menjadi beban
65
Untuk Indonesia!
negara) dapat dikurangi. Untuk pengembangan resources dan equipment pada
industri perkeretaapian Indonesia sangatlah sulit dan bisa dibilang terlambat.
Dibutuhkan dana pendidikan dan riset yang besar serta waktu yang lama untuk
mewujudkannya. Di dunia industri perkeretaapian dunia sendiri sudah dikenal
“perusahaan raksasa” yang berperan dalam supply chain seperti Hitachi,
Bombardier, Alstom, Siemens, etc. Jadi yang bisa dilakukan Indonesia hanya
membeli produk yang sudah teruji dilapangan.
Yang menjadi keraguan adalah apakah kita mampu mendanai pembangunan
railway? Apakah railway akan memberikan keuntungan sosial-ekonomi? Penulis
bisa menjawab “YA” untuk semua pertanyaan tersebut. Memang pembangunan
railway memerlukan biaya tetap (fixed cost) yang sangat besar dibanding
pembangunan jalan raya (lihat Gambar 7).
Gambar 7. Perbandingan total biaya pada angkutan darat dan angkutan rel (Sumber: after Schmid)
66
Untuk Indonesia!
Biaya tetap yang dimaksud disini adalah gaji pegawai, biaya perawatan asset, dlsb.
Sedangkan variable cost seperti biaya bahan bakar minyak/energi. Pada transport
quantity tertentu, angkutan darat akan berbiaya lebih besar daripada railway salah
satunya diakibatkan oleh konsumsi bahan bakar minyak yang terbuang saat
terjebak kemacetan. Lain halnya dengan railway, penambahan kapasitas bisa
dilakukan tanpa memberikan dampak kerugian pada keseluruhan sistem. Berikut
rincian APBN 2014 yang diambil dari situs kemenkeu.go.id,
Pendapatan negara dari pajak sebesar Rp. 1.100,2 T;
3.8% dari pendapatan pajak digunakan untuk membangun prasarana
perkeretaapian sepanjang 98 km dan penambahan armada kereta api;
19% dari pendapatan pajak digunakan untuk subsidi bahan bakar minyak
dimana 60% dari subsidi dinikmati oleh kendaraan bermotor pribadi dan
sisanya untuk industri.
Sungguh ironis karena dengan adanya subsidi BBM ini, pemerintah justru
mendukung masyarakatnya untuk mengendarai kendaraan bermotor pribadinya
yang malah berujung kemacetan dan menimbulkan kerugian yang besar. Misal, 4%
dari subsidi BBM dialihkan pada sektor perkeretaapian, maka jaringan rel dari
Jakarta-Bandung bisa ditingkatkan. Sehingga kerugian akibat kemacetan didalam
tol kota Jakarta, kemacetan di pintu keluar tol Bandung, dan kemacetan didalam
kota Bandung bisa dikurangi. Jadi kerugian yang diakibatkan kemacetan pun bisa
diturunkan. Jika skema pendanaan ini ditetapkan untuk lima tahun kedepan atau
seterusnya, maka mobilitas masyarakat Indonesia akan lebih baik.
67
Untuk Indonesia!
Dampak Pengembangan Railway Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 8 menunjukkan siklus dari ekonomi makro sebuah negara pada umumnya.
Terlihat disana sebuah indikator aktivitas ekonomi sebuah negara yang biasa
disebut Gross Domestic Product (GDP). Semakin aktif sebuah negara dalam
memproduksi barang maupun jasa, semakin sehat kondisi ekonomi negara
tersebut. Namun, ada salah satu element yang menunjang pertumbuhan GDP
tersebut yakni transportasi. Barang dan jasa harus berpindah dari supplier kepada
consumer, disinilah peran sistem transportasi.
Gambar 8. Siklus ekonomi makro
(Sumber: catalog.flatworldknowledge.com)
68
Untuk Indonesia!
Penulis mengambil studi kasus pada UK Railways karena sejarah yang panjang,
keunikan struktur organisasinya dan juga kesuksesan UK Railways dalam
meningkatkan socio-economic benefit melalui railway.
Gambar 9. Ridership growth on UK Railways in comparison with economic growth
(Sumber: office of rail regulation)
Pada Gambar 9 di atas terlihat bahwa jumlah pengguna railway di UK memiliki
trendline yang meningkat semenjak tahun 1986 sampai tahun 2012. Semakin
meningkatnya mobilitas masyarakat, semakin produktif mereka dalam melakukan
kegiatan ekonomi sehingga pendapatan per kapita nya pun ikut meningkat (tahun
2009 terjadi resesi global). Lalu apa peran pemerintah dalam mendorong
masyarakatnya untuk menggunakan transportasi rel? Pemerintah yakin bahwa
sistem transportasi berbasis rel lebih bisa diandalkan daripada jalan raya. Oleh
69
Untuk Indonesia!
karena itu, pemerintah terus meningkatkan investasinya disektor perkeretaapian ini
seperti terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10. UK Government support on railways
(Sumber: Office of rail regulation)
Terdapat lonjakan dukungan pemerintah yang sangat signifikan mulai tahun 2001
sampai 2007. Pemerintah mengurangi pendanaan railway pada periode 2008 –
2011 akibat resesi global. Dan sekarang pemerintah mulai meningkatkan
pendanaan railway lagi dengan membangun High Speed Train 2 (hs2.org.uk) dan
mega proyek lainnya (i.e. elektrifikasi West Coast Main Line, Cross Rail, etc.).
Sudah saatnya pemerintah mulai mengambil langkah strategis untuk membagi
beban transportasi darat ke transportasi berbasis rel, maka kerugian dijalan dapat
diturunkan dan produktifitas masyarakat dapat ditingkatkan.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tota
l Go
vern
men
t Su
pp
ort
(£
m)
Year
Government Support on Railways
70
Untuk Indonesia!
KESIMPULAN
Temuan
Sistem transportasi yang benar bukanlah sistem yang hanya mengandalkan satu
sistem saja melainkan harus terbagi sesuai dengan kebutuhan (mode share).
Gambar 11 menunjukkan proporsi pembagian sistem transportasi di beberapa kota
besar Asia.
Gambar 11. Mode share di kota-kota besar Asia
(Sumber: Parikesit & Susantono, 2014)
Kemacetan yang terjadi pada angkutan darat ternyata memberikan kerugian yang
sangat besar. Di Jakarta saja kerugian yang timbul akibat kemacetan sebesar Rp.
28 Trilliun. Bukankah uang sebesar itu bisa digunakan untuk proyek infrastruktur
71
Untuk Indonesia!
strategis lainnya semisal immersed tunnel untuk penanggulangan banjir,
peningkatan mutu pendidikan, ketahanan pangan nasional, dan lain sebagainya.
Sistem transportasi berbasis rel merupakan solusi untuk menjawab permasalahan
tersebut. Memang pembangunan railway membutuhkan kapital yang sangat besar,
tapi bukan berarti Indonesia tidak mampu untuk mendanainya. Jika pemerintah mau
mengatur ulang pos-pos APBN dan lebih mendukung pembangunan railway, maka
Indonesia pun mampu berdiri dibawah kaki sendiri untuk itu.
Terbukti bahwa railway turut mendukung perkembangan sosial-ekonomi di negara
maju seperti Inggris Raya. Oleh karena itu, mengapa Indonesia masih tidak segera
mengambil langkah berani untuk ini?
Rekomendasi
Market research merupakan kunci awal untuk memprediksi kelayakan dan
kesuksesan pembangunan railway. Maka dari itu, demand analysis perlu dilakukan
terlebih dahulu secara mendetail sebelum melakukan langkah pendanaan, dan lain
sebagainya.
72
Untuk Indonesia!
Akuntansi sebagai
Infrastruktur
Pembangunan:
Peran Pemerintah
sebagai Akselerator
Oleh: Ersa Tri Wahyuni, CA, CPSAK, CPMA, PhD (Cand)i
74
Untuk Indonesia!
“The job of Accounting is to keep capitalism honest” – Sir David Tweedie,
Ketua Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB) 2001-2011.
ANPA standar akuntansi yang baik dan profesi akuntan yang kuat,
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu dibangga-banggakan
berisiko menjadi ladang para penjarah ekonomi yang serakah. Tanpa
laporan keuangan perusahaan yang bisa diandalkan, pasar modal Indonesia hanya
akan mengundang investor-investor jangka pendek yang senang berakrobatik
menantang risiko. Tanpa akuntansi yang kuat, pembangunan di Indonesia seperti
balon, mungkin indah berwarna warni dan dapat terbang dengan cepat ke angkasa,
namun kosong dan sewaktu-waktu dapat meledak dengan skandal dan krisis. Dan
seperti anak kecil yang kecewa memandang balonnya yang pecah, kita bertanya
“Ke mana para akuntan?”
Kenyataannya, profesi akuntan Indonesia kedodoran bila dibandingkan negara-
negara tetangga. Jumlah akuntan publik di Indonesia misalnya, jangankan
bertumbuh sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yang sekitar 6%, malah
kecenderungannya berkurang karena lebih dari 55% akuntan publik berusia di atas
55 tahun1. Kenyataannya bursa efek Indonesia gagal memanfaatkan momentum
konvergensi IFRS untuk mengerek jumlah emiten menjadi 500 perusahaan.
1 Presentasi PPAJP: Blueprint Profesi Akuntan dan RPMK tentang Akuntan Beregistrasi Negara
(Accounting Profession Blue Print and RPMK for Registered Accountants), Ibnu Khaldun University
Ternate, 20 December 2013
T
75
Untuk Indonesia!
Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, bukan hanya tim sepak bola kita
yang kalah terus, tapi jumlah akuntan publik dan emiten kita kalah telak.
Tidak ada satupun kegiatan ekonomi yang luput dari peran seorang akuntan.
Akuntan dan standar akuntansi adalah soft infrastructure yang penting untuk
menopang transparansi dan akuntabilitas pembangunan. Pemerintah berlomba-
lomba mengembangkan infrastruktur pembangunan seperti jalan, pelabuhan dan
bandar udara. Namun perkembangan profesi akuntan dan standar akuntansi tidak
mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Asosiasi profesi akuntan seperti Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) atau Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tertatih-tatih
mengembangkan profesi dan standar akuntansi di negara besar berpenduduk 250
juta ini.
POTRET DAN TANTANGAN DUNIA AKUNTANSI INDONESIA
Jumlah akuntan di Indonesia yang menjadi anggota asosiasi akuntan sangat
tertinggal dari negara-negara ASEAN dan Australia. Akuntan di Indonesia bukan
hanya kalah dari sisi jumlah seperti yang tertera dalam tabel 1 tapi juga dari sisi
profesionalisme dan “internasionalisme” di mana Indonesia masih tertinggal jauh.
Mudah membandingkannya, buka saja lowongan kerja akuntan di koran-koran luar
negeri dan di Indonesia. Umumnya para perusahaan di luar negeri meminta para
melamar memiliki sertifikasi profesi akuntan, bahkan untuk posisi hanya seorang
manajer akuntansi. Di Indonesia? Yang sering saya lihat dalam persyaratan malah
76
Untuk Indonesia!
tinggi badan minimum, seakan ada korelasi antara tinggi badan dan kemampuan
akuntansi seseorang.
Kemampuan berbahasa inggris para akuntan kita secara umum juga cukup
membuat miris. Tidak perlu mencari kambing hitam Indonesia dijajah Belanda dan
Malaysia dijajah Inggris, sehingga bahasa inggris mereka lebih bagus. Minimnya
kesadaran mahasiswa akuntansi memiliki kemampuan berbahasa inggris yang baik
terbawa dalam profesi akuntan. Pengalaman saya menjadi moderator dalam
seminar internasional di Indonesia dengan pembicara para akuntan luar negeri, sesi
tanya jawab sepi peminat. Dengan kemampuan bahasa inggris yang minim, tidak
heran bila akuntan di Indonesia tertatih-tatih memahami standar akuntansi
internasional (IFRS) yang sumber ilmunya dalam bahasa inggris.
Minimnya minat akuntan menjadi anggota asosiasi membuat banyak akuntan yang
bekerja di perusahaan terkungkung dalam rutinitas dan tidak memutakhirkan ilmu
dan pengetahuannya. Pengalaman saya sebagai konsultan, banyak akuntan di
perusahaan (bahkan di Jakarta) pada tahun 2012 yang tidak tahu bahwa IAI
menerbitkan standar akuntansi untuk perusahaan non publik yang disebut SAK-
ETAP. Padahal SAK-ETAP sudah dikeluarkan sejak tahun 2009.
No Country Association 2013
1 Indonesia IAI (Indonesian Institute of Accountants) 14,735
IAPI (Indonesian Institute of Certified Public
Accountants)
1,511
2 Malaysia MIA (Malaysia Institute of Accountants) 29,654
77
Untuk Indonesia!
3 Philippines PICPA (Philippines Institute of Certified Public
Accountants)
21,031
4 Singapore ISCA 26,572
5 Thailand FAA 52,805
6 Vietnam VAA 8,000
Tabel 1. Profesi Akuntan Indonesia dan ASEAN
(Sumber: AFA Secretariat, materi Presentasi PPAJP, 2013)
Profesi akuntan harus dikuatkan secara serius oleh pemerintah. Tidak cukup
dengan hanya memberikan payung hukum seperti misalnya UU Akuntan Publik
nomor 5/2011 atau PMK No 25/2014 tentang akuntan beregister negara. Setumpuk
peraturan perundangan bila tidak ditegakkan dengan serius, tidak akan memberikan
dampak signifikan. Contoh nyata adalah UU nomor 40/2007 yang mewajibkan
perusahaan yang memiliki aset diatas 50 miliar untuk diaudit oleh akuntan publik
dan melaporkannya kepada Kementerian Perdagangan. Namun, perusahaan yang
menyerahkan laporan keuangan auditannya ke Kementerian Perdagangan hanya
sekitar 2,000 laporan, padahal total opini audit yang dihasilkan industri jasa audit di
Indonesia konon hampir mencapai 20.000 opini.
Tidak usahlah berharap seperti Singapura yang lebih dari 300 ribu perusahaannya
mengirimkan data menggunakan XBRL ke ACRA (Accounting and Corporate
Regulatory Authority) sehingga bisa mudah ditabulasi. Mencari informasi berapa
perusahaan yang menyerahkan LK auditan ke Pemerintah saja, saya harus
menelepon staf kementrian karena data tersebut tidak tersedia di situsnya.
78
Untuk Indonesia!
BIAYA KONVERGENSI IFRS: BEBAN SIAPA?
Konvergensi IFRS yang dicanangkan sejak tahun 2008 seharusnya dapat
dimanfaatkan pemerintah untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap profesi
akuntan. Konvergensi IFRS adalah komitmen pemerintah sebagai anggota G20 dan
seharusnya menjadi momentum pemerintah untuk serius membenahi akuntabilitas
perusahaan perusahaan di Indonesia. Konvergensi IFRS adalah suatu “project”
besar yang terlalu strategik bila hanya di bebankan kepada profesi akuntan.
“IFRS convergence is not just an accounting issue, but the main purpose of the IFRS
convergence is to improve the quality and transparancy of financial statements of
companies in Indonesia” – Pidato Wakil Presiden Boediono di depan 300 peserta
dari 21 negara yg menghadiri IFRS Regional Policy Forum, 23 May 2011, Bali.
Kenyataannya, IAI seakan sendirian menanggung beban konvergensi IFRS ini.
IASB berusaha keras untuk mengundang Indonesia menjadi donatur, bahkan
dengan menyurati Wapres Boediono tak lama setelah kegiatan di Bali, Mei 2011
selesai. Perwakilan IASB juga sampai datang ke Indonesia dan menemui petinggi
OJK Januari 2014 lalu untuk meminta donasi, namun sampai sekarang, tidak ada
nama Indonesia di dalam daftar donatur IASB. Tidak malukah negara sebesar
Indonesia dengan Bulgaria dan Kazakhstan yang tertera dalam laporan tahunan
IASB sebagai donatur?
Biaya konvergensi IFRS tidaklah murah. DSAK bekerja keras menyelesaikan
penyusunan standar akuntansi secara sukarela. Tidak ada satupun anggota DSAK
79
Untuk Indonesia!
yang mendapatkan honor atas berjam-jam waktu yang mereka curahkan untuk
menyusun standar akuntansi. IAI mencetak buku exposure draft hingga puluhan ribu
jumlahnya, menyelenggarakan public hearing di hotel-hotel dan menyelenggarakn
focus group discussion untuk meminta masukan. IAI berusaha keras mendidik
akuntan dan calon akuntan di Indonesia dengan seminar, workshop, training IFRS.
