uin syarif hidayatullah jakarta isolasi fraksi...

99
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI AKTIF ANTIBAKTERI DARI DAUN Garcinia benthami Pierre. SKRIPSI SUMIATI 1111102000124 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA JULI 2015

Upload: trinhbao

Post on 02-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI FRAKSI AKTIF ANTIBAKTERI DARI

DAUN Garcinia benthami Pierre.

SKRIPSI

SUMIATI

1111102000124

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

JULI 2015

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI FRAKSI AKTIF ANTIBAKTERI DARI

DAUN Garcinia benthami Pierre.

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SUMIATI

1111102000124

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

JULI 2015

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan benar.

Nama : Sumiati

NIM : 1111102000124

Tanda Tangan :

Tanggal : 10 Juli 2015

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Sumiati

NIM : 1111102000124

Program Studi : Farmasi

Judul : Isolasi Fraksi Aktif Antibakteri dari Daun Garcinia benthami

Pierre.

Disetujui oleh:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Puteri Amelia, M. Farm., Apt

Ismiarni Komala, Ph. D., Apt

NIP: 198012042011012004

NIP: 197806302006042001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Yardi, Ph. D., Apt

NIP: 197411232008011014

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

v

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Sumiati

NIM : 1111102000124

Program Studi : Farmasi

Judul : Isolasi Fraksi Aktif Antibakteri dari Daun Garcinia benthami

Pierre.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 : Puteri Amelia, M. Farm., Apt ( )

Pembimbing 2 : Ismiarni Komala, Ph. D., Apt ( )

Penguji 1 : Dr. Azrifitria, M. Si., Apt ( )

Penguji 2 : Eka Putri, M. Si., Apt ( )

Ditetapkan di : Ciputat

Tanggal : 10 Juli 2015

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

vi

ABSTRAK

Nama : Sumiati

Program Studi : Farmasi

Judul : Isolasi Fraksi Aktif Antibakteri dari Daun Garcinia benthami

Pierre

Garcinia benthami Pierre merupakan salah satu spesies dari genus Gracinia yang

pemanfaatannya belum banyak dilaporkan. Penelitian terdahulu dilaporkan bahwa

senyawa 1,3,6,7-tetrahidroksixanton dari daun Garcinia benthami Pierre

mempunyai aktivitas antioksidan dan ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol dari

daun mempunyai potensi toksisitas akut. Penelitian ini bertujuan untuk

mengisolasi ekstrak etil asetat dari daun Garcinia benthami Pierre dan menguji

aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi hasil isolasi. Isolasi dilakukan dengan

tekhnik kromatografi kolom dan uji aktivitas antibakteri fraksi dengan metode

bioautografi langsung (TLC-DB atau Thin Layer Chromatography-Direct

Bioautography). Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap 30 fraksi diperoleh 24

fraksi yang aktif terhadap Staphyloccus aureus ATCC 6538, 17 fraksi aktif

terhadap Salmonella enterica sv typhimurium ATCC 14028, dan 16 fraksi aktif

terhadap keduanya. Fraksi F11.30 memiliki aktivitas tertinggi terhadap bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 6538 sebesar 12,7 mm. Fraksi F11.16 memiliki

aktivitas tertinggi terhadap bakteri Salmonella enterica sv typhimurium ATCC

14028 sebesar 7,983 mm.

Kata kunci : Garcinia benthami Pierre, Isolasi, Bioautografi Langsung, Aktivitas

Antibakteri

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

vii

ABSTRACT

Name : Sumiati

Program Study : Pharmacy

Tittle : Isolation of Active Antibacterial Fraction from Etil Acetate

Extract Garcinia benthami Pierre Leave

Garcinia benthami Pierre is one of the species of the genus Garcinia which the

utilization has not been widely reported. Previous studies reported that the

compound 1,3,6,7-tetrahydroxyxhanton of Garcinia benthami Pierre leaves have

antioxidant activity, ethyl acetate and methanol of the leaves extracts have

potential acute toxicity. This study aims to isolate the ethyl acetate extract of

Garcinia benthami Pierre Leaves and test the antibacterial activity of isolated

fractions. Isolation performed by column chromatography techniques and test of

fractions antibacterial activity with direct bioautografi method (TLC-DB or Thin

Layer Chromatography-Direct Bioautography). The result of antibacterial activity

against 30 fractions obtained 24 fractions were active against Staphylococcus

aureus ATCC 6538, 17 active fractions against Salmonella enterica sv

typhimurium ATCC 14028, and 16 fractions active against both of them. F11.30

fraction have the highest activity against bacteria of Staphylococcus aureus ATCC

6538 amounted 12.7 mm. F11.16 fraction have the highest activity against

bacteria of Salmonella enterica sv typhimurium ATCC 14028 amounted 7.983

mm.

Keyword : Garcinia benthami Pierre, Isolation, Direct Bioautography,

Antibacterial activity

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirrabbil’aalamiin atas berkat nikmat, rahmat, dan barakah

dari Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam

kepada baginda Rasullaah SAW, semoga kelak kita mendapat syafaat beliau.

Penulisan skripsi dengan judul “Isolasi Fraksi Aktif Antibakteri dari Daun

Garcinia benthami Pierre” ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Strata 1 (S1) pada Program

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi ini

tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Puteri Amelia, M. Farm., Apt dan Ibu Ismiarni Komala, Ph. D., Apt

selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, waktu, tenaga,

dukungan dan motivasi kepada penulis selama penyusunan skripsi.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph. D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan

dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang telah memberikan beasiswa

kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

ix

6. Mbak Rani, Kak Eris, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rahmadi yang telah

memberi banyak bantuan kepada penulis selama penelitian di laboratorium

kampus.

7. Ubak Sarkowi dan Umak Ernawati yang selalu memberikan kasih sayang,

dukungan dan do’anya kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

8. Yuk Dahlia, Okky Saputra, Kak Fathurrahman, Ujang Anang, dan Bi Masnah

serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan dan bantuan setiap

kali dibutuhkan, M. Fakhruddin Hawarie yang selalu menghibur dan

memberikan keceriaan dikala penat.

9. Teman-teman program “Santri Jadi Dokter Sumatera Selatan Angkatan 2011”

Via, Chima, Efri, Mega, Rois, Hari dan semuanya yang telah memberikan

bantuan, do’a, dukungan, dan semangat.

10. Sahabat terdekat Ismi, Karimah, Qadrina, Awp yang bersedia membantu,

mendengarkan keluhan, memberikan pendapat, saran, do’a dan semangat

kepada penulis selama menyelesaikan penelitian ini.

11. Teman-teman seperjuangan “Farmasi 2011”, Mbak Evi, Silvia, Athyah dan

“Microbiology United” atas semua kenangan dan kebahagian yang dijalani

bersama selama empat tahun ini. Semoga ukhuwah kita tetap terjaga.

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penelitian ini

dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak keterbatasan dan

kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga segala kebaikan yang

telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai amal ibadah dan dibalas dengan

ganjaran pahala oleh Allah SWT. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat

bermanfaat bagi masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan. Aamiin.

Ciputat, Juli 2015

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sumiati

NIM : 1111102000124

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya

dengan judul:

ISOLASI FRAKSI AKTIF ANTIBAKTERI

DARI DAUN Garcinia benthami Pierre

untuk dipublikasikan atau ditampilkan diinternet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 10 Juli 2015

Yang menyatakan,

( Sumiati )

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. vi

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

ABSTRACT ........................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... x

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5

2.1 Genus Garcinia .......................................................................................... 5

2.1.1 Garcinia benthami Pierre ................................................................ 6

2.1.2 Taksonomi ........................................................................................ 6

2.1.3 Deskripsi Garcinia benthami Pierre ................................................ 7

2.1.4Kandungan Kimia Genus Garcinia ................................................... 7

2.2 Simplisia .................................................................................................. 11

2.2.1 Definisi .......................................................................................... 11

2.2.2 Penyiapan Simplisia ...................................................................... 12

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi ............................................................................... 13

2.3.1 Metode Ekstraksi ............................................................................ 15

2.3.2 Vaccum Rotary Evaporator ............................................................ 16

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

xii

2.3.3 Metode Isolasi ................................................................................ 17

2.4 Bakteri ..................................................................................................... 23

2.4.1 Definisi ........................................................................................... 23

2.4.2 Morfologi ...................................................................................... 24

2.4.3 Pertumbuhan Bakteri .................................................................... 25

2.4.4 Jenis Bakteri .................................................................................. 26

2.4.5 Bakteri Uji ..................................................................................... 27

2.4.6 Antibakteri Pembanding ................................................................ 28

2.4.7 Klasifikasi dan Mekanisme Kerja Antimikroba ............................. 29

2.4.8 Metode Uji Antimikroba ................................................................ 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 34

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 34

3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 34

3.2.1 Tanaman ......................................................................................... 34

3.2.2 Alat ................................................................................................. 34

3.2.3 Bahan .............................................................................................. 35

3.3 Prosedur Kerja .......................................................................................... 35

3.3.1 Penyiapan Simplisia ....................................................................... 35

3.3.2 Pembuatan Ekstrak ........................................................................ 36

3.3.3 Penetapan Kadar Air Ekstrak ........................................................ 37

3.3.5 Penapisan Fitokimia ...................................................................... 37

3.3.6 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak ................................................... 39

3.3.7 Isolasi dengan Kromatografi Kolom .............................................. 42

3.3.8 Pemurnian ..................................................................................... 44

3.3.9 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi .................................................... 44

3.310Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Bioautografi Elusi ....... 44

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 46

4.1 Penyiapan Simplisia ................................................................................ 46

4.2 Pembuatan Ekstrak .................................................................................. 46

4.3 Uji Kadar Air Ekstrak .............................................................................. 48

4.4 Penapisan Fitokimia ................................................................................ 49

4.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dengan Metode Bioautografi ............. 50

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

xiii

4.6 Isolasi dengan Kromatografi Kolom ....................................................... 55

4.7 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi .............................................................. 58

4.8 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi dengan Zona Hambat Terbesar ............ 64

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 67

5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 67

5.2 Saran ........................................................................................................ 67

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 68

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pohon dan Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre ..................... 6

Gambar 2.2 Struktur Xanton ................................................................................ 8

Gambar 2.3 Struktur Salimbenzofenon dan Ismailbenzofenon ........................... 9

Gambar 2.4 Struktur Dasar Flavonoid ............................................................... 10

Gambar 2.5 Struktur Kloramfenikol .................................................................. 28

Gambar 4.1 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji ................................................ 50

Gambar 4.2 Hasil Uji Bioautografi Non Elusi Ekstrak ...................................... 54

Gambar 4.3 Profil KLT Fraksi Kromatografi Kolom Ekstrak Etil Asetat ......... 55

Gambar 4.4 Profil KLT Fraksi Kromatografi Kolom Fraksi F11 ...................... 57

Gambar 4.5 Hasil Uji Bioautografi Fraksi Gabungan Ekstrak Etil Asetat ........ 59

Gambar 4.6 Hasil Uji Bioautografi Fraksi Gabungan Fraksi F11 ..................... 61

Gambar 4.7 Kontrol Negatif DMSO 10% dan Kontrol Positif Kloramfenikol . 61

Gambar 4.8 Diagram Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Semua Fraksi F11 ......... 63

Gambar 4.9 Uji Bioautografi Elusi Fraksi F11.30 ............................................. 65

Gambar 4.10 Uji Bioautografi Elusi Fraksi F11.16 ........................................... 66

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Fase Diam Kromatografi Lapis Tipis ................................................ 19

Tabel 4.1 Rendemen Ekstrak n-Heksana, Etil Asetat, dan Metanol .................. 48

Tabel 4.2 Hasil Uji Kadar Air Ekstrak n-Heksana, Etil Asetat, dan Metanol ... 48

Tabel 4.3 Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak .............................................. 49

Tabel 4.4 Diameter Zona Hambat Ekstrak ........................................................ 54

Tabel 4.5 Bobot dan Karakteristik Fraksi Gabungan dari Ekstrak Etil Asetat .. 56

Tabel 4.6 Bobot dan Karakteristik Fraksi Gabungan dari Fraksi F11 ............... 57

Tabel 4.7 Diameter Zona Hambat Fraksi dari Ekstrak Etil Asetat .................... 59

Tabel 4.8 Diameter Zona Hambat Fraksi dari Fraksi F11 ................................. 52

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman .......................................................... 68

Lampiran 2. Alur Penelitian ................................................................................ 78

Lampiran 3. Proses Ekstaksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak .................. 79

Lampiran 4. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat ........................................................ 80

Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak ..................................................... 81

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Air Ekstrak ...................................................... 82

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan mega biodiversity yang kaya akan tanaman

obat, dan sangat potensial untuk dikembangkan, namun belum dikelola secara

maksimal. Keanekaragaman tumbuhan di Indonesia lebih dari 38.000 jenis

tumbuhan, 55% merupakan spesies endemik, 940 jenis diantaranya merupakan

tumbuhan berkhasiat obat (jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat

di Asia). Berdasarkan hasil penelitian, dari sekian banyak jenis tumbuhan obat,

baru 20-22% yang dibudidayakan (Pers, 2010; Arifin et al., 2011; Herdiyeni,

2013). Dari data tersebut, jika tanaman obat di Indonesia dikelola dan

dikembangkan dengan baik akan sangat bermanfaat bagi masyarakat seperti dalam

penanggulangan masalah kesehatan.

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih

menyerang masyarakat Indonesia. Penyakit infeksi adalah penyakit yang

disebabkan oleh mikroorganisme, yang dapat menimbulkan kerusakan atau

gangguan fungsi jaringan (Rubin, 2001). Beberapa penyakit infeksi yang ada di

masyarakat Indonesia adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut),

pneumonia, TB (tuberkulosis) paru, hepatitis, diare, dan malaria (Rikesdas, 2013).

Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri, seperti Staphylococcus

aureus, Bacilus subtilis, Escherichia coli, Helicobacter pylori, dan Pseudomonas

aeruginosa (Rai, M. et al., 2012).

Staphylococcus aureus dapat menyebabkan berbagai infeksi, sebagian besar

pada area kulit dan tidak fatal. Bakteri ini dapat menyebabkan jerawat, infeksi

folikel rambut, sties (radang pada kelenjar kelopak mata), bisul, dan infeksi

saluran kemih. Staphyloccus aureus juga dapat menyebabkan penyakit infeksi

internal serius seperti pneumonia dan meningitis (Freeman-Cook, Lisa and Kevin

Freeman-Cook, 2006). Salmonella enterica sv typhimurium atau Salmonella typhi

merupakan penyebab penyakit demam tifoid. Berdasarkan data profil kesehatan

Indonesia tahun 2010, penyakit deman tifoid dan paratifoid termasuk 10 penyakit

1

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit. Data Riskedas tahun 2007

menunjukkan bahwa prevalensi rata-rata tifoid nasional sebesar 1,6% (rentang

0,3-3%) (Anggraini, A. B. et al., 2014). Pengobatan penyakit infeksi bakteri

dengan penggunaan antibakteri atau antibiotik. Penggunaan antibakteri yang tidak

tepat dan secara besar-besaran dapat menyebabkan resistensi. Oleh karena itu,

seiring dengan ditemukan resistensi antibakteri harus diimbangi dengan penemuan

sumber antibakteri baru.

Garcinia, salah satu genus terbesar dari familia Guttiferae/Clusiaceae, yang

dikenal dengan manggis-manggisan merupakan tanaman tahunan berupa pohon

dengan tinggi mencapai 25-33 m. Di Indonesia, tanaman ini tersebar di Sumatera,

Jawa, Kalimantan, dan Irian Jaya (Elya, B. et al.. 2009). Berdasarkan data yang

ada di Herbarium Bogoriense, di Indonesia terdapat sekitar 100 jenis Garcinia dan

diperkirakan mencapai 400 jenis di dunia (Sari, R., 1999). Molekul bioaktif

seperti hydroxycitric acid (HCA), flavonoid, terpen, polysaccharides,

procyanidines dan polyisoprenylated benzophenone derivatives seperti garcinol,

xanthocymol dan guttiferone isoforms telah di isolasi dari genus Garcinia. Dimana

polyisoprenylated benzophenon dan turunan xanton diketahui memiliki aktivitas

antioksidan, apoptosis, anti kanker, anti inflamasi, antibakteri, anti virus, anti

jamur, anti ulser, anti protozoa dan menghambat properti HAT (Hemshekhar et

al.. 2011). 𝛼-Mangostin dari Garcinia malaccensis Hk.f aktif terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Bacilus anthracis dengan nilai zona hambat dan MIC

(19 mm; 0,025 mg/mL) dan (20 mm; 0,013 mg/mL) (Taher, M. et al., 2012).

Ekstrak metanol akar dari Garcinia atroviridis Griff. Ex T. Anders mempunyai

aktivitas antibakteri dengan dosis hambat minimum 15,6 𝜇g/disk terhadap bakteri

Bacilus subtilis (mutant), Bacilus subtilis (wild-type), methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA), E. coli, dan P. aeruginosa (Mackeen, M. M. et

al., 2000).

Garcinia benthami Pierre merupakan salah satu genus Garcinia yang

pemanfaatannya belum banyak dilaporkan (Heyne, K. 1987). Hasil penelitian

terdahulu diketahui bahwa telah diisolasi senyawa benzofenon baru yaitu

salimbenzofenon, ismailbenzofenon dan hilmibenzofenon dari kulit batang dari

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Garcinia benthami Pierre (Elya, B., et al., 2004; Elya, B., et al., 2006). Selain itu,

dua triterpenoid telah berhasil diisolasi dari ekstrak n-heksana kulit batang

Garcinia benthami Pierre yaitu friedelin dan asam-3𝛽-hidroksida-lanosta-9(11),

24-dien-26-oat (Elya, B. et al., 2009).

Hasil isolasi daun Garcinia benthami Pierre didapatkan senyawa murni

friedelin dari ekstrak aseton dan 1,3,6,7-tetrahidroksixanton dari ekstrak metanol.

