tuntunan merawat jenazah

52
TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH Firman Allah Swt : "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan. ( QS. Al 'Ankabuut : 57). Ayat tersebut mempertegas bahwa kita yang hidup di dunia ini pasti akan merasakan mati. Namun kenyataannya banyak manusia yang terbuai dengan kehidupan dunia sehingga hampir melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, hal ini juga membuat manusia tidak banyak yang mengingat tentang kematian. Yang jadi permasalahan sekarang adalah, tidak ada manusia satupun yang apabila mati kemudian berangkat sendiri menuju liang kuburnya. Tentu saja hal ini adalah menjadi kewajiban bagi orang yang masih hidup, terutama keluarga yang ditinggalkannya untuk mengurusnya sampai menguburkannya. Merawat jenazah adalah hukumnya wajib kifayah, namun setiap orang tentunya wajib mengetahui tatacara bagaimana merawat jenazah yang sesuai dengan tuntunan agama Islam. Karena kewajiban merawat jenazah yang pertama adalah keluarga terdekat, apalagi kalau yang meninggal adalah orangtua atau anak kita. Kalau kita tidak bisa merawatnya sampai menguburkannya berarti kita tidak (birrul walidaini) berbakti kepada kedua orangtua kita. Rasulullah SAW telah bersabda : " Apabila telah mati anak Adam, maka terputuslah amalnya. Kecuali tiga perkara, shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mau mendo'akan kedua orangtuanya." Disinilah kita harus menunjukkan bakti kita yang terakhir apabila orangtua kita meninggal, yaitu dengan merawat sampai menguburkan serta mendo'akannya. Permasalahan yang lain dan mungkin bisa saja terjadi adalah, karena ajal bila sudah tiba saatnya, pastilah tidak bisa ditunda kapanpun dan dimanapun. Bagaimana kalau kita seandainya sementara kita di tengah hutan belantara jauh dari pemukiman dan kita punya teman cuma beberapa orang saja, sementara kita tidak tahu mayat ini harus diapakan, pastilah kita akan berdosa. Fenomena lain yang banyak terjadi sekarang, terutama di kota-kota besar. Pengurusan jenazah kebanyakan tidak dilakukan oleh keluarga dekat, bahkan keluarga tinggal terima bersih karena sudah membayar orang untuk merawatnya, bahkan samapi mendo'akannya juga minta orang lain yang mendo'akan. Inilah yang perlu kita pikirkan sepertinya di millist ini belum pernah ada yang memberikan pencerahan. Mungkin diantara kita masih banyak yang belum tahu tentang tatacara merawat jenazah dan kalaupun sudah tahu, semoga bisa mengingatkannya kembali. Dan ini harus kita tanamkan pada diri kita masing-masing dan juga anak-anak kita untuk jadi anak yang sholeh dan

Upload: scr1bd1t10n

Post on 30-Jun-2015

1.264 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Firman Allah Swt :

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kamikamu dikembalikan. ( QS. Al 'Ankabuut : 57).

Ayat tersebut mempertegas bahwa kita yang hidup di dunia ini pasti akanmerasakan mati. Namun kenyataannya banyak manusia yang terbuai dengankehidupan dunia sehingga hampir melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, halini juga membuat manusia tidak banyak yang mengingat tentang kematian.

Yang jadi permasalahan sekarang adalah, tidak ada manusia satupun yangapabila mati kemudian berangkat sendiri menuju liang kuburnya. Tentu sajahal ini adalah menjadi kewajiban bagi orang yang masih hidup, terutamakeluarga yang ditinggalkannya untuk mengurusnya sampai menguburkannya.

Merawat jenazah adalah hukumnya wajib kifayah, namun setiap orang tentunyawajib mengetahui tatacara bagaimana merawat jenazah yang sesuai dengantuntunan agama Islam. Karena kewajiban merawat jenazah yang pertama adalahkeluarga terdekat, apalagi kalau yang meninggal adalah orangtua atau anakkita. Kalau kita tidak bisa merawatnya sampai menguburkannya berarti kitatidak (birrul walidaini) berbakti kepada kedua orangtua kita. Rasulullah SAW telah bersabda :" Apabila telah mati anak Adam, maka terputuslah amalnya. Kecuali tigaperkara, shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yangmau mendo'akan kedua orangtuanya."

Disinilah kita harus menunjukkan bakti kita yang terakhir apabila orangtuakita meninggal, yaitu dengan merawat sampai menguburkan serta mendo'akannya.

Permasalahan yang lain dan mungkin bisa saja terjadi adalah, karena ajalbila sudah tiba saatnya, pastilah tidak bisa ditunda kapanpun dan dimanapun.Bagaimana kalau kita seandainya sementara kita di tengah hutan belantarajauh dari pemukiman dan kita punya teman cuma beberapa orang saja, sementarakita tidak tahu mayat ini harus diapakan, pastilah kita akan berdosa. Fenomena lain yang banyak terjadi sekarang, terutama di kota-kota besar.Pengurusan jenazah kebanyakan tidak dilakukan oleh keluarga dekat, bahkankeluarga tinggal terima bersih karena sudah membayar orang untuk merawatnya,bahkan samapi mendo'akannya juga minta orang lain yang mendo'akan.

Inilah yang perlu kita pikirkan sepertinya di millist ini belum pernah adayang memberikan pencerahan. Mungkin diantara kita masih banyak yang belumtahu tentang tatacara merawat jenazah dan kalaupun sudah tahu, semoga bisamengingatkannya kembali. Dan ini harus kita tanamkan pada diri kitamasing-masing dan juga anak-anak kita untuk jadi anak yang sholeh dansholehah, bila kita menghendaki kalau kita mati nanti anak kita dan keluargadekat kita yang merawatnya.

Jadi yang jelas pengurusan jenazah adalah menjadi kewajiban keluargaterdekat si mayit, kalau keluarga yang terdekat tidak ada, barulah orangmuslim yang lainnya berkewajiban untuk merawatnya.

HUKUM MERAWAT JENAZAH

Hukum merawat Jenazah dalah Wajib Kifayah artinya cukup dikerjakan oleh

Page 2: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

sebagian masyarakat , bila seluruh masyarakat tidak ada yang merawat makaseluruh masyarakat akan dituntut dihadapan Allah Swt.sedang bagi orang yangmengerjakannya, mendapat pahala yang banyak.disisi Allah Swt.

SIAPA ORANG YANG MERAWAT * Keluarga terdekat (Ayah, Ibunya, Suami/Istrinya, Anakputra/Putrinya, Kakak/Adiknya dst) namun sebaiknya yang sejenis pria olehpria wanita oleh wanita kecuali Suami / istrinya atau ayah dan ibunya. * Bila Urutan tersebut di atas tidak ada baru beralih kepadayang lain .

WAKTU PENYELENGGARAAN

Sesegera mungkin, tidak ada keharusan menunggu berkumpulnya seluruhkerabat. * Sabda Rasullulah : * Ada 3(tiga) hal Hai Ali.. Jangan ditunda,dilarang ditangguhkannya yaitu sholat bila telah datang waktunya, Jenazahbila telah nyata kematiannya, dan wanita yang tidak ada suami bila telahmenemukan jodohnya.(Al Hadist) * Percepatkanlah penyelenggaraan jenazah, bilaia seorang yang baik, perdekatkanlah kebaikannya dan bila tidak demikian,maka kamu akan lepas kejelekannya tersebut dari bebanmu.

KAIFIAT (CARA PERAWATAN JENAZAH)

Bila telah terang, nyata, jelas ajalnya seseorang, maka segerakanlahperawatannya, Adapun yang perlu dilakukan adalah : * Pejamkan matanya. * Lemaskan terutama tangan, dan kakinya diluruskan. * Dikatupkan mulutnya, dengan ikatkan kain, dan lingkarkandagu, pelipis sampai ubun-ubun. * Diutamakan ditelentangkan membujur menghadap kiblat dengankepala di sebelah kanan kiblat (untuk daerah Sidangoli berarti kepala disebelah utara) * Ditutup muka wajahnya, serta seluruh tubuhnya. * Mengucapkan kalimat tarji' untuk istirja'(pasrah denganikhlas dan ingat bahwa kita bersama akhirnya juga akan mengalami kematian(Innalillahi wainna ilaihi rooji'uun (Al Baqorah Ayat 156) * Mendoakannya (Allahumma ighfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu) artinya : Ya Allah semoga Alloh mengampuni , melimpahkan kasihsayangnya, mema'afkannya serta memulyakannya, Al Hadist. * Menyebarluaskan berita kematiannya kepada keluarga/ ahliwaris, kerabat dan masyarakat lingkungannya. * Mempersiapkan keperluan/perlengkapan perawatan mayat/jenazah. * Keluarga/ ahli waris segera menyelesaikan hak insani/Adam,utang piutang, mengambil alih tanggunga jawab hingga bagi yang telah wafattiada lagi memiliki kewajiban. Kecuali mempertanggung jawabkan amalperbuatannya.

HAK & KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH 1. Memandikannya / Mensucikannya. 2. Mengkafaninya/ Membungkus seluruh tubuhnya. 3. Mensalatkannya. 4. Menguburkannya.

Page 3: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

JENAZAH YANG TIDAK MENDAPAT PERLAKUAN SEPERTI BIASA 1. Mati sahid dalam peperangan tidak perlu dimandikan dandikafani cukup dimakamkan dengan pakaiannya yang melekat. 2. Mati di atas perjalanan laut, tak perlu dibawa ke daratuntuk dimakamkan apabila untuk mencapai daratan perlu waktu lama. 3. Mati saat Ihrom, maka kain kafannya cukup pakaian ihromnyadan tidak boleh diberi parfum sebagaimana jenazah biasa.

MENSUCIKAN JENAZAHPerlengkapan yang diperlukan : 1. Air suci yang mensucikan yang cukup, dengan dicampuribau-bauan 2. Serbuk/larutan kapur barus, untuk meredam bau. 3. Sarung tangan/ handuk tangan untuk membersihkan kotoran darah ataunajis lain. 4. Lidi dan sebagainya untuk membersihkan kuku. 5. Handuk untuk mengeringkan badan/ tubuh mayat selesai dimandikan.

CARA-CARA MEMANDIKAN MAYAT1. Bujurkanlah jenazah ditempat yang tertutup serta diutamakanmembujur menghadap kiblat dengan kepala di sebelah kanan. 2. Lepaskanlah seluruh pakaian yang melekat dan menutup,serta pengikatdagu dan pergelangan tangan.3. Tutuplah bagian auratnya sekedarnya.4. Lepaskan logam seperti cincin, dan gigi palsunya (Kalau ada)5. Bersihkan kotoran najisnya dengan didudukkan dan meremas bagianperutnya hingga kotorannya keluar.6. Bersihkan rongga mulutnya dari riak atau darah kalau ada 7. Bersihkan kuku-kuku jari kaki dan tangannya. 8. Disunahkan menyiram air mulai anggota yang kanan diawali darikepala bagian kanan terus kebawah, kemudian bagian kiri dan diulang3(tiga) kali

PERHATIAN !!!!!Dilarang memotong kuku,rambut dsb. karena dilarang menganiaya seseorangjenazah dengan menimbulkan kerusakan atau cacat tubuhnya.

CARA PELAKSANAAN MEMANDIKAN MAYAT 1. Mulai menyiram anggota wudhu secara urut, tertib, segera danrata, hingga 3(tiga) kali serta memulainya anggota wudhu sebelah kanan. 2. Menyiram seluruh tubuh 3. Menggosok seluruh tubuh dengan air sabun. 4. Menyiram berulang kali sejumlah gasal, misalnya 3,5,7,9,11kali, hingga rata dan bersih sesuai kebutuhan. 5. Menyiram dengan larutan kapur barus atau bau-bauan yangharum, cendana dsb. 6. Mengeringkan seluruh tubuh badannya dengan handuk hinggakering Perhatian : * Saat menyiram air pada wajah muka, tutuplah lubang mata,hidung, mulut dan telinganya, agar tidak kemasukan air. * Apabila anggota tubuh terluka dalam menggosok danmembersihkan bagian terluka supaya hati-hati dengan lembut seakanmemberlakukan pada waktu masih hidup tidak boleh semena-mena.

