ujian akhir semester.perusahaan ok

Upload: hamzah-sidik

Post on 20-Jul-2015

411 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Ujian Akhir Semester Fakultas Hukum Universitas Indonesia Mata Kuliah Hukum PerusahaanNama Kelas NPM Soal 1) Jelaskan prinsip Korporasi sebagai Subjek Hukum : a. Secara teoritik, baik di negara common law maupun civil law dikenal beberapa ajaran atau doktrin yang menjadi landasan teoritik keberadaan badan hukum. Ada beberapa konsep terkemuka tentang personalitas badan hukum (legal personality), yakni:1 1. Legal Personality as Legal Person2 Menurut konsep ini badan hukum adalah ciptaan atau rekayasa manusia, badan merupakan hasil suatu fiksi manusia. Kapasitas hukum badan ini didasarkan pada hukum positif. Oleh karena personalitas badan hukum ini didasarkan hokum positif, maka negara mengakui dan menjamin personalitas hukum badan tersebut. Badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban tersebut diperlakukan sama dengan manusia sebagai real person. 2. Corporate Realism3 Menurut konsep ini personalitas hukum suatu badan hukum berasal dari suatu kenyataan dan tidak diciptakan oleh proses inkorporasi, yakni pendirian badan hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Suatu badan hokum tidak memiliki personalitas sendiri yang diakui negara. Personalitas hukum ini tidak didasarkan pada fiksi, tetapi didasarkan pada kenyataan alamiah layaknya manusia. 3. Theory of the Zweckvermogen4 Menurut konsep ini suatu badan hukum terdiri atas sejumlah kekayaan yang digunakan untuk tujuan tertentu. Teori ini dapat ditelusuri ke dalam sistem1

: Hamzah Sidiq :B : 1106110272

Daniel Zimmer, Legal Personality, dalam Ella Gepken Jager, et.al, eds, VOC 1602 2002: 400 Years of Company Law, Kluwer Legal Publisher, Deventer, 2005, hlm 267 269. 2 legal personality as legal person ini dikenal pula dengan istilah Teori Fiksi 3 Pendekatan ini corporate realism ini dikenal pula dengan istilah Teori Kenyataan Yuridis. 4 Teori ini dikenal pula dengan istilah Teori Kekayaan Bertujuan.

hukum yang menentukan seperti hukum Jerman bahwa institusi dalam hukum public (Anstalten) dan endowment dalam hukum perdata (Stiftungen) adalah badan hukum yang ditentukan oleh suatu objek dan tujuan, dan tidak ditentukan oleh individual anggotanya. 4. Aggregation Theory Teori aggregasi ini disebut juga sebagai teori symbolist atau teori bracker, dan dalam versi modern dikenal sebagai corporate nominalism secara teoritik berhubungan dengan teori fiksi. Pandangan individualistik ini menyatakan bahwa makhluk (human being) dapat menjadi subjek atau penyandang hak dan kewajiban timbul atau lahir dari hubungan hukum dan oleh karenanya benar-benar menjadi badan hukum. Menurut konsep personalitas korporasi, badan hukum ini adalah semata-mata suatu nama bersama (collective name), suatu simbol bagi para anggota korporasi. 5. Modern Views on Legal Personality Hukum nasional modern dewasa ini menggabungkan antara realist and fictionist theory dalam mengatur hubungan bisnis domestik dan internasional, di satu sisi mengakui realitas sosial yang ada di belakang di belakang personalitas hukum, dan sisi lain, memperlakukan badan hukum dalam sejumlah aspek sebagai suatu fiksi. Konsep perusahaan sebagai badan yang hukum yang kekayaannya terpisah dari para pemegang sahamnya merupakan sifat yang dianggap penting bagi status korporasi sebagai suatu badan hukum yang membedakan dengan bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Sifat terbatasnya tanggung jawab secara singkat merupakanpernyataan dari prinsip bahwa pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas kewajiban perusahaan sebagai badan hukum yang kekayaannya terpisah dari pemegang sahamnya. Prinsip continuity of existence5 menegaskan tentang pemisahan kekayaan korporasi dengan pemiliknya. Badan hukum itu sendiri tidak dipengaruhi oleh kematian ataupun pailitnya pemegang saham. Badan hukum juga tidak dipengaruhi oleh perubahan struktur kepemilikan perusahaan. Sebagai akibatnya, saham-saham perusahaan diperdagangkan secara bebas.6