Dalam pengujian aktivitas antioksidan, senyawa 1,3,6,7-tetrahidroksixanton

mampu menghambat aktivitas radikal bebas DPPH dengan IC50 8,01 𝜇g/mL

(Amelia, P., Berna E., M. Hanafi., 2014). Selain itu, telah dilaporkan uji aktivitas

toksisitas akut metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) terhadap ekstrak n-

heksana, ekstrak etil asetat, dan ekstrak metanol dari daun Garcinia benthami

Pierre. Ekstrak n-heksana tidak memiliki potensi toksisitas akut, sedangkan

ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol mempunyai potensi toksisitas akut dengan

LC50 sebesar 99,78 ppm dan 73,43 ppm (Rizqillah, N., 2013; Mutiyani, N., 2013;

Ajrina, A. 2013). Berdasarkan penelitian di atas diketahui bahwa masih sedikit

pelaporan bioaktivitas dari tumbuhan Garcinia benthami Pierre. Oleh karena itu,

peneliti tertarik untuk mengisolasi fraksi aktif antibakteri dari ekstrak daun

Garcinia benthami Pierre guna menambah informasi mengenai bioaktivitas dari

tumbuhan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang mendasari penelitian ini adalah untuk mengetahui

manakah diantara fraksi-fraksi hasil isolasi ekstrak etil asetat dari daun Garcinia

benthami Pierre yang menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Salmonella enterica sv typhimurium

ATCC 14028.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi

mengenai aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi hasil isolasi ekstrak etil asetat dari

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

daun Garcinia benthami Pierre terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC

6538 dan Salmonella enterica sv typhimurium ATCC 14028.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas

antibakteri dari daun Garcinia benthami Pierre yang berguna untuk

pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi acuan dalam penelitian

selanjutnya.

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genus Garcinia

Garcinia, salah satu genus terbesar dari familia Guttiferae/Clusiaceae, yang

dikenal dengan manggis-manggisan merupakan tanaman tahunan (Elya, et al..

2009). Genus Garcinia sub familia Mesua dan Mamea kaya dengan senyawa

xanton, kumarin, kalanon, flavonoida, biflavonoida, benzofenon, dan

poliisoprenilketon (Linuma, 1996). Di Indonesia banyak terdapat di Sumatera,

Jawa dan Kalimantan (Elya, et al., 2006).

Garcinia berupa pohon dengan tinggi mencapai 25-33 m. Batangnya lurus

dengan diameter 60-100 cm, mengecil kearah ujung. Bentuk pohon seperti

kerucut, memiliki percabangan berselang-seling. Bila dilukai, seluruh bagian

tanaman mengeluarkan getah putih atau kuning yang kental dan lengket. Daun

selalu berwarna hijau, berhadapan silang. Marga ini berumah satu (monoecious)

dan ada yang berumah dua (dioecious). Bunga berada di ketiak daun. Daun

kelopak dan daun mahkota terdiri dari 4-5 helai; bunga jantan memiliki benang

sari yang jumlahnya bervariasi, dengan tangkai sari menjadi satu tiang tengah atau

membentuk 4-5 berkas. Bagian putik mengecil atau tidak sama sekali. Bunga

betina biasanya berukuran lebih besar daripada bunga jantan, seringkali

menyendiri, benang sari semu dengan tangkai-tangkai sarinya yang bersatu

menjadi sebuah cincin di bagian pangkal, atau menjadi 4-5 berkas pendek; bakal

buah beruang 2-12, biasanya berbentuk papilla. Bijinya besar, biasanya

terbungkus oleh arilus yang berisi banyak sari buah; embrionya berupa massa

yang padat, hanya tersusun atas hipokotil, sedangkan keping bijinya tidak ada.

Bagian kayu dari genus ini biasanya keras dengan warna yang beragam mulai

kuning sampai coklat kemerahan umumnya memiliki tekstur bagus (Sosef, M. S.

M., 1998; Vierhejj, E. W. M., 1992).

5

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.1 Garcinia benthami Pierre

Garcinia benthami Pierre merupakan salah satu species dari Garcinia (Elya,

B. et al., 2009). Garcinia benthami Pierre termasuk tumbuhan tahunan atau

perennial yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan tahun. Tumbuhan tersebut

hidup di hutan primer dataran rendah dengan ketinggian 700 m di atas permukaan

laut (Heyne, K., 1987). Tumbuhan ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia,

Singapura, Filipina dan Indonesia. Di Indonesia banyak terdapat di Sumatera,

Jawa dan Kalimantan (Elya, B. et al., 2006).

2.1.2 Taksonomi

Tumbuhan Garcinia benthami Pierre secara taksonomi mempunyai

klasifikasi sebagai berikut (Heyne, K., 1987):

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub kelas : Archichlamydeae

Ordo : Guttiferales

Familia : Clusiaceae

Genus : Garcinia

Species : Garcinia benthami Pierre

Gambar 2.1 Pohon dan Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre

(Sumber: Koleksi Pribadi Februari, 2015)

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.3 Deskripsi Garcinia benthami Pierre

Garcinia benthami Pierre mempunyai habitus berupa pohon dengan tinggi

mencapai 30 m, batangnya lurus, mengecil ke arah ujung. Bentuk pohon berupa

kerucut, memiliki percabangan berselang-seling. Seluruh bagian tanaman

mengeluarkan getah kuning yang kental dan lengket bila dilukai. Daun selalu

berwarna hijau, berhadapan berseling. Bunga berada diketiak daun. Daun kelopak

dan daun mahkota terdiri dari 4-5 helai. Bunga jantan memiliki benang sari yang

jumlahnya bervariasi, dengan tangkai sari bersatu menjadi satu tiang tengah atas.

Bunga betina biasanya berukuran lebih besar dari bunga jantan, seringkali

menyendiri, benang sari semu dengan tangkai-tangkai sarinya yang bersatu

menjadi sebuah cincin di bagian pangkal, bakal buah beruang 2-12 dan biasanya

berbentuk palila. Bijinya besar, biasanya terbungkus oleh arilus yang berisi

banyak sari buah. Embrionya berupa massa padat, hanya tersusun atas hipokotil,

sedangkan bijinya tidak ada (Rachman, I., 2003).

2.1.4 Kandungan Kimia Genus Garcinia

Berdasarkan studi literatur, kandungan kimia genus Garcinia adalah

senyawa xanton, benzofenon, golongan flavonoid, triterpen dan asam organik

(Elya, B. et al., 2006).

2.1.4.1 Xanton

Xanton adalah kelas senyawa fenolik polyprenylated dengan kerangka

xhantone-9-one. Ini adalah komponen struktural kimia yang direpresentasikan

sebagai sistem cincin aromatik tetrasiklik. Substituen yang mungkin berperan

dalam pembentukan struktur adalah isoprene, fenolik, dan kelompok metoksi.

Xanton alami dapat dibagi berdasarkan sifat substituen yaitu xanton oksigen

sederhana, xanton glikosilasi, xanton terprenilasi dan turunannya seperti xanton

dimer, xanthonolignoids dan lain-lain (Rai, M., et al., 2012).

Xanton adalah senyawa organik yang mempunyai struktur molekul

C13H8O2. Dalam tumbuhan, senyawa ini banyak ditemui pada familia

Bonnetiaceae dan Clusiaceae. Xanton mempunyai aktivitas sebagai antioksidan,

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

antiproliferatif, antiinflamasi, dan antimikroba (Iswari, K., T. Sudaryono, 2007).

Banyak senyawa xanton yang ditemui dari genus Garcinia, seperti cowaxanton,

7-O-metilgrasinon, 𝛼-mangostin, 𝛾-mangostin dan xanton terprenilasi (3-O-

metilcowaxanton) dari getah Garcinia cowa Roxb (Na, Zhi., Qishi S., Huabin

H., 2013). Senyawa diprenylated xanthone, 1,5-dihydroxy-3-methoxy-4,7-

diprenylxanthone dari kulit batang Garcinia griffithii (Elfita, et al., 2008).

Senyawa 2,6-dihidroksi-8-metoksi-5-(3-metilbut-2-enil)-xanton, enam senyawa

xanton terprenilasi, 𝛼-mangostin, 𝛽-mangostin, garcinon D, 1,6-dihidroksi-3,7-

dimetksi-2-(3-metilbut-2-enil)-2H, mangostanol, dan 5,9-dihidroksi-8-metoksi-

2,2-dimeti-7-(3-metilbut-2-enil)-2H,6H-pyrano-[3,2-b]-xantene-6-one dari kulit

batang Garcinia mangostana (Ee, G. C. L. et al., 2006). Senyawa garcinon A

dan B dari batang Garcinia multiflora (Chiang, Yi-Ming et al., 2003). Senyawa

xanton terprenilasi, 1,3,5,6-tetrahidroksi-4,7,8-tri(3-metil-2-butenil)xanton dan

garciniaxanton dari Garcinia xanthochyymus (Chanmahasathien, Wisinee et al.,

2003). Senyawa diprenylated xanthone (mangoxanton), dulxanton D, 1,3,7-

trihidroksi-2-metoksixanton, 1,3,5-trihidroksi-13,13-dimetil-2H-piran[7,6-

b]xanten-9-on dari Garcinia mangostana (Nilar, et al., 2005).

Gambar 2.2 Struktur Xanton (Sumber: Harbone, 1987)

Senyawa garcinon A dan B dari Garcinia multiflora memiliki toksisitas

akut dengan LD50 sebesar 7,7 𝜇M dan 25,8 𝜇M (Chiang, Yi-Ming et al., 2003).

Senyawa 𝛼-mangostin dan 𝛾-mangostin dari Garcinia mangostana memiliki

aktivitas antiinflamasi (Chen, Lih-Geeng., Ling-Ling Y., Ching-Chiung W.,

2008). Senyawa oliganton A dari Garcinia oligantha yang memiliki efek

menghambat pertumbuhan sel HeLa dengan IC50 <10 𝜇M (Gao, Xue-Mei et al.,

2013). Senyawa xanton yang berhasil diisolasi dari tanaman Garcinia benthami

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pierre adalah 1,3,6,7-tetrahidroksixanton yang aktif sebagai antioksidan dengan

IC50 8,01 𝜇g/mL (Amelia, P., Berna E., M. Hanafi., 2014).

2.1.4.2 Benzofenon

Benzofenon adalah senyawa organik dengan rumus struktur (C6H5)2CO

(Thakur, V. K., 2015). Senyawa benzofenon juga ditemui dalam genus Garcinia,

seperti polyprenylbenzophenone dari Garcinia picrorrhiza Miq (Soemiati, A. et

al., 2006) dan tiga benzofenon baru yaitu salimbenzofenon (SB),

ismailbenzofenon (IB) dan hilmibenzofenon dari kulit batang dari Garcinia

benthami Pierre (Elya, B. et al., 2004; Elya, B. et al., 2006). Senyawa

polyisoprenylated benzophenone, guttiferone I, dari kulit batang dari Garcinia

griffithii dan 3’,6-dihidroksi-2,4,4’-trimetoksibenzofenon dari heartwood

Garcinia mangostana (Nilar, et al., 2005). Senyawa 4,6,4’-trihidroksi-2,3’-

dimetoksi-3-prenilbenzofenon dan 4,6,3’,4’-tetrahidroksi-2-metoksibenzofenon

dari batang Garcinia multiflora (Chiang, Yi-Ming et al., 2003).

(SB) (IB)

Gambar 2.3 Struktur Salimbenzofenon (SB), Ismailbenzofenon (IB) (Sumber: Elya, B. et

al., 2004; Elya, B. et al., 2006)

Aktivitas biologis senyawa benzofenon dari ekstrak metanol kulit buah

Garcinia indica adalah sebagai antioksidan (Fumio Y. et al., 2000), garcinol

menunjukkan aktivitas antileukimia (Min-Hsiung Pan et al., 2001) dan aktif

sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dari ekstrak metanol ranting

Garcinia bancana Miq dengan MIC 16 𝜇g/mL (Vatcharin et al., 2005). Senyawa

benzopenon terprenilasi 7-epiclusianone dan guttiferon-A memiliki aktivitas

terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Bacillus cereus ATCC

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11778 masing-masing 1,2 𝜇g/mL dan 0,6 𝜇g/mL (7-epiclusianone), 2,4 𝜇g/mL

dan 2,4 𝜇g/mL (guttiferon-A) (Naldoni, F. J., et al., 2009).

2.1.4.3 Flavonoid

Flavonoid merupakan kelompok senyawa alami yang mempunyai berat

molekul yang rendah terdiri dari struktur tiga cincin dengan berbagai substitusi

(Rai, M. et al., 2012). Flavonoid terdiri dari kelompok besar senyawa besar

senyawa polifenol yang memiliki struktur benzo-𝛾-piron yang disintesis melalui

jalur fenilpropanoid. Flavonoid adalah zat fenolik terhidroksilasi dan disintesis

oleh tanaman sebagai respon terhadap infeksi mikroba (Kumar, Shashank.,

Abhay K. P., 2013). Flavonoid efektif terhadap radikal hidroksil dan radikal

peroksil. Mereka juga dapat membentuk kompleks dengan logam dan

menghambat peroksidasi lipid (Akinrinde, A. S., et al., 2015). Mereka umumnya

dibagi sesuai dengan substituen mereka ke dalam tiga kelompok, flavanols,

anthocyanidins dan flavon, dan chalcones. Flavonoid memiliki aktivitas anti

inflamasi, antioksidan, anti alergi, hepatoprotektif, antitrombotik, antivirus, dan

antikarsinogenik (Rai, M. et al., 2012).

Gambar 2.4 Struktur Dasar Flavonoid (Kumar, Shashank., Abhay K. P., 2013)

Senyawa flavonoid juga terdapat dalam genus Garcinia, seperti 3’-(3-

metilbut-2-enil)naringenin, I3,II8-biapigenin, dan podocarpusflavoneA dari

ranting Garcinia dulcis (Harrison, L. J. et al., 1994). Senyawa kuercetin 3-O-𝛼-

L-ramnosida dan kaemferol 3-O- 𝛼-L-ramnosida dari daun Garcinia bancana

(Muharni dan Elfita., 2011). Senyawa amentoflavone dan 4’monometoksi

amentoflavon dari daun Garcinia livingstoinei memiliki aktivitas antibakteri

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terhadap Mycobacterium smegmatis dengan MIC masing-masing 0,60 ± 0,70

mg/mL dan 1,40 ± 1,56 mg/mL (Kaikabo, A. A., J. N. Eloff., 2011).

2.1.4.4 Terpenoid

Dua triterpenoid telah berhasil diisolasi dari ekstrak n-heksana kulit batang

Garcinia benthami Pierre yaitu friedelin dan asam-3𝛽-hidroksida-lanosta-9(11),

24-dien-26-oat (Elya, B. et al., 2009). Senyawa terpenoid 𝛽-amirin dari kulit

batang Garcinia bancana (Muharni dan Elfita., 2011). Senyawa terpenoid

memiliki aktivitas biologi sebagai anti inflamasi seperti pada Garcinia

subelliptica (Weng, J-R. et al., 2003).

2.1.4.5 Senyawa Asam Organik

Senyawa asam organik yang terdapat pada genus Garcinia seperti asam

hidroksisitrat dan asam hidroksisitrat lakton dari Garcinia cambogia dan

Garcinia cowa (Jena B. S. et al., 2002). Asam gambogik (Qing-Long Guo et al.,

2005), asam morellik dan asam moreollik dari Garcinia hanburyi. Senyawa

asam morellik dan asam moreollik dari Garcinia hanburyi mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dengan nilai MIC 25 𝜇g/mL

(Yaowapa, S. et al., 2005).

2.2 Simplisia

2.2.1 Definisi

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia

merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,

simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral (Depkes RI, 1985).

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau ekdsudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara

spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,

atau zat-zat nabati lainnya yang dengan tertentu dipisahkan dari tanamannya.

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau

zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau

mineral yang belum diolah dan telah diolah dengan cara sederhana dan belum

berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1985).

2.2.2 Penyiapan Simplisia

2.2.2.1 Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain

tergantung pada : bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian

tanaman pada saat panen, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh (Depkes

RI, 1985).

2.2.2.2 Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-

bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat

dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput,

batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang

(Depkes RI, 1985).

2.2.2.3 Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya

yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang

mengalir. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalm air

yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin untuk

menghindari kehilangan zat lebih banyak (Depkes RI, 1985).

2.2.2.4 Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,

pengepakan dan penggilingan (Depkes RI, 1985).

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.2.5 Pengeringan

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah

rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan

mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah

penurunan mutu atau perusakan simplisia. Hal-hal yang perlu diperhatikan

selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran

udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Suhu pengeringan

tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia

dapat dikeringkan pada suhu 300C sampai 90

0C, tetapi suhu yang terbaik adalah

tidak melebihi 600C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa yang tidak

tahan terhadap panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu

serendah mungkin, misalnya 300C sampai 45

0C (Depkes RI, 1985).

2.2.2.6 Sortasi Kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan

simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-

bagiian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lainnya yang

masih tertinggal pada simplisia kering (Depkes RI, 1985).

2.2.2.7 Penghalusan

Penghalusan bertujuan untuk memperbesar luas permukaan dan

mempercepat ekstraksi jika simplisia ingin dijadikan ekstrak kental ataupun cair

(Depkes RI, 1985).

2.2.2.8 Pengepakan dan Penyimpanan

Tujuan pengepakan adalah agar simplisia yang telah jadi dapat disimpan

dalam jangka waktu yang lama dan mutunya tetap terjaga (Depkes RI, 1985).

2.3 Ekstrak dan Eksraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sehinga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Proses ekstraksi suatu tanaman obat adalah pemisahan secara kimia dan fisika

suatu bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan (Depkes RI, 2000; Soesilo,

1995).

Dalam proses pembuatan ekstrak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

diantaranya (Depkes RI, 2000):

a. Pembuatan Serbuk Simplisia

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia

kering. Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu

sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu

ekstrak. Semakin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi semakin efektif dan

efisien, namun, semakin halus serbuk, maka akan akan banyak pelarut yang

digunakan dan sulit dalam tahapan filtrasi.

b. Cairan Pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik

(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat, dengan demikian

senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan senyawa kandungan

lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebgaian besar senyawa yang

diinginkan. Faktor utama yang dipertimbangkan pada pemilihan cairan

penyari diantaranya: selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan

cairan tersebut (ekonomis, ramah lingkungan dan keamanan).

c. Separasi dan Pemurnian

Tujuan tahapan ini adalah menghilangkan senyawa yang tidak dikehendaki

semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang

dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses

pada tahap ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak tercampur,

sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta adsorpsi dan penukar ion.

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Pemekatan atau Penguapan

Pemekatan berarti jumlah parsial senyawa pelarut (solute) secara penguapan

pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental

atau pekat.

e. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan

simplisia awal.

2.3.1 Metode Ekstraksi

2.3.1.1 Ekstraksi Cara Dingin (Depkes RI, 2000)

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan. Secara teknologi termasuk

ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah eksraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhausative extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu ruangan.

Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan atau panampungan ekstrak), terus-menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2.3.1.2 Ekstraksi Cara Panas (Depkes RI, 2000)

a. Refluks

Refluks adalah eksraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umunya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 400C sampai

500C.

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air, temperatur terukur (960C

sampai 980C) selama waktu tertentu (15 sampai 20 menit).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai

titik didih air selama 30 menit.

