uin syarif hidayatullah...sunggufi, setefali ftesuutan adiz ~mudahan-~mudafian. :malig apa6ifa...

155
POLA ASUH PEMBINA TERHADAF> SANITRI DI PONDOK PESANTREN DARUL ARQAM MUHAMMADIYAH GARUT Oleh: CATUR TRESNA RUSWARADITFl'.A NIM: 103070028987 Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian per.syaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi ($.Psi) FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • POLA ASUH PEMBINA TERHADAF> SANITRI

    DI PONDOK PESANTREN DARUL ARQAM

    MUHAMMADIYAH GARUT

    Oleh:

    CATUR TRESNA RUSWARADITFl'.A

    NIM: 103070028987

    Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian per.syaratan dalam

    memperoleh gelar Sarjana Psikologi ($.Psi)

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1429 H / 2008 M

  • POLA ASUH PEMBINA TERHADAP SANTRI

    DI PONDOK PESANTREN DARUL ARQAM

    MUHAMMADIYAH GARUT

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk mememuhi syarat-syarat

    memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

    Oleh:

    Catur Tresna Ruswaraditra

    NIM: 103070028987

    Dibawah Bimbingan

    Pembimbing I, Pembimbing II,

    ~ (-Bamban di Ph.D

    NIP. 150 326 891 NIP. 150 293 234

    FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA 1429 H / 2008 M

  • PENGESAHAN PANITIA UJllAN

    Skripsi yang berjudul POLA ASUH PEMBINA TERHADAP SANTRI DI

    PONDOK PESANTREN DARUL ARQAM MUHAMMADIYAH GARUT

    telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 06

    Februari 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

    Jakarta, Februari 2008

    Ketua Mer Jkap Anggota,

    ,:,/\-1~ Ora. H'. Net Hartati M.Psi. NIP. 150 21 38

    Penguji I

    Sidang Munaqasyah

    Sekretaris Merangkap Anggota

    Anggota:

    Penguji II

    Ors. Rachmat Mulyono. M.Si NIP. 150 293 240

    Pernbirnbing I Pembimbing II

    Bamban Su adi Ph. D NIP. 150 326 891

  • MOTTO

    Jadilah Sukses Berdasarkan Penilaian Tuhan

    Lakukanlah Sekuat Tenaga bukan semampunya

    lngatlah selalu dan perbaiki kesalahan yang pernah kita

    pe?rbuat, k@mudian

    Lupakan ke?baikan yang pernah kita perbuat

    (AAGymj

    "Ke bahagiaan ada pada ji~ra yang be rs yukur"

    (Andy F Noya)

    "

  • KATA PENGANTAR

    Tiada kata indah selain memuji dan bersyukur kepada Allah SWT yang

    dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walau dalam

    menjalaninya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Tak lupa

    Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada Kanj13ng Nabi

    Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang

    telah membimbing manusia keluar dari masa kegelapan menuju masa yang

    penuh asa.

    Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada

    insan-insan yang menjadi penyemangat penulis di saat-saat genting tanpa

    inspirasi dan mengajarkan berbagai hal mengenai kehidupan.

    Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :

    1. Bapak dan !bu tercinta yang selalu mendampingi tanpa mengenal kata

    lelah yang dengan doa dan semangatnya terus mendukung tiada henti

    agar penulis cepat menyelesaikan skripsi. Kedua kakaku Owi Tresna R

    sekeluarga, dan Tri Tresna R sekeluarga yang banyak mewarnai

    kehidupan penulis. Kalian merupakan anugerah untukku, terima kasih

    Allah atas keluarga yang hebat ini.

    2. Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si., Oekan Fakultas Psikologi Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M.Si., Pembantu Oekan I Fakultas

    Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • ..

    4. Prof. Hamdan Yasun, M.Si., Ketua Bidang Psikolooi Sosial dan

    Pembimbing Akademik kelas A Fakultas Psikologi 2003 yang telah

    memberikan banyak arahan dan pengalamannya kepada penulis.

    5. Bambang Suryadi, Ph.D Pembimbing I yang telah memberikan banyak

    masukan untuk perbaikan skripsi pada penulis.

    6. Solicha, S.Ag. Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu

    pribadinya untuk memberi koreksi pada skripsi penulis.

    7. Seluruh staff pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

    bersedia memberikan secercah harapan masa depan selama proses

    perkuliahan. Jajaran akademik dan karyawan Fakultas Psikologi lbu

    Sri, Pak Miftah lbu Syariah dan lbu Nur, dkk, yang sabar mendengar

    keluhan-keluhan dan direpotkan dalam menyusun nilai-nilai penulis

    yang tak beraturan.

    8. Pimpinan Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Daerah

    Garut beserta seluruh staff pengajar dan pembina yang telah

    memberikan keleluasaan dan kemudahan bagi penulis dalam

    mengadakan penelitian.

    9. Siti Rahmi Rahimah yang sudah memberikan begitu banyak perhatian

    dan kesabaran bagi perkembangan penulisan skripsi ini.

    1 O. The Kostan Family (Dani dan Yusuf) Plus Uwa Ramdan, dengan

    kalian kuliah serasa penuh makna. Arif, Badru, Yamani, Sugih, Indra,

    Adit, dan Cupie atas kerja samanya selama perkuliahan. Semua

    orang-orang luar biasa angkatan 2003 kelas A, lta, Maya, Tika, Yeyen,

    lea, Nca, Rida, dan lain-lain yang banyak memberi warna kehidupan.

    Persahabatan kita selamanya.

    11. Anak-anak The MIB (Koko, Uut, Boncu, Jurig, Uum, Hendra, Abi, dll),

    GEMC DA Club (Evi, Fani, Annisa, lsni, Lulu, dll) dan keluarga besar

    IKADAM yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu atas kenangan-

    kenangan yang telah kalian ukir selama skripsi ini dibuat. Kamaludin

  • dan keluarga untuk pencerahan hidup di saat tiada asa. Juga kepada

    Gina dan Agung atas dukungan teknisnya.

    12. Terima kasih juga buat persaudaraan sesama lnteristi dimana saja

    sebagai penambah spirit dalam mengerjakan skripsi ini ketika jenuh.

    Dan untuk semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi yang tidak

    dapat disebutkan satu persatu namanya karena keterbatasan ruang. Hanya

    doa yang bisa penulis panjatkan, semoga bantuan dan kebaikan yang telah

    mereka berikan menjadi amal ibadah yang diterima di sisi Allah SWT.

    Jakarta, Januari 2008

    Penulis

  • ABSTRAK

    (C) Catur Tresna Ruswaraditra

    (A) Fakultas Psikologi (B) Januari 2008

    (D) Pola Asuh Pembina Terhadap Santri Di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut

    (E) xi+ 108 (F) Pendidikan dalam jenjang menengah merupakan jembatan darl

    pendidikan dasar ke pendidikan tinggi. Oleh karena itu pendic:fikan menengah menjadi sangat penting. Lembaga pendidikan pesantren yang berada dalam jenjang pendidikan menengah bahkan membekali anak didiknya dengan menambahkan berbagai ilmu agama. Hal ini dimaksudkan untuk memiliki generasi yang unggul dalam ilmu dan akhlak. Pola asuh pembina terhadap santri merupakan faktor yang turut berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pendidikan di pesantren. Upaya untuk mendukung terlaksananya visi dan misi pesantren ini meliputi aspek pengasuhan, kontrol, harapan, dan komunikasi. Perkembangan zaman yang cepat dan penuh kemajuan juga berbagai perubahan dalam pesantren itu sendiri membuat peran pembina menjadi semakin vital sebagai pengganti orang tua.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola asuh pembina terhadap santri di pondok pesantren. Pola asuh yang dimaksudkan adalah segala bentuk interaksi pengasuhan antara pembina dan santri, baik yang berbentuk otoriter, demokratis, permisif indifferent, atau permisif indulgent.

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Teknik analisa data penelitian menggunakan metode perbandingan tetap. Lokasi pelaksanaan penelitian di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut. Subjek dalam penelitian ini adalah pembina yang di tugaskan membina santri oleh pimpinan pondok pesantren di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut. Jumlah subjek sebanyak tiga orang.

    Berdasarkan hasil penelitian kualitatif yang didapat dari tiga orang pembina menggunakan pola asuh demokratis. Dapat disimpulkan bahwa pola asuh pembina terhadap santri di pondc>k pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut adalah demokratis.

  • : '.

    Untuk perkembangan lebih lanjut maka ada beberapa saran yakni; perlu adanya penambahan jumlah sampel termasuk membandingkannya dengan santri, serta mempertimbangkan aspek lainnya, seperti kelekatan santri dengan pembina, efektifitas rasio pembina dengan santri, dan tingkat ekonomi pembina dalam menggambarkan pola asuh responden.

    (G) 35 (1993-2007)

  • Halaman Judul

    Halaman Persetujuan

    Halaman Pengesahan

    Motto

    Persembahan

    DAFTAR ISi

    Kata Pengantar ...................................................................................... i

    Abstrak ................................................................................................... iv

    Daftar lsi ................................................................................................ v

    Daftar Tabel ........................................................................................... viii

    Daftar Bagan .......................................................................................... ix

    Daftar Lampiran ..................................................................................... x

    BAB 1 PENDAHULUAN 1-10

    1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

    1.2. ldentifikasi Masalah ........................................................................ 6

    1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 6

    1.3.1. Pembatasan Masalah ............................................................. 6

    1.3.2. Perumusan Masalah ............................................................... 7

    1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 7

    1.4. 1. Tujuan Penelitian ................................................................... 7

    1.4.2. Manfaat Penelitian .................................................................. 8

    1.5. Sistematika Penulisan .................................................................... 8

    BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 11-30

    2.1. Pola Asuh ........................................................................................ 11

  • 2.1.1. Definisi Pola Asuh .................................................................. 11

    2.1.2. Tipe-tipe Pola Asuh ................................................................ 14

    2.1.3. Faktor-faktor Pola Asuh ......................................................... 19

    2.2. Pondok Pesantren ........................................................................... 20

    2.2.1. Definisi Pesantren .................................................................. 20

    2.2.2. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren .................... 22

    2.2.3. Kultur Kehidupan Pondok Pesantren ..................................... 23

    2.2.4. Jenis-jenis Pondok Pesantren ................................................ 26

    2.2.5. Jenis-jenis Santri. ................................................................... 27

    2.2.6. Program Pengasuhan ............................................................ 27

    2.3. Pola Asuh Pembina Terhadap Santri di Pondok Pesantren ............. 28

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 31-42

    3.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 31

    3.1. 1. Pendekatan Penelitian ............................................................ 31

    3.1.2. Metode Penelitian .................................................................. 32

    3.2. Definisi Variabel dan Definisi Operasional. ...................................... 33

    3.3. Subjek Penelitian ............................................................................ 35

    3.3.1. Responden ............................................................................. 35

    3.3.2. Karakteristik Subjek ................................................................ 35

    3.4. Sumber dan Jenis Data ................................................................... 36

    3.5. Teknik dan lnstrumen Pengumpulan Data ....................................... 36

    3.5.2. Wawancara ............................................................................. 37

    3.5.3. Observasi. ............................................................................... 39

    3.6. Teknik Analisa Data ........................................................................ 39

    3.6.3. Analisa Data Kualitatif ............................................................. 39

    3. 7. Prosedur Penelitian ........................................................................ .40

  • i.

    BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 43-102

    4.1. Gambaran Urn um Responden ........................................................ .43

    4.2. Riwayat Kasus dan Analisa Kasus ................................................. .44

    4.2.1 Kasus ES ................................................................................. .46

    4.2.2 Kasus NH .................................................................................. 63

    4.2.3 KasusAY .................................................................................. 78

    4.3. Analisa Perbandingan Antar Kasus .................................................. 93

    4.4. Hasil Tambahan .............................................................................. 97

    BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 103-108

    5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 103

    5.2. Diskusi ............................................................................................ 103

    5.3. Saran .............................................................................................. 107

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 109-111

    LAMPIRAN .................................................................................... 112-139

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Kategori Pola Asuh ................................................................ 34

    Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ............................................... 38

    Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden ............................................. .44

    Tabel 4.2 Kategori Pola Asuh ............................................................... .45

    Tabel 4.3 Analisa Kasus ES .................................................................. 61

    Tabel 4.4 Analisa Kasus NH .................................................................. 76

    Tabel 4.5 Analisa Kasus AY .................................................................. 91

    Tabel 4.6 Analisa Perbandingan Antar Kasus ........................................ 93

    Tabel 4.7 Latar Belakang Responden .................................................... 98

    Tabel 4.8 Skor Skala Pola Asuh ............................................................ 101

    Tabel 4.9 Kategori Skala Pola Asuh ...................................................... 102

  • DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN

    Gambar 2.1 Skema perbandingan pola asuh dan jenis pe1santren ......... 30

  • ' '-!

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Surat Bimbingan Skripsi .................................................... 1 ·12

    Lampiran 2. Surat lzin Penelitian dari Fakultas Psikologi UIN Syahid .... 113

    Lampiran 3. Surat lzin Telah Melaksanakan Penelitian dari Pondok Pesantren

    Darul Arqam Muhammadiyah Garut.. ..................................................... 114

    Lampiran 4. Angket Penelitian Untuk Pembina ...................................... 115

    Lampiran 5. Kunci Jawaban Angket.. ..................................................... 120

    Lampiran 6. Validitas .............................................................................. 123

    Lampiran 7. Reliabilitas .......................................................................... 125

    Lampiran 8. Data Hasil Penelitian Pembina ........................................... 127

    Lampiran 9. Surat Permohonan Kesediaan Wawancara ........................ 133

    Lampiran 10. Pedoman Wawancara ...................................................... 135

    Lampiran 11. Lembar Observasi ............................................................ 139

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah,

    identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

    manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

    1.1. latar Belakang Masalah

    Pondol< pesantren bukanlah institusi pendidikan baru, melainkan institusi

    pendidikan tertua di Indonesia. Bahkan pesantren jika disandingkan dengan

    lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia dianggap sebagai

    produk budaya Indonesia yang indigenous (asli). Pada zaman penjajahan,

    institusi ini bukan hanya tempat membina ilmu tetapi juga dijadikan basis

    perjuangan dalam mengusir penjajahan bangsa-bangsa asing seperti

    Belanda dan Jepang.

    Dalam pendidikan pesantren figur Kiai sangat kental kebeiradaannya sebagai

    seseorang yang dihormati. Biasanya Kiai adalah seorang pendiri sekaligus

    pemilik pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada anak didiknya

    yang disebut santri. Cara pengajarannya unik, dikenal dua cara yang paling

  • um um digunakan yaitu bandongan dan sorogan. Metode bandongan atau

    layanan kolektif mengharuskan para santrinya mendengarkan Kiai

    membacakan naskah-naskah keagamaan yang berbahasa Arab sambil

    memberi catatan. Metode sorogan adalah santri yang membacakan kitab,

    sementara Kiai atau ustadz yang sudah mahir menyimak sambil

    mengevaluasi bacaan santri. Para santri yang mendapatkan pendidikan di

    pesantren ini ada yang tinggal di asrama dikenal dengan nama santri mukim

    dan ada yang tinggal di rumahnya masing-masing dikenal dengan nama

    santri kalong.

    2

    Pondol< pesantren dapat menghasilkan lulusan yang berk.ualitas, baik secara

    intelektual maupun perilaku. Pola pendidikannya mengharusk.an para santri

    tinggal dalam asrama, selain bertujuan agar lebih fokus dalam mempelajari

    ilmu-ilmu agama dan umum, juga mengajarkan kemandirian. Namun pola

    seperti ini memiliki pengaruh yang tidak dapat diabaikan juga bukan jaminan

    bahwa masalah tidak akan ada. Karena pengasuhan berpindah dari orang

    tua masing-masing kepada pola pengasuhan di pondok pesantren.

    Saat ini perkembangan pesantren telah sangat meluas di tanah air, terdapat

    ribuan pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia baik pesantren

    tradisional maupun pesantren modern. Data Statistik dari Departemen

    Agama (dalam Mastuki, 2003: 4) tahun 1977 jumlah pesantren masih sekitar

    4.195 buah buah dengan santri sekitar 677.394 orang. Peningkatan yang

  • signifikan terlihat dalam dua dasawarsa kemudian tahun ·1977, di mana

    pesantren berjumlah 9.388 buah dengan jumlah santri mencapai 1. 770. 768

    orang. Data terakhir Depag tahun 2001 menunjukkan jumlah pesantren

    seluruh Indonesia sudah mencapai 11.312 buah dengan :santri sebanyak

    2.737.805 orang.

    Namun bukan hanya jumlahnya saja yang mengalami perkembangan, dari

    segi kualitas pesantren juga mengalami perkembangan. Dari

    penyelenggaraan pendidikan pun sejak tahun 1970-an be1ntuk-bentuk

    pendidikan yang diselenggarakan di pesantren sudah sangat bervariasi.

    Sistem pembelajaran tradisional yang berlaku, yaitu sorogan, bandongan,

    balaghan, dan halaqah mulai diseimbangkan dengan sist19m pembelajaran

    modern. Dalam aspek kurikulum juga mengalami perubahan, bila dahulu

    pesantren hanya mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan saja kini beberapa

    pesantren banyak yang telah mengadopsi ilmu-ilmu umum untuk diajarkan

    kepada para santrinya.

    Dengan semakin berkembangnya pesantren sebagai institusi pendidikan,

    berkembang pula cara pengasuhan terhadap santri, karena santri tinggal di

    asrarna atau pondok sebagai tempat tinggal sekaligus tempat untuk belajar

    hidup rnandiri. Dhofier (dalam Zarkasyi, 2005: 70) mengatakan Sistern

    asrarna ini rnerupakan ciri khas tradisi pesantren yang rneimbedakannya

    3

  • dengan sistem pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah

    Minangkabau yang disebut surau.

    Kini cara pengasuhan di banyak pondok pesantren tidak hanya berpusat

    pada satu figur Kiai saja, akan tetapi melibatkan para pengasuh lainnya;

    ustadz, ustadzah, pembina atau apapun istilahnya. Hal ini dikarenakan

    banyak pesantren yang memiliki jumlah santri yang cukup banyak, sehingga

    dibutuhkan tenaga pengasuh yang lebih banyak pula untuk membina santri

    yang tinggal di asrama.

    Pola asuh yang diterapkan di asrama oleh pembina cenderung bergaya

    authoritarian atau terpusat pada satu figur saja. Melalui gaya pengasuhan

    seperti ini diharapkan santri akan patuh dan berkembang ke arah yang

    diinginl

  • Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran bagaimana pola asuh

    authoritarian berpengaruh terhadap kondisi santri yang tinggal di pondok

    pesantren bila dibandingkan dengan gaya pola asuh yan{l lainnya seperti

    permisif dan demokratis. Pengaruh yang menonjol salah satunya terhadap

    prestasi belajar. Oleh karena itu para pembina harus merniliki pengetahuan

    yang lebih mendalam mengenai pengasuhan.

    5

    Latar belakang santri yang berbeda-beda dan jumlahnya yang banyak

    menyebabkan pola asuh yang dijalankan pembina tidaklah mudah dilakukan.

    Para santri datang dengan membawa kebiasaan pengasuhan dari orang

    tuanya masing-masing yang berbeda-beda dan kemudian harus mengikuti

    gaya pengasuhan di pondok pesantren. Belum lagi jika p~mggantian kelas

    terjadi, maka penggantian pembina pun bisa jadi berubah. Hal ini menjadi

    masalah tersendiri tak hanya bagi santri tapi juga pembina, pengasuh,

    ustadz, ustadzah sebagai pengasuh di pondok pesantren. Kesulitan lain jika

    rasio pengasuh tidak berimbang dengan jumlah santri. Pcmdok pesantren

    yang menggunkan sistem asrama di mana jumlah santrinya dikelompokan

    dalam jumlah yang besar dengan tenaga yang minim akan mengurangi

    intensifnya bimbingan yang diberikan terhadap santri mukim.

    Berpijak dari uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti "Pola Asuh

    Pembina Terhadap Santri Di Pondok Pesantren Darul Arqam

    Muhammadiyah Garut".

  • 1.2. ldentifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang di alas penulis dapat mengidentifikasi beberapa

    masalah sebagai berikut:

    6

    1. Bagaimana pola asuh pembina terhadap santri di pondok pesantren

    Darul Arqam Muhammadiyah Garut?

    2 Apakah pola asuh yang dilakukan pembina di pondok pesantren

    Darul Arqam Muhammadiyah Garut dapat mengatasi problem keterpisahan

    santri dengan orang tuanya?

    3. Apakah pola asuh yang dilakukan pembina di pondok pesantren

    Darul Arqam Muhammadiyah Garut dapat mengganti peran orang tua santri?

    1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    1.3.1. Pembatasan Masalah

    Agar pembahasan tidak meluas dan lebih terarah, penulis memberikan

    batasan pada penelitian ini terhadap:

    1. Jenis pola asuh yang dimaksud oleh penulis mencakup keseluruhan

    macam-macam pola asuh, yaitu: otoriter, demokratif, dan permisif.

    2. Pembina yang dimaksud oleh penulis adalah orang yang ditunjuk

    secara khusus oleh pimpinan pondok pesantren yang bertugas sebagai

    pengganti orang tua bagi santri baik sebagai usatdz, santri senior, maupun

    yang tidak memiliki kegiatan lain selain membina santri.

  • 3. Santri yang dimaksud oleh penulis adalah santri mukim, yaitu santri

    yang tinggal di asrama sebagai tempat istirahat, dan kegiatan-kegiatan

    rumah tangga lainnya.

    4. Pondok pesantren yang dimaksud oleh penulis adalah pondok

    pesantren khalafi atau disebut juga pondok pesantren yang sudah

    menggabungkan kurikulum agama dan umum. Selain itu pola pengasuhan

    yang diberikan kepada santri tidak lagi terpusat pada satu orang saja,

    melainkan dibagi kepada kelompok-kelompok atau kelas-kelas dengan

    melibatkan banyak pembina.

