uii skripsi psikologi kesehatan kecanduan indraprasti 04320092 4912848072 naskah publikasi
DESCRIPTION
kecanduanTRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU
MINUM-MINUMAN KERAS PADA REMAJA LAKI-LAKI
Oleh :
DEVINTHIA INDRAPRASTI
MIRA ALIZA RACHMAWATI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU
MINUM-MINUMAN KERAS PADA REMAJA LAKI-LAKI
Telah Disetujui Pada Tanggal
------------------------------------
Dosen Pembimbing Utama
(Mira Aliza Rachmawati, S.Psi.,M.Psi)
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU MINUM-
MINUMAN KERAS PADA REMAJA LAKI-LAKI
Devinthia Indraprasti
Mira Aliza Rachmawati
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kontrol diri dengan
perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki. Asumsi awal yang diajukan adalah ada
hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki,
dimana semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku minum-minuman keras. Sebaliknya
semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku minum-minuman keras
Subjek dalam penelitian ini remaja yang berusia 13-21 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan
pernah mengkonsumsi minuman keras minimal selama 3 bulan. Pemilihan responden dilakukan
dengan menggunakan metode purposive sampling.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dengan metode skala yang
terdiri dari dua skala yaitu (1) skala perilaku minum-minuman keras yang disusun berdasarkan teori
Lavental dan Cleary (Nashori dan Indirawati, 2007), terdiri dari 42 aitem dengan koefisien korelasi
aitem total bergerak antara 0.314-0.859 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0.958 dan (2) skala
kontrol diri yang disusun berdasar teori Averill (Zulkarnain, 2002), terdiri dari 59 aitem dengan
koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.330-0.913 serta koefisien korelasi Alpha sebesar
0.977.
Metode analisis data yang digunakan adalah uji korelasi product moment. Perhitungannya
dilakukan dengan program SPSS 15.00 for windows. Hasilnya menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki (r = -0.279;
p = 0.025, p < 0.05). Tingkat kontrol diri subjek memberikan sumbangan sebesar 7,8% (r² = 0,078)
terhadap perilaku minum-minuman keras.
Kata kunci : Kontrol diri, Perilaku Minum-minuman Keras
1
PENGANTAR
Persoalan kenakalan remaja di negara kita beberapa tahun belakangan
ini telah memasuki titik kritis. Selain frekuensi dan intensitasnya terus meningkat,
kenakalan remaja saat ini sudah mengarah pada perbuatan yang melanggar norma,
hukum, dan agama. Masalah kenakalan remaja tumbuh, berkembang dan
membawa akibat-akibat tersendiri sepanjang masa yang sulit untuk dicari ujung
pangkalnya. Betapa sering kita sekarang ini dikejutkan oleh berita-berita
kenakalan remaja melalui media massa, cetak maupun elektronik yang sudah
kelewat batas. Banyak remaja yang memiliki kebiasaan buruk seperti merokok,
minum-minuman keras, berjudi, berkelahi, membuat keonaran, merusak serta
melakukan seks bebas dan mengkonsumsi narkoba.
Indra (2000) mengemukakan bahwa salah satu bentuk kenakalan
remaja adalah penyalahgunaan alkohol. Selanjutnya Hawari (Ra’uf, 2002)
menyatakan bahwa mabuk-mabukan sebagai perilaku menyimpang yang
merupakan gambaran dari kepribadian antisosial atau gangguan tingkah laku pada
remaja. Sudjana (Indra, 2000) menemukan bahwa anggapan dan cara pandang
remaja yang longgar tentang suatu bentuk kenakalan akan membuat mereka
cenderung melakukan kenakalan tersebut.
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami
peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik
emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah
(Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah
2
psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial.
Pada masa remaja terdapat suatu periode “strum und drang” atau
periode “topan dan badai” yaitu masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood
(suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang
drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah,
pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah (Widianti, 2007). Bagi
remaja yang mampu mengatasi perubahan itu dengan baik berarti tidak ada
masalah, tetapi bagi remaja yang kurang dapat beradaptasi dengan perubahan itu
secara baik maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Perilaku minum-
minuman keras merupakan salah satu bentuk adaptasi yang menyimpang oleh
remaja dalam menghadapi berbagai bentuk perubahan yang mereka alami.
