uji fitokimia dan efektivitas angiopteris evecta
DESCRIPTION
Uji Fitokimia dan Efektivitas Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah (Angiopteris evecta) Terhadap Bakteri Salmonella thypi Sebagai Agen Penyebab Demam Tifoid Secara In VitroTRANSCRIPT
Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Pangkal Batang Paku
Gajah (Angiopteris evecta) Terhadap Bakteri Salmonella thypi Sebagai Agen
Penyebab Demam Tifoid Secara In Vitro
Fanny Pratami Kinasih1, Drs. Welly Darwis, M.S
2, Dr. Morina Adfa, M.Si
3
1.Pendidikan Dokter, Universitas Bengkulu
2. Dosen Jurusan Biologi, Fakultas MIPA Universitas Bengkulu
3. Dosen Jurusan Kimia, Fakultas MIPA Universitas Bengkulu
ABSTRAK
Latar Belakang: Tumbuhan Paku gajah (Angiopteris evecta) merupakan salah satu
spesies Pteridophyta yang paling sering digunakan untuk mengobati penyakit. Bagian
pangkal batang dari tumbuhan paku gajah ini telah lama digunakan untuk mengobati
penyakit demam tifoid di Desa Tanjung Ganti I, Kaur, Bengkulu. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kandungan ekstrak pangkal batang paku gajah dan aktivitasnya dalam
menghambat Salmonella thypi sebagai agen penyebab demam tifoid. Metode: Ekstraksi
pangkal batang paku gajah menggunakan pelarut etanol 96%. Hasil dari ekstraksi
selanjutnya dilakukan pengujian fitokimia dan uji Minimum Inhibitory Concentration
(MIC). Hasil uji MIC diambil daya hambat terbaik 70-80%, kemudian dilanjutkan
dengan uji efektivitas menggunakan 5 konsentrasi berbeda dari hasil uji MIC tersebut.
Larutan antibiotik kloramfenikol 50 µg/ml digunakan sebagai pembanding (kontrol +).
Hasil: Hasil uji fitokimia ekstrak pangkal batang paku gajah mengandung beberapa
senyawa antibakteri, yaitu tanin, flavonoid, dan triterpenoid. Hasil uji MIC pangkal
batang paku gajah terhadap S. thypi didapatkan daya hambat terbaik 70-80% pada
konsentrasi 40%. Hasil uji efektivitas diketahui daya hambat terbesar pada konsentrasi
47,5% dengan diameter daya hambat 9,2 mm. Analisis statistik pada uji Anova
menunjukkan setiap konsentrasi pangkal batang paku gajah memiliki perbedaan yang
nyata dalam menghambat S.thypi dengan nilai p=0,00 (< 0,05). Hasil uji Duncan
didapatkan konsentrasi ekstrak 40% yang paling efektif menghambat pertumbuhan S.
thypi. Simpulan: Pangkal batang paku gajah memiliki kandungan senyawa antibakteri
yaitu tanin, flavonoid, dan triterpenoid yang memiliki aktivitas daya hambat terhadap
bakteri S. thypi.
Kata Kunci: Angiopteris evecta, Salmonella thypi, fitokimia, metode difusi cakram, daya
hambat, demam tifoid
Pendahuluan
Demam tifoid merupakan infeksi
sistemik yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella thypi. Demam tifoid ini
dapat terjadi karena mengkonsusi
makanan atau minuman yang
terkontaminasi dari urin atau feses
orang carrier yang mengeksresi
bakteri S. thypi. Hal ini dapat terjadi
karena buruknya hyngiene habits dan
sanitasi lingkungan masyarakat yang
tidak baik (Parry dkk., 2002). Demam
tifoid menempati urutan ketiga dari
10 penyakit terbanyak pasien rawat
inap di rumah sakit di Indonesia
dengan jumlah kasus 41.081
(Departemen Kesehatan RI, 2011).
Hal ini menunjukan bahwa insidensi
demam tifoid di Indonesia masih
cukup tinggi dan perlu untuk
diperhatikan penatalaksanaannya.
Pilihan utama untuk mengobati
demam tifoid di Indonesia adalah
kloramfenikol (Sudoyo dkk.,2009).
