uji efektivitas sediaan gel getah jarak cina...

Download UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL GETAH JARAK CINA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34224/1/FIKA... · UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL GETAH JARAK CINA (Jatropha multifida

If you can't read please download the document

Upload: trankhanh

Post on 07-Feb-2018

300 views

Category:

Documents


51 download

TRANSCRIPT

  • UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL GETAH JARAK CINA (Jatropha multifida Linn.) UNTUK PENGOBATAN LUKA

    BAKAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley

    SKRIPSI

    FIKA FEBIATI NIM : 1112102000039

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA SEPTEMBER 2016

  • UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL GETAH JARAK CINA (Jatropha multifida Linn.) UNTUK PENGOBATAN LUKA

    BAKAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley

    SKRIPSI

    FIKA FEBIATI NIM : 1112102000039

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA SEPTEMBER 2016

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    ABSTRAK

    Nama : Fika Febiati

    Program Studi : Farmasi

    Judul :Uji Efektivitas Sediaan Gel Getah Jarak Cina (Jatropha

    multifida Linn.) untuk Pengobatan Luka Bakar Pada Tikus

    (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

    Indonesia memiliki bermacam-macam tanaman obat tradisional untuk mengobati

    luka bakar. Getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) adalah bahan alam yang

    memiliki kandungan aktif seperti saponin, flavonoid, tanin dan iodin. Senyawa ini

    dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka bakar. Penelitian ini

    bertujuan untuk menguji efektivitas pemberian gel getah jarak cina untuk

    pengobatan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan

    galur Sparague Dawley. Variasi gel yang digunakan dengan 3 konsentrasi berbeda

    yaitu UKR (1%), UKS (3%) dan UKT (5%). Penelitian ini menggunakan tikus

    putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sparague Dawley yang dibagi dalam lima

    kelompok yaitu KKP yang diberikan gel Bioskin

    , KKN yang diberikan basis gel

    dan tiga kelompok lain yang diberikan gel getah jarak cina dilakukan 2 kali

    selama 21 hari. Tikus dilakukan perlakuan dan sampel kulit diambil untuk

    pemeriksaan histopatologi setelah perlakuan hari ke-7 dan 14. Pemberiaan UKS

    (3%) dua kali sehari sudah mampu mempercepat proses penyembuhan luka bakar

    karena memiliki persentase penyembuhan luka sebesar 100% (p0,05).

    Permukaan luka bakar pada hari ke-21, pemberian UKS (3%) dua kali sehari

    sudah mampu menutupi permukaan luka secara sempurna dan terdapat bulu yang

    menutupi luka. Perubahan fisiologis luka bakar pada UKS (3%) sudah mampu

    mempercepat pembentukan dan pengelupasan keropeng. Secara mikroskopis pada

    UKS (3%) sudah mampu menunjukkan peningkatan skor angiogenesis, fibroblas

    dan re-epitelisasi serta menunjukkan penurunan skor sel radang setelah

    penyembuhan luka bakar pada hari ke-7 dan hari ke-14 (p0,05).

    Kata kunci : gel getah jarak cina, getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.),

    dan luka bakar.

  • vii

    ABSTRACT

    Name : Fika Febiati

    Program Study : Pharmacy

    Title : The Effectiveness of Test Preparation Gel of Jarak Cina

    Sap (Jatropha multifida Linn.) for the Treatment of Burn

    Wound In Rats (Rattus norvegicus) Sprague Dawley Strain

    Indonesia has a variety of traditional medicine plants to treat burn injuries. Jarak

    cina sap (Jatropha multifida Linn.) is a natural material which has active

    compounds such as saponins, flavonoids, tanins and iodines. Those compounds

    are suspected to accelerate on burn wounds healing process. The aim of this

    research is to know the effectiveness gel of jarak cina sap on 2nd

    degree burns

    healing in rats (Rattus norvegicus) Sprague Dawley strain. The variations gel

    using three different concentration are UKR (1%), UKS (3%) and UKT (5%). The

    research were used thirty rats who were divided into 5 groups; KKP that was

    treated with the Bioskin

    gel, KKN that was treated with the gel base, and three

    other groups were treated with the gel of jarak cina sap were applied twice a day

    during 21 days. Rats performed clinical measurements and skin samples taken for

    histopathology examination after 7 and 14 days of treatment. The UKS (3%) were

    applied twice a day already be able to accelerate on burn wounds healing process

    with value 100% (p0,05). The surfaced burn wounds at 21 days, The UKS (3%)

    were applied twice a day already be able to fill in surface wounds in a complete

    and be found feather to fill in wounds. Transformation physiological burn wounds

    on UKS (3%) already be able to accelerate formation and peeling the scab. As

    microscopis on UKS (3%) already be able to showed increases angiogenesis,

    fibroblast, and re-epithelialization, with decrease inflammatory cells more better

    than other groups after 7 and 14 days of treatment burn wound (p0,05).

    Keywords :gel of jarak cina latex, jarak cina latex (Jatropha multifida Linn.), and

    burn wound.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena berkat

    Rahmat dan Karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

    Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi

    Muhammad S.A.W., kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada

    umatnya hingga akhir zaman, amiin.

    Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

    Memperoleh gelar Sarjana pada Program Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul yang

    penulis ajukan adalah Uji Efektivitas Sediaan Gel Getah Jarak Cina (Jatropha

    multifida Linn.) untuk Pengobatan Luka Bakar Pada Tikus Putih (Rattus

    norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley.

    Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik

    aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang disajikan.

    Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki penulis.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis

    membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Selanjutnya dalam

    penulisan skripsi ini penulis banyak diberi bantuan oleh berbagai pihak. Dalam

    kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terimakasih kepada :

    1. Allah S.W.T., Tuhan yang maha esa dimana penulis selalu berlindung dan

    memohon atas petunjuk-Nya.

    2. Puteri Amelia, M. Farm., Apt sebagai dosen pembimbing materi pertama

    dan Dr. Azrifitria, M. Si., Apt sebagai dosen pembimbing materi kedua

    yang selalu memberikan arahan serta meluangkan waktu, tenaga, dan juga

    pikiran dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

  • ix

    3. Rr. Ayu Fitri Hapsari, Mbiomed yang telah membantu dan memberikan

    arahan dalam proses pengamatan histologi.

    4. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    5. Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    6. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis

    menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    7. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak

    membantu berlangsungnya penelitian ini.

    8. Orang tua penulis, Bapak Khuzaeni dan Ibu Trias Wigati yang selalu

    memberikan support dalam penulisan skripsi ini dan doa mereka yang

    tiada henti-hentinya. Kepada adik penulis, Arfianto Darmawan yang selalu

    menghibur dan memberikan semangat serta doa.

    9. Tania Rizki Amelia sebagai rekan yang berjuang bersama dalam

    berlangsungnya penelitian ini.

    10. Teman-teman Farmasi angkatan 2012 BD yang tidak membuat penulis

    menyesal telah menjadi bagian dari kalian.

    11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

    membantu penulis selama ini.

    Semoga Allah S.W.T memberikan balasan yang berlipat ganda kepada

    semuanya. Akhirnya, hanya kepada-Nya penulis serahkan segalanya dan mudah-

    mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi kita semua.

    Ciputat, 26 September 2016

    Penulis

  • x

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i HALAMAN JUDUL .............................................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................iv HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v ABSTRAK ........................................................................................................... vi ABSTRACT ........................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiv DAFTAR TABEL ................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xvi BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Rumusan masalah ........................................................................................ 2 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3 1.4. Hipotesis ...................................................................................................... 3 1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 2.1. Tanaman Jarak Cina ................................................................................... 5 2.1.1. Deskripsi Tanaman Jarak Cina .................................................................. 5 2.1.2. Klasifikasi Jarak Cina ............................................................................... 6 2.1.3. Habitat ....................................................................................................... 6 2.1.4. Kandungan Kimia ..................................................................................... 6 2.2. Freeze Drying ............................................................................................. 7 2.2.1. Pengertian Freeze Drying ........................................................................... 7 2.2.2. Prinsip Kerja Freeze Drying ...................................................................... 7 2.2.3. Cara Kerja Freeze Drying .......................................................................... 8 2.3. Tinjauan Hewan Percobaan ........................................................................ 8 2.3.1. Klasifikasi Tikus Putih ............................................................................... 8 2.3.2. Biologis Tikus Putih ................................................................................... 9 2.4. Gel ............................................................................................................ 10 2.4.1. Pengertian Gel .......................................................................................... 10 2.4.2. Klasifikasi Gel .......................................................................................... 10 2.4.3. Preformulasi Bahan Gel ........................................................................... 11 2.5. Luka Bakar ............................................................................................... 14 2.5.1. Pengertian Luka Bakar ............................................................................. 14 2.5.2. Derajat Luka Bakar .................................................................................. 14 2.5.3. Penyembuhan Luka Bakar ....................................................................... 15