    1.3.2. Perumusan Masalah

    Untuk memudahkan penulis menjawab masalah tersebut diatas, maka

    penulis mencoba merumuskannya dalam bentuk rumusan masalah sebagai

    berikut:

    Bagaimana pola asuh pembina terhadap santri di pondok pesantren Darul

    Arqam Muhammadiyah Garut ?

    1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.4.1. Tujuan Penelitian

    7

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola asuh pembina

    terhadap santri di pondok pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut.

  • 1.4.2. Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian ini adalah:

    8

    1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi

    upaya pengembangan ilmu-ilmu psikologi melalui data-data yang

    diperoleh dari proses penelitian ini, khususnya dalam bidang

    Psikologi Perkembangan.

    2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

    a. Penulis sebagai bahan kajian yang berguna terutama dalam

    bidang psikologi perkembangan khususnya pengasuhan di

    pondok pesantren.

    b. Pihak Pondok Pesantren sebagai bahan evaluasi bagi

    peningkatan pola asuh di pondok pesantren.

    c. Pemerhati atau peneliti lain sebagai referensi guna

    melakukan penelitian serupa yang lebih komprehensif.

    Dengan demikian, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu upaya

    menghimpun data tentang pola asuh terhadap santri di pondok pesantren.

    1.5. Sistematika Penulisan

    Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan kaidah penulisan

    American Psychology Assosiation (APA) style yang mengacu pada Pedoman

    Penyusunan dan Penulisan Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri

  • 9

    Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004. Untuk mengetahui gambaran tentang

    hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakan

    sistematika penulisan skripsi ini dalam lima bab, yakni:

    Bab 1 Pendahuluan

    Berisi: Latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan

    rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

    penulisan.

    Bab 2 Kajian Pustaka

    Berisi: Pola asuh; Definisi pola asuh, tipe-tipe pola asuh, indikator pola

    asuh. Pondok pesantren; definisi pesantren, sejarah dan

    perkembangan pondok pesantren, kultur kehidupan pondok pesantren,

    jenis-jenis pondok pesantren, jenis-jenis santri, dan program

    pengasuhan. Disertakan juga kerangka berpikir mengenai pola asuh

    pembina terhadap santri di pondok pesantren.

    Bab 3 Metodologi Penelitian

    Berisi: Jenis Penelitian; Pendekatan penelitian, metode penelitian,

    definisi variable dan definisi operasional, subjek penelitian; populasi

    dan sampel, karakteristik subjek, sumber dan jenis data, teknik

    pengambilan sampel; teknik dan instrument pengumpulan data, teknik

    analisa data, serta prosedur penelitian.

    Bab 4 Hasil Penelitian

    Meliputi: gambaran umum responden; uji instrumen penelitian; hasil

    penelitian; riwayat dan analisa kasus; perbandingan antar kasus.

  • 10

    Bab 5 Penutup

    Berisi: kesimpulan; diskusi; dan saran.

  • BAB2

    KAJIAN PUSTAKA

    Seperti yang telah diuraikan dalam bab pendahuluan, penelitian ini bertujuan

    untuk melihat bagaimana pola asuh pembina terhadap santri pondok

    pesantren. Berdasarkan tujuan tersebut, maka dalam bab ini akan dibahas

    berturut-turut mengenai pola asuh, pesantren, pembina, santri, program

    pengasuhan dan kerangka berfikir.

    2.1. Pola Asuh

    2.1.1. Definisi Pola Asuh

    Baumrind (dalam Boyd, 2006: 202) mengatakan ketika anak memasuki usia

    remaja (9 -21 tahun), orang tua harus memberikan model tingkah laku

    kemandirian sesuai dengan usia mereka. Proses-proses interaksi seperti ini,

    secara umum disebut pengasuhan.

    Hurfocl< (2002) berpendapat kecenderungan cara-cara yang dilakukan orang

    tua terhadap anak merupakan cerminan pola asuh yang clilakukan oleh orang

    tua itu sendiri.

  • 12

    Tarmudji menyatakan, pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak

    dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini

    berarti orang tua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan, serta

    melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma

    yang ada dalam masyarakat (Tarmudji, 2007).

    Sedangkan Menurut Slavin (dalam Mukhtar, 2005) pola asuh orang tua

    adalah pola perilaku yang digunakan orang tua untuk berhubungan dengan

    anak-anak.

    Bagi seorang anak interaksi pertama kali yang terjadi dalam kehidupannya

    adalah dengan keluarga. Oleh karena itu keluarga khususnya orang tua

    mempunyai peranan yang sangat penting dalarn proses turnbuhkernbangnya

    anak rnenuju kedewasaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hess bahwa

    lbu dan Ayah rnernpunyai peranaan yang sangat penting dalarn

    perkembangan sikap-sikap positif anak kecil terhadap pembelajaran dan

    pendidikan (Santrock, 2006: 247).

    Jadi berdasarkan pengertian-pengertian di atas yang dimaksud dengan pola

    asuh menurut penulis di sini adalah bahwa pola asuh merupakan

    kecenderungan cara-cara yang dilakukan orang tua terhadap anak dengan

    memberikan model tingkah laku yang berarti mendidik, membimbing dan

  • mendisiplinkan, serta melindungi anak untuk mencapai kEidewasaan sesuai

    dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.

    13

    Baumrind (dalam Boyd, 2006: 202) mengidentifikasikan adanya empat aspek

    pola asuh, yaitu:

    1. Kehangatan atau pengasuhan, yaitu orang tua menunjukan

    ekspresi-ekspresi kehangatan dan kasih sayang terhadap anak dan

    menunjukan rasa bangga akan prestasi yang diperoleh anak.

    2. Kejelasan dan konsistensi peraturan, yaitu orano tua berusaha

    untuk mengontrol kebebasan, inisiatif, dan tingkah laku anaknya.

    3. Tingkat pengharapan, di mana Baumrind menguraikan dalam masa

    dari tuntutan kedewasaan, yaitu orang tua menekankan pada anak untuk

    mengoptimalkan kemampuan agar lebih dewasa dalam s1agala hal.

    4. Komunikasi antara orang tua dan anak, yaitu orang tua meminta

    pendapat anak disertai dengan alasan yang jelas ketika anak menuntut

    pemenuhan kebutuhannya

    Dari empat aspek pola asuh tersebut Baumrind (dalam Byd, 2006: 202)

    mengidentifikasikan tiga pola, atau tipe pengasuhan. Tipe pengasuhan

    permisif adalah tinggi dalam pengasuhan namun rendah dalam tuntutan

    kedewasaan, kontrol dan komunikasi. Tipe otoriter adalah tinggi dalam

    kontrol dan tuntutan kedewasaan namun rendah dalam piangasuhan dan

    komunikasi. Tipe demokratis adalah tinggi dalam keempat dimensi tersebut.

  • 14

    2.1.2. Tipe-tipe pola asuh

    Elannor Maccoby dan John Martin (dalam Boyd, 2006: 202) mengajukan

    variasi sistem kategori milik Baumrind. Mereka mengkate!;JOrikan keluarga

    dalam dua dimensi: tingkat tuntutan atau kontrol dan kuar\titas penerimaan

    melawan penolakan. Pemotongan dari dua dimensi ini mEmciptakan empat

    tipe, tiga tipe dari Baumrind yaitu otoriter, demokratis, dan permisif. Maccoby

    dan Martin mengkonsepkan jumlah tambahan sebuah tipe keempat, tipe

    pengasuhan tidak melibatkan (Permisif Indifferent). Tipe pengasuhan

    Pennisif Indifferent sebuah tipe pengasuhan yang rendah dalam

    pengasuhan, tuntutan, kontrol, dan komunikasi.

    a. Pola Asuh Otoriter

    Pengasuhan yang otoriter adalah suatu gaya membatasi dan menghukum

    yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan

    menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menetapkan

    batas-batas yang tegas dan tidak memberikan peluang yang besar kepada

    anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pengasuhan yang otoriter

    diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak-anak (Santrock, 2006: 257).

    Anak yang berkembang atau tumbuh dalam keluarga otoriter -dengan level

    yang tinggi dalam tuntutan namun relatif rendah dalam kehangatan dan

    komunikasi- anak akan kurang baik di sekolah. Memiliki harga diri yang

    rendah, dan mereka memiliki tipikal kemampuan keterampilan yang rendah

  • 15

    dengan teman sebaya daripada anak-anak dari tipe keluarga lainnya.

    Beberapa dari anak-anak ini terlihat mengganti hak; lainnya mungkin

    mempertihatkan agresivitas tinggi atau indikasi lainnya adalah di luar kontrol

    (Boyd, 2006: 202).

    Elizabeth Hurlock menyatakan bahkan setelah anak bertambah besar, orang

    tua yang menggunakan pengendalian otoriter yang kaku jarang

    mengendurkan pengendalian mereka atau menghilangkan hukuman badan.

    Tambahan pula, mereka tidak mendorong anak untuk dengan mandiri

    mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan den1Jan tindakan

    mereka. Sebaliknya mereka, hanya mengatakan apa yan1J harus dilakukan.

    Jadi anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana

    mengendalikan perilaku mereka sendiri (Hurlock, 2002: 9a).

    b. Pola Asuh Demokratis

    Pengasuhan yang demokratis mendorong anak-anak agar mandiri tetapi

    masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan

    mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orang tua

    memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada a1nak. Pengasuhan

    yang demokratis diasosiasikan dengan kompetensi sosial, anak-anak

    (Santrock, 2006: 258).

  • 16

    Hasil yang positif paling konsisten memiliki hubungan dengan pola asuh

    demokratis. Yang mana orang tua dengan kedua kontrol dan penerimaan

    yang tinggi, penetapan batasan yang jelas namun juga merespon kebutuhan

    individual anak-anak. Anak-anak dengan latar belakang tipikal orang tua yang

    seperti itu menunjukan harga diri yang lebih tinggi dan lebih mandiri, namun

    mereka juga mungkin untuk tunduk dengan permintaan orang tua dan

    mungkin memperlihatkan tingkah laku yang lebih penolong (simpatik) yang

    bagus. Mereka percaya diri dan berorientasi prestasi di sekolah dengan

    kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya

    dengan gaya pengasuhan yang lain (Boyd, 2006: 203).

    Metode demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk

    membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini

    lebih menekankan aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan

    hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada

    penghargaan. Hukuman hanya digunakan bila terdapat bukti bahwa anak-

    anak secara sadar msnolak melakukan apa yang diharapkan dari mereka.

    Falsafah yang mendasari didiplin demokratis ini adalah falsafah bahwa

    disiplin berbentuk mengajar anak dan mengembangkan kendali atas perilaku

    mereka sendiri sehingga mereka akan melakukan apa yang benar meskipun

    tidak ada penjaga yang mengancam mereka dengan hukuman bila mereka

    melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan (Hurlock, 2002: 94).

  • 17

    c. Pola Asuh Permisif Indulgent

    Pengasuhan yang Permisif Indulgent ialah suatu gaya pengasuhan di mana

    orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi sedikit

    batas atau kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang permisif indulgent

    diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurangnya

    kendali diri (Santrock, 2006: 258).

