udah putusin aja

3
Udah Putusin Aja. Dari judulnya saja, sudah terpikir bahwa buku ini bakal menjadi kontroversial. Kontroversial bagi remaja-remaja Indonesia yang berpikir masa muda itu adalah masa paling indah untuk bersenang-senang dan menikmati satu hal yang tak pernah habis dibahas umat manusia, yaitunya cinta. Demi meneguk kenikmatan cinta ini, mereka melakukan aktivitas sia-sia bernama ‘pacaran’. Suatu hubungan tak jelas antara sepasang muda-mudi yang selalu dihiasi dengan ketidakmatangan sikap, sikap-sikap yang bakal berakibat buruk bagi mereka nantinya.Mulai dari sms-an, lalu diajak jalan, waktu jalan pegang-pegangan , sampai nanti terjadi yang namanya kecelakaan paling fatal, mereka lakukan hanya demi menikmati cinta yang selalu diidam-idamkan. Di saat semuanya tak berjalan sesuai keinginan, satu kata pamugkas untuk mengakhirinya, “putus”. Tak ada luang untuk tanggung jawab, yang berarti segala kerugian yang dialami kedua belah pihak selama berhubungan, ditanggung sendiri-sendiri. “ Pacaran nggak buat kamu dewasa, tapi buat kamu beradegan dewasa “, begitulah kira- kira. Adalah Felix Y. Siauw, seorang mualaf yang saat ini berprofesi sebagai Islamic inspirator yang telah berhasil mengembangkan sayap dakwahnya di seluruh Indonesia melalui kicauan indahnya di twitter serta nasehat berharga di jejaring social Facebook. Sekarang, beliau juga telah menjadi salah satu penulis bestseller Indonesia melalui buku ini, Udah Putusin aja yang mencatatkan rekor sebagai buku dengan penjualan tertinggi dalam sejarah pameran buku di Indonesia. Sungguh luar biasa, bertahun-tahun berada dalam lika-liku ketidakyakinan terhadap agama yang dianut keluarganya menjadikan beliau benar-benar kritis mencari kebenaran di dunia ini. Hingga suatu hari, cahaya al-qur’an datang menerangi dan memaparkan dengan sejelas-jelasnya bahwa al-qur’an bukanlah editan manusia, dan segala hal didalamnya bukanlah hasil kongres para petinggi agama, melainkan diciptakan oleh Pencipta itu sendiri, oleh Allah swt. Ditengah tren pacaran yang tengah menjamur di berbagai kalangan anak muda, buku ini seolah melawan arus, menyatakan dengan setegas-tegasnya bahwa pacaran itu hanya untuk orang- orang terbuang, orang-orang yang gagal merencanakan pernikahan. Buku ini diawali dengan sebuah e-mail yang

Upload: eko-gondo-saputro

Post on 11-Dec-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ini adalah bahan diskusi briding program

TRANSCRIPT

Page 1: Udah Putusin Aja

Udah Putusin Aja. Dari judulnya saja, sudah terpikir bahwa buku ini bakal menjadi kontroversial. Kontroversial bagi remaja-remaja Indonesia yang berpikir masa muda itu adalah masa paling indah untuk bersenang-senang dan menikmati satu hal yang tak pernah habis dibahas umat manusia, yaitunya cinta. Demi meneguk kenikmatan cinta ini, mereka melakukan aktivitas sia-sia bernama ‘pacaran’. Suatu hubungan tak jelas antara sepasang muda-mudi yang selalu dihiasi dengan ketidakmatangan sikap, sikap-sikap yang bakal berakibat buruk bagi mereka nantinya.Mulai dari sms-an, lalu diajak jalan, waktu jalan pegang-pegangan , sampai nanti terjadi yang namanya kecelakaan paling fatal, mereka lakukan hanya demi menikmati cinta yang selalu diidam-idamkan. Di saat semuanya tak berjalan sesuai keinginan, satu kata pamugkas untuk mengakhirinya, “putus”. Tak ada luang untuk tanggung jawab, yang berarti segala kerugian yang dialami kedua belah pihak selama berhubungan, ditanggung sendiri-sendiri. “ Pacaran nggak buat kamu dewasa, tapi buat kamu beradegan dewasa “, begitulah kira-kira.

Adalah Felix Y. Siauw, seorang mualaf yang saat ini berprofesi sebagai Islamic inspirator yang telah berhasil mengembangkan sayap dakwahnya di seluruh Indonesia melalui kicauan indahnya di twitter serta nasehat berharga di jejaring social Facebook. Sekarang, beliau juga telah menjadi salah satu penulis bestseller Indonesia melalui buku ini, Udah Putusin aja yang mencatatkan rekor sebagai buku dengan penjualan tertinggi dalam sejarah pameran buku di Indonesia. Sungguh luar biasa, bertahun-tahun berada dalam lika-liku ketidakyakinan terhadap agama yang dianut keluarganya menjadikan beliau benar-benar kritis mencari kebenaran di dunia ini. Hingga suatu hari, cahaya al-qur’an datang menerangi dan memaparkan dengan sejelas-jelasnya bahwa al-qur’an bukanlah editan manusia, dan segala hal didalamnya  bukanlah hasil kongres para petinggi agama, melainkan diciptakan oleh Pencipta itu sendiri, oleh Allah swt.

