uji toksisitas fraksi daun ambre cavan.)/uji...jurusan biologi fakultas matematika dan ilmu...
TRANSCRIPT
UJI TOKSISITAS FRAKSI DAUN AMBRE (Geranium rádula Cavan.)
TERHADAP Artemia salina Leach. DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA
FRAKSI TERAKTIF
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
Norma Ambarwati
NIM. M0406044
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
Halaman Persetujuan Pembimbing
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS FRAKSI DAUN AMBRE (Geranium rádula Cavan.)
TERHADAP Artemia salina Leach. DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA
FRAKSI TERAKTIF
Oleh:
Norma Ambarwati
NIM. M0406044
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Tanda Tangan
Pembimbing I : Rita Rakhmawati, S.Farm., M.Si., Apt .......................
NIP. 19800510 200501 2 002
Pembimbing II : Dra. Endang Anggarwulan, M.Si ........................
NIP. 19500320 197803 2 001
Surakarta, Maret 2010
Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M. Si
NIP. 19500320 197803 2 001
PENGESAHAN
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS FRAKSI DAUN AMBRE (Geranium rádula Cavan.)
TERHADAP Artemia salina Leach. DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA
FRAKSI TERAKTIF
Oleh :
Norma Ambarwati
NIM. M0406044
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
pada tanggal 19 Maret 2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Surakarta,..............................
Penguji I Penguji II
Rita Rakhmawati, S.Farm., M.Si., Apt Dra. Endang Anggarwulan, M.Si
NIP. 19800510 200501 2 002 NIP. 19500320 197803 2 001
Penguji III Penguji IV
Dra. Marti Harini, M.Si. Solichatun, S.Si, M.Si
NIP. 19540323 198503 2 001 NIP. 19710221 199702 2 001
Mengesahkan
Dekan FMIPA Ketua Jurusan Biologi
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D. Dra. Endang Anggarwulan, M.Si.
NIP. 19600809 198612 1 001 NIP. 19500320 197803 2 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri
dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar
kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, 19 Maret 2010
Norma Ambarwati
NIM. M0406044
UJI TOKSISITAS FRAKSI DAUN AMBRE (Geranium rádula Cavan.)
TERHADAP Artemia salina Leach. DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA
FRAKSI TERAKTIF
Norma Ambarwati
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
ABSTRAK
Ambre (Geranium radula Cavan.) merupakan tanaman yang memiliki efek
toksik berdasarkan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) sehingga berpotensi
sebagai agen antikanker. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan
melakukan skrining toksisitas beberapa tanaman di kawasan Tawangmangu
Surakarta menggunakan metode BST menunjukan bahwa ekstrak kloroform dari
daun ambre (Geranium radula Cavan.) memberikan aktivitas toksisitas yang
paling besar. Berdasarkan hal tersebut, agar hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
uji toksisitas dan komponen bioaktif daun ambre.
Uji toksisitas dengan metode BST dilakukan dengan memasukkan sepuluh
larva Artemia salina Leach. ke dalam flakon berisi sampel uji. Persen kematian
larva A. salina Leach dihitung 24 jam setelah pemberian seri kadar sampel uji,
kemudian dibuat persamaan regresi liniernya untuk menentukan nilai LC50-24 jam.
Hasil uji menunjukkan bahwa fraksi IV daun ambre merupakan fraksi
yang paling toksik karena mempunyai nilai persentase kematian terbesar pada
semua seri konsentrasi yang diujikan dengan nilai LC50-24 jam sebesar 776,46μg/ml.
Fraksi IV sebagai fraksi teraktif diidentifikasi golongan senyawa kimianya dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Hasil deteksi menunjukkan bahwa fraksi
IV memiliki kandungan senyawa terpenoid dengan nilai Rf = 0,16; 0,44; 0,85 dan
senyawa fenolik dengan nilai Rf = 0,44; 0,58.
Kata kunci : Geranium radula Cavan., toksisitas, BST, dan antikanker.
TOXICITY TEST OF FRACTIONATION RESULT FROM AMBRE
(Geranium radula Cavan.) LEAVES AGAINST Artemia salina Leach. AND
CHEMISTRY COMPOUND PROFILE OF THE MOST ACTIVE
FRACTION
Norma Ambarwati
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
According to Brine Shrimp Lethality Test (BST), ambre (Geranium radula
Cavan.) is a plant has toxic effect, that‟s why it may used as anticancer agent. A
previous research used screening toxicity of some plants in Tawangmangu
Surakarta that used BST method showed that chloroform extract from Ambre
leaves gives the biggest toxicity activities. According to that research, we need to
do further research about toxicity test and ambre leaves bioactive component to
find scientific result.
Toxicity test with BST method has been done by including ten larva
Artemia salina Leach. into flacon contain test sampel. Death percentage of A.
salina larva was counted 24 hours after giving of test sampel rate series, then
made equation of linear regresion to determine values of LC50-24 hours. The result of toxicity test showed that fraction IV ambre leaves is fraction
that has the highest toxic because it has the biggest percentage of death for all of
the consentration series that has been experimented with values of LC50-24 hours =
776, 46μg/mL. Fraction IV as the most active fraction is identified its chemical
compound with Thin Layer Chromatography (TLC). The detection result showed
that fraction IV has terpenoid compound by Rf = 0,16; 0,44; 0,85 and fenolic
compound by Rf = 0,44; 0,58.
Keywords : Geranium radula Cavan., toxicity, BST, and anticancer.
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan
(QS: Alam Nasyrah : 6)
Maka nikmat Tuhan yang manakah yang akan kamu dustakan?
(Q.S. Ar-Rahman : 13)
DNA (Dream ’N Action)
IPK (Inspiratif Prestatif Kontributif)
Rinai-rinai Inspirasi : ”Mengasah kacamata hidup untuk selalu cerdas di setiap
momentum, dalam ritme indah aturan-Nya”
(Keisya Avicenna)
Orang yang visioner akan selalu menatap jauh ke depan, kejadian-kejadian yang
lalu merupakan kepingan-kepingan yang akan memberikan keutuhan sebuah
proses kesuksesan ketika dikumpulkan
(Aisya Avicenna)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil ‘aalamiin...
Karya kecilku ini kupersembahkan untuk
Ayah dan Bunda...
yang selalu melimpahkan cinta, kasih sayang, doa, dan dukungan
Mas Dodik, Mbak Thicko, Kaizenemon, Si Gembul dkk...
yang selalu memberikan kebahagiaan, keceriaan, semangat, dan kekuatan mimpi
Sahabat-sahabatku...
yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan inspirasi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul: ”Uji Toksisitas
Fraksi Daun Ambre (Geranium rádula Cavan.) terhadap Artemia salina
Leach. dan Profil Kandungan Kimia Fraksi Teraktif ”. Penyusunan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1)
pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Selama melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis telah
mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu pada kesempatan yang baik ini dengan berbesar hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya kepada:
Segenap pihak pengelola PHK A2 terkait program peningkatan kualitas
dan relevansi penelitian guna percepatan penyelesaian tugas akhir ”RESEARCH
GRANT”.
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan ijin penelitian untuk keperluan skripsi.
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan ijin penelitian untuk
keperluan skripsi serta telah memberikan bimbingan, meluangkan waktu,
memberikan arahan, kesabaran dan dorongan kepada penulis selama penelitian
sampai selesainya penyusunan skripsi.
Rita Rakhmawati, S. Farm, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing I, yang
telah memberikan bimbingan, meluangkan waktu, memberikan arahan, kesabaran
dan dorongan kepada penulis selama penelitian sampai selesainya penyusunan
skripsi. Terima kasih atas ilmu dan semua bantuan yang telah diberikan.
Dinar Sari Cahyaningrum Wahyuni, S.Farm., M.Si., Apt., yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya
penyusunan skripsi.
Solichatun, M.Si., selaku dosen penelaah I yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi
Dra. Marti Harini, M.Si., selaku dosen penelaah II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.
Dr. Okid Parama Astirin, M. Si., selaku pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberi arahan kepada penulis.
Seluruh dosen dan staff di Jurusan Biologi yang dengan sabar memberikan
pengarahan yang tiada henti-hentinya dan dorongan baik spiritual maupun materiil
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan
penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
masukan berupa saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan sangat
membantu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak
terkait.
Surakarta, Maret 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 3
BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................ 4
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 4
1. Ambre (Geranium radula Cavan.)...................................... 4
2. Ekstraksi .............................................................................. 6
3. Partisi ……………………. ………………………………. 7
4. Fraksinasi ……………………. ..... ………………………. 8
5. Uji Toksisitas…………….. ....................................... ……. 9
6. Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)..... ................... 10
7. Artemia salina Leach. ……………………………………. 14
8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ........................................ 20
9. Deteksi Golongan Senyawa ............................................... 22
10. Kromatografi Kolom …………………………………….. 23
B. Kerangka Pemikiran ................................................................... 24
C. Hipotesis…… ............................................................................... 25
BAB III. METODE PENELITIAN................................................................. 26
A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 26
B. Bahan Penelitian........................................................................... 26
C. Alat Penelitian................................................................................ 27
D. Cara Kerja.................. .................................................................. 28
E. Analisis Data................................................................................. 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 37
A. Persiapan Sampel........ ................................................................. 37
B. Pemisahan Komponen Bioaktif.................................................... 37
C. Partisi dan Uji Brine Shrimp Lethality Test (BST) ...................... 41
D. Fraksinasi dan Uji Brine Shrimp Lethality Test (BST) ................ 44
E. Deteksi Golongan Senyawa Fraksi Teraktif ............................... 51
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 60
A. Kesimpulan ................................................................................ 60
B. Saran ............................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61
LAMPIRAN .................................................................................................... 67
RIWAYAT HIDUP PENULIS ....................................................................... 75
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil uji BST bagian larut wash-benzena dan tidak larut wash-
benzena daun Ambre...... .............................................................. .... 43
Tabel 2. Fase gerak yang digunakan dalam fraksinasi bagian larut wash-
benzena daun
Ambre......................................................................... .................. 45
Tabel 3. Hasil uji toksisitas fraksi daun Ambre terhadap A.
Salina.................................................................................... ....... .... 48
Tabel 4. Persamaan regresi linier dan perhitungan nilai LC50-24 jam fraksi
IV hasil fraksinasi dari bagian larut wash-benzena daun
Ambre......................................................................... .................. .... 49
Tabel 5. Hasil KLT kromatogram fraksi IV daun
Ambre......................................................................... .................. .... 54
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Geranium radula Cavan. ........................................................... 5
Gambar 2. Kromatografi Kolom. ................................................................ 9
Gambar 3. Artemia salina Leach ................................................................ 16
Gambar 4. Siklus Hidup Artemia salina Leach .......................................... 19
Gambar 5. Skema alur cara kerja penelitian ............................................... 36
Gambar 6. Kromatogram hasil KLT ekstrak kloroform daun Ambre ........ 40
Gambar 7. Kromatogram hasil KLT Partisi ekstrak kloroform daun
ambre deteksi dengan (A) sinar tampak; (B) UV254; (C)
UV366; (D) serium (IV) sulfat .................................................... 42
Gambar 8. Profil kromatogram masing-masing fraksi hasil fraksinasi
dari partisi larut wash-benzena ekstrak kloroform daun
Ambre dengan deteksi (A) Sinar tampak / visible; (B) Serium
(IV) sulfat; (C) UV254; (D) UV366 ............................................. 46
Gambar 9. Profil kromatogram penggabungan fraksi daun Ambre
dengan deteksi (A) Sinar tampak/ visible, (B) UV254, (C)
UV366, (D) serium (IV) sulfat .................................................... 47
Gambar 10. Kurva regresi linier hasil uji toksisitas fraksi IV hasil
fraksinasi bagian larut wash-benzena daun Ambre terhadap
A. salina replikasi I ................................................................... 49
Gambar 11. Kurva regresi linier hasil uji toksisitas fraksi IV hasil
fraksinasi bagian larut wash-benzena daun Ambre terhadap
A. salina replikasi II .................................................................. 50
Gambar 12. Profil kromatogram fraksi IV daun Ambre dengan berbagai
pereaksi penampak bercak. (A) UV254, (B) UV366, (C)
Vanilin-asam sulfat, (D) Libermann Burchard, (E) Dragendorff,
dan (F) FeCl3 …………………………………………………. 53
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kunci determinasi daun Ambre (Geranium radula Cavan.) ...... 67
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Dosis............ ............................................ .... 68
Lampiran 3. Hasil uji toksisitas partisi larut wash-benzena terhadap
A. salina ……………………………………………….………. 69
Lampiran 4. Hasil uji toksisitas partisi tidak larut wash-benzena terhadap
A. salina....................................................................................... 69
Lampiran 5. Hasil uji toksisitas fraksi I terhadap A. salina …………………. 70
Lampiran 6. Hasil uji toksisitas fraksi II terhadap A.
salina............................ .......................................................... … 70
Lampiran 7. Hasil uji toksisitas fraksi III terhadap A. salina ……..………… 71
Lampiran 8. Hasil uji toksisitas fraksi IV terhadap A.
salina........................... ........................................................... 71
Lampiran 9. Tabel probit berdasarkan persentase
kematian............................ .................................................. 72
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker menempati peringkat tertinggi sebagai penyebab kematian di negara
berkembang (Indrayani et al., 2006). Usaha penyembuhan dengan obat kanker
sintetik umumnya masih relatif mahal dan memiliki efek samping yang besar. Hal
tersebut mendorong dilakukannya pencarian sumber obat baru yang berasal dari
alam sebagai salah satu kandidat yang berkhasiat antikanker.
Indonesia memiliki peluang yang potensial dalam pencarian sumber obat
baru dari bahan alam tersebut. Indrayani et al., (2006) menyatakan bahwa
Indonesia sebagai salah satu negara tropis yang kaya sumber daya hayati,
memiliki sekitar 30.000 spesies tumbuhan, dan kurang lebih 7000 spesies di
antaranya yang baru diketahui sebagai tanaman berkhasiat obat. Diperkirakan
sekitar 76% spesies tanaman di Indonesia belum diketahui manfaat dan
khasiatnya, sehingga berpeluang untuk diteliti lebih lanjut.
Keberadaan senyawa aktif ataupun ekstrak aktif dari bahan alam dapat
diperoleh menggunakan suatu uji aktivitas (bioassay) dimana satu modelnya
adalah metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) (Meyer, et al., 1982 dalam
Wahyuningsih et al., 2008). Sejumlah data eksperimental membuktikan bahwa
skrining toksisitas tanaman menggunakan metode BST menghasilkan senyawa-
senyawa hasil isolasi yang memberikan efek sitotoksik terhadap sel kanker.
