konsep pengembangan co-management untuk … · 1 konsep pengembangan co-management untuk...

201
1 KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK MELESTARIKAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU SAHARIA KASSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Upload: vudieu

Post on 13-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

1

KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK MELESTARIKAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU

SAHARIA KASSA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 2: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

2

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi ”Konsep Pengembangan Co-Management Untuk Melestarikan Taman Nasional Lore Lindu” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Pebruari 2009

Saharia Kassa P062030081

Page 3: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

3

ABSTRACT

SAHARIA KASSA. Concept of Co-Management Development to Sustain Lore Lindu National Park. Under Supervision of HADI S. ALIKODRA, BUNASOR SANIM, and SAMBAS BASUNI.

This research aimed to: 1) analyze the stakeholder interests in affecting conflict at Lore Lindu National Park (LLNP); 2) analyze the community participation in management of the park; 3) analyze the co-management principles application in LLNP management; 4) determine key factor for co-management of LLNP; 5) formulate co-management concept for LLNP management. The study was conducted at LLNP, Central Sulawesi Province in the period of November 2006- August 2007. The village sample determined using Stratified Random Sampling, while the 90 local community respondents determined with a Systematic Random Sampling, in which 45 people were sampled each from villages with conservation community agreement (KKM Villages) and without KKM Villages. Whereas others respondents from BTNLL, local cultural leaders, village leaders, regional government, NGO, business man, and researcher/academician determined for each six people using Purposive Sampling. Data were analyzed with stakeholder interests, participative, co-management and prospective analyses. The results of study showed that conflict in area LLNP caused by different interest among stakeholders showed by encroachment, illegal logging, destroyed of pole boundary, and burning of jagawana office. This conflict is related to low income, lack of education and lack of awareness on sustainability of the park. There are different community participation between KKM villages and non-KKM villages in their effort to sustain, secure the park areas, and engage in training/extension for the community because interest of KKM villages to use their customary right has been accommodated by BTNLL. This research also shown that co-management concepts has been well applied by KKM villages, such as stakeholder participation, custom land right recognition, custom punishment applying, territory boundary, clarity of right and responsibility, and consensus in national park management at KKM village, except negotiation has not been fulfill co-management principle. Whereas, there have not been applied co-management concepts at the non-KKM villages, as fulfill co-management principle. The key factors that can determine success of co-management are stakeholder participation, negotiation, and consensus, but its factors have not been applied properly. Finally, target of concept of co-management, i.e. may initiate conflict solving at LLNP, sustainability of the park, and economic increase of the community, can be achieved through guided process and fixed law products.

Keywords: Co-management, conflict, national park, stakeholder.

Page 4: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

4

RINGKASAN

SAHARIA KASSA. Konsep Pengembangan Co-management Untuk Melestarikan Taman Nasional Lore Lindu. Dibawah bimbingan HADI S. ALIKODRA, BUNASOR SANIM, dan SAMBAS BASUNI.

Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang ditunjuk melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 593/KPts-II/1993 tanggal 5 Oktober 1993 cenderung mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut terutama diakibatkan oleh; 1) desakan kebutuhan lahan, baik untuk kegiatan pertanian sebagai sumber penghidupan maupun untuk pemukiman, 2) masyarakat merasa bahwa kawasan TNLL tidak memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup mereka, dan 3) proses penetapan batas kawasan yang dilakukan sepihak tanpa penjelasan memadai kepada masyarakat yang telah memanfaatkan sumberdaya yang terdapat pada kawasan ini jauh sebelumnya. Dalam upaya mengatasi masalah dan mengantisipasi kerusakan TNLL, dibutuhkan suatu konsep pengelolaan yang intinya dibangun atas dasar partisipasi, komitmen, dan kerjasama dari seluruh stakeholder yang dikenal dengan pendekatan co-management. Pengelolaan dengan pendekatan co-management bertujuan untuk mengakhiri konflik tanpa ada pihak yang merasa dikalahkan.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis kepentingan stakeholder dalam kaitannya dengan konflik yang terjadi di Taman Nasional Lore Lindu (TNLL); 2) menganalisis partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan taman nasional; 3) menganalisis penerapan prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL saat ini; dan 4) menganalisis faktor kunci penentu keberhasilan co-management sebagai suatu pendekatan dalam pengelolaan TNLL, dan 5) merumuskan konsep co-management.

