tugas lpp intan
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesenjangan pendidikan masih menjadi momok yang menakutkan di
Indonesia. Tak bisa dipungkiri, kualitas yang berbeda antar sekolah
menjadikan tidak semua tunas bangsa memiliki kesempatan yang sama dalam
memperoleh akses pendidikan.
Berdasarkan statusnya, secara umum sekolah dapat diklasifikasikan
menjadi dua macam, yaitu sekolah negeri dan sekolah swasta. Sekolah negeri
merupakan sekolah yang penyelenggaraanya dilakukan oleh pemerintah,
mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA), hingga Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sebaliknya,
sekolah swasta, sesuai dengan namanya merupakan sekolah yang
penyelenggaraanya dilakukan oleh swasta/non pemerintah, biasanya dalam
bentuk yayasan
Perbedaan yang mencolok sebenarnya hanyalah pada
penyelenggaranya saja. Sekolah negeri di urus oleh pemerintah. Sedangkan
sekolah swasta, berdasarkan Pasal 27 UU Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional diberikan kesempatan seluas-luasnya dalam proses
penyelenggaraan pendidikan. Perbedaan inilah yang kemudian membentuk
perbedaan dalam berbagai hal lainnya di kedua jenis sekolah ini, yaitu dalam
hal fasilitas, kualitas proses pembelajaran, profesionalisme tenaga pengajar,
kenyamanan hingga akses pendukung lainnya.
Pertama, dalam masalah fasilitas, beberapa sekolah swasta yang
mempunyai modal besar mampu memberikan fasilitas yang jauh lebih
lengkap dibanding sekolah negeri yang kebanyakan terdapat di negeri ini.
Mulai dari gedung yang megah, ruangan kelas yang menyediakan air
conditioner(ac), penyertaan infokus dalam penyampaian materi ajar,
laboratorium dan segala peralatannya yang lengkap, hingga fasilitas
1
penunjang lainnya seperti jaringan koneksi internet wi-fi yang turut
disediakan di komplek sekolah. Beberapa hal yang tak akan sanggup
disediakan oleh sekolah swasta dengan modal pas-pasan
Sebaliknya, sekolah negeri hanya menunggu kemurahan hati dari
pemerintah. Beberapa diantaranya menjadi lebih beruntung karena mendapat
perhatian lebih. Tentu kita sering mendengar istilah sekolah unggul, sekolah
percontohan, sekolah rintisan berstandar internasional, atau bahkan sekolah
berstandar internasional.
Dari segi proses belajar-mengajar, sekolah swasta dan sekolah negeri
yang relatif sudah maju lebih interaktif dibanding sekolah pada lain
umumnya, baik swasta maupun negeri. Di sini, proses belajar tidak lagi
berjalan se arah. Peserta didik dilibatkan lebih intensdibanding sekolah lain–
yang lebih miskin- pada umumnya. Peran guru dapat dimaksimalkan lebih
hanya sebatas sebagai pembimbing atau pengarah. Siswa menjadi lebih aktif
serta tak jarang dalam pelajaran tertentu membentuk (atau dibentuk oleh
gurunya) kelompok belajar. Kadang juga peserta didik dituntut untuk
membuat makalah dan kemudian mempresentasikannya di depan kelas.
Intinya, peran guru tidak lagi sedominan seperti di sekolah yang saya sebut
standar Indonesia tadi.
Hal inilah yang sangat sulit kita jumpai di sekolah negeri kebanyakan-
serta beberapa sekolah swasta yang kualitasnya dibawah sekolah negeri
kebanyakan-. Proses belajarnya terlalu monoton dengan guru sebagai pelakon
tunggal. Peserta didik hanya menjadi pemain figuran, datang, duduk, diam,
dengar (lebih seringnya ribut gak jelas dalam kelas), bolos sekolah, dan
kemudian pulang.
Hal lainnya adalah mengenai profesonalisme tenaga pengajar. Di
sekolah maju (swasta maupun negeri), kualitas tenaga pengajar tidak perlu
dipertanyakan lagi. Guru mengajar sesuai bidang keilmuan yang dimilikinya.