5

Prinsip continuity of existence merupakan prinsip di mana perusahaan akan tetap eksis walaupun terjadi pergantian pemilik saham. Jadi, jika pemilik saham perusahaan meninggal atau berhenti dari perusahaan dengan cara mengalihkan saham-sahamnya, perusahaan akan tetap eksis dan tidak bubar. Prinsip ini merupakan salah prinsip yang membedakan bentuk korporasi dengan bentuk badan usaha lainnya. Di dalam persekutuan perdata, termasuk firma, semestinya dengan meninggalnya salah seorang, persekutuan harus bubar.6

Erik P.M. Vermuelen, The Evolution of Legal Business Forms in Europe and the United States: venture Capital, Joint Venture, and Partnership Structures, Kluwer Law International, Deventer, 2002, hlm 189

H.M.N Purwosutjipto mengemukakan beberapa syarat agar suatu badan dapat dikategorikan sebagai badan hukum. Persyaratan agar suatu badan dapat dikatakan berstatus badan hukum meliputi keharusan:7 1. Adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan itu. Tegasnya ada pemisahan kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi para sekutu; 2. Kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama; 3. Adanya beberapa orang sebagai pengurus badan tersebut. Ketiga unsur di atas merupakan unsur material (substantif) bagi suatu badan hukum. Kemudian persyaratan lainnya adalah persyaratan yang bersifat formal, yakni adanya pengakuan dari negara yang mengakui suatu badan adalah badan hukum. Bahwa sebagai subjek hukum, yang membedakan korporasi dengan organisasi lain adalah prinsip separate legal personality dan limited liability8. Terhitung sejak memperoleh status badan hukum, maka sejak itu hukum memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau direksi, terpisah dari perseroan itu sendiri, yaitu subjek hukum yang berdiri mandiri.9 Menurut Ross Grantham, konsekuensi dari corporate personality tersebut adalah diakuinya untuk tujuan hukum, korporasi sebagai pengemban hak dan kewajiban yang berbeda dengan hak dan kewajiban yang dimiliki individu yang mendapatkan keuntungan dari bisnis korporasi tersebut10 Konsep legal personality pertama kali di berasal dari perkara Salomon v. A Salomon & Co. Ltd, yang menyebutkan bahwa entitas hukum bukan manusia telah ada sejak zaman Romawi11. Kaitannya dengan limited liability, menurut pettet, pemegang saham tidak bertanggungjawab untuk berkontribusi terhadap asset korporasi melebihi saham yang mereka miliki12, oleh karena itu, disimpulkan oleh Ross Grantham bahwa prinsip limited liability adalah speaks expressly to shareholders, sedangkan prinsip separate legal personality

7 8

H.M.N. Purwosutjipto, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jilid 2, Djambatan, Jakarta, 1982 Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Cet, 1, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hal.17 9 The feature which most centrally define the company and distinguish it from al others types of organization are the principles of separate legal personality and limited liability. Henry Hansman and reiner kraakman, what is Corporate Law ? Davies, Introduction,Chapter I, dalam Ross Grantham. The Limited Liability of Company Director, The Universitas of Queensland, TC Beirne School of Law, Legal Studies Research Paper Series, Research Paper No.07-03, 2007,,hal.2 10 I.G. Ray Widjaja, Hukum Korporasi, Cet. 1, Jakarta: Kasaint Blanc, 2000, hal. 131 11 Corporate personality entails that the company is regocnised for the purposes of the law as a right and duty bearing entry that is distinct from those natural persons who benefit from the companys business of through whom, Grantham, Op. Cit., hal.131 12 The notion of non-human juristic entities has a history going back at least to Roman times. Salomon v. A Salomon & Co. Ltd AC 22. (1987).

