universitas medan area -...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS MEDAN AREA
ERANANPOLRI DALAMPENCEGAHANDANPENANGGULANGAN
TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN
Studi Kasus Makosad Brimob Poldasu.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Ge/ar Sarjana Hu/cum Pada Fakultas Hu/cum
Universitas Meckm Area
OLEH:
JACKSON PJNEM
108400052
Bidang Hukum Kepidanaan
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN
2017
UNIVERSITAS MEDAN AREA
,
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Skripsi : PERANAN POLRI DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN. (Studi Kasus Makosad Brimob Poldasu.)
Nama Lengkap : JACKSON PINEM N P M : 108400052
Bidang Ilnm : Kepidanaao
Dosen Pembimbing I
Ta fik Siregar, SH., M.Hum.
Tanggal Lulus :
Menyetnjui :
- -- -------
UNIVERSITAS MEDAN AREA
,
LEMBARPERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
NPM
Fakultas
Program Studi
Bidang
JACKSON PINEM
108400052
Hukum
IlmuHukum
Kepidanaan
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul '.nPERANAN POLRI DALAM
PENCEOAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA TERORISME DI
KOTA MEDAN (Studi Kasus Makosad Brimob Poldasu.)" adalah benar karya saya
sendiri, kecuali pada bahagian-bahagian tertentu yang telah saya lakukan dengan tindakan
yang sesuai dengan etika keilmuan.
Apabila dikemudian hari ditemukan adaya plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima
sanksi pencabutan Gelar Akademik yang saya peroleh dan sanksi lainnya sesuai dengan
peraturan yang berlaku . ..
Medan, 15 Juli 2017
JACKSON PINEM
108400052
UNIVERSITAS MEDAN AREA
ABSTRAK
Terorisme merupakan perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, sehingga terjad� kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lii1gkungan hidup, moral, peradaban, rahasia negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, tekhnologi, perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas intemasional. Propinsi Sumatera Utara adalah salah satu daerah di Indonesia yang mengalhuli dampak dari terjadinya aksi terorisme. Oleh karena itu perlunya peranan kepolisian Sumatera Utara dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana terorisme, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kejahatan terorisme .
. . Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana peninan Polri dalam melakukan pencegahan tindak pidana terorisme di Provinsi Sum�.tera Utara dan bagaiman upaya penanggulangan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh Polri (brimob Poldasu) di Provinsi Sumatera Utara.
· Peranan Polri dalam melakukan pencegahan tindak pidana terorisme di rovinsi Sumatera Utara yaitu Memperkenalkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik
Dan Benar, Meminimalisir Kesenjangan Sosial, Menjaga Persatuan Dan Kesatuan, Mendukung Aksi Perdamaia!1, Berperan Aktif Dalam Melaporkan Radikalisme Dan Terorisme, Meningkatkan Pemahaman Akan Hidup Kebersz,maan, Jkut Aktif Mensosialisasikan Radikali�me Dan Terorisme.Bentuk upaya penanggulangan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh Polri (brimob Poldasu) di Provinsi Sumatera Utara dengan melakukan beberapa upaya yaitu preentif, preventif dan reprensif.
M�todelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelirian hukum nom1at;f, yaitu lebih menitikberatkan kepada asas-asas hukum dan sinkronisasi terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan y"ng dittliti , apakah telah sejalan dengan undang-undang atau tidak .
UNIVERSITAS MEDAN AREA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menganugerahkan rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
tepat waktunya.
Salawat dan salam p".!nulis hantarkan kehadapan junjungan umat nabi
besar Muhammad SAW yang telah menggelar ajaran ]slam disegenap penjuru
alam dan berjasa besar dalam rangka merubah budaya jahiliyah kepada budaya
hidayah yang penuh sinaran cahaya lntan dan ]slam.
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir ini mahasiswa yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Universitas Medan Area (UMA). Judul. dan tugas akhir ini adalah "Peranan Polri Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme Di Kota Medan".
Dalam penyelesaian skripsi ini banyak yang dihadapi, khususnya
menyangkut 4 (empat) unsur yang lazim dihadapi seorang peneliti yaitu
keterbatasan waktu, keterbatasan biaya, keterbatasan tenaga, keterbatasan
pengetahuan dan pengaiaman. Namun persoalan tersebut dapat dihadapi berkat
adanya bantuan semua pihak, untuk itu dari lubuk hati yang dalam disampaikan
salam hormat dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:
J. Bapak Prof. H. A. Yakub Matondang Rektor dan seluruh perangkat
rektorat Universitas Medan Area (UMA); ,.
2. lbu Dr. Utari Maharani Barus, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Medan Area (UMA);
3. Bapak Taufik Sir�gar, SH., M.H selaku Pembimbing I ya'lg teiah
memberikan bimbingan, pengarahan dan bantuan kepada penulis;
4. Bapak Ridho Mubarak, SH.,M.H, selaku Pembimbing II yang juga telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan bantuan kepada penulis;
5. Ibu Wessy Trisna,SH., M.Hum selaku ketua Bidang Keµidanaan;
6. Bapak dan ibu staf pengajar serta seluruh pegawai FakuJtas Hukum
Universitas Medan Area;
7. lsteri dan anak-anak tercinta yang selalu mendukung dan memerikan
masukan pada penulis sehingga Tugas akhir ini dapat selesai.
8. Seluruh keluarga dan rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan, satu
persatu.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membaJas dan melimpahkan berkatNY A
bagi kita semua. Atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis menyadari dalam penyususnan Tugas Akhir ini masih terdapat
kekurangan, baik penulisan maupun pembahasan oleh karena keterbatasan
pengetahuan, pengalaman dan referensi yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun dan pembaca sngat diharapkan, akhimya semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2017
Jakson Pinem
..
UNIVERSITAS MEDAN AREA
DAFTARISI
KATA PENGANTAR
DAFT AR ISi ......•...•........................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAi�
A. La tar B elakang.. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. Identifikasi Masalah.... ... . . . . . . . . . .. . . . . . .. . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 23
C. Pembatasan Masalah............... ...... . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... . . . . . .... . . . . .. 23
D . Perumusar1 Masalah.................................................................. 23
E. Tujuan dan Manfaat P en el itian ... ... .... ...... . . ... . . . .... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
BAB II LANDASAN TEORI
1.1 Ura ian Teori .......................................................................... .
--Teori Criminal Policy ......................................................... .
2.2 Kerangka P emik iran .................. ..... ............. ................... ...... .
�2 � H. .
. .) ipotes1s ................................................................................ .
BAB III METODE PENELITIAN
25
25
32
32
3.1 Jenis, Sifat, Lokasi dan Wak tu Penel itian ....... . ...... . .. ...... ....... 33
3.1.1. Jen is Pen el itian ........... ..................................... .. . .......... 33
3.1.2. Sifat P en elit ian .. ....... ....................... . . . ........ .............. .... 33
3 .1.3. Lokasi Penclitian . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 3
3.1.4. Wak tu P en elit ian ........................................ . . ................ 3 3
3.2. Teknik P engumpulanDa ta ........................................... .......... 34
3.3. Analisa Data........................................................................... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Basil Penelitian......................................................................... 3 5
I. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Terorisme .... 3 5
2 . Dampak Terhadap Tinda k P idana Terorisme .................... 40
UNIVERSITAS MEDAN AREA
B. Pembahasan ................................................................ .............. 42
1. Per� Polri Dalam Melakukan Pencegahan Tindak Pidana
Terorisme di Provinsi Swnatera Utara ........... ... . ..... . . ......... 42
2. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme Yang•
Dilakukan Polri . ... . . . . . . . . .. . . .. . . .. . . . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . .. . ... ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......... . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . ..... 6 1
B. Saran .................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 64
..
UNIVERSITAS MEDAN AREA
A. Latar Belakang
BAB I
PENDAHULUAN
Seja!an dengan Pembukaan lJ.ndang-Undang Dasar 1 945, maka Negara
Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berlandasan hukum dan memiliki
tugas . dan tanggUng jawab untuk memelihara kehidupan yang aman, damai dan
sejabtefa serta ikut secara aktif memelihatra perdamaian dunia.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas pemerintah wajub memelihara dan
menegakk:an kedaulatan dan melindungi setiap warga negaranya dari setiap ancaman
tau tindakan destruktif baik dari dalam negeri maupun dari J uar negeri.