Penelitian dilaksanakan di TNLL Propinsi Sulawesi Tengah dengan pertimbangan bahwa: 1) TNLL memiliki flora dan fauna endemik Sulawesi yang perlu dipertahankan kelestariannya, 2) di lokasi tersebut hingga kini terus berlangsung upaya-upaya penyusunan Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) terhadap pengelolaan dan pemanfaatan TNLL; 3) tersedianya data penunjang yang dapat membantu dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian berlangsung dari Nopember 2006 sampai dengan Agustus 2007. Penentuan desa sampel dilakukan dengan Stratified Random Sampling, sementara responden masyarakat lokal sebanyak 90 orang ditentukan dengan Systematic Random Sampling masing-masing 45 orang dari desa yang telah memiliki kesepakatan konservasi masyarakat (Desa KKM) dan 45 orang dari desa yang belum memiliki kesepakatan konservasi masyarakat (Desa Non-KKM). Responden selain masyarakat lokal yakni: BTNLL sebanyak 6 orang, Lembaga Adat 6 orang, Kepala Desa 6 orang, Pemda 6 orang, LSM 6 orang, pelaku bisnis 6 orang, dan akademisi/peneliti 6 orang yang ditentukan secara Purposive Sampling. Analisis data yang digunakan yakni: analisis kepentingan, analisis partisipatif, analisis co-management, dan analisis prospektif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepentingan stakeholder terkait dengan TNLL yakni: 1) masyarakat lokal berkisar pada keinginan untuk tetap mengolah lahan adatnya yang terdapat dalam kawasan, memanen hasil tanaman kopi/kakaonya, serta tetap dapat mengambil rotan dan damar baik untuk masyarakat yang ada di desa KKM maupun masyarakat di desa non-KKM; 2) BTNLL mengharapkan untuk tetap mempertahankan pal batas TNLL, perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, kegiatan illegal logging dihentikan, perluasan kebun dalam kawasan tidak terjadi, penangkapan anoa,

Page 5: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

5

rusa, dan babi rusa juga dihentikan, serta penggunaan dana hibah untuk pengelolaan daerah penyangga; 3) lembaga adat terfokus pada keinginan untuk memberlakukan sanksi adat bagi setiap pelanggaran, dan pengakuan terhadap wilayah hak adat; 4) Kepala desa berkepentingan dalam hal terpeliharanya keamanan di sekitar kawasan yang didukung oleh adanya pengakuan BTNLL terhadap hak adat/hak kelola masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan, terutama masyarakat di desa non-KKM; 5) Kepentingan Pemda terkait dengan taman nasional adalah selain memfasilitasi masyarakat untuk tidak merusak kawasan juga memiliki kepentingan dalam hal peningkatan produksi tanaman pangan dan perkebunan, peningkatan produksi perikanan air tawar, dan pengembangan objek wisata; 6) LSM memiliki kepentingan dalam hal menumbuhkan kesadaran pentingnya kelestarian taman nasional bagi semua pihak yang aktivitasnya cenderung merusak kawasan, berkepentingan dalam hal konservasi flora dan fauna, serta mengadvokasi hak-hak tradisional masyarakat lokal; 7) Kepentingan pelaku bisnis terkait dengan TNLL adalah mendapatkan keuntungan dari berbagai peluang bisnis dengan adanya pengambilan hasil hutan oleh masyarakat, dan memperoleh keuntungan bisnis dari hasil pertanian; 8) Kepentingan utama dari akademisi/peneliti terkait dengan TNLL adalah adanya jaminan keamanan dalam pelaksanaan penelitian, terbangunnya pusat informasi untuk kebutuhan pendidikan/penelitian, dan kemudahan akses untuk pendidikan/penelitian.

Berbagai kepentingan stakeholder terkait dengan TNLL menyebabkan terjadinya konflik kepentingan terutama antara masyarakat lokal dengan pihak BTNLL yang ditunjukkan dengan adanya perambahan kawasan, illegal logging, pengrusakan pal batas, dan pembakaran pos polisi hutan. Konflik ini terkait dengan penghasilan masyarakat yang rendah, pendidikan, dan partisipasi masyarakat yang rendah terhadap pelestarian taman nasional. Ada perbedaan partisipasi masyarakat lokal dalam upaya pelestarian kawasan, pengamanan kawasan, dan keaktifan masyarakat dalam mengikuti pelatihan/penyuluhan antara desa KKM dan desa non-KKM; hal ini terkait dengan kepentingan masyarakat di desa KKM untuk tetap memanfaatkan hak adatnya: mengolah sumberdaya lahan yang terdapat dalam kawasan, memetik hasil tanaman kopi/kakaonya, serta mengambil rotan dan damar telah diakomodir oleh pihak BTNLL, sementara kepentingan masyarakat di desa non-KKM belum mendapatkan pengakuan dari pihak BTNLL. Penelitian ini menunjukkan pula bahwa penerapan prinsip-prinsip co-management yaitu partisipasi stakeholder, konsensus, batas teritori, kejelasan hak dan tanggung jawab, pengakuan terhadap hak lahan adat, dan penerapan sanksi adat di desa KKM berada pada kategori tinggi atau telah dilaksanakan dengan baik sementara proses negosiasi pelaksanaannya masih pada kategori sedang; untuk desa non-KKM penerapan prinsip-prinsip co-management masih berada pada kategori rendah. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kunci yang tidak mendukung keberhasilan co-management di TNLL adalah rendahnya partisipasi stakeholder, negosiasi yang tidak melibatkan seluruh stakeholder, dan ketidakjelasan untuk mendapatkan akses sumberdaya. Konsep co-management bertujuan untuk menyelesaikan konflik berbagai stakeholder untuk mencapai kelestarian taman nasional, ekonomi masyarakat meningkat, dengan cara peningkatan partisipasi stakeholder, proses negosiasi yang jelas untuk menghasilkan konsensus serta kejelasan hak dan tanggung jawab sesuai dengan batas teritori masing-masing serta harus ada produk hukum yang mengikat.