Bahkan, tidak jarang sekolah seperti ini mempunyai guru lulusan pascasarjana
(S2). Namun, hal sebaliknya harus terjadi di sekolah-sekolah negeri
2
kebanyakan. Lebih tragis, di beberapa sekolah di pedalaman tak jarang kita
jumpai guru yang merangkap mata pelajaran demi menutupi
kekosongan stockguru yang ada. Bayangkan saja, jika anak anda harus
mempelajari pelajaran Bahasa Indonesia, Agama, dan Muatan Lokal pada
seorang lulusan sarjana Matematika.
Terakhir, sekolah yang telah relatif maju, baik swasta maupun negeri
juga menyediakan berbagai akses pendukung lainnya yang dapat memberikan
kenyamanan dan daya tarik tertentu bagi calon peserta didik.
Kegiatan ekstrakurikuler yang beragam misalnya, dapat memberikan ruang
bagi peserta didik untuk tidak hanya mengembangkan diri dalam dunia
akademik, melainkan juga mengembangkan minat dan bakat sesuai
keinginannya masing-masing.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apa yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana solusi untuk mengatasi kesenjangan pendidikan di Indonesia?
3
PEMBAHASAN
Perdebatan masalah kualitas sekolah negeri atau swasta belum jeda hingga
saat ini. Masyarakat di setiap daerah mempunyai persepsi yang berbeda tentang
sekolah negeri dan swasta, karena menyangkut sifat kedaerahan yang unik dan
perbedaan pengelolaan di masing-masing sekolah. Namun bisa disimpulkan bahwa
konsentrasi masyarakat dalam memilih sekolah masih bertumpu pada dua hal, yaitu
kualitas dan biaya.
Ada sekolah negeri bagus dan murah, ada sekolah swasta bagus dan mahal,
ada juga sekolah swasta dan negeri kualitas menengah dan ada sekolah swasta yang
kualitasnya buruk (dan belum tentu murah) sehingga tak mendapatkan siswa.
Biasanya kualitas yang bagus berbanding lurus dengan biaya yang tinggi dengan
alasan untuk peningkatan mutu sekolah. Namun tidak semua sekolah swasta
kekurangan siswa. Banyak juga sekolah swasta yang justru menolak siswa karena
kelebihan kuota.
Mengapa masyarakat masih mencari sekolah negeri? Faktor ekonomi, dimana
masih banyak penduduk berpenghasilan menengah ke bawah menyebabkan mereka
memilih sekolah negeri yang lebih murah biayanya dibandingkan sekolah swasta.
Apalagi saat ini Dinas Pendidikan terus menambah daya tampung tiap tahun. Sekolah
negeri umumnya mendapat bantuan dana dari pemerintah, sehingga biaya yang
dikeluarkan lebih sedikit dari pada sekolah swasta. Sementara, sekolah swasta untuk
membiayai seluruh elemen sekolah, baik guru maupun fasilitas sekolah berasal dari
iuran siswa. Karena itu, saat ini pemerintah daerah berusaha memberikan bantuan
dana (meskipun tidak banyak) kepada sekolah swasta sehingga dapat menurunkan
biaya sekolah yang dibebankan kepada siswa disamping juga harus berpacu
meningkatkan kualitas.
Selain masalah kualitas dan biaya, Beberapa kondisi yang umum terjadi dan
menjadi pembeda di sekolah negeri dan sekolah swasta adalah sebagai berikut :
4
1. Kurikulum dan bahasa pengantar
Sekolah swasta dinilai lebih dinamis dibandingkan sekolah negeri
karenakan sekolah swasta mengacu pada manajemen masing-masing yayasan,
sementara sekolah negeri mengacu pada kurikulum yang telah dibuat oleh
Kementerian Pendidikan Nasional. Buku ajar di sekolah negeri buku ajar
telah diseragamkan sehingga setiap sekolah menggunakan buku ajar yang
sama, yang beda hanyalah buku pengayaan (buku penunjang). Sedangkan di
sekolah swasta buku ajar setiap sekolah cenderung berbeda. Terkait bahasa,
sekolah negeri sudah jelas menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar,
ditunjang dengan bahasa daerah sebagai sarana pergaulan. Sementara di
sekolah swasta, selain menggunakan bahasa Indonesia juga menggunakan
bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Bahasa daerah biasanya dengan
sendirinya jarang digunakan dalam pergaulan karena keberagaman siswa.