IAI juga yang menanggung beban mengirim DSAK aktif menghadiri rapat-rapat
dengan IASB untuk konferensi dewan standar internasional untuk menyuarakan
kepentingan Indonesia. IAI juga yang akhirnya membayar royalti ke IASB dari hasil
penjualan buku Standar Akuntansi Keuangan yang akhirnya membuat buku ini
menjadi mahal harganya. Apakah beban konvergensi IFRS ini akan terus menerus
menjadi beban profesi akuntan? Sementara IFRS adalah komitmen pemerintah
sebagai anggota G20?
PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBENAHAN AKUNTANSI
Bagaimana pemerintah dapat memperkuat pembangunan Indonesia? Dengan
memperkuat profesi akuntan. Ahli strategi bisnis mengatakan “You can not manage
what you do not measure” dan ini sangat tepat untuk langkah awal pembenahan
akuntan. Data-data seputar dunia akuntansi sangat sulit didapatkan. Contoh
sebelumnya mengenai ketidaktersediaan data perusahaan yang mengirimkan
laporan keuangan auditan ke Kementerian Perdagangan hanya salah satunya.
Informasi lain yg tidak tersedia misalnya berapa total pekerja dan angka turnover
pekerja dalam industri jasa akuntansi. Kantor akuntan publik (KAP) mana yang
80
Untuk Indonesia!
menikmati pertumbuhan industri paling tinggi? Berapa perusahaan yang
memutuskan menggunaan SAK ETAP sejak standar ini berlaku? Berapa besar total
pendapatan jasa dari seluruh KAP di Indonesia (bukan hanya pendapatan dari jasa
audit)?
Bila industri akuntansi tidak terpotret, maka selamanya ia akan menjadi pasar gelap
yang sukar untuk dipahami. Bagaimana dapat dikembangkan industri dan profesi ini
bila untuk memahaminya saja sulit? Dalam beberapa kegiatan seminar, PPAJP
(Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai) sebagai regulator yang mengawasi
industri jasa akuntan berulang kali memberikan data mengenai jumlah akuntan
publik yang tidak bertambah signifikan dan rata-rata sudah diatas 50 tahun. Apakah
sudah pernah dilakukan studi mengapa ribuan akuntan yang bekerja di kantor-
kantor akuntan enggan mengambil ujian dan menjadi akuntan publik? Sangat sulit
membenahi suatu industri tanpa informasi yang akurat.
Langkah pertama adalah mengumpulkan data-data. PPAJP, IAI, IAPI, Kemendag
dapat bekerjasama untuk memasok data kepada portal informasi terpusat yang
dikelola pemerintah. Sehingga semua data mengenai akuntan dan industri
akuntansi dapat diakses oleh publik dari satu pintu informasi. Survei dapat dilakukan
setiap tahun kepada para pekerja di industri ini, kuosioner bisa dilakukan juga
terhadap calon-calon peserta yang akan mengikuti ujian profesi, hasil survei
dikumpulkan dan ditabulasi sehingga dapat terkumpul gambaran yang akurat.
Kedua adalah pemberdayaan dewan standar akuntansi. Pemerintah sudah
sepantasnya ikut menanggung beban konvergensi dengan membayar donasi
kepada IASB. Serupa dengan lembaga-lembaga internasional lainnya seperti PBB,
81
Untuk Indonesia!
dan IOSCO yang membiayai pembuatan standar internasional dari iuran atau
donasi para anggotanya. IASB adalah lembaga non profit yang memiliki due process
penyusunan standar akuntansi internasional sangat baik. Membuat standar
akuntansi yang baik adalah pekerjaan yang tidak mudah dan mahal. Hanya Amerika
Serikat yang mampu membuat standar akuntansi sendiri. Apakah Indonesia
sanggup membiayai pembuatan standar akuntansi seperti FASB di Amerika Serikat
dengan anggaran 45 juta dolar setahun2?
Langkah ketiga adalah memberikan banyak insentif bagi industri akuntansi.
Misalnya kantor akuntan publik yang masih kecil diberi insentif untuk merger dan
pemberian software pengauditan kepada para kantor akuntan publik yang kecil agar
mereka bisa efisien dalam melakukan perkerjaannya. Sama dengan UKM, kantor
publik yang masih kecil ini juga perlu dibina dan diayomi dari sisi kemampuan
finansial dan juga profesionalisme mereka bukan hanya ditakut-takuti ijin praktik
akan dicabut bila mereka tidak memiliki kertas kerja yang baik. Training-training
yang dilakukan untuk mereka seharusnya bukan hanya teknikal mengenai standar
akuntansi atau standar audit tapi juga training tentang kewirausahaan, pengelolaan
sumber daya manusia, marketing, service excellence, dan lain-lain. Bawa beberapa
managing partner kantor akuntan publik kecil ini untuk studi banding bertemu
dengan mitra sejajar mereka di Australia atau di Amerika Serikat untuk menjalin
jaringan baru dan belajar produk-produk jasa baru yang inovatif. Beri insentif untuk
2 Data laporan keuangan tahunan FASB tahun 2012.
82
Untuk Indonesia!
akuntan yang mau membuka kantor akuntan publik atau kantor jasa akuntan di
wilayah Timur Indonesia.
Langkah berikutnya adalah pengawasan yang ketat terhadap produk-produk
akuntan. OJK harus menjadi regulator yang tangguh karena beberapa riset
mengatakan percuma mengadopsi IFRS tanpa penegakan peraturan yang ketat
(Ball et al., 2003, Bushman and Piotroski, 2006, Landsman et al., 2012, Lee et al.,
2008). Kementerian Perdagangan dengan tegas harus meminta pada laporan
keuangan auditan perusahaan lalu dilakukan tabulasi dan analisa dan diumumkan
informasinya untuk publik. Bila produk-produk akuntan diawasi dengan baik maka
akuntan akan lebih terpacu untuk bekerja hati-hati dan cermat.
Terakhir adalah asosiasi profesi seperti IAI dan IAPI harus meneguhkan misi nya
untuk melindungi kepentingan publik dan bukan hanya kepentingan golongannya.
Bila ada anggotanya yang melanggar kode etik profesional, jangan takut untuk
memberikan sanksi. Bila ada akuntan yang tertangkap KPK dan terbukti sebagai
koruptor, jangan enggan untuk memberikan pernyataan publik mengecam hal
tersebut. Bila ada akuntan publik yang melakukan praktik-praktik usaha yang
melanggar standar, atau bahkan melanggar hukum, jangan ragu untuk bekerjasama
dengan regulator agar mereka ditindak. Aktifkan budaya whistleblower, karena
mereka yang melemahkan citra akuntan hanya akan merugikan profesi. Jadikan
profesi akuntan sebagai profesi yang mulia dan bermartabat.
83
Untuk Indonesia!
PENUTUP
Praktik akuntansi yang baik akan mendorong pelaporan bisnis yang transparan dan
akuntabel. Praktik akuntansi yang baik membutuhkan standar akuntansi dan profesi
akuntan yang memadai baik dari jumlah maupun kualitasnya. Tanpa pelaporan
bisnis yang akuntabel, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dicurigai oleh para
investor asing yang berinvestasi.
ASEAN Economic Community 2015 akan memaksa Indonesia untuk membuka
pintu bagi para akuntan asing untuk masuk. Pemerintah harus menjadi akselerator
untuk melejitkan profesi akuntan di Indonesia setara dengan negara-negara lain di
ASEAN. Profesi Akuntansi dan Standar Akuntansi adalah infrastruktur penting
dalam pembangunan, sudah saatnya Pemerintah lebih banyak berperan.
84
Untuk Indonesia!
i Penulis adalah mahasiswa program doktor akuntansi di Manchester Business School, University of Manchester dengan riset proses konvergensi IFRS di 6 negara Indonesia, Philippines, Jepang, Brazil, Kanada dan Amerika Serikat. Dosen Akuntansi Universitas Padjadjaran dan anggota Ikatan Akuntan Indonesia.
Pekerja Rumah
Tangga/Buruh
Migran:
Realitas dan
Tantangan Indonesia
Oleh: Maria Pakpahan
86
Untuk Indonesia!
ALAH satu persoalan yang kerap muncul di media di Indonesia adalah
masalah buruh migran Indonesia. TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang
sering disebut sebagai buruh migran Indonesia memiliki peran penting
dalam perekonomian Indonesia karena remitansi yang didapat TKI tahun 2013 lalu
mencapai US$ 7,4 miliar atau Rp 88,6 trilliun, naik dibandingkan tahun sebelumnya
(2012) yang mencapai US$ 6, 9 miliar1 . Kontribusi buruh migran ini merupakan
sumber income terbesar kedua setelah minyak dan gas. Ada sekitar 6,5 juta TKI
yang tersebar di 176 negara2 dimana jika setiap TKI menghidupi 4 orang anggota
keluarga, maka selain mengurangi 6,5 juta angka penggaguran di dalam negeri ,
mereka juga menghidupi sekitar 32.5 juta penduduk Indonesia (termasuk TKI
tersebut). Gelar pahlawan devisa sering dianggap pemanis karena banyak hal
menyangkut kehidupan dan perlindungan TKI/buruh migran masih jauh panggang
dari api.
Akses mendapatkan keadilan adalah salah satu cluster issue yang memerlukan
penanganan serius. Tidak cukup hanya mengandalkan UU atau perda bahkan
konvensi PBB semata.
Hal ini tidak bisa dilepaskan dari beberapa hal yang berhubungan dengan situasi
kelompok buruh migran/TKI yang kebanyakan perempuan ini dan bekerja di ranah
domestik yang dilihat sebagat ranah privat/pribadi sehingga menambah kompleks
persoalan para pekerja ini.
1 http://bisnis.liputan6.com/read/795657/tki-kirim-uang-rp-88-triliun-ke-kampung-halaman. 2 Menurut Jumhur Hidayat kepala BP2NTKI http://news.okezone.com/read/2013/10/23/337/885778/6-5-juta-tenaga-kerja-indonesia-tersebar-di-176-negara, diunduh 7 Sep 2014 pukul 19.33
S
87
Untuk Indonesia!
Adapun pekerja domestik yang dikenal sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT)
namun kerap dipanggil sebagai Pembantu, si Mbak, Babu, yang diacu dapat
didefinisikan sebagai “any person engaged in domestik work within employment
relationship”.3 Pekerjaan domestik sendiri berarti melingkupi: “work performed in or
out for a household or households”.4
Selain bekerja di ranah privat, ada juga hal-hal yang relevan dan terjadi dalam
proses rekrutmen maupun masa bekerja para PRT dimana isu
trafficking/perdagangan manusia dan forced labour/kerja paksa cukup lekat dengan
realitas perbudakan modern (modern slavery).5
Bagi buruh migran yang bekerja sebagai PRT, kawasan teluk khususnya Saudi
Arabia menjadi tujuan utama dimana jika melihat Global Index Perbudakan Modern
Saudi Arabia menduduki peringkat 82, jauh dibawah Indonesia (peringkat 114) yang
artinya persoalan perbudakan modern dalam negeri jauh lebih baik dibandingkan
Saudi dan juga beberapa negara tujuan lainnya seperti Uni Arab Emirat (peringkat
3 Decent Work Country Programme Indonesia 2006-2010. International Labour Organisation (ILO), Jakarta. p. 9 4 Ibid. 5 Indonesia berada di posisi 114 dari 162 negara dalam Global Slavery Index 2013. Diperkirakan ada
29.8 juta manusia di dunia yang terperangkap hidup dalam perbudakan modern. Perbudakan modern
/modern slavery dapat didefinisikan melingkupi beberapa karakter dan phenomena yang bisa saling
terkait satu sama lain, yakni, “Slavery’ refers to the condition of treating another person as if they
were property – something to be bought, sold, traded or even destroyed. Forced labour’ is a related
but not identical concept, referring to work taken without consent, by threats or coercion. Human
trafficking’ is another related concept, referring to the process through which people are brought,
through deception, threats or coercion, into slavery, forced labour or other forms of severe
exploitation. Whatever term is used, the significant characteristic of all forms of modern slavery is
that it involves one person depriving another people of their freedom: their freedom to leave one job
for another, their freedom to leave one workplace for another, their freedom to control their own body”.
Global Slavery Index 2013 (2013). Walk Free Foundation. www.globalslaveryindex.org halaman 2
dan 11.
88
Untuk Indonesia!
88), Jordan (87), Yemen (92), Bahrain (96). Oman dan Qatar (99).
Data dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat bahwa sebagian
besar buruh migran yang bekerja di kawasan Timur Tengah adalah perempuan
(95%) dan bekerja di sektor domestik sebagai PRT (Data Kementerian antara 2007-
2009 total 1.051,168 buruh migran disetujui untuk berangkat ke Timur Tengah dan
998,177 adalah perempuan).6
Perlu juga dicatat bahwa Indonesia sebagai negara pengirim buruh migran sudah
meratifikasi konvensi ILO nomor 29 mengenai Kerja Paksa sejak tahun 1957. Pada
tahun 1958, Indonesia meratifikasi konvensi ILO nomor 105 mengenai
penghapusan kerja paksa. Selain ini, di kalangan Asia, Indonesia adalah negara
Asia pertama yang telah meratifikasi kedelapan konvensi ILO yang paling
utama/fundamental. Hal ini tidak bisa dinafikan bahwa Indonesia memang jauh lebih
maju dengan banyak negara-negara tujuan buruh migran, terutama yang di
kalangan Timur Tengah.
Juga perlu dicatat bahwa konvensi yang berhubungan langsung dengan
Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran and Anggota Keluarganya yang merupakan
konvensi PBB yang dikeluarkan melalui resolusi PBB 45/158 pada tahun 1990
akhirnya setelah melewati perjalanan cukup panjang ditandatangani pemerintah
Indonesia tahun 2004 dan diratifikasi tahun 2012.
Hal-hal di atas ini bisa dilihat sebagai modal dalam sistem hukum di Indonesia yang
juga sudah memiliki UU nomormor 39/2004 mengenai penempatan dan
6 Bassina Farbenblum, Eleanor Taylor-Nicholson, and Sarah H Paoletti (2013). Migrant Workers’ Access to Justice at Home: Indonesia. New York: Open Society Foundations. p. 169.
89
Untuk Indonesia!
perlindungan buruh migran dimana dirasakan perlunya revisi UU ini dan sudah
dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional 2014. Salah satu daftar inventaris
masalah (DIM) yang terekam dalam Dewan Perwakilan Rakyat dimana menjadi
salah satu poin yang perlu dikritisi adalah DIM 13 yang berbunyi:
“Bahwa penempatan pekerja Indonesia ke luar negeri bukan merupakan solusi tidak
adanya lapangan kerja dalam negeri, dan bekerja sebagai pekerja Indonesia di luar
negeri adalah upaya pencarian nafkah yang bersifat sementara.” 7
Revisi ini tentunya bisa dikatakan jauh dari realitas kehidupan buruh migran yang
bekerja sebagai PRT dimana mereka dianggap sebagai unskilled labour – pekerjaan
tanpa perlu keahlian – suatu hal yang juga perlu dibongkar karena hampir semua
pekerjaan domestik memerlukan keahlian: mulai dari memasak, mengurus rumah,
mengurus anak dan mendidiknya, ini menyebut sebagian kerja-kerja yang banyak
dilakukan di ranah domestik dan jelas memerlukan ketrampilan, keahlian.
Bagaimana mungkin memasak tanpa tahu bumbu dan juga kebersihan pengelolaan
makanan? Bagaimana mungkin mengurus anak dengan baik tanpa memahami
safety dan psikologis kembang tumbuh anak misalnya.
Revisi UU nomormor 39/2004 ditengarai masih belum tandas mengakui persoalan
utama buruh migran yang kebanyakan PRT tersebut. Salah satu masalah utama
dalam UU nomor 39/2004 adalah calon tenaga kerja Indonesia (TKI) diwajibkan
masuk PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) yang menyebabkan
7 migrantstruggle.wordpress.com/2013/05/03/ on 1 May 2014. At. 7.58 AM.
90
Untuk Indonesia!
calon TKI /buruh migran sudah terperangkap dalam hutang biaya ke PJTKI sebelum
migrasi dilakukan dan kemudian terperangkap, dililit hutang.