  • xii

    2.6. Berbagai Penelitian Mengenai Tanaman Jarak Cina................................18

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 22 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 22 3.2. Waktu pengambilan getah ........................................................................ 22 3.3. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 22 3.3.1. Alat Penelitian .......................................................................................... 22 3.3.2. Bahan Penelitian ....................................................................................... 23 3.3.3. Hewan Uji ................................................................................................ 23 3.4. Rancangan Penelitian ............................................................................... 23 3.5. Kegiatan Penelitian .................................................................................. 25 3.5.1. Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) ...................................................... 25 3.5.2. Penyiapan Simplisia ................................................................................. 25 3.5.3. Metode Pengeringan Freeze Drying ......................................................... 26 3.5.4. Skrining Fitokimia Ekstrak ...................................................................... 26 3.5.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik ...................................... 27 3.5.6. Pembuatan Gel ekstrak getah jarak cina .................................................. 29 3.5.7. Evaluasi Fisik Sediaan Gel ....................................................................... 30 3.5.8. Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel ............................................................... 31 3.5.9. Penyiapan Hewan Uji ............................................................................... 31 3.5.10. Pembuatan Luka Bakar Derajat Dua ........................................................ 31 3.5.11. Pemberian Bahan Uji ............................................................................... 32 3.5.12. Pengamatan Secara Makroskopis ............................................................. 32 3.5.13. Persentase penyembuhan Luka Bakar ...................................................... 32 3.5.14. Perlakuan dan Pengamatan ...................................................................... 33 3.5.15. Pembuatan Preparat Histopatologi ........................................................... 33 3.5.16. Pengamatan Secara Mikroskopis ............................................................. 34 3.5.17. Skor Pembuluh Darah Baru (Angiogenesis) ............................................ 34 3.5.18. Skor Keberadaan Sel Radang (Limfosit, Neutrofil dan Makrofag) .......... 35 3.5.19. Skor Keberadaan Jaringan Ikat (Fibroblas)............................................... 35 3.5.20. Skor Re-epitelisasi .................................................................................... 35 3.5.21. Analisis Data Statistik .............................................................................. 36 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................37 4.1. Hasil Penelitian ........................................................................................37 4.1.1. Determinasi Tanaman .............................................................................. 37 4.1.2. Penyiapan Simplisia ................................................................................. 37 4.1.3. Pengeringan dengan Freeze Drying........................................ ................. 37 4.1.4. Hasil Skrining Fitokimia..........................................................................38 4.1.5. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik............................38 4.1.6. Hasil Evaluasi Sediaan Gel........................................ .............................. 40 4.1.7. Hasil Evaluasi Uji Stabilitas Gel .............................................................. 40 4.1.8. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus..................................................... 42 4.1.9. Hasil Pengamatan Penyembuhan Luka Bakar......................................... 43 4.1.10. Hasil Pengamatan Secara Makroskopis................................................... 45 4.1.11. Hasil Pengamatan Secara Mikroskopis.................................................... 50

  • xiii

    4.2. Pembahasan..............................................................................................64 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................81 5.1. Kesimpulan...............................................................................................81 5.2. Saran.........................................................................................................81 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman Gambar 2.1. Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.)...............................................5 Gambar 2.2. Struktur Kimia Karbopol.................................................................11 Gambar 2.3. Struktur Kimia Gliserin...................................................................11 Gambar 2.4. Struktur Kimia TEA........................................................................12 Gambar 2.5. Struktur Kimia Natrium Metabisulfit..............................................12 Gambar 2.6. Struktur Kimia Metil Paraben ........................................................13 Gambar 2.7. Struktur Kimia Propil Paraben ......................................................13 Gambar 2.8. Derajat Luka Bakar.........................................................................15 Gambar 2.9. Fase Inflamasi.................................................................................16 Gambar 2.10. Fase Fibroblas.................................................................................16 Gambar 2.11. Fase Remodelling............................................................................17

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Halaman Tabel 2.1. Data Biologis Tikus .............................................................................. 9 Tabel 3.1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Perlakuan ................. 24 Tabel 3.2. Formulasi Basis Gel Karbopol 940 ..................................................... 29 Tabel 3.3. Formulasi Gel Uji 15 gram ................................................................. 29 Tabel 4.1. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Getah Jarak Cina ........................... 38 Tabel 4.2. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik ..... 39 Tabel 4.3. Hasil Evaluasi Fisik Sediaan Gel ....................................................... 40 Tabel 4.4. Hasil Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel ................................................ 41 Tabel 4.5. Hasil Rerata Berat Badan Tikus Selama Perlakuan ........................... 42 Tabel 4.6. Hasil Analisis one way ANOVA Berat Badan Tikus .......................... 42 Tabel 4.7. Rerata Persentase Penyembuhan Luka Bakar .................................... 43 Tabel 4.8. Hasil Analisis Kruskall-Wallis Persentase Penyembuhan Luka ........ 44 Tabel 4.9. Hasil Analisis Post Hoc Persentase Penyembuhan Luka ................... 44 Tabel 4.10. Pengamatan Luka Bakar Pada Hari Ke-21 ........................................ 46 Tabel 4.11. Hasil Pengamatan Visual Fisiologis Luka Bakar ............................... 48 Tabel 4.12. Pengamatan Visual Fisiologis Luka Bakar ........................................ 49 Tabel 4.13. Pengamatan Angiogenesis Perbesaran 100 ...................................... 51 Tabel 4.14. Hasil Skor Parameter Angiogenesis Hari Ke-7 dan Hari Ke-14 ......... 52 Tabel 4.15. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Angiogenesis .......................... 52 Tabel 4.16. Hasil Analisis Post Hoc Skor Angiogenesis Hari Ke-7 ...................... 53 Tabel 4.17. Hasil Analisis Post Hoc Skor Angiogenesis Hari Ke-14 .................... 53 Tabel 4.18. Pengamatan Sel Radang Perbesaran 200 ......................................... 54 Tabel 4.19. Hasil Skor Parameter Sel Radang Hari Ke-7 dan Hari Ke-14 ............ 55 Tabel 4.20. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Sel Radang ............................. 55 Tabel 4.21. Hasil Analisis Post Hoc Skor Sel Radang Hari Ke-7 ......................... 56 Tabel 4.22. Hasil Analisis Post Hoc Skor Sel Radang Hari Ke-14 ....................... 56 Tabel 4.23. Pengamatan Fibroblas Perbesaran 200 ............................................ 57 Tabel 4.24. Hasil Skor Parameter Fibroblas Hari Ke-7 dan Hari Ke-14 ............... 58 Tabel 4.25. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Fibroblas ................................ 58 Tabel 4.26. Hasil Analisis Post Hoc Skor Fibroblas Hari Ke-7 ............................ 59 Tabel 4.27. Hasil Analisis Post Hoc Skor Fibroblas Hari Ke-14 .......................... 60 Tabel 4.28. Pengamatan Re-epitelisasi Perbesaran 100....................................... 61 Tabel 4.29. Hasil Skor Parameter Re-epitelisasi Hari Ke-7 dan Hari Ke-14 ......... 61 Tabel 4.30. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Re-epitelisasi .......................... 62 Tabel 4.31. Hasil Analisis Post Hoc Skor Re-epitelisasi Hari Ke-7 ...................... 62 Tabel 4.32. Hasil Analisis Post Hoc Skor Re-epitelisasi Hari Ke-14 .................... 63

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Prosedur kerja .................................................................................. 91 Lampiran 2. Determinasi Tanaman Jatropha multifida Linn. ............................. 92 Lampiran 3. Sertifikat Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley ...................... 93 Lampiran 4. Ethical Clearance Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI .......... 94 Lampiran 5. Perhitungan Rendemen .................................................................... 95 Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Getah Jarak Cina ........................ 96 Lampiran 7. Pemeriksaan Parameter Non Spesifik ............................................. 98 Lampiran 8. Tahapan Pengukuran Luas Luka Bakar .......................................... 99 Lampiran 9. Data Persentase Penyembuhan Luka Bakar ................................. 100 Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar .... 101 Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik One way ANOVA Berat Badan Tikus ...... 111 Lampiran 12. Hasil Analisis Statistik One way ANOVA Skor Parameter Luka...122

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Luka bakar merupakan respon kulit pada jaringan subkutan terhadap

    trauma suhu/termal (Grace, 2006). Luka bakar pada tubuh dapat terjadi oleh dua

    penyebab yaitu kondisi panas langsung dan radiasi elektromagnetik (Moenadjat,

    2003). Luka bakar termasuk kecelakaan yang sering terjadi dalam kehidupan

    sehari-hari khususnya dirumah tangga dan sering ditemukan adalah luka bakar

    derajat dua (Ulfa, 2015). Penyembuhan luka bakar dapat dipercepat dengan cara

    mencegah terjadinya infeksi, memacu pembentukan serabut kolagen dan

    mengupayakan agar sisa-sisa sel epitel dapat berkembang dengan baik sehingga

    dapat menutup permukaan luka (Sjamsuhidajat, 2004).

    Luka bakar banyak alternatif pengobatannya, yaitu dapat menggunakan

    industri obat farmasi ataupun dengan cara pengobatan tradisional melalui

    pemanfaatan jenis tanaman yang tersedia di alam. Meskipun terdapat kemajuan

    yang luar biasa dalam industri obat farmasi, ketersediaan obat yang mampu

    merangsang proses perbaikan luka masih terbatas. Pengobatan tradisional banyak

    dilakukan karena lebih murah, mudah didapatkan, dan memberi efek samping

    relatif lebih rendah (Kumar, 2007).

    Eksplorasi lebih lanjut dari salah satu jenis tanaman yang bernama jarak

    cina (Jatropha multifida Linn.) dapat digunakan sebagai obat luka. Berdasarkan

    pengalaman empiris, getah jarak cina digunakan sebagai obat luar seperti luka

    baru dan untuk mengobati berbagai jenis infeksi dengan langsung mengoleskan

    getah jarak cina pada luka tersebut (Hariana, 2013). Kajian etnobotani jarak cina

    sebagai tanaman obat telah dilakukan oleh masyarakat Aceh untuk mengobati

    luka baru di Kabupaten Pidie (Agustina, 2008). Tanaman jarak cina mengandung

    aktivitas antiinflamasi dan aktivitas antibiotik yang dapat digunakan sebagai

    penyembuhan luka. Senyawa flavonoid, saponin, dan tanin memiliki aktivitas

    antiinflamasi yang digunakan untuk penyembuhan luka dalam kecepatan

    terbentuknya keropeng (Suarsini E., 2006). Senyawa tanin yang memiliki aktivitas

    sebagai antibiotik juga dapat menyembuhkan luka karena terjadi proses

  • 2

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    pengendapan protein darah sehingga terjadi gumpalan yang dapat menghambat

    aliran darah (Fehlin, 2003).

