makalah tugas

12
1. Pendahuluan Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100 – 500°C) sisa pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya dan membentuk mineral-mineral tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasi magma tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah yang mengandung air dan unsur-unsur volatil (Bateman, 1981). Larutan hidrotermal terbentuk pada bagian akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggi atau pada zona lemah. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya (wall rocks) akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder (alteration minerals). Proses terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder akibat interaksi batuan dengan larutan hidrotermal disebut dengan proses alterasi hidrotermal. Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi kimia-fisika tertentu (Pirajno, 1992). Perubahan tersebut meliputi perubahan warna, tekstur, susunan mineral dan permeabilitas. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan tergantung pada karakter batuan dinding, karakter fluida, kondisi tekanan maupun suhu pada saat reaksi berlangsung (Guilbert dan Park, 1986), konsentrasi serta lamanya aktivitas hidrotermal (Browne, 1991 op. cit Corbett dan Leach, 1997). Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal adalah temperatur, kimia, fluida, konsentrasi dan komposisi batuan samping, durasi aktifitas hidrotermal dan permeabilitas. Namun faktor kimia dan temperatur fluida merupakan faktor yang paling berpengaruh (Browne, 1994 op. cit Corbett dan Leach, 1995). Proses hidrotermal pada kondisi tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral atau mineral assemblage (Guilbert dan Park, 1986). Secara umum kehadiran himpunan mineral tertentu dalam suatu ubahan batuan akan mencerminkan tipe alterasi tertentu. Mineral-mineral ubahan yang dihasilkan dari proses alterasi hidrotermal terjadi melalui empat cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan yang membentuk urat; penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai keseimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer batuan; dan pelamparan akibat arus turbulen dari zona didih (Browne, 1991).

Upload: ryithan

Post on 07-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

yaa

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH TUGAS

1. Pendahuluan

Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100 – 500°C) sisa

pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya dan

membentuk mineral-mineral tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasi magma

tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah yang mengandung air

dan unsur-unsur volatil (Bateman, 1981). Larutan hidrotermal terbentuk pada bagian

akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan

permeabilitas tinggi atau pada zona lemah. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan

batuan yang dilaluinya (wall rocks) akan menyebabkan terubahnya mineral primer

menjadi mineral sekunder (alteration minerals). Proses terubahnya mineral primer

menjadi mineral sekunder akibat interaksi batuan dengan larutan hidrotermal disebut

dengan proses alterasi hidrotermal.

Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara

mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan

batuan yang dilaluinya pada kondisi kimia-fisika tertentu (Pirajno, 1992). Perubahan

tersebut meliputi perubahan warna, tekstur, susunan mineral dan permeabilitas.

Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan tergantung pada karakter batuan

dinding, karakter fluida, kondisi tekanan maupun suhu pada saat reaksi berlangsung

(Guilbert dan Park, 1986), konsentrasi serta lamanya aktivitas hidrotermal (Browne,

1991 op. cit Corbett dan Leach, 1997). Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses

alterasi hidrotermal adalah temperatur, kimia, fluida, konsentrasi dan komposisi batuan

samping, durasi aktifitas hidrotermal dan permeabilitas. Namun faktor kimia dan

temperatur fluida merupakan faktor yang paling berpengaruh (Browne, 1994 op. cit

Corbett dan Leach, 1995).

Proses hidrotermal pada kondisi tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral

tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral atau mineral assemblage (Guilbert dan

Park, 1986). Secara umum kehadiran himpunan mineral tertentu dalam suatu ubahan

batuan akan mencerminkan tipe alterasi tertentu.

Mineral-mineral ubahan yang dihasilkan dari proses alterasi hidrotermal terjadi

melalui empat cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan

yang membentuk urat; penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai

keseimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer

batuan; dan pelamparan akibat arus turbulen dari zona didih (Browne, 1991).