Holland dan Griffin (Clayton, 1994) menyatakan bahwa remaja
cenderung mengkonsumsi alkohol lebih banyak dibandingkan orang dewasa.
Remaja lebih sering mengalami masalah-masalah lain yang berkaitan dengan
perilaku minum-minuman kerasnya dibandingkan orang dewasa. Pada umumnya
perilaku minum-minuman keras dilakukan oleh remaja laki-laki. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian Kaplan (1997) yang menyatakan bahwa lebih banyak
laki-laki daripada wanita yang menggunakan alkohol, dan rasio diagnosis
gangguan berhubungan dengan alkohol pada laki-laki dan wanita adalah 2
berbanding 1 atau 3 berbanding 1.
Hasil penelitian Capuzzi (Furhrmann, 1990) menyatakan bahwa pria
menggunakan alkohol lebih sering daripada wanita dan mempunyai peluang dua
3
kali lebih besar untuk menjadi peminum bermasalah. Hal tersebut dikarenakan
wanita lebih mampu untuk melakukan coping daripada pria di dalam menghadapi
masalah. Remaja laki-laki biasanya impulsif, emosional, sensitif terhadap kritik,
kurang mampu memelihara hubungan personal, terlalu menekankan aspek
maskulinitasnya dan suka menunjukkan keinginan bebas dan berkuasa. Perilaku
minum-minuman keras merupakan salah satu strategi coping dari remaja laki-laki
dalam merespon berbagai masalah yang menegangkan dan remaja merasa tidak
mampu mengontrol dirinya untuk menyelesaikan dengan cara yang lebih baik.
Menurut Dariyo (2002) perilaku minum-minuman keras disebabkan
oleh faktor predisposisi yang menimbulkan gangguan kepribadian antisosial,
kecerdasan dan depresi. Keluarga yang tidak utuh memungkinkan anak-anak
mencari kepuasan di luar rumah. Pada usia remaja, individu lebih mementingkan
pandangan teman sekelompoknya daripada orang tua. Alasan menggunakan
alkohol karena solidaritas kelompok sering terjadi. Ketergantungan pada teman
sebaya, interaksi sosial yang terjadi dalam kelompok serta persaingan antar teman
bertujuan untuk mendapatkan status dan harga diri dalam kelompok sehingga
mendorong remaja melakukan tindakan dan memperoleh pengalaman baru.
Suatu penelitian mengenai konsumsi alkohol di kalangan pelajar
didapatkan bahwa 50 persen dari pelajar pernah minum minuman keras, dan
minuman favorit mereka adalah martini (29 persen), mansion house (20 persen)
dan bir (14 persen). Sebagian besar alasan mereka mengkonsumsi minuman keras
adalah untuk menenangkan pikiran (40 persen), disusul karena ikut-ikutan teman
(25 persen) dan hanya untuk coba-coba (11 persen). Pada acara pesta-pesta
4
merupakan kesempatan yang paling banyak bagi pelajar untuk mengkonsumsi
alkohol (26 persen), kemudian begadang malam (20 persen) dan waktu rekreasi
(14 persen) (Bachtiar, 2000).
Penelitian dari Hawari (Ra’uf, 2002) terhadap remaja menemukan
bahwa penyalahgunaan zat adiktif (termasuk alkohol) dimulai pada saat remaja
berusia 13 sampai 17 tahun yaitu sejumlah 97 persen. Dari sejumlah itu, 68 persen
menggunakan zat ganda yaitu alkohol dan zat sedaktif. Sebesar 80 persen
perolehan zat tersebut didapatkan dari temannya. Alasan menggunakan alkohol
dan zat adiktif lainnya adalah 88 persen untuk menghilangkan kecemasan,
ketakutan, kemurungan, dan susah tidur serta 36 persen untuk mendapat
kesenangan serta kenikmatan. Akibat dari penyalahgunaan itu antara lain prestasi
sekolah merosot 96 persen, hubungan keluarga memburuk 93 persen, perkelahian
dan tindak kekerasan 65,3 persen dan kecelakaan lalu lintas 58,7 persen.