Wahyuningsih et al. (2008), melakukan eksplorasi terhadap 140 macam ekstrak
tanaman hutan Kalimantan Tengah yang diuji dengan metode BST, diperoleh 17
ekstrak aktif dengan kematian larva Artemia salina 100% pada konsentrasi
500µg/mL. Penurunan konsentrasi ekstrak sampai 100µg/mL, diperoleh 10
ekstrak yang potensial dikembangkan sebagai sumber senyawa bioaktif. Senyawa
bioaktif yang terkandung dalam ekstrak kloroform Fibraurea chloroleuca dapat
diisolasi menggunakan BST dengan Lethal Concentration 50 (LC50) sebesar
4,5µg/mL
Carballo et al. (2002) melaporkan bahwa terdapat korelasi yang baik antara
metode BST dengan uji sitotoksik menggunakan kultur sel kanker. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Wahyuni dan Rakhmawati
(2008), skrining toksisitas beberapa tanaman di kawasan Tawangmangu Surakarta
menggunakan metode BST menunjukan bahwa ekstrak kloroform dari daun
ambre (Geranium radula Cavan.) memberikan aktivitas toksisitas yang paling
besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai persentase kematian tertinggi berdasarkan
hasil uji BST pada ekstrak kloroform jika dibandingkan dengan keempat tanaman
yang lain (Wahyuni dan Rakhmawati, 2008). Berdasarkan hal tersebut, tanaman
ambre berpotensi sebagai sumber obat baru kandidat antikanker, namun agar
dapat dipertanggungjawabkan, diperlukan penelitian ilmiah lebih lanjut tentang
komponen bioaktif dari tanaman ambre, terutama bagian daunnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik hasil fraksinasi daun
ambre terhadap Artemia salina Leach. dan kandungan kimia fraksi teraktif.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana efek toksik hasil fraksinasi daun ambre (Geranium radula
Cavan.) terhadap Artemia salina Leach.?
2. Bagaimana kandungan kimia fraksi teraktif daun ambre (Geranium radula
Cavan.) ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui efek toksik dari fraksinasi daun ambre (Geranium radula Cavan.)
terhadap Artemia salina Leach.
2. Mengetahui kandungan kimia fraksi teraktif daun ambre (Geranium radula
Cavan.).
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Secara umum diharapkan dapat menambah informasi ilmiah, pengetahuan
serta gambaran kepada penulis dan masyarakat luas terutama dalam
eksplorasi dan penemuan senyawa aktif dari bahan alam.
2. Secara khusus dapat memperoleh fraksi aktif dari hasil fraksinasi daun
ambre dan kandungan kimia fraksi teraktif. Selain itu dapat digunakan
untuk kajian lebih lanjut yang diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam penggunaan dan pengembangan tanaman obat.
3.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ambre (Geranium radula Cavan.)
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Geraniales
Family : Geraniaceae
Genus : Geranium
Spesies : Geranium radula Cavan. (Departemen Kesehatan, 2009)
b. Sinonim : Pelargonium odoratissimum Hort.; Pelargonium roseum
Hort. (Departemen Kesehatan, 2009).
c. Nama Daerah
Nama daerah dari Geranium radula Cavan. adalah ambre (Melayu) dan
daun ambre (Jawa Tengah) (Departemen Kesehatan, 2009).
d. Morfologi Tanaman
Habitus Geranium radula Cavan. perdu, dengan tinggi kurang lebih 1,5
m. Batang dari Geranium radula Cavan. berkayu, berbentuk bulat,
permukaan kasar, berbulu, pada waktu masih muda berwarna hijau setelah tua
berwarna coklat. Daun tunggal, memiliki panjang tangkai 5-12 cm, berambut
kasar, tepi daun bergerigi, ujung daun tumpul, pangkal daun berlekuk,
berambut, pertulangan daun menyirip, panjang kurang lebih 13 cm, lebar
kurang lebih 9 cm, daun muda berwarna hijau muda, setelah tua berwarna
hijau. Bunga memiliki struktur majemuk, bentuk payung, tangkai bunga
panjangnya 5-12 cm, kelopak lepas terdiri dari 5 helai, daun mahkota
berjumlah lima, berbentuk bulat telur, panjangnya 1-5 cm, lebar 5- 7 mm,
benang sari berjumlah sepuluh, pangkal berlekatan, bakal buah 5 ruang,
berwarna merah muda. Buah berupa buah buni, berbentuk kerucut, panjang 5-
6 mm, hijau. Bijinya berukuran kecil dan berwarna putih. Akar Geranium
radula Cavan. berupa akar tunggang dan berwarna coklat muda (Departemen
Kesehatan, 2009).
Adapun gambar dari tanaman ambre dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Geranium radula Cavan. (Departemen Kesehatan, 2009).
e. Kandungan dan Manfaat Ambre
Kandungan kimia pada daun ambre adalah saponin, flavonoida, dan
tannin, di samping mengandung minyak atsiri. Adapun khasiat dari daun
ambre adalah sebagai obat rematik dan bahan baku kosmetika (Departemen
Kesehatan, 2009). Saponin, flavonoida dan tannin telah dilaporkan memiliki
aktivitas antikanker (Zakaria, 2007).
2. Ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan untuk memperoleh komponen bioaktif tumbuhan.
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia dengan
menggunakan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi “like dissolve like” adalah
melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam
pelarut non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai
dengan pelarut non polar (n-heksan), lalu pelarut yang kepolarannya menengah
(diklorometan atau etil asetat), kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol atau
etanol). Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fase
yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair padat. Ekstraksi cair
padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi dan ekstraksi sinambung
(Widjanarko, 2008). Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana
dan banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia.
Simplisia direndam dalam penyari sampai meresap dan melemahkan susunan sel
sehingga zat-zat akan terlarut (Ansel, 1989).
Maserasi dipilih sebagai metode ekstraksi pada penelitian ini. Istilah
maceration berasal dari bahasa latin macerase yang berarti melunakkan. Maserasi
merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan banyak digunakan untuk
menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia halus. Simplisia kering
direndam dalam penyari sampai meresap dan melemahkan susunan sel sehingga
zat-zat akan terlarut. Serbuk simplisia yang akan disari ditempatkan dalam wadah
bermulut besar, ditutup rapat kemudian dikocok berulang-ulang sehingga
memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan serbuk simplisia (Ansel,
1989). Waktu maserasi berbeda-beda, kira-kira 5 hari menurut pengalaman sudah
memadai untuk proses maserasi (Voight, 1994).
3. Partisi
Partisi merupakan proses sorpsi yang analog dengan ekstraksi pelarut
(Rohman, 2007). Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat
terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding
distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini
tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka
banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur
(Svehla, 1990).
Hasil dari partisi yang diperoleh kemudian akan diuji dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis untuk mengetahui pemisahan komponen bioaktifnya
kemudian dilakukan uji bioassay untuk mengidentifikasi komponen aktif dengan
uji toksisitas. Metode bioassay sangat mudah, murah, efisien dan cepat
merupakan pilihan untuk pemisahan dan pemurnian senyawa bahan alam baik
ekstrak kasar maupun dalam fraksi-fraksi senyawa isolasi (Sie et al., 2006).
4. Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses untuk memisahkan golongan kandungan senyawa
yang satu dengan golongan yang lainnya dari suatu ekstrak sebelum dilakukan
kromatografi. Prosedur pemisahan dengan fraksinasi ini didasarkan pada
perbedaan kepolaran kandungan senyawanya (Harborne, 1987). Pemisahan
campuran senyawa ke dalam fraksi-fraksi dapat dilakukan dengan kromatografi
kolom menggunakan fase gerak dan fase diam disesuaikan dengan karakter sari
yang akan dipisahkan.
Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom dapat diproses lebih
lanjut seperti isolasi senyawa ataupun uji aktivitas fraksi. Fraksi-fraksi yang
menunjukkan aktivitas yang diinginkan selanjutnya dapat dimurnikan lagi dengan
KLT preparatif atau kromatografi filtrasi gel dengan fase diam dan fase gerak
yang sesuai. Metode ini dikenal dengan nama Bioassay Guided Fractionation.
Alat kromatografi kolom dapat dilihat pada Gambar 2.
5. Uji Toksisitas
Uji toksisitas merupakan bagian dari toksikologi, adapun toksikologi sendiri
didefinisikan sebagai ilmu tentang aksi berbahaya zat kimia atau mekanisme
biologi tertentu. Setiap zat kimia pada kondisi tertentu mampu menimbulkan
suatu tipe efek atas jaringan biologi, oleh karena itu uji toksikologi merupakan uji
yang menentukan kondisi-kondisi yang dapat menimbulkan efek. Toksisitas
merupakan sifat relatif yang digunakan dalam membandingkan suatu senyawa
dengan senyawa yang lain dengan menunjukkan ke suatu efek berbahaya atas
jaringan biologi tertentu. Bahan yang dapat menyebabkan kerusakan atau
kematian pada sistem biologi disebut sebagai racun. Bahan-bahan tersebut dapat
berasal dari sumber alam atau sintesis (Loomis, 1978).
Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat racun akut jika senyawa tersebut
dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu singkat. Suatu senyawa kimia
disebut bersifat racun kronis jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun
Gambar 2. Kromatografi Kolom (Anonim, 2009)
dalam jangka waktu panjang (karena kontak yang berulang-ulang walaupun dalam
jumlah yang sedikit). Batas toksisitas dapat diukur dalam ukuran LD50 (LD =
Lethal Dose) atau LC50 (LC = Lethal Concentration) (Mansyur, 2002; Ambara,
2007).
Toksisitas adalah suatu ukuran yang menyatakan apakah bahan tertentu
toksik atau tidak. Toksisitas berkaitan dengan efeknya terhadap makhluk hidup
(manusia, bakteri, tanaman, hewan) atau juga terhadap substruktur seperti sel
(cytotoxicity) dan organ (organotoxicity) (Ambara, 2007).
6. Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)
Penelitian untuk menguji efektivitas senyawa antikanker yang paling baik
tentunya adalah dengan menggunakan biakan sel kanker hewan atau mamalia
(golongan mamalia) karena efeknya dapat diamati secara langsung dan langkah
yang diperlukan untuk penerapannya pada pasien tidak terlalu panjang.
Kelemahan metode biakan sel kanker ini adalah pelaksanaannya terlalu rumit
karena memerlukan ruangan dan perlakuan steril serta pengendalian kondisi yang
ketat. Selain itu juga memerlukan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama.
Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang praktis, mudah dan murah untuk
menemukan senyawa antikanker sebagai uji pendahuluan.
Meyer et al., (1982) dalam Wahyuningsih et al., (2008) memperkenalkan
suatu metode uji untuk menentukan suatu senyawa bahan alam dengan cepat dan
murah sebagai penapisan ekstrak tanaman aktif dengan menggunakan hewan uji
A. salina Leach. Uji toksisitas ini dapat diketahui dari jumlah kematian larva A.
salina karena pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam dengan konsentrasi yang
telah ditentukan (McLaughlin et al., 1998). Uji ini dikenal sebagai Brine Shrimp
Lethality Test (BST). Uji toksisitas ini dapat digunakan untuk skrining awal
terhadap senyawa aktif yang diduga berkhasiat sebagai antitumor (Sunarni et al.,
2003). Uji ini seringkali mempunyai korelasi positif dengan potensinya sebagai
antikanker (Anderson et al., 1991).
Pengujian metode BST terhadap beberapa obat antikanker yang telah
digunakan secara klinik antara lain podofilotoksin. Podofilotoksin adalah suatu
metabolit sekunder yang diisolasi dari tumbuhan Podophylum peltatum dan
digunakan sebagai obat antikanker yang mampu memberikan nilai LC50 sebesar
2,40μg/ml pada BST (Cutler and Cutler, 2000). Berdasarkan penelitian Meyer
terhadap jenis Euphorbiaceae, dari 24 jenis yang aktif terhadap 9 PS (sel leukimia
secara in vitro), 14 diantaranya toksik terhadap larva udang laut (Erma et al.,
2004).
Penelitian pada daun ketapang (Terminalia catappa L.) berdasarkan hasil
penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kloroform mengandung senyawa
golongan alkaloid, terpenoid, triterpenoid dan steroid, sedangkan fraksi yang
paling aktif (H) mengandung senyawa golongan terpenoid. Berdasarkan hasil uji
BST menunjukkan bahwa ekstrak kloroform dan fraksi H berpotensi sebagai
antikanker dengan harga LC50 masing-masing sebesar 3,22 ppm dan 10,01 ppm
(Restasari, 2007).
Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif yang telah dilakukan oleh
Rakhmawati (2006) terhadap daun Laban (Vitex pubescens Vahl.) berhasil
menemukan suatu senyawa yang mempunyai kerangka kumarin yang toksik
dengan uji BST ternyata juga toksik terhadap sel mieloma dengan nilai LC50
sebesar 12,73μg/mL.
Rekomendasi BST oleh Carballo et al., (2002) sebagai uji awal skrining
perolehan senyawa bioaktif didasarkan oleh adanya korelasi positif antara
sitotoksik dengan uji BST tersebut. Salah satu obat antikanker yang telah diuji
dengan metode BST diantaranya Adriamisin dengan nilai LC50 Adriamisin
sebesar 0,08µg/mL (Gu et al., 1995).
Hasil uji toksisitas fraksi VI dari fraksinasi fraksi larut etil asetat ekstrak
kloroform daun Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) terhadap A.
salina Leach yang dilakukan oleh Murdiyono (2008) menunjukkan toksisitas
paling tinggi dengan nilai LC50-24 jam = 281,77 μg/ml. Berdasarkan deteksi
kandungan senyawa kimia pada fraksi VI daun Rumput Mutiara juga ditemukan
senyawa ursolic acid yang berpotensi untuk diteliti lebih lanjut ke arah senyawa
antikanker. Penelitian yang telah dilakukan oleh Hsu (1998) menyebutkan bahwa
ursolic acid dan oleanic acid dari H. corymbosa mampu menghambat
pertumbuhan sel hep-2B dan perbesaran tumor sub cutan. Senyawa ursolic acid
mempunyai efek antiproliferatif dan antivirus terhadap sel kanker servik (Yim et
al., 2006)
Sifat sitotoksik dapat diketahui berdasarkan jumlah kematian larva pada
konsentrasi tertentu. Suatu ekstrak dikatakan toksik jika memiliki nilai LC50
(konsentrasi yang mampu membunuh 50% larva udang) kurang dari 1000µg/mL
setelah waktu kontak 24 jam (Meyer et al., 1982 dalam Rakhmawati et al., 2009).
Nilai LC50 merupakan angka yang menunjukkan konsentrasi suatu bahan
yang menyebabkan kematian sebesar 50% dari jumlah hewan uji. Metode BST
diterapkan dengan menentukan nilai LC50 setelah perlakuan 24 jam. Berbagai
metode penelitian dengan metode BST, biasanya dilakukan dengan air laut buatan
sebanyak 5 ml dengan jumlah cuplikan sekitar 50 mg. Melalui metode BST maka
pelaksanaan skrining akan berlangsung relatif cepat dengan biaya yang relatif
murah karena hanya ekstrak atau senyawa yang memang memiliki aktivitas
biologis yang nantinya akan diyakinkan efek antikankernya dengan biakan sel
kanker yang memerlukan penanganan lebih rumit, lama dan biaya relatif mahal
(Dwiatmaka, 2001). Jadi uji toksisitas dengan menggunakan metode BST ini
merupakan uji awal untuk mengetahui apakah senyawa memiliki potensi atau
tidak sebagai antikanker, yang selanjutnya dapat dilakukan uji sitotoksik. Metode
ini memiliki keuntungan, antara lain cepat, murah, sederhana (tidak memerlukan
teknik aseptik), keterulangannya tinggi, untuk melakukannya tidak memerlukan
peralatan khusus dan membutuhkan sampel yang relatif sedikit untuk uji.