Page 2: MAKALAH TUGAS

2. Genetik Endapan Hidrotermal

Endapan Hidrotermal merupakan larutan sisa magma yang mengandung

konsentrasi logam maupun bukan logam. Endapan ini terbentuk pada kedalaman antara

50 – 1500 m. Proses Hidrotermal merupakan proses pembentukan mineral yang terjadi

oleh pengaruh temperatur dan tekanan yang sangat rendah, dan larutan magma yang

terbentuk merupakan unsur volatil yang sangat encer, secara garis besar endapan

hidrotermal dapat dibagi atas:

Endapan Hipotermal

Endapan hipotermal terbentuk dekat batuan induk dengan temperatur 300°C -

500°C, ciri-cirinya:

- Endapan berupa urat-urat dan korok/dike yang berasosiasi dengan intrusi

dengan kedalaman yang besar.

- Tekanan dan temperatur pembekuan relatif tinggi.

- Asosiasi mineralnya berupa sulfida, misalnya pirit, kalkopirit, galena dan

spalerit serta oksida besi.

- Pada intrusi granit sering berupa endapan logam Au, Pb, Sn, W dan Z.

Endapan Mesotermal

Endapan Mesotermal merupakan endapan yang terbentuk pada tempat

menengah atau sedang dari batuan induk dengan suhu 200°C - 300°C, ciri-

cirinya:

- Tekanan dan temperatur yang berpengaruh lebih rendah daripada endapan

hipotermal.

- Endapannya berasosiasi dengan batuan beku asam-basa dan dekat dengan

permukaan bumi.

- Tekstur akibat cavity filling jelas terlihat, sekalipun sering mengalami proses

pergantian antara lain berupa crustification dan bending.

- Asosiasi mineralnya berupa sulfida, misalnya Au, Cu, Ag, As, Sb dan oksida

Sn.

- Sering terjadi proses pengayaan.

Endapan Epitermal

Endapan epitermal merupakan endapan yang terbentuk jauh dari batuan induk

dengan suhu 50°C- 200°C, ciri-cirinya:

- Tekanan dan temperatur yang berpengaruh paling rendah.

- Tekstur pergantian tidak luas, jarang terjadi.

- Endapan bisa terdapat didekat atau pada permukaan bumi.

- Kebanyakan teksturnya berlapis atau berupa fissure-vein.

- Struktur khas yang sering terjadi adalah cockade structure.

Page 3: MAKALAH TUGAS

- Asosiasi mineral logamnya berupa Au dan Ag dengan mineral gangue-nya

berupa kalsit dan zeolite disamping kuarsa.

Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal dua macam endapan

hidrotermal, yaitu:

Cavity filling, mengisi lubang-lubang yang sudah ada di dalam batuan.

Metasomatisme, mengganti unsur-unsur yang telah ada dalam batuan dengan

unsur-unsur baru dari larutan hidrotermal.

3. Himpunan Mineral dan Tekstur Bijih

3.1 Himpunan Mineral

Suatu daerah yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral

ubahan disebut sebagai zona ubahan (Guilbert dan Park, 1986). Berdasarkan

hubungan antara temperatur dan pH larutan, Corbet dan Leach (1998) telah

membuat zona ubahan yang ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan tipe

mineralisasinya (Tabel 1).

Tabel 1. Himpunan mineral ubahan berdasarkan temperatur dan pH larutan

Page 4: MAKALAH TUGAS

Tabel 2. Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986)

Berdasarkan tabel 1, maka terdapat lima zona ubahan yang terdiri dari:

• Zona Argilik Lanjut: ditandai dengan keberadaan mineral ubahan yang

terbentuk pada kondisi asam (pH < 4) seperti Grup Silika (stabil pada kondisi

asam) dan Grup Alunit.

• Zona Argilik: ditandai dengan keberadaan mineral ubahan yang terbentuk

pada kondisi cukup asam (pH 4 - 6) dengan kondisi temperatur cukup rendah

(200°C -250°C) yang didominasi oleh mineral-mineral lempung berupa Grup

Kaolin (Kaolinit, Halloysit) dan Grup Smektit (Illit), Grup Klorit juga dapat

hadir.