Kloramfenikol yang biasa digunakan
untuk mengobati demam tifoid ini
memiliki efek samping yang cukup
serius bagi tubuh kita yaitu kelainan
hematologik berupa Anemia Aplastik
dan Gray Baby syndrome (Gunawan
dkk., 2007). Sehingga banyak
masyarakat lebih memilih untuk
menggunakan pengobatan herbal
untuk mengobati penyakit demam
tifoid ini.
Pengobatan demam tifoid
menggunakan obat- obatan tradisional
sudah banyak digunakan, salah satu
nya menggunakan rebusan air
pangkal batang paku gajah
(Angiopteris evecta) yang sudah lama
digunakan untuk mengobati demam
tifoid oleh masyarakat di Desa
Tanjung Ganti I, Kecamatan Kelam
Tengah, Kabupaten Kaur, Provinsi
Bengkulu.
Paku Gajah termasuk dalam
divisi Pteridophyta (Paku-pakuan)
yang paling sering digunakan untuk
mengobati penyakit (Nilanthi dkk.,
2012). Ekstrak metanol daun
Angiopteris evecta menunjukkan
aktivitas antibakteri yang maksimal
pada bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus
aureus, sedangkan pada bakteri
Escherichia coli dan Serratia
marcescens juga terdapat efek
antibakteri tetapi tidak semaksimal
Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus (Thomas,
2011). Penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan signifikan
antara bagian akar, daun, dan rhizome
Angiopteris evecta dalam
menghambat pertumbuhan bakteri.
Ekstraksi daun Angiopteris evecta ini
menggunakan dichloromethane,
aseton, metanol dan etanol
mempunyai efek hambatan yang
tinggi terhadap pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus (Nilanthi dkk., 2012). Melihat
dari berbagai hasil penelitian
mengenai paku gajah yang
menunjukkan adanya efek
penghambatan pertumbuhan beberapa
bakteri, tidak menutup kemungkinan
bahwa pangkal batang paku gajah
mengandung senyawa aktif yang
dapat menghambat pertumbuhan
bakteri S. thypi sebagai bakteri
penyebab demam tifoid.
Diketahui bahwa daun
Angiopteris evecta yang di ekstraksi
dengan menggunakan aseton dan
metanol menunjukkan adanya
senyawa antibakteri flavonoid,
terpenes, dan fenolik. Ekstraksi
menggunakan petroleum eter
didapatkan senyawa flavonoid dan
terpenes (Thomas, 2011). Pada uji
fitokimia ekstrak daun Angiopteris
evecta yang diekstrak menggunakan
etanol mengandung senyawa
flavonoid, terpen, dan fenol (Thomas,
2013). Namun, belum diketahui
senyawa antibakteri apa saja yang
terkandung dalam pangkal batang
paku gajah yang dapat menghambat
pertumbuhan S. thypi sebagai agen
penyebab dema tifoid. Maka dari itu
penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi senyawa kimia yang
terdapat pada ekstrak pangkal batang
paku gajah (Angiopteris evecta) dan
aktivitasnya dalam menghambat
pertumbuhan Salmonella typhi.
Metodologi
Jenis penelitian ini adalah studi
analitik eksperimental laboratorium,
dilakukan pengujian fitokimia ekstrak
pangkal batang paku gajah dan
pengujian aktivitas antibakteri dari
ekstrak pangkal batang paku gajah
dengan menggunakan uji difusi
cakram (disk diffusion test). Metode
ini merupakan metode untuk uji
antibakteri dengan mengukur
pertumbuhan bakteri dan melihat
adanya zona bening atau zona hambat
yang timbul disekitar kertas cakram
yang sudah diteteskan dengan ekstrak
pangkal batang paku gajah, dan
selanjutnya diukur berapa besar
diameter zona hambatan terhadap S.
typhi.
Sampel ekstrak pangkal batang
paku gajah yang digunakan diperoleh
dari tumbuhan paku gajah yang ada di
Desa Tanjung Ganti I Kelam Tengah,
Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.
Pangkal batang paku gajah sebanyak
6 kg dicuci bersih dan dikering
anginkan, kemudian dimaserasi
dengan menggunakan pelarut etanol
96% selama 4x24 jam pada suhu
kamar. Filtrat hasil maserasi diuapkan
pelarutnya menggunakan rotary
evaporator dan dikentalkan dengan
menggunakan water bath.