2.3.2 Vacuum Rotary Evaporator

Vacuum rotaryevaporator adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan

suatu larutan dari pelarutnya sehingga dihasilkan ekstrak dengan kandungan kimia

tertentu sesuai yang diinginkan. Cairan yang ingin diuapkan biasanya ditempatkan

dalam suatu labu yang kemudian dipanaskan dengan bantuan penangas, dan

diputar. Uap cairan yang dihasilkan didinginkan oleh suatu pendingin (kondensor)

dan ditampung pada suatu tempat (receiverflask). Setelah pelarutnya diuapkan,

akan dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk ekstrak kental atau cair (Nugroho,

et al., 1999).

Prinsip kerja alat ini didasarkan pada titik didih pelarut dan adanya tekanan

yang menyebabkan uap dari pelarut terkumpul di atas, serta adanya kondensor

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(suhu dingin) yang menyebabkan uap ini mengembun dan akhirnya jatuh ke

tabung penerima (receiver flask).

2.3.3 Metode Isolasi

2.3.3.1 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia,

Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam

tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang

berisi kalsium karbonat (CaCO3) (Ganjar & Rohman, 2007). Kromatografi

merupakan metode pemisahan fisikokimia untuk memisahkan campuran

senyawa berdasarkan perbedaan waktu huni komponen campuran dalam sistem

fase diam dan fase gerak (Hostettman, et al., 1995).

Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase, yaitu fase

diam (stationer) dan fase gerak (mobile). Fase diam bertindak sebagai zat

penjerap seperti alumina, silika gel, dan resin penukar ion atau bertindak

melarutkan zat terlarut seperti pada kromatografi kertas. Fase gerak membawa

zat terlarut melalui fase diam dengan kecepatan tergantung pada daya ikat setiap

zat terlarut terhadap kedua fase. Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya

distribusi komponen-komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan

sifat fisik komponen yang akan dipisahkan (Harbone, 1996).

2.3.3.2 Kromatografi Lapis tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode pilihan

kromatografi secara fisikokimia (Gandjar & Rohman, 2007). KLT merupakan

bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada

KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan

bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium atau plat

plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini merupakan bentuk terbuka

dari kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk mencapai

hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom

(Gritter, et al., 1991).

Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan analitik dan

preparatif. KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa

organik dalam jumlah kecil misalnya, menentukan jumlah komponen dalam

campuran dan menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT

preparatif. Sedangkan KLT preparatif digunakan untuk memisahkan campuran

senyawa dari sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang

selanjutnya fraksi-fraksi tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisa

berikutnya (Townshend, 1995).

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang atau cairan pengelusi

akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan

secara mekanik (ascending), atau karena pengaruh grafitasi pada pengembang

menurun (descending) (Gritter, et al., 1991).

Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai

ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah lempeng terelusi, dilakukan

deteksi bercak. Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai

retardation farctor (Rf). Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang

ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak (Gandjar

& Rohman, 2007).

Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan

KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut

organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh,

dan tidak bereaksi dengan penjerap (Gritter, et al., 1991).

a. Fase Diam

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil

dengan diameter partikel antara 10-30 mikrometer. Penjerap yang paling

sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme

sorpsi utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi (Ganjar & Rohman,

2007). Adsorben umum yang digunakan dalam KLT meliputi partikel silika

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gel ukuran 12 µm, alumina, mineral oksida, silikagel dengan ikatan kimia,

selulosa, poliamida, polimer penukar ion, silikagel, danfase kiral (Gocan,

2002).

Tabel 2.1 Fase Diam Kromatografi Lapis Tipis

Penjerap Mekanisme sorbsi Penggunaan Silika gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon,

vitamin, alkaloid. Silika yang

dimodifikasi dengan

hidrokarbon

Partisi

termodifikasi Senyawa-senyawa non polar

Serbuk selulosa Partisi Asam amino, nukleotida,

karnohidrat. Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion logam, pewarna

makanan, alkaloid. Kieselguhr (tanah

diatomae) Partisi Gula, asam-asam lemak.

Selulosa penukar ion Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida, halida

dan ion-ion logam. Gel sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks

logam. 𝛽-siklodekstrin Interaksi adsorpsi

stereospesifik Campuran enansiomer.

b. Fase Gerak

Pada kromatografi KLT umumnya fase gerak yang digunakan adalah

campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini

dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi

secara optimal. Adapun petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase

gerak (Ganjar & Rohman, 2007):

- Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif.

- Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf

antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

- Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang

berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil

benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

- Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran

pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan

perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia

masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan

asam.

c. Penotolan Sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal diperoleh hanya jika

menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.

Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang

digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Untuk

memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit

0,5 mikroliter. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10

mikroliter maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan

dilakukan pengeringan antar totolan. Penotolan yang tidak tepat akan

menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda (Ganjar & Rohman,

2007).

d. Pengembangan

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah

mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang

sebelumnya telah dijenuhkan dengan fase gerak. Tepi bagian bawah

lempeng lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam bejana

berisi fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana

harus di bawah lempeng. Ada beberapa teknik untuk pengembangan dalam

kromatografi lapis tipis, yaitu pengembangan menaik (ascending), menurun

(descending), melingkar dan mendatar (Ganjar & Rohman, 2007).

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Deteksi Bercak

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak

berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, dan

biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan

bercak dengan pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi

jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah

dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi

sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi,

membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi

maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi, dengan

demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan

kelihatan berfluoresensi (Ganjar & Rohman, 2007).

2.3.3.3 Identifikasi Kromatogram

Ada beberapa cara untuk mendeteksi senyawa yang tidak berwarna pada

kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan

penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm)

atau jika senyawa itu dapat dieksitasi pada radiasi UV gelombang pendek dan

gelombang panjang (365 nm). Pada senyawa yang mempuyai dua ikatan rangkap

atau lebih dan senyawa aromatik seperti turunan benzena, mempunyai serapan

kuat ± di daerah 230-300 nm (Stahl, 1985).

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dari lapisan tipis

menggunakan harga Rf. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut

(Sastrohamidjojo, 2005).

Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal

Rf :

Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal

Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-

harga standar. Nilai-nilai Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk campuran

tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun demikian daftar

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dari harga-harga untuk berbagai campuran dari pelarut dan penyerap dapat

diperoleh (Sastrohamidjojo, 2005).

2.3.3.4 Sistem Fase Gerak pada KLT

Polaritas fase gerak perlu diperhatikan pada analisa dengan KLT,

sebaiknya digunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas

serendah mungkin. Campuran yang baik memberikan fase gerak yang

mempunyai kekuatan bergerak sedang. Secara umum dikatakan bahwa fase diam

yang polar akan mengikat senyawa polar dengan kuat sehingga bahan yang

kurang sifat kepolarannya akan bergerak lebih cepat dibandingkan bahan-bahan

polar (Gritter, et al., 1991).

Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan

KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut

organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh,

dan tidak bereaksi dengan penjerap (Gritter, et al., 1991).

Pelarut yang ideal harus melarutkan linarut dan harus cukup baik sebagai

pelarut yang bersaing dengan daya serap penjerap. Keadaan yang ideal tersebut

mungkin terjadi jika pelarut tidak berproton seperti hidrokarbon, eter dan

senyawa karbonil dipakai sebagai pelarut pengembang (Gritter, et al., 1991).

2.3.3.5 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang

digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak

berdasarkan adsorpsi dan partisi (Gritter, et al., 1991). Kromatografi kolom

membutuhkan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya

fase diam dan yang lainnya fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui

media, hingga terpisah dari zat terlarut lain yang terelusi lebih awal atau akhir.

Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut

berbentuk cairan atau gas yang disebut pelarut (Harborne, 1987).

Sistem elusi pelarut yang digunakan dalam kolom kromatografi ada 3

yaitu: isokratik, fraksional, dan gradient. Pada proses elusi isokratik

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan komposisi pelarut yang tidak berubah sampai proses elusi selesai.

Pada proses elusi fraksional, pelarut yang digunakan hanya satu jenis.

Sedangkan pada elusi gradient, pelarut yang digunakan dengan konsentrasi

bertingkat (Smith, F. J. dan A. Braithwaite, 1999).

Pada kromatografi kolom, tabung pemisah diisi penjerap. Penjerap yang

biasa digunakan ialah silika gel. Pengisian ini harus dilakukan secara berhati-hati

dan merata. Penjerap dapat dikemas dalam tabung dengan cara basah maupun

kering (Harborne, 1987). Cara basah, silika gel terlebih dahulu dijenuhkan

dengan cairan pengelusi yang akan digunakan. Kemudian dimasukkan ke dalam

kolom melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit, sambil kran

kolom dibuka.

Kemudian pelarut organik (misalnya n-heksana) dialirkan hingga silika gel

mampat. Setelah silika gel mampat, pelarut dibiarkan mengalir hingga batas

adsorben. Kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan, cara memasukkan

sampel ada dua yaitu cara basah dan cara kering. Cara basah, sampel yang

dimasukkan terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut hingga diperoleh kelarutan

yang spesifik. Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom

melalui dinding kolom sedikit demi sedikit hingga semua sampel masuk.

Selanjutnya kran dibuka dan diatur tetesannya, serta ditambahakan dengan

cairan pengelusi. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi (Gritter, et

al., 1991).

Sedangkan cara kering, yaitu dengan memasukkan silika gel ke dalam

kolom yang telah diberi kapas sedikit demi sedikit dan diratakan dengan alat

pemampat kemudian ditambahkan dengan cairan pengelusi (Gritter, et al.,

1991).

2.4 Bakteri

2.4.1 Definisi

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang panjangnya beberapa

mikrometer dan memiliki morfologi dari berupa tongkat (basil), kokus sampai

bentuk spiral (Subandi, 2010). Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniselular

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya.

(Pelczar et al., 2008).

Bakteri merupakan organisme dengan ciri-ciri sebagai berikut (Pelczar et

al., 2008; Subandi, 2010): Prokariot (ciri khas dari golongan prokariota

diantaranya adalah tidak ada membran internal yang memisahkan nukleus dari

sitoplasma, perkembangbiakan dengan cara pembelahan biner, dinding selnya

mengandung mukopeptida, yang memberikan kekakuan pada sel), sel tunggal,

mikroorganisme mikroskopik, umumnya berukuran lebih kecil daripada sel

eukariotik, sangat kompleks meskipun ukurannya kecil.

2.4.2 Morfologi

Sebagian besar bakteri memiliki diameter dengan ukuran 0,2-2,0 mm dan

panjang berkisar 2-8 mm (Pratiwi, 2008). Beberapa bakteri tumbuh pada suhu

00C, ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang suhunya 90

0C

atau lebih. Kebanyakan tumbuh pada berbagai suhu diantara kedua nilai ekstrim

tersebut (Pelzar et al., 2008).

Ada beberapa bentuk dasar bakteri, yaitu bulat (tunggal: coccus, jamak:

cocci), batang (tunggal: bacillus, jamak: bacilli), dan spiral yaitu berbentuk batang

melengkung atau melingkar-lingkar. Bakteri berbentuk spriral dibedakan dalam

beberapa jenis. Bakteri yang berbentuk batang melengkung menyerupai koma

disebut vibrio. Bakteri yang berpilin kaku disebut spirilla, sedangkan bakteri yang

berpilin fleksibel disebut spirochaeta (Pratiwi, 2008).

Struktur sel bakteri diantaranya meliputi (Pelzar et al., 2008):

a. Dinding sel; merupakan suatu struktur yang sangat kaku yang memberikan

bentuk pada sel. Tebal dinding sel pada kebanyakan bakteri berkisar antara

10-35 nm. Komposisi kimiawi dinding sel yang menyebabkan kaku adalah

peptidoglikan.

b. Membran sitoplasma; merupakan lapisan tipis yang terletak langsung

dibawah dinding sel dengan ketebalan diperkirakan 7,5 nm. Membran

sitoplasma amatlah penting karena mengendalikan lalu-lalangnya substansi

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kimiawi dalam larutan, masuk ke dalam dan keluar sel melintasi membran

dengan cara difusi pasif atau transfor aktif.

c. Sitoplasma; mengandung bagian sel: (1) daerah sitoplasma, banyak

mengandung partikel-partikel RNA-protein yang disebut ribosom, terkemas

padat diseluruh daerah sitoplasma. Ribosom merupakan situs biosintesis

protein, dijumpai pada semua sel, baik eukariot maupun prokariotik; (2)

daerah kromatin atau nukleus, merupakan bagian yang mengandung bahan

nukleus atau DNA di dalam sel bakteri menempati posisi pusat sel dan terkait

pada sistem mesosom-membran sitoplasma; dan (3) inklusi sitoplasma,

mengandung substansi kimiawi yang membentuk granul serta globul di dalam

sitoplasma.

2.4.3 Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan adalah pertambahan teratur semua komponen suatu organism.

Ciri khas reproduksi bakteri adalah pembelahan biner (binary fussion). Faktor-

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri dapat dibedakan menjadi faktor

fisik dan faktor kimia termasuk nutrisi dalam media kultur. Faktor fisik meliputi

temperatur, pH, tekanan osmotik dan cahaya. Faktor kimia meliputi karbon,

oksigen, mikroelemen atau unsur kelumit (trace element), dan faktor-faktor

pertumbuhan organik (Pratiwi, 2008).

Ada empat macam fase pertumbuhan bakteri, yaitu fase lag (lamban), fase

log (fase logaritmik atau fase eksponensial), fase stationer, dan fase kematian.

Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian pada lingkungan baru.

Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah

peningkatan ukuran sel dan mengalami perubahan komposisi kimiawi. Fase log

(fase eksponensial) merupakan fase di mana bakteri tumbuh dan membelah

mencapai kecepatan maksimum, tergantung pada genetika, sifat media, dan

kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang

bertambah secara eksponensial. Pada fase stationer, pertumbuhan bakteri berhenti

dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel

yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Pada fase

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kematian, jumlah sel-sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah

ketersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik (Pratiwi, 2008;

Pelzar et al., 2008).

2.4.4 Jenis Bakteri

Berdasarkan atas komposisi dinding selnya, bakteri dapat dibedakan

menjadi dua kelompok yaitu bakteri Gram-positif (misalnya Bacillus subtilis) dan

bakteri Gram-negatif (misalnya Eschericia coli) (Yuwono, 2011). Ciri-ciri bakteri

Gram positif adalah dinding sel berlapis tunggal (mono) dengan tebal 15-80 nm,

komposisi dinding selnya rendah lipid 1-4% dan peptidoglikan ada sebagai

lapisan tunggal jumlahnya 50% dari berat kering serta terdapat asam tekoat,

rentan terhadap penisilin dan gangguan fisik, dan persyaratan nutrisi relatif rumit.

Ciri-ciri bakteri Gram negatif adalah dinding sel berlapis tiga (multi) dengan tebal

10-15 nm, komposisi dinding selnya terdapat kaya lipid 11-22% dan

peptidoglikan ada pada lapisan kaku sebelah dalam 10% dari berat kering serta

tidak ada asam tekoat, kurang rentan terhadap penisilin dan gangguan fisik, dan

persyaratan nutrisi sederhana (Pelzar et al., 2008).

2.4.5 Bakteri Uji

a. Staphylococcus aureus

Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus adalah (Syahrurachman dkk.,

1994; Brooks et al., 2005):

Divisio : Protophyta

Subdivisio : Schizomycetea

Classis : Schizomycetes

Order : Eubacteriales

Family : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Staphylococci bersifat non-motil, tidak membentuk spora, anaerob

fakultatif. Anggota genus Staphylococci adalah katalase positif dan oksidase

negatif, toleran terhadap garam, dan tahan terhadap panas (Harris, L. G., S. J.

Foster., R. G. Richards., 2002). Staphylococcus aureus merupakan bakteri

Gram-positif, selnya berbentuk bulat dengan diameter 1 𝜇m. Bakteri ini dapat

menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti pneumonia, meningitis,

empiema, endokarditis, jerawat, bisul, abses, luka, pioderma atau impetigo.

Untuk membiakan baktri Staphylococcus diperlukan suhu optimal antara 28-

300C. Infeksi Staphylococcus aureus dapat berupa jerawat, (Brooks et al., 2005;

Jawetz et al., 2001).

Staphylococcus aureus mengandung polisakarida san protein yang bersifat

antigenik dan merupakan substansin penting di dalam struktur dinding sel.

Peptidoglikan merupakan suatu polimer polisakarida yang mengandung subunit-

subunit yang tergabung, merupakan eksoskeleton yang kaku pada dinding sel.

Peptidoglikan dirusak oleh asam kuat atau lisozim. Hal tersebut penting dalam

patogenesis infeksi, yaitu merangsang pembentukan interleukin-1 (pirogen

endogen) dan antibodi opsonik, juga dapat menjadi penarik kimia (kemotraktan)

leukosit polimorfonuklear, mempunyai aktivitas mirip endotoksin dan

mengaktifkan komplemen (Jawetz et al., 2005).

b. Salmonella enteretica sv typhimurium

Klasifikasi dari Salmonella enteretica sv typhmurium adalah sebagai

berikut (Poernomo, J. Sri, 2004; Todar, 2008):

Divisio : Bacteria

Subdivisio : Proteobacteria

Classis : Gamma Proteobacteria

Ordo : Eubacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella enterica

Spesises : Salmonella enterica sv typhimurium

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Salmonella adalah salah satu bakteri keluarga Enterobacteriaceae. Bakteri

keluarga enterobacteriaceae adalah bakteri berbentuk batang pendek, Gram

negatif, aerob/fakultatif, tidak berspora, bergerak/tidak bergerak, mereduksi

nitirit menjadi nitrat, mengadakan fermentasi glukosa dengan atau tanpa gas,

katalase positif, dan oksidasi negatif (Poernomo, J. Sri, 2004). Salmonella

enteric sv typhimutium merupakan bakteri penyebab penyakit demam typhoid

dan paratyphoid serta diare (Poeloengan, Masniari et al., 2004; Zhang, S. et al.,

2003).

2.4.6 Antibakteri Pembanding

Antibakteri pembanding dalam uji ini adalah kloramfenikol. Pemerian dari

kloramfenikol merupakan hablur halus berbentuk jarum atau lempeng

memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan praktis

netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam

(Depkes RI, 1995). Kloramfenikom merupakan antibiotik bakteriostatik spektrum

luas yang aktif terhadap organisme-organisme aerobik dan anaerobik Gram positif

maupun Gram negatif. Sebagian besar bakteri Gram positif dihambat pada

konsentrasi 1-10 𝜇g/mL, sementara kebanyakan bakteri Gram negatif dihambat

pada konsentrasi 0,2-5 𝜇g/mL (Katzung, 2004).