    Penelitian terdahulu menggunakan getah jarak cina dapat mempercepat

    proses menutupnya luka sayat dibandingkan tanpa perlakuan dan setara dengan

    pemberian povidone iodine 10% pada mencit betina galur Swiss Webster (Aditya,

    2007). Penelitian lain menyebutkan bahwa pemberian ozon yang diberikan selama

    5 menit lebih baik dalam mempercepat proses penyembuhan luka sayat

    dibandingkan getah jarak cina dan povidone iodine 10% secara topikal pada

    mencit betina galur Swiss Webster (Dewiyanti, 2009). Getah jarak cina juga

    memiliki potensi yang sama dengan betadin dalam waktu terbentuknya keropeng

    pada luka (Syarfati, 2011). Sediaan krim getah jarak cina pada luka sayat yang

    terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus pada kelinci (Orytolagus cuniculus)

    dapat mempercepat waktu penyembuhan luka, terbentuknya keropeng (scab),

    hingga hilangnya nanah, dan terjadi proses penutupan luka (Miryam Ch.

    Muntiaha, 2014). Penelitian ini menggunakan sediaan gel getah jarak cina pada

    luka bakar derajat dua pada kulit tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

    Sprague Dawley. Pembuatan luka bakar derajat dua menggunakan metode

    Akhoondinasab dengan menggunakan plat besi 42 cm pada air mendidih selama

    5 menit dan ditempelkan pada kulit punggung tikus selama 10 detik dengan

    tekanan yang sama. Penelitian ini berupa pengamatan penyembuhan luka,

    pengamatan luka secara makroskopis dan pengangamatan luka secara

    mikroskopis.

    1.2. Rumusan masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun perumusan

    masalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana pengaruh pemberiaan berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%)

    gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) terhadap penyembuhan luka

    bakar derajat dua pada kulit tikus putih secara makroskopis?

    2. Bagaimana pengaruh pemberiaan berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%)

    gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) terhadap penyembuhan luka

    bakar derajat dua pada kulit tikus putih secara mikroskopis?

  • 3

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan umum

    Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan umum penelitian ini

    adalah untuk menguji pemberiaan berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%) gel

    getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) terhadap efektivitas penyembuhan luka

    bakar derajat dua pada kulit tikus putih.

    1.3.2. Tujuan khusus

    Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan khusus penelitian ini

    adalah:

    1. Untuk menguji pemberian berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%) gel

    getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) secara makroskopis terhadap

    persentase penyembuhan luka, permukaan luka bakar pada hari ke-21, dan

    perubahan fisiologis luka bakar pada kulit tikus putih.

    2. Untuk menguji pemberian berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%) gel

    getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) secara mikroskopis terhadap

    angiogenesis, sel radang, fibroblas, dan re-epitelisasi pada kulit tikus putih.

    1.4. Hipotesis

    Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

    1. Pemberian konsentrasi 3% gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.)

    secara makroskopis dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat

    dua pada kulit tikus putih.

    2. Pemberian konsentrasi 3% gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.)

    secara mikroskopis dapat meningkatkan angiogenesis, fibroblas, dan re-

    epitelisasi, serta mengurangi sel radang pada kulit tikus putih.

  • 4

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1.5. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:

    1. Menambah informasi kepada masyarakat sebagai pilihan dalam tata

    laksana awal menggunakan getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.)

    dalam mempercepat penyembuhan luka bakar.

    2. Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang

    terapi getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) yang dapat digunakan

    untuk pengobatan luka bakar.

    3. Menjadi bahan referensi atau pustaka untuk dapat dikembangkan dalam

    penelitian selanjutnya.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tanaman Jarak Cina

    2.1.1. Deskripsi Tanaman Jarak Cina

    Tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.) digunakan sebagai bahan

    utama dalam pengobatan tradisional, baik dari buah, biji, daun, akar, dan

    getahnya. Getah tanaman jarak ini dapat digunakan sebagai bahan pembantu

    dalam penyembuhan luka-luka (V. Alekhya, 2013).

    Tinggi tanaman jarak cina dapat mencapai 2 meter. Batangnya berbentuk

    bulat, berkayu yang membesar pada bagian pangkalnya, memiliki getah dan

    tampak jelas bekas menempelnya daun. Jika batang masih muda berwarna hijau

    dan jika batang menjadi tua berwarna putih kehijauan. Daun yang masih muda

    belum terlihat bentuk gerigi diujungnya. Jarak cina berdaun tunggal berwarna

    hijau yang tersebar, berbentuk hati dengan ujung runcing, pangkal yang

    membulat, memiliki panjang 15-20 cm, lebar 2,5-4 cm, bercanggap, pertulangan

    daun yang menjari dan tepi rata. Berbunga majemuk dan berbentuk malai,

    bertangkai, tumbuh di setiap ujung cabang, jika masih muda berwarna hijau,

    sedangkan setelah tua berwarna coklat (Kandowangko, 2011).

    Gambar 2.1. Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.)

    Sumber : www. darsatop.lecture.ub.ac.id

  • 6

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.1.2. Klasifikasi Jarak Cina

    Dalam taksonomi, kedudukan Jatropha multifida Linn. dapat

    diklasifikasikan sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Subkingdom : Tracheobionta

    Superdivision : Spermatophyta

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

    Order : Euphorbiales

    Family : Euphorbiaceae

    Genus : Jatropha

    Spesies : Jatropha multifida Linn.

    (Sumber : http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=JAMU)

    2.1.3. Habitat

    Jarak cina merupakan tanaman hias di Australia Utara dan Afrika

    Tenggara, terdapat juga di Filipina dan Srilanka terutama Pulau Jawa dan

    Sulawesi (Sabandar). Jarak cina hidup pada iklim tropis dengan curah hujan

    tahunan sekitar 944 dan 3121 mm. Jarak cina dapat hidup pada daerah yang

    kurang subur asalkan pH tanahnya 6-7 dan drainasenya baik, sebab akar jarak cina

    tidak tahan terhadap genangan air. Jarak ini merupakan tanaman yang tumbuh

    pada ketinggian 0-800 m diatas permukaan laut, tingginya mencapai 2-3 m

    (Haryanto, 2009).

    2.1.4. Kandungan Kimia

    Jarak cina memiliki rasa agak pahit dan bersifat netral. Beberapa bahan

    kimia yang terkandung dalam jarak cina, diantaranya amirin, kampesterol, 7--

    diol, stimasterol, -sitosterol, dan HCN. Selain itu, batangnya mengandung

    alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin (Hariana, 2013).

  • 7

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.2. Freeze Drying

    2.2.1. Pengertian Freeze Drying

    Freeze drying merupakan suatu alat pengeringan. Alat pengeringan ini

    termasuk kedalam conduction dryer/indirect dryer karena proses perpindahan

    terjadi secara tidak langsung yaitu antara bahan yang akan dikeringkan (bahan

    basah) dan media pemanas terdapat dinding pembatas sehingga air dalam bahan

    basah/lembab yang menguap tidak terbawa bersama media pemanas (Ansel,

    1989). Freeze drying merupakan jenis dehidrasi untuk memisahkan air dari bahan

    hayati, dengan cara membekukan bahan itu kemudian diletakkan dalam ruang

    vakum sehingga es menguap (bersublimasi) ke dalam ruang hampa meninggalkan

    bahan sisa yang tidak rusak (Hadyana, 2003). Pengeringan menggunakan alat

    freeze drying lebih baik dibandingkan dengan menggunakan alat oven karena

    memiliki kadar air yang lebih rendah. Pengeringan menggunakan alat freeze

    drying juga lebih aman terhadap resiko terjadinya proses degradasi senyawa

    dalam ekstrak. Hal ini disebabkan suhu yang digunakan pada alat feeze drying ini

    cukup rendah untuk mengeringkan ekstrak (Muchtadi, 1992).

    2.2.2. Prinsip Kerja Freeze Drying

    Freeze drying menggunakan prinsip kerja berdasarkan proses liofilisasi.

    Tahapan-tahapan yang terjadi pada alat freeze drying ada empat yaitu :

    a. Pembekuan : Produk yang akan dikeringkan, sebelumnya dibekukan

    terlebih dahulu.

    b. Vakum : Setelah beku, produk ini ditempatkan dibawah vakum. Hal

    ini memungkinkan pelarut beku dalam produk untuk sublimasi.

    c. Panas : Panas diterapkan pada produk beku untuk mempercepat

    terjadinya sublimasi.

    d. Kondensasi : Kondensor dengan suhu rendah akan menghapus pelarut

    yang menguap diruang vakum dengan mengubahnya kembali ke fase padat

    (Kurniawan, 2012).

  • 8

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.2.3. Cara Kerja Freeze Drying

    Pertama-tama produk didinginkan di bawah suhu bekunya. Produk ini

    harus beku, dikeringkan pada temperatur sedikit lebih rendah dari pendinginnya,

    yang diperlukan untuk menyelesaikan pengeringan primer. Setelah produk ini

    cukup beku, sistem ini diproses menggunakan pompa vakum. Pada proses ini

    disebut pengeringan primer.

    Sistem vakum sangat penting selama pengeringan beku karena tekanan

    harus dipertahankan pada tingkat rendah untuk memastikan aliran uap air yang

    cukup untuk produknya. Pengukur tekanan vakum digunakan untuk memonitor

    tekanan dalam sistem selama proses pengeringan. Pompa vakum tersebut juga

    akan menyedot pelarut yang telah beku menjadi uap (Anonim, 2010).

    2.3. Tinjauan Hewan Percobaan

    2.3.1. Klasifikasi Tikus Putih

    Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut (Krinke,

    2000) :

    Kingdom : Animalia

    Phylum : Chordata

    Subphylum : Vertebrata

    Class : Mammalia

    Ordo : Rodensia

    Family : Muridae

    Subfamily : Murinae

    Genus : Rattus

    Spesies : Rattus norvegicus

  • 9

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.3.2. Biologis Tikus Putih

    Hewan percobaan merupakan setiap hewan yang dipergunakan pada

    sebuah penelian biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau

    standar dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut (Smith dan

    Mangkoewidjojo, 1988).