7. Artemia salina Leach.
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub Kelas : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Familia : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : A. salina Leach. (Emslie, 2003)
Pada tahun 1778, oleh Linnaeus, Artemia diberi nama Cancer
salinus. Kemudian pada tahun 1819 diubah menjadi Artemia salina oleh
Leach. (Opinion, 2008).
b. Morfologi Telur
Telur A. salina berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan
bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat dan diselubungi oleh
cangkang yang tebal dan kuat (Cholik dan Daulay (1985) dalam Opinion,
2008). Cangkang ini berfungsi untuk melindungi embrio terhadap
pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah
pengapungan (Opinion, 2008).
Cangkang telur A. salina dibagi dalam dua bagian yaitu korion
(bagian luar) dan kutikula embrionik (bagian dalam). Diantara kedua
lapisan tersebut terdapat lapisan ketiga yang dinamakan selaput kutikuler
luar. Korion dibagi lagi dalam dua bagian yaitu lapisan yang paling luar
yang disebut lapisan peripheral (terdiri dari selaput luar dan selaput
kortikal) dan lapisan alveolar yang berada di bawahnya. Kutikula
embrionik dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu lapisan fibriosa dibagian
atas dan selaput kutikuler dalam di bawahnya. Selaput ini merupakan
selaput penetasan yang membungkus embrio.
Diameter telur A. salina berkisar antara 200 – 300μm (0.2-0.3 mm).
Sedangkan berat kering berkisar 3,65μg, yang terdiri dari 2,9μg embrio
dan 0,75μg cangkang (Opinion, 2008).
Apabila telur-telur A. salina yang kering direndam dalam air laut
dengan suhu 25oC, maka akan menetas dalam waktu 24 – 36 jam. Larva
akan keluar dari dalam cangkang yang dikenal dengan nama nauplius.
Dalam perkembangan selanjutnya nauplius akan mengalami 15 kali
perubahan bentuk. Nauplius tingkat I = instar I, tingkat II = instar II,
tingkat III = instar III, demikian seterusnya sampai instar XV. Setelah itu
nauplius berubah menjadi A. salina dewasa (Opinion, 2008).
c. Morfologi Artemia salina dewasa
Panjang tubuh A. salina dewasa umumnya sekitar 8-10 mm bahkan
mencapai 15 mm tergantung lingkungan. Tubuhnya memanjang terdiri
sedikitnya 20 segmen dan dilengkapi kira-kira 10 pasang phyllopodia
pipih, yaitu bagian tubuh yang menyerupai daun dimana bergerak dengan
ritme teratur. A. salina dewasa berwarna putih pucat, merah muda, hijau,
atau transparan dan biasanya hanya hidup beberapa bulan. Memiliki mulut
dan sepasang mata pada antenanya (Emslie, 2003). Morfologi Artemia
salina L. dewasa dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Artemia salina L. (Artemia Reference Center, 2007)
Artemia salina L. termasuk ordo Anostroca, diartikan tidak
bercangkang, dimana diklasifikasikan dalam udang seperti spesies lain
yang tidak memiliki carapac (rangka luar keras sebagai penutup), termasuk
Brachiopoda karena insangnya terletak di luar (Emslie, 2003).
d. Habitat Artemia salina L.
A. salina memiliki resistensi luar biasa pada perubahan dan mampu
hidup pada variasi salinitas air yang luas, dari seawater (2,9-3,5%) sampai
the Great Salt Lake (25-35%), dan masih dapat bertoleransi pada kadar
garam 50% (jenuh). Beberapa A. salina ditemukan di rawa asin hanya
pada pedalaman bukit pasir pantai, dan tidak pernah ditemui di lautan itu
sendiri karena di lautan terlalu banyak predator. A. salina juga mendiami
kolam-kolam evaporasi buatan manusia yang biasa digunakan untuk
mendapatkan garam dari lautan. Insang membantunya agar cocok dengan
kadar garam tinggi dengan absorbsi dan ekskresi ion-ion yang dibutuhkan
dan menghasilkan urin pekat dari glandula maxillaris. Hidup pada variasi
temperatur air yang tinggi pula, dari 6-37°C dengan temperatur optimal
untuk reproduksi pada 25°C (suhu kamar). Keuntungan hidup pada lokasi
kadar garam tinggi yaitu sedikitnya predator namun sumber makanannya
sedikit (Emslie, 2003).
A. salina hidup planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi
(antara 15- 300 per mil). Suhu yang dikehendaki berkisar antara 25-300 C,
oksigen terlarut sekitar 3 mg/l, dan pH antara 7,3–8,4. Sebagai plankton,
A. salina tidak dapat mempertahankan diri terhadap musuh-musuhnya,
karena tidak mempunyai cara maupun alat untuk mempertahankan diri.
Pada perairan yang berkadar garam tinggi para pemangsa umumnya sudah
tidak dapat hidup lagi (Mudjiman, 1995). A. salina merupakan salah satu
komponen penyusun ekosistem laut yang keberadaan sangat penting untuk
perputaran energi dalam rantai makanan, selain itu A. salina juga dapat
digunakan dalam uji laboratorium untuk mendeteksi toksisitas suatu
senyawa dari ekstrak tumbuhan (Kanwar, 2007).
Secara alami, makanan A. salina berupa sisa-sisa jasad hidup yang
hancur, ganggang-ganggang renik, bakteri dan cendawan (ragi laut).
Selama pemeliharaan makanan yang diberikan adalah katul, padi, tepung
beras, tepung terigu, tepung kedelai atau ragi (Mudjiman, 1995).
e. Perkembangan dan Siklus Hidup
A. salina dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan cara
berkembangbiaknya, yaitu jenis biseksual dan jenis partenogenetik. Baik
pada perkembangbiakan secara biseksual maupun partenogenetik,
keduanya dapat terjadi secara ovipar dan ovovivipar. Pada jenis A. salina
ovovivipar yang keluar dari induknya sudah berupa arak atau burayak
yang dinamakan nauplis, jadi sudah langsung hidup sebagai A. salina
muda. Pada cara ovipar, yang keluar dari induknya berupa telur
bercangkang tebal yang dinamakan siste, untuk menjadi nauplis masih
harus melalui proses penetasan terlebih dahulu. Kondisi ovovivipar
biasanya terjadi bila keadaan lingkungan cukup baik, dengan kadar garam
kurang dari 150 per ml dan kandungan O2 nya cukup. Oviparitas terjadi
apabila keadaan lingkungan memburuk, dengan kadar garam lebih dari
150 per mil dan kandungan O2 nya kurang. Telur ini memang dipersiapkan
untuk menghadapi keadaan lingkungan yang buruk, bahkan kering. Bila
keadaan lingkungan baik kembali, telur akan menetas dalam waktu 24-36
jam (Mudjiman, 1995).
A. salina dewasa dapat hidup sampai enam bulanan. Sementara
induk-induk betinanya akan beranak atau bertelur satiap 4-5 hari sekali,
dihasilkan 50-300 telur atau nauplius. Nauplis akan dewasa setelah
berumur 14 hari, dan siap untuk berkembang biak (Mudjiman, 1995).
A. salina diperjualbelikan dalam bentuk telur istirahat yang disebut
kista. Kista ini berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kecoklatan
dengan diameter berkisar 200-300 mikron. Kista yang berkualitas baik
akan menetas sekitar 18-24 jam apabila diinkubasi air yang bersalinitas 5-
70 permil. Ada beberapa tahapan pada proses penetasan A. salina ini yaitu
tahap hidrasi, tahap pecah cangkang dan tahap payung atau tahap
pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang
diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif
bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah tahap pecah cangkang dan
disusul tahap payung yang terjadi beberapa saat sebelum nauplius keluar
dari cangkang (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Siklus hidup A. salina
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Siklus hidup Artemia salina L. (Abatzopoulos et al., 1996 )
f. Perilaku Artemia salina L.
Perilaku A. salina yang fototaksis positif yang berarti menyukai
cahaya, di alam dibuktikan dengan gerakan tubuh menuju ke permukaan
karena matahari sebagai sumber cahaya alami, dimana akan selalu di
permukaan saat siang hari dan tenggelam pada malam hari. Intensitas
cahaya yang terlalu tinggi mengakibatkan respon fototaksis negatif
sehingga ia akan menjauhi. A. salina yang baru menetas punya perilaku
geotaksis positif, terjadi ketika nauplius tenggelam ke bawah setelah
menetas akibat efek gravitasi. Gerakan phyllopodia mendorong makanan
bergerak ke anterior (lokomosi). Gerakan anggota tubuhnya untuk
mendorongnya ke arah sumber makanan (Emslie, 2003).
7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang
memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal), kemudian
pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak) (Widjanarko, 2008).
Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) dan
selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan. Keuntungan
kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa yang sangat berbeda
seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintesis, kompleks organik
dan anorganik serta ion anorganik dalam waktu singkat menggunakan alat yang
tidak terlalu mahal (Widjanarko, 2008).
Metode kromatografi lapis tipis paling cocok diterapkan dalam analisis obat
laboratorium farmasi, dibanding metode-metode yang lain karena metode ini
hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan, waktu penyelesaian
analisis relatif singkat (15-60 menit) dan jumlah cuplikan yang diperlukan sangat
sedikit (kurang lebih 0,1 gram). Disamping itu hasil palsu yang disebabkan oleh
komponen sekunder tidak mungkin terjadi dan penanganannya sederhana.
Pemisahan biasanya berdasarkan atas absorbsi atau penukar ion, hasilnya mudah
untuk dideteksi, meskipun tidak secara langsung. Analisisnya dapat dilakukan
secara kualitatif maupun kuantitatif (Stahl, 1985).
Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa
mikrogram. Kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan kromatografi kertas
adalah dapat digunakan pereaksi asam sulfat pekat yang bersifat korosif,
kelemahannya adalah harga Rf yang tidak tetap (Widjanarko, 2008).
Faktor retardasi (Rf) untuk tiap-tiap kromatogram didefinisikan sebagai
berikut:
Jarak migrasi bercak dari titik awal
Jarak migrasi fase gerak
Nilai Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi lapis tipis. Harga
ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa kromatogram dalam
kondisi konstan dan hasilnya sama jika diulang pada senyawa yang sama dan
kondisi yang sama. Harga Rf suatu senyawa setiap elusi tergantung pada mutu dan
sifat tetap, lapisan adsorbsi, jumlah senyawa yang ditotolkan, suhu ruangan serta
derajat kejenuhan bejana. Angka Rf berjarak antara 0.00 sampai 1,00 dan hanya
ditentukan dua desimal (Stahl, 1985).
Bercak yang terjadi setelah pengembangan dapat dideteksi. Deteksi paling
sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV
gelombang pendek (radiasi utama pada kira-kira 254 nm) atau jika senyawa itu
dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV254 atau UV366 dan deteksi dengan
menggunakan pereaksi kimia untuk mendeteksi kandungan kimia dalam bercak.
Cara yang digunakan untuk mendeteksi senyawa berfluoresensi adalah dengan
dipendarkan pada sinar ultraviolet. Adapun untuk senyawa yang tidak
berfluoresensi, fase diam ditambah indikator fluoresensi. Bercak akan kelihatan
gelap dengan cara penyemprotan. Bercak kemudian dilihat dengan sinar tampak
Rf =
atau lampu ultraviolet. Setelah penyemprotan kadang-kadang diperlukan
pemanasan (Stahl, 1985).
8. Deteksi Golongan Senyawa
Deteksi atau visualisasi golongan senyawa penting sekali dalam analisa
dan preparatif untuk mendapatkan senyawa murni. Penggunaan deteksi yang
sederhana tidak mampu mendeteksi seluruh senyawa yang terdapat pada plat
KLT, sehingga senyawa yang mampu dideteksi relatif sedikit. Deteksi non-
destruktif suatu senyawa yang mungkin terdapat pada plat KLT yaitu
menggunakan deteksi UV, sedang deteksi destruktif dengan mengkontaminasi
senyawa oleh reagen deteksi dikenal sebagai deteksi semprot. Deteksi semprot ini
mampu mendeteksi senyawa yang secara visibel didapati pada plat KLT maupun
yang tidak. Pemanasan diperlukan untuk membantu reaksi warna, hal ini dapat
dilakukan dengan hair dryer atau oven (Cannell, 1998). Reagen deteksi golongan
senyawa yang biasa digunakan antara lain:
i. Serium (IV) sulfat ialah deteksi umum untuk senyawa organik, memberi
noda berwarna coklat gelap (Cannell, 1998).
ii. Liebermen burchad, merupakan semprot golongan senyawa terpenoid,
memberikan noda berwarna merah sampai ungu pada sinar visibel
(Cannell, 1998).
iii. Vanilin asam sulfat, merupakan semprot universal untuk golongan
senyawa terpen dengan memberi warna merah dan biru (Cannell, 1998).
iv. Reagen Dragendorf, merupakan metode tradisional untuk deteksi alkaloid,
memberi bercak warna orange sampai merah. Reaksi positif terjadi pula
pada beberapa senyawa non-alkaloid seperti iridoid dan beberapa senyawa
flavonoid (Cannell, 1998).
v. Anisaldehid, deteksi beberapa senyawa terutama terpen, sugar, fenol, dan
steroid (Cannell, 1998).
vi. FeCl3 dan uap amonia, merupakan deteksi fenolik (Cannell, 1998).
vii. Uap iodium merupakan deteksi senyawa yang memiliki ikatan rangkap,
hasil positif ditandai dengan bercak berwarna kuning-coklat (visibel)
(Fessenden and Fessenden, 1982).
9. Kromatografi Kolom
Pemisahan senyawa pada kromatografi kolom didasarkan pada kelarutan
senyawa yang dipisahkan dalam fase gerak yang digunakan. Fase gerak dengan
gradien polaritas diharapkan dapat memisahkan senyawa-senyawa yang memiliki
polaritas berbeda (Padmawinata, 1995).
Kolom dielusi dengan fase gerak yang cocok, mulai dengan pelarut yang
kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan, kolom dihisap
pada setiap pengumpulan fraksi. Oleh karena itu, kromatografi cair vakum
menggunakan tekanan rendah untuk meningkatkan laju aliran fase gerak
(Padmawinata, 1995).
Pemisahan komponen secara kromatografi kolom dilakukan dalam suatu
kolom yang diisi dengan fase diam dan cairan (pereaksi) sebagai fase gerak untuk
mengetahui banyaknya komponen contoh yang keluar melalui kolom (Adnan
1997). Pengisian kolom dilakukan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk
larutan (slurry), dan partikelnya dibiarkan mengendap (Hayani, 2007).
B. Kerangka Pemikiran
Tanaman ambre (Geranium radula Cavan.) merupakan tanaman yang
memiliki kandungan kimia. Pada bagian daun mengandung saponin, flavonoida,
tannin, dan minyak atsiri. Khasiat daun ambre sebagai obat rematik dan bahan
baku kosmetika (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Wahyuni dan
Rakhmawati (2008), skrining toksisitas beberapa tanaman di kawasan
Tawangmangu Surakarta menggunakan metode BST menunjukan bahwa ekstrak
kloroform dari daun ambre memberikan aktivitas toksisitas yang paling besar
dengan presentase kematian tertinggi jika dibandingkan dengan keempat tanaman
hasil skrining yang lain (Crobo, Pinten, Kemladean, dan Kemangi).