http://www.anakciremai.com/2011/07/makalah-permasalahan-efisiensi -
di.html
2. Tingkat perhatian guru terhadap siswa di kelas
Banyak kenyataan dijumpai pada sekolah negeri yang jumlah siswa
per kelas berkisar antara 30-45 orang, sedangkan sekolah swasta jumlah siswa
per kelas 15-30 orang. Hal ini mengakibatkan guru di sekolah negeri tidak
dapat memperhatikan tiap siswanya secara baik, sehingga guru tidak dapat
mengakomodir satu persatu permasalahan siswa di sekolah.
http://www.anakciremai.com/2011/07/makalah-permasalahan-efisiensi -
di.html
3. Cara belajar
Siswa sekolah swasta banyak melakukan diskusi, presentasi, dan
berargumen. Berbeda dengan siswa di sekolah negeri yang banyak belajar
dengan cara menghafal dan memahami materi dengan mendengarkan guru
dan membaca buku. Tak heran jika siswa sekolah swasta pandai dalam
5
bernalar dan berpendapat sedangkan siswa sekolah negeri lebih mudah
mengingat sesuatu (hapal).
http://www.anakciremai.com/2011/07/makalah-permasalahan-efisiensi-
di.html
Pada dasarnya baik sekolah negeri dan swasta bertujuan untuk mencerdasakan
kehidupan bangsa, namun demikian pada kenyataannya dilapangan banyak sekolah
swasta yang tidak dapat perhatian dari pemerintah hal ini dapat dibuktikan bahwa
pemerintah menanggung 100% anggaran sekolah negeri sedangkan sekolah swasta
hanya mendapat bantuan BOS dan dana subsidi pendidikan gratis. Tunjangan untuk
guru negeri yang belum sertifikasi 250.000/bulan sedangkan untuk guru swasta
100.000/bulan ,dana itupun pembayarannya kurang jelas. Pelatihan pengembangan
kompetensi Guru hanya untuk guru di sekolah negeri saja dan sangatlah
langka pelatihan yang dapat melibatkan sekolah swasta. Pada Pasal 55 Ayat 4 UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Pada ayat tersebut
disebutkan, lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan
teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan
atau pemerintah daerah.
(Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Kata dapat disini menunjukan bahwa pemerintah sama sekali tidak acuh
terhadap sekolah swasta. Kebijakan yang diskriminatif ini menjadikan eksistensi
sekolah swasta yang kian tidak menjanjikan bagi masa depan. Sebagian masyarakat
justru berbondong-bondong untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri
dibanding kesekolah swasta, perbandingan yang mereka utamakan adalah masalah
keuangan karena sekolah negeri lebih murah daripada swasta dan bahkan bisa gratis.
Apalagi sekarang ada sekolah negeri yang berlomba-lomba menjadikan sekolahnya
sebagai SBI dimana mereka melakukan start lebih awal dalam melakukan penerimaan
siswa barunya sehingga sekolah swasta yang pendanaannya kurang kuat akan
kekurangan murid, bisa jadi justru tidak diminati. Sekolah swasta yang pendanaannya
lebih kuat dan biaya tinggi banyak juga diminat iterutama oleh anak-anak orang
tuanya cukup mapan dan berduit. Orang tuapun tak segan-segan merogoh kocek
6
untuk menyekolahkan anaknya disekolah yang memiliki fasilitas lengkap dan guru-
guru yang lebih professional.
Hal-hal yang demikianlah justru pendidikan dinegeri ini akan terkotak-kotak
dimana anak-anak orang kaya akan bersekolah disekolah yang memiliki fasilitas
lengkap dan guru yang baik, dengan kata lain yang kaya dapat bersekolah yang
miskin walaupun pandai tidak bisa sekolah. Demikian juga sekolah negeri yang sudah
berstatus SBI juga butuh mengeluarkan biaya yang cukup mahal sehingga banyak
anak pandai yang orang tuanya tidak mampu secara financial enggan untuk
bersekolah disekolah ini. Kalau kita melihat kenyataan seperti ini berati sejak awal
pola kebijakkan pendidikan kita sudah mengkotak-kotakkan anak didik dimana anak
orang kaya dan anak orang miskin tidak bisa bersekolah disekolah yang memiliki
fasilitas yang sama. Walaupun ada kebijakan beasiswa untuk anak miskin tapi hanya
siswa tertentu saja yang betul-betul pandai yang bisa sekolah disekolah tersebut. Pada
proses awal penerimaan siswa baru anak-anak miskin sudah kalah duluan dalam
persaingan, karena mereka menyadari bila disekolah SBI atau sekolah yang
berkualitas bagus orang tuanya jelas tidak mampu membiayai. Di Indonesia yang
mayoritas penduduknya dibawah garis kemiskinan mereka justru berlomba-
lomba untuk menyekolahkan anaknya disekolah negeri yang biayanya murah dan
kalau bisa gratis.