    Tikus tergolong hewan mamalia, oleh karena itu mungkin tidak jauh

    berbeda dibanding dengan mamalia lainnya terhadap suatu perlakuan. Selain itu,

    penggunaan tikus sebagai hewan percobaan didasarkan pada harga yang ekonomis

    dan kemampuan hidup tikus hanya berkisar 2-3 tahun dengan lama produksi 1

    tahun. Dalam penelitian ini digunakan galur Sparague Dawley dengan memiliki

    ciri-ciri bulu yang berwarna putih, memiliki kepala kecil dan ekor lebih panjang

    daripada badannya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Keuntungan

    menggunakan tikus ini adalah ketenangan dan kemudahan dalam proses

    penanganannya (Kusumawati,2014).

    Tabel 2.1. Data Biologis Tikus (Smith dan Mangkowidjojo, 1988)

    Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun

    Lama produksi ekonomis 1 tahun

    Lama bunting 20-22 hari

    Umur dewasa 40-60 hari

    Umur dikawinkan 8-10 minggu (jantan dan betina)

    Siklus kelamin Poliestrus

    Siklus estrus 4-5 hari

    Lama estrus 9-20 jam

    Perkawinan Pada waktu estrus

    Ovulasi 8-11 jam sesudah timbul estrus, spontan

    Fertilisasi 7-10 jam sesudah kawin

    Berat dewasa 300-400 g jantan; 250-300 g betina

    Suhu (rektal) 360-390C (rata-rata 37,50C)

    Konsumsi makanan 15-30 g/hari (dewasa)

    Konsumsi minuman 20-45 l/hari (dewasa)

  • 10

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.4. Gel

    2.4.1. Pengertian Gel

    Gel kadang-kadang disebut jeli. Gel merupakan sistem semipadat terdiri

    dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau melekul organik

    yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (FI IV, 1995).

    Pertimbangan harga dapat menyebabkan pilihan jatuh pada zat pembentuk

    gel yang mampu dalam konsentrasi rendah dan menghasilkan karakteristik yang

    diinginkan. Gel seharusnya hanya menunjukkan perubahan viskositas yang relatif

    kecil pada variasi normal temperatur kamar dan pemakaian (Agoes & Darijanto,

    1993).

    2.4.2. Klasifikasi Gel

    Berdasarkan sifat fase koloidal klasifikasi gel dapat dikelompokkan

    menjadi gel organik dan anorganik. Magma bentonit merupakan contoh dari gel

    anorganik, sedangkan gel organik merupakan polimer sebagai pembentuk gel.

    Gom alam seperti gom arab, karagen dan gom xantan adalah polisakarida anionik

    sejumlah selulosa yang merupakan hasil sintesa, merupakan pembentuk gel yang

    efektif seperti hidroksipropil selulosa dan metil hidroksipropil selulosa. Sifat

    pelarut dapat menentukan apakah gel merupakan hidrogel (dasar air) atau organo

    gel (dengan pelarut bukan air). Sebagai contoh adalah magma bentonit dan gelatin

    merupakan hidrogel, sedangkan organo gel adalah plastibase yang merupakan

    polietilen berbobot molekul rendah yang dilarutkan dalam minyak mineral dan

    didinginkan secara cepat. Gel padat dengan konsentrasi pelarut rendah dikenal

    sebagai xero gel, sering dihasilkan dengan cara penguapan pelarut, sehingga

    menghasilkan kerangka gel (Lieberman, 1996).

  • 11

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.4.3. Preformulasi Bahan Gel

    a. Karbopol

    Gambar 2.2. Struktur Kimia Karbopol

    (Sumber : Rowe, 2003)

    Serbuk putih, bersifat asam, higroslopis dengan bau khas, polimer asam

    akrilat yang mempunyai ikatan sambung silang dengan polialkenil

    eter/divinil glikol. Dapat larut dalam air dan larut dalam etanol 95% dan

    gliserin. pH 2,5-3. Konsentrasi 0,5-2%. Dapat larut dalam air membentuk

    koloid bersifat asam dengan viskositas rendah dan setelah dinetralkan

    dapat larut dengan etanol 95% dan gliserin serta viskositasnya meningkat.

    Zat untuk menetralkan yaitu asam amino, KOH, natrium bikarbonat,

    NaOH, dan TEA. Dapat disimpan dalam wadah yang tertutup rapat

    ditempat sejuk, kering, dan resisten terhadap zat korosif (Wade, 2013).

    b. Gliserin

    Gambar 2.3. Struktur Kimia Gliserin

    (Sumber : HOPE, 2000)

    Gliserin tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis, memiliki

    rasa manis, kira-kira 0,6 kali dari sukrosa. Gliserin murni tidak rentan

    terhadap oksidasi oleh suasana di bawah kondisi penyimpanan biasa, tetapi

    terurai pada pemanasan. Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan

    propilen glikol bersifat stabil. Pada sediaan topikal gliserin digunakan

    sebagai emolien dan humektan (Rowe, 2003). Fungsi sebagai penambahan

    bahan higroskopis. Konsentrasi gliserin sebagai humektan dan emolient

  • 12

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    yaitu sebesar 30% (HOPE, 2000). Bersifat higroskopis. Jika disimpan

    beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur

    tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang

    200C (FI III, 1979).

    c. TEA

    Gambar 2.4. Struktur kimia TEA

    (Sumber : HOPE, 2000)

    Trietanolamina adalah bersih, sedikit berwarna kuning pucat kental cair,

    memiliki bau sedikit amonia. Trietanolamina dapat berubah coklat pada

    paparan udara dan cahaya. Trietanolamina harus disimpan dalam wadah

    kedap udara dan terlindung dari cahaya, sejuk dan kering. Fungsi sebagai

    alkalizing agent dan zat pengemulsi (HOPE, 2000). TEA dapat digunakan

    pada sediaan topikal karena dapat membentuk emulsi (Rowe, 2003).

    Trietanolamina adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina dan

    monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih

    dari 107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamina. Mudah

    larut dalam air dan dalam etanol 95%, larut dalam kloroform.

    Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya (FI III,

    1979).

    d. Natrium metabisulfit

    Gambar 2.5. Struktur Kimia Natrium Metabisulfit

    (Sumber : FI III, 1979)

    Kristal prisma tidak berwarna/serbuk kristalin putih dan mempunyai bau

    khas sulfur dioksida. Untuk penggunaan antioksidan yang digunakan

  • sebagai topikal memili

    dalam etanol 95% dan larut dalam air (1 bagia

    (Rowe, 2006). Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (FI III, 1979).

    e. Metil paraben

    Nipagin atau metil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak

    berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit

    larut dalam air. Memiliki aktivitas sebagai pengawet antimikroba untuk

    sediaan kosmetik, makanan dan

    yang besar dan mempunyai spektrum antimikroba yang luas meskipun

    lebih efektif terhadap jamur dan kapang. Campuran paraben digunakan

    untuk mendapatkan pengawet yang efektif. Konsentrasi yang digunakan

    untuk sediaan

    f. Propil paraben

    Nipasol atau propil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak

    bewarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan

    larut dalam air. Propil paraben yang memiliki aktivitas sebagai

    antimikroba, umumnya digunakan sebagai pengawet untuk sediaan

    farmasi, kosmetik dan makanan. Konsentrasi yang digunakan untuk

    sediaan topikal adalah 0,01

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    sebagai topikal memiliki rentang konsentrasi 0,01-0,1% b/v. Agak larut

    dalam etanol 95% dan larut dalam air (1 bagian dalam 1,9 bagian air)

    , 2006). Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (FI III, 1979).

    Metil paraben

    Gambar 2.6. Struktur Kimia Metil Paraben

    (Sumber : FI III, 1979)

    Nipagin atau metil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak

    berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit

    larut dalam air. Memiliki aktivitas sebagai pengawet antimikroba untuk

    sediaan kosmetik, makanan dan sediaan farmasi. Efektif pada rentang pH

    yang besar dan mempunyai spektrum antimikroba yang luas meskipun

    lebih efektif terhadap jamur dan kapang. Campuran paraben digunakan

    untuk mendapatkan pengawet yang efektif. Konsentrasi yang digunakan

    topikal adalah 0,02-0,3% (Wade & Weller, 2013

    Propil paraben

    Gambar 2.7. Struktur Kimia Propil Paraben

    (Sumber : FI III, 1979)

    Nipasol atau propil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak

    bewarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit

    larut dalam air. Propil paraben yang memiliki aktivitas sebagai

    antimikroba, umumnya digunakan sebagai pengawet untuk sediaan

    farmasi, kosmetik dan makanan. Konsentrasi yang digunakan untuk

    sediaan topikal adalah 0,01-0,6% (Wade & Weller, 2013).

    13

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    % b/v. Agak larut

    n dalam 1,9 bagian air)

    , 2006). Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (FI III, 1979).

    Nipagin atau metil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak

    berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit

    larut dalam air. Memiliki aktivitas sebagai pengawet antimikroba untuk

    sediaan farmasi. Efektif pada rentang pH

    yang besar dan mempunyai spektrum antimikroba yang luas meskipun

    lebih efektif terhadap jamur dan kapang. Campuran paraben digunakan

    untuk mendapatkan pengawet yang efektif. Konsentrasi yang digunakan

    0,3% (Wade & Weller, 2013).

    Nipasol atau propil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak

    propilen glikol, sedikit

    larut dalam air. Propil paraben yang memiliki aktivitas sebagai

    antimikroba, umumnya digunakan sebagai pengawet untuk sediaan

    farmasi, kosmetik dan makanan. Konsentrasi yang digunakan untuk

  • 14

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.5. Luka Bakar

    2.5.1. Pengertian Luka Bakar

    Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma

    suhu/termal. Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan luka bakar yang

    tidak merusak epitel kulit maupun hanya merusak sebagian dari epitel. Biasanya

    dapat pulih dengan penanganan konservatif. Luka bakar dengan ketebalan penuh

    merusak semua sumber-sumber pertumbuhan kembali epitel-epitel kulit dan bisa

    membutuhkan eksisi dan cangkok kulit jika luas (Grace, 2006).

