tugas milis hukum pertanahan
TRANSCRIPT
-
8/7/2019 Tugas Milis Hukum Pertanahan
1/9
Dari berbagai sumber
HAK ULAYAT
SEKILAS SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah hukum pertanahan di Indonesia tidak terlepas dari hak ulayat. Jauh sebelum
terciptanya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
masyarakat hukum adat kita telah mengenal hak ulayat. Hak ulayat sebagai hubungan hukum
yang konkret, pada asal mulanya diciptakan oleh nenek moyang secara komunal (bersama) atau
Kekuatan Gaib, pada waktu meninggalkan atau menganugerahkan tanah yang bersangkutan
kepada orang-orang yang merupakan kelompok tertentu (Boedi Harsono, 1999). Hak ulayat itu
sendiri bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat hukum adat.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada pemerintah
sebagai penyelenggara negara untuk dapat mengelola bumi, air dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Yang dimaksud
dengan rakyat adalah seluruh penduduk Indonesia termasuk di dalamnya masyarakat adat.
Berbicara mengenai masyarakat adat atau masyarakat hukum adat, tidak bisa dilepaskan
dengan adanya hak ulayat. Pasal 3 UUPA menetapkan bahwa hak ulayat dan hak-hak yang
serupa itu dari masyarakat hukum adat masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat hukum adat
yang bersangkutan sepanjang hak ulayat itu menurut kenyataannya masih ada.
-
8/7/2019 Tugas Milis Hukum Pertanahan
2/9
Dari berbagai sumber
Pada Pasal 1 ayat (1) Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 5/1999 pengertian hak ulayat
dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat (untuk selanjutnya disebut hak ulayat), adalah
kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas
wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari
sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan
kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun menurun dan tidak
terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
Hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, didefinisikan
sebagai kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai masyarakat hukum adat tertentu yang
merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam,
termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul
dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat
hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
BAB II
PEMBAHASAN
Hak ulayat, sebutan yang dikenal dalam kepustakaan Hukum Adat dan dikalangan
masyarakat hukum adat diberbagai daerah dikenal dengan nama yang berbeda-beda, merupakan
hak penguasaan yang teringgi atas tanah dalam hukum adat, yang meliputi semua tanah yang
termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyrakat hukum adat tertentu, yang merupakan
tanah kepunyaan bersama para warganya. Hak ulayat mengandung 2 unsur yaitu unsur hukum
perdata (hak kepunyaan bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan atas
tanah ulayat, yang dipercayai berasal mula-mula sebagai peninggalan nenek moyang mereka dan
merupakan karunia suatu kekuatan gaib, sebagai pendukung utama kehidupan dan penghidupan
serta lingkungan hidup seluruh warga masyrakat hukum adat itu) dan unsur hukum publik
(kewenangan untuk mengelola dan mengatur peruntukan, penggunaan, dan penguasaan tanah
ulayat tersebut, baik dalam hubungan intern dengan wargannya sendiri maupun ekstern dengan
orang-orang bukan warga atau orang luar.
-
8/7/2019 Tugas Milis Hukum Pertanahan
3/9
Dari berbagai sumber
Seperti telah disebutkan bahwa pengakuan tentang keberadaan masyarakat hukum adat
beserta hak ulayatnya tertuang dalam Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28i ayat (3) UUD 1945,
namun dalam kenyataannya pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisional, yang biasa disebut hak ulayat, seringkali tidak konsisten dalam pelaksanaan
pembangunan nasional. Titik berat hak ulayat adalah penguasaan atas tanah adat beserta
seluruh isinya oleh masyarakat hukum adat. Penguasaan di sini bukanlah dalam arti memiliki
tetapi hanya sebatas mengelola.