Hal yang juga perlu digarisbawahi adalah keengganan menerima fakta bahwa
menjadi TKI bagi kebanyakan orang Indonesia yang tidak memiliki pendidikan tinggi
dan perlu kerja bukanlah hal yang bersifat sementara. Pengiriman buruh migran
yang sudah berlangsung puluhan tahun dan karenanya sulit dinyatakan sebagai
sementara (seperti dinyatakan dalam DIM 13 DPR RI) karenanyatanya di dalam
negeri sendiri sulit mendapatkan kerja dengan upah yang layak dan juga decent
work terminologi yang dipakai International Labour Organisation (ILO) untuk
mengacu kepada pekerjaan yang layak. Soal layak tidak layak, bagaimana
mendefinisikan layak dan apa yang tidak layak bisa menjadi diskusi dan topic untuk
ditulis dalam sebuah karya tulis tersendiri.
Ada juga persoalan asuransi yang masih sangat bersifat bisnis dan harus
ditanggung oleh si buruh migran, di samping anggapan bahwa perlindungan untuk
TKI dalam dariaft revisi ini dinilai TIDAK mengacu pada konvensi PBB 1990 tentang
perlindungan Buruh Migran dan keluarganya yang ironisnya sudah diratifikasi oleh
Indonesia. Ini merupakan kelemahan besar dalam Revisi UU nomor 39/2004 karena
benchmark yang bagusnyatanya dihilangkan.
Realitas kehidupan pekerja domestik bukan khas Indonesia saja atau khusus
negeara berkembang8 dimana para majikan berharap mendapatkan pekerja rumah
8 Negeri besar seperti China juga mengalamai dimana situasi Pekerja Rumah Tangga (PRT) menajdi semakin lebihkompleks seperti tercakup dalam buku Hairong, Yan (2008) New Master, New Servant: Migration, Development, And Women Workers in China. Durham and London: Duke University Press. 90-107.
91
Untuk Indonesia!
tangga yang masih lugu sehingga bisa lebih mudah diberitahu, dibimbing dan
dibentuk sesuai keinginan majikan, terutama majikan perempuan alias nyonya
rumah.
Diperkirakan ada sekitar 2 juta PRT di Britania Raya. Jumlah ini jauh melebihi zaman
Victoria dan sekitar 2.7 juta rumah tangga di negara ini memperkerjakan orang lain
untuk membantu dalam ranah domestik.9.
Cox10 mengatakan bahwa berkembangnya pekerjaan domestik yang dibayar dan
dilakukan oleh PRT bukan sekedar soal kecil karena hal ini melibatkan banyak soal:
dari adanya tren yang layaknya dikritisi. Jelas adanya gender inequality, adanya
ketimpangan penghasilan, adanya issue rasisme, praktek di tempat kerja yang tidak
family friendly dan pengurusan anak yang dianggap urusan perempuan dan
berharap perempuan akan tinggal di rumah melakukan kerja ini.
Lebih jauh lagi, Anderson dalam bukunya ‘Doing the Dirty Work‘11 menulis bahwa
pekerja domestik memenuhi sebuah fungsi krusial yakni mereproduksi fungsi dari
‘majikan perempuannya’ (yang biasanya kelas menengah atau paling tidak kelasnya
di’atas’ kelas PRT tersebut dan karenanya dianggap lebih ‘resik’) dibandingkan
dengan diri si PRT yang dianggap (kelasnya dibawah, lebih rendah dan kotor). Di
sini, Anderson ingin menekankan bila melihatnya dari referensi ‘caring function’ dari
9 Plat, Edwards. (2001) ‘This is a serious business’, The Business: The Financial Times Magazine, London, 20 October. p.26. 10 Cox, Rosie. (2006) The Servant Problem Domestik Employment in A Global Economy.London, New York: I B Tauris. p. 3 11 Anderson, Bridenganet. (2000) Doing the Dirty Work –The Global Politics of Domestik Workers’ London and New York: Zed Books. p. 2.
92
Untuk Indonesia!
PRT tersebut, maka yang ‘pemakai jasa/majikan ‘ merasa sudah punya hak atas
‘kedirian/personhood ‘ PRT tersebut, bukan sekedar tenaga buruhnya yang dibayar.
KONTRIBUSI FEMINISME DALAM MELIHAT PEKERJA RUMAH TANGGA
Stanley dan Wise12 mengatakan bahwa feminist ontology (teori tentang ‘realitas’ or
being) mengkritik dan menolak cara pandang binary Cartesian (yang dikotomis)
dalam memahami hubungan/relasi antara tubuh, pikiran dan emosi. Dimana realitas
dilihat dengan ‘maskulin ontology’ yang berasosiasi dengan Cartesian dualisme dan
foundationalisme dimana realitas selalu dilhat dalam posisi yang saling
bertentangan, misalnya science vs. nature, reason/akal vs emosi, obyektivitas vs
subyektivas; dimana hal-hal ini secara prinsipil dan simbiotik saling terkait dan
diperlukan keberadaannya satu sama lain dimana stratifikasi super dan subordinasi
diperlakukan.
Diri/self dilihat sebagai hasil dari interaksi dan kontruksi sosial dan irrevocably
social and cultural on its basis. Feminist ontology (FO) menolak cara pandang
dengan cara binary dan pertentangan , misalnya bagaimana konsep ‘diri’ dalam
hubungannya dengan ‘tubuh’ dan ‘akal/pikiran’. FO melihat dalam isu diri terbentuk
secara relasional dan interaksional, dimana terkonstruksi secara historis, secara
budaya dan spesifik context. Perlu ditekankan bahwa ini berubah secara halus-
pelan/subtly di dalam situasi dan interaksi yang berbeda-beda.
12 Stanley Liz and Wise Sue (1993).,Breaking Out Again: Feminist Ontology and Epistemology., London and New York: Routledengane.p.194.
93
Untuk Indonesia!
Artinya ada cara alternatif feminist dalam merespon ontology maskulin mengenai
diri dan other/liyan dimana tidak dengan pertentangan namun lebih menekankan
kerja sama, kooperasi (gotong royong) yang disebutnya ‘cooperative endeavours’13.
Hal lain yang juga bisa berguna dalam memahami tulisan ini adalah penekanan
akan pentingnya perasaan/feeling yang selama ini diabaikan oleh ontology maskulin
dimana emosi dianggap sebagai anti-tesis dari akal sehat/reason. Emosi/perasaan
hasil dari pikiran dimana bisa secara dasar dibagi secara kasar respon tubuh
misalnya merasa panas atau dingin atau rasa sakit. Bisa juga rasa jengkel, sayang
dan cemburu.
Tidak selalu mudah untuk memisahkan perasaan emosi ini semua. Karena
bagaimanapun hal–hal ini terkonstruksi dalam lingkup waktu dan dalam berbagai
grup sosial .
Feminist ontology mencoba melihat tubuh dengan cara pandang alternatif yang
mana mungkin bisa membantu kita dalam melihat persoakan PRT yang terus
berkepanjangan. FO lebih melihat tubuh sebagai embodiement :
“A cultural process by which the physical body becomes a site of culturally
ascribed and disputed meanings, experiences, feelings. Here ‘the body’ is
positioned within cultural specific-and sometimes competing-discourse of meaning,
authority and control. For us ‘the body ‘ is rather to be conceptualised as a becoming,
its meaning is never fixed to be particular type of person, rather those different
13 Ibid. p. 195.
94
Untuk Indonesia!
meanings have to be achieved and re-achieved in order to be seen as constituting
a particular type of person”.14
Hal ini bukan kemudian artinya tubuh/diri menjadi semata kreasi dari linguistic.
Karena bagaimanapun FO mengakui bahwa tubuh secara material memang ada,
secara fisik dan berhadapan dengan konsekuensi realitas. Hal yang penting untuk
diingat saat melihat para pekerja rumah tangga adalah fakta dislokasi tubuh mereka,
baik yang berada di luar negeri maupun bekerja di kota-kota besar Indonesia.
Artinya perlu dibongkar cara berpikir Cartesian yang dilahirkan ‘Barat’ bahwa hanya
laki-laki yang memiliki arti dan ‘isi’ dan melihat perempuan sebagai hal yang tidak
lengkap, kurang dan berbeda. Hal yang kedua, memahami baik perempuan dan
laki-laki, keduanya memiliki eksistensi ragawi, badan dan keduanya embodied serta
perlu digaris bawahi embodiments laki-laki dan perempuan memang berbeda.15
SOLUSI YANG MUNGKIN
Jika pendekatan dan kontribusi analisa feminisme diterima, maka artinya apa dalam
kelompok pekerja rumah tangga? Termasuk PRT Migran? Seperti sudah
dinyatakan, saat ada pelanggaran hak pekerja domestik, ada dispute maka
diperlukan negosiasi. Hal ini semua memerlukan waktu, biaya dan juga sekaligus
melakukan perubahan kesadaran bahwa PRT adalah pekerja, dia bukan milik
siapapun, tidak ada yang bisa mengklaim kepemilikan jika ada PRT yang bekerja di
14 Ibid.p. 196. 15 Ibid. p. 199.
95
Untuk Indonesia!
dalam rumahnya. Sosok PRT, termasuk tubuhnya bukan sekedar sosok TKI karena
tubuh PRT yang mengalami dislokasi dari desanya ke tempat penampungan agen
TKI hingga ke suatu rumah di tempat yang mungkin baru petama kali dikunjunginya
dan tiada orang yang dikenalnya dan menjadi teman dalam masa kontrak yang rata-
rata 2 tahun ini. Tubuh TKI ini menjadi tempat/sites dimana perbedaan saling
berkonstes, baik mengenai otoritas dan kontrol terhadap sosok/tubuh TKI ini.
Di sini diperlukannya suatu refleksi dimana selayaknya persoalan TKI tidak dilihat
dengan pendekatan deterministik, cost dan benefit semata. Perlu lebih tajam dan
luas karena TKI memang bukan komoditas seperti sumber daya alam yang dijual
dan dilego. Sebenarnya, ada juga hal yang mungkin juga berguna untuk ditelaah
lebih lanjut yakni persoalan Ethics of Care yang ingin saya ajukan dalam diskusi ini
lebih lanjut dimana Ethics of Care sebagai konsep politik yang mana akan bisa
mengubah pendekatan kita dalam menghadapi berbagai soal yang dihadapi
perempuan, termasuk kelompo PRT dan buru migran. Ethics of Care sebagai
praktek maupun sebagai pendekatan.16
Salah satu yang berhubungan dengan Ethics of Care adalah soal moral theory.
Salah satu pertanyaan yang valid dari moral theory adalah pertanyan bagaimana
memperlakukan orang lain yang jauh dari diri namun kita anggap sama seperti kita,
misalnya TKI yang jauh kerja di luar negeri atau di kota-kota besar Indonesia-jauh
dari sanak saudaranya. Perlu dicatat bahwa adanya ketimpangan kuasa membuat
moral theory menjadi kurang bergigi, seperti juga layaknya pendekatan hukum per
16 Untk diskusi mengenai hal ini silahkan membaca Tronto.C. Joan.(1993) Moral Boundaries- A Political Argument for Ethics of Care, New York: Routledengane.
96
Untuk Indonesia!
se. Moral theory kurang bergigi karena orang lain yang jauh dari kita cenderung
tidak membuat diri kita bertindak melakukan aksi moral saat orang tersebut
membutuhkan pertologan. Hal kedua adalah asumsi bahwa orang lain seperti diri
kita juga bukanlah hal yang tepat dan oleh karenanya tidak bisa dipastikan orang
lain akan bertindak seperti diri kita. Di titik inilah negara tetap diperlukan dan dalam
kasus PRT TKI Buruh migran dimana dalam kasus yang mendapati hukuman mati
di negara tempat bekerja menjadi contoh kasus yang jelas. Opini warga negara
Indonesia di tanah air banyak yang terbelah, apakah akan mem-bail out atau
membiarkan diri TKI ini di hukum mati dan lebih baik menggunakan uang bail out-
nya untuk kepentingan umum seperti membangun sekolah, klinik kesehatan,
dsbnya. Ethics of Care bisa menjembatani serta melengkapi pendekatan hukum dan
juga sekaligus moral theory dalam penanganan persoalan PRT yang banyak
menjadi buruh migran ini. Ethics of Care juga melengkapi pendekatan feminist
dimana perbedaan dalam feminisme tidak dinafikan, termasuk perbedaan dilemma
yang dihadapi kaum perempuan yang berbeda kelas, warna kulit, preferensi
seksual, agama dan sebagainya. Mengakui adanya perbedaan dilemma dan
kemudian perbedaan prioritas dalam spectrum feminisme, tidak berarti kita tidak
care satu sama lain. Ethics of Care dan negara bisa menjadi jembatan dalam
mendekati perbedaan dilemma ini, khususnya dalam kasus TKI dimana misalnya
soal apakah migrasi TKI masih dibolehkan ke negara-negara yang jelas-jelas masih
memaklumi modern slavery? Negara bisa mencoba menjadi katalisator dalam soal-
soal pelik dan juga pengalaman–pengalaman moratorium yang pernah dilakukan
sehubungan kasus TKI kita.
97
Untuk Indonesia!
Hal ini sangat perlu dipahami oleh kita semua jika kita mau mengerti kenapa
persoalan PRT bisa dilihat sebagai perbudakan modern dan oleh karenanya
diperlukan pendekatan struktural dan juga perlindungan hukum mengatasi
persoalan pekerja rumah tangga, baik yang bekerja sebagai buruh migran di luar
negeri maupun pekerja rumah tangga di dalam negeri Indonesia sendiri. Namun kita
juga harus memahami bahwa pendekatan hukum bukanlah penyelesaian segala
soal, termasuk persoalan buruh migran. Tentunya untuk pekerja rumah tangga yang
menjadi buruh migran, memerlukan proteksi baik di dalam negeri maupun luar
negeri. Dalam level ini, diperlukan kerjasama multilateral maupun bilateral dalam
mencoba mengatasi berbagai soal yang dialami para buruh migran Indonesia ini.
Berbagai forum, mulai dari MDG (Millennium Development Goals) UNDAF (United
Nations Development Assistance Framework), Poverty Reductions Strategies
(PRSs) dan terbentuknya komunitas ASEAN di 2015 masih belum maksimal dalam
memberikan rekomendasi konkrit untuk mengupayakan perlindungan buruh migran,
khususnya di kawasan komunitas ASEAN dimana ada Singapore dan Malaysi
sebagai negara tujuan TKI dan Indonesia sebagai negara pengirim terbesar kedua
buruh migran setelah Phillipina yang juga merupakan negara pengirim buruh
migran.
Semoga dengan pendekatan yang berbeda, berbagai persoalan PRT yang
banyak berlaku sebagai buruh migran bisa diminimalisir dan penanganannya
menjadi lebih manusiawi, mulai dari perekrutan, pelatihan, keberangkatan hingga
kepulangan ke tanah air, bahkan pasca migrasi, bagaimana menggunakan hasil
kerja keras upayanya menjadi suatu kegiatan yang produktif dan tidak melulu
98
Untuk Indonesia!
konsumtif. Banyak soal serius di wilayah pasca migrasi yang juga patut dipikirkan
dan perlu penanganan serius, namun bukan berarti mustahil.
REKOMENDASI
1. Segala pendekatan dalam dikursus dan kebijakan buruh migran Indonesia
menyertakan feminist perspective dan juga mendudukannya dalam
perspektif migration regime. Artinya feminism dan migration menjadi
perangkat analisa dalam membuat kebijakan-kebijakan yang menyangkut
pekerja domestik, termasuk Pekerja Rumah Tangga, baik yang menjadi
migran di luar negeri, maupun yang bekerja di kota-kota
besar/menengah/kecil yang juga merupakan bagian dari proses urbanisasi
penduduk Indonesia.
2. Akses ke keadlilan. Para pekerja rumah tangga baik yang di dalam negeri
maupun di luar negeri dikenalkan dan menjadi bagian dari gerakan untuk bisa
menggunakan instrumen hukum yang ada. Seperti banyak diketahui, hukum
tidaklah sama dengan keadilan. Hukum hendaknya menjadi instrumen
mendapatkan keadilan. Hukum tidak lepas dari budaya yang ada, perangkat
hukum dan isi dari hukum itu sendiri. Akses terhadap keadilan sebagai suatu
pendekatan lebih luas dari hukum itu sendiri. Aparat pemenrintah, tokoh-
tokoh masyarakat, pemimpin agama, organisasi kemasyarakatan dan adat
juga perlu diajak dalam memastikan para TKI dan PRT bisa benar-benar
mengakses keadilan dengan tidak rumit dan mahal.
99
Untuk Indonesia!
