tugas makalah- tpn ii

18
TUGAS MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN NABATI II “FILM FORMING FROM STARCH” Disusun oleh : Dinda Rachma Pudyastuti 115100106111002 Eva Nur Wijayanti 115100407121002 KELAS D FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Upload: ayyivha-khan

Post on 24-Nov-2015

68 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Film Forming

TRANSCRIPT

TUGAS MAKALAHTEKNOLOGI PENGOLAHAN NABATI IIFILM FORMING FROM STARCH

Disusun oleh :Dinda Rachma Pudyastuti115100106111002Eva Nur Wijayanti115100407121002

KELAS D

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANJURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014PENDAHULUANPengemasan produk pangan merupakan bagian akhir dari proses produksi produk pangan. Pengemasan berfungsi untuk meningkatkan daya terima konsumen terhadap produk pangan dan non-pangan. Pengemasan juga berfungsi untuk meningkatkan daya simpan produk dan menjadi bagian penting dalam mengatasi persaingan pemasaran produk. Selain itu, pengemasan dapat mencegah terjadinya kerusakan.Kerusakan mungkin terjadi secara spontan, namun juga sering disebabkan oleh keadaan lingkungan dan kebanyakan pengemasan digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan normal sekitarnya untuk menunda terjadinya kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan. Semua permasalahan pangan yang berhubungan dengan pengemasan pangan selalu dikaitkan dengan ketahanan bahan pangan itu sendiri terhadap kerusakan dan pembusukan. Terjadinya kerusakan pada produk pangan harus ditinjau agar dapat dilakukan pencegahan akan terjadinya kerusakan atau pembusukan bahan pangan mulai dari kondisi penyimpanan produk, proses distribusi hingga produk berada ditangan konsumen.Dalam 20 tahun terakhir ini banyak digunakan bahan pengemas yang sering disebut dengan plastik. Plastik merupakan bahan pengemas yang terbuat dari polimer petrokimia. Kemasan plastik banyak digunakan karena harganya yang relative murah, mudah untuk dibentuk, transparan dan tidak mudah pecah. Akan tetapi plastik memiliki sifat yang merugikan yaitu plastik tidak tahan panas, dapat menyebabkan kontaminasi akibat adanya proses migrasi komponen plastik ke dalam bahan pangan yang dikemas. Kelemahan plastik yang lain adalah plastik mempunyai sifat non- biodegradable yaitu tidak dapat dihancurkan secara alami sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, dilakukan inovasi terhadap kemasan sehingga kemasan pada produk pangan tidak hanya dapat melindungi bahan pangan yang dikemas dari kontaminasi akibat adanya migrasi komponen bahan pengemas maupun keamanan bagi lingkungan. Hal tersebut sudah dibuktikan dengan digunakannya edible packaging sebagai bahan pengemas makanan.

