ukhwah dalam al-qurÂn · ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena...

84
UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN Oleh : SHOIMUDDIN NIM : 1060340012459 Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1432 H/ 2011 M

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN

    Oleh :

    S H O I M U D D I N NIM : 1060340012459

    Jurusan Tafsir Hadis

    Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta

    1432 H/ 2011 M

  • UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN

    Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

    Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar sarjana Tafsir Hadis

    Oleh:

    S H O I M U D D I N NIM : 1060340012459

    Di bawah Bimbingan :

    Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A NIP: 19560821 1996 1 001

    Jurusan Tafsir Hadis

    Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta

    1432 H/ 2011 M

  • LEMBAR PENGESAHAN PANITIA

    Skrip yang berjudul UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN telah

    diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas ushuluddin UIN Syaris Hidayatullah Jakarta

    pada Tanggal 14 Maret 2011 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Tafsir Hadis.

    Jakarta, 14 Maret 2011

    Sidang Munaqasyah

    Ketua Sekretaris Drs. Suryadinata, MA Drs. Lilik Ummi Kalsum, MA NIP: 1960090 198903 1 005 NIP: 19711003 199903 2 001 Ketua Penguji I Penguji II

    Dr. M. Edwin Syarif, MA Drs. Suryadinata, MA NIP:10670918 199703 1 001 NIP: 19600908 198903 1 005 Pembimbing

    Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A NIP: 19560821 1996 1 001

  • Kata Pengantar

    ÉΟ ó¡Î0 «!$# Ç≈ uΗ÷q §9 $# ÉΟŠÏm§9 $# Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat swt. Karena berkat, rahmat dan

    hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir akademisi (skripsi) ini,

    shalawat dan salam senantiasa Allah swt. Curahkan kepada nabi saw, beserta keluarga

    dan sahabatnya, dan semoga kita semua mendapat syafaat-nya.

    Penyelesaian skripsi ini, sungguh sangat tidak mungkin bila tidak melibatkan

    banyak pihak, karena itu karena itu penulisingin menyampaikan rasa terimakasih yang

    mendalam kepada:

    1. Prof. Dr. Zainul Kamaluddin F. M.Ag, selaku dekan, dan Prof. Dr. M. Ikhsan

    Tanggok, M.Si. selaku pudek, Dan Dr. Bustamin SE, M.Si selaku ketua

    jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Dan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada para penguji yang

    dengan sabar, menguji dan mengkoreksi skripsi ini, yaitu Dr. M. Suryadinata,

    M.Ag, sebagai penguji I, Dr. M. Edwin Syarif, MA, sebagai penguji II, dan

    Drs. Lilik Ummi Kalsum, MA sebagai sekretasis.

    3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A, selaku pembimbing, yang dengan sabar

    telah membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini sampai rampung,

    dengan kesabaran beliau sungguh sangat berarti bagi kelancaran penulisan

    skripsi ini, penulis hanya bisa berdoa “Jazajumullah ahsanu al-jaza”.

    4. Segenap dosen civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah, khususnya Jurusan

    Tafsir Hadis, yang dengan ikhlas dan tulus mencurahkan dan mentransfer

    wawasan serta pengetahuannya selama penulis menempuh studi di kampus

    tercinta ini.

  • 5. Segenap Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,

    Perpustakaan Ushuluddin dan juga tak lupa kepada seluh staf perpustakaan

    Iman Jama Lebak Bulus yang telah memberikan fasilitas sumber rujukan dan

    referensi.

    6. Ayahanda Sya’roni dan dan Ibunda Chuzaimah yang telah mengasuh,

    mendidik dan memberikan dukungan, baik moril ataupun materil selama

    penulis menjalani studi sampai penyelesaian skripsi ini, dan juga kepada

    kakak penulis: kang Udin beserta keluarga, kang Wahid dan keluarga, kang

    Hasanah beserta keluarga, kang Qoriah dan keluarga, dan kang Ihah beserta

    calon kakak ipar dan tak lupa kepada adik-adik tersayang penulis yang cantik,

    imut Nok Atun dan Nok Jizah, yang kesemuanya selalu memberikan

    semangat kepada penulis selama menempuh studi di kampus ini.

    7. dan tak lupa ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada MUIS yang selalu

    mendukung, mensuport dan “menemani” penulis baik dalam keadaan suka

    ataupun duka selama penulisan ini.

    8. Kepada teman-teman saya yang satu nasib satu perjuangan yang tangguh dan

    gagah berani di kelas Tafsir Hadis A ataupun B, terutama sahabat saya Rizki

    Ediputratama, Muhtar Hafifi, Rahmat Hidayatullah, Tomi Sutrisno, Sulaiman,

    Sugeng Sugiarto, Surna, Mujiburrohman, Jenal Muttaqin dan teman-teman

    penulis yang telah sukses, Suryadi, Taufik (petong), Su’aib.

    9. Dan teman-teman penulis satu kamar yang selalu mendukung dan memberi

    semangat dan penuh pengertian yaitu kang Samsul Ma’arif, Muhammad Rizki

    dan Rahmat.

  • Dengan rampung dan selesainya karya tulis ini, Penulis sangat menyadari bahwa

    masih terdapat kekurangan disana-sini dan jauh dari kesempurnaan, baik berkaitan dari

    segi penulisan susunan kalimat ataupun yang lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik

    yang yang membangun sangat penulis harapkan, dan semoga tulisan yang sangat

    sederhana ini ada manfaatnya bagi nusa, bangsa dan agama, dan lebih khusus bagi

    penulis sendiri. Dan denga harapan karya tulis yang sederhana ini dapat dijadikan amal

    bagi penulis, Amin amin ya robbal ‘alamin.

    Jakarta 15 Maret 2011

  • PEDOMAN TRANSLITERASI

    PEDOMAN TRANSLITERASI1

    Konsonan

    Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

    tidak dilambangkan ا

    B Bep ب

    T Te ت

    Ts te dan es ث

    J Je ج

    H h dengan garis bawah ح

    Kh ka dan ha خ

    D da د

    Dz De dan zet ذ

    R Er ر

    Z Zet ز

    S Es س

    Sy es dan ye ش

    S es dengan garis bawah ص

    D de dengan garis bawah ض

    T te dengan garis bawah ط

    Z zet dengan garis bawah ظ

    koma terbalik keatas, menghadap ke kanan ‘ ع

    1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105

  • Gh ge dan ha غ

    F Ef ف

    Q Ki ق

    K Ka ك

    L El ل

    M Em م

    N En ن

    W We و

    H Ha هـ

    Apostrof ‘ ء

    Y Ye ي

    Vokal

    Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau

    monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah

    sebai beeriku:

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

    ____َ__ a fathah

    ____ِ__ i kasrah

    ____ُ__ u dammah

    Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

    ai a dan i _َ___ي

    و_َ___ au a dan u

  • Vokal Panjang (Madd)

    Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab

    dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

    Mَــ â a dengan topi di atas

    Pــ î i dengan topi di atas

    Rـــ û u dengan topi di atas

    Kata Sandang

    Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu

    alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah

    maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

    Syaddah (Tashdid)

    Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

    sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

    menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika

    huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh

    huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis

    “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.

    Ta Marbûtah

    Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang

    berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di

    bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat

    (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata

    benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

  • Contoh:

    no Kata Arab Alih aksara

    tarîqah طريقة 1

    al-jâmî ah al-islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2

    wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3

    Huruf Kapital

    Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini

    huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam

    Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan

    kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting

    diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf

    capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.

    Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.

  • DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ………………………………………………………. i

    PEDOMAN TRANSLITERASI …………………………………………… iv

    DAFTAR ISI ………………………………………………………………… v

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar belakang masalah . ………………………………………..... 1

    B. Perumusan dan Pembatasan masalah ……………………………. 8

    C. Tujuan penelitian ………………………………………………… 9

    D. Tinjauan pustaka ………………………………………………… 10

    E. Metodologi penelitian …………………………………………… 10

    F. Sistematika Penulisan ……………………………………………. 11

    BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UKHUWWAH

    A. Pengertian Ukhuwwah ………………………………………….... 13

    B. Teladan Ukhuwwah …………………………………………....... 14

    C. Hakekat Ukhuwwah ……………………………………………… 18

    D. Faktor penunjang Ukhuwwah ……………………………………. 21

    E. Upaya Nabi Dalam Menciptakan Ukhuwwah …………………… 29

    BAB III AYAT-AYAT UKHUWWAH DALAM AL-QURÂN

    A. Lafad-lafad Ukhuwwah dalam al-Qurân ………………………… 33

    B. Garis besar Ukhuwwah ………………………………………… 39

    C. Hikmah Ukhuwwah ……………………………………………… 44

    D. Pilar Utama Dalam ber-Ukhuwwah ……………………………… 49

  • BAB IV PENUTUP

    A. Kesimpulan ………………………………………………………. 55

    B. Saran-saran ……………………………………………………….. 57

    Daftar pustaka

    Lampiran-lampiran

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Islam, mengandung ajaran untuk menuntun umatnya pada jalan hidup manusia

    yang paling sempurna, kepada kebahagiaan, kesejahteraan, ketentraman dan kedamaian,

    diketahui bersama dasar-dasar perundang-undangannya didalam ajaran agama Islam

    bersumber dari al-Qurân. Al-Qurân adalah sumber utama yang memancarkan ajaran

    agama Islam. hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang

    pokok-pokok aqidah, pokok-pokok akhlaq, keutamaan akhlaq, pokok-pokok aqidah

    keagamaan, perbuatan-purbuatan dan prinsip-prinsip umum hukum perbuatan dapat

    dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat-ayat al-Qurân.2

    Al-Qurân adalah Firman Allah swt. yang telah diwahyukan kepada nabi

    Muhammad saw. memiliki urgensi ganda dan sangat mutlak kebenarannya, yaitu sebagai

    hidayah dan burhan bagi segenap manusia yang beriman di muka bumi ini, manakala

    mengharap ridho Allah dan ampunanya-Nya. Al-Qurân merupakan otoritas tertinggi

    dalam Islam ia adalah sumber fundamental bagi aqidah, ibadah, akhlaq, etika dan

    hukum. Secara kuantitatif, persoalan keimanan menempati bagian terbesar dalam al-

    Qurân. Persoalan moral datang berikutnya, disusun ritual, dan kemudian aturan-aturan

    hukum.3

    Al-Qurân juga menegaskan di beberapa tempat ia adalah firman Allah yang maha

    agung, yang diwahyukan kepada nabi-Nya dalam bentuk kata-kata yang kita baca dari al-

    2 Allamah M.H Thabatthaba’I mengungkap rahasia al-Qurân ‘(Bandung, Mizan, 1997) cet. IX hal. 21 3 Muhammad Abdul Halim, Memahami al-Qurân, pendekatan gaya dan tema, (Bandung, Marja, 2010) cet. 1 hal. 19

  • Qurân dan untuk membuktikan bahwa ia adalah firman Allah, bukan hasil ciptaan

    manusia, dalam beberapa ayat, al-Qurân menantang makhluk-NYA untuk mendatangkan

    apapun yang menyamai al-Qurân walaupun satu ayat. Seperti dalam surat Al-Baqoroh [2]

    ayat 23 “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan

    kepada hamba kami (Muhammad), buatlah4 satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu

    dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. Ini

    menunjukkan bahwa al-Qurân itu berkekuatan mu’jizat yang tidak seorangpun sanggup

    mendatangkan yang semisal dengan al-Qurân.5

    Tujuan yang terpadu dan menyeluruh dalam al-Qurân, bukan hanya mewajibkan

    pendekatan religius yang bersifat ritual atau mistik saja, yang dapat menimbulkan

    formalitas dan kegersangan dalam beragama, al-Qurân adalah petunjuk-Nya, bila

    dipelajari akan membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi

    penyelesaian berbagai problem hidup.6 dan apabila dihayati dan diamalkan akan

    menjadikan pikiran, rasa, dan karsa mengarah kepada realitas keimanan yang dibutuhkan

    bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.

    Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan adalah kalamullah, sebaik-baiknya

    petunjuk adalah tuntunan Muhammad saw. Seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang

    diada-adakan dalam agama, setiap yang diada-adakan dalam agama adalah bid’ah, setiap

    bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.7

    4 ayat Ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa Karena ia merupakan mukjizat nabi Muhammad s.a.w. [penjelasan dalam tafsir digital Quran in word] 5 Lihat juga pada Q.S 11:13, Q.S 17:88 Q.S 10:38 Q.S 4:82 6 Drs. M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qurân, Tafsir maudu’I atas pelbagai persoalan umat (Mizan, Bandung, 1998) Cet. VII hal. 13 7 Shoih Muslim

  • Rasulullah adalah pemilik akhlaq yang utama sebagaimana disebutkan dalam

    Firman-Nya dalam al-Qurân

    y7‾ΡÎ) uρ 4’ n?yè s9 @,è=äz 5ΟŠÏà tã ∩⊆∪ “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”

    Q.S. al-Qolam [68] ayat 4

    ô‰s) ©9 tβ% x. öΝ ä3s9 ’ Îû ÉΑθß™ u‘ «!$# îο uθó™ é& ×π uΖ|¡ym Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu

    Q.S. Al-Ahzab [33] Ayat 21

    Pengutusan Muhammad (dan nabi-nabi sebelumnya) sebagai seorang nabi dan atau

    Rasulallah diutus dimuka bumi, selain mengemban tugas menyampaikan sebuah risalah

    mereka juga menjalankan, memeragakan, menjelaskan maksud dan bagaimana

    menerapkan dan mengamalkan apa yang disampaikannya. Nabi dan Rasul apabila mereka

    dipandang dari dua sisi akan jelas siapa mereka sebenarnya. Pertama apabila ditinjau dari

    segi fisik mereka adalah manusia biasa dalam segala hal sama seperti kita. Mereka

    makan, minum, beristri, berdagang dan membaur dengan umatnya. Kedua bila ditinjau

    dari segi rohani, mereka adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk

    berkomunikasi dengan Allah, dan para Malak-Nya.

    Diantara Tugas-tugas kerasulan Muhammad diantaranya yaitu (1) Menerangkan

    Allah dengan sebenar-benarnya, (2) Menerangkan kebesaran dan keagungan Allah, (3)

    Menerangkan bagaimana cara manusia memuliakan dan membesarkannya, (4) Mengatur

    dan memelihara penghidupan manusia (seperti Muamalah, Munakakhah, hukum jinayat

    dsb), (5) Menyatakan segala jalan yang dapat memperbaiki urusan hidup (dengan

    beramal, usaha, bekerja dan melarang bermalas-malas), (6) Juga yang tidak kalah penting

  • yaitu memerintahkan manusia untuk berakhlaq baik, beradab sempurna. Dari perangai-

    perangai itu ada yang faedahnya kembali pada diri mereka sendiri seperti: berlaku benar,

    memelihara lidah, tidak berdusta, tidak memelihara barang yang haram, dan adapula yang

    bermanfaat untuk umum seperti: bermurah tangan, memberi pertolongan, memberi

    makan fakir miskin dan lain sebagainya8.

    Rasulullah (Muhammad) adalah suri tauladan dalam aspek kehidupan baik dalam

    beribadah kepada Allah, maupun dalam bergaul dengan sesama manusia, beliau

    aplikasikan dengan orang-orang terdekat seperti dengan Istri, anak, orang tua, saudara,

    tetangga dan karib kerabat, hingga kepada manusia yang paling jauh, yaitu kepada kita

    yang hidup di zaman ini.

    Diantara tauladan yang ditunjukkan oleh Rasulullah adalah melakukan semua

    perbuatan dengan memperhatikan adab dan etikanya, seperti mengawali dan mengakhiri

    semua rutinitas dengan doa, menggunakan tangan kanan untuk hal-hal yang mulia tangan

    kiri untuk hal-hal yang kotor dan buruk, menghormati yang lebih tua dan menyayangi

    yang lebih muda.

    Tidak heran tentunya mengapa Muhammad sanggup melekukan itu semuanya.

    Karena disebutkan dalam sebuah riwayat “ada seseorang bertanya kepada ‘Aisyah

    tentang akhlaq, budi pekerti Nabi saw. Kata ‘Aisyah, “akhlaq Rasulullah itu adalah

    akhlaq yang tercantum dalam al-Qurân ”, dimana dalam al-Qurân itu sangat banyak yang

    bersangkutan dengan akhlaq dan budi pekerti yang baik.

    Akhlaq, Adab dan Etika yang yang dicontohkan Rasulullah adalah yang

    membedakan antara perbuatan manusia dengan binatang dalam beraktifitas, disamping

    itu juga, etika yang diajarkan Islam akan mempererat tali Ukhuwwah, karena etika Islam 8 Muhammad Al-Ghozali, Akhlaq Seorang Muslim (Wicaksana, Semarang 1993) cet. IV hel. 9

  • sesungguhnya merupakan pengejawantahan akhlaq Islam yang di dalamnya terkandung

    unsur saling hormat-menghormati dan saling menyayangi dan saling memelihara hak dan

    kewajiban masing-masing. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, bahwa Akhlaq yang

    diajarkan Islam akan mengokohkan keimanan seseorang.

    Tuntunan al-Qurân tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja

    (hablum min Allah), akan tetapi al-Qurân juga mengatur hubungan manusia dengan

    manusia (hablum mina an-annas)9 juga, dan tidak sedikit terkadang mengatur hubugan

    dan prilaku dengan sesama makhluk tuhan seperti hubungan dengan saudara, tetangga

    yang muslim ataupun yang bukan muslim dan prilaku manusia sebagai khalifah di bumi.

    Al-Qurân adalah kitab suci yang mencakup seluruh ajaran-ajaran ilahi, Allah

    menurunkannya, Allah menjamin kebahagian dunia akhirat bagi siapa yang beriman dan

    mengamalkannya, dan memberikan ancaman bagi siapa saja yang berpaling darinya dan

    tidak mengamalkannya dengan ancaman kesengsaraan di dunia dan di akhirat10.

    Setidaknnya dari kesemua isi kandungan yang ada dalam al-Qurân, apabila

    dijabarkan satu-persatu tidak akan habis-habisnya. Maka. Dalam karya tulisini hanya

    akan diaplikasikan beberapa dari sekian banyak kandungan dan rahasia dalam al-Qurân

    akan kami torehkan dalam karya tulis ini tentang kata persaudaraan atau ukhuwwah di

    dalam Islam. Isi pokok kandungan al-Qurân dari berbagai pendapat setidaknya pendapat

    Hasbi ash-shidieqy dan senada dengan pendapat Ibnu Arobi, bahwa inti kandungan al-

    Qurân terdiri dari tiga hal pokok, yaitu: Aqidah, hukum dan akhlaq dan dari masing-

    9 Akan hina didepan keduanya bila manusia tidak mengikuti keduanya, sebagaimana dalam surah ali-imron ayat 112 sebutkan 10 Demikian Allah menegaskan, “barang siapa mengikuti petunjukku niscaya tidak akan sesat.” (Q.S. Thaha[]: 123)

  • masing kandungan pokok itu masih dapat dibagi lagi dalam beberapa bagian yang lebih

    rinci.11

    Sedangkan Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya Kuliah Al-Islam membagi

    ajaran Islam kepada aqidah, syariah dan akhlaq. Aqidah terbagi kepada rukun iman yang

    enam, syariah dibagi kepada ibadah dalam arti khusus dan muamalah, ibadah terdiri dari;

    thaharoh, shalat, zakat, shaum, dan haji. Muamalah terbagi kepada; hukum perdata dan

    hukum publik. hukum perdata mencakup hukum niaga, hukum nikah, hukum waris, dan

    lain sebagainya. Hukum publik mencakup; hukum pidana, hukum negara, hukum perang

    dan damai (hukum jihad), dan lain sebagainya. Adapun akhlaq terdiri dari akhlaq kepada

    kholiq dan makhluk. Akhlaq kepada makhluk terdiri dari akhlaq kepada manusia dan

    bukan manusia, akhlaq kepada manusia terdiri dari akhlaq kepada diri sendiri, kepada

    tetangga, kepada mansyarakat lain. Akhlaq kepada selain manusia seperti, kepada flora,

    fauna dan lain sebagainya12

    Sedemikian luas dan luhur al-Qurân diturunkan dan diwahyukan kepada rasul-

    Nya, kaitan akan undangundang yang ada di dalamnya mengatur akan berbagai unsur

    dengan sesama makhluk-Nya. kaitannya dengan karya tulis ini, penulis bermaksud untuk

    sedikit mengurai tentang ukhuwwah dalam al-Qurân. Kaitanya kata ini diaplikasikan

    dengan hubungan manusia dengan manusia (hablu min an-nas) bukan manusia dengan

    sang kholiq (habli min Allah), kiranya dianggap perlu dan penting untuk dibahas karena

    dirasakan oleh penulis dengan realita akhir-akhir ini yang terjadi ditanah tercinta, dan

    beberapa belahan bumi Allah yang lainnya, banyak sekali yang memfonis salah sebuah

    ibadah seseorang yang lain madzhab, dianggap ahli neraka karena berbeda dalam hal-hal

    11 Drs. H. Imam Muchlas MA., Al-Qurân berbicara;kajian tekstual beragam persoalan, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1996) cet. 1 hal.41 12 Dr. Bustanuddin Agus M.A Al-Islam, (jakarta: Rajawali Pers, 1993) cet. 1 hal 68

  • yang bersifat furuiyyah, bahkan lebih parah lagi saling saling menuduh dengan cara

    mengkafirkan sesorang yang seiman hanya karena beda partai dan kelompok atau etnis.

    Bukan hanya itu saja penulis menganggap penting dalam membahas ukhuwwah

    dalam al-Qurân ini karena realita sekarang dengan anggapan dan penilaian miring

    terhadap Islam dengan pernyataan keras dan keji bahwa Islam adalah agama yang

    mengajarkan kekerasan, kriminalisme, intimidasi, individualis, kebencian terhadap

    umat/golongan lain, lebih parah bahkan ada segolongan orang yang menjustifikasi

    bahwasannya Islam adalah agama yang mengajarkan peperangan, terorisme dan lain

    sebagainya.

    Ironi memang. Mungkin saat ini sudah waktunya kita kembali kepada al-Qurân

    dan as-sunnah, karena didalam dua qonun itu terdapat sebuah sejarah gemilang kuatnya

    ajaran tentang ukhuwwah, persaudaraan dan pertemanan. persaudaraan (yang mendekati

    kekerabatan) dua golongan yang berbeda suku, berbeda asal usul, berbeda watak, berbeda

    prilaku dan berbeda kultur dibukukan kisahnya dalam al-Qurân. yah benar! Kaum Anshor

    (dari Makkah) dan Muhajirin (dari madinah). kesuksesan itu dipelopori oleh seorang nabi

    yang bernama Muhammad bin Abdillah. Sepertinya sejarah ini dianggap hanya masa lalu

    ditelinga, dianggap sebuah hal yang sangat susah dilakukan dan mustahil untuk diulang

    kembali di era sekarang ini.

    Peristiwa di atas, setidaknya membuat penulis ingin tahu lebih dalam tentang

    realisasi pengamalan seorang Muhammad sebagai seorang tauladan dalam menjunjung

    persaudaraan pada masanya, dan kesuksesan-kesuksesan apa yang dapat dan diambil

    pelajaran atas hikmah yang dapat di amalkan, sebagaimana kewajiban sebagai umat

    Islam.

  • Setidaknya inilah yang menjadi latar belakan penulisan skripsi yang berjudul

    Ukhuwwah dalam pandangan Islam.

    B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

    Untuk memudahkan penguraian dan menghindari pengulangan penguraian yang tidak

    mengarah pada maksud dan tujuan penulisan skripsi ini, kiranya perlu membuat

    perumusan dan pembatasan masalah dalam skripsi tentang “UKHUWWAH DALAM

    PERSPEKTIF AL-QURÂN” , ini sebagaimana akan diuraikan di bawah :

    1. Pembatasan Masalah

    Tidak dapat dipungkiri tentang luasnya ilmu yang ada dalam ajaran Islam, dan telah

    disepakati bahwasannya al-Qurân dan hadis adalah dasar utama umat Islam dalam

    berpijak, dan berkenaan dengan tema skripsi ini penulis akan menggali dan meng explor

    kata dan ayat-ayat yang ada dalam al-Qurân, dan sebagai dalil penguat penulis akan

    menggunakan hadis nabi sebagai penunjang,

    Berkaitan dengan ukhuwwah ini akan penulis ungkap historis upaya dan amaliyah

    nabi dalam merealisasikan persaudaraan ini. dan tentu fokus pembahasan yang akan

    diurai hanya akan terfokus pada akhlaq antar sesama manusia saja (bi an-Nas) saja, yaitu

    tentang Ukhawah didalam Islam

    2. Perumusan Masalah

    öθs9 uρ $yϑ‾Ρr& ’ Îû ÇÚ ö‘ F{ $# ÏΒ >ο tyfx© ÒΟ≈ n=ø%r& ãóst7 ø9 $# uρ … çν ‘‰ßϑtƒ . ÏΒ Íν ω÷èt/ èπ yèö7 y™ 9çt ø2 r& $̈Β ôNy‰Ï� tΡ àM≈ yϑÎ=x. «!$# 3 ¨βÎ) ©!$#  Ì“ tã ÒΟŠÅ3ym ∩⊄∠∪

    Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan

  • habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah [Ilmu dan hikmahnya]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

    Q.S al-Luqman [31]: 27

    Penulispun sadar akan kemampuannya. Dalam skripsi ini penulis tidak akan

    membahas Aqidah lain secara gamblang kecuali hanya pada Ukhuwwah dalam kaitannya

    Hablum min An-annas, dan aspek yang terkandung dalamnya pun tidak panjang lebar

    (kecuali jika memang diperlukan).