3. Dilakukannya bridenganing antara pendekatan hukum dan pendekatan
moralitas yang mungkin bisa difasilitasi dengan pendekatan Ethics of Care
sebagai school of thought dimana perlu ditelusuri dan ditemukan hal-hal yang
workable, visible, dan bisa dipahami oleh masyarakat. Misalnya saja, dalam
proses rekrutmen TKI, orang tua si TKI tidak bisa menjadi acuan satu-
satunya dalam pendataan TKI berasal, ada baiknya tetangga dan RT/RW
dilibatkan yang menandakan bahwa komunitas peduli dengan TKI tersebut
sejak dari awal proses dan mengurangi praktek perdagangan manusia.
Misalnya saja, soal umur TKI yang bersangkutan, juga proses seleksi.
Termasuk didalam point ini adalah masa training/pelatihan yang dilakukan
TKI. Tempat pelatihan TKI tidak boleh lagi semacam camp, tertutup-rahasia
dan komunitas setempat tidak tahu jelas apa yang dilatih dalam tempat
training tersebut. Bahkan dalam banyak kasus para TKI yang dalam masa
‘penampungan’ ini tidak benar-benar dilatih sementara mereka terus
menerus terbelit dalam hutang piutang dalam masa penampungan ini. Para
agen tenaga kerja perlu diudit dan diatur benar dan TKI dibolehkan untuk
tidak menggunakan agen tenaga kerja jika memang ini hal yang dia ingini.
Negara sendiri juga sebaiknya bisa melakukan pemberangkatan langsung
para TKI ini dan para agen tenaga kerja tidak memonopoli proses
pemberangkatan para TKI.
4. Asuransi TKI yang terus dikutip dari setiap TKI yang berangkat, harus dibuka
dan diaudit dan dibuat pertanggung jawabannya secara publik oleh
Kementerian Tenaga Kerja dan instansi terkait.
100
Untuk Indonesia!
5. KBRI beserta labour attache di negara negara penempatan TKI perlu
pendapatkan training yang serius dalam merespon kepentingan TKI dan juga
memonitor keadaan TKI Indonesia. Hal ini sudah dimulai namun belum serius
benar dan hendaknya dalam menata aparatur Negara/PNS diberikan link
antara kesuksesan kerja dalam mengurusi TKI dengan kenaikan
level/pangkat seorang pejabat/pegawai negeri. Ada reward dan punishment
system.
6. Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) di
Republik Indonesia sendiri harus segera ditandatangani dan masuk ke dalam
Program Legislasi Nasional 2015 untuk dibuat menjadi Undang Undang
Perlindungan PRT. Hal ini sangatlah urgen dan menjadi acuan bagi
keseriusan pemerintah dan Negara dalam memberikan perlindungan bagi
para PRT, sehingga saat pemerintah mengadvokasi TKI di luar negeri, ada
juga referensi perangkat hukum dalam negeri yang bisa diajukan bahwa
pemerintah Indonesia serius dalam memberikan perlindungan terhadap
pekerja domestik dan di dalam negeri hal ini sudah dilakukan dengan adanya
UU ini.
7. Pekerja Domestik, termasuk banyak yang menjadi TKI dilepaskan dari
diskriminasi yang sejak awal hingga pulang tercermin dari pemberangkatan
hingga kepulangan dimana mereka dikhususkan dan hanya bisa melewati
terminal keberangkatan dan kepulangan tertentu. Terminal khusus seperti ini
sudah seharusnya ditutup dan pemerintah harus segera memotong
keterlibatan dirinya baik secara institusi maupun perseorangan dengan
101
Untuk Indonesia!
upaya-upaya mengkriminalkan TKI dengan berbagai ‘perlakuan khusus’,
seperti terminal khusus, jemputan khusus, money changer, travel biro khusus
dan berbagai khusus lain yang tidak lebih dari pada melihat TKI sebagai
obyek bahkan mungkin seperti sapi perah.
8. Pengiriman remitansi para TKI hendaknya dibuat semudah dan semurah
mungkin karena bagaimanapun sumbangan devisa mereka sudah sangat
membantu perekonomian dan stabilitas Negara Indonesia. Berbagai bank
yang menawarkan jasa pengelolaan remitansi, pengiriman dan sebagainya
patut terus dimonitor dan dikenakan sanksi keras jika pendekatan institusi
finasial ini tidak lebih baik dari para penganut ekonomi rente. TKI tidak dan
jangan diperlakukan sebagai obyek ekonomi semata karena memang selain
mereka bukan obyek, mereka juga subyek, manusia yang sudah berjasa dan
berjuang dalam mencari pendapatan.
9. Masa migrasi dan post-migrasi merupakan hal yang kurang ditangani.
Periode kerja seorang TKI maksimal tidak melebihi 20 tahun kerja (masa
produktif kerja, dan biasanya pemakai jasa tidak mau menerima TKI yang
berumur diatas 40 tahun karena sudah dianggap terlalu tua dan kurang
produktivitasnya) dalam banyak kasus tidak sampai 20 tahun kerja, ada yang
hanya beberapa tahun saja . Menjadi soal adalah gap years dimana saat TKI
ini bekerja, ada peran yang biasanya dilakukan seperti sebagai ibu, istri,
anak, adik, kakak yang kosong dan banyak dari TKI ini yang misalnya
sebagai ibu, terpaksa meninggalkan anak-anaknya. Bagaimana dengan
anak-anak yang ditinggalkan? Selama ini hal ini diselesaikan dengan cara
102
Untuk Indonesia!
masing-masing keluarga. Sudah saatnya negara ikut mengambil tanggung
jawab terhadap anak-anak yang ditinggalkan para ibu yang menjadi TKI.
Child care, salah satu ide yang bisa ditelusuri kemungkinannya. Juga
pendidikan dan mengenalkan para bapak, para suami untuk lebih hand on
dalam pengurusan anak-anak. Pemerintah Daerah masing-masing dimana
TKI banyak berasal, sebaiknya memikirkan hal ini. Adapun untuk para TKI
sendiri selama masa migrasi, sejak mendarat diwajibkan untuk melapor ke
KBRI setempat (3 x 24 jam) untuk keamanan dan kebaikan dirinya sendiri.
Artinya TKI yang bersangkutan melapor dan harus datang bersama pemakai
jasanya/majikannya agar pihak KBRI dan atase tenaga kerja bisa mendata
para pemakai jasa.
10. Untuk Para TKI yang selesai dengan kerjanya dan kembali ke tanah air (post-
migrasi) sebaiknya dikenalkan dengan berbagai training yang mungkin
dibutuhkan untuk bisa menggunakan hasil keringatnya/uang yang diperoleh
dari kerjanya lewat usaha-usaha kreatif dan productive lainnya yang bisa juga
mendatangkan penghasilan baginya dan keluarganya. Hendaknya hasil
penghasilan TKI bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan dasar dan usaha
produktif dan tidak habis – lenyap termakan konsumerisme pasar. Memang
ini hak para TKI dan upaya yang dimaksud tentunya tidak bernada
patronising dan top down namun lewat memperlihatkan best practises dan
role model yang jelas bagi para TKI ini. Para pemerindah daerah dimana
merupakan daerah yang banyak TKI berasal bisa saling membantu dan
103
Untuk Indonesia!
mengenalkan best practises dan role model ini kedaerah lain dan memotivasi
para TKI lainnya.
11. Media dan pekerja media juga dikenalkan dengan migration regime, feminist
theory dan labour regime, agar saat bekerja melakukan pemberitaan suatu
kasus mengenai TKI dan Pekerja Rumah Tangga, mereka punya empati
terhadap kasus TKI tersebut. Departemen Informasi Pemerintah dan juga
organisasi kewartawanan bisa menjadi fasilitator dalam upaya ini.
12. Untuk Serikat Pekerja di Indonesia (Labour Unions) juga perlu membuka
dirinya dan seperti para pekerja media untuk memahami migration regime
dan feminism sehingga para serikat buruh ini bisa memahami berbagai
dimensi yang ada dalam persoalan buruh migran Indonesia yang banyak
bekerja sebagai pekerja domestik dna juga mengakui pekerja rumah tangga
adalah pekerjaan dan bukan pembantu yang bisa diartikan sebagai ‘bantuan’
ada unsur ketidak jelasan jam kerja, jenis pekerjaan, hak-hak PRT sebagai
pekerja, dan sebagainya. Serikat Pekerja harus serius menuntut dibuatnya
UU Perlindungan PRT di dalam negeri.
13. Untuk pihak/organisasi pendidikan/institusi sekolah, sebaiknya anak didik
dikenalkan untuk ranah privat dimana ada pekerja yang bekerja di ranah
tersebut yakni PRT bukan bararti mereka menjadi ‘milik’ dan punya hak lebih
sedikit daripada yang kerja di kantoran atau di pabrik, di toko. Anak-anak
didik sudah dikenalkan untuk menghargai kontribusi yang diberikan PRT di
ranah kerjanya, di rumah anak-anak ini. Mengubah budaya kelas menengah
Indonesia tidaklah mudah dan harapan untuk mengubah para ibu /bapak
104
Untuk Indonesia!
yang sudah memasuki usia paruh baya lebih resistant terhadap perubahan
(sulit berubah). Anak-anak para orang tua kelas menengah Indonesia
sendirilah yang akan menegur orang tuanya bila keterlaluan dan melanggar
hak-hak PRT di rumah mereka. Anak-anak inilah yang diharapkan
mengenalkan konsep tabu dan malu pada orang tuanya jika dalam
mempekerjakan PRT-nya mereka tidak memiliki kontrak kerja yang jelas.
Adapun Kementerian Tenaga Kerja perlu untuk mengaudit berbagai agen
PRT yang bertebaran di banyak kota dan memastikan para PRT ini bukan
usia anak-anak (pekerja anak) dan tidak diperlakukan melanggar UUD dan
UU yang berlaku.
Beasiswa,
Sambil Menyelam
Minum Air
Oleh: Eva Fajar Ripanti
106
Untuk Indonesia!
EASISWA jangan hanya dipandang sebagai alat untuk memperbesar
keran kesempatan – berupa dana, fasilitas dan material lain (AAMC,
2009) – bagi anak bangsa dalam rangka berpendidikan yang lebih baik
saja, yang tentu akan berimbas baik pula pada negara di masa-masa yang akan
datang; namun, beasiswa – dengan nilai positif yang dimilikinya (Brew, 1999) –
harus juga digunakan sebagai ajang penyampai nilai-nilai positif yang dapat
dititipkan bangsa ini untuk generasi penerusnya. Saya sangat yakin, siapa pun dia,
para penerima beasiswa, akan sangat senang jika ada tuntutan lebih dari apa yang
mereka telah lakukan selama ini. Selama ini, beasiswa hanya digunakan sebagai
ajang memperbesar kesempatan, dan hanya itu. Alih-alih memperbesar
kesempatan, kadang beasiswa berubah makna menjadi hanya sebagai titik
kulminasi prestasi. Beasiswa dianggap – oleh sebagian orang – sebagai titik puncak
prestasi yang harus diperjuangkan dengan sangat; padahal, beasiswa hanyalah
sebagai salah satu – dari banyak – titik awal dan kunci untuk membuka kesempatan
lain dalam rangka memberi terbaik bagi bangsa dan negara. Kadang beasiswa
diposisikan pada letak yang salah. Beasiswa diposisikan sebagai sesuatu yang
harus didapat, sehingga mengkebiri makna niatan awal menuntut ilmu. Pertanyaan
sederhana kadang muncul, ‘sebenarnya niat kuliah atau niat mencari beasiswa’?
Pertanyaan yang kadang ambigu untuk dapat dijawab. Jelas – seharusnya – jika
kita sadar, ada ribuan jalan menuju ‘Roma-nya’ tempat belajar. Jika memang niat
lurus kita, para calon mahasiswa, untuk belajar; pastilah kita akan sampai pada
tempat yang kita tuju tersebut.
B
107
Untuk Indonesia!
SEMANGAT MENUNTUT ILMU
Pengkebirian makna niat belajar dan mununtut ilmu ini pun muncul – salah satunya
disebabkan – karena sebuah persepsi yang salah pada kaprahnya. Persepsi
tersebut – sebenarnya – sangatlah mengganggu, dan sangat mereduksi semangat
belajar dan menuntut ilmu. Bahwa jumlah penduduk indonesia yang bergelar S3
yang sangat kecil tersebut (1 juta penduduk: 98 orang bergelar doktor;
Suaramerdeka.com, 2013), pun mungkin – bisa jadi – salah satu penyebabnya
adalah karena semua orang berpersepsi sama, berpersepsi atas persepsi yang
salah ini. Persepsi tersebut adalah bahwa ‘kuliah diluar negeri sulit dan mahal’;
dimana harus dibiayai melalui beasiswa yang juga dianggap sangat sulit untuk
didapat. Padahal, persepsi demikian tidaklah selamanya benar. Jelas, persepsi
‘pengganggu’ ini harus – sesegera mungkin – diubah. Bahwa tidak ada sekolah
yang tanpa proses, itu yang harus dipahami sangat pada akhirnya. Bukan kata ‘sulit’
yang dikedepankan, namun sekolah adalah proses pematangan intelektual diri, itu
yang harus ditekankan. Lalu ‘mahal’? Persepsi ini pun – yang kadang – membuat
sebagian masyarakat selalu mengandalkan beasiswa untuk melanjutkan
pendidikannya. Padalah, orang-orang yang mampu berdiri tegak di atas kakinya
sendiri untuk bersusah payah mendanai segalanya selama menuntut ilmu, mereka
akan lebih menghargai setiap peluh keringan proses menuntut ilmu tersebut.
Banyak sudah cerita para pengembara dan penuntut ilmu sejati, yang sejatinya
mereka menuntut ilmu tanpa memindahkan sedikit pun beban di pundak mereka ke
pundak pihak lain. Mereka memilih mengisi waktu luang – selain belajar – untuk
bekerja part-time atau apa pun itu. Bahkan, tidak semua negara tujuan belajar luar
108
Untuk Indonesia!
negeri pun memiliki biaya kuliah dan living cost yang segunung – bahkan biaya
kuliahnya gratis – (selain Australia, Amerika dan Inggris), seperti Jerman; walaupun
tidak nir cost juga, namun setidaknya ada celah ‘mungkin dan logis’ untuk digapai.
Pesan yang ingin ditekankan disini adalah bahwa semangat menuntut ilmu
janganlah lebih kecil jika dibanding dengan semangat mencari beasiswa. Tentu ini
akan memutar balik paradigma yang seharusnya. Sehingga – celakannya –
semangat berjuang dalam menuntut ilmu dan spirit mengabdi kepada negara
selepas menuntut ilmu pun ikut terkikis habis.
BEASISWA BUKANLAH SEGALANYA
Kembali, sebuah catatan penting yang harus diberi tanda kutip, bahwa ‘beasiswa
bukanlah segalanya’. Ada ribuan aktifitas benar yang harus dilakukan, ketika kita
telah mendapatkan beasiswa. Proses belajar yang dilakukan, haruslah sebuah etos
belajar yang tidak boleh dianggap sebelah mata. Bahkan, jika para pemilik beasiswa
yang telah berhasil terbang ribuan kilo meter dari Indonesia ke negara lain, untuk
menuntut ilmu, jelas memiliki embanan misi lain. Mereka akan menjadi duta bangsa
(tanpa definitif) yang harus mengharumkan bangsanya di negara orang. Bahkan,
lebih lanjut, selepas pemanfaatan beasiswa (selepas kembali dari proses belajar),
itulah baru segalanya. Artinya, harusnya ada sebuah pertanyaan kunci yang musti
kita jawab bersama, ‘apa yang bisa diberikan kepada negara selepas para
mahasiswa mendapat beasiswa’? Itu merupakan hal penting yang harus dijawab
dan direalisasikan. Bukan hanya sebuah besaran 2n+1 saja sebagai waktu abdi
109
Untuk Indonesia!
pada negara, namun seharusnya negara harus mampu menggiring para lulusan
pengguna ‘uang rakyat’ tersebut ke arah yang rel pengambdiannya telah didesain
sedemikian rupa, terarah sesuai dengan kapasitas ilmu yang telah didapat oleh para
penerima beasiswa, terarah pada manfaat besar bagi bangsa. Sehingga, di titik
inilah beasiswa memiliki manfaat lebih. Karena beasiswa pun akan menjadi alat
penyampai ‘nilai-nilai’ bangsa yang telah dicanangkan para pemangku kekuasaan
bangsa ini.
