undang undang presentasi

Click here to load reader

Upload: elvira-kung-de-ornay

Post on 08-Aug-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

presentasi inform consent malpraktek

TRANSCRIPT

Kasus Malpraktek KedokteranPenyusun : Andriyanti S. Charlie Windri Septiani Ganescya Septiyayanti Wiryani Elvira A. Pembimbing : Dr. dr. Wawan Mulyawan, SpBS FS

Kronologis Rumah Sakit Ibu dan Anak Pusura/Pusmed Tegalsari

Surabaya diprotes oleh mantan pasiennya, Sujianto (40). Pihak rumah sakit dianggap semena-mena melakukan amputasi pada kaki kanannya, tanpa persetujuan dari dirinya dan keluarganya. Akibatnya, kini Sujianto harus membawa tongkat

penahan untuk berjalan, dia pun kini tidak dapat bekerja untuk menghidupi istri dan tiga anaknya.

Kaki

kanan Sujianto mengalami luka pada kecelakaan kerja di Malaysia awal Mei lalu, saat bekerja sebagai awak kapal pengangkut kayu pada kapal berbendera Malaysia.

Setelah

mengalami perawatan di Malaysia, Sujianto memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Oleh rekannya bernama Nur Ali, dia disarankan untuk dirawat di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pusura/Pusmed Tegalsari Surabaya.

Di RS tersebut seingatnya setelah dironsen, dokter

yang menangani langsung memutuskan untuk diamputasi. Awalnya dia menolak, dan meminta waktu untuk berunding dengan keluarga yang saat itu menemaninya. ''Tapi pihak rumah sakit tidak menghiraukan, bahkan

saya tidak diberi surat diamputasi,'' jelas Sujianto. Setelah

persetujuan

untuk

peristiwa itu, pihaknya beberapa mencoba mempertanyakan aksi pihak rumah yang dianggapnya tidak prosedural itu, namun pernah ditanggapi oleh pihak rumah sakit

kali sakit tidak yang

UU Praktik Kedokteran No. 29 TAHUN 2004 Pasal 1 (Ketentuan Umum) Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan; 2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 2 :

Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perindungan dan keselamatan pasien. Pasal 3 (pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk) : memberikan perlindungan kepada pasien mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi

Pasal 45 1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. 2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. 3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya mencakup : a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. prognosis terhadap tindakan yang dilaku

Pasal 51 (a) Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban: memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Pasal 52 (a) Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).

Pasal 66 1. Setiap orang yang mengetahui atau

kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Pembahasan Pada kasus ini, dokter/ pihak rumah sakit dianggap semena-mena melakukan amputasi pada kaki kanannya, tanpa persetujuan dari dirinya dan keluarganya. Kutipan : Di RS tersebut seingatnya setelah dironsen, dokter yang menangani langsung memutuskan untuk diamputasi. Awalnya dia menolak, dan meminta waktu untuk berunding dengan keluarga yang saat itu menemaninya. ''Tapi pihak rumah sakit tidak menghiraukan, bahkan saya tidak diberi surat persetujuan untuk diamputasi,''

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)Pasal 360 (2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Di RS tersebut seingatnya setelah dironsen, dokter yang menangani langsung memutuskan untuk diamputasi. Awalnya dia menolak, dan meminta waktu untuk berunding dengan keluarga yang saat itu menemaninya. ''Tapi pihak rumah sakit tidak menghiraukan, bahkan saya tidak diberi surat persetujuan untuk diamputasi,'' jelas Sujianto. Akibatnya, kini Sujianto harus membawa tongkat penahan untuk berjalan, dia pun kini tidak dapat bekerja untuk menghidupi istri dan tiga anaknya. Pembahasan Karena kelalaian dan pengabaian pihak rumah sakit dalam meminta persetujuan tindakan medis kepada keluarga pasien, akibatnya timbul halangan dalam menjalankan pekerjaan pasien. Dokter yang menangani pasien maupun pihak rumah sakit dapat dikenai pasal ini dengan sanksi hukum pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Kitab UU PerdataPasal 1366 Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.

Pembahasan: Pada kasus ini dokter lalai dalam memperhatikan hak pasien dalam meminta ijin melakukan tindakan medis sehingga karena kelalaianya dapat dikenakan ganti rugi terhadap pasiennya.

UU no 44 th 2009 tentang Rumah SakitPasal 13 ayat (3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. ''Tapi pihak rumah sakit tidak menghiraukan, bahkan saya tidak diberi surat persetujuan untuk diamputasi,'' jelas Sujianto.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 8 TAHUN 1999TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pasal 1Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen. 2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hiduplain dan tidak untuk diperdagangkan. 5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

Pasal 2Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Pasal 3Perlindungan konsumen bertujuan: a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen;

Pasal 4 (Hak Konsumen) Hak konsumen adalah:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5 (kewajiban konsumen) Kewajiban konsumen adalah:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA Pasal 8Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

TANGGUNG JAWAB PELAKU Pasal 191. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 45

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. 2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang. 4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

SANKSIBagian Pertama Sanksi Administratif Pasal 60 1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26. 2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 3. Tata cara penetapan sanksi administratif

Bagian Kedua (Sanksi Pidana)Pasal 61 Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Pasal 62 1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f di pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Pasal 63 Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa: a. perampasan barang tertentu; b. pengumuman keputusan hakim; c. pembayaran ganti rugi; d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau f. pencabutan izin usaha.

Kesimpulan Dokter memiliki kewajiban dan merupakan suatu

keharusan memberikan penjelasan sejelasjelasnya perihal kondisi medis yang dialami pasien. Dokter tersebut harus bertanggung jawab atas perbuatan yang diperbuatnya, dapat mengganti uang ganti rugi/ dibebaskan biaya rumah sakit, dll.