    Perubahan zaman dan perubahan masa menuntut manusia di dalamnya untuk berubah

    sikap dan berubah dalam beberapa hal, tidak bisa dipungkiri akan hal itu,. Skripsi ini akan

    mempertanyakan pertanyaan mendasar dalam hal ini,

    1. Bagaimanakah ukhuwwah dalam perspektif AlQuran dan sunnah?

    2. Bagaimana realita ajaran tersebut di masa sekarang ini?”

    C. Tujuan Penelitian

    1. Membantu memberikan pemahaman tentang pemahaman al-Qurân yang baik

    dan proporsional melelui beberapa pendekatan

    2. Mengetahui sejauhmana al-Qurân dibahas oleh mufassir tentang Ukhuwwah ini

    3. Untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan

    4. Sebagai sumber informasi tambahan untuk rujukan literatur ke-Islam-an

    terutama tentang al-Qurân dari segi historisnya

    5. Dalam rangka memenuhi kelulusan dan tugas akhir untum memperoleh gelar

    sarjana (S1) Theologi Islam dari Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis di

    universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Yang paling penting dari semua harapan diatas mudah-mudahan karya tulis yang

    sederhana ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin dan orang orang yang mau belajar

  • secara umum wa bil al-khusus penulis sendiri, sekaligus dengan harapan dapat dijadikan

    sebagai catatan ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah bagi penulis.

    D. Tinjauan Pustaka

    Adapun kajian tentang Ukhuwwah ini secara umum, penulis memfokuskan

    penelitiannya pada al-Quran, al-Hadis dan tafsir-tafsir Al-Qurân sebagai data primernya

    dan data skundernya penulis akan menggali dari buku-buku, majalah skripsi dan yag

    sudah ada yang membahas senada dengan tema pokok penulis yaitu tentang Konsep

    Ukhuwwah Islamiyah dalam Islam, menurut ibnu katsir dalam Tafsir al-Quran

    al’adzim, (kajian surat al-Hujarot [49] ayat 9-12), akan tetapi dalam skripsi tersebut

    hanya membahas ikatan yang berdasarkan Islam saja yang di fokuskan pembahasannya

    dikhususkan kepada ikatan antara sesama muslis saja. Sedangkan dalam skripsi ini

    penulis mencoba menggali lebih dalam tentang persaudaraan dengan sesama muslim

    ditinjau dari sang revolusioner akhlaq yaitu nabi Muhamma pada masanya lewat hadis

    fi’liyah dan taqrirnya.

    E. Metodologi Penelitian

    Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini memusatkan pada pendekatan

    kepustakaan (library research) karena sumber-sumber datanya berasal dari kepustakaan

    seperti al-Qurân sebagai data primer, dan juga dibantu sebagai data skundernya seperti

    kitab-kitab tafsir, buku-buku, majalah, artikel, jurnal dan lainnya sebagai penunjang yang

    berhubungan dengan masalah dan berkaitan dengan topik dan pembahasan yang

    menunjang.

    Adapun metode pembahasan yang dugunakan yaitu menggunakan analisa sebagai

    penjelas dari ayat-ayat al-Qurân untuk kesempurnaan kajian dalam pembahasan kajian

  • penelitian ini, dan penulispun menggunakan al-Mu’jam al-Mufahros li al-fadzi al-Qurân

    karangan Muhammad Fuad Abdul baqi sebagai pencarian kata Akh dalam al-Qurân.

    Sedangkan tehnik penulisannya berpedoman pada “pedoman penulisan skripsi, tesis

    dan desertasi” yang dikeluarkan oleh UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2006/2007.

    F. Sistematika Penulisan

    Agar supaya penulisan skripsi ini terlihat efisien dan terarah dalam pembahasannya,

    maka penulis akan menguraikannya dalam beberapa bab yang memuat beberapa sub bab

    di dalamnya, adapun uraiannya akan terlampir dibawah:

    Bab pertama; yaitu meliputi a) Latar belakang masalah; dalam bab ini berisikan

    tentang pendahuluan, kronologis masalah, dan kemudian abstraksi yang kemudian

    menjorok kepada alasan akan pentingnya penyusunan karya tulis ini. b) Perumusan dan

    Pembatasan masalah; dalam subab ini dijelaskan bagaimana penulis menorehkan secuil

    pengetahun metode penulisannya. c) Tujuan penelitian; akan dilampirkan urgensi akan

    pentingnya pembuatan skripsi ini bagi penulis dalam kepentingannya dalam studi d)

    Tinjauan pustaka e) Metodologi penelitian; f) Sistematika penulisan.

    Bab ke dua: Tinjauan Umum Tentang ukhuwwah; dalam bab ini meliputi beberapa

    subab diantaranya a) Pengertian Ukhuwwah, dalam subab ini dijelaskan tentang

    persaudaraan dari beberapa pakar b) Teladan Ukhuwwah: agar pembahasan dibab

    selanjutnya lebih mudah, dalam bab ini dijelaskan ukhuwwah pada masa-masa transisi

    (sebelum datangnya nabi sampai setelah Islam tersebbar luas di jazirah arab) sampai

    sekarang c) Hakekat Ukhuwwah; penyariaatan ukhuwaah didalam agama Islam bukan

    tanpa tujuan dan keutamaan maka dalah subab ini akan diterangkan ukhuwwah ditinjau

    dari penyariatannya bagi manusia d) Faktor penunjang Ukhuwwah; pada subab ini akan

  • dipaparkan unsur-unsur penunjang tegaknya ukhuwwah e) Upaya Nabi Dalam

    menanamkan Ukhuwwah; amat sangat penting ukhuwwah sebagai pondasi dalam Islam,

    maka. nabi menanamkan tauladan pada umatnya, baik berupa Qouliyah ataupun filiyyah-

    nya.

    Bab ke tiga: Ayat-ayat Ukhuwwah: meliputi beberapa bab; diantaranya; a) Lafaz-lafa

    ukhuwwah dalam al-Qurân; amat sangat penting penggalian data tentang penyariaatan

    ukhuwwah dalam al-Qurân agar supaya lebih mapan dalam membahasnya b) Garis besar

    Ukhuwwah; dari pondasi dalil yang kuat yaitu dalil dari al-Qurân, pendapat para pakar

    membagi ukhuwwah menjadi beberapa macam c) Hikmah Ukhuwwah; Ukhuwwah dalam

    syariat Islam bukan hanya perintah yang terus menerus didengung-dengungkan tanpa

    timbal balik yang setimpal bagi pelakunya, Allah memberikan pahala bagi yang

    menjalankannya d) Pilar Utama Dalam ber-Ukhuwwah ; dalam bab ini dipaparkan hal-

    hal yang menyangkut terwujud atau tidaknya ukhuwwah

    Bab ke empat: Penutup; a) Kesimpulan, dari uraian yang telah dipaparkan dari bab I

    sampai bab III, pada bab ini penulis berusaha mancari inti dari tema pokok ini b) Saran-

    saran: semampu penulis dalam menyarankan guna terealisasinya dalam kehidupan.

  • BAB II

    TINJAUAN UMUM TENTANG UKHUWWAH

    A. Pengertian Ukhuwwah

    Ukhuwwah biasa diartikan sebagai ‘persaudaraan’. Dimana kata ini terambil dari

    akar kata yang pada mulanya berarti ‘memperhatikan’. Maknia asal ini memberikan

    kesan bahwa persaudaraan mengharuskan adanya perhatian dari semua pihak yang

    merasa bersaudara.13

    Asal kata Ukhuwwah adalah akh, yang artinya dua orang yang bersaudara baik

    seayah seibu, salah satu diantara keduanya atau karena susuan. Kata ini juga digunakan

    untuk orang-orang yang sama (menyatu) dalam segi ras, agama, karakter, persahabatan,

    jalinan cinta dan lain-lain.14

    Sedangkan pengertian ukhuwwah Menurut Prof. M. Quraish Shihab, dalam bukunya

    membumikan al-Qurân fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat

    mengatakan bahwa: ukhuwwah padamulanya berarti “persamaan dan keserasian dalam

    banyak hal”. Oleh karenya, persamaan dalam keturunan mengakibatkan persaudaraan,

    persamaan dalam sifat juga mengakibatkan persaudaraan. Semakin banyak persamaan

    akan semakin erat pula hubungan persaudaraan yang tumbuh dihati mereka.15 Oleh

    karenanya kesamaan merupakan faktor penunjang lahirnya persaudaraan, seperti:

    persamaan dalam rasa dan cita merupakan faktor yang sangat dominan yang mendahului

    lahirnya persaudaraan yang hakiki, dan yang pada akhirnya menjadikan seorang saudara

    13 Jamal Syarif Ibrani, M.M. Hidayat, Mengenal Islam, (Jakarta, al-Kahfi, 2004) cet.1 hal. 217 14 Dr. Mustafa al-Qudhat, Merajut Nilai-Nalai Ukhuhuwwah , (Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2002), cet. 1 hal. 13 15 Quraish Shihab. Membumikan al-Qurân (bandung; Mizan 1993 ) cet ke IV hal 357

  • merasakan derita saudara yang lainnya. Sehingga unsur rela berkorban demi orang lain,

    ringan tangan untuk saling menolong tanpa dasar mengambil keuntungan sementara atau

    meminta sesuatu imbalan atau balasan dan lain-lain.

    Ditemukan dalam kamus bahasa seperti lisan al-‘arobi karangan al-imam al-lamah

    abi al-fadl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim ibnu al-Mandzur al-Afriqi al-Mishri,

    bahwa kata akh juga diartikan dalam arti ‘teman akrab’ (\]^_`ا) atau ‘sahabat’

    (bcd_`16.(ا

    B. Teladan Ukhuwwah

    Kita telah mengetahui dan memahami benar bahwasannyaa sesama muslim adalah

    bersaudara, akan tetapi pengertian saudara dalam hal itu masih terbatas, pada pengertian

    secara umum, dan belum kongkrit. Adapun yang dimaksud mempersaudarakan satu

    muslim dengan muslim yang lainnya yaitu yang bukan saudara kandung, bukan keluarga

    dan juga bukan kerabat. Rasulullah menerapkan prinsip ajaran Islam dalam kehidupan

    nyata, persaudaraan muslim yang satu dengan muslim dengan muslim yang lain tidak

    boleh berkurang bobotnya dari persaudaraan dengan sesama muslim yang se-ayah dan se-

    ibu. Dalam hal ini jelas ada konsekwensi yang tidak boleh tidak akan terealisasi kuatnya

    persaudaraan yang sebagaimana yang dikatakan oleh nabi yaitu bagaikan satu tubuh.

    Bilamana ada anggota badan yang sakit maka sekujur badanpun akan merasakannya.

    Jelas ini adalah sebuah sejarah baru dimuka bumi. Dimana sama-sama diketahui

    sebelum Islam datang, tidak ada hubungan semonolite itu: satu Tuhan yaitu Allah al-

    Kholiq, satu Nabi dan Rasul yaitu pimpinan umat didunia dan akhirat, satu konstitusi

    16 al-imam al-allamah abi al-fadl jamaluddin muhammad bin mukrim ibnu al-mandzur al-afriqi al-Mishri, Lisan al-Arobi, (Beirut, Libanon 1990) juz, 1, hal. 19

  • yaitu kitabullah Al-Qurân al-karim, satu akidah dan keyakinan, satu kiblat yaitu baitullah

    al-Ka’bah al-Mukarromah, satu tujuan yaitu keridhaan Allah didunia dan akhirat, satu

    cita harapan yaitu terwujudnya baldatun toyyibatun warobbun ghofûr (negeri yang baik,

    adil dan sejahtera, dibawah naungan Allah tuhan maha pengampun dosa).