Page 4: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

MENGKAFANI JENAZAH.1. Perlengkapan a. Selembar lingkaran badan dan yang lebih panjang dari seluruhtubuh. b. Tujuh utas tali dari sobekan kain putih. c. Segi tiga tutup kepala/rambut d. Sehelai tutup dada, dengan berlobang pada bagian lehernya e. Sehelai tutup aurat dengan terlipat panjang.

Khusus wanita dilengkapi dengan : f. Kain Basahan, sebagai penutup bagian aurat bawah. g. Mukena untuk rambut h. Baju untuk penutup bagian dada dan lengan.

Perhatian :Bahan perlengkapan, kain putih, cukup yang sederhana, tidak berlebihanjenisnya,demikian juga bagai jenazah wanita kain basahan, baju, mukenaadalah yang sehari-hari dipakai.

Demikian juga disunahkan bagi mayat laki² dikafani sampai 3 lapis kain,tiap-tiap lapis hendaknya dapat menutup seluruh tubuhnya, Selain 3 lapis ituditambah baju kurung dan sorban. Adapun bagi mayat wanita disunahkan 5 lapis, masing-masing berupa Sarung,Baju, Kerudung dan 2 lapis yang menutup seluruh tubuhnya.

2. Kapas- 5 helai kapas selembar telapak tangan - 7 Bulatan kecil, penutup lobang - Serbuk kapur barus, cendana dsb yang berfungsi sebagai pengharum.

PERSIAPAN PENGATURAN BAHAN KAFAN

1. Tali sebanyak 7 diletakkan di: a. Ujung Kepala b. Leher c. Pinggang/ pada lengan tangan d. Perut e. Lutut f. Pergelangan tangan g. Ujung kaki

2. Letakkan kain memanjang seluruh tubuhnya, serta melebarlingkaran badan dengan ditaburi serbuk kapur barus. 3. Aturlah dan letakkan sehelai tutup kepala/rambut. 4. Bentangkan tutup dada, dengan masih terhampar ke atas. 5. Letakkan sehelai tutup aurat (Semacam Celdam) memanjang dan melebarke bawah dan merupakan kain lipatan 6. Bagi wanita aturlah mukena,baju dan kain basahan yang sesuai denganletaknya.

CARA PELAKSANAAN MENGKAFANI

1. Letakkan janazah membujur di atas kain kafan, dalam keadaantertutup selubung kain kafan (jangan sampai mayat telanjang secara terbuka).

Page 5: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

2. Tutuplah tujuh lubang yaitu, 2 mata, 2 telinga, 2 hidung dan 1.pusardengan bulatan kapas yang ditaburi serbuk kapur barus 3. Tutuplah lembaran kapas yang ditaburi sebuk kapur barus pada: a.Wajah muka b.Leher kanan & kiri c. Ketiak kanan & kiri d.Lengan siku kanan dan kiri e. Di bawah dan atas peregelangan tangan. f. Kedua pergelangan kakinya. g. Kedua lingkaran mulut. 4. Bagi Jenazah pria : a.Tutuplah segitiga kain putih di bagian rambut kepala dengan ikatanpada jidat. b.Katupkan tutup dada melalui lubang pada lehernya c. Katupkan lipatan tutup Celdam-nya

5. Bagi jenazah Wanita : a.Letakkan tiga pintalan rambut ke bawah belakang kepala b.Tutupkan kain mukena pada rambut kepala. c. Tutupkan belahan kain baju pada dada. d.Lipatkankain basahan melingkar badan perut dan auratnya, di ataspenutup CD - nya.6. Katupkan dengan melingkar tubuh badannya kain kafan yang rapat,tertib, menyeluruh.

Surat Al Baqarah yang 286 ayat itu turun di Madinah yang sebahagian besar diturunkan pada permulaan tahun Hijrah, kecuali ayat 281 diturunkan di Mina pada Hajji wadaa' (hajji Nabi Muhammad s.a.w. yang terakhir). Seluruh ayat dari surat Al Baqarah termasuk golongan Madaniyyah, merupakan surat yang terpanjang di antara surat-surat Al Quran yang di dalamnya terdapat pula ayat yang terpancang (ayat 282). Surat ini dinamai Al Baqarah karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67 sampai dengan 74), dimana dijelaskan watak orang Yahudi pada umumnya. Dinamai Fusthaatul-Quran (puncak Al Quran) karena memuat beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam surat yang lain. Dinamai juga surat alif-laam-miim karena surat ini dimulai dengan Alif-laam-miim.

Pokok-pokok isinya:

1. Keimanan:Dakwah Islamiyah yang dihadapkan kepada umat Islam, ahli kitab dan para musyrikin.

2. Hukum-hukum:Perintah mengerjakan shalat; menunaikan zakat; hukum puasa; hukum haji dan umrah; hukum qishash; hal-hal yang halal dan yang haram; bernafkah di jalan Allah; hukum arak dan judi; cara menyantuni anak yatim, larangan riba; hutang piutang; nafkah dan yang berhak menerimanya; wasiyat kepada dua orang ibu-bapa dan kaum kerabat; hukum sumpah; kewajiban menyampaikan amanat; sihir; hukum merusak mesjid; hukum meubah kitab-kitab Allah; hukum haidh, 'iddah, thalak, khulu', ilaa' dan hukum susuan;

Page 6: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

hukum melamar, mahar, larangan mengawini wanita musyrik dan sebaliknya; hukum perang.

3. Kisah-kisah:Kisah penciptaan Nabi Adam a.s.; kisah Nabi Ibrahim a.s.; kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.

4. Dan lain-lain:Sifat-sifat orang yang bertakwa; sifat orang-orang munafik; sifat-sifat Allah; perumpamaan-perumpamaan; kiblat, kebangkitan sesudah mati.

AL BAQARAH(SAPI BETINA)SURAT KE 2 : 286 ayat

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

1. Alif laam miin[10].

[10]. Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: alif laam miim, alif laam raa, alif laam miim shaad dan sebagainya. Diantara ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. Golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. Kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.

(AL-BAQAROH : 1)

APAKAH JANIN YANG MATI KEGUGURAN PERLU DIKAFANI DAN DISHALATKAN

OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ada seorang perempuan yang keguguran saat janin berumur 6 bulan. Ia bekerja di tempat yang berat dan melelahkan, meskipun demikian ia masih tetap melaksanakan puasa Ramadhan. Ia khawatir jika penyebab keguguran itu adalah pekerjaannya yang berat ini. Dan janin itu dikuburkan tanpa dishalati, bagaimana hukum tidak menshalatinya ? Dan apakah

Page 7: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

yang harus dikerjakan wanita itu agar keraguan yang menyelimuti hatinya bahwa penyebab keguguran adalah dirinya bisa dihilangkan ?

JawabanApabila keguguran telah mencapai usia 4 bulan maka ia harus dimandikan, dikafani dan dishalati, karena jika telah mencapai 4 bulan berarti ruhnya telah ditiupkan ke janin, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 'orang yang benar dan dibenarkan' telah bersabda kepada kami.

"Artinya : Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dikumpulkan ciptaannya di perut ibunya empat puluh hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu yang sama. Kemudian menjadi segumpal daging dalam waktu yang sama. Kemudian diutuslah malaikat kepadanya untuk meniupkan nyawa kepadanya"..sampai akhhir hadits. [Hadits Riwayat Bukhari (3208) dalam Al-Bad'u, Muslim (2643) Kitaab Al-Qadru]

Maka waktu 120 hari atau 4 bulan bila keguguran harus dimandikan, dikafani, dishalati, dan akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama manusia._______________________________________________________Adapun jika belum ada 4 bulan maka ia tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak dishalati, ia dikuburkan dimana saja, karena ia sekedar seonggok daging bukan manusia._______________________________________________________

Janin yang ditanyakan tadi usianya telah mencapai enam bulan maka ia wajib dimaNdikan, dikafani, dan dishalati. Terhadap pertanyaan tadi, karena ia belum dishalati hendaknya mereka menshalati sekarang di atas kuburannya jika memang diketahui tempatnya, jika tidak ketahuan maka dishalatkan secara ghaib, dan shalat sekali saja sudah cukup baginya.

Adapun mengenai perasaan ibunya yang merasa keguguran itu disebabkan olehnya, hal ini bukanlah kesalahannya, dan tidak selayaknya hatinya tersiksa karenanya. Karena banyak janin yang telah mati sejak diperut ibunya, dan hal ini tidak berpengaruh apa-apa bagi ibunya. Maka hendaknya ia hentikan keraguan ini agar hidupnya tidak terkotori dengan bayang bayang dosa ini. Wallahu a'lam.

[DIisalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah Dan Ibadah Oleh Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin, Terbitan Pustaka Arafah]

Page 8: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

MERAWAT JENAZAH

Pendahuluan

Kita hidup didunia ini merupakan sebuah sunnah Allah. Kodrat manusia dalam sebuah rantai kehidupan adalah hidup terlahir dan kemudian mati. Semua manusia ciptaan Allah di dunia ini pasti akan mati pula. Seperti halnya manusia, mereka tidak akan tahu kapan dia akan mati, oleh sebab itu banyak sekali para manusia yang terbuai akan kehidupan yang ada di dunia, yang mereka cari harta dan kebahagiaan sesaat sehingga mereka lupa bahwa pada saatnya mereka akan mati.

Sejauh ini belum pernah kita temukan mayat yang pergi sendiri ke liang kuburnya. Oleh sebab itu kita sebagai mahkluk sosial harus saling membantu, toleransi termasuk merawat jenazah pula.

Rumusan masalah

Apa hukum merawat jenazah dalam Islam.

Tata cara merawat jenazah.

Kewajiban merawat jenazah.

Pembahasan

Hukum Merawat Jenazah

Hukum merawat jenazah adalah fardlu kifayah artinya wajib bagi yang bisa diwakilkan oleh sekelompok orang. Apabila telah diwakilkan maka telah gugur kewajibannya. Akan tetapi, jikalau sampai disebuah tempat terdapat orang meninggal dan tidak ada yang mau merawatnya, maka orang satu desa itu mendapatkan dosa.

Kewajiban merawat jenazah ditujukan kepada sanak famili (anggota keluarga). Dan para ulama sepakat bahwa sebaiknya jenazah laki-laki diurus oleh laki-laki dan perempuan diurusi oleh perempuan pula, terkecuali seorang istri boleh merawat jenazah suaminya begitu juga sebaliknya.

Page 9: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Waktu perawatan jenazah sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Rasul bersabda yang artinya: “Ada 3 hal hai Ali, yaitu jangan tunda-tunda dan dilarang ditangguhkan lagi yaitu sholat apabila telah datang waktunya, jenazah yang

1|Page

telah nyata matinya dan wanita yang tidak ada suaminya yang telah

menemukan jodohnya”.

Tata Cara Merawat Jenazah

Apabila seseorang telah meninggal maka mahromnya hendaknya

melakukan hal seperti berikut ini:

Memejamkan kedua buah matanya;

Lemaskanlah tubuhnya terutama kaki dan tangan diluruskan;

Katupkanlah mulutnya kemudian ikat dengan kain dari dagu sampai ke kepala;

Menghadapkannya ke arah qiblat;

Ucapkanlah kalimat tarjih untuk istri (pasrah kepada Allah);

Menyebar luaskan berita kematian;

Menyiapkan perlengkapan pemakaman;

Membayar hutang-hutangnya dan melaksanakan wasiat.