Kata kunci : Co-management, konflik, stakeholder, taman nasional.

Page 6: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

6

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

Page 7: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

7

KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK MELESTARIKAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU

SAHARIA KASSA

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2009

Page 8: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

8

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS Ahli Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan

Sumberdaya Alam pada Fakultas Kehutanan IPB.

2. Dr. Ir. Etty Riani, MS Sekertaris Eksekutif Program Khusus PSL-IPB

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. ING. Ir. Hadi Daryanto, D.E.A Dirjen Bina Produksi Kehutanan Departemen

Kehutanan RI, Jakarta

2. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo Dosen pada Fakultas Ekologi Manusia IPB.

Page 9: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

9

Judul : Konsep Pengembangan Co-management untuk Melestarikan Taman Nasional Lore Lindu

Nama : Saharia Kassa

NRP : P062030081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 12 Pebruari 2009 Tanggal Lulus:

Page 10: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

10

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang

telah memberikan nikmat kesehatan sehingga dapat menyelesaikan penulisan

disertasi yang berjudul ”Konsep Pengembangan Co-management Untuk

Melestarikan Taman Nasional Lore Lindu”. Disertasi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada semua pihak

yang telah memberikan berbagai masukan dalam penyelesaian disertasi ini,

khususnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS selaku ketua komisi

pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc dan Bapak Prof. Dr. Ir.

Sambas Basuni, MS masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang

selama ini telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan

mengarahkan serta memberikan motivasi bagi penulis sejak dari penyusunan

proposal penelitian sampai pada penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih

kepada Bapak Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS

yang telah bersedia sebagai dosen penguji luar komisi pada ujian tertutup serta

Bapak Dr. ING.Ir. Hadi Daryanto, DEA dan Bapak Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS

selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka, melalui saran-saran yang diajukan

telah memperkaya konsep dan teori dalam penyusunan disertasi ini untuk lebih

baik.

Terima kasih lepada Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut

Pertanian Bogor beserta staf atas dukungan yang diberikan selama ini, serta

ucapan tarima kasih kepada Ir. Agus Priyambudi, MSc selaku Kepala Balai

Taman Nasional Lore Lindu beserta staf atas dukungan yang diberikan selama

pelaksanaan penelitian.

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Bapak Rektor, Dekan Fakultas

Pertanian, dan Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Universitas

Tadulako atas izin dan bantuan yang diberikan selama mengikuti pendidikan

pada program doktor di Institut Pertanian Bogor. Kepada Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi melalui Beasiswa BPPS yang diberikan, Joint Management

Board program BMZ-STORMA Universitas Tadulako atas bantuan biaya

penelitian yang diberikan. Kepada Prof. Dr. Ir. Marhawati Mappatoba, MT atas

Page 11: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

11

kesediaannya membimbing dan mengarahkan penulis dalam pelaksanaan

penelitian di lapangan melalui kerjasama penelitian ”Stability of Rainforest

Margins in Indonesia” (STORMA) antara Universitas Tadulako, Institut Pertanian

Bogor, Gottingen University, dan Kassel University, German serta kesediaannya

meluangkan wuktu untuk berdiskusi terkait dengan penulisan disertasi ini

diucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya.

Secara khusus ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis

sampaikan kepada kedua orang tua Ayahanda R. Kassa (Almarhum) dan Ibunda

Ade (Almarhumah) yang semasa hidupnya tak henti-hentinya memanjatkan doa

untuk penulis, semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau dan menerima

segala

amal ibadahnya, amien. Juga kepada kakak Hasmiaty, Hj. Dra. Norma, H. Drs.

