uin syarif hidayatullah jakarta uji aktivitas anti...
TRANSCRIPT
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTI INFLAMASI EKSTRAK
ETANOL 70% BUAH PARIJOTO (Medinilla speciosa
Blume) SECARA IN VITRO DENGAN METODE
STABILISASI MEMBRAN HRBC (HUMAN RED
BLOOD CELL)
SKRIPSI
ASKANDARI
1111102000089
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTI INFLAMASI EKSTRAK
ETANOL 70% BUAH PARIJOTO (Medinilla speciosa
Blume) SECARA IN VITRO DENGAN METODE
STABILISASI MEMBRAN HRBC (HUMAN RED
BLOOD CELL)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
ASKANDARI
1111102000089
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Askandari
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto
(Medinilla speciosa Blume) secara In Vitro dengan Metode
Stabilisasi Membran HRBC (Human Red Blood Cell)
Parijoto (Medinilla speciosa Blume) adalah tumbuhan liar yang sering tumbuh di
lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai
tanaman hias. Parijoto merupakan tanaman tropis yang memiliki buah dengan
warna merah muda keunguan. Buah parijoto secara tradisional digunakan sebagai
anti inflamasi, anti kolestrol dan anti bakteri. Berdasarkan penelitian buah parijoto
mengandung metabolit sekunder flavonoid, tanin, saponin, dan glikosida. Buah
parijoto juga telah terbukti memiliki aktivitas sebagai anti oksidan dan anti
bakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas anti
inflamasi dari buah parijoto yang diekstraksi menggunakan etanol 70% dengan
metode stabilisasi membran HRBC (Human Red Blood Cell/Sel Darah Merah
Manusia). Kontrol positif yang digunakan adalah natrium diklofenak dengan
konsentrasi 100 ppm yang merupakan NSAID. Hasil persentase stabilitas
membran sel darah merah manusia ekstrak etanol 70% buah parijoto pada
konsentrasi 50 ppm (10,63%), 100 ppm (18,32%), 500 ppm (33,08%), dan 1000
ppm (60,78%), serta kontrol positif yaitu natrium diklofenak (59,87%). Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki aktivitas
sebagai anti inflamasi karena memiliki persentase stabilitas membran sel darah
merah identik dengan kontrol positif. Hasil tersebut didukung dengan hasil analisa
statistik ANOVA yang menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 1000
ppm identik atau tidak berbeda secara bermakna dengan natrium diklofenak. Hal
ini menunjukkan bahwa buah parijoto memiliki potensi sebagai anti inflamasi.
Kata kunci : Parijoto (Medinilla speciosa Blume), anti inflamasi, natrium
diklofenak, sel darah merah manusia, stabilisasi membran.
vii
ABSTRACT
Name : Askandari
Study Program : Pharmacy
Title : Anti-Inflammatory Activity Test of Ethanol 70% Extract
Parijoto Fruit (Medinilla speciosa Blume) In Vitro using the
Membrane Stabilization HRBC (Human Red Blood Cell)
Method
Parijoto (Medinilla speciosa Blume) is a wild plant that often grows on mountain
slopes or in forests and sometimes it is cultivated as an ornamental plant. Parijoto
is a tropical plant that has a fruit with a purplish pink color. Parijoto fruit is
traditionally used as an anti-inflammatory, anti-cholesterol and anti-bacterial
agent. Based on research, parijoto fruit contains secondary metabolites such as
flavonoids, tannins, saponins, and glycosides. Parijoto fruit has also been shown
activity as an anti-oxidant and anti-bacterial agent. The purpose of this study was
to determine the anti-inflammatory activity of parijoto fruit that has been
extracted using 70% ethanol using the membrane stabilization HRBC (Human
Red Blood Cell) method. Diclofenac sodium which is a NSAID has been used as
a control positive with the 100 ppm consentration. The stability percentage result
of a human red blood cell membrane using ethanol 70% extract of parijoto fruit at
the 50 ppm consentration (10.63%), 100 ppm (18.32%), 500 ppm (33.08%), and
1000 ppm (60.78 %), and the positive control which was diclofenac sodium
(59.87%). This showed that the extract with the 1000 ppm consentration has anti-
inflammatory activity because the red blood cell membrane stability percentage
was identical to the positive control. These results were supported by the ANOVA
statistical analysis result that showed the extract with the 1000 ppm consentration
was identical or do not differ significantly to diclofenac sodium. This indicates
that the parijoto fruit has potential as an anti-inflammatory.
Keywords: Parijoto (Medinilla speciosa Blume), anti-inflammatory, diclofenac
sodium, human red blood cells, membrane stabilization.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat
dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk
bagi umat manusia. Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak
Etanol 70% Buah Parijoto secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi Membran
HRBC (Human Red Blood Cell)” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini terasa sangat sulit bagi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Prof. Dr. Atiek
Soemiati, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar
dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini, semoga segala
bantuan dan bimbingan bapak dan Ibu mendapat imbalan yang lebih baik di
sisi-Nya.
2. Bapak Dr.H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama
saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitar Islam Negerri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kepada Kak Eris, Mbak Rani, Kak Lisna, Kak Tiwi, dan Kak Rahmadi yang
telah memberikan banyak bantuan kepada penulis selama penelitian di
kampus
ix
6. Kepada kedua orang tua penulis Bapak Yoliot Cori (Almarhum) dan Ibu
Elisabil, serta keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan
moril, materil, dan spiritual hingga selesainya skripsi ini.
7. Untuk sahabat-sahabat “Pojokers” yang selalu mendukung, memberi
masukan, dukungan doa, dan semangat. Tidak lupa juga untuk Fitri, Sutar,
Aziz, Dini, Mbak Ani, Elsa, dan Ipul.
8. Teman-teman seperjuangan “Beng-beng” dan seluruh Farmasi angkatan 2011
yang sama-sama berjuang selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan
ini.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, dan masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu dan
kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan ke masa mendatang.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan semoga
segala bantuan yang telah diberikan penulis akan mendapat balasan, rahmat dan
ridho dari Allah SWT, serta dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan para
pembaca umumnya, Aamiin.
Wassalamu’alaikum Waromatullahi Wabarokatuh
Jakarta, Juni 2015
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
HALAMAN PERETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ......................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2.1 Medinilla speciosa Blume ............................................................. 4
2.2 Penapisan Fitokimia ...................................................................... 6
2.3 Metode Ekstraksi ........................................................................... 10
2.4 Inflamasi ........................................................................................ 12
2.5 Obat Anti Inflamasi ....................................................................... 24
2.6 Uji Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit ............ 25
2.7 Spektrofotometer UV-Vis ............................................................. 26
BAB 3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 30
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 30
3.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 30
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................... 31
3.3.1 Determinasi ........................................................................ 31
3.3.2 Penyiapan Bahan ............................................................... 31
3.3.3 Pembuatan Ekstrak ............................................................ 31
xii
3.3.4 Penapisan Fitokimia........................................................... 31
3.3.5 Pengamatan Organoleptis .................................................. 33
3.3.6 Uji Kadar Air ..................................................................... 33
3.3.7 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran
Eritrosit .............................................................................. 33
3.3.8 Analisis Data ...................................................................... 36
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 37
4.1 Hasil Penelitian .............................................................................. 37
4.1.1 Hasil Determinasi .............................................................. 37
4.1.2 Hasil Ekstraksi ................................................................... 37
4.1.3 Hasil Uji Penapisan Fitokimia ........................................... 37
4.1.4 Hasil Pengamatan Organoleptis ......................................... 38
4.1.5 Hasil Uji Kadar Air ............................................................ 38
4.1.6 Hasil Uji Efek Stabilisasi Membran Sel Darah Merah
Ekstrak Kasar Buah Parijoto .............................................. 38
4.1.7 Hasil Analisa Statistik........................................................ 40
4.2 Pembahasan ................................................................................... 41
4.2.1 Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia .................................... 41
4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah .............................. 44
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 50
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 50
5.2 Saran .............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51
LAMPIRAN ......................................................................................................... 57
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Buah Parijoto ............................ 40
Tabel 2. Nilai absorbansi dan persentase stabilitas membran sel darah merah dari
larutan uji, kontrol positif, dan kontrol negatif ....................................... 41
Tabel 3. Nilai rata-rata persentase stabilitas membran sel darah merah larutan uji
dan kontrol positif ................................................................................... 43
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ......................................... 5
Gambar 2. Reaksi Uji Mayer ................................................................................ 6
Gambar 3. Reaksi Uji Dragendorff ....................................................................... 7
Gambar 4. Mekanisme Reaksi Pembentukan Garam Flavilium ........................... 7
Gambar 5. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air .................................................. 8
Gambar 6. Skema Mekanisme Inflamasi Akut ..................................................... 18
Gambar 7. Efek Utama yang Ditimbulkan oleh IL-1 dan TNF pada Inflamasi .... 23
Gambar 8. Pelepasan Mediator Inflamasi oleh Sel Mast ...................................... 24
Gambar 9. Skema Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS ................................ 27
Gambar 10. Rata-rata Persentase Stabilisasi Membran Sel Darah Merah ............ 44
xv
DAFTAR ISTILAH
COX : Cyclooxygenase
Hb : Hemoglobin
HRBC : Human Red Blood Cell
Ig : Imunoglobulin
IL : Interleukin
Jejas : Lecet (tergores, luka sedikit, dsb) pd kulit
LT : Leukotrien
OAINS : Obat Anti Inflamasi Non Steroid
PAF : Platelet Activating Factor
PGE : Prostaglandin
PGI : Prostasiklin
ROS : Reactive Oxygen Species
SRS-A : Slow Reacting Substance of Anaphilaxis
TNF : Tumor Necrosis Factor
TXA : Tromboxan
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ...... 57
Lampiran 2. Alur Penelitian ................................................................................ 58
Lampiran 3. Skema Uji Aktivitas Anti Inflamasi ............................................... 59
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Uji dan Standar ............................................... 60
Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan Dapar Posfat dan Pengenceran
Larutan Uji dan Standar................................................................. 61
Lampiran 6. Data Absorbansi dan Persentase Stabilitas Membran Sel Darah
Merah dengan Optimasi Menggunakan Suhu Inkubasi 370C ........ 63
Lampiran 7. Nilai Absorbansi Larutan Uji Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dan
Kontrol Positif ............................................................................... 65
Lampiran 8. Nilai Absorbansi Kontrol Larutan Uji Ekstrak Etanol 70% Buah
Parijoto, Kontrol Positif dan Kontrol Negatif ............................... 66
Lampiran 9. Penentuan Stabilitas Membran Sel Darah Merah terhadap Ekstrak
Etanol 70% dan Na Diklofenak sebagai Kontrol Positif ............... 67
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Persentase Stabilitas Ekstrak Etanol 70% Buah
Parijoto dan Na Diklofenak Kontrol Positif .................................. 69
Lampiran 11. Foto – foto Alat dan Bahan Penelitian........................................... 74
Lampiran 12. Foto Proses Pengujian Aktivitas .................................................... 75
Lampiran 13. Foto Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dan Hasil Uji Penapisan
Fitokimia........................................................................................ 76
1
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu
pulau dengan luas kawasan hutan mencapai 130,78 juta hektar. Indonesia
sendiri memiliki 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di
dunia, dimana 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat
(jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tanaman obat yang ada di kawasan
Asia) (Nugroho, 2010). Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia
menjadikannya negara terbesar kedua di dunia setelah Brazil yang memiliki
keanekaragaman hayati (Farida et al., 2012).
Penggunaan obat tradisional sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan
oleh hampir semua negara di dunia. Selama dekade terakhir, penggunaan
obat tradisional telah berkembang pesat. Pengembangan obat tradisional ini
terus dilakukan sebagai perawatan kesehatan bagi masyarakat miskin di
negara-negara berkembang. Obat tradisional juga sering digunakan dalam
perawatan kesehatan secara nasional (Karamian et al., 2013).
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan
tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam pencegahan
penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan
kesehatan (rehabilitatif), dan penyembuhan (kuratif). Pengetahuan tentang
tanaman khasiat obat berdasar pada pengalaman dan keterampilan secara
turun-menurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Sari, 2006). Masyarakat jawa khususnya masyarakat yang hidup di lereng
Gunung Merapi memanfaatkan daun dan buah parijoto (Medinilla speciosa
Blume) secara turun-menurun sebagai obat. Daun dan buah parijoto
dimanfaatkan sebagai anti bakteri, obat sariawan, anti radang dan obat
kolestrol.
Kandungan kimia yang terdapat dalam daun dan buah parijoto
(Medinilla speciosa Blume) adalah saponin dan kardenolin, disamping itu
buahnya juga mengandung falvonoid dan daunnya mengandung tanin
(Anonim, 2014). Penelitian yang telah dilakukan oleh Wachidah, 2013 yang
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menunjukkan bahwa terdapat kandungan metabolit sekunder dari buah
parijoto (Medinilla speciosa Blume) yaitu saponin, glikosida, flavonoid dan
tanin, serta memiliki aktivitas sebagai anti oksidan. Penelitian lain yang
telah dilakukan oleh Kumar et al., 2012 dilaporkan bahwa tanaman Skimmia
anquetilia yang mengandung flavonoid, saponin, glikosida, steroid dan tanin
serta penelitian yang dilakukan oleh Saleem et al., 2011 bahwa tanaman
Gendarussa vulgaris Nees yang mengandung saponin, glikosida, steroid,
flavonoid dan tanin keduanya memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi.
Inflamasi atau radang merupakan proses respon tubuh terhadap
rangsangan merugikan yang ditimbulkan oleh berbagai agen berbahaya
seperti infeksi, antibodi ataupun luka fisik (Goodman dan Gilman, 2006).
Mediator-mediator kimia juga berperan sebagai pemberi respon terjadinya
inflamasi, mediator tersebut dapat berikatan pada reseptor yang spesifik
pada sel target dan dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan
kemotaksis neutrofil, merangsang kontraksi otot polos, memiliki aktivitas
enzimatik secara langsung, menginduksi rasa nyeri atau stres oksidatif
(Kumar et al., 2010). Stres oksidatif ini telah terbukti berkaitan dengan jalur
patogenesis beberapa penyakit seperti aterosklerosis, kanker, kerusakan hati,
rematoid artritis dan gangguan syaraf (Kumar, 2011). Efek anti inflamasi
telah diamati pada flavonoid dan tanin. Flavonoid seperti quercetin
diketahui efektif dalam mengurangi peradangan akut. Flavonoid tertentu
memiliki aktivitas penghambatan ampuh terhadap berbagai enzim seperti
protein kinase C, tirosin kinase protein, fosfolipase A2, fosfodiesterase dan
lainnya (Kumar et al., 2012).