Setelah didapatkan ekstrak kental,
dilakukan pengujian fitokimia ekstrak
pangkal batang paku gajah yaitu uji
alkaloid (menggunakan 3 pereaksi
yaitu pereaksi Wagner, Mayer, dan
Dragendroff), uji flavonoid
menggunakan metode Wilstater, uji
saponin menggunakan metode Forth,
uji steroid dan terpenoid
menggunakan pereaksi Liebermann-
Burchard, serta uji tanin
menggunakan pereaksi FeCl3 1%.
Pengujian aktivitas antibakteri
ekstrak pangkal batang paku gajah
terhadap bakteri S. thypi
menggunakan metode difusi cakram
pada media agar padat. Media yang
digunakan adalah media SSA
menggunakan metode double layer,
yaitu terdiri dari 2 lapis media SSA,
lapisan bawah berisi media SSA padat
dan lapisan atas berisi media ½ padat
yang sudah mengandung bakteri uji.
Uji awal yang dilakukan uji Minimum
Inhibitory Concentration (MIC) ini
menggunakan variasi konsentrasi
mulai dari 10% hingga konsetrasi
100%, kemudian cari konsentrasi
dengan daya hambat minimum pada
kategori kuat, jika tidak ada kategori
kuat maka diambil 70-80% dari daya
hambat terbaik. Hasil dari uji MIC ini
digunakan sebagai titik tengah dan
dibuat dibuat variasi konsentrasi lebih
besar dan lebih kecil dari P4 ( P4 )
dengan jarak 7,5% yang dikodekan
sebagai larutan P2, P3 < P4 > P5, P6.
Kelima jenis konsentrasi ini
digunakan untuk uji efektivitas
ekstrak pangkal batang paku gajah.
Uji efektivitas menggunakan metode
blind test, dilakukan pengacakan oleh
orang lain terhadap variabel bebas
yaitu konsetrasi ekstrak yang diuji.
Kertas cakram yang sebelumnya telah
diteteskan ekstrak, kemudian
diinkubasi pada suhu 37o C selama 24
jam dan diamati zona bening atau
zona hambat yang terbentuk. Untuk
kontrol positif yang digunakan yaitu
larutan kloramfenikol dengan
konsentrasi 50 µg/ml. Uji efektivitas
ini dilakukan pengulangan sebanyak 6
kali. Besarnya zona hambat diukur
dengan menggunakan penggaris skala
milimeter dan dikategorikan zona
hambat yang terbentuk menurut
kriteria Davis dan Stout.
Hasil dan Pembahasan
Pangkal batang paku gajah
didapatkan dari Desa Tanjung Ganti I,
Kecamatan Kelam Tengah,
Kabupaten Kaur melalui Bapak
Yarsana sebanyak 6 kg. Setelah
dikering anginkan beratnya menyusut
menjadi 3,5 kg, dan kemudian
dimaserasi dengan pelarut etanol 96%
sebanyak 5 liter. Hasil penguapan
filtrat dengan rotary evaporator
didapatkan berat ekstrak kental
pangkal batang paku gajah sebanyak
38,8 gram.