Kewajiban merawat jenazah

Setiap jenazah muslim wajib dirawat sedemikian wajarnya kecuali:

Orang yang mati syahid karena perang dijalan Allah;

Orang yang mati dilaut tidak perlu dibawa kedarat, apabila untuk mendarat

dibutuhkan waktu yang lama;

Orang yang mati saat ihrom kain kafannya adalah baju ihromnya.

Memandikan

Page 10: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Jenazah orang muslim wajib dimandikan kecuali orang yang mati syahid. Dasar diwajibkannya memandikan jenazah ialah hadis nabi dalam sebuah cerita berkenaan dengan seorang sahabat yang meninggal karena jatuh dari untanya:

ه ءامب ردسر ولغ

Artinya: “mandikanlah dia dengan air dan sidr”.

Alat dan bahan yang digunakan

Air suci;

Serbuk/kapur (untuk wangi-wangian);

Sarung tangan (untuk mersihkan kotoran);

Lidi (untuk membersihkan kuku);

Handuk (untuk mengeringkan badan).

Tata cara pemandian

Menghadapkan mayat ke arah qiblat

Lepaskan pakaian yang digunakan

Tutuplah bagian auratnya

Lepaskan logam, misalnya; cincin, kalung dll.

Tata cara pelaksanaa pemandian

Sekurang-kurangnya memandikan jenazah itu dengan mengalirkan air ke seluruh tubuhnya. Untuk lebih sempurna, memandikan jenazah itu dilakukan dengan mengindahkan hal-hal berikut:

Ditempatkan ditempat yang sunyi dimana hanya ada yang memandikan dan

wali jenazah;

Jenazah diletakkan ditempat yang agak tinggi, misalnya di dipan, agar air

Page 11: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

dapat bebas mengalir dan tidak menggenangi tubuhnya;

Jenazah dimandikan dalam pakaian gamis, atau ditutup dengan kain;

Diutamakan memijit bagian perut agar kotoran mudah keluar;

Bersihkan badan atau jenazah diwudlukan, seperti orang biasa;

Menyiram didahulukan sebelah kanan;

Menggunakan air yang dingin, sebab air dingin dapat menguatkan badannya;

Aurat jenazah haram dilihat, sedangkan bagian yang lain tidak;

Menggosok bagian yang perlu;

Menyiram dengan ganjil seperi: 3,5,7,9,11;

Menyiram dengan kapur;

Jenazah di keringkan.

Orang yang memandikan jenazah hendaknya adalah orang yang amin, dapat menyimpan rahasia dan yang dapat menjaga hal-hal yang buruk pada si mayat. Pada saat merawat dan memandikan jenazah dilarnag memotong kuku, rambut dsb serta dialrang menganiaya yang bisa menimbulkan cacat tubuh.

.

3|Page

Mengkafani

Setelah dimandikan, jenazah harus dikafani berdasarkan hadis nabi.

تا يف ذّ بوث هون ف ك ّ

Artinya: “kamu kafanilah dia dengan kedua pakaian yang dipakainya ketika

meninggal itu”

Perlengkapan yang dibutuhkan untuk mengkafani adalah;

Selembar ungkar;

Tujuh utas tali;

Page 12: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Tiga tutup kepala;

Sehelai tutup dada atau tutup aurat.

Apabila wanita, ditambah dengan kain basahan, mukena untuk tutup rambut, baju untuk tutup dada. Kain yang digunakan untuk jenazah wanita adalah 5 lembar sedangkan untuk laki-laki adalah 3 lembar.

Kapas yang digunakan

5 helai selebar tangan;

7 bulatan kecil untuk tutup lubang;

Serbuk kapur.

Persiapan dengan kain

Tujuh tali diletakkan di ujung kepala, leher, pinggang, perut, lutut,

pergelangan tangan, ujung kaki;

Letakkan kain merebah;

Atur letaknya kain;

Bentang kain untuk tutup dada;

Letakkan kain tutup aurat;

Bila jenazah wanita atur mukena.

Cara mengkafani

Letakkan jenazah membujur ke arah qiblat;

Tutuplah tujuh lubang yakni 2 pada mata, 2 pada telinga, 2 pada hidung

dan 1 pada pusar;

Tutuplah selembar kapas yang telah ditaburi kapur pada wajah, leher,

ketiak, lengan siku dan pergelangan tangan;

Pada jenazah laki-laki tutuplah segitiga kain putih pada bagian rambut

Page 13: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

kepala dan katupkan lipatan celana dalam;

Pada jenazah wanita (perempuan) letakkan tiga pintalan rambut bawah kemudian lipat kain mukena pada kepala, dianjurkan tutup belahan baju pada dada lalu lipat basahan melingkar;

Kumpulkan tali dan talilah.

Menyolatkan

Jenazah seorang muslim wajib disembahyangkan kecuali orang yang mati

sahyid. Dasar hokum wajibnya shalat jenazah:

اق لخ ولّص

اق ىلع

Artinya: lakukanlah shalat dibelakang (beriman kepada) orang yang mengucapkan la ilaha illa Allah, dan (shalat jenazah) atas orang yang mengucapkan la ilaha illa Allah.”

Menyolati mayat di utamakan anggota keluarga. Imam sholat jenazah berada dibagian kepala apabila jenazah laki-laki dan imam berada pada posisi di pusar si mayat apabila jenazah perempuan.

Syarat sholat jenazah

Mayat sudah dimandikan;

Mayat sudah dikafani;

Letak mayat sebelah qiblat.

Rukun sholat jenazah

Niat shalat atas mayit;

Berdiri jika mampu;

Takbir empat kali;

Page 14: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Membaca al-fatihah;

Membaca sholawat atas nabi sesudah takbir yang kedua;

Doa untuk jenazah, sesudah takbir ketiga;

Salam.

Menguburkan

Tempat penguburan kalau bias adalah tempat penguburan khusus

kaum muslim. Dan karena diutamakan pelaksanaan penyelesaian jenazah

5|Page

sesegera mungkin, maka cukup dikubur ditempat yang tersedia dan terdekat.

Ada beberapa hal yang harus di siapkan antara lain:

Persiapan penguburan

Pembuatan liang lahat (jangan sampai bangkai tercium dari luar);

Pilih tempat yang tanah cukup kuat;

Penutup liang lahat harus kuat supaya tidak mudah longsor;

Keranda jenazah tutup rapat dan sesederhana mungkin.

Pemberangkatan jenazah

Segerakanlah pemberangkatan penguburan dengan iring-iringan, terutama

keluarga terdekat;

Hendaknya berjalan dengan cepat (segera);

Kaum wanita, walaupun kekuarga dekat tidak diperkenankan mengiringi

jenazah dalam proses penguburan;

Tata cara penguburan

Letakkan keranda jenazah disebelah liang kubur yang longgatr;

Page 15: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Dibuka tutup keranda dan selubung jenazah;

Dua/tiga orang turun ke liang lahat dengan berdiri untuk menyiapkan diri

menerima jenazah);

Masukkan jenazah dari arah kaki, dahulukan kepala;

Letakkan jenazah membujur; arah kepala disebelah barat, dan badan

jasadnya dihadapkan miring, mukanya menghadap kiblat;

Lepaskan semua ikatan;

Letakkan gumpalan tanah sebagai penyangga dibagian belakang badan,

kepala, pinggang, dan perut agar jenazah tidah terlentang;

Tutup rongga dengan rapat dengan kayu atau batu kemudian timbun

dengan tanah;

Buatlah ghundukan tanah sejengkal;

Para pelayat diytamakan turut menimbun tanah sekurangnya tiga kali

taburan tanah.

Tambahan-tambahan lain dalam prosesi pemakaman:

Disunnahkan berdo’a setelah selesai penguburan;

Setiap mengangkan dan meletakkan mayat hendaknya diiringi do’a.

KesimpulanSesungguhnya merawat jenazah itu sangatlah mudah, kita sebagai mahkluk

sosial yang paling toleransi janganlah merasa takut untuk ikut serta merawat jenazah. Pada saatnya nanti kita juga pasti akan diperlakukan hal yang sama. Kita dianjurkan ikut serta berperan dalam perawatn jenazah dilingkungan kita ataupun keluarga kita. Jangan sampai terjadi pada diri kita sendiri semisal jikalau ada dalam keluarga kita ada yang meninggal kita tidak bisa mengaplikasikan tata cara merawat jenazah dengan benar dan baik.

Tata cara merawat jenazah antara lain adalah: memandikan, mengkafani,

menyolati dan menguburkan. Sesungguhnya kepada Allah-lah kita kembali.Wa

Page 16: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Allah ‘alam.

Penutup.

Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari masih terdapat berbagai kekurangan di dalamnya, baik dari segi susunan maupun isinya, maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran dari anda sekalian sebagai bahan pertimbangan kami dalam menyusun makalah di kemudian hari.

27/951. Hushain bin Wahwah RA berkata.

– – ، %ُع#ود#ه# ي وسلم عليه الله صلى /بُّي, الَّن %اه# َف%أت ، م%ر4َض% عَّنهما الله رضُّي ع%اِز4ٍب8 بن اء4 %ر% الب >ن% ب >َح%َة% َط%ل أن/يَف%َة4 : (( لِج4 %ِغ4ُّي >ب %َّن ي % َال /ه# َف%إَّن ، 4ه4 ب #وا ل Gو%ع%ِج 4ه4 ب #وَّنُّي َفآذ4َّن ، الم%و>ُت# َف4يه4 َح%َد%ث% َق%َد> / 4َال ِإ >َح%َة% َط%ل أرى % َال Gُّي ِإَّن َف%َق%ال%

داود )) #و %ب أ رواه 4ه4 أه>ل 4ُّي> اَّن َظ%ه>ر% >ن% %ي ب %َس% #َح>ب ت أن> 8 4م ل . م#ْس>

“Ketika Thalhah bin Al Bara’ sedang sakit, Rasulullah SAW datang menjenguknya. Kemudian Nabi SAW bersabda, ‘Aku perhatikan keadaan Thalhah mungkin akan segera wafat. Oleh karena itu, jika ia wafat maka segera beritahu Aku, dan segerakan merawat jenazahnya, karena jenazah seorang muslim tidak layak ditahan di rumah keluarganya’.” (HR. Abu Daud).

Keterangan:

Hadits ini dha’if, karena ada perawi yang bernama Urwah -atau Azrah bin Said Al Anshari dari bapaknya. Keduanya (Urwah dan Said Al Anshari), identitasnya tidak diketahui, sebagaimana ditegaskan oleh Al Hafizh dalam kitabnya At-Taqrib.

Lihat Ahkamul Janaiz (cetakan lama halaman 13 dan cetakan baru halaman 24), Adh-Dha’ifah hadits no. 3232, Bahjatun-Nazhirin hadits no. 944 dan Takhrij Riyadhush-Shalihin hadits no. 944.

Page 17: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Yang Boleh Memandikan   Jenazah

Para ulama sepakat bahwa yang memandikan jenazah lelaki adalah lelaki lain, sedangkan yang memandikan jenazah wanita adalah wanita juga. Namun mereka berbeda pendapat tentang seorang wanita yang meninggali di tengah-tengah kaum lelaki, atau seorang lelaki yang mati di tengah-tengah kaum wanita yang bukan suami atau istrinya.Dalam hal ini ada tiga pendapat , yaitu :1. Sekelompok ulama berpendapat, masing-masing dari keduanya dimandikan oleh yang lainnya dengan berpakaian.2. Kelompok lain berpendapat bahwa masing-masing dari keduanya harus membersihkan si mayit dengan debu (tayamum). Pendapat ini dikemukakan oleh Syafi', Abu Hanifah dan jumhur ulama.3. Kelompok lain berpendapat bahwa masing-masing dimandikan atau dibersihkan dengan tayamum oleh yang lain, tapi harus langsung dikubur tanpa dimandikan. Pendapat ini dikemukakan Laits bin Sa'ad.

