tugas sirosis_hepatis.doc

66
TUGAS FARMAKOKINETIKA KLINIK PENATALAKSANAAN SEROSIS HEPATIS BERDASARKAN EVIDANCE BASED NURSING (EBN) OLEH : YAKUB PURNAMA I NYOMAN WAHYU MULYONO RENI AMALIANI N INDRIANI TASRIM JUNETY LEBANG EVA DWI WULANDARI MULIYANI HARLI NURJANNAH 1

Upload: aqubs-jaka-suara

Post on 23-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

TUGAS

FARMAKOKINETIKA KLINIK

PENATALAKSANAAN SEROSIS HEPATIS

BERDASARKAN EVIDANCE BASED NURSING (EBN)

OLEH :

YAKUB PURNAMA

I NYOMAN WAHYU

MULYONO

RENI AMALIANI N

INDRIANI TASRIM

JUNETY LEBANG

EVA DWI WULANDARI

MULIYANI HARLI

NURJANNAH

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

K E N D A R I

2 0 1 4

1

A. ANATOMI DAN HISTOLOGI HATI

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar

pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di

kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.

Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah

diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.

Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh

peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava

inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak

diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari

dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa

ligamen.

Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis

2. Ligamentum teres hepatis

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis

4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-ka

5. Ligamentum triangularis ki-ka.

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan

epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum

toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti

2

ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5

tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara

topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

Secara Mikroskopis

Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan

jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam

parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris.

Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam

lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh

kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-

kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya

terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang

artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang

lain .Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat

dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam

lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang

dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di

bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut

traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang

v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan

mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan

Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-

3

sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan

mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih

besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.

4

B. FISIOLOGI HATI

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi

tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa

fungsi hati yaitu :

1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

5

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein

saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap

dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis.

Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan

glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut

glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama

glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa

monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa

mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari

nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3

karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus

mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa

komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES

2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak

dan gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

6

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi

kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan

metabolisme lipid

3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan

proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam

amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari

bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk

plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea

merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di

dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya

dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM

66.000

4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang

berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen,

protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah

yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung

yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat

pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K

dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

7

5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada

proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai

macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai

bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi

∂ - globulin sebagai imun livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang

normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di

dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke

hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh

persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik

matahari shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan

aliran darah.

C. GANGGUAN PADA HATI ( SIROSIS HEPATIS)

Pengertian sirosis hati

Sirosis Hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang

ditandai dengan perubahan histopatologi. Perubahan histopatologi yang terjadi

8

menyebabkan peninggian tekanan pembuluh darah pada sistem vena porta.

Sebagai akibat dari peninggian tekanan vena porta, terjadi varises esophagus dan

bila pecah terjadi muntah darah warna hitam (hematemesis).

Sirosis hepatis adalah penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi seluruh

pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan

menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan fibrosis disekitar parenkim hati

yang mengalami regenerasi.

Insiden

Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki

dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan rata-rata umur terbanyak yang

mengalami adalah usia 30 – 59 tahun.

Penyebab sirosis hepatis

Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama

didunia barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari

konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis

melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum

setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor)

atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan

sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, dari hati

berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih

serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang

9

lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver

disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic

steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD

mempunyai bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah

nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-individu yang

tidak mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol yang berlebihan namun dalam

banyak aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan

apa yang dapat terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang

berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi

insulin, yang pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan

diabetes mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari

resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah

penyakit hati yang paling umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk

24% dari semua penyakit hati.

1. Sirosis Kriptogenik, Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh

penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum

untuk pencangkokan hati. Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic

cirrhosis) karena bertahun-tahun dokter-dokter telah tidak mampu untuk

menerangkan mengapa sebagain dari pasien-pasien mengembangkan sirosis.

Dokter-dokter sekarang percaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh

NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan,

diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam

10

hati dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan

timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk dokter-dokter untuk

membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu

yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis

kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada

hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati

untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan

bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu risiko mengembangkan

sirosis yang serupa seperti pasien-pasien dengan infeksi virus hepatitis C yang

tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke sirosis dari NASH

diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada pasien-

pasien pada umur enampuluhannya.