Kloramfenikol merupakan penghambat kuat terhadap sintesis protein

mikroba. Kloramfenikol suksinat berikatan dengan ribosom bakteri subunit 50s

secara reversibel. Agen ini juga menghambat peptidyl transferase pada sintesis

protein (Katzung, 2004).

Gambar 2.5 Struktur Kloramfenikol (Sumber: Cairns, 2004)

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.8 Klasifikasi dan Mekanisme Kerja Antimikroba

Klasifikasi senyawa antimikroba yang paling umum didasarkan struktur

kimia dan mekanisme kerja yaitu sebagai berikut (Gilman, A. G., 2012):

a. Senyawa yang menghambat sintesis dinding sel bakteri; ini meliputi

penisilin dan sefalosforin yang secara struktur mirip, dan senyawa-

senyawa yang tidak mirip seperti sikloserin, vankomisin, basitrasin, dan

senyawa antifungi golongan azol (contohnya klotrimazol. flukonazol, dan

itrakonazol).

b. Senyawa yang bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme,

mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa-

senyawa intraseluler; senyawa antifungi nistatin.

c. Senyawa yang mempengaruhi fungsi subunit ribosom 30S atau 50S

sehingga menyebabkan penghambatan sintesis protein yang reversibel;

obat bakteriostatik ini meliputi kloramfenikol, golongan tetrasiklin;

eritromisin, klindamisin.

d. Senyawa yang berikatan dengan subunit ribosom 30S dan mengubah

sintesis protein, yang pada akhirnya mengakibatkan kematian sel; yaitu

aminoglikosida.

e. Senyawa yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti

golongan rifamisin (rifampin), yang menghambat RNA polymerase, dan

golongan kuinolon, yang menghambat topoisomerase.

f. Kelompok antimetabolit, termasuk diantaranya trimetoprim dan

sulfonamida, yang memblok enzim penting dalam metabolisme asam folat.

g. Senyawa antivirus yang terdiri atas beberapa golongan, yakni: (1) analog

asam nukleat, seperti asiklovir atau gansiklovir, yang secara selektif

menghambat DNA polimerase virus, serta zidovudin atau lamivudin, yang

menghambat transkriptase balik; (2) inhibitor transcriptase balik non-

nukleosida, seperti nevirapin atau efavirenz; (3) inhibitor enzim-enzim

esensial virus lainnya, misalnya inhibitor protease HIV atau neuraminidase

influenza.

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.9 Metode Uji Antimikroba

Terdapat beberapa metode uji antimikroba, antara lain metode uji difusi,

metode uji dilusi dan metode uji bioautografi.

2.4.4.1 Metode Difusi

a. Disc diffusion

Disebut juga tes Kirby & Bauer, digunakan untuk menentukan

aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba

diletakkan pada media Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang

akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan

adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba

pada permukaan media Agar (Pratiwi, 2008).

b. E-Test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum

Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum), yaitu

konsentrasi miminal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik

yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga kadar

tertinggi dan dilerakkan pada permukaan media Agar yang telah ditanami

mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang

ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media Agar (Pratiwi,

2008).

c. Ditch-plate Technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan

pada parit yang dibuat dengan cara memotong media Agar dalam cawan

Petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6

macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi,

2008).

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Cup-plate Technique

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, di mana dibuat

sumur pada media Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan

pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi,

2008).

e. Gradient-plate Technique

Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media Agar

secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media Agar dicairkan

dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan

Petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya

dituang di atasnya. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan

agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji

(maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke

rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan

mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang

pertumbuhan hasil goresan.

Bila:

X : panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin

Y : panjang pertumbuhan actual

C : konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL

atau µg/mL.

Konsentrasi hambatan = [(X.Y)] = C mg/mL atau µg/mL.

Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari

lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat

mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi, 2008).

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.4.2 Metode Dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution)

dan dilusi padat (solid dilution) (Pratiwi, 2008).

a. Dilusi Cair

Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration atau Kadar

Hambat Minimum/KHM) dan MBC (Minimum Bactericidal

Concentration atau Kadar Bunuh Minimum/KBM). Cara yang dilakukan

adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium

cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba

pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba

uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM

tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan

mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam.

Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai

KBM (Pratiwi, 2008).

b. Dilusi Padat

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media

padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen

antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba

uji (Pratiwi, 2008).

2.4.4.3 Uji Bioautografi

Bioautografi merupakan metode skrining mikrobiologi yang umum

digunakan untuk mendeteksi adanya aktivitas antimikroba. Metode skining ini

memberikan sensitivitas yang lebih tinggi daripada metode lainnya. Metode ini

juga memiliki kelebihan yaitu sederhana, hemat waktu, dan tidak memerlukan

peralatan yang canggih (Choma, I., 2010). Uji bioautografi merupakan metode

spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT yang memiliki

aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga mendekatkan metode

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

separasi dengan uji biologis. Prosedur dalam uji dengan metode bioautografi

sama seperti uji dengan metode difusi agar (Choma, I., E. M. Grzelak., 2011).

Ada tiga macam metode bioautografi (Choma, I., 2010):

a. Bioautografi kontak

Plat kromatografi diletakkan pada permukaan agaryang telah diinokulasi

mikroba uji selama beberapa menit atau jam, sehingga proses difusi dapat

terjadi. Plat kromatogram diambil dan media agar diinkubasi. Daerah

hambatan ditunjukkan dengan adanya spot antimikroba yang menempel

pada permukaan agar.

b. Bioautografi agar overlay atau imersi

Plat kromatografi dicelupkan dalam medium agar, setelah agar memadat

ditambahkan mikroorganisme uji lalu diinkubasi. Metode ini merupakan

kombinasi dari bioautografi kontak dan langsung, karena senyawa

antimikroba ditransfer dari kromatogram ke media agar, seperti dalam

metode kontak, tetapi lapisan agar tetap pada permukaan kromatogram

selama inkubasi dan visualisasi seperti pada bioautografi langsung.

c. Bioautografi Langsung

Bioautografi langsung merupakan metode bioautografi yang paling banyak

digunakan dari semua metode bioautografi. Prinsip dari metode ini adalah

plat KLT dicelupkan pada suspensi mikroorganisme kemudian diinkubasi.

Visualisasi dari zona hambatnya menggunakan reagen dehidrogenase,

seperti garam tetrazolium. Enzim dehidrogenase dari mikroorganisme akan

mengkonversi garam tetrazolium menjadi berwarna, sehingga akan terlihat

spot berwarna krem-putih dengan latar belakang ungu pada permukaan

plat KLT menunjukkan keberadaan agen antibakteri.

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia

Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian ini berlangsung sejak

bulan Desember 2014 sampai Juni 2015.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Tanaman

Tanaman yang diteliti adalah Garcinia benthami Pierre yang diperoleh dari

Kebun Raya Bogor pada tanggal 8 Desember 2014 dan telah dideterminasi di

Herbarium Bogorisme, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI,

Cibinong Bogor (Lampiran 1). Adapun bagian tanaman yang digunakan dalam

penelitian adalah bagian daun dari tanaman Garcinia benthami Pierre. Spesifikasi

daun yang diambil adalah berwarna hijau (tidak terlalu tua dan tidak terlalu

muda), tidak terdapat bercak, dan tidak berlubang karena dimakan serangga.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: blender, timbangan

analitik (AND GH-202), krus porselen, oven, botol maserasi, gelas ukur (pyrex),

beaker glass (pyrex), erlenmeyer (Schott DURAN), corong (pyrex), seperangkat

alat vaccum rotary evaporator (EYELA ROTARY EVAPORATOR N-1000,

EYELA DIGITAL WATER BATH SB-1000, Water Refrigerator Pump EYELA

CCA-1111, DTC-21 DIAPHRAGM TYPE DRY VACCUM PUMP), spatula,

batang pengaduk, pipet tetes, cawan penguap, hot plate, lumpang dan alu, kolom

kromatografi (Schott DURAN, pyrex), statif, vial, chamber, kaca arloji, lampu

UV (Boinstrument ATTA, KRUSS), tabung reaksi (pyrex), rak tabung reaksi,

pipa kapiler, Laminar Air Flow (LAF) (UIS TEMPERED), cawan petri (pyrex),

Bunsen, jarum ose, pinset (MARWA stainless), botol semprot (NAGATA), vortex

34

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Vortex Mixer K), inkubator (FRANCE ETUVES), autoklaf (ALP), lemari

pendingin (GEA Pharmaceutical Refrigerator, SANYO Medicool), mikropipet

dan tip (BIO-RAD).

3.2.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: n-heksana

teknis, etil asetat teknis, metanol teknis, TLC silica gel 60 F254 (Merck), Silica gel

60 (0,063-0,200 mm) for column chromatography (Merck), larutan HCl encer,

reagen Meyer, reagen Dragendorf, etanol, serbuk Mg, FeCl3 3%, H2SO4 pekat,

kloroform, asam asetat anhidrida, Nutrien Agar (NA) (Merck), Brain Heart

Infussion (BHI) broth (OXOID), bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan

Salmonella enteretica sv typhimurium ATCC 14028 yang diperoleh dari

Laboratorium Mikrobiologi Universitas Indonesia (UI), antibiotik kloramfenikol

(INDOFARMA), Dimethylsulfoxide (DMSO) 10%, aquadest, natrium klorida

(NaCl) 0,9% (Otsuka), reagen p-iodonitrotetrazolium chloride atau INT (SIGMA-

ALDRICH), Masker (SENSI® Mask), Gloves (SENSI

® Gloves), kertas label

(ABC), aluminium foil (Bagus), plastik wrap, kertas saring, kapas (Sari Bunga),

kantong plastic tahan panas dan kain kasa.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penyiapan Simplisia

Daun Garcinia benthami Pierre sebanyak 4 kg daun segar disortasi basah

dengan cara dicuci menggunakan air mengalir untuk dipisahkan dari kotoran-

kotoran yang menempel. Sampel dikeringkan dengan aliran udara yang baik

(diangin-anginkan) tanpa menggunakan suhu tinggi dan terhindar dari sinar

matahari dan pengeringan dilakukan sampai sampel benar-benar kering

(Harborne, 1987). Sampel yang telah kering disortasi kering untuk dipisahkan dari

sisa kotoran-kotoran yang masih tertinggal dan dihaluskan dengan blender hingga

menjadi serbuk, kemudian ditimbang. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah

tertutup rapat, bersih, kering dan terhindar dari cahaya matahari (Depkes RI,

1985; 2000).

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.3 Pembuatan Ekstrak

Proses pembuatan ekstrak menggunakan metode ekstraksi cara dingin, yaitu

dengan cara maserasi bertingkat (Depkes RI, 2000). Pada proses maserasi

menggunakan tiga jenis pelarut dengan kepolaran bertingkat yaitu pelarut non

polar (n-heksana), pelarut semi polar (etil asetat), dan pelarut polar (metanol) yang

sebelumnya telah didestilasi.

Sebanyak 1,2 kg serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah gelap,

kemudian ditambahkan pelarut n-heksana ke dalam wadah tersebut hingga serbuk

simplisia terendam ± 3 cm di bawah pelarut. Maserasi yang pertama kali

dilakukan selama 1 hari dan remaserasi dilakukan selama 2-3 hari pada suhu

ruang dengan sesekali dikocok agar semua serbuk dapat menyentuh pelarut

dengan sempurna. Hasil maserasi disaring dengan menggunakan kapas untuk

memisahkan filtrat dari ampas, filtrat yang diperoleh disaring kembali dengan

kertas saring Whatman no. 1 untuk memisahkan ampas halus yang belum

tersaring saat penyaringan menggunakan kapas. Ampas yang diperoleh kemudian

diremaserasi menggunakan pelarut n-heksana hingga pelarut bening. Ampas hasil

maserasi dengan pelarut n-heksana diremaserasi dengan menggunakan pelarut etil

asetat. Ampas hasil maserasi dengan pelarut etil asetat diremaserasi menggunakan

pelarut metanol. Filtrat dipekatkan menggunakan vaccum rotary evaporator

dengan suhu 400C hingga menjadi ekstrak kental (Harborne, 1987). Ekstrak kental

n-hekasan, etil asetat, dan metanol ditimbang, kemudian dihitung persen

rendemen dari masing-masing ekstrak dan disimpan dalam lemari pendingin pada

suhu 40C. Rendemen ekstrak dihitung menggunakan persamaan berikut

(Sastrohamidjojo, 2005):

Bobot ekstrak kental yang diperoleh (g)

% Rendemen ekstrak = x 100%

Bobot simplisia yang diekstraksi (g)

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.4 Penetapan Kadar Air Ekstrak

Metode uji kadar air yang digunakan adalah metode gravimetri. Krusibel

porselen kosong dikonstankan dengan pemanasan pada suhu 1050C selama 2 jam,

didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 1 gram ekstrak

ditimbang menggunakan wadah yang telah ditara tersebut. Ekstrak dikeringkan

pada suhu 1050C selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan pada jarak

30 menit, ditimbang kembali sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-

turut tidak lebih dari 0,25% atau hingga bobot tetap (konstan) (Depkes RI, 1989;

2000).

3.3.5 Penapisan Fitokimia Ekstrak

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui macam-macam metabolit

sekunder yang terkandung di dalam ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat, dan

ekstrak metanol dari daun Garcinia benthami Pierre. Metabolit yang diuji

keberadaannya antara lain: flavonoid, saponin, tannin, alkaloid, steroid, dan

triterpenoid.

3.3.5.1 Identifikasi Flavonoid

Sampel dicampur dengan 5 mL etanol, dikocok, dipanaskan, dan dikocok

lagi kemudian disaring. Filtrat ditambahkan serbuk Mg 0,2 g dan 3 tetes HCl.

Terbentuknya warna merah pada lapisan etanol menunjukkan adanya flavonoid

(Depkes RI, 2000).

3.3.5.2 Identifikasi Saponin

Tes busa: 0,5 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 mL,

aquadest panas, kemudian kocok vertikal. Pembentukan busa setinggi 1-10 cm

yang stabil selama tidak kurang 10 menit menunjukkan adanya saponin. Pada

penambahan 1 tetes HCl 2N, busa tidak hilang (Depkes RI, 1989).

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.5.3 Identifikasi Tanin

Ekstrak dilarutkan dengan aquadest panas lalu dikocok hingga homogen.

Larutan kemudian ditambahkan 5 tetes natrium klorida 10% dan saring. Filtrat

yang diperoleh digunakan sebagai larutan percobaan. Larutan percobaan

ditambahkan pereaksi besi (III) klorida 3%. Hasil positif ditunjukkan dengan

terbentuknya larutan biru kehitaman atau hijau kehitaman (Materia Medika,

1980).

3.3.5.4 Indentifikasi Alkaloid

Ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian disaring. a.) Tes

Mayer: filtrat ditambahkan reagen Meyer (Potassium Mercuric Iodide).

Terjadinya endapan berwarna putih atau kuning mengindikasikan adanya senyawa

alkaloid. b.) Tes Dragendorf: filtrat yang diperoleh ditambahkan reagen

Dragendorf (solution of Potassium Bismuth Iodide). Terjadinya endapan berwarna

merah bata mengindikasikan adanya senyawa alkaloid (Materia Medika, 1995).

3.3.5.5 Identifikasi Steroid

Tes Salkowski: Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring.

Filtrat yang diperoleh ditambahkan beberapa tetes asam sulfat pekat dan kocok.

Terbentuknya warna kuning emas mengindikasikan adanya triterpenoid (Tiwari,

et al., 2011).

3.3.5.6 Identifikasi Terpenoid

Uji Lieberman-Burcard: Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan

disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan beberapa tetes asam asetat

anhidrida, kemudian dipanaskan dan didinginkan. Lalu ditambahkan beberapa

tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya cincin warna coklat mengindikasikan

adanya steroid (Tiwari, et al., 2011).

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.6 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak

3.3.6.1 Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

- Sterilisasi dengan pemijaran, yaitu sterilisasi alat-alat dengan cara dibakar

menggunakan nyala Bunsen sampai berpijar seperti ose, batang L, pinset,

mulut tabung biakan (Leboffe, Michael J. and Burton E. Pierce, 2010).

- Sterilisasi panas kering, yaitu sterilisasi menggunakan oven dengan suhu

1700C selama 1 jam atau 160

0C selama 2 jam. Sterilisasi panas kering hanya

untuk alat-alat yang tahan panas (seperti cawan petri, objek berbahan metal)

dan tidak untuk alat-alat gelas yang presisi dan berbahan plastik (McDonnell,

Gerald E., 2007; Black, Jacquelyn G., 2012).

- Sterilisasi panas uap, yaitu sterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu

1210C selama 15 menit. Sterilisasi panas uap ditujukan untuk bahan-bahan

cair (seperti medium mikrobiologi, aquadest, dan NaCl 0,9%), alat gelas yang

presisi (seperti gelas ukur, labu ukur, dan pipet ukur) dan tidak tahan panas

(seperti plastik) (McDonnell, Gerald E., 2007; Black, Jacquelyn G., 2012).

3.3.6.2 Pembuatan Medium

a. Medium Nutrient Agar (NA)

Medium yang digunakan untuk peremajaan bakteri adalah nutrient agar

(NA). NA dibuat berdasarkan aturan pakai yang tertera pada kemasan (Merck).

Serbuk NA sebanyak 10 gram dilarutkan dalam 500 mL aquadest dan dipanaskan

hingga mendidih dan agar tercampur rata. Kemudian disterilkan menggunakan

autoklaf pada suhu 1210C selamat 15 menit. Setelah disterilisasi medium dapat

digunakan dan disimpan di lemari pendingin.

b. Medium Brain Heart Infussion (BHI) Broth

Brain Heart Infussion (BHI) broth dibuat berdasarkan aturan pakai yang

tertera pada kemasan (OXOID). Serbuk medium BHI sebanyak 3,7 gram

dimasukkan ke dalam 100 mL aquadest, lalu dipanaskan hingga larut sambil terus

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diaduk dan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

Setelah steril medium dapat digunakan dan disimpan di dalam lemari pendingin.

3.3.6.3 Peremajaan Bakteri Uji

Peremajaan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella

enteric sv typhimurium dapat menggunakan medium nutrient agar (NA).

Medium NA dituangkan ke dalam tabung reaksi sebanyak ± 5 mL. Media yang

telah dituang disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15

menit. Medium NA didinginkan pada suhu ruang dengan posisi miring hingga

memadat. Diambil satu ose bakteri uji dari stok kultur, dioleskan secara zig-zag

pada media NA miring dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C (Leboffe,

Michael J. and Burton E. Pierce, 2010).

