tugas lore

3
Eleksio Petrich Pattiasina 71 2011 043 Tugas Baca IV EKUMENIK Buku ! Menia"akan atau Merangkul# Pergulatan Teologis Protestan "engan Isla$ Politik "i In"onesia Te%al ! 447 hl$ &a'oran Baca ! (al) 3**+41, -ala$ Te$a Besar .ang "iangkat oleh Mo/au $engenai etros'eksi "an Pros'ek Teologi osial Pasca r"e Baru "engan kata lain %er%icara $engenai 'an"angan tentang $asa lalu "an hara'an teologi sosial 'a"a $asa setelah or"e %aru5 .akni or"e re6or$asi se/ak 'ertengahan 1 8 hingga saat ini) "a e$'a catatan "ari Mo/au ketika $e$an"ang $asa lalu9retros'eksi 'a"a $asa or"e %aru .ang "i%agi atas e$'at %agian) Perta$a Teologi osial Mo"ernis$e versus Teologi sosial &i%erati65 teologi sosial $o"ernis$e "engan keli$a teologn.a :Notoha$i"/o/o5 i$atu'ang5 &atuiha$allo5 Na%a%an "an Eka -ar$a'utra; .ang %er'en"a'at %ah<a untuk $en"ukung i"entitas 'ost+kolonial u$at Kristen Protestan "i In"onesi "ala$ hu%ungan "engan Isla$5 teruta$a Isla$ Politik5 $aka u$at Kristen Protestan se%alikn.a $en"ukung 'olitik $o"ernisasi i"eologisre=i$ r"e Baru5 .aitu 'e$%angunan Nasional se%agai 'enga$alan Pancasila) Ke$u"ian se/ak tahun 1 70+an $uncul teolog sosial lain5 .aitu teologi sosial li%erati6 "engan eks'onen+ eks'onenn.a5 antara lain %ineno5 >i".at$a"/a5 Ukur5 inggih5 Marianne Katto''o "an ?e<angoe5 keena$ teolog ini %er'en"a'at %ah<a gere/a se%agai ko$unitas i$an 'ara $uri" ?esus Kristus harus sungguh+sungguh $en/a"i ko$unitas i$an li%erati6 .ang $ana 'ilihan untuk hi"u' "ala$ soli"aritas "engan $ereka .ang $en/a"i kor%an 'e$%angunan i"eologis re=i$ r"e Baru $eru'akan se%uah keharusan teologis "ala$ orientasi hi"u' $enggere/a gere/a+gere/a "an u$at Kristen "i In"onesia) etros'eksi $asa r"e Baru .ang ke"ua ialah Teologi sosial

Upload: glory25101992

Post on 08-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Eleksio Petrich Pattiasina71 2011 043Tugas Baca IV EKUMENIKA

Buku: Meniadakan atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan dengan Islam Politik di IndonesiaTebal: 447 hlmLaporan Baca: Hal. 366-415