adalah memberikan secara tidak langsung perlindungan bagi direksi dan juga perlindungan atas investasi dari pemegang saham dalam bisnis korporasi13 b. Konsekuensi hukum kaitannya dengan pengurus dan pendiri, berkaitan erat dengan otoritas bagi para pihak dalam suatu Perseroan, inipula yang membedakan konsekuensi hukum serta tanggungjawab diantara masing-masing tersebut. Sistem otoritas dalam UUPT dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Sistem Majelis Dengan sistem majelis ini dimaksudkan seseorang tidak dapat bertindak sendiri terlepas satu sama lain dalam hal mewakili suatu kelompok. Melainkan dia harus bertindak secara bersama-sama (majelis). Sistem otoritas secara majelis ini tidak berlaku bagi direksi perusahaan. Sistem ini hanya berlaku bagi komisaris, seperti ditegaskan oleh Pasal 108 ayat (4) UUPT, bahwa jika komisaris lebih dari satu orang maka mereka merupakan sebuah majelis. Kemudian ditegaskan lagi dalam penjelasan atas pasal tersebut bahwa sebagai majelis maka komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri untuk mewakili perseroan. Dengan demikian, sejauh perbuatan tersebut dilakukan secara majelis, maka tanggungjawab hukumpun di tanggung secara bersama-sama (renteng) 2. Sistem Individual Representative Sistem Individual Representative memperkenalkan semacam otoritas dengan mana seseorang dapat bertindak sendiri untuk mewakili suatu kelompok. Sistem otoritas iinilah yang diberlakukan oleh UUPT terhadap organ direksi. Berlakunya Sistem Individual representative bagi seorang direksi muncul dalam dua segi sebagai berikut : a. Dalam hal kewenangan mewakili perseroan Dalam hall ini seperti yang disebutkan dalam Pasal 92 ayat (5) UUPT bahwa jika direktur lebih dari satu orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi, kecuali ditentukan lain oleh UUPT sendiri dan/atau oleh anggaran dasar b. Dalam hal kesalahan direktur Jika seorang amggota direksi melakukan kesalahan (termasuk kelalaian) dalam menjalankan tugasnya, maka dia kana bertanggungjawab penuh secara pribadi (bukan tanggungjawab bersama) jadi, pada prinsipnya anggota direksi lain terbebas dari yanggungjawabanya

13

Sebagai perbandingan di United Kingdom, dalam section 74 The Insolvency act 1986, limited liability diartikan sebagai Immunity of shareholders for the companys debt incurred while it is going concern

3. Sistem Kolegial Berbeda dengan organ komisaris yang melaksanakan tugas secara majelis, maka organ direksi melaksanakan tugas-tugas perseroan secara kolegial. Ini berarti bahwa dalam hal lebih dari seorang direktur, sungguhpun dibuka kemungkinan bagi seorang direktur unutk mewakili perseroan tanpa perlu ikut direktur yang lainnya, tetapi sejauh masih merupakan tindakan perseroan dan tidak melanggar prinsip semi fiduciary duty, maka menurut Pasal 97 ayat (3) dan ayat (4) UUPT, direktur yang lainnya yang sebenarnya tidak ikut berbuat juga ikut bertanggung jawab secara bersama-sama (renteng). Inilah makna system perwakilan kolegial dari direksi. 4. Prinsip Presumsi Kolegial Prinsip ini berlaku tidak ubahnya dengan prinsip umum dari tanggungjawab kolegial, yakni tanggung jawab renteng, misalnya diantara para direktur jika salah seorang direktur menyebabkan kerugian bagi orang lain sejauh hal tersebut dilakukannya tidak dalam hal melanggar anggaran dasar, atau melanggar tugas semi fiduciary dari direktur. Hanya saja terbuka kemungkinan pengecualian untuk melakukan pembuktian terbalik. Artinya jika direktur dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah maka direktur tersebut akan terlepas dari tanggung jawab renteng, hal ini berlaku misalnya ketika perseroan dalam keadaan pailit. c. Penerapan prinsip Korporasi sebagai Subjek Hukum dikaitkan dengan BUMN adalah sebagai berikut : Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN)14 menyebutkan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya dalam pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kapitalisasi cadangan, dan sumber lainnya. BUMN dapat berbentuk Perum (Perusahaan Umum) atau Persero (Perusahaan Perseroan).15untuk BUMN yang berbentuk Persero merupakan BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya

14

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70. 15 Ibid., pasal 9.