Sel darah merah (eritrosit) manusia telah banyak digunakan sebagai
model studi interaksi obat dengan membran. Seperti obat yang memiliki
efek anestesi dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dapat mencegah
lepasnya hemoglobin (Hb) dari sel darah merah (eritrosit) ketika terjadi
kondisi hipotonik. Teori ini digunakan sebagai metode yang sangat berguna
untuk menilai aktivitas anti inflamasi dari bermacam-macam senyawa
secara in vitro (Kumar, 2011). Chowdhury et al., 2014 dalam penelitiannya
menggunakan metode ini untuk melakukan uji aktivitas anti inflamasi dari
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ekstrak Gardenia coronaria Leaves. Penelitian yang dilakukan oleh
Prakatindih 2014 juga menggunakan metode ini untuk menguji aktivitas anti
inflamasi kitosan yang telah diiradiasi. Melihat metode ini cukup efektif
untuk melihat efek anti inflamasi secara in vitro serta potensi yang dimiliki
oleh tanaman parijoto (Medinilla speciosa Blume) khususnya bagian buah
sebagai anti inflamasi, maka pada penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas
anti inflamasi ekstrak etanol 70% buah parijoto secara in vitro dengan
metode stabilisasi membran HRBC (Human Red Blood Cell).
1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak
etanol 70% buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) memiliki efek anti
inflamasi ditinjau dari jumlah hemoglobin (Hb) yang dilepaskan oleh sel
darah merah. Ruang lingkup penelitian ini adalah fitokimia dan farmakologi
eksperimental.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek anti inflamasi dari ekstrak
etanol 70% buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) ditinjau dari jumlah
hemoglobin (Hb) yang dilepaskan oleh sel darah merah.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah menambah
khasanah ilmu pengetahuan tentang anti inflamasi serta referensi bagi
penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi
mengenai potensi buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) sebagai anti
inflamasi alami.
4
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Medinilla speciosa Blume
2.1.1 Taksonomi
Klasifikasi tanaman parijoto adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Melastomataceae
Genus : Medinilla
Spesies : Medinilla speciosa Blume
(www.plantamor.com)
2.1.2 Deskripsi
Habitus : Perdu, tegak, tinggi l – 2 m.
Batang : Bulat, kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi, kasar,
putih kecoklatan.
Daun : Tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat,
lunak, warna ungu kemerahan, helaian daun bentuk
lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata, panjang 10-
20 cm, lebar 5-15 cm, pertulangan melengkung, permukaan
alas licin, berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna
hijau kelabu.
Bunga : Majemuk, di ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda,
kelopak 5 helai, ujung runcing, pangkal berlekatan,
panjang 3-8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali lipat
jumlah mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok,
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Anonim, 2013).
Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
[ Sumber : Koleksi Pribadi ]
2.1.3 Tempat Tumbuh
Merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-
hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada
tanah yang berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai
2.300 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan November - Januari
dan waktu panen yang tepat bulan Maret - Mei (Anonim, 2013).
2.1.4 Kandungan Kimia
Buah parijoto mengandung metabolit sekunder berupa saponin,
glikosida, flavonoid dan tanin (Wachidah, 2014).
2.1.5 Khasiat
Secara tradisional buah Medinilla speciosa digunakan sebagai obat
warna merah keunguan, kepala putik duduk di atas bakal
buah, kepala putik bulat, ungu, mahkota lepas, 5 helai,
bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda.
Buah : Buni, bulat, bagian ujung berbenjol bekas pelekatan
kelopak, diameter 5-8 mm, warna merah keunguan.
Biji : Bulat, jumlah banyak, kecil, putih.
Akar : Serabut, putih kotor.
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sariawan, antiradang dan antibakteri (Anonim, 2013). Parijoto dipercaya
oleh masyarakat di daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesehatan
ibu dan janin (Anggana, 2011). Sedangkan masyarakat Desa Colo
Kabupaten Kudus memiliki keyakinan jika ibu hamil mengkonsumsi
parijoto, kalau anaknya laki-laki maka akan terlihat cakap, kalau
perempuan terlihat cantik (Wibowo et al., 2012).
2.2 Penapisan Fitokimia
Tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis
tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk
pengobatan. Pendekatan secara penapisan fitokimia meliputi analisa
kualitatif kandungan dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang,
daun, bunga, buah dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yang
merupakan senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
terpenoid dan glikosida.
a. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa nitrogen (N) yang merupakan hasil
metabolit sekunder pada tumbuh-tumbuhan. Umumnya alkaloid
menunjukkan efek fisiologik yang menarik, sehingga banyak digunakan
sebagai obat-obatan (Guevera, 1985).
Hasil positif alkaloid pada Uji Mayer ditandai dengan terbentuknya
endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-
alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen
pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+
dari kalium
tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang
mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada Uji Mayer :
Gambar 2. Reaksi Uji Mayer [ Sumber : Marliana, 2005 ]
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil positif alkaloid pada Uji Dragendorff juga ditandai dengan
terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut
adalah kalium - alkaloid.
Gambar 3. Reaksi Uji Dragendorff [ Sumber : Marliana, 2005 ]
b. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mengandung C15
terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon.
Struktur umum flavonoid juga digambarkan sebagai deretan senyawa C6-
C3-C6 (Guevera, 1985).
Pendeteksian adanya senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan
metode Wilstater sianidin. Uji Wilstater sianidin biasa digunakan
untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai inti alfa-benzopiron.
Warna merah yang terbentuk pada pada Uji Wilstater disebabkan
karena terbentuknya garam flavilium (Achmad, 1986).
Gambar 4. Mekanisme reaksi pembentukan garam flavilium
[Sumber : Achmad, 1986]
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat
menimbulkan busa jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi rendah
dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus. Identifikasi
saponin dapat dilakukan dengan mengocok ekstrak bersama air hangat di
dalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang dapat bertahan lama,
setelah penambahan HCl 2N busa tidak hilang. Timbulnya busa pada Uji
Forth menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan
membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan
senyawa lainnya (Guevera, 1985). Reaksi pembentukan busa pada uji
saponin ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 5. Reaksi hidrolisis saponin dalam air
[ Sumber : Marliana, 2005 ]
d. Tanin
Istilah “tanin” pertama kalinya digunakan untuk bahan dari
tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk menggumpalkan protein
hewan pada proses penyamakan kulit. Saat ini tanin mempunyai nilai
penting sebagai sitotoksik, antikanker dan antitumor. Tanin terdiri dari 2
kelompok berdasarkan hasil hidrolisanya. Tipe pertama dikenal sebagai
pirogalol tanin yaitu, senyawa- senyawa fenolik yang mempunyai ikatan
ester dengan gula. Tipe kedua adalah tanin terkondensasi yang kadang-
kadang disebut katekol tanin dan merupakan polimer dari senyawa-
senyawa fenolik berhubungan dengan pigmen flavonoid. Penambahan
suatu asam, kondensasi tanin akan mengalami dekomposisi menjadi
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
senyawa-senyawa berwarna merah yang tidak larut disebut dengan
phlobaphene atau merah tanin (Guevera, 1985). Tanin pada ekstrak
tumbuh-tumbuhan diidentifikasi dengan uji gelatin dengan prinsip
pengendap protein dari gelatin oleh tanin (Fransworth, 1996). Dan hasil
positif juga diberikan oleh pereaksi ferri klorida (FeCl3), dimana tanin
terhidrolisa memberikan warna biru atau biru-hitam, sedangkan
kondensasi tanin menberikan warna biru-hijau. Senyawa-senyawa
polifenol juga memberikan reaksi warna spesifik dengan FeCl3, tetapi
tidak memberikan endapan dengan gelatin.
e. Antrakuinon
Antrakuinon mungkin dijumpai baik dalam bentuk glikosida dengan
ikatan O- atau C-glikosida maupun aglikonnya. Biasanya digunakan
sebagai zat warna dan katartiks (purgatives). Turunan antrakuinon
biasanya merupakan senyawa berwarna merah jingga yang larut dalam air
panas dan alkohol encer. Identifikasinya dilakukan dengan cara Uji
Borntrager’s, tetapi kadang-kadang uji ini memberikan hasil negatif pada
antrakuinon yang sangat stabil atau turunan antranol, untuk itu identifikasi
dilakukan modifikasi Uji Borntrager’s. Antrakuinon memberikan warna
yang spesifik dengan basa seperti, merah, violet dan hijau. Secara
spektrofotometri antrakuinon memberikan pita resapan yang berbeda
dengan senyawa kuinon lainnya, dimana memberikan 4 atau 5 pita
resapannya pada daerah UV dan sinar tampak. Paling tidak 3 dari pita
resapan berkisar antara 215 dan 300 nm, dan lainnya diatas 430 nm
(Guevera, 1985).
f. Glikosida
Glikosida merupakan senyawa alami yang terdapat pada berbagai
jenis tumbuh-tumbuhan tinggi dan memberikan pengaruh fisiologis.
Senyawa ini terbentuk dari gugus non-gula (aglikon) dan gugus gula
(glikon). Gugus aglikonnya sangat bervariasi tergantung dari jenis
tumbuhan penghasil antara lain, alkaloida, flavonoida, steroida,
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
triterpenoida dan lain sebagainya (Guevera, 1985). Untuk pemeriksaan
atau uji glikosida dapat dilakukan selain berdasarkan aglikonnya, juga
dapat dilakukan terhadap gugus gulanya karena gugus aglikon yang sangat
bervariasi, maka dapat dilakukan terhadap gugus gulanya dengan pereaksi
Keller-Kiliani (Chairul, 2003).
2.3 Metode Ekstraksi
Menurut Ketut Ristiasa dalam Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat (2000) yang dimaksud dengan ekstraksi adalah proses
penarikan kandungan senyawa kimia dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dengan menggunakan alat yang sesuai.
Berikut adalah beberapa cara ekstraksi dengan menggunakan
pelarut.
2.3.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisisa dalam cairan penyari dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang
(kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel atau masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif tersebut akan
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam
sel dengan yang di luar sel. Larutan yang lebih pekat (di dalam sel)
didesak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar sel. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan
di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi
adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan (Ristiasa, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisisa
ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui
serbuk tersebut, kemudian melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui
sampai mencapai keadaan jenuh (Ristiasa, 2000).
2.3.2 Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk
proses ekstraksi sempurna (Ristiasa, 2000).
b. Soklet
Sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru umumnya dilakukan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Ristiasa, 2000).
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Ristiasa, 2000).
d. Infusa
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya
digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air
dan bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini menghasilkan zat aktif yang
tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 4 jam
(Ristiasa, 2000).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Ristiasa, 2000).
2.4 Inflamasi
2.5.1 Defenisi
Inflamasi atau radang merupakan proses respon tubuh terhadap
rangsangan yang merugikan yang ditimbulkan oleh agen berbahaya seperti
infeksi, antibodi, ataupun luka fisik (Goodman & Gilman, 2006). Pada
reaksi inflamasi akan terjadi pelepasan histamin, bradikinin, prostaglandin,
ekstravasasi cairan, migrasi sel, kerusakan jaringan dan perbaikannya yang
ditujukan sebagai upaya pertahanan tubuh dan biasanya respon ini terjadi
pada beberapa kondisi penyakit yang serius, seperti kardiovaskular,
gangguan inflamasi dan autoimun, kondisi neurodegeneratif, infeksi dan
kanker (Kumar et al., 2010 ; Chippada et al., 2011).
Ada lima tanda klinis terjadinya inflamasi yaitu rubor (kemerahan),
tumor (pembengkakan), kalor (panas), dolor (rasa nyeri), dan functio laesa
(kehilangan fungsi). Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi.
Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator
kimia tubuh (kinin, prostaglandin, dan histamin). Pelepasan histamin
menyebabkan dilatasi arteriol. Pembengkakan merupakan tahap kedua dari
inflamasi, dimana plasma masuk kedalam jaringan interstitial pada tempat
cedera. Kinin mendilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler.
Rasa panas pada tempat inflamasi disebabkan oleh bertambahnya
pengumpulan darah dan mungkin juga dapat disebabkan oleh pirogen
(substansi yang menyebabkan demam) yang mengganggu pusat pengatur
panas pada hipotalamus. Adanya pembengkakan serta pelepasan mediator-
mediator kimia menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Rasa nyeri dan terjadi
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dapat menyebabkan
gangguan mobilitas pada daerah yang terkena (Kee & Hayes, 1993).
2.5.2 Mekanisme Inflamasi
Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan akibat
adanya noksi (pengaruh merusak) akan membebaskan berbagai mediator
dan substansi radang. Asam arakidonat mulanya merupakan komponen
normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipida, dibebaskan dari
sel penyimpan lipid oleh asil hidrolase sebagai respons adanya noksi.
Asam arakidonat ini kemudian mengalami metabolisme menjadi dua alur.
Alur siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin, prostasiklin,
tromboksan; alur lipoksigenase yang membebaskan leukotrien dan
berbagai substansi seperti 5-HPETE, 5-HETE dan sebagainya (Mansjoer,
2003).
Respons kardiovaskular pada proses radang tergantung dari
karakteristik dan distribusi noksi. Dilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler di sekitar jaringan yang mengalami pengaruh-pengaruh merusak
pada fase akut berlangsung cepat dimulai 1 sampai 30 menit sejak terjadi
perubahan-perubahan pada jaringan dan berakhir 15 sampai 30 menit dan
kadang-kadang sampai 60 menit (lnsel, 1991; Melmon dan Morreli, 1978;
Robins, 1974). Volume darah yang membawa leukosit ke daerah radang
bertambah, dengan gejala klinis di sekitar jaringan berupa rasa panas dan
warna kemerah-merahan (PGE2 dan PGI2). Aliran darah menjadi lebih
lambat, leukosit beragregasi di sepanjang dinding pembuluh darah
menyebabkan pembuluh darah kehilangan tekstur. Peningkatan
permeabilitas kapiler disebabkan kontraksi sel-sel endotel sehingga
menimbulkan celah-celah bermembran. Permeabilitas kapiler ditingkatkan
oleh histamin, serotonin, bradikinin, sistim pembekuan dan komplemen
dibawah pengaruh faktor Hageman dan SRS-A. Larutan mediator dapat
mencapai jaringan karena meningkatnya permeabilitas kapiler dengan
gejala klinis berupa udem (Korolkovas, 1988; Boyd, 1971; Robins, 1974).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fase radang sub-akut berlangsung lambat, mulai dari beberapa jam
sampai beberapa hari misalnya karena pengaruh noksi bakteri.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler masih berlangsung.