Pemerintah tidak bisa lepas tangan didalam pengelolaan pendidikan baik itu
untuk kalangan sekolah swasta ataupun sekolah negeri dan perlu kebijakan yang adil
terhadap keduanya. Karena tidak mungkin bahwa sekolah swasta yang ada dinegeri
ini juga banyak dan itu pun bertujuan untuk mencerdaskan bangsa ini. Oleh karena itu
perlu adanya kebijakan pemerintah yang lebih solutif terhadap sekolah negeri dan
sekolah swasta tidak setiap ganti menteri ganti aturan baru yang terkadang tidak
melanjutkan dengan kebijakan sebelumnya. Misalkan saja kebijaksanaan pemerintah
yang tidak adil yaitu membunuh sekolah swasta secara sistematis adalah pelaksanaan
pendirian SD inpres dipelosok negeri mereka tidak memperhatikan disitu telah ada
SD swasta sehingga banyak sekali SD swasta yang gulung tikar waktu
7
itu .Seharusnya desa yang telah memiliki SD swasta tidak perlu didirikan SD Inpres
tetapi diberi bantuan untuk pengembangannya .Hal sama juga dilakukan dengan
mendirikan Unit Sekolah Baru (USB) untuk tingkat SMP dan SMA dimana didirikan
didekat sekolah Swasta hal yang demikian juga mematikan keberadaan sekolah
Swasta karena tidak mungkin siswa lebih berminat disekolah negeri yang notabene
biaya lebih murah. Seharusnya yang perlu dilakukan adalah mendirikan USB yang
jauh dari sekolah Swasta dan memberikan subsisdi kepada sekolah swasta.
Demikian juga pada pada Kementerian pendidikan / Dinas pendidikan
Kabupaten harus memiliki dierektur/sesi khusus yang menangani sekolah swasta
sehingga memeiliki induk yang jelas bila memiliki masalah. Persoalan yang baru
adalah kebijakan dengan menarik guru PNS dimana kebanyakan mereka yang
mengabdi disekolah swasta dan sudah senior. Selain itu juga menarik guru calon PNS
ke sekolah negeri.
Tampaknya pemimpin kita lupa akan sejarah bangsa ini bahwa keberadaan
sekolah swasta baik itu dibawah naungan Muhammmadiyah, Nahdlatul Ulama,
Tamansiswa ,yayasan Kristen, Katolik maupun lainya telah ada jauh sebelum
Indonesia merdeka. Kelahirannya pun merupakan bagian dari perjuangan
kemerdekaan. PerguruanTamansiswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara
(1922), misalnya, sebagai sarana untuk perjuangan politik mewujudkan Indonesia
merdeka. Kelak, setelah merdeka, banyak lulusan Perguruan Tamansiswa yang
turut mengisi kemerdekaan secara positif. Oleh karena itulah para pengambil
kebijakan perlu lebih memperhatikan sejarah, keadilandan keberlangsungan
pendidikan seutuhnya, karena pada dasarnya pendidikan adalah tiang dari Negara.
Dan semua kebijakan tidak perlu memetingkan salah satu pihak karena pada
dasarnyakecerdasan adalah untuk penerus bangsa,karena negeri ini sebenarnya masih
banyak yangmembutuhkan pendidikan, banyak sekali anak-anak yang dipelosok desa
kurang mengenyam pendidikan terkadang sekolah swasta saja yang didirikan tapi
banyak juga pondok-pondok pesantren yang didirikan perorangan untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan dimana perhatian pemerintah tidak dapat menjangkau anak-
8
anak sekolah yang ada dipelosok desa ataupun didaerah-daerah terpencil, oleh karena
itulah perlu kerjasama dari semua pihak dalam mencerdaskan bangsa ini dan tak luput
juga bagi pemegang kebijakan untuk memberikan kebijakan yang lebih adil dibidang
pendidikan yang tidak hanya dalam mengambil keputusan melihat daerah di Jawa
saja atau di kota-kota besar tapi perlu juga didaerah tertinggal dan dipelosok-pelosok
desa yang sulit transportasinya.