Berdasarkan hal tersebut, daun ambre berpotensi sebagai sumber obat baru
kandidat antikanker. Namun agar dapat dipertanggungjawabkan, diperlukan
penelitian ilmiah lebih lanjut tentang komponen bioaktif dari daun ambre.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efek toksisitas dengan metode Brine
Shrimp Lethality Test (BST) dan mengetahui kandungan kimia fraksi teraktif daun
ambre yang berpotensi antikanker.
Pemisahan komponen bioaktif daun ambre meliputi beberapa tahapan yaitu
ekstraksi dan partisi. Ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan penyari
kloroform. Ekstrak tersebut kemudian dipartisi untuk memperoleh dua bagian,
yaitu bagian yang larut dan bagian yang tidak larut. Selanjutnya dilakukan
fraksinasi untuk mendapatkan fraksi-fraksi. Pengecekan kandungan senyawa
dilakukan dengan kromatografi lapis tipis, dideteksi dengan UV254, UV366, serium
(IV) sulfat dan beberapa pereaksi semprot yang spesifik. Pada tiap tahap
pemisahan dimonitoring dengan KLT untuk mengetahui hasil pemisahan
kandungan kimia dan BST sebagai bioassay guided extraction, partition and
fractionation.
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
1. Komponen fraksi hasil fraksinasi dari daun ambre (Geranium radula Cavan.)
mempunyai efek toksik terhadap Artemia salina Leach.
2. Profil kandungan kimia fraksi teraktif daun ambre (Geranium radula Cavan.)
dapat ditentukan golongan senyawanya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai bulan September 2009.
Kegiatan penelitian dilakukan di Sub Lab.Biologi Laboratorium Pusat Universitas
Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Bahan Penelitian
Pelarut penyari yang digunakan untuk proses pemisahan komponen bioaktif
dalam penelitian ini adalah kloroform. Semua pelarut yang disebutkan selanjutnya
berderajat pro analisis dari E. Merck, kecuali disebutkan lain. Air yang digunakan
adalah aquades.
1. Bahan Utama
Daun ambre (Geranium radula Cavan.) diambil dari B2P2TO2T (Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional)
Tawangmangu pada bulan Juni 2009.
2. Bahan untuk Kromatografi Lapis Tipis
Fase diam yang digunakan yaitu plat silika gel 60 GF254 (E. Merck) dan
fase gerak yang digunakan yaitu etil asetat dan kloroform berderajat pro
analisis dengan perbandingan tertentu. Pereaksi semprot Serium (IV) sulfat dan
beberapa pereaksi semprot spesifik.
3. Bahan untuk Uji Brine Shrimp Lethality Test (BST)
Telur A. salina Leach, air laut dengan kadar garam 5%, suspensi ragi
(Fermipan®) dengan konsentrasi 3 mg/10 mL air laut dan aquades.
4. Bahan untuk Fraksinasi Kromatografi Kolom
Fase diam yang digunakan silika gel 60 GF254 (E. Merck) dan fase gerak
wash-benzena, etil asetat, kloroform dan metanol berderajat teknis.
5. Bahan untuk penentuan golongan senyawa
a. Pereaksi semprot serium (IV) sulfat (pemanasan 110°C, 10-15 menit):
Serium sulfat anhidrat 0,5 g, asam sulfat pekat 1,4 mL, dan aquades 25
mL.
b. Reagent dragendorf: bismuth subnitrat (Bi (NO3)3) 0,17 g, aquades 12 mL,
asam asetat glasial 2 mL, potasium ioda 1,6 g.
c. FeCl3: besi (III) klorida 1 g, asam sulfat 20 mL.
d. Vanilin asam sulfat: vanillin 1 g, asam sulfat 25 mL.
e. Lieberman-burchard: 5 mL asam asetat anhidrat, 5 mL asam sulfat pekat
dan 50 mL etanol absolut.
f. Anisaldehid 20 mL, uap amonia dan uap iodium.
C. Alat Penelitian
1. Alat-alat untuk pemisahan komponen bioaktif
Rotary evaporator (Heidolp vv 2000, Germany), Oven (Memert,
Germany), lampu UV, syringe, gelas beker, pipa kapiler, bejana pengembang
dan alat-alat gelas lainnya.
2. Alat untuk Uji Toksisitas
Mikropipet 10-1000µL, mikropipet 20-250µL, flakon, gelas ukur 50 mL,
vortex, lampu 5 watt, neraca analitik, spatula, pipet tetes, wadah penetasan
telur dengan 2 tipe ruang (terang dan gelap), kipas angin, dan aerator.
3. Alat untuk Kromatografi Lapis Tipis
Bejana pengembang, pipa kapiler, gelas arloji, oven, alat penyemprot
bercak dan lampu UV.
4. Alat untuk Fraksinasi
Alat yang digunakan untuk proses fraksinasi hasil partisi wash-benzena
adalah : gelas beker, flakon, erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, pipet volume,
dragball, corong Buchner, sinterglass (kolom kromatografi), statif, kipas
angin dan alat-alat gelas lainnya.
D. Cara Kerja
1. Persiapan sampel
Sampel yang digunakan adalah daun ambre. Determinasi serta identifikasi
dilakukan di B2P2TO2T (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional) Tawangmangu.
2. Pemisahan komponen bioaktif
Pada penelitian ini untuk memisahkan komponen bioaktif digunakan
ekstraksi dan partisi. Ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan penyari
kloroform.
a. Ekstraksi
1. Serbuk daun ambre dimaserasi menggunakan kloroform selama 24 jam
disertai pengadukan dan maserasi dilakukan hingga 3 kali. Setelah 24 jam,
rendaman disaring dengan kertas saring, ampasnya dipisahkan dan maserat I
yang diperoleh diuapkan menggunakan rotary evaporator dan disimpan di
eksikator.
2. Ampas dimaserasi kembali dengan kloroform seperti cara diatas sehingga
diperoleh maserat II dan III yang telah diuapkan menggunakan rotary
evaporator digabungkan dengan maserat I sehingga diperoleh ekstrak
kloroform ambre.
b. Partisi dan Fraksinasi
1. Ekstrak kloroform yang didapatkan setelah dimonitor KLT kemudian dipartisi
dengan pelarut wash-benzena sehingga dihasilkan dua bagian, yaitu bagian
larut wash-benzena dan bagian tidak larut wash-benzena. Kedua bagian
tersebut diuapkan.
2. Kedua bagian tersebut dimonitor hasil pemisahannya dengan KLT dan
dilakukan uji BST.
3. Bagian yang lebih aktif berdasarkan uji BST difraksinasi sehingga dihasilkan
9 fraksi.
4. Sembilan fraksi dimonitor hasil pemisahannya dengan KLT dan diuji BST.
c. Fraksinasi dengan metode kromatografi kolom
1. Preparasi Sampel
Bagian teraktif hasil partisi dilarutkan dengan kloroform dan dikeringkan
dengan bantuan kipas angin.
2. Persiapan kolom
Silika gel 60 GF254 ditimbang kurang lebih 30 gram dan dimasukkan
sedikit demi sedikit ke dalam sinterglass (kolom kromatografi) sambil diketuk-
ketuk dengan batang pengaduk. Selama pengisian kolom ini, sinterglass
(kolom kromatografi) diketuk-ketuk dengan batang pengaduk. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya cracking dalam pengisian kolom.
Permukaan kolom dibuat serata mungkin. Fase diam yang telah jadi kemudian
dielusi dengan pelarut organik yang kepolarannya paling rendah diantara
pelarut-pelarut yang digunakan sebagai fase gerak untuk memperbaiki
kekompakan kolom sehingga tidak banyak rongga udara dalam kolom.
3. Penyiapan fase gerak
Fase gerak yang digunakan pada sistem kromatografi kolom ini
menggunakan sistem fase bertingkat menurut kepolarannya. Fase gerak dibuat
dengan perbandingan tertentu. Perbandingan antara larutan tersebut tergantung
dari tingkat kepolaran yang diinginkan, yaitu dari pelarut yang mempunyai
tingkat polaritas rendah (nonpolar) ke pelarut dengan tingkat polaritas lebih
tinggi (polar) berturut-turut wash-benzena, kloroform, etil asetat dan metanol
sehingga dihasilkan beberapa fraksi.
(i) Elusi
Sampel ditambahkan ke permukaan fase diam yang telah dibuat
kemudian ditutup dengan kertas saring. Hal ini bertujuan agar permukaan
kolom tidak rusak saat dialiri fase gerak. Selanjutnya dielusi dengan fase
gerak yang sudah disiapkan. Elusi dimulai dari pelarut yang kepolarannya
paling rendah. Fraksi yang terpisah ditampung dalam wadah penampung.
(ii) KLT fraksi-fraksi
Masing-masing fraksi yang diperoleh diuapkan pada cawan
porselen sampai kering Profil kandungan kimia masing-masing fraksi
dimonitor dengan kromatografi lapis tipis. Berdasarkan hasil KLT
tersebut, fraksi-fraksi dengan profil kromatogram yang hampir sama
dijadikan satu fraksi. Fraksi hasil penggabungan selanjutnya diuji dengan
metode BST untuk mengetahui fraksi mana yang paling aktif.
3. Uji toksisitas dengan Metode BST
Suatu senyawa atau ekstrak dikatakan toksik apabila menunjukkan
LC50<1000 µg/ml pada uji dengan BST (Meyer et al., 1982 dalam Rakhmawati et
al., 2009). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pengujian dengan metode
BST dengan konsentrasi 250, 500, dan 1000µg/ml pada masing-masing sampel
uji. Uji dilakukan dengan 3 replikasi, masing-masing replikasi menggunakan 5
flakon untuk tiap konsentrasi demikian juga dengan kontrol.
a. Preparasi Sampel
Semua sampel dibuat larutan stok yaitu dengan cara melarutkan sampel
dalam kloroform. Seri konsentrasi sampel uji dibuat dengan pengambilan
volume sebanyak 125, 250, dan 500µg/ml dari larutan stok menggunakan
mikropipet dan dimasukkan dalam flakon. Pembuatan kontrol uji dilakukan
dengan memasukkan pelarut saja (kloroform) ke dalam flakon. Kontrol
diperlukan untuk mengkoreksi kemungkinan timbulnya efek karena pelarut
yang belum menguap sempurna dan pengaruh lain selain pelarut terhadap
pengujian yang dilakukan. Flakon-flakon yang telah berisi sampel dan kontrol
kemudian diangin-anginkan hingga kering dan tidak berbau pelarut lagi.
b. Penetasan Telur A. salina
Telur A. salina ditetaskan dalam wadah penetas telur dengan dua bagian
ruang bersekat, satu bagian ruang gelap dan yang satu terang. Sekat dibuat
berlubang dengan diameter 2 mm. kemudian air laut tersebut dimasukkan ke
dalam wadah, serta diaerasi menggunakan aerator. Sejumlah telur A. salina
dimasukkan ke dalam satu ruang, kemudian ruang ini ditutup. Sisi yang lain
dibiarkan terbuka dan diberi lampu untuk menarik A. salina yang telah
menetas melalui lubang sekat. Hal ini dilakukan karena A. salina memiliki
sifat fototaksis. Telur A. salina akan menetas setelah kira-kira 24 jam menjadi
larva. Larva yang berumur 48 jam dapat digunakan untuk uji toksisitas
(McLaughlin, 1991).
c. Pengujian Sampel
Flakon berisi sampel yang sudah diuapkan pelarutnya diisi air laut 1 ml,
kemudian divortex kurang lebih selama 1 menit. Sepuluh ekor larva A. salina
umur 48 jam yang sehat (bergerak aktif) dipilih secara acak, dimasukkan ke
dalam flakon yang berisi sampel dengan menggunakan pipet tetes dan
ditambahkan air laut sampai 5 ml. Satu tetes suspensi ragi Saccharomyces
cerevicease (3 mg/10 ml air laut) ditambahkan ke dalamnya sebagai makanan
larva A. salina. Flakon-flakon diletakkan di bawah lampu penerangan selama
24 jam dan dihitung jumlah larva A. salina yang mati (tidak bergerak aktif).
Selanjutnya dihitung persentase larva A. salina yang mati setelah 24 jam,
dibandingkan dengan kontrol dan hasilnya dianalisis untuk menentukan nilai
LC50.
4. Penentuan Golongan Senyawa Fraksi Teraktif
Fraksi teraktif dilarutkan di pelarut yang sesuai untuk dianalisis
kandungan senyawa kimianya dengan metode KLT. Sampel ditotolkan pada
lempeng KLT menggunakan pipa kapiler dengan jarak 1 cm dari bawah plat.
Pengembangan dilakukan dalam bejana pengembang dengan jarak
pengembangan 7 cm menggunakan fase gerak yang sesuai. Hasil KLT
dideteksi dengan sinar UV254 nm dan UV366 nm dan disemprot dengan serium
(IV) sulfat untuk mendeteksi keberadaan senyawa organik secara umum, dan
deteksi spesifik Lieberman-burchad, Dragendorf, FeCl3, dan Vanilin-asam
sulfat. Setelah dilakukan penyemprotan, masing-masing plat dipanaskan
selama 10-15 menit pada suhu 110°C dan kemudian dilakukan penghitungan
Rf.
5. Pembuatan Pereaksi Semprot Deteksi Golongan Senyawa
a. Pereaksi semprot serium (IV) sulfat (pemanasan 110°C, 10-15 menit) :
serium sulfat anhidrat 0,5 g dilarutkan dalam asam sulfat pekat 1,4 mL
kemudian diencerkan dengan menambahkan aquades 25 mL.
b. Reagent Dragendorf: bismuth subnitrat (Bi (NO3)3) 0,17 g dilarutkan
dalam aquades 8 mL dan asam asetat glasial 2 mL, kemudian ditambahkan
potasium ioda 1,6 g yang telah dilarutkan dalam aquades 4 mL.
c. FeCl3: besi (III) klorida 1 g dilarutkan dalam asam sulfat 20 mL.
d. Vanilin-asam sulfat: vanillin 1 g dilarutkan asam sulfat 25 mL.
e. Lieberman-burchad: 5 mL asam asetat anhidrat yang dicampur secara hati-
hati dengan 5 mL asam sulfat pekat kemudian campuran ini ditambahkan
secara hati-hati pula ke dalam 50 mL etanol absolut, setiap pencampuran
zat dilakukan dengan pendinginan.
6. Penentuan Persentase Kematian Larva A. salina
Efek toksik daun ambre terhadap A. salina dianalisis dengan
menghitung persen kematian larva uji setelah 24 jam perlakuan, dengan
menggunakan rumus :
% Kematian = jumlah larva A. salina mati x 100%
jumlah larva uji
E. Analisis data
1. Data persentase kematian larva A. salina digunakan untuk mencari angka probit
melalui tabel dan dibuat persamaan regresi linier :
y = bx + a
dimana : y = angka probit, dan x = log konsentrasi
Berdasarkan persamaan di atas, kemudian dihitung LC50-24 jam hasil fraksinasi
daun ambre dengan memasukkan nilai probit 5 (50% kematian) ke persamaan
tersebut sehingga diperoleh konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian.
Bila ada kematian pada kontrol dapat dikoreksi dengan rumus Abbot‟s yaitu:
% Kematian = jumlah larva A. salina (mati-kontrol) x 100%
jumlah larva uji
Suatu senyawa atau ekstrak dikatakan toksik apabila menunjukkan
LC50<1000 µg/ml pada uji dengan BST (Meyer et al., 1982 dalam
Rakhmawati et al., 2009).