Abd. Aries dan adik Amiruddin, Sabaria, SE, Fahruddin, SH, dan Sriyani, SE

yang senantiasa berdoa serta memberikan semangat kepada penulis sejak awal

menempuh studi di IPB,semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang

setimpal. Kepada teman-teman yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa

Pascasarjana Sulawesi Tengah (HIMPAST) terutama teman-teman

seperjuangan seasrama HIMPAST, juga kepada teman-teman PSL-2003 terima

kasih atas kebersamaannya selama ini dan mudah-mudahan kerjasama yang

telah terjalin tersebut, senantiasa terjaga sampai kapanpun Insya Allah.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak agar bisa menjadi lebih

baik, senantiasa diharapkan. Harapan penulis semoga disertasi ini memiliki nilai

ibadah di mata Allah, amien.

Bogor, Pebruari 2009

Saharia Kassa

Page 12: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

12

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palopo Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 2 Mei 1958, sebagai anak ke dua dari lima bersaudara dari Ayah R. Kassa (Almarhum) dan Ibu Ade (Almarhumah). Pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di Palopo dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) diselesaikan di Makassar. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1985. Pada tahun 1990, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Ekonomi Sumberdaya Alam, Program Pascasarjana di universitas yang sama atas bantuan Beasiswa BPPS dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan lulus pada tahun 1993. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke program doktor diperoleh pada tahun 2003 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor dengan bantuan beasiswa BPPS Ditjen Pendidikan Tinggi.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako sejak 1986. Sebelumnya, penulis pernah bekerja pada Proyek Pengembangan Kelapa Hybrida Propinsi Sulawesi Tengah (1985-1986), sebagai Sekertaris Bidang Minat Sosial Ekonomi Pertanian pada priode 1993-1997, dan sebagai Ketua Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis 1997-2001, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.

Selama mengikuti Program S3, artikel yang berjudul Partisipasi Stakeholder Pada Kesepakatan Konservasi Masyarakat di Taman Nasional Lore Lindu telah diterbitkan pada jurnal ”Agrokultur” Volume 4 No.6. Juni 2007. Artikel lain yang berjudul Analysing Stakeholders Needs at Community Conservation Agreement in Lore Lindu National Park telah diterbitkan pada Proceedings International Symposium Tropical Rainforests and Agroforests under Global Change (5-9 Oktober 2008, Kuta Bali, Indonesia). Selain itu artikel yang berjudul Co-management Untuk Menginisiasi Penyelesaian Konflik Di Taman Nasional Lore Lindu akan diterbitkan pada jurnal “Agroland” Volume 15 No. 4 Desember 2008. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

Page 13: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

13

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………… ii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………… v DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………. vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Larar Belakang ……………………………………………………… 1 1.2. Kerangka Pemikiran ………………………………………………... 4 1.3. Rumusan Masalah ………………………………………………….. 6 1.4. Tujuan Penelitian …………………………………………………… 6 1.5. Manfaat Penelitian ………………………………………………….. 6 1.6. Novelty (Kebaruan) …………………………………………………. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya

Alam ………………………………………………………………….. 8 2.2. Taman Nasional …………………………………………………….. 10 2.3. Konflik dalam Pengelolaan Taman Nasional ……………………. 13 2.4. Teori Co-management ……………………………………………... 15 2.5. Konsep untuk Mengembangkan Co-management ……………… 25 2.6. Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) ……………………. 35

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………. 39 3.2. Jenis dan Sumber Data ……………………………………………. 39 3.3. Metode Pengumpulan Data ……………………………………….. 40 3.4. Teknik Pengambilan Sampel ……………………………………… 41 3.5. Metode Analisis Data ………………………………………………. 42

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Deskripsi TNLL ……………………………………………………… 51 4.2. Kondisi Sosial Ekonomi …………………………………………… 60

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden …………………………………………… 68 5.2. Proses Terbentuknya KKM dan Implementasinya ……………… 71 5.3. Kepentingan Stakeholder ………………………………………… 73 5.4. Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pengelolaan Taman

Nasional ...................................................................................... 118 5.5 Penerapan Prinsip Dasar co-management dalam

Pengelolaan TNLL pada Kondisi Saat Ini ………………………... 129 5.6. Konsep Co-management untuk TNLL ………………………… 142

VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan …………………………………………………………….. 150 6.2. Saran ………………………………………………………………… 151

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………... 152 LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………………… 160

Page 14: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

14

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tipe hak kepemilikan .............................................................................. 34