Terorisme m erupa kan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan
erhadap j1eradaban yang menjadi ancaman bagi segenap hangsa serta musuh dari
mua agama dari dunia in i . Terorisme dalam perkembangannya telah membangun
organisasi (terorganis i r) dan mem i l i ki jari ngan yang global dimana kelompok
k Jompok terorisme yang beroperasi di berbagai negara telah dikuasai oleh suatu
j r ingan terorisme Internasional �erta telah mempunyai hubungan dan mekanisme
erja yang sama antara satu kelompok dengan kelompok lainnya baik dalam aspek
o erasional infrastruktur maupun dalam infrastruktur pendukung (szpport
;- ·astructure). 1
Pengertian terorisme tidak akan terlepas dari asal suatu kata, bahwa kata
· roris (pelaku) dan tcrorisme (aksi) berasal dari kata latin terrere yang berarti
1 Moch Faisal Salam, Motivasi tindakan terorisme, Jakarta:Mandar Maju, 2003, him. 1
1
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2
membuat gemetar atau menggetarkan. Kata terror juga bisa menimbulkan kengerian,
tentu saja kengerian dihati dan pikiran korbannya. Dalam bahasa lnggris to terrorize
berarti menakut-nakuti. Terrorist berarti teroris, pelaku teror. Terrorism berarti . ' '
membuat ketakutan, membuat gentar. Teror berarti ketakutan atau kecemasan. Teror
juga berarti kekacauan, tindak keseweriaog-wenangan untuk menimbulkan kekacauan
dalam masyarakat atau tindakan kejam dan mengancam. Sementara ini pengertian
dari teroris adalah pengacau, orang yang melakukan teror atau pelaku teror.2
_ ··Teror telah hadir dan menjelma dalam kehidupan kita sebagai momok, virus
ganas; dan monster yang menakutkan yang sewaktu-waktu dan tidak dapat diduga
terjadinya "Praha Nasional dan global". Teror memang sebuah kata yang berarti
usaha menciptakan ketakutan, kengerian atau kekejaman oleh seseorang, kelompok
tau golongan. Namun ketika teror telah hadir dan menyeruak cialam realitas berarti
ksi teror itelah menjelma dalarn berbagai wujud serta l:ara yang demikian akrab
ng2n kehidupan manusia yang mengisi agenda sejarah kebiadaban manusia. Teror
lah terjadi dimana-mana dan kapan saja. 3
Aksi teror tersebut telah melecehkan nilai kemanusiaan martabat dan bangsa,
norma-norma agama. Eskalasi dampak destruktif yang ditimbulkan telah atau
"''bih banyak menyentuh multidimensi kehidupan manusia. Jati diri manusia, harkat
bagai bangsa beradab dan cita-cita dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain
lam misi mulia "kedamaian universal" mudah dan masih dikalahkan oleh aksi
2 S. Endriyono. 2005. Terorisme Ancaman Sepanjang Masa. Semarang: CV. Media Agung
· rsada. Halaman 3 3 Abdul Wahid, Sunardi, Muhammad Imam Siddik, Kejahatan Terorisme Perspektif
Agama, Hamdan Hukum, PT. Refika Aditama, Tahun 2004, halaman 1.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
3
teror. Karena demikian akrabnya aksi teror bergeser dengan sendirinya sebagai
"terorisme". Artinya terorisme ikut ambit bagian dalam kehidupan berbangsa ingin
menunjukkan potret Ia.in dari dan diantara berbagai jeinis dan ragam kej ahatan
kekerasan, kej ahatan terorganisir dan kejahatan yang tergolong luar biasa (extra
ordinary crime).4
Tindak pidana terorisme merupakan tindak pidana yang unik, karena motif
dan faktor penyel>ab dilakukannya tindak pidana terorisme tersebut sangat berbeda
dengawinotif-motif dari tindak pidana lain. Sa l ahuddin Wahid, menyatakan bahwa
terorisme dilakukan dengan berbagai motivasi yaitu karena alasan agama, alasan
ideologi, alasan untuk memperjuangkan kemerdekaan, alasan untuk membebaskan
diri dari ketidakadil an, dan karena alasan kepentingan.5
Pasal l Undang-undang "No l S tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Te�risme, memberikan pengertian terorisme adal ah Perbuatan mel awan
hukum seca;a sistematis dengan rnaksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa
dan negara dengan membahayakan bag1 badan, nyawa, moral , harta benda dan
kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa
takut terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-
objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rnkyat, lingkungan hidup, moral ,
peradaban, rahasia negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, tekhnologi,
perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas intemasional .
4 Ibid.
5 Salahuddin Wahid., dalam Abduh Zulfidar Akaha., Terorisme dan Konspirasi Anti Islam,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), hal. 46.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
4
Terorisme merupakan salah satu permasalahan dan ancaman yang utama dan
nyata baik terhadap pel'aksanaan amanat Konstitusi maupun terhadap kesejahteraan
masyarakat Indonesia,. antara lain melindungi segenap tanah air Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena itu sudah selayaknya tindakan
terorisme dianggap sebagai ancaman bagi kehidupan dan kesejahteraan nasional yang
akan berper.garuh terhadap keamanan dan stabilitas nasional. Sementara perwujudan
terciptanya stabilitas nasional merupakan salah satu kunci terciptanya pemulihan
ekoQomi guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dan salah satu
pendekatannya ialah pendekatan secara hukum melalui aparat penegak hukum
khususnya Kepolisian Republik Indonesia yang memiliki peran yang sangat
signifikan dalam mengungkap dan menangani tindak pidana terorisme.6
Terorisme dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan dalam negen,
abilitas 11egara Indonesia, hilangnya nyawa manusia, pelanggaran terhadap hak-hak
idup manusia. Sebagai negara hukum, Jr.donesia memiliki kewajiban untuk
melindungi hak-hak warga negaranya. Melalui Undang-Undang Nomor ] 5 Tahun
_ 03 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang Nomor 2
T hun 2002 tentang Kepolisian, terhadap pelaku tindak pidana terorisme harus
iberantas untuk mewujudkan perlindungan, pengayoman, dan penegakan hukum
rhadap masyarakat. Salah satu peran Polri untuk memberantas terorisme adaiah
embentuk Deasemen Khusus 88 Anti Teror sebagai pasukan khusus untuk
0lakukan pemberantasan. Densus 88 dirancang sebagai unit anti teror dengan
'ompetensi khusus mengatasi berbagai jenis dan bentuk terorisme.
6 Moch Faisal Salam, Motivasi tindakan terorisme, Jakarta:Mandar Maju, 2003, him. I
UNIVERSITAS MEDAN AREA
5
Terorisme sebagai kejahatan yang tidak dapat digolongkan sebagai kejahatan
biasa. Secara akademis' terorisme dikategorikan sebagai "kejahatan luar biasa" dan
dikategorikan pula s�bagai kejahatan terhadap kemanusiaan atau crime againts
humanity".1 Mengingat . kategori yang demikian, tentunta pencegahan dan
penanggulangan ataupun pemberantasannya tidak dapat menggunakan cara-cara yang
biasa sebagaimana menangani tindak pidana biasa seperti pencurian, penggelapan dan
penganiayaan. Karenanya terhadap tindak pidana terorisme membutuhkan
pen�nganan dan mendayagunakan cara-cara Iuar biasa yang harus memenuhi standar
kelua�biasaan, hal ini dikemukaan oleh Muladi sebagai berikut8: ·
"Setiap usaha untuk mengatasi terorisme, sekalipun dikatakan bersifat
domestik karena karakteristiknya mengandung elemen "etno socio or religios
identity" dalarn mengatasi:iya mau tidak mau harus mempertimbangkan
stat-Jdar-standar keluarbiasaan terstbut dengan mengingat majunya teknologi
komunikasi, informatika dan transportasi modem. Dengan demikian tidaklah
mengejutkan apabila terjadi identitas terorisme lintas batas negara
(transborder terorism identity)"
Komitmen masyarakat internasional dalam pencegahan dan pemberantasan
erorisme sudah di wujudkan dalam berbagai konvensi internasiona! yang
menegaskan bahwa terorisme merupakan kejahatan yang mengancam perdamaian
an keamanan umat manusia sehingga seluruh anggota perserikatan bangsa-bangsa
7 Muladi, Penanganan Terorisme Sebagai Tindak Pidana Khusus (F.xtra Ordinary Crime), Materi Seminar Pengamanan Terorisme sebagai Tindak Pidana Khusus di Hotel
Ambaran Jakarta, 28 Januari 2004, halaman I. 8 Ibid.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
6
termasuk indonesia wajib mendukung dan melaksanakan resolusi Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengutuk dan menyerukan serulus anggota
Perserikatan Bangsa-B.angsa untuk mencegah dan memberantas terorisme melalui
pembentukan peraturan perundang-undangan nasional negara.
Pemeberantasan tindak pidana' t-erorisme di Indonesia merupakan kebijakan
dang langkah /ntisipatif yang bersifat proaktif yang dilandaskan kepada kehati-hatian
yang bersifat jangka panjang, karena:
_ ·· Pertama masyarakat indonesia adalah masyarakat multi etnik dengan beragam
dan mendiami ratusan ribu pulau-pulau yang terbesar di seluruh wilayah nusantara
serta ada yang lektaknya berbatasan dengan negara lain.
Kedua, dengan karakteristik masyarakat Indonesia tersebut seluruh komponen
bangsa lndor.esia berkewajiban memelihara dan meningkatkan kewaspadaan
menghadapi segala bentuk kegiatan yang merupakan tindak pidana terorisme yang
bersifat internasional .
Ketiga, konflik-konflik yang terjadi akhir-akhir ini sangat merugikan
kehidupan berbangsa dan bemegara serta merupkan kemundurnn peradaban dan dapat
dijadikan tempat yang subur berkembangnya tindak pidana terorisme yang bersifat
internasional baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun yang
dilakukan oleh orang asing.
Terorisme yang bersifat intemasional merupakan kejahatan yang
terorganisasi, sehingga pemeriniah dan bangsa Indonesia wajib meningkatkan
kewaspadaan dan bekerja sama memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pemeberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia tidak sem3ta-mata
UNIVERSITAS MEDAN AREA
,.