    2.5.2. Derajat Luka Bakar

    Derajat luka bakar dinyatakan dengan beratnya luka yang bergantung pada

    kedalaman, luas dan letak luka. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya

    suhu dan lamanya pajanan suhu tinggi (Sjamsuhidajat, 2004).

    a. Luka bakar derajat 1 : Pada luka bakar derajat ini hanya mengenai

    epidermis dan ditandai dengan adanya pembengkakan, eritema, dan nyeri

    (serupa dengan terbakar matahari ringan). Kerusakan pada jaringan ini

    biasanya minimal dan tanpa bulla. Nyeri menghilang selama 48-72 jam

    dan pada sebagian kecil pada penderita ini terdapat kerusakan pada epitel

    dan akan terkelupas, tetapi tidak meninggalkan jaringan parut (Nelson,

    2000).

    b. Luka bakar derajat 2 : Pada luka bakar derajat ini mengenai seluruh

    epidermis dan sebagian lapisan dermal. Pada luka bakar ini terdapat

    pembentukan vesikula dan bulla (Nelson, 2000).

    c. Luka bakar derajat 3 : Luka bakar ini meliputi kerusakan seluruh

    epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk

    mengisi kembali daerah yang rusak. Tidak dapat terjadi epitelisasi luka,

    sehingga luka ini dapat sembuh dengan kontraksi luka atau cangkok kulit.

    Hilangnya rasa sakit dan pengisian kapiler menunjukkan kehilangan

    elemen saraf dan kapiler (Nelson, 2000).

  • 15

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 2.8. Derajat Luka Bakar

    (Sumber : https://www.histology-world.com)

    2.5.3. Penyembuhan Luka Bakar

    Penyembuhan luka adalah proses dari bentuk usaha untuk memperbaiki

    kerusakan yang dialami korban. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan

    mengalami fase-fase seperti dibawah ini :

    a. Fase inflamasi

    Respon inflamasi terhadap terjadinya cedera mencakup hemostasis

    pelepasan histamin dan mediator lain dari sel yang rusak, dan migrasi sel

    darah putih (Leukosit Polimorfonuklear dan makrofag) ke tempat yang

    rusak tersebut. Setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus akan

    mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis karena

    agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah.

    Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang

    meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor

    (IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth

    Factor beta (TGF-) yang dapat berfungsi untuk terjadinya kemotaksis

    netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Keadaan ini

    disebut fase inflamasi. Kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi

    Leukosit Polimorfonuklear (PMN). Trombosit akan mengeluarkan

    mediator kimia yang dapat dikeluarkan oleh inflamasi Transforming

    Growth Factor beta 1 (TGF 1) yang akan mengaktivasi fibroblas untuk

    proses sintesis oleh makrofag. Reaksi inflamasi lokal, terjadi karena

    adanya penyumbatan fibrin pada pembuluh limfe. Dalam waktu dua hari,

  • 16

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    fibronektin (suatu glikoprotein) bertumpuk dan menimbulkan perlekatan

    fibroblast, fibrin, dan kolagen, sehingga memungkinkan reaksi lokalisata

    permanen.

    Gambar 2.9. Fase Inflamasi

    (Sumber : Grabbs and Smiths, 2007)

    b. Fase fibroblas atau proliferasi

    Selama masa reaksi vaskular dan selular yang hebat, epitelium dengan

    cepat beregenerasi untuk mengembalikan fungsi pelindungnya. Dalam 48

    jam, selapis tipis epitelium akan menutupi luka. Proses ini dimulai dari

    mitosis sel basal epidermis dan diikuti dengan perpindahan epitelium

    kebawah tepi luka serta melewati tepi luka serta pada saat pembuluh darah

    baru, yang diperkuat oleh jaringan ikat. Fase ini disebut sebagai fase

    fibrolas yang berfungsi sebagai pembersihan jaringan yang mati dan yang

    mengalami devitalisasi oleh Leukosit Polimorfonuklear dan makrafag.

    Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen

    yang terbentuk dapat menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi

    luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi.

    Gambar 2.10. Fase Fibroblas

    (Sumber : Grabbs and Smiths, 2007)

  • 17

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    c. Fase remodelling atau maturasi

    Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses

    penyembuhan luka dan mencakup re-epitelisasi, konstraksi luka dan

    reorganisasi jaringan ikat. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling

    kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan

    degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Dalam 24 jam, karena

    rangsang PDGF, fibroblas dalam jaringan subkutis berpindah, dari tepi

    luka sepanjang benang-benang fibrin di luka. Setelah itu, kolagen

    dikeluarkan, dimulai proses ikatan, dan proses ke arah penggabungan yang

    kuat antara tepi-tepi luka. Untuk melakukan remodelling berkas kolagen

    yang sudah ada akan dilarutkan oleh kolagenase jaringan, berkas baru

    terbentuk dan tersusun untuk menahan garis tegangan melewati luka.

    Anyaman dan ikatan antar berkas dan dengan tepi-tepi luka menimbulkan

    penyembuhan yang baik (Sabiston, 1987).

    Gambar 2.11. Fase Remodelling

    (Sumber : Grabbs and Smiths, 2007)

  • 18

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.6. Berbagai Penelitian Mengenai Tanaman Jarak Cina

    No Uji Etnobotani Metode Kesimpulan 1 Pengetahuan dan

    PemanfaatanTumbuhan Obat di Sabang - Pulau Weh, Nangroe Aceh Darussalam (Susiarti, 2006)

    Getah (latex) Pohon Yodium (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Sabang-Pulau Weh, Nangroe Aceh Darussalam

    -Lokasi Penelitian dilakukan di desa Iboih, Sabang, NAD berada di sekitar kawasan konservasi Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Laut Pulau Weh-Sabang. -Pengambilan data lapangan dilakukan dengan cara survei Eksploratif

    Digosokkan langsung pada daerah luka

    2 Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Etnis Melayu di Desa Sungai Baru dan Desa Sempadian Kabupaten Sambas (Indra, 2016)

    Getah (latex) Pohon Betadin (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Desa Sungai Baru Dan Desa Sempadian Kabupaten Sambas

    -Penelitian ini dilaksanakan di dua Desa yaitu Desa Sungai Baru Kecamatan Teluk Keramat dan Desa Sempadian Kecamatan Tekarang Kabupaten Sambas. -Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara yang melalui pendekatan emik.

    Luka

    3 Kajian Etnobotani Suku Kaili Tara di Desa Binangga Kecamatan Parigi Tengah Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah (Zulfiani, 2013)

    Getah (latex) Pohon Jarak Tintir (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Desa Binangga Kecamatan Parigi Tengah Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah

    -Penelitian ini telah dilakukan di desa Binangga pada suku Kaili Tara di kecamatan Parigi Tengah kabupaten Parigi Moutong. -Pengumpulan data pemanfaatan jenis tumbuhan berguna dilakukan dengan teknik wawancara In depth.

    Obat luka

    4 Ethnic Study of Traditional Medicinal Plants of Buton (Jahidin, 2014)

    Getah (latex) Pohon Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae

    -Metode penelitian adalah survey eksploratif dengan teknik wawancara dan pengamatan langsung

    -Cara meramu : dahan dipatahkan, penampungan getah, diteteskan pada luka.

  • 19

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    di Buton dilapangan. -Pengumpulan organ tumbuhan dilakukan melalui pembuatan herbarium dan pendokumentasian gambar bagian organ tumbuhan menggunakan kamera.

    -Digunakan untuk obat luka

    5 Keragaman Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat Tradisional di Masyarakat Desa Talion dan Desa Sarapeang Kecamatan Rembon Kabupaten Tana Toraja (Layukan, 2016)

    Getah dari tangkai daun (latex) Pohon Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Masyarakat Desa Talion dan Desa Sarapeang Kecamatan Rembon Kabupaten Tana Toraja

    -Jenis penelitian ini adalah eksploratif yang bersifat deskriptif. - Observasi lapangan dengan metode jelajah dan dilakukan penentuan informan.

    -Menghentikan pendarahan saat luka -Dijumpai di Desa Sapeang tetapi tidak dijumpai di Desa Talion

    6 Kajian Etnobotani Tanaman Obat Oleh Masyarakat Kabupatan Bonebolango Provinsi Gorontalo (Kandowangko, 2011)

    Getah dari batang (latex) Pohon Yodium (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Kabupatan Bonebolango Provinsi Gorontalo

    -Survei eksploratif dan metode Participatory Rural Appraisal dengan teknik wawancara semi Struktural

    Tanaman ini dimanfaatkan getahnya untuk pengobatan luka Baru.

    7 Kajian Jenis Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Pengunungan di Kabupaten Pidie (Agustina, 2008)

    Getah (latex) Pohon Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Kabupaten Pidie

    Dengan teknik wawancara langsung kepada masyarakat

    Langsung diambil dari tanamannya banyak digunakan oleh masyarakat Aceh untuk mengobati luka baru.

    8 Isolasi dan Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Tumbuhan Jatropha

    Daun (folium) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.)

    -Uji aktivitas antimikrobial menggunakan metode difusi agar

    -Ekstrak heksana, etil asetatdan metanol tidak aktif terhadap spesies

  • 20

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    multifida Linn. (Abdullah, 2006)

    Euphorbiaceae di masyarakat Riau

    -Uji sitotoksik menggunakan metode Brine Shrimp Lethality

    bakteri dan jamur yang duji -Ekstrak etil asetat memperlihatkan sitoksisitas yang tinggi dengan LC 50=52 ppm.

    9 Pengaruh Pemberian Gel Dari Ekstrak Metanol Daun Jarak Tintir (Jatropha multifida Linn.) Terhadap Kepadatan Serabut Kolagen dan Jumlah Angiogenesis Dalam Proses Penyembuhan Luka (Yuhernita, 2014)

    Daun (folium) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.) Euphorbiaceae di Kabupaten Pidie

    -Prosedur pembuatan gel metanol daun (Jatropha multifida Linn) -Pembuatan luka -Pembuatan Sediaan histologis Parameter yang dinilai yaitu angiogenesis dan kepadatan serabut kolagen

    Penilaian histologi pada ekstrak metanol daun jarak tintir konsentrasi 5% paling bagus terhadap kepadatan serabut kolagen dan jumlah angiogenesis dari jaringan kulit tikus memiliki efek untuk meningkatkan pembentukan serabut kolagen dan pertumbuhan darah baru pada hari ke-3.