Karakteristik paling menonjol adalah infiltrasi fagosit yaitu sel
polimorfonuklir dan monosit ke jaringan. Selain itu aliran darah lambat,
pendarahan dan terjadi kerusakan jaringan yang ekstensif. Proses fagosit
mencapai daerah peradangan dinamakan kemotaktik. Migrasi fagosit
diaktivasi oleh salah satu fragmen dari komponen komplemen, untuk
leukosit polimorfonuklir yaitu C3a. Selain itu LTB4 dan PAF ikut
berperanan. Fagosit bergerak pada permukaan sel endotel, pada ujung
depan mengecil dan memanjang sehingga dapat memasuki antar sel
endotel kemudian melarutkan membran (diapedesis). Fagosit melepaskan
diri dari antar sel, masuk ke jaringan dan berakumulasi (Insel, 1991;
Melmon dan Morreli, 1978; Roitt et al, 1985). Fagosit yang mula-mula ke
luar dari dinding pembuluh darah adalah leukosit polimorfonuklir yang
menyerang dan mencerna bakteri dengan cara fagositosis. Disusul
datangnya monosit (makrofag) sebagai petugas pembersih, mencerna
leukosit polimorfonuklir dan sel jaringan yang telah mati akibat toksin
bakteri. Pada radang kronik makrofag juga ikut mencerna bakteri (Boyd,
1971).
Plasma darah setelah melewati dinding pembuluh darah yang
permeabel sifatnya berubah disebut limfe radang. Leukosit dan limfe
radang secara bersama membentuk eksudat radang yang menimbulkan
pembengkakan pada jaringan. Rasa sakit disebabkan tertekannya serabut
syaraf akibat pembengkakan jaringan. Selain itu rasa sakit disebabkan
bradikinin dan PG. Kerusakan jaringan disebabkan fagositosis, enzim
lisosomal dan radikal oksigen. Deman oleh pirogen endogen yang
dihasilkan adalah karena kerusakan sel (Korolkovas, 1988; Boyd, 1971).
Berdasarkan fasenya, ada dua fase yang terjadi dalam mekanisme
inflamasi yaitu fase perubahan vaskular dan fase reaksi selular. Fase
perubahan vaskular terjadi pada pembuluh darah. Mula-mula akan terjadi
vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
darah kecil (arteriol). Proses dapat berlangsung beberapa detik sampai
beberapa menit tergantung pada kerasnya jejas (luka). Kemudian akan
terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang tadinya
menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu. Akibat
dilatasi ini, maka aliran darah akan bertambah sehingga pembuluh darah
akan penuh terisi darah dan tekanan hidrostatiknya meningkat, yang
selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari pembuluh
darah itu. Setelah itu, aliran darah melambat karena permeabilitas kapiler
juga bertambah. Sehingga cairan darah dan protein akan keluar dari
pembuluh darah dan mengakibatkan darah menjadi kental. Proses tersebut
dikenal dengan proses eksudasi. Keseluruhan proses ini terjadi akibat
adanya zat kimia yang menyerupai histamin dan protaglandin
(Pringgoutomo, 2002).
Setelah fase vaskuler selesai, terjadi reaksi seluler pada daerah yang
mengalami inflamasi. Fase ini dimulai setelah sel darah putih dalam darah
berpindah ke tempat cedera atau infeksi. Sel-sel darah putih dan trombosit
tertarik ke daerah tersebut oleh zat-zat kimia yang dihasilkan dari sel yang
cedera, sel mast, melalui pengaktifan komplemen, dan pembentukan
sitokin yang terjadi setelah antibodi berikatan dengan antigen. Tertariknya
sel darah putih ke area cedera disebut kemotaksis. Ketika berada di area
tersebut, berbagai stimulan menyebabkan sel endotel kapiler dan sel darah
putih, terutama neutrofil dan monosit menghasilkan molekul adhesif
komplementer. Neutrofil merupakan sel pertama yang tiba di daerah yang
mengalami inflamasi. Neutrofil bekerja dengan memfagositosis,
mendegradasi sel debris, serta membunuh mikroba. Neutrofil dapat
membunuh mikroorganisme melalui dua cara yaitu menggunakan enzim
lisosomal pencernaan dan memproduksi oksigen bebas radikal (Corwin &
Elizabeth, 2008).
Urutan proses yang terjadi pada leukosit terdiri atas penepian
(marginasi), pelekatan (sticking), diapedesis (emigrasi), dan fagositosis.
Proses marginasi adalah proses ketika sel darah putih melekat pada sel
endotel, sehingga sel darah putih bergerak ke perifer kapiler. Proses ini
16
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.3 Penyebab Inflamasi
Pengaruh-pengaruh merusak (noksi) dapat berupa noksi fisika,
kimia, bakteri, parasit dan sebagainya. Noksi fisika misalnya suhu tinggi,
cahaya, sinar X dan radium, juga termasuk benda-benda asing yang
tertanam pada jaringan atau sebab lain yang menimbulkan pengaruh
merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun termasuk noksi kimia. Bakteri
patogen antara lain Streptococcus, Staphylococcus dan Pneumococcus
(Boyd, 1971).
Penyebab paling umum dari proses peradangan antara lain :
1. Infeksi mikrobial (bakteri pirogenik, virus)
2. Agen fisik (trauma, radiasi pengion, panas, dan dingin)
3. Cedera kimiawi (korosif, asam, basa, agen pereduksi, dan toksin
bakteri)
4. Jaringan nekrosis misalnya infark iskemik
5. Reaksi hipersensitivitas misalnya parasit dan basil tuberkulosis
(Underwood, 1999).
2.5.4 Tipe Inflamasi
Berdasarkan waktu terjadinya inflamasi diklasifikasikan menjadi:
1. Inflamasi akut, adalah inflamasi yang terjadi dalam waktu yang segera
dan hanya dalam waktu yang tidak lama terhadap cedera jaringan.
Karakteristik utamanya adalah adanya eksudasi cairan (edema) dan
emigrasi dan polimorfonuklear (neutrofil).
2. Inflamasi kronis, adalah inflamasi yang terjadi dalam waktu dan
durasi yang lebih lama dengan melibatkan limfosit serta makrofag dan
menimbulkan poliferasi pembuluh darah serta pembentukan jaringan
parut.
Berdasarkan pada karakteristik utama inflamasi kronik dan akut,
dapat dibedakan menurut jenis eksudat dan variabel morfologi :
1. Inflamasi serosa
Inflamasi serosa dicerminkan oleh akumulasi cairan dalam jaringan
dan menunjukan sedikit peningkatan permeabilitas vaskuler. Pada
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
peritoneum, pleura, dan perikardium keadaan ini dinamakan efusi,
namun dapat juga ditemukan ditempat lain (mialnya lepuh karena luka
bakar pada kulit).
2. Inflamasi fibrinosa
Inflamasi fibrinosa merupakan keadaan meningkatnya permeabilitas
vaskular yang lebih nyata, disertai eksudat yang mengandung
fibrinogen dalam jumlah besar. Fibrinogen tersebut akan diubah
mejadi fibrin melalui sistem koagulasi. Keterlibatan permukaan serosa
(misalnya perikardium atau pleura) disebut dengan istilah perikarditis
fibrinosa atau pleuritis fibrinosa.
3. Inflamasi supuratif atau purulen
Pola ini ditandai oleh eksudat purulen (pus/nanah) yang terdiri atas
leukosit dan sel-sel nekrotik. Istilah abses mengacu kepada kumpulan
inflamasi purulen setempat yang disertai dengan nekrosis likuefaksi
(misalnya abses stafilokokus)
4. Ulkus
Ulkus merupakan erosi lokal pada permukaan epitel yang ditimbulkan
oleh jaringan nekrotik yang mengelupas atau mengalami inflamasi
(misalnya ulkus lambung) (Richard et al., 2006).
2.5.5 Mediator Inflamasi
Kerusakan sel akibat adanya noksi akan membebaskan berbagai
mediator atau substansi radang antara lain histamin, bradikinin, kalidin,
serotonin, prostaglandin, leukotrien dan sebagainya. Histamin terdapat
pada semua jaringan juga pada leukosit basofil. Di dalam jaringan,
histamin disimpan dalam sel mast dan dibebaskan sebagai hasil interaksi
antigen dengan antibodi IgE pada permukaan sel mast, berperan pada
reaksi hipersensitif dan alergi. Substansi tersebut merupakan mediator
utusan pertama dari sedemikian banyak mediator lain, segera muncul
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam beberapa detik. Reseptor-reseptor histamin adalah H1 dan H2.
Stimulasi pada kedua reseptor ini menyebabkan vasodilatasi pada arterial
dan pembuluh darah koronaria, merendahkan resistensi kapiler dan
menurunkan tekanan darah sistemik. Pada reaksi radang permeabilitas
kapiler meningkat karena dibebaskannya histamin (Mutschler, 1991;
Garrison, 1991).
Prazat kalikrein ialah kalikreinogen yang tidak aktif terdapat dalam
pankreas, mukosa usus dan plasma darah. Kalikreinogen diaktivasi oleh
faktor Hageman, melalui penguraian enzimatik dihasilkan kinin aktif yaitu
bradikinin dan kalidin, keduanya autakoid. Sebagai mediator radang
bradikinin dan kalidin bereaksi lokal, menimbulkan rasa sakit,
vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan berperan
meningkatkan potensi prostaglandin (Mutschler, 1991; Garrison, 1991).
Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-Hf), dalam konsentrasi tinggi
terdapat pada platelet darah, perifer mukosa usus dan di beberapa bagian
otak. Salah satu reseptor 5-Hf yang terdapat pada membran platelet ialah
5-Hf 2, jika distimulasi akan meningkatkan agregasi platelet (Garrison,
1991).
Mediator eikosanoid berasal dari dua famili berbeda, dari alur
siklooksigenase dihasilkan prostaglandin dan dari alur lipoksigenase
dihasilkan leukotrien, termasuk semua senyawa yang masih berhubungan
dengan keduanya. Sebagai prazat adalah asam arakidonat. Prostaglandin
(PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang, lebih tepat dikatakan
sebagai modulator dari reaksi radang. Sebagai penyebab radang, PG
bekerja lemah, berpotensi kuat setelah berkombinasi dengan mediator atau
substansi lain yang dibebaskan secara lokal, autakoid seperti histamin,
serotonin, PG lain dan leukotrien. Prostaglandin paling sensibel pada
reseptor rasa sakit di daerah perifer. Prostaglandin merupakan vasodilator
potensial, dilatasi terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan
postkapiler venula. Walaupun PG merupakan vasodilator potensial tetapi
bukan sebagai vasodilator universal (Hirschelmann, 1991; Campbell,
1991). Selain PG dari alur siklooksigenase juga dihasilkan tromboksan.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tromboksan A2 berkemampuan menginduksi agregasi platelet maupun
reaksi pembebasan platelet (Campbell, 1991).
Dari alur lipoksigenase dihasilkan mediator leukotrien (LT) dan
hidroksi asam lemak. Mediator LTB4 potensial untuk kemotaktik leukosit
polimorfonuklir, eosinofil dan monosit. Pada konsentrasi lebih tinggi LTB4
menstimulasi agregasi leukosit polimorfonuklir. Mediator LTB4
mengakibatkan hiperalgesia. Efek terhadap mikrovaskulatur diinduksi oleh
LTC4 clan LTD4, beraksi di sepanjang endotel dari postkapiler venula yang
menyebabkan eksudasi plasma. Pada konsentrasi tinggi LTC4 dan LTD4
mempersempit arteriol dan mengurangi eksudasi. Kombinasi LTC4 dan
LTD4 merupakan mediator baru, dinamakan slow reacting substance of
anaphylaxis (SRS-A) yang dapat menyebabkan peradangan, reaksi
anafilaksi, reaksi alergi dan asma (Campbell, 1991).
Platelet-activating factor (PAF) disimpan di dalam sel dalam bentuk
prazat. PAF disintesis oleh platelet, neutrofil, monosit, sel mast, eosinofil
dan sel mesangial ginjal. PAF merupakan stimulator agregasi platelet,
agregasi leukosit polimorfonuklir dan monosit, meningkatkan potensi LT,
pembebasan enzim lisosomal dan superoksida, juga merupakan faktor
kemotaktik eosinofil, neutrofil dan monosit (Campbell, 1991).
Selama berlangsung proses inflamasi banyak mediator kimia yang
dilepaskan dari plasma, sel atau jaringan rusak. Mediator inflamasi dibagi
dalam beberapa kelompok :
1. Amin vasoaktif : histamin dan serotonin
2. Protein plasma : komplemen kinin, dan sistem pembekuan
3. Metabolit asam arakidonat : prostaglandin, leukotrien, dan lipoksin
4. Platelet-Activating Factor (PAF)
5. Sitokin dan kemokin
6. Nitrogen oksida
7. Konstituen lisosom pada leukosit
8. Radikal bebas yang berasal dari oksigen
9. Neuropeptida dan mediator lainnya
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa mediator inflamasi yang penting antara lain :
a) Histamin dan serotonin
Histamin dan serotonin merupakan dua dari beberapa mediator
pertama dalam proses inflamasi. Pelepasan histamin dan serotonin
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular.
Kedua mediator ini berasal dari sel mast, basofil, dan trombosit.
Beberapa faktor yang mnyebabkan pelepasan amin dari sel mast
adalah sebagai berikut :
1) Adanya agen fisik (trauma atau panas)
2) Reaksi imun yang melibatkan Ig E
3) Fragmen komplemen C3a serta C5a (anafilatoksin)
4) Sitokin (IL 1 dan IL 8)
5) Faktor – faktor pelepasan histamin yang berasal dari leukosit
b) Komplemen C3a dan C5a
C3a dan C5a disebut juga sebagai anafilatoksin. Anfilatoksin
mampu memicu degranulasi pada sel endotelial, mastosit, dan fagosit
yang lebih lanjut memicu respon peradangan. C3a dan C5a merupakan
polipeptida yang berfungsi layaknya sitokin yang hanya dilepaskan
pada area peradangan. C3a dan C5a akan menstimulasi pelepasan
histamin dari sel mast dan dengan demikian terjadi peningkatan
permeabilitas vaskular dan vasodilatasi. C5a juga mengaktifkan
metabolisme arakidonat sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi
tambahan.
c) Bradikinin
Pelepasan bradikinin menyebabkan timbulnya rasa nyeri,
vasodilatasi dan edema / pembengkakan yang terjadi dalam proses
inflamasi. Bradikinin bukan merupakan zat kemotaksis. Bradikinin
dihasilkan dari pemecahan protein plasma kininogen oleh enzim
protease spesifik (kalikrein). Kalikrein juga memiliki aktivitas
kemotaktik dan menyebabkan agregasi neutrofil.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d) Prostaglandin
Prostaglandin merupakan golongan asam lemak rantai panjang
turunan dari asam arakidonat dan disintesis oleh berbagai jenis sel.