3.3.6.4 Pewarnaan Gram

Identifikasi kemurnian bakteri uji dapat dilakukan dengan pewarnaan

Gram. Glass microscope slide dibersihkan dari debu dan kotoran lainnya

menggunakan alkohol dan ditetesi dengan 1 tetes NaCl 0,9%. Bakteri

Staphylococcus aureus dan Salmonella enteretica sv typhimurium diambil

masing-masing 1 ose, diratakan di dalam larutan NaCl 0,9%, dan difiksasi di

atas nyala Bunsen. Hasil fiksasi bakteri ditetesi dengan larutan kristal violet,

dibiarkan selama 1 menit dan dibilas dengan aquadest. Glass slide ditetesi

dengan larutan iodin atau lugol, dibiarkan selama 1 menit dan dibilas dengan

aquadest. Tahap selanjutnya glass microscope slide didekolorisasi dengan

alkohol 96%, ditunggu selama 30 detik dan dibilas dengan aquadest. Setelah

itu, ditetesi dengan larutan safranin, dibiarkan selama 1 menit dan dibilas

dengan aquadest. Preparat bakteri ditunggu hingga kering dan ditetesi dengan 1

tetes minyak imersi untuk diperiksa menggunakan mikroskop dengan

perbesaran 1500x (Leboffe, Michael J. and Burton E. Pierce, 2010).

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.6.5 Pembuatan Suspensi Bakteri

Suspensi bakteri dibuat berdasarkan Valgas et al. (2007) dan Ismail et al.

(2011) dengan modifikasi. Bakteri uji Staphylococcus aureus dan Salmonella

enteretica sv typhimurium disuspensikan menggunakan NaCl 0,9% steril,

kekeruhannya dibandingkan dengan McFarland 3 (109 CFU/mL). Suspensi

bakteri tersebut diencerkan hingga 106 CFU/mL dengan cara diambil 1 mL

suspensi bakteri dari tabung 109 CFU/mL dan dicampurkan ke dalam 9 mL

NaCl 0,9% steril, sehingga didapatkan suspensi bakteri dengan kekeruhan 108

CFU/mL. Diambil 1 mL suspensi bakteri dari tabung 108

CFU/mL dan

dicampurkan ke dalam 9 mL NaCl 0,9% steril, sehingga didapatkan suspensi

bakteri dengan kekeruhan 107 CFU/mL. Setelah itu, dilanjutkan dengan

mengambil 1 mL suspensi bakteri dari tabung 107

CFU/mL dicampur dengan 9

mL Brain Heart Infussion (BHI) broth, sehingga didapatkan suspensi bakteri

dengan kekeruhan 106 CFU/mL.

3.3.6.6 Pembuatan Sampel Uji

Masing-masing ekstrak dilarutkan pada pelarut ekstraksi yang digunakan.

Begitu juga dengan fraksi dan senyawa murni. Semua fraksi yang diperoleh

dilarutkan dengan pelarut etil asetat. Konsentrasi ekstrak dan fraksi uji yang

digunakan adalah 5 mg/mL (Valgas, C. et al., 2007).

3.3.6.7 Pembuatan Kontrol Positif

Kontrol positif yang digunakan adalah antibiotik kloramfenikol 30

𝜇g/mL untuk bakteri Staphylococcus aureus dan 200 𝜇g/mL untuk bakteri

Salmonella enterica sv typhimurium, yang dilarutkan dalam DMSO 10%

(Valgas, C. et al., 2007).

3.3.6.8 Penyiapan Plat KLT

Pada uji antibakteri metode bioautografi langsung. Plat Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) digunakan sebagai tempat penotolan sampel uji, kontrol

positif dan kontrol negatif. Jenis plat KLT yang digunakan adalah TLC silica

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gel 60 F254. Untuk uji bioautografi non elusi ekstrak dan fraksi, ukuran plat

yang digunakan 6 cm × 4 cm dengan jarak antara penotolan satu dengan

lainnya adalah 2 cm. Ukuran plat KLT yang digunakan dapat menyesuaikan

dengan ukuran cawan petri yang digunakan. Untuk uji bioautografi elusi fraksi

teraktif, ukuran plat yang digunakan 2 cm × 6 cm.

3.3.6.9 Penentuan Ekstrak dengan Diameter Zona Hambat Terbesar

Penentuan ekstrak dengan diameter zona hambat terbesar adalah dengan

metode bioautografi langsung non elusi atau TLC-BD (Thin Layer

Chromatography – Bioautography Direct) dot-blot (Choma, Irena M. and

Wioleta Jesionek, 2015). Plat KLT yang telah disiapkan ditotoli dengan 10 𝜇L

ekstrak uji 5 mg/mL (ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat, dan ekstrak

metanol), kontrol positif (kloramfenikol 30 𝜇g/mL untuk bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan kloramfenikol 200 𝜇g/mL), dan

kontrol negatif (pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol). Plat dibiarkan

beberapa menit hingga pelarutnya menguap. Plat dicelupkan ke dalam suspensi

bakteri uji 106

CFU/mL selama ± 5 detik. Plat diletakkan ke dalam cawan petri

steril yang didalamnya terdapat kapas yang telah dibasahi dengan aquadest

steril dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah itu, plat disemprot

dengan reagen p-iodonitrotetrazolium violet (INT) 2 mg/mL dan diinkubasi

kembali selama 4 jam dan diamati setiap jamnya. Diameter zona hambat diukur

menggunakan jangka sorong (Valgas, C. et al., 2007; Ismail, S. et al., 2011).

Hal sama juga dilakukan pada semua fraksi yang diperoleh dari kromatografi

kolom dan pengujian dilakukan triplo.

3.3.7 Isolasi dengan Kromatografi Kolom

3.3.7.1 Penyiapan Sampel

Berdasarkan uji aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi langsung,

ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antibakteri tertinggi. Sebanyak 20 gram

ekstrak etil asetat dari daun Garcinia benthami Pierre, diadsorpsi menggunakan

silica gel 60 (0,063-0,200 mm) for column chromatography sebanyak 15 gram

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sedikit demi sedikit dengan cara diaduk dengan lumpang alu hingga diperoleh

sampel yang dapat mengalir seperti serbuk.

3.3.7.2 Penyiapan Kolom Kromatografi

Kolom kromatografi yang digunakan memiliki ukuran tinggi 100 cm dan

diameter 2 cm. Bagian dasar kolom disumbat menggunakan kapas. Kolom dialiri

dengan pelarut n-heksana dan kapas ditekan-tekan dengan batang pengaduk

hingga tidak ada udara yang terjerap. Dibuat bubur silika dengan menimbang

serbuk silika gel sebanyak 100 gram dan didispersikan dengan pelarut n-heksana

menjadi bubur silika. Bubur silika gel dimasukkan ke dalam kromatografi kolom

dan kolom dialiri dengan menggunakan pelarut n-heksana. Pelarut yang

mengalir ditampung dan dimasukkan kembali ke dalam kolom. Proses ini

dilakukan berulang-ulang sambil dinding kolom diketuk-ketuk dengan batang

karet hingga silika memadat. Ekstrak hasil preadsorpsi dengan silika gel dan

dimasukkan ke dalam kolom.

3.3.7.3 Proses Fraksinasi

Pada proses fraksinasi fase gerak yang digunakan adalah sistem gradient

(n-heksana:etil asetat) berdasakan penelitian Komala, I. et al., (2010), setiap

gradient kepolarannya ditingkatkan 10%. Fraksinasi pertama dilakukan dengan

mengaliri kolom menggunakan fase gerak n-heksana 100%. Eluat yang menetes,

ditampung dalam vial yang sebelumnya telah diberi nomor. Penggantian

gradient fase gerak dilakukan ketika gradient sebelumnya telah habis digunakan

untuk mengaliri kolom. Fraksinasi dilakukan hingga fase gerak yang digunakan

telah mencapai gradient akhir yaitu etil asetat 100%. Setiap eluen dibuat dengan

volume 1200 mL. Semua fraksi yang diperoleh diuapkan terlebih dahulu dengan

cara diangin-anginkan. Kemudian dilakukan kromatografi lapis tipis (KLT) dan

dilihat pola bercak yang dihasilkan dibawah lampu UV dengan panjang

gelombang 254 nm dan 366 nm. Fraksi dengan memberikan pola bercak dengan

Rf yang sama digabungkan menjadi satu dan diuji aktivitas antibakteri

menggunakan metode bioautografi langsung.

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.8 Pemurnian

Pemurnian dapat dilakukan dengan cara rekristalisasi dan kromatografi

kolom kembali (Depkes RI, 2000). Fraksi yang dimurnikan dipilih berdasarkan

terbentuknya kristal, senyawa utama, aktivitas antibakteri, dan jumlah sampel

terbanyak. Fraksi F11 (vial 37 - vial 60) dimurnikan lebih lanjut dengan

kromatografi kolom kembali. Fraksi F11 dipilih karena merupakan fraksi senyawa

utama dengan jumlah sampel terbanyak dan memiliki aktivitas antibakteri. Pada

kromotografi kolom kedua pembuatan fasa diam sama halnya seperti kromatografi

kolom pertama. Kromatografi kolom yang digunakan memiliki ukuran tinggi 30

cm dan diameter 2 cm. Sebagai fasa gerak menggunakan sistem gradient sesuai

dengan hasil kromatografi kolom sebelumnya. Setiap fraksi yang diperoleh

diuapkan terlebih dahulu dengan cara diangin-anginkan. Semua fraksi dianalisis

dengan KLT dan dilihat pola bercak yang dihasilkan dibawah lampu UV dengan

panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Fraksi dengan memberikan pola bercak

dengan Rf yang sama digabungkan menjadi satu dan diuji aktivitas antibakteri

menggunakan metode bioautografi. Selanjutnya fraksi dengan diameter zona

hambat terbesar diuji bioautografi langsung dengan dielusi terlebih dahulu .

3.3.9 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi

Uji aktivitas antibakteri fraksi gabungan dari ekstrak etil asetat daun

Garcinia benthami Pierre dilakukan dengan metode bioautografi langsung non

elusi, sama seperti uji aktivitas antibakteri yang dilakukan pada ekstrak. Fraksi

gabungan dari kromatografi kolom ekstrak etil asetat Garcinia benthami Pierre

yang dipilih untuk dilanjutkan pemurniannya dengan kromatografi kolom kembali

merupakan fraksi dengan mayor compound, jumlah sampel terbanyak dan

memiliki aktivitas antibakteri.

3.3.10 Uji Antivitas Antibakteri dengan Metode Bioautografi Elusi

Fraksi yang dilakukan uji aktivitas antibakteri lebih lanjut adalah fraksi

dengan aktivitas antibakteri dengan zona hambat terbesar terhadap bakteri uji.

Fraksi F11.30 memiliki zona hambat terbesar terhadap bakteri Staphylococcus

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

aureus dan fraksi F11.16 memiliki zona hambat terbesar terhadap bakteri

Salmonella enterica sv typhimurium. Kedua fraksi tersebut diuji aktivits

antibakterinya dengan metode bioautografi langsung dan dielusi terlebih dahulu

(TLC-BD Developed Plates) dengan pelarut yang sesuai karena fraksi tersebut

masih mengandung senyawa yang kompleks atau belum murni (Choma, Irena M.

and Wioleta Jesionek, 2015).

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyiapan Simplisia

Tanaman yang digunakan pada peneltian ini adalah daun dari Garcinia

benthami Pierre yang diperoleh pada tanggal 8 Desember 2014 dari Kebun Raya

Bogor dan telah dideterminasi di Herbarium Bogorisme, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Biologi-LIPI, Cibinong Bogor. Hasilnya adalah tanaman yang

digunakan merupakan tanaman Garcinia benthami Pierre dan merupakan anggota

suku Clusiaceae (Lampiran 1).

Daun segar Garcinia benthami Pierre yang diperoleh sebanyak 4 kg. Setelah

dilakukan sortasi basah dengan dicuci menggunakan air mengalir hingga bersih

untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun dan dikeringkan dengan

cara diangin-anginkan selama ± 10 hari, diperoleh simplisia kering sebanyak 1,55

kg. Simplisia kering disortasi kering untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang

tertinggal dan diserbukkan menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia

sebanyak 1,2 kg. Tujuan penyerbukan simplisia adalah untuk memperbesar luas

permukaan simplisia yang dapat menyentuh pelarut yang digunakan dalam proses

ekstraksi. Semakin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi semakin efisien

(Depkes RI, 2000). Untuk mencegah kerusakan mutu simplisia, serbuk simplisia

disimpan dalam wadah bersih, kering, dan terlindung dari cahaya matahari

langsung.

4.2 Pembuatan Ekstrak

Metode pembuatan ekstrak yang digunakan adalah maserasi bertingkat.

Pelarut yang digunakan dalam maserasi dimulai dari pelarut n-heksana (non

polar), kemudian dilanjutkan dengan pelarut etil asetat (semi polar) dan pelarut

metanol (polar). N-heksana, etil asetat, dan metanol merupakan pelarut yang

umum digunakan pada tahapan separasi dan tahapan pemurnian (fraksinasi)

(Depkes RI, 2000). Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi bertingkat adalah

metodenya paling mudah untuk dilakukan karena pengerjaannya sederhana dan

46

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

alat-alat yang digunakan mudah didapat (Wardani dan Sulistyani, 2012) dan

cocok untuk senyawa yang tidak tahan terhadap panas, yaitu flavonoid dan tannin

(Gupita, 2012).

Sebanyak 1,2 kg serbuk simplisia daun Garcinia benthami Pierre dimaserasi

dengan pelarut n-heksana teknis yang telah didestilasi. Maserasi dilakukan dalam

tiga botol maserasi hingga warna pelarut n-heksana bening untuk mendapatkan

hasil yang maksimal. Pada botol pertama, 255,61 gram serbuk simplisia

dimaserasi sebanyak 6 kali dan menghabiskan 3,6 L pelarut n-heksana. Pada botol

kedua, 433,02 gram serbuk simplisia dimaserasi sebanyak 11 kali dan

menghabiskan 6,8 L pelarut n-heksana. Pada botol ketiga, 500 gram serbuk

simplisia dimaserasi sebanyak 7 kali dan menghabiskan 8,4 L pelarut n-heksana.

Total pelarut n-heksana yang digunakan untuk maserasi sebanyak 18,8 L. Hasil

maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vaccum rotary

evaporator pada suhu 400C dan diperoleh ekstrak kental n-heksana sebanyak

17,82 gram.

Sisa pelarut n-heksana diuapkan hingga kering dan ampas diremaserasi

menggunakan pelarut semi polar yaitu etil asetat. Pada botol pertama, maserasi

dilakukan sebanyak 10 kali dan menghabiskan 7,4 L pelarut etil asetat. Pada botol

kedua, maserasi dilakukan sebanyak 13 kali dan menghabiskan 11,55 L pelarut

etil asetat. Pada botol ketiga, maserasi dilakukan sebanyak 19 kali dan

menghabiskan 22,58 L pelarut etil asetat. Maserasi dilakukan hingga pelarut etil

asetat bening. Total pelarut etil asetat yang digunakan untuk maserasi sebanyak

41,48 L. Hasil maserasi dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu

400C dan diperoleh ekstrak kental etil asetat sebanyak 80,98 gram.

Sisa pelarut etil asetat diuapkan hingga kering dan ampas diremaserasi

menggunakan pelarut polar yaitu metanol. Pada botol pertama, maserasi dilakukan

sebanyak 9 kali dan menghabiskan 8,7 L pelarut metanol. Pada botol kedua,

maserasi dilakukan sebanyak 11 kali dan menghabiskan 10,8 L pelarut metanol.

Namun pada botol ketiga belum dilakukan remaserasi menggunakan pelarut

metanol dikarenakan keterbatasan waktu. Total pelarut metanol yang digunakan

untuk maserasi sebanyak 19,5 L. Hasil maserasi dipekatkan dengan vaccum rotary

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

evaporator pada suhu 400C dan diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 81,70

gram. Setiap ekstrak dihitung rendemen yang diperoleh dengan membandingkan

antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Tabel 4.1) (Depkes RI,

2000).

Tabel 4.1 Rendemen Ekstrak n-Heksana, Etil Asetat, dan Metanol dari Daun Garcinia

benthami Pierre

Jenis Ekstrak Bobot Total Simplisia

yang Dimaserasi (gram)

Bobot

Ekstrak

(gram)

Rendemen

Ekstrak (%)

Ekstrak n-Heksana 1188,63

17,82 1,5

Ekstrak Etil Asetat 80,98 6,8

Ekstrak Metanol 688,63 81,70 11,86

4.3 Uji Kadar Air Ekstrak

Penetuan kadar air ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode

gravimetri. Pengukuran kadar air bertujuan untuk memberikan batas minimal atau

rentang tentang besarnya kandungan air. Ketiga ekstrak yang diperoleh dilakukan

pengujian kadar airnya karena ketiga ekstrak tersebut akan digunakan dalam

pengujian aktivitas antibakteri, dimana air merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri. Hasil pengukuran kadar air ekstrak n-heksana, ekstrak etil

asetat, dan ekstrak metanol dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Uji Kadar Air Ekstrak n-Heksana, Etil Asetat, dan Metanol dari Daun

Garcinia benthami Pierre

Ekstrak* Kadar Air (%)

Ekstrak n-Heksana 1,891

Ekstrak Etil Asetat 8,7

Ekstrak Metanol 9,95

Keterangan: * = ekstrak yang diperoleh adalah ekstrak kental

Kadar air ekstrak yang diperoleh sesuai dengan yang telah ditentukan dalam

literature yaitu < 10% (BPOM, 2008). Rangekadar air tergantung jenis estrak

yang dinginkan. Pada ekstrak kering kadar air yang diperbolehkan < 5%, ekstrak

kental 5-30%, dan ekstrak cair > 30% (Voigt, 1994 dalam Saifudin, A. et al.,

2011). Kadar air yang rendah, dapat mencegah tumbuh kembangnya

mikroorganisme sehingga menjamin mutu suatu ekstrak (BPOM, 2008).

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak

Uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat, dan

ekstrak metanol. Uji ini bertujuan untuk mengetahui jenis senyawa yang

terkandung dalam ekstrak yang berpotensi sebagai antibakteri.

Tabel 4.3 Hasil Uji Fitokimia Esktrak Etil Asetat Daun Garcinia benthami Pierre

Metabolit Sekunder Ekstrak n-Heksana Ekstrak Etil Asetat Ekstrak

Metanol

Flavonoid - - +

Saponin - + +

Tannin - + +

Alkaloid - - -

Steroid - - -

Terpenoid + + +

Keterangan: + = positif, - = negatif

Penapisan fitokimia ekstrak n-heksana (pelarut non polar) hanya

menunjukkan hasil positif terhadap pengujian terpenoid. Menurut literature

pelarut n-heksana (non polar) hanya dapat menarik sedikit metabolit sekunder dari

suatu tanaman yang diekstraksi, salah satunya terpenoid. Secara kimia umumnya

terpenoid larut dalam lemak yang terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Jadi

ekstraksi menggunakan pelarut n-heksana dapat memisahkan lipid dan terpenoid

yang terdapat dalam tanaman yang diekstraksi (Harborne, 1987).