Pada dasarnya pelaksanaan hak ulayat (sepanjang kenyataan masih ada) dilakukan oleh
masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Ada 3 kriteria dan penentuan terkait adanya hak
ulayat, yaitu unsur masyarakat adat, unsur wilayah, unsur hubungan antara masyarakat tersebut
dengan wilayahnya. Namun dalam perkembangan dinamika kehidupan, keeksistensian hak ulayat
di Indonesia masih terus dipertanyakan. Terus dipertanyakan karena pada dasarnya masih
terdapat beberapa kasus di daerah yang membuat masyarakat adat yang berhak atas hak ulayat
mereka dirampas oleh segelintir kepentingan pihak-pihak tertentu yang berkuasa bahkan
pemerintah. Alasan pembangunan untuk mengambil tanah rakyat, sudah sering kali digunakan
pemerintah dan pihak penguasa (pengusaha). Apalagi sekarang muncul RUU Pengadaan Tanah
yang sedang digodok di DPR untuk kemudian dijadikan UU. Tentu saja ini membuat masyarakat
hukum adat sebagai pihak yang berhak atas hak ulayat mereka, semakin tergusur keberadaanya
oleh karena adanya RUU yang memihak kepada pihak penguasa (dicurigai karena RUU tersebut
sebagai regulasi pesanan para pengusaha). Dapat digambarkan dalam RUU ini adanya legitimasi
penggusuran tanah rakyat (hak ulayat dalam hal ini) tanpa mekanisme perlindungan korban. RUU
ini mensyaratkan kepemilikan dengan bukti sertifikat yang menjadi dasar ganti rugi. Padahal,
sebagian besar tanah rakyat tak dilengkapi dengan dokumen hukum yang lengkap yang dalam hal
ini adalah hak ulayat masyarakat hukum adat. Bayangkan, sampai 2008 baru sekitar 39 juta dari
85 juta bidang tanah yang bersertifikat. Data ini belum termasuk tanah di kawasan hutan (hak
ulayat) yang dikuasai masyarakat adat. Artinya, bila RUU ini diberlakukan, 60% rakyat akan
digusur tanpa adanya ganti rugi. Hak ulayat sebenarnya bukan milik pemerintah dan bukan pula
milik orang tertentu, karena tanah ini diadakan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh
-
8/7/2019 Tugas Milis Hukum Pertanahan
4/9
Dari berbagai sumber
masyarakat, sehinngga tiadanya kepemilikan berarti bahwa semua masyarakat boleh
memanfaatkan tanah itu untuk kepentingannya.
BAB IIIKESIMPULAN
Saya dan mungkin sebagian besar rakyat yang tentunya masyrakat hukum adat
berharap keeksistensian hak ulayat di Indonesia dapat terjamin agar terciptanya
kesejahteraan rakyat yang merata. Karena kita ketahui pengakuan hak ulayat dalam Pasal 3
UUPA adalah sangat tegas yang menjadi dasar kuat bagi masyarakat hukum adat untuk
menguasai, mengatur, dan memanfaatkan hak ulayatnya. Selain itu pula, dalam membuat
RUU, pemerintah diharapkan mampu menyajikan RUU yang dapat menjaga intergrasi
(keutuhan kesatuan) dan mampu memperpendek jurang antara yang kuat (pihak penguasa)
dengan yang lemah (masyarakat hukum adat) serta memberi proteksi khusus kepada
golongan yang lemah dalam berhadapan dengan golongan yang kuat. Sehingga apa yang
dibuat dan kemudian disajikan oleh pemerintah melalui RUU kepada rakyat, rakyat tidak
selalu suudzdzan (curiga/berprasangka buruk) bahwa produk hukum tersebut diproses
secara licik, kucing-kucingan, dan transaksi di tempat gelap, melainkan produk hukum yang
aspiratif, fair, transparan, dan akuntabel.
Tugas Mata Kuliah : Hukum Pertanahan
Dosen : Diana Napitupulu, SH., MH., M.Kn
Disusun oleh : Eka Fridonal Bello (0940050904)
-
8/7/2019 Tugas Milis Hukum Pertanahan
5/9
Dari berbagai sumber
WAKAF TANAH: PERLUNYA SERTIFIKASI
BAB I
PENDAHULUAN
Wakaf adalah adalah perbuatan yang dilakukan wakif (pihak yang melakukan wakaf)
untuk menyerahkan sebagian atau untuk keseluruhan harta benda yang dimilikinya untuk
kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat untuk selama-lamanya.