7
merupakan masalah hukum dan penegakan hukum melainkan juga merupakan
masalah sosial, budaya', ekonomi yang berkaitan erat dengan masalah ketahana
bangsa sehingga kebij_akan dan langkah pencegahan; dan pemberantasanya yang
ditujukan untuk memelihara keseimbangan dalam kewajiban melindungi kedaulatan
negara, hak asasi dan saksi, serta hak asasi tersangka atau terdakwa.
Pemberantasan tindak pidana terorisme dengan ketiga tujuan diatas
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adaJah bangsa yang menjunjung tinggi
peradaoan umat manusia dan memiliki cita perdamaian dan mendambakan
kesejahteraan serta memiliki komitmen yang kuat untuk tetap menJaga keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat di tengah-tengah
gelombang pasang surut perdamaian dan keamanan dunia.
Adapun dasar pertimbangan d ibutuhkannya penanganan dan mendayagunakan
cara-cara lflar b iasa antara l a in :9
J. Terorisme m erupskan perbuatan yang menciptakan bahaya terbesar (the
greatest donger) terhadap hak asasi manusia. Dalam ha! ini hak asasi manusia
untuk h idup (the right to life) dan hak asasi untuk bebas dari rasa takut. Target
terorisme bersifat random atau indiscri�inate yang cenderung mengorbankan
orang-orang tidak bersalah.
2 . Kemungkinan digunakannya senjata-senjata pemusnah missal dengan
memanfaatkan teknologi modem.
3. Kecenderungan terjadinya sinergi negative antar organisasi terorisme nasional
dengan organisasi intemasional.
9 Ibid, halaman 7
UNIVERSITAS MEDAN AREA
I'
8
4. Kemungkinan kerjasama antara orgamsas1 teroris dengan kejahatan yang
terorganisasi baik yang bersifat nasional maupun transnasional.
5 . Dapat membahayakan perdamaian dan keamanan intemasional.
T. P. Thomton10 menyatakan bahwa terorisme sebagai Terror as Weapon of
Political Agitation. Hal ini mengandung arti bahwa terorisme merupakan suatu
penggunaan teror dengan tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi
kebijaksanaan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal, khususnya
deng�n·· · penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan. penggunaan cara-cara
kekerasan dan menimbulkan ketakutan adalah cara yang sah untuk mencapai tujuan.
Proses teror, menurut T. P. Thornton11 harus memiliki 3 (tiga) unsur, yaitu: Pertama,
tindakan atau ancaman kekerasan. Kedua, reaksi emosional terhadap ketakutan yang
amat sangat dGri pihak korban atau calon korban. Ketiga, dampak sos ial yang
mengikuti ikekerasan atau ancaman kekerasan dan rasa ketakutan yan g muncul
kemudian.
Memahami makna terorisme di negara yang menganut s i stem hukum
common law antara lain Amerika Serikat pada lembaga-lembaganya yang
berkonsentrasi pada pemberantasan terorisme teiah memberikan pengertian yang
berbeda-beda, seperti misalnya: United Stated Central Intelligence (CIA). Terorisme
intemasional adalah terorisme yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau
organisasi asing dan/atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga, atau pemerintah
asing. United Stated Federal Bureau of Investigation (FBI) terorisme adalah
10 Bryan A. Gardner, Editor in Chief, Black Law Dictionary, (Se·Jenth Edition, 1999), halaman. 84.
11 Ibid.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
9
penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk
mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil dan elemen-elemennya untuk
mencapai tujuan sosiala�an politik.12 Menurut Brian Jenkins13 mendukung pemyataan
ini dengan pendapatnya, yaitu: " ... what called terrorism thus seems depend on the
point of view. At the time, point in this expanding use of the term "terrorism" can
mean just what those who use the term (not the terrorist) want it to mean- almost any �
violent. act by a11)' opponent"(... apa yang dimaksud dengan terorisme tergantung
pada _sudut pandang masing-masing. Terorisme dalam arti yang luas dapat diartikan
oleh siapa saja (tidak termasuk teroris) sebagai perbuatan kekerasan terhadap orang
Jain). Terorisme berdasarkan pendapat Brian Jenkins ini menyatakan bahwa terorisme
h arus diart ikan secara luas yang dapat diartikan tindak pidana terorisme dapat
di:akukan o leh siapa saja yang t idak hanya sebagai perbuatan kekerasan terhadap
orang la in .. dan pemahaman terhadap terorisme tergantung pada sudut pandang
seseorang untuk memaknai terorisme.
Di samp ing i tu, terorisme seperti d itegaskan dalam Convention of the
Organizalion of !he Islamic Conference or. Combating International Terrorism, 1999
(Konvensi Konferensi Intemasional Organisasi Islam tentang Terorisme
Intemasional, 1999) sebagaimana diku!ip Muladi14 merupakan tindakan kekerasan
atau ancaman tindakan kekerasan, terlepas dari motif atau niat yang ada untuk
12 Muladi, Penanggulangon Terorisme Sebogai Tindok Pidano Khusus, (bahan seminar Pengamanan Terorisme sebagai Tindak Pidana Khusus, Jakarta, 28 J anuari 2004), ha laman 7.
1 3 lndriyanto Seno Adji, Permasolohon Terorisme don Hukum Pidano, (Makalah d isampaikan pada sosia lisasi RUU tentang pemberantasan terorisme yang diselenggarakan oleh Departemen Kehakima n dan Hak Asasi Manusia R.I., Jakarta, 3 Desember 2001), halaman 1.
14 Muladi, Demokratisosi, Hok Asosi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, (The Habibie Center, Jakarta, 2002), halaman 173.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
10
menjalankan rencana tindak kejahatan individual atau kolektif dengan tujuan
menteror orang lain atail mengancam untuk mencelakakan mereka, atau mengancam
kehidupan, kehonnata�, kebebasan, keamanan dan hak mereka atau mengeksploitasi
lingkungan atau fasilitas atau harta benda pribadi atau publik, atau menguasainya atau
merampasnya, membahayakan sumber- nasional, atau fasilitas intemasional, atau
mengancam stabilitas, integritas teritorial, kesatuan politis atau kedaulatan negara
negara· merdeka.
_ ··Sistem pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana terorisme di Indonesia yang
menganut sistem civil law memerlukan reorientasi khususnya pelaku sebagai korban
ari radikalisme berupa pemahaman nilai-n.ilai agama yang salah bagi penganut
undamenlalisme, utamanya fundamentalisme agama Islam melalui resialisasi dalam
e!1tuk mengenalkan dan meluruskan kembali nilai-nilai ajaran agama cengan cara
rehabilitas� terhadap pelaku tindak pidana terorisme di da larn Undang-Undang
P mberantasan Tindak Pidana Terorisme. Hal ini disebabkan sekalipun citra tindak
pidana terorisme selalu berkonotasi politik tetapi penekanannya lebih kepada
rbuatan (actus reus) dan akibatnya.
Arti pentingnya pemidanaan terhadap pelaku dalam kerangka
rtanggungjawaban pidana adalah melakukan tindakan secara efektif terhadap
laku sebagai korban kejahatan terorisme secara komprehensif akibat pengaruh
. · damentalisme. Korban kejahatan adalah mereka yang menderita jasmaniah dan
baniah sebagai tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri
0ndi ri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi pihak
:. ng dirugikan, dalam crime dictionary disebutkan juga bahwa korban adalah
UNIVERSITAS MEDAN AREA
11
"person who has injured mental or psysical suffering, loss of property or death
resulting from an actual or attempted criminal offense commited by another"J5
Ketentuan y::ing terdapat di dalam hukum acara pidana pada hakekatnya telah 1
mengatur tentang perlindungan korban kejahatan, akan tetapi belum sepenuhnya
:Tiencantumkan prinsip "access to justice and fair treatment "16 khususnya terhadap
�'orban sebagai pelaku kejahatan. Hal in didasarkan pertimbangan bahwa faham yang
ianut · dalam pemberantasan tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam
un d<)ng:.undang bersifat vertikalistis yaitu mengandalkan peranan aparat-aparat
' kuasaan negara seperti Kepolisian, Intelijen, Pengadilan tanpa menderivasi peranan
ana-sarana pemidanaan atas pelaksanaan kebijakan anti dan kontra terorisme.
lah satunya menyangkut rehabilitasi pelaku sebagai korban kejahatan terorisme.
Terorisme senng diindentikkan dan diietakkan pada penganut
!ln amen�lisme agama Islam karena adanya pemahaman keagamaan yang eksklusif,
c.· iptualis dan m!skinnya pemahaman realitas historis dalam rnenafsirkan pesan
teric teks-teks kitab suci, sehingga mewariskan sikap-sikap yang fanatic,
::; iatic, eksklusif dan intcleran dalam menyikapi realitas perbedaan dan kondisi
litas social, politik, budaya dan ekonomi, bahkan termasuk dalam menyikapi
.;J 'ah juang dalam mengimplementasikan prinsip menegakkan kebajikan dan
egah kejahatan/kemungkaran (amar makruf nahi mungkar). Fenomena teks
15 Ralph De Sola, Crime Dictionary, (Facts on Fi le Publication, New York, 1988), ha laman 188.
6 Soeharto, Perlindungan Hok Tersangka, Terdakwa, don Karban Tindak Pidana Terorisme Sistem Peradilan Pidana lndonesia,(PT. Refika Aditama, Bandung, 2013), ha laman 26.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
12
keagamaan, kata "jihad" seringkali dipahami oleh kelompok eksklusif sebagai suatu
tindakan yang lekat denga'n kekerasan.17
Pandangan huku� Islam melihat terorisme sebagai suatu bentuk ;rhab.18
Majma" al-Lughah al- 'Arabiyah (Akademi Bahasa Arab) di Kaero menetapkan
penggunaan kata al-irhiib (sebagai terjeinahan kata terrorism) di dalam bahasa arab
dalam sifatnya sebagai istilah kontemporer. Asasnya adalah kata rahiba yang
bermakna khiifa (takut). Majma' al-Lughah menjelaskan bahwa teroris adalah sifat
yang qik-enakan pada orang-orang yang menempuh jalan kekerasan untuk merealisasi
tujuan-tujuan politik mereka. Ini sekal!gus menjelaskan bahwa dalam kazanah Islam
kata irhiib sebagai satu istilah dengan maknanya sekarang, sebelumnya tidak dikenal.