PEMBAHASANEdible packaging merupakan bahan pengemas makanan yang terbuat dari bahan organik yang berasal dari bahan-bahan yang terbarukan (renewable) dan ekonomis. Edible packaging merupakan kemasan yang ramah lingkungan yang dapat melindungi produk pangan, mempertahankan bentuk produk pangan serta dapat langsung dimakan. Edible packaging dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu berfungsi sebagai pelapis (edible coating) dan berbentuk lembaran (edible film). Edible coating biasa digunakan sebagai pelapis produk daging beku, makanan semi basah (intermediate moisture foods), produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obata-obatan terutama untuk pelapis kapsul. Sedangkan edible film merupakan lapisan tipis yang dibuat dari bahanyang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa dan sebagai carrier bahan makanan atau bahan tambahan makanan untuk meningkatkan penanganan makanan. Edible film mempunyai sifat yang sama dengan kemasan seperti plastik yaitu dapat menahan air sehingga dapat mencegah terjadinya kehilangan kelembapan produk (moisture loss), memiliki permeabilitas tinggi terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna, pigmen alami dan zat gizi serta menjadi pembawa bahan tambahan makanan seperti pewarna, pengawet, dan penambah aroma yang dapat memperbaiki mutu produk pangan. Penggunaan edible film untuk pengemasan produk-produk pangan seperti sosis, buah-buahan dan sayuran segar dapat memperlamba penurunan mutu, karena edible film dapat berfungsi sebagai penahan difusi gas oksigen, karbondioksida dan uap air serta komponen flavor, sehingga mampu menciptakan kondisi atmosfir internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas.Keuntungan penggunaan edible film untuk kemasan bahan pangan adalah untuk memperpanjang umur simpan produk serta tidak mencemari lingkungan karena edibel film ini dapat dimakan bersama produk yang dikemasnya. Selain edible film istilah lain untuk kemasan yang berasal dari bahan hasil pertanian adalah biopolimer, yaitu polimer dari hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan baku film kemasan tanpa dicampur dengan polimer sintetis (plastik). Bahan polimer diperoleh secara murni dari hasil pertanian dalam bentuk tepung, pati atau isolat. Komponen polimer hasil pertanian adalah polipeptida (protein), polisakarida (karbohidrat) dan lipida. Ketiganya mempunyai sifat termoplastik, sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk atau dicetak sebagai film kemasan. Keunggulan polimer hasil pertanian adalah bahannya yang berasal dari sumber yang terbarukan (renewable) dan dapat dihancurkan secara alami (biodegradable).Edible film telah banyak dibuat dengan menggunakan komponen-komponen polisakarida, lipid dan protein. Edible film yang terbuat dari hidrokoloid merupakan barrier yang baik terhadap transfer oksigen, karbohidrat dan lipid. Film yang terbuat dari hidrokoloid memiliki sifat yang baik sehingga bagus digunakan sebagai bahan pengemas. Pada umumnya, film yang terbuat dari hidrokoloid bersifat mudah larut dalam air.Hidrokoloid termasuk dalam protein dan polisakarida. Dalam hal ini, selulosa dan turunannya merupakan sumber daya organik, memiliki sifat mekanik yang baik untuk pembuatan film. Selulosa sebagai barrier terhadap oksigen dan hidrokarbon dan sifatnya sebagai barrier terhadap uap air dapat dibuktikan dengan penambahan lipid. Polisakarida lain yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah pati.Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa dan terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, biji-bijian, sayuran maupun buah-buahan. Sumber pati alami antara lain : jagung, pisang, barley, gandul, beras, sagu, labu, kentang, amaranth, ubi kayu, ganyong dan sorgum.Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan (1->4) unit glukosa dengan derajat polimerisasi sebesar 500-6000 unit glukosa bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer (1->4) unit glukosa dengan rantai samping (1->6) unit glukosa dengan derajat polimerisasi 105 3 x 106 unit glukosa. Suatu molekul pati memiliki rantai samping (1->6) unit glukosa berkisar 4-5%.