Hasil penapisan fitokimia ekstrak etil asetat (pelarut semi polar) dan ekstrak

metanol (pelarut polar) menunjukkan hasil positif pada pengujian terhadap

terpenoid, saponin, dan tannin. Ekstrak etil asetat menunjukkan hasil negatif

terhadap metabolit sekunder flavonoid, sedangkan ekstrak metanol menunjukkan

hasil positif. Flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoid larut

dalam pelarut polar seperti metanol, etanol, butanol dan air (Harborne, 1987;

Markham, 1988: 15 dalam Agustiningsih, 2010). Ekstraksi menggunakan pelarut

etil asetat (pelarut semi polar) menunjukkan hasil negatif terhadap senyawa

flavonoid mungkin dikarenakan senyawa flavonoid yang terdapat dalam daun

Garcinia benthami Pierre lebih polar dari pelarut etil asetat.

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dengan Metode Bioautografi

Metode uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak n-heksana, ekstrak etil

asetat, dan ekstrak metanol dari daun Garcinia benthami Pierre adalah metode

bioautografi langsung. Tahapan yang dilakukan dalam pengujian aktivitas

antibakteri metode bioautografi adalah sebagai berikut:

4.5.1 Identifikasi Bakteri Uji dengan Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram merupakan salah satu metode dalam menentukan

taksonomi mikroba. Pewarnaan Gram dapat digunakan untuk memisahkan

anggota-anggota domain bakteri ke dalam dua kelompok berdasarkan perbedaan

dinding selnya (Campbell, Neil A., 2003). Pewarnaan Gram dilakukan sebelum

bakteri digunakan dalam uji aktivitas antibakteri sampel. Dalam hal ini,

pewarnaan Gram bertujuan untuk memastikan bahwa bakteri uji tidak

terkontaminasi oleh bakteri lain. Hasil pewarnaan Gram ditunjukkan pada gambar

4.1.

(a) (b)

Gambar 4.1 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri (a) Staphylococcus aureus ATCC 6538 dengan

perbesaran 1500x dan (b) Salmonella enteretica sv thyphimurium ATCC 14028 dengan

perbesaran 1500x

Gambar 4.1 (a) menunjukkan bahwa bakteri yang dibiakkan dalam kultur

kerja adalah Staphyloccus aureus yang merupakan bakteri Gram positif,

berbentuk coccus (bulat) dan berwarna biru. Gambar 4.1 (b) menunjukkan bahwa

bakteri yang dibiakkan dalam kultur kerja adalah Salmonella enteretica sv

typhimurium yang merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk basil (batang) dan

berwarna merah (Smith, Ann C. and Marise A. Hussey, 2005; Pratiwi, 2008). .

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bakteri diwarnai dengan warna dasar (larutan kristal violet), diikuti dengan

penambahan mordant atau penajam (larutan iodin), kemudian didekolorisasi

secara cepat dengan alkohol, dan diwarnai lagi dengan larutan safranin. Struktur

dinding sel akan menentukan respon pewarnaan. Bakteri Gram positif sebagian

besar dinding selnya mengandung peptidoglikan tebal akan menjerab warna

violet. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan tipis, sehingga zat

warna violet yang digunakan dalam pewarnaan Gram sangat mudah dibilas dari

bakteri Gram negatif, akan tetapi tetap menahan warna merah (Campbell, Neil A.,

2003; Smith, Ann C. and Marise A. Hussey, 2005).

Hal yang harus diperhatikan dalam proses pewarnaan Gram adalah tahapan

dekolorisasi. Tahapan ini merupakan tahapan yang paling krusial dan sering

membuat pewarnaan Gram jadi tidak konsisten. Dekolorisasi dengan alkohol yang

berlebihan dan terlalu lama dapat menyebabkan bakteri Gram positif berubah

menjadi berwarna merah (Leboffe, Michael J. and Burton E. Pierce, 2010).

4.5.2 Pembuatan Media Pertumbuhan dan Sterilisasi

Media pertumbuhan bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Nutrient Agar (NA) (Merck) dan Brain Heart Infussion (BHI) broth (OXOID).

Alat dan bahan yang akan digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi

adalah pembunuhan dan penghapusan semua mikroorganisme dalam bahan atau

alat (objek) sehingga dapat menghindari kontaminasi. Cara sterilisasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sterilisasi secara fisik, yaitu menggunakan

oven (panas kering atau dry heat) dan autoklaf (panas uap atau moist heat).

Sterilisasi panas kering ditujukan untuk alat-alat yang tahan panas dan tidak

presisi, sedangkan sterilisasi autoklaf ditujukan untuk media dan alat yang presisi.

Mekanisme oven dalam membunuh bakteri adalah dengan merusak

mikroorganisme melalui oksidasi molekul. Mekanisme autoklaf dalam membunuh

bakteri adalah dengan menghancurkan mikroorganisme melalui proses denaturasi

protein. Dibandingkan dengan metode panas uap, metode panas kering kurang

efisien karena lebih lambat sehingga membutukan suhu yang tinggi dan waktu

yang lebih lama (Black, Jacquelyn G., 2012).

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5.3 Peremajaan Bakteri

Bakteri uji diremajakan menggunakan medium Nutrient Agar (NA). Proses

peremajan bakteri bertujuan untuk meregenerasi bakteri uji yang digunakan

sehingga diperoleh bakteri uji yang masih segar dan baru. Peremajaan dilakukan

dengan proses inokulasi bakteri pada media miring yang cocok (seperti NA) dan

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Tujuan dilakukan inkubasi adalah

untuk mengkondisikan lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan bakteri.

4.5.4 Pembuatan Suspensi Bakteri

Pembuatan suspensi bakteri mengacu pada Valgas, C. et al. (2007) dan

Ismail, S. et al. (2011). Suspensi bakteri dibuat pada medium medium Brain

Heart Infussion (BHI) broth dengan kekeruhan 106 CFU/mL.

4.5.5 Uji Bioautografi Non Elusi Ekstrak

Tahap uji antibakteri yang pertama adalah skrining aktivitas antibakteri

ekstrak dengan metode bioautografi langsung non elusi (TLC-DB dot-blot test)

(Choma, Irena M. and Wioleta Jesionek, 2015). Skrining ini bertujuan untuk

menentukan ekstrak yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi (senyawa

bioaktif) dan selanjutnya akan dilakukan kromatografi kolom. Aktivitas

antibakteri ditentukan dari besarnya diameter zona hambat yang terbentuk.

Biautografi langsung yang digunakan merupakan bioautografi langsung

konversional. Metode ini cocok untuk deteksi antibiotik atau antijamur, namun

tidak cocok untuk mempelajari dan memahami semua reaksi biokimia rumit yang

terlibat. Disamping untuk mencari senyawa bioaktif, bioautografi langsung dapat

untuk menemukan pelarut yang terbaik untuk ekstraksi senyawa aktif, dan

pemilihan fase gerak dengan pemisahan yang cocok (Choma, Irena, 2013).

Masing-masing ekstrak uji dibuat dengan konsentrasi 5 mg/mL (5 mg/mL –

40 mg/mL) dan dilarutkan pada masing-masing pelarut yang digunakan untuk

ekstraksi (Valgas, C. et al., 2007). Kontrol positif digunakan kloramfenikol 30

𝜇g/mL untuk bakteri Staphylococcus aureus dan 200 𝜇g/mL untuk bakteri

Salmonella enterica sv typhimurium. Konsentrasi kloramfenikol yang digunakan

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terhadap bakteri Salmonella enterica sv typhimurium lebih besar daripada

konsentrasi yang digunakan terhadap bakteri Stapylococcuc aureus. Hal ini

dimungkinkan karena bakteri Salmonella enteric sv typhimurium telah mengalami

resistensi terhadap kloramfenikol.

Sebanyak 10 𝜇L masing-masing ekstrak uji (ekstrak n-heksana ekstrak etil

asetat, dan ekstrak metanol), kontrol positif (kloramfenikol), dan kontrol negatif

(n-heksan, etil asetat, metanol, dan DMSO 10%) ditotolkan pada plat KLT ukuran

6 cm × 4 cm yang telah disiapkan (Ismail, S. et al., 2011). Sisa pelarut pada saat

penotolan dibiarkan menguap. Plat KLT dicelupkan ke dalam suspensi bakteri

selama ± 5 detik dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril yang terdapat kapas

yang telah dibasahi dengan aquadest steril (Jesionek, W. et al., 2014). Kapas

tersebut berguna sebagai penyangga dan adanya aquadest dapat menjaga

kelembaban udara di dalam cawan petri (Sudirman, L. I., 2005). Plat diinkubasi

pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah itu, Plat KLT disemprotkan reagen INT

untuk visualisasi aktivitas antibakteri yang diberikan oleh sampel uji. Plat

diinkubasi kembali pada suhu 370C selama 4 jam dan diamati setiap jamnya

(Valgas, C. et al., 2007).

Reagen INT akan berinteraksi dengan bakteri, enzim dehidrogenase dari

bakteri akan mengubah INT menjadi formazan berwarna ungu untuk menandakan

bahwa daerah tersebut terdapat pertumbuhan bakteri. Adanya zona bening yang

terbentuk dengan latar belakang berwarna ungu menandakan adanya aktivitas

antibakteri (Dewanjee, Saikat et al., 2015). Zona bening yang terbentuk diukur

menggunakan jangka sorong untuk mengetahui diameter zona hambat. Hasil uji

aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat memiliki aktivitas

antibakteri tertinggi dengan zona hambat terbesar yaitu 4,98 mm terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan 7,4 mm terhadap Salmonella enterica sv typhimurium

(Tabel 4.4; Gambar 4.2).

Ekstrak etil asetat merupakan ekstrak yang digunakan untuk tahap

selanjutnya yaitu kromatografi kolom. Ekstrak ini dipilih karena mempunyai

aktivitas antibakteri paling besar jika dibandingkan dengan ekstrak n-heksana dan

ekstrak metanol.

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(a)

(b)

Keterangan:

1. NH = Ekstrak n-heksana

2. EA = Ekstrak etil asetat

3. M = Ekstrak metanol

4. NH- = Kontrol negatif n-heksana

5. EA- = Kontrol negatif etil asetat

6. M- = Kontrol negatif metanol

7. C+ = Kontrol positif kloramfenikol

Gambar 4.2 Hasil Uji Bioautografi Non Elusi Ekstrak n-Heksana, Ekstrak Etil Asetat, dan

Ekstrak Metanol dari Daun Garcinia benthami Pierre; (a) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus (b) terhadap bakteri Salmonella enterica sv typhimurium.

Tabel 4.4 Diameter Zona Hambat Ekstrak n-Heksana, Etil Asetat, dan Metanol Garcinia

benthami Pierre

TLC-BD dot-blot test (Bioautografi Non Elusi)

Bakteri Uji Sampel Konsentrasi

(𝝁g/mL)

Rata-Rata

Diameter

Zona Hambat

(mm)

Staphylococcus

aureus

Ekstrak n-Heksana

5000

4,2

Ekstrak Etil Asetat 4,98

Ekstrak Metanol 4,3

K+; Kloramfenikol 30 20,8

K-; n-Heksana - -

K-; Etil Asetat - -

K-; Metanol - -

Salmonella

enterica sv

typhimurium

Ekstrak n-Heksana

5000

1,5

Ekstrak Etil Asetat 7,4

Ekstrak Metanol 4,54

K+; Kloramfenikol 200 18,45

K-; n-Heksana - -

K-; Etil Asetat - -

K-; Metanol - -

Keterangan: - (tidak ada zona hambat); K+ (kontrol positif); K- (kontrol negatif)

NH M NH- EA-

EA M- C+

NH M NH- EA-

EA M- C+

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.6 Isolasi dengan Kromatografi Kolom

Ekstrak etil asetat dari daun Garcinia benthami Pierre difraksinasi

menggunakan kromatografi kolom. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60

(0,063-0,200 mm) for column chromatography dan fase gerak yang digunakan

sistem gradient dimulai dari n-heksana 100% hingga etil asetat 100%. Hasil

pemisahan pada kromatografi kolom yang pertama, diperoleh fraksi sebanyak 159

vial, kemudian diperoleh 27 fraksi gabungan (F1-F27). Penggabungan fraksi

didasarkan pada pola bercak atau Rf yang sama. Semua fraksi yang diperoleh

diuapkan pelarutnya dengan cara diangin-anginkan. Bobot masing-masing fraksi

ditimbang setelah pelarutnya menguap dengan sempurna (Tabel 4.5). Profil KLT

masing-masing fraksi yang telah digabungkan dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Profil KLT Semua Fraksi Gabungan Kromatografi Kolom Ekstrak Etil

Asetat dari Daun Garcinia benthami Pierre

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26 27

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.5 Bobot dan Karakteristik Fraksi Gabungan Kromatografi Kolom Ekstrak Etil

Asetat Garcinia benthami

No. Fraksi Vial No. Bobot (mg) Karakteristik Fraksi

1. F1 1-4 62,5 Warna bening

2. F2 5 85 Warna kuning-orange, terdapat

kristal, berminyak

3. F3 6 89,5 Warna kuning, terdapat kristal,

berminyak

4. F4 7-9 269 Warna kuning-hijau,

berminyak

5. F5 10-16 142,4 Warna hijau-hitam, terdapat

kristal, lengket

6. F6 17-18 283,4 Warna hijau pekat, lengket

7. F7 19-20 235,6 Warna hijau-hitam, lengket

8. F8 21-23 437,4 Warna hijau pekat, lengket

9. F9 24-30 868,8 Warna hijau, lengket

10. F10 31-36 322,8 Warna hijau, lengket

11. F11 37-60 5162,1 Warna hijau-coklat, lengket

12. F12 61-62 181,4 Warna hijau pekat, lengket

13. F13 63-67 219,1 Warna hijau-hitam, lengket

14. F14 68-76 187,7 Warna hijau pekat, lengket

15. F15 77-80 59,4 Warna hijau, lengkat

16. F16 81-82 81 Warna hijau, lengket

17. F17 83-85 22,7 Warna hijau, lengket

18. F18 86 6 Warna hijau-coklat, lengket

19 F19 87-89 58,4 Warna hijau, lengket

20. F20 90 10,5 Warna hijau-kuning, lengket

21. F21 91-92 24,6 Warna hijau-kuning, lengket

22. F22 93-126 638,6 Warna hijau, lengket

23. F23 127-135 271,7 Warna hijau-kuning, lengket

24. F24 136-139 261 Warna hijau-kuning, lengket

25. F25 140-148 309,3 Warna hijau-coklat, lengket

26. F26 149-153 255,2 Warna hijau-kuning, lengket

27. F27 154-159 297,5 Warna hijau-kuning, lengket

Dilihat dari profil KLT, fraksi F11 merupakan senyawa utama dengan

jumlah sampel terbanyak yakni 5,1621 gram dan memiliki aktivitas antibakteri

dengan zona hambat sebesar 4,3 mm terhadap Staphylococcus aureus dan 4,5 mm

terhadap Salmonella enterica sv typhrimurium. Pada fraksi F11 ini tidak terbentuk

kristal, bentuknya masih seperti ekstrak kental dengan warna hijau dan larut

dalam etil asetat.

Hasil kromatografi kolom kedua terhadap fraksi F11 diperoleh 208 vial,

kemudian diperoleh 30 sub fraksi gabungan (F11.1-F11.30). Penggabungan fraksi

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

didasarkan memiliki pola bercak atau Rf yang sama. Semua fraksi yang diperoleh

tidak ada yang terbentuk kristal. Bobot masing-masing fraksi gabungan

ditunjukkan pada tabel 4.6. Profil KLT masing-masing fraksi yang telah

digabungkan dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Profil KLT Semua Fraksi Gabungan (F11.1-F11.30) Kromatografi Kolom

Fraksi F11 dari Daun Garcinia benthami Pierre

Tabel 4.6 Bobot Fraksi Gabungan Kromatografi Kolom Fraksi F11 Garcinia benthami

Pierre

No. Fraksi Vial No. Bobot (mg) Karakteristik Fraksi

1. F11.1 1-5 2,9 Warna bening-kuning

2. F11.2 6-8 1,9 Warna bening-kuning

3. F11.3 9-13 3 Warna bening-kuning

4. F11.4 14-20 4,3 Warna hijau-abu-abu, lengket

5. F11.5 21-27 3,9 Warna hijau, lengket

6. F11.6 28-29 1,7 Warna hijau, lengket

7. F11.7 30-36 5,6 Warna hijau-coklat, lengket

8. F11.8 37-43 2,6 Warna hijau, lengket

9. F11.9 44-48 1,3 Warna hijau, lengket

10. F11.10 49-50 10 Warna hijau bening, lengket

11. F11.11 51-55 5,2 Warna hijau pekat, lengket

12. F11.12 56-70 62 Warna hijau, lengket

13. F11.13 71-72 194,3 Warna hijau-coklat, lengket

14. F11.14 73-77 1300,4 Warna hijau-coklat lengket

15. F11.15 78-79 624,2 Warna hijau-coklat, lengket

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

16. F11.16 80-82 670,6 Warna hijau-coklat, lengket

17. F11.17 83-86 1079,8 Warna hijau, lengket

18. F11.18 87 81,7 Warna hijau-kuning, lengket

19 F11.19 88-90 230,6 Warna hijau-bening, lengket

20. F11.20 91-93 94,3 Warna hijau, lengket

21. F11.21 94-95 36,8 Warna hijau-coklat, lengket

22. F11.22 96-100 522,9 Warna hijau-coklat, lengket

23. F11.23 101-167 134,5 Warna hijau-coklat, lengket

24. F11.24 168-179 107,7 Warna hijau coklat, lengket

25. F11.25 180-181 28 Warna coklat, lengket

26. F11.26 182-185 24,4 Warna coklat, lengket

27. F11.27 186-192 64,8 Warna hijau, lengket

28. F11.28 193-196 9,5 Warna hijau, lengket

29. F11.29 197-200 27,1 Warna hijau pekat, lengket

30. F11.30 201-208 22,9 Warna hijau pekat, lengket

Terhadap semua fraksi hasil kromatografi kolom yang diperoleh dilakukan

uji aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi non elusi terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Salmonella enterica sv typhimurium.