1. Pengujian Fitokimia
Dari hasil uji fitokimia ekstrak
pangkal batang paku gajah didapatkan
sebagai
berikut :
Tabel1. Hasil Fitokimia Ekstrak
Pangkal Batang Paku Gajah
No Uji Fitokimia Warna Hasil
1. Uji Alkaloid :
- Dragendrof
- Wagner
- Meyer
(Tidak ada
endapan)
Kuning
kecoklatan
Coklat muda
Coklat muda
-
-
-
2. Flavonoid Merah
kehitaman
(+ Mg
berbusa)
+
3. Triterpenoid Merah
kehitaman
+
4. Steroid Merah
kehitaman
-
5. Saponin Coklat muda
tidak berbusa
-
6. Tanin Hitam pekat +
Penelitian (Thomas, 2011) hasil
fitokimia ekstrak metanol daun paku
gajah positif mengandung flavonoid,
terpen dan fenolik, tanpa adanya
senyawa alkaloid. Serupa juga dengan
penelitian (Thomas, 2013) yang
menggunakan ekstrak etanol pada uji
fitokimia daun paku gajah didapatkan
adanya kandungan flavonoid, terpen
dan fenolik. Hal ini menunjukkan
bahwa kandungan senyawa aktif
tumbuhan yang bersifat sebagai
antibakteri pada daun dan pangkal
batang paku gajah adalah sama,
namun kemungkinan terdapat
perbedaan pada jumlah kadar
senyawa aktif tersebut pada bagian
daun dan pangkal batangnya
2. Pengujian Antibakteri
Uji MIC ini dilakukan karena
belum adanya standar konsentrasi
ekstrak pangkal batang paku gajah
yang dapat digunakan untuk uji
Keterangan : + ada , - tidak ada
efektivitas. Dari hasil uji MIC
menggunakan 10 macam konsentrasi
yaitu kosentrasi yaitu 10%, 20%,
30%, 40%, 50%, 60%, 70% , 80%,
90% dan 100%, didapatkan grafik
hasil perhitungan zona hambat pada
uji MIC ekstrak pangkal batang paku
gajah terhadap S. thypi pada Gambar
1. Pada Gambar 1 didapatkan bahwa
daya hambat terbaik berada pada
konsentrasi 50% yaitu 11,88 mm,
sehingga 70-80% dari daya hambat
terbaik berada pada konsentrasi 40%
yaitu 8,33 mm yang diberi kode (P4).
Selanjutnya hasil uji MIC pada
konsenrasi 40% (P4) digunakan
sebagai titik tengah dan dibuat variasi
konsentrasi lebih besar dan lebih kecil
dari P4 ( P4 ) dengan jarak 7,5%,
maka 5 konsentrasi baru yang
digunakan untuk uji efektivitas adalah
25% (P2), 32,5% (P3), 40% (P4),
47,5% (P5), dan 50% (P6). Adapun
hasil uji efektivitas ekstrak pangkal
batang paku gajah terhadap S. thypi
dapat dilihat pada Tabel 2. Data hasil
zona hambat ekstrak pangkal batang
paku gajah terhadap S. typhi termasuk
ke dalam kategori daya hambat yang
sedang menurut Davis Stout (1971).
Dari hasil pengukuran zona
hambat menunjukkan bahwa diameter
paku gajah terhadap S. thypi terbesar
berada pada konsentrasi ekstrak
47,5% yaitu sebesar 9,2 mm dan daya
hambat terkecil berada pada
konsentrasi 25% yaitu sebesar 5,5
mm. Sedangkan zona hambat
kloramfenikol sebagai larutan
pembanding masuk ke dalam kategori
kuat yaitu sebesar 12,9 mm. Adapun
gambar zona hambat yang terbentuk
dari ekstrak pangkal batang paku
gajah dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. thypi dapat
dilihat pada Gambar 2.
Selanjutnya hasil zona hambat
pada Tabel 2 dianalisis dengan
menggunakan perhitungan RAL
(Rancangan Acak Lengkap) sehingga
didapatkan data pada Tabel 3.
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Zona
Bening dengan Konsentrasi
Ekstrak Pangkal Batang Paku
Gajah Dalam Menghambat
Pertumbuhan S. typhi
Tabel 2. Rata-rata Diameter Daya Hambat
Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah
Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Salmonella typhi
0
10
20
10% 30% 50% 70% 90%Rer
ata
Day
a H
am
bat
(mm
)
Konsentrasi Ekstrak Pangkal Batang
Paku Gajah
Tabel 3. Hasil Uji ANOVA dari data
pengukuran diameter daya hambat
ekstrak pangkal batang paku gajah
(Angiopteris evecta) menggunakan
program SPSS 16.0
SK JK D
B
KT Fhitu
ng
Ftabel Signif
ikan
(p)
5
%
1
%
Perla
kuan
209,
974
5 41,
995
24,0
04S
2,
53
3,
7
0,00
Galat 52,4
84
3
0
1,7
49
Total 262,
458
3
5
Keterangan :
S
= Signifikan
H0 = Pemberian variasi konsentrasi tidak
berbeda nyata antar perlakuan terhadap
pertumbuhan bakteri S. typhi
H1 = Pemberian variasi konsentrasi berbeda
sangat nyata antar perlakuan terhadap
pertumbuhan bakteri S. thypi
Nilai F hitung pada Tabel .5
adalah 24,004, sedangkan F tabel 1%
(0,01) bernilai 3,7. Didapatkan bahwa
nilai F hitung lebih besar daripada F
tabel (63,292 > 3,37), maka H0
ditolak dan H1 diterima dengan taraf
99% yang berarti kesalahan tidak
lebih dari 1%. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap pemberian variasi
konsentrasi ekstrak pangkal batang
paku gajah memiliki perbedaan yang
sangat nyata antar perlakuan dalam
menghambat bakteri S. typhi,
sehingga perlu adanya uji lanjutan
yaitu post hoc test untuk mengetahui
pada perlakuan manakah terdapat
perbedaan daya hambat yang
bermakna secara statistik. Pos hoc
test yang dipilih adalah uji Duncan.