Obyek wakaf yang dapat diwakafkan adalah benda bergerak maupun benda tidak
bergerak yang dimiliki secara utuh dan dimiliki secara sah oleh pihak yang akan melakukan wakaf
(wakif). Obyek wakaf benda tidak bergerak dapat dalam bentuk tanah, hak milik atas rumah,
atau hak milik atas rumah susun. Sementara untuk obyek wakaf benda bergerak dapat dengan
bentuk uang.
Syarat wakaf yang menjadi syarat utama agar dapat sahnya suatu akad wakaf adalah
seorang wakif telah dewasa, berakal sehat, tidak berhalangan membuat perbuatan hukum, dan
pemilik utuh dan sah dari harta benda yang diwakafkan.
Akad wakaf yang diikrarkan seorang wakif harus disaksikan oleh dua orang saksi dan
pejabat pembuat akta wakaf. Ikrar akad wakaf dilaksanakan dengan ikrar dari wakif untuk
menyerahkan harta benda yang dimiliki secara sah untuk diurus oleh nazhir (orang yang
mengurus harta wakaf) demi kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat.
-
8/7/2019 Tugas Milis Hukum Pertanahan
6/9
Dari berbagai sumber
Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah, perbuatan hukum seseorang atau kelompok
orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (pasal
215) Dalam pelaksanaannya, wakaf harus memenuhi unsur-unsur wakaf. Dalam Pasal 6 UU No.41 Tahun
2004 dikatakan, unsur wakaf:
1. Wakif2. Nazhir3. Harga Benda Wakaf4. Ikrar Wakaf5. Peruntukan harta benda wakaf6. Jangka waktu wakaf
BAB II
PEMBAHASAN
Wakaf merupakan perbuatan hukum yang dilakukan wakif untuk memisahkan atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamamya atau jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingan untuk kesejahteraan menurut syariah. Tanah yang telah
diwakafkan, dapat dimanfaatkan untuk sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan
pendidikan serta kesehatan, bantuan pada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa,
kemajuan dan peningkatan ekonomi umat atau kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
Tanah wakaf sangat banyak ditemui di Indonesia, tetapi banyak dari tanah wakaf
tersebut belum memiliki sertifikat yang menerangkan keberadaan pewakafan tanah tersebut.
Akibatnya banyak ahli waris wakif (pemberi wakaf) mengklaim tanah yang dikelola nadzir
(penerima dan pengelola wakaf) adalah miliknya, sehingga setiap saat bisa dialihfungsikan ataudiambil. Jika sudah demikian kejadiannya, nazhir tak akan mampu melakukan perlawanan dan
mempertahankan tanah wakaf tersebut. Menurut pengembangan zakat dan wakaf Departemen
Agama (Depag), langkah pengamanan yang wajib dilakukan, nazhir harus memiliki dan mengurus
sertifikat tanah wakaf. Sertifikat tanah wakaf ini dapat dibuat di kantor urusan Agama dengan
-
8/7/2019 Tugas Milis Hukum Pertanahan
7/9
Dari berbagai sumber
menghadirkan nazhir serta beberapa orang saksi. Sertifikat atau akta tanah ini dapat menjadi
pegangan bagi nazhir bahwa tanah yang dikelolanya benar-benar tanah wakaf dan tidak akan ada
konflik di kemudian hari. Pejabat yang berwenang yang ditetapkan menteri untuk membuat akta
wakaf ialah Pejabat Pembuat Akta IkrarWakaf (PPAIW).
Sehari sebelum masa tugasnya berakhir, Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar
menandatangani Keputusan Bersama dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No.422
tahun 2004 dan No.3/SKB/BPN/2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. Nota kerjasama
ditandatangi Said Agil Husin al Munawar dan Kepala BPN Luthfi Ibrahim Nasoetion di kantor
Departemen Agama, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Kerjasama ini dilakukan menyusul lahirnya Undang-Undang Wakaf. Sebab masalah yang
sangat mendasar setelah lahirnya UU Wakaf adalah perlindungan dan pengamanan terhadap
tanah wakaf, kata Said Agil. Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bimas Islam
dan Penyelenggaraan Haji, Taufiq Kamil, yang mengatakan masih banyak tanah wakaf yang belum
memiliki aspek legal, alias belum bersertifikat.