4.7 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi

Dari kromatografi kolom pertama diperoleh 27 sub fraksi gabungan (F1-

F27) yang diujikan aktivitas antibakteri menggunakan metode bioautografi non

elusi. Diameter zona hambat yang ditunjukkan oleh fraksi dapat dilihat pada tabel

4.5. Konsentrasi fraksi yang digunakan 5 mg/mL (20 mg/mL-2,5 mg/mL) yang

dilarutkan dalam pealrut etil asetat (Valgas, C. et al., 2007). Konsentrasi

kloramfenikol sebagai kontrol positif 30 𝜇g/mL untuk bakteri Staphylococcus

aureus dan 200 𝜇g/mL untuk bakteri Salmonella enterica sv typhimurium.

Antibiotik kloramfenikol dipilih sebagai kontrol positif dikarenakan merupakan

antibiotik spektrum luas dan juga digunakan dalam pengobatan terhadap penyakit

demam tifoid di rumah sakit (Juwita, Silvan et al., 2013).

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.5 Hasil Uji Fraksi Gabungan Kromatografi Kolom Ekstrak Etil Asetat

Garcinia benthami Pierre; (a) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, (b) terhadap

bakteri Salmonella enterica sv typhimurium

(a)

(b)

Tabel 4.7 Diameter Zona Hambat Fraksi Kromatografi Kolom Ekstrak Garcinia benthami

Fraksi

Rata-Rata Diameter Zona Hambat (mm)

Staphylococcus

aureus

Standar

Deviasi

Salmonella

enterica sv

typhimurium

Standar

Deviasi

F1 - - - -

F2 - - - -

F3 - - - -

F4 - - - -

F5 - - - -

F6 - - 5,75 0,071

F7 - - 5,45 0,354

F8 4 1,273 5,9 0,424

F9 4,45 0,636 5,35 0,495

F10 4 0 5,2 0,566

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

22 23 24 25 26 27

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 16 17 18 19

20 21

20 21 22 23 24 25 26 27

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

F11 4,3 0,141 4,5 1,273

F12 8,02 3,182 4,3 1,273

F13 5,825 1,379 6,15 0,778

F14 3,7 0,989 5,2 0,283

F15 5,3 1,556 4,3 0,989

F16 8,7 0,495 5,65 0,636

F17 10,975 0,672 5,475 0,106

F18 6,675 2,015 5,7 0,566

F19 5,225 1,096 - -

F20 3,6 0 4,575 0,177

F21 2,875 0,955 3,575 0,247

F22 3,3 0 - -

F23 0,95 0,636 - -

F24 2,025 0,247 - -

F25 2,45 0,071 - -

F26 4,713 1.008 4,625 0,247

F27 - - - -

K+;

Kloramfenikol

19,35 - 18 -

K-; Etil Asetat - - - -

DMSO10% - - - -

Keterangan; - (tidak ada aktivitas)

Berdasarkan hasil uji diatas F11 memiliki aktivitas antibakteri dengan

diameter zona hambat sebesar 4,3 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus

dan 4,5 mm terhadap Salmonella enterica sv typhimurium serta merupakan

senyawa utama yang terdapat pada fraksi etil asetat dengan berat sampel

terbanyak yakni sebesar 5,1621 gram. Oleh karena itu, maka fraksi F11 dipilih

untuk dilakukan pemurnian dengan kromatografi kolom lebih lanjut.

Hasil kromatografi kolom kedua, yakni F11 diperoleh 30 sub fraksi

gabungan (F11.1-F11.30). Penggabungan fraksi didasarkan pada pola bercak atau

nilai Rf yang sama. Semua fraksi yang diperoleh dilakukan uji aktivitas

antibakteri dengan metode bioautografi non elusi. Semua fraksi uji dilarutkan

menggunakan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 5 mg/mL. Aktivitas

antibakteri fraksi F11.1 sampai F11.30 dapat dilihat pada tabel 4.7.

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(a)

(b)

Gambar 4.6 Hasil Uji Fraksi Gabungan Kromatografi Kolom Fraksi F11 Garcinia

benthami Pierre; (a) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, (b) terhadap bakteri

Salmonella enterica sv typhimurium

(a) (b) (c)

Gambar 4.7 Kontrol Negatif DMSO 10% (a) dan Kontrol Positif Kloramfenikol; (b)

terhadap Staphylococcus aureus, (c) terhadap Salmonella enterica sv typhimurium

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 1 6 17 18

19 20 21 22 23 24 25 26 27

28 20 30

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.8 Diameter Zona Hambat Fraksi Kromatografi Kolom FA1.11 Ekstrak Garcinia

benthami

Fraksi

Diameter Zona Hambat (mm)

Staphylococcus

aureus

Standar

Deviasi

Salmonella

enteric sv

typhimurium

Standar

Deviasi

F11.1 - - - -

F11.2 - - - -

F11.3 - - - -

F11.4 - - - -

F11.5 - - 3,367 0,379

F11.6 - - - -

F11.7 4,417 1,075 1,8 1,179

F11.8 10,683 1,796 3,333 0,379

F11.9 5,133 0,152 2,95 0,390

F11.10 1,983 0,884 - -

F11.11 3,883 0,104 3,467 0,379

F11.12 3,167 0,635 6,9 1,127

F11.13 5,883 0,407 3,6 0,361

F11.14 7,95 0,676 7,85 0,304

F11.15 9,208 1,025 7,625 1,292

F11.16 9,433 0,85 7,983 0,863

F11.17 9,4 0,721 7,092 1,025

F11.18 8,717 0,909 5,95 0,912

F11.19 7,333 0,764 5,233 0,681

F11.20 7,283 0,465 5,8 0,462

F11.21 6,833 0,764 6,433 0,813

F11.22 8,033 0,153 4,867 0,289

F11.23 7,767 0,153 - -

F11.24 8,567 0,723 - -

F11.25 9,9 1,609 - -

F11.26 8,933 0,764 - -

F11.27 9,575 0,177 - -

F11.28 8,717 0,831 - -

F11.29 9,533 1,041 - -

F11.30 12,7 1,815 4,367 0,351

K+;

Kloramfenikol

17,9 - 18 -

K-; Etil Asetat - - - -

K-; DMSO 10% - - - -

Keterangan: - (tidak ada aktivitas)

Gambar diatas menunjukkan bahwa dari 30 sub fraksi kromatografi kolom

kedua, terdapat 24 fraksi yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus, 17 fraksi yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Salmonella enterica sv typhtimurium, dan 16 fraksi yang memiliki aktivitas

antibakteri terhadap keduanya. Fraksi hasil fraksinasi kolom kedua tersebut

memiliki kepekaan yang berbeda-beda terhadap dua bakteri uji. Fraksi F11.1-

F11.4 dan F11.6 tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap kedua bakteri uji.

Fraksi F11.5 hanya memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella typhi.

Fraksi F11.23-F11.29 hanya memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus. Hal ini diduga karena perbedaan kemampuan senyawa

yang terkandung dalam fraksi untuk berdifusi dalam sel bakteri dan menimbulkan

penghambatan (Rifda dkk., 2005).

Gambar 4.8 Diagram Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Semua Fraksi Kromatografi Kolom

F11; A = jumlah fraksi yang aktif terhadap Staphylococcus aureus, B = jumlah fraksi

yang aktif terhadap Salmonella typhi, dan C = jumlah fraksi yang aktif terhadap S. aureus

dan S. typhi

Kontrol negatif yang digunakan adalah pelarut yang dapat melarutkan

ekstrak maupun fraksi dan pelarut yang melarutkan kontrol positif, yaitu n-

heksana, etil asetat, metanol, dan DMSO 10% (Valgas, C. et al., 2007). Tujuan

adanya kontrol negatif ini adalah sebagai pembanding bahwa pelarut tidak

mempengaruhi hasil uji aktivitas antibakteri. Dari hasil uji, kontrol negatif tidak

memberikan daya hambat terhadap bakteri uji karena tidak memberikan zona

bening terhadap daerah penotolan kontrol positif. Hasil tersebut mengindikasikan

bahwa kontrol negatif tidak mempengaruhi hasil uji aktivitas antibakteri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata zona hambat terhadap

Salmonella typhi lebih kecil dari pada terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

Hal ini menunjukkan bahwa bakteri Salmonella typhi (Gram negatif) lebih tahan

terhadap senyawa uji dibandingkan dengan Staphylococcus aureus (Gram positif).

24 1716

A C B

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sesuai dengan pernyataan Zuhud et al. (2001) bahwa bakteri Gram negatif

mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa antimikroba

dibandingkan Gram positif.

Dari data tersebut diketahui bahwa fraksi F11.30 memiliki aktivitas

antibakteri dengan zona hambat terbesar terhadap bakteri Staphylococcus aureus

(12,7 mm; SD 1,815) dan fraksi F11.16 memiliki aktivitas antibakteri dengan

zona hambat terbesar terhadap bakteri Salmonella enterica sv typhimurium (7,983

mm; SD 0,863) dibandingkan dengan fraksi lainnya. Berdasarkan aktivitas

tersebut maka fraksi F11.30 dapat dilanjutkan untuk uji aktivitas antibakteri

metode bioautografi langsung dengan elusi terlebih dahulu (TLC-BD developed

plates) terhadap bakteri Staphyloccus aureus dan fraksi F11.16 terhadap bakteri

Salmonella enterica svtyphimurium untuk melihat nilai Rf yang aktif sebagai

antibakteri.

4.8 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi dengan Zona Hambat Terbesar

Fraksi F11.30 dan Fraksi F11.16 diuji aktivitas antibakterinya menggunakan

metode bioautografi elusi (TLC-BD developed plates). Fraksi F11.30 diuji

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan fraksi F11.16 diuji terhadap bakteri

Salmonella enterica sv typhimurium. Konsentrasi fraksi yang digunakan sebesar 5

mg/mL. sebanyak 10 𝜇g/mL fraksi ditotolkan pada plat KLT berukuran 2 cm × 6

cm dengan jarak elusi 5 cm. Kemudian dielusi dengan eluen n-heksana:etil asetat

(9:1) untuk fraksi F11.30 dan n-heksana:etil asetat (4:6) untuk fraksi F11.16.

Eluen dipilih karena memberkan pola pemisahan bercak yang baik. Kemudian plat

didiamkan diruangan terbuka guna sisa eluen dapat menguap dengan sempurna.

Selanjutnya plat dicelupkan pada suspensi bakteri dan diletakkan dalam cawan

petri steril yang didalamnya telah terdapat kapan steril yang telah dibasahi dengan

aquadest steril. Plat diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Dan disemprotkan

reagen INT dan direinkubasi kembali pada suhu 370C selama 4 jam. Reagen INT

berfungsi dalam proses visualisasi zona hambat yang terbentuk. Kemudian

dihitung Rf dari zona hambat yang terbentuk. Pengerjaan dilakukan duplo.

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada fraksi F11.30 diketahui nilai Rf yang memberikan zona bening adalah

pada Rf 0,24. Pada Rf tersebut zona hambat yang terbentuk dimulai dari batas

bawah elusi hingga pertengahan. Dalam hal ini terjadi pelebaran zona bening yang

terbentuk, hal ini dimungkinkan karena pemisahan yang terbentuk belum

maksimal dan senyawa yang terkandung pada fraksi F11.30 belum merupakan

senyawa murni.

(a) (b)

Gambar 4.9 (a) KLT visualisasi UV 254 nm dan (b) Hasil Uji Antibakteri Metode Bioautografi

Elusi Fraksi F11.30 terhadap Staphylococcus aureus ATCC 6528

Pada fraksi F11.16 diketahui nilai Rf yang memberikan zona bening pada

Rf 0,8. Pada Rf tersebut zona hambat yang terbentuk dimulai dari batas bawah

elusi hingga hampir batas atas. Dalam hal ini terjadi pelebaran zona bening yang

terbentuk, hal ini dimungkinkan karena banyaknya senyawa yang terkandung

pada fraksi F11.16. Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa pola bercak yang

terdapat pada hasil elusi fraksi F11.16 dengan campuran pelarut n-heksana:etil

asetat (4:6) (Gambar 4.11 (a)).

Adanya penghambatan aktivitas antibakteri dari fraksi diduga terjadi karena

adanya kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etil asetat hasil uji

fitokimianya. Ekstrak etil asetat mengandung metabolit sekunder terpenoid,

Rf 0,24 Rf 0,24

Pengotor

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tannin, dan saponin dimana diketahui bahwa metabolit tersebut memiliki peran

penting dalam proses penghambatan terhadap bakteri.

Mekanisme tannin sebagai antibakteri adalah menghambat enzim reverse

transcriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk.

Tannin memiliki aktivitas antibakteri yang berhubungan dengan kemampuannya

untuk menginaktifkan enzim, dan mengganggu transport protein pada lapisan

dalam sel. Mekanisme terpenoid dalam menghambat antibakteri diduga dengan

melibatkan pemecahan komponen-komponen lipofilik. Senyawa terpenoid

memiliki target utama yaitu membran sitoplasma yang mengacu pada sifat

alamnya yang hidrofobik. Untuk mekanisme saponin dalam memberikan aktivitas

antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan

naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler

akan keluar (Ngajow, M. et al., 2013).

(a) (b)

Gambar 4.10 (a) KLT visualisasi UV 254 nm dan (b) Hasil Uji Antibakteri Metode Bioautografi

Elusi Fraksi F11.16 terhadap Salmonella typhi ATCC 14028

Data di atas menunjukkan bahwa fraksi-fraksi dari ekstrak etil asetat daun

Garcinia benthami Pierre berpotensi menghasilkan senyawa antibakteri, sehingga

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan senyawa murni yang

berperan sebagai antibakteri.

Rf 0,8

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil isolasi ekstrak etil asetat dari daun Garcinia benthami Pierre dengan

kromatografi kolom kedua diperoleh 30 sub fraksi. Dan hasil pengujian

aktivitas antibakteri terhadap 30 sub fraksi tersebut, terdapat 24 fraksi yang

aktif terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538, 17 fraksi yang

aktif terhadap bakteri Salmonella enterica sv typhimurium ATCC 14028, 1

fraksi hanya memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcua aureus

ATCC 6538, 1 fraksi hanya aktif terhadap Salmonella enterica sv

typhimurium ATCC 14028, 5 fraksi yang tidak memiliki aktivitas terhadap

kedua bakteri uji dan dan 16 fraksi aktif terhadap keduanya.

2. Fraksi F11.30 memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap

Staphylococcus aureus ATCC 6538 dengan zona hambat sebesar 12,7 mm

dan fraksi F11.16 memiliki aktivitas tertinggi terhadap Salmonella enterica

sv typhimurium ATCC 14028 dengan zona hambat sebesar 7,983 mm.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa aktif

antibakteri fraksi etil asetat dari daun Garcinia benthami pierre agar

diperoleh senyawa murni yang berperan sebagai antibakteri.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap fraksi F11.8 terhadap

bakteri Staphylococcus aureus.

3. Perlu dilakukan penelitian lebh lanjut terhadap fraksi menggunakan bakteri

Gram posit maupun Gram negatif lain.

4. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap bioaktivitas lain dari fraksi

yang diperoleh.

67

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih., Achmad W., Mindaningsih. 2010. Optimasi Cairan Penyari pada

Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifous Roxb)

Secara Maserasi Terhadap Kadar Fenolik dan Flavonoid Total.

Momentum, Vol. 6., No. 2: 36-41.

Ajrina, Aulia. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Garcinia

benthami Pierre dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Skripsi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Akinrinde, Akinleye S., et al. 2015. Gastrointestinal protective efficacy of

Kolaviron (a bi-flavonoid from Garcinia kola) following a single

administration of sodium arsenite in rats: biochemical and

histopathological studies. Pharmacognosy Res., 7(3): 268-276.

Amelia, Puteri. 2011. Isolasi, Elusidasi Struktur dan Uji Aktivitas Antioksidan

Senyawa Kimia dari Daun Garcinia benthami Pierre. Tesis FMIPA

Universitas Indonesia, Depok.

Amelia, Putri., Berna Elya., Muhammad Hanafi. 2014. Antioxidative Activity of

Xanthone from Garcina benthami Pierre Leaves. International Journal of

PharmTech Research Vo. 7, No. 2: 254-257.

Anggraini, A. B. et al. 2006. The use of antibiotics in hospitalized adult typhoid

patients in an Indonesian hospital. Health Science Indones.

Arifin, Hadi Susilo dan Nobukazu Nakagoshi. 2011. Landscape Ecology and

Urban Biodiversity in Tropical Indonesian Cities. Springer 7: 33-43.

Black, Jacquelyn G. 2012. Microbiology Principes and Exploratios 8 edition.

USA: Wiley.

BPOM, 2008. Naturakos. Buletin Badan POM Vol. III, No. 7.

Brooks, L. L. et al. 1999. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.

Cairns, D. 2004. Intisari kimia edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Campbell, Neil A., Jane B. Reece, dan Lawrence G. 2003. Mitchell. Biologi Edisi

Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Chanmahasathien, Wisinee. Et al. 2003. Prenylated xanthones from Garcinia

xanthochymus. Chem. Pharm. Bull, 51(11): 1332-1334.

Chen. Lih-Geeng., Ling-Ling Yang., Ching-Chiung Wang. 2008. Anti-

inflamatory activity of mangostins from Garcinia mangostana. Elsevier,

Food and Chemical Toxicology, 46: 688-693.

Chiang, Yi-Ming., Yueh-Hsiung Kuo., Shyuzo Oota, Yoshiyasu Fukuyama. 2003.

Xanthones and benzophenones from the stem of Garcinia multiflora. J.

Nat. Prod., 66: 1070-1073.

Choma, Irena M., Edyta M. Grzelak. 2010. Bioautography detection in thin layer

chromatography. Journal of Chromatography A Chroma-351708.

Choma, Irena M., Edyta M. Grzelak. 2011. Bioautography detection in thin layer

chromatography. Journal of Chromatography, 1218(19):2684-91.

Choma, Irena M., Wioleta Jesionek. 2015. TLC-Direct Bioautography as a high

throughput method for detection of antimicrobials in plants.

Chromatography, 2:225-238.

Choma, Irena. 2013. Thin layer chromatography hyphenated with bioassay.

Journal of AOAC International Vol., 96., No. 6.

Departemen Kesehatan RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan

Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Dewanjee, Siakat et al.. 2015. Bioautography and its scope in the field of natural

product chemistry. Elsevier, Journal of Pharmaceutical Analysis 5 (2): 75-

84.

Ee, G. C. L., S. Daud., Y. H. Taufiq-Yap., N. H. Ismail., M. Rahmani. 2006.

Xanthones from Garcinia mangostana (Guttiferae). Natural Product

Research, Vol. 20, No. 12:1067-1073.

Elfita, Supriyatna., Husen H. Bahti., Dachriyanus. 2008. Diprenylated xanthone

from the stem bark of kandis gajah (Garcinia griffithi). Indo. J. Chem, 8,1:

97-100.

