uji hipotesis

58
UJI HIPOTESIS PENDAHULUAN Pada Bab ini akan dibicarakan salah satu bahasan yang sangat banyak digunakan dalam penelitian, yaitu uji hipotesis. Uji hipotesis merupakan prosedur yang berisi sekumpulan aturan yang menuju kepada suatu keputusan apakah akan menerima atau menolak hipotesis mengenai parameter yang telah dirumuskan sebelumnya. Kegunaan bab ini, misalnya seorang peneliti di bidang kedokteran, dengan melakukan eksperimen tertentu, ingin melihat apakah vaksin yang dia temukan lebih baik dari pada vaksin yang biasanya dipakai untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Dengan melalui langkah-langkah pada uji hipotesis, peneliti tersebut akan dapat menentukan apakah vaksin tersebut lebih baik atau tidak, tentu saja dengan menggunakan paradigma dan bahasa peluang. HIPOTESIS STATISTIK Definisi 12.1 Hipotesis statistik, disingkat hipotesis, adalah suatu asersi (assertion) atau konjengtur (conjecture) mengenai satu atau lebih populasi. Definisi 12.1 dapat dikatakan dengan kata lain sebagai berikut. Hipotesis merupakan pernyataan atau dugaan mengenai kuantitas yang ada di satu atau lebih populasi. Sejalan dengan pengertian parameter, maka hipotesis menduga nilai parameter

Upload: salsabella2486

Post on 03-Jan-2016

277 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

STATISTIK

TRANSCRIPT

Page 1: Uji Hipotesis

UJI HIPOTESIS

PENDAHULUAN

Pada Bab ini akan dibicarakan salah satu bahasan yang sangat banyak digunakan

dalam penelitian, yaitu uji hipotesis. Uji hipotesis merupakan prosedur yang berisi

sekumpulan aturan yang menuju kepada suatu keputusan apakah akan menerima atau

menolak hipotesis mengenai parameter yang telah dirumuskan sebelumnya. Kegunaan bab

ini, misalnya seorang peneliti di bidang kedokteran, dengan melakukan eksperimen tertentu,

ingin melihat apakah vaksin yang dia temukan lebih baik dari pada vaksin yang biasanya

dipakai untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Dengan melalui langkah-langkah pada uji

hipotesis, peneliti tersebut akan dapat menentukan apakah vaksin tersebut lebih baik atau

tidak, tentu saja dengan menggunakan paradigma dan bahasa peluang.

HIPOTESIS STATISTIK

Definisi 12.1

Hipotesis statistik, disingkat hipotesis, adalah suatu asersi (assertion) atau konjengtur

(conjecture) mengenai satu atau lebih populasi.

Definisi 12.1 dapat dikatakan dengan kata lain sebagai berikut. Hipotesis merupakan

pernyataan atau dugaan mengenai kuantitas yang ada di satu atau lebih populasi. Sejalan

dengan pengertian parameter, maka hipotesis menduga nilai parameter di satu atau lebih

populasi. Dugaan ini tentu saja berdasarkan kepada telaah pustaka dan kerangka berpikir

tertentu.

Pada contoh di muka, misalnya peneliti bidang kedokteran tersebut, berdasarkan teori

(atau teori-teori) tertentu, menduga bahwa vaksin yang dia temukan (misalnya vaksin A) lebih

baik dari pada vaksin yang lain, misalnya vaksin B. pernyataan bahwa vaksin A lebih baik

dari pada vaksin B adalah suatu hipotesis. Tentu saja, indikator lebih banyak vaksin yang satu

dibandingkan dengan vaksin yang lain harus ditentukan. Misalnya indikatornya adalah

kecepatan sembuhnya pasien. Andaikan dalam eksperimennya, vaksin A dikenakan kepada

sekelompak pasien (sample pertama) dan vaksin B dikenakan kepada sekelompok pasien yang

lain (sample kedua). Berdasarkan ini, maka hipotesis vaksin A lebih baik dari pada vaksin B

diterjemahkan menjadi pernyataan µA > µB dengan µA adalah rataan kecepatan sembuh pasien

kelompok A dan µB adalah rataaan kecepatan sembuh pasien kelompok B. Selanjutnya

Page 2: Uji Hipotesis

hipotesis µA > µB inilah yang akan dilihat (memalui uji hipotesis yang yang akan dibicarakan)

apakah benar atau tidak. Kalau benar, dikatakan bahwa hipotesis µA > µB diterima (tidak

ditolak). Di sisi lain, jika tidak, maka hipotesis µA > µB tidak diterima (ditolak). Perhatikanlah

bahwa penelitian mengenai vaksin tersebut melibatkan 2 populasi. Populasi pertama adalah

seluruh pasien yang dikenai vaksin A dan populasi kedua adalah seluruh pasien yang dikenai

vaksin B.

Tentu saja kebenaran yang seratus persen mengenai hipotesis tidak akan pernah

diketahui, kecuali kalau penelitian itu dikenakan kepada seluruh anggota di populasi. Hal ini

mengisyaratkan bahwa sangat mungkin ketika diuji pada sampel tertentu suatu hipotesis

diterima kebenaranya, namun sesungguhnya tidak demikian jika dikenakan kepada seluruh

anggota di populasinya. Di sinilah sangat pentingnya penarikan sampel yang representative

dari populasinya.

Perlu pula dicamkan bahwa dalam statistika tidak pernah digunakan kata “suatu

hipotesis terbukti” dan “suatu hipotesis tidak terbukti”. Hal ini disebabkan dalam matematika

kata “sesuatu terbukti benar untuk populasi” apabila benar untuk setiap anggota di populasi.

Pada hal, penelitian (yang menggunakan statistika eferensial) tidak pernah mencobakan

kepada setiap anggota populasi.

Perhatikan pula bahwa pernyataan suatu hipotesis diterima harus diartikan bahwa

sampai dengan saat itu (saat penelitian disimpulkan) belum ditemukan adanya data yang

mendukung sebaliknya. Atau harus bahwa hipotesis tersebut didukung oleh data yang telah

ditemukan atau diamati sampai dengan saat penelitiaan itu disimpulkan.

Di muka telah dikatakan bahwa uji statistik diperlukan apabila kita melakukan

inferensi dari sampel ke populasi. Apabila tidak, maka uji statistik tidak diperlukan. Ini

berarti, kalau peneliti tidak melakukan sampling dan kemudian peneliti tersebut dapat

mengamati seluruh anggota populasi maka tidak diperlukan uji statistik. Para peneliti pemula

biasanya tidak menyadari hal itu dengan melakukan langkah-langkah berikut. Peneliti

menetapkan suatu populasi yang ukurannya kecil, misalnya populasinya adalah siswa kelas

tiga jurusan IPA di suatu SMU, yang karena SMUnya hanya satu kelas yang secara kebetulan

hanya terdiri dari 40 siswa. Karena populasinya kecil, maka seluruh populasi diambil sebagai

“sampel”, yang oleh mereka disebut “sampel populasi”. Lalu dilakukan uji statistik terhadap

“sampel” tersebut seperti prosedur yang lazim dilakukan pada statistika inferensial. Tentu saja

langkah yang diambil oleh peneliti pemula tadi tidak benar, karena tidak melakukan sampling

tetapi menggunakan prosedur statistika inferensial.

Page 3: Uji Hipotesis

Hipotesis Nol dan Hipotesis Alternatif

Pada umumnya orang mengelompokkan hipotesis menjadi dua jenis, yaitu hipotesis

nol (null hypothesis) dan hipotesis alternatife (alternative hypothesis).

Hipotesis nol adalah hipotesis dirumuskan dengan harapan bahwa hipotesis tersebut

nantinya ditolak setelah melakukan uji hipotsis. Hipotesis nol dilambangkan dengan H0.

Penolakan hipotesis nol akan mengakibatkan penerimaan hipotesis alternatife. Hipotesis

alternatife dilambangkan dengan penerimaan hipotesis H1 (atau HA). Ini berarti bahwa

hipotesis yang dirumuskan dengan harapan bahwa rumusan tersebut nantinya akan diterima

kebenaranya setelah dilakukan uji hipotesis.

Kalau orang mengadakan penelitian, maka pada umumnya orang tersebut bertujuan

untuk menunjukan bahwa, misalnya, suatu obat akan lebih baik dari pada obat yang lain, atau,

misalnya, untuk menunjukan bahwa sesuatu yang dia punyai tidak sama dengan sesuatu yang

dipunyai oleh orang lain. Oleh karena itu, pada buku ini, hipotesis alternatife adalah hipotesis

memuat tanda ≠, > atau < Sebaliknya, hipotesis nol adalah hipotesis yang memuat tanda =, ≤

atau ≥.

Berdasarkan pembicaraan pada alenia terakhir, terdapat tiga macam pasangan

hipotesis (H0 dan H1) yang disebut Tipe A,Tipe B, dan Tipe C, suatu rataan, maka rumusan

ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut (c adalah bilangan konstan).