Sebab sebagai sebuah istilah, terorisme adalah istilah baru, berawal dari Eropa,
muncu l pada masa revo lus i Perancis yang memuncul kan tatan3n sekuler demokrasi .
Dalam baha�a arab, kata irhab m erupakan derivasi dari asal kata rahiba - yarhabu -
rah ban iva rahaban wa ruhhan wa rahbatan yang art in ya khafa (takut) dan faza 'a
(ngeri) . Dan arhabahu wa rahhabahu artinya akhafahu (membuatnya takut) dan
fazza 'ahu (membuatnya merasa ngeri) . 19
17 Muhammad Khair Haekal , Jihad & Perang Menurut Syariat Islam, Buku Kedua, ( Pustaka Thariqul lzzah, Bogor, 2004), ha laman. 255, bahwa Utsman Jum'ah Dhamiriyah menyatakan beberapa
a las an yang menyebabkan kaum Muslimin berjihad adalah: 1. Pembelaan diri dalam rangka melawan bentuk serangan yang telah atau akan d ilakukan terhadap kaum musl imin. 2. Mel indungi tanah air Is lam, menyelamatkan kaum m uslimin yang tertindas di N egara manapun. 3. Menjamin kebebasan
penyebaran dakwah Islam. 4. Menjaga jaminan (k�amanan) dan consensus. 5. Menolak fitnah dan mencegah pembangkangan di da lam dan luar negeri
18 Definis; yang disebutkan oleh Syaikh Sulthon, beliau bahasakan dari definisi yang
disebutkan oleh guru kami, Sya ikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhlyhafizhohuiliih dalam kitab bel iau Al-lrhOb Wa Atsiiruhu 'Alai Afr6di Wal Umam (Terorisme dan dampaknya terhadap individu dan umat) halaman. 10.
19 Qariiriit Al-Majma Al-Fiqhi Al-lsliimy halaman. 355-356.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
,.
13
Di dalam al-Quran, kata rahiba dan derivatnya dinyatakan 12 kali.
Diantaranya kata/a [i] rhabim (QS al-Baqarah [2]: 40; an-Nahl [16]: 51); ruhbdn
(QS al-Maidah [5]:82; qt-Tawbah [9]:31, 34); istarhabuhum (QS al-A�'raf [7]: 116);
yarhabun (QS al-A"raf [7]: 154); turhibun (QS al-Anfal [8]: 60); rahaban (QS al
Anbiya [21]: 90); ar-Rahbu (QS al-Qashash [38]:32); rahbdniyyah (QS al-Hadid
[57]:27) dan rahbatan (QS al-Hasyr [59]:13). Semuanya dalam makna bahasanya
yaitu takut, gentar dan ngeri. Begitu juga di dalam hadits, kata rahiba dan derivatnya
disebutk'an dalam makna bahasanya. Tidak ada nash yang mentransformasi makna
kata rahiba/irhdb itu ke makna yang spesifik. Artinya kata irhdb tidak memiliki
makna syar 'i. Kata rahiba dan derivatnya di dalam nash ini, kebanyakan dinyatakan
dalam kontek berita. Namun ada juga yang dinyatakan dalam kontek perintah. Yaitu
perintah untuk takut kepada Al lah (QS 2: 40; l 6: 51); dan perintah untuk berdoa
secara raghaban wa rahaban (harap dan cem as) yaitu cemas/takut doa tidak
terkabulkan (QS 21: 90 dan di dalam had!ts) dan perintah dalam firman Allah SWT
seoagai berikut:
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
per.c;iapan itu) kamu menggentarkan rnusuh Allah, musuhmu dan orang-orang
selain rnereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya." (QS al-Anfal [8]: 60)
Ayat ke-60 dari surah al-Anfal ini tidak memiliki sebab turunnya ayat. Kitab
kitab mengenai sebab turunnya ayat tidak menyebutkan sebab di balik turunnya ayat
ini. Namun, siyaq (konteks) ayat ini disebutkan setelah ayat-ayat yang bercerita
UNIVERSITAS MEDAN AREA
,.
14
tentang perang Badar, suatu perang yang terjadi secara kebetulan, bahkan terkesan
tanpa persiapan maksimal, maka ayat ke-60 ini mengingatkan bahwa umat senantiasa
. harus berwaspada terhaqap serangan musuh, baik yang dikenal ,maupun yang tidak
dikenal. Dan tidak ada perlindungan yang lebih baik daripada mempersiapkan
kekuatan, yang dengannya musuh akan be.rfikir berulang kali untuk menyerang umat.
Demikian pendapat Fakhruddin al-Razi20 dalam tafsimya "al-Tafsir al-Kabiir wa
mafatih al-Ghaib.
. ·Menurut Muhammad Rasyid Ridha21, mempersiapkan senjata untuk menakut
nakuti inusuh, setidaknya melahirkan lima manfaat:
I. Agar musuh tidak bemiat untuk menyerang negeri Islam. 2. Jika rasa takut mereka semakjn besar, mereka akan berkomitmen
membayar jizyah. 3. Kekuatan umat i�lam akan menjadi pendorong bagi keislaman mereka. 4. Antar kelompok kafir tidak berniat untuk saling membantu menyerang
umat Islam. 5. Akan melahirkanm stabilitas keamanan yang lebih baik di negeri Islam.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan .5yar'iy oleh Al-Majm::i" Al-Fiqh Al-
Jsldmy. Lembaga fiqih internasional, pada tanggal 1 5/10/1421H bertepatan 10/1/2001
(yaitu sepuluh bulan sebelum kejadian 11 September 2001M) mengeluarkan definisi
tentang terorisme sebagai suatu permusuhan yang ditekuni oleh individu-individu,
kelompok-kelompok, atau negara-negara dengan penuh kesewenang-wenangan
terhadap manusia (agama, darah, akal, harta dan kehormatannya). Terorisme juga
mencakup berbagai bentuk pemunculan rasa takut, gangguan, ancaman dan
2° Fakhruddin al-Rizal, ol-Tofsir ol-Kobiir wo Mofotih ol-Ghoib, (beirut: Daar al-Fikr, tt) jilid 7,
halaman 423. 21 Muhammad Rasyid Ridha, Tofsir ol-Qur"on al-Hakim, (Kairo : Daar al-Manar,tt), jilid 10,
halaman. 56.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
15
pembunuhan tanpa haq serta apa yang berkaitan dengan bentuk-bentuk permusuhan,
membuat ketakutan di jalan-jalan, membajak di jalan dan segala perbuatan kekerasan
dan ancaman. Aplikasinya terjadi pada suatu kegiatan dosa secara individu maupun . '
kelompok, dengan target melemparkan ketakutan di tengah manusia, atau membuat
mereka takut dengan gangguan terhadap mereka, atau memberikan bahaya pada
kehidupan, kcbebasan, keamanan, atau kondisi-kondisi mereka. Dan diantara bentuk-
bentuknya, melekatkan bahaya pada suatu lingkungan, fasilitas, maupun kepemilikan
umurri atau khusus, atau memberikan bahaya pada salah satu sumber daya/aset negara
atau umum. Seluruh hal ini tergolong kerusakan di muka bumi yang dilarang oleh
Allah Subhdnahu wa Ta 'dld".22
Terorisme sebagai penggunaan atau ancaman penggunaan kekerasan fisik
yang direncanakan, dipersiapkan dan dilancarkan secara mendadak terhadap sasaran
langsung yaflg Jazimnya adalah non combalant untuk mencapai suatu tujuan politik.
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan prilaku baik yang terbuka (overt),
baik yang bersifat menyerang (offensive) at<iu bertahan (defensive) yang disertai
penggunaan kekuatan kepada orang lain. Pengertian terorisme menurut James Adams
adalah:23 penggunaan atau ancaman kekerasan fisik oleh individu-individu atau
kelompok-kelompok untuk tujuan-tujuan politik, baik untuk kepentingan atau untuk
melawan kekuasaan yang ada, apabila tindakan- tindakan terorisme itu dimaksudkan
untuk mengejutkan, melumpuhkan atau mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang
lebih besar daripada korban-korban langsungnya. Terorisme melibatkan kelompok-
22 Ibid.
23 Muchamad Ali, Syafaat do/am Terorisme, Definisi, Aksi don Regu/asi, lmparsial, (Jakarta,
2003), halaman 59.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
16
kelompok yang berusaha untuk menumbangkan rezim-rezim tertentu untuk
mengoreksi keluhan kelompok/nasional, atau untuk menggerogoti tata politik
intemasional yang ada . .