Sebab perbedaan pendapat :

Tarjih antara mengedepankan larangan atas perintah ataukah mengedepankan perintah atas larangan. Karena memandikan jenazah adalah ibadah yang diperintahkan, sedangkan lelaki yang melihat badan wanita atau sebaliknya adalah terlarang.

Bagi kalangan ulama yang mengedepankan larangan secara  mutlak (maksudnya: tidak meng-qiyas-kan orang mati dengan orang hidup dalam hal bersuci dengan debu sebagai pengganti bersuci dengan air ketika menemui kesulitan mencarinya) mereka mengatakan bahwa masing- masing dari keduanya (lelaki dan wanita) tidak boleh memandikan menyiramkan air pada yang lain.Sedangkan bagi ulama yang mengedepankan perintah atas larangan akan mengatakan masing-masing dari keduanya boleh memandikan yang lain. (Maksudnya, lebih mengedepankan perintah atas larangan secara mutlak).Bagi ulama yang berpendapat ini dapat dilakukan dengan tayamum : alasannya karena mereka menilai bahwa perintah dan larangan dalam hal tersebut tidak berseberangan. Dan, karena memandang bagian tubuh yang dibersihkan dengan tayamum boleh dilihat oleh masing-masing jenis kelamin.Karena itulah Malik berpendapat: lelaki boleh mengusapkan debu pada tangan dan wajah jenazah wanita, karena wajah dan tangan tidak termasuk aurat. Bagi wanita yang membasuhkan debu pada jenazah lelaki boleh dibasuhkan hingga bagian dua siku, sebab aurat lelaki adalah antara pusar hingga lutut menurut pendapatnya.Sepertinya, kondisi darurat yang mendorong digantinya memandikan jenazah dengan tayamum, bagi ulama yang menyatakannya adalah karena adanya kontradiksi antara perintah dan larangan. Yakni kontradiksi dalam menyamakan kondisi darurat seperti ini dengan kondisi darurat lainnya yang membolehkan orang yang masih hidup untuk melakukan tayamum. Hanya saja analogi tersebut terkesan ganjil  dan jauh, tapi itulah yang dikemukakan oleh jumhur ulama.

Page 18: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Pendapat Malik dalam masalah ini berbeda-beda. Dalam sebuah pendapat dia menyatakan baik lelaki maupun wanita keduanya boleh membasuhkan debu kepada yang lain secara mutlak. Dan dalam pendapat lain dibedakan antara laki-laki dan wanita mahram dan yang bukan mahram. Dan dalam pendapat lainnya dibedakan antara lelaki dan wanita.Tentang mayit yang masih mahram. Malik memiliki tiga pendapat:1. Pendapat yang paling masyhur menyatakan. masing-masing dari keduanya dapat memandikan lainnya di atas pakaian.2. Pendapat kedua menyatakan, masing-masing tidak boleh memandikan yang lain namun hanya boleh membasuhkan debu, seperti pendapat jumhur tentang jenazah yang bukan mahram.3. Pendapat ketiga membedakan antara lelaki dan wanita. (Yakni menyatakan bahwa wanita boleh memandikan jenazah lelaki, sedangkan lelaki tidak boleh memandikan jenazah wanita).

Penyebab larangannya adalah karena masing-masing dari kedua belah pihak dilarang memandang anggota tubuh lawan jenisnya ketika dimandikan, layaknya orang lain yang bukan muhrim. sedangkan sebab dibolehkannya adalah karena kondisi darurat.Sebab pembedaan antara lelaki dan wanita adalah karena pandangan lelaki ke arah wanita lebih berbahaya daripada pandangan wanita ke arah lelaki. Karena wanita diwajibkan mengenakan hijab sehingga lelaki tidak dapat melihatnya, sedangkan lelaki tidak diwajibkan berhijab dari kaum wanita. 

Hukum Istri memandikan suami dan suami memandikan istri  

Dalam hal ini, para ulama sepakat bolehnya wanita memandikan jenazah suaminya. Tapi mereka berbeda pendapat tentang bolehnya suami memandikan jenazah istrinya.Ada dua pendapat mengenai hal ini, yaitu :

1. Jumhur ulama membolehkannya. 2. Abu Hanifah berpendapat: lelaki tidak boleh memandikan jenazah istrinya.

Sebab perbedaan pendapat : Penyerupaan kematian dengan talak. Bagi yang menyamakan kematian dengan talak mengatakan: seorang lelaki atau suami, tidak boleh memandang istrinya yang telah meninggal dunia. Sedangkan bagi kalangan ulama yang membedakan antara kematian dengan talak menyatakan bahwa yang boleh dilihat oleh suami dari istrinya saat masih hidup boleh dilihatnya saat si istri meninggal dunia. lnilah pendapat yang dikemukakan oleh jumhur.Abu Hanifah menyamakan konteks kematian dengan talak, alasannya karena saat istri seseorang meninggal dunia, maka dia diperbolehkan untuk menikahi saudara perempuan mendiang istrinya, dan hal ini kondisinya sama seperti dengan terjadinya talak atas istri. Hanya saja, qiyas ini terasa jauh, karena adanya alasan dibolehkannya seorang lelaki untuk menikahi wanita dan perempuannya sekaligus. Hak ini akan hilang bersamaan dengan  kematian istrinya, karena itulah saudara perempuan dari mendiang boleh dinikahi. Kecuali, jika penyebab tidak bolehnya menikahi dua wanita bersaudara sekaligus adalah karena alasan ibadah. Dan jika

Page 19: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

memang penyebab tidak bolehnya menikahi dua wanita sekaligus adalah karena alasan ibadah, maka pendapat Abu Hanifah menjadi kuat.Para ulama sepakat bahwa wanita yang ditalak ba'in tidak boleh dimandikan oleh mantan suaminya. Namun mereka berbeda pendapat tentang wanita yang ditalak raj'i.Diriwayatkan dari Malik, suami boleh memandikan jenazah istrinya yang telah ditalak raj'i. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Abu Hanifah dan para sahabatnya.Ibnu Al Qasim berpendapat bahwa suami tidak boleh memandikannya meski si istri telah ditalak raj'i. Pendapat ini sama seperti yang dikemukakan oleh Malik. Sebab menurutnya, suami boleh memandang mendiang istrinya. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Syafi’i.Sebab perbedaan pendapat: Boleh tidaknya suami istrinya yang telah ditalak raj'i.Berkenaan dengan hukum orang yang memandikan jenazah, para ulama berbeda pendapat. Sekelompok ulama berpendapat, orang yang memandikan jenazah wajib mandi. Kelompok lain berpendapat, dia tidak wajib mandi.Sebab perbedaan pendapat: Adanya kontradiksi antara hadits Abu Hurairah RA dengan hadits Asma' RA.Abu Hurairah RA meriwayatkan dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda, "Barangsiapa memandikan jenazah, maka hendaklah dia mandi, barangsiapa yang mengusungnya maka hendaklah dia berwudhu.  (HR. Abu Daud)Sedangkan hadits Asma' RA menyebutkan bahwa saat dia memandikan Abu Bakar RA, dia keluar dan bertanya kepada kaum Muhajirin dan Anshar yang hadir. Asma’ berkata, "Aku sedang puasa, dan hari ini sungguh sangat dingin, lantas apakah aku masih wajib untuk mandi?" Mereka menjawab, "Tidak.” Hadits dari Asma' RA tersebut adalah shahih. Sedangkan hadits: dari Abu Hurairah RA, menurut kebanyakan ulama —seperti dikemukakan oleh Abu Umar- adalah tidak shahih. Meski demikian, pada dasarnya hadits dari Asma’ tidak berseberangan dengan hadits dari Abu Hurairah RA. Karena orang yang mengingkari sesuatu adakalanya disebabkan karena ketidaktahuannya dengan adanya hadits dalam masalah terkait. Dan pertanyaan yang diajukan oleh Asma' –wallahu ‘alam-. menunjukkan hal berbeda dengan yang ditunjukkan oleh hadits dari Hurairah RA pada masa generasi pertama.Karena itulah, Syafi'i -yang biasa berhati-hati dan mengacu kepada atsar- berkata, "Orang yang memandikan jenazah tidak wajib, kecuali jika hadits dari Abu Hurairah RA tersebut tsabit(diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim atau salah satu dari mereka)."

Hadits berikut menjelaskan untuk menyegerakan mengubur jenazah secepatnya :

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:

Dari Nabi saw., beliau bersabda: Percepatlah pengurusan jenazah! Karena, jika jenazah itu baik, maka sudah sepantasnya kalian mempercepatnya menuju kebaikan. Dan kalau tidak demikian (tidak baik), maka adalah keburukan yang kalian letakkan dari leher-leher kalian (melepaskan dari tanggungan kalian). (Shahih Muslim No.1568)

Page 20: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

ada juga hadits lain yg melarang menguburkan mayat pada waktu malam:

Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kamu sekalian menguburkan mayatmu pada waktu malam kecuali jika keadaan memaksamu."

Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan asalnya dalam riwayat Muslim, namun ia berkata: Beliau melarang seseorang menguburkan mayat malam hari sebelum disholatkan terlebih dahulu.

jadi kesimpulannya, segeralah menguburkan mayat, jika meninggal sore hari, langsung saja dimandikan dan dikebumikan pada malam harinya, menurut riwayat, jenazah abu bakar di kubur pada malam hari.

Tata cara  memandikan jenazah :

a. Orang yang berhak memandikan jenazah.1. Jika mayyit telah mewasiatkan kepada seseorang untuk memandikannya, maka orang itulah yang berhak.2. Jika mayyit tidak mewasiatkan, maka yang berhak adalah ayahnya atau kakeknya atau anak laki-lakinya atau cucu-cucunya yang laki-laki (kalau mayatnya laki-laki, kalau perempuan maka dari jenis putri).3. Jika tidak ada yang mampu, keluarga mayyit boleh menunjuk orang yang amanah lagi terpercaya buat mengurusnya.

b. Tempat memandikan mayyit harus tertutup baik dinding maupun atapnya.

c. Dianjurkan agar yang memandikan jenazah memilih 2 orang dari keluarganya.

d. Perlengkapan bagi yang memandikan jenazah.1. Penutup hidung.2. Memakai pelindung tubuh agar tidak terkena kotoran-kotoran seperti sisa air perasan daun bidara dan kapur barus.3. Sarung tangan.4. Sepatu bot berlaras tinggi.

e. Cara menyediakan perasan daun bidara.1 Gelas besar : 4 liter8 lt + 2 gls air perasan daun bidara12 lt + 3 gls air perasan daun bidara16 lt + 4 gls air perasan daun bidara20 lt + 5 gls air perasan daun bidara

Page 21: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

f. Cara menyediakan air dan kapur barus.Setiap 4 liter air dicampur dengan 2 potong kapur barus 1 :g. Persiapan sebelum memandikan jenazah.1. Menutup aurat simayyit dengan handuk besar mulai pusar sampai dengan lututnya (laki-laki dan perempuan sama) .2. Melepas pakaian yang masih melekat ditubuhnya.Caranya :Pakaian :a) Dimulai dari lengan sebelah kanan kearah kirib) Selanjutnya dari lobang baju (krah) kebawahc) Setelah itu bagian depan ditarik dengan perlahan dari bawah handuk penutup auratnya. (ini kalau mayyit mengenakan gamis atau baju panjang, kalau hanya kemeja cukup buka kancingnya).Celana :a) Digunting sisi sebelah kanan dari atas sampai kebawah lalu sebelah kirib) Setelah itu bagian depan ditarik dengan perlahan dengan tetap menjaga handuk penutup.Pakaian belakang mayyit :- Tubuh mayyit dibalik ke sebelah kiri, pakaian digeser kekiri.- Setelah itu dibalikkan lagi kekanan3. Menggunting kuku tangan dan kaki kalau panjang .4. Mencukur bulu ketiak, kalau tidak lebat dicabut saja.5. Merapikan kumis.6. Membersihkan hidung dan mulut serta menutupnya dengan kapas ketika dimandikan lalu dibuang setelah selesaih. Memandikan jenazah.1. Bersihkan isi perut dengan tangan kiri yang telah terbalutAngkat sedikit tubuh mayyit, tekan perutnya perlahan-lahan sebanyak tiga kali hingga keluar, bersihkan kotoran itu dengan kain pembersih kemudian siram.2. Wudhukan jenazah.a) Bacalah basmallah.b) Cuci tapak tangan mayyit 3 X.c) Bersihkan mulut dan hidungnya 3 Xd) Wajah dan tangan kanan lalu kiri sampai dengan siku.e) Kepala dan kedua telinganya.f) Kaki kanan kemudian kirinya.3. Cara menyiram air perasan daun bidara.a) Siram kepala dan wajahnya dengan perasan dengan buihnya dulu.b) Basuh tubuh bagian kanan dari pundak ketelapak kaki sebelah kanan terus kearak kiri.c) Ulangi sekali lagi.4. Menyiram dengan air kapur barus (caranya Idem).5. Keringkan (usap) tubuh mayyit dari atas kebawah. Usahakan menggunakan handuk yang halus.Rambut wanita dikepang menjadi tiga.Wajib berwudhu bagi yang memandikan dan dianjurkan mandi setelah selesai.