Prostaglandin dihasilkan melalui jalur siklooksigenase. Terdapat
beberapa jenis prostaglandin antara lain I2 (prostasiklin) dan
prostaglandin E2 yang menyebabkan vasodilatasi. Selain itu
prostaglandin E2 juga dapat meningkatkan sensitivitas terhadap
ransangan nyeri dan dapat memediasi demam (Richard et al., 2006).
Prostaglandin memiliki sejumlah efek fisiologi dan farmakologi
luas, antara lain terhadap otot polos (dinding pembuluh, rahim,
bronchi, dan lambung – usus), agregasi trombosit, produksi hormon,
lipolisis di depot lemak dan SSP. Senyawa ini terbentuk bila membran
sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik atau
mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah
fosfolipida yang terdapat di daerah tersebut menjadi asam arakidonat
yang kemudian sebagiannya diubah oleh enzim siklooksigenase
menjadi asam enderoperoksida dan seterusnya menjadi zat – zat
prostaglandin. Bagian lain dari arakidonat diubah oleh enzim
lipoksigenase menjadi zat – zat leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2007).
e) TNF dan IL-1
TNF dan IL-1 merupakan sitokin utama yang memediasi
inflamasi. Kedua sitokin ini terutama diproduksi oleh sel – sel
makrofag aktif. Kerjanya yang paling penting dalam proses inflamasi
meliputi efek pada endotelium, leukosit, dan induksi reaksi sitemik
fase akut. Sekresi TNF dan IL-1 distimulasi oleh endotoksin,
kompleks imun, toksin, jejas fisik, dan berbagai produk inflamasi.
TNF dan IL-1 menginduksi aktivasi endotel yang meliputi induksi
molekul adhesi endotel dan mediator kimia (sitokin lainnya seperti IL-
6, IL-8, faktor pembunuhan, PGI2 PAF, dan nitrit oksida). Kedua
sitokin ini juga menginduksi enzim – enzim yang berkaitan dengan
remodeling matriks dan peningkatan trombogenisitas endotel.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
IL-1 dan TNF menginduksi respon fase akut sistemik yang
menyertai infeksi atau jejas seperti demam, anoreksia, letargi,
neutrofilia, pelepasan kortikotropin, serta kortikosteroid, dan efek
hemodinamik akibat oleh syok septik-hipotensi, penurunan resitensi
vaskular, peningkatan frekuensi jantung serta asidosis.
Gambar 7. Berbagai efek utama yang ditimbulkan oleh IL-1 dan TNF pada inflamasi
[ Sumber : Richard, 2006 ]
Produk bakteri, kompleks imun,
toksin, jejas fisik, sitokin
lainnya
AKTIVASI MAKROFAG
(dan sel lainnya)
IL-1 / TNF
Reaksi Fase Akut
Demam, tidur, selera makan,
protein fase akut meningkat,
efek hemodinamik (syok),
neutrofilia
Efek Endotelial
Daya rekat leukosit, sintesis PGI,
aktivitas prokoagulan
meningkat, aktivitas
antikoagulan menurun, IL-1, IL-
8, IL-16, PDGF meningkat
Efek Fibroblas
Poliferasi, sintesis kolagen,
kolagenase, protease, sintesis
PGE meningkat
Efek Leukosit
Sekresi sitokin meningkat
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 8. Pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast [ Sumber : Elsevier, 2002 ]
2.5 Obat Anti Inflamasi
2.6.1 Obat Anti Inflamasi Steroid
Kortikosteroid seperti deksametason, prednison, prednisolon
seringkali digunakan sebagai obat anti inflamasi. Kelompok obat ini dapat
mengendalikan anti inflamasi dengan menekan atau mencegah banyak
komponen dari proses inflamasi pada tempat cedera. Kortikosteroid
disintesis secara alami di korteks adrenal dan merupakan hasil biosintesis
dari kolestrol. Mekanisme kerja anti inflamasi steroid adalah menghambat
berbagai sel yang memproduksi faktor–faktor penting untuk
membangkitkan respon radang (Gilman, 2008).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6.2 Obat Anti Inflamasi Non Steroid
Obat – obat yang termasuk dalam ini adalah indometasin, asam
mefenanmat, asam salisilat, ibuprofen, diklofenak, dan fenilbutazon
(Gilman, 2008). Kerja utama kebanyakan non steroidal anti inflammatory
drugs (NSAID) adalah sebagai penghambat sintesis prostaglandin, dimana
enzim-enzim seperti siklooksigenase dapat merubah asam arakidonat
menjadi prostaglandin dan tromboksan.
2.6 Uji Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit
Berbagai metode dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti
inflamasi dari suatu obat, kandungan kimia, maupun herbal. Metode yang
dapat dilakukan secara in vivo antara lain pembentukan edema buatan,
eritema, iritasi dengan panas, pembentukan kantung granuloma, iritasi
pleura, dan penumpukan kristal sinovitis (Vogel, 2002 & Turner, 1965).
Selain itu, metode in vitro juga dapat dilakukan untuk menguji aktivitas
anti inflamasi, antara lain pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP),
menghambat denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi
membran lisosomal, pengujian fibrinolitik, dan agregasi platelet (Oyedapo
et al., 2010).
Sel darah merah manusia (eritrosit) telah digunakan sebagai suatu
model untuk mempelajari interaksi antara obat dan membran. Obat–obatan
seperti anastetik transquiliser dan obat anti inflamasi non steroid dapat
menstabilkan eritrosit untuk melawan terjadinya haemolisis hipotonik pada
konsentrasi rendah. Ketika sel darah merah mengalami stress hipotonik,
pelepasan hemoglobin (Hb) dari sel darah merah dapat dicegah oleh agen
anti inflamasi (Kumar, 2011).
Membran sel darah merah merupakan analog dari membran
lisosomal. Enzim lisosomal yang dilepaskan selama inflamasi
menyebabkan berbagai gangguan pada jaringan, kerusakan makromolekul,
dan peroksidasi lipid yang dianggap dapat bertanggung jawab pada kondisi
patologis terntentu seperti serangan jantung, syok septik, rheumatoid
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
artritis, dan lain – lain. Aktivitas ekstraseluler dari enzim ini dianggap
berhubungan pada inflamasi akut dan kronik (Chippada et al., 2011).
Stabilisasi dari membran lisosomal merupakan hal yang sangat
penting pada respon inflamasi dengan menghambat pelepasan konstituen
lisosomal dari aktivasi neutrofil seperti enzim bakterisidal dan protease
yang dapat menyebabkan peradangan pada jaringan dan kerusakan selama
extra celluler release (Kumar et al., 2011).
Kerusakan pada membran lisosomal biasanya memicu pelepasan
fosfolipase A2 yang menyebabkan hidrolisis fosfolipid untuk
memproduksi mediator inflamasi. Stabilisasi pada membran sel ini
menghambat lisis dan pelepasan isi dari sitoplasma yang ikut membatasi
kerusakan jaringan dan eksaserbasi dari respon inflamasi. Oleh karena itu,
diharapkan senyawa dengan aktivitas penstabil membran dapat
memberikan perlindungan secara signifikan pada membran sel dalam
melawan pelepasan zat – zat penyebab luka (Karunanithi, 2012).
2.7 Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-VIS yang terdiri dari dua komponen utama
yaitu spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan spektra
panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer merupakan alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi.
Spektrofotometer UV-VIS digunakan untuk mengukur energi secara relatif
bila energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Sedangkan spektrofotometri adalah suatu
metode yang didasarkan pada pengukuran energi cahaya tampak (visibel)
atau cahaya untraviolet (UV) oleh suatu senyawa sebagai fungsi panjang
gelombang (Day & Underwood, 2002).
2.8.1 Prinsip Dasar
Hukum yang mendasari spektrofotometri adalah hukum “Lambert-
Beer”. Bila sebagian cahaya monokromatis melalui suatu media yang
transparan maka akan bertambah turunnya intensitas cahaya yang
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dipancarkan sebanding dengan bertambahnya tebal dan kepekatan media
(Day & Underwood, 2002).
Keterangan: A = Absorbansi sampel
a = Absorbtivitas molar
b = Tebal kuvet
c = Konsentrasi sampel
2.8.2 Instrumentasi
Spektrofotometer UV-VIS pada umumnya tersusun dari dua
komponen, yaitu spektrometer (mengukur dan menghasilkan spektra
dengan panjang gelombang tertentu atau sinar monokromatis) dan
fotometer (pengukur daya kuat sinar monokromatis yang ditransmisikan
atau diabsorpsi) (Day & Underwood, 2002).
Berikut ini skema instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS :
Gambar 9. Skema Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS
[ Sumber : Day & Underwood, 2002 ]
a. Sumber Cahaya
Sumber cahaya mempunyai fungsi untuk memberikan energi pada
daerah panjang gelombang yang tepat untuk pengukuran dan
mempertahankan intensitas cahaya yang tetap selama pengukuran.
Spektrofotometer sinar tampak menggunakan lampu wolfarm dengan λ
A = a . b . c
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diatas 375 nm, sedangkan spektrofotometer UV menggunakan lampu
deuterium (D2) memiliki λ dibawah 375 nm. Sumber cahaya pada
spektrofotometer dibagi menjadi tiga bagian :
Sumber cahaya visibel dengan lampu Wolfram atau lampu Tungsten
Sumber cahaya UV dengan lampu deuterium (D2) atau lampu
hidrogen
Sumber cahaya inframerah dengan lampu Nernst atau lampu
Glowen (Day & Underwood, 2002).
b. Monokromator
Monokromator adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah
cahaya polikromatik menjadi cahaya monokromatik yang kemudian
dilewatkan pada celah sempit atau slit agar memungkinkan pemisahan
panjang gelombang yang diukur. Beberapa monokromator yang biasa
digunakan adalah prisma dan grating (Willard et al., 1988).
c. Kuvet
Kuvet adalah tempat disimpannya larutan contoh yang akan diukur
serapannya yang diletakkan pada jalan cahaya dari minokromator. Pada
saat cahaya monokromatis melalui kuvet, terjadi penyerapan sejumlah
tertentu cahaya, sedangkan sebagian lainnya diteruskan ke detektor (Day
& Underwood, 2002). Kuvet visibel dan UV yang khas mempunyai
panjang lintasan 1 cm, ada juga yang mempunyai ketebalan 0,1 cm
sampai 10 cm atau bahkan lebih (Willard et al., 1988).
d. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah energi cahaya yang
ditransmisikan atau diteruskan oleh kuvet, yang jatuh mengenainya
menjadi suatu besaran yang terukur. Detektor yang ideal harus mempunyai
kepekaan tinggi, dan responnya stabil pada daerah panjang gelombang
pengamatan (Day & Underwood, 2002).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Rekorder
Rekorder merupakan bagian akhir dalam alat ini. Sinyal listrik yang
dihasilkan pada detektor dapat dibaca pada rekorder dengan
mengkonversikannya ke dalam besaran absorban atau %T (Day &
Underwood, 2002).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai Bulan Maret hingga Bulan Mei 2015
di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Kimia Obat dan Laboratorium
Formulasi Sediaan Steril FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan adalah buah parijoto (Medinilla speciosa
Blume) dengan spesifikasi warna merah muda keunguan dan rasa asam
sepat yang berasal dari Desa Colo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Bahan
selanjutnya yang digunakan adalah sel darah merah yang diisolasi dari
whole blood (darah lengkap) yang masih segar dengan batas kadaluarsa 30
hari. Darah yang digunakan adalah golongan darah B dan diperoleh dari
PMI (Palang Merah Indonesia) DKI Jakarta. Sel darah merah yang
dibutuhkan untuk uji ini adalah sel darah yang belum mengalami lisis.
3.2.2 Bahan Kimia
Etanol 70%, kloroform, asam sulfat (H2SO4), pereaksi Dragendorff,
pereaksi Mayer, asam klorida (HCl), aquades, natrium klorida (NaCl), feri
klorida (FeCl3), amoniak (NH3), dinatrium hydrogen posfat dihidrat
(Na2HPO4. 2H2O), natrium dihidrogen posfat monohidrat (NaH2PO4.
H2O), natrium hidroksida (NaOH), natrium diklofenak (PT. Indofarma).
3.2.3 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan gelas
standar, tabung gelap, mikropipet Mettler Toledo 200 µL, mikropipet
Mettler Toledo 1000 µL, neraca analitik, vacuum rotary evaporator,
spatula, seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis, vial, waterbath,
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sentrifugator, tabung sentrifus, autoklaf, spuit, pH meter, vortex,
mikrotips, dan termometer.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Determinasi
Buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang digunakan pada
penelitian ini dilakukan determinasi terlebih dahulu di Herbarium
Bogoriense LIPI Bogor untuk menentukan apakah buah yang digunakan
pada penelitian ini benar jenis Medinilla speciosa Blume, suku
Melastomaceae, Parijoto.
3.3.2 Penyiapan Bahan
Buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang digunakan pada
penelitian ini diambil pada Bulan Desember 2014 dari Desa Colo,
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Buah parijoto disortasi untuk dipisahkan
dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing sehingga dapat mengurangi
jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan uji, kemudian dicuci
dengan air mengalir dan dikering anginkan hingga tidak terdapat sisa air.
Buah segar yang telah didapatkan kemudian dihaluskan dengan blender
dan dilakukan ekstraksi.
3.3.3 Pembuatan Ekstrak
Buah segar parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang telah
dihaluskan dimaserasi dengan etanol 70% selama 48 jam, dan dilakukan
secara terus menerus hingga hasil maserasi atau maserat yang diperoleh
hampir jernih. Hasil maserasi kemudian diuapkan dengan menggunakan
alat vacuum rotary evaporator pada suhu 400C hingga didapatkan ekstrak
kental dengan kadar air kurang dari 10% yang merupakan ekstrak kasar.
3.3.4 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak kasar yang telah
diperoleh. Uji penapisan fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid,
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
flavonoid, saponin, tanin, glikosida, dan terpenoid. Berikut prosedur
masing-masing pengujian.
I. Identifikasi senyawa alkaloid
Ekstrak ditimbang 10 mg, lalu ditambahkan 10 mL kloroform diaduk
rata. Campuran disaring dan dimasukkan kedalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 0,5 mL H2SO4 1 M dan dikocok baik-baik,
dibiarkan beberapa saat. Lapisan atas yang jernih dipipet kedalam 2
tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff dan
tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila
menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi
Drogendorf dan endapan putih dengan pereaksi Mayer (Guevara, 1985
dalam Wachidah, 2013).
II. Identifikasi Senyawa Flavonoid
Ekstrak parijoto ditetesi dengan larutan NaOH. Adanya perubahan
menjadi warna kuning dan ketika ditambahkan larutan asam warna
menjadi pudar menunjukkan hasil positif adanya flavonoid (Tiwari et al.,
2011).
III. Identifikasi Senyawa Saponin
Uji Forth
Ekstrak ditimbang 10 mg, lalu ditambahkan 10 ml air panas.