2. Penentuan golongan fraksi komponen kandidat antikanker dideteksi dengan
kromatografi lapis tipis dengan fase gerak dan fase diam yang sesuai serta
pereaksi semprot yang spesifik. Profil kromatografi lapis tipis hasil deteksi
semprot spesifik dianalisis secara kualitatif dengan analisis deskriptif. Skema
alur cara kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
KLT,Uji BST
F I
Gambar 5. Skema alur cara kerja penelitian
Simplisia kering
ambre
Serbuk daun ambre (290 gram)
Maserat yang telah diuapkan
Bagian Larut Wash-benzena
(5,5 gram)
Preparasi
sampel
Efek toksik
LC50 = 776,46μg/ml
Residu/ Ampas
Penentuan Profil Kandungan
Kimia Fraksi Teraktif
Ekstrak Kloroform (11 gram)
Maserasi dengan kloroform
6300 ml selama 24 jam (3x)
Bagian Tidak Larut
Wash-benzena (4,5 gram)
Fraksinasi dengan kromatografi kolom
kolom
KLT, Uji BST
Bagian Larut Wash-benzena sebagai Bagian Teraktif
KLT, Uji BST
Fraksi Teraktif (F IV)
F5
Partisi dengan Wash-benzena
F4 F2 F3 F7 F6 F8 F1 F9
(97 mg)
F II F III F IV
(371 mg) (94 mg) (10 mg)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Sampel
Sampel tumbuhan ambre dideterminasi guna menghindari kesalahan bahan
utama penelitian. Jika terjadi kesalahan bahan utama akan menyesatkan peneliti
yang nantinya akan bekerja dengan sampel yang sama dan menyebabkan
kebingungan dalam literatur ilmiah (Cannell, 1998). Determinasi tumbuhan telah
dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TO-OT) dan diketahui bahwa tumbuhan yang diteliti adalah
Geranium radula Cavan.
B. Pemisahan Komponen Bioaktif
Pemisahan komponen bioaktif daun ambre digunakan metode ekstraksi dan
partisi. Serbuk daun ambre diekstraksi menggunakan metode maserasi yang
merupakan proses penyarian yang sederhana baik cara pengerjaan maupun
peralatan yang digunakan. Maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel uji
dalam cairan. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut akan larut dan karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di
luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam
sel (Hargono, 1986). Perendaman dapat meluruhkan susunan sel sehingga zat aktif
yang terkandung di dalam sampel akan terlarut dalam pelarut.
Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk daun ambre seberat 290 gram
dalam pelarut kloroform (6,3 L). Ekstraksi dengan pelarut kloroform (indeks
polaritas = 4,1) ini dimaksudkan untuk menarik senyawa-senyawa yang bersifat
non polar hingga semi polar yang terkandung dalam daun ambre. Proses maserasi
perlu disertai pengadukan agar terjadi interaksi yang merata antara cairan penyari
dengan seluruh permukaan masing-masing serbuk. Selain itu menurut Cannell
(1998), pengadukan pada proses maserasi ditujukan untuk meningkatkan efisiensi
metode maserasi supaya kejenuhan pelarut terjadi lebih cepat dan maserat yang
diperoleh lebih homogen. Pelarut akan dapat mengalir secara berulang-ulang ke
dalam serbuk halus sehingga memungkinkan adanya interaksi antara pelarut
dengan serbuk. Kejenuhan terjadi apabila tidak ada perbedaan konsentrasi.
Perpindahan pelarut atau zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah
tidak terjadi apabila konsentrasi di dalam dan diluar sel dalam kondisi yang
seimbang. Maserasi dengan kloroform dilakukan hingga 3 kali selama 24 jam,
dengan asumsi bahwa senyawa yang dikehendaki telah terambil dalam rentang
waktu tersebut.
Maserat dipisahkan dengan cara disaring dengan kertas saring. Langkah
selanjutnya maserat yang telah disaring diuapkan dengan rotary evaporator dan
diperoleh ekstrak kloroform sebanyak 11 gram, berwarna hijau tua kehitaman.
Proses pemisahan pada tahap ekstraksi dimonitor profil kandungan senyawa
kimianya dengan KLT, kemudian dilakukan deteksi terhadap keberadaan senyawa
kimia organik secara umum yang ada di dalamnya menggunakan pereaksi semprot
serium (IV) sulfat. Hasilnya terbentuk bercak yang berwarna coklat setelah
pemanasan. Warna coklat yang terbentuk disebabkan karena dalam serium (IV)
sulfat terdapat H2SO4 10% yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor
dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah
yang lebih panjang sehingga noda menjadi tampak oleh mata, bila dipanaskan
bercak pada KLT berubah warnanya menjadi coklat. Deteksi UV digunakan untuk
mengetahui senyawa yang tidak terlihat dengan sinar tampak.
Hasil KLT menunjukkan bahwa ekstrak kloroform dapat terelusi naik
dengan fase gerak kloroform. Hal ini disebabkan ekstrak kloroform merupakan
senyawa nonpolar dan memiliki afinitas yang rendah terhadap plat silika gel
sehingga kemampuan migrasi pelarut untuk memisahkan senyawa berjalan cepat
(Cannell, 1998).
A B C D
Gambar 6. Kromatogram hasil KLT ekstrak kloroform daun ambre
Keterangan :
Deteksi dengan (A) sinar tampak; (B) UV254; (C) UV366; (D) Serium (IV)
Sulfat
Fase diam : Silika Gel GF254
Fase gerak: Kloroform (CHCl3)
Jarak pengembangan : 8 cm
Profil senyawa pada ekstrak kloroform daun ambre hasil KLT dapat
dilihat pada Gambar 6.
Deteksi hasil KLT menggunakan sinar tampak, UV254, UV366, dan serium
(IV) sulfat menunjukan adanya beberapa bercak yang terlihat pada masing-masing
deteksi. Hasil deteksi KLT terdapat 2 bercak yang terlihat dengan sinar tampak,
UV254, UV366, dan serium (IV) sulfat, dan beberapa bercak lainnya yang terlihat
tidak terlalu jelas.
Deteksi kromatogram dengan sinar UV254 (Gambar 6.B) menunjukkan
terjadinya peredaman yang ditandai dengan adanya beberapa bercak yang
berwarna gelap pada latar belakang berfluoresensi hijau yang menunjukan adanya
1
0,75
0
0,25
0,5
Rf
senyawa. Deteksi dengan sinar UV366 (Gambar 6.C) memperlihatkan bercak yang
berfluoresensi dan berwarna biru muda yang menunjukkan bahwa senyawa
tersebut memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang panjang sehingga dapat
berpendar pada penyinaran UV gelombang panjang.
C. Partisi dan Uji Brine Shrimp Lethality Test (BST)
Ekstrak kloroform dipartisi menggunakan pelarut wash-benzena sehingga
dihasilkan dua bagian, yaitu bagian terlarut dan bagian tidak larut wash-benzena.
Partisi ini dimaksudkan untuk menyari senyawa-senyawa yang lebih polar agar
masuk dalam fraksi tidak larut wash-benzena. Pemilihan pelarut wash-benzena
berdasarkan uji pendahuluan yang telah dilakukan dengan berbagai macam
pelarut, seperti n-heksana, kloroform, dan etil asetat. Hasil menunjukkan bahwa
ekstrak kloroform yang dipartisi dengan wash-benzena memberikan profil yang
berbeda (tidak tumpang tindih) antara bagian yang larut dan tidak larut wash-
benzena, dibandingkan dengan tiga pelarut lainnya. Selanjutnya hasil partisi
dipisahkan dengan partisi padat-cair menggunakan alat sentrifugasi dengan
kecepatan 3000-5000 rpm selama 15 menit.
Prinsip metode sentrifugasi yang dilakukan di atas yaitu objek diputar secara
horizontal pada jarak radial dari titik dimana titik tersebut dikenakan gaya. Pada
saat objek diputar, partikel-partikel yang ada akan berpisah dan berpencar sesuai
dengan berat jenis masing-masing partikel. Gaya yang berperan dalam proses
teknik sentrifugasi ini yaitu gaya sentrifugal. Dengan adanya teknik ini, proses
pengendapan suatu bahan akan lebih cepat dan optimum dibandingkan dengan
1 2 1 2 1 2 1 2
A B C D
Gambar 7. Kromatogram hasil KLT Partisi ekstrak kloroform daun ambre
deteksi dengan (A) sinar tampak; (B) UV254; (C) UV366; (D) serium
(IV) sulfat
Fase diam : Silika Gel GF254
Fase gerak: Kloroform (CHCl3)
Keterangan : 1. Larut wash-benzena 2. Tidak larut wash-benzena
menggunakan teknik biasa (manual). Prinsip sentrifugasi ini dapat bekerja secara
optimum jika para pengguna dapat memasukkan nilai RPM dan nilai konsentrasi
yang tepat ke dalam alat sentrifugasi (Putra, 2008).
Tujuan sentrifugasi dalam penelitian ini adalah untuk memisahkan antara
filtrat dan residu dari ekstrak kloroform daun ambre sehingga diperoleh hasil yang
optimal yaitu bagian yang tidak mengendap yang merupakan bagian larut wash-
benzena dan bagian yang mengendap merupakan bagian yang tidak larut wash-
benzena. Setelah diperoleh dua bagian hasil partisi, kemudian dianalisis
menggunakan KLT. Adapun kromatogram hasil partisi dengan wash-benzena
tersaji pada Gambar 7.
Rf
1
0,75
0
0,25
0,5
Deteksi hasil KLT menggunakan sinar tampak, UV254, UV366, dan serium
(IV) sulfat menunjukkan bahwa partisi dengan wash-benzena dapat memisahkan
ekstrak kloroform menjadi dua bagian yang pemisahannya tidak saling tumpang
tindih. Pada kromatogram hasil deteksi UV366, pada bagian larut wash-benzena
terlihat adanya bercak pada Rf 0,53 (Gambar 7 C.1) sedangkan bagian tidak larut
wash-benzena mempunyai bercak pada Rf 0,44 (Gambar 7 C.2). Hal ini
menandakan kedua bagian tersebut mempunyai kandungan senyawa yang
berbeda. Bagian larut wash-benzena dapat terelusi naik oleh fase gerak CHCl3
yang bersifat lebih nonpolar dibandingkan bagian tidak larut wash-benzena.
Tahap selanjutnya kedua bagian hasil partisi diuji dengan BST (Brine
Shrimp Lethality Test). Uji BST terhadap bagian larut wash-benzena dan tidak
larut wash-benzena menggunakan tiga seri konsentrasi larutan uji (250, 500, dan
1000µg/mL) dengan tiga replikasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui persentase
kematian dari kedua partisi. Adapun hasil uji BST bagian larut wash-benzena dan
tidak larut wash-benzena dapat dilihat pada Tabel 1.
Jarak pengembangan : 8 cm
Tabel 1. Hasil uji BST bagian larut wash-benzena dan tidak larut wash-
benzena daun ambre
Sampel uji Konsentrasi
(g/mL)
Rata-rata
%kematian
Bagian larut wash-
benzena
1000 52
500 36
250 17
Bagian tidak larut
wash-benzena
1000 33
500 22
250 11
Kontrol 1000 0
500 0
250 0
Berdasarkan bioassay guided partition menggunakan Brine Shrimp Lethality
Test (BST), bagian larut wash-benzena memberikan persentase kematian yang
lebih besar dari bagian tidak larut wash-benzena (Tabel 1). Hal ini berarti senyawa
teraktif berdasarkan metode BST berada pada bagian larut wash-benzena yang
selanjutnya akan difraksi lebih lanjut.
D. Fraksinasi dan Uji Brine Shrimp Lethality Test (BST)
Bagian larut wash-benzena sebagai bagian aktif selanjutnya difraksinasi
untuk memisahkan kandungan senyawa-senyawa didalamnya berdasarkan
polaritasnya. Fraksinasi dilakukan menggunakan kromatografi kolom yang
bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen senyawa kimia agar lebih
sederhana.
Sampel uji berupa bagian larut wash-benzena (5,9 gram) dari daun ambre
dielusi dengan berbagai perbandingan tertentu dari berbagai pelarut berdasarkan
gradien polaritas, dimulai dari yang nonpolar hingga polar dengan cara menaikkan
tingkat kepolarannya. Fase gerak yang digunakan terdiri dari wash-benzena, etil
asetat, kloroform dan metanol dengan komposisi pelarut seperti terlihat pada
Tabel 2. Eluen yang turun berupa pita-pita warna dengan laju yang berlainan dan
ditampung sebagai fraksi. Fraksinasi dengan kromatografi kolom ini
menghasilkan sembilan fraksi yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Fase gerak yang digunakan dalam fraksinasi bagian larut wash-
benzena daun ambre
Fraksi Fase Gerak
1 Wash Benzena
Wash Benzena : Kloroform (15:1 v/v)
Wash Benzena : Kloroform (10:1 v/v)
Wash Benzena : Kloroform (5:1 v/v)
Wash Benzena : Kloroform (3:1 v/v)
Wash Benzena : Kloroform (1:1 v/v)
2 Wash Benzena : Kloroform (1:3 v/v)
Wash Benzena : Kloroform (1:5 v/v)
Wash Benzena : Kloroform (1:10 v/v)
Kloroform
3 Kloroform : Etil Asetat (10:1 v/v)
Kloroform : Etil Asetat (5:1 v/v)
Kloroform : Etil Asetat (3:1 v/v)
4 Kloroform : Etil Asetat (1:1 v/v)
5 Kloroform : Etil Asetat (1:3 v/v)
6 Kloroform : Etil Asetat (1:5 v/v)
7 Kloroform : Etil Asetat (1:10 v/v)
8 Etil Asetat
9 Metanol
Hasil fraksinasi yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan
KLT. Profil kandungan kimia dideteksi dengan menggunakan sinar UV254 dan
sinar UV366 dan pereaksi semprot serium (IV) sulfat.
Profil KLT masing-masing fraksi hasil fraksinasi dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8. Profil kromatogram masing-masing fraksi hasil fraksinasi dari partisi
larut wash-benzena ekstrak kloroform daun ambre dengan deteksi (A)
Sinar tampak / visible; (B) Serium (IV) sulfat; (C) UV254; (D) UV366
Fase diam : Silika gel 60 GF254
Fase gerak : Kloroform
Jarak pengembangan : 7 cm
Berdasarkan profil kandungan kimia pada gambar di atas, fraksi-fraksi
dengan profil KLT yang hampir sama dijadikan ke dalam satu fraksi dengan
asumsi bahwa fraksi-fraksi tersebut memiliki kandungan senyawa yang hampir
sama. Kesembilan fraksi yang diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi 4
B A C
1,00
0,25
0,5
0,75
D
0
IV III II I
Rf
fraksi yaitu fraksi I (gabungan fraksi 1, 2 dan 3) dengan berat 97 mg , fraksi II
(gabungan fraksi 4, 5 dan 6) dengan berat 371 mg, fraksi III (fraksi 7) dengan
berat 94 mg dan fraksi IV (gabungan fraksi 8 dan 9) dengan berat 10 mg.
Profil KLT hasil penggabungan fraksi-fraksi dapat dilihat pada Gambar 9.