Ditengah tren pacaran yang tengah menjamur di berbagai kalangan anak muda, buku ini seolah melawan arus, menyatakan dengan setegas-tegasnya bahwa pacaran itu hanya untuk orang-orang terbuang, orang-orang yang gagal merencanakan pernikahan. Buku ini diawali dengan sebuah e-mail yang dikirimkan oleh seorang remaja muda Indonesia yang telah kehilangan kehormatanya demi menjaga hubungan cintanya dengan seorang teman lama. Sungguh miris memang, di saat kita tahu hal seperti ini bukanlah sesuatu yang luar biasa lagi, tapi sudah biasa karena memang telah terbiasa terjadi namun jarang diungkap saja, rahasia umum, begitu.

Halaman selanjutnya ternyata semakin menarik. Menarik karena yang pembahasan selanjutnya adalah soal cinta. Pembaca diajak untuk memahami cinta sebagai fitrah, bagian dari naluri-naluri yang tidak dapat diindra, namun ada dan dituntut pemenuhannya. Islam tidak melarang manusia untuk jatuh cinta, namun islam mengatur agar cinta itu berjalan pada koridornya. Islam mengatur agar makna ci nta yang luas tidak jatuh pada potensi maksiat, tapi jatuh pada potensi taat karena cinta terlalu indah jika disempitkan dengah syahwat semata. Cinta itu bebas nilai selagi netral.

Lalu bagaimana agar cinta menjadi halal ? Disini dijelaskan berbagai solusi dan langkah bagi mereka yang telah siap untuk menyegerakan menikah. Bagaimana langkah-langkah yang seharusnya ditempuh. Dan tentu juga ada solusi bagi mereka yang belum siap. Bagaimana untuk menahan dan memantaskan diri di dalamnya. Namun sebenarnya buku ini terlalu sempit jika dikatakan hanya berbicara tentang pacaran dalam Islam. Sebab, buku ini juga memberikan penjelasan logis yang dapat menuntun remaja muslim muslimah agar tidak salah

Page 2: Udah Putusin Aja

dalam bergaul serta memberikan pedoman bagi orang tua untuk bisa menjaga putra putri mereka.

Di buku ini juga ada penjelasan mengapa ditulis dengan judul #UdahPutusinAja? Bukannya lebih tepat #UdahNikahinAja atau #YukPutus? Atau segala hashtag yang memotivasi agar menyegerakan menikah, bukannya provokasi untuk putus? #UdahPutusinAja memang sejatinya lebih tepat bagi pelaku pacaran. Mengapa? Sederhana saja, karena orang yang melakukan aktivitas ini adalah orang yang belum siap untuk menikah. Logikanya, bila dia sudah siap menikah, untuk apa lagi pacaran? Begitu, kan?

Lihat saja mereka yang pacaran, sebagian besar adalah anak-anak yang belum cukup umur. Masih menadah uang ke orangtua dengan seragam putih abu-abu, putih biru, bahkan putih merah. Bagaimana membicarakan pernikahan pada mereka?

OK, beberapa di antara mereka mungkin dewasa dan betul-betul siap menikah, tapi apakah orangtua mereka juga berpendapat sama dan siap menikahkan?  OK, mungkin ada yang telah dewasa dan siap dinikahkan orangtuanya, tapi berapa banyak. Maka, buku #UdahPutusinAja ini lebih relevan untuk diulas sesuai dengan keadaan remaja zaman ini.

Inilah yang paling menarik; buku ini juga memberi sanggahan untuk alasan-alasan yang sering jadi pembenaran para remaja dalam menjalani pacaran. Misalnya :

“ Pacaran nggak ngapa-ngapain kok, Cuma pegangan tangan. “

Tau nggak, “ cuma “ itu kata yang berbahaya. Karena semua kemaksiatan awalnya juga “ cuma “. Selingkuh itu awalnya, ya, “ cuma “ teman. Hamil itu juga awalnya “ cuma “ pegangan.

Buku ini juga memberikan penjelasan sesuai gaya kicauan di twitter, misalnya :

1. Pacaran selalu dimulai dengan pengorbanan dan diakhiri saat ada korban | sebelum semua terjadi, baik kiranya akhiri sekarang

2. Hindarkan dia dari maksiat yang hantarkan dia pada siksa neraka, itulah sayang | Melindungi kehormatanya dengan jauhkan rayuanmu, itulah cinta

3. Lelaki terhormat takkan pertaruhkan kehormatan wanita | Dia melindunginya dengan menundukkan pandangan atau mengambilnya dengan pernikahan

4. Lelaki sejati bukan yang banyak janji, tapi yang berani datangi wali | atau menahan diri dari perkataan tak pasti