Beberapa tindakan yang menunjukkan perilaku minum-minuman keras
dilakukan oleh para remaja. Diberitakan bahwa sepuluh pelajar Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) di Yogyakarta, digrebek petugas Poltabes Yogyakarta
ketika sedang pesta minuman keras. Barang bukti minuman keras berupa Topi
miring, Vodka, dan Anggur merah (www.kr.co.id, 2007). Fakta lain menunjukkan
bahwa warga Kelurahan Purutrejo, Kota Pasuruan, menggerebek tujuh remaja
yang sedang asyik pesta minuman keras di salah satu rumah kost. Dari dalam
rumah itu warga menemukan enam botol minuman keras (Kompas, 2008).
Dampak negatif akibat mengonsumsi minum-minuman keras adalah
para remaja menjadi lebih agresif dan mudah tersinggung. Sejumlah kasus
5
pemukulan dan tawuran yang melibatkan remaja, ketika diteliti ternyata berawal
dari pengaruh minuman keras (Suara Merdeka, 2005). Diberitakan bahwa kasus
perkosaan yang dilakukan sekelompok pelajar SLTP dan SLTA di wilayah Jawa
Timur akibat pengaruh minuman keras (Kompas, 2004). Akibat lain dari pengaruh
minuman keras adalah melemahnya fisik, daya fikir dan merosotnya moral yang
cenderung melakukan perbuatan penyimpangan sosial dalam masyarakat
(www.pkjmkko.pkjm-banyuwangi.com).
Perilaku minum-minuman keras seperti yang telah dirilis media diatas
menunjukkan kenakalan yang terjadi pada remaja. Remaja yang melakukan
kenakalan itu, kurang memiliki kontrol diri atau justru menyalahgunakan kontrol
diri tersebut dan suka menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping
meremehkan keberadaan orang lain (Kartono, 2006). Remaja tidak sadar dan
belum bisa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang dari
perilaku minum-minuman keras. Untuk mengatasi keadaan tersebut, remaja
membutuhkan suatu mekanisme yang dapat membantu mereka dalam mengatur
dan mengarahkan perilakunya. Mekanisme yang dimaksud adalah kontrol diri.
Goldfield dan Merbaum (Lazarus, 1976) mendefinisikan kemampuan
mengontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing,
mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah
konsekuensi positif. Selanjutnya kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan
bagaimana seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam
dirinya. Mengendalikan emosi berarti mendekati situasi dengan menggunakan
sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah reaksi yang
6
berlebihan. Pendapat ini sesuai dengan konsep ilmiah yang lebih menekankan
pengendalian emosi (Hurlock, 1990).
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka peneliti tertarik
mengadakan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kontrol
diri dengan perilaku minum-minuman keras.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Minum-minuman Keras
1. Pengertian Perilaku
Perilaku menurut Chaplin (2005) memiliki beberapa arti yaitu (a)
sebarang respon (reaksi, tanggapan,jawaban,balasan) yang dilakukan oleh
organisme, (b) bagian dari satu kesatuan pola reaksi, (c) satu perbuatan
atau aktivitas, (d) satu gerak atau kompleks gerak-gerak.
Morgan (1987) mengartikan perilaku sebagai segala sesuatu yang
dilakukan individu dan dapat diobservasi dengan berbagai cara baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dengan melihat bagaimana orang
berperilaku maka dapat diketahui kondisi mental dan proses internal yang
tersembunyi. Melalui pengukuran perilaku maka perasaan, sikap,
kepercayaan, dan intensi seseorang dapat diungkap.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas konkrit yang berhubungan
dengan pemikiran, perasaan dan tindakan individu yang dapat diamati baik
secara langsung maupun tidak langsung.
7
2. Pengertian Minuman Keras
Menurut Wresniwiro,dkk (1999) berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.: 86/Men.Kes/Per/IV/77, yang dimaksud dengan
minuman keras adalah semua jenis minuman beralkohol, tetapi bukan obat
yang meliputi minuman keras golongan A, minuman keras golongan B
dan minuman keras golongan C. Minuman keras golongan A adalah
minuman keras dengan kadar ethanol dari 1% sampai 5%. Minuman keras
golongan B adalah minuman keras dengan kadar ethanol lebih dari 5%
sampai dengan 20%. Minuman keras golongan C adalah minuman keras
dengan kadar ethanol lebih dari 20% sampai dengan 55%.