2 Jenis dan sumber data berdasarkan tujuan penelitian 2007 .................. 40

3 Perincian jumlah sampel penelitian 2007 ............................................... 42

4 Kepentingan stakeholder terkait dengan TNLL 2007 ............................. 43

5 Matriks pengaruh langsung antar faktor ................................................. 48

6 Pedoman penilaian antar faktor dengan skoring .................................... 48

7 Tahapan penetapan TNLL 2007 ............................................................. 52

8 Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TNLL …………………………… 58

9 Jumlah penduduk disetiap wilayah kecamatan yang ada dalam dua wilayah kabupaten pada kawasan TNLL…………………………………. 61

10 Jumlah penduduk di sekitar TNLL menurut kelompok umur 2007 ......... 62

11 Tingkat pertumbuhan penduduk di sekitar TNLL 2007 …………………. 62

12 Jenis mata pencaharian penduduk di sekitar TNLL 2007 ..................... 64

13 Umur responden masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM ........................................................................................................ 68

14 Tingkat pendidikan responden di desa KKM dan desa non-KKM .... 69

15 Intensitas penyuluhan yang diikuti responden pada dua tahun terakhir 70

16 Pendapatan rata-rata masyarakat lokal dalam sebulan di desa KKM dan non-KKM 2007 ................................................................................ 70

17 Persentase kepentingan masyarakat pada dua kelompok desa terkait dengan TNLL 2007 ................................................................................ 74

18 Jumlah dan alasan responden masyarakat lokal di desa non-KKM yang merasakan ketidak nyamanan terkait dengan sumberdaya yang terdapat di dalam TNLL 2007 ................................................................. 76

19 Persentase masyarakat lokal yang pernah mengalami tindakan yang dinilai kurang manusiawi dari polisi hutan di desa non-KKM 2007 ..... 78

20 Prosentase masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM berdasarkan manfaat keberadaan TNLL yang dikemukakan 2007 ........ 81

21 Dana yang digunakan dalam implementasi proyek konservasi dan

pembangunan daerah penyangga di kawasan TNLL 2007 .................... 88

22 Kepentingan untuk stakeholder lembaga adat terkait dengan pengelolaan TNLL 2007 ......................................................................... 89

23 Kepentingan untuk stakeholder kepala desa terkait dengan pengelolaan TNLL 2007 .........................................................................

91

Page 15: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

15

24 LSM lokal dan internasional yang memiliki kepentingan terkait dengan TNLL 2007 ............................................................................................. 94

25 Kepentingan dari stakeholder LSM terkait dengan pengelolaan TNLL 95

26 Jumlah dan persentase pelaku bisnis berdasarkan komoditi utama yang diperdagangkan 2007 ................................................................... 96

27 Kepentingan dari stakeholder pelaku bisnis terkait dengan pengelolaan TNLL 2007 ......................................................................... 97

28 Jumlah peneliti dan negara asal peneliti yang melaksanakan penelitian di sekitar TNLL 2004 sampai dengan 2006 ........................................... 99

29 Kepentingan dari stakeholder akademisi/peneliti terkait dengan pengelo-laan TNLL 2007 ....................................................................... 100

30 Jumlah perambah yang telah melakukan aktivitas pertanian di dalam kawasan TNLL 2007 .............................................................................. 104

31 Perambahan yang dilakukan oleh masyarakat lokal di beberapa bagian kawasan TNLL 2007 ......................................................................................... 107

32 Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan hak nya terkait dengan TNLL ....................................................................... 108

33 Persentase masyarakat yang lahan kebunnya masuk dalam kawasan TNLL di desa KKM dan non-KKM 2007 ............................................. 117

34 Persentse partisipasi masyarakat lokal pada kegiatan pelestarian kawasan TNLL 2007 .............................................................................. 119

35 Partisipasi masyarakat lokal pada pengamanan kawasan ................... 122

36 Partisipasi masyarakat lokal pada kegiatan pelatihan/penyuluhan ........ 125

37 Partisipasi masyarakat di desa KKM dan desa non-KKM pada upaya pengelolaan taman nasional 2007 .............................................. 127

38 Alasan yang dikemukakan masyarakat lokal di desa non-KKM terkait dengan pengelolaan TNLL pada kondisi saat ini 2007 .......................... 131

Page 16: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

16

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian .............................................................. 5

2 Tahapan dari co-management .............................................................. 19

3 Prinsip Dasar dari co-management …………………………………… 19

4 Tahapan dari Partisipasi …………………………………………………… 26

5 Bagan alir analisis partispasi masyarakat pada kegiatan pelestarian ... 45

6 Bagan alir analisis partisipasi masyarakat pada kegiatan pengamanan

Kawasan ................................................................................................ 46

7 Bagan alir analisis partisipasi masyarakat pada kegiatan pelatihan/

Penyuluhan ............................................................................................ 46

8 Diagram untuk menemukan faktor kunci penentu keberhasilan co-management .......................................................................................... 49

9 Persentase rencana zonasi TNLL 2007 ................................................ 55

10 Struktur organisasi Balai TNLL .............................................................. 59

11 Persentase jumlah penduduk di sekitar TNLL berdasarkan tingkat pendidikan 2007 .................................................................................... 63