Tipe A

H0: µ = c

H1: µ ≠ c

Tipe B

H0: µ ≤ c

H1: µ > c

Tipe C

H0: µ ≥ c

H1: µ < c

Misalnya hipotesisnya tentang perbedaan rataan, maka contoh rumusan ketiga tipe tersebut

adalah sebagai berikut.

Tipe A

H0: µA = µB

H1: µA ≠ µB

Tipe B

H0: µA ≤ µB

H1: µA > µB

Tipe C

H0: µA ≥ µB

H1: µA < µB

Perumusan hipotesis Tipe A sering disebut perumusan hipotesis dua ekor, perumusan

hipotesis Tipe B sering perumusan hipotesis satu ekor kanan, sedangkan perumusan Tipe C

sering disebut perumusan hipotesis satu ekor kiri.

Perhatikan kembali perumusan hipotesis Tipe B pada contoh yang kedua. Jika

H1 .yang diterima, maka kesimpulan uji hipotesisnya ialah µA > µB. Kalau hipotesis itu,

misalnya, berkaitan dengan pengujian dua cara, maka fakta tersebut mengatakan bahwa cara

Page 4: Uji Hipotesis

A lebih baik dari pada cara B. sebaliknya, jika H0 yang diterima, maka kesimpulan uji

hipotesisnya ialah µA ≤ µB

Seperti diketahui, pernyataan µA mengandung arti bahwa salah satu yang benar, yaitu

apakah µA < µB yang benar ataukah µA = µB yang benar. Ini berarti, kalau H0 yang diterima,

kita belum dapat menyimpulkan (secara statistik) apakah cara A sam baiknya dengan cara B.

penyimpulan yang biasanya dikatakan ialah cara A tida lebih baik dari pada cara B.

Pada beberapa bku, perumusan Tipe B dituliskan sebagai berikut.

H0: µA = µB

H1: µA > µB

Buku ini tidak menggunakan perumusan seperti itu dengan alas an bahwa ada pernyataan

yang hilang pada perumusan itu, yaitu pernyataan µA < µB. Kecuali kalau sebelumnya telah

diyakini bahwa pernyataan itu (µA < µB) tidak mungkin terjadi, perumusan Tipe B seperti itu

dapat dipakai.

Walaupun pada penelitian yang sesungguhnya, yang muncul dibenak para peneliti

adalah hipotesis alternatife, namun dalam bahasa statistik, keputusan ujinya adalah apakah

H0nya ditolak (tidak diterima) ataukah H0nya tidak ditolak (diterima). Pada buku ini ditolak

sama artinya dengan tidak diterima dan tidak ditolak sam artinya dengan artinya.

TIPE KESALAHAN

Di muka telah dikatakan bahwa kesimpulan pada uji statistik dapat saja salah kalau

dikonfrontasikan kepada seluruh anggota populasi. Artinya H0 yang ditolak pada suatu uji

statistik, dapat saja pada populasi, H0 tersebut benar. Atau sebaliknya, pada uji statistik H0

tidak ditolak, tetapi kenyataan pada populasi H0 tersebut salah. Kesalahan jenis pertama

disebut kesalahan Tipe I dan kesalahan jenis kedua disebut kesalahan Tipe II.

Definisi 12.2

1. Kesalahan Tipe I adalah kesalahan yang terjadi ketika peneliti menolak hipotesis nol, pada

hal seharusnya hipotesis nol tersebut benar.

2. Kesalahan Tipe II adalah kesalahan yang terjadi ketika peneliti menerima hipotesis nol,

pada hal seharusnya hipotesis nol tersebut tidak benar

Peluang terjadinya kesalahan Tipe I dilambangkan dengan α dan disebut tingkat

signifikansi atau tingkat kebermaknaan uji tersebut. Di sis lain, peluang terjadinya Tipe II

dilambangkan dengan β. Kuantitas (1-β) disebut kekuatan atau daya (power) uji hipotesis

Page 5: Uji Hipotesis

tersebut. Pada pengujian hipotesis sangat diinginkan untuk memperoleh baik α maupun β

yang kecil.

Dikaitkan dengan kurva fungsi densitas, maka. α merupakan luas daerah di bawah

kurva, di atas sumbu mendatar dan dibatasi oleh garis menegak yang melewati sebuah titik,

misalnya melewati titik Z = z0, apabila fungsi densitasnya merupakan distribusi normal

standar. Nilai z0.disebut nilai kritik atau harga kritik.

Untuk hipotesis Tipe A, daerah yang luasnya sama dengan α (daerah yang diarsir)

terbagi menjadi dua yang sama luasnya, masing-masing sebesar α /2 seperti yang dinyatakan

pada Gambar 12.1. Asumsikan bahwa fungsi densitasnya adalah normal baku,. Perhatikanlah

Gambar bahwa DK = daerah kritik, DP = daerah penerimaan, dan NK = nilai kritik.

Untuk hipotesis Tipe B, daerah yang luasnya sama dengan α berada di ujung kanan,

sedangkan untuk hipotesis Tipe C daerah yang luasnya sama dengan α berada di ujung kiri.

Perhatikanlah Gambar12.2 dan Gambar 12.3.

Jadi, kalau fungsi densitasnya adalah fungsi normal baku, maka daerah kritik untuk

masing-masing tipe hipotesis adalah sebagai berikut.

Tipe A: DK =

Tipe B: DK =

Tipe C: DK =

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus lebih dulu menentukan besarnya α

sebelum melakukan uji hipotesis. Tidak ada pedoman yang baku untuk menentukan α.

Namun demikian, untuk penelitian-penelitian yang krusial, misalnya penelitian dibidang

kedokteran, maka sangat dianjurkan untuk mengambil α yang sangat kecil, misalnya 1%.

Yang dengan kata lain, peneliti yakin dengan mengambil α yang hanya 1% itu, dia akan

melakukan kesalahan Tipe I paling banyak sekali dalam 100 eksperimen yang sama. Kalau

dalam uji hipotesis, hipotesis nolnya ditolak (dalam arti hipotesis alternatifnya diterima),

maka dapat diharapkan bahwa hipotesis alternatife di populasinya juga benar dengan peluang

benar sebesar 99%. Sebaliknya, untuk penelitian di bidang pendidikan, α dapat saja diambil

sebesar 5%, karena melakukan kesalahan Tipe I paling banyak sekali dalam 20 eksperimen

yang sama tidak menjadi masalah.

Page 6: Uji Hipotesis

Gambar 12.1: Konfigurasi Daerah Kritik Untuk Tipe A

Gambar 12.2: Konfigurasi Daerah Kritik Untuk Tipe B

Page 7: Uji Hipotesis

Gambar 12.3: Konfigurasi Daerah Kritik Untuk Tipe C

Beberapa Sifat Yang Terkait Dengan Kesalahan Tipe I Dan Tipe II

Perhatikan bahwa terdapat beberapa sifat yang berkaitan dengan kesalahan Tipe I dan

kesalahan Tipe II pada uji hipotesis, sebagai berikut.

1. Kesalahan Tipe I dan kesalahan Tipe II saling berkaitan, dalam arti memperkecil

peluang munculnya kesalahan Tipe I akan memperbesar peluang munculnya

kesalahan Tipe II; dan sebaliknya memperkecil peluang munculnya kesalahan Tipe II

akan memperbesar munculnya kesalahan Tipe I.

2. Ukuran daerah kritik, yaitu α, yang juga berarti peluang munculnya kesalahan Tipe I,

dapat selalu diperkecil dengan menyesuaikan nilai (atau nilai-nilai) kritiknya.

3. Menaikan ukuran sampel n akan memperkecil peluang kesalahan Tipe I dan peluang

kesalahan Tipe II sekaligus.

PROSEDUR UJI HIPOTESIS

Buku yang satu dengan buku yang lain menyajikan langkah-langakah yang berbeda

dalam uji hipotesis. Namun, pada umumnya uji hipotesis dilakukan dengan melewati langkah-

langkah berikut.

1. Rumusan H0 dan H1. Walaupun yang ditulis lebih dahulu adalah H0, namun disarankan

agar para peneliti memikirkan lebih dahulu H1 untuk penelitiannya. Setelah H1

terumuskan, peneliti tinggal menegasikan (mengambil ”lawannya”) pernyataan yang

terkandung H1 untk mendapatkan H0

2. Tentukan taraf signifikansi, yaitu α, yang akan dipakai untuk uji hipotesis. Seperti di

jelaskan dimuka, besarnya α. Yang diambil tergantung kepada urgensi penelitian yang

dilakukan. Namun demikian, perlu juga diingat bahwa kita tidak dapat mengambil α

sembarang, sebab akan berkaitan dengan pemakaian tabel statistik. Kalau di tabel tidak

ada α yang sesuai, maka peneliti akan mengalami kesulitan. Hanya kalau peneliti

menggunakan paket program statistik untuk melakukan uji hipotesis, α yang mana saja

yang diambil tidak masalah.