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Elya, Berna et al.. 2004. Two New Benzophenones From Garcinia benthami.

Journal of Tropical Medicinal Plants Vol. 5 (2): 229-231.

Elya, Berna et al.. 2006. Two New Xanthones from Garcinia rigida leaves.

Natural Product Research Vol. 20 (9): 788-79.

Elya, Berna et al.. 2009. Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak N-Heksana Kulit

Batang Tanaman Garcinia benthami. MAKARA, Sains Vol. 13 No. 1:9-

12.

Freeman-Cook, Lisa and Kevin Freeman-Cook. 2006. Deadly deseases and

epidemics: Staphylococcus aureus infections. USA: Chelsea House

Publishers.

Fumio, Y., A. Toshiaki, Y. Yoshihiro, N. Hiroyuki. 2000. Antioxidative and anti-

glycatin activity of Garcinia indica fruit rind. Journal of Agriculture and

Food Chemistry, 48: 180-185.

Ganjar, I., G. Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Gao, Xue-Mei., Ming-Zhu C., Ting Yu., Qui-Fen H., Jian-Xin P., Xue Du., Tian-

Cheng L., Kathy Qian Luo. 2013. A novel xanthone from Garcinia

oligantha. Helvetica Chimica Acta, Vol. 96.

Gilma, Alfred Goodman. 2012. Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta: EGC.

Gocan, S. 2002. Stationary Phases for Thin-Layer Chromatography. Journal of

Chromatographic Science, Vol. 4.

Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. 2007. At Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga.

Jakarta: Erlangga.

Gritter, R. J. et al. 1991. Introduction to Chromatography. Bandung: Penerbit ITB.

Gupita, C. N., A. Rahayuni. 2012. Pengaruh berbagai pH sari buah dan suhu

pasteurisasi terhadap aktivitas antioksidan dan tingkat penerimaan sari

kulit buah manggis. Journal of Nutrition College, Vol. 1(1): 67-79.

Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Mod

ern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.

Harris, L. G., S. J. Foster., R. G. Richards. 2002. An introduction to

Staphylococcus aureus, and techniques for identifying and quantifying S.

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

aureus adhesions in relation to adhesion to biomaterials: review. European

Cells and Materials, Vol. 4: 39-60.

Harrison, Leslie J., Lup-San L., Yuan-Wah L., Guat-Lee S., Keng-Yeow S.,

Hught T-W T. 1994. Xanthone and flavonoid constituents of Garcinia

dulcis (Guttiferae). Natural Product Letters, Vol. 5: 111-116.

Heinrich, et al. 2004. Fundamental of Pharmacognocy and Phytotherapy.

Philadeplia: Elsevier.

Hemshekhar, M et al.. 2011. An Overview on Genus Garcinia: Phytochemical

and Therapeutical Aspects. Springer, Phytochem Rev 10: 325-351.

Herdiyeni, Y., Elvira Nurfadhilah, Ervizal A. M. Zuhud, Ellyn K. Damayanti,

Koheu Arai, and Hiroshi Okumura. 2013. A Computer Aided System for

Tropical Leaf Medicinal Plant Identification. International Journal on

Advanced Science, Engineering and Information Technology Vol. 3 No. 1

ISSN: 2088-5334.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III. Cetakan ke 1, Badan

Litbang Kehutanan Jakarta. Departemen Kehutanan. Gatot Subroto.

Jakarta: 1374-1380.

Hostettman, K. et al. 1995. Cara Kromatografi Preparatif: Penggunaan Pada

Isolasi Senyawa Alam. Bandung: Penerbit ITB.

Ismail, Sabariah. 2011. An antimicrobial compound isolated from Cinnamomum

iners leaves with activity against methicillin-resistance Staphylococcus

aureus. Molecules Journal.

Iswari, K., Sudaryono, T. 2007. BPTP SUMBAR: 4 jenis olahan manggis, si ratu

buah dunia dari Sumbar. Tabloid Sinar Tani, 22 Agustus 2007.

Jawetz, E., J. L. Melnick., E. A. Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.

Jakarta: Salemba Medika.

Jena, B. S., Jayaprakasha., G. K., T. P. Singh., Sakariah, K. K. 2002. Chemistry

and biochemistry of (-)-hydroxycitric acid from Garcinia. Journal of

Agriculture and Food Chemistry, 50: 10-22.

Jesionek, Wioleta et al.. 2014. Screening Bacterial and Radical Scavenging

Properties of Chosen Plant Extract Using Thin-Layer Chromatography-

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Direct Bioautography. Taylor and Francis, Journal of Liquid

Chromatography and Related Technologies, 37: 2882-2891.

Juwita, Silvan., Edi Hartoyo., Lia Yulia Budiarti. 2013. Pola sensitivitas in vitro

Salmonella typhi terhadap antibiotik kloramfenikol, amoksisilin, dan

kotrimoksazol. Berkala Kedokteran, Vol. 9, No. 1.

Kaikabo. A. A., J. N. Eloff. 2011. Antibacterial activity of two biflavonoids from

Garcinia livingstonei leaves against Mycobacterium smegmatis. Journal of

Ethnopharmacology, 138:253-255.

Katzung. B. G. 2004. Farmakologi dasar dan klinik buku edisi 8. Surabaya:

Salemba Medika.

Kee, Joyce L. dan Evelyn R. Hayes. 1994. Farmakologi: Pendekatan Proses

Keperawatan. Jakarta: EGC.

Komala, I. et al. 2010. Cytotoxic, radical scaveging and antimicrobial activities of

sesquiterpenoids from the Tahitian liverwort Mastigophora diclados

(Brid.) Ness (Mastigophoraceae). J. Nat. Med, 64:417-422.

Kumar, Shashank., Abhay K. Pandey. 2013. Chemistry and biological activities of

flavonoids: an overview. Hindawi Publishing Corporation, The Scientific

World Journal.

Leboffe, Michael J., Burton E. Pierce. 2010. Microbiology laboratory theory and

application. USA: Morton Publishing Company.

Lee, Kyoung Ah., Sun-Hee M., Joo-Yeon L., Kee-Tae K., Yong-Sun P., Hyun-

Dong P. 2013. Antibacterial activity of a novel flavonoid, 7-O-butil

naringenin, against methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Food Sci. Biotechnol, 22(6): 1725-1728.

Linuma and Tosa. Tanaka and Yonemori. 1994. Two xanthones from root bark of

Calophyllum inophyllum. Phytochemistry, Vol. 35, No.2: 527-532.

Mackeen, M. M et al., 2000. Antimicrobial, antioxidant, antitumour-promoting

and cytotoxic activities of different plant part extract of Garcinia

atroviridis Griff. Ex T. Anders. Elsevier, Journal of Ethnopharmacology

72: 395-402.

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Materia Medika. 1980. Meteria Medika Indonesia, Jilid IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia

Materia Medika. 1995. Meteria Medika Indonesia, Jilid VI. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Mertaniasih, N. M. et al.. 1996. Kepekaan Mikroba dari Akne vulgaris terhadap

Beberapa Antibioktika. Media IDI, 21 (2): 9-11.

Min-Hsiung P., Won-Ling C., Shoei-Yn Lin-Shiau, Chi-Tang Ho, and Jen-Kun

Lin. 2001. Induction of Apoptosis by Garcinol and Curcumin through

Cytochrome c Release and Activation of Caspases in Human Leukemia

HL-60 Cells. Journal of Agriculture Food Chemistry. 49: 1464-1474.

Muharni dan Elfita. 2011. Triterpenoid 𝛽-amirin dari kulit batang Garcinia

bancana Miq. Jurnal Penelitian Sains, Vol 14 (4C).

Mutyani, Nurraisya. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etil Asetat Daun Garcinia

benthami Pierre dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Skripsi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Na, Zhi., Qishi Song., Huabin Hu. 2013. Aa new prenilated xhantone from latex

of Garcinia cowa Roxb. Record of natural products, 7, 3: 220-224.

Naldoni, F. J. et al. 2009. Antimicrobial activity of benzophenones and extracts

from the fruits of Garcinia bresiliensis. Journal of medical food, 12(2):

403-407.

Ngajow, Mercy dkk. 2013. Pengaruh antibakteri ekstrak kulit batang Matoa

terhadap bakteri S. aureus secara in vitro. Jurnal MIPA Unsrat.

Nilar. Lien-Hoa D. Nguyen. Ganpathi Venkatraman, Keng-Yeow Sim, Leslie J.

Harrison. 2005. Xanthones and benzophenones from Garcinia grifftithii

and Garcinia mangostana. Elsevier, Phytochemistry, 66:1718-1723..

Nugroho, B. W., Dadang., Prijono, D. 1999. Pengembangan dan pemanfaatan

insektisida alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, IPB. Bogor.

Pers, Siaran. Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia. Kementrian

Kehutanan: News 22 Juli 2010.

http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/7043 diakses Senin, 10

November 2014 pukul 05.05 WIB.

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Poeloengan, M. et al.. Aktivitas Air Perasan, Minyak Atsiri dan Ekstrak Etanol

Daun Sirih Terhadap Bakteri yang Diisolasi dari Sapi Mastitis Subklinis.

Seminar Nasinal Teknologi Pertenakan dan Veteriner.

Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta:Erlangga.

Qing-Long Guo et al. Inhibition of human telomerase reverse transcriptase

expression by gambogic acid in human hepatoma SMMMC-7721 cells.

Life Sciences, XX: 1-9.

Rachman, I., 2003. Sumber Koleksi Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat

Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.

Rai, Mahendra et al.. 2012. Medicinal Plants: Biodiversity and Drugs. CRC Press:

Taylor & Francis Group, LLC. London.

Riskesdas, 2013. Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI.

Rizqillah, Nur. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak n-Heksana Daun Garcinia

benthami Pierre terhadap Larva Artemia salina dengan metode Brine

Shrimp Lethality Test (BSLT). Skripsi FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Rubin, E.. 2001. Essential Pathology. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins: 205.

Saifudin, Azis. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Garaha Ilmu.

Sari, R. 1999. Koleksi Garcinia Kebun Raya Bogor: Konservasi dan Potensi.

Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara. Balai

Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Pengetahuan Indonesia, Bogor:

217-221.

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty

Yogyakarta.

Smith, Ann C. dan Marise A. Hussey. 2005. Gram Stain Protocols. American

Societry for Microbiology (ASM) Microbe Library (diakses Senin, 6 Juli

2015 pukul 04:36 WIB).

Smith, F. J., A. Braithwaite. 1999. Chromatographic Methods. London: Kluwer

Academic Publisher.

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Soemiati, A., Soleh K., M. Hanafi. 2006. Senyawa triterpenoid dan asam 3

hidroksi-isonikotinat dari ekstrak diklorometan akar Garcinia picrorrhiza

Miq. Jurnal Bahan Alam Indonesia, Vol. 6, No. 2.

Soesilo, Slamet. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Sosef, M. S. M., Hong, L. T. and Prawirohatmodjo, S. 1998. PROSEA (Plant

Resources of South East Asia) Timber Trees: Lesser – Known

Timber. Backhuys Publisher, Leyden. (3) 246-249.

Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung:

Penerbit ITB.

Subandi, M. 2010. Mikrobiologi: Perkembangan, Kajian, dan Pengamatan dalam

Persfektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sudirman, Lisdar I.. 2005. Deteksi Senyawa Antimikroba yang Diisolasi dari

Beberapa Lentinus Tropis dengan Metode Bioautografi. Hayati, Juni Vol.

12 No. 2: 67-72.

Sukatta, U. et al. 2008. Development of Mangosteen Anti-Acne Gel. Kasetsart J.

(Nat. Sci.) 42: 163-168.

Taher, Muhammad et al., 2012. Apoptosis, antimicrobial and antioxidant activities

of phytochemicals from Garcinia malaccensis Hk.f. Elsevier, Asian Pacific

Journal of Tropical Medicine: 136-141.

Thakur, Vijay Kumar. Lignocellulosic polymer composites: prcessing,

characterization, and properties. Canada: Wiley.

Tiwari, P. Kumar et al. 2011. Phytochemical Screening and Extraction: A Riview.

Internationale Pharmaceutica Science, Vol. 1 Issue 1.

Todar, K. 2008. Staphylococcus aureus and Staphylococcus desease. USA:

Winconsin, Madison.

Townshend, A. 1995. Encyclopedia of Analytical Science Vol. 2. London:

Academic Press Inc.

Valgas, Cleidson et al. 2007. Screening Methods to Determine Antibacterial

Activity of Natural Products. Brazilian Journal of Microbiology 38: 369-

380.

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Vatcharin R., Somsak S., Pueksa K. and Souwalak, P. 2005. Friedolanostanes and

Lanostanes from the Leaves of Garcinia hombroniana. Journal of Natural

Product. 68: 1222-1225.

Vierhejj, E. W. M., Coronel, R. E., 1992. PROSEA (Plant Resources Of South

East Asia) No. 2: Edible Fruits and Nuts, Bogor. 17 5-179.

Wardani, L. K., N. Sulistyani. 2012. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat

daun Binahong (Anredera scandens (L.) Moq.) terhadap Shigella flexneri

beserta profil kromatografi lapis tipis. Jurnal ilmiah kefarmasian, Vol.

2(1): 1-6.

Weng J., Chun-Nan Lin, Lo-Ti Tsao, and Jih-Pyang Wang. 2003. Novel and

Anti-Inflammatory Constituents of Garcinia subelliptica. Chemistry

Europe Journal. 9: 1958-1963.

Yaouwapa, S. VatcharinR., Souwalak P. 2005. Antibacterial caged-tetraprenylated

xanthones from the fruits of Garcinia hanburyi. Chem. Pharm. Bull.,

53(7):850-852.

Yuwono, Triwibowo. 2011. Biologi Molekular. Jakarta: Erlangga.

Zhang, Shuping et al. 2003. Molecular Pathogenesis of Salmonella enterica

serotype typhimurium-induced diarrhea. Infection and Immunity, Vol. 71,

No. 1: 1-12.

Zuhud, et al. 2001. Aktivitas antimikroba ekstrak Kedawung (Parkia roxburghii

G. Don) terhadap bakteri patogen. Jurnal teknologi dan industri pangan,

Vol. XII, No. 1: 6.

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LAMPIRAN 1. Hasil Determinasi Tumbuhan

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LAMPIRAN 2. Alur Penelitian

Daun Segar Garcinia

benthami Pierre

Determinasi Penyiapan Simplisia Sortasi Basah

Pengeringan Sortasi

Kering Penyerbukan

Serbuk Simplisia Ekstraksi

Ekstrak Etil Asetat Ekstrak n-Heksana Ekstrak Metanol

Penetapan Kadar Air

dan Penapisan

Fitokimia

Uji Aktivitas Antibakteri

dengan Metode

Bioautografi

Ekstrak Aktif Antibakteri

Kromatografi Kolom

Fraksinasi dengan

Kromatografi Kolom

Fraksi

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LAMPIRAN 3. Proses Ekstaksi Daun Garcinia benthami Pierre dan Uji Aktivitas

Antibakteri Ekstrak

Serbuk

Simplisia

Maserasi

n-Heksana

Ampas Filtrat

Etil Asetat

Ampas Filtrat

Metanol

Ampas Filtrat

Vaccum Rotary

Evaporator

Ekstrak Kental; Ekstrak

n-Heksana, Ekstrak Etil

Asetat, Ekstrak Metanol

Uji Aktivitas Antibakteri

Metode Bioautografi

Ekstrak Etil Asetat Kromatografi Kolom

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LAMPIRAN 4. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat

Ekstrak Etil Asetat

Kromatografi Kolom

Fraksi

F1(1-4) F2(5) F3(6) F4(7-9) F5(10-16)

F6(17-18) F7(19-20) F8(21-23) F9(24-30)

F10(31-36) F11(37-60) F12-F27

Uji Bioautografi

Non Elusi

Kromatografi Kolom

Fraksi

F11 dipilih karena:

senyawa utama, bobot

terbesar 5,1621 gram,

dan memiliki aktivitas

antibakteri F11.1-

F11.15 F11.16

F11.17-

F11.29 F11.30

Uji Bioautografi Elusi

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LAMPIRAN 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak

1. Ekstrak n-heksana

Rendemen ekstrak (%) =berat ekstrak yang diperoleh (g)

berat serbuk yang diekstrasi (g)× 100%

Rendemen ekstrak (%) =17,8254 g

1188 g× 100%

Rendemen ekstrak (%) = 1,5004%

2. Ekstrak etil asetat

Rendemen ekstrak (%) =berat ekstrak yang diperoleh (g)

berat serbuk yang diekstrasi (g)× 100%

Rendemen ekstrak (%) =80,9839 g

1188 g× 100%

Rendemen ekstrak (%) = 6,8168%

3. Ekstrak metanol

Rendemen ekstrak (%)=berat ekstrak yang diperoleh (g)

berat serbuk yang diekstrasi (g)× 100%

Rendemen ekstrak (%) =81,70g

688,63g× 100%

Rendemen ekstrak (%) = 11,86%

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Air Ekstrak

A. Perhitungan Kadar Air Ekstrak N-heksana

1. Kadar air ekstrak n-heksan

=berat ekstrak awal g − berat ekstrak setelah konstan (g)

berat ekstrak awal (g)× 100%

=0,503 − 0,492

0,503× 100%

= 2,186%

2. Kadar air ekstrak n-heksan

=berat ekstrak awal g − berat ekstrak setelah konstan (g)

berat ekstrak awal (g)× 100%

=0,501 − 0,493

0,501× 100%

= 1,596%

Rata-rata kadar air ekstrak n-heksan 1,891%

B. Perhitungan Kadar Air Ekstrak Etil Asetat

1. Kadar air ekstrak etil asetat

=berat ekstrak awal g − berat ekstrak setelah konstan g

berat ekstrak awal g × 100%

=0,500 − 0,458

0,500× 100%

= 8,4%

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI FRAKSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29340/1/SUMIATI... · daun mempunyai potensi toksisitas akut. ... Klasifikasi

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Kadar air ekstrak etil asetat

=berat ekstrak awal g − berat ekstrak setelah konstan g

berat ekstrak awal g × 100%

=0,500 − 0,455

0,500× 100%

= 9%

Rata-rata kadar air ekstrak etil asetat 8,7%

C. Perhitungan Kadar Air Ekstrak Metanol

1. Kadar air ekstrak metanol

=berat ekstrak awal g − berat ekstrak setelah konstan g

berat ekstrak awal g × 100%

=1,001 − 0,882

1,001× 100%

= 11,8%

2. Kadar air ekstrak metanol

=berat ekstrak awal g − berat ekstrak setelah konstan g

berat ekstrak awal g

× 100% =1,00 − 0,92

1,00× 100%

= 8,1%

Rata-rata kadar air ekstrak metanol 9,95%