Terorisme menggandung arti sebagai penggunaan atau ancaman tindakan
dengan ciri-ciri sebagai berikut :24 Perlama, aksi yang melibatkan kekerasan serius
terhadap seseorang, kerugian berat pada harta benda, membahayakan kehidupan
seseorang, bukan kehidupan orang yang me]akukan tindakan, menciptakan resiko
serius bagi kesehatan atau keselamatan publik atau bagian tertentu dari publik atau
didesain secara serius untuk campur tangan atau mengganggu sistem elektronik.
Kedua, penggunaan ancaman atau didesain untuk mempengaruhi pemerintah atau
mengintimidasi publik atau bagian tertentu dari publik. Ketiga, penggunaan atau
ancaman di buat dengan tujuan mencapai tujuan politik, agama atau ideologi.
Keempat, }1enggunaan atau ancaman yang masuk dalam kegiatan yang melibatkan
penggunaan sen.iata api atau bahan pcledak .
Tindak p1dana terorisme berdasarkan perkembangan l ingkungan strategik
merupakan kej ahatan terorganisir, memiliki jaringan nasional maupun intemasional
yang sangat meresahkan dan men_iadi perhati an dunia. Tindak pidana terorisme setiap
saat akan terjadi berdasarkan tipologi yang mendasarinya dengan sasaran yang tidak
dapat diprediksi, tindakannya menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas,
menimbulkan korban j iwa dan kerugian harta benda yang tidak sedikit, Juga
24F. Budi Hardiman, Terorisma, Definisi, Aksi dan Regulasi, lmparsial, Jakarta, 2003, h alaman 4
UNIVERSITAS MEDAN AREA
,.
17
menimbulkan dampak yang sangat luas terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara.25
Ada beberapa kasus yang terjadi terkait tindak pidana terorisme yaitu salah . ,
satunya tragedi born di Sarina club dan Peddy 's Club Kuta Legian Bali 12 Oktober
2002, adalah teror yang layak digolongkan sebgai kejahatan terbesar di Indonesia dari
serangkaian teror yang ada. Tragedi itu adalah sebuah bukti nytata bahwa teror adalah
aksi ya,ng sangat keji yang tidak memperhitugkan, tidak memperdulikan dan
sunggoo-sungguh mengabaikan nilai-nilai manusia.
Selain itu, kasus ledakan Born di JW Marriot pada tanggal 5 Agustus 2003
yang menewaskan belasan orang Iuka-Iuka puluhan orang juga makin membenarkan
bahwa disamping itu persoalan teror tergolong sebagai ancaman serius bangsa dan
dunia.26 Selama l 0 tahun ini sudah cukup banyak teroris yang clitangkap, j aringannya
banyak suooh terungkap, sebetulnya itu suatu keberhasilan yang sangat bagus," kata
Ansyaad dalam perbincangan dengan BBC Indonesia pada awal Oktober la lu . Sctelah
born Bali J , peristiwa dan upaya pel edakan born rnasih terus terj adi di l ndonesia.
Setelah born Bali 2002, Bali kembali menjadi sasaran ledakan born pada 2005.
Kernudian Born Kuningan, Born Marriot 2003, Born JW Marriot dan Ritz Carlton
pada 2009 lalu. Sejurnlah pelaku ledakan born Bali pun diadili dan tiga diantaranya
dihukum rnati yaitu Amrozi, Imam Samudera dan Ali Ghufron. Selain itu, beberapa
nama yang terlibat dalam born Bali 1 seperti Azhari, Noordin M Top tewas dalam
25 Abdul Wahid, Kejahatan Terorisme Perpestif Agama, Hak Asasi Manuisa & Hukum, (PT. Refika Aditama, Bandung, 2004), halaman. 35 bahwa menurut Wilkinson, tipologi terorisme ada beberapa macam antara la in: Pertama, terorisme epifenomenal. Kedua, terorisme revolusioner.
Ketiga, terorisme sybrevolusioner . Keempat, terorisme represif. 26 Opcit, halaman 2 dan 3.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
18
penggrebekan oleh Densus 88 di Batu Malang dan Solo, beberapa tahun lalu.
Sementara itu Dulmatin, juga tewas di Pamulang oleh densus 88 dua tahun lalu.27
Kepolisian Rep�b1ik Indonesi� merupakan ujung tombak da]am memberantas
pelaku tindak pidana terorisme di Indonesia, menangkap pelaku, mencegah,
melakukan penyelidikan dan penyidikan� bahkan menembak mati para pelaku teror,
membentuk Tim Khusus yaitu Densus 88 Antiteror yang berada pada garis terdepan
membei,:antas terori sme tersebut. Peranan Polri untuk pemberantasan tindak pidana
terorjsme tersebut tidak terlepas dari tiga fungsi sebagai pelindung, pengayom, dan
pelayan masyarakat dimana bahwa Polri hams melindungi masyarakat dari tindakn-
tindakan yang mengancam j iwa warga negara Indonesia. Hal ini Polri melalui Densus
88 Anti teror hams berpedoman kepada undang-undang yang mendasari yaitu
Undang-Undang N omor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Jndonsia
(selanj utnyl\ disebut UU Kepolisian). Tugas dan wewenang Polri sebagaimana
ketentuan Pasal 13 UU Kepolisian, di tentukan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara
Republik I ndonesia adalah:
l . M emelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2. Menegakkan hukum; dan
3 . Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Indonesia telah merumuskan beberapa peraturan perundang-undangan
menyakut pemberantasan tindak pidana terorisme yakni Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
27 www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/20 1 2/ J 0/ 1 2 1 0 1 0_lapsusterorism hari selasa, 26 Juli 20 1 6.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
,.
19
Tindak Pidana Terorisme yang kemudian disetujui menjadi Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yaitu Undang-Undang Nomor 1 5 Tahun
2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, secara spesifik memuat . '
perwujudan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) dalam Convention Against Terorism Bombing ( 1 997) dan Convention on the
Suppression of Financing Terorism (1997), antara lain memuat ketentuan-ketentuan
tentang·. lingkup yuridiksi yang bersifat transnasional dan intemasional serta
ketenruan-ketentuan khusus terhadap tindak pidana terorisme intemasional. Perpu
Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme juga
mempunyai kekhususan, antara lain:28
1 . Merupakan ketentuan payung terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana tcrorisme.
2 . Memuat ketentuan khusus tentang perlindungan terhadap hak asasi tersangka atau terdakwa yang disebut "safe guarding rules ".
3. Di '-dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini juga ditegaskan bahwa tindak pidana yang bermotif poli tik atau yang bertujuan pol itik sehingga pemberantasannya dalam wadah kerjasama bilaternl dan multil ateral dapat dilaksanakan secara lebih efekt ! f.
4. Memuat ketentuan yang memungkinkan Presiden membentuk satuan tugas anti teror dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik (sunshine principle) dan atau prinsip pemberantasan waktu efektif (sunset principle) yang dapat mencegah penyalahgunaan wewenang satuan tugas bersangkutan. Memuat ketentuan tentang yuridiksi yang didasarkan kepada asas teritorial, asas ekstrateritorial dan asas nasimlal aktif sehingga diharapkan dapat secara efektif memiliki daya jangkauan terhadap tindak pidana terorisme.
5. Memuat ketentuan tentang pendanaan untuk kegiatan teroris sebagai tindak pidana terorisme sehingga sekal igus juga membuat U ndang-Undang Nomor 1 5 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
6. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tidak berlaku bagi kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, baik melalui unjuk rasa, protes, maupun kegiatan-kegiCitan yang bersifat advokasi.
28 F. Budi Hardiman, Terorisme, Definisi, Aksi don Regulasi, ( lmparsial, Jakarta, 2003),
halaman. 7
UNIVERSITAS MEDAN AREA
20
7. Di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tetap dipertahankan ancaman sanksi pidana yang minimum khusus untuk memperkuat fung'si penjeraan terhadap para pelaku tindak pidana terorisme.
8. Peraturan Pemerintah Penggant� Undang-Undang ini merupakan ketentuan khusus yang d�perkuat sanksi pidana dan sekaligus merupakan Peraturan ·Pemerintah P@gganti Undang-Undang yang bersifat koordinatif (coordinating act) dan berfungsi memperkuat ketentuanketentuan di dalam peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan pemberantasan terorisme. '
Penggunaan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidans Terorisme, didasarkan pada pertimbangan bahwa terjadinya terorisme di
berbag�i tempat di Indonesia telah menimbulkan kerugian baik rnateril maupun
immateril serta menimbulkan ketidakamanan bagi rnasyarakat oleh karena itu setelah
rnenjadi Undang-Undang Nornor 1 5 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme, Undang-Undang tersebut telah menjadi ketentuan payung dan
bersifat koordinatif (coordinating act) terhadap peraturan perundang-undangan ..
lainnya )1ang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana terorisme. Ur.dang-
Undang Pemberantasan Terorisme ini juga menegaskan bahwa tindak pidana yang
bertujuan politik sehingga pemberant3sannya dalam wadah kerja sama bilateral dan
multilateral dapat dilaksanakan secara lebih efektif. T�rsangka atau terdakwa
mendapat perlindungar. khusus terhadap hak asasinya (safe guarding rules) dan juga
diatur tentang ancaman sanksi pidana minimum khusus untuk memperkuat fungsi
penjeraan terhadap pelaku tindak pidana terorisme. Pemberantasan tindak pidana
terorisme berlandaskan kepada 6 (enam) prinsip yaitu:29
29 Ibid.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
)
,.