    10 Formulasi Sediaan Spray Gel Serbuk Getah Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) dengan Variasi Jenis Polimer Pembentuk Film dan Jenis Plasticizer (Shafira, 2015)

    Getah (latex) Pohon Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Manoko, Lembang

    Formulasi basis gel dilakukan tahap orientasi untuk memilih basis yang bagus membuat sediaan spray gel, setelah itu dilakukan uji stabilitas dipercepta pada suhu 400C selama 28 hari.

    Formula sediaan spray gel yang mengandung poloxamer 407 0,1% sebagai pembentuk film, propilenglikol 0,25% sebagai plasticizer dan serbuk getah jarak cina 3% sebagai bahan aktif memenuhi persyaratan farmasetika selama uji stabilitas dipercepat.

    11 Ethnobotanical Leaflets (Olowokudejo, 2008)

    Daun (folium) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.) Euphorbiaceae di Nigeria Afrika Barat

    Jenis penelitian ini adalah eksploratif yang bersifat deskriptif.

    Untuk pengobatan oral thrush, konstipasi, hipertensi dan demam

  • 21

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    12 Fitoterapia (Aiyelaagbe, 2001)

    Getah dari tangkai daun (latex) dan akar (radix) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.) Euphorbiaceae di Pemerintahan area lokal Utara dari dataran tinggi, Nigeria

    Jenis penelitian ini adalah eksploratif yang bersifat deskriptif.

    Antelmintik, pengobatan infeksi luka dan kondisi inflamasi kulit

    13 Chemical Characterization, Antiinflamatory and Analgesic Propertiesd of Jatropha multifida Root Bark (Abiodun, 2013)

    Akar (radix) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.) Euphorbiaceae di Pemerintahan area lokal Owan Barat, Nigeria

    -Uji antiinflamasi : Induksi dengan menggunakan karagenan -Uji analgesik : Induksi asam asetat

    -Jarak cina memiliki potensi sebagai antiiflamasi dan aktivitas analgesik sesuai dengan masyarakat biasa gunakan. Tanaman jarak cina dapat meningkatkan prostanoid secara umum.

  • 22

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2016. Proses

    determinasi tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dilakukan oleh

    Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor, sedangkan

    pembelian tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.) di Gunung Sindur,

    Bogor Jawa Barat. Pembuatan ekstrak serbuk getah jarak cina (Jatropha multifida

    Linn.) dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong.

    Pembuatan sediaan gel, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji dilakukan di

    Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembuatan preparat histopatologi jaringan kulit tikus

    dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    3.2. Waktu pengambilan getah

    Pengambilan getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dimulai jam

    04.00 sampai jam 07.00 WIB.

    3.3. Alat dan Bahan Penelitian

    3.3.1. Alat Penelitian

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (AND

    GH-202 dan Wiggen Hauser), batang pengaduk, lumpang, alu, spatula, kapas,

    gunting, alat pencukur bulu, tabung reaksi, pipet tetes, oven (Memmert), tanur

    (Thermo Scientific), waterbath, alumunium foil, stik pH universal, alat freeze

    drying, botol coklat, cawan penguap, cawan krusibel, timbangan hewan (Ohauss),

    kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, spuit 1 cc, sarung tangan,

    masker, wadah pembiusan, plat logam besi 42 cm, alkohol swab, kaca objek dan

  • 23

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    penutupnya, hot plate, cawan penguap, mikroskop cahaya (Olympus SZ61) dan

    termometer.

    3.3.2. Bahan Penelitian

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu getah jarak cina

    (Jatropha multifida Linn.), etanol 95%, amonia pekat, asam sulfat 2N, pereaksi

    Mayer, pereaksi Bouchardat, NaCl 10%, gelatin 1%, etanol, pita Mg, HCl pekat,

    larutan KI, aquadest, karbopol 940, TEA, gliserol, natrium metabisufit, metil

    paraben, propil paraben, gel Bioskin (Tea tree oil, Aloe vera, dan Centellae

    herba extract), krim Veet, cairan injeksi Ketamin-hameln 50 mg/ml, alkohol

    70%, eter, pewarna Hematoxylin-Eosin, larutan alkohol 70%, 80%, 90%, dan

    100% (absolut), larutan xylol I dan II, parafin cair, sekam dan pellet.

    3.3.3. Hewan Uji

    Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

    (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2 3 bulan

    dengan berat badan 100-200 gram yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran

    Hewan Institut Pertanian Bogor.

    3.4. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini bersifat eksperimental rancangan acak lengkap untuk melihat

    efektivitas gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) terhadap penyembuhan

    luka bakar pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sparague Dawley.

    Penelitian ini terbagi dalam 5 kelompok perlakuan dengan masing-masing terdiri

    dari 6 ekor tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Sparague Dawley (WHO,

    2000). Jumlah total tikus yang digunakan 30 ekor, dimana 3 ekor tikus di gunakan

    untuk pengamatan secara visual dan 3 ekor dari masingmasing kelompok

    diambil untuk pengamatan histopatologi. Lima kelompok tersebut terdiri dari

    kelompok kontrol positif yang diberikan gel Bioskin (Tea tree oil, Aloe vera, dan

    Centellae herba extract), kelompok kontrol negatif yang diberikan basis gel tanpa

    pemberian ekstrak getah jarak cina dan kelompok uji konsentrasi yang diberikan

  • 24

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dengan 3 konsentrasi yang berbeda

    yaitu UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) sebesar 400 mg dua kali sehari

    secara topikal selama 21 hari.

    Tabel 3.1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Perlakuan

    Kelompok Jumlah

    Tikus

    Perlakuan Hari Parameter

    KKN 5 Kelompok 1, diberikan basis

    gel tanpa pemberian ekstrak

    getah jarak cina sebanyak

    dua kali sehari.

    21

    hari

    1. Angiogenesis

    2. Sel radang

    3. Fibroblas

    4. Re-epitelisasi

    KKP 5 Kelompok 5, diberikan gel

    Bioskin (Tea tree oil, Aloe

    vera, dan Centellae herba

    extract) sebanyak dua kali

    sehari.

    21

    hari

    1. Angiogenesis

    2. Sel radang

    3. Fibroblas

    4. Re-epitelisasi

    UKR 5 Kelompok 2, diberikan gel

    getah jarak cina dengan

    konsentrasi 1% sebanyak

    dua kali sehari.

    21

    hari

    1. Angiogenesis

    2. Sel radang

    3. Fibroblas

    4. Re-epitelisasi

    UKS 5 Kelompok 3, diberikan gel

    getah jarak cina dengan

    konsentrasi 3% sebanyak

    dua kali sehari.

    21

    hari

    1. Angiogenesis

    2. Sel radang

    3. Fibroblas

    4. Re-epitelisasi

    UKT 5 Kelompok 4, diberikan gel

    getah jarak cina dengan

    konsentrasi 5% sebanyak

    dua kali sehari.

    21

    hari

    1. Angiogenesis

    2. Sel radang

    3. Fibroblas

    4. Re-epitelisasi

    Keterangan : KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%

  • 25

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.5. Kegiatan Penelitian

    3.5.1. Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)

    Sebelum dilakukan penelitian, Jatropha multifida Linn. terlebih dahulu di

    determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-

    LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia.

    3.5.2. Penyiapan Simplisia

    Pengambilan getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) berada di

    Leuwiliyang-Bogor, Jawa Barat yang berusia 6 tahun. Pohon jarak cina biasanya

    dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun karena semakin bertambahnya umur

    tanaman, semakin meningkatkan produksi getahnya (Santosa, 2007). Diameter

    tanaman jarak cina yang berusia 6 tahun yaitu 16 cm. Bagian yang diambil dari

    tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.) adalah getah yang berasal dari kulit

    batang (Shafira, 2015). Cara penyadapan dilakukan dengan cara menyayat bagian

    kulit batangnya sampai batas kambium dengan ketebalan 0,1 cm, sudut

    kemiringan 300, dan jarak antar penyadapan 3 cm. Getah ditampung kedalam

    botol yang kering dan berwarna gelap dengan 0,1 ml etanol 96% (Osoniyi &

    Onajobi, 2003). Getah diberikan 0,1 ml etanol 96% untuk mencegah getah

    menjadi kecoklatan dan teroksidasi (Osoniyi & Onajobi, 2003). Penambahan

    etanol 96% juga dapat digunakan untuk mencegah terbentuknya busa pada getah

    karena didalam getah jarak cina mengandung senyawa saponin (Rahman, 2013).

    Getah jarak cina dapat disimpan dalam kulkas pada suhu 00C dan wadah ditutup

    dengan alumunium foil untuk menjaga stabilitas getah agar tidak teroksidasi.

    Jumlah sampel getah segar ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

    Sampel yang dikumpulkan kemudian dibawa ke LIPI Cibinong untuk dilakukan

    proses pengeringan dengan metode freeze drying.

  • 26

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.5.3. Metode Pengeringan Freeze Drying

    Getah simplisia yang telah didapatkan, kemudian dikeringkan dengan

    metode freeze drying (Shafira, 2015). Hasil yang didapatkan berupa serbuk. Untuk

    menjadi serbuk getah jarak cina dikeringkan dengan freeze drying selama 24 jam

    dengan suhu -490C dan tekanan vakum sebesar 12 Pa. Ekstrak yang diperoleh

    ditimbang dan dicatat beratnya untuk menghitung % rendemennya. Selanjutnya

    ekstrak serbuk getah kering dihaluskan dan disimpan dalam wadah yang tertutup

    sebelum digunakan untuk perlakuan.

    3.5.4. Skrining Fitokimia Ekstrak

    a. Identifikasi Alkaloid

    Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah

    dengan 5 tetes amoniak pekat. Setelah itu, disaring kemudian ditambahkan

    2 ml asam sulfat 2N dan dikocok hingga memberi lapisan atas dan bawah.