Gambar 1. Struktur Amilosa

Gambar 2. Struktur AmilopektinPada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin. Dalam suatu granula, jumlah cincin kurang lebih 16 buah yang terdiri dari cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semi kristal. Amilosa merupakan fraksi gerak yaitu di dalam granula pati letaknya tidak pada satu tempat, bergantung pada jenis patinya. Pada umumnya, amilosa terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling di antara daerah amorf dan kristal.Modifikasi pati dilakukan untuk mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati secara alami. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara memotong struktur molekul,menyusun kembali struktur molekul,oksidasi, atau melakukan substitusi gugus kimia pada molekul pati. Matrik edible film pati murni terbentuk dari gabungan amilosa dan amilopektin melalui ikatan hydrogen yang bersifat lemah. Oleh karena itu, penguatan matriks edible film tersebut dapat dilakukan dengan menguatkan ikatan hydrogen. Menurut Wuzburg (1989) reaksi cross linking (ikatan silang) dapat memperkuat ikatan hydrogen granula pati dan berfungsi sebagai jembatan antar molekul pati. Pati modifikasi dengan metode cross linking apabila dipanaskan dalam air, ikatan hydrogen akan melemah atau hancur tetapi granula pati akan tetap utuh.Pembentukan pati modifikasi dengan ikatan silang dapat dilakukan dengan mereaksikan pati dengan ikatan multifungsional seperti POCl3. Reaksi cross linking dengan POCl3 sebagai pereaksi menghasilkan senyawa diesterfosfat dengan molekul pati secara acak. Penggunaan pati termodifikasi sangatlah penting dalam pembentukan matriks edible film, karena senyawa POCl3 akan membentuk ikatan silang antara rantai amilosa satu dengan yang lain dalam granula pati dan membentuk jembatan fosfat. Dengan terbentuknya jembatan fosfat maka akan terbentuk jala tiga dimensi yang berkesinambungan dan jala ini dapat memerangkap air melalui gugus OH reaktif yangtidak berikatan dengan POCl3.Ikatan silang rantai-rantai polimer pati terjadi pada gugus yang banyak mengandung OH reaktif terutama pada gugus OH nomor 2,3 dan 6. Jumlah gugus OH reaktif dipengaruhi oleh derajat cross linking dan konsentrasi pati. Pati termodifikasi melalui ikatan silang dapat membentuk matrik edible film yang kuat dan kaku. Sifat kaku ini dapat dikurangi dengan penambahan gliserol. Penambahan gliserol dilakukan karena gliserol memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hydrogen pada matrik ikatan intermolekuler. Kemampuan ini menjadikan gliserol sebagai plasticizer dan penambahan gliserol dalam edible fim digunakan untuk mengatasi sifat rapuh film yang disebabkan oleh kekuan intermolekuler.

Gambar 3. Reaksi Cross-linkingProses pembuatan edible film dimulai dari pelarutan bahan dasar berupa hidrokoloid, lipid atau komposit , kemudian dilakukan penambahan plastisizer. Campuran dipanaskan pada suhu 55-70oC selama 15 menit. Film dicetak (casting) dengan cara menuanglan adonan pada permukaan lembar polietilen yang licin menggunakan auto-casting machine. Selanjutnya dibiarkan beberapa jam pada suhu 35oC dengan RH ruangan 50%. Film yang dihasilkan kemudian dikeringkan selama 12-18 jam pada suhu 30oC RH 50% dan dilanjutkan dengan penyimpanan (conditioning) dalam ruang selama 24 jam menggunakan suhu dan RH ambien.Bentuk lain dari edible packaging adalah edible coating, yaitu pelapisan bahan pangan dengan bahan pelapis yang dapat dimakan. Bahan-bahan baku untuk pembuatan edible coating sama dengan edible film, hanya saja dalam pembuatan edible coating tidak ada penambahan plastisizer, sehingga pelapis yang dihasilkan tidak berbentuk film.Cara-cara pelapisan untuk edible coating adalah pencelupan, penyemprotan atau penuangan. Metode pencelupan dilakukan dengan cara mencelupkan bahan makanan ke dalam edible coating. Untuk mendapatkan permukaan yang rata, dibutuhkan suau mantel. Setelah pencelupan, kelebihan mantel dialirkan ke produk dan kemudian dikeringkan agar diperoleh teksur yang keras. Metode penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprokan edible coating pada bahan pangan pada satu sisinya, sehingga hasilnya lebih seragam dan praktis dibandingkan cara pencelupan. Metode penuangan dilakukan dengan cara menuang edible coating ke bahan yang akan dilapis. Teknik ini menghasilkan bahan yang lembut dan permukaan yang datar, tetapi ketebalannya harus diperhatikan karena berpengaruh terhadap permukaan bahan.Karakteristik mekanis suatu bahan umumnya mengikuti garfik strain-stress. Hukum Hooke tentang modulus elastisitas (E=/), diterapkan pada daerah linier elastis. Ketika muatan tekanan berlebihan, benda akan kembali ke keadaan aslinya, bila benda diregangkan hingga mendekati batas elastis, hanya sebagian yang akan kembali ke keadaan aslinya dan menjadi bentuk permanen.