Menurut Wresniwiro,dkk (1999) berdasarkan Keputusan Presiden
RI No. 3 tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Beralkohol, yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman
yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang
mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau
fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan
terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun
yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan alkohol atau
dengan cara pengenceran minuman yang mengandung ethanol.
Tahapan mengenai perilaku minum-minuman keras dan obat-
obatan berbahaya dikemukakan oleh Furhmann (1990), yang membedakan
menjadi tiga yaitu, (a) eksperimen, (b) kebiasaan, dan (c) ketergantungan.
8
Pada tahap eksperimen, biasanya seseorang menggunakan alkohol
maupun obat-obatan hanya pada saat-saat tertentu dan umumnya
digunakan bila seseorang berada di tengah-tengah kelompoknya. Toleransi
terhadap obat-obatan maupun minuman keras pada tahap ini masih rendah.
Tahap kebiasaan akan terjadi jika pada tahap eksperimen
penggunaannya makin meningkat. Individu akan berusaha mencari teman
sebaya yang juga menggunakan obat-obatan. Pada tahap ini sudah muncul
gejala-gejala peningkatan toleransi untuk mendapatkan efek seperti yang
didapatkan sebelumnya.
Tahap ketergantungan terjadi jika keinginan untuk menggunakan
secara teratur sudah makin meningkat. Muncul gangguan yang bersifat
fisik maupun psikologis, seperti kehilangan kesadaran (blackout), berat
badan menurun drastis, suka memberontak, melawan orang tua dan tidak
mampu bekerja dengan baik.
Kesimpulan yang dapat diajukan mengenai definisi perilaku
minum-minuman keras adalah perilaku yang berupa pemikiran, perasaan
dan tindakan individu yang dapat diamati baik secara langsung maupun
tidak langsung meliputi pemakaian minum-minuman keras yang
mengandung alkohol mulai dari tahap penggunaan yang ringan sampai
berat.
3. Aspek-aspek Perilaku Minum-minuman Keras
Perilaku minum-minuman keras dapat dianalogikan seperti
perilaku merokok yang diungkapkan oleh Lavental dan Cleary (Nashori &
9
Indirawati, 2007). Perilaku minum-minuman keras dapat dilihat dari empat
aspek perilaku yaitu :
a. Fungsi minum-minuman keras. Individu yang menjadikan minum-
minuman keras sebagai penghibur bagi berbagai keperluan
menunjukkan bahwa minuman keras memiliki fungsi yang begitu
penting.
b. Tempat minum-minuman keras. Individu yang melakukan aktivitas
minum-minuman keras dimana saja.
c. Intensitas minum-minuman keras. Seseorang yang mengkonsumsi
minum-minuman keras dengan jumlah yang sangat banyak
menunjukkan perilaku minum-minuman keras sangat tinggi.
d. Waktu minum-minuman keras. Seseorang yang mengkonsumsi
minum-minuman keras di segala waktu (pagi, siang, sore, dan malam)
menunjukkan perilaku minum-minuman keras yang sangat tinggi.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Minum-Minuman Keras
Hawari (Ra’uf, 2002) menyatakan bahwa dari segi klinis maka
penyebab penyalahgunaan alkohol adalah (a) faktor predisposisi atau internal
individu yang bersangkutan yaitu depresi, kecemasan, ketakutan dan
ketidakberdayaan (b) faktor kontribusi atau eksternal, yaitu kondisi keluarga
yang kurang baik, hubungan interpersonal yang terganggu, pola asuh yang
salah dan kurangnya komunikasi (c) faktor pencetus, yaitu teman sebaya
peminum, tersedianya minuman keras atau alkohol secara mudah dan murah.
10
B. Kontrol Diri
1. Pengertian Kontrol Diri
Goldfield dan Merbaum (Lazarus, 1976) yang mendefinisikan
kemampuan mengontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun,
membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa
individu ke arah konsekuensi positif.