21
1 . National security adalah untuk mewujudkan prinsip teritorialitas dari hukum pidana sekaligus untuk melandasi pertahanan dan keamanan Negara sebagai Negara Kesatuan· Republik Indonesia.
2 . Balance of justice adalah untuk. menegakkan prinsip equity before the law, baik terh,�dap t�rsangka/terdakwa maupun terhadap korban sehingga due proses hams digandengkan dengan model crime control dalam mencegah dan memberantas tindak pidana terorisme.
3. Safe guarding rules adalah prinsip yang harus dipertahankan dan dilaksanakan untuk mencegah krjadinya abuse of power dalam mencegah dan pemberantasan tindak pidana ini.
4. Safe harbor rules adalah prinsip yang diharapkan upaya untuk memberikan perlindungan kepada tersangka pelaku tindak pidana terorisme dan prinsip ini
. -9alam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah • diperkuat dengan ketentuan yang mengkriminalisasi perbuatan memberikan
.. kemudahan (fasilitas) sesudah tindak pidana tersebut dilakukan (accessories after the facts) sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri.
5. Sunshine principle adalah prinsip yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka sidang pengadilan dalam kasus pidana terorisme.
6. Sunset principle adalc:i.h prinsip yane m engadakan µembatasan waktu (time limits) terhadap kebijakan pemerintah yang bersifat pembentukan kelembagaan khusus dan atau mekanisme khusus tertentu yang diperlukan untuk mencegah dan m emberantas tindak pidana terorisme.
Kejahatan terorisme memiliki karokteristik spesifik yang tidak dimi l iki
kejahatan-kejah atan konvensional yaitu di l aksanakan secara sistemat is dan m eluas
serta terorganisasi sehingga merupakan ancaman yang sangat senus terhadap
masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karenanya kejahatan teroiisme masuk ke dalam
"Trans National Crime " dan "Extra Ordinary Crime ". 30
30 Soeharto, Jmplemetasi Perlindungan Hok Tersangka, Terdakwa don Karban dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, ( Disertasi
Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 2009), ha laman. 47. "Bahwa di Indonesia regulasi mengenai tindak pidana terorisme diatur dalam Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Filosofis yang ada dalam Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bahwa terorisme merupakan musuh u mat man usia, kejahatan terhadap peradaban, merupakan lnternasional dan Transnational Organized Crime. Tujuan
dari d ibentuknya Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme adalah perlindungan masyarakat, sedangkan paradigma pembentukan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang
UNIVERSITAS MEDAN AREA
,.
22
Tindak pidana terorisme mengancam stabilitas keamanan masyarakat dan
bahkan menjadi tolok ukur bagi negara-negara di dunia untuk menj alin hubungan
internasional dengan negara Indonesia apabila tindakan-tindakan teroris tersebut tidak ' .
segera dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Hal tersebut sangat erat kaitannya j ika
dikaitkan dengan fungsi Kepolisian Negara Indonesia dalam Pasal 2 UU Kepolisian
disebutkan bahwa "fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di
bidang ·pemcliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, p enegakan hukum,
perliQdMhgan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat". Berdasarkan Pasal 2
UU Kepolisian tersebut, j elas bahwa tindakan terorisme mengancam NKRI dan Polri
memiliki tugas dan fungsi serta wewenang memberantas dan menanggulangi
terorisme berada pada garda terdepan.
Kas!.ls-kasus teror yang terjadi di Sumatera Utara yakni penembakan terhadap
Kepolisian r.Sektor Hamparan Perak, perencanaan born Gereja Katedral d i Jalan
Pemuda M edan mend:lpat ancaman teror born , Minggu 1 8 Desember 20 1 I , h ari ini,
sebuah paket mencurigakan juga ditemukan di rumah dinas Wali K ota M edan,
Rahudman Harahap3 1 dan lain sebagainya yang merupakan suatu gejal a bahwa
Propinsi Sumatera Utara adalah salah satu daerah di Indonesia yang mengalami
dampak dari terjadinya aksi terorisme. Sempitnya pemahaman masyarakat Sumatera
Utara terhadap proses penegakan hukum dan keterbatasan aparat keamanan dalam
merupakan paradigma tritunggal yaitu melindungi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, Hak
Asasi Manusia dan Perlindungan Hak Asasi Tersangka. 3 1 http://nasional.news.viva.co.id/news/read/27363 1 -rumah-di nas-walikota-medan
diteror-bom, Selasa, 26 Juli 2016.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
23
mencegah dan menanggulangi tindak terorisme yang menjadi perhatian bagi segenap
komponen masyarakat Sumatera Utara.
Oleh karena itu perlunya peranan kepolisian Sumatera Utara dalam upaya
penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana terorisme, sehingga dapat
meminimalisir terjadinya kejahatan terotisme.
B. ldcntifikasi Masalah
1. .Peranan polri dalam pencegahan tindak pidana terorisme di Sumatera Utara
2. upaya penanggulangan tindak pidana terorisme yang dilairnkan oleh Polri
(brimob Poldasu) di Provinsi Sumatera Utara.
C. Pem batasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dal am penu lisan skripsi ini adalah membahas
tentang peranan polri dal am pencegahan tindak pidana terori sme dan penanggul an gan
t indak pidana terorisme di Provinsi S umatera Utara dengan studi kasus d i Makosat
Brimob Polda Sumut.
D. Perum usan Masalah
Adapun permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaiman peranan Polri dalam melakukan pencegahan tindak pidana
terorisme di Provinsi Sumatera Utara?
UNIVERSITAS MEDAN AREA
24
2. Bagaiman upaya penanggulangan tindak pidana terorisme ya!lg dilakukan
oleh Polri (briinob Poldasu) di Provinsi Sumatera Utara?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Medan Arae.
�. Untuk dapat memperkaya konsep dan teori yang menyokong ilmu
pengetahuan tentang bayaha tindak pidana terorisme dan upaya
pencegahan t indak pidana terorisme di Provinsi Sumatera Utara.
3 . Untuk mengetahui terhadap penanggulangan tindak pidana terorisme di
Provinsi Sumatera Utara.
4. �ntuk memberikan sumbangan pemikiran atas penelitian m1 terhadap
masyarakat luas, penegak hukum dan lainr.ya.
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1 . Menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti d i bidang hukum pidana
terutama tentang peranan polri dalam pencegahan dan penanggulangan
tindak pidana terorisme di Provinsi Sumatera Utara.
2 . Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan
hukum pidana dan masyarakat Juas.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Uraian Teori
---Teori Criminal Policy
Penggunaan upaya hukum, tennasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya
untuk mengatasi masalah social tennasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum.
Disampfog itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejah teraan masyarakat
pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum itupun tennasuk dalam bidang
kebijakan social, yaitu segala usaha · yang rasional untuk m encapai kesejah teraan
masyarakat32 .
M enurut Sudarto, kebij akan kriminal merupakan "suatu usaiia yang ras i onal
dari masyarakat dalam menanggu langi kej ah atan". Kebijakan atau upaya
penanggu l angan kejah atan pada h akikatnya m crupahn bagian integral dari upaya
perlindungan masyarakat ( social defence) d an upaya m encapai kesej ahteraan
masyarakat ( social welfare) . Tujuan dari pol itik criminal adalah "perlindungan
masyarakat untuk m en capa1 kesejahieraan masyarakat" . Dalam upaya
penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan dalam arti ,
yaitu:
a. Ada keterpaduan (intergralitas) anatara politik crimina l dan politik social ;
32 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori don Kebijakan Pidana, (Alumni, Bandung, 1998), halaman 148.
25
UNIVERSITAS MEDAN AREA
26
b. Ada keterpaduan (intergralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan
dengan "penal" dan "non penal".