3. Pilihlah statistic uji yang cocok untuk mgnuji hipotesis yan gtelah dirumuskan. Pemilikan

statistic uji ditentukan oleh beberapa hal, misalnya ukuran sampel, diketahui atau tidanya

variansi-variansi, dan sama atau tidaknya variansi-variansi populasi. Statistic uji ini

berdasarkan kepada distribusi sampling yang dibicarakan pada BAB X.

Page 8: Uji Hipotesis

4. Hitunglah nilai statistic uji berdasarkan data observasi (amatan) yang diperoleh dari

sampel. Penghitungan nilai uji statistik ini dapat dilakukan secara manual, namun dapat

pula dengan menggunakan paket program statistic yang dewasa ini telah beredar secara

luas. Beredarnya banyak paket program statistic di pasaran memudahkan peneliti untuk

menganalisis datanya, karena peneliti tidak lagi disibukan untuk melakukan perhitungan

yang kadang-kadang amat melelahkan, terutama bagi mereka yang tidak terlalu suka

melihat angka-angka. Namun, penggunanan paket program ini juga mendorong orang

untuk tidak mau memperlajari prosesdur statistic secara runtut. Akibatnya, peneliti tidak

mengetahui asal usul hasil perhitungan dan kadang merasa kesulitan untuk menafsirkan

hasil uji statistiknya secara cermat. Walaupun peneliti menggunakan paket program

statistic, peneliti tetap harus mengetahui cara perhitungan secara manual.

5. Tentukan nilai kritik dan daerah kritik berdasarkan tingkat signifikansi yang telah

ditetapkan. Penentuan nilai kritik dan daerah kritik ini berdasarkan kepada statistic uji

yang dipilih dengan melihat tabel statistic yang bersesuaian. Jika digunakan paket

program statistic, langkah kelima ini tidak perlu dilakukan.

6. Tentukan keputusan uji mengeanai H0 yaitu H0 ditolak atau H0 diterima. Penentuan

keputusan ini dilakukan dengan melihat apakah nilai statistic uji amatan berada di daerah

kritik atau tidak.jika nilai statistic uji amatan berada didaerah kritik, maka H 0 dtolak.

Sebaliknya jika nilai statistic uji amatan tidak berada didaerah kritik, maka H0 diterima.

7. Tulislah kesimpulan berdasarkan keputusan uji yang diperoleh. Sebaiknya, kesimpulan

dirumuskan dengan bahasa sehari-hari dan koheren dengan permasalahan yang

dirumuskan diawal penelitian.

Tingkat Signifikasi Amatan

Telah dibahas dimuka bahwa tingkatan signifikansi adalah peluang terjadinya

kesalahan Tipe I yaitu kesalahan yang terjadi jika H0 ditolak, padahal pada populasi H0 benar.

Untuk distribusi random kontinu, misalnya distribusi normal baku, student t, chi kuadrat dan

Fisher, peluang tersebut tidak lain merupakan luas daerah yang dibatasi oleh sumbu mendatar,

kurva fungsi densitas distribusi dan terletak di kiri dan atau di kanan nilai kritik statistic uji

yang bersangkutan.

Page 9: Uji Hipotesis

Gambar 12.4 Kaitan Antara Α dan p pada Uji Satu Ekor Kanan

Gambar 12.5 Kaitan Antara Α dan p pada Uji Satu Ekor Kanan

Page 10: Uji Hipotesis

Gambar 12.6 Kaitan Antara Α dan p pada Uji Satu Ekor Kanan

Pada gambar 12.4 terlihat konfigurasi uji satu ekor kanan dengan tingkat signifikansi α

pada distribusi normal baku N(0,1). Misalnya nilai statitik uji amatan yang diperoleh adalah

zobs. Luas daerah disebelah kanan titik zobs yang sebesar p disebut tingkat signifikansi amatan

(observed level of significance). Pada gambar itu tampak bahwa p < α. Ini berarti bahwa H0

ditolak. Jika misalnya α diperkecil sedemikian rupa hingga p ≥ α, maka H0 akan diterima.

Dengan demikian tingkat signifikasi amatan (p) adalah tingkat signifikansi terbesar

sedemikian sehingga H0 diterima berdasarkan data amatan.

Pada gambar 12.5 terlihat konfigurasi uji satu ekor kanan tingkat signifikasi α pada

distribusi normal baku N(0,1). Misalnya nilai statistic uji amatan yang diperoleh zobs.

Dibeberapa paket statistic, misalnya MINITAB, pada kasus ini, p adalah luas disebelah kiri

zobs. Pada gambar itu tampak bahwa p < α, yang berarti H0 ditolak. Dengan pejelasan seperti

diatas, maka kalau p ≥ α, maka H0 diterima.

Pada gambar 12.6 terlihat konfigurasi uji dua ekor dengan tingkat signifikansi α pada

distribusi normal baku N(0,1). Misalnya nilai statistic uji yang diperoleh adalah –zobs atau zobs.

Luas daerah diselah kanan zobs ditambah dengan luas darah sebelah kiri –zobs adalah p. jadi

luas daerah diebelah kanan zobs saja adalah p/2. pada gambar 12.6 itu tampak bahwa p/2 < α/2

atau p < α , dala keadaan seperti itu, H0 ditolak. Sebaliknya jika p ≥ α, maka H0 diterima

Jadi pada setiap jenis hipotesis, jika p < α, maka H0 ditolak dan sebaliknya jika p ≥ α,

maka H0 diterima.

Sekarang ini paket-paket progam statistic selalu menampilkan nilai p bersamaan

dengan tampilnya nilai statitik uji amatan, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan

uji yang lebih mudah. Apabila kita menggunakan paket program statitik, otomatis tabel-tabel

statistik tidak lagi diperlukan.

Kecuali itu, dewasa ini dalam pengujian hipotesis sebagian orang cenderung bertujuan

untuk mengetahui besarnya p daripada mengetahui keputusan uji pada suatu tingkat

signifikansi tertentu yang telah ditentukan lebih dulu. Dalam kasus seperti ini, keputusan uji

yang ditampilkan adalah pernyataan bahwa H0 akan ditolak pada tingkat signifikansi yang

lebih besar daripada tingkat signifikansi amatan.

Page 11: Uji Hipotesis

UJI HIPOTESIS MENGENAI RATAAN

Untuk memudahkan pelaksanaan pengujian, maka sejumlah statistic uji yang berkaitan

dengan uji rataan, beda rataan untuk populasi yang independen dan beda rataan untuk data

berpasangan dapat dilihat pada tabel 12.1. Statistic uji ini dikembangkan berdasarkan

teorema-teorema distribusi sampling pada BAB X.

Tabel 12.1

Statistic Uji Mengenai Rataan

H0 Persyaratan Statistik Uji

µ = µ0

Populasi normal, σ2

diketahui

µ = µ0

Populasi normal, σ2 tak

diketahui

µ1- µ2 = d0

Populasi normal dan

independen, σ12 dan σ2

2

diketahui

µ1 - µ2 = d0

Populasi normal dan

independent, σ12 dan σ2

2 tak

diketahui, σ12 = σ2

2 = σ

µ1 - µ2 = d0

Populasi normal dan

independent, σ12 dan σ2

2 tak

diketahui, σ12 ≠ σ2

2

(Walpole, 1982:311)

µD = d0

Populasi normal, σ2 tak

diketahui

Sd = deviasi baku dari D

Page 12: Uji Hipotesis

Contoh 12.1

Menurut pengalaman selama beberapa tahun terakhir ini, pada ujian matematika standar yang

diberikan kepada siswa SMU di Surakarta diperoleh rataan 74,5 dengan deviasi baku 8.0.

Tahun ini dilaksanakan metode baru untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

bidang studi matematika tersebut. Setelah metode baru tersebut dilaksanakan, secara random

dari populasi diamabil 200 siswa dites dengan ujian matematika standard an teyata 200 siswa

tersbut diperoleh rataan 75,9. Jika diambil α = 5%, apakah dapat disimpulkan bahwa metode

baru tersebut dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam matematik?

Solusi :

Perhatikan bahwa 74,5 dan 8,0 berturut-turut adalah rataaan dan deviasi baku populasi.

Berarti µ = 74,5 dan σ = 8,0. Metode baru tersebut dikatakan dapat meningkatkan keampuan

siswa apabila rataaan yang baru melebihi rataaan yang selama ini diperoleh siswa, seingga

persoalan tersebut kerjakan dengan cara sebagai berikut:

1. H0: µ ≤ 74,5 (metode baru tidak meningkatkan kemampuan siswa)

H1: µ > 74,5 (metode baru meningkatkan kemampuan siswa)

2. α = 0,05

3. Statistic uji yang digunakan

4. Komputasi :

5. Daerah kritik:

z0.05 = 1,645 (daerah interpolasi)

DK = {z | z > 1,645}

zobs = 2,475 DK

Page 13: Uji Hipotesis

Gambar 12.7 Konfigurasi Daerah Kritik

6. Keputusan uji : H0 ditolak

7. Kesimpulan : metode baru tersebut dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa

Contoh 12.2

Seorang pengusaha mengatakan bahawa dia telah menemukan cara baru untuk memproduksi

senar dengan daya tahan rata-rata 8 kg. Seorang peneliti ingin mengetahui apakah klaim

pengusaha tersebut benar. Untuk itu, peneliti tersebut mengambil sampel berukuran 50 dan

setelah diuji dilaboratorium ternyata diperoleh rataaan daya tahan 7,8 kg dengan deviasi baku

0,5 kg. Bagaimana kesimpulan uji tersbut, jika diambil α = 1%?