Hurlock (1973) menyatakan bahwa kontrol diri berkaitan dengan
bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya.
Mengatasi emosi berarti mendeteksi suatu situasi dengan menggunakan sikap
yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah munculnya reaksi
yang berlebihan.
Calhoun & Acocela (1976) mengartikan kontrol diri sebagai
pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang. Dengan
kata lain merupakan serangkaian proses yang membentuk diri sendiri. Kontrol
diri dianggap sebagai lawan dari kontrol eksternal. Kontrol diri mengandung
pengertian individu menentukan standar perilaku, kontrol diri akan memberi
ganjaran bila memenuhi standar tersebut. Pada kontrol eksternal, orang lain
menentukan standar dan memberi atau menahan ganjaran.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri
adalah kemampuan individu untuk menyusun, membimbing, mengatur dan
mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah konsekuensi
positif sehingga tingkah lakunya sesuai dengan aturan atau norma sosial.
Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta
11
dorongan dari dalam dirinya dengan menggunakan sikap yang rasional
sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif.
2. Aspek-aspek Kontrol Diri
Berdasarkan konsep Averill (Zulkarnain, 2002) terdapat tiga jenis
kontrol diri yang meliputi lima aspek, yaitu :
a. Kemampuan mengontrol perilaku (Behavioral Control)
Kemampuan mengontrol perilaku didefinisikan sebagai kesiapan
atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi
atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan
ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen :
1. Kemampuan mengontrol pelaksanaan (regulated administration), yaitu
kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan
situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya.
2. Kemampuan mengontrol stimulus (stimulus modifiability), merupakan
kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus
yang tidak dikehendaki dihadapi.
b. Kontrol Kognitif (Cognitive Control)
Kontrol kognitif yaitu kemampuan individu dalam mengolah
informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai,
atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif
sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Kemampuan
ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen :
12
1. Kemampuan memperoleh informasi (information gain), dengan
informasi yang dimiliki, individu dapat mengantisipasi keadaan
tersebut dengan berbagai pertimbangan secara relatif objektif.
2. Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu melakukan
penilaian berarti individu berusaha menilai dan dan menafsirkan suatu
keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif
secara objektif.
c. Kemampuan Mengontrol Keputusan (Decisional Control).
Kemampuan mengontrol keputusan merupakan kemampuan
seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada
sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.
Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri
digunakan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Kemampuan mengontrol perilaku
b. Kemampuan mengontrol stimulus
c. Kemampuan mengantisipasi peristiwa
d. Kemampuan menafsirkan peristiwa
e. Kemampuan mengontrol keputusan
METODE PENELITIAN
Subyek penelitian ini adalah remaja yang berusia 13-21 tahun, berjenis
kelamin laki-laki, dan pernah mengkonsumsi minuman keras minimal selama 3
bulan. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dalam bentuk
angket dengan menggunakan metode skala yang terdiri dari dua skala, yakni skala
13
perilaku minum-minuman keras dan skala kontrol diri. Skala perilaku minum-
minuman keras disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek
yang dikemukakan oleh Lavental dan Cleary (Nashori dan Indirawati, 2007).
Skala kontrol diri disusun sendiri oleh penulis dengan mengacu pada aspek-aspek
kontrol diri yang dikemukakan oleh Averill (Zulkarnain, 2002). Dalam penelitian
yang akan dilakukan ini, analisis statistik yang dipakai adalah dengan Product
Moment untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kontrol diri terhadap perilaku
minum minuman keras pada remaja laki-laki, dengan menggunakan statistik SPSS
15.0 for Windows XP.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1
Deskripsi Data Penelitian
Variabel Skor Hipotetik Skor Empirik
Min Max Mean SD Min Max Mean SD
Perilaku Miras 42 168 105 21 85 145 123,26 10,623
Kontrol Diri 59 236 147,5 29,5 98 211 128,00 26,009
Untuk mengetahui keadaan subyek penelitian, dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2
Kriteria Kategorisasi Perilaku Minum-minuman Keras
Skor Kategori Frekuensi Persentase
X < 67,2
67,2 < X ≤ 92,4
92,4 < X ≤ 117,6
117,6 < X ≤ 142,8
X > 142,8
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0
1
11
36
2
0 %
2 %
22 %
72 %
4 %
Jumlah 50 100%
14
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian ini
memiliki perilaku minum-minuman keras dalam kategori tinggi (72%).