Page 22: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

MENGKAFANI JENAZAH.a. Ukuran kain kafan yang digunakan.Ukurlah lebar tubuh jenazah. Jika lebar tubuhnya 30 cm, maka lebar kain kafan yang disediakan adalah 90 cm. 1 : 3.b. Ukurlah tinggi tubuh jenazah.1. Jika tinggi tubuhnya 180 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 60 cm.2. Jika tinggi tubuhnya 150 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 50 cm.3. Jika tinggi tubuhnya 120 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 40 cm.4. Jika tinggi tubuhnya 90 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 30 cm.5. Tambahan panjang kain kafan dimaksudkan agar mudah mengikat bagian atas kepalanya dan bagian bawahnya.c. Tata cara mengkafani.1. Jenazah laki-laki.Jenazah laki-laki dibalut dengan tiga lapis kain kafan. Berdasar dengan hadits.“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dikafani dengan 3 helai kain sahuliyah yang putih bersih dari kapas, tanpa ada baju dan serban padanya, beliau dibalut dengan 3 kain tersebut.a. Cara mempersiapkan tali pengikat kain kafan.1. Panjang tali pengikat disesuaikan dengan lebar tubuh dan ukuran kain kafan. Misalnya lebarnya 60 cm maka panjangnya 180 cm.2. Persiapkan sebanyak 7 tali pengikat. ( jumlah tali usahakan ganjil). Kemudian dipintal dan diletakkan dengan jarak yang sama diatas usungan jenazah.b. Cara mempersiapkan kain kafan.3 helai kain diletakkan sama rata diatas tali pengikat yang sudah lebih dahulu , diletakkan diatas usungan jenazah, dengan menyisakan lebih panjang di bagian kepala.c. Cara mempersiapkan kain penutup aurat.1. Sediakan kain dengan panjang 100 cm dan lebar 25 cm ( untuk mayyit yang berukuran lebar 60 cm dan tinggi 180 cm), potonglah dari atas dan dari bawah sehingga bentuknya seperti popok bayi.2. Kemudian letakkan diatas ketiga helai kain kafan tepat dibawah tempat duduk mayyit, letakkan pula potongan kapas diatasnya.3. Lalu bubuhilah wewangian dan kapur barus diatas kain penutup aurat dan kain kafan yang langsung melekat pada tubuh mayyit.d. Cara memakaikan kain penutup auratnya.1. Pindahkan jenazah kemudian bubuhi tubuh mayyit dengan wewangian atau sejenisnya. Bubuhi anggota-anggota sujud.2. Sediakan kapas yang diberi wewangian dan letakkan di lipatan-lipatan tubuh seperti ketiak dan yang lainnya.3. Letakkan kedua tangan sejajar dengan sisi tubuh, lalu ikatlah kain penutup sebagaimana memopok bayi dimulai dari sebelah kanan dan ikatlah dengan baik.e. Cara membalut kain kafan :1. Mulailah dengan melipat lembaran pertama kain kafan sebelah kanan, balutlah dari kepala sampai kaki .2. Demikian lakukan denngan lembaran kain kafan yang kedua dan yang ketiga.f. Cara mengikat tali-tali pengikat.1. Mulailah dengan mengikat tali bagian atas kepala mayyit dan sisa kain bagian atas yang lebih itu dilipat kewajahnya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri.

Page 23: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

2. Kemudian ikatlah tali bagian bawah kaki dan sisa kain kafan bagian bawah yang lebih itu dilipat kekakinya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri.3. Setelah itu ikatlah kelima tali yang lain dengan jarak yang sama rata. Perlu diperhatikan, mengikat tali tersebut jangan terlalu kencang dan usahakan ikatannya terletak disisi sebelah kiri tubuh, agar mudah dibuka ketika jenazah dibaringkan kesisi sebelah kanan dalam kubur.4. Mengkafani jenazah wanita.Jenazan wanita dibalut dengan lima helai kain kafan. Terdiri atas : Dua helai kain, sebuah baju kurung dan selembar sarung beserta kerudungnya. Jika ukuran lebar tubuhnya 50 cm dan tingginya 150 cm, maka lebar kain kafannya 150 cm dan panjangnya 150 ditambah 50 cm.Adapun panjang tali pengikatnya adalah 150 cm, disediakan sebanyak tujuh utas tali, kemudian dipintal dan diletakkan sama rata di atas usungan jenazah. Kemudian dua kain kafan tersebut diletakkan sama rata diatas tali tersebut dengan menyisakan lebih panjang dibagian kepala.a. Cara mempersiapkan baju kurungnya.1. Ukurlah mulai dari pundak sampai kebetisnya, lalu ukuran tersebut dikalikan dua, kemudian persiapkanlah kain baju kurungnya sesuai dengan ukuran tersebut.2. Lalu buatlah potongan kerah tepat ditengah-tengah kain itu agar mudah dimasuki kepalanya.3. Setelah dilipat dua, biarkanlah lembaran baju kurung bagian bawah terbentang, dan lipatlah lebih dulu lembaran atasnya (sebelum dikenakan pada mayyit, dan letakkan baju kurung ini di atas kedua helai kain kafannya ).lebar baju kurung tersebut 90 cm.b. Cara mempersiapkan kain sarung.Ukuran kain sarung adalah : lebar 90 cm dan panjang 150 cm. Kemudian kain sarung tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurungnya.c. Cara mempersiapkan kerudung.Ukuran kerudungnya adalah 90 cm x90 cm. Kemudian kerudung tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurung.d. Cara mempersiapkan kain penutup aurat.1. Sediakan kain dengan panjang 90 cm dan lebar 25 cm.2. Potonglah dari atas dan dari bawah seperti popok.3. Kemudian letakkanlah diatas kain sarungnya tepat dibawah tempat duduknya, letakkan juga potongan kapas diatasnya.4. Lalu bubuhilah wewangian dan kapur barus diatas kain penutup aurat dan kain sarung serta baju kurungnya.e. Cara melipat kain kafan.Sama seperti membungkus mayat laki-laki.f. Cara mengikat tali.Sama sepert membungkus mayat laki-laki.Catatan :1. Cara mengkafani anak laki-laki yang berusia dibawah tujuh tahun adalah membalutnya dengan sepotong baju yang dapat menutup seluruh tubuhnya atau membalutnya dengan tiga helai kain.2. Cara mengkafani anak perempuan yang berusia dibawah tujuh tahun adalah dengan membalutnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.

Page 24: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

FATWA-FATWA TENTANG MEMANDIKAN DAN MENGKAFANI JENAZAH

Oleh :

Fadhilatusy Syaikh ’Abdullah bin Jibrin

Pertanyaan: Bagaimana cara memandikan jenazah itu? Dan bagaimana cara mengkafaninya?

Jawab: Memandikan jenazah adalah fardhu kifayah. Dan yang paling utama melakukannya, adalah seseorang yang sudah diwasiati oleh si mayit untuk itu. Setelah itu kerabatnya yang terdekat, kemudian siapa saja yang masih ada hubungan rahim dengannya.

Seorang lelaki boleh memandikan istrinya, dan seorang istri boleh memandikan suaminya. Wanita juga boleh memandikan anak kecil lelaki yang belum berumur tujuh tahun. Dan seorang lelaki boleh memandikan perempuan kecil yang belum berumur tujuh tahun.

Tetapi seorang wanita tidak boleh memandikan lelaki, meski ia mahramnya sendiri. Dan seorang lelaki tidak boleh memandikan wanita, meski wanita itu adalah ibu atau putrinya, ia hanya boleh mentayamumi mereka dengan debu.

Seorang muslim tidak boleh memandikan orang kafir, dan tidak pula mempersiapkan apapun dalam kematiannya. Ia hanya boleh menimbunnya ke dalam tanah jika tidak ada seorang kafirpun yang menguburnya.

Jika kita hendak memandikan jenazah, maka jenazah itu harus ditutup auratnya jika berumur lebih dari tujuh tahun. Yang ditutupi adalah daerah antara pusar hingga lutut. Kemudian ia melepaskan seluruh bajunya, dan menutupinya dari pandangan orang lain. Yakni jenazah itu diletakkan di dalam rumah yang beratap, atau jika memungkinkan, jenazah tersebut dimandikan di dalam tenda.

Page 25: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Kemudian wajah sang mayit kita tutup. Tidak boleh ada orang lain hadir dalam pemandian ini, selain seseorang yang membantu kita dalam proses pemandian. Disini niat adalah syarat. Sedang mengucapkan basmalah adalah suatu kewajiban. Setelah itu kita mengangkat kepalanya hingga mendekati posisi duduk. Kita memijit perutnya pelan-pelan, pada saat ini kita banyak-banyak menyiramkan air, juga perlu mengasapi ruangan dengan kayu gaharu1 jika dikawatirkan ada sesuatu yang keluar dari perutnya.

Lalu kita membelitkan kain ke tangan kita untuk membersihkan jenazah tadi dan menggosok-gosok kedua kemaluannya. kita tidak boleh menyentuh aurat jenazah yang sudah berumur tujuh tahun keatas kecuali dengan penghalang. Dan lebih utama jika tidak menyentuh seluruh anggota tubuh lainnya kecuali dengan sarung tangan atau kain yang dibelitkan ke tangan kita.

Setelah itu, kita membelitkan sepotong kain pada kedua jari untuk membersihkan gigi-gigi, dan kedua lobang hidungnya, tanpa memasukkan air ke dalam mulut atau hidung. Kemudian kita membasuhi seluruh anggota wudhunya.

Kemudian kita menyiapkan air yang bercampur daun bidara atau bercampur sabun pembersih. Lalu kita membersihkan kepala, serta jenggotnya dengan busa air tersebut. Dan membasuh sekujur tubuhnya dengan sisa air tadi. Kemudian kita membasuh bagian samping kanan, lalu samping yang kiri, dimulai dari kulit lehernya. Kemudian bahu hingga akhir telapak kakinya.

Lalu kita membalikkannya sembari membasuh tubuhnya. Kita mengangkat sisi bagian kanannya sambil membasuh punggung dan pantatnya. Lalu membasuh sisi bagian kiri juga seperti itu. Kita tidak boleh menelungkupkan jenazah di atas wajahnya. Setelah itu kita menyiramkan air ke sekujur tubuhnya.