Tentu, ketika beasiswa bermakna ganda, sebagai pembuka keran kesempatan dan
juga sebagai alat penitip nilai-nilai; aspek manajemen yang dilakukan haruslah
bukan hanya manajemen tingkat rendah atau asal jadi. Beasiswa haruslah dikelola
dalam sebuah manajemen mumpuni dan melibatkan orang-orang yang paham
sangat atas esensi pendidikan; termasuk orang-orang yang paham bahwa uang ini
adalah uang rakyat yang harus secara eskplisit ataupun implisit mampu memberi
manfaat positif kepada rakyat. Tentulah, seperti yang kita ketahui bersama, orang-
orang yang berhasil mendapat beasiswa, bukanlah orang-orang yang biasa-biasa
saja. Minimal, ada sebuah passing-grade yang telah mereka lewati sebagai
barometer nilainya. Sehingga ada sebuah kewajaran yang sangat wajar, ketika
bangsa ini menuntut lebih terhadap peran mereka selepas mereka kembali dari
menuntut ilmu. Bukan tuntutan hanya sekedar menuntut, namun sebuah tuntutan
dimana harus ada usaha dalam rangka berprogram nyata merubah nilai uang yang
digunakan menjadi nilai manfaat terhadap berkehidupan bangsa. Target jelas harus
menjadi sebuah keharusan yang lain.
110
Untuk Indonesia!
MANAJEMEN BEASISWA MUMPUNI
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memaksimal dan bagaimana mengelola
beasiswa secara ideal, agar tujuan yang ingin dicapai tidak melulu memenuhi syarat
jumlah, namun juga kualitas. Sistem pengelolaan beasiswa yang mumpuni harus
dibangun sedini mungkin, agar pengguna beasiswa dapat benar-benar mampu
berkontribusi kepada negara. Semua aspek, mulai dari proses seleksi, proses
belajar dari si pemegang beasiswa atau yang disebut proses monitoring, hingga
selesai dan pada masa pengabdian pasca lulus; harus mampu dan dapat dipetakan
dan terpantau secara transparan. Pada proses monitoring ada proses penilaian
terhadap kemajuan belajar, yang bukan hanya sekedar memberikan laporan dan
selesai; namun harus dibuat sebuah mekanisme penilaian tentang keberhasilan
proses belajar. Ataupun jika ditemukan sebuah kendala, maka ada sebuah
mekanisme bantuan yang dapat diberikan; karena seperti diketahui bahwa dalam
proses belajar banyak faktor yang dapat terjadi baik teknis maupun non-teknis.
Disinilah dibutuhkan – sangat – sebuah sistem dan sumber daya yang dapat menilai
secara tepat; sehingga – bahwa proses penyaluran beasiswa – tidak lagi hanya
sebuah pemenuhan kelengkapan yang sifatnya administratif saja.
Selain itu, pada waktu setelah mahasiswa penerima beasiswa lulus, seluruh track
record penerima beasiswa haruslah dapat dipetakan berdasarkan angka kebutuhan
dan arah pembangunan Indonesia, sehingga keselarasan dan kemerataan
pembangunan – di seluruh area Indonesia – dapat dipenuhi. Satu hal yang dapat
dilakukan adalah dengan klasifikasi bidang ilmu, tempat, serta sasaran
pemanfaatan untuk kemaslahatan masyarakat luas. Sehingga, jika kemudian
111
Untuk Indonesia!
dibutuhkan resourse sharing pada bidang-bidang keahlian mereka, mereka harus
siap membantu. Misal saja, pada provinsi yang tingkat angka partisipasi kasar
(APK)-nya masih rendah. Hal ini harus dibuatkan langkah nyata, bukan lagi hanya
sekedar seminar dan sejenisnya; namun berkiprah nyata, sehingga peningkatan
atau kontribusinya dapat dirasakan. Atau dapat saja dibuat program-program
sederhana sesuai bidang keahliannya, seperti ‘satu doktor satu desa’ atau ‘satu
master satu desa’. Dimana doktor atau master tersebut diminta untuk memikirkan
dan – tentu – difasilitasi kontribusi apa yang dapat diberikan pada satu desa
tersebut, hingga desa tersebut dapat menjadi maju dan mandiri.
Atau dapat juga dibuat program ‘village laboratory’. Sebuah program untuk
memanfaatkan ‘desa tertinggal’ sebagai inkubator laboratorium para doktor dan
master di dalam mengimplemantasikan ilmu mereka pada sekala sesungguhnya.
Tentu, manfaatnya akan langsung dapat dirasakan oleh desa setempat. Sekali lagi,
spesifikasi per bidang ilmu, dapat disesuaikan dengan kondisi desanya. Sebut saja
misal, bahwa pemerintah – seharusnya – mampu dan memiliki wewenang yang sah
untuk menempatkan para ilmuan-ilmuannya untuk memaksimalkan sumberdaya
panas bumi dengan membangun ‘village laboratory’ di beberapa tempat di
sepanjang jalur gunung api yang membentang mulai dari ujung barat sampat ke
timur Indonesia. Daerah jalur ini potensinya sangat luar biasa untuk pembangkit
listrik tenaga panas bumi; bahkan panjang jalur gunung apinya sajaadalah sekitar
7.500 kilometer dengan lebar 50-200 km. Sehingga, tidak pelak lagi bahwa keadaan
ini mampu menjadikan negara kita – Indonesia – sebagai pemilik potensi energi
panas bumi terbesar di dunia; kemampuannya mencapai 28.617 megawatt (MW)
112
Untuk Indonesia!
atau sekitar 40% dari total potensi dunia (WWF – Indonesia, 2013). Jelas ini celah
yang dapat dimanfaatkan secara nyata untuk mensejahterakan bangsa. Bahkan,
bumi, air dan segala yang terkandung di dalamnya akan benar-benar dikuasai
sebesar-besarnya oleh negara; bukan oleh negara asing, namun oleh negara
Indonesia, oleh para peneliti dan ilmuan Indonesia. Tentu saja, kolaborasi dan
kerjasama antar departemen tidak dapat dielakan lagi utuk dilakukan dan
disinergikan.
‘Triangle program’, mungkin sebuah ide solusi lain yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan fungsi beasiswa menjadi sebuah fungsi manfaat yang dapat
dirasakan pada radius lingkaran orang yang menggunakannya menjadi lebih luas.
‘Triangle program’ merupakan sebuah program segitiga antara tiga stakeholder
yang keberadaannya sangat memiliki peran penting bagi negara, khususnya di
Indonesia. Ketiga stakeholder yang dimaksud adalah masyarakat, perusahaan dan
pemerintah. Si penerima beasiswa yang telah kembali dari menuntut ilmu dapat
dioptimalkan keberadaannya di dalam masyarakat dengan melibatkan program
corporate social responsibility (CSR)-nya perusahaan-perusahaan. Selain program
sosialnya perusahaan, CSR ditengarai mampu meningkatkan persepsi baik – dari
masyarakat– terhadap perusahaan, yang tentu dapat digunakan sebagai kontibusi
positif jangka panjang bagi perusahaan itu sendiri (Sharma et al. 2009). Lebih lanjut,
di dalam hal ini, pemerintah sebagai pihak negara yang memiliki wewenang yang
sah, tentulah dapat menjadi triggeruntuk dapat menjalankan ‘triangle program’ ini.
Sehingga, pencapaian tujuan serta penyampaian nilai-nilainya pun semakin luas
dan melibatkan pihak yang lebih banyak.
113
Untuk Indonesia!
Disinilah peran penting pengelola beasiswa. Pengelola beasiswa, bukan hanya
sebagai pihak yang mengelola dana saja, namun lebih dari itu; bahwa diperlukan
integritas yang tinggi agar dana yang sudah dikelola secara baik mampu
menghasilkan faedah dan manfaat skala ganda bagi seluas-luasnya kemajuan
bangsa dan negara. Sehingga, Indonesia – secara bangsa – pun akan semakin
pintar dan kaya ilmu, selaras dengan keberpulangan ribuan orang penuntut ilmu –
peraih beasiswa– dari kawah candra dimukanya menuntut ilmu mereka, kembali ke
negara yang mereka cintai, Indonesia.
KESIMPULAN
Itulah beasiswa yang seharusnya; selain sebagai program tunjangan pendanaan
pendidikan bagi para anak bangsa (Depdikbud, 1990), dapat juga dimanfaatkan
sebagai media fasilitas ibadah dan karya nyata bagi para penggunanya selepas
mereka menuntut ilmu. Itulah beasiswa yang seharusnya; selain sebagai program
meningkatkan kualitas pendidikan para penerus bangsa, juga akan menjadi inisiator
positif untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih baik pada tataran nyata dan
realitas. Itulah beasiswa yang seharusnya, sambil menyelam minum air.
114
Untuk Indonesia!
DAFTAR PUSTAKA
AAMC. (2009). Educational Scholarship Guides. Washington DC: Association of American Medical
Colleges & MedEdPortal.
Brew A. (1999). The Value of Scholarship. HERDSA Annual International Conference, Melbourne,
1999: 1 – 14.
Depdikbud – Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Sharma S, Sharma J, Devi A. (2009). Corporate Social Responsibility: The Key Role of Human
Resources Management. Business Intelligence Journal, January: 205 – 213.
Suaramerdeka.com. 2013. LPDP Kemenkeu – IAIN Walisongo Jalin Kerja Sama.
http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2013/12/27/184825 [access date: 31 March
2014].
WWF – Indonesia. (2013). Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi.
Jakarta: WWF Indonesia dan Keduataan Besar Inggris.
Revitalisasi
Transjakarta sebagai
Tulang Punggung
Transportasi Jakarta
Oleh: Gandrie Ramadhan Apriandito
116
Untuk Indonesia!
AKARTA berada di titik nadir kebutuhan transportasi massal yang ideal.
Jakarta butuh cepat. Penduduk Jakarta dan sekitarnya sudah gerah harus
menghabiskan energi, waktu, dan uang dalam menghadapi lalu lintas setiap
harinya. Saat ini Jakarta memiliki koridor BRT terpanjang di dunia (ITDP, 2014),
tetapi pemanfaatannya belum menjadi primadona karena kondisinya kian terpuruk.
BRT adalah MRT.
Saat ini kapasitas angkut BRT di Jakarta adalah 6.600 penumpang per arah per jam
(koridor 1). Angka ini masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Guangzhou
(28.000) dan Bogota (45.000) (ITDP, 2014). Rencana kapasitas PT. MRT Jakarta
hanya berada di angka 412.000 penumpang per hari atau sekitar 25.000
penumpang per arah per jam (MRT Jakarta, 2014). Transjakarta memiliki potensi
untuk dikembangkan berkapasitas tinggi melebihi Guangzhou. Dengan batasan
waktu dan anggaran yang ada, pengembangan BRT menjadi angkutan massal
sudah sepatutnya menjadi prioritas utama perbaikan transportasi Jakarta.
Saat ini Transjakarta memiliki 12 koridor beroperasi dengan panjang total 134 km
(ITDP, 2014). MRT di Jakarta sepanjang 14 km (Lebak Bulus - Bundaran HI)
memerlukan dana sebesar 16 triliun rupiah. Dengan biaya yang sama dapat
terbangun hingga 426 kilometer jalur BRT (ITDP, 2012). Perbedaan mendasar
terletak pada biaya infrastruktur. Biaya pembangunan angkutan massal berbasis rel
berada pada kisaran $20-200 juta per kilometer sedangkan BRT hanya $1-10 juta
per kilometer (Wright, 2013). Selain itu, durasi konstruksi BRT memakan waktu 12-
18 bulan, relatif singkat jika dibandingkan dengan MRT yang masa konstruksinya
bisa lebih dari 3 tahun.
J
117
Untuk Indonesia!
Revitalisasi Transjakarta meniru sistem BRT di Guangzhou (direct service) harus
dilakukan secara menyeluruh. Integrasi Transjakarta dengan Kopaja dan Metromini
adalah bentuk simbiosis mutualisme yang juga harus menguntungkan penumpang.
Peningkatan operasional harus diiringi dengan pengembangan infrastruktur berupa
aksesibilitas yang baik, substops dan jalur menyusul.
LATAR BELAKANG
Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia berperan besar dalam perputaran roda
perekonomian bangsa. Setiap paginya jutaan orang yang mayoritas berasal dari
daerah pinggiran kota berlomba-lomba masuk ke dalam tengah kota dan
pergerakan arah sebaliknya terjadi pada waktu sore hari. Pergerakan pada waktu
yang bersamaan dan bersifat masif ini belum ditunjang oleh transportasi publik yang
mumpuni.
Pola pikir mayoritas negara berkembang masih berupa pemfasilitasan penggunaan
kendaraan pribadi. Padahal, banyak negara maju yang telah insaf dan beralih ke
pola pikir bagaimana mengurangi penggunaan kendaraan pribadi lewat
pembatasan parkir dan jalan berbayar (ERP/electronic road pricing). Tantangan
terbesar transportasi perkotaan adalah bagaimana memindahkan orang secara
efisien. Solusinya sebenarnya telah ditemukan: angkutan umum massal.
Saat ini Jakarta sudah punya hal tersebut. Jakarta memiliki jaringan BRT (Bus Rapid
Transit) yang dikenal dengan nama Transjakarta. Sistem yang mulai beroperasi
pada tahun 2004 ini memiliki jaringan terpanjang di seluruh dunia (134 km). Jika
118
Untuk Indonesia!
jaringan ini dilihat secara makro, Transjakarta memiliki potensi sebagai tulang
punggung transportasi ibukota karena jalurnya sudah mencakup hampir seluruh
jalan utama di Jakarta (Adiwinarto, 2012). Oleh karena itu, akan lebih bijak jika
mengoptimalkan sistem yang sudah ada daripada membangun sistem baru yang
lebih mahal. Selain itu, proses konstruksi memakan waktu lebih lama dan justru
menambah simpul kemacetan.
Pengoptimalan Transjakarta berupa peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan.
Walaupun terpanjang di dunia, saat ini kondisi Transjakarta masih sangat terpuruk.
BRT di Guangzhou yang hanya 23 km mampu mengangkut hingga 28.000
penumpang/jam/arah, sedangkan Transjakarta hanya 3.400 penumpang/jam/arah.
Selain itu, BRT di Guangzhou lewat setiap 10 detik saat jam sibuk, sedangkan
Transjakarta tercatat (paling baik) di koridor satu (Blok M – Kota) dengan lewat
setiap satu menit (Szasz, 2012).
Gambar 1. Peta Jaringan Transjakarta
119
Untuk Indonesia!
Warna merah menunjukkan busway atau jalur Transjakarta. Terlihat bahwa hampir
semua jalan protokol ibukota sudah dilalui oleh Transjakarta yang menunjukkan
potensi menjadi tulang punggung transportasi Jakarta.
SISTEM BRT DI DUNIA
Pada saat awal diresmikan hingga sekarang, Transjakarta menganut sistem ‘Trunk
only’. Sistem ini hanya memungkinkan bus Transjakarta beroperasi sepanjang rute
di koridor dari terminal satu ke terminal lainnya tanpa adanya integrasi dengan moda
atau angkutan umum lain (ITDP, 2007).
Hal ini tidak cocok diterapkan di Jakarta karena sebagian besar masyarakat justru
tinggal di daerah pinggiran dan harus mendapatkan akses tambahan ke terminal
terlebih dahulu untuk menggunakan Transjakarta. Akses tambahan berarti biaya
transportasi tambahan.
120
Untuk Indonesia!
Gambar 2. Tiga Jenis Sistem BRT
(Sumber: Adiwinarto, 2013)
Transmillenio di Bogota menerapkan sistem ‘Trunk & Feeder’. Sistem ini
mengakomodasi penumpang yang berada di luar rute utama BRT. Kelemahan
sistem ini adalah dibutuhkan terminal transfer yang luas agar tidak terjadi
penumpukan penumpang (ITDP, 2013). Bogota sadar akan hal ini sehingga terminal
ujung dibuat sangat besar dan bersatu dengan depo untuk meminimalisasi
perpindahan bus yang melakukan pengisian bahan bakar, pencucian, dan
perbaikan (Adiwinarto, 2013).
Koridor BRT di Guangzhou yang hanya sepanjang 23 km menduduki nomor dua
setelah Bogota dalam hal kapasitas penumpang.
121
Untuk Indonesia!
Tabel 1. Perbandingan Volume Jam Puncak (satuan: penumpang/jam/arah)
(Sumber: chinabrt.org dan ITDP, 2014)
DIRECT SERVICE
GBRT (Guangzhou BRT) menerapkan sistem direct service atau sistem pelayanan
langsung. Keuntungan yang didapatkan adalah:
1. Frekuensi armada (bus) di koridor BRT bertambah.
122
Untuk Indonesia!