Selanjutnya dikocok kuat selama 10 detik, akan terbentuk buih yang
mantap setinggi 1-10 cm selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 1 tetes
HCl 2N dan diamati (Guevera, 1985 dalam Wachidah, 2013).
IV. Identifikasi Senyawa Tanin
0,5 g ekstrak direbus dalam 10 mL air dalam tabung reaksi dan
disaring, kemudian ditambahkan beberapa tetes FeCl3 0,1% dan diamati,
positif jika terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman (Ayoola
et al., 2008).
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
V. Identifikasi Senyawa Glikosida
Metode Keller-Killiani
Ekstrak sebanyak 10 mg ditambahkan 3 ml pereaksi FeCl3 kemudian
diaduk dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Diteteskan 1 ml larutan
asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi. Biarkan campuran
beberapa lama sehingga terbentuk warna merah kecoklatan, yang mungkin
berubah menjadi biru atau lembayung. Perubahan tersebut menunjukkan
reaksi positif terhadap 2-deoksi-gula (Guevera, 1985 dalam Wachidah,
2013).
VI. Identifikasi Terpenoid
Sebanyak 0,5 g ekstrak ditimbang kemudian ditambahkan 2 ml
kloroform. Sebanyak 3 ml H2SO4 ditambahkan dengan hati-hati untuk
membentuk lapisan. Perubahan warna menjadi coklat kemerahan yang
terdapat pada antar lapisan mengindikasikan adanya terpenoid (Ayoola et
al., 2008).
3.3.5 Pengamatan Organoleptis
Organoleptis ekstrak dinyatakan melalui pengamatan dengan panca
indera, mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa ekstrak (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2000).
3.3.6 Uji Kadar Air
Parameter non spesifik kadar air dilakukan terhadap ekstrak kasar.
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dalam wadah yang telah ditara.
Kemudian dikeringkan pada suhu 1050C selama lima jam dan ditimbang.
Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak satu jam sampai
perbedaan antara dua penimbangan berturut – turut tidak lebih dari 0,25%
(Depkes RI, 2000)
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.7 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit
3.3.7.1 Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan
a. Pembuatan Dapar Posfat (0,15 M pH 7,4)
Sebanyak 2,67 gram dinatrium hidrogen posfat dihidrat (Na2HPO4.
2H2O) dilarutkan dalam 100 mL aquades. Kemudian sebanyak 2,07 gram
natrium dihidrogen posfat monohidrat (NaH2PO4. H2O) dilarutkan dalam
100 mL aquades. Kemudian 81 mL larutan Na2HPO4. 2H2O (0,15 M)
dicampurkan dengan 19 mL NaH2PO4. H2O (0,15 M) pada suhu ruang
(Ruzin, 1999). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf 1210C.
b. Pembuatan Larutan Isosalin
Sebanyak 0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar posfat 0,15 M pH
7,4 kemudian di add hingga volumenya 100 mL (Kumar et al., 2011 dan
Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf
1210C selama 15 menit.
c. Pembuatan Larutan Hiposalin
Sebanyak 0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar posfat 0,15 M pH
7,4 kemudian di add hingga volumenya 100 mL (Kumar et al., 2011 dan
Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf
1210C selama 15 menit.
d. Penyiapan Konsentrasi Sampel Uji dan Natrium Diklofenak
Sebanyak 500 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 mL etanol 70% lalu
diencerkan dengan isosalin sampai 50 mL (10000 ppm) pada suhu ruang,
selanjutnya encerkan larutan tersebut menjadi 50, 100, 500, dan 1000 ppm,
masing – masing seri konsentrasi dibuat triplo. Kemudian 5 mg natrium
diklofenak dilarutkan dalam 1 mL etanol 70% lalu diencerkan dengan
isosalin sampai 50 mL (100 ppm) pada suhu ruang.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.7.2 Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah
Darah yang telah diperoleh dari PMI (Palang Merah Indonesia)
dimasukkan ke dalam tabung sentrifus sebanyak 10 mL. Selanjutnya
disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu ruang.
Supernatan yang dihasilkan dipisahkan, kemudian residu yang dihasilkan
dicuci kembali dengan menggunakan larutan isosalin dan disentrifus
kembali. Proses tersebut diulangi sebanyak tiga kali hingga larutan isosalin
berwarna jernih (Oyedapo et al., 2010). Lalu dibuat suspensi sel darah
merah 10% dengan mencampurkan 2 mL sel darah merah dengan 18 mL
larutan isosalin (Saleem et al., 2011).
3.3.7.3 Pengujian Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah
Parijoto terhadap Stabilisasi Membran Eritrosit
a. Pembuatan Larutan Uji
Dibuat larutan uji dengan mencampurkan 1 mL larutan sampel, 1 mL
dapar posfat, 2 mL hiposalin dan 0,5 mL suspensi 10% sel darah merah.
b. Pembuatan Larutan Kontrol Positif
Dibuat dengan mencampurkan 1 mL larutan natrium diklofenak, 1
mL dapar posfat, 2 mL hiposalin dan 0,5 mL suspensi 10% sel darah
merah.
c. Pembuatan Larutan Kontrol Larutan Uji
Dibuat dengan mencampurkan 1 mL larutan sampel, 1 mL dapar
posfat, 2 mL hiposalin dan 0,5 mL larutan isosalin.
d. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif
Dibuat dengan mencampurkan 1 mL isosalin, 1 mL dapar posfat, 2
mL hiposalin dan 0,5 mL suspensi 10% sel darah merah.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setiap larutan kemudian diinkubasi pada suhu 560C selama 30 menit
dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.
Cairan supernatan yang diperoleh mengandung hemoglobin, cairan
tersebut diambil dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 560
nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Oyedapo et al.,
2010).
Hasil absorbansi kemudian dimasukkan kedalam rumus berikut ini :
% Stabilitas membran :
=100
3.3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan SPSS dengan uji One-
Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk uji normalitas dan Test of
Homogeneity of Variances untuk uji homogenitas. Jika data terdistribusi
normal dan homogen maka dilanjutkan dengan Uji Analisis of Varian
(ANOVA) satu arah dengan taraf kepercayaan 95% sehingga dapat
diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika
terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) dengan metode LSD.
37
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Hasil Penelitian
4.1.8 Hasil Determinasi
Hasil determinasi sampel tumbuhan dari Herbarium Bogoriense LIPI
Bogor pada tanggal 30 januari 2015 menunjukkan bahwa sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah benar jenis Medinilla speciosa
Blume, suku Melastomaceae, Parijoto (Lampiran 1).
4.1.9 Hasil Ekstraksi
Sebanyak 1950 gram buah segar parijoto diekstraksi menggunakan
15 liter etanol 70% didapatkan ekstrak kental sebanyak 54,409 gram
dengan persentase rendemen sebagai berikut.
Berat Sampel Awal : 1950 gram
Berat Ekstrak : 54,409 gram
% Rendemen =
= m
= 2,79%
4.1.10 Hasil Uji Penapisan Fitokimia
Ekstrak yang telah diperoleh kemudian dilakukan uji penapisan
fitokimia (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Buah
Parijoto.
No Metabolit Sekunder Hasil Keterangan/Visualisasi
1 Alkaloid - Tidak terdapat endapan
2 Flavonoid + Kuning kecoklatan jadi pudar
3 Saponin + Busa stabil selama 10 menit
4 Tanin + Terlihat warna biru kehitaman
5 Glikosida + Terlihat warna merah kecoklatan
6 Terpenoid - Tidak terjadi perubahan warna
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa ekstrak etanol 70% buah
parijoto mengandung metabolit sekunder berupa flavonoid, saponin,
tanin, dan glikosida.
4.1.11 Hasil Pengamatan Organoleptis
Secara organoleptik ekstrak etanol 70% buah parijoto berupa ekstrak
kental, berbau aromatik, berwarna coklat kemerahan, dan terasa pahit.
4.1.12 Hasil Uji Kadar Air
Uji kadar air dilakukan terhadap ekstrak kasar buah parijoto.
Rata-rata kadar air :
=
4.1.13 Hasil Uji Efek Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Ekstrak Kasar
Buah Parijoto
Untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi secara in vitro dapat
dilakukan dengan salah satu metode stabilisasi membran sel darah merah
atau juga sering disebut Metode Stabilisasi Membran HRBC (Human Red
Blood Cell). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat
Spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 560 nm, karena
pada panjang gelombang tersebut dapat terukur serapan hemoglobin yang
terdapat dalam larutan uji. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan
yang telah dilakukan, didapatkan persentase stabilisasi membran sel darah
merah pada tabel 2 dan gambar 10 serta untuk perhitungan terdapat pada
lampiran 9.
Bobot Awal : 1,001 gram
Bobot Akhir : 0,94 gram
Kadar Air 1 :
= Bobot Aw l – Bobot Akhi
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙 𝑥
= 𝑔𝑟𝑎𝑚− 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥
= 6,193%
Bobot Awal : 1,000 gram
Bobot Akhir : 0,92 gram
Kadar Air 2 :
= Bobot Aw l – Bobot Akhi
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙 𝑥
= 𝑔𝑟𝑎𝑚− 2 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥
= 8,000%
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2. Nilai absorbansi dan persentase stabilitas membran sel darah merah
dari larutan uji, kontrol positif pada konsentrasi 100 ppm, dan kontrol
negatif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik.
Larutan A Larutan A %S Rata-rata %S
Uji 1
(Ekstrak 50
ppm)
0,988
Kontrol
Uji 1
0,012 11,06
10,63 ± 1,15 0,979 0,008 11,51
1,003 0,008 09,33
Uji 2
(Ekstrak 100
ppm)
0,907
Kontrol
Uji 2
0,014 18,62
18,32 ± 1,21 0,924 0,013 16,98
0,900 0,015 19,35
Uji 3
(Ekstrak 500
ppm)
0,759
Kontrol
Uji 3
0,040 34,48
33,08 ± 1,51 0,772 0,020 31,47
0,782 0,050 33,29
Uji 4
(Ekstrak
1000 ppm)
0,514
Kontrol
Uji 4
0,080 60,45
60,78 ± 0,66 0,505 0,083 61,54
0,518 0,083 60,36
Uji 5
(Natrium
Diklofenak
100 ppm)
0,474
Kontrol
Uji 5
0,015 58,17
59,87 ± 2,27 0,492 0,080 62,45
0,479 0,029 58,99
Uji 6 (Kontrol Negatif)
1,026
1,097 1,073
1,193
Keterangan :
A : Absorbansi
%S : Persentase Stabilitas
Persentase stabilitas membran sel darah merah dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
% Stabilitas Membran :
= 100 –{ 𝐴𝑏𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑢𝑗𝑖−𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖
𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑥
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 10. Rata-rata persentase stabilisasi membran sel darah merah dari larutan
uji dan kontrol positif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik
Berdasarkan perhitungan persentase stabilisasi membran sel darah
merah menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak
meningkat pula persentase stabilisasi membran sel darah merah. Ekstrak
dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki persentase tertinggi, artinya pada
konsentrasi 1000 ppm ekstrak etanol 70% buah parijoto memiliki potensi
sebagai anti inflamasi, karena persentase stabilitas sel darah merah pada
konsentrasi tersebut identik dengan natrium diklofenak sebagai kontrol
positif. Dapat dilihat bahwa ekstrak dengan konsentrasi 50, 100, dan 500
ppm memiliki rentang yang cukup jauh dengan kontrol positif (natrium
diklofenak). Hal ini memperlihatkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 50,
100, dan 500 ppm tidak cukup baik dalam menstabilkan membran sel
darah merah.
4.1.14 Hasil Analisa Statistik
Hasil data persentase stabilisasi membran sel darah merah ekstrak
etanol 70% buah parijoto pada konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm
dilakukan uji statistik menggunakan SPSS yaitu uji normalitas dan
homogenitas. Hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk uji
normalitas dan Test of Homogeneity of Variances untuk uji homogenitas
0
10
20
30
40
50
60
70
10,63
18,31
33,08
60,78 59,87
Per
sen
tase
Sta
bil
tas
(%)
Rata-rata %S
Uji 1 (50 ppm)
Uji 2 (100 ppm)
Uji 3 (500 ppm)
Uji 4 (1000 ppm)
Uji 5 (Na Diklofenak
100 ppm)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menunjukkan bahwa data nilai persentase stabilitas membran sel darah
merah terdistribusi normal dan homogen (p≥0,05).
Tabel 3. Nilai rata-rata persentase stabilitas membran sel darah
merah ekstrak etanol 70% buah parijoto dengan beberapa seri
konsentrasi dan natrium diklofenak pada konsentrasi 100 ppm
Larutan Uji Rata-rata Persentase Stabilitas (%)
Uji 1 (Ekstrak 50 ppm) 10,63
Uji 2 (Ekstrak 100 ppm) 18,32
Uji 3 (Ekstrak 500 ppm) 33,08
Uji 4 (Ekstrak 1000 ppm) 60,78
Uji 5 (Na Diklofenak 100 ppm) 59,87
Hasil analisa statistik dengan menggunakan ANOVA menunjukkan
bahwa persentase stabilitas pada masing-masing uji berbeda secara
bermakna (p<0,05), kemudian dilanjutkan dengan uji LSD atau beda nyata
terkecil terhadap persentase stabilitas kelompok. Hasil uji LSD
menunjukkan ekstrak pada konsentrasi 1000 ppm berbeda secara
bermakna dengan ekstrak pada konsentrasi 50, 100, dan 500 ppm, namun
tidak berbeda secara bermakna atau identik dengan kontrol positif yaitu
natrium diklofenak.
4.3 Pembahasan
4.2.1 Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia
Metode ekstraksi yang digunakan pada buah parijoto adalah metode
ekstraksi maserasi. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi cara
dingin yang memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total, yaitu
memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil
yang terdapat pada sampel (Istiqomah, 2013). Maserasi adalah proses
pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi,
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan (Depkes RI, 2000).
Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia
dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi
(difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu
maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian
dalam sel dengan masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi
segera berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan
pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan
konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat didalam cairan. Sedangkan
keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunannya perpindahan
bahan aktif. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan
pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigh, 1994).
Hasil maserasi buah parijoto diperoleh ekstrak sebanyak 54,409
gram dengan nilai rendemen 2,79%. Kecilnya nilai rendemen yang
diperoleh kemungkinan karena sampel yang digunakan adalah sampel
segar, jadi kandungan air yang terdapat dalam sampel masih banyak.
Terdapat beberapa faktor juga yang mempengaruhi ekstraksi diantaranya
adalah metode ekstraksi, ukuran partikel, kondisi dan waktu penyimpanan,
lama ekstraksi, perbandingan jumlah sampel dan pelarut, serta jenis pelarut
yang digunakan.