Sedangkan yang sunnah adalah mengulang tiga kali cara mandi seperti ini, memulai yang kanan dari setiap sisi tubuhnya, dan terus mengurutkan tangan pada perutnya pada setiap pemandian. Jika tiga kali pengurutan belum juga membersihkan perut, maka kita tambah hingga perut itu benar-benar bersih, meski hal itu kita lakukan hingga tujuh kali. Dan disunnahkan menghentikan pengurutan ini pada bilangan yang ganjil.

Saat memandikan, menggunakan air panas adalah sangat dimakruhkan. Demikian pula dengan membersihkan sela-sela gigi dan menggunakan air dingin, kecuali saat diperlukan.

Page 26: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Jika wanita, maka kita mengelabang rambutnya menjadi tiga kali dan kita letakkan pada bagian belakang kepalanya. Pada pemandian yang terakhir, kita mencampur airnya dengan kapur barus dan daun bidara. Kecuali jika sang mayit dalam keadaan ihram dengan ibadah haji atau umrah, maka hal itu tak perlu dilakukan.

Lalu kita cukur kumisnya, dan kita potong kukunya jika panjang-panjang. Kemudian kita handuki. Jika masih keluar sesuatu dari perut, padahal kita sudah mengurut perutnya sebanyak tujuh kali, maka tempat keluar kotoran itu kita tutup dengan kapas. Jika kapas tidak mempan, maka kita menggunakan tanah yang panas. Setelah itu tempat keluarnya kotoran itu kita bersihkan dan kita wudhui lagi jenazahnya.

Jika jenazah yang kita mandikan adalah seseorang yang sedang ihram, maka kita memandikannya tanpa minyak wangi dan tanpa harum-haruman. Tubuhnya dibersihkan dengan sabun dan daun bidara jika perlu saja. Dan kepalanya tetap dibiarkan terbuka.

Anak yang gugur (lahir dalam keadaan mati) jika sudah berumur empat bulan, juga orang-orang yang sulit dimandikan seperti yang mati terbakar dan yang hancur lebur, maka ia hanya ditayammumi. Sedang orang yang memandikan, ia wajib menutupi bagian tubuhnya yang buruk.

Mengkafani jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah. Untuk kain kafan, kita mengutamakan membelinya terlebih dahulu dari harta pribadinya, sebelum kita gunakan untuk melunasi hutang dan tanggungannya yang lain. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka kita mengambil uang untuk membeli kain kafan itu dari orang yang wajib menafkahinya, yaitu pada saat tak ada seorangpun yang berderma untuk membelikan kain kafan buat si mayit.

Jenazah seorang lelaki, dikafani dengan tiga lembar kain putih dari katun atau semisalnya. Lalu sebagian kain itu dibentangkan atas sebagian yang lain. Dan sebelumnya kain-kain itu sudah disemprot dengan air, kemudian diasapi dengan semisal kayu gaharu.

Bagian paling atas sendiri, kita taruh kain yang terbaik. Lalu kita menebar harum-haruman diantara kain yang atas ini, dan memberi parfum pada setiap lembar kain-kain tersebut2. Setelah itu si mayit diletakkan di atasnya, kita mengambil sedikit harum-haruman lalu ditaruh pada kapas dan diletakkan

Page 27: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

diantara kedua pantatnya. Kemudian kita mengikatnya dari atas dengan kain yang terbelah ujungnya, seperti bentuk celana dalam, yang bisa mengikat erat antara dua pantat dan kandung kemihnya.

Kemudian harum-haruman yang masih tersisa kita letakkan pada setiap lobang yang ada pada wajah dan anggota-anggota wudhunya. Jika kita mengharumi seluruh tubuhnya, maka itu lebih baik.

Setelah itu kain paling atas, yang ada di sebelah kanan mayit, ditutupkan pada bagian kirinya. Dan kain yang disebelah kiri ditutupkan pada bagian kanannya. Kemudian seperti itu pula kita lakukan pada kain kedua dan ketiga. Dan kita menjadikan kain yang banyak lebihnya ada di bagian kepala. Lalu bagian tengah setiap kain itu kita ikat. Ikatan itu baru dibuka kembali saat jenazah dimasukkan dalam kuburan. Kita juga dibolehkan, jika mengkafani jenazah lelaki dengan baju, sarung dan selembar kain.

Adapun yang disunnahkan pada jenazah seorang wanita, ia harus dikafani dalam lima kain. Sarung untuk menutupi aurat, kerudung untuk menutup kepala, baju gamis yang dilobangi tengahnya untuk memasukkan kepala dari lobang tersebut, kemudian dua lembar kain yang ukurannya seperti kain kafan jenazah lelaki.

Sedangkan yang wajib untuk kafan jenazah laki-laki dan perempuan, adalah satu lembar kain yang bisa menutupi seluruh tubuhnya.

******

Pertanyaan: Siapa sajakah yang diwajibkan untuk mengurusi jenazah?

Jawab: Kepengurusan jenazah diwajibkan atas sanak kerabatnya. Adapun biaya kepengurusannya, seperti kain kafan, wangi-wangian, upah penggalian kubur, upah penggotongan jenazah –jika yang menggotongnya perlu dibayari-, demikian pula dengan upah orang yang memandikan, maka ini semua diambil dari harta pribadi sang mayit. Ini lebih didahulukan ketimbang membayar hutang dan membayar tanggungan lainnya.

Jika si mayit tidak memiliki harta, maka wajib bagi orang yang diharuskan menafkahinya untuk membayar semua biaya di atas. Tetapi jika ada seseorang yang menyumbang untuk biaya kepengurusan

Page 28: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

jenazah tersebut, maka hal ini dibolehkan, meski seandainya si mayit meninggalkan banyak harta yang melimpah.

Jika sanak kerabat saling berselisih, setiap orang ingin menanggung kepengurusan, pemandian, dan pengkafanan, maka didahulukan seseorang yang paling dekat hubungan rahim terhadap sang mayit. Hal ini jika si mayit tidak meninggalkan wasiyat kepada siapapun.

Tapi, seandainya si mayit berwasiyat kepada seseorang tertentu, dia berkata misalnya, “Tidak boleh memandikanku kecuali si fulan.” Maka si fulan yang diberi wasiyat itulah yang berkewajiban memandikannya.

Namun, jika si mayit tidak memberi wasiyat seperti yang diterangkan di atas, maka lebih diutamakan yang paling dekat, dari ayahnya, kemudian putranya, kemudian yang paling dekat, dan yang paling dekat. Allahu a`lam.

******

Pertanyaan: Lelaki dan wanita manakah dari kerabat jenazah yang berhak memandikan jenazah, baik jenazah itu laki-laki ataupun perempuan? Karena kami melihat beberapa lelaki masuk ke tempat pemandian jenazah, tak peduli apakah itu jenazah lelaki, perempuan, sanak kerabat, ataupun jenazah orang asing. Apakah tindakan seperti ini dibenarkan?3

Jawab: Jenazah lelaki hanya dimandikan oleh kaum lelaki. Tetapi boleh bagi wanita untuk memandikan suaminya. Sedangkan jenazah wanita, hanya dimandikan oleh kaum wanita. Tetapi boleh bagi seorang lelaki untuk memandikan istrinya. Sebab dua orang suami istri, masing-masing dari mereka boleh memandikan yang lainnya. Karena Ali bin Abi Thalib Radhiyallohu ‘anhu telah memandikan istrinya, yaitu Fatimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam4. Demikian pula dengan Asma` binti Umais Radhiyallohu ‘anha, ia telah memandikan suaminya, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallohu ‘anhu.5

Adapun selain suami istri, maka tidak boleh bagi para wanita untuk memandikan kaum lelaki, dan tidak boleh pula bagi kaum lelaki untuk memandikan kaum perempuan. Setiap jenis kelamin hanya memandikan yang sama dengan jenisnya. Dan masing-masing dari dua jenis ini tidak boleh melihat aurat yang lain. Kecuali anak kecil yang belum tamyiz6, maka tidak mengapa untuk memandikannya, baik yang memandikan itu kaum lelaki dan perempuan. Karena anak kecil itu tidak ada aurat baginya.

Page 29: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

******

Pertanyaan: Apakah benar jika seorang wanita mengurus pemandian anak kecil lelaki di bawah umur tujuh tahun?

Jawab: Hal ini dibolehkan, karena anak kecil lelaki tidak mempunyai aurat. Sebagaimana seorang ibu boleh mengurus kebersihannya di waktu kecil. Sang ibu mencebokinya dan langsung menyentuh kemaluannya padahal anak kecil itu hidup. Karena hal itu memang diperlukan. Juga karena Ibrahim putra Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, ia dimandikan oleh para wanita, seperti disebutkan para ulama fiqih dalam kitab Al-Ahkam (pembahasan mengenai hukum-hukum)7.

Para ulama fiqih juga menyebutkan bahwa perempuan kecil di bawah umur tujuh tahun, kaum lelaki boleh mengurus pemandiannya. Boleh menyentuh auratnya dan langsung melihat kemaluannya. Meski lebih diutamakan jika yang memandikannya adalah kaum wanita. Tetapi kebutuhan mendesak, kadang-kadang mengharuskan kaum lelaki untuk melakukannya. Allahu a`lam.

******

Pertanyaan: Apakah perhiasan seorang wanita yang meninggal, wajib dilepaskan sebelum ia dikuburkan?

Jawab: Benar! Hal itu adalah wajib. Karena melepas perhiasan tidaklah merusak badan sang wanita dan tidak pula berpengaruh padanya. Maka untuk perhiasan yang ada di tangan, tidak ada pengaruh ketika melepasnya. Demikian pula dengan perhiasan yang ada di lengan, telinga, dan hidung. Semua perhiasan ini jika dilepas, tidaklah berpengaruh terhadap wanita yang meninggal ini.

Karena itu maka wajib melepas semua perhiasan itu darinya dan tidak dibiarkan terkubur bersamanya. Sebab membiarkan perhiasan itu terkubur bersamanya, berarti kita sama dengan menghancurkan harta. Padahal orang yang hidup lebih membutuhkan perhiasan-perhiasan itu, seharusnya orang hidup itulah yang menjadi pemiliknya.

******

Page 30: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Pertanyaan: Jika seorang jenazah dalam mulutnya terdapat gigi emas, apakah gigi itu diambil sebelum ia dikubur, atau dibiarkan saja?

Jawab: Jika mencabutnya memang mudah, karena si mayit sewaktu hidup biasa mencabut gigi tersebut, juga dengan mencabutnya ini tidak bakal merusak mulut atau berpengaruh padanya, maka harus dilakukan adalah mencabut gigi emas itu darinya. Sebab gigi emas itu mempunyai nilai, dan orang yang hidup lebih berhak untuk memilikinya.

Tetapi jika dikawatirkan, seandainya gigi itu dicabut maka mulutnya terus terbuka, atau membuat pemandangannya semakin menakutkan, maka yang paling baik adalah menghindari pencabutan. Karena yang kita perhatikan, banyak dari para jenazah, yang seandainya orang-orang yang memandikan itu membuka langit-langit mulutnya, mereka tidak bisa menutupnya kembali, dan mulut itu tetap menganga.

Dan yang serupa dengan mulut adalah mata. Karena sering kita perhatikan, jika mata si mayit terbuka dan terus dibiarkan terbuka hingga meninggal dunia, maka mata itu akan terus terbuka dan tidak bisa ditutup.

Berdasarkan hal ini, maka sangat diharuskan bagi siapapun yang menghadiri saat-saat sekarat seseorang, untuk segera memejamkan kedua matanya sebelum ia meninggal dunia, atau saat meninggal dunia. Demikian pula ia harus menutup mulutnya, sehingga mulut itu terus tertutup dan mata terus terpejam. Allahu a`lam.

******

Pertanyaan: Saat memandikan jenazah, apakah kita disyariatkan untuk membersihkan kumis, bulu ketiak, bulu kemaluan dan kuku-kukunya, ataukah kita membiarkannya begitu saja?