Rf
A B C D
Gambar 9. Profil kromatogram penggabungan fraksi daun ambre dengan deteksi
(A) Sinar tampak/ visible, (B) UV254, (C) UV366, (D) serium (IV)
sulfat
Fase diam : Silika gel 60 GF254
Fase gerak : Kloroform 100%
Jarak pengembangan : 7 cm
Keterangan :
Fraksi 1,2,3 menjadi fraksi I
Fraksi 4,5,6 menjadi fraksi II
Fraksi 7 menjadi fraksi III
Fraksi 8,9 menjadi fraksi IV
0
0,25
0,5
0,75
1
Langkah berikutnya fraksi-fraksi tersebut diuji potensi ketoksikannya
terhadap A. salina untuk mengetahui fraksi mana yang paling toksik. Konsentrasi
sampel yang digunakan adalah 250, 500 dan 1000 μg/ml. Dalam uji ini, hewan uji
yang digunakan adalah A. salina yang berumur 48 jam, yang dinamakan nauplius.
Hasil uji toksisitas masing-masing fraksi dan perhitungan nilai LC50-24jam dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji toksisitas fraksi daun ambre terhadap A. Salina.
Sampel uji Konsentrasi
(g/mL)
Replikasi
(% kematian)
1 2
Fraksi I 250 16 8
500 18 20
1000 32 26 Fraksi II 250 14 22
500 26 36
1000 36 38 Fraksi III 250 26 28
500 34 38
1000 38 46 Fraksi IV 250 30 30
500 40 38
1000 56 54 Kontrol 250 0 0
500 0 0
1000 0 0
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa fraksi yang paling toksik
adalah fraksi IV karena mempunyai nilai persentase kematian terbesar pada semua
seri konsentrasi yang diujikan. Nilai rata-rata persentase kematian fraksi IV yang
peroleh selanjutnya diubah menjadi nilai probit dengan menggunakan tabel probit
(lampiran 9), kemudian dibuat kurva hubungan antara log konsentrasi (x) dan nilai
Data yang menunjukkan persentase kematian yang potensial untuk uji selanjutnya Ket :
probit (y) sehingga diperoleh persamaan garis lurus yang dapat dilihat pada Tabel
4.
Tabel 4.Persamaan regresi linier dan perhitungan nilai LC50-24 jam fraksi IV
hasil fraksinasi dari bagian larut wash-benzena daun Ambre
Replikasi Persamaan regresi linier LC50 (μg/ml)
I
y = 1,113x + 1,786
r2
= 0,983
758,58
II
y = 1,029x + 1,98
r2
= 0,972
794,33
LC50-24jam rata-rata 776,46
Kurva hubungan antara log konsentrasi dan nilai probit larva A. salina
dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
.
y = 1.113x + 1.786
r2 = 0.983
Gambar 10. Kurva regresi linier hasil uji toksisitas fraksi IV hasil fraksinasi
bagian larut wash-benzena daun Ambre terhadap A. salina replikasi
I
Gambar 11. Kurva regresi linier hasil uji toksisitas fraksi IV hasil fraksinasi
bagian larut wash-benzena daun Ambre terhadap A. salina replikasi II
Berdasarkan persamaan garis lurus dari masing-masing replikasi dapat
ditentukan nilai LC50-24 jam dengan cara memasukkan nilai y = 5 ke dalam
persamaan garis lurus, sehingga diperoleh log konsentrasi yang menyebabkan
50% kematian. LC50 menunjukkan konsentrasi yang menyebabkan kematian pada
50% hewan uji. LC50 merupakan indikasi untuk toksisitas senyawa. Harga LC50
yang diperoleh mencerminkan toksisitas bahan terhadap hewan uji. Semakin besar
harga LC50 berarti toksisitasnya semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil harga
LC50 maka semakin besar toksisitasnya.
y = 1.029x + 1.980
r2 = 0.972
Menurut Meyer et al. (1982) dalam Rakhmawati et al. (2009)., senyawa
uji dikatakan toksik jika harga LC50 lebih kecil dari 1000μg/ml. Hasil perhitungan
diperoleh harga LC50-24 jam rata-rata dari kedua replikasi sebesar 776,46μg/ml. Hal
ini menunjukkan bahwa fraksi IV bersifat toksik. Meskipun uji toksisitas dengan
BST tidak dapat secara langsung menggambarkan kemampuan toksiknya terhadap
sel kanker tertentu, namun metode ini sudah banyak dilaporkan bermanfaat untuk
uji skrining senyawa aktif antikanker (Astuti et al., 2005). Hasil penelitian pada
senyawa metabolit sekunder dari Eucheuma alvarezii diketahui bersifat toksik
terhadap A. salina. Nilai LC50 dari ekstrak E. alvarezii yang terlarut dalam
metanol adalah 23,33 ppm dan LC50 dari ekstrak E. alvarezii yang terlarut dalam
kloroform adalah 89,74 ppm. Dari hasil penghitungan LC50 tersebut menunjukkan
bahwa tanaman E. alvarezii dapat berpotensi sebagai antikanker (Nurhayati et al.,
2006). Penelitian awal pada uji sitotoksik ekstrak etanol daun Swietenia mahagoni
dengan uji BST menunjukkan nilai LC50 sebesar 6,61μg/ml dan berpotensi
sebagai kandidat antikanker (Akbar et al., 2009).
E. Deteksi Golongan Senyawa Kimia Fraksi Teraktif
Golongan senyawa yang terkandung dalam fraksi teraktif (fraksi IV)
kemudian dianalisis menggunakan metode KLT dengan beberapa pereaksi
penampak bercak. Deteksi menggunakan sinar UV254, sinar UV366 dan beberapa
pereaksi penampak bercak, yaitu Dragendorff, Vanilin-asam sulfat (Vanilin
H2SO4), FeCl3 dan Liebermann Burchard.
Pereaksi semprot yang digunakan diantaranya FeCl3 untuk mendeteksi
senyawa golongan fenol dengan respon positif ditunjukkan dengan adanya
perubahan warna hijau sampai kelabu (Nurhayati et al., 2009). Vanilin H2SO4
untuk mendeteksi keberadaan senyawa terpenoid dengan respon positif
ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru sampai ungu
(Sulistijowati dan Gunawan, 2001). Deteksi dengan pereaksi semprot Lieberman
Burchard akan menunjukkan warna merah atau merah muda yang menandakan
hasil positif untuk senyawa terpenoid dan terbentuknya warna biru atau hijau
untuk hasil positif senyawa steroid (Lenny, 2006).
Profil KLT hasil fraksi IV hasil fraksinasi daun Ambre dengan berbagai
deteksi penampak bercak dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Profil kromatogram fraksi IV daun Ambre dengan berbagai pereaksi
penampak bercak. (A) UV254, (B) UV366, (C) Vanilin-asam sulfat,
(D) Libermann Burchard, (E) Dragendorff, dan (F) FeCl3
Fase diam : Silika gel 60 GF254
Fase gerak : kloroform:etil asetat 1:3 (v/v)
Jarak pengembangan : 7 cm
A B
F D E
C
Rf
0
0,25
0,5
0,75
1
Rf
0
0,25
0,5
0,75
1
Hasil deteksi bercak pada kromatogram menggunakan deteksi sinar
tampak, sinar UV dan pereaksi semprot spesifik pada fraksi IV daun Ambre
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil KLT kromatogram fraksi IV daun Ambre
Rf Penampakan Bercak
UV254 UV366 VA LB DD Fe Cl3
0,16 - - ungu - - -
0,44 - - ungu - - Biru
0,58 - - - - - Biru
0,68 peredaman berpendar - - - -
0,85 - - ungu - - -
Keterangan :
1. VA = Vanilin – asam sulfat
2. LB = Lieberman-Burchard
3. DD = Dragendorff
Hasil KLT menunjukkan bahwa hasil deteksi dengan sinar UV254 (Gambar
12.A) memperlihatkan terjadinya peredaman yang ditandai dengan adanya
beberapa bercak yang berwarna gelap berlatar belakang fluoresensi hijau.
Peredaman yang terjadi pada UV254 ini menunjukkan adanya suatu senyawa.
Deteksi dengan sinar UV366 (Gambar 12.B) memperlihatkan adanya bercak yang
berfluoresensi. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki ikatan
rangkap terkonjugasi yang panjang sehingga dapat berpendar pada penyinaran
dengan UV gelombang panjang.
Adapun untuk mengetahui jenis golongan senyawa secara spesifik, maka
dilakukan deteksi dengan menggunakan pereaksi penampak bercak yang spesifik,
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Alkaloid
Pelarut pengembang yang digunakan pada KLT untuk analisis alkaloid
adalah kloroform : etil asetat (1:3 (v/v)). Plat disemprot dengan pereaksi
Dragendorff dan kemudian dikeringkan dengan suhu 110 °C selama 10 menit.
Hasil kromatogram tidak menunjukkan adanya bercak berwarna coklat jingga
(Gambar 12.E). Alkaloid dan basa nitrogen akan menunjukkan bercak berwarna
coklat jingga berlatar belakang kuning setelah disemprot dengan pereaksi
Dragendorff (Santosa, 2005). Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa di dalam fraksi IV daun Ambre tidak terdapat senyawa
golongan alkaloid.
2. Pemeriksaan Fenolik
Hasil deteksi dengan pereaksi semprot FeCl3 menunjukkan hasil yang
positif ditandai dengan perubahan warna totolan sampel fraksi menjadi biru,
dengan Rf 0,44 dan 0,58 (Gambar 12.F), yang menunjukkan bahwa kandungan
senyawa dalam fraksi IV daun Ambre terdapat golongan senyawa fenolik.
Pereaksi semprot FeCl3 merupakan cara klasik deteksi senyawa fenol sederhana
yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat, tetapi
kebanyakan fenol (terutama flavonoid) dapat dideteksi pada kromatogram
berdasarkan warnanya atau fluoresensinya di bawah lampu UV, warnanya
diperkuat atau berubah bila diuapi amonia. Senyawa fenol merupakan senyawa
aromatik sehingga menunjukkan serapan kuat di daerah spektrum UV (Harborne,
1987). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12.B, dimana pada spektrum UV366
tampak bercak biru sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam fraksi IV terdapat
senyawa golongan fenolik.
3. Pemeriksaan Terpenoid
Pelarut pengembang yang digunakan pada KLT untuk analisis terpenoid
adalah kloroform : etil asetat (1:3 (v/v)). Pemeriksaan terpenoid dilakukan dengan
menggunakan Vanilin-asam sulfat. Plat disemprot yang dengan pereaksi tersebut
kemudian dikeringkan dengan suhu 110 °C selama 10 menit. Pemeriksaan
terpenoid menggunakan pereaksi Vanilin-asam sulfat, bila terdapat terpenoid
maka akan menunjukkan bercak berwarna antara biru sampai ungu (Sulistijowati
dan Gunawan, 2001). Pada hasil kromatogram menunjukkan adanya bercak
berwarna ungu pada Rf 0,16; 0,44; dan 0,85 (Gambar 12.C), sehingga dapat
disimpulkan bahwa fraksi IV mengandung senyawa terpenoid.
Deteksi senyawa dengan pereaksi Liebermen-Burchad digunakan untuk
mendeteksi keberadaan senyawa triterpenoid (steroid) dengan hasil positif warna
kuning jingga. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan tidak adanya perubahan
warna menjadi kuning jingga (Gambar 12.D). Hal ini memberikan hasil yang
negatif, sehingga fraksi IV tersebut tidak mengandung senyawa triterpenoid
(steroid).
Hasil pemeriksaan fenolik dengan pereaksi semprot FeCl3 dan
pemeriksaan terpenoid dengan Vanilin-asam sulfat menunjukkan hasil yang
positif. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa fraksi IV
mengandung senyawa terpenoid dan fenolik.
Hasil penelitian efek toksisitas komponen bioaktif daun Lobak (Raphanus
sativus Landra. var. hortensis Back.) menunjukkan fraksi tidak larut asetonitril
mempunyai efek toksisitas tertinggi terhadap A. salina dengan nilai LC50-24 jam
sebesar 90,54 µg/mL. Senyawa toksik yang terdapat dalam fraksi tidak larut
asetonitril daun Lobak yang diduga ikut bertanggungjawab menyebabkan
kematian larva Artemia salina Leach. adalah golongan senyawa fenolik
(Khoiriyah, 2009). Senyawa fenolik dilaporkan mempunyai sejumlah aktifitas
biologis termasuk antioksidan. Menurut Zhai (1998) dalam Meiyanto et al. (2007)
terdapat hubungan antara proses terjadinya kanker (karsinogenesis) dengan
senyawa antioksidan yang erat kaitannya dengan kerusakan oksidatif DNA.
Dengan menekan reaksi oksidatif radikal bebas, kerusakan mitokondria sebagai
organel penyedia energi dalam sel dapat dicegah. Antioksidan dapat melindungi
disfungsi mitokondria dan gangguan lain yang dapat menyebabkan penyakit lain
(Poon et al., 2004).
Hasil uji toksisitas fraksi VI dari fraksinasi fraksi larut etil asetat ekstrak
kloroform daun Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) menunjukkan
toksisitas paling tinggi terhadap A. salina Leach dengan nilai LC50-24 jam = 281,77
μg/ml dan berpotensi untuk diteliti lebih lanjut ke arah senyawa antikanker. Pada
fraksi VI tersebut ditemukan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, terpenoid dan
senyawa Ursolic acid (Murdiyono, 2008). Senyawa Ursolic acid termasuk dalam
golongan senyawa triterpenoid. Senyawa Ursolic acid mempunyai efek
antiproliferatif dan antivirus terhadap sel kanker servik (Yim et al., 2006), selain
itu ursolic acid dan 2alpha-hydroxyursolic acid dapat menghambat aktivitas
pertumbuhan empat sel tumor yaitu HL-60, BGC, Bel-7402 dan Hela (Ma et al.,
2005).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Moulisha et al. (2009) pada hasil
isolasi dari buah Dregea volubilis ditemukan kandungan senyawa taraxeron yang
termasuk golongan senyawa triterpenoid. Senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas antikanker pada sel leukimia K 562. Sun et al. (2007) menemukan
adanya senyawa Cimicifoetisida A dan B dari rhizoma Cimicifunga foetida yang
merupakan senyawa golongan triterpenoid. Hasil uji sitotoksisitas yang dilakukan,
menunjukkan bahwa dua senyawa golongan triterpenoid tersebut dapat
menghambat proliferasi sel kanker, yaitu EAC (Ehrlich Ascites Carcinoma) dan
MDA-MB-A231 (sel kanker payudara).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wu et al. (2004) menunjukkan
sebagian besar kandungan bioaktif dari genus tanaman Aristolocha adalah
golongan senyawa terpenoid. Pada tanaman Aristolocha indica memiliki
kandungan senyawa bioaktif diantaranya (S)-Linalool dan α-terpinolene yang
merupakan golongan monoterpenoid, serta α-humulene dan β-caryophyllene yang
merupakan golongan sesquiterpenoid. Hasil uji pada tanaman Aristolocha indica
menunjukkan adanya aktivitas antitumor dan diduga senyawa bioaktif dari kedua
golongan terpenoid inilah yang bertanggung jawab.
Pemeriksaan beberapa golongan senyawa dari penelitian ini menunjukkan
bahwa dalam fraksi IV daun ambre mengandung senyawa terpenoid dan fenolik.