2. Cakupan rute bertambah karena sistem tidak hanya melayani di dalam
koridor, tetapi juga di luar koridor.
3. Meminimalisasi waktu transfer penumpang secara signifikan.
4. Penumpang cukup membayar sekali dengan adanya integrasi BRT dengan
moda lain.
Gambar 3. Jaringan BRT di Guangzhou
(Sumber: Fjellstrom, 2010)
Walaupun panjang koridor BRT di Guangzhou hanya 23 km, dengan direct service
dan 31 rute dapat mencakup hingga 273 km jaringan jalan.
IMPLEMENTASI DIRECT SERVICE DI JAKARTA
Mewujudkan BRT berkapasitas tinggi di Jakarta adalah salah satu cara mengurai
benang kusut kemacetan ibukota. Implementasi direct service di Jakarta dilakukan
123
Untuk Indonesia!
dengan mengintegrasikan sistem Transjakarta dengan moda angkutan eksisting
lain yang juga seringkali menjadi pilihan masyarakat.
Angkutan non-Transjakarta seperti Kopaja dan Metromini (dan juga angkot seperti
Mikrolet dan KWK) adalah moda yang tepat untuk diintegrasikan karena memiliki
frekuensi yang tinggi, potensi pasar yang besar, dan rutenya beririsan dengan
koridor Transjakarta.
Pada dasarnya, pengaplikasian sistem ini juga mendorong operator angkutan
umum yang sudah ada untuk berbenah dan mengutamakan kepentingan
masyarakat. Angkutan publik yang sudah ada bukan untuk dieliminasi, melainkan
harus diremajakan dan harus tetap berada di bawah kendali pemerintah agar
tercipta integrasi layanan yang terpadu.
Penerapan direct service untuk tahap awal disarankan dilakukan pada koridor satu
(1) dan enam (6) dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Saturasi atau tingkat kepadatan stasiun
Koridor 1 memiliki jumlah penumpang terbanyak dari dan menuju pusat kota.
Begitu pula koridor 6 yang merupakan koridor utama dan pusat bisnis.
Pilihan politis
Untuk para pemegang kebijakan, kedua koridor utama ini tentunya dapat
dibanggakan apa direct service berhasil diterapkan.
124
Untuk Indonesia!
PEMILIHAN RUTE
Pemilihan rute Kopaja dan Metromini berdasarkan frekuensi saat jam puncak dan
persentase irisan dengan jalur Transjakarta. Penambahan frekuensi akan
memaksimalkan penggunaan jalur eksisting dan pemanfaatan stasiun yang juga
akan dikembangkan. Kunci sterilisasi adalah frekuensi. Dengan bertambahnya
frekuensi bus dalam jumlah yang besar, pengemudi kendaraan pribadi secara psikis
akan enggan untuk melanggar menggunakan jalur Transjakarta (Adiwinarto, 2013).
Gambar 4. Pemilihan Kandidat Rute
(Sumber: Survei ITDP, 2013)
Kandidat rute terbaik berada di kuadran kanan atas (irisan > 40% dan frekuensi >
12).
125
Untuk Indonesia!
No Trayek Rute Koridor Frekuensi/Jam Irisan
1 MM S640 Ps. Minggu - Tn Abang 1 33 62%
2 MM S75 Ps. Minggu - Blok M 6 33 45%
3 KPJ P19 Ragunan - Tn Abang 1 42 50%
4 KPJ S66 Manggarai - Blok M 6 19 88%
5 KPJ P20 Lebak Bulus - Senen 6 19 49%
6 KPJ T57 Kp. Rambutan - Blok M 6 18 67%
7 MM P15 Semanggi – Senen 1 11 78%
8 KPJ S620 Manggarai – Blok M 6 13 42%
9 KPJ S612 Ragunan – Melayu 6 10 41%
Tabel 2. Daftar Calon Rute Terintegrasi
(Sumber: Survei ITDP, 2013)
MODEL OPERASIONAL
Pengalihan Kopaja-Metromini ke dalam jalur Transjakarta tidak bisa serta merta
dilakukan. Jika asal dilakukan, bukannya memperbaiki transportasi, justru
memperparah keadaan. Ada tiga syarat integrasi yang harus dipenuhi agar direct
service dapat berjalan sepenuhnya (Adiwinarto, 2013).
1. Integrasi Sistem
Kopaja dan Metromini menjadi operator Transjakarta dan bekerja sama
dengan Transjakarta.
2. Integrasi Fisik
126
Untuk Indonesia!
Kopaja dan Metromini dapat menggunakan halte dan jalur Transjakarta.
Penumpang dapat melakukan transfer tanpa dikenai biaya tambahan.
3. Integrasi Pembayaran
Transjakarta menjamin pembayaran ke Kopaja dan Metromini sesuai dengan
ritase yang telah disepakati.
BENTUK KERJA SAMA
Transjakarta dan operator sepakat untuk menandatangi kontrak kerja sama dalam
satu layanan.
Kewajiban Transjakarta:
1. Membayar operator dalam bentuk rupiah per kilometer.
2. Menanggung semua pendapatan dari tiket penumpang.
3. Pengoperasian halte.
Kewajiban operator:
1. Membeli armada yang sesuai dengan standar.
2. Menjalankan operasional bus.
3. Melakukan standardisasi pramudi.
4. Menyediakan depo untuk perawatan bus.
Bentuk kerja sama seperti ini akan menguntungkan operator dan pengguna:
1. Dengan sistem penggajian per bulan, pramudi tidak lagi kejar setoran.
127
Untuk Indonesia!
2. Ugal-ugalan pramudi dapat terdeteksi dan diminimalisasi.
3. Kemudahan pengurusan STNK dan KIR.
4. Ritase yang tetap sehingga pendapatan bisa diestmasi dengan akurat.
128
Untuk Indonesia!
DAFTAR PUSTAKA
Adiwinarto, Yoga. 2012. BRT Presentation - Teknoidea. Jakarta.
Adiwinarto, Yoga. 2012. Mewujudkan High Capacity BRT System. Jakarta.
Adiwinarto, Yoga. 2013. Paparan ITDP Diskusi Revitalisasi. Jakarta.
Adiwinarto, Yoga. 2013. Transjakarta Investment Plan for Station DRAFT. Jakarta.
Fjellstrom, Karl. 2010. High capacity BRT planning, implementation and operation:
Case study of the Guangzhou BRT. Bangkok.
ITDP. 2007. Bus Rapid Transit Planning Guide. New York: Institute for
Transportation and Development Policy.
ITDP. 2013. The BRT Standard 2013. New York: Institute for Transportation and
Development Policy.
ITDP. 2014. http://www.chinabrt.org/en/cities/param-quan.aspx?param=2 (peak
throughput passengers/hr/direction).
ITDP. 2014. http://www.chinabrt.org/en/cities/param-quan.aspx?param=6 (total
length of dedicated busway).
MRT Jakarta. 2014. http://www.jakartamrt.com/informasi-mrt/pertanyaan-umum/.
Szasz, Pedro. 2011. Final Report Jakarta Busway. Jakarta.
Wright, Lloyd. 2013. Planning for Bus Rapid Transit. Institute for Transportation
and Development Policy.
BAITUL MAL WA TAMWIL SEBAGAI PUSAT PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT
Oleh: Jaesa Rahmanialdy
130
Untuk Indonesia!
RISIS keuangan yang dimulai Agustus 2007 telah dianggap banyak
pihak sebagai kondisi terburuk setelah perang dunia kedua. Diikuti
dengan merosotnya triliunan dolar kredit derivatif dan menurunnya
pertumbuhan kredit yang tidak terkendali, hasilnya dalam beberapa
kurun waktu kondisi keuangan kita berada di garis degradasi. International Monetary
Fund (IMF) menyebutnya sebagai ‘largest financial shock since Great Depression’
di mana menandakan betapa dalam krisis yang telah terjadi.
Gejolak tersebut telah melumpuhkan sistem keuangan negara-negara maju dan
telah dinyatakan sebagai korban klasik lembaga keuangan yang dianggap “too big
to fail”. Dana bantuan yang cukup besar jumlahnya oleh pemerintah dan suntikan
likuiditas oleh bank dunia itu hanya seperti meniupkan angin di kobaran api. Menurut
lembaga riset terkemuka di AS Center for Responsible Lending, bila pada tahun
1994 besarnya baru sekitar 35 miliar dollar, kemudian tahun 2005 menjadi 665 miliar
dollar. Kebanyakan biaya Subprime Mortgage tersebut hanya untuk membiayai
kembali perumahan bukan untuk fasilitas rumah baru
Yang lebih mengerikan lagi dari krisis keuangan adalah lambatnya pertumbuhan
ekonomi di beberapa negara industri yang meningkatkan angka pengangguran
dalam waktu 25 tahun dan akhirnya terjadi kekurangan pangan di mana bisa
mengancam nyawa lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia. Kondisi ekonomi
dunia mulai dari tahun tersebut telah benar-benar menghadapi krisis keuangan
global serta memperlihatkan betapa kapitalisme sebagai sebuah sistem,
menyebabkan persoalan bagi ekonomi dunia (Hamid, 2009)
K
131
Untuk Indonesia!
Di Indonesia sendiri juga terjadi permasalahan krisis moneter yang membuat rakyat
banyak mengeluh terhadap lonjakan harga barang. Dimulai dengan depresiasinya
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (US Dollar) menyebabkan hampir
semua barang yang dijual di dalam negeri meningkat. Akhirnya menyebabkan
tingginya angka inflasi tanpa diikuti oleh peningkatan pendapatan masyarakat.
Selanjutnya berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang
dilakukan BPS, jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2009 tercatat sekitar
32,5 juta jiwa atau 14, 2 persen. Pada umumnya penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan ini menderita kekurangan gizi, tingkat kesehatan yang buruk, tidak
terjamah akses infrastruktur atau layanan publik, hingga buta huruf.
SAATNYA SISTEM KEUANGAN INDONESIA BERTRANSFORMASI
Sejarah modern keuangan Islam dimulai dari awal tahun 1960-an dengan proyek
kecil simpan pinjam di Mesir yang telah berkembang menjadi industri bernilai
miliaran dolar di tahun 2008. Selama 10 tahun terakhir, industri berbasis syariah
telah tumbuh pesat pada tingkat 15 – 20 % per tahun meskipun umurnya masih
muda. Keuangan Islam kini melalui masa pertumbuhan yang luar biasa.
Keuangan Islam masuk ke Inggris pada tahun 1980 dengan transaksi pertama
adalah Murabahah sebelum meluncurkan bank Islam pertama Al Baraka
International di tahun 1982. Selama tahun 1980-an, sejumlah bank investasi
menawarkan pesanan produk syariah kepada klien mereka dari Negara-negara
132
Untuk Indonesia!
Timur Tengah, kebanyakan di ruang lingkup transaksi keuangan, leasing, dan
pembiayaan proyek karena paling digemari. Sampai pada tahun 2000, sebuah tim
kerja keuangan Islam berdiri di bawah kepemimpinan Andrew Buxton, mantan
chairman Barclays Bank, dan Eddie George dari Bank of England mengangkat isu
ini ke pemerintah Inggris. Dari situlah mulai semakin banyak bank syariah di Inggris
bermunculan. Pada tahun 2012, Inggris menjadi urutan ke-9 negara terbesar
dengan aset Syariah di mana lebih dari 20 institusi menawarkan keuangan Islam
dan terdapat 6 bank syariah. Di samping itu tercatat 100,000 mahasiswa
internasional yang belajar di universitas di Inggris. Lalu timbul pertanyaan ‘masihkah
kita menggunakan sistem keuangan Negara Barat padahal 90 persen mayoritas
beragama Islam?’
BICARA SOLUSI
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Noer Soetrisno (2003), terdapat 97 usaha
kecil di Indonesia yang mendapatkan omzet di bawah Rp. 50 juta/tahun, padahal
sebenarnya batas omzet usaha kecil adalah sampai Rp. 1 Miliar. Kalau dilihat dari
sub-sektor perdagangan umum misalnya, terdapat sekitar 80% usaha pedagang
eceran yang tidak memiliki badan hukum, dan terdapat sekitar 5,2 juta unit usaha
hanya mempunyai omzet di bawah Rp. 5 juta/tahun. Disebabkan oleh beberapa
faktor seperti biaya transaksi kredit UKM relatif tinggi, produk bank tidak sesuai
dengan kebutuhan UKM, persyaratan bank teknis kurang dipenuhi, pengawasan
133
Untuk Indonesia!
dan koleksi kredit UKM yang tidak efisien menghasilkan hanya 12 % UKM yang bisa
mengakses kepada kredit bank.
Sejatinya, negara Indonesia memiliki berbagai ragam pembiayaan mikro.
Pengertiannya pun juga bermacam-macam, dikarenakan produk kredit mikro sendiri
tidak homogen dan tergantung terhadap sifat dan status hukumnya. Pada dasarnya,
lembaga perkreditan mikro di Indonesia dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu Bank
dan Koperasi. Bank yang beroperasi sampai ke seluruh pelosok tanah air, dan
koperasi yang melakukan simpan pinjam khusus untuk melayani jasa keuangan
maupun usaha simpan pinjam. Jika diamati dengan lebih seksama, lembaga
keuangan mikro lainnya yang akhir-akhir ini tumbuh pesat adalah lembaga
keuangan syariah yang terdiri dari bank dan BPR-S, sedangkan yang berbentuk
bukan bank, terdiri dari Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). BMT ini berada di bawah
pembinaan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dan dikembangkan oleh
beberapa organisasi seperti Baitul Mal Muhammadiyah dan Koperasi Syirkah
Muawanah.
Indonesia memiliki banyak potensi jika dibandingkan dengan Banglades. Dengan
keberhasilannya mendirikan Grameen Bank di Tahun 2006, Prof. Muhammad
Yunus mengentaskan kemiskinan dengan melebur konsep perbankan konvensional
yang hanya berpihak kepada pemodal. Peneliti dari Universitas Manchester yang
dijuluki sebagai “banker of the poor” tersebut, tidak menyangka bahwa konsep kredit
mikronya berhasil menghimpun nasabah hingga mencapai 7,4 juta kaum miskin di
seluruh Banglades.
134
Untuk Indonesia!
Informasi yang didapat dari situs Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu,
memperlihatkan keberhasilan konsep Grameen Bank di Indonesia. Dengan modal
sebesar Rp. 13 juta, delapan orang lulusan SMA daerah ini menjual selembar
saham sebesar Rp 100.000 di mana pembelinya adalah orang-orang desa sekitar.
Dengan cara tersebut mereka berhasil menghimpun dana hingga Rp 1 Miliar, dan
sekarang Bank Desa yang ada di Kabupaten tersebut mempunyai 850 pegawai
bank yang memiliki pendapatan sekitar Rp 500 ribu – Rp 1,5 juta.
KEBERHASILAN BAITUL MAL WA TAMWIL
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan
mikro yang hadir di tengah kondisi masyarakat Indonesia, sebagai representasi
lembaga mikro berbasis syariah. Zarida (2004) dalam penelitiannya, mengatakan
bahwa kerja sama yang ditawarkan BMT bagi usaha kecil dan menengah mampu
melayani usaha kecil dengan skala pinjaman secara efisien, baik bagi BMT maupun
peminjam. Di samping itu, hubungan antara nasabah dan pengurus BMT bersifat
personal sehingga untuk tumbuh dan berkembang, BMT membutuhkan
kepercayaan dari nasabah. Sedangkan, untuk badan hukumnya telah diatur dalam
ketentuan perbankan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah pasal 1 butir 7, yang mendefinisikan Bank Syariah
sebagai bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah
dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah. BMT sendiri termasuk lembaga keuangan non-bank dan juga
berlandaskan syariah dalam operasionalnya.
135
Untuk Indonesia!
Terdapat tiga bentuk modal yang ada di masyarakat yaitu: modal ekonomi, modal
kultural, dan modal sosial. Dan satu-satunya modal terbaik yang didapat dari sistem
BMT dan tidak dimiliki institusi keuangan manapun adalah modal sosial. Karena
pada lembaga keuangan ini menggunakan prinsip profit/loss sharing khususnya
menggunakan akad syariah. Menurut Hasbullah (2006) terdapat enam kategori
dalam pokok modal sosial yaitu:
1. Partisipasi dalam satu jaringan. Modal sosial akan kuat tergantung pada
kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun
jaringannya.