    Zaman jahiliyah. semua tahu adalah sebuah dekade suram yang menguasai sebelum

    Islam datang dimana pada masa itu oleh para ahli diterjemahkan dengan “zaman

    kepicikan” (time of ignorence) atau zaman kebiadaban (time of barbarisme). Zaman

    kepicikan dikaitkan dengan pandangan mereka bahwa orang yang diluar mereka adalah

    musuh yang harus dimusnahkan, sedangkan zaman kebiadaban dikaitkan dengan

    tindakan mereka yang tidak mengenal dengan prikemanusiaan karena dorongan hawa

    nafsu yang tak terkendalikan untuk mewujudkan keinginan.

    Tidak luput dalam al-Qurân mendeskripsikan tentang ciri dari kehidupan Jahiliyah.

    Pertama, mereka yang mementingkan diri sendiri dan menyangka yang tidak benar

    terhadap Allah,17 kedua, berkaitan dengan hukum, dimana kaum Yahudi memberlakukan

    hukum untuk memenangkan yang salah atas dasar kekuatan, bukan atas dasar keadilan.18

    Ketiga, Kesombongan hati-hati orang kafir yang merasa benar sendiri.19 Pengertian

    Jahiliyah adalah keadaan orang arab sebelum Islam yang mendurhaka kepada Allah

    kepad Rasul-Nya kepada syariat agama membangakan Nasab dan lain sebagainya.

    Islam hadir untuk menghilangkan warisan yang turun temurun diturunkan oleh

    kakek buyut orang-orang yang hidup di masa itu, Rasulullah sebagai seorang

    revolusioner dalam segala bidang (syariat, aqidah dan akhlaq) dimasa priode awal hijrah

    menerapkan dan mengaplikasikan ajaran Islam sebagai sumber pegangan dalam

    17 Q.S Ali-Imron [3] ayat 154 18 QS Al-Maiah [5] ayat 50 19 QS Al-Fath [48] ayat 26

  • merealisasikan sebuah negara yang aman dan tentram. Mempersaudarakan antar Islam

    yang satu dengan Islam yang lain diantaranya. Gelombang pertama nabi

    mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan kaum anshor, kemudian disusul

    dengan mempersaudarakan antarakaum muhajirin dengan kaum muhajirin, dimana

    langkah itu bertujuan agar mencairkan semangat fanatisme kekabilahan sisa-sisa masa

    jahiliyah. Dengan ikatan persaudaraan yang berlandaskan keagamaan itu maka semangat

    persaudaraan, solidaritas dan kesetiakawanan diabdikan kepada kebenaran Allah, Islam,

    dan bukan lagi kepada prinsip kesamaan kabilah, persamaan keturunan, persamaan warna

    kulit, persamaan ras kebangsaaan, atau persamaan tanah air dan lain-lain. Dan keutamaan

    seseorang tidak ditentukan oleh semuanya itu, akan tetapi dinilai dari ketaqwaannya

    kepada Allah dan keberaniaannya membela keadilan dan kebenaran-Nya.20

    Ukhuwwah atau Persaudaraan yang nabi realisasikan “bukan lidah tak bertulang”

    dan juga bukan “pameran keindahan” melainkan terbukti dalam kenyataannya. Telah

    dibuktikan oleh kaum muhajin dan anshor bahwasannya mereka rela membela Islam

    dengan harta benda, darah dan air mata, kesadaran mengutamakan kepentingan Islam dan

    kaum muslimin dan kesadaran membela Allah dan Rasul-Nya benar-benar menjiwai

    persaudaraan yang agung itu.

    Imam bukhori meriwayatkan21 sebuah hadis yang menggambarkan “setiba kaum muslimin dari makkah tiba ke madinah Rasulullah mempersaudarakan Abdurrahman bin

    Auf dengan Sa’ad bin ar-Robbi’, setelah itu Sa’ad (dari kaum anshor) berkata kepada

    Abdurrahman (dari kaum muhajirin): “saya termasuk orang anshor yang berharta

    banyak. Itu hendak saya bagi dua, separo untuk ku dan separoh untuk anda, saya juga

    mempunyai dua orang istri. Lihat dan tunjukklah mana diantara dua perempuan itu

    mana yang Anda sukai, ia akan ku cerai dan bila iddahnya sudah selesai silahkan anda

    menikahinya” dan abdurrahman menjawab: “Allah memberkahi keluarga dan harta

    anda, tunjukkan sajalah kepadaku dimana pasar tempat anda berniaga” atas permintaan

    20 H.M.H Al-Hamid al-Qurân-Husaini membangun peradaban sejarah Muhammad SAW. Sejak sebelum diutus menjadi nabi, (Bandung. Pustaka Hidayah, 2000) cet I hal 458 21 Shokhih bukhori bab persaudaraan antara muhajirin dan anshor 1:533

  • abdurrahman itu sa’ad menunjukkan pasar bani Qoinuqo ‘. Beberapa waktu kemudian

    ternyata abdurrahman telah mempunyai kelebihan bahan makanan seperti keju, dan

    minyak makan, demikianlah ia terus berdagang. Pada suatu hari ia datang menghadap

    rasul belia bertanya “Apakah masih kesepian?” Abdurrahman menjawab: “saya sudah

    ber istri” kemudian nabi bertanya “berapa (mahar) mas kawin yang engkau berikan?”

    abdurrahman menjawab “emas sebesar biji kurma”

    Dan juga imam bukhori menyampaikan berita yang pernah didengarnya “bahwa ketika itu kaum anshor merekomendasikan kepada nabi agar kebun-kebun kurma mereka

    dibagi, sebagian untuk kaum muhajirin dan sebagian lagi untuk mereka sendiri”

    kemudian nabi menjawab: “jangan” sejumlah kaum muhajirin yang hadir mengusulkan

    “kami akan turut mengelola kebun-kebun kalian, berikan saja pada kami bahan-bahan

    makanan.” Usul mereka diterima dengan baik dan ditema oleh kaum anshor.22

    Masih banyak tauladan yang begitu besar perhatian kaum anshor kepada saudara-

    saudaranya kaum muhajirin dengan keihlasan yang tinggi dan rasa persaudaraan yang

    setulus-tulusnya, mereka rela mengorbankan sebagian harta kekayaan mereka untuk

    membantu penghidupan kaum muhajirin. Namun kaum muhajirin tidak mau

    menggunakan kesempatan itu beroleh bantuan tanpa bekerja. Dan mereka tidak mau

    menerima bantuan lebih dari yang diperlukan sementara waktu yaitu makanan.

    Kemudian lebih lanjut, dalam sejarah membuktikan bahwa rasul bukan hanya

    memperhatikan umatnya saja, akan tetapi beliau juga memperhatikan orang yang ada

    disekitar beliau yang berbeda keyakinan dengan beliau seperti orang Nashrani, Yahudi

    dan orang keturunan kafir Quraish. Bagaimanakah sikap beliau? Apakah mengucilkan

    mereka?, menindas hak-hak mereka?, mengusir mereka?, memusuhi, atau bahkan

    mengancam nyawa mereka?

    Jelas tidak!. Muhammad memberikan hak-hak mereka sebagaimana layaknya

    seorang manusia, menghormati dan memberikan hak mereka sebagai seorang dari bagian

    masyarakat muslim. Diantara buktinya yaitu terealisasinya “Piagam Madinah” sebagai

    22 Shokhih bukhori I: 312

  • sebuah pengakuan atas keberadaan orang-orang yang berada di Madinah (lebih lanjur dan

    BAB ke III akan di jelaskan tentang hak-hak dan batasan-batasannya).

    C. Hakekat Ukhuwwah

    Dalam kenyataan sosial, karakter manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan

    kerja sama antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipungkiri juga, bahwa

    manusia memiliki kencenderungan hidup berkelompok. Dimana setiap, kelompok dapat

    dibedakan dari segi keyakinan dan agama yang mereka anut, dari segi etnis, dan geografis

    mereka, dari segi prinsip polotik, dari segi kepentingan ekonomi, dari segi pola berfikir,

    dan pandangan hidup (ideologi), adat-istiadat dan lain sebagainya.

    Dalam al-Qurân juga sosok manusia sebagai seorang makhluk yang diberi mandat

    oleh Allah sebagai khalifah23 (yang umumnya memiliki sifat dan watak kuat, hebat,

    tangguh, gagah dan ksatria) akan tetapi juga dinyatakan dalam al-Qurân sebagai makhluk

    yang lemah ( ß $Z�‹Ïè |Ê≈|¡ΡM}$# t,Î= äzuρ )24 oleh karena itu mereka harus membentuk bekerja sama

    dalam kebaikan dan taqwa.

    Sebagaimana ibnu Khaldun dalam bukunya Muqoddimat, “sebuah organisasi kemasyarakatan merupakan suatu kemestian bagi manusia. Tanpa itu, eksistensi manusia

    sebagai makhluk sosial tidak akan sempurna, sebagaimana kehendak Allah menjadiakan

    manusia sebagai khalifah-Nya dimuka bumi ini untuk memakmurkannya”. Oleh karena itu para filusuf dan sosiolog berpendapat bahwa manusia menurut tabiatnya adalah makhluk sosial atau makhluk politik yang suka berkumpul dan bekerja sama yang memerlukan pengorganisasaian.25

    Senada dengan pernyataan diatas, Miriam Budiharjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik mengatakan bahwasannya “Manusia, sebagai makhluk sosial dan makhluk politik memiliki dua sifat yang bertentangan satu sama lainya; di satu pihak mereka ingin

    bekerja sama, tapi disisilain mereka dia cenderung untuk bersaing dengan sesama

    23 Lihat Q.S Al-Baqoroh [2] ayat 30 24 Lihat Q.S An-Nisa [4] ayat 28 25 J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintah dalam Piagam madinah ditinja dari pandangan al-Qurân, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994) cet. I hal 127

  • manusia”. sehingga mau tidak mau faktor-faktor tersebut mengakibatkan mudahnya timbul konflik diantara mereka, disebabkan masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan dan mempunyai berbagai kepentingan yang tajam dalam bidang sosial, ekonomi dan politik dan sebagainya cenderung ingin saling menghancurkan.26

    Teringat kiranya kita dengan kasus 11 september 2001 yang terjadi di sebuah

    negara adidaya yang berujung dengan pemojokan sebuah agama, kasus di Mumbay pada

    tahun 2008, di Palestina dengan konflik yang berkepanjangan, pembantaian di bosnia,

    Chechnya, tragedi bom Bali, tragedi 13 mei di Jakarta, tragedi Priuk, tragedi Poso,

    tragedi Ambon, tragedi Sampit dan tragedi-tragedi yang lain yang tidak terekam oleh

    sejarah. Dari semua tragedi-tragedi diatas semuanya hanya menyisakan trauma, dendam,

    kerusakan, kehancuran dan kekacauann yang turun temurun diwarisi oleh sejarah saja.

    Kerusuhan dan kekisruhan kapanpun dan dimanapun bisa terjadi bak bom waktu

    yang tinggal menunggu waktu yang siap meledak kapan saja dan dimana saja. Penting

    kiranya sebuah antisipasi untuk mengatasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan itu.

    Manusia diciptakan oleh Allah selain sebagai khalifah, sebagai pengemban amanah untuk

    menjaga kemakmuran dimuka bumi ini, maka. Wajib kiranya amanah itu diemban dan

    direalisasikan adanya.

    Untuk merangkum kesemuanya kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwasannya

    urgensi Ukhuwwah perlu dan penting di jaga dan di syiar-kan agar supaya kekerasan,

    kekisruhan, perpecahan, keributan dan na’udzubillah jangan sampai terjadi, adzab turun

    sebagaimana Allah turunkan pada umat-umat terdahulu karena selalu ma’siat, durhaka

    dan ingkar di bumi Allah. Kita tengok dalam Qur’an Surat Ali-Imron [3] ayat 103 untuk

    tolak ukur mengapa Islam memerintahkan untuk berpegang teguh kepada agama Allah.