2. Hepatitis Virus Yang Kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau

hepatitis C virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien

dengan hepatitis virus tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis.

Contohnya, mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A

sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa

mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa

pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-

pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang

kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan

menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati.

11

3. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan berakibat pada

akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakkan

jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang abnormal

(hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis,

pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah

besi yang berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada

organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis,

kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi

(kelainan fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan rangsangan

seksual. Perawatan ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ

dengan mengeluarkan besi dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada

penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-

protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu, tembaga

berakumulasi dalam hati, mata-mata, dan otak. Sirosis, gemetaran, gangguan-

gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan syaraf lainnya terjadi

jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah dengan obat-obat

oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi dari tubuh didalam

urin.

4. Primary biliary cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan

oleh suatu kelainan dari sistim imun yang ditemukan sebagian besar pada

wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan

perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati.

12

Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui

empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh

hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan

penyerapan lemak dalam usus, dan juga campuran-campuran lain yang adalah

produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan

mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama

dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh empedu membuat saluran

empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh kecil empedu

menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika

peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh

empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan.

Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis)

terbentuk dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang

digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek

keracunan dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis.

5. Primary sclerosing cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum

yang seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan radang borok usus

besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi

meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu

menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice

(kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa

pasien-pasien, luka pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai

13

suatu akibat dari operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis pada

hati.

6. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu

kelainan sistim imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita.

Aktivitas imun yang abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan

peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif,

menjurus akhirnya pada sirosis.

7. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia)

dan akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan

kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus

pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,

ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka

parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).

8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi

yang tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-

racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian

tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu

parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit

hati dan sirosis.

14

Klasifikasi Sirosis Hati

Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :

Skor/parameter 1 2 3

Bilirubin(mg %) < 2,0 2 - < 3 > 3,0

Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8

Protrombin time (Quick %) > 70 40 - < 70 < 40

Asites 0 Min. – sedang

(+) – (++)

Banyak (+++)

Hepatic Ensephalopathy Tidak ada Stadium 1 & 2 Stdium 3 & 4

Gejala sirosis hati

Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi.

Sirosis Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah

Child A, Child B, hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala

yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak

nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan

penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat

palmar eritem, spider nevi.

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:

1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam

darah

15

2. Asites, edema pada tungkai

3. Hipertensi portal

4. Kelelahan

5. Kelemahan

6. Kehilangan nafsu makan

7. Gatal

8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh

hati yang sakit.

Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam

amino rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin

digunakan sebagai sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber

energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan

sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai

massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan

cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan

penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.

Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari

disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus

dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang,

cukup kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites

perlu diet rendah protein dan rendah garam.

Patofisologi Sirosis Hati

16

Hubungan hati terhadap darah adalah unik. Tidak seperti kebanyakan

organ-organ tubuh, hanya sejumlah kecil darah disediakan pada hati oleh arteri-

arteri. Kebanyakan dari penyediaan darah hati datang dari vena-vena usus ketika

darah kembali ke jantung. Vena utama yang mengembalikan darah dari usus

disebut vena portal (portal vein). Ketika vena portal melewati hati, ia terpecah

kedalam vena-vena yang meningkat bertambah kecil. Vena-vena yang paling

kecil (disebut sinusoid-sinusoid karena struktur mereka yang unik) ada dalam

kontak yang dekat dengan sel-sel hati. Faktanya, sel-sel hati berbaris sepanjang

sinusoid-sinusoid. Hubungan yang dekat ini antara sel-sel hati dan darah dari vena

portal mengizinkan sel-sel hati untuk mengeluarkan dan menambah unsur-unsur

pada darah. Sekali darah telah melewati sinusoid-sinusoid, ia dikumpulkan dalam

vena-vena yang meningkat bertambah besar yang ahirnya membentuk suatu vena

tunggal, vena hepatik (hepatic veins) yang mengembalikan darah ke jantung.

Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-

sel hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan

dan mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan

yang normal dan intim dengan darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel

hati untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah. Sebgai

tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah melalui

hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah

melalui hati, darah tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal

meningkat, suatu kondisi yang disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada

17

aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal

mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan

tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu

untuk menambah atau mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang

membypassnya. Merupakan kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang

dikurangi, kehilangan kontak normal antara darah yang melewati hati dan sel-sel

hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus pada banyaknya manifestasi-

manifestasi dari sirosis. Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan

aliran darah porta dan peningkatan resistensi vena portal (1). Hipertensi portal

dapat terjadi jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12

mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7

mmHg (2). Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya

hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena

splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena

obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan

tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra

hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan

obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).

Diagnosis hipertensi portal ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, laboratorium, endoskopi, pencitraan, biopsi hati dan

pengukuran tekanan vena porta. Usaha penyelamat hidup seperti tindakan

18

pembedahan endoskopik atau pemberian obat-obatan terus berkembang. Untuk

dapat mengelola dengan baik, diagnosis yang tepat merupakan syarat mutlak.

Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan

penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis.

Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila

terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas

harga normal. Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan

supra hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70%

hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya

tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik

lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak

mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.

Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati

dan saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Empedu adalah suatu cairan

yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang mempunyai dua fungsi yang penting:

membantu dalam pencernaan dan mengeluarkan dan menghilangkan unsur-unsur

yang beracun dari tubuh. Empedu yang dihasilkan oleh sel-sel hati dikeluarkan

kedalam saluran-saluran yang sangat kecil yang melalui antara sel-sel hati yang

membatasi sinusoid-sinusoid, disebut canaliculi. Canaliculi bermuara kedalam

saluran-saluran kecil yang kemudian bergabung bersama membentuk saluran-

saluran yang lebih besar dan lebih besar lagi. Akhirnya, semua saluran-saluran

bergabung kedalam satu saluran yang masuk ke usus kecil. Dengan cara ini,

19

empedu mencapai usus dimana ia dapat membantu pencernaan makanan. Pada

saat yang bersamaan, unsur-unsur beracun yang terkandung dalam empedu masuk

ke usus dan kemudian dihilangkan atau dikeluarkan dalam tinja (feces). Pada

sirosis, canaliculi adalah abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi

hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-

sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur

beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu

tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.

Ada tiga jenis pembuluh darah yaitu arteri, vena dan kapiler. Arteri

membawa darah dari jantung dan mendistribusikannya ke seluruh jaringan tubuh

melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil (diameter < 0,1 mm) disebut