2. Hubungan timbal balik. Modal sosial senantiasa diwarnai oleh
kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok
atau antar kelompok itu sendiri. Hematnya, semangat untuk membantu dan
mementingkan kepentingan orang lain.
3. Kepercayaan. Suatu bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam
hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan
melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak
dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung.
4. Norma sosial. Sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku
yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah
sekumpulan aturan yang diharapkan untuk dipatuhi dan diikuti oleh anggota
masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu.
136
Untuk Indonesia!
5. Nilai. Sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh
anggota kelompok masyarakat. Misalnya, nilai harmoni, prestasi, kerja keras,
kompetisi dan lainnya.
6. Tindakan proaktif. Saat anggota pada satu komunitas berusaha melibatkan
diri dan mencari kesempatan yang dapat memperkaya hubungan sosial dan
menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama-
sama.
Berikut adalah beberapa contoh sukses dari BMT yang ada di Indonesia:
- BMT Berkah Madani Cimanggis
BMT yang mencakup daerah Sumedang ini merupakan anggota dari Induk Koperasi
Syariah (Inkopsyah). Inkopsyah telah berhasil meningkatkan investasi BMT
Cimanggis ini dari Rp 669.987.876 sampai Rp 957.427.530 antara tahun 2008 dan
2009 (tabel 2). Kemudian jika dilihat dari grafik tabel 1, terjadi kenaikan dari nilai
simpanan, investasi, dan pembiayaan selama 3 Tahun. Ini menunjukkan reputasi
yang bagus dan kesuksesan dari BMT mengelola dengan baik mulai dari
manajemen, karakter nasabah, hingga informasi teknologi.
137
Untuk Indonesia!
Tabel 1. Pertumbuhan Simpanan, investasi, dan pembiayaan BMT Berkah Madani Cimanggis
(Sumber: Laporan Kinerja BMT Berkah Madani Cimanggis 2009)
Investasi Berkah
2007 2008 2009 (%)
Periode 615.687.771 669.987.876 957.427.530 42,9
1 Bulan 311.882.000 122.137.101 215.943.775 76,8
3 Bulan 47.525.980 36.500.000 45.840.156 25,59
6 Bulan 152.579.791 197.700.000 222.312.608 12,45
12 Bulan 103.700.000 313.650.775 473.330.514 50,91
Tabel 2. Investasi BMT Berkah Madani Cimanggis per periode
(Sumber: Laporan Kinerja Tahunan BMT Cimanggis 2009)
- BMT Lathifah Sumedang
BMT Lathifah berdiri pada akhir tahun 2009 untuk mengatasi masalah keuangan
dalam bidang pertanian di desa Cibeureumwetan, Sumedang. Ruang lingkup
utamanya adalah daerah desa Cibeureumwetan dalam ukuran pasar yang kecil.
Pendiri BMT ini telah menerima berbagai macam penghargaan karena menghimpun
dana untuk masyarakat dan mampu mengembangkan sektor kecil dan menengah.
138
Untuk Indonesia!
Pada awalnya BMT ini hanya fokus untuk keuangan mikro di komunitas lokal, akan
tetapi terus berkembang seiring berjalannya waktu. Bisa dilihat pada Tabel 3 bahwa
setiap tahunnya masyarakat mulai menyimpan dan meminjam, sehingga
bermanfaat karena aliran pendanaan terus berputar. Bahkan lebih dari itu, sistem
Qard Hasan atau pinjaman tanpa bunga, zakat, infaq, dan shadaqoh (ZIS) juga
meningkat setiap tahunnya.
Tabel 3. Arus Kas BMT Lathifah Periode 2010- 2012
(Sumber: BMT Lathifah, 2012)
- BMT Al-Ikhlas, Bina Ummah, Dana Syariah, Yogyakarta
BMT Al-ikhlas, Bina Ummah, dan Dana syariah merupakan usaha mikro yang
berbasis prinsip Syariah di daerah Yogyakarta. BMT Al-Ikhlas berdiri dengan
dukungan dari Manajemen Zakat Ekonomi Syariah dan Dompet Dhuafa
Republika. BMT Bina Ummah berdiri dengan dukungan dari Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia bersama Prof. Dr. Ing B.J. Habibie. Sedangkan BMT Dana
Item Year
2010 2011 2012
Total Saving 31,409,952 52,960,606 74,351,456
Financing 61,207,232 64,586,706 81,573,103
Asset 89,479,521 101,270,218 125,267,853
Income 46,127,838 22,529,911 18,656,976
Cost 45,876,430 23,893,099 19,127,659
Profit/loss 251,408 (1,371,188) (470,683)
Qard Hasan 312,500 2,616,000 3,077,000
ZIS 11,500 253,05 1,207,150
139
Untuk Indonesia!
Syariah berawal dari riset Muamalat Center Indonesia cabang Yogyakarta.
Dapat disimpulkan ketiganya mendapatkan minimum profit rate dalam kontrak
Murabahah setiap tahunnya mencapai 24-30% dari total pembiayaan, di mana
lebih besar dibandingkan perbankan konvensional (17-20% per tahun). Kontrak
Murabahah adalah sistem pembiayaan berbasis aset riil dengan prinsip Syariah
yang sangat populer selain Mudharabah dan Musyarakah.
Nama BMT Minimum profit margin
limit per bulan
BMT al-Ikhlas 2.55 % per bulan
BMT Bina Ummah 2 - 2.5 % per bulan
BMT Dana Syariah 2 % per bulan
Tabel 4. Semua transaksi Murabahah dari ketiga BMT di Yogyakarta
REKOMENDASI DAN PENERAPAN SOLUSI
Kesimpulannya, langkah nyata untuk menjalankan BMT ini secara maksimal, selain
melalui dukungan penuh dari pemerintah, adalah dengan menerapkan strategi
manajemen risiko pada penjaminan dan menerapkan strategi untuk penghimpunan
dana. Yang pertama, BMT harus mampu memberikan syarat garansi kepada
individu untuk setiap pembiayaan yang diberikan. Harus ada seseorang yang
bertanggung jawab secara finansial dan tentu telah mengenal karakter terhadap
kapasitas pihak yang dijamin. BMT membuat kebijakan bahwa karyawannya
menjadi personal guarantor bagi nasabah yang mendapatkan pembiayaan. BMT
harus melakukan proses pencarian informasi agar bisa menilai apakah calon debitur
140
Untuk Indonesia!
layak untuk mendapatkan pembiayaan. Tentunya proses ini akan lebih mudah dan
reliabel dibandingkan sistem perbankan konvensional karena bersifat personal dan
mengandalkan kedekatan religius.
Kedua, BMT harus bisa menghimpun dana dengan mudah, misalnya dengan
mempermudah persyaratan yang bersifat administratif sehingga nasabah akan
merasa lebih nyaman untuk menyimpan dana, misalnya melalui penghapusan
pajak. Selain itu, dapat juga menjalin hubungan secara personal, seperti aktif
mendatangi kegiatan yang bersifat religius di dalam sebuah komunitas. Bisa juga
dengan memberikan pelayanan lebih selain penjaminan nasabah seperti
merencanakan hadiah umrah bagi nasabah yang setia. Pada akhirnya, dengan
melaksanakan kedua hal yang sederhana tersebut konsep BMT ini akan sangat
bermanfaat sebagai pusat pemberdayaan ekonomi rakyat.
141
Untuk Indonesia!
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, S. Adwin (1999). Inflasi di Indonesia: Sumber-Sumber Penyebab dan
Pengendaliannya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No.1: 54-67.
Data Kabupaten Tanah Bumbu (2010). Di akses pada tanggal 3 Maret 2014 dari
http://www.tanahbumbukab.go.id/.
Hamid, ES. (2009). Akar Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya Terhadap Indonesia. Jurnal Ekonomi Islam La Riba: UII. Hasbullah, Jousairi. (2006). Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia. MR-United Press: Jakarta.
Jonaidi, A (2012). Analsis Pertumbuhan Ekonomi dan kemiskinan di Indonesia. Jurnal
Kajian Ekonomi, Vol. 1, No. 1.
P2KP. (2010). Belajar dari keberhasilan Grameen Bank. Di akses pada tanggal 3 Maret
2014 dari http://www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=3062&catid=2&.
Soetrisno, N (2003). Lembaga Keuangan Mikro, Energi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.
Bogor: Business Innovation Centre of Indonesia.
Zarida. (2004). Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah model Baitul Mal Wa Tamwil.
Diakses tanggal 25 maret 2010 dari
www.katalog.pdii.lipi.go.id/index.php/searchkatalog/.../4796/4797.pdf.
142
Untuk Indonesia!
CROWDSOURCING
GOVERNMENT
PROGRAMS &
POLICIES:
STRATEGI MENINGKATKAN
PARTISIPASI
PUBLIK/MASYARAKAT DAN
IMPLEMENTASI DEMOKRASI
Oleh: Arif Hartono
144
Untuk Indonesia!
LATAR BELAKANG
AGIAN latar belakang penulisan membahas dua hal yaitu permasalahan
aktual yang terjadi di Indonesia sehingga melatarbelakangi penulisan
artikel ini dan beberapa penyebab munculnya permasalahan tersebut.
Namun sebelum menjelaskan kedua hal tersebut, Penulis mengajukan
sebuah pertanyaan sebagai berikut:
“Pernahkah Anda mengikuti atau setidaknya pembaca di media mengenai inisiatif
pemerintah Indonesia untuk menjaring ide dan solusi inovatif ke publik/masyarakat dalam
bentuk ‘beauty contest’ mengenai perencanaan program dan kebijakan pemerintah?”
Berdasarkan pencarian Penulis melalui media internet, hanya terdapat satu situs
resmi pemerintah Indonesia yaitu lapor.ukp.go.id yang dirancang untuk menampung
aspirasi dan pengaduan masyarakat terhadap berbagai layanan resmi pemerintah
untuk masyarakat, yaitu program LAPOR. Gambar 1 menampilkan laman muka dari
situs lapor. Namun, situs tersebut tidak menampung aspirasi ide dan solusi inovatif
publik/masyarakat dalam bentuk ‘beauty contest’ mengenai perencanaan program
dan kebijakan pemerintah. Jika mengacu pendekatan dari program crowdsourcing,
sesungguhnya pemerintah Indonesia dapat mengembangkan fungsi program
LAPOR untuk menjaring ide atau solusi inovatif dalam penciptaan atau
pengembangan berbagai program layanan untuk publik/masyarakat. Boudreau and
Lakhani (2013) berpendapat bahwa pendekatan langsung dari crowdsourcing
adalah dengan melibatkan publik/masyarakat dalam sebuah kontes untuk
memecahkan masalah. Mekanisme kontes tersebut adalah organisasi
B
145
Untuk Indonesia!
mengidentifikasi masalah yang dihadapi, menawarkan imbalan atau hadiah uang
bagi pemenang, dan mengumumkan undangan partisipasi publik/masyarakat dalam
ide atau solusi inovatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalahan faktual
yang terjadi di Indonesia adalah minimnya keterlibatan/partisipasi
publik/masyarakat dalam perencanaan pembuatan program pemerintah karena
tidak adanya program yang dapat menampung atau mengakomodir aspirasi
publik/masyarakat yang dibuat oleh pemerintah.
Lalu, muncullah pertanyaan mengapa hal tersebut dapat terjadi. Terdapat beberapa
alasan yang mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut, antara lain tidak adanya
inisiatif dari pemerintah atau ketergantungan dan kepercayaan terhadap jasa
konsultan dalam pengerjaan berbagai program pemerintah yang mungkin memakan
biaya mahal. Boudreau and Lakhani (2013) menyebutkan alasan utama mengapa
banyak perusahaan tidak melakukan crowdsourcing. Mereka berpendapa para
manajer dalam perusahaan tidak memahami secara benar penggunaan, manfaat,
dan proses dari crowdsourcing. Sehingga muncullah beberapa pertanyaan yang
meragukan program crowdsourcing seperti kerahasiaan intellectual property (IP),
pengintegrasian crowdsourcing dalam operasional perusahaan, masalah biaya,
dan keraguan bahwa crowdsourcing menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi
masalah (Boudreau and Lakhani, 2013).
146
Untuk Indonesia!
Gambar 1. Laman Muka Situs LAPOR
APA ITU CROWDSOURCING?
Dalam bukunya yang berjudul crowdsourcing, Brabham (2013a, p. xix)
mendefinisikan crowdsourcing sebagai berikut:
“Crowdsourcing as an online, distributed problem-solving and production model
that leverages the collective of intelligence of online communities to serve
specific organizational goals.”
Mengacu kepada definisi tersebut, crowdsourcing adalah sebuah model yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah (a problem solving model) dalam bentuk
akumulasi ide atau solusi inovatif (collective intelligence) yang bersumber dari
publik/masyarkat dengan menggunakan internet sebagai media. Beberapa contoh
program crowdsourcing dalam bidang bisnis yang telah berhasil diterapkan oleh
147
Untuk Indonesia!
beberapa perusahaan di luar negeri antara lain Threadless, iStockphoto,
InnoCentive, the Goldcorp Challenge dan kontes/lomba iklan produk makanan
Doritos dengan peserta pengguna atau konsumen produk tersebut (Brabham,
2008). Gambar 2 menunjukkan laman muka dari situs threadless.com, perusahaan
penjual kaos oblong yang berkantor pusat di Chicago, Amerika Serikat. Perusahaan
melakukan kontes terbuka desain kaos dan pemenang perancang desain terbaik
ditentukan oleh konsumen. Desain terbaik akan dicetak dan dijual oleh perusahaan
dan pemenang akan mendapatkan hadiah uang dan kartu diskon belanja.
Gambar 2. Laman Muka Situs Threadless
Mengacu program crowdsourcing yang diterapkan oleh threadless, maka dengan
melakukan modifikasi dapat juga diterapkan dalam perancangan program dan
kebijakan pemerintah. Terkait dengan perencanaan program dan kebijakan
pemerintah, crowdsourcing telah populer dan dikenal lama sebagai model yang
148
Untuk Indonesia!
digunakan untuk menjaring ide dan opini publik/masyarakat di beberapa negara
maju (Brabham, 2013a). Sebagai contoh pada tahun 1970 dan 1980 di Amerika
crowdsourcing telah digunakan dalam proyek pengerjaan Boston Southwest
Corridor. Program crowdsourcing juga telah dilaksanakan oleh pemerintah Malaysia
dalam menentukan anggaran nasional yang tepat dengan mengundang berbagai
ide dari publik/masyarakat. Gambar 3 menunjukkan program tersebut yang
ditampilkan dalam laman muka dari situs www.1malaysia.com.
Gambar 3. Crowdsourcing Program Anggaran Pemerintah Malaysia
Berbagai contoh aplikasi program crowdsourcing dapat dilihat dan dipelajari dari
situs www.crowdsourcing.org. Gambar 4 menampilkan laman utama dari situs
tersebut.
149
Untuk Indonesia!
Gambar 4. Tampilan Situs Crowdsourcing
PARTISIPASI PUBLIK, SOLUSI KREATIF, DAN DEMOKRASI
Bagian ini membahas jawaban terhadap pertanyaan apakah manfaat atau urgensi
penggunaan crowdsourcing dalam perencaan berbagai program dan kebijakan
pemerintah. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu akan
dijelaskan bentuk dari partisipasi publik/masyarakat dalam program crowdsourcing.
Partisipasi/keterlibatan publik dalam perencanaan program dan kebijakan
pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk penciptaan ide atau pengetahuan baru
(new knowledge), pemikiran baru (new perspective), dan penyebarluasan ide,
pengetahuan dan pemahaman baru kepada khalayak umum (diffusion) (Hanna,
2000).
150
Untuk Indonesia!
Tema pembahasan mengenai crowdsourcing telah banyak dipublikasikan dalam
jurnal ilmiah internasional, termasuk pembahasan mengenai manfaat program
crowdsourcing. Adapun manfaat dari program crowdsourcing adalah sebagai
berikut:
Terdapatnya akumulasi dari berbagai ide inovatif atau sering diistilahkan
dengan collective intelligence yang dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan yang beragam dan kompleks (problem solving) (Brabham,
2008);
Keterlibatan publik/masyarakat dalam perencanaan berbagai program dan
kebijakan pemerintah artinya menjamin terlaksananya proses demokrasi
(Pimbert and Wakeford, 2001);
Keterlibatan publik/masyarakat dalam perencanaan berbagai program dan
kebijakan pemerintah membantu terjaminnya program dan kebijakan
tersebut diterima secara luas oleh publik/masyarakat (Burby, 2003; Brody et
al., 2003);
Efisiensi dari sisi perbandingan biaya dan output yang dihasilkan, jika
crowdsourcing dibandingkan dengan output yang dihasilkan rata-rata pekerja
dalam perusahaan (Boudreau and Lakhani, 2013);
Efektif karena dapat menjangkau wilayah geografis yang luas tanpa dibatasi
ruang dan waktu karena dilakukan secara online dengan menggunakan
media internet.