    Larutan dibagi menjadi 3 bagian, pada tabung pertama ditambahkan 1 tetes

    pereaksi Mayer, adanya alkaloid di tandai dengan adanya endapan. Pada

    tabung kedua di tambah 1 tetes pereaksi Bouchardat dan terbentuknya

    endapan menandakan adanya alkaloid (Harbone, 1987).

    b. Identifikasi Tanin

    Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian

    ditambah 5 tetes NaCl 10%, lalu dikocok sampai homogen. Setelah itu

    disaring, filtrat yang dihasilkan ditambah dengan gelatin 1% dan NaCl

    10%. Terbentuknya endapan menandakan adanya tanin (Harbone, 1987).

    c. Identifikasi Flavonoid

    Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian

    ditambah dengan 5 tetes etanol, lalu dikocok sampai homogen. Setelah itu

    ditambah dengan pita Mg dan 5 tetes HCl pekat. Jika menghasilkan warna

    kuning, orange, dan merah menandakan adanya flavonoid (Harbone,

    1987).

  • 27

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    d. Identifikasi Saponin

    Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian

    ditambahkan 2 ml aquadest, lalu dikocok sampai homogen. Setelah itu,

    dipanaskan selama 2-3 menit. Dinginkan, setelah dingin dikocok dengan

    kuat. Adanya busa yang stabil selama 30 detik menunjukkan sampel

    mengandung saponin (Harbone, 1987).

    e. Identifikasi Iodine

    Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudiaan

    ditambahkan larutan KI. Jika menghasilkan warna merah bata

    menandakan adanya iodine.

    3.5.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik

    a. Parameter Spesifik

    a.1. Identitas

    Deskripsi tata nama

    - Nama ekstrak

    - Nama lain tumbuhan

    - Bagian tumbuhan yang digunakan

    - Nama Indonesia tumbuhan

    a.2. Organoleptik

    - Bentuk : Padat, serbuk-kering, kental, cair.

    - Warna : Putih susu, coklat, putih kemerahan dll.

    - Bau : Aromatik, tidak berbau, dll.

    - Rasa : Pahit, manis, kelat, asam dll.

  • 28

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    b. Parameter Non Spesifik

    b.1. Penetapan Kadar Air

    Sejumlah 1 gram ekstrak ditimbang dalam botol timbang bertutup yang

    sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105C selama 30 menit dan

    telah ditara. Ekstrak dikeringkan dengan tutup terbuka pada suhu 105C

    selama 5 jam dan ditimbang. Kemudian botol timbang dalam keadaan

    tertutup dibiarkan dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar,

    bobot yang diperoleh dicatat. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang

    pada jarak 1 jam sampai bobot tetap. Kemudian dicatat bobot tetap yang

    diperoleh untuk menghitung kadar air (Depkes RI, 2000). Jarak

    pengeringan 1 jam ditimbang sampai perbedaan antara 2 penimbangan

    berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

    Kadar air=

    x 100%

    Keterangan :

    W0 = Bobot wadah kosong yang telah ditara

    W1 = Bobot ekstrak + wadah sebelum pemanasan

    W2 = Bobot ekstrak + wadah setelah pemanasan

    b.2. Penetapan Kadar Abu

    Penetapan kadar abu dimulai dengan mengonstankan krusibel porselin

    kosong dikonstankan dengan pemanasan pada suhu 100-105oC selama

    2 jam lalu didinginkan dalam desikator. Sebanyak 1 gram ekstrak

    ditimbang seksama (W1) dimasukkan dalam krus silikat yang

    sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang (W0). Setelah itu ekstrak

    dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan (dengan suhu

    dinaikkan secara bertahap hingga 600 25C) selama 6 jam (Depkes

    RI, 1980 dalam Arifin et al, 2006) hingga arang habis. Kemudian

    dilanjutkan pengeringannya dengan suhu 1000C dan ditimbang hingga

    bobot tetap (W2).

  • 29

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Kadar Abu Total =

    x 100%

    Keterangan :

    W0 = bobot cawan kosong (gram)

    W1 = bobot cawan + ekstrak sebelum diabukan (gram)

    W2 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)

    3.5.6. Pembuatan Gel Getah Jarak Cina

    Tabel 3.2. Formulasi Basis Gel Karbopol 940 (Yuhernita, 2014) :

    Nama bahan Konsentrasi

    Karbopol 940 1,25%

    TEA 1,25%

    Gliserol 12,5%

    Natrium metabisulfit 0,5%

    Metil paraben 0,18%

    Propil paraben 0,2%

    Aquadest add. 100 ml

    Sediaan gel yang akan digunakan mengandung konsentrasi ekstrak serbuk

    getah jarak cina yang digunakan yaitu getah 1%, getah 3%, dan getah 5%. Gel

    dibuat 3 hari sekali sebanyak 15 gram agar menjaga kestabilan gel.

    Tabel 3.3. Formulasi Gel Uji 15 gram

    Nama bahan Getah 1% Getah 3% Getah 5%

    Ekstrak serbuk getah jarak cina 0,15 gram 0,450 gram 0,750 gram

    Karbopol 940 0,1875 gram 0,1875 gram 0,1875 gram

    TEA 0,1875 gram 0,1875 gram 0,1875 gram

    Gliserol 1,875 gram 1,875 gram 1,875 gram

    Natrium metabisulfit 0,075 gram 0,075 gram 0,075 gram

    Metil paraben 0,027 gram 0,027 gram 0,027 gram

    Propil paraben 0,030 gram 0,030 gram 0,030 gram

    Aquadest add.15 ml add. 15 ml add. 15 ml

  • 30

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Karbopol 940 dikembangkan dalam aquadest 700C sebanyak 20 kali berat

    dari karbopol 940 di dalam lumpang dan alu, lalu digerus hingga terbentuk

    dispersi yang homogen. Setelah mengembang ditambahkan natrium metabisulfit,

    metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan di dalam gliserol hingga

    homogen. Kemudian ditambahkan ekstrak getah jarak cina (Jatropha multifida

    Linn.) dan aquadest sampai volume yang diinginkan dengan pengadukan perlahan

    secara kontinyu sampai membentuk gel yang homogen. Lalu ditambahkan dengan

    TEA tetes demi tetes sampai pH yang diinginkan (Sari & Isadiartuti, 2006). Gel

    disimpan dalam wadah gel pada suhu ruangan. Prosedur yang sama juga

    dilakukan pada ekstrak getah kering dengan konsentrasi 3% dan 5%.

    3.5.7. Evaluasi Fisik Sediaan Gel

    a. Uji Organoleptik

    Uji organoleptik dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan

    cara melakukan pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau dari

    sediaan yang telah dibuat (Anief, 1997).

    b. Uji Homogenitas

    Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah

    dibuat homogen atau tidak. Caranya, gel dioleskan pada kaca transparan

    dimana sediaan diambil 3 bagian yaitu atas, tengah dan bawah.

    Homogenitas ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar (Ditjen POM,

    2000).

    c. Uji pH

    Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel untuk

    menjamin sediaan gel tidak menyebabkan iritasi pada kulit. pH

    sediaan gel diukur dengan menggunakan stik pH universal. Stik pH

    universal dicelupkan ke dalam sampel gel yang telah diencerkan,

    diamkan beberapa saat dan hasilnya disesuaikan dengan standar pH

    universal.

  • 31

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.5.8. Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel

    Sediaan disimpan pada suhu 280C dan suhu 400C. Uji ini dilakukan selama

    1 bulan, dan kemudian dilakukan kembali pemeriksaan organoleptis,

    homogenitas, dan pH (Chandira, 2010).

    3.5.9. Penyiapan Hewan Uji

    Hewan uji yang digunakan yaitu tikus putih jantan Sprague Dawley

    berumur 2 3 bulan dengan berat badan 100200 gram sebanyak 30 ekor. Tikus

    putih jantan diaktimasi dengan lingkungan tempat penelitian selama 7 hari

    sebelum percobaan dengan diberikan pakan dan minuman ad libitium agar dapat

    menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi, dilakukan

    pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan. Kemudian, setiap ekor

    tikus diberi tanda pengenal agar tidak salah dalam perlakuan. Pemeliharaan hewan

    uji dilakukan di dalam kandang individu. Seluruh hewan uji diperlakukan sesuai

    dengan aturan Ethical Clearance Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI.

    3.5.10. Pembuatan Luka Bakar Derajat Dua

    Masing-masing tikus dianastesi menggunakan sediaan injeksi ketamin

    (dosis obat pada manusia 6,5-10 mg/kgBB dan konsentrasi larutan obat 50 mg/ml)

    (Ketamin Hameln Injection, 2011) secara intramuskular. Hewan uji dicukur

    bulunya dibagian dorsal 3 cm dari auris dengan gunting, kemudian dioleskan

    dengan krim depilatori (krim Veet) selama 3-5 menit dan dicukur sampai licin

    dengan menggunakan alat pencukur bulu. Lalu area kulit yang akan dibuat luka

    bakar didesinfeksi dengan menggunakan alkohol 70%. Kemudian luka bakar

    derajat dua diinduksi menggunakan plat besi 42 cm pada air mendidih selama 5

    menit dan ditempelkan pada kulit punggung tikus selama 10 detik dengan tekanan

    yang sama (Akhoondinasab et. al, 2014).

  • 32

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.5.11. Pemberian Bahan Uji

    Sebanyak 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley digunakan

    dalam penelitian dan diberikan 5 perlakuan yang berbeda. Masing-masing

    perlakuan terdiri atas 6 ekor tikus putih jantan yaitu kontrol positif yang diberikan

    gel Bioskin (Tea tree oil, Aloe vera, dan Centellae herba extract), kelompok

    kontrol negatif yang diberikan basis gel tanpa pemberian ekstrak serbuk getah

    jarak cina dan kelompok uji konsentrasi yang diberikan gel getah jarak cina

    (Jatropha multifida Linn.) dengan 3 konsentrasi yang berbeda 1%, 3%, dan 5%.

    Gel dioleskan 400 mg sebanyak dua kali sehari pada luka bakar setiap tikus, yaitu

    pada jam 07.00 dan 17.00 WIB selama 21 hari setelah pembuatan luka.