arteriola. Persatuan antara cabang-cabang arteri disebutanastomosis. End artery

anatomic yang cabang-cabang terminalnya tidak beranastomosis dengan cabang-

cabang arteri yang mendarahi daerah yang berdekatan. End artery fungsional

adalah pembuluh darah yang cabang-cabangnya beranatomosis dengan cabang-

cabang terminal arteri yang ada di dekatnya, tetapi besarnya anatomosis tidak

cukup untuk mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri

tersumbat. Vena adalah pembuluh yang membawa darah kembali ke jantung,

banyak diantaranya mempunyai katup. Vena terkecil disebut venula. Vena yang

lebih besar atau muara-muaranya, bergabung membentuk vena yang lebih besar

dan biasanya membentuk hubungan satu dengan yang lain menjadi plexus

venosus. Arteri propunda yang berukuran sedang sering diikuti oleh dua buah

20

vena, masing-masing berjalan di sisinya disebut venae comitantes. Vena yang

keluar dari trachtus gastrointestinal tidak langsung menuju ke jantung tetapi

bersatu membentuk vena porta. Vena ini masuk ke hati dan kembali bercabang-

cabang menjadi vena yang ukurannya lebih kecil dan akhirnya bersatu dengan

pembuluh menyerupai kapiler di dalam hati yang disebut sinusoid. Sistem portal

adalah sistem pembuluh yang terletak diantara dua jejari kapiler. Anastomosis

portal-sistemik. Oeshophagus mempunyai tiga buah penyempitan anatomis dan

fisiologis. Yang pertama di tempat faring bersatu dengan ujung atas oeshopagus,

yang kedua di tempat arcus aorta dan bronkus sinister menyilang permukaan

anterior oeshophagus dan yang ketiga terdapat di tempat oeshopagus melewati

diaphragma untuk masuk kegaster. Penyempitan-penyempitan ini sangat penting

dalam klinik karena merupakan tempat benda asing yang tertelan tertambat atau

alat esofagoskop sulit dilewatkan. Karena jalannya makanan atau minuman lebih

lambat pada tempat-tempat ini, maka dapat timbul striktura atau penyempitan di

daerah ini setelah meminum cairan yang mudah terbakar dan kororsif atau

kaustik. Penyempitan ini juga merupakan tempat yang lazim untuk kanker

oeshopagus. Dalam keadaan normal, darah di dalam vena portae hepatis melewati

hati dan masuk ke vena cava inferior, yang merupakan sirkulasi vena sistemik

melalui venae hepaticae. Rute ini merupakan jalan langsung. Akan tetapi, selain

itu terdapat hubungan yang lebih kecil di antara sistem portal dan sistem sistemik,

dan hubungan penting jika hubungan langsung tersumbat.

21

1. Pada sepertiga bawah oeshophagus, rami oeshophagei vena gastrica sinistra

(cabang portal) beranastomosis dengan venae oesophageales yang

mengalirkan darah dari sepertiga tengah oeshopagus ke vena azygos (cabang

sistemik).

2. Pada pertangaan atas canalis analis, vena rectalis superior (cabang portal)

yang mengalirkan darah dari setengah bagian atas canalis analis dan

beranastomosis dengan vena rectalis media dan vena rectalis inferior (cabang

sistemik), yang masing-masing merupakan cabang vena iliaca interna dan

vena pudenda interna.

3. Vanae paraumbilicales menghubungkan ramus sinistra vena portae hepatis

dan venae superficiales dinding anterior abdomen (cabang sistemik). Venae

para umbilicales berjalan di dalam ligamentum falciforme dan ligamentum

teres hepatis.

4. Vena-vena colon ascendens, colon descendens, duodenum, pancreas, dan

hepar (cabang portal) beranastomosis dengan vena renalis, vena lumbalis, dan

venae phrenicae (cabang sistemik). Sirkulasi portal di mulai dari vena-vena

yang berasal dari lambung, usus, limpa dan pankreas, vena porta, hepar, vena

hepatika, dan vena cava. Vena-vena yang membentuk sistem portal adalah

vena porta, vena mesenterika superior dan inferior, vena splanikus dan

cabang-cabangnya. Vena porta sendiri dibentuk dari gabungan vena splanikus

dan vena mesenterika superior. Vena porta membawa darah ke hati dari

lambung, usus, limpa, pankreas, dan kandung empedu. Vena mesenterika

22

superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari usus halus, kaput pankreas,

kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak mempunyai katup

dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen sirkulasi hati dan sisanya oleh

arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang

selanjutnya ke vena kava inferior. Vena porta terbentuk dari lienalis dan vena

mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini

mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan

usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah di observasi

oleh mukosa dan usus halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm. Yang satu

dengan yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh

darah ke hati, cabang vena porta arteri hepatika dan saluran empedu

dibungkus bersama oleh sebuah balutan dan membentuk saluran porta. Darah

berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap lobulus

disaluri oleh sebuah pembuluh Sinusoid darah atau kapiler hepatika.

Pembuluh darah halus berjalan di antara lobulus hati disebut Vena

interlobuler. Dari sisi cabang-cabang kapiler masuk ke dalam bahan lobulus

yaitu Vena lobuler. Pembuluh darah ini mengalirkan darah dalam vena lain

yang disebut vena sublobuler, yang satu sama lain membentuk vena hepatica.

Empedu dibentuk di dalam sela-sela kecil di dalam sel hepar melalui kapiler

empedu yang halus/korekuli. Dengan berkontraksi dinding perut berotot pada

saluran ini mengeluarkn empedu dari hati. Dengan cara berkontraksi, dinding

perut berotot pada saluran ini mengeluarkanempedu.

23

Komplikasi-Komplikasi Sirosis Hepatis

1. Edema dan ascites

Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal

untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air

pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-

pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau

duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema

merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu

pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit

yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan.

Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja, seperti dari pita elastik kaos kaki,

mungkin cukup untk menyebabkan pitting). Pembengkakkan seringkali

memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang

dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilnagan efek-efek gaya berat

ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air

yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara

dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites)

menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan

yang meningkat.

2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna

untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung

24

suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan

baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh

atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana

mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak

mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih

banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites.

Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai

spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah

suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan

SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam,

kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya

ascites.

3. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)

Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang

kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena

portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup

tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena

dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang

paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang

melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari

lambung.

25

Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan

yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan

lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan

gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih

mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam

kerongkongan (esophagus) atau lambung.

Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa

perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-

varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur

dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang

belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces

yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah

ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic

dizziness) atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam

tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring). Perdarahan

juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam

usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-

sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan

yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang

tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.

26

4. Hepatic encephalopathy

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari

pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara

normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan

mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan

kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh.

Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-

efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus

didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-

detoksifikasi (dihliangkan racunnya).

Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak

dapat berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah

kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa

dari darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat

dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat

dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun

berakumulasi dalam darah.

Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah,

fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic

encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan

dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari

hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,

27

ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan,

kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang

tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan

koma dan kematian.

Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien

dengan sirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi

secara normal oleh hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal

di-detoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu penambahan

racun pada sirosis, terutama obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat

yang digunakan untuk memajukan tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin

digunakan yang tidak perlu di-detoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh

hati, contohnya, obat-obat yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.

5. Hepatorenal syndrome

Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan

hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius

dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi

dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai

gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam

cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome

didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk

membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin

yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-

28

ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara atau dipertahankan. Jika fungsi

hati membaik atau sebuah hati yang sehat dicangkok kedalam seorang pasien

dengan hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal biasanya mulai bekerja secara

normal. Ini menyarankan bahwa fungsi yang berkurang dari ginjal-ginjal

adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun dalam darah ketika hati

gagal. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara

berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan. Yang lainnya terjadi secara

cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.

6. Hepatopulmonary syndrome

Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat

mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat

mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas

pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara

abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah

mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang

berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah

yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat

mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya

pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.

29

7. Hypersplenism

Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter)

untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih,

dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan

darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan

darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal

naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah

tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam

ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya,

limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.

Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih

banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam

darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel

darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah

(leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia).

Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada

infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah

dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).

30

8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)

Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko

kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk

pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah

satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes)

ke hati.

Pemeriksaan Diagnostik :

Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan

jaringan hati

Kolesistogrfai/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu

yang mungkin sebagai factor predisposisi.

Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus

Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system

vena portal

Pemeriksaan Laboratorium :

Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase,

Albumin serum, Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen,

BUN, Amonia serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan

nutrient, Urobilinogen urin, Urobilinogen fekal.

Penatalaksanaan

31

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

32

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup kalori,

protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi : Misalnya pada sirosis hati akibat

infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah

dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis

C kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :

a) kombinasi IFN dengan ribavirin

b) terapi induksi IFN

c) terapi dosis IFN tiap hari

Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x

seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat

badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan

untukjangka waktu 24-48 minggu.

Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang

lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang

dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan

atau tanpa kombinasiRIB

Terapi dosis interferon setiap hari.

33

Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai

HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi

komplikasi seperti ;

1. Astises

2. Spontaneous bacterial peritonitis

3. Hepatorenal syndrome

4. Ensefalophaty hepatic

Astises

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

a. Istirahat

b. diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat

dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila

gagal maka penderita harus dirawat.

c. Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani

diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat

badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu

komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalem dan hal ini

dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utamadiuretic

adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat

dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis

34

maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan

dengan furosemid.

d. Terapi lain :

Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan

pengobatan konservatif. Pada keadaandemikian pilihan kita adalah

parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10

liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6

– 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Prosedur ini tidak dianjurkan

pada Child’s C protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl,

trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10

mmol/24 jam.

Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan

parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan

asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati

stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyaki timbul selama

masa perawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90%

Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan

mikroba ini beraasal dari usus. Pengobatan SBP dengan memberikan

Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari,

atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk

Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari)selama 2-3 minggu.

35

Hepatorenal Sindrome

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang

berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan

elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat

dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta

menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.Pilihan terbaik adalah transplantasi

hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.

Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai

keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :

a. Pasien diistirahatkan daan dpuasakan

b. Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

c. Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali

kegunaannya yaitu untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,

pemberian obat-obatan, evaluasi darah.

d. Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K,

Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

Ensefalopati Hepatik

36

Penentuan diet pada penderita sirosis hati sering menimbulkan dilema.