Dalam Tema Besar yang diangkat oleh Mojau mengenai Retrospeksi dan Prospek Teologi Sosial Pasca Orde Baru dengan kata lain berbicara mengenai pandangan tentang masa lalu dan harapan teologi sosial pada masa setelah orde baru, yakni orde reformasi sejak pertengahan 1998 hingga saat ini. Ada empat catatan dari Mojau ketika memandang masa lalu/retrospeksi pada masa orde baru yang dibagi atas empat bagian. Pertama Teologi Sosial Modernisme versus Teologi sosial Liberatif, teologi sosial modernisme dengan kelima teolognya (Notohamidjojo, Simatupang, Latuihamallo, Nababan dan Eka Darmaputra) yang berpendapat bahwa untuk mendukung identitas post-kolonial umat Kristen Protestan di Indonesia dalam hubungan dengan Islam, terutama Islam Politik, maka umat Kristen Protestan sebaliknya mendukung politik modernisasi ideologis rezim Orde Baru, yaitu pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila. Kemudian sejak tahun 1970-an muncul teolog sosial lain, yaitu teologi sosial liberatif dengan eksponen-eksponennya, antara lain Abineno, Widyatmadja, Ukur, Singgih, Marianne Kattoppo dan Yewangoe, keenam teolog ini berpendapat bahwa gereja sebagai komunitas iman para murid Yesus Kristus harus sungguh-sungguh menjadi komunitas iman liberatif yang mana pilihan untuk hidup dalam solidaritas dengan mereka yang menjadi korban pembangunan ideologis rezim Orde Baru merupakan sebuah keharusan teologis dalam orientasi hidup menggereja gereja-gereja dan umat Kristen di Indonesia. Retrospeksi masa Orde Baru yang kedua ialah Teologi sosial pluralis-liberatif, ada lima tokoh penganjur teolog sosial pluralis (Tanja, Sumartana, Singgih, Ngelow dan Rakhmat) dengan penekanan yang berbeda dan memberi sebuah pemahaman bahwa gereja sebagai komunitas iman para murid Yesus dan umat pilihan Allah haruslah mengembangkan sikap teologis sosial yang mampu mendorong sikap sosial umat Kristen yang lebih terbuka dan dialogis terhadap komunitas iman orang-orang berkepercayaan lain, khususnya dengan umat Islam.Menurut Mojau retrospeksi masa orde baru yang ketiga ialah usaha berteologi sebagai respons teologis yang segera, dalam penilaian Mojau hal itu terjadi karena para teolog Asia pada umumnya dikandung dan dilahirkan dari dan ke dalam Rahim pergumulan nyata masyarakat Asia yang menuntur jawaban teologis yang segera. Bagian keempat dari retrospeksi masa orde baru ialah antara hubungan rasa kebangsaan dan usaha berteologi, memang benar bahwa teologi sosial yang dikembangkan selama Orde Baru sangat terkait dengan rasa kebangsaan para teolog dan para pemimpin gereja-gereja di Indonesia. Pada dirinya sendiri, pengembangan teologi yang dikaitkan dengan rasa kebangsaan itu tidak dapat kita persalahkan. Teologi sosial yang merupakan bentuk dari teologi kontekstual tidak mungkin digumuli terlepas dari situasi konkret yang dihadapi umat yang beriman.Setelah melihat analisa yang kritis dari Mojau mengenai retrospeksi teologi sosial di masa Orde Baru, pada saat ini kita bersama-sama akan memahami sebuah prospektif atau dengan kata lain harapan teologi sosial Pasca-Orde Baru, oleh Mojau disebut sebuah Sintesis. Dalam situasi Indonesia yang kontemporer dengan berbagai latar belakang budaya, agama, ras maupun gender, acapkali konflik selalu terjadi, dan juga ketidakadilan dalam masyarakat. Maka daripada itu, arah teologi sosial yang paling tepat dikembangkan dalam konteks Indonesia kontemporer adalah teologi sosial yang bersifat sintesis, Mojau menyebutnya teologi sosial pluralis-transformatif-rekonsiliatif. Sebuah teologi sosial yang terbuka secara dialogis-kritis terhadap sumbangan teologi agama-agama dan teologi local untuk mendorong proses transformasi sosial secara rekonsiliatif, baik secara individual maupun struktural-kemasyarakatan. Model teologi sosial ini mengandaikan bahwa sebuah teologi sosial yang sungguh-sungguh transformative harus juga pluralis dan rekonsiliatif. Di sini teologi sosial transformative dalam pengembangannya dilengkapi dengan aspek sikap sosial yang terbuka dan dialogis dan sikap sosial rekonsiliatif. Sementara itu, teologi sosial yang pluralis harus juga mengandung di dalam dirinya aspek sikap sosial transformatif dan rekonsiliatif. Demikian pula teologi sosial rekonsiliatif, dalam pengembangannya haruslah mempertimbangkan aspek sikap sosial yang terbuka dan dialogis dari sumbangan teologi sosial pluralis dan aspek sikap sosial yang menghendaki perubahan sosial dari sumbangan teologi sosial transformatif. Hal ini juga sejalan dengan semangat pergerakan ekumene di Indonesia, pemikiran dari Mojau sangat mendukung dan membantu untuk bersama-sama merefeleksikan arah gerakan ekumene di Indonesia. Arah hidup menggereja menurut Mojau yang akan menentukan apakah kebuntuan hubungan umat Kristen dengan umat Islam itu dapat diterobos atau tidak. Sangat diperlukan suatu pengembangan eklesiologi dalam pergerakan ekumenis di Indonesia yang sejalan dengan karakter teologi sosial sintesis, yaitu teologi sosial yang memiliki karakter pluralis, transformatif dan rekonsiliatif dalam hubungannya dengan kesadaran arah hidup menggereja gereja-gereja dan umat Kristen di Indonesia pasca Orde Baru.