Tabel 4. Analisis Uji Lanjut Duncan
Daya Hambat Ekstrak Pangkal
Batang Paku Gajah Terhadap
Pertumbuhan Salmonella typhi
menggunakan program SPSS 16.0
Data hasil uji Duncan (Tabel 4.6)
menunjukan bahwa konsentrasi 25%
dan 32,5% bernotasi (a), dengan
artian konsentrasi 25% tidak memiliki
perbedaan yang signifikan terhadap
konsentrasi 32,5%, namun
konsentrasi 25% dan 32,5% memiliki
perbedaan yang signifikan dengan
konsentrasi 40%, 47,5%, 55% dan
111 (kloramfenikol). Konsentrasi
40%, 47,5%, dan 55% bernotasi (b),
dengan artian konsentrasi 40% tidak
memiliki perbedaan yang signifikan
terhadap konsentrasi 47,5% dan 55%,
namun konsentrasi 40%, 47,5%, dan
55% memiliki perbedaan yang
signifikan terhadap perlakuan 111
(kloramfenikol). Perlakuan 111
Gambar 2. Hasil Uji efektivitas daya
hambat pada konsentrasi 47,5%
(kloramfenikol) ini memiliki
perbedaan yang signifikan terhadap
konsentrasi 25%, 32,5%, 40%,
47,5%, dan 55%. Maka secara
statistik konsentrasi ekstrak pangkal
batang paku gajah yang efektif dalam
menghambat pertumbuhan S.typhi
adalah pada konsentrasi 40%.
Adapun grafik hubungan zona
bening dengan ekstrak pangkal
batang paku gajah dalam
menghambat S. thypi pada uji
efektivitas dapat dilihat pada Gambar
3.
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Zona
Bening dengan Konsentrasi
Ekstrak Pada Uji Efektivitas
Pada Gambar 3 terlihat
bahwa pada grafik terjadi peningkatan
besarnya daya hambat mulai dari
konsentrasi 25% sampai 47,5%,
namun terjadi penurunan daya hambat
pada konsentrasi 55%. Hal serupa
juga terjadi pada penelitian aktivitas
antibakteri daun benalu terhadap
pertumbuhan S. typhi, dimana
besarnya zona hambat yang
dihasilkan tidak berbanding lurus
dengan peningkatan konsentrasi
ekstrak (Pebriana dkk., 2013).
Besarnya zona hambat yang terbentuk
pada metode difusi cakram dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah kecepatan difusi
ekstrak antimikroba di medium agar,
tingkat kerentanan organisme
terhadap ekstrak antimikroba, jumlah
dari organisme yang diinokulasi ke
dalam petri, dan kecepatan tumbuh
bakteri (WKU, 2005).