Ekstrak buah parijoto yang telah diperoleh dilakukan uji penapisan
fitokimia. Penapisan fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
adanya kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam sampel, seperti
flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida dan terpenoid. Hasil
penapisan fitokimia menunjukkan bahwa buah parijoto mengandung
saponin, glikosida, flavonoid dan tanin, namun tidak terdapat kandungan
metabolit sekunder alkaloid dan terpenoid. Hasil penapisan fitokimia
tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wachidah,
2013.
Uji positif tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru
kehitaman (tanin terhidrolisis) atau biru kehijauan (tanin terkondensasi)
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
saat direaksikan dengan FeCl3. Berdasarkan hasil penapisan fitokimia
kandungan tanin terdapat perubahan warna menjadi biru kehitaman pada
ekstrak. Tanin yang terdapat pada buah ini adalah tanin terhidrolisis
(Ayoola et al, 2008).
Uji saponin dalam ekstrak dapat digunakan uji Forth. Hasil
penapisan fitokimia, diketahui bahwa buah parijoto memiliki kandungan
saponin yang ditandai dengan terbentuknya busa apabila dikocok dan
apabila didiamkan selama sepuluh menit busa tetap stabil (Guevera, 1985
dalam Wachidah,2013).
Uji selanjutnya adalah uji flavonoid, buah parijoto menunjukkan
hasil yang positif ditandai dengan terbentuk warna kuning dan ketika
ditambahkan larutan asam warna menjadi pudar. Flavonoid merupakan
senyawa polifenol yang banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhan (Tiwari
et al, 2011).
Uji glikosida dilakukan berdasarkan gugus gulanya dengan metode
Keller-Kiliani. Glikosida merupakan senyawa yang terbentuk dari gugus
non-gula (aglikon) dan gugus gula (glikon). Uji glikosida yang telah
dilakukan, terjadi perubahan warna menjadi merah kecoklatan
menunjukkan bahwa buah parijoto mengandung glikosida (Guevera, 1985
dalam Wachidah,2013).
Ekstrak yang telah didapatkan juga dilakukan uji kadar air. Uji kadar
air penting untuk dilakukan karena jika kandungan air dalam ekstrak
terlalu banyak maka kemungkinan mikroba untuk tumbuh akan besar
sehingga akan mempengaruhi kualitas ekstrak. Hasil untuk uji kadar air
menunjukkan bahwa ekstrak yang didapatkan mengandung 7,097% air,
yang mana hasil tersebut tidak melebihi kadar yang diperbolehkan
berdasarkan literatur yaitu tidak melebihi 10% (Depkes RI, 2000)
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah
Pada penelitian ini sel darah merah yang digunakan adalah sel darah
merah yang diisolasi dari darah yang diperoleh dari PMI (Palang Merah
Indonesia). Darah yang digunakan juga bisa diambil secara langsung dari
volunter, tetapi dalam hal ini metode tersebut kurang efektif, misalnya jika
diambil langsung dari volunter darah harus segera ditambahkan anti
koagulan agar darah tidak menggumpal pada saat penyimpanan. Apabila
anti koagulan yang digunakan tidak sebanding dengan darahnya, misal anti
koagulan (Na2EDTA) yang digunakan berlebih maka akan menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel darah merah. Sel darah merah akan
mengalami krenasi atau pengkerutan akibat anti koagulan yang bersifat
hiperosmolar (Wirawan, 2004). Cara ini juga tidak efisien artinya pada
setiap akan dilakukan uji darah harus diambil terlebih dahulu dari volunter,
sedangkan uji yang dilakukan lebih dari satu kali, oleh karena itu pada
penelitian ini darah yang digunakan adalah darah yang berasal dari PMI
yang sudah mengandung anti koagulan. Pada penelitian ini anti koagulan
secara spesifik tidak mepengaruhi uji karena cara kerja anti koagulan
adalah dengan cara mengikat kalsium dan menghambat agregasi trombosit
dengan cara menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan
(Riswanto, 2010), sehingga tidak mempengaruhi sel darah merah.
Metode stabilisasi membran sel darah merah adalah salah satu
metode yang dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi
secara in vitro. Metode ini dapat digunakan karena membran sel darah
merah tersebut analog dengan membran lisosom dan stabilisasi membran
sel darah merah tersebut dapat menyiratkan bahwa terjadi juga stabilisasi
pada membran lisosom. Stabilisasi membran lisosom penting dalam
membatasi respon inflamasi dengan mencegah pelepasan kandungan
lisosom dari aktivasi neutrofil seperti enzim protease yang menyebabkan
peradangan pada jaringan dan cairan ekstraseluler. Beberapa NSAID
diketahui memiliki sifat stabilisasi membran yang dapat berkontribusi pada
potensi efek anti inflamasi (Kumar et al., 2012). Persentase stabilisasi atau
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bisa juga disebut stabilitas adalah ukuran untuk melihat kemampuan suatu
sampel untuk menstabilkan membran sel darah merah yang didapatkan
dari perbandingan serapan antara absorbansi larutan uji dengan absorbansi
kontrol negatif (Oyedapo et al., 2010).
Mekanisme stabilisasi membran sel darah merah dapat dilihat ketika
diberikan stres hipotonik dan stres oksidatif, salah satu penyebab stres
oksidatif adalah induksi panas (Hillman et al.,2011). Suhu yang digunakan
untuk inkubasi atau induksi panas pada penelitian ini adalah 560C, karena
pada suhu tersebut diharapkan dapat terjadi lisis yang optimal. Optimasi
yang telah dilakukan sebelumnya yaitu menggunakan suhu 370C untuk
inkubasinya menghasilkan data absorbansi pada spektrofotometer UV-Vis
yang kurang baik, dalam hal ini data absorbansi yang didapat pada larutan
uji rata-rata mirip dengan larutan kontrol larutan uji serta data tidak
terdistribusi secara homogen (lampiran 6). Diasumsikan bahwa dengan
didapatkannya data absorbansi tersebut maka induksi dengan
menggunakan larutan hipotonik dan suhu inkubasi pada 370C masih belum
optimal, oleh karena itu dioptimasi dengan menggunakan suhu inkubasi
yaitu 560C sebagai induksi panas.
Stres oksidatif adalah keadaan dimana jumlah radikal bebas atau
senyawa pengoksidasi di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk
menetralkannya (Kumar, 2011). ROS (reactive oxygen species) adalah
senyawa pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang
terdiri atas kelompok radikal bebas dan kelompok nonradikal. Kelompok
radikal bebas antara lain superoxide anion, hydroxyl radicals, dan peroxyl
radicals sedangkan nonradikal misalnya hydrogen peroxide (H2O2), dan
organic peroxides (ROOH) (Halliwell and Whiteman, 2004). ROS
menyebabkan terganggunya keseimbangan antara aktivitas oksidasi dan
anti oksidan yang menyebabkan peroksidasi lemak, kerusakan oksidatif
dari protein dan DNA dan molekul biologis (Mujahid et al., 2006). Selama
induksi panas glutathione peroksidase (anti oksidan enzimatik) meningkat
secara signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa induksi panas
menyebabkan stres oksidatif (Halliwell and Whiteman, 2004). Radikal
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bebas dan senyawa oksigen reaktif yang diproduksi dalam jumlah yang
normal, penting untuk fungsi biologis, seperti sel darah putih yang
menghasilkan H2O2 untuk membunuh beberapa jenis bakteri dan jamur
serta pengaturan pertumbuhan sel, namun ia tidak menyerang sasaran
spesifik, sehingga ia juga akan menyerang asam lemak tidak jenuh ganda
dari membran sel, organel sel, atau DNA, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan struktur dan fungsi sel (Winarsi, 2007). Berdasarkan penelitian
ini lisis dari sel darah merah dapat dijadikan ukuran untuk melihat
aktivitas anti inflamasi dilihat dari besar atau kecilnya lisis yang terjadi
akibat induksi panas dan larutan hipotonik.
Kestabilan membran sel darah merah dapat dilihat dari besar
kecilnya nilai absorbansi pada larutan uji, karena pada larutan uji terdapat
hemoglobin akibat dari lisisnya sel darah merah. Nilai absorbansi yang
kecil menandakan lisis yang terjadi juga sedikit, sebaliknya jika nilai
absorbansinya besar maka lisis yang terjadi juga banyak. Absorbansi dari
larutan uji dapat dilihat menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis
dengan panjang gelombang 560 nm, karena pada panjang gelombang
tersebut dapat terukur nilai absorbansi hemoglobin yang terdapat pada
larutan uji. Berdasarkan prinsip tersebut aktivitas anti inflamasi dari
ekstrak buah parijoto dapat dilihat dari penurunan nilai absorbansi pada
campuran larutan uji dan dibandingkan dengan nilai absorbansi kontrol
positif. Aktivitas anti inflamasi ekstrak dapat dikatakan bagus apabila nilai
absorbansinya mendekati atau sama dengan kontrol positif, dan akan lebih
baik jika nilai absorbansi ekstrak lebih kecil daripada kontrol positif.
Aktivitas anti inflamasi ekstrak tidak dilihat dari nilai absorbansinya saja,
perlu dilakukan perhitungan persentase penghambatan lisis sel darah
merah dengan menggunakan rumus persentase stabilitas. Nilai persentase
stabilitas ekstrak yang mendekati atau melebihi kontrol positif dapat
dikatakan bagus karena memiliki aktivitas anti inflamasi yang sama atau
lebih daripada kontrol positif.
Natrium diklofenak digunakan sebagai kontrol positif karena
merupakan obat antiinflamasi non steroid yang memiliki aktivitas anti
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
inflamasi yang besar karena dapat mencegah pelepasan (bukan sintesis)
mediator anti inflamasi (Gilman et al., 1985 dalam Lutfiana, 2013).
Natrium dikofenak juga dipilih kerena merupakan obat anti inflamasi non
steroid yang banyak digunakan dan mudah didapatkan. Konsentrasi
natrium diklofenak yang digunakan adalah 100 ppm, karena berdasarkan
penelitian Mittal et al., 2013 pada konsentrasi tersebut natrium diklofenak
dapat menghambat lisis sel darah merah sebesar 57%. Penelitian lain juga
dilakukan oleh Leelaprakash dan Mohan 2010 serta Prakatindih 2014,
pada konsentrasi 100 ppm natrium diklofenak juga menghambat lisis sel
darah merah berturut-turut sebesar 51% dan 55,58%.
Hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan
persentase stabilitas ekstrak pada konsentrasi 50 ppm sebesar 10,63%,
konsentrasi 100 ppm sebesar 18,32%, konsentrasi 500 ppm sebesar
33,08%, dan konsentrasi 1000 ppm sebesar 60,78%. Dilihat dari hasil
persentase stabilitasnya dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatnya
konsentrasi ekstrak meningkat pula potensi ekstrak dalam menstabilkan
membran sel darah merah, artinya potensi anti inflamasinya juga semakin
meningkat. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada menunjukkan
bahwa dengan semakin meningkatnya kadar atau konsentrasi suatu ekstrak
maka meningkat pula aktivitasnya sebagai obat. Ekstrak dengan
konsentrasi 1000 ppm memiliki persentase stabilitas yang tinggi, hal ini
sebanding dengan persentase stabilitas dari natrium diklofenak yaitu
sebesar 59,87%. Ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki potensi
sebagai anti inflamasi karena nilai persentase stabilitasnya tidak berbeda
secara bermakna atau identik dengan kontrol positif yaitu natrium
diklofenak. Hal tersebut ditunjang dengan analisa statistik dimana ekstrak
dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki nilai signifikansi yang lebih dari
0,05 dibandingkan dengan ekstrak dengan konsentrasi 50 ppm, 100 ppm,
dan 500 ppm tetapi sebanding dengan nilai signifikansi natrium diklofenak
sebagai kontrol positif. Dilihat dari segi efisiensi, natrium diklofenak
dengan konsentrasi 100 ppm mampu menghambat lisis sel darah merah
sebesar 59,87%, sedangkan pada ekstrak dengan konsentrasi 100 ppm
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hanya mampu menghambat lisis sel darah merah sebesar 18,32%. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 100 ppm belum mampu
menghambat lisis sel darah merah dengan baik jika dibandingkan dengan
natrium diklofenak, namun ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm dapat
menghambat lisis sel darah merah sebanding dengan natrium diklofenak.
Kerusakan pada membran lisosomal biasanya memicu pelepasan
fosfolipase A2 yang menyebabkan hidrolisis fosfolipid untuk
memproduksi mediator inflamasi. Stabilisasi membran pada sel darah
merah ini dapat menghambat lisis dan pelepasan isi dari sitoplasma yang
dalam hal ini dianalogkan dengan lisosom yang dapat membatasi
kerusakan jaringan dan eksaserbasi dari respon inflamasi. Oleh karena itu,
diharapkan senyawa dengan aktivitas penstabil membran dapat
memberikan perlindungan secara signifikan pada membran lisosom dalam
membatasi pelepasan zat–zat penyebab luka (Karunanithi, 2012). Senyawa
dengan sifat menstabilkan sel darah merah atau menstabilkan lisosom
dikenal karena kemampuannya untuk mengganggu proses awal fase reaksi
inflamasi, yaitu pelepasan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 berfungsi
merubah fosfolipid dalam membran sel menjadi asam arakidonat, yang
sangat reaktif dan cepat dimetabolisme oleh siklooksigenase (sintesis
prostaglandin). Prostaglandin merupakan komponen utama yang
menyebabkan nyeri dan peradangan (Kumar et al., 2012)
Diketahui bahwa buah parijoto mengandung metabolit sekunder
berupa saponin, glikosida, flavonoid dan tanin serta memiliki aktivitas
sebagai anti oksidan (Wachidah, 2013). Efek anti inflamasi telah diamati
pada flavonoid serta tanin. Flavonoid seperti quersetin diketahui efektif
dalam mengurangi peradangan akut. Flavonoid tertentu memiliki aktivitas
penghambatan yang kuat terhadap berbagai enzim seperti protein kinase c,
protein tirosin kinase, fosfolipase A2, fosfodiesterase dan lain-lain. Efek
anti inflamasi dari ekstrak mungkin karena adanya kandungan metabolit
sekunder seperti flavonoid, tanin, dan lain-lain baik secara tunggal ataupun
dalam kombinasi (Kumar et al., 2012).
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aktivitas anti inflamasi erat hubungannya dengan aktivitas anti
oksidan. Stres oksidatif dapat mempengaruhi kestabilan membran sel
darah merah yang dianalogikan dengan membran lisosom dapat dicegah
dengan adanya anti oksidan. Sel darah merah yang diberi induksi panas
dan stres hipotonik akan menyebabkan stres oksidatif yang dapat
mengganggu kestabilan biomembrannya dan dapat menyebabkan oksidasi
lipid dan protein sehingga memicu kerusakan membran yang ditandai
dengan hemolisis (Kumar, 2011 dalam Prakatindih, 2014). Diduga
kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak tersebut dapat
menstabilkan membran sel darah merah karena aktivitasnya sebagai anti
oksidan (Awe et al., 2009).