Kita sangat berharap pemerintah seharusnya membantu sekolah swasta dan
negeri untuk membantu penuntasan pendidikan dasar untuk anak-anak terutama dari
masyarakat menengah ke bawah dan didaerah-daerah terpencil yang kurang
terjangkau. Diantaranya menggangarkan lebih banyak dalam APBN Pendidikan
karena masih banyak sekolah yang tidak layak pakai baik negeri maupun swasta.
Oleh sebab sedikit banyak, fasilitas sangat mendukung keberhasilan sistem
pendidikan. Semua bisa diatasi dengan mengesampingkan dikotomi sesat sekolah
negeri dan sekolah swasta. Kebijakan yang nantinya dikeluarkan harus betul-betul
merefleksikan nilai-nilai pendidikan untuk semua. Karena masalah utama adalah
keterjangkauan akses-biaya pendidikan- dan output pendidikan.
Output pendidikan dalam arti kualitas nilai akademik siswa yang dihasilkan
oleh sekolah swasta biasanya-kita tidak perlu menutup mata akan hal ini- lebih baik
dibandingkan dengan sekolah negeri. Sekolah-sekolah andalan peraih medali dalam
olimiade sains internasional mayoritas dari sekolah swasta dengan budaya akademik
yang kuat. Lantas apa yang mesti dilakukan? Pemerintah bekerjasama dan
memfasilitasi sekolah negeri dan sekolah swasta dengan mengadakan pelatihan-
pelatihan, atau juga penggodokan kurikulum terpadu atapun sistem belajar mengajar
yang ada oleh karena sekolah swasta terbukti ‘lebih bisa’ dalam menerapkan
pendidikan humanis dan holisitik integratif. Apalagi dengan dikeluarkannya
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.
Sehingga pelayanan pendidikan bagi semua masyarakat bisa berjalan maksimal demi
mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang andal dan berkualitas.
9
Dari pembahasan di atas, penulis akan membahas tentang Landasan Hukum
Pendidikan terhadap kesenjangan pendidikan Indonesia:
UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, pasal 4 ayat 1 tentang penyelenggaraan
pendidikan:
“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.”
Hal ini bertentangan karena masih ada diskriminatif antara sekolah swasta dan
sekolah negeri, misalnya pada penyaluran dana pendidikan yang tidak merata untuk
sekolah swasta dan sekolah negeri.
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat 1:
“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu”
Tetapi pada faktanya banyak penduduk Indonesia tidak mendapatkan pendidikan
bermutu, yang kaya mendapatkan pendidikan bermutu sedangkan yang miskin
mendapatkan pendidikan seadanya bahkan ada juga yang tidak berpendidikan.
Pada Pasal 55 Ayat 4 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
“Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,
subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan atau
pemerintah daerah.”
Kata dapat disini telah diganti menjadi harus, karena kalau dapat berarti pemerintah
acuh tak acuh terhadap pendidikan yang berbasis masyarakat termasuklah sekolah
swasta.
10
KESIMPULAN
Perbedaan yang mencolok dari sekolah swasta dan sekolah negeri adalah
Sekolah negeri di urus oleh pemerintah. Sedangkan sekolah swasta, berdasarkan
Pasal 27 UU Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diberikan
kesempatan seluas-luasnya dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Perbedaan
inilah yang kemudian membentuk perbedaan dalam berbagai hal lainnya di kedua
jenis sekolah ini, yaitu dalam hal fasilitas, kualitas proses pembelajaran,
profesionalisme tenaga pengajar, kenyamanan hingga akses pendukung lainnya
Banyak terdapat pertentangan antara undang-undang yang dibuat pemerintah
dengan fakta yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan pendidikan membuat
kesenjangan antara sekolah swasta dan sekolah negeri.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ciremai, Anak. “ Permasalahan Efisiensi Sekolah Menengah Atas.”http://www.anakciremai.com/2011/07/makalah-permasalahan-efisiensi-di.html (diakses tanggal 23 November 2011)
Januar, Ardhana . “Permasalahan Pemerataan Pendidikan di Indonesia.”http://dhanaunair.blogspot.com/2011/05/permasalahan-pemerataan pendidikan-di.html (diakses tanggal 23 November 2011)
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
12