    26 Soerjono seokarto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Rajawali. Jakarta. 1982) Hal. 94

  • (#θßϑÅÁtGôã$# uρ È≅ö7pt¿2 «!$# $Yè‹Ïϑy_ Ÿωuρ (#θè%§x� s? 4 (#ρãä. øŒ$#uρ |M yϑ÷èÏΡ «!$# öΝ ä3ø‹n=tæ øŒÎ) ÷ΛäΖä. [!# y‰ôãr& y# ©9 r'sù t ÷ t/ öΝ ä3Î/θè=è% Λä óst7ô¹r'sù ÿϵ ÏFuΚ ÷èÏΖÎ/ $ZΡ≡uθ÷zÎ) ÷ΛäΖä. uρ 4’n? tã $x� x© ;οtø� ãm zÏiΒ Í‘$̈Ζ9$# Ν ä. x‹s)Ρr'sù $pκ÷] ÏiΒ 3

    y7 Ï9≡x‹x. ßÎi t6ムª!$# öΝä3s9 ϵ ÏG≈ tƒ# u ÷/ ä3ª=yès9 tβρ ߉tGöκsE ∩⊇⊃⊂∪ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu

    bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

    Q.S Ali-Imron [3] ayat 103

    Ayat Madaniyah ini merupakan perintah Allah untuk masyarakat Islam agar mereka

    bersatu dan berpegang teguh kepada kitab dan sunnah serta memperkokoh persaudaraan

    mereka, dalam ayat ini juga Allah menjanjikan hati mereka sehingga bersaudara. Karena

    Allah tidak menghendaki perpecahan diantara mereka, melainkan persatuan dan

    persaudaraan, serta taat kepada-Nya serta Rasul-Nya. Orang-orang yang berpegang teguh

    kepada kitab dan sunnah hubungannya akan baik dengan Allah, Rasul dan sesama

    manusia sehingga mereka bersatu dan dengan peraturan Allah, bersaudara dan bersatu

    dengan sesama manusia.27

    Kiranya sudah sangat jelas. Untuk membantah pernyataan-pernyataan kaum dan

    kalangan yang selalu sinis, selalu benci, memusuhi dan selalu mencari celah, borok dan

    cacat ajaran Islam dengan pernyataan-pernyataan mereka yang mendiskreditkan Islam

    dengan menyatakan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan,

    kriminalisme, intimidasi, individualis, kebencian terhadap umat/golongan lain, lebih

    27 Prinsip-Prinsip Pemerintah dalam Piagam madinah ditinja dari pandangan al-Qurân, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994) cet. I hal 147

  • parah bahkan ada segolongan orang yang menjustifikasi bahwasannya Islam adalah

    agama yang gemar berperang dan mengajarkan terorisme.

    Di bab selanjutnya penulis akan mengetengahkan seberapa indah ajaran Islam

    mengajarkan kedamaian sebagai sebuah agama yang mempelopori perdamaian, seberapa

    universal ajaran agama Islam sebagaimana universaly ajaran yang diturunkan untuk

    seluruh umat, seberapa agung dan mulianya Islam sebagai agama yang diturunkan

    sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam.

    D. Faktor Penunjang Ukhuwwah

    Seberapa indah ajaran agama Islam mengajarkan kedamaian sebagai sebuah agama

    yang mempelopori perdamaian, seberapa universal ajaran agama Islam, sebagaimana

    universal ajaran yang diturunkan untuk seluruh umat, seberapa agung dan mulianya

    Islam, sebagai agama yang diturunkan sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam.

    Islam mengajarkan tentang Ukhuwwah, tidak lepas dari tuntunan dan bimbingan,

    agar supaya value yang akan didapat bukan hanya pahala duniawi saja akan tetapi

    ukhrowi juga. Persaudaraan akan berdiri dengan kokoh, teguh, tegak di bumi Allah,

    bilamana syarat-syarat dan pilar-pilar sebagai pondasinya terpenuhi. tanpa terpenuhinya

    syarat dan pilar itu, ikatan ukhuwwah tidak akan terjalin dengan kuat, dan sudah barang

    tentu permusuhan, kerusuhan, kekisruhanpun otomatis akan menggantikan posisinya.

    Syarat dalam ber-ukhuwwah dan juga untuk dapat menggapai seluruh keutamaan

    yang terkandung di dalamnya, tentu seorang muslim harus dapat mengetehui syarat-

    syarat dan pilar yang penting dan mendasar sebagai pondasi utama yang harus

    dipenuhinya terlebih dahulu. Diantara syarat-syaratnya adalah:

    1. Ikhlas Karena Mengharapkan Ridhlo Allah Semata

  • Persaudaraa seorang muslim terhadap muslim lainnya, haruslah dilandasi dengan

    keikhlasan kepada Allah SWT. Ukhuwwah yang terlahir bukan karena sesuatu yang

    bersifat keduniaan, atau karena termotivasi oleh kepentingan tertentu. Dan apabila

    ukhuwwah telah tercampur dengan ketidak ikhlasan seperti itu, maka sudah menjadi hak

    Allah apabila tidak menerima ukhuwwah yang seperti itu.

    Tentang sebuah keikhlasan, digambarkan dalam sebuah kisah yang terdapat dalam

    hadits, yang menceritakan seorang pemuda yang ingin mengunjungi saudaranya.

    هلَيا َأتَى علَكًا فَلَمم هتجردلَى مع لَه اللَّه دصى فََأرُأخْر ةيى قَرف َأخًا لَه ارالً زجر َأن ةيالْقَر هذى هَأخًا ِلى ف قَاَل ُأرِيد تُرِيد نا قَاَل الَ . قَاَل َأيهبتَر ةمعن نم هلَيع ْل لَكقَاَل ه

    قَاَل فَِإنِّى رسوُل اللَّه ِإلَيك بَِأن اللَّه قَد َأحبك كَما . غَير َأنِّى َأحببتُه فى اللَّه عز وجلَّ

    يهف تَهببَأح Diceritakan bahwasannya ada seseorang yang mengunjungi sauadaranya yang

    berada didesa lain, kemudian Allah mengutus malaikat untuk mengikutinya di jalan, kemudian malaikat menemu orang tersebut, dan maikat bertanya kepada Orang yang mau berkunjung “mau pergi kemana kamu?” dan ia menjawab saya hendak menginjungi saudaraku didesa ini. Dan malaikatpun bertanya lagi “apakah kamu memiliki kepentingan yang harus ia lakukan untukmu” dan ia menjawab “tidak! Akan tetapi saya mencintainya karena Allah azza wajalla, Dan kemudian malaikatpun berkata “sesungguhnya saya adalah diutus Allah untuk menemuimu karena sesungguhnya Allah benar-benar mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu”28

    (H.R Muslim)

    2. Dilandaskan Keimanan dan Ketaqwaan

    Karena hanya dengan iman dan taqwa sajalah, yang mampu menjadikan ukhuwwah

    tetap bersih, sebagaimana yang diinginkan oleh ajaran Islam. Dimana terhampar luas

    pernyataan itu dalam firmannya, dalam al-Qurân Allah menggambarkan dalam Surat al-

    Hujurat [49] ayat 10

    28 Imam Abi Khusain Muslim bin khajjaj al-Qusairi an-naisaburi, Shohih Muslim, (Maktabah al-Ma’arif. Libanon 1995) Juz 8 hal. 8 no hadis.6714

  • $yϑ‾ΡÎ) tβθãΖÏΒ÷σ ßϑø9 $# ×ο uθ÷zÎ) (#θßsÎ=ô¹r' sù t÷t/ ö/ ä3÷ƒ uθyzr& 4 (#θà) ¨?$# uρ ©!$# ÷/ ä3ª=yès9 tβθçΗxq öè? ∩⊇⊃∪ Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah

    (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

    Juga dalam Surat az-zukhruf [43] ayat 67

    âHξÅzF{ $# ¥‹Í×tΒöθtƒ óΟ ßγ àÒ÷èt/ CÙ÷è t7 Ï9

  • Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan bahwa: Dari Abu Hurairah

    Rasulullah. Disebutkan bahwasannya rasulullah SAW bersabda

    هنْع هطيمـْلـَن رأى به أذى ، فإن أحدكُم مرآةُ أخيه ، فإ ‘Seorang mu’min merupakan cermin bagi mu’min lainnya, yang apabila ia melihat

    pada aib pada diri saudaranya, ia memperbaikinya.31 (HR. At-tirmidzi)

    5. Saling tolong menolong dalam kesenangan dan kesusahan.

    (#θ çΡuρ$ yè s?uρ ’ n?tã ÎhÉ9 ø9$# 3“uθ ø)−G9$#uρ ( Ÿω uρ (#θ çΡuρ$ yè s? ’n?tã ÉΟøO M}$# Èβ≡uρ ô‰ãèø9$#uρ 4 (#θ à)¨?$#uρ ©!$# ( ¨β Î) ©!$# ߉ƒ ωx© É>$ s)Ïèø9$# ∩⊄∪

    ….. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya

    Q.S. Al-Maidah [5] ayat 2

    Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan merupakan perintah Allah SWT,

    baik dalam kondisi suka maupun duka. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW

    mengungkapkan : Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda:

    رْأسه تَداعى لَه ساِئر جسده نِينمْؤمـْلاَ كَىـَشْتَا اَجسد ِإذََمثَُل الْمْؤمنِ كَمثَِل الْ Perumpamaan orang-orang mu’min dalam hal kecintaan dan kasih sayang diantara

    mereka adalah laksana satu tubuh, yang apabila terdapat salah satu anggota tubuhnya yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit, dengan tidak dapat tidur dan demam.’32

    (Musnad Akhmad)

    31 Sunan at-tirmidzi Juz. 7 hal. 390 no hadis 2054 32 Abu abdullah ahmad bin bin hanbal bin hilal bin asad as-saibani Musnad akhmad (Libanon. Dar al-Fiqri. 1992) juz 40 Hal. 107 no. 18852 dan 18945

  • Setelah sebuah ‘pondasi’ (baik rumah, gedung, jembatan atau apapun itu yang

    bersifat penguat di badian dasar) dibuat dengan kokoh, kuat dan tidak pudar maka perlu

    usaha tambahan untuk merawat agar supaya pondasi tersebut tidak hanya bertahan dalam

    beberapa saat saja atau hancur dalam hitungan tahun, bulan atau hari saja, diperlukan

    perawatan extra agar supaya hal-hal tersebut tidak terjadi. Sama halnya dengan pilar atau

    podasi ukhuwwah, ada perawatan khusus setelah dibangunnya pilar-pilar diatas sebagai

    pondsi, adapun cara untuk mempererat tali ukhuwwah Terdapat beberapa cara untuk

    dapat selalu menumbuhkan serta mempererat jalinan tali ukhuwwah yang terajut dengan

    kuat. Diantaranya adalah:

    a) Memberitahukan rasa ‘cinta’nya kepada saudaranya

    Sebagagaiman diriwayatkan dari sanad yang shohih oleh Abu dawud dan at-

    Tarmidzi. Dimana Nabi saw. Bersabda :

    ـَ ِإذَا َأحب الرجُل َأخَاه فَلْيخْبِره َأنَّه يحبهك Apabia seseorang mencintai sauadaranya hendaklah mengkhabarkan kepadanya

    “bahwa engkau mencintainya”33 (HR. Abu Daud)

    b) Mendoakan Saudaranya

    Dalam sebuah riwayat dikisahkan: Dari Abu Darda ra,

    ما من عبد مسلمٍ يدعو َألخيه بِظَهرِ الْغَيبِ ِإالَّ قَاَل الْملَك ولَك بِمثٍْل tidak seorang hamba muslim berdoa untuk saudaranyadari kejauhan, melainkan

    malaikat berkata”dan untukmu juga seperti itu”34 (HR. Muslim)

    33 Abi daud sulaiman ibnu al-‘as ‘as as-sajastani al—azdi, Sunan Abi Dawud (Kairo Mesir. Dar al-Hadis. 1988) Juz 4 Hal. 495 no 5126 34 Shohih Muslim, juz 8 hal. 86 no hadis 7103

  • c) Memberikan Senyuman

    Hal ini diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Dzar ra, Rasulullah SAW

    mengatakan kepadaku,

    نم نرقالَ تَحَأن لَوًئا وشَي وفرعـَتَ الْمَبِِى أََلْق طََخَاك هجولْق Janganlah kalian menganggap remeh satu perbuatan baik sedikitpun, meskipun

    hanya memberikan senyuman (wajah yang ramah) kepada kepada saudaramu.35 (HR. Muslim)

    d) Menjabat Tangan

    Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan: Dari Salman al-Farisi

    ra, Rasulullah SAW bersabda:

    ـَ هديـبِ ذَـخََأفَ اهخَأََ ىِقا لَذَِإ ملسمـْلاَ نإٍِ يف رجـالشَّ نم سابيـلْاَ قُرولْاَ اتٌحـَتت رِحبلْاَ دِبز ُلـثَا ممهوبنُذُ تْْانَكَ نِإ ا ومهـَل رفَـَغ الَِّإو فاصع مِوـَي

    Sesungguhnya seorang muslim, apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan.36

    (HR. Imam Baihaqi)

    e) Berkunjung

    Rasulullah SAW bersabda,

    bahwa Allah berfirman, ‘Cinta-Ku wajib diberikan kepada orang yang saling mencintai karena-Ku, kepada yang saling duduk karena-Ku, kepada yang saling mengunjungi (bersilaturahim) karena-Ku, dan yang saling berlomba untuk berkorban karena-Ku.”