Solusi :

Klaim pengusaha tersebuet dikatakan tidak benar jika dalam uji laboratorium yang dilakukan

oleh peneliti tersebut diperoleh rataan yang tidak sama dengan 8 kg. Dalam hal ini, karena n

besar, maka deviasi baku sampel dapat diasumsikan mewakili deviasi baku populasi dan oleh

kerana itu digunakan uji Z.

1. H0: µ = 8 (klaim pengusaha benar)

H1: µ ≠ 8 (klaim pengusaha tidak benar)

2. α = 0,01

3. Statistic uji yang digunakan

4. Komputasi :

Page 14: Uji Hipotesis

Gambar 12.8 Konfigurasi Daerah Kritik

5. Daerah kritik:

z0.05 = -2.575 (daerah interpolasi)

DK = {z | z < -2.575 atau z > 2.575}

zobs = -2,575 DK

6. Keputusan uji : H0 ditolak

7. Kesimpulan: klaim pengusaha tidak benar. Malahan terlihat bahwa rataan ketahanan senar

tersebut kurang dari 8 kg.

Pada penyelesaian contoh 12.2 itu digunakan uji Z karena variansi sampel dapat

diasumsikan dapat mewakili (sama dengan) variansi populasi. Jika asumsi ini tidak dianggap

tidak benar, maka harus digunakan uji t.

Untuk pembicaraan selanjutnya, daerah kritik tidak disajikan daengan grafik, namun

hanya disajikan dengan notasi himpunan. Hal ini dilakukan untuk menghemat tempat.

Beberapa contoh soal pada baba ini akan disertai denga tampilan paket program statistic

MINITAB sebagai perbandingan hasil perhitungan. Pembaca dapat memcoba pada paket

program statisitik yang lain, misalnya SPSS, SPS atau MicroStat.

Contoh 12.3

Untuk melihat apakah rataan nilai pelajaran matematika siswa kelas tiga SMU “Entah –

Mana” lebih dari 65, secara random dari populasinya diambil 12 siswa. Ternyata nilai-nilai

keduabelas siswa tersebut adalah sebagai berikut.

51 71 76 81 67 98 58 69 87 74 79 81

Jika diambil α = 1% dan dengan mengasumsikan bahwa distribusi nilai dipopulasi normal,

bagaimana penelitian tersebut?

Solusi :

a. Dengan cara manual

Dicari dulu rataan dan deviasi baku pada sampel

Dari perhitungan diperoleh ΣX = 892; ΣX2 = 68044, sehingga:

1. H0: µ ≤658 (rataan siswa tidak lebih dari 65)

2. H1: µ > 8 (rataan siswa lebih dari 65)

3. α = 0,01

Page 15: Uji Hipotesis

4. Statistic uji yang digunakan

5. Komputasi :

6. Daerah kritik:

t0.01 = 2.718; DK = {t | t > 2.718}

tobs = 2,572 DK

7. Keputusan uji : H0 diterima

8. Kesimpulan : rataan nilai matematika kelas SMU “Entah – Mana” tidak lebih dari 65.

b. Dengan menggunakan paket program MINITAB

Kalau menggunakan MINITAB, maka perintah yang diberikan adalah sebagai berikut:

MTB >TTEST 65 C1;

SUBC>ALTR1;

SUBC>END

Perhatikan bahwa subperintah ALTE 1 menunjukkan bahwa yang diuji adalah hipotesis

Tipe B. Jika hipotesis Tipe C, maka subperintahnya adalah ALTE-1 dan jika hipotesisnya

Tipe A, maka tidak perlu ada perintah. ALTE singkatan dari Alternative. Print out

komputer menunjukkan hasil pengujian seperti dibawah ini.

One-sample T: C1

Test of mu = 65 vs mu > 65

Variable N Mean StDev SE Mean

C1 12 74.33 12.57 3.63

Variable 95.0% lower Bound T P

C1 67.82 2.57 0.013

Dari tampilan diatas dapat dilihat bahwa p = 0.013 > 0.01 = α , sehingga H0 yang

dirumuskan diterima pada tingkat significansi 1%.

Page 16: Uji Hipotesis

Perhatikan bahwa ada beberapa perbedaan hasil perhitungan antara cara manual dengan

menggunakan program statisitik. Hal ini sebabkan adanya pembulatan-pembulatan yang

tidak sama.

Contoh 12.4

Selama ini pak budi mengajar siswanya dengan metode tertentu, katakanlah dengan metode

konvensional. Tidak puas dengan metode tersebut, pak budi merancang metode pembelajaran

dengan pendekatan yang baru, yaitu dengan pendekatan konstruktivis. Mendasarkan kepada

teori konstruktivis tersebut, pak budi mempunyai hipotesis bahwa metode tersebut lebih baik

bila dibandingkan dengan metode yang lama. Untuk menguji hipotesis tersebut, pak budi

melakukan penelititan eksperimental, dengan mengambil kelas IB sebagai kelompok

eksperimen (yang dikenai metode baru). Setelah satu semester, kepada kedua kelompok

tersebut diberikan tes yang sama. Hasil tersebut tampak pada tabel 12.2 dengan mengambil α

= 1% bagaimana kesimpulan penelitian tersebut ?

Tabel 12.2

Tabel Rataan dan Deviasi Baku Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Kelas Metode n Rataan Deviasi baku

IA Lama 40 74 8

IB Baru 50 78 7

Solusi :

Walaupun pada kasus ini deviasi baku populasinya tidak diketahui, tatapi karena ukuran

masing-masing sampel besar, deviasi baku sampel dapat dianggap mawakili deviasi baku

populasi.

Misalnya µ1 adalah rataan tes kelompok eksperimen dan µ2 adalah rataan tes kelompok

control.

1. H0: µ1 ≤ µ2 (matode baru tidak lebih baik dari pada metode lama)

H1: µ1 > µ2 (metode baru lebih baik dari pada metode lama)

2. α = 0,01

3. Statistic uji yang digunakan

4. Komputasi :

D0 = 0 (sebab idak dibicarakan selisih rataan)

Page 17: Uji Hipotesis

5. Daerah kritik:

z0.01 = 2.327

DK = {z | z > 2.327 atau z > 2.575}

zobs = 2.491 DK

6. Keputusan uji : H0 ditolak

7. Kesimpulan: metode baru lebih baik daripada metode lama.

Seperti halnya pada contoh 12.2, uji t harus digunakan jika deviasi baku sampel tidak dapat

dianggap mewakili deviasi baku populasi.

Contoh 12.5

Seseorang menunjukkan bahwa siswa wanita dan siswa pria tidak sama kemampuannya

dalam matematika. Untuk itu, ia mengambil 12 wanita dan 16 pria sebagai sampel. Nilai-nilai

mereka adalah:

Wanita : 51 71 76 81 67 98 58 69 87 74 79 81

Pria : 68 72 77 79 68 80 54 63 89 74 66 86 77 74 87

Jika diasumsikan bahwa sampel-sampel tadi diambil dari populasi-populasi normal yang

variansi-variansinya sama tetapi tidak diketahui, dan dengan α, bagaimana kesimpulan

penelitian tersebut?

Solusi:

a. Cara Manual

Wanita: ΣX = 892; ΣX2 = 68044; X = 74.333; s = 12.572

Pria : ΣX = 1187; ΣX2 = 89339;X = 74.188;s = 9.232

Misalnya µ1 adalah rataan nilai siswa wanita dan µ2 adalah rataan siswa pria.

1. H0: µ1 = µ2 (siswa wanita dan pria sama kemampuannya)

H2: µ1 ≠ µ2 (siswa wanita dan pria tidak sama kemampuannya)

2. α = 0.05

3. Statistik uji yang digunakan:

Page 18: Uji Hipotesis

4. Komputasi:

d0 = 0 (sebab tidak dibicarakan selisih rataan)

5. Daerah kritik:

t0.025;26 = 2.056; DK = {t | t < -2.056 atau t > 2.056}

dan tobs = 0.035 DK

6. Keputusan uji: H0diterima.

7. Kesimpulan: siswa wanita dan pria sama kemampuannya dalamnya dalam

matematika.

b. Dengan Menggunakan Paket Program Statistik

Dengan menggunakan paket program statistik MINITAB, dilakukan perintah berikut.