mengejar keuntungan.16Selanjutnya Pasal 11 menyebutkan terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas.17 Pasal 1 angka 1 UU Perseroan Terbatas menegaskan bahwa Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UndangUndang ini serta peraturan pelaksanaannya. Kemudian Pasal 7 Ayat (4) UU PT yang menegaskan perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.18 Berdasarkan hal tersebut di atas, BUMN merupakan badan hukum perseroan yang pengesahannya dilakukan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta tunduk pada hukum privat. Dan sebagaimana halnya perseroan pada umumnya, BUMN memiliki kekayaan terpisah dengan kekayaan negara maupun pemegang saham (pemilik), direksi (pengurus), dan komisaris (pengawas). 2) Pendirian Perseroan Terbatas di Indonesia mengharuskan pendiri minimal 2 orang. Pendirian Limited Liability Company di Amerika Serikat memungkinkan pendiri hanya 1 orang. Rasio hukum dari masing-masing pengaturan tersebut adalah berikut : Perseroan Terbatas ( PT ) merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. Biasanya izin pendirian PT akan diberikan sepanjang PT tersebut tidak bertentangan dengan undangundang ketertiban umum dan kesusilaan yang ada. a. Kelebihan dari Bentuk PT Beberapa kelebihan dan kebaikan dari bentuk perseroan terbatas (PT) adalah sebagai berikut : 1. Adanya tanggung jawab atas utang yang terbatas ; dimana tanggung jawab utang harus dibayar hanya terbatas atas jumlah saham yang dimiliki. 2. Adanya kemungkinan untuk memperjualbelikan saham yang dimilikinya.16 17

Ibid., pasal 1 angka 2 Ibid 18 Ibid, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106.

3. Umumnya memiliki jangka waktu operasi yang tidak terbatas. 4. Relatif lebih mudah untuk memperoleh pinjaman dengan nilai nominal yang besar untuk jangka waktu panjang dan tingkat bunga yang rendah. 5. Adanya kemungkinan untuk alih teknologi dan ilmu dimana para pemegang saham dapat dengan mudah menyewa tenaga manajemen professional untuk menjalankan perusahaan yang ada. b. Kekurangan dari Bentuk PT Beberapa kekurangan dan keburukan dari perseroan terbatas adalah sebagai berikut : Keterbatasan dalam jenis-jenis bidang usaha yang akan dijalankan ; dimana umumnya bidang-bidang usaha yang dijalankan oleh PT ditentukan oleh izin yang dileluarkan serta peraturan-peraturan yang berlaku. Adanya perbedaan kepentingan didalam menjalankan PT ; dimana terkadang pemilik saham minoritas di kalahkan oleh kepentingan pemilik saham mayoritas Adanya kewajiban- kewajiban untuk membuat laporan ke berbagai pihak. Biaya yang tidak sedikit untuk mendirikan suatu PT. Adanya sistem pajak yang menyebabkan seorang pemegang saham membayar pajak ganda yaitu pajak atas PT itu sendiri, dividen yang di terima serta pajak individunya. Selanjutnya perusahaan di Amerika yang dibentuk oleh satu orang Merupakan bentuk khusus perseroan terbatas (di AS) yang dibentuk dan memiliki hak untuk pengisian formulir perpajakan secara khusus sehingga menghindarkan perusahaan ini dari membayar pajak secara ganda. Maksudnya pendapatan perusahaan akan diperhitungkan sebagai pendapatan para pemegang saham dan pajak akan dikenakan sebagai pajak individu. Sementara pajak atas perusahaan akan ditiadakan. Kelebihaanya lainya misalnya kekurangan yang diderita oleh perseroan terbatas tipe S ini tidak wajib dibayar pajaknya dan adanya kemudahan bagi para pemegang saham untuk memilih waktu tahun fiskal dimana perusahaan akan diberikan. Namun disamping kemudahan-kemudahan ini, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendirian perseroan terbatas tipe S ini yaitu sebagai berikut : a. Perusahaan tersebut harus domestic. b. Perusahaan tersebut bukan merupakan afiliasi dari suatu grup perusahaan yang lebih besar. c. Pemegang saham harus terdiri dari individu bukan perusahaan. d. Perusahaan harus memiliki paling banyak 15 pemegang saham. e. Semua pemegang saham memiliki hak yang sama. f. Perusahaan harus mengembangkan sedikitnya 20 % dari pendapatanya bagi investasi berkelanjutan.