Metabolit sekunder yang diduga memiliki peranan penting dalam
menstabilkan sel darah merah adalah flavonoid, saponin dan tanin.
Berdasarkan penelitian Oyedapo et al., 2012 dilaporkan bahwa saponin
dan flavonoid dapat menstabilkan membran lisosom baik secara in vivo
maupun in vitro, sedangkan tanin dan saponin diketahui memiliki
kemampuan untuk mengikat kation, sehingga menstabilkan membran
eritrosit dan makromolekul biologi lainnya (Oyedapo et al., 2012).
50
50 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Ekstrak etanol 70% buah parijoto memiliki aktivitas sebagai anti
inflamasi secara in vitro.
2. Ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki aktivitas anti
inflamasi paling tinggi.
3. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol 70% buah parijoto semakin
tinggi pula aktivitasnya sebagai anti inflamasi.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi
optimum pada ekstrak yang memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa
metabolit sekunder spesifik pada ekstrak yang memiliki aktivitas
sebagai anti inflamasi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas anti
inflamasi secara In Vivo.
51
51 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karnunika
Anggana, Alvian Febry. 2011. Kajian etnobotani masyarakat di sekitar Taman
nasional gunung merapi (studi kasus di desa umbulharjo, sidorejo,
wonodoyo dan ngablak). Bogor : IPB.
Anonim. http://abba.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku5/5-
062.pdf diakses pada tanggal 1 November 2014
Ayoola, GA., et al. 2008. Phytochemical screening and antioxidant Activities of
some selected medicinal plants used for malaria therapy in southwestern
Nigeria. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, September 2008;
7(3): 1019-1024.
Awe, E.O., Makinde. J.M., Adeloye, O.A., Banjoko, S.O. 2009. Membrane
stabilizing activity of Russelia equisetiformis, Schlecht & Chan. Journal of
Natural Products, Vol. 2(2009):03-09
Boyd, W. (1971). An Introduction to the Study of Disease. Ed 6. Philadelphia: Lea
& Febiger. Halaman 96- 1 01 .
Campbell, W.B. (1991). Lipid-Derived Autacoids : Eicosanoids and Platelet-
Activating Factor. Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological
Basis of Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. et al. New York:
Pergamon Press. Vol. I. Halaman 600-602, 605-606, 61 1.
Chairul. 2003. Identifikasi Secara Cepat Bahan Bioaktif Pada Tumbuhan
di Lapangan. Berita Biologi 6 (4) ; 621-630
Chippada S.C., Volluri S.S., Bammidi S.R., dan Vangalapti M. 2011. In Vitro Anti
Inflamatory Activity of Methanolic Extract of Centella Asiata by HRBC
Membran Stabilisation. RASAYAN J.Chem 4 : 2, 457-460
Chowdhury, Amin., Azam, Shofiul., Jainul, Mohammed Abdullah., Faruq, Kazi
Omar., and Islam, Atiqul. 2014. Antibacterial Activities and In Vitro Anti-
Inflammatory (Membrane Stability) Properties of Methanolic Extracts of
Gardenia coronaria Leaves
Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology 3th Edition. Philadephia
: Lippincort Williams & Wilkins ; 138-143
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Jakarta: Diktorat Jendral
POM–Depkes RI.
Farida, Y., Wahyudi, P.S., Wahono, S., & Hanafi, M. 2012. Flavonoid Glycoside
from the Ethyl Acetate Extraction of Keladi Tikus Typhonium Flagelliforme
(Lodd.) Blume Leaves. Asian Journal of Natural & Applied Sciences 1 (4):
16-21
Fransworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plant,
Jour. Pharm. Soi., 55 (3) : 225-265
Garrison, I.C. (1991). Histamine, Bradykinin, 5-Hydroxy-tryptamine, and their
Antagonist. Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of
Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. et al. New York: Pergamon Press.
Vol. I. Halaman 579-580,588,593.
Gilman, A.G., Theodore, W.R., Alan, S.N., Palmer, T. 2008. Goodman and
Gilman’s : The pharmalogical basis of therapeutic, 18th
Ed, Vol.II. USA :
McGraw-Hill, 638-669, 1685
Goodman and Gilman. 2006. The Pharmacological Basis of Therapeutics
Eleventh Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc: United States Of
America
Guevera, B. Q., Recio, B.V. 1985. Phytochemical, Microbiological and
Pharmacological Screening of Medicinal Plants. Manila : UST Printing
Office
Halliwell, Barry and Whiteman, Matthew. 2004. Measuring reactive species and
oxidative damage in vivo and in cell culture: how should you do it and what
do the results mean? British Journal of Pharmacology 142, 231–255
Hillman, Angela R., Vince, Rebecca V., Taylor, Lee., McNaughton, Lars.,
Mitchell Nigel., and Siegler, Jason. 2011. Exercise-induced dehydration
with and without environmental heat stress results in increased oxidative
stress. NRC Research Press. 36: 698–706 (2011)
Hirschelmann, R. (1991). Nichtsteroidale Antiphlogistika. Med. Mo. Pharm., 4:
104.
Insel, P.A. (1991). Analgesic-Antipyretics and Antiinflammatory Agents: Drugs
Employed in the Treatment of Rheumatoid Arthritis and Gout. Dalam:
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8.
Editor: Gilman, A.G. etal. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman
639,648,665,667.
Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi
terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti Fructus)
Karamian, Roya dan Ghasemlou, Fatemeh. 2013. Screening of total phenol and
flavonoid content, antioxidant and antibacterial activities of the methalonic
extract of three Silence species from Iran. International Journal of
Agriculture and Crop Science, 5 (3) : 305-312
Karunanithi M, C., David R, M., Jagadeesan, dan S. Kavimani. 2012.
Comparative GCMs Analysis and In Vitro Screening of Four Species of
Mucuna. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 5(4);
239-243
Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi II. Jakarta: Salemba
Medika.
Kee J.L and Hayes E.R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : EGC
Korolkovas, A. (1988). Essentials of Medicinal Chemistry. Ed 2. New York: A
Wiley lnterscience Publ. Halaman 1052-1053.
Kumar N, Sampath. 2011. Evaluation of RBC Membran Stabilitzation and
Antioxidant of Bombax Ceiba in An In Vitro Methode. International Journal
Of Pharma and Bio Sciences 2 : 1
Kumar, S. & Vivek KR. 2011. In Vitro Anti Arthritic Activity of Isolated
Fractions from Methanolic Extract of Asystasia dalzelliana Leaves. Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 4 (3) : 5253
Kumar, Vijender., Bhat, Zulfiqar Ali., et al. 2012. Evaluation of anti-
inflammatory potential of leaf extracts of Skimmia anquetilia. Asian Pacific
Journal of Tropical Biomedicine, 2(8): 627-630
Kumar, Vijender., Bhat, Zulfiqar Ali., et al. 2012. Evaluation of Anti
Inflammatory Potential of Petal Extracts of Crocus Sativus
“Cashmerianus” 3(1), 2012, 27-31
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lutfiana. 2013. Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Daun Kelor (Moringa
oleifera Lam.) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah
secara In vitro. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mansjoer, Soewarni. 2003. Mekanisme Kerja Obat Antiradang. USU Digital
Library
Markham, K. R. 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerjemah:
Dr. Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. hlm. 27-35.
Marliana, S. D., Venty Suryanti, Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Jurnal Biofarmasi 3 (1): 26-31
Melmon, K.L. and Morreli H.F. (1978). Clinical Phamacology, Basic Principles
in Therapeutics. Ed 2. New York: Macmillan Publ. Co. Halaman 658-659,
678, 681.
Middleton, E. C., Kandaswami, Theoharides. 1998. The effects of plant
flavonoids on mammalian cells: implications for inflammation, heart
disease, and cancer. Pharmacological Reviews 52:673-751.
Mujahid A, Yoshiki Y, Akiba Y, Toyomizu M. 2006. Acute Heat Stress
Stimulates Mitochondrial Superoxide Production in Broiler Skeletal Muscle,
Possibly Via Downregulation of Uncoupling Protein Content. Poultry
Science 85:1259–1265
Mutschler, E. (1991). Arzneimittelwirkungen, Terjemahan: Dinamika obat oleh:
Mathilda B. dan Anna S.R. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 194-195, 359,
388, 401-402.
Nugroho dan Ignatius A. 2010. Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia.
Apforgen News Letter Edisi 2.
Oyedapo O.O., Akinpelu B.A., Akinwunmi K.F., Adeyinka M.O., dan Sipeolu
F.O. 2010. Red Blood Cell Membrane Stabilizing Potentials of Extract of
Lantana Camara and its Fractions. International Journal of Plant
Physiology and Biochemistry. 2 (4), pp 46-51
Parijoto. www.plantamor.com/index.php?plant=826 diakses pada tanggal 2-12-14
Pringgoutomo S. 2002. Patologi I (umum), Ed. 1. Jakarta : Sagung Seto
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Richard N. Mitchel et al. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Robbins dan Cotran,
Ed. 7. Jakarta : EGC
Ristiasa, Ketut 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Dirjen BPPOM. hal.10-11
Robbins S.L. 1974. Pathologic Basis of Disease. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
Halaman 61.
Roitt I. et al. 1985. Immunology. London: Gower Med. Publ. Halaman 1.4
Ruzin SE. 1999. Plant Microtechnique and Microscopy. Inggris : Oxford
University Press
Saleem, TK Mohamed., Azeem, AK., et al. 2011. Anti-inflammatory activity of
the leaf extacts of Gendarussa vulgaris Nees. Asian Pacific Journal of
Tropical Biomedicine, 1(2): 147-149
Sari, L. O. R. K., 2006, Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan
Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III (1), 1-7
Soetarno, S., dan I.S., Soediro, (1997). Standardisasi Mutu Simplisia dan Extrak
Bahan Obat Tradisional, Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi.
Tiwari et al., 2011. Phytochemical screening and Extraction: A Review.
Internationale Pharmaceutica Sciencia. Jan-March. Vol. 1. Issue 1.p.98-
105.
Tjay, Drs. Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. Obat – obat Penting. Jakarta :
PT. Elex Media Komputindo
Underwood, A.L dan Day, R.A . 2001. Analisis Kimia Kualitatif. Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga
Underwood J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik Volume 1. Jakarta : EGC
Vogel, H.G., W. H, Vogel. 2002. Drug Discovery and Evaluation.
Pharmacological Assay. Springer, Verlag Berlin, Heidelberg.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Yogyakarta:
Universitas Gaja Mada Pres.
Wachidah, Leliana Nurul. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Serta Penentuan
Kandungan Fenolat Dan Flavonoid Total Dari Buah Parijoto (Medinilla
speciosa Blume). Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Wibowo, H.A., Wasino & Dewi Lisnoor Setyowati. 2012. Kearifan Lokal dalam
Menjaga Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat di Desa Colo
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus). Journal of Educational Social
Studies 1 (1) : 25-30
Willard, H. H., Lynne. L., Jhon. A., Frank. A. 1988. Instrumental Methods
Of Analysis. Edisi VII. Wadsworth Publishing Company. California.
hlm. 119-121
Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas : Potensi dan
Aplikasinya dalam Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Hasil Determinasi Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Alur Penelitian
Buah segar
yang telah
disortir
Dicuci dengan
air mengalir dan
dikering anginkan
Dihaluskan
dengan blender
Ditimbang Maserasi dengan etanol 70%
Ekstrak kasar
Ampas
Penapisan fitokimia
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Tanin
Glikosida
Terpenoid
Uji In Vitro aktivitas anti inflamasi
Analisis data
Maserat
Dievaporasi dengan Vacuum Rotary Evaporator
Uji Kadar Air
Pengamatan
Organoleptis
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Skema Uji Aktivitas Anti Inflamasi
Larutan Uji
1 mL sampel (50, 100, 500,
1000 ppm) + 1 mL dapar
posfat + 2 mL hiposalin + 0,5
mL suspensi 10% sel darah
merah
Larutan Kontrol (+)
1 mL natrium diklofenak (100
ppm) + 1 mL dapar posfat + 2
mL hiposalin + 0,5 mL
suspensi 10% sel darah merah
Larutan Kontrol Lar. Uji
1 mL sampel (50, 100, 500,
1000 ppm dan natrium diklo
100 ppm) + 1 mL dapar posfat
+ 2 mL hiposalin + 0,5 mL
larutan isosalin
Larutan Kontrol (-)
( 1 mL isosalin + 1 mL dapar
posfat + 2 mL hiposalin + 0,5
mL suspensi 10% sel darah
merah )
Inkubasi pada suhu 56oC selama 30 menit
Sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit
Ambil bagian supernatan (mengandung hemoglobin)
Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer UV-Vis pada λ 560 nm
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Uji dan Standar/Kontrol Positif
1. Larutan Uji dengan Konsentrasi 150, 100, 50, dan 25 ppm
Ditimbang sebanyak 500 mg ekstrak, dilarutkan dalam sedikit etanol
70% lalu diencerkan dengan isosalin sampai 50 mL (10000 ppm) pada suhu
ruang, selanjutnya dibuat empat macam seri larutan yaitu 150, 100, 50 dan 25
ppm.
2. Larutan Standar dengan Konsentrasi 100 ppm
Ditimbang sebanyak 5 mg natrium diklofenak, dilarutkan dalam sedikit
etanol 70% lalu diencerkan dengan isosalin sampai 50 mL (100 ppm) pada
suhu ruang.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan Dapar Posfat dan
Pengenceran Larutan Uji dan Standar
1. Dapar Posfat 0,15 M pH 7,4
0,15 M Na2HPO4. 2H2O 100 mL
M =
0,15 =
Massa = 2,67 gram
0,15 M NaH2PO4. H2O 100 mL
M =
0,15 =
Massa = 2,07 gram
2. Perhitungan Pengenceran Larutan Uji dan Standar
Larutan Induk 10000 ppm
Larutan 50 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 10000 ppm = 50 mL x 50 ppm
V1 = 2
V1 = 0,25 mL 250 µL
Larutan 100 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 10000 ppm = 50 mL x 100 ppm
V1 =
V1 = 0,5 mL 500 µL
Larutan 500 ppm
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 10000 ppm = 50 mL x 500 ppm
V1 = 2
V1 = 2,5 mL 2500 µL
Larutan 25 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 10000 ppm = 50 mL x 1000 ppm
V1 =
V1 = 5 mL 5000 µL
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Data Absorbansi dan Persentase Stabilitas Membran Sel Darah
Merah dengan Optimasi Menggunakan Suhu Inkubasi 370C
Larutan A Larutan A %S Rata-rata %S
Uji 1
(Ekstrak 50
ppm)
0,019
Kontrol
Uji 1
0,008 92,31
82,52 ± 15,76 0,025
0,012 90,91
0,059 0,008 64,34
Uji 2
(Ekstrak
100 ppm)
0,031
Kontrol
Uji 2
0,015 88,81
94,64 ± 5,16 0,016
0,014 98,60
0,018 0,013 96,50
Uji 3
(Ekstrak
500 ppm)
0,074
Kontrol
Uji 3
0,050 83,22
73,66 ± 12,04 0,072
0,040 77,62
0,077 0,020 60,14
Uji 4
(Ekstrak
1000 ppm)
0,091
Kontrol
Uji 4
0,083 94,41
101,40 ± 14,60 0,092
0,080 91,61
0,057 0,083 118,18
Uji 5
(Natrium
Diklofenak
100 ppm)
0,073
Kontrol
Uji 5
0,080 104,90
77,62 ± 24,20 0,073
0,029 69,23
0,074 0,015 58,74
Uji 6 (Kontrol Negatif)
0,143
0,143 0,143
0,143
Keterangan :
A : Absorbansi
%S : Persentase Stabilitas
Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur absorbansi larutan uji = 560.