Gambar 4. Grafik Strain-StressSecara umum parameter penting karakteristik mekanik yang diukur dan diamati dari sebuah film kemasan termasuk edible film adalah kuat tarik (tensile strength), kuat tusuk (puncture srength), persen pemanjangan (elongation to break) dan elastisitas (elastic modulus/young modulus). Parameter-parameter tersebut dapat menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik dari bahan film yang berkaitan dengan struktur kimianya. Karakteristik mekanik menunjukkan inikasi integrasi film pada kondisi tekanan (stress) yang terjadi selama proses pembentukan film tersebut. Kuat tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film. Parameter ini menggambarkan gaya maksimum yang terjadi pada film selama pengukuran berlangsung. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah plastisizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film. Penambahan plastisizer lebih dari jumlah tertentu akan menghasilkan film dengan kuat tarik yang lebih rendah. Kuat tusuk menggambarkan tusukan (gaya tekan) maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film. pH dan suhu yang tinggi dalam pembuatan film, akan menghasilkan film dengan kuat tusuk yang rendah.Film dengan struktur yang kaku (rigid) akan menghasilkan film yang ahan terhadap kuat tusuk. Proses pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan hingga sampel film terputus. Pada umumnya keberadaan plastisizer dalam proporsi lebih besar akan membuat nilai persen pemanjangan suatu film meningkat lebih besar. Modulus elatis merupakan kebalikan dari persen pemanjangan, karena akan semakin menurun seiring meningkatnya jumlah plasisizer dalam film. Modulus elastisitas menurun berarti fleksibilitas film meningkat, Modulus elastisitas merupakan ukuran dasar dari kekakuan (stif ness) sebuah film. Nilai permeabilitas suatu jenis film perlu diketahui, karena dapat dipergunakan untuk memperkirakan daya simpan produk yang dikemas di dalamnya. Nilai permeabilitas juga dapat dipergunakan untuk menentukan produk atau bahan pangan apa yang sesuai untuk kemasan tersebut. Nilai permeabilitas mencakup : permeabilitas terhadap uap air dan permeabilitats terhadap gas. Sifat-sifat fisik yang digunakan sebagai parameter mutu edible film adalah ketebalan film, warna, suhu transisi gelas dan Aw. Edible film yang terbuat dari hidrokoloid memiliki beberapa kelebihan, yaitu baik untuk melindungi produk terhadap oksigen maupun CO2 dan lipid, serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan, selain itu meningkatkan kesatuan struktural produk, sedangkan kekurangannya yaitu bungkus dari karbohidrat kurang bagus untuk mengatur migrasi uap air dan bungkus dari protein biasanya dipengaruhi oleh perubahan pH.

Kelebihan edible film dari lipid adalah dapat melindungi produk konfeksionary yang tidak boleh menyerap air selama penyimpanannya, sedangkan kekurangannya adalah penggunaannya dalam bentuk murni terbatas karena kurangnya integritas dan ketahanannya. Sifat-sifat dari edible film dibandingkan dengan film kemasan sinteis dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.Berikut adalah sifat-sifat edible film dibandingkan dengan film sintesis.