12 Persentase tingkat pendapatan masyarakat di sekitar TNLL 2007 ....... 66

13 Persentase masyarakat lokal dan alasan penjualan lahan di desa KKM dan desa non-KKM 2007 ........................................................... 78

14 Masyarakat berkebun dan bermukim dalam kawasan TNLL ................ 80

15 Persentase kepentingan masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM 2007 ....................................................................................... 80

16 Kerusakan jalan akibat banjir dan kayu hasil tebangan liar di sekitar TNLL ................................................................................................................. 86

17 Sebagian besar dari kebun kakao masyarakat yang terbawa banjir dan kayu illegal dari TNLL .................................................................... 86

18 Persentase kepentingan TNLL terkait dengan pengelolaan TNLL ........ 87

19 Kepentingan stakeholder Pemda propinsi/kabupaten terkait dengan pengelolaan TNLL ................................................................................. 92

20 Persentase masyarakat lokal berdasarkan luas kepemilikan lahan di desa KKM dan non-KKM 2007 ............................................................ 102

21 Kegiatan pembukaan lahan di bagian kawasan TNLL .......................... 105

22 Perambahan dan pemukiman di bagian kawasan TNLL ....................... 106

23 Kayu illegal yang ditemukan di dalam kawasan TNLL .......................... 112

24 Salah satu pal batas TNLL yang terdapat di dalam kebun masyarakat ............................................................................................ 116

25 Persentase luas lahan masyarakat di desa KKM dan desa non- 118

Page 17: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

17

KKM yang terdapat dalam kawasan TNLL 2007 ...................................

26 Bagian kawasan TNLL yang sudah menjadi kebun kakao .................... 120

27 Anggota Tondo Ngata melakukan persiapan sebelum menjalankan tugasnya ................................................................................................ 123

28 Anggota Tondo Ngata berangkat ke dalam hutan ................................ 123

29 Pembakaran pondok dan damar hasil pungutan masyarakat di dalam kawasan yang disita oleh Polhut .......................................................... 128

30 Rotan hasil pungutan masyarakat yang disita oleh polhut .................... 128

31 Persentase partisipasi stakeholder sebagai prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL 2007 ............................................................. 129

32 Persentase pengakuan terhadap hak lahan adat sebagai prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL 2007 .................................. 132

33 Persentase pelaksanaan negosiasi sebagai prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL 2007 ............................................................. 134

34 Persentase penerapan sanksi adat sebagai prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL 2007 ............................................................. 136

35 Persentase pendapat responden tentang batas teritori dalam pengelo-laan TNLL 2007 ..................................................................................... 137

36 Persentase pendapat responden tentang kejelasan hak dan tanggung-jawab dalam pengelolaan TNLL 2007 ................................... 138

37 Persentase pendapat responden tentang adanya konsensus dalam pengelolaan TNLL 2007 ........................................................................ 140

38 Salah seorang angota Totua Ngata menyerahkan piagam kesepakatan kepada Kepala Balai TNLL .............................................. 141

39 Masyarakat Adat Toro berpose bersama di sekeliling prasasti pengakuan .................................................................................................................. 141

40 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan co-management dalam pengelolaan TNLL ............. 145

41 Konsep co-management untuk pengelolaan TNLL ........................... 146

Page 18: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

18

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta lokasi penelitian ............................................................................. 160

2 Nama desa KKM dan desa non-KKM yang terdapat di sekitar TNLL 2007 ....................................................................................................... 161

3 Peta partisipatif Wilayah Adat Toro ........................................................ 162

4 Matriks hasil penilaian pengaruh antar faktor ........................................ 163

5 Kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh masyarakat lokal di beberapa bagian kawasan TNLL ........................................................... 164

6 Kesepakatan konservasi masyarakat Desa Wuasa Kec. Lore Utara Kab. Poso ............................................................................................... 167

7 Kesepakatan konservasi sumberdaya alam Masyarakat Adat Ngata Toro ........................................................................................................ 167

8 Surat pernyataan Kepala Balai Taman Nasional Lore Lindu ................. 168

Page 19: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

19

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya alam dan lingkungan saat ini mengalami kerusakan dan

pencemaran terutama disebabkan oleh eksploitasi yang tidak memperhatikan

kemampuan tumbuh sumberdaya alam tersebut dan kegiatan yang mencemari

lingkungannya. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat

penting untuk mendukung upaya pembangunan yang berkelanjutan, yang

fungsinya untuk mendukung pembangunan dan pertumbuhan sosial ekonomi

masyarakat di sekitar, mencegah erosi dan banjir, menyerap emisi CO2,

mempertahankan iklim mikro, dan kelestarian biodiversity.