• Zona Propilitik: terbentuk pada kondisi lingkungan netral sampai dengan

basa, dicirikan dengan keberadaan epidot dan klorit. Keberadaan amfibol

sekunder (aktinolit) pada temperatur tinggi (280°C -300°) dapat mencirikan

Zona Propilitik.

Page 5: MAKALAH TUGAS

• Zona Filik: terbentuk pada kondisi keasaman yang sama dengan Zona Argilik,

tetapi pada temperatur yang lebih tinggi. Dicirikan dengan keberadaan serisit

(Grup Muskovit), dan dapat hadir pula Grup Kaolin temperature tinggi (Pirofilit

dan Andalusit).

• Zona Potasik: terbentuk pada temperatur tinggi, pada kodisi netral sampai

dengan basa dicirikan oleh keberadaan biotit dan atau K-Feldspar + magnetit

± aktinolit ± klinopiroksen.

Berdasarkan tabel 2, maka terdapat tujuh zona alterasi berdasarkan himpunan

mineralnya:

Zona Propilitik dengan himpunan mineral berupa Klorit, Epidot dan Karbonat.

Zona Argilik dengan himpunan mineral berupa Smektit, Montmorilonit, Illit-

Smektit dan Kaolinit.

Zona Argilik Lanjut:

- Pada temperatur rendah himpunan mineralnya berupa Kaolinit dan Alunit.

- Pada temperature tinggi himpunan mineralnya berupa Pirofilit, Diaspor dan

Andalusit.

Zona Potasik dengan himpunan mineral berupa Adularia, Bioti dan Kuarsa.

Zona Filik dengan himpunan mineral berupa Kuarsa, Serisit dan Pirit.

Zona Serisitik dengan himpunan mineral berupa Serisit (illit), Kuarsa dan

Muskovit.

Zona Silifikasi dengan himpunan mineral berupa Kuarsa.

3.2 Tekstur Bijih

Tekstur bijih dapat bercerita banyak mengenai genesa atau sejarah

pembentukan bijih. Interpretasi genesa mineral dari tekstur sangat sulit dan

haruslah hati-hati. Ada tiga tekstur yang dikenal, yaitu tekstur open space filling

(infilling), tekstur replacement, serta exolution.

3.2.1 Tekstur Pengisian (Infilling)

Proses pengisian umumnya terbentuk pada batuan yang getas (rapuh/mudah

pecah), pada daerah dimana tekanan pada umumnya relatif rendah, sehingga

rekahan atau kekar cenderung bertahan. Tekstur pengisian dapat mencerminkan

bentuk asli dari pori serta daerah tempat pergerakan fluida, serta dapat

memberikan informasi struktur geologi yang mengontrolnya. Mineral-mineral yang

terbentuk dapat memberikan informasi mengenai komposisi fluida hidrotermal,

maupun temperatur pembentukannya.

Page 6: MAKALAH TUGAS

Pengisian dapat terbentuk dari presipitasi (proses pengendapan) leburan silikat

(magma), juga dapat terbentuk dari presipitasi fluida hidrotermal. Kriteria tekstur

pengisian dapat dikenali dari kenampakan:

Adanya vug atau cavities, sebagi rongga sisa karena pengisian yang tidak

selesai.

Kristal-kristal yang terbentuk pada pori terbuka pada umumnya cenderung

euhedral seperti kuarsa, fluorit, feldspar, galena, sfalerit, pirit, arsenopirit,

dan karbonat. Walupun demikian, mineral pirit, arsenopirit, dan karbonat

juda dapat terbentuk euhedral, walaupun pada tekstur penggantian

(replacement).

Adanya struktur zoning pada mineral, sebagai indikasi adanya proses

pengisian, seperti mineral andradit-grosularit. Struktur zoning pada mineral

sulit dikenali dengan pengamatan megaskopis.