    (HR. Ahmad bin Hambal)

    f) Mengucapkan Selamat Pada Moment Tertentu

    Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda:

    35 Shohih Muslim, juz 8 hal. 37 no hadis 6857 36 Akhmad bin Husain al-baihaqi. Al-baihaqi. Juz VI halaman 437 No hadis. 8950

  • Barang siapa yang bertemu dengan saudaranya dengan sesuatu yang menyenangkannya untuk membahagiakannya, maka sungguh Allah akan membahagiakannya pada hari kiamat.

    (HR. Tabrani dalam Mu’jam Shaghir, II/288)

    g) Memberikan Hadiah

    Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengemukakan: Saling mencintai dan saling memberi hadiahlah kalian

    (HR. Baihaqi & Tabrani)

    h) Memberikan Perhatian Penuh Pada Kebutuhan Saudaranya

    Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:

    مفَنََ نس عن ْؤمكَُ نِمبِرة مكُ نـُّلاَ بِر موب يركُ نم ةبركُ هنْع ُهللاَ سفَّـا نَيدنْـ رٍتّس نمة ، ورخَآلاْا ويدنْلُي اَف هيلَع اُهللا رسـي رٍسعى ملَع رسي نم، و ةٌاميقــلْاََْمسلمتَّا ، سراُهللا ه ي اًَفنْلدا وِيلْاآخرة .اُهللاو فـي علْاَ نِوعبد ا كَملْاَ انعبد في عنِو هيـخَأ

    ‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia seorang mu’min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi cela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya.

    (HR. Muslim)

    i) Melaksanakan Semua Hak-Hak Ukhuwwah.

    Terdapat beberapa hal, yang menjadi hak seorang muslim dengan muslim

    lainnya dalam berukhuwwah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim.

    Hak-hak tersebut akan dibahas dalam pembahasan berikut:

    Dalam ukhuwwah terdapat hak-hak yang mesti dilaksanakan oleh sesama

    muslim yang saling bersaudara karena Allah SWT. Diantara hak-hak

  • tersebut adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Rasulullah SAW

    dalam sebuah haditsnya: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda,

    ‘Hak seorang muslim dengan muslim lainnya ada enam. Para sahabat bertanya, ‘Apa itu wahai Rasulullah SAW? Beliau menjwab, ‘apabila engkau bertemu dengannya ucapkanlah salam, apabila ia mengundangmu penuhilah, apabila ia minta nasehat darimu nasehatilah, apabila ia bersin doakanlah, apabila ia sakit tengoklah, dan apabila ia meninggal dunia maka ikutilah jenazahnya.”

    (HR. Muslim)

    (a) Mengucapkan Salam.

    (b) Memenuhi Undangannya.

    (c) Memberikan Nasehat.

    (d) Mendoakan Ketika Bersin.

    (e) Menengok Ketika Sakit.

    (f) Mengikuti Jenazahnya Ketika Meninggal Dunia

    Selain keenam hak ini, juga masih terdapat hak lainnya, yaitu sebagaimana

    yang terdapat dalam sebuah hadits: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW

    bersabda,

    ‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia seorang mu’min, maka Allah akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi cela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya.

    (HR. Muslim)

    Dari hadits ini dapat di ambil beberapa poin penting, bahwa hak seorang

    muslim terhadap muslim lainnya adalah :

    (g) Memperhatikan dan peduli terhadap kebutuhan dan kesusahannya.

    (h) Menutupi aib atau kekurangan yang dimilikinya

  • E. Upaya Nabi Dalam Menciptakan Ukhuwwah

    Pada saat turun perintah untuk berhijrah dari mekkah ke Yatsrib (sebelum di ganti

    menjadi Madinah), Nabi Muhammad saw. bukan hanya lepas dari gertakan, gangguan,

    dan ancaman pembunuhan ataupun percobaan pembunuhan dari kaum Kafir, Quraish di

    mekkah secara otomatis. Akan tetapi Nabi Muhammad saw. juga masih menghadapi

    beberapa masalah di Madinah, dimana kita ketahui keberadaan kota Madinah pembagian

    menurut genealogi maupun etnis dan keyakinan terbagi kedalam beberapa kelompok

    sosial yang saling berbeda dalam cara berfikir dan kepentingan.

    Heterogensi penduduk Madinah juga dapat dibedakan dari hal etnis dan bangsa, asal

    daerah dan ekonomi, agama dan keyakinan, serta adat kebiasaaan, dimana kondisi ini

    menyebabkan tiap golongan memiliki cara berfikir dan bertindak dalam mewujudkan

    sesuatu yaitu sendiri-sendiri sesuai degan filosofi hidupnya yang dipengaruhi oleh

    keyakinan dan kultur yang dianutnnya, dan tuntutan situasi.

    Maka dengan kondisi ini Nabi Muhammad saw. menghadapi masalah baru untuk

    menyatukan mereka untuk menghindari perpecahan, kekisruhan, keributan bahkan

    sampai peperangan, dimana kita kenal jasa beliau dengan Piagam Madinah-nya, simbol

    kesuksesan beliau dalam menyatukan semua elemen masyarakat Madinah yang ada

    didalamnya. Sebagaimana kita tahu bahwa nabi Muhammad saw. tidak hanya berkata

    dalam memberikan tauladan tapi aplikasi dan realisasi nyata dengan pengamalan dan

    tindakan beliau contohkan sebagai suri tauladan yang baik untuk umat dan masyarakat

    disekitarnya.

  • Seorang Yahudi memberikan kesaksian sebagai berikut: ketika rasulullah saw. Baru

    saja tiba dimadinah. saya segera menemuinya. Dari wajah beliau saya mengetahui bahwa

    beliau bukanlah seorang pendusta. Dan yang pertama-tama dikatakan oleh beliau:

    ا َأيـُيا النَّهشُفَْأ اسلْا اَوالَسم وـأطعـَّلطا اَوعام ولُصَألا اَورامِح ولُّصالَّا بِوِللي اسِالنَّو نيتَ املُخُدلْا اَوبِ ةَنَّجمٍالَس

    wahai manusia sebarluaskan salam, berilah makan orang-orang yang kelaparan, jagalah hubungan silaturrahmi, dirikanlah sholat dimalam hari, saat orang lain sedang nyenyak tidur.. (dengan demikian) kalian akan masuk suarga,37

    (Sunan Ibnu Majah)

    Lebih jauh Abdullah bin Salam menuturkan: beliau juga berkata

    ْأمالَ ي ننَّةَ مخُُل الْجدالَ ي هارج ن Tidak akan masuk surga bagi orang yang tidak memberikan rasa aman bagi tetangganya38

    (Shokhih Muslim)

    هديو هانِلس نم ونملسالْم ملس نم ملسالْم Orang muslim adalah Orang yang yang kaum muslimin (sesamanya) aman dari gangguan lidah dan tangannya (perbuatannya)

    (H.R an-Nasai)

    Islam memberikan sebuah warisan peradaban yang dikukuhkan dalam sebuah

    syariat (tatanan, hukum atau undang-undang) dimana batu pertama yang nabi letakkan

    sebagai pondasi dimasa awal nabi menginjak kota yatsrib adalah ukhuwwah, dimana

    orang tidak akan sempurna imannya sebelum ia dapat mencintai saudaranya, seperti ia

    mencintai dirinya sendiri,39 dan sebelum persaudaraan demikian itu dapat mencapai

    kebaikan dan rasa kasih sayang tanpa suatu sikap lemah dan mudah menyerah.

    Ada orang yang bertanya pada nabi Muhammad saw. “perbuatan apakah yang baik

    didalam Islam?” kemudian ia menjawab:

    37 Sunan Ibnu Majah Juz. 4 hal. 230 no Hadis. 1324 38 Shohih Muslim, Juz 4 hal. 49 no hadis 181 39 Shokhih al-Bukhori juz.1 hal. 29 no hadis.13

  • متُطْع ُأ الستَقْرو امتَُالالطَّع لَم نمفْتَ ورع نلَى مع رِفْمع Sudi memberikan makan, dan sudi memberikan salam kepada orang yang kau kenal dan yang tidak kau kenal.40

    (HR. an-Nasai)

    Dan pengukuhan tentang pondasi persaudara, nabi juga mengutarakan pada saat khutbah

    pertama seaat sampai di Yatsrib

    دجِي ملَ نموِ ْلعفْيلْفَ ةرمـتََ نم ةقَـشَبِ ولَو ارِـَالنّ نم ههجو يِقي نَأ اعطَتَسا نمفَ فْعض ةاَئمعبى سِلا ِإلهِاثمَأ رٍشْع ةَنَسحلْي اَزِجها تَبِ نَإفَ ةبيـطَ ةلمـِِكـِبفَ

    Barang siapa yang dapat melindungi mukanya dari api neraka sekalipun hanya dengan sebutir kurma, lakukanlah itu, kalaupun itu tidak ada, maka dengan kata-kata yang baik. Sebab dengan itu. Kebaikan yang kau lakukan mendapat balasan 10 kali lipat sampai 700 lipat.

    Dikhutbah kedua, nabi berpesan untuk berimbang dalam menjalankan hak baik

    terhadap Allah ataupun terhadap sesama manusia diantara khutbah beliau, dan saling

    mencintaipun tidak lepas dari pesan beliau41

    ا م حِاِلص ا اَهللاوقُدصاَو. هاتقَـُت قَح هوـُقـاتَّا وئًٍٍيشَ ها بِوـكُرِشْـتُ الَا اهللا وودبعاَ هدـهع ثُكُنْي نَأ بضغْي اَهللا نِإ مكُنَـيـاهللا بِ وحِرا بِوابحتًكم، واهوِفَْأبِ نوـُلوـُقتَ

    Beribadatlah kamu sekalian, kepada Allah dan jangnlah kalian mempersekutukan-Nya, dengan apapun. Benar-benar takutlah kamu kepadanya. Hendaklah kamu jujur terhadap apa yang kau katakan baik itu; dan dengan ruh Allah hendaklah kamu sekalian saling cinta mencintai, Allah sangat murka terhadap orang yang melanggar janjinya sendiri.

    Begitulah Nabi Muhammad menyampaikan pesan-pesan persahabatan dengan pilar-

    pilar penunjang terwujudnya Ukhuwwah kepada para sahabat-sahabatnya, baik melalui

    Mimbar khutbah jumat, ceramah ataupun melalui dialog-dialog.

    Kelenturan syariat Islam sangat amat dirasakan oleh penduduk kaum Yatsrib, itu

    semu dapat dilihat dan dibuktikan dengan harmonisnya hubungan masyarakat Yatsrib,

    40 Shokhih Muslim, Juz, 15 hal. 191 no hadis. 4914 41 Muhammad Husain haikal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta, Pstaka Litera antar Nusa, 1990) cet ke 11. 208

  • yang notabene penduduknya sangat beragam dan bermacam-macam. Dan sampai

    akhirnya terbentuklah Madinah al-Munawarroh sebagai sebuah bentuk negara yang telah

    mencapai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur yang telah dirintis oleh nabi dan

    sahabat-sahabatnya melalui bimbingan Islam.

  • BAB III

    AYAT-AYAT UKHUWWAH DALAM AL-QURÂN

    A. Lafad-Lafad Ukhuwwah Dalam Al-Qurân

    Persaudaraan atau dikenal dalam Islam dengan akh, ikhwan dan Ukhuwwah adalah

    pondasi dasar dari pewujudan toleransi, saling menghormati, menghargai dan upaya

    wujud dari perdamaian dunia. Dan ajaran itu ada dalam Islam dan tertuang dalam al-

    Qurân. Persaudaraan didalm al-Qurân dikenal dalam al-Qurân dengan kata akh dalam

    bentuk mufrod-nya (tunggal), sedangkan dalam bentuk jama’ terdapat dua bentuk yaitu

    ukhuwwah dengan ihhwan.