    Anak-anak yang tumbuh dengan orang tua pemurah dan serba

    membolehkan juga menunjukan sebuah hasil yang negatif. Penelitian

    menemukan bahwa anak-anak ini sedikit lebih buruk dalam sekolah sejak

    remaja dan mungkin menjadi yang kedua daripada agresifitas (fakta-fakta jika

    orang tua spesifik permisif ke arah agresifitas) dan agak belum matang dalam

    tingkah laku mereka dengan teman sebaya dan di sekolah. Mereka mungkin

    kurang menggunakan kemampuan merespon dan mereka kurang mandiri

    (Boyd, 2006: 203).

    Akibat buruk yang harus diterima anak sehubungan dengan pola asuh orang

    tua yang seperti ini jelas tidak sedikit. Di antaranya anak jadi sama sekali

    tidak belajar mengontrol diri. la selalu menuntut orang lain untuk menuruti

    keinginannya tapi tidak berusaha belajar menghormati orang lain. Anak pun

    cenderung mendominasi orang lain, sehingga punya kesulitan dalam

    berteman (Kriswanto, 2007).

  • d. Pola Asuh Permisif Indifferent

    Pengasuhan yang permisif indiferent ialah suatu gaya di rnana orang tua

    sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, tipe pengasuhan ini

    diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurang kendali

    diri (Santrock, 2006: 258).

    18

    Hasil yang paling konsisten negatif adalah berhubungan dengan empat pola,

    tidak melibatkan, atau mengabaikan gaya pengasuhan. Dari diskusi aman,

    dan kelekatan gelisah bahwa satu dari karakteristik keluarga sering

    ditemukan dalam tempo bayi sebuah kegelisahan atau peinghindaran adalah

    "ketidaktersediaan kejiwaan" dari ibu. lbu mungkin depresi atau mungkin

    ditenggelamkan dengan masalah-masalah lain dalam hidupnya dan mungkin

    mudah bukan membuat koneksi terdalam manapun dari anak. Demikian juga,

    orang tua mungkin mengalihkan dari pengasuhan oleh aktifitas yang lebih

    aktif. Dalam masa remaja, sebagai contoh, remaja dari keluarga yang

    mengabaikan lebih impulsif dan anti sosial, kurang kompeten dengan teman

    sebaya mereka dan sangat rendah orientasi berprestasinya disekolah (Boyd,

    2006: 203).

    Pola asuh seperti ini tentu akan menimbulkan serangkaian dampak buruk. Di

    antaranya anak akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol

    diri yang baik, kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan bagian yang

    penting untuk orang tuanya (Kriswanto, 2007).

  • 2.1.3. Faktor-faktor Pola Asuh

    Pola Asuh orangtua terhadap anak dapat terbentuk oleh karena beberapa

    faktor, dari beberapa faktor tersebut ada yang merupakan faktor internal,

    yaitu berasal dari dalam diri orang tersebut dan faktor eksternal yang

    merupakan hasil dari pengalaman dan belajar. Menurut Elder (dalam

    Kurniasih, 2004) menjelaskan bahwa faktor-faktor pola asuh meliputi:

    19

    a. Pola asuh yang diterima orangtua ketika masih anak-anak. Orang

    tua cenderung menerapkan pola asuh yang sama dengan yang mereka

    terima ketika masih anak-anak, dalam hal ini orang tua mengidentifikasi pola

    pengasuhan yang didapatkannya adalah model yang paling diidentifikasi

    anak dalam tingkah laku mereka.

    b. Pendidikan orang tua. Orang tua berpendidikan yang baik

    cenderung menerapkan pola asuh permisif dan demokratis ketimbang orang

    tua dengan pendidikan terbatas, ini disebabkan karena pendidikan lebih

    membantu orang tua untuk memahami kebutuhan anak

    c. Status sosial ekonomi. Orang tua dengan keadaan ekonomi yang

    berlebih cenderung menerapkan pola asuh permisif, ini biasanya disebabkan

    orang tua menganggap uang bisa menggantikan semua hal yang dibutuhkan

    oleh anak seperti perhatian dan kasih sayang.

    d. Konsep tentang peran orang tua. Orang tua yang memegang

    konsep tradisional cenderung menerapkan pola asuh otoriter, sedangkan

    orang tua yang memegang konsep modern cenderung menerapkan pola

    asuh permisif dan demokratis.

  • 20

    e. Kepribadian orang tua. Orang tua dengan kepribadian introvet dan

    konservatif lebih menerapkan pola pengasuhan anak secara ketat dan

    otoriter.

    f. Kepribadian anak. Anak ekstrovet biasanya lebih terbuka terhadap

    rangsangan yang diberikan orang tuanya, hal ini yang membuat orang tua

    mengetahui kebutuhan dan kemandirian anak.

    g. Faktor nilai yang dianut orang tua. Orang tua yang menganut nilai

    barat lebih berpegang pada konsep equlitarian yaitu orang tua sejajar dengan

    anak, sedangkan orang tua yang menganut nilai ketimuran lebih berpegang

    pada konsep kepatuhan.

    h. Usia anak. Tingkah laku dan sikap orang tua sangat dipengaruhi

    oleh usia anak, sehingga dalam menerapkan pola asuh juga disesuaikan

    dengan usia anak.

    2.2. Pondok Pesantren

    2.2.1. Definisi Pesantren

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata pondok dan pesantren

    memilil

  • 21

    Menurut Dhofier (seperti dikutip Mansur, 2005: 95) Pesantren berasal dari

    kata santri yang mendapat awalan pe dan akhiran an, berarti tempat tinggal

    para santri. lstilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji,

    dan ada juga yang mengatakan bahwa santri mempunyai arti orang yang

    tahu buku-buku suci, buku agama, atau buku-buku tentang ilmu-ilmu

    pengetahuan.

    Pondok Pesantren menurut Arifin (seperti dikutip Qomar, 2007: 2)

    berarti, suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui

    masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di rnana santri-santri

    menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang

    sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau

    beberapa orang Kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta

    independen dalam segala hal.

    Menurut Syarif (dalam Mansur, 2005: 96) Pesantren menipakan lembaga

    pendidikan Islam yang sekurang-kurangnya mempunyai tiga ciri umum yaitu

    Kiai sebagai figur sentral, asrama sebagai tempat tinggal para santri, masjid

    sebagai pusat kegiatan, adanya pendidikan dan pengajaran agama Islam

    melalui kitab dengan metode wetonan (bandongan), sorogan, dan

    musyawarah yang sebagian sekarang telah berkembang dengan sistem

    klasikal atau madrasah.

  • 22

    Sugarda (dalam Zarkasyi 2005: 59 - 60) mengemukakan bahwa kata santri

    berarti orang yang belajar agama Islam, sehingga pesantren mempunyai arti

    tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.

    2.2.2. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren

    Sejarah masuknya agama Islam di Indonesia adalah karena penyebaran

    agama Islam oleh mubaligh-mubaligh pertama dengan ptmerangan dan

    amalan serta melalui pendidikan berbentuk pondok pesantren. Kemudian

    mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan keadaan,

    waktu dan tempat. Maka tepatlah jika dikatakan bahwa pondok pesantren

    adalah lembaga pendidikan pertama yang dikenal oleh umat Islam di

    Indonesia (Mansur, 2005: 97).

    Salah satu upaya penyebaran agama Islam kepada mas11arakat Jawa adalah

    melalui jalur pendidikan. Lembaga pendidikan Islam yang didirikan pada

    masa awal penyebaran Islam merupakan prototype dari sistem pendidikan

    pesantren. Pendidikan Islam pada waktu itu difokuskan pada ajaran-ajaran

    Islam baik yang terdapat dalam al-Qur'an, Hadist, maupun yang telah

    dikupas oleh ulama-ulama salaf seperti yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

    (Zarkasyi, 2005: 57).

    Bruinessen (seperti dikutip Mastuki, 2003: 2 - 3) menyebutkan pada masa

    awal-awal, pesantren sudah memiliki tingkatan yang berbeda-beda.

  • 23

    Tingkatan pesantren paing sederhana hanya mengajarkan cara membaca

    huruf Arab dan Al-Qur'an. Sementara, pesantren yang agak tinggi adalah

    pesantrenn yang mengajarkkan berbagai kitab fiqih, ilmu akidah, dan kadang-

    kadang amalan sufi, di samping tata bahara Arab (Nahwu Sharf).

    Mastuki (2003: 3) mengatakan pada paruh kedua abad k13 - 20 mengamati

    adanya dorongan arus besar dari pendidikan ala Barat yang dikembangkan

    pemerintah Belanda dengan mengenalkan sistem sekolal1. Di kalangan

    pemimpin-pemimpin Islam, kenyataan ini direspon secara positif dengan

    memperkenalkan sistem pendidikan berjenjang dengan nama "madrasah"

    (yang dalam beberapa hal berbeda dengan sistem sekolah).

    2.2.3. Kultur Kehidupan Pondok Pesantren

    Pada dasarnya pesantren memiliki tradisi yang tidak bisa dilepaskan dari

    pesantren itu sendiri. Untuk lebih jelasnya, di sini dikutip tradisi-tradisi (bentuk

    fisik) meminjam istilah Dhofier (dalam Zarkasyi, 2005: 67), ada 5 elemen

    pesantren, yaitu;

    a. Kiai. Pesantren adalah lembaga pendidikan yang ciri-cirinya

    dipengaruhi dan ditentukan oleh pribadi pendiri dan pimpinannya. Di sinilah

    signifikansi Kiai. Kiai merupakan elemen yang paling esensial dalam

    pendirian, perkembangan, dan pengurusan pesantren, sebab umumnya Kiai

    menjadi pendirinya. Sebagai pemimpin pesantren, keberhasilan pesantren

    banyak tergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karisma dan wibawa,

  • serta keterampilan Kiai. Oleh karena itu, wajar kalau hidup mati pesantren

    tergantung Kiainya.

    24

    Salah satu tradisi pesantren adalah tradisi penghormatan santri kepada guru

    dan Kiai. Prinsip yang menjadi patokan hidup santri yang tinggal di pesantren

    adalah kemauan menerima realitas hidup alias sanggup rnenanggung

    penderitaan atau tabah untuk hidup apa adanya. Apabila tiada perjuangan,

    tidak akan ada kemajuan; tiada kemajuan tidak ada kemerdekaan; tiada

    kemerdekaan tidak akan ada kebudayaan. Artinya, semakin besar cobaan

    dan keprihatinan yang dilewati santri dalam menuntut ilmu Allah, semakin

    besar pula ilmu yang diperoleh dan sekaligus memperolel1 pahala yang

    banyak (Madjid, 1997: 3).

    Imam Bawani (dalam Yasmadi, 2002: 63) mengibaratkan keberadaan

    seorang Kiai dalam lingkungan pesantren laksana jantunfJ bagi kehidupan

    manusia. lntensitas Kiai memperlihatkan peran yang otoriter disebabkan

    karena Kiailah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin, dan bahkan

    juga pemilik tunggal sebuah pesantren.

    b. Masjid yang merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan

    pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik

    para santri. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi

  • 25

    pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam

    tradisional.

    c. Santri yaitu siswa yang tinggal di pesantren guna menyerahkan diri.