Jawab: Saat memandikan jenazah, kita disyariatkan membersihkan kumis, demikian pula dengan bulu ketiak, dan kuku-kuku. Adapun rambut kemaluan, maka pendapat yang sahih, bahwa rambut itu dibiarkan saja tidak diutak-atik karena ia adalah aurat. Dan aurat itu tidak boleh disentuh setelah pemiliknya meninggal dunia. Bahkan tidak halal bagi kita untuk menyentuh auratnya baik ia hidup atau mati.

Page 31: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

******

Pertanyaan: Apa yang kita lakukan terhadap bulu kumis, bulu ketiak, dan kuku yang diambil dari orang mati?

Jawab: Rambut dan kuku-kuku, dibungkus bersama si mayit dalam sebuah tas kecil, atau bungkusan lainnya, kemudian dikubur bersama si mayit. Dan boleh pula membuangnya di tanah bersama sampah-sampah yang lain, sama seperti rambut orang hidup tanpa ada rasa jijik dan lain sebagainya.

******

Pertanyaan: Ada seorang lelaki meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas. Badannya terluka sangat parah, seandainya dimandikan, air akan merusak seluruh tubuhnya. Maka apa yang harus kami lakukan?

Jawab: Jenazah ini dimandikan semampunya saja. Jika air bisa disiramkan ke sekujur tubuh dan tidak berpengaruh padanya, maka kita harus menyiramkan air ke tubuhnya tanpa menggosok-gosok. Tetapi jika sang jenazah keluar otaknya, ususnya terburai, atau potongan dagingnya kocar-kocir, maka disini kita hanya memandikan bagian tubuh yang bisa dimandikan, sedang yang lain cukup diusap saja.

******

Pertanyaan: Saat memandikan anak kecil, apakah kita wajib menutup auratnya atau tidak?

Jawab: Anak kecil yang berumur di bawah tujuh tahun, ia tidak memiliki aurat baik laki-laki atau perempuan. Karena itu kita tidak wajib menutupi sesuatupun dari anggota tubuhnya saat memandikan. Tetapi jika jenazah itu lebih dari tujuh tahun, maka kita wajib menutupi anggotanya yang diantara pusar hingga lutut.

*****

Pertanyaan: Bolehkah kita mengkafani mayit dengan selain kain putih?

Page 32: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Jawab: Boleh, tetapi yang lebih baik adalah mengkafaninya dengan kain putih. Karena disebutkan dalam sunan Abi Dawud bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,

(( وا %ْس# >ب 4ل #م# م4ن> ا 4ُك %اب 4ي %اَض% ِث %ي >ب /ه%ا ال 4َّن >ر4 م4ن> َف%إ ي #م> َخ% 4ُك %اب 4ي #وا ِث %َفGَّن #م> َف4يه%ا و%َك %اَك م%و>ت ))8

“Pakailah untuk baju kalian kain-kain yang putih, karena kain putih adalah sebaik-baik baju kalian, dan kafanilah dengannya orang-orang yang mati dari kalian.”

******

Pertanyaan: Berapakah jumlah tali yang kita ikatkan pada kafan sang mayit?

Jawab: Yang disebutkan dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sebanyak tujuh ikatan. Sudah masuk padanya ikatan pada kepala dan ikatan pada kedua kaki. Tetapi ikatan ini boleh lebih dari itu sesuai dengan kebutuhan.

******

Pertanyaan: Ada seorang muslim yang membunuh muslim lainnya, kemudian sang muslim pembunuh ini diberi hukuman bunuh juga. Pertanyaan kami, apakah muslim yang pembunuh ini jika sudah dibunuh, ia harus dimandikan dan dishalati?

Jawab: Benar, ia harus dimandikan dan dishalati. Sebab ia tidak keluar dari lingkaran agama Islam.

******

Pertanyaan: Apakah seseorang yang bunuh diri harus dimandikan dan dishalati?9

Page 33: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Jawab: Seseorang yang bunuh diri, ia tetap dimandikan, dishalati, dan dikubur di pekuburan kaum muslimin. Karena ia hanya berbuat maksiat dan tidak kafir. Sebab bunuh diri hanyalah sebuah kemaksiatan bukan suatu kekafiran. Maka, jika ada seseorang yang melakukan bunuh diri –mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita dari perbuatan ini-, ia tetap dimandikan, dishalati, dan dikafani.

Tetapi wajib bagi pemimpin tertinggi, dan orang-orang yang mempunyai jabatan penting, untuk tidak menyalatinya. Karena ini sebagai bentuk pengingkaran dari mereka, sehingga tidak ada seorangpun yang menduga bahwa para petinggi itu meridhai perbuatan bunuh diri tersebut.

Jadi! Seorang pemimpin Negara, sultan, hakim, gubernur, atau bupati, jika mereka tidak menyalati pelaku bunuh diri, sebagai bentuk pengingkaran dan pemberitahuan kepada para manusia bahwa ini adalah perbuatan yang salah, maka ini baik sekali. Tetapi kaum muslimin lainnya tetap harus menyalati pelaku bunuh diri itu.

******

Pertanyaan: Saya telah memandikan jenazah, tetapi saya tidak mandi setalah itu. Kemudian saya mengerjakan banyak shalat. Apakah saya berdosa dalam hal ini?

Jawab: Mengenai memandikan jenazah, ada sebuah hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan sanad yang sahih, yaitu sabda beliau yang berbunyi,

(( Z َغ%ْس/َل% م%ن> Gتا %ْس4َل> م%ي %ِغ>ت >ي %ه# و%م%ن> َف%ل > َح%م%ل %و%ض/أ %ت >ي َف%ل ))10

“Barangsiapa memandikan orang mati, maka hendaklah ia mandi. Sedangkan siapapun yang menggotongnya maka hendaknya ia berwudhu.”

Hadits ini didhaifkan oleh kebanyakan para ulama`. Sedangkan ulama lainnya mensahihkannya, dan sebagian ulama yang lain memilih berhenti (tawaqquf) pada matannya.

Page 34: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Para ulama yang memilih tawaqquf ini berkata, “Apa yang membuat kita harus mandi, karena orang yang memandikan jenazah tidak melakukan perbuatan apapun yang mengharuskannya mandi.” Sebab itulah mereka memilih untuk tawaqquf pada matannya.

Adapun para ulama yang mensahihkan hadits ini mereka meyakini bahwa mandi disini adalah hal yang mustahab. Jadi mereka mengatakan, “Sesungguhnya mandi adalah mustahab bagi orang yang memandikan mayit.”

Sedangkan sebagian ulama yang lain, mewajibkan berwudhu bagi orang yang memandikan, jika ternyata ia tidak mandi. Maka mereka berkata, “Mandi hanyalah sunnah muakkadah, tetapi jika tidak mandi maka ia wajib berwudhu, wudhu inilah kewajiban yang paling sedikit atasnya.”

******

Pertanyaan: Jika saya membawa jenazah, apakah saya wajib berwudhu atau tidak?

Jawab: Mengenai berwudhu bagi seseorang yang membawa mayit, ada sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang berbunyi,

(( Z َغ%ْس/َل% م%ن> Gتا %ْس4َل> م%ي %ِغ>ت >ي %ه# و%م%ن> َف%ل > َح%م%ل %و%ض/أ %ت >ي َف%ل ))11

“Barangsiapa memandikan orang mati, maka hendaklah ia mandi. Sedangkan siapapun yang menggotongnya maka hendaknya ia berwudhu.”

Barangkali maksud hadits di atas, khusus buat orang yang mendekapnya bukan orang yang membawa jenazah dalam keranda. Sehingga, ketika Abdullah bin Abbas Radhiyallohu ‘anha dan Abdullah bin Umar Radhiyallohu ‘anha membawa jenazah dalam keranda, kemudian dikatakan kepada mereka, “Berwudhulah!”, keduanya menjawab,

(( # م%ا %و%ض/أ ت% %َة8 َح%م>َل4 م4ن> أ ب َخ%َش% ))

Page 35: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

“Saya tidak perlu berwudhu hanya karena membawa kayu.”

Maksudnya, mereka tidak membawa apapun selain hanya kayu, dan tidak menyentuh apapun selain kayu belaka. Adapun seseorang yang mendekap jenazah yang sudah meninggal, yang bisa jadi dalam keadaan tanpa busana, atau mirip tanpa busana, maka hendaklah ia berwudhu berdasarkan pada hadits di atas.

Dinukil dari al-Muqorrib li Ahkaamil Jana`iz : 148 Fatawa fil Jana`iz, penyusun : ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad al-‘Arifi, dimuroja’ah oleh : ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin, Penerbit : Dar ath-Thayibah, Riyadh, 1418 H/1997 M.

1 Yaitu kayu yang harum baunya, yang dibakar di atas arang. Setelah terbakar asapnya akan mengeluarkan keharuman yang semerbak kemana-mana.

2 Maksudnya kain-kain yang dibawahnya juga diberi parfum. Allahu a`lam.

3 Shalih Al-Fauzan, Al-Muntaqa, 1/78

4 Lihat, Al-Mushannaf fi Al-Ahaadits wa Al-Aatsaar karya Ibnu Abi Syaibah, 2/455, 456; juga Al-Mushannaf karya Abdurrazzaq Ash-Shan`ani, 3/408-411. hadits ini dihukumi hasan oleh Al-Albani. Lihat pula, Irwa` Al-Ghalil, 3/162

5 Lihat, Al-Mushannaf fi Al-Ahaadits wa Al-Aatsaar karya Ibnu Abi Syaibah, 2/455, 456; juga Al-Mushannaf karya Abdurrazzaq Ash-Shan`ani, 3/408-411.

6 Di bawah umur tujuh tahun, belum baligh dan belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang buruk.

7 Lihat, Manar As-Sabiil, 1/166

Page 36: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

8 HR. Abu Dawud, 2/176 dan At-Tirmidzi, 2/132

9 Syaikh Abdullah bin Baaz, Fatawa Islamiyyah, 2/62

10 HR. Abu Dawud, 2/62-63; At-Tirmidzi, 2/132, beliau menghukuminya hasan. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ath-Thayalisi, dan Imam Ahmad, 2/80, 433, 454, 472. Hadits ini dihukumi sahih oleh Al-Albani.

11 HR. Abu Dawud, 2/62-63; At-Tirmidzi, 2/132, beliau menghukuminya hasan. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ath-Thayalisi, dan Imam Ahmad, 2/80, 433, 454, 472. Hadits ini dihukumi sahih oleh Al-Albani.

* Dalam kitabnya al-Umm (1/249) Imam Syâf'î r.a berkata:Orang yang memandikan mayat dianjurkan agar menjauhkan tangannya sehingga –tanpa dilapisi kain- ia tidak menyentuh bagaian kelaminnya. Dan seandainya ia melakukan hal tersebut (tidak menyentuh tanpa dilapisi sepotong kain) untuk bagian tubuh lainnya, maka hal itu sangat aku sukai.

Aku menambahkan: hal ini juga sangat didukung oleh anjuran menghargai kehormatan orang yang telah meninggal dunia.

Ibnu al-Qudâmah r.a berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Mughni (2/457):Dianjurkan terhadap orang yang memandikan mayat agar membungkus tangannya dengan kain yang sedikit lebih tebal. Dengan kain tersebut ia menyapu dan membersihkan tubuh mayat tersebut, agar tidak sampai menyentuh –langsung- bagian kelaminnya. Sebab jika memandang kelamin hukumnya haram, tentunya apalagi menyentuhnya.[1]

APAKAH SAAT MEMANDIKAN MAYAT JUGA DIANJURKAN MEN SIWAK (MENGGOSOK) GIGINYA?