    Menurut bapak M. Quraish Shihab dalam bukunya membumikan al-Qurân, kata akh

    dalam bentuk mufrod kurang lebih terulang 52 kali, baik dalam bentuk mudazkar ataupun

    muannas, pernyataan beliau mengenai jumlah, hampir sama degan apa yang terdapat

    dalam kitab kamus Indeks al-Qurân karangan DR. Azharuddin Sahil, dimana kata akh ini

    memiliki dua arti (maksud) yaitu sebagian akh dengan makna “saudara seketurunan”

    (sedarah/seibu) dan sebagian lagi “saudara yang bukan seketurunan”, seperti

    persaudaraan dengan ikatan seiman atau seagama.

    Adapun contoh saudara yang seketurunan banyak sekali ditemukan pada ayat-ayat

    yang berbicara tentang waris seperti pada surat an-nisa [4] ayat 12 disitu kata akh

    terulang sebanyak dua kali dalam bentuk mudzakar dan muannas yaitu

    ρu)Îβ .x%χš ‘u_ã≅× ƒãθ‘ûß 2Ÿ=n≈#s'» &rρÍ #$Βøt&rο× ρu!s&ã…ÿ &r̂î &rρ÷ &éz÷M× ùs=Î3ä≅eÈ ρu≡nω7 ΒiÏΨ÷γßϑy$ #$9¡‰ß̈â 4 jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.

  • Pada surat yang sama yaitu QS. an-nisa ayat 176, dan juga disebutkan pada surat

    yang lain. Dan contoh saudara yang bukan seketurunan contohnya pada surat al-a’rof [7]

    ayat 65 dan lain-lain

    Sedangkan dalam bentuk jama’ dari akar kata akh ini ada dua macam yaitu ikhwan

    Kata Ikhwan dalam al-Qurân ditemukan 22 kali, dimana .(إRiاdan ikhwah (k (إRiان)

    korelasinya dengan kata hampir selalu berdampingan dengan kata al-din, kata ini

    ditunjukan pemaknaannya kepada persaudaraan dalam arti tidak sekandung.

    Dan kata ikhwah terdapat dalam al-Qurân sebanyak 7 kali, kata Ikhwah ini

    ditujukkan untuk makna persaudaraan seketerunan, terkecuali pada surat al-Hujurat [49]

    ayat 10, dalam ayat ini menunjukkan persaudaraan bukan seketerunan tapi persaudaraan

    seagama.

    Persaudaraan didalam al-Qurân bukan berulang sekali atau dua kali dalam pe-

    lafadzan-nya, itu setidaknya memberikan peringatan dan bukti betapa penting dan

    urgennya akan perealisasian ukhuwwah dalam sebuah kehidupan.

    Sebagai pelengkap data, penulis akan melampirkan beberapa data tambahan pe-

    lafadzan akh dalam ragam penggunaannya dalalam al-Qurân yang terdapat dalam kitab

    al-mu’jam al-mufahros li al-fâd al-Qurân. disamping telah diungkapan oleh prof. M.

    Quraish Shihab dalam bentuk mufrod (yang mudzakkar dan muannas), jamak (ikhwan

    dan ukhwahnya), oleh beliau Muhammad Fuad Abdul baqi merangkung kata akh dalam

    berbagai bentuk, dibawah ini akan terlampir.1

    1 Muhammad Fuad Abdul baqi, al-Mu’jam al-Mufahros, (Istanbl Turki, Al-Maktab Al-Islamiyah ) cet. I hal. 30

  • No Kontek Q.S Ayat Lafadz 1

    اخAn-Nisa [4] 12 ÿ… ã&s!uρ îˆr& ÷ρr& ×M÷zé& Èe≅ä3Î=sù 7‰Ïn≡ uρ $yϑßγ ÷Ψ ÏiΒ â¨ ß‰¡9 $#

    2

    An-Nisa [4] 23 öΝ ä3çG≈ n=≈ yzuρ ßN$oΨ t/ uρ ˈF{ $# ßN$oΨ t/ uρ ÏM÷zW{ $# 3

    Yusuf [12] 59 $£ϑs9 uρ Ν èδt“ £γ y_ öΝ ÏδΗ$ yγ pg ¿2 tΑ$s% ’ÎΤθçGøD $# 8ˆr'Î/ Ν ä3©9 ô ÏiΒ öΝ ä3‹Î/ r& 4 Ÿ

    4

    Yusuf [12] 77 * (# þθä9$s% βÎ) ø− Ìó¡o„ ô‰s) sù s− ty™ Óˆr& … ã&©! ÏΒ ã≅ ö6 s% 4 5

    Miَا Al-ahqof [46] 21 * öä. øŒ $# uρ % s{ r& >Š% tæ øŒ Î) u‘ x‹Ρ r& … çµ tΒöθs% Å∃$s) ômF{ $$Î/

    6

    MmMiا

    Yusuf [12] 63 $tΡ$ t/ r'‾≈ tƒ yì ÏΖãΒ $̈ΖÏΒ ã≅øŠs3ø9 $# ö≅ Å™ ö‘ r'sù !$oΨ yètΒ $tΡ$ yzr& ö≅ tGò6 tΡ

    7

    Yusuf [12] 65 $£ϑs9 uρ (#θßs tGsù óΟ ßγ yè≈ tFtΒ ç ÏϑtΡ uρ $uΖn=÷δ r& àáx� øt wΥuρ $tΡ% s{ r& ߊ# yŠ÷“ tΡuρ Ÿ≅ ø‹x. 9 Ïèt/

    8

    kMiا

    Al-a’rof [7] 111 (# þθä9$s% ÷µ Å_ö‘ r& çν% s{ r& uρ ö≅ Å™ ö‘ r& uρ ’ Îû ÈÉ!# y‰yϑø9 $# tÎų≈ ym ∩⊇⊇⊇∪

    9

    Yusuf [12] 69 $£ϑs9 uρ (#θè=yzyŠ 4’ n?tã y#ß™θム#”uρ# u ϵ ø‹s9 Î) çν$yzr& 10

    Yusuf [12] 76 $tΒ tβ% x. x‹è{ ù'uŠÏ9 çν$yz r& ’ Îû ÈÏŠ Å7Î=yϑø9 $# HωÎ) βr& u!$t±o„ ª!$# 4

  • 11

    Maryam [19] 53 $oΨ ö7 yδuρuρ … çµ s9 ÏΒ !$uΖÏFuΗ÷q §‘ çν% s{ r& tβρã≈ yδ $wŠÎ; tΡ 12

    Al-Mukminun [23] 45 §Ν èO $uΖù=y™ ö‘ r& 4†y›θãΒ çν$yzr& uρ tβρã≈ yδ $uΖÏG≈ tƒ$t↔Î/ 9≈ sÜ ù=ß™ uρ AÎ7 •Β

    13

    Al-Furqon [25] 35 ô‰s) s9 uρ $oΨ ÷ s?# u y›θãΒ |=≈tFÅ6 ø9 $# $oΨ ù=yèy_uρ ÿ… çµ yètΒ çν% s{ r& šχρã≈ yδ # \ƒ Ηuρ

    14

    As-Su’aro [26] 36 (# þθä9$s% ÷µ Å_ö‘ r& çν% s{ r& uρ ô] yèö/ $# uρ ’Îû ÈÉ!# y‰yϑø9 $# tÎų≈ ym

    15

    nهMiا

    Al-A’rof [7] 65 * 4’ nŠ% tæ ôΜ èδ% s{ r& # YŠθèδ 3 tΑ$s% ÉΘöθs)≈ tƒ (#ρ߉ç7 ôã$# ©!$# $tΒ / ä3s9 ô ÏiΒ >µ≈ s9 Î) ÿ… çν çö xî

    16

    Al-A’rof [7] 73 4’ n

  • 21

    An-Namel [27] 45 ô‰s) s9 uρ !$oΨ ù=y™ ö‘ r& 4’ n

  • 33

    Yusuf [12] 90 (( tΑ$s% O$tΡ r& ß#ß™θム!# x‹≈ yδ uρ År& ( ô‰s% ∅tΒ ª!$# !$uΖøŠn=tã (

    34

    Thoha [20] 30 tβρã≈ yδ År& ∩⊂⊃∪ 35

    Al-Qoshos [28] 34 År& uρ Üχρã≈ yδ uθèδ ßx|Áøùr& Íh_ÏΒ $ZΡ$|¡Ï9 ã&ù#Å™ ö‘ r' sù

    zÉë tΒ # [÷Š Í‘ û 36

    Shood [38] 23 ¨βÎ) !# x‹≈ yδ År& … çµ s9 Óìó¡Î@ tβθãèó¡Î@uρ Zπ yf÷ètΡ u’ Í

  • 43

    Yunus [10] 87 !$uΖø‹ym÷ρr& uρ 4’ n

  • ß≈ sÜ ø‹¤±9 $# 55

    Qoof [50] 13 ׊% tæuρ ãβöθtãöÏùuρ ãβ≡ uθ÷zÎ) uρ 7Þθä9 ∩⊇⊂∪

    56 MَmاRiا

    Al-Qurân-Imron [3] 103 y#©9 r'sù t÷t/ öΝ ä3Î/θè=è% Λä óst7 ô¹r'sù ÿ ϵÏFuΚ÷èÏΖÎ/ $ZΡ≡ uθ÷zÎ) 57

    Al-hijr [15] 47 $oΨ ôãt“ tΡuρ $tΒ ’ Îû Ν ÏδÍ‘ρ߉߹ ô ÏiΒ @e≅ Ïî $ºΡ≡ uθ÷zÎ) 4’ n?tã 9‘ ãß™ t, Î#Î7≈ s) tG•Β ∩⊆∠∪

    58

    nْwُmُاRَiِْا

    Al-Baqoroh [2] 220 ( βÎ) uρ öΝ èδθäÜ Ï9$sƒ éB öΝä3çΡ≡ uθ÷zÎ* sù 4 ª!$# uρ ãΝ n=÷ètƒ y‰Å¡ø� ßϑø9 $# z ÏΒ

    59

    At-Taubah [9] 11 βÎ* sù (#θç/$s? (#θãΒ$ s%r& uρ nο 4θn=¢Á9 $# (# âθs?# uuρ nο 4θŸ2̈“9 $#

    öΝ ä3çΡ≡ uθ÷zÎ* sù 60

    At-Taubah [9] 23 Ÿω (# ÿρä‹Ï‚−Fs? öΝ ä. u!$t/# u öΝ ä3tΡ≡ uθ÷zÎ) uρ u!$uŠÏ9 ÷ρ r& ÈβÎ) (#θ™6 ystGó™ $# tø� à6 ø9 $#

    61

    At-Taubah [9] 24 ö≅ è% βÎ) tβ% x. öΝ ä. äτ!$t/# u öΝ à2äτ!$oΨ ö/ r& uρ öΝ ä3çΡ≡ uθ÷zÎ) uρ ö/ ä3ã_≡ uρø—r& uρ

    62

    An-Nur [24] 61 ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 Í←!$t/# u ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ ä3ÏG≈ yγ ¨Βé& ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 ÏΡ≡ uθ÷zÎ)

    63

    Al-Ahzab [33] 5 4 βÎ* sù öΝ ©9 (# þθßϑn=÷ès? öΝ èδu!$t/# u öΝ à6 çΡ≡ uθ÷zÎ* sù ’ Îû ÈÏe$!$# öΝ ä3‹Ï9≡ uθtΒuρ 4

    64 MxَmِاRَiِْا

    Al-Haser [59] 10 $uΖ−/ u‘ öÏ� øî$# $oΨ s9 $oΨ ÏΡ≡ uθ÷z\}uρ šÏ% ©!$# $tΡθà) t7 y™

  • Ç≈ yϑƒ M}$$Î/ 65

    nyِmِاRَiِْا Ali-Imron [3] 156 Ÿω (#θçΡθä3s? tÏ% ©!$% x. (#ρãx� x. (#θä9$s%uρ öΝÎγ ÏΡ≡ uθ÷z\}

    66

    Ali-Imron [3] 168 tÏ% ©!$# (#θä9$s% öΝ Íκ ÍΞ≡uθ÷z\} (#ρ߉yè s%uρ öθs9 $tΡθãã$sÛr& $tΒ (#θè=ÏFè% 3

    67

    Al-An’am [6] 87 ô ÏΒuρ óΟ ÎγÍ←!$t/# u öΝ Íκ ÉJ≈ −ƒ Íh‘èŒ uρ öΝ Íκ ÍΞ≡uθ÷zÎ) uρ ( ÷Λ àι≈ uΖ÷ t7 tGô_$# uρ 68