Menurut Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2003) bahwa

dari total kawasan hutan yang luasnya ± 120,35 juta ha, telah rusak seluas

kurang lebih 59,7 juta ha atau 49,6% dari total luas kawasan dengan laju

kerusakan antara tahun 1997-2003 diperkirakan sebesar 2,83 juta ha per tahun.

Upaya perlindungan dan pelestarian sumberdaya hutan, Pemerintah Republik

Indonesia telah menetapkan sejumlah kawasan konservasi dengan luasan ±

27.624.925 ha yang terdiri dari kawasan suaka alam seluas 9.558.427,82 ha dan

kawasan pelestarian alam seluas 17.840.505,46 ha (Dephut 2004). Selanjutnya,

Taman Nasional (TN) dinyatakan sebagai salah satu bentuk dari kawasan

pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi

dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (UU No. 5 tahun 1990), dengan

luas sekitar 14.972.690,33 ha (Dephut, UNESCO dan CIFOR 2004), dan saat

ini telah mencapai 16.694.195,78 yang terdiri dari 12.475.335,78 ha wilayah

daratan dan 4.218.860,00 ha wilayah perairan (Dephut 2005).

Pengelolaan taman nasional dengan sistem zonasi untuk tujuan

konservasi, penelitian, pendidikan, dan kepariwisataan yang masih sentralistik

sampai saat ini masih menghadapi berbagai kendala (Alikodra 1987). Kendala

yang masih dihadapi dalam pengelolaan taman nasional dikemukakan oleh

Wiratno et al. (2004) antara lain: 1) Keterbatasan anggaran; 2) sumberdaya

pengelola masih belum memadai, 3) kelemahan infrastruktur, dan 4) hubungan

yang belum harmonis dengan masyarakat di sekitar kawasan. Oleh karena itu

agar pengelolaan kawasan tersebut dapat berjalan dengan baik diperlukan

Page 20: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

20

jaringan kerja dan komitmen bersama dengan para pemangku kepentingan

terhadap sumberdaya alam di dalam maupun di sekitar kawasan. Untuk itu sejak

pertengahan tahun 1990-an terjadi pergeseran paradigma pengelolaan taman

nasional yang semula masih bersifat parsial dan hanya berorientasi pada

pelestarian, menjadi terintegrasi dengan mulai memperhatikan keseimbangan

antara kepentingan ekonomi, sosial, dan kepentingan pelestarian yang melibatan

seluruh stakeholder (Sembiring dan Husni 1999; Bappenas 2002).

Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) seluas 217.991,18 ha, yang ditunjuk

melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 593/KPts-II/1993 tanggal 5

Oktober 1993 dan kemudian dikukuhkan atau ditetapkan oleh Menteri Kehutanan

dan Perkebunan dengan No.464/Kpts-II/1999, memiliki potensi berupa flora dan

fauna endemik Sulawesi yang sangat unik dan menarik. Potensi flora yang

dimaksud antara lain leda (Eucalyptus deglupta), palem wangi (Pigapetta elata),

damar (Agathis celebica), rotan tai manu’ (Korthalsia celebica), anggrek (Vanda

celebica), dan terdapat minimal 287 jenis tanaman berkhasiat (tanaman obat).

Jenis fauna diantaranya adalah anoa (Bubalus quarlesi), babirusa (Babyrousa

babyrussa), monyet hitam (Macaca tonkeana), tarsius (Tarsius spectrum),

kuskus (Palanger sp), biawak (Varanus sp), burung maleo (Macrocephalon

maleo), dan burung alo (Rhyticeros cassidix). Kekayaan lain yang terdapat pada

kawasan tersebut antara lain ekosistem danau (Danau Lindu), ekosistem air

panas (Sungai Rawa), dan ekosistem pegunungan (Gunung Lore Katimbo)

dengan ketinggian 2.610 m dpl. Disamping itu terdapat potensi budaya berupa

Batuan Megalit, adat istiadat Suku Lore, Rumah Adat Tambi, musik bambu, dan

Dero (Tarian Daerah Sulawesi Tengah) (BTNLL, TNC, dan Ditjen PHKA 2004).

Mengingat potensi dan keunikan yang dimiliki oleh TNLL tersebut, maka

TNLL diberikan status istimewa: 1) sebagai lokasi warisan dunia oleh Pemerintah

Republik Indonesia, 2) sebagai kawasan burung endemik dengan ditemukannya

42 jenis yang terdapat di dalam kawasan TNLL dari 47 jenis burung endemik

yang ada, 3) sebagai suaka biosfer, UNESCO, dan 4) sebagai pusat

keanekaragaman jenis tanaman oleh WWF dan IUCN. Potensi yang dimiliki

TNLL tersebut, seyogianya dikelola dengan seksama dan bijaksana agar sasaran

pengelolaan dapat dicapai. Sasaran pengelolaan TNLL adalah: (1) konservasi

berbagai ekosistem hutan, serta berbagai jenis satwa yang hidup di dalamnya;

(2) pengatur tata air, pencegah erosi, dan pengendali banjir; (3) sebagai tempat

penelitian, pendidikan, wisata dan rekreasi; (4) sebagai tempat pengembangan

Page 21: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

21

wisata dan rekreasi; (5) sebagai tempat yang dapat memberikan andil dalam

peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat yang ada di

sekitarnya (BTNLL 2003).