Mekanisme ekstrak pangkal
batang paku gajah dalam
menghambat pertumbuhan bakteri S.
typhi dikarenakan adanya senyawa
flavonoid, tanin dan triterpenoid yang
terkandung di dalamnya. Penelitian
mengenai jenis tanaman paku
Hemionitis arifolia yang diekstraksi
degan mengggunakan 8 pelarut
(aseton, etanol, kloroform, etil asetat,
petroleumeter, methanol, hexan, dan
diklorometan), menunjukkan adanya
daya hambat terhadap pertumbuhan S.
typhi pada semua pelarut yang
digunakan untuk eksraksi. Bakteri
gram negatif seperti S. typhi lebih
rentan terhadap ekstrak kasar
antimikroba dibandingkan dengan
bakteri gram positif. Beberapa
flavonoid yang bersifat polar masuk
yang kemudian mengikat struktur
protein membran bakteri (porin)
sehingga sifat hidrofilik porin
mengalami perubahan konformasi
tridimensional, hal ini memudahkan
senyawa bioaktif polar lainnya untuk
masuk menembus sel melalui difusi
(Bindu dkk., 2011). Penelitian ekstrak
daun kayu manis sebagai antimikroba
S. typhi mengandung flavonoid yang
bersifat disinfektan dan
mendenaturasi protein sehingga
menyebabkan berhentinya aktivitas
metabolisme sel bakteri. Flavonoid
menghambat enzim topoisomerase II
pada DNA gyrase berfungsi untuk
memilin untai DNA, sehingga DNA
akan terurai dan strukturnya rusak,
hal ini akan menyebabkan kematian
sel bakteri (Wardhani, 2010).
Senyawa aktif daun senggani
dipisahkan menggunakan
kromatografi kolom dengan pelarut n-
heksan : kloroform : Asam Asetat =
7: 2: 2 sebagai Fraksi A. Hasil uji
golongan untuk fraksi A
menunjukkan bahwa senyawa aktif
yang mempunyai daya hambat
terhadap pertumbuhan S. typhi adalah
golongan flavonoid (Mulyani dkk.,
2010).
Senyawa lain yang terkandung
dalam ekstrak pangkal paku gajah
adalah senyawa tanin. Mekanisme
penghambatan pertumbuhan S.
typhimurium oleh daun jambu biji
(Psidium guajava) diduga karena
adanya kandungan senyawa tanin
yang cukup banyak di dalamnya.
Senyawa tanin membentuk ikatan
kompleks dengan polisakarida
membran sel, mendekstruksi fungsi
materi genetik, dan menginaktivasi
enzim (Ajizah, 2004).
Triterpenoid cukup banyak
terkandung pada ekstrak pangkal
batang paku gajah. Sifat lipofilik pada
triterpenoid ini yang kemudian
merusak membran sel bakteri (Cowan
dalam Fitrial dkk., 2008). Penelitian
ekstrak lumut hati mengandung
triterpenoid yang tinggi sehingga
dapat menghambat pertumbuhan S.
typhimurium dengan nilai MBC pada
konsentrasi 10 mg/ml (Fadhilla,
2010). Ekstrak biji teratai juga
mengandung senyawa triterpenoid
dan memiliki daya hambat terhadap S.
typhimurium (Fitrial dkk., 2008).
Hasil uji efektivitas larutan
pembanding kloramfenikol pada tabel
4.1 menunjukkan daya hambat yang
kuat menurut kriteria Stout (1971)
dengan rata- rata diameter zona
bening 12,9 mm. Diameter zona
hambat kloramfenikol ini lebih besar
dibandingkan dengan diameter zona
hambat ekstrak pangkal batang paku
gajah. Hal ini dikarenakan
kloramfenikol merupakan senyawa
antibakteri yang sangat stabil dan
berdifusi dengan baik dalam
pembenihan agar. Mekanisme
penghambatan kloramfenikol ini
dengan cara mengganggu pelekatan
asam amino pada rantai peptida yang
baru pada subunit 50S ribosom,
dengan mengganggu daya kerja
peptidil transferase. Hal ini
mengakibatkan proses perbanyakan
dan pembelahan sel terganggu
(Brooks dkk., 2008).
Kesimpulan dan Saran
Pangkal batang paku gajah
memiliki kandungan senyawa kimia
yaitu flavonoid, tanin, dan
triterpenoid yang cukup tinggi,
sehingga ketiga senyawa ini bersifat
sebagai antibakteri dan berperan
penting dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. thypi. Ekstrak
pangkal batang paku gajah memiliki
efek antibakteri terhadap S. thypi
dengan kemampuan daya hambat
terbaik pada konsentrasi 47,5% yaitu
sebesar 9,2 mm. Daya hambat
pangkal batang paku gajah ini masih
lebih kecil dibandingkan dengan daya
hambat kloramfenikol terhadap
Salmonella typhi (9,2 mm < 12,9),
sehingga kloramfenikol lebih efektif
dibandingkan dengan pangkal batang
paku gajah dalam menghambat
bakteri Salmonella typhi.