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kesimpulan :
Berdasarkan data diatas, persentase stabilitas membran sel darah merah
pada uji 5 terlihat bahwa salah satu uji ada nilai yang melebihi 100%, artinya pada
uji tersebut sampel yang digunakan yaitu natrium diklofenak sebagai kontrol
positif belum optimal. Begitu juga yang terlihat pada uji 4 yaitu menggunakan
ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm, terlihat bahwa salah satu uji menghasilkan
persentase stabilitas membran sel darah merah melebihi 100%. Dilihat dari
absorbansi yang dihasilkan, absorbansi pada larutan uji dan larutan kontrol larutan
uji terlihat bahwa rata-rata absorbansi yang dihasilkan identik atau mirip, bahkan
pada uji 5 larutan kontrol larutan uji memiliki absorbansi yang lebih besar artinya
induksi mengunakan larutan hipotonik belum optimal. Diasumsikan bahwa
absorbansi yang terukur pada larutan uji sebagian besar bukan berasal dari
hemoglobin yang dilepaskan oleh sel darah merah, melainkan berasal dari ekstrak
yang digunakan karena memiliki nilai absorbansi yang rata-rata mirip dengan
absorbansi larutan kontrol larutan uji.
Berdasarkan nilai standar deviasi atau simpangan baku pada data diatas,
terlihat bahwa pada semua larutan uji memiliki simpangan baku yang relatif besar,
artinya data yang dihasilkan tidak homogen. Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulakan bahwa data yang dihasilkan masih belum optimal, oleh karena itu
dilakukan optimasi selanjutnya dengan menggunakan suhu inkubasi 560C.
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Nilai Absorbansi Larutan Uji Ekstrak Etanol 70% Buah
Parijoto dengan Konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm, serta Natrium
Diklofenak sebagai Kontrol Positif dengan Konsentrasi 100 ppm
Larutan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Absorbansi 3
Uji 1 (Ekstrak 50
ppm)
0,988 0,979 1,003
0,988 0,979 1,003
0,988 0,979 1,003
Uji 2 (Ekstrak 100
ppm)
0,907 0,924 0,900
0,907 0,924 0,900
0,907 0,924 0,900
Uji 3 (Ekstrak 500
ppm)
0,759 0,772 0,782
0,759 0,772 0,782
0,759 0,772 0,782
Uji 4 (Ekstrak 1000
ppm)
0,514 0,505 0,518
0,514 0,505 0,518
0,514 0,505 0,518
Uji 5 (Natrium
Diklofenak 100
ppm)
0,474 0,492 0,479
0,474 0,492 0,479
0,474 0,492 0,479
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Nilai Absorbansi Kontrol Larutan Uji Ekstrak Etanol 70%
Buah Parijoto dengan Konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm, serta
Natrium Diklofenak sebagai Kontrol Positif dengan Konsentrasi 100 ppm
dan Kontrol Negatif
Larutan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Absorbansi 3
Kontrol Uji 1
0,012 0,008 0,008
0,012 0,008 0,008
0,012 0,008 0,008
Kontrol Uji 2
0,014 0,013 0,015
0,014 0,013 0,015
0,014 0,013 0,015
Kontrol Uji 3
0,040 0,020 0,050
0,040 0,020 0,050
0,040 0,020 0,050
Kontrol Uji 4
0,080 0,083 0,083
0,080 0,083 0,083
0,080 0,083 0,083
Kontrol Uji 5
0,015 0,080 0,029
0,015 0,080 0,029
0,015 0,080 0,029
Kontrol Negatif
1,026 1,073 1,193
1,026 1,073 1,193
1,026 1,073 1,193
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Penentuan Stabilitas Membran Sel Darah Merah terhadap
Ekstrak Etanol 70% dengan konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm, serta
Natrium Diklofenak sebagai Kontrol Positif dengan Konsentrasi 100 ppm
Larutan A Larutan A %S Rata-rata %S
Uji 1
(Ekstrak 50
ppm)
0,988
Kontrol
Uji 1
0,012 11,06
10,63 ± 1,15 0,979 0,008 11,51
1,003 0,008 09,33
Uji 2
(Ekstrak 100
ppm)
0,907
Kontrol
Uji 2
0,014 18,62
18,32 ± 1,21 0,924 0,013 16,98
0,900 0,015 19,35
Uji 3
(Ekstrak 500
ppm)
0,759
Kontrol
Uji 3
0,040 34,48
33,08 ± 1,51 0,772 0,020 31,47
0,782 0,050 33,29
Uji 4
(Ekstrak
1000 ppm)
0,514
Kontrol
Uji 4
0,080 60,45
60,78 ± 0,66 0,505 0,083 61,54
0,518 0,083 60,36
Uji 5
(Natrium
Diklofenak
100 ppm)
0,474
Kontrol
Uji 5
0,015 58,17
59,87 ± 2,27 0,492 0,080 62,45
0,479 0,029 58,99
Uji 6 (Kontrol Negatif)
1,026
1,097 1,073
1,193
Keterangan :
A : Absorbansi
%S : Persentase Stabilitas
Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur absorbansi larutan uji = 560.
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Contoh perhitungan stabilitas membran sel darah merah terhadap ekstrak
etanol 70% buah parijoto dengan konsentrasi 50 ppm. Rumus yang digunakan
sebagai berikut :
1. Ekstrak 50 ppm
% Stabilitas = 100 – − 2
x 100% = 100 – 88,94 = 11,06
% Stabilitas = 100 – −
x 100% = 100 – 88,49 = 11,51
% Stabilitas = 100 – −
x 100% = 100 – 90,67 = 09,33
Rata-rata % Stabilitas ekstrak 50 ppm
% Stabilitas Membran
= 100 –{ 𝐴𝑏𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑢𝑗𝑖−𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖
𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑥
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Persentase Stabilitas Membran Sel Darah
Merah oleh Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dengan Konsentrasi 50, 100,
500 dan 1000 ppm, serta Natrium Diklofenak dengan Konsentrasi 100 ppm
1. Uji normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test terhadap
persentase stabilitas ekstrak dengan konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm,
serta natrium diklofenak sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 100 ppm.
Tujuan : untuk melihat kenormalan data dan sebagai syarat uji ANOVA
Hipotesis : - Ho : data persentase stabilitas terdistribusi normal
- Ha : data persentase stabilitas tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikan ≥0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikan ≤0,05 maka Ho ditolak
Descriptive Statistics
N Mean
Std.
Deviation Minimum Maximum
Persentase_Stabil
itas 15
3.65371E
1 21.487058 9.326 62.454
Keputusan : Uji normalitas persentase stabilitas seluruh kelompok uji terdistribusi
normal (p≥0,05).
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Persen_Stabilitas
N 15
Normal
Parametersa
Mean 36.53706
Std. Deviation 21.487058
Most Extreme
Differences
Absolute .243
Positive .188
Negative -.243
Kolmogorov-Smirnov Z .941
Asymp. Sig. (2-tailed) .339
a. Test distribution is Normal.
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Uji homogenitas dengan Test of Homogeneity of Variances terhadap
persentase stabilitas ekstrak dengan konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm,
serta natrium diklofenak sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 100 ppm.
Tujuan : untuk mengetahui homogenitas data dari persentase stabilitas
masing-masing kelompok uji.
Hipotesis : - Ho : data persentase stabilitas homogen
- Ha : data persentase stabilitas tidak homogen
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikan ≥0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikan ≤0,05 maka Ho ditolak
Descriptives
Persentase_Stabilitas
Larutan N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval
for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Uji 1 (50 ppm) 3 1.06318E1 1.153914 .666212 7.76535 13.49832 9.326 11.513
Uji 2 (100 ppm) 3 1.83171E1 1.213547 .700642 15.30251 21.33175 16.981 19.350
Uji 3 (500 ppm) 3 3.30802E1 1.514879 .874616 29.31703 36.84336 31.470 34.478
Uji 4 (1000 ppm) 3 6.07837E1 .659251 .380619 59.14605 62.42139 60.358 61.543
Uji 5 (Na Diklo) 3 5.98724E1 2.273385 1.312539 54.22502 65.51982 58.171 62.454
Total 15 3.65371E1 21.487058 5.547934 24.63792 48.43620 9.326 62.454
Test of Homogeneity of Variances
Persentase_Stabilitas
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.646 4 10 .238
Keputusan : hasil data signifikan (p=0,238) lebih besar dari 0,05 hal ini
menunjukkan bahwa varian data homogen dan dapat dilanjutkan dengan uji
ANOVA.
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Uji ANOVA
Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persentase
stabilitas masing-masing kelompok uji.
Hipotesis : - Ho : data persentase stabilitas tidak berbeda secara bermakna
- Ha : data persentase stabilitas berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikan ≥0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikan ≤0,05 maka Ho ditolak
ANOVA
Persentase_Stabilitas
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 6442.307 4 1610.577 752.468 .000
Within Groups 21.404 10 2.140
Total 6463.711 14
Keputusan : data persen stabilitas pada semua kelompok uji berbeda secara
bermakna, oleh karena itu dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil dengan
metode LSD. Uji beda nyata terkecil adalah uji yang merupakan lanjutan apabila
pada uji ANOVA terdapat data yang menunjukkan adanya perbedaan nilai secara
bermakna. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelompok uji mana yang memiliki
perbedaan secara bermakna dengan kelompok uji lain.
4. Uji Beda Nyata Terkecil pada semua Kelompok Uji
Tujuan : untuk mengetahui perbedaan persentase stabilitas yang bermakna
diantara kelompok uji.
Hipotesis : - Ho : tidak terdapat perbedaan secara bermakna
- Ha : terdapat perbedaan secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikan ≥0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikan ≤0,05 maka Ho ditolak
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
Persentase_Stabilitas
LSD
(I)
Larutan
(J)
Larutan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Uji 1 Uji 2 -7.685298* 1.194541 .000 -10.34690 -5.02369
Uji 3 -22.448360* 1.194541 .000 -25.10996 -19.78676
Uji 4 -50.151883* 1.194541 .000 -52.81349 -47.49028
Uji 5 -49.240583* 1.194541 .000 -51.90219 -46.57898
Uji 2 Uji 1 7.685298* 1.194541 .000 5.02369 10.34690
Uji 3 -14.763062* 1.194541 .000 -17.42467 -12.10146
Uji 4 -42.466586* 1.194541 .000 -45.12819 -39.80498
Uji 5 -41.555286* 1.194541 .000 -44.21689 -38.89368
Uji 3 Uji 1 22.448360* 1.194541 .000 19.78676 25.10996
Uji 2 14.763062* 1.194541 .000 12.10146 17.42467
Uji 4 -27.703524* 1.194541 .000 -30.36513 -25.04192
Uji 5 -26.792224* 1.194541 .000 -29.45383 -24.13062
Uji 4 Uji 1 50.151883* 1.194541 .000 47.49028 52.81349
Uji 2 42.466586* 1.194541 .000 39.80498 45.12819
Uji 3 27.703524* 1.194541 .000 25.04192 30.36513
Uji 5 .911300 1.194541 .463 -1.75030 3.57290
Uji 5 Uji 1 49.240583* 1.194541 .000 46.57898 51.90219
Uji 2 41.555286* 1.194541 .000 38.89368 44.21689
Uji 3 26.792224* 1.194541 .000 24.13062 29.45383
Uji 4 -.911300 1.194541 .463 -3.57290 1.75030
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Uji 5 (natrium diklofenak) identik atau tidak berbeda secara
bermakna dengan uji 4 (ekstrak 1000 ppm), dilihat dari nilai signifikannya yaitu
0,463 yang mana lebih besar dari 0,05. Sedangkan uji 5 (natrium diklofenak)
berbeda secara bermakna dengan uji 1, 2, dan 3 (ekstrak 50, 100, dan 500 ppm).
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kesimpulan :
A. Kelompok uji yang memiliki potensi sebagai anti inflamasi adalah uji 5
yaitu ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm yang memiliki persentase
stabilitas yang sebanding dengan kontrol positif (natrium diklofenak)
dengan konsentrasi 100 ppm. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai
signifikansi uji 4 (ekstrak 1000 ppm) lebih dari 0,05 yang berartinya uji 4
tidak berbeda secara bermakna atau identik dengan uji 5.
B. Kelompok Uji 1, 2, dan 3 (ekstrak 50, 100, dan 500 ppm) tidak sebanding
dengan uji 5 (natrium diklofenak). Hal ini ditunjukkan dengan nilai
signifikannya kurang dari 0,05, artinya uji 1, 2, dan 3 berbeda secara
bermakna dengan uji 5. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak dengan
konsentrasi 50, 100, dan 500 ppm memiliki potensi sebagai anti inflamasi
yang tidak sebanding dengan kontrol positif.
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Foto – foto Alat dan Bahan Penelitian
Sentrifugator
Oven
Autoklaf
Spektrofotometer UV-Vis
Water Bath
Timbangan Analitik
Vacuum Rotary
Evaporator
pH Meter
Whole Blood
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Foto Proses Pengujian Aktivitas
Proses Pencucian Darah
Proses Pengujian Aktivitas
Diukur dengan Spektrofotometer UV-Vis
Pencampuran
Inkubasi
Sentrifugasi
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dan Hasil Uji Penapisan
Fitokimia
Uji Penapisan Fitokimia
No Uji Hasil
1. Alkaloid
Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto
Dragendorff (-) Mayer (-)
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Flavonoid
3. Saponin
4. Tanin
Ditambah H2SO4 (+)
Ditambah NaOH
Dikocok Setelah 10 Menit (+)
Sebelum ditambah FeCl3 Ditambah FeCl3 (+)
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Glikosida
6. Terpenoid
(+)
(-)