MTB > TWOS C1 C2;

SUBC> POOLED:

SUBC> END

Sub-perintah POOLED memerintahkan kepada komputer untuk mengasumsikan bahwa

dua variansi populasi sama, sehingga dapat dicari variansi gabungannya (pooled

variance). Setelah dieksekusi, maka akan diperoleh tampilan berikut.

Two-sample T for C1 vs C2

Page 19: Uji Hipotesis

N Mean StDev SEMean

C1 12 74.3 12.6 3.6

C2 16 74.19 9.23 2.3

Difference = mu C1 – C2

Estimate for difference: 0.15

95%CI for difference: (-8.31, 8.60)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.04 P-Value = 0.972

DF = 26

Both use Pooled StDev = 10.8

Perhatikan dari tampilan tersebut. Nilai t amatan adalah 0.04 dengan p = 0.972. tampak

bahwa p > α. Kareana itu,H0 diterima. Berarti siswa wanita san siswa pria sama pandainya

dalam matematika.

Contoh 12.6

Kerjakan contoh soal nomor 12.5 jika diketahui variansi populasinya tidak diketahui dan tidak

sama.

Solusi:

a. Cara Manual

Misalnya µ1 adalah rataan nilai siswa wanita dan µ2 adalah rataan siswa pria.

1. H0:µ1 = µ2 (siswa wanita san pria sama kemampuannya)

H1: µ1 ≠ µ2 (siswa wanita dan pria tidak sama kemampuannya)

2. α = 0.05

3. Statistik uji yang digunakan:

4. Komputasi:

Page 20: Uji Hipotesis

5. Daerah kritik:

t0.025;19 = 2.093;DK = {t | t < -2.093 atau t > 2.093}

Dan tobs = 0.3034 DK

6. Keputusan uji: H0 diterima.

7. Kesimpulan: siswa wanita dan pria sama kemampuannya dalam matematika.

b. Dengan Menggunakan Paket Program Statistik

Dengan menggunakan paket program statistik MINITAB, dilakukan perintah berikut.

MTB >TWOS C1 C2

Hasil komputasinya adalah sebagai berikut.

Two-sample T for C1 vs C2

N Mean StDev SEMean

C1 12 74.3 12.6 3.6

C2 16 74.19 9.23 2.3

Difference = mu C1 – C2

Estimate for difference: 0.15

95%CI for difference: (-8.86, 9.15)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.03 P-Value = 0.973

DF = 19

Dengan melihat hasil itu disimpulkan bahwa nilai t amatan ialah 0.03 dengan p = 0.973,

yang berarti p > α. Berarti H0 diterima.

Contoh 12.7

Suatu stimulan akan diuji akibatnya terhadap tekanan darah. Dua belas pria diambil secara

random dari kelompok umur 30-40 tahun. Hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan

sesudah diberi stimulant adalah sebagai berikut.

No: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Page 21: Uji Hipotesis

Y : 120 124 130 118 140 128 140 135 126 130 126 127

X : 128 130 131 127 132 125 141 137 118 134 129 130

(keterangan: No = nomor responden; Y = hasil pengukuran sebelum diberi stimulan; X = hasil

pengukuran sesudah diberi stimulan)

Jika diambil α = 5 %, apakah dapat diyakini bahwa stimulan tersebut telah mempertinggi

tekanan darah?

Solusi:

Persoalan ini dapat diselesaikan dengan menggunakan uji beda rataan untuk data

berpasangan.

Misalnya µ1 adalah rataan tekanan darah setelah diberi stimulan dan µ2 adalah rataan tekanan

darah sebelum diberi stimulan.

a. Cara Manual

1. H0: µ1 ≤ µ2 (stimulant tidak mempertinggi tekanan darah)

H1: µ1 > µ2 (stimulant mempertinggi tekanan darah)

2. α = 0.05

3. Statistik yang digunakan:

dengan D = X -Y

4. Komputasi:

d0 = 0 (sebab tidak dibicarakan selisih rataan)

Tabel 12.3

Tabel Kerja Untuk Menghitung Rataan dan Deviasi Baku

D 8 6 1 9 -8 -3 1 2 -8 4 3 3 ΣD = 18

D2 64 36 1 81 64 9 1 4 64 16 9 9 ΣD2 = 358

D = = 1.50

Sd2 =

t =

5. Daerah kritik:

T0.05;11 = 1.796;DK = {t | t > 1.796}

Page 22: Uji Hipotesis

Dan tobs = 0.948 DK

6. Keputusan uji: H0 diterima

7. Kesimpulan: pemberian stimulan tidak mempertinggi tekanan darah.

b. Dengan Menggunakan Paket Program Statistik

Dengan menggunakan paket program statistik MINITAB, dilakukan perintah berikut.

MTB > Paired C1 C2

SUBC> ALTE 1:

SUBC> END

Setelah dieksekusi, print-out hasilnya adalah sebagai berikut.

Paired T for C1 – C2

N Mean StDev SEMean

C1 12 130.17 5.83 1.68

C2 12 128.67 6.93 2.00

Difference 12 1.50 5.49 1.58

95% lower bound for mean difference: -1.34

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.95 P-Value = 0.182

Dari tampilan itu dapat dilihat bahwa p = 0.182 > α, maka keputusan ujinya H0 diterima,

yang kesimpulannya adalah bahwa stimulan tidak mempertinggi tekanan darah.

Contoh 12.8

Dalam suatu studi tentang kadar nikotin dua jenis rokok, diperoleh data berikut.

Rokok A: ukuran sampel 50; rataan 2.61; deviasi baku 0.12

Rokok B: ukuran sampel 40; rataan 2.38; deviasi baku 0.14

Studi tersebut bertujuan untuk melihat apakah selisih nikotin kedua jenis rokok tersebut

adalah 0.2. Bagaimana kesimpulan studi tersebut, jika α = 0.15.

Solusi:

Misalnya µ1 adalah rataan nikotin jenis rokok A dan µ2 adalah rataan nilotin jenis rokok B.

Dalam hal ini, karena sampel berukuran besar (n > 30), maka deviasi baku dapat dianggap

mewakili deviasi populasi.

1. H0: µ1 - µ2 = 0.2 (selisih rataan nikotin rokok A dan B sebesar 0.2)

H1: µ1 - µ2 ≠ 0.2 (selisih rataan nikotin rokok A dan B tidak sebesar 0.2)

Page 23: Uji Hipotesis

2. α = 0.05

3. Statistik uji yang digunakan:

4. Komputasi:

5. Daerah kritik:

z0.025 = 1.960;DK = {z | z < -1.960 atau z > 1.960}

Dan zobs = 1.075 DK

6. Keputusan uji: H0 diterima

7. Kesimpulan: selisih kadar kedua jenis rokok tersebut adalah 0.2.

UJI HIPOTESIS MENGENAI VARIANSI DAN PROPORSI

Sejumlah statistik uji yang berkaitan dengan uji variansi, beda variansi, proporsi, dan beda

proporsi dapat dilihat pada tabel 12.4.

Contoh 12.9

Sebuah perusahaan mengatakan bahwa sebelum diadakan perubahan dalam proses produksi,

deviasi baku produksinya adalah 240 gram. Setelah diadakan perubahan dalam proses

produksi, pengusaha tersebut ingin melihat apakah deviasi bakunya masih sama dengan

deviasi baku sebelum diadakan proses produksi. Untuk itu, dilakukan penelitian dengan

mengambil sampel berukuran 8 dan dari sampel tersebut ternyata diperoleh deviasi baku 300

gram. Jika diambil α = 2%, bagaiman kesmpulan penelitian itu?

Solusi:

Tabel 12.4

Statistik Uji Mengenai Variansi dan Proporsi

H0 Persyratan Statisti uji

Populasi normal )1(~

)1( 220

22 n

sn

Page 24: Uji Hipotesis

Populasi normal

p = p0 Populasi binomial Z =

p1 = p2 Populasi binomial

1. H0: = 240 (deviasi bakunya sama dengan yang lalu)

H1: ≠ 240 (deviasi bakunya telah barubah)

2. α = 0.02

3. Statistic uji yang digunakan:

)1(~)1( 2

20

22 n

sn

4. Komputasi:

5. Daerah kritik:

DK = { | < 1.239 atau > 1.239}

obs = 10.938 DK

6. Keputusan uji: H0 diterima

7. Kesimpulan: tidak terjadi perubahan deviasi baku.

Contoh 12.10

Untuk melihat apakah distribusi nilai-nilai lebih menyebar dibandingkan dengan distribusi

nilai-nilai matematika anak-anak perempuan, dilakukan penelitian dengan mengambil secara

ramdom 21 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Ternyata deviasi baku untuki 21 anak laki-

laki tadi adalah 4, sedangkan deviasi baku untuk 9 anak perempuan adalah . Bagaimana

kesimpulan peneliti tersebut jika diambil α = 1%?

Solusi:

Misalnya adalah deviasi baku anak laki-laki dan adalah deviasi baku anak perempuan.