    Dalam pesantren santri diajarkan hidup dalam suasana kejujuran, jauh dari

    sifat serakah, apalagi menghalalkan segala cara. Dalam sistem pendidikan

    tradional, hubungan santri dan Kiai sangat erat.

    d. Asrama, Pondok. pesantren pada dasarnya sebuah asrama

    pendidikan Islam tradisional dimana para santrinya tinggal bersama dan

    belajar di bawah bimbingan Kiai. Asrama fetaknya di dalam komplek

    pesantren. Kecil-besarnya asrama tergantung jumlah santrinya. Faktor

    urgensi asrama di antaranya mayoritas pesantren berada di desa, dimana

    tidak ada akomodasi yang cukup menampung santri-santri.

    e. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Entah berdiam sementara atau

    agak lama, pengajaran kitab klasik mesti diterima oleh santri. Pengajaran ini

    diperoleh melalui pengajian-pengajian. Kitab-kitab klasik iini di antaranya;

    nahwu, sharaf, fiqhi, usul fiqhi, hadis, tafsir, tasawuf, dan tauhid.

    Di samping itu, pendidikan disiplin sangat ditekankan di pesantren. Mulai dari

    bangun sampai kembali lagi ke tempat tidur, jadualnya telah diatur. Bagi yang

    melanggar akan dikenakan sanksi, baik berupa sanksi fisik, penugasan, atau

    drop-out. Oleh karena itu, santri yang berhasil melewati hari-hari yang penuh

    disiplin selama di pesantren, umumnya budaya disiplin melekat dalam dirinya

    ketika telah berada di tengah-tengah masyarakat.

  • 26

    Semua itu dimaksudkan agar out put pesantren menjadi manusia yang

    memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam merupakan welstanchaung

    yang bersifat menyeluruh. Yaitu, aspek Tuhan, manusia, dan alam

    terintegrasi dalam sistem nilai pendidikan di pesantren. Dengan demikian,

    para santri memiliki tujuan yang konkret dalam mengarungi hidup, baik hidup

    di dunia maupun di akhirat (Madjid, 1997: 4).

    2.2.4. Jenis-jenis Pondok Pesantren

    Dhofier (seperti dikutip oleh Qomar, 2007: 16 - 17) memandang dari

    perspektif keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi,

    kemudian membagi pesantren menjadi dua kategori yaitu pesantren sa/afi

    dan khalafi.

    Pesantren jenis salafi merupakan jenis pesantren yang tt~tap

    mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti

    pendidikannya. Di pesantren ini pengajaran pengetahuan umum tidak

    diberikan. Tradisi masa lalu sangat dipertahankan. Pemakaian sistem

    madrasah hanya untuk memudahkan sistem sorogan seperti yang dilakukan

    di lembaga-lembaga pengajaran bentuk lama. Pada umumnya pesantren

    dalam bentuk inilah yang menggunakan sistem sorogan clan weton.

    Sedangkan pesantren khalafi dapat menerima hal-hal baru yang dinilai baik

    di samping tetap mempertahankan tradisi lama yang baik. Pesantren jenis ini

  • 27

    telah memasukan pelajaran-pelajaran umum di madrasah dengan sistem

    klasikal yang dikembangkan dan membuka sekolah-sekolah umum di dalam

    lingkungan pesantren. Tetapi pengajaran kitab islam klasik masih tetap

    dipertahankan. Pesantren dalam bentuk ini diklasifikasikan sebagai

    pesantren modem di mana tradisi salaf sudah ditinggalkan sama sekali.

    2.2.5. Jenis-jenis Santri

    Penggolongkan jenis santri seperti dilakukan oleh Dhofier yang

    mengklasifikasikan santri ke dalam dua kelompok, yaitu santri kalong dan

    santri mukim (Zarkasyi, 2005: 69).

    Madjid (dalam Yasmadi, 2002: 66) menjelaskan bahwa Santri kalong

    merupakan santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah

    masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.

    Sedangkan santri mukirn ialah santri yang menetap di dalarn pondok

    pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh.

    2.2.6. Program Pengasuhan

    Partisipasi pernbina dalam program bimbingan di sekolah sangat diperlukan,

    rnengingat pernbina rnerupakan bagian terbesar dari keseluruhan petugas

    pesantren. Di sarnping itu pembina rnerniliki banyak kesempatan khusus

    untuk berhubungan langsung dengan santri (Mastuki, 2003: 156).

  • Khusus dalam kaitan dengan program bimbingan ini, Mai;tuki menyebutkan

    pembina memiliki tugas sebagai berikut:

    1) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan masalah-rnasalah yang

    dirasakan santri di kelas yang berjenjang maupun konvensional {pondokan,

    asrama).

    2) Mengidentifikasi gejala-gejala salah penyesuaian (mal.:1djustment) pada

    diri murid/santri.

    3) Mendorong pertumbuhan dan perkembangan santri di pesantren.

    4) Melengkapi bimbingan kelompok di dalam kelas atau pondokan.

    28

    5) Melengkapi rencana-rencana yang telah dirumuskan oleh santri bersama

    penyuluh.

    6) Mengajar sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan santri.

    7) Mengumpulkan informasi dan data tentang santri.

    8) Melaksanakan kontak dengan masyarakat, dengan orang tua santri.

    9) Melaksanakan penyuluhan terbatas, karena hubungan baik dapat mudah

    terjalin antara pembina dengan santri.

    2.3. Pola Asuh Pembina Terhadap Santri di Pondok Pesantren

    Pondok pesantren telah mengalami perkembangan dari masa ke rnasa, baik

    dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Hal ini dilakukan untuk

    rnemenuhi kebutuhan dan tantangan zarnan yang dernikian berubah juga.

    Bila dahulu di pondok pesantren hanya mengajarkan cara rnembaca huruf Al-

    Qur'an saja atau rnengajarkan beberapa ilrnu agarna Islam, kini telah banyak

  • pesantren yang telah mengkombinasikan dengan berbagai mata pelajaran

    seperti yang diberikan di dalam pendidikan formal.

    29

    Pendidikan di pondok pesantren tak lepas dari adanya pemgasramaan bagi

    santri-antrinya yang menginap untuk mendapatkan materi-materi pelajaran.

    Di samping itu sekaligus mendidik santri dari kehidupan rnandiri, karena di

    pondol< pesantren para santrinya terutama santri mukim tidak tinggal lagi di

    rumah masing-masing yang mungkin dapat dibantu segala sesuatunya oleh

    para orang tuanya.

    Berbicara mengenai pengasramaan santri berarti ada penggantian peran

    orang tua di sana. Para pengasuh seperti pembina ditugaskan untuk

    mengasuh anak didiknya (santri), mendampinginya bila ada kendala seputar

    kehidupan di pondok pesantren. Dalam hal ini pengasuh akan menggunakan

    cara untuk dapat mengasuh santri yang jumlahnya banya.k. Apalagi mereka

    yang datang dari latar belakang yang beraneka ragam.

    Dengan demikian segala hal yang berkaitan dengan pen~1asuhan di pondok

    pesantren merupakan pola asuh di pondok pesantren itu sendiri. Dan pola

    asuh di pondok pesantren tidak lepas dari pengasuh sebagai pengganti

    peran orang tua. Tentunya setiap pengasuh mempunyai c~ra yang berbeda

    dalam menangani setiap anak didiknya. Hal seperti ini memjadi masalah

    tersendiri bagi pengasuh.

  • Cara yang berbeda pula di lakukan oleh dua jenis pesantren. Untuk lebih

    jelasnya berikut ini skema yang membandingkan antara keempat tipe pola

    asuh yaitu otoriter, demokratris, permisif indulgent, dan permisif indifferent

    dengan dua jenis pesantren yaitu salafi dan khalafi:

    Gambar2.1

    Skema perbandingan tipe pola as uh dengan jenis pesantren

    Jenis Pesantren lndikator

    - otoritas Kiai, pengasuh tunggaf

    - jumlah santri yang sedikit - pengajaran tradisional,

    satu metode - keterbatasan informasi

    - pengasuhan kolektif - jumlah santri yang banyak - pengajaran modem,

    berbagai metode - perkembangan teknologi

    dan komunikasi

    PolaAsuh

    -+ Otoriter

    -+ Demokratris

    30

    Dari skema di atas terlihat bahwa pondok pesantren sa/al'i cenderung otoriter

    dan pondok pesantren kha/afi cenderung demokratis.

  • BAB3

    METODOLOGI PENELITIAN

    Pada bab ini penulis membahas mengenai jenis penelitian, pendekatan dan

    metode penelitian, definisi variabel dan operasional, subj1ak penelitian,

    responden dan karakteristik subjek, sumber dan jenis data, teknik dan

    instrumen pengumpulan data, teknik analisa data, serta prosedur penelitian.

    3.1. Jenis Penelitian

    3.1.1. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan

    kualitatif. Penggunaan pendekatan penelitian ini adalah untuk memperoleh

    gambaran umum yang lebih objektif juga gambaran dinamika fenomenologis

    dari subjek penelitian secara mendalam. Pendekatan kualitatif digunakan

    untuk memperdalam masalah penelitian, dan memahami gejala atau

    permasalahan sesuai perspektif subjek yang mengalaminya.

    Berkaitan dengan kedua pendekatan tersebut Bogdan dan Taylor (Moleong,

    2007: 4) mendefinisikan "metode kualitatiF sebagai prosedur penelitian yang

    menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

    orang dan perilaku yang dapat diamati.

  • Ada dua alasan yang mendasari penulis untuk menggunakan pendekatan

    penelitian kualitatif, yaitu:

    32

    1. Karena dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah mengenai

    proses pengasuhan di pondok pesantren.

    2. Untuk lebih memaknai kegiatan interaktif ini, kare•na penulis

    seyogyanya berinteraksi langsung dengan para responden, antara

    lain dengan menginterview dalam latar alamiah.

    3.1.2. Metode penelitian

    Metode penelitian yang akan digunakan adalah studi kasus (case study).

    Punch (Poerwandari, 2001: 65) yang didefinisikan sebagai kasus adalah

    fenomena yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meski batas-batas

    antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Kasus itu dapat

    berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi, atau bahkan suatu

    bangsa. Kasus dapat pula berupa keputusan, kebijakan, proses, atau suatu

    peristiwa kasus tertentu.

    Alasan penulis menggunakan studi kasus (case study) aclalah dengan

    metode ini penulis ingin mendapatkan gambaran dari per'!anyaan

    "bagaimana" secara mendetil tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-

    karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari indiviclu, yang kemudian

    dari sifat-sifat di atas akan dijadikan suatu hal yang bersi1at umum.