Tekstur berlapis. Fluida akan sering membentuk kristal-kristal halus, mulai

dari dinding rongga, secara berulang-ulang, yang dikenal sebagai

crustiform atau colloform. Lapisan crustiform yang menyelimuti fragmen

dikenal sebagai tekstur cockade. Apabila terjadi penginsian kristal yang

besar maka akan terbentuk comb structure. Pada umumnya perlapisan

yang dibentuk oleh pengisian akan membentuk perlapisan yang simetris.

Kenampakan tekstur berlapis juga dapat terbentuk karena proses

penggantian (oolitik, konkresi, pisolitik pada karbonat) atau proses

evaporasi (banded ironstone), tetapi sebagain besar tekstur berlapis

terbentuk karena proses pengisian.

Tekstur triangular terbentuk apabila fluida mengendap pada pori diantara

fragmen batuan yang terbreksikan. Jika pengisian tidak penuh, akan mudah

untuk mengenalinya. Pada banyak kasus, fluida hidrotermal juga

mengubah fragmen batuan secarara menyeluruh. Masalahnya apabila

mineral hasil pengisian antar fragmen sama dengan mineral hasil ubahan

pada fragmen (contoh paling banyak adalah silika pengisian ditemukan

bersama silika penggantian). Walau demikian, pada tekstur pengisian

umumnya memperlihatkan kenampakan berlapis (tekstur cockade).

Page 7: MAKALAH TUGAS

Gambar 1. Foto kiri memperlihatkan kenampakan vuggy quartz, sedangkan foto kananmemperlihatkan tekstur crustiform-colloform, sebagai penciri tekstur pengisian.

Untuk mengenali tekstur pengendapan, dibutuhkan pemahaman geologi terkait

dengan ditempat mana fokus kita diarahkan. Hal yang utama adalah

memperkirakan akses fluida dalam suatu batuan dinding yang terubah. Fluida akan

bergerak melalui daerah yang mempunyai permeabilitas yang besar yang biasanya

sebagai ruang terbuka. Dalam konteks ini dapat diartikan bahwa perhatian pada

tekstur pengisian sebaiknya difokuskan pada daerah yang mempunyai ubahan atau

alterasi maksimum. Daerah yang membentuk tekstur pengisian, pada umumnya

cenderung membentuk struktur urat (vein), urat halus (veinlets), stockwork, dan

breksiasi.

Gambar 2. Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur pengisian. A) Vuggyatau rongga sisa pengisian, b). Kristal euhedral, c). Kristal zoning, d). Gradasi ukuran Kristal,e).Tekstur crutiform, f). Tekstur cockade, g).Tekstur triangular, h).Comb structure, i).Pelapisansimetris

Page 8: MAKALAH TUGAS

3.2.2 Tekstur Penggantian (Replacement)

Proses ubahan dibentuk oleh penggantian sebagian atau seluruhnya tubuh

mineral menjadi mineral baru. Karena pergerakan larutan selalu melewati pori,

rekahan atau rongga, maka tekstur penggantian selalu berpasangan dengan

tekstur pengisian, oleh karena itu mineralogi pada tekstur penggantian relatif sama

dengan mineralogi pada tekstur pengisian, akan tetapi mineralogi pengisian

cenderung berukuran lebih besar. Berikut beberapa contoh kenampakan tekstur

ubahan:

Pseudomorf, walaupun secara komposisi sudah tergantikan menjadi

mineral baru, seringkali bentuk mineral asal masih belum terubah.