1. H0: σ12 ≤ σ2

2 (distribusi nilai anak laki-laki tidak lebih menyebar)

H1: σ12 > σ2

2 (distribusi nilai anak laki-laki lebih menyebar)

Page 25: Uji Hipotesis

2. α = 0.01

3. Statisitk uji yang dilakukan :

4. Komputasi:

5. Daerah kritik:

F0.01 = 5.36; DK = {F | F > 5.36}

Fobs = 2 DK

6. Keputusan uji : H0 diterima

7. Kesimpulan : distribusi nilai anak laki-laki tidak lebih menyebar daripada distribusi nilai

anak perempuan.

Contoh 12.11

Pengusaha sabun “cap macan” mengklaim bahwa sabun produksinya dipakai oleh paling

sedikit 90 dari 100 bintang sinetron. Seorang peneliti ingin melihat apakah klaim pengusaha

tersebut benar. Untuk keperluan itu, dikumpulkan 200 bintang sinetron secara random dari

populasinya. Ternyata dari 200 bintang sinetron tersebut yang memakai sabun “cap macan”

ada 182 orang. Jika diambil α = 5%, bagaimana kesimpulan penelitian itu?

Solusi :

1. H0: p ≥ 0.9 (klaim pengusaha benar)

H1: p < 0.9 (klaim pengusaha tidak benar)

2. α = 0.05

3. Statisitk uji yang dilakukan :

4. Komputasi:

Page 26: Uji Hipotesis

5. Daerah kritik:

z0.01 = -1.645; DK = {z | z < -1.645}

zobs = 0.471 DK

6. Keputusan uji : H0 diterima

7. Kesimpulan : klaim pengusaha bahwa sabun produksinya dipakai oleh paling sedikit 90

dari 100 orang bintang sinetron adalah benar.

Contoh 12.12

Pemilik bimbingan tes A dan pemilik bimbingan tes B saling klaim bahwa bimbingan tes

yang dipunyainya yang lebih baik. Pak budi, sebagai peneliti, mendiga bahwa keduanya

memang sama baiknya. Untuk menguji apakah dugaan itu benar, ia menggunakan proporsi

diterima atau tidaknya peserta bimbingan tes di PTN sebagai indicator kualitas bimbingan tes.

Secara random. Bimbingan Tes A diambil dari 100 orang peserta, dan ternyata yang diterima

di PTN ada 75 orang. Dari Bimbingan Tes B diambil secara random 200 orang dan ternyata

yang diterima di PTN ada 130 orang. Dengan mengabil α = 1% bagaimana kesimpulan

penelitian itu ?

Solusi :

Misalkan p1 adalah proporsi peserta bimbignan tes A yang diterima di PTN dan p2 adalah

proporsi peserta bimbingan tes B yang diterima di PTN.

1. H0: p1 = p2 (bimbingan tes A sama baiknya dengan bimbingan tes B)

H1: p1 ≠ p2 (bimbingan tes A tidak sama baiknya dengan bimbingan tes B)

2. α = 0.01

3. Statistik uji yang dilakukan :

4. Komputasi:

Page 27: Uji Hipotesis

5. Daerah kritik:

z0.001 = 2.575; DK = {z | z < -2.575 atau z > 2.575}

zobs = 1.754 DK

6. Keputusan uji : H0 diterima

7. Kesimpulan :bimbingan tes A dan bimbingan tes B sama baiknya.

UJI KECOCOKAN

Uji hipotesis yang kita bicarakan sampai dengan saat ini adalah uji mengenai parameter

populasi, seperti misalnya µ, σ2 dan p. Pada bagian ini akan kita bicarakan uji hipotesis untuk

menentukan apakah populasinya mempunyai distribusi teoritis tertentu. Uji ini disebut uji

kecocokan (goodness-of-fit test). Untuk melakukan uji ini, digunakan teorema-teorema

berikut.

Teorema 12.2 (Goodness-Of-Fit Test)

Ujji kecocokan antara frekuensi amatan (observed frequencies) dan frekuensi harapan

(exspexted frequencies) mendasarkan kepada kuantitas berikut :

Dimana nilai –nilai dari χ2 mendekati nilai-nilai dari cvariabel random chi kuadrat. Lambang

oi menyatakan frekuensi amatan dan lambang ei menyatakan frekuensi data yang diharapkan.

Teorema 12.2 (Derajat Kebebasan Untuk Uji Kecocokan)

Bilangan yang menunjukan derajat kebebasan pada uji kecocokan chi kuadrat adalah

banyaknya sel dikurangi banyakanya kuantitas yang diperoleh dari data amatan yang

digunakan untuk menghitung frekuensi harapan.

Dari teorema 12.1. Dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai-nilai χ2 menunjukkan bahwa data

yang diamati semakin mendekati distribusi yang diteorikan. Pada uji kecocokan ini H0 yang

dirumuskan ialah bahwa data amatan mempunyai distribusi tertentu yang dihipotesiskan.

Sebagai daerah kritiknya ialah :

DK = { χ2 | χ2 > }

Dengan v = derajat kebebasan. Jadi dalam uji kecocokan ini, uji hipotesisnya selalu

menggunakan uji satui ekor kanan.

Seperti uji hipotesis lain, data amatan yang diperolah merupakan data sampel yang

diasumsikan berasal dari suatu populasi tertentu, sehingga yang diuji pada uji kecocokan ialah

Page 28: Uji Hipotesis

apakah populasinya berdistribusi tertentu atau tidak. Yang tampaknya perlu dicermati benar-

benar adalah cara menghitung derajat kebebasan pada uji kecocokan ini.

Uji Kecocokan Untuk Distribusi Uniform

Seperti diketahui bahwa sebuah distribusi disebut uniform apabila f(x) = , dengan C

konstanta tertentu. Tampak bahwa untuk menentukan frekuensi harapan hanya diperlukan

satu kuantitas saja, yaitu total frekuensi. Oleh karena itu, derajat kebebasannya ialah (k-1).

Contoh 12.13

Pada lemparan sebuah dadu sebanyak 120 kali, diperoleh data sebagai berikut. Mata dadu 1

muncul sebanyak 20 kali, mata dadu 2 muncul sebanyak 22 kali, mata dadu 3 muncul

sebanyak 17 kali, mata dadu 4 muncul sebanyak 18 kali, mata dadu 5 muncul sebanyak 19

kali, mata dadu 6 muncul sebanyak 24 kali. Uji apakah sebaran data tersebut memenuhi

distribusi uniform, jika diambil α = 5%.

Solusi:

1. H0: Populasi berdistribusi uniform

H1: populasi tidak berdistribusi uniform

2. α = 0.05

3. Statistik uji yang dilakukan :

4. Komputasi:

Tabel 12.5

Frekuensi Harapan Dan Frekuensi Data Amatan

Mata dadu 1 2 3 4 5 6

Frekusnsi amatan (o) 20 22 17 18 19 24

Frekuensi harapan (e) 20 20 20 20 20 20

0 - e 0 2 -3 -2 -1 4

Page 29: Uji Hipotesis

5. Daerah kritik:

V = k – 1 = 6 – 1 = 5;

= 11.070; DK = { χ2 | χ2 > 11.070}

= 1.700 DK

6. Keputusan uji : H0 diterima

7. Kesimpulan :bimbingan tes A dan bimbingan tes B sama baiknya.

UJI NORMALITAS POPULASI

Seringkali harus diuji apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Uji ini disebut uji

distribusi normal pada populasi dan disingkat uji normalitas populasi.

Pada tabel 12.1. Dapat bahwa semua penggunaan uji statistik mengenai beda rataan (dan uji

statistic lain, misalnya analisis variansi yang dibahas pada babXIII) mensyaratkan dipunyai

populasi normal. Pada praktik penelitian yang sesungguhnya, normalitas itu tidak lagi sesuatu

yag diasumsikan tetapi sesuatu yang dipersyaratkan. Artinya sebelum uji beda rataan

dilakukan harus ditunjukan bahwa sampelnya diambil dari populasi normal.

Ada dua cara yang digunakan untuk uji normalitas yaitu dengan menggunakan variabel

random chi kuadrat dan dengan metode Lilliefors. Uji yang pertama dikatakan uji secara

parametric, karena menggunakan penaksir rataan dan deviasi baku: sedangkan uji yang kedua

merupakan uji secara non-parametrik.

Uji Normalitas Dengan Chi Kuadrat

Uji kenormalan dapat dilakukan dengan menggunakan teorema 12.1 dengan teorema 12.2.

pada uji ini, untuk menentukan frekuensi harapan diperlukan tiga kuantitas, yaitu frekuensi

total, rataan dan deviasi baku, sehingga derajat kebebasan ialah (k-3).

Untuk dapat menggunakan cara ini, datanya harus dinyatakan dalam distribusi frekuensi data

bergolong. Prinsip yang dipakai pada uji ini adalah membandingkan antara histogram amatan

dengan histogram yang kurva polygon frekuensinya mendekati distribusi normal.