  • 33

    3.2. Definisi Variabel dan Definisi Operasional

    Definisi pola asuh yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada definisi

    pola asuh orang tua yang diungkapkan oleh Tarmudji (2007) yakni pola asuh

    orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama

    mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini dapat berarti orang tua

    mendidik, membimbing, mendisiplinkan, serta melindungi anak untuk

    mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yan!~ ada dalam

    masyarakat. Pengasuhan orang tua tersebut dibagi menjadi empat kategori

    utama berdasarkan Maccoby dan Martin (dalam Boyd, 2006), yaitu:

    a. Pola Asuh Otoriter

    Adalah, tinggi dalam kontrol dan tuntutan kedewasaan, namun rendah

    dalam pengasuhan dan komunikasi.

    b. Pola Asuh Demokratis

    Adalah, tinggi dalam kontrol, tuntutan kedewasaan, pe1ngasuhan dan

    komunikasi.

    c. Pola Asuh Permisif Indulgent

    Adalah, tinggi dalam pengasuhan, namun rendah dalam kontrol, tuntutan

    kedewasaan dan komunikasi.

    d. Pola Asuh Permisif Indifferent

    Adalah, rendah dalam pengasuhan, tuntutan kedewasaan, kontrol, dan

    komunikasi.

  • Berikut bagan pola asuh berdasarkan empat kategori ternebut :

    Tipe Pola Asuh

    Otoriter

    Demokratis

    Permisif Indulgent

    Permisif Indifferent

    Tabel 3.1

    Kategori Pola Asuh

    lndikator

    Pengasuhan Kontrol Harapan

    Rendah Tinggi Tinggi

    Tinggi Tinggi Tinggi

    Tinggi Rendah Rend ah

    Rend ah Rend ah f;tendah

    34

    Komunikasi

    Rend ah

    Tinggi

    Rendah

    Rendah

    Pondok Pesantren yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pondok

    pesantren khalafi (modern) yang memiliki sistem pengasuhan yang

    dijalanl

  • 3.3. Subjek Penelitian

    3.3.1. Responden

    Dalam penelitian ini penulis menunjuk tiga orang sebagai responden atau

    subjek penelitian. Penentuan jumlah subjek ini adalah untuk jumlah sampel

    yang disesuaikan dengan fenomena yang akan diamati.

    35

    Adapun bentuk pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan cara

    purposive sampling, yaitu subjek dipilih berdasarkan pertimbangan dan

    tujuan tertentu. Hal ini seperti diungkapkan Patton (dalam Poerwandari,

    2001) bahwa penelitian kualitatif umumnya menggunakan pendekatan

    purposif. Sampel tidak diambil secara acak tetapi justru dipilih mengikuti

    kriteria tertentu.

    3.3.2. Karakteristik Subjek

    Adapun karakteristik sampel yang digunakan oleh penulis adalah pembina

    yang ditunjuk secara resmi oleh pondok pesantren untuk menggantikan

    peran orang tua di Pondok Pesantren berusia minimal 25 tahun. Baik

    pembina untuk kalangan santri putra maupun santri putri dengan lama masa

    membina di pondok minimal dua tahun dan memiliki latar pendidikan Sarjana

    51.

  • 3.4. Sumber dan Jenis Data

    Sumber data penelitian ini primer dan sekunder. Data primer adalah data

    yang diperoleh secara langsung melalui skala dan wawancara. Sementara

    data sekunder adalah data yang diperoleh dari observasi dan bahan-bahan

    dokurnentasi, seperti buku-buku, dan referensi lainnya

    Menurut Lofland dan Lofland (dalarn Moleong, 2007: 157). sumber data

    utarna dalam penelitian Kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya

    adalah data tambahan seperti dokurnen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal

    itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalarn kata-kata, dan tindakan,

    surnber data tertulis, foto, dan statistik

    Berdasarkan pendapat di atas penulis rnenggunakan kata-kata, tindakan,

    surnber data tertulis, foto dan data statistik sebagai surnb13r data.

    3.5. Teknik dan lnsfrumen Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalarn pem~litian ini adalah

    rnelalui wawancara rnendalarn (in-depth interview) sebagai rnetode utarna

    (primer) dan observasi sebagai teknik penunjang (sekunder). Untuk

    memperoleh data kualitatif, penulis menggunakan wawancara dengan

    pedoman urnurn.

    36

  • 37

    Patton (dalam Moleong, 2007: 187) mengatakan jenis wawancara dengan

    petunjuk umum mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis

    besar wawancara. Pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan

    secara berurutan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi pt~tunjuk secara garis

    besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok- pokok

    yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup.

    3.5.1. Wawancara

    Wawancara di sini adafah untuk memperoleh gambaran rnengenai pola asuh

    yang dilakukan oleh pembina. Wawancara dilakukan kepada subjek yang

    rnernunculkan fenornena tertentu dan bersedia untuk diwawancarai. Jumlah

    subjek yang akan diwawancarai adalah sebanyak tiga orang pembina.

    Wawancara ini dilakukan setelah kuesioner disebar dan diisi oleh subjek

    dengan tujuan mendapatkan responden yang sesuai den!~an karakteristik

    penelitian.

    Wawancara dalarn penelitian ini rnernerlukan pedoman wawancara agar

    melalui wawancara didapatkan data-data yang tidak menirimpang dari tujuan

    penelitian. Dalarn teknik wawancara ini, pewawancara dapat rnemodifikasi,

    rnengulangi, rnenguraikan pertanyaan yang ditanyakan dan dapat mengikuti

    jawaban responden asal tidak menyimpang dari tujuan wawancara. Selain

    itu,pedoman wawancara juga sebagai alat bantu untuk mt:ilakukan

    kategorisasi jawaban sehingga mernudahkan analisis.

  • 38

    Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dibuat tidak hanya

    berdasarkan teori teori pada bab dua dan permasalahan di bab satu.

    Pedoman wawancara juga mengacu pada teori yang dirangkum dari berbagai

    penelitian mengenai pola asuh.

    Berikut isi dari kisi-kisi pedoman wawancara yang dibuat oleh penulis;

    Tabel 3.2

    Kisi-kisi Pedoman wawancara

    No. lndikator Sub lndikator 1. Gambaran dan riwayat • Latar belakang keluarga

    responden • Latar belakang p(~ndidikan • Pengalaman mengasuh/membina • Motivasi menjadi Pembina • Awai mula mengasuh, proses

    adaptasi kepada :santri • Perasaan pada waktu mengasuh

    2. Pengetahuan mengenai pofa • Pengertian pola asuh dan macam-as uh macamnya

    " Pentingnya pengasuhan " Orang yang berperan • Tempat-tempat pengasuhan • Pengasuhan yan!~ baik • Pengarahan mengenai pengasuhan • Hal-hal penting yang patut

    dipersiapkan untuk mengasuh 3. Aspek-aspek tentang pola " Kehangatan dan pengasuhan

    asuh di pondok pesantren • Kontrol (kejelasan dan konsistensi peratur1;1n)

    • Harapan (tuntutan kedewasaan) • Komunikasi terhadap santri " Jenis Pola Asuh vang diaunakan

    4. Output yang diharapkan dari • Secara individu (pribadi) pola asuh di pondok • Terhadap keluarga dan hubungan pesantren sosial

    • Baai oesantren

  • 39

    3.5.2. Observasi

    Metode observasi digunakan untuk memperoleh informasi perilaku manusia

    yang menggunakan tempat-tempat umum baik untuk bemosialisasi maupun

    untuk melakukan kegiatan mandiri. Metode ini menggunakan pendekatan

    pengamatan terhadap objek yang diamati. Dalam penelitian ini observasi

    digunakan sebagai metode sekunder untuk menunjang metode primer yaitu

    wawancara.

    3.6. Teknik Analisa Data

    3.6.1. Analisa Data Kualitatif

    Sedangkan dalam mengolah data kualitatif, maka penulis menggunakan

    teknik analisis kualitatif.

    Analisis data yang dilakukan mencakup tahapan-tahapan sebagai berikut:

    1. Organisasi data, karena data kualitatif sangat beragam dan banyak

    sehingga mesti disusun secara rapi, sistematis, dan selengkap

    mungkin.

    2. Pemberian kode, Coding dimaksudkan untuk dapat

    mengorganisasikan dan mensistematisasi data sec:ara lengkap dan

    mendetil sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik

    yang dipelajari, dengan demikian peneliti dapat menemukan makna

    dari data yang dikumpulkan (Poerwandari, 2001: 86)

  • 40

    3. Melakukan analisis data, pada tahap ini penulis menggunakan metode

    perbandingan tetap dari Glaser dan Strauss (dalam Moleong, 2007:

    288), yaitu dalam menganalisis datanya secara tetap membandingkan

    satu data utama (datum) dengan datum lainnya, kemudian secara

    tetap membandingkan satu kategori dengan kategori lainnya.

    4. Selanjutnya dilakukan lnterpretasi, menurut Kvale (Poerwandari, 2001:

    95) linterpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih

    ekstensif (luas) sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perspektif

    mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasi data melalui

    perspektif tersebut.

    3.7. Prosedur Penelitian

    Ada beberapa tahapan yang akan penulis lalui untuk menyelesaikan

    penelitian ini. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

    Tahap 1 Persiapan Penelitian

    Sebelum melakukan pengambilan data di lapangan terlebih dahulu

    penulis melakukan beberapa persiapan terutama yang berkaitan

    dengan pedoman wawancara, menemukan subjek yang memenuhi

    kriteria penelitian dan bersedia untuk diwawancarai, serta menyiapkan

    alat bantu untuk merekam hasil wawancara.

  • 41

    Tahap2 Pembuatan Pedoman Wawancara.

    Pedoman wawancara ini dibuat berdasarkan tujuan penelitian dan

    teori yang berkaitan dengan permasalahan penelitian seperti yang

    telah dicantumkan dalam kajian pustaka. Pedoman wawancara ini juga

    digunakan agar wawancara tidak menyimpang dari tujuan penelitian.

    Tahap 3 Mempersiapkan Alat Bantu Perekam

    Untuk memudahkan berlangsungnya wawancara maka jawaban-

    jawaban yang diberikan subjek direkam, hal tersebut sesuai dengan

    yang dikemukakan Poerwandari bahwa setepat mungkin wawancara

    perlu direkam dan dibuat transkrip secara verbatim (Poerwandari,

    2001 ). Oleh karena itu, diperlukan tape recorder dan perlengkapan

    lainnya.

    Tahap 4 Tahap Pelaksanaan Penelitian

    Setelah pedoman wawancara dibuat, tape recorder beserta

    perlengkapannya siap untuk digunakan, maka penulis menghubungi

    semua subjek membuat janji mengenai tempat dan waktu untuk

    proses wawancara yang lebih mendalam. Dalam tahap penelitian ini

    penulis meminta kesediaan subjek untuk mengisi angket dan untuk

    diwawancarai. Kemudian menjelaskan tujuan penelitian serta berapa

    lama penelitian tersebut akan berlangsung. Dalam penelitian ini

    pencatatan hanya dilakukan secara garis besarnya saja. Untuk

    membantu agar seluruh hasil penelitian dapat direfcam penulis

    menggunakan tape recorder.

  • 42

    Tahap5 Pengolahan Data

    Hasil wawancara di lapangan yang telah direkam kernudian

    dipindahkan secara verbatim ke dalarn bentuk naskah (teks}.