Kedua senyawa yang berhasil dideteksi tersebut dapat dikatakan sebagai golongan
senyawa yang ikut bertanggung jawab terhadap kematian A. salina dan diduga
merupakan senyawa yang dapat berpotensi sebagai antikanker. Namun tidak
menutup kemungkinan ada golongan senyawa lain yang ikut bertanggung jawab
terhadap efek toksik A. salina yang belum terdeteksi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan teknik purifikasi
(pemurnian) seperti KLT preparatif atau kromatografi filtrasi gel dengan fase
diam dan fase gerak tertentu serta atau purifikasi dengan alat Gas
Chromatography (kromatografi gas). Penggunaan kromatografi sangat membantu
dalam pendeteksian senyawa metabolit sekunder dan dapat dijadikan patokan
untuk proses pengerjaan berikutnya dalam penentuan struktur senyawa. Metode
identifikasi dan elusidasi struktur senyawa kimia dapat dilakukan dengan
menggunakan alat Spektrofotometer Inframerah (IR), Spektrofotometer Resonansi
Magnetik Inti „H („H NMR) dan Spektroskopi Massa (Lenny, 2006).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Hasil uji toksisitas fraksi IV dari hasil fraksinasi dari partisi larut wash-
benzena ekstrak kloroform daun ambre menunjukkan toksisitas paling
tinggi terhadap A. salina Leach dengan nilai LC50-24 jam = 776,46μg/ml dan
berpotensi untuk diteliti lebih lanjut ke arah senyawa antikanker.
2. Pada fraksi IV daun ambre ditemukan senyawa golongan terpenoid (Rf =
0,16; 0,44; 0,85) dan fenolik (Rf = 0,44; 0,58) yang diduga merupakan
senyawa yang berpotensi sebagai antikanker.
B. Saran
Perlu dilakukan isolasi lebih lanjut terhadap fraksi IV untuk mendapatkan
senyawa yang paling toksik terhadap A. salina Leach dan uji sitotoksisitasnya dan
identifikasi struktur senyawa kimianya.
DAFTAR PUSTAKA
Abatzopoulus, Th.J., J.A., J.S. Clegg, and P. Sargeloos. 1996. Biology of Aquatic
Organism : Artemia-Bassic and Applied Biology.
http://www.captain.at/artemia/ [25 April 2009].
Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit
Andi, Yogyakarta. hlm. 27-58.
Ambara. 2007. Toksisitas Senyawa Kimia.
http://id.wordpress.com/ToksisitasSenyawaKimia/Kimia Biologi.htm. [26
April 2009].
Anderson, J.E., C.M. Goetz, J.L. McLaughlin, and M. Suffness. 1991. A Blind
Comparison of Simple Bench-top Bioassays And Human Tumour Cell
Cytotoxicities as Antitumor Prescreens. Phytochemistry Analysis. (2):
107-111.
Anonim. 2009. Prosedur Penggunaan Kromatografi Kolom.
http://www.wfu.edu/academics/chemistry/courses/CC/index.htm [17
Februari 2010].
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Edisi IV. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Artemia Reference Center. 2007. Artemia salina - Brine Shrimp - Ses Monkeys.
http://www.aquaculture.ugent.be/coursmat/artbiol/arc.htm. [26 April
2009].
Astuti, P., S.Utami, T. Pratiwi, T. Hertiani, G. Alam , A.Tahir dan S.Wahyono.
2005 Antimicrobial Activity Screening of Marine Sponges Extracts
Colected from Barang Lomposea. Journal of Traditional Medicine. (10):
32.
Cannell, R. J.P. (Ed), 1998, How to approach the isolation of a natural product. In
R.J. P. Cannell (Ed.). Methods in Biotechnology. Vol. 4: Natural Products
Isolation, Humana, Totowa, NJ, pp. 1–51.
Carballo, J.L., Z.L.H. Inda, P. Perez, M.D.G. Gravalos. 2002. A Comparison
Between Two Brine Shrimp Assays to Detect In Vitro Cytotoxicity in
Marine Natural Products. Biotechnology. 2 (17) : 1-5.
Cutler, S.J. and H.G. Cutler. 2000. Biologically Active Natural Product:
Pharmaceutical. CRC Press.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Artikel/ttg tanaman obat/depkes/buku/1-134.pdf
[April 2009].
Dwiatmaka, Y. 2001. Identifikasi Simplek dan Toksisitas Akut Secara BST
Ekstrak Kulit Batang Pule (Alstonia scholaris). Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Emslie, S. 2003. Artemia salina- Brine Shrimp - Ses Monkeys.
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Artemia
_salina.html. [29 April 2009].
Erma, N., T. Sumdari, A.K. Susanti, D.R.O. Palupi, Isnaeni, dan Sukardiman.
2004. Kajian Pendahuluan Uji Toksisitas Ekstrak Air Miselia dan Tubuh
Buah Jamur Shiitake (Lentinus edodes) dengan Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BST). Berkala Penelitian Hayati. (10) : 13-18.
Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden. 1982. Kimia Organik diterjemahkan oleh A.H
Pudjaatmaka Edisi Ketiga Jilid I. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Gu, Z.M., Zeng, L., Schwedler, J.T., Wood, K.V., and McLaughlin, J.L. 1995.
New Bioactive Adjacent bis-THF Annonaceous Acetogenins from Annona
bullata. Phytochemistry 40.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia edisi II. ITB Press, Bandung.
Hargono, D., Farouq, Sutarno, S., Pramono, S., Rahayu, T.R., Tanuatmadja, U.S.,
dan Sumarsono. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Hayani, E. 2007. Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara
Kromatografi Kolom. Buletin Teknik Pertanian. Vol. 12 No. 1.
Hsu, H.Y. 1998. Tumor Inhibition by Several Component Extracted from
Hedyotis corymbosa and Hedyotis diffusa. Cancer Detection and
Prevention (1): 22-28
Indrayani, L., H. Soetjipto, dan L. Sihasale. 2006. Skrining Fitokimia dan Uji
Toksisitas Ekstrak Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl)
Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. Berkala Penelitian Hayati.
(12): 57-61.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton: Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut, Cetakan I.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Kanwar, A. S. 2007. Brine Shrimp (Artemia salina) a Marine Animal for Simple
and Rapid Biological Assays. Chinese Clinical Medicine. 2 (4): 35-42.
Khoiriyah, Y. N. 2009. Efek Toksisitas Komponen Bioaktif Daun Lobak
(Raphanus sativus Landra. var. hortensis Back.) dengan Metode Brine
Shrimp Lethality Test sebagai Kandidat Antikanker dan Profil
Kromatografi Lapisnya [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Lenny, S. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding
Merah (Gruptophyllum pictum L. Griff) dengan Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BST). [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara, Sumatera.
Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar, diterjemahkan oleh Donatus. Fakultas
Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. hal.52-79.
Ma CM., Cai, SQ., Cui, JR., Wang, RQ., Tu, PF., Hattori, M., and Daneshtalab,
M., 2005. The Cytotoxic activity of Ursolic Acid Derivated. Eur. J. Med.
Chem. 40 (06): 582-589
Mansyur. 2002. Toxicology Predictive Toxicology Membran-Cell. USU Digital
Library, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
McLaughlin, J.L. 1991. Crown Gall Tumours on Potato Disc and Brine Shrimp
Lethality: Two Simple Bioassay for Higher Plant Screening and
Fractination. Methods in Plants Biochemistry. 6 (1): 1-30.
McLaughlin, J.L., L.L. Rogers, and J.E. Anderson. 1998. The Use of Biological
Assays to Evaluate Botanicals. Drug Information Journal 32: 513-524.
Meiyanto, E., Susilowati, S., Murwanti, R., dan Sugiyanto. 2007. Efek
Kemopreventif Ekstrak Etanolik Gynura procumbens (Lour) Merr. Pada
Karsinogenesis Kanker Payudara Tikus. Majalah Farmasi Indonesia. 18
(3).
Moulisha, B., M. N. Bikash, P. Partha, G. A. Kumar, B.Sukdeb, and H. P. Kanti.
2009. In vitro Anti-Leishmanial and Anti-Tumour Activities of a
Pentacyclic Triterpenoid Compound Isolated from the Fruits of Dregea
volubilis Benth Asclepiadaceae. Tropical Journal of Pharmaceutical
Research. 8 (2): 127-131
Mudjiman, A,. 1995. Makanan Ikan. PT. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Murdiyono, T. 2008. Uji Toksisitas Hasil Fraksinasi Daun Rumput Mutiara
(Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) Terhadap Artemia salina Leach. dan
Profil Kandungan Kimia Fraksi Teraktif [Skripsi]. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Mursyidi, A. 1984. Statistika Farmasi dan Biologi. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Nurhayati, A.P.D., N. Abdulgani, dan R. Febrianto. 2006. Uji Toksisitas Ekstrak
Eucheuma Alvarezii terhadap Artemia salina sebagai Studi Pendahuluan
Potensi Antikanker. Akta Kimindo. (2) : 41– 46.
Nurhayati, N. E. Fachriyah dan D. Kusrini. 2009. Isolasi, Identifikasi dan Uji
Toksisitas Senyawa Flavonoid Trak Etil Asetat Rimpang Lengkuas Merah
(Alpinia galanga L. Wild). Kimia Organik. Jurusan Kimia Universitas
Diponegoro, Semarang.
Opinion. 15 Januari 2008. Artemia, Pakan Alami Berkualitas untuk Ikan dan
Udang. http://www.opinion.com/ [23 April 2009]
Padmawinata, K. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Poon, H.F., Calabrese, V., D.A. Butterfield. 2004. Free Radicals and Brain Aging.
Clinical Geriatri Medical. (20) : 329-359
Putra, I. 2008. Artikel Ilmiah : Sentrifugasi, Metode Terpenting dalam Penelitian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rakhmawati, R., 2006. Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Bioaktif Daun
Laban (Vitex pubescens Vahl.) Asal Kawasan Hutan Kalimantan Barat.
Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rakhmawati, R., E. Anggarwulan, dan E. Retnaningtyas. 2009. Potency of Lobak
Leaves (Raphanus sativus L. var. hortensis Back) as Anticancer and
Antimicrobial Candidates. Biodiversitas 10 (3) : 158-162.
Restasari, A. 2007. Isolasi dan Identifikasi Fraksi Teraktif dari Ekstrak Kloroform
Daun Ketapang (Terminalia catappa Linn). Kimia Organik. Laboratorium
Kimia Organik Jurusan Kimia Universitas Diponegoro Semarang.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Jakarta.
Santosa, C.M., T. Hertiani. 2005. Kandungan Senyawa Kimia dan Efek Ekstrak
Air Daun Bangun-bangun (Coleus amboinicus, L.) pada Aktivitas
Fagositosis Netrofil Tikus Putih (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi
Indonesia. 16 (3) : 141 – 148.
Sastrohamidjojo, H. 1991. Kromatografi. Liberti, Yogyakarta.
Sie, W., G. Yosua, T. Rong, K. Milosh, Y. Raymond , and Y. Yulong. 2006.
Bioassay Guided Purification and Identification of Antimicrobial
Component in Chinese Green Tea Extract. Journal of Chromatography.
1125 (2) : 204-210.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro. Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
Sulistijowati, A., dan Gunawan, D. 2001. Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan
(Tithonia diversifolia) terhadap Candida albicans serta Profil
Kromatografinya. Cermin Dunia Kedokteran. (130): 32-36.
Sun, L., C. Qing, Y. Zhang, S. Jia, Z. Li, S. Pei, M. Qiu, M. L. Gross, and S. X.
Qiu. 2007. Cimicifoetisides Glycosides from The Rhizomes of Cimicifuga
foetida, Inhibit Proliferation of Cancer Cells. Beilstein Journal of
Chemistry. (3) : No. 3.
Sunarni, Iskamto dan Suhartinah. 2003. Uji Toksisitas dan Anti Infeksi Ekstrak
Etanol Buah Brucea sumatrana Roxb. terhadap Larva Udang Artemia
salina Leach dan Staphylococcus aereus. BioSmart 5 (4): 65-67.
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro.
PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V, diterjemahkan oleh
Soendani, Soewardji. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahyuni, D.S.C dan R. Rakhmawati. 2008. Skrining Toksisitas Beberapa
Tanaman di Kawasan Tawangmangu Surakarta dan Profil Kandungan
Kimianya. Laporan Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Wahyuningsih, M.S.H., S. Wahyuono, D. Santoso, J. Setiadi, Soekotjo, S.M.
Widiastuti, R. Rakhmawati, dan D.S.C. Wahyuni. 2008. Eksplorasi
Tumbuhan Dari Hutan Kalimantan Tengah Sebagai Sumber Senyawa
Bioaktif. Biodiversitas. 9 (3):169-172.
Widjanarko, S. 2008. Fitokimia Herba Konyal.
http://simonbwidjanarko.files.wordpress.com/2008/07/fitokimia-herba-
konyal.pdf . [22 April 2009].
Wu, T. 2004. A. G. Damu, C. Rensu. And P. C. Kuo. 2004. Terpenoids of
Aristolochia and their Biological Activities. Natural Product. Departement
of Chemistry National Cheng Kung University, Tainan, Taiwan. (21) : 594
– 624.
Yim, E.K., Lee, M.J., Lee, K.H., Um, S.J., and Park, J.S. 2006. Antiproliferatif
and Antiviral Mechanism of Ursolic Acid and Dexamethasone in Cervical
Carcinoma Cell Line. International Journal of Gynecological Cancer (16)
: 2023-2031.
Zakaria, Z. A. 2007. Free Radical Scavenging Activity of Some Plants Available
in Malaysia. Pharmacology and Therapeutics. 5 (1): 87-91.
Lampiran 1. Kunci determinasi daun Ambre (Geranium radula Cavan.)
Nama : Geranium radula Cavan.
Suku : Geraniaceae
Hasil determinasi menurut C. A. Backer (1968) :
1b_2b_3b_4b_12b_13b_14b_17b_18b_19b_20b_21b_22b_23b_24b_25b_
26b_27a_28b_29b_30b_31a_32a_33a_34a_35a_36d_37b_38b_39b_41b_
42b_44b_45a_______________________________________52.
Geraniaceae
1a_2a______________________________________________1.
Geranium
1a_2a______________________________________Geranium radula
Cavan.
(Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional).