Hasil penelitian ini merupakan
langkah awal dalam pemanfaatan
pangkal batang paku gajah sebagai
salah satu obat fitofarmaka yang
dapat digunakan sebagai alternatif
pengobatan penyakit demam tifoid.
Oleh karena itu masih diperlukan
serangkai uji lainnya yaitu uji
fitokimia secara kuantitatif, uji
antibakteri ekstrak pangkal batang
paku gajah terhadap S. thypi secara in
vivo menggunakan hewan coba dan
uji toksisitas ekstrak pangkal batang
paku gajah.
Daftar Pustaka :
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas
Salmonella Typhimurium
Terhadap Ekstrak Daun
Psidium Guajava L.
http://www.webng.com/biosci
entiae/v1n1/v1n1_ajizah.PDF.
Bindu H, Devi S, dan Rukimini K.
2011. Phytochemical
screening and antibacterial
activity of Hemionitis arifolia
(Burm.) Moore. Indian Journal
of Natural Products and
Resources Vol. 3(1), March
2012, pp. 9-13.
Brooks, Butel and Morse. 2008.
Mikrobiologi Kedokteran
Jawetz, Melnick & Adelberg
Edisi 23. Jakarta : EGC. 260-
264
Departemen Kesehatan RI. 2011.
Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2011. Departemen
Kesehatan Republik
Indonesia.
Fadhilla, R. 2010. Aktivitas
antimikroba ekstrak tumbuhan
Lumut Hati (Marchantia
paleacea) terhadap bakteri
patogen dan pembusuk
makanan.
http://repository.ipb.ac.id/bitst
ream/handle/123456789/4120
0/Bab%204%202010rfa2.pdf?
sequence=5.
Fitrial Y, Astawan M, Soekarto,
Wiryawan, dan Tutik. 2008.
Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Biji Teratai (Nymphaea
pubescens Willd) Terhadap
Bakteri Patogen Penyebab
Diare.
http://202.124.205.111/index.p
hp/jtip/article/viewArticle/350
Gunawan S, Setyabudi R, dan
Nafrialdi. 2007. Farmakologi
klinik dan terapi. Edisi 5.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mulyani S, Sofiatun, dan Estu R.
2010. Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Metanoldan Fraksin-
Heksan:Kloroform:Asam
Asetat (7:2:2) Dari Daun
Melastoma candidum D.Don
Terhadap Pertumbuhan
Salmonella Typhi.
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/inde
x.php/prosbio/article/viewFile/
1254/847
Nilanthi S, Wijarathna C, dan
Hettiarachchi. 2012.
Angiopteris evecta (Forst.)
Hoffm: A Potential Source for
Antibacterial Activity. Faculty
of Science University of
Colombo.
Parry C, Hien T, Dougan G, dan
Nicholas. 2002. Thypoid fever.
England Journal of
Medicine.347:1770-1782.
Pebriana N, Rodesia R dan
Fitmawati. 2013. Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun
Benalu (Scurulla sp) yang
Tumbuh Pada Beberapa Inang
Terhadap Pertumbuhan
Salmonella typhi.
Sudoyo A, Setiyohadi, Alwi, dan
Marcellus S. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi V. Interna Publishing :
Jakarta. 2797-2805
Thomas, T. 2013. Isolation,
purification and
characterization of
antibacterial principle from
Drynaria quercifolia. Jurnal
Herbarium Calicut University
Kerala-673635, India.
Thomas. 2011. Antibacterial
Evaluation Of Angiopteris
evecta (G. Forst.) Hoffm.
Towards Bacteria Involved In
Cutis Diseases. International
Journal of Universal
Pharmacy and Life Sciences
1(3).
WKU. 2005. Microbiology, General
microbiology Lab Biology
208. Biology- Western
Kentucky University.
http://bioweb.wku.edu/courses
/Biol208/Lab_Manual/208%2
0week%205-5.pdf