    Sistimatika penulisan naskah digunakan dengan aara rnernilah-rnilah

    hasil wawancara berdasarkan pedornan wawancara. Data-data yang

    telah diproses dari hasil wawancara akan dianalisa1 secara kualitatif,

    yaitu rnenggambarkan data dengan kata atau kalirnat yang dipisah-

    pisahkan rnenurut kategori tertentu. Kernudian analisis akan dilakukan

    juga per subjek, untuk rnelihat keunikan rnasing-rnasing rnasalah yang

    dihadapi subjek, serta dilakukan analisa secara keseluruhan. Lalu

    diinterpretasi untuk mernperoleh gambaran secara urnurn dan dibuat

    ringkasannya. Sehingga memudahkan melihat gambaran hasil

    penelitian dan perbedaan dari masing-rnasing subjek penelitian.

  • BAB4

    1PEMBAHASAN DAN ANAL1S1S !DAT A

    Pada bab ini penuiis menjelaskan data dan hasil dari penelitian kualitatif. Dalam

    penelitian kualitatif berisi tentang garnbaran urnurn responden, riwayat kasus,

    analisa kasus, perbandingan antar kasus, dan data tarnbahan.

    4. 1. Gambaran Umum Responden

    Adapun pengarnbilan responden sebagai sampel penelitian kualitatif adalah

    sebanyak tiga orang pernbina yang berada di pondok pesantn~n Darul Arqam

    Garut. Terdiri dari dua orang laki-laki masing-masing berusia 28 tahun dan 40

    tahun, dan satu orang perernpuan berusia 39 tahun yang telah dipilih

    berdasarkan karakteristik subjek penelitian. Berdasarkan identitas responden

    yang didapatkan, maka gambaran umum dari responden berdasarkan jenis

    kelamin, pendidikan terakhir, usia, pekerjaan, suku bangsa, status, dan masa

    kerja membina secara umum adalah sebagai berikut:

  • 44

    Tabel 4.1

    Gambaran Umum Responden

    Nama lnisial ES NH AY

    Jenis Kelamin p L L

    Pendidikan S1 S1 S1

    Teralkhir

    Usia 39Tahun 40Tahun 28Tahun

    Pekerjaan Pembina I guru I Pembina I Guru I Pembina I Guru

    pembina lrmawati Staff keuangan

    Suku Bangsa Sunda Sunda Sunda

    Status Menikah Menikah Single

    Masakerja 12 12 2

    Membina

    4 . 2. Riwayat Kasus dan Analisa Kasus

    Untuk analisa kasus, penulis menggunakan indikator berupa e1mpat dimensi pola

    asuh dari Baumrind (dalam Boyd, 2006: 202) yaitu:

    1. Kehangatan atau pengasuhan

    2. Kejelasan dan konsistensi peraturan (kontrol)

    3. Tingkat pengharapan (tuntutan)

    4. Komunikasi

    Berdasarkan empat dimensi pola asuh di atas, penulis mengkategorikan empat

    tipe pola asuh. Keempat tipe pola asuh tersebut diambil tiga dari Baumrind

    (dalam Boyd, 2006: 202), yaitu otoriter, demokratis, dan perm!sif. Satu dari

  • Maccoby dan Martin (dalam Boyd, 2006: 202) yaitu tipe pola asuh tidak

    melibatkan (Uninvolvecf).

    45

    Cara untuk mengetahui subyek termasuk ke dalam klasifikasi tipe pola asuh

    tertentu, dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

    Tipe Pola Asuh

    Otoriter

    Demokratis

    Permisif Indulgent

    Permisif Indifferent

    Tabel 4.2

    Kategori Pola Asuh

    lndikator

    Pengasuhan Kontrol Harapan

    Rend ah Tinggi Tinggi

    Tinggi Tinggi Tinggi

    Tinggi Rendah Rendah

    Rendah Rendah Rend ah

    Komunikasi

    Rendah

    Tinggi

    Rend ah

    Rendah

    Untuk mengukur tinggi rendahnya indikator, berdasarkan kepada karakteristik

    masing-masing tipe pola asuh. Disebut kategori tinggi, apabila terdapat hal-hal

    seperti; menunjukkan ekspresi kehangatan dan kasih sayang, menunjukkan rasa

    bangga akan prestasi yang diperoleh oleh anak, berusaha mengontrol

    kebebasan, inisiatif, dan tingkah laku anak, ada penekanan kepada anak untuk

    mengoptimalkan semua kemampuan yang dimilikinya, serta memberikan alasan

    yang jelas pada saat pemenuhan kebutuhan anak. Sedangkan yang disebut

    kategori rendah, apabila terdapat hal-hal seperti; menghukum dan menuntut

    tanpa adanya konfirmasi, menuntut secara berlebihan, tidak rnemberikan

  • peluang yang besar untuk bermusyawarah, tidak menetapkan batasan yang

    tegas, tidak terlibat dalam kehidupan anak, dan sedikit kendali terhadap anak.

    Berikut satu persatu hasil analisa kasus terhadap setiap subyE~k:

    4. 2. 1. Kasus ES

    Riwayat Kasus ES

    46

    ES adalah seorang wanita berkeluarga berusia 29 tahun kelahiran kota Kembang

    Bandung yang besar bersama bibinya hingga SMA. ES diadopsi karena bibinya

    tidak mempunyai anak, sehingga meminta kepada kedua orang tuanya agar

    dapat merawatnya hingga besar. Anak sulung dari enam bersaudara ini memulai

    pendidikan sekolah dasar hingga tiga sekolah karena seringnya berpindah

    tempat. Sedangkan jenjang pendidikan kuliahnya, ES tempuh di salah satu

    perguruan tinggi swasta di Solo yang mana mengantarkan dirinya kepada suami

    yang diikutinya hingga saat ini. Wawancara dengan ES berlangsung dua kali

    kareha keterbatasan waktu. Wawancara pertama dilaksanakan pada hari Sabtu

    tanggal 22 September 2007 pukul 10.50 hingga 11.30 WIB bertempat di ruang

    mahkamah pondok pesahtren. Ketika proses wawancara berlangsung ES

    memakai pakaian resmi yaitu seragam karena usai mengajar di kelas. ES

    mengenakan baju berwarna cokelat, serta celana dan kerudung hitam.

    Wawancara kedua dilaksanakan di tempat yang sama pada keesokan harinya

    yaitu hari Minggu tanggal 23 September 2007 pukul 14.00 hingga 15.00 WIB.

    Kali ini ES mengenakan baju dan kerudung berwarna kuning dan celana hitam.

  • 47

    Selama proses wawancara berlangsung ES tampak serius meimperhatikan setiap

    pertanyaan yang diajukan oleh interviewer kepadanya. Hal ini terlihat dari alis

    matanya yang sering meruncing. Namun secara keseluruhan ES tetap terlihat

    santai dan senang diwawancarai, ES juga suka tertawa ketika membicarakan

    hal-hal yang lucu. Dengan suara rendah dan intonasi yang terkadang naik turun,

    ES dengan lugas menjawab setiap pertanyaan. Meskipun pada saat

    diadakannya wawancara tidak terdapat kehadiran orang lain, !Jangguan sempat

    terjadi ketika beberapa pembina lain sebanyak dua orang mernasuki ruangan

    untuk mencari suatu barang yang tertinggal, sehingga wawarn::ara sempat

    terhenti selama Hrna menit.

    ES mulai membina sejak tahun 1994. Awai mula membina di pesantren ini

    karena ikut suami yang telah 1ebih dulu bekerja di sini. Meskipun orang tua

    asuhnya sempat keberatan karena akan merasa kesepian, tetapi mereka

    mengerti yang harus diikuti adalah suami, akhimya diizinkan juga untuk bekerja

    di pesantren dengan izin yang tidak dilakukan secara formal.

    "Ortu ikut saja pada yang ngasuh karena dari awal seperti itu .. Meskipun sempat ada sedikit keberatan dari bapak yang mengasuh. Karena akan merasa kesepian. /bu sempat mfnta izin meskipun secara tidak resmi. Tetapi karena o/'$ng tua juga mengerti I paham yang harus diikuti adalah suami, akhimya tetap mengizinkan ibu untuk membina disini."

    Bila dibandingkan dengan jurusan yang diambil ketika kuliah s:aat itu memang

    tidak berhubungan dengan apa yang dikerjakannya sekarang. Apalagi ES

    berasal dari keluarga yang berlatar belakang bukan dari lingkungan pondok

  • 48

    pesantren. Hanya yang menjadi pertimbangan adalah pelajaran-pelajaran agama

    yang pemah dipelajarinya dari SD sampai kuliah. ES juga sernpat belajar dan

    membaca pengetahuan seputar psikologi agama yang mungkin membantunya

    dalam membina santriwati selama ini. Menurut apa yang dituturkannya tidak

    pemah terbayang sebelumnya menjadi seorang pembina, kartma di jurusan yang

    diambilnya di Universitas tersebut yang tergambar paling menjadi penyuluh,

    pegawai di KUA atau di BKKBN. Karena yang tergambar padst saat kuliah adalah

    melanjutkan studi saja. Alasan lain yang menguatkan ES untuk membina adalah

    karena biaya kuliahnya adalah beasiswa dari sebuah organisasi kemasyarakatan

    bemama Muhammadiyah. ES mendapatkan beasiswa tersebut karena lolos

    seleksi mewakili Jawa Barat bersama seorang temannya dari lima orang yang

    mendaftar. Program ini diadakan untuk menjadi pembinaan kader

    Muhammadiyah. Dan pesantren yang ES diami saat ini berada dalam naungan

    Muhammadiyah, sehingga ES berpikir sekaligus mengabdi saja.

    "Masuk ke UMS itu beasiswa dari utusan masing-masing wilaJrah muhammadiyah. Setiap wilayah boteh mengirim berapa saja esat tutus seteksi. Dari jabar ada lima orang peserta yang tu/us dua orang ibu dan pa Ncep. Programnya untuk kader muhammadiyah. Yang tergambar ada/ah melanjutkan studi aja. Lapangan pekerjaan ushutudin adatah di tapangan itu sendiri. Seperti di KUA, BKKBN ataujadi penyutuh. Ga ada gambaran untukj;!ldi pembina"

    Berdasarkan pengakuan ES menjadi pembina adalah keinginan dirinya sendiri.

    Karena ES mempunyai pendapat apabila telah lulus kuliah tentunya harus cari

    kerja, apa saja yang mampu akan dikerjakannya. Apalagi ES seorang wanita,

    mau apa lagi, paling menikah dan lain-lain. Ternyata beberapa hari setelah

    menikah ES ditawari oleh pimpinan untuk bekerja di pesantren menjadi pembina

  • 49

    santri perempuan. Baginya mengapa tidak untuk dilakukan, apalagi suarni juga

    menganjurkan.

    "Setelah lu/us tentunya cari kerja, apa saja yang kita mampu saya akan kerjakan, ketika menikah ditawari o/eh pimpinan untuk kerja disini. Ya kenapa tidak. Suami juga menganjurkan meskipun semua keputusan ada di tangan ibu. Sudah Ju/us kuliah mau apa? Ap.alagi wanita., paling menikah ... dll. Nikah Si:Jtelah tutus. Karena bapak sudah mengajar disini. Pak farid ada/ah kakak kelas ibu. empat hari nikah (19 Juni) /angsung siap siap buat ngajar di tahun ajaran baru bu/an juli."