Kebijakan krimi!Jalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu
perbuatan yang semula bukan tindak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu tindak
pidana (perbuatan yang dapat dipidana.). Kebijakan kriminal terhadap kejahatan
ideologi tidak hanya berfokus pada yuridis normatif semata, melainkan perlu
kebijakan yang integral komprehensif dari berbagai kondisi sosial lainnya. Jadi pada
hakekatiiya, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal
(criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal), dan oleh karena
itu termasuk bagian dari "kebijakan hukum pidana" (penal policy), khususnya
kebijakan formulasinya .iuga adanya kebijakan politik kri m inal . Hal ini demi
kebijakan penegnkkan hukum atau "Law enforcement ". 33
Me1'urut Marc Ancel, penal policy merupakan i lmu sekal i gus seni yang
bertuj uan untuk memungk inbn peraturan hukum posi t i f d irumuskan secara Jebih
baik. Peraturan hukum positif d i arti kan sebagai peraturan pernndang-undangan
hukum pidana. Usaha dan kebijakan membuat peraturan hukum pidana yang baik,
pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi,
kebijakan atau politik hukum pidana bagian dari politik criminal. Dengan kata lain,
33 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, ( Bandung, PT. Cipta Aditya Bakti, 2002) halaman 126.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
27
dari sudut politik criminal, politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan
penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana34•
Teori menyang�ut kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy)
merupakan usaha yang rasional dari masyarakat sebagai reaksi mereka terhadap
kejahatan. Dikatakan bahwa kebijakan' penanggulangan kejahatan merupakan ilm u
untuk menaggulangi kejahatan.35 Oleh karena itu kebijakan penaggulangan hams
dilakukan melalui perencanaan yang rasional dan menyeluruh sebagai respon
terhadap kejahatan (a rasional total of the responses to crime). Kebij akan ini
termasuk bagaimana mendesain tingkahlaku manusia yang dapat dianggap sebagai
kejahatan (criminal policy of designating human behavior as crime).36
Upaya dilakukan untuk menaggulangi tindak pidana sacara optimal ,
p endekatan yang per l u dilakukan adaJah dengan mel akukan pend ekatan keterpaduan
peraturan �erundang-undangan sebagai sal ah satu kebij akan kri m in a l (criminal
policy) . Kebijakan kriminal sebagai usaha-usaha yang rasional untu k m e n gen d a l i kan
kej ahatan problem sosial yang dinamakan kejahatan daµat u i l lakukan dengan
berbagai cara. Sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana-sarana
non penal. Penanggulangan kejahatan dengan sarana h ukum pidana berarti
mengadakan pemilihan untuk menapai hasilperundangan pidana yang ppaling baik
dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Adapun kebij akan kriminal
34 Ali M asyhar, Goya Indonesia Menghadang Terorisme sebuah kritik atas kebijakan hukum pidana terhodop tindak pidana terorisme di Indonesia, (Mandar Maju, Bandung,
2009) halaman 19. 35G. Pieter Hoefnagels, The Other Side Of Criminology, An Inversion Of The Concep
of Crime, (Hol land, Kluwer Deventer, 1972), ha laman 57.
36/bid, halaman 99-100
UNIVERSITAS MEDAN AREA
28
dalam kerangka penaggulangan kejahatan pada hakekatnya merupakan bahagian
integral dari upaya perlintlungan masyarakat (social wefare) . Oleh karenanya dapat
dikatakan bahwa tujuan _utama dari politik kriminal ialah perlindungan masyarakat
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.37
Menurut Barda Nawawi Arief; _ kebijakan atau upaya penanggulangan
kejahatan (politik kriminal) pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya
perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan
masya_rakat (social wzlfere).38 Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa tujuan akhir
dari pofitik kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Untuk menggal i tindak pidana terorisme juga terl ihat dalam Rancangan
) Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional da lam Buku ] ] Bab J Bagian
Kecmpat tentang Tindak Pid?.na Terorisme khususnya pasal 242 sampai dengan pasal
25 1 . Menurut Barda Nawawi Arif, kebijakan penanggulangan kej ahatan yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan seara gar is besar mel iput i : 39
a. Perencanaan atau kebijakan tentang perbuatan -pcrbuatan terl arang apa yang
akan d itanggulangi karena dipandang membahayakan atau rnerugikan.
b. Perencanaan atau kebijakan tentang sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap
pelaku terhadap perbuatan terlarang itu (baik bernpa pidana atau tindakan)
dan sistem penerapan.
c. Perencanaan atau kebikakan tentang prosedur atau mekanisme peradi lan
p idana dalam rangka proses penegakan hukum pidana.
37/bid, halaman 2. 38Barda Nawawi Arief, Ibid, halaman 2. 39 Ibid
UNIVERSITAS MEDAN AREA
,.
29
Kebi_iakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) menurut Hoefaagels
dapat di lakukan dengan memadukan upaya penerapan hukum pidana (criminal law
applcation), penegahan tanpa menggunakan hukum pidana (prevention without
punishment) dan upaya mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan
pemidanaan melalui media massa (iflfl_uencing views of society on crime and
punishment (mass media).40 Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh G. Pieter
Hoefnag�ls ini, maka kebijakan penanggulangan kejahatan dapat disederhanakan
melal�i .. 'Z. cara. Pertama, kebijakan penal (penal policy) yang biasa disebut dengan
"criminal law application". Disamping itu kebijakan penal identik dengan hukuman
penal sebagaimana d ikemukakan oleh Allen Kent bahwa "the utilaratium theori of
) punishmenl, sougth a new and human just(/ication for penal sanctions". Kedua,
kebijakan non-penal (non-penal policy) yang terd i ri dari "pre vention without
punishmenl'i dan "influencing views of society and punishment (mass n1edia)" .
Pa<fa hakikatnya, kebijakan hukum pidana (penal policy, criminal law policy
atau strafrechtpolitiek) merupakan proses per1egaka11 h ukurn p iJana secara
menyeluruh atau total. Menurut Wisnubroto, kebijakan hukum pidana merupakan
tindakan yang berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Bagaimana upaya pemerintah untuk menanggulangi kejahatan dengan hukum
pidana;
b. Bagaimana merumuskan hukum pidana agar sesuai de!"lgan kondisi
masyarakat;
40Jbid, halarnan 56.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
30
c. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengatur masyarakat dengan hukum
pidana;
d. Bagaimana menggunakan hukum pidana untuk mengatur masyarakat dalam
rangka mencapai tujuan Jebih besar.41
Apabila dipergunakan sarana perlaVhukum pidana saja, maka ada keterbatasan
d idalamnya ditinjau dari sudut ierjadinya kejahatan dan dari sudut hakikat
berfungsi/bekerjanya hukum (sanksi) pidana itu sendiri. Menurut Barda Nawawi
Arief� sarana penal mempunyai keterbatasan dan mengandung beberapa kelemahan
(sisi-sisi negative), anatara lain :
a . Secara dogmatis/ideal is sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling
tajam atau keras disebut sebagai ultimum remedium;
b. Secara fungsional/pragmatis, operasiona l i sasi dan apl ikasinya rnemerl ukan
sara!lla pendukung yang lebih bervarias i , anatara l a i n : berbagai undang-undang
organic , l ernbaga atau aparat pel aksana dan l eb ih rnernmtut biaya t i nggi .
c. Sanksi hukum p idana merupakan rerned iu rn yang rnengandung sifat
kontradiktif atau paradoksal dan rnernandang unsure/atau efek samping yang
negative;
d. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya
merupakan kurieren am symptom (menanggulangi/menyembuhkan gejala).
Jadi, hukum atau sanksi pidana hanya merupakan pengobatan simptomatik
41Ali Masyhar, Gaya Indonesia menghadang Terorisme, ( Bandung, Mandar Maju, 2009), halaman 26-27.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
)
31
dan bukan pengobatan kausatif karena sebab-sebab kejahatan yang demikian
kompleks diluar jangkauan hukum pidana;
e. Hukum atau san�si hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (subsistem)
dari sarana control social yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan
sebagai masalah kemanusiaan Clan kemasyarakatan yang sangat kompleks
(sebagai m asalah sosio-psikologis, sosio-politik, sosio-ekonorni, sosio
kultural dan sebagainya );
f. System pemidanaan bersifat fragmentair dan individual atau personal, tidak
bersifat structural atau fungsional ;
g. Keefektifan pidana masih bergantung kepada banyak factor, karena itu masih
sering dipermasalahkan . Kej ahatan merupakan peri ! aku meny1 mpang yang akan senantiasa ada dan
melekat pada tiap bentuk masyarakat. Sebagai masa lah socia l , kejah atan merupakan
suatu fenomena kem�syarakatan yan g d i n am i s. yan g se!a lu tumbuh dan terkait
dengan fen omena dan struktur kemasyarakatan l a i n nya yan g san gat kompleks.
Kejahatan harus ditanggu langi K arena apabi l a t idak, k ej ah atan d apat membawa
akibat-akibat:
a. Mengganggu atau merusak dan merintangi tercapainya tujuan nasional;
b. Mencegah penggunaan optimal dari sumber-sumber nasional.42
Usaha menemukan alas phi losopi s tujuan hukum pidan a i n i , maka akan
membawa kita pada pengembaraan secara imaginer dalam alur sejarah pidana dan
pemidanaan dari sejak zaman pidana klasik sampai pada perkembangan hukum
42/bid
UNIVERSITAS MEDAN AREA
32
pidana saat ini . Pembabakan tentang tujuan pemidanaan dapat diuraikan berdasarkan
tujuan retributive, deterrence, treatment, dan social defence.43
2.2. Kerangka Pemikiran
Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime) dan membutuhkan penanganan depgan mendayagunakan cara-cara luar biasa.
Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang
dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi.
Maraknya tindak pidana terorisme di Indonesia membuat aparat penegak
hukum' harus membuat upaya pencegahan dan penanggulan untuk meminimalisir
suatu kejahatan terorisme. Oleh karena itu diperlukan peran polri untuk menekan
) angka kejahatan terorisme di Indonesia khususnya kota Medan .
2 .3. Hipotesis
Adap\ln h ipotesis dalam skri psi i n i ad a l ah :
l . Pcranan Polri dal am meiakukan pencegahan t i ndak p idana terorisme di Provinsi
Sumatera Utara adalah dengar. m e l a k u kan penyu l uhan hukum kepada
masyarakat akan dampak terjadinya terori sme dan mengajak masyarakat untuk
lebih memperdalam kaidah dan agama mereka masing masing sehingga terjauh
dari j ihad
2. Upaya penanggulangan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh Polri
(brimob Poldasu) di Provinsi Sumatera Utara adalah dengan cara preventif dan
reprensif.
43Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan In tegral Penal Policy don Non-Penal Policy dalam Penanggu/angan Kejahatan Kekerasan, {Medan, Pustaka Bangsa Press, 2008),
h alaman 68.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
)
BAB I I I
METODE PENELITIAN
3.1 . Jenis, Sifat, Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1 .1 . Jenis Penelitian
Jenis penel itian yang digunakan oleh penel iti adalah penelitian hukum
normatif, yaitu l ebih menitikberatkan kepada asas-asas hukum dan s inkronisasi
t_er(!f°apat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan
yang diteliti, apakah telah sejal an dengan undang-undang atau tidak.
3.1.2. Sifat Penelitian
S i fat penel itian yang d i gunakan penel it i adalah bersifat Penelitian
Deskriptif Ana l it i s, yaitu menggambarkan peraturan perundan g-undangan yang
berlaka atau hukum pos i t if d ika i tkan dengan teori h ukum dan praktek
pelaksanaa11 hulrnm posit i f yang terdapat di da lam masyarabt.
3. 1 .3. Lokasi Pen el i i:ian
Lokasi penelitian dalam Skr ips i in i adalah di Kepol is ian Kota Medan,
yaitu dengan cara mengamb i l data dan i nfo rmasi terkait dengan peranan POLRl
dalam upaya pencegahan dan penanggulan Tindak P idana Terorisme di Kota
Medan .
3.1 .4. Waktu Penelitian
Waktu penel it ian dalam skripsi ini d i laksanakan dalam · tempo waktu
minimal 3 bulan dimulai dari bul an Jul i s/d Oktober.
33
UNIVERSITAS MEDAN AREA
)
34
3.2. Teknik Pengu m pulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti, dilaksanakan dua tahap teknik pengumpulan data yaitu :
a. Studi Kepustakaan.
Studi kepustakaan ini untuk menc_ari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-
pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok
pe�asalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan,
k�rya i lmiah para sarjana dan lain-lain.
b. Stt.idi Lapangan.
Studi l apangan adalah cara m emperoleh data yang bersifat primer. Hal ini akan
diusahakan untuk mempero l eh data-data dengan m engadakan tanya j awab
(wawancara) dengan penegal-; hukum. Pada wawancara ini yang akan dijadikan
sumber �nforman akan d i p i l i h d ari institusi kepo l i sian, dan pakar huku m sebagai
kel ompok masyarakat yang berdasarkan profesi yang terdapat di Kota Medan .
3.3. AoaJisa Data
Setelah pengumpulan data d i lakukan, rnaka data tersebut dianal i sa secara
kualitatif4 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang d iperoleh dan
menghubungkan tiap-tiap data yang d iperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan
m aupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang ditel it i .
44 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), halaman 10.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
. ' Abdul Wahid, Sunardi, Muhammad Imam Siddik, Kejahatan Terorisme Perspektif
Agama, Ham dan Hukum, Band�g, PT. Refika Aditama, Tahun 2004.
A . C . Manul lang., Menguak Tabu Intelijen, Motif dan Rezim, Jakarta: Panta Rhei,
2 00 1 .
Ali i\Ja.syhar, Gaya Indonesia Menghadang Terorisme sebuah kritik atas kebijakan
· hukum pidana terhadap tindak pidana terorisme di Indonesia, Bandung
Mandar Maj u, 2009.
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, PT.
Cipta Aditya Bakti, 2002.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ !, _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ t- , Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan
Penyu3iman KUHP Baru, Jakarta, Prenada Media Group, 2008.
Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: Raj a Grafindo
Persada, 1 997.
Bryan A . Gardner, Editor in Chief Black Law Dictionary, Seventh Edition, 1 999.
Einstei M. Yohosua, Analisa Penanganan Kasus Tindak Pidana Terorisme
Menurut UU No. 15 Tahun 2003, Skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Fakhruddin al-Rizal, al-Tafsir al-Kabiir wa Mafatih al-Ghaib, (beirut: Daar al-Fikr,
tt) j ilid 7 .
F . Budi Hardiman, Terorisma, Definisi, Aksi dan Regulasi, Imparsial, Jakarta, 2003 .
64
UNIVERSITAS MEDAN AREA
65
G. Pieter Hoefnagels, The Other Side Of Criminology, An Inversion Of The Concep
of Crime, Holland, Kluwer Deventer, 1 972.
Indriyanto Seno Adji, Permasalahan · Terorisme dan Hukum Pidana, Makalah ,
disampaikan pada sosialisasi RUU tentang pemberantasan terorisme yang
diselenggarakan oleh Departemep Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
R.I. , Jakarta, 3 Desember 200 1 .
Jeanne Dare Noviayanti Manik, Tindak Pidana Terorisme, Equality, Vol. 1 2 No. 2
_ .Agustus 2007.
Kementerian Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik
Indonesia, Kebijakan dan Strategi Nasional Pemberantasan Terorisme, 1 9
Juni 2006.
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-
Pelfal Policy dalam Penanggulangan Kejahotan Kekerasan, Medan,
Pustaka Bangsa Press, 2008.
/ Maidin Gultom, Perlindungan Hi:kum Terhadap Anak dan Perempuan, Medan,
Refika Aditama, 201 2 .
Mokhammad Naj ih, PolitikHukum Pidana Konsepsi Pembaharuan Hukum Pidana
Dalam Cita Negara Hukum, Malang, Setara Press, 20 1 4.
Moch Faisal Salam, Motivasi tindakan terorisme, Jakarta:Mandar Maju, 2003.
M uladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,
Bandung, 1 998.
Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia,
The Habibie Center, Jakarta, 2002.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
66
----------, Penanganan Terorisme Sebagai Tindak Pidana Khusus (Extra Ordinary
Crime), Materi Seminar Pengamanan Terorisme sebagai Tindak Pidana
Khusus , Jakarta, 28 Januari 2004.
Muhammad Khair Haekal, Jihad & Perang Menurut Syariat Islam, Buku Kedua,
Pustaka Thariqul Izzah, Bogor"2004.
Muhammad Rasyid Ridha, Taf;ir al-Qur "an al-Hakim, (Kairo : Daar al-Manar,tt),
j ilid 1 0.
Mucha.]J'lad Ali, Syafaat dalam Terorisme, Definisi, Aksi dan Regulasi, Jmparsial,
. Jakarta, 2003 .
Nasir Abas. , Memberantas Terorisme, Memburu Noordin M. Top, Jakarta,
Grafindo Khazanah Ilmu, 2009.
Ralph De Sola, Crime Dictionary, Facts on File Publication, New York, 1 98 8 .
R . Wiyono-. S H , Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, Jakarta, Sinar Grafika, 2 0 1 4 .
Romli A1masasmita, K"asus Terorisme Di Indonesia Berdasarkan Undang- Undang
Nomor 1 5 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
Materi Seminar Penanganan Terorisme Sebagai Tindak Pidana Khusus,
Jakarta, 2 8 Juni 2004.
Salahuddin Wahid., dalam Abduh Zulfidar Akaha., Terorisme dan Konspirasi Anti
Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002.
S. Endriyono. 2005 . Terorisme Ancaman S epanj ang Masa. Semarang: CV. Media
Agung Persada.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
67
Soeharto, lmplemetasi Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa dan Karban dalam
Undang-Undang Namar 1 5 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terarisme, Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran,
Bandung, 2009.
---------, Perlindungan Hak Tersangka,_ Terdakwa, dan Karban Tindak Pidana
Terarisme Dalam Sistem Pera,dilan Pidana Jndar.esia, PT. Refika Aditama,
Bandung, 20 1 3 .
Wirjono· Projodikoro, Azas-Azas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung, Eresco,
1 98 1 .
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1 945
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1 98 0 Tent<!ng KUHP
Undang-Undang Nomor 1 5 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Tecorisme.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
C. Artikel
Indriyanto Seno Aji, Kompas, 29 Oktober, 2002.
D. \Vebsite
www.bbc .com/indonesia/laporan khusus/20 1 2/ 1 0/ 1 2 1 0 1 0 lapsusterorism, hari
selasa, 26 Juli 20 1 6.
··:... .
......._ .............................. .
UNIVERSITAS MEDAN AREA
68
http ://nasional .news. viva.co. id/news/read/2 73 63 1 -rumah-dinas-walikota-medan-
diteror-bom, Selm�a, 26 Juli 201 6.
http://www.rmol.co/read/201 5/07 /30/2 1 J 692/ Akbar-Faizal :-Tiga-Penyebab-,
Terjadinya-Aksi-Terorisme-:., diakses pada tanggal 1 2 November 2 0 1 6.
http://bagasandysetiyawan.blogspot.eo.id/20 1 11 1 O/fenomena-kompleksibilitas-
tindak.html, diakses pada tanggavl 2 November 201 6.
http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor= l 2&mnorutisi= 1 0, diakses
tanggal 20 Oktober 20 1 6.
https://V..ww.tribratanews.com/polri-dalam-pusaran-strategi-kontra-terorisme/,
diakses pada hari saptu, tanggal 28 Nopember 20 1 6, pukul 1 5 .00 WIB.
http://guruppkn.com/cara-mencegah-radikali sme-dan-terorisme, Di akses pada hari
sabtu, tanggal 26 Nopember 20 1 6, Puku! 15 .30 WIB.
UNIVERSITAS MEDAN AREA