Contoh 12.14

Untuk melihat apakah distribusi berat badan siswa kelas 3 SMU “Entah Mana” berdistribusi

normal, diambil secara random 100 siswa dari populasinya. Berat badan mereka ditampilkan

dalam distribusi frekuensi data tergolong seperti dibawah ini.

Page 30: Uji Hipotesis

Tabel 12.6

Distribusi berat bdan 100 sisa kelas 3 SMU

Berat badan (kilogram) frekuensi

60-62

63-65

66-68

69-71

72-74

5

18

42

27

8

Dengan mengambil α = 5%, apakah sampel tersebut berasal dari populasi normal?

Solusi :

1. H0: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

2. α = 0.05

3. Statistik uji yang dilakukan :

4. Komputasi:

Misalkan X adalah titik tengah kelas dan f adalah frekuensi

Tabel 12.7

Tabel Kerja Untuk Menghitung Rataan Dan Deviasi Baku

X f fX X2 fX2

61

64

67

70

73

5

18

42

27

8

305

1152

2814

1890

584

3721

4096

4489

4900

5329

18605

73725

188538

132300

42632

100 6745 455803

Page 31: Uji Hipotesis

Tabel 12.8

Tabel Kerja Untuk Menghitung Frekuensi Harapan

Tepi

Kelas

z Untuk Tepi

Kelas

Luas

KelasFrekuensi Harapan

Frekuensi

Amatan

59.5-62.5

62.5-65.5

65.5-68.5

68.5-71.5

71.5-74.5

(-2.71)-(-1.69)

(-1.69)-(-0.67)

(-0.67)-(0.36)

(0.36)-(1.38)

(1.38)-(2.41)

0.0421

0.2059

0.3892

0.2756

0.0758

(0.0421)(100) = 4.21

(0.2059)(100) = 20.59

(0.3892)(100) = 38.92

(0.2756)(100) = 27.56

(0.0758)(100) = 7.58

5

18

42

27

8

Perhatikan bahwa luas kelas (pada tabel 12.8) dicari dari bilangan baku (z) untuk

masing-masing tepi kelas pertama:

x1 = 59.5 (tepi bawah kelas) → z1 =

x2 = 62.5 (tepi atas kelas) → z2 =

luas kelas = luas dibawah kurva normal dan dibatasi oleh z1 dan z2

= 0.4966 – 0.4545 (lihat tabel kurva nominal)

= 0.0421

5. Daerah kritik:

V = k – 3 = 5 – 3 = 2;

= 5.991; DK = { χ2 | χ2 > 5.991}

= 0.752 DK

6. Keputusan uji : H0 diterima

7. kesimpulan : populasi berdistribusi normal

Uji Normalitas Dengan Metode Lilliefors

Page 32: Uji Hipotesis

Uji normalitas dengan metode lilliefors digunakan apabila datanya tidak dalam distribusi data

bergolong. Pada metode lilliefors, setiap data Xi diubah menjadi bilangan baku zi dengan

transformasi.

Zi =

Statistic uji untuk metode ini ialah:

L = Maks |F(zi) – S(zi)|

Dengan

F(zi) = P(Z≤zi);

Z ~ N(0,1);

S(zi) = proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh zi

Sebagai daerah kritik untuk uji ini ialah :

DK = {L | L > Lα;n} dengan n adalah ukuran sampel

Untuk beberapa α dan n, nilai Lα;n dapat diihat pada tabel 7 pada lampiran.

Contoh 12.15

Sebuah sampel berukuran 6 diambil secara random dari suatu populasi. Keenam nilai dari

sampel tersebut adalah sebagai berikut:

4 0 8 6 14 10

Dengan mengambil α = 5%, ujilah hipotesis yang menyatakan bahwa sampel tersebut berasal

dari populasi yang terdistribusi normal.

Solusi:

1. H0: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

2. α = 0.05

3. Statistik uji yang dilakukan :

L = Maks |F(zi) – S(zi)|; dengan F(zi) = P(Z≤zi);Z ~ N(0,1); dan S(zi) = proporsi cacah

z ≤ zi terhadap seluruh zi

4. Komputasi:

Dari data diatas diperolah ΣX = 42 dan ΣX2 = 412

Sehingga diperoleh: dan s =

Tabel 12.9

Page 33: Uji Hipotesis

Untuk Mencari Lmaks

Xi Zi = F(zi) S(zi) |F(zi)-S(zi)|

0

4

6

8

10

14

-1.44

-0.62

-0.21

0.21

0.62

0.44

0.0749

0.2676

0.4168

0.5832

0.7324

0.5251

0.1667

0.3333

0.5000

0.6667

0.8333

1.0000

0.0918

0.0657

0.0832

0.0835

0.1009

0.0749

L = mak |F(zi)-S(zi)| = 0.1009

5. Daerah kritik:

L0.05;6 = 0.319; DK = { L | L > 0.319};Lobs = 0.1009 DK

6. Keputusan uji : H0 diterima

7. kesimpulan : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Contoh 12.16

Nilai-nilai pada sampel yang berukuran 20 adalah sebagai berukut:

30 40 50 54 56 56 56 58 60 66

68 72 76 76 76 76 78 78 84 88

Dengan mengambil α= 5%, ujilah hipotesis yang mengatakan bahwa sampel tersebut berasal

dari populasi yang terdistribusi normal.

Solusi:

1. H0: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

2. α = 0.05

3. Statistik uji yang dilakukan :

L = Maks |F(zi) – S(zi)|

4. Komputasi:

Dari data diatas diperoleh = 6.49 dan s = 1.502

Tabel 12.10

Page 34: Uji Hipotesis

Untuk Mencari Lmaks

Hasil dari scan …………..

L = mak |F(zi)-S(zi)| = 0.0922

5. Daerah kritik:

L0.05;20 = 0.190; DK = { L | L > 0.190};Lobs = 0.0922 DK

6. Keputusan uji : H0 diterima

7. Kesimpulan : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

UJI INDEPENDENSI

Prosedur uji kecocokan dengan menggunakan chi kuadrat seperti yang dibicarakan di muka

dapat dipakai untuk menguji apakah dua variabel independent atau tidak. Prosedur untuk uji

independen tersebut adalah sebagai berikut. Hitunglah kuantitas :

Dengan I berjalan untuk seluruh sel dalam tabel kontingensi r x c yang ada. Daerah kritik dari

uji ini ialah :

DK = {χ2 | χ2 > }

Dengan v = (r-1) x (e-1); r = banyaknya baris dan c = banyaknya kolom. Pada uji ini,

frekuensi harapan untuk masing-masing sel dihitung dari probabilitas masing-masing kategori

pada baris dan masing-masing kategori pada kolom dengan nmgnggunakan asumsi bahwa

mereka adalah independent. Jadi, kalau P(A) adalah peluang kejadian A pada baris ke – p dan

Page 35: Uji Hipotesis

P(B) adalah peluang kejadian B pada kolom ke – q, maka frekuasi harapan munculnya

kejadian A dan B pada sel (p,q) adalah perkalian antara P(A),P(B), dan n dimana n adalah

banyaknya anggota sampel secara keseluruhan. Secara singkat, ditulis : fA….B = nP(A)P(B).

Contoh 12.17

Pada pemilihan presiden secara langsung terdapat tiga partai (yaitu partai “padi”, partai

“cabe”, partai “jengkol”) yang berkompetensi untuk menentukan presiden. Calon presidennya

adalah pak X dan Pak Y. Akan dilihat apakah keanggotaan partai independen terhadap

aspirasinya dalam pemilihan presiden. Secara random diambil 1000 orang untuk dimintai

pendapatnya siapa yang akan dipilih. Hasilnya tampak pada tabel 12.11. Bagaimanakah

kesimpulan penelitian tersebut, jika diambil α = 5%?

Tabel 12.11

Tabel Kontingensi Aspirasi Pemilih (Data Amatan)

Padi (P) Cabe (C) Jengkol (J) Jumlah

Memilih pak X

Memilih pak Y

182

154

213

138

203

110

598

402

Jumlah 336 351 313 1000

Solusi:

1. H0: keanggotaan partai independent terhadap aspirasinya kepada calon presiden

H1: keanggotaan partai tidak independent terhadap aspirasinya kepada calon presiden

2. α = 5%

3. Statistik uji yang dilakukan :

4. Komputasi:

Untuk menghitung frekuensi harapan masing-masing sel, perhatikanlah bahwa P(P) =

0.336; P(J) = 0.313; P(X) = 0.598; dan P(Y) = 0.402. frekuensi harapan masing-

masing sel dihitung sebagai berikut :

fh(P,X) = (0.336)(0.598)(1000) = 200.9

fh(P,Y) = (0.336)(0.402)(1000) = 135.1

fh(C,X) = (0.351)(0.598)(1000) = 209.9

fh(C,Y) = (0.351)(0.402)(1000) = 141.1

fh(J,X) = (0.313)(0.598)(1000) = 187.2

Page 36: Uji Hipotesis

fh(J,Y) = (0.313)(0.402)(1000) = 125.8

sehingga :

5. Daerah kritik:

V = (2-1)(3-1) = 2 ; = 5.991; DK = { χ2 | χ2 > 5.991}; χ2obs = 7.854 DK

6. Keputusan uji : H0 ditolak

7. Kesimpulan : keanggotaan partai tidak independent terhadap aspirasinya terhadap

calon presiden. (ini berarti bahwa terdapat kecenderungan kalau seseseorang menjadi

anggota partai tertentu, maka mereka akan memilih presiden tertentu. Dengan kata

kain terdapat hubungan antara keanggotaan partai dengan presiden yang dipilih).