Tabel 3
Kriteria Kategorisasi Kontrol Diri
Skor Kategori Frekuensi Persentase
X < 94,4
94,4 < X ≤ 129,8
129,8 < X ≤ 165,2
165,2 < X ≤ 200,6
X > 200,6
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0
31
14
4
1
0 %
62 %
28 %
8 %
2 %
Jumlah 50 100%
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian ini
memiliki kontrol diri dalam kategori rendah (62%).
Berikut adalah hasil uji asumsi, yang berupa uji normalitas dan uji
linieritas :
Tabel 4
Hasil Uji Normalitas
Variabel K-SZ p
Perilaku Minum-minuman Keras 0.562 0.910
Kontrol Diri 0.963 0.312
Tabel 5
Hasil Uji Linieritas
Variabel F p
Perilaku Minum-minuman Keras 6.313 0.026
Kontrol Diri
Uji hipotesis dilakukan setelah uji asumsi dengan syarat normal dan linier
sehingga uji hipotesis yang diajukan dapat dilakukan. Hasil uji hipotesis :
Tabel 6
Hasil Uji Hipotesis
Variabel Perilaku Minum-minuman Keras Kontrol Diri
Perilaku Minum-minuman Keras 0.025 -0.279
Kontrol Diri -0.279 0.025
Tabel diatas menunjukkan bahwa perilaku minum-minuman keras dengan
kontrol diri berkorelasi, perhitungan diatas menggunakan teknik korelasi product
15
moment dari Pearson’n, diperoleh r = -0.279, dengan p = 0.025, syarat p < 0.05.
Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara perilaku
minum-minuman keras dengan kontrol diri. Artinya semakin tinggi perilaku
minum-minuman keras maka semakin rendah kontrol diri pada remaja laki-laki.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas, diketahui bahwa kontrol diri dapat
mempengaruhi perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki dimana
semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku minum-minuman keras.
Sebaliknya semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku minum-
minuman keras.
Mabuk-mabukan merupakan salah satu kenakalan remaja yang dalam
penelitian ini termasuk sebagai perilaku minum-minuman keras. Remaja yang
melakukan kenakalan itu pada umumnya kurang memiliki kontrol diri dan suka
menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan
orang lain (Kartono, 2006).
Menurut Calhoun& Acocela (1976) kontrol diri diperlukan dengan dua
alasan. Pertama adalah alasan sosial yaitu bahwa individu tidak hidup sendiri
tetapi dalam kelompok masyarakat. Individu harus mengontrol perilakunya agar
tidak mengganggu ketentraman sosial. Perilaku minum-minuman keras yang
dilakukan oleh remaja laki-laki menunjukkan bahwa para remaja belum mampu
memenuhi harapan sosial karena bagaimanapun juga masyarakat tetap
menghendaki remaja menjadi individu yang mampu mengendalikan segala
16
tindakan dan pikirannya. Kedua adalah alasan personal, yaitu bahwa kontrol diri
membutuhkan individu untuk belajar mengenai kemampuan, kebaikan dan hal-hal
lain yang diinginkan dari kebudayaannya. Perilaku minum-minuman keras
menunjukkan perilaku yang ceroboh pada remaja sehingga remaja tidak
memikirkan dampak negatif dari perbuatannya.
Pentingnya kemampuan mengontrol diri dalam mengendalikan
perilaku dikemukakan oleh Funder dan Block (Elfida, 2005). Hasil penelitian
menunjukkan pentingnya ketrampilan kognitif dan kontrol dorongan dari dalam
individu untuk menunda suatu perilaku dalam situasi yang dapat mendorongnya
untuk melakukan tindakan tertentu. Keterampilan kognitif dapat membantu
remaja membuat pertimbangan sebelum melakukan tindakan. Ketika remaja
mempunyai kontrol diri, dimana segala pertimbangan didasarkan pada tanggung
jawab terhadap diri sendiri, maka remaja juga akan lebih rasional dalam
menentukan perilakunya, dikarenakan remaja mempunyai kepribadian yang tidak
mudah terpengaruh.