Penggunaan edible film sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama pada sosis, yang pada zaman dahulu menggunakan usus hewan. Selain itu pelapisan buah-buahan dan sayuran dengan lilin juga sudah dilakukan sejak tahun 1800-an. Aplikasi dari edible film untuk kemasan bahan pangan saat ini sudah semakin meningkat, seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Edible film dan biodegradable film banyak digunakan untuk pengemasan produk buah-buahan segar yaitu untuk mengendalikan laju respirasi, akan tetapi produk-produk pangan lainnya juga sudah banyak menggunakan edible coating, seperti produk konfeksionari, daging dan ayam beku, sosis, produk hasil laut dan pangan semi basah.Aplikasi dari edible film atau edible coating dapat dikelompokkan atas :1. Sebagai Kemasan Primer dari produk panganContoh dari penggunaan edible film sebagai kemasan primer adalah padapermen, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, sosis, daging dan produk hasil laut.2. Sebagai BarrierPenggunaan edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh berikut : Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atai bivalen yang membentuk film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge merupakan barrier yangbaik untuk absorbsi minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah. Di Jepang bahan ini digunakan untuk menggoreng tempura. Edible coating yang terbuat dari zein (protein jagung), dengan nama dagang Zcoat TM (Cozean) dari Zumbro Inc., Hayfielf, MN terdiri dari zein, minyak sayuran, BHA, BHT dan etil alkohol, digunakan untuk produk-produk konfeksionari seperti permen dan coklat. Fry Shiled yang dipatenkan oleh Kerry Ingradientt, Beloit, WI dan Hercules,Wilmington,DE, terdiri dari pektin, remah-remahan roti dan kalsium, digunakanuntuk mengurangi lemak pada saat penggorengan, seperti pada penggorenganfrench fries. Film Zein dapat bersifat sebagai barrier untuk uap air dan gas pada kacang-kacangan atau buah-buahan. Diaplikasikan pada kismis untuk sereal sarapan siap santap (ready to eat- breakfast cereal).3. Sebagai Pengikat (Binding)Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi bumbu, yaitu sebagai pengikat atau adhesif dari bumbu yang diberikan agar dapat lebih melekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi lemak pada bahanyang digoreng dengan penambahan bumbu-bumbu.

4. Pelapis (Glaze)Edible film dapat bersifat sebagai pelapis untuk meningkatkan penampilan dari produk-produk bakery, yaitu untuk menggantikan pelapisan dengan telur. Keuntungan dari pelapisan dengan edible film, adalah dapat menghindari masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur.

DAFTAR PUSTAKA

Herawati, Heny. 2010. Potensi Pengembangan Pati Tahan Cerna sebagai Pangan Fungsional. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/. Diakses tanggal 19 April 2014.Kinzel, B., 1992. Protein-rich edible coatings for foods. Agricultural research. May 1992 : 20-21.Krochta,J.M. 1992. Control of mass transfer in food with edible coatings and film. In : Singh,R.P. and M.A.Wirakartakusumah (Eds) : Advances in Food Engineering. CRC Press : Boca Raton, F.L. pp. 517-538.Krochta,J.M., Baldwin,E.A. dan M.O.Nisperos-Carriedo. 1994. Edible coatings and film to improve food quality. Echnomic Publ.Co., Inc., USA.Lai,H.M., G.W.Padua and L.S.Wei. 1997. Properties and microsrucure of zein sheetsplastisized with palmitic and stearic acids. Cereal Chem. 74(1): 83-90.Marseno, D.W. 2000. Pengaruh Sorbotil terhadap Sifat Mekanik dan Transmisi Uap Air Film dari Pati Jagung. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. Universitas Gadjah Mada. Bulaksumur, Yogyakarta.Santosa, B., Pratama, F., Hamzah, B., Rindit, P. 2011. Pengembangan Edible Film dengan Menggunakan Pati Ganyong Termodifikasi Ikatan Silang. J. Teknol dan Industri Pangan Vol XXII No 2 Tahun 2011. Universitas Sriwijaya.Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches : Properties and Uses. CRC Press. Boca Raton, Florida.Yildirim, M., Hettiearachchy, S.N. 1989. Properties of Cast Films from Pickle Fermentation Brine Protein. J Agri Food Chem 46: 4969-4972.