Akibat ketiadaan bukti tertulis ini, menurut Said Agil, banyak tanah wakaf yang
terlantar atau bahkan beralih ke pihak ketiga. Berdasarkan catatan, saat ini terdapat 105.147
persil tanah wakaf yang belum bersertifikat di seluruh Indonesia. Angka ini setara dengan
26,04% dari jumlah seluruh tanah wakaf yang ada.
Dengan keluarnya putusan ini, kata Said Agil, pihak departemennya di pusat dan daerah
punya tanggungjawab melakukan inventarisasi letak dan batas tanah wakaf. Untuk bidang-bidang
tanah wakaf yang telah jelas letak dan batasnya, dipercepat penyelesaian Akta Ikrar Wakaf-
nya. Dan dengan ditekennya kerjasama dengan BPN, Said Agil mengharapkan agar penyelesaian
sertifikat tanah wakaf yang telah diajukan ke kantor pertanahan, akan diprioritaskan. Dana
untuk pendataan, inventarisasi dan sertifikasi tanah wakaf ini disediakan oleh Departemen
Agama. Menyusul kesepakatan, Departemen Agama dan Kepala BPN akan membentuk tim teknis
dan tim kerja untuk koordinasi sertifikasi tanah wakaf.
-
8/7/2019 Tugas Milis Hukum Pertanahan
8/9
Dari berbagai sumber
Persyaratan yang wajib dipenuhi untuk mendaftarkan tanah wakaf adalah menyerahkan
sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya. Selain itu
juga harus menyerahkan surat pernyataan dari wakif bahwa tanah tersebut tidak dalam
sengketa, ikatan sitaan dan tidak dijaminkan di bank yang diketahui lurah atau pejabat
setingkat lainnya yang diperkuat camat. Tatacara pendaftaran sertifikat tanah wakaf harus
dilakukan berdasarkan akta ikrar wakaf atau akta pengganti akta ikrar wakaf. Terhadap tanah
yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama nazhir. Untuk tanah
yang hanya sebagian diwakafkan, harus terlebih dahulu melakukan pemecahan sertifikat hak
atas tanah, baru kemudian didaftrakan sebagai tanah wakaf atas nama nazhir. Bila tanah
tersebut berstatus hak milik, atau bekas tanah adat, dapat langsung menjadi tanah wakaf.
Tanah yang sudah terdaftar dengan hak lain ditingkatkan terlebih dahulu statusnya menjadi hakmilik baru kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf. Tanah yang sudah diwakafkan dilarang
dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk
pengalihan hak lainnya. Tanah yang sudah diwakafkan hanya dapat diubah peruntukannya bila
digunakan untuk kepentingan umum sesuai RUTR (Rencana Umum Tata Ruang), setelah
memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan badan Wakaf Indonesia. Bila tanah
wakaf telah diubah statusnya, wajib ditukar dengan harta benda yang bermanfaat dan nilai
tukarnya sama dengan benda wakaf semula.
BAB III
KESIMPULAN
Karena telah adanya UU No. 41/2004 tentang Wakaf, diharapkan tanah-tanah yang
diwakafkan oleh wakif di seluruh Indonesia, dapat terjamin peruntukannya demi kepentingan
kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan, bantuan pada fakir miskin,
anak terlantar, yatim piatu, beasiswa, kemajuan dan peningkatan ekonomi umat atau kemajuan
kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-
undangan.
-
8/7/2019 Tugas Milis Hukum Pertanahan
9/9
Dari berbagai sumber
Tugas Mata Kuliah : Hukum Pertanahan
Dosen : Diana Napitupulu, SH., MH., M.Kn
Disusun oleh : Eka Fridonal Bello (0940050904)