* Dalam kitabnya al-Muhazzab (al-Muhazzab dan al-Majmû' 5/169), Imam as-Syairâzî r.a berkata:

Page 37: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Dianjurkan terhadap orang yang memandikan mayat, memasukan jarinya kedalam mulut mayat tersebut, lalu menggosok giginya.

* Perkataan Imam as-Syairâzî r.a ini disyarah oleh Imam Nawawi r.a, sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Majmû' (5/171):Makna dari perkataan Imam Syairâzî r.a adalah: memasukan jarinya diantara kedua bibir orang yang meninggal tepat diatas giginya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh ulama mazhab Syâf'î.

APAKAH KUKU DAN RAMBUT MAYAT YANG TUMBUH DIBAGIAN BAWAH PERUT HARUS DIPOTONG?

Kami tidak mengetahui satu nash hadits pun yang diriwayatkan dari Rasulullah s.a.w tentang hal ini, baik perintah maupun larangan. Oleh sebab itu maka yang menjadi standar adalah dalil al-barâ'ah al-ashliyah, yakni; dibolehkan memotong kuku dan mencukur rambut yang tumbuh pada bagi bawah perut mayat. Hal ini juga termasuk dari kemaslahatan si mayat tersebut.

Namun sebagian ulama ada yang menyimpulkan kebolehan tersebut berdasarkan hadits Abu Hurairah r.a tentang kisah wafatnya Khubaib, yang mana disebutkan dalam riwayat tersebut: … maka orang-orang membawa Khubaib dan Zaid ibn ad-Datsnah, kemudian mereka menjual keduanya setelah peperangan Badar. Maka keluarga laki-laki al-Hârits ibn 'Âmir ibn Naufal membeli Khubaib. Sementara itu –ketika terjadinya peperangan Badar- Khubaib adalah orang yang telah membunuh al-Hârits bin Naufal. Maka Khubaibpun –setelah dibeli- mereka jadikan sebagai tawanan perang. Sampai akhirnya mereka sepakat untuk membunuhnya.

Setelah kesepakatan tersebut. sebelum dibunuh, Khubaib meminjam sebuah pisau kecil dari keluarga perempuan al-Hârits untuk terlebih dahulu memotong kuku dan rambut bagian bawah perutnya. Dan merekapun meminjamkannya[2]…

Dari redaksi riwayat yang berbunyi: "memotong kuku dan rambut bagian bawah perut", mereka menyimpulkan bahwa hal tersebut dibolehkan, sebab Khubaib melakukannya untuk bersiap-siap menerima ajal. Karena ia tahu –ketika berada ditangan orang-orang musyrik- mereka tidak akan melakukannya setelah ia meninggal dunia.

Diantara ulama yang menjadikan kisah ini sebagai dalil untuk masalah diatas, adalah: Imam Baihaqi r.a dengan perkataannya –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra (3/390): Bab: orang sakit dibolehkan memotong kuku dan mencukur rambut bagian bawah perutnya.

Dibawah ini sebagian perkataan dan pendapat ulama tentang masalah diatas:* Dalam kitabnya al-Mushannaf (3/247) Ibnu Abi Syaibah r.a berkata:Diriwayatkan dari Ismail ibn 'Aliyyah, dari Khalid al-Hidzâ', dari Abu Qilâbah, bahwasanya Sa'ad pernah memandikan orang mati, lalu beliau meminta pisau kecil untuk menggundulinya.

(Para periwayatnya adalah orang-orang tsiqah[3])

Page 38: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Riwayat ini juga disebutkan oleh Abdu ar-Razzâq r.a dalam kitabnya al-Mushannaf (3/437), dan –telah diisyaratkan oleh- Imam Baihaqi r.a dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra (3/390).

* Ibnu Abi Syaibah r.a juga menyebutkan (3/247) :Diriwayatkan dari Yazîd ibn Hârûn, dari Humaid dari Bakr[4]; bahwasanya apabila Beliau melihat rambut atau kuku yang panjang pada seorang mayat maka beliau memotongnya.

(Shahih dari Bakr)

* Ibnu Abi Syaibah r.a menyebutkan lagi (3/246) :Diriwayatkan dari at-Tsaqafî, dari Ayyûb, dari Muhammad[5], bahwa beliau tidak suka memotong kuku atau mencukur rambut yang tumbuh pada bagian bawah perut dari orang yang telah meninggal dunia. Beliau berkata: seyogianya keluarga orang yang sedang sakit, melakukan hal tersebut disaat dia sedang sakit keras.

(Shahih dari Ibnu Sîrîn)

Riwayat ini juga disebutkan oleh Abdu ar-Razzâq r.a dalam kitabnya al-Mushannaf (3/436)

* Ibnu Abi Syaibah r.a juga menyebutkan:Diriwayatkan dari Abdullah ibn Mubârak, dari Hisyâm, dari Muhammad; bahwa beliau sangat setuju apabila sakit seseorang sudah sangat parah, untuk mencukur kumis, memotong kuku dan rambut yang tumbuh pada bagian bawah perutnya. Sehingga apabila orang itu telah meninggal dunia maka rambut dan kuku tersebut tidak perlu lagi ditanggalkan darinya.

(Shahih dari Ibnu Sîrîn)

* Beliau menyebutkan lagi (3/247) :Diriwayatkan dari Ismail ibn 'Aliyyah, dari Syu'bah, dari Manshûr, dari al-Hasan, beliau berkata: Dianjurkan untuk memotong kuku orang yang telah meninggal. Syu'bah berkata: hal tersebut aku tanyakan kepada Hammâd, ternyata beliau tidak menerimanya, lalu beliau berkata: apakah seandainya orang yang meninggal tersebut tidak berkhitan, lantas ia harus dikhitan juga?"

(Shahih)

* Imam Syâf'î r.a berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Umm (1/248):Apabila terdapat pada tangan orang yang telah meninggal –kuku- dan pada bagian bawah perutnya rambut. Maka sebagian ulama tidak setuju menanggalkannya dari mayat tersebut. Namun ada juga sebagian ulama yang membolehkan mencukurnya dengan obat penghilang bulu/rambut, atau dengan gunting, dan memotong kukunya setelah orang tersebut meninggal dunia. Sebab bagi seorang mayat hal tersebut –ketika masih hidup- termasuk dari al-fitrah (kesucian).

Namun tidak dibolehkan mencukur rambut kepala dan janggutnya. Sebab hal tersebut hanya dilakukan untuk keindahan atau diwaktu menunaikan ibadah haji dan umrah saja.

* Dalam kitabnya al-Muhazzab (5/178) Imam as-Syairâzî r.a berkata:

Page 39: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

Ada dua pendapat yang berbeda, tentang memotong kuku, mencukur rambut yang tumbuh pada bagian bawah perut, atau menggunting kumis dari orang yang telah meninggal dunia:Pertama: hal tersebut harus dilakukan sebab ia termasuk pembersihan, maka untuk merealisasikannya, ia tetap dianjurkan sekalipun setelah meninggal dunia.Kedua: Hukumnya makruh. Pendapat ini telah dikatakan oleh al-Muznî r.a, karena hal tersebut sama dengan memotong bagian tubuhnya, oleh sebab itu sama hukumnya dengan mengkhitan orang mati. Yakni; hukumnya makruh.

* Imam Nawawi r.a berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Majmû'-:Ada dua pendapat yang berbeda yang telah diriwayatkan dari Imam Syâf'î r.a, tentang memotong kuku, mencukur rambut yang tumbuh pada bagian bawah perut, atau menggunting kumis dan mencabut bulu ketiak dari orang yang telah meninggal dunia:Qaul Jadîd (pendapat Imam Syâf'î r.a yang beliau katakana setelah berada di Mesir): Hal tersebut tetap harus dilakukan.Qaul Qadîm: Hal tersebut tidak perlu dilakukan.

Sebagian ulama mengatakan, bahwa setelah dimandikan maka mayat tersebut harus dikeringkan dengan handuk atau sejenisnya:

* Disebutkan dalam kitabnya al-Mughni (2/464):Syarah masalah: Dan mayat tersebut harus dikeringkan dengan baju.. Pada kesimpulannya: apabila seseorang telah selesai memandikan mayat, maka ia dianjurkan untuk mengeringkannya dengan baju, agar kain kafannya tidak ikut menjadi basah.

* Imam Syâf'î r.a berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitanya al-Umm (1/249):Kemudian mayat tersebut –setelah dimandikan- dikeringkan dengan selembar baju, dan apabila telah kering maka barulah dibungkus kedalam kain kafannya.

* Imam Nawawi r.a berkata –dalam kitanya al-Majmû' (5/176):Imam Syâf'î r.a dan murid-muridnya mengatakan: apabila seseorang telah selesai memandikan orang yang meninggal, maka disunnahkan untuk mengeringkan tubuhnya dengan baju sampai kering total. Hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama.

Murid-murid Imam Syâf'î r.a berkata: ini bebeda dengan orang yang selesai mandi dari hadats besar atau selesai berwudhu –keduanya disunnahkan untuk tidak mengeringkan tubuh atau anggota tubuh yang disiram dengan air wudhu-. Karena mayat yang telah dimandikan, tubuhnya harus dalam keadaan kering, agar tidak menyebabkan kain kafannya menjadi basah.

[1] . Aku menambahkan: akan tetapi ada sedikit keringanan jika orang yang memandikan, dengan mayat tersebut memiliki hubungannya sebagai suami istri, maka hal tersebut dibolehkan. Ini berdasarkan pendapat yang mengatakan,  bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu.

Dalam kitabnya al-Majmû' (5/138) Imam Nawawi r.a berkata: apabila seorang suami memandikan istrinya yang meninggal, atau sebaliknya (istri memandikan suaminya yang meninggal), maka seyogianya ia membungkus tangannya dengan selembar kain, agar tidak

Page 40: TUNTUNAN MERAWAT JENAZAH

menyentuh langsung kulit orang yang dimandikan. Namun apabila ia tidak melakukannya (membungkus tangan dengan selembar kain), maka al-Qadhi al-Husin dan pengikutnya berpendapat: mandi mayat tersebut hukumnya sah, dan hukum ini tidak ada kaitannya dengan pendapat yang mengatakan bahwa menyentuh wanita –yang bukan mahram- membatalkan wudhu. Sebab syara' telah membolehkan menyentuhnya –tanpa dilapisi oleh sesuatu- ketika hal tersebut diperlukan. Adapun orang yang menyentuh, maka al-Qadhi al-Husin menegaskan bahwa wudhunya menjadi batal. Dan disana ada pendapat lain, namun sangat lemah, sebagaimana yang telah kita bahas pada bab: sesuatu yang membatalkan wudhu.

Aku mengomentari: bahkan pendapat yang mengatakan bahwa menyentuh kulit wanita yang bukan mahram tanpa dilapisi sesuatu dapat membatalkan wudhu, adalah pendapat yang lemah. Dan masalah ini telah kami kupas ketika memaparkan pembahasan tentang al-thahârah, yakni pembahasan yang berjudul: apakah batal wudhu seorang laki-laki yang hanya sekedar menyentuh wanita –tidak sampai memasukan penis kedalam lubang vagina-?. Silakan lihat kembali.

[2] . Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a (hadits no. 3989), Imam Ahmad r.a (2/294 dan 310), Abu Daud r.a (2660 dan 2661) dan yang lainnya. Riwayat ini dapat dilihat lebih lengkapnya dalam buku kami: as-Shahîh al-Musnad min Fadhâ'il al-Shahâbah.

[3] . Riwayat ini dikhawatirkan telah dimursalkan oleh Abu Qilâbah, sebab dia adalah orang yang sering memursalkan riwayat, dan kami tidak pernah mengetahui suatu bukti yang menegaskan bahwa telah mendengarnya dari Sa'ad r.a.[4] . Dia adalah Bakr ibn Abdullah al-Muznî r.a.[5] . Dia adalah Muhammad ibn Sîrîn r.a.