    Al-A;rof [7] 202 öΝ ßγ çΡ≡ uθ÷zÎ) uρ öΝ åκ tΞρ‘‰ßϑtƒ ’ Îû Äcxöø9 $# ¢Ο èO Ÿω tβρçÅÇø) ム∩⊄⊃⊄∪

    69

    Al-Ahzab [33] 18 * ô‰s% ÞΟ n=÷è tƒ ª!$# tÏ%Èhθyèßϑø9 $# óΟ ä3ΖÏΒ t, Î#Í←!$s) ø9 $# uρ öΝ Îγ ÏΡ≡ uθ÷z\} §Ν è=yδ $uΖøŠs9 Î) (

    70

    Al-Mujadalah [58] 22 öθs9 uρ (# þθçΡ% Ÿ2 öΝ èδu!$t/# u ÷ρr& öΝ èδu!$oΨ ö/ r& ÷ρr& óΟ ßγ tΡ≡ uθ÷zÎ) ÷ρr& öΝ åκ sEu ϱ tã

    71

    Al-Haser [59] 11 * öΝ s9 r& ts? ’ n

  • £ Íκ ÍΞ≡uθ÷zÎ) 75

    Al-Ahzab [33] 55 Iωuρ Ï!$uΖö/ r& £ Íκ ÍΞ≡uθ÷zÎ) Iωuρ Ï!$oΨ ö/ r& £ ÎγÏ?≡ uθyzr& Ÿωuρ £ Îγ Í←!$|¡ÎΣ

    76

    اRiة

    An-Nisa [4] 11 4 βÎ* sù tβ% x. ÿ… ã&s! ×ο uθ÷zÎ) ϵ ÏiΒT|sù ⨠߉¡9 $# 4 . ÏΒ Ï‰÷è t/ 7π §‹Ï¹uρ

    77

    An-Nisa [4] 176 4 βÎ) uρ (# þθçΡ% x. Zο uθ÷zÎ) Zω% ỳ Íh‘ [!$|¡ÎΣuρ Ìx. ©%#Î=sù ã≅ ÷WÏΒ Åeáym È÷u‹s[ΡW{ $#

    78

    Yusuf [12] 58 u!$y_uρ äο uθ÷zÎ) y#ß™θム(#θè=yzy‰sù ϵ ø‹n=tã óΟ ßγ sùtyèsù 79

    Al-Hujerot [49] 10 $yϑ‾ΡÎ) tβθãΖÏΒ÷σ ßϑø9 $# ×ο uθ÷zÎ) (#θßsÎ=ô¹r' sù t÷t/ ö/ ä3÷ƒ uθyzr&

    80

    s}ِاRiَا

    Yusuf [12] 5 Ÿω óÈÝÁø) s? x8$tƒ öâ‘ #’ n?tã y7Ï?uθ÷zÎ) (#ρ߉‹Å3uŠsù y7s9 # ´‰øŠx.

    81

    u}ِاRiا

    Yusus [12] 7 * ô‰s) ©9 tβ% x. ’ Îû y#ß™θムÿ ϵ Ï?uθ÷zÎ) uρ ×M≈ tƒ# u t, Î#Í←!$¡¡=Ïj9 ∩∠∪

    82 r}ِاRَiِْا

    Yusuf [12] 100 . ÏΒ Ï‰÷è t/ βr& søt“ ‾Ρ ß≈ sÜ ø‹¤±9 $# Í_ø‹t/ t÷t/ uρ þ†ÎAuθ÷zÎ) 83

    ٌiا An-Nisa [4] 12 ã&s!uρ îˆr& ÷ρr& ×M÷zé& Èe≅ ä3Î=sù 7‰Ïn≡ uρ $yϑßγ ÷Ψ ÏiΒ â¨ ß‰¡9 $#

    84

    An-Nisa [4] 23 ßN$oΨ t/ uρ ˈF{ $# ßN$oΨ t/ uρ ÏM÷zW{ $# ãΝ à6 çF≈ yγ ¨Βé& uρ ûÉL≈ ©9 $# öΝ ä3oΨ ÷è|Êö‘ r& Ν à6 è?≡ uθyz r& uρ š∅ÏiΒ Ïπ yè≈ |ʧ9 $#

    85

    An-Nisa [4] 176 ÈβÎ) (# îτâ÷ö∆$# y7n=yδ }§øŠs9 … çµ s9 Ó$ s!uρ ÿ… ã&s!uρ ×M÷zé& $yγ n=sù

  • ß#óÁÏΡ $tΒ x8ts? 86

    Maryam [19] 28 |M÷zé'‾≈ tƒ tβρã≈ yδ $tΒ tβ% x. Ï8θç/ r& r& tøΒ$# &öθy™ $tΒuρ ôMtΡ% x. Å7•Βé&

    87

    sُـiا

    Thoha [20] 40 øŒ Î) ûÅ ốϑs? šçG÷zé& ãΑθà) tGsù ö≅ yδ ö/ ä3—9 ߊ r& 4’ n?tã tΒ … ã&é#à� õ3tƒ

    88

    uِِـiا

    Al-Qoshos [28] 11 ôMs9$s%uρ ϵÏG÷zT{ ϵ‹ Å_Áè% ( ôNuÝÇt7 sù ϵ Î/ tã 5= ãΖã_

    89 Myـiا

    Al-A’rof [7] 38 ( $yϑ‾=ä. ôMn=yzyŠ ×π̈Βé& ôMuΖyè©9 $pκ tJ÷zé& ( 90

    Az-Zukhruf [43] 48 $tΒuρ Ο ÎγƒÌçΡ ô ÏiΒ >π tƒ# u āωÎ) }‘ Ïδ çt9ò2r& ô ÏΒ $yγ ÏF÷zé& (

    91

    اُ iــcَْـ}

    An-Nisa [4] 23 βr& uρ (#θãèyϑôfs? š÷t/ È÷tG÷zW{ $# āωÎ) $tΒ ô‰s%

    y#n=y™ 3 92

    nw}اRiا

    An-Nisa [4] 23 ôMtΒÌhãm öΝ à6 ø‹n=tã öΝ ä3çG≈ yγ ¨Βé& öΝ ä3è?$oΨ t/ uρ öΝ à6 è?≡ uθyz r& uρ

    93

    An-Nisa [4] 23 ãΝ à6 çF≈ yγ ¨Βé& uρ ûÉL≈ ©9 $# öΝ ä3oΨ ÷è|Êö‘ r& Ν à6 è?≡ uθyzr& uρ š∅ÏiΒ Ïπ yè≈ |ʧ9 $#

    94

    An-Nur [24] 61 ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 ÏΡ≡ uθ÷zÎ) ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 Ï?≡ uθyzr& ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 Ïϑ≈ uΗùår& ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 ÏG≈ ¬Ηxå

  • 95

    z{ــy}اRiا

    An-Nur [24] 31 ÷÷ρr& ûÍ_t/ £ Îγ Ï?≡ uθyzr& ÷ρr& £ Îγ Í←!$|¡ÎΣ ÷ρr& $tΒ ôMs3n=tΒ £ ßγ ãΖ≈ yϑ÷ƒ r&

    96

    Al-Ahzab [33] 55 Iωuρ Ï!$uΖö/ r& £ Íκ ÍΞ≡ uθ÷zÎ) Iωuρ Ï!$oΨ ö/ r& £ ÎγÏ?≡ uθyzr& Ÿωuρ £ Îγ Í←!$|¡ÎΣ Ÿωuρ $tΒ ôMx6 n=tΒ £ åκ ß]≈yϑ÷ƒ r& 3

    B. Garis Besar Ukhuwwah

    Persaudaraan atau ukhuwwah apabila kita artikan sebagaimana ta’rif diatas yaitu

    “persamaan” sebagaimana arti asalnya dan penggunaan dalam beberapa ayat dan hadis,

    kemudian merujuk kepada al-Qurân dan Sunnah, maka paling tidak menurut Bpk. Qurai

    Shihab terbagi atas beberapa macam: Pertama; Ukhuwwah Ubudiyyah (u]دR kRi2(ا,

    Kedua; Ukhuwwah fi Insaniyyah ( cmMmا r kRi3( ا, Ketiga;Ukhuwwah Wathaniyah Wa

    An-Nasab ( x`وا ucxو kRiاMc )4, Keempat; Ukhuwwah fi din al-Islam ( {]د r kRiا

    ,5( ام

    Sedangkan dalam kitab al-Mizan karangan syekh Tobatobai, ukhwah dalam al-

    Qurân terbagi atas beberapa macam; pertama; Ukhuwwah Tobi’iyyah (cc kRiا ),

    Kedua; Ukhuwwah I’tibariyyah (]رMإ kRiا), Ketiga; Ukhwah Nasabiyyah ( cm kRiا

    2 Yaitu bahwa seluruh makhluk adalam bersaudara dalam arti memiliki persamaan. Dan tidaklah binatang-binatang yang ada dibumi, dan tidak pula burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya kecuali umat yang seperti kamu juga (QS. 6:36) persamaan ini, antara lain, dalam ciptaan dan ketundukan kepada Allah (al-Baqoroh :28). 3 Dalam arti umat manusia adalah adalah bersaudara, karena mereka bersumber dari ayah dan ibu yang satu, dimana pada surat al-Hujurot 12 menjelaskan hal ini, dan juga rasulullullah saw. Menekankan akan hal ini “kunu ibad allah ikhwana al-ibad kulluhum ikhwat” 4 Persaudaraan dalam keturunan seperti yang diisyaratkan oleh ayat “wa ila ‘adi akho hum hud” 5 Persaudaraan antar sesama muslim, seperti bunyi surat al-ahzab 5, demikian juga dalam sabda rasul saw. Antum ashobiy, ikhwanuna ya tuna ba;di (kalian adalah sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudah [wafat]-ku)

  • )6, Keempat; Ukhuwwah Rodo’iyyah ( cMر kRiا ), Kelima; Ukhuwwah Diniyyah

    ( kRiا cx]د )

    Dan dalam kitab lisan al-‘arobi karangan abu al-Fadel Jamaluddin Muhammad bin

    Mukrim ibnu al-mandur al-Afriqi al-Mishri beliau membagi Ukhuwwah: pertama;

    Ukhuwwah Nasabiyyah ( kRiا P `اcx ) Kedua; Ukhuwwah Diniyyah ( kRiا cx]^`ا P ).

    Dari sekian banyak macam persaudaraan setidaknya kita dapat lebih meringkas lagi

    agar lebih sempit pembahasannya dan tertuju kejantung permasalahan, yaitu kenapa

    sering terjadi permusuhan, sering terjadi, pembunuhan, pembantaian, peperagan,

    penistaan dan lain-lain. Realitas sosial akhir-akhir inipun sering disuguhi dengan hal-hal

    tersebut sebagai sebuah bentuk apresiasi ketidakcocokan sesuatu dengan orang atau

    kelompok lain, kiranya kita perlu melihat uraian Musdah Mulia yang berjudul Negara

    Islam, mengutip pernyataan haikal Muhammad Husain Haikal dari buku aslinya al-

    Qurân-hukumah al-Qurân Islamiyaah secara garisbesar Ukhuwwah atau persaudaraan itu

    terdiri dari dua macam yaitu: Ukhuwwah Insaniyyah (persaudaraan sesama manusia) dan

    Ukhuwwah Islamaiyyah (persaudaraan seagama). Dimana dalam penjelasannya tentang

    prinsip persaudaraan beliau beliau mengawalinya dengan menganalogikan bahwasannya

    Ajaran-ajaran yang diwahyukan oleh Allah kepada umat manusia melalui rasul-Nya mencakup berbagai aspek. Dan aspek terpenting dari ajaran-ajaran itu adalah tauhid atau paham kemahaesaan Tuhan. Dan tauhid adalah inti dari semua ajaran Islam, dan paham Tauhid mengajarkan tiada tuhan selain Allah, dan hanya Allahlah pencipta alam semesta, seluruh manusia dan makhluk yang ada, berasal dari sumber yang satu, yaitu Allah swt.7 Paham bahwa manusia berasal dari sumber yang satu membawa keyakinan bahwa manusia seluruhnya bersaudara, meskipun berlainan warna kulit, bangsa dan bahasanya, bahkan berlainan agamanya.

    6 7 Musdah Mulia, Negara Islam, (Jakarta, kata kita, 2010) cet.1 hal 138

  • Dimana dapat disimpulkan bahwasannya menurut pendapat b