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Dosis
Stok = 50 mg/5ml = 10mg/ml = 10000 µg/ 1000 µl
1. Kadar dosis 1000 µg/ ml 1000 µg/ 1000 µl
V1x M1 = V2 x M2
1000 µl x 1000 µg = V2 x 10000 µg
V2 = 100 µl untuk 1 ml air laut
Untuk 5 ml air laut ( ad 5 ml air laut), maka
100 µl x 5 = 500 µl (untuk 1 flakon)
2. Kadar dosis 500 µg/ ml 500 µg/ 1000 µl
V1x M1 = V2 x M2
1000 µl x 500 µg = V2 x 10000 µg
V2 = 50 µl untuk 1 ml air laut
Untuk 5 ml air laut ( ad 5 ml air laut), maka
50 µl x 5 = 250 µl (untuk 1 flakon)
3. Kadar dosis 100 µg/ ml 100 µg/ 1000 µl
V1x M1 = V2 x M2
1000 µl x 100 µg = V2 x 10000 µg
V2 = 10 µl untuk 1 ml air laut
Untuk 5 ml air laut ( ad 5 ml air laut), maka
10 µl x 5 = 50 µl (untuk 1 flakon)
Lampiran 3. Hasil uji toksisitas partisi larut wash-benzena terhadap A.
salina
Replikasi I
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 2 3 3 2 2 24
500 4 3 3 2 3 30
1000 5 4 5 5 6 50
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Replikasi II
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 2 0 1 2 2 14
500 5 2 3 6 5 42
1000 4 7 4 5 7 54
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Lampiran 4. Hasil uji toksisitas partisi tidak larut wash-benzena terhadap A.
salina
Replikasi I
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 3 1 1 0 2 14
500 3 1 2 3 3 24
1000 3 3 4 4 2 32
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Replikasi II
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 0 1 2 0 1 8
500 2 2 2 2 2 20
1000 3 4 4 3 3 34
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Keterangan : Angka I-V dalam tabel menunjukkan nomor flakon
Lampiran 5. Hasil uji toksisitas fraksi I terhadap A. salina Replikasi I
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 0 1 2 2 3 16
500 0 2 2 2 3 18
1000 2 2 3 4 5 32
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Replikasi II
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 0 0 1 1 2 8
500 1 2 2 2 3 20
1000 2 2 3 3 3 26
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Keterangan : Angka I-V dalam tabel menunjukkan nomor flakon
Lampiran 6. Hasil uji toksisitas fraksi II terhadap A. salina
Replikasi I
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 0 1 2 2 2 14
500 2 2 3 3 3 26
1000 3 3 4 4 4 36
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Replikasi II
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 2 2 2 2 3 22
500 3 3 4 4 4 36
1000 3 4 4 4 4 38
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Keterangan : Angka I-V dalam tabel menunjukkan nomor flakon
Lampiran 7. Hasil uji toksisitas fraksi III terhadap A. salina
Replikasi I
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 2 2 3 3 3 26
500 3 3 3 4 4 34
1000 3 3 4 4 5 38
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Replikasi II
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 2 3 3 3 3 28
500 3 3 4 4 5 38
1000 3 4 5 5 6 46
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Keterangan : Angka I-V dalam tabel menunjukkan nomor flakon
Lampiran 8. Hasil uji toksisitas fraksi IV terhadap A. salina
Replikasi I
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 2 3 3 3 4 30
500 3 4 4 4 5 40
1000 4 5 6 6 7 56
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Replikasi II
Konsentrasi
(μg/ml)
Jumlah larva A. salina yang mati tiap flakon Rata-rata
persentase
kematian (%) I II III IV V
250 2 2 3 4 4 30
500 3 3 4 4 5 38
1000 4 5 5 6 7 54
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Keterangan : Angka I-V dalam tabel menunjukkan nomor flakon
Lampiran 9. Tabel probit berdasarkan persentase kematian
Tabel Probit
% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
20
30
40
50
60
70
80
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
3,72
4,16
4,48
4,74
5,00
5,25
5,52
5,84
0
6,28
6,34
6,40
6,48
6,56
6,64
6,75
6,88
7,05
7,32
2,67
3,77
4,19
4,50
4,77
5,02
5,28
5,55
5,88
0,1
6,28
6,34
6,41
6,48
6,56
6,66
6,76
6,90
7,08
7,36
2,94
3,82
4,22
5,53
4,80
5,02
5,30
5,58
5,92
0,2
6,29
6,35
6,41
6,49
6,57
6,66
6,77
6,91
7,10
7,40
3,12
3,87
4,26
4,56
4,82
5,08
5,33
5,61
5,95
0,3
6,29
6,36
6,42
6,49
6,58
6,68
6,78
6,92
7,12
7,46
3,24
3,92
4,29
4,58
4,84
5,10
5,36
5,64
5,99
0,4
6,3
6,36
6,43
6,50
6,58
6,68
6,80
6,94
7,14
7,51
3,36
3,96
4,32
4,62
4,87
5,12
5,38
5,67
6,04
0,5
6,31
6,37
6,44
6,52
6,60
6,70
6,81
6,96
7,17
7,58
3,44
4,00
4,36
4,64
4,90
5,15
5,41
5,70
6,08
0,6
6,31
6,38
6,44
6,52
6,60
6,70
6,82
6,98
7,20
7,65
3,52
4,04
4,38
4,66
4,92
5,18
5,44
5,74
6,12
0,7
6,32
6,38
6,45
6,53
6,62
6,72
6,84
6,99
7,22
7,74
3,60
4,08
4,42
4,70
4,95
5,20
5,46
5,77
6,18
0,8
6,32
6,39
6,46
6,53
6,62
6,72
6,85
7,01
7,26
7,88
3,66
4,12
4,44
4,72
4,98
5,22
5,50
5,80
6,22
0,9
6,34
6,40
6,46
6,54
6,64
6,74
6,86
7,03
7,29
8,09
(Mursyidi, 1984)
UCAPAN TERIMA KASIH
Ibu dan Bapakku tercinta, terimakasih atas doa restu, nasehat, cinta dan
kasih sayang yang sangat luar biasa, yang menguatkan dan meyakinkan diri ini
untuk senantiasa optimis menatap masa depan dan mewujudkan impian.
Kakakku, Mas Dhody dan Mbak Thicko, terimakasih atas semangat dan
doanya, kalian adalah mutiara terindah dalam hidup.
Seluruh staff laboratorium pusat MIPA Sub. Lab. Biologi, staff Lab.
Biologi Jurusan (Mas Adnan dan Mbak Atik), staff Lab. Kimia Jurusan (Mas
Anang), serta staff bagian administrasi jurusan Biologi (Mas Munir dan Pak Wid).
Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
Semua guru dan murrabiku, terima kasih untuk semua ilmu yang telah
diberikan. Terima kasih untuk Ust. Hatta Syamsuddin, Lc., Ust. Abdul Hakim,
Ust. Muhtarom, Ust. Fakhruddin, serta semua santriwan/wati di Pesantren
Mahasiswa Ar Royyan Surakarta.
Sahabat-sahabatku di jurusan Biologi 2006, Tanti dan Mita (Tim Ambre),
Ulfa, Santi, dan Wintang (Tim Ganyong), serta Esty, Tikno, dan Ida (Tim
Senggani) yang tergabung sebagai tim Research Grant yang telah berjuang
bersama dalam penelitian, Ana, Fina, Dinah, Sari, Dian, Ame, Sukma, Rhosid,
Budi, dan sahabat yang lain, kakak tingkat dan adik tingkat yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas persahabatan dan ukhuwahnya
yang indah selama ini.
Sahabat inspiratifku Gestin “Chay”, Sulis “Tyo”, Windi, Graha Pantara,
Risang “Om Dude”, “Tante” Dita, Bajaj Community “3 IPA 4 SMA 1 Wonogiri”,
sahabat Pekanan Holic “SI WINDU”, Kaizenemon and his family, semua
sahabatku di dunia cyber, sahabat-sahabat terbaikku di UNDIP, UNNES, UGM,
ITB, IPB, UI, UB, STAN, STIS terima kasih atas inspirasi dahsyatnya selama ini.
Para pejuang akademis di UNS, sahabat-sahabat SIM (Studi Ilmiah
Mahasiswa) Kabinet Inspiratif BEM UNS periode 2009/2010, RESEARCHOLIC
SIM (Aulia, Erny, Heru, Siwi, Sharih, Prita, Nina, dan Tatang), rekan-rekan
MITI-Mahasiswa (Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia) dari berbagai
penjuru tanah air, teruslah bersemangat untuk berjuang membangun kultur
akademis dan menciptakan atmosfer keilmiahan di dalam „kawah candradimuka‟
universitas kita masing-masing. SALAM ILMIAH!!!!
Para penghuni Kost Pink “PINKER‟z” (Tika Ngapax, Fina, Fathim, Datin,
Intan, Wiwit, Tya, Viana, Siska, Mbak Fadhil, Nurul Naning, Novi, Vita, Nurul
W, Muthi‟, Mira, Izzah, Nuni‟, Yossie, Alief) terima kasih atas ukhuwah yang
terjalin begitu indah dalam balutan cinta dan kasih sayang di antara kita. Semoga
Allah Swt senantiasa menguatkan tautan hati-hati kita. Amin.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
atas bantuan, doa serta dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama lengkap : Norma Ambarwati
Tampat dan tanggal lahir : Wonogiri, 2 Februari 1987
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Banaran, Rt 02/X, Jln. Menur I No.20 Wonoboyo,
Wonogiri, 57615 Jawa Tengah
No. Hp : 085647122033
Alamat E-mail : [email protected]
Pendidikan Formal
Tingkat
pendidikan
Nama Tahun mulai Tahun selesai
TK
SD
SMP
SMA
TK Mardi Putro I
SD Wonoboyo III
SMP Negeri 1 Wonogiri
SMA Negeri 1 Wonogiri
1992
1993
1999
2002
1993
1999
2002
2006
Prestasi
Prestasi
1. Juara II Lomba Cerdas Cermat P4 Se-Kabupaten Wonogiri tahun 1997.
2. Juara I Lomba Sinopsis Buku Fiksi dan Non Fiksi Se-Kabupaten Wonogiri
tahun 1997.
3. Kontingen (mewakili Kabupaten Wonogiri) Lomba Sinopsis dan
Menceritakan Kembali Buku Bacaan Fiksi dan Non Fiksi Tingkat Provinsi
Jawa Tengah tahun1997.
4. Juara III Olimpiade Matematika tingkat kabupaten tahun 1999.
5. Kontingen Olimpiade Matematika tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2001.
6. Finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah kategori IPA tingkat Kabupaten tahun
2003.
7. Juara I Lomba Nasyid dalam Festival Lomba Nasyid Nisa‟ SMA se-
Kabupaten Wonogiri tahun 2005.
8. Juara I Lomba Majalah Dinding (MADING) Pekan Olahraga dan Seni
(PORSENI) tahun 2006 BEM FKIP UNS.
9. Juara II Lomba Puisi Ajang Kreativitas dan Seni (AKSI) 2006 HIMABIO
FMIPA UNS.
10. Juara II Lomba Desain Poster Program Kreativitas dan Seni Islami 2007 SKI
FMIPA UNS
11. Juara II Lomba Puisi Islami Program Kreativitas dan Seni Islami 2007 SKI
FMIPA UNS
12. Juara II Lomba Poster dalam kegiatan Kompetisi Antar Lembaga
(KOLEGA) 2007 BEM FMIPA UNS
13. Juara II Lomba Keilmiahan (LOHAN) 2007 HIMABIO FMIPA UNS
14. Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Lolos DIPA Tahun 2008 dengan
Judul “Uji Perkecambahan Gramatophyllum scriptum, Anggrek Raksasa
Langka Endemik Papua dengan Perlakuan Macam Media”.
15. Juara III Lomba Mahasiswa Berprestasi (MAWAPRES) 2009 Jurusan
Biologi FMIPA UNS.
16. Juara I Lomba Menulis Artikel Pemilu 2009 BEM (MEDALI 2009) FMIPA
UNS.
17. Juara III International Scientific Paper Competition in “Students Scientific
Weekly Forum : Get More Inovation” SIM-BEM UNS, dengan judul “The
Potency and Development of Food Diversification of Sorghum Plant
(Sorghum bicolor L. (Moench.) as Altenative Food Resources in Indonesia”
18. Juara V SCIENCE FESTIVAL 2009 Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM) BEM FMIPA UNS , dengan judul “Pengaruh Ekstrak Jahe (Zingiber
officinalis), Ekstrak Kulit Nanas (Ananas comosus), dan Ekstrak Buah
Pepaya (Carica papaya) terhadap Pengempukan dan Kadar Protein Daging
Sapi”
19. Juara VI SCIENCE FESTIVAL 2009 Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM) BEM FMIPA UNS, dengan judul “Pelatihan Pembuatan Biogas
Limbah Cair Industri Tahu dan Pengadaan PORBAHU (Kompor Berbahan
Bakar Limbah Cair Tahu) sebagai Pendukung Berkembangnya Ekonomi di
Desa Krajan, Mojosongo, Jebres, Surakarta”.
20. Juara I Call For Paper Festival Ekonomi Islam 2009 KEI (Kajian Ekonomi
Islam) Fakultas Ekonomi UNS, dengan judul : “Urgensi Memahami dan
Mengenal Sistem Ekonomi Islam”
21. Juara II Lomba Menulis Artikel Kemuslimahan 2009 Syiar Kegiatan Islam
(SKI) FMIPA UNS, dengan judul : “Kiprah Muslimah di Era Globalisasi :
Menjadi Muslimah Pencetak Sejarah”
22. Juara III Lomba Musabaqoh Tilawatil Qur‟an (MTQ) VI UNS tahun 2010,
kategori Penulisan Karya Tulis Ilmiah Al Qur‟an (KTIA), dengan judul :
“Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kontemporer sebagai Upaya
Rekonstruksi Peradaban Islam”
Beasiswa yang Pernah Diperoleh
Nama Beasiswa Tahun
Beasiswa BBM 2009-2010
Pengalaman Organisasi
Organisasi Jabatan Tahun
SKI FMIPA UNS Staff Departemen HUMAS 2006/2007
HIMABIO Staff Departemen Kaderisasi dan
Pengembangan Organisasi (DKPO)
2006/2007
LPM SCIENTA Reporter Majalah SCIENTA 2006/2007
enviRo Study Club Ketua Divisi HUMAS 2006/2007
SKI FMIPA UNS Staff Departemen Media Islam (MEDIS) 2007/2008
HIMABIO Koordinator Departemen Kaderisasi 2007/2008
LPM SCIENTA Staff Divisi Penelitian dan
Pengembangan (Litbang)
2007/2008
Tim Renovasi Masjid
Nurul Huda UNS
Koordinator Fakultas (Akhwat) Tim
Fundrising
2008/2009
SKI FMIPA UNS Staff Bidang Pembinaan Pengurus (BPP) 2008/2009
SIM (Studi Ilmiah
Mahasiswa) BEM UNS
Staff Human and Research Development
(HRD)
2008/2009
Biro Asistensi (BIAS)
FMIPA
Staff DIPA (Divisi Pengembangan
Asisten)
2008/2009
SIM (Studi Ilmiah
Mahasiswa) BEM UNS
Ketua Divisi RESEARCH 2009/2010
Pengalaman Bekerja
Pekerjaan Tahun
Magang di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL-PPM) Bantul,
Yogyakarta
2008
Asisten Praktikum Ilmu Pengetahuan Lingkungan
Asisten Praktikum Ilmu Pengetahuan Lingkungan
Asisten Praktikum Biokimia
Asisten Praktikum Kesehatan Lingkungan
Asisten Praktikum Biokimia
Asisten Praktikum Biologi Molekuler
Asisten Praktikum Taksonomi Tumbuhan
Asisten Praktikum Kesehatan Lingkungan
Asisten Praktikum Struktur dan Perkembangan Tumbuhan I
Asisten Praktikum Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II
2007-2008 Genap
2008-2009 Genap
2008-2009 Genap
2008-2009 Genap
2008-2009 Ganjil
2008-2009 Ganjil
2008-2009 Ganjil
2008-2009 Ganjil
2009-2010 Genap
2009-2010 Genap
Surakarta,
Norma Ambarwati