UJI HOMOGENITAS VARIANSI POPULASI

Kadang-kadang untuk suatu penggunaan statistic uji tertentu (misalnya analisis variansi)

dipersyaratkan agar populasi-populasi yang diperbandingkan mempunyai variansi-variansi

yang sama. Uji untuk mengetahui apakah variansi-variansi dari sejumlah populasi sama atau

tidak disebut uji homogenitas variansi populasi. Statistic uji kedua pada tabel 12.4 merupakan

uji untuk homogenitas variansi dua populasi. Pada bagian ini dibicarakan uji homogenitas

variansi untuk k populasi.

Salah satu uji homogenitas variansi untuk k populasi adalah uji bartlet (walpole,1982,396).

Misalnya terdapat k populasi pada uji ini. Hipotesis nol yang diujikan adalah

H0: σ12 = σ2

2 = σ32 = …… = σk

2

H1: tidak semua variansi sama

Pertama-tama dihitung masing-masing variansi, yaitu s12, s2

2, s32, … sk

2 dari sampel yang

berukuran n1, n2, n3, …. nk. Kemudian dihitung variansi gabungan yang dirumuskan oleh:

sp2 =

Bilangan b yang dirumuskan dengan

Page 37: Uji Hipotesis

b =

Adalah nilai dari variable random B yang mempunyai distribusi Bartlett.

Daerah kritik uji ini adalah

DK = {b | b < bk (α;n1,n2,n3 …, nk)}

Dengan

bk(α;n1, n2, n3, …. nk)

=

Nilai bk(α;n) beberapa k, α, dan n dapat dilihat pada tabel 8 pada lampiran.

Contoh 12.18

Untuk menguji apakah produksi model A, model B dan model C mempunyai variansi-vasiansi

yang sama, secara random diambil 4 buah model A, 6 buah model B dan 5 buah model C.

datanya adalah sebagai berikut:

A: 4 7 6 6

B: 5 1 3 5 3 4

C: 8 6 8 9 5

Dengan mengambil α = 5%, bagaimana kesimpulan penelitian ini?

Solusi:

1. H0: σ12 = σ2

2 = σ32 = …… = σk

2

H1: tidak semua variansi sama

2. α = 0.05

3. Statistic uji yang digunakan :

b =

4. Komputasi:

Dari data diatas, diperoleh: s12 = 1.583; s2

2 = 2.300; s32 = 2.700; sehingga :

sp2 =

b =

Page 38: Uji Hipotesis

5. Daerah kritik :

b3(0.05;4,6,5) =

DK = {b | b < 0.5767}; bobs = 0.9805 DK

6. Keputusan uji : H0 diterima

7. Kesimpulan : variansi-variansi dari tiga populasi tersebut sama (homogen).

Bentuk lain untuk uji Bartlett adalah sebagai berikut (winner, 1971:208). Pada bentuk kedua

ini, statistic uji yang digunakan adalah :

Dengan :

χ2 ~ χ2(k-1)

k = banyaknya populasi = banyaknya sampel

N = banyaknya sekuruh nilai (ukuran)

nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j

fj = nj – 1 = derajat kebebasan untuk sj2; = 1, 2, …, k;

f = N- k = derajat kebebasan untuk RKG

c = 1 +

RKG = rataan kuadrat galat =

SSj =

Contoh 12.19

Ujilah homogenitas populasi data pada contoh 12.18

Solusi:

1. H0: σ12 = σ2

2 = σ32 (variansi populasi homogen)

H1: tidak semua variansi sama (vasiansi populasi tidak homogen)

2. α = 0.05

3. Statistic uji yang digunakan :

Page 39: Uji Hipotesis

4. Komputasi:

Setelah dihitung, dipeoleh:

f1= 3, f2 = 5, f1 = 4; Σfj = 3+5+4=12

SS1 = 4.750; SS2 = 11.500; SS3 = 10.800

Tabel 12.12

Tabel Kerja Untuk Menghitung χ2obs

Sampel fj SSj Sj2 log sj

2 fj log sj2

I

II

III

3

4

5

4.750

11.500

10.800

1.583

2.300

2.700

0.199

0.362

0.431

0.597

1.810

1.724

Jumlah 12 27.050 - - 4.131

RKG =

f log RKG = (12)(log 2.254) = (12)(0.353) = 4.326

c = 1 +

sehingga :

χ2 =

5. Daerah kritik :

DK = { χ2 | χ2 > 5.991}; χ2obs = 0.216 DK

6. Keputusan uji : H0 diterima

7. Kesimpulan : variansi-variansi dari tiga populasi tersebut sama (homogen).

LATIHAN

Page 40: Uji Hipotesis

1. Biasanya rataan berat suatu jenis mangga tertentu adalah 0,80 kg dengan deviasi baku

0,05kg. Namun pada suatu masa panen tertentu, diduga berat mangga jenis tersebut

menurun. Untuk melihat apakah benar dugaan tersebut, diambil 100 buah mangga.

Setelah ditimbang ternyata rataan beratnya 0,75kg. Jika diambil α = 1%, bagaimana

hasil penelitian tersebut?

2. Dari hasil tes matematika standar pada suatu populasi biasanya diperoleh rataan 70.

Seorang peneliti mencoba metode baru dengan harapan bahwa metode baru tersebut

dapat meningkatkan prestasi matematika siswa. Setelah metode baru tersebut

dicobakan, diambil secara random 6 siswa. Nilai mereka setelah dites dengan tes

matematika standar adalah :

70 71 68 80 84 53

Jika α = 5%, apakah dapat disimpulkan bahwa metode baru tersebut dapat

meningkatkan prestasi siswa?

3. Seorang peneliti ingin membandingkan dua buah metode pembelajaran, yaitu metode

lama dan metode baru. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah apakah metode

baru tersebut sama efektifnya dengan metode yang lama atau tidak. Data dari dua

metode tersebut adalah sebagai berikut:

Kelas Metode N Rataan Deviasi baku

IA Lama 50 74 8

IB Baru 40 78 7

Bagaimana kesimpulan penelitian tersebut jika diambil α = 1%? Asumsikan deviasi

baku yang diperoleh dari sampel dapat mewakili deviasi baku populasinya

4. Seorang peneliti ingin melihat apakah anak laki-laki mempunyai prestasi yang lebih

baik daripada anak perempuan, peneliti tersebut mengambil 15 anak laki-laki dan 21

anak perempuan sebagai sampel penelitian. Setelah diberikan tes yang sama, rataan

anak laki-laki adalah 75 dengan deviasi 12 dan rataan anak perempuan adalah 73

dengan deviasi baku 10. Dengan mengabil α = 5% dan dengan mengasumsikan bahwa

variansi kedua populasi sama, bagaimana kesimpulan penelitian tersebut?

5. Seperti soal nomor 4, tetapi diasumsikan variansi kedua populasi tidak sama

6. Data-data pre-test dan pos-test untuk 12 siswa (sebagai sampel) adalah sebagai

berikut:

No urut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Page 41: Uji Hipotesis

Pre – test 6 7 5 9 8 7 5 6 4 3 8 6

Post - test 7 8 6 9 7 6 6 7 5 4 8 7

Ingin diteliti apakah nilia-nilai pos-test lebih baik daripad nnila-nilai pre-test. Dengan

mengabmil α = 5%, bagaimanakah kesimpulan penelitian tersebut?

7. Untuk menguji hipotesis bahwa metode diskusi lebih baik daripada metode ceramah,

metode diskusi dikenakan kepada kelas IA dan metode ceramah dikenakan kepada

kelas IB. Sebelum diberikan perlakuan itu, telah diuji bahwa IA dan IB dalam keadaan

seimbang. Setelah metode-metode itu dikenakan selam satu semester, kepada kedua

kelas diberikan tes yang sama. Secara random dari kelas IA diambil 10 anak dan dari

kelas IB diambil 12 anak. Nilai-nilai mereka adalah sebagai berikut:

Kelas IA:80 78 86 70 59 98 76 71 60 65

Kelas IB:68 72 77 79 68 80 54 63 89 74 66 86

Bagaimanakah kesimpulan penelitian itu, jika simbil α = 1% dan diasumsikan

variansi-variansi populasinya sama.

8. Seperti soal nomor 7, tetapi diasumsikan variansi-variansi populasinya tidak sama.