tugas tambahan ujian stase neurologi

15

Click here to load reader

Upload: luvita-amallia-syadhatin

Post on 27-Dec-2015

78 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

gguigiuu

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

TUGAS TAMBAHAN UJIAN STASE NEUROLOGI

RSIJ CEMPAKA PUTIH

Nama : Wening Rarasati

Nim : 2099730170

Dokter Penguji : dr. Wiwin Sundawiyani, Sp.S

Dokter Pendamping : dr. Rochimiah

Pertanyaan :

Sebutkan klasifikasi cedera kepala dan penatalaksanaanya ?

Jawab :

Klasifikasi Trauma Kapitis

Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis

dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.

1. Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya berkaitan

dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus

disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

2. Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera

otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan

berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan

1

Page 2: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya

minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma

atau cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-

13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15

dikategorikan sebagai cedera otak ringan.

Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic

Brain Injury yaitu :

3. Morfologi

a. Fraktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk garis/linear atau

bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya

memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone window” untuk memperjelas garis

frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan

untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.

2

Page 3: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala

dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak dapat

diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup berat.

Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut;

1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :

a. Linier

b. Diastase

c. Comminuted

d. Depressed

2. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :

a. Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )

b. Basis cranii ( dasar tengkorak )

3. Keadaan luka, dibedakan atas :

a. Terbuka

b. Tertutup

b. Lesi Intra Kranial

1. Cedera otak difus

Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal sampai kondisi yang sangat buruk.

Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan mungkin mengalami amnesia

retro/anterograd.

Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena syok yang

berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT

scan sering menunjukkan gambaran normal, atau gambaran edema dengan batas area putih dan

abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal istilah Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk

mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian secara mikroskopis

menunjukkan adanya kerusakan pada akson dan terlihat pada manifestasi klinisnya.

3

Page 4: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

2. Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan gambarannya

berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau

temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur

tulang tengkorak.

3. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan ini terjadi

akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya

menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat dan

prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.

4. Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal,

walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dapat, dalam waktu

beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intra serebral yang membutuhkan tindakan

operasi.

Penatalaksanaan Cedera Kepala

Dilakukan menurut urutan prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari

paramedis terlatih, dokter ahli saraf, bedah asraf, radiologi, anestesi dan rehabilitasi medik.

Pasien dengan cedera kepala harus ditangani dan dipantau terus sejak tempat kecelakaan, selama

perjalanan dari tempat kejadian sampai rumah sakit, diruang gawat darurat, kamar radiologi,

sampai ke ruang operasi, ruang perawatan atau ICU, sebab sewaktu-waktu bisa memburuk akibat

aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya.

Macam dan urutan prioritas tindakan cedera kepala ditentukan atas dalamnya penurunan

kesadaran pada saat diperiksa:

4

Page 5: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

A. Pasien dalam keadaan sadar (GCS=15)

Pasien yang sadar pada saat diperiksa bisa dibagi dalam 2 jenis:

1. Simple head injury (SHI)

Pasien mengalami cedera kepala tanpa diikuti gangguan kesadaran, dari anamnesa maupun

gejala serebral lain. Pasien ini hanya dilakukan perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya

atas indikasi. Keluarga dilibatkan untuk mengobservasi kesadaran.

2. Kesadaran terganggu sesaat

Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan pada saat diperiksa

sudah sadar kembali. Pemeriksaan radiologik dibuat dan penatalaksanaan selanjutnya seperti

SHI.

B. Pasien dengan kesadaran menurun

1. Cedera kepala ringan / minor head injury (GCS=13-15)

Kesadaran disoriented atau not obey command, tanpa disertai defisit fokal serebral. Setelah

pemeriksaan fisik dilakukan perawatanluka, dibuat foto kepala. CT Scan kepala, jika curiga

adanya hematom intrakranial, misalnya ada riwayat lucid interval, pada follow up kesadaran

semakinmenurun atau timbul lateralisasi. Observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral

disamping tanda-tanda vital.

2. Cedera kepala sedang (GCS=9-12)

Pasien dalamkategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner, oleh karena itu urutan

tindakannya sebagai berikut:

a. Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi

b. Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan cedera organ lain. Fiksasi leher

dan patah tulang ekstrimitas

c. Foto kepala dan bila perlu bagiann tubuh lain

d. CT Scan kepala bila curiga adanya hematom intrakranial

e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit fokal serebral

3. Cedera kepala berat (CGS=3-8)

Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh karena itu

disamping kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik.

Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut:

5

Page 6: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

a. Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation=ABC)

Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat

gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan pertama adalah:

o Jalan nafas (Air way)

Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau

perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau

gigi palsu.Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi

muntahan

o Pernafasan (Breathing)

Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral

adalah depresi pernafasan pada lesi medulla oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan

central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru,

DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan

hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan

kalau perlu memakai ventilator.

o Sirkulasi (Circulation)

Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang

hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni

berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade

jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber

perdarahan, perbaikan fungsi jantung danmengganti darah yang hilang dengan plasma,

hydroxyethyl starch atau darah

b. Pemeriksaan fisik

Setalh ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil, defisit fokal serebral

dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan

ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan sebagai adanya

kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi penyebabnya.

c. Pemeriksaan radiologi

Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada dan abdomen dibuat atas

indikasi. CT scan kepala dilakukan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis

diduga ada hematom intrakranial

6

Page 7: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

d. Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)

Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau

hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang

normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan

sebagai berikut:

1. Hiperventilasi

Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran

tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya

aliran darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72

jam, lalu dicoba dilepas dgnmengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi

diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas

darah dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom

2. Drainase

Tindakan ini dilakukan bil ahiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek dilakukan

drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt,

misalnya bila terjadi hidrosefalus

3. Terapi diuretik

o Diuretik osmotik (manitol 20%)

Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak

yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya harus

dihentikan.

Cara pemberiannya :

Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama

24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm

o Loop diuretik (Furosemid)

Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan cerebrospinal

dan menarik cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai

efek sinergik dan memperpanjang efek osmotic serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv

4. Terapi barbiturat (Fenobarbital)

Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang tidak responsif terhadap semua jenis terapi yang

tersebut diatas. Cara pemberiannya:

7

Page 8: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu

pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK

terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari.

5. Streroid

Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi menfaatnya pada cedera

kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala

6. Posisi Tidur

Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala

sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi,

supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar.

e. Keseimbangan cairan elektrolit

Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri

dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid

seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9%

atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan

hiperglikemia menambah edema serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil

normal, yang akan takikardia kembali normal dan volume urin normal >30 ml/jam. Setelah 3-4

hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu dimana

terjadi gangguan keseimbangan cairan eletrolit, pemasukan cairan harus disesuaikan, misalnya

pada pemberian obat diuretik, diabetes insipidus, syndrome of inappropriate anti diuretic hormon

(SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar eletrolit, gula darah, ureum, kreatinin dan

osmolalitas darah.

f. Nutrisi

Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal dan akan

mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya

kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah danakan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4

hari dengan cairan perenterai pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bias

dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari

g. Epilepsi/kejang

Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsi dan yang

terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy. Early epilelpsi lebih sering timbul pada

8

Page 9: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

anak-anak dari pada orang dewasa, kecuali jika ada fraktur impresi, hematom atau pasien dengan

amnesia post traumatik yang panjang.

Pengobatan:

o Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari

o Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung berulang 50-

100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan <40 mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru oleh

karena tidak stabil. Bila setelah 400 mg tidak berhasil, ganti obat lain misalnya Fenitoin. Cara

pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgB/iv pelan-pelan paling cepat 50 mg/menit. Dilanjutkan

dengan 200-500 mg/hari/iv atau oral Profilaksis: diberikan pada pasien cedera kepala berat

dengan resiko kejang tinggi, seperti pada fraktur impresi, hematom intrakranial dan penderita

dengan amnesia post traumatik panjang

h. Komplikasi sistematik

o Infeksi: profilaksis antibiotik diberikan bila ada resiko tinggi infeksi seperti: pada fraktur

tulang terbuka, luka luar dan fraktur basis kranii. Demam: kenaikan suhu tubuh meningkatkan

metabolisme otak dan menambah kerusakan sekunder, sehingga memperburuk prognosa. Oleh

karena itu setiap kenaikan suhu harus diatasi dengan menghilangkan penyebabnya, disamping

tindakan menurunkan suhu dengan kompres

o Gastrointestinal: pada penderita sering ditemukan gastritis erosi dan lesi gastroduodenal lain,

10-14% diantaranya akan berdarah. Keadan ini dapat dicegah dengan pemberian antasida atau

bersamaan dengan H2 reseptor bloker.

o Kelainan hematologi: kelainan bisa berupa anemia, trombosiopenia, hipo hiperagregasi

trombosit, hiperkoagilasi, DIC. Kelainan tersebut walaupun ada yang bersifat sementara perlu

cepat ditanggulangi agar tidak memperparah kondisi pasien.

i. Neuroproteksi

Adanya waktu tenggang antara terjadinya trauma dengan timbulnya kerusakan jaringan saraf,

memberi waktu bagi kita untuk memberikan neuroprotektan. Manfaat obat-obat tersebut masih

diteliti pada penderita cedera kepala berat antara lain, antagonis kalsium, antagonis glutama dan

sitikolin

9

Page 10: Tugas Tambahan Ujian Stase Neurologi

Tujuan utama dari pengobatan pada cedera kepala adalah menghilangkan atau meninimalkan

kelainan sekunder, karena itu pengendalian klinis dan penanggulannya sangat penting. Adanya

jarak walaupun singkat antara proses primer dansekunder harus digunakan sebaik mungkin,

waktu tersebut dinamakan jendela terapi.

10