    3.5.12. Pengamatan Secara Makroskopis

    Penyembuhan pada luka bakar adalah waktu yang dibutuhkan luka bakar

    sehingga mencapai penutupan secara sempurna sampai tidak dijumpai adanya

    bekas keropeng (scab). Pengamatan ini berupa persentase penyembuhan luka

    bakar, permukaan kulit tikus pada hari ke-21, dan pengamatan visual fisiologis

    luka bakar.

    3.5.13. Persentase penyembuhan Luka Bakar

    Pemberian bahan uji dilakukan setelah pembuatan luka bakar yaitu pada

    hari ke-0. Luas luka bakar diamati pada hari ke-1 dan hari ke-21 dengan

    menggunakan aplikasi ImageJ. Data yang dihasilkan kemudian dilakukan

    perhitungan persentase penyembuhan luka bakar (Tavares Pereira et al., 2012).

    Rumus Persentase Penyembuhan Luka = (

    %)

  • 33

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.5.14. Perlakuan dan Pengamatan

    Pengamatan pada luka bakar sebelum pemberian dan sesudah perlakuan

    sampai menunjukkan adanya tanda-tanda kesembuhan dan mengukur panjang

    luka dengan penggaris skala cm. Dari kelima kelompok diambil masing-masing 1

    ekor tikus pada hari ke-7 dan ke-14, pengambilan dilakukan setelah tikus

    dieuthanasi dengan larutan eter secara inhalasi. pertama-tama disiapkan toples

    kaca yang telah diberikan kapas dan dilumuri dengan larutan eter, kemudian

    dimasukkan tikus kedalamnya, tutup mulut toples dan biarkan tikus tersebut

    hingga mati. Daerah dorsal yang akan diambil jaringan kulitnya dibersihkan dari

    bulu yang mulai tumbuh kembali, jaringan kulit diambil dengan ketebalan 3 mm

    hingga lapisan subkutis dan sekitar 2 cm dari tepi luka. Jaringan kulit yang

    diperoleh kemudian difiksasi dengan larutan formalin 10% agar organ yang

    diawetkan diperoleh hasil yang maksimal dan proses pengawetannya merata

    sehingga jaringannya tidak ada yang rusak dan disimpan. Kemudian tikus

    dibungkus rapat dengan plastik dan dikubur ditempat yang telah ditentukan.

    3.5.15. Pembuatan Preparat Histopatologi

    Pembuatan preparat jaringan kulit yang telah difiksasi dengan larutan

    formalin 10%. Kemudian dibilas dengan air mengalir sebanyak 3 5 kali. Lalu

    dilakukan trimming organ dan dimasukkan ke dalam cassette tissue dari plastik.

    Tahap selanjutnya dilakukan proses dehidrasi alkohol bertingkat yaitu alkohol

    70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol absolut II. Alasan penggunaan

    konsentrasi alkohol dari yang rendah ke yang tinggi yaitu agar proses

    dehidrasi tidak terlalu cepat yang akan merusak mukosa (jaringan lunak) dan

    tidak menimbulkan artefak yang akan mengganggu proses diagnosis. Kemudian

    dilakukan penjernihan untuk membersihkan sisa alkohol, menggunakan xylol I

    dan xylol II selama. Proses pencetakan atau parafinisasi dilakukan menggunakan

    parafin I dan parafin II. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam alat pencetak

    yang berisi parafin setengah volume dan sediaan diletakkan ke arah vertikal dan

    horizontal sehingga potongan melintang melekat pada dasar parafin. Hindari

  • 34

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    terjadinya gelembung udara. Setelah parafin mulai membeku, parafin

    ditambahkan kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan sampai parafin

    mengeras yang dimasukkan kedalam lemari pendingin. Selanjutnya, mengiris

    blok parafin dengan menggunakan mikrotom. Mikrotom diatur sedemikian rupa

    hingga diperoleh potongan-potongan jaringan yang tipis dengan ketebalan 5

    mikrometer. Hasil potongan yang berbentuk pita (ribbon) tersebut dibentangkan

    diatas air hangat yang bersuhu 46C dan langsung diangkat untuk menghilangkan

    parafin dan meregangkan potongan agar tidak berlipat. Sediaan tersebut kemudian

    diangkat dan diletakkan di atas gelas objek dan dikeringkan dalam inkubator

    bersuhu 60C. Kemudian sediaan diwarnai dengan pewarnaan Hematoxyllin-

    Eosin (HE) untuk pemeriksaan mikroskopik (Balqis et. al, 2014).

    3.5.16. Pengamatan Secara Mikroskopis

    Pengamatan secara mikroskopis dilakukan pada preparat jaringan kulit.

    Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14 yang dilakukan dengan

    menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61) pada pembesaran 100x dan

    200 dengan 5 kali lapang pandang. Pengamatan parameter luka bakar seperti

    jumlah pembuluh darah baru (angiogenesis), keberadaan sel radang (limfosit,

    neutrofil dan makrofag), pertumbuhan jaringan ikat (fibroblas), dan jumlah re-

    epitelisasi.

    3.5.17. Skor Pembuluh Darah Baru (Angiogenesis)

    Pengamatan ini dilakukan dengan metode skoring jumlah pembuluh darah

    baru berdasarkan jumlah pembuluh kapiler. Skoring untuk jumlah pembuluh

    darah baru (Hazrati, 2009) :

    0 : Tidak ada angiogenesis

    1 : 1-2 angiogenesis

    2 : 3-4 angiogenesis

    3 : 5-6 angiogenesis

    4 : >7 angiogenesis

  • 35

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.5.18. Skor Keberadaan Sel Radang (Limfosit, Neutrofil dan Makrofag)

    Pengamatan ini dilakukan dengan metode skoring keberadaan sel radang

    berdasarkan jumlah limfosit, neutrofil dan makrofag. Skoring untuk keberadaan

    sel radang (Hazrati, 2009) :

    0 : 13-15 sel inflamasi per lapang pandang

    1 : 10-13 sel inflamasi per lapang pandang

    2 : 7-10 sel inflamasi per lapang pandang

    3 : 4-7 sel inflamasi per lapang pandang

    4 : 1-4 sel inflamasi per lapang pandang

    3.5.19. Skor Keberadaan Jaringan Ikat (Fibroblas)

    Pengamatan ini dilakukan dengan metode skoring keberadaan jaringan ikat

    berdasarkan jumlah sel fibroblastik. Skoring untuk pertumbuhan jaringan ikat

    (fibroblas) (Duarte, 2010) :

    0 : Tidak adanya fibroblas

    1 : Terdapat beberapa fibroblas

    2 : Terdapat fibroblas yang teratur

    3 : Terdapat fibroblas yang sejajar dengan permukaan luka

    3.5.20. Skor Re-epitelisasi

    Pengamatan ini dilakukan dengan metode skoring jumlah re-epitelisasi

    berdasarkan kondisi jaringan epitel pada daerah luka. Skoring untuk jumlah re-

    epitelisasi (Hazrati, 2009) :

    0 : Tidak ada proliferasi epitel 70 % dari jaringan kulit.

    1 : Struktur epidermis yang kurang 60 % dari jaringan kulit

    2 : Struktur epidermis yang tidak lengkap 40 % dari jaringan kulit

    3 : Proliferasi epitel yang sedang 60 % dari jaringan kulit

    4 : Struktur epidermis yang lengkap 80 % dari jaringan kulit

  • 36

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.5.21. Analisis Data Statistik

    Data hasil percobaan dianalisis untuk melihat persentase penyembuhan

    luka bakar dan skor parameter histopatologi. Data dianalisis menggunakan

    program pengolahan data statistik SPSS 16. Data persentase penyembuhan luka

    menggunakan uji nonparametrik yaitu Uji Kruskall-Wallis dan dilanjutkan dengan

    menggunakan Post Hoc Test (Mann-Whiteney). Data skor parameter histopatologi

    menggunakan uji parametrik yaitu Uji one way ANOVA dan dilanjutkan dengan

    menggunakan Post Hoc Test (LSD). Data statistik berbeda signifikan pada nilai

    p

  • 37

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Penelitian

    4.1.1. Determinasi Tanaman

    Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian

    Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman

    ini adalah jarak cina/ jarak tintir (Jatropha multifida Linn.) famili Euphorbiaceae

    terdapat pada Lampiran 2.

    4.1.2. Penyiapan Simplisia

    Bagian yang diambil dari tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.)

    adalah getah yang berasal dari kulit batang (Shafira, 2015). Pengambilan getah

    dilakukan dengan cara mengiris kulit batang secara horizontal. Waktu penyadapan

    getah dapat dilakukan pada jam 04.00 sampai jam 07.00 WIB. Getah ini

    berbentuk larutan berwarna cokelat. Getah jarak cina yang didapatkan sebanyak

    50,19 gram ditampung kedalam botol yang kering dan berwarna gelap dengan 0,1

    ml etanol 96%. Getah ini dapat disimpan dalam kulkas pada suhu 00C dan wadah

    ditutup dengan alumunium foil.

    4.1.3. Pengeringan dengan Freeze Drying

    Getah jarak cina dikeringkan dengan metode freeze drying dengan suhu

    -490C dan tekanan vakum sebesar 12 Pa selama 38 jam hingga getah menjadi

    serbuk yang kering. Serbuk kering yang diperoleh sebanyak 13,31 gram.

    Rendemen yang didapatkan adalah 26,52%. Hasil rendemen ini telah memenuhi

    rendemen yang baik yaitu hasil rendemennya lebih dari 10% (Depkes, 2000).

  • 38

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4.1.4. Hasil Skrining Fitokimia

    Kandungan metabolit sekunder pada ekstrak getah jarak cina (Jatropha

    multifida Linn.) diidentifikasikan dengan cara skrining fitokimia. Kandungan

    senyawa metabolit sekunder yang diuji antara lain golongan alkaloid, tanin,

    flavonoid, saponin, dan iodine. Hasil skrining fitokimia yang dilakukan terhadap

    ekstrak getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dapat dilihat pada tabel 4.1. :

    Tabel 4.1. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Getah Jarak Cina