Rim mineral pada bagian tepi mineral yang digantikan

Melebarnya urat dengan batas yang tidak tegas

Tidak adanya pergeseran urat yang saling berpotongan

Mineral pada kedua dinding rekahan tidak sama

Adanya mineral yang tumbuh secara tidak teratur pada batas mineral lain

Gambar 3. Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur penggantian (Guilbert danPark, 1986). Berturut-turut dari kiri:

Pseudomorf, bementit mengganti sebagian Kristal karbonat Bornit mengganti pada bagian tepi dan rekahan kalkopirit Digenit yang mengganti kovelit dan kalkopirit, memperlihatkan lebar yang berbeda

Gambar 4. Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur penggantian (Guilbert danPark, 1986). Berturut-turut dari arah kiri:

Urat kalkopirit yang saling memotong, tidak memperlihatkan pergesaran Komposisi mineral yang tidak simetris pada dinding rekahan Kenampakan tumbuh bersama yang tidak teratur pada bagian tepi mineral

Page 9: MAKALAH TUGAS

3.2.3 Tekstur Eksolusi (Exolution)

Mineral-mineral yang terbentuk sebagai homogenous solid-solution, pada saat

temperatur mengalami penurunan, komponen terlarut akan memisahkan diri dari

komponen pelarut, membentuk tekstur exolution. Kenampakan komponen

(mineral) terlarut akan membentuk inklusi-inklusi halus pada mineral pelarutnya.

Inklusi-inklusi ini kadang teratur dan sejajar, kadang berlembar, kadang tidak

teratur.

Gambar 5. Kanan: Memperlihatkan kenampakan foto mikroskopis tekstur penggantian mineralkovelit pada bagian tepi mineral kalkopirit. Kiri: memperlihatkan kenampakan foto mikroskopistekstur exolution mineral kalkopirit pada tubuh sfalerit (perbesaran 40x).

Gambar 6. Beberapa kenampakan khas tekstur exolution pada mineral sulfida dan oksida (Evans,1993).

Pemilahan mineral hematite dalam ilmenit Exolution lembaran ilmenit dalam magnetit Exolution butiran kalkopirit dalam sfalerit Rim exolution pendlandit dari pirhotit

Page 10: MAKALAH TUGAS

Adanya tekstur exolution menunjukkan adanya temperatur pembentukannya

yang relatit tinggi, sekitar 300-600°C.

Tabel 3. Beberapa contoh tekstur exolution mineral kalkopirit-stannit-sfalerit temperaturpembentukannya (Evans, 1993).

No. Mineral Temperatur (°C)

1 Kalkopirit dan stannit dalam sfalerit 550

2 Sfalerit dalam kalkopirit 400

3 Stannit dalam kalkopirit 475

4 Sfalerit dalam stannit 325

5 Kalkopirit dalam stannit 400 - 475

4. Kesimpulan

Larutan hidrotermal merupakan cairan bertemperatur tinggi (100 – 500°C) sisa

pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya dan

membentuk mineral-mineral tertentu. Larutan hidrotermal terbentuk pada bagian akhir

dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan

permeabilitas tinggi atau pada zona lemah. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan

batuan yang dilaluinya (wall rocks) akan menyebabkan terubahnya mineral primer

menjadi mineral sekunder (alteration minerals). Beberapa faktor yang berpengaruh pada

proses alterasi hidrotermal adalah temperatur, kimia, fluida, konsentrasi dan komposisi

batuan samping, durasi aktifitas hidrotermal dan permeabilitas. Namun faktor kimia dan

temperatur fluida merupakan faktor yang paling berpengaruh. Proses hidrotermal pada

kondisi tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai

himpunan mineral atau mineral assemblage. Secara umum kehadiran himpunan mineral

tertentu dalam suatu ubahan batuan akan mencerminkan tipe alterasi tertentu.

Mineral-mineral ubahan yang dihasilkan dari proses alterasi hidrotermal terjadi

melalui empat cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan

yang membentuk urat; penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai

keseimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer

batuan; dan pelamparan akibat arus turbulen dari zona didih. Endapan hidrotermal ini

terbentuk pada kedalaman antara 50 – 1500 m. Proses hidrotermal merupakan proses

pembentukan mineral yang terjadi oleh pengaruh temperatur dan tekanan yang sangat

rendah, dan larutan magma yang terbentuk merupakan unsur volatil yang sangat encer,

secara garis besar endapan hidrotermal dapat dibagi atas 3, yaitu endapan hipotermal

(300°C - 500°C), mesotermal (200°C - 300°C) dan epitermal (50°C - 200°C).