1. 2. 3. 4. 5.

g. Perusahan tersebut harus menanamkan modalnya sedikitnya 80 % dari pendapatan di Amerika Serikat. 3) Konstruksi hukum mengenai Direksi sebagai Pengurus Perseroan yang memiliki fiduciary duty dan dilindungi oleh prinsip Business Judgement Rule. Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan yang dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil (trustee) atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung (guardian). termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary denganclientnya.19 Dalam pengelolaan perseroan atau perusahaan, para anggota direksi dan komisaris sebagai salah satu organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan pemegang amanah (fiduciary) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Di sini direksi memiliki posisi fiducia dalam pengurusan perusahaan dan mekanisme hubungannya harus secara fair. Menurut pengalaman common law hubungan itu dapat 20 didasarkan pada teori fiduciary duty. Hubungan fiduciary duty tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Dalam memahami hubungan pemegang kepercayaan (fiduciary relationship) tersebut, common law mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan (fiduciary) secara natural memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada standar yang tinggi.2119 20

Henry Campbell Black , Blacks Law Dictionary, hal. 625. 375 U.S. 180, 195-196 (1965). 21 Charity Scott, Caveat Vendor: Broker-Dealer Liability Under the Securities Exchange Act, Securities Regulation Law Journal, (Vol. 17, 1989), hal. 291.

Business Judgment Rule merupakan sebuah doktrin yang telah lama diterapkan untuk melindungi Direksi dalam pertanggungjawaban hukum yang diambil dari keputusan-keputusan bisnis mereka. Business Judgment Rule adalah sebuah prinsip dalam kepemimpinan perusahaan yang menjadi tujuan dari Common Law sejak 150 tahun yang lalu. Business Judgment Rule telah lama diterapkan sebagai awan yang melindungi Direksi dari tanggung jawab yang diambil dari keputusan-keputusan bisnis mereka. Business Judgment Rule selain melindungi tanggung jawab pribadi seorang direksi apabila terjadi pelanggaran, ia juga dapat diberlakukan terhadap pembenaran-pembenaran keputusan bisnis dimana perintah-perintah yang ditujukan kepada Dewan Direksi, atau terhadap keputusan-keputusan itu sendiri, terhadap kasus yang menitikberatkan kepada keputusan bisnis yang merupakan tanggung jawab dari pembuat keputusan. Business Judgment Rule yang diterapkan terhadap direksi/pembuat keputusan lazim disebut doktrin Business Jugdment Rule, dan Business Jugdment Rule yang diterapkan terhadap keputusannya langsung disebut Business Judgment Rule. 4) Kaitan antara doktrin Derivativ Action dengan doktrin Piercing the Corporate Veil. Ciri utama suatu badan hukum adalah adanya pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dan pribadi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum tidak bertanggung jawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukannya sesuai ketentuan pasal 3 ayat (1) UU No 40 Tahun 2007, namun tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab perseroan apabila terbukti perseroan terbatas didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan oleh pemegang saham untuk kepentingan pribadi Piercing corporate veil merupakan salah satu doktrin yang berkembang pada sistem hukum common law, dan dikenal juga dengan nama alter ego doktrin. Keduanya digunakan untuk menarik pertanggungjawaban pribadi dan menembus tanggung jawab terbatas yang menjadi karakteristik korporasi. Dengan kata lain, doktrin ini diterapkan dalam hal terjadi keadaan ketika korporasi menjadi alat pemegang saham (direksi) untuk melakukan perbuatan curang terhadap pihak ketiga atau melakukan perbuatan di luar tujuan dan linkup kegiattan korporasi yang memberikan keuntungan pribadi bagi mereka.

Dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, disebutkan dengan jelas halhal yang apabila dilanggar maka akan berakibat pada berlakunya piercing the corporate veil, yaitu terdapat pada Pasal 97 ayat (2) dan (3) yang pada intinya menyatakan : setiap anggota direksi perseroan bertanggungjawab sampai kekayaan pribadinya, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha perseroan. Maka untuk melindungi pemegang saham dari tindakan anggota direksi yang menjalankan tugasnya sehingga merugikan perseroan serta pemegang saham, maka untuk pemegang saham minoritas diberikan hak untuk melakukan gugatan kepada direksi korporasi dengan menggunakan nama dan untuk kepentingan dari korporasi tersebut22 kata derivative dalam konteks ini ditujukan untuk memperlihatkan bahwa hak untuk menggugat tidak dimiliki sebagai pihak dalam perkara, tetapi sebagai turunan dari korporasi23

22

Matthew Berkhan, The Derivative Action-A Comparative Study of Procedures, South African Law Journal 96, 1979, hal.203. 23 Ibid