151
Untuk Indonesia!
TAHAPAN PROGRAM CROWDSOURCING
Secara garis besar Brabham (2013b) membagi aplikasi crowdsourcing ke dalam
tiga tahapan yang meliputi perencanaan, implementasi, dan paska implementasi.
Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai program crowdsourcing,
bagian ini memberikan sebuah contoh ilustrasi bagaimana pemerintah dapat
menjaring ide dan solusi inovatif dari publik/masyarakat melalui mekanisme
crowdsourcing. Contoh tahapan pelaksanaan program crowdsourcing yang
dikembangkan oleh Penulis pada bagian ini merupakan pengembangan konsep dari
Boudreau and Lakhani (2013) dan Brabham (2013b). Pemerintahan Provinsi
(Pemprov) X di Indonesia akan melakukan penataan ruang publik di wilayah
kotanya. Kesadaran bahwa publik/masyarakat adalah pengguna dan calon
pengguna di masa depan dari runag publik mendorong Pemprov X berinisiasi
menjalankan mekanisme crowdsourcing untuk menjaring ide dan solusi inovatif dari
publik/masyarakat. Berikut beberapa contoh tahapan untuk mejalankan program
tersebut. Tahapan-tahapan tersebut hanyalah berupa contoh dan bersifat fleksibel
yang memungkinkan untuk dilakukannya penyesuaian dan modifikasi.
Tahap 1. Pembentukan Panitia
Pada tahap ini pihak Pemprov X harus membentuk tim panitia pelaksana proyek
penataan ruang publik yang idealnya terdiri dari lintas departemen dan lintas bidang
keahlian seperti arsitektur, teknik sipil, tata kota, keuangan dan komunikasi.
152
Untuk Indonesia!
Tahap 2. Pembuatan Media Crowdsourcing
Setelah tim pelaksana terbentuk, maka tim tersebut harus mendesain dan membuat
laman khusus sebagai media crowdsourcing pada situs resmi Pemprov X. Tim
pelaksana selanjutnya melengkapi isi laman tersebut mengenai penjelasan
program, syarat dan ketentuan bagi publik/masyarakat agar dapat mengikuti
program tersebut. Tim pelaksana juga harus merumuskan secara jelas
permasalahan apa yang harus dipecahkan berikut parameter ide dan solusi inovatif
untuk menjawab permasalahan tersebut. Sebagai contoh tim pelaksana dapat
memberikan panduan pertanyaan spesifik dalam situs crowdsourcing sebagai
berikut:
“Menurut Anda bagaimanakah layout dan fasilitas yang harus ada pada taman ABC untuk
publik/masyarakat yang akan dibangun di kota X pada bulan Januari 2015?”
Mengacu pada contoh pertanyaan di atas, maka tim pelaksana harus membuat
parameter ide dan solusi inovatif tentang layout dan fasilitas taman ABC yang
nantinya akan dijadikan patokan untuk menentukan pemenang kontes.
Tahap 3. Pengumuman Program
Setelah laman crowdsourcing terbentuk dan aktif, maka tugas bagi tim pelaksana
selanjutnya adalah pembuatan pengumuman sekaligus undangan terbuka untuk
publik/masyarakat melalui media massa berikut jadwal dan tahapan dari program
penataan ruang publik.
153
Untuk Indonesia!
Tahap 4. Seleksi Penentuan Ide Terbaik
Setelah masa penjaringan ide dari publik/masyarakat berakhir, maka tim panitia
melakukan seleksi dan menentukan ide terbaik sesuai dengan persyaratan,
ketentuan dan parameter yang telah ditetapkan. Peserta dengan ide dan solusi
paling inovatif akan diberikan imbalan atau hadiah dalam bentuk uang dan/atau
kesempatan untuk terlibat dalam tim pelaksana proyek penataan kota.
Tahap 5. Pelaksanaan Program
Pada tahapan ini ide dan solusi paling inovatif yang terpilih diimplementasikan
dalam proyek penataan ruang terbuka kota X.
Tahap 6. Evaluasi Crowdsourcing dan Program Pemerintah
Tahap terakhir adalah evaluasi yang dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua yaitu
(1) proses pelaksanaan program crowdsourcing; dan (2) keberhasilan atau realisasi
proyek penataan ruang terbuka kota X dengan kesesuaian ide dan solusi inovatif
yang bersumber dari publik/masyarakat yang sekaligus sebagai pengguna masa
depan ruang terbuka tersebut.
Menganut konsep open innovation (Chesbrough, 2003a; Chesbrough, 2003b), ide
inovatif tidak harus berasal dari pihak internal organisasi namun juga dapat berasal
dari pihak eksternal organisasi serta penggabungannya. Sehingga jika dikaitkan
dengan ilustrasi crowdsourcing pada proyek penataan ruang terbuka Pemprov X,
berbagai ide dan solusi inovatif dapat berasal dari pihak internal (tim pelaksana),
154
Untuk Indonesia!
eksternal (publik/masyarakat) dan gabungannya (tim pelaksana dan
publik/masyarakat).
Terlepas dari banyaknya program crowdsourcing yang telah berhasil dijalankan
terdapat beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam menjalankan program tersebut
seperti kode etik, hak cipta dan intellectual property (IP) karena program tersebut
terkait dengan penciptaan karya baru manusia. Sebagai penutup, ide program
crowdsourcing untuk pemerintah Indonesia ini sangat relevan dan aplikatif
diterapkan pada semua lembaga baik departemen maupun BUMN serta semua
lembaga baik yang berorientasi pada penciptaan laba maupun nirlaba.
Contoh aplikasi lain dari program crowdsourcing yang terkait dengan kondisi terkini
di Indonesia adalah tim transisi pemerintahan baru dapat menggali berbagai ide dan
masukan dari publik/masyarakat untuk mendukung perencanaan berbagai program
dan kebijakan yang akan di terapkan di masa mendatang. Selain itu, anggota DPR
baru terpilih dan partai politik di Indonesia dapat menggunakan program
crowdsourcing sebagai alat untuk melengkapi program “blusukan” yang dijalankan
secara virtual, sehingga aspirasi publik/masyarakat dapat diserap tanpa harus
bertatap muka.
KESIMPULAN
Program crowdsourcing memiliki kemanfaatan besar sebagai alat untuk membantu
terlaksananya berbagai pembuatan program dan kebijakan pemerintah dengan
menyertakan partisipasi publik/masyarakat sebagai calon pengguna dan sasaran
155
Untuk Indonesia!
dari berbagai program dan kebijakan tersebut. Program crowdsourcing dapat
memberikan kemanfaatan seperti penjaringan ide kreatif dan inovatif secara
massive, terwujudnya pelaksanaan demokrasi dengan adanya partisipasi
publik/masyarakat, dan efisiensi penghematan biaya. Sebagai penutup,
keberhasilan pelaksanaan program crowdsourcing pada sektor publik sangat
dipengaruhi oleh political will dari pemerintah yang mungkin pada masa lalu
dipengaruhi paradigma dan pola lama dalam merencanakan dan membuat program
dan kebijakan sangat bergantung pada tim kerja internal dan konsultan,
mengubahnya dengan melibatkan partisipasi publik/masyarakat.
156
Untuk Indonesia!
DAFTAR PUSTAKA
Boudreau, K. J. & Lakhani, K. R. 2013. Using the Crowd as an Innovation Partner. Harvard Business
Review, April, pp. 61-69.
Brabham, D. C. 2008. Crowdsourcing as a Model for Problem Solving. An Introduction and Cases.
Convergence: The International Journal of Research Into New Media Technologies, 14(1),
pp. 75-90.
Brabham, D. C. 2013a. Crowdsourcing, Cambridge, Massachussetts.
Brabham, D. C. 2013b. Using Crowdsourcing in Government. Collaboration Across Boundaries
Series. IBM Center for The Business of Government.
Brody, S. D., Godschalk, D. R. & Burby, R. J. 2003. Mandating Citizen Participation in Plan Making:
Six Strategic Planning Choices. Journal of the American Planning Association, 69(3), pp.
245–264.
Burby, R. J. 2003. Making Plans that Matter: Citizen Involvement and Government Action. Journal of
the American Planning Association, 69(1), pp. 33-49.
Chesbrough, H. W. 2003a. Open Innovation: The New Imperative for Creating and Profiting from
Technology, Boston, Massachusetts, Harvard Business School Press.
Chesbrough, H. W. 2003b. The Era of Open Innovation. MIT Sloan Management Review, 44(3), pp.
35-38.
Hanna, K. S. 2000. The Paradox of Participation and the Hidden Role of Information: A Case Study.
Journal of the American Planning Association, 66(4), pp. 398-410.
Pimbert, M. & Wakeford, T. 2001. Overview: Deliberative Democracy and Citizen Empowerment.
PLA Notes, 40, pp. 23-28.
157
PROFIL PENULIS
Nama: Rully Prassetya
Judul Tulisan: Peringatan dari Data Neraca Pembayaran Indonesia
“Rully Prassetya memiliki ketertarikan dalam bidang makroekonomi, ekonomi
pembangunan, dan keuangan negara. Pada tahun 2012, Rully mewakili
Indonesia pada G20 Youth Summit di Washington DC sebagai Minister of
Economy. Rully memperoleh Master of Public Policy dari NUS, Singapura dan
the University of Tokyo pada 2013 serta MSc in Economics dari UCL pada 2014.
Pada tahun 2011 dan 2013, Rully mendapat penghargaan mahasiswa
berprestasi dari Universitas Indonesia dan the University of Tokyo.”
Nama: Dian Kartika Rahajeng
Judul Tulisan: Optimalisasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai
Perantara Perbankan Industri Mikro di Indonesia
“Saat ini Dian sedang mengambil studi doktor, PhD Accounting and Finance, di
University of Essex, Inggris, dengan beasiswa penuh dari Lembaga Pengelola
Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tema
risetnya adalah tata kelola (good corporate governance) institusi perbankan
mikro khususnya mengenai perkembangan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di
Indonesia. Dian adalah salah satu dosen dan peneliti muda di Fakultas
Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Dian
dapat dihubungi via Linkedin atau twitter di @dkrahajeng.”
Nama: Faldo Maldini
Judul Tulisan: Membangun Ekonomi Indonesia melalui Pemuda dan
Usaha Kecil Menengah
“Faldo Maldini merupakan mahasiswa postgraduate di jurusan Plastic Electronic
Materials Imperial College London. Selain menjadi mahasiswa Faldo juga terlibat
sebagai peneliti dan tergabung dalam grup Experimental and Solid State Physics
(EXSS) dengan penelitian tentang optics, materials and photonics. Untuk
mengenal Faldo lebih dekat bisa membuka tautan http://about.me/faldo_maldini”
158
Nama: Ferry Hermawan
Judul Tulisan: Kapabilitas Dinamik Sektor Konstruksi Gedung di Daerah
Menuju Keberlanjutan Pembangunan yang Realistis: Pendekatan Studi Kasus
Kegagalan Konstruksi dan Bangunan di Jawa
“Ferry tercatat sebagai staf Pengajar di Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil,
Universitas Diponegoro untuk Kelompok bidang keahlian Manajemen
Konstruksi. Hobinya membaca dan travelling membawanya pada dunia riset
sejak di bangku S1. Kandidat doktor di bidang Built Environment di Coventry
University, UK sedang mengembangkan riset tentang manajemen strategik pada
bangunan publik di tingkat otoritas lokal. Ferry juga terlibat dalam publikasi ilmiah
dan pendampingan teknis di daerah, seperti perencanaan, investigasi dan
advokasi permasalahan gedung publik.
Nama: Alan Sebastian Chandra
Judul Tulisan: Basmi Kemacetan Jalan Raya dengan Transportasi
Berbasis Rel
“Alan adalah sarjana Teknik Sipil ITB dan kini baru saja menyelesaikan studi
pascasarjana pada program MSc in Railway Systems Engineering and
Integration, University of Birmingham. Meyakini bahwa hidup adalah sebuah
misi. Temukan misimu dan selesaikan!”
Nama: Ersa Tri Wahyuni
Judul Tulisan: Akuntansi sebagai Infrastruktur Pembangunan: Peran
Pemerintah sebagai Akselerator
“Ersa Tri Wahyuni adalah dosen akuntansi Universitas Padjadjaran, Bandung
yang saat ini sedang menempuh program doktoral akuntansi di University of
Manchester, Inggris. Riset beliau berfokus pada proses adopsi standar
akuntansi internasional di beberapa negara. Beliau aktif menulis artikel di
majalah Akuntan Indonesia dan juga di situs web IFRS.WILEY.COM. Tulisan-
tulisan Ersa lainnya dapat dinikmati di situs beliau: etw-accountant.com.”
159
Nama: Maria Pakpahan
Judul Tulisan: Pekerja Rumah Tangga/Buruh Migran: Realitas dan
Tantangan Indonesia
“Maria Pakpahan.MA. MSc saat ini sedang menyelesaikan Phd di Universitas
Edinburgh UK. Berangkat dari jurusan Antropologi UGM Maria menyelesaikan
MA nya TAHUN 1994 di Den Haag - Belanda di bidang Study Pembangunan di
Institute Social Studies (ISS) Erasmus University dan kemudian tahun 2000
mendapatkan Chevening Scholarship dari pemerintah Inggris dan menekuni
study Masa Pencerahan Perancis. Pernah juga bekerja sebagai Kordinator
Nasional untuk Proyek Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dari
Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa di International Labour Organisation
(ILO) Jakarta dan juga sebagai staf ahli komisi IX DPR RI yang menangani issue
perburuhan dan kesehatan.”
Nama: Eva Fajar Ripanti
Judul Tulisan: Beasiswa, Sambil Menyelam Minum Air
“Eva Faja Ripanti, saat ini sedang menempuh pendidikan Program Doktoral di
School of Applied Sciences, Cranfield University, United Kingdom. Sehari-hari
menjadi tenaga pengajar di Program Studi Teknik Informatika Universitas
Tanjungpura, Indonesia.”
Nama: Gandrie Ramadhan
Judul Tulisan: Revitalisasi Transjakarta sebagai Tulang Punggung
Transportasi Jakarta
“Gandrie Ramadhan (lahir di Jakarta, 1 April 1990) adalah seorang yang tertarik
dengan bidang transportasi dan sosial perkotaan. Setelah lulus dari Teknik Sipil
ITB pada tahun 2012, ia memulai kariernya di Institute for Transportation and
Development Policy (ITDP) Indonesia sebagai transport assistant. Ia
melanjutkan pendidikan pascasarjana di Institute for Transport Studies (ITS),
University of Leeds untuk gelar master di bidang perencanaan transportasi. Ia
memiliki hobi bersepeda dan fotografi.
”
160
Nama: Jaesa Rahmannialdy
Judul Tulisan: Baitul Mal Wa Tamwil sebagai Pusat Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat
“Penulis lulus sebagai sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta jurusan akuntansi pada Tahun 2011
kemudian lulus sebagai Master of Science bidang Islamic Banking and Finance
dari Salford University, UK tahun 2014. Setahun sebelumya pemilik akun twitter
@jaesarahman ini pernah berkesempatan magang di Ansar Finance Group,
salah satu institusi keuangan non-bank yang berbasis di kota Manchester. Selain
sedang merintis usaha dalam bidang properti dan travel penulis juga beraktifitas
menjadi asisten dosen di FEB UGM.”
”
Nama: Arif Hartono
Judul Tulisan: Crowdsourcing Government Programs & Policies: Strategi
Meningkatkan Partisipasi Publik/Masyarakat dan Implementasi Demokrasi
“Menamatkan gelar Sarjana Manajemen di Fakultas Ekonomi & Bisnis, UGM pada tahun 2002. Memiliki pengalaman kerja sebagai profesional di perusahaan multi nasional, Bank BNI dan Perum Bulog. Pada tahun 2006 menempuh sMaster of Management & Marketing di University of New England Business School, Australia dengan beasiswa Australia Partnership Scholarship (APS). Tahun 2008 memulai karir sebagai staf akademik di bidang manajemen strategi dan pemasaran, Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia. Pada bulan September 2013 mendapatkan beasiswa LPDP untuk menempuh studi PhD bidang Strategy & International Business di Warwick
Business School, The University of Warwick, UK.”