Di satu sisi, diet tinggi protein untuk memperbaiki status nutrisi akan

menyebabkan hiperamonia yang berakibat terjadinya ensefalopati. Sedangkan

bila asupan protein rendah maka kadar albumin dalam darah akan menurun

sehingga terjadi malnutrisi yang akan memperburuk keadaan hati. Untuk itu,

diperlukan suatu solusi dengan nutrisi khusus hati, yaitu Aminoleban Oral.

Aminoleban Oral mengandung AARC kadar tinggi serta diperkaya dengan

asam amino penting lain seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi

khusus hati ini akan menjaga kecukupan kebutuhan protein dan

mempertahankan kadar albumin darah tanpa meningkatkan risiko terjadinya

hiperamonia. Pada penderita sirosis hati yang dirawat di rumah sakit,

pemberian nutrisi khusus ini terbukti mempercepat masa perawatan dan

mengurangi frekuensi perawatan. Dengan nutrisi khusus ini diharapkan status

nutrisi penderita akan terjaga, mencegah memburuknya penyakit hati, dan

mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas serta harapan

hidup penderita juga akan membaik.

Manajemen Nutrisi

Diet Garam Rendah I (DGR I)

Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan

atau atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan

garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar

Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah 200-400 mg Na.

37

Diet Hati I (DH I)

Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma

sudah dapat diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat

keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak.

Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk

mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang (Branched

Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat

digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan

maksimal 1 L/hari. Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan

tiamin; karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut

beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam

rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik,

diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan energi, selain

makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.

Diet Hati II (DH II)

Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II

kepada pasien dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien,

makanan diberikan dalam bentuk lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat

badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan energi total) dalam bentuk

yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi,

vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi

garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila

38

asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam

I.

Diet Hati III (DH III)

Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II

atau kepada pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis

Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat

menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat.

Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati

III Garam Rendah I

Penanganan Sirosis Hati Berdasarkan Evidence Based (EBN)

1. Diet tempe pada sirosis hati sebagai upaya meningkatkan kadar albumin dan

perbaikan ensefalopati hepatic. Pada penelitian ini membandingkan antara diet

hati II dan III (diet konvensional) dengan diet tempe dalam meningkatkan

kadar albumin darah dan menurunkan derjat ensepalohetik selama 20 hari.

Dan hasilnya diet tempe dapat meningkatkan albumin darah, menurunkan

ammonia dalam darah, meningkatkan psikomotor dan menurunkan

ensefalopatik hepatic.

2. Diet masukan protein pada pasien ensefalohepatik dan Sirosis hepatic yang

dilakukan oleh beberapa ahli gizi. Dari beberapa ahli gizi berbeda pendapat

mengenai batasan protein yang diberikan pada pasien sirosis hepatic, namun

pada pelaksaannya tetap mengacu pada konsesnsus ESPEN tentang nutrisi

pada pasien dengan penyakit hati yang kronik, yaitu :

39

Kondisi Klinis Energi/Non protein

(K.cal/Kg)

Protein (g/Kg)

Sirosis yang dapat

mengkompensasi

komplikasi.

25 – 35 1,0 – 1,2

Intake yang tidak adekuat

dan malnutrisi

35 – 40 1,5

Ensepalopathy I – II 25 – 35 Pada fase transisi 0,5

kemudian 1,0 – 1,5 , jika

ditoleransi : diberikan

protein nabati. Suplemen

BCAA

Ensepalopathy III –IV 25 – 35 0,5 – 1,2, Suplemen

BCAA

Jika menggunakan nutrisi parenteral , kalori non protein yang didalamnya

terkandung lemak dan glukosa sekitar 35 – 50 %.

DAFTAR PUSTAKA

40

Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive outcome. St.Louis : Elvier Saunders

Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition. Philadelpia : Lippincott William & Wilkins

Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby

McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). USA: Mosby

Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Ratnasari, Nurdjanah. 2001. Diet tempe kedelai pada penderita sirosis hepatic sebagai upaya meningkatkan albumin dan perbaikan ensefalopati hepatic. Jurnal Cermin kedokteran. Jakarta : Temprint

Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.

Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3 mei 2009Dari :

41