Remaja yang mempunyai kontrol diri yang tinggi akan mampu
mengarahkan dan mengatur perilaku minum-minuman kerasnya. Remaja tersebut
mampu mengatur penggunaan alkohol sehingga tidak tenggelam dalam minum-
minuman alkohol yang berlebihan, mampu menggunakan alkohol sesuai dengan
kebutuhan, mampu memadukan aktivitas minum dengan aktivitas-aktivitas yang
lain dalam kehidupan, dan tidak mengkonsumsi alkohol untuk melarikan diri dari
masalah.
Remaja yang kontrol dirinya rendah tidak mampu mengarahkan dan
17
mengatur perilakunya. Remaja yang memiliki kontrol diri rendah tidak mampu
mengarahkan dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya sehingga tindakan yang
dilakukan cenderung destruktif. Hakim (2004) menyatakan bahwa lemahnya
kontrol diri merupakan penyebab utama terjadinya perilaku minum-minuman
keras, individu yang minum-minuman keras bisa dengan mudah tergoda untuk
melakukan aktifitas minum selanjutnya yang biasanya mampu dihindari.
Hurlock (1990) menyatakan bahwa kontrol diri berkaitan dengan
bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya.
Pada remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan kematangan
emosi. Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila tidak
meledakkan emosinya di hadapan orang lain melainkan menunggu saat yang tepat
untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima.
Pada masa remaja terdapat suatu periode “strum und drang” atau
periode “topan dan badai” dimana pada periode ini remaja gejolak emosinya
sedang tinggi. Pada periode tersebut remaja harus bisa mengarahkan gejolak
emosi di dalam dirinya agar tidak berkembang ke arah negatif dalam bentuk
perilaku minum-minuman keras. Yang penting untuk dijaga menurut Gonzales
adalah perkembangan jiwa remaja itu sendiri, sebab bagaimanapun juga remaja
yang jiwanya stabil dan mantap tidak akan menyalahgunakan alkohol sekalipun
mereka pernah merasakannya (Sarwono,2006).
Namun demikian, sumbangan efektif kontrol diri terhadap perilaku
minum-minuman keras adalah sebesar 7,8%. Artinya terdapat 92,2% faktor lain
yang menyebabkan munculnya perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-
18
laki, yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut antara lain
faktor kepribadian, pengaruh orang tua, tingkat sosial ekonomi, lingkungan
pergaulan, dan teman sebaya.
Kecilnya kontribusi kontrol diri terhadap perilaku minum-minuman
keras pada penelitian ini kemungkinan berasal dari kelemahan penelitian. Dalam
penelitian ini masih terdapat kelemahan, yaitu kurangnya referensi yang
digunakan oleh peneliti mengenai perilaku minum-minuman keras dan kontrol diri
pada remaja. Kelemahan lain yaitu pada saat proses pengambilan data, ada
beberapa angket yang ditinggal oleh peneliti untuk diambil keesokan hari
sehingga kemungkinan responden memberikan jawaban yang tidak jujur.
Kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini diharapkan menjadi bahan
pertimbangan bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian dengan topik serupa
agar dapat lebih menyempurnakan penelitiannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh dalam penelitian
ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan
antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki.
Semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku minum-minuman
keras. Sebaliknya semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku
minum-minuman keras.
19
SARAN
1. Bagi subyek penelitian
Bagi subyek penelitian yaitu remaja laki-laki pada khususnya dan remaja pada
umumnya diharapkan untuk dapat membangun kontrol diri yang lebih kuat,
karena hal ini sangat penting untuk dapat mengurangi sisi negatif dalam
perilaku minum-minuman keras.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti yang ingin meneliti tema serupa yang dalam hal ini perilaku
minuman-minuman keras diharapkan mencari variabel lain selain kontrol diri
yang mempengaruhi munculnya perilaku minum-minuman keras, misalnya
pengaruh orang tua, teman sebaya, atau keluarga. Selain itu, pada saat proses
pengambilan data sebaiknya ditunggui oleh peneliti agar tidak terjadi
kemungkinan jika responden tidak jujur ketika mengisi data.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, W. W. 2000. Kenapa Miras Harus Dilarang.
http://www.indomedia.com. 28/1/08.
Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. 1976. Psychology of Adjusment and Human
Relationship. Third Edition. New York: Mc Graw Hill.
Chaplin, J.P. 2005.Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Clayton, P.R. 1994. Alcohol and Human Behavior: Theory and Research. New
Jersey, Englewood Cliffs: Prentice Hall.
Dariyo, A. 2002. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Elfida, D. 2005. Hubungan Antara Kemampuan Mengontrol Diri Dan
Kecenderungan Berperilaku Delinkuen Pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol
1, Nomor 2, Desember 2005.
Fuhrmann, B.S. 1990. Adolescence, Adolescents. Illinois: Brown Higher
Education.
Hakim, M.A. 2004. Bahaya Narkoba Alkohol: Cara Islam Mencegah, Mengatasi
dan Melawan. Bandung: Penerbit Anggota IKAPI.
Hurlock, E.B. 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha,
Ltd.
Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Anak. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Hurlock, E.B. 1998. Perkembangan Anak. Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Indra, J., Haniman, F., dan Moeljohardjono, H. 2000. Perbedaan Konsep dan
Perilaku Kenakalan Remaja antara Pelajar dari SMU/K (SLTA) yang
Mendapat Peringkat Tinggi dengan SMU/K yang Mendapat Peringkat
Rendah di Kotamadya Surabaya. Anima Indonesian Psychological journal.
Vol. 15, No. 3.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara.
Kartono, K. 2006. Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
21
Kedaulatan Rakyat. DI KOMPLEKS STADION MANDALA KRIDA ; Pesta Miras,
10 Pelajar Digrebek. http://www.kr.co.id. 01/11/2007
Kompas. 2004. Remaja, Pornografi, dan Pendidikan Seks. Harian Kompas. 27
Februari 2004.
Kompas. 2008. Pesta Miras, 4 Cewek dan 3 Cowok Digerebek. Harian Kompas.
13 Oktober 2008.
Kuncoro, J. 1998. Pengaruh Ekspektasi Positif Pada Efek Alkohol Terhadap
Perilaku Minum-Minuman Keras Pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Lazarus, R.S. 1976. Patern Of Adjusment. Third Edition. Tokyo: Mc Graw Hill
Kogakusha, Ltd.
Morgan, C. T. & King, Richard. 1987. Introduction to Psychology. New York:
Mc Graw Hill Kogakusha Ltd
Nashori, F. & Indirawati, E. 2007. Peranan Perilaku Merokok Dalam
Meningkatkan Suasana Hati Negatif (Negative Mood States) Mahasiswa.
Jurnal Psikologi Proyeksi. Vol.2 No.2.
NN. 2008. Faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Narkotika,
Psykotropyka, dan Bahan Berbahaya (Minuman Keras). http://www.
pkjmkko.pkjm-banyuwangi.com
Ra’uf, M. 2002. Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja &
Kamtibmas. Jakarta: BP Dharma Bhakti
Sarwono, S.W. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Suara Merdeka. 2007. Miras Banyak Dikonsumsi Remaja. Harian Suara
Merdeka. 13 Januari 2005.
Widianti, E. 2007. Remaja dan Permasalahannya: Bahaya Merokok,
Penyimpangan Seks pada Remaja, dan Bahaya Penyalahgunaan Minuman
Keras/Narkoba. http://www.resources.unpad.ac.id
Wresniwiro, M., Sumarna, A.H., Wira, P., Sunandar, A., & Permana, D. 1999.
Masalah Narkotika, Psikotropika, Dan Obat-obat Berbahaya. Jakarta:
Yayasan Mitra Bintibmas.
Zulkarnain, 2002. Hubungan Kontrol Diri Dengan Kreativitas Pekerja. Jurnal by
USU digital library. http://www. damandiri.or.id