Zona alterasi hidrotermal berdasarkan himpunan mineral terbagi menjadi tujuh

zona sebagai berikut 1). Zona Propilitik (Klorit, Epidot dan Karbonat), 2). Zona Argilik

Page 11: MAKALAH TUGAS

(Smektit, Montmorilonit, Illit-Smektit dan Kaolinit), 3). Zona Argilik Lanjut a). temperatur

rendah (Kaolinit dan Alunit) dan temperatur tinggi (Pirofilit, Diaspor dan Andalusit), 4).

Zona Potasik (Adularia, Biotit dan Kuarsa), 5). Zona Filik (Kuarsa, Serisit dan Pirit), 6).

Zona Serisitik (Serisit, Kuarsa dan Muskovit), 7). Zona Silifikasi (Kuarsa).

Pada endapan hidrotermal dikenal tiga macam tekstur biji, yaitu tekstur open space

filling (infilling/pengisian), tekstur replacement (penggantian), serta exolution (eksolusi).

Tekstur pengisian (infilling) pada umumnya terdapat pada daerah yang mempunyai

ubahan atau alterasi maksimum dan cenderung membentuk struktur urat (vein), urat

halus (veinlets), stockwork, dan breksiasi. Tekstur pengisian dapat dikenali dari kriteria

berikut: adanya vug atau cavaties, Kristal-kristal yang terbentuk pada umumnya

cenderung euhedral, adanya struktur zoning, tekstur berlapis dan tekstur triangular.

Mineralogi pada tekstur penggantian relatif sama dengan mineralogi pada tekstur

pengisian disebabkan oleh pergerakan larutan yang selalu melewati pori, rekahan atau

rongga. Tekstur pergantian selalu berpasangan dengan tekstur pengisian. Tekstur

eksolusi merupakan komponen terlarut homogenous solid-solution yang memisahkan diri

dari komponen pelarutnya pada saat terjadi penurunan temperatur. Tekstur eksolusi

dicirikan oleh inklusi-inklusi halus pada mineral pelarutnya.

Page 12: MAKALAH TUGAS

DAFTAR PUSTAKA

Artadana, I Putu E., & Purwanto, Heru S., 2011, “Geologi, Alterasi dan MineralisasiDaerah Nyrengseng dan Sekitarnya, Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut,Propinsi Jawa barat, Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi FTM UPN VeteranYogyakarta.

Evans, A,M., Ore geology and Industrial Minerals, Blackwell scientific publication.

Guilbert, G.M & Park, C.F., 1986, The Geology of Ore Deposits, W.H. Freeman andCompany, New York.

Hedenquist,J.W., 1998, Hydrotermal System in Volcanic arc, Original of andexploration for epitermal Gold Deposit, catatan kursus 13 Mei 1998, PTGeoservice Ban.

Idrus, Arifudin, & Pramutadi, EB., 2008, Mineralisasi Bijih dan Geokimia BatuanSamping Vulkaniklastik Andesitik yang Berasosiasi dengan Endapan Tembaga–Emas Porfiri Elang, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Yogyakarta:Hurusan Teknik Geologi FT-UGM

Manalu,S,d.,2007, Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi AirBunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu, Bandung:Jurusan Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung.

Pirajno, F.,2009, Hydrothermal Processes and Mineral Systems, SpringerScience+Bussiness Media, Australia.

http://pillowlava.wordpress.com/mineralisasi/mineralisasi-2/, diakses pada 11 Oktober2014

http://tigakali-enam.blogspot.com/2011/10/fase-hidrothermal.html, diakses pada 11Oktober 2014