    ES mengaku belum pemah mengasuh sebelumnya, hanya saja ES memiliki

    orang tua asuh yang mempunyai panti asuhan, mungkin pengalaman secara

    tidak langsung. Karena pada saat itu ES masih berusia anak-anak atau masih di

    SD, ketika telah SMP bapak sudah tidak lagi mengurusi panti asuhan tersebut.

    Hanya ES suka bergaul dengan anak-anak di panti asuhan,

    "Dari segi pengalaman orang tua ada. Pengasuh atau bapak ;mgkat ibu yang berada di jalan karapitan punya panti asuhan bernama taman harapan. Punya (pimpinan cabang) PC Lengkong. Bapak waktu itu berlugas disitu. Namun pada saat itu ibu masih usia SD (anak-anak) pada saat SMP udah imgga, hanya ibu bergau/ dengan mereka. n

    Analisa Kaisus ES

    Pola asuh menurut ES adalah membina atau membimbing anak-anak sesuai visi

    dan rnisi pondok pesantren. Menjadikan anal< lebih baik. ES menyebutkan ada

    dua macam pola asuh, satu pola asuh yang bersifat langsung, kedua pola asuh

    tidak langsung. Yang dimaksud dengan pola asuh Jangsung adalah pembina

    melakukan pembinaan langsung terhadap santri seperti di Darul Arqam (DA)

    sebagaimana yang dilakukan orang tua di rumah. Karena harapan pondok

    adalah pembina dapat mengganti peran orang tua santri di pondok pesantren.

    Sedangkan pola asuh bertingkat pembina memiliki wakil-wakil dalam membina

  • 50

    santri, dalam hal ini kakak kelas mereka atau para senior yang telah lulus namun

    belum meneruskan studi.

    "Menurut ibu po/a asuh yaitu membina atau membimbing anak-anak sesuai visi dan misi pondok pesantren. Menjadikan anak lebih baik. Maccrm-macam po/a asuh yang ibu ketahui yaitu Pola asuh langsung dan bertingkat. Yang disebut Pola asuh /angsung yaitu pembina !angsung membina anak asuh (santri) seperti di Darul Arqam (DA). Pola asuh secara langsung, yang dilakul(an pembina terhadap anak asuhnya. Sebagaimana dilakukan orangtua di rumah. Pada mu/anya Kiai Miskun du/u berpegang teguh agar santri tidak diasuh o/eh kakak kelasnya. Tetapi o/eh pembina yang bertugas mengganti peran orang tua di pondok pesantren, pembina yang ditunjuk dan sampai sekarang tidak pemah berubah yaitu po/a asuh secara langsung, karena harapan pondok pembina dapat berperan sebagai pengganti orang tua. Sedangkan bertingkat arlinya pembina memiliki bawahan-bawahan, dalam ha/ ini kakak ke/as mereka atau para senior. Mereka/ah yang membina santri."

    Dalam membina ES menganggap santri sebagai anak sendiri meskipun tetap

    saja berbeda. Bila anak sendiri ES mengaku dapat bebas mernarahi dan tidak

    ada beban terhadap siapapun atau apapun. Tetapi jika terhadap anak asuh rasa

    sayangnya sama terhadap anak-anak yang lain, hanya dalam pemberian

    hukumannya mesti mempertimbangkan banyak hal. Karena bukan anak kita

    sendiri, sehingga bila nanti ketika dimarahi santri melapor kepada orang tuanya

    bagaimana pertanggung jawabanya.

    "Anak sendiri bebas ngemarah-marahin ga ada beban untuk clpa-apa. istilahnya milik kita sendiri jadi ka/au punya sa/ah dimarah-marahin juga ga apa-apa. Tapi kalau anak asuh kasih sayangnya sama ke anak-anak yang le1in. Tetapi dalam pemberian hukuman mesti memperlimbangkan banyak ha/ karena bukan anak kita sendiri, karena anak orang. Anak sendiri di ceprat-cepret lidak ada yang marah. Tapi kalau anak orang, nanti dia bilang sama orang tuanya bagaimana? Tapi ka/au kasih sayang sama."

    ES mengaku waktu membina dalam waktu satu tahun tidaklah cukup, karena

    rata-rata satu kelas santri yang dibina berjumlah 40 Orang. SEilama 24 jam sehari

  • 51

    hanya dapat membina santri sesuai dengan kemampuannya saja. Dalam

    mempersiapkan pembinaan ES menyebutkan ada persiapan yang khusus,

    karena setiap menghadapi tahun ajaran baru selalu diadakan rapat pembina satu

    hari menjelang libur. Dalam rapat tersebut ditetapkan pembini:1-pembina yang

    akan menangani kelas berapa saja di tahun ajaran baru. Jadi IES dapat

    mempersiapkan dan merancang akan melakukan apa saja nainti, juga mencari

    tahu latar belakang santri yang akan diasuhnya kemudian hari. Selain itu

    sebagian besar santri sudah ES kenal, karena ES lebih banyak ditunjuk untuk

    membina kelas-kelas besar. ES mengaku dalam menghadapi kelas besar bila

    diajak curhat atau bicara, santri-santri dapat mengerti. Bila melanggar peraturan

    tinggal ditanya balik saja apakah hal itu baik untuk dirinya atau tidak. Lain halnya

    terhadap kelas kecil, harus banyak bicara dan memanjakan. ES mengaku

    kesulitan jika ditunjuk untuk menangani kelas kecil karena dirinya merasa kurang

    dapat bersabar.

    ''Tidak cukup. Rata-rata 40 orang ibu membina. Selama 24 jam bisa membina paling sekemampuan ibu saja. Biasanya ibu membina anak besar. Tidak pemah kelas 1 (satu) karena dari segi kesabaran ibu kurang. Kan harus banyak ngomong. Harus manjain kurang bisa. Ka/au ditunjuk ke/as besar tidak begitu kesulitan. Diajak curhat atau bicara mereka bisa nyambung, kalau melanggar tinggal dibalikan saja, bagus ga buat kamu. Ka/au di ke/as 2 (dua) dan 3(tiga) pemah membina cuma satu tahun. Ka/au anak kecil paling nangis, nah ibu kurang bisa sabar"

    Bagi ES hal yang paling berpengaruh dalam pembinaan adalah perhatian yang

    dilakukan oleh pembina kepada santri. Oleh karena itu pembina memiliki

    peranan yang sangat berpengaruh terhadap pola asuh. Akan berbeda seorang

    anak yang diasuh dengan cukup perhatian dengan anak yang dibiarkan saja.

  • 52

    Dalam pengasuhan di Darul Arqam bila pembinanya acuh ata1J tidak

    memperhatikan perkembangan anak didiknya, para santri akan membuat ulah

    untuk diperhatikan. Pada dasamya santri suka dan senang diperhatikan atau

    diasuh. Bila perhatian bisa maksimal maka pengaruhnya akani baik. Kalau

    pengasuhannya tidak maksimal akan kurang baik. Selain itu faktor bawaan dari

    rumah, faktor sosial cara santri bergaul dengan teman-temannya, dan

    kemampuan anak untuk belajar disekolah merupakan hal-hal yang mesti

    diperhatikan akan berpengaruh terhadap anak.

    uTentu berbeda, ada anak yang diasuh dengan perhatian yani1 cukup dengan anak yang dibiarkan sa1a. Jangan jauh-jauh, coba saja lihat dalam keluarga. Beda anak yang ke/uarganya broken home dengan keluarga yang perhatiannya cukup atau baik baik.sama juga dengan po/a asuh di DA, kalau pembinanya acuh tidak memperhatikan perkembangan anak-anak didiknya/asuhnya. Mereka akan membuat ulah untuk pengen diperhatikan. Pada dasamya mereka pengen dilihat, senang diperhatikan atau diasuh. Yang paling berpengaruh adafah perhatian, kalau perhatian bisa maksimal maka pengaruhnya ,akan baik. Ka/au pengasuhannya tidak maksimal akan kurang baik. Dan faktor-faktor lain yang berpengaruh diantaranya faktor bawaan dari rumah, faktor sosial setelah mereka beradaptasidengan teman-temannya. Atau kemampuan anak· untuk bersekolah. Sekolah itu sendiri. Menghadapi masalah itu sendiri, dan masl'h banyak lagi ha/-ha/ yang berpengaruh."

    " Pengasuhan

    Terhadap santri yang rnenderita sakit ES akan rnelihat dulu kcmdisinya. Bila

    hanya panas saja cukup dikompres, tetapi jika sampai mengaiami kejang-kejang

    selama satu malam dan telah dibawa ke dokter pesantren, m21ka orang tua santri

    tersebut dihubungi untuk dibawa pulang agar perawatannya le1bih intensif. Tugas-

    tugas santri pun ditunda agar istirahat lebih dulu, bila kelihatan sudah agak baik

    baru difanjutkan kembali. Sedangkan untuk santri yang sakitnya berhubungan

  • 53

    dengan mental sebisa mungkin diatasi oleh ES dengan hati-hati. Akan digali

    permasalahannya sampai sejauh apa namun tidak tenalu dalam upaya yang

    dilakukan pondok untuk mengatasinya. Sebagai contoh santri yang sudah

    merasa tidak betah tinggal di pondok, ES akan memberikan perhatian lebih.

    Tetapi hat tersebut tidak ditampakkan di depan teman-temannya yang lain,

    seperti diajak ke rumah ES lalu diajak ngobrol. Jika ES sakit, tugas digantikan

    oleh kepala sekolah, atau memanggil santri yang telah dianggap dewasa untuk

    membimbing teman-temannya. Pada saat ES sakit ada perasaan pada dirinya

    ingin dijenguk oleh santri namun tidak memaksakan kepada santri untuk datang.

    "Bila santri sakit ibu dilihat saja dulu. Sakit ringan, sedang atau berat. Ka/au panas saja, dilongok dahu/u, dikompres, di/akukan sendiri sebisa mungkin, jika agak sedang dibawa ke dokter. Ka/au berat seperti kejang jam 1 ma/am (kolik) dan setelah diberi obat tetap saja, lalu dibawa ke rumah sakit (terus dibawa ke orang tuanya). Terhadap tugasnya dilihat dulu, jika ringan disuruh istirahat, kalau kelihatan udah agak baik si/ahkan dilakukan lag; tugasnya. Ka/au sakit mental ga terlalu dalam, ya sejauh mana dikoreknya, ka/au bisa diatasi ya diatasi. Contohnya ada anak yang ngerasa intimidasi anak yang lain. Ditangani setahun febih dengan ekstra hati-hati, afhamdulillah sekarang berubah sudah lebih baik. Apalagi mengasuh anak itu lagi. Sekarang dia menyadari kesalahannya bahwa hat itu tidak baik (sikapnya selama ini). Ada anak yang punya .keluhan hanya untuk diperhatikan saja"

    Santri yang dibina oleh ES tidak terlihat tegang atau takut ketilerbuat tidak benar

    akan malu dengan sendirinya. Karena berdasarkan pengakua11 ES, beliau ingin

    membina hubungan yang harmonis, sehingga bila terjadi sesuatu ES akan

    sebisa mungkin menyikapinya dengan tenang tidak dengan marah-marah.

    Pertama ES akan mengajak santri untuk ngobrol, biasanya santri akan mengaku

    lebih d