Sasaran pengelolaan TNLL sampai saat ini, belum sepenuhnya tercapai.

Kondisi ini ditunjukkan dengan kerusakan taman nasional seluas 14.770 ha

(6,8%) dari total luas kawasan, selain itu laju deforestasi TNLL memperlihatkan

kecenderungan yang meningkat 75 Ha/tahun pada kurun waktu 1983 – 1999,

340 Ha/tahun pada tahun 1999-2001, dan 4.000 Ha/tahun pada 2001-2002 (TNC

2002). Kerusakan taman nasional tersebut tersebar di beberapa lokasi yang

disebabkan oleh kegiatan perambahan, termasuk perambahan di Wilayah Dongi-

Dongi yang dirambah dan dijadikan pemukiman oleh 1.030 KK yang berasal dari

desa di sekitar TNLL (Awang 2003). Kasus perambahan dan pemukiman

penduduk di Wilayah Dongi-Dongi tersebut, berpotensi pula menimbulkan konflik

horisontal antar masyarakat adat yang masing-masing merasa bahwa lahan

tersebut adalah tanah adat mereka.

Selain konflik pemanfaatan lahan, kondisi faktual yang terlihat di lapangan

adalah masih terdapat kegiatan pengambilan hasil hutan yang tidak terkontrol,

perburuan satwa yang dilindungi, plot-plot penelitian yang masih sering

terganggu, dan kondisi kehidupan masyarakat di sekitar TNLL sebagian besar

masih berpendapatan rendah yang ditunjukkan oleh pendapatan perkapita

sebesar Rp5.229.492/tahun atau hanya sekitar Rp435.791/bulan1) dengan

tingkat pendidikan penduduk yang bermukim di sekitar kawasan sebagian besar

hanya berpendidikan SD (38,54%) bahkan 41,6% yang tidak sekolah dan tidak

tamat SD (BPS 2006).

Permasalahan TNLL yang telah diuraikan sebelumnya terutama

diakibatkan oleh; 1) desakan kebutuhan lahan, baik untuk kegiatan pertanian

sebagai sumber penghidupan maupun untuk pemukiman, 2) masyarakat merasa

bahwa Kawasan TNLL tidak memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup

mereka, dan 3) proses penetapan batas kawasan yang dilakukan sepihak tanpa

penjelasan memadai kepada masyarakat yang telah memanfaatkan sumberdaya

yang terdapat pada kawasan ini jauh sebelumnnya (Khaeruddin et. al. 2002).

Dalam upaya mengatasi masalah dan mengantisipasi kerusakan TNLL

lebih lanjut, dibutuhkan suatu konsep pengelolaan yang diharapkan dapat

mengakomodir aspirasi dan keinginan dari semua stakeholder. Konsep yang

1)

Upah Minimum Propinsi (UMP) Sulawesi Tengah Rp685.000/bulan.

Page 22: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

22

dimaksud pada intinya dibangun atas dasar partisipasi, komitmen, dan kerjasama

dari seluruh stakeholder yang dikenal dengan pengelolaan secara kolaborasi.

Pengelolaan dengan pendekatan kolaborasi telah banyak dibahas dan bahkan

telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-

II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan

Pelestarian Alam yang bertujuan untuk mewujudkan efektivitas pengelolaan

kawasan yang dilindungi, terpenuhinya kebutuhan kesetaraan, keadilan dan

demokrasi dalam pengelolaan sumberdaya alam, serta terpenuhinya keinginan

para pihak untuk mengakhiri konflik tanpa ada pihak yang merasa dikalahkan

(Dephut 2005). Oleh sebab itu untuk melindungi dan melestarikan TNLL

sekaligus bertujuan untuk menyelesaikan atau mengakhiri terjadinya konflik di

kawasan taman nasional maka diperlukan konsep co-management dalam

pengelolaan TNLL.

1.2. Kerangka Pemikiran

Pengelolaan TNLL selama ini masih dikelola dengan kebijakan yang

sentralistik sehingga seringkali keputusan-keputusan yang diambil oleh pihak

otoritas taman nasional tidak sesuai dengan keiinginan masyarakat. Sebagai

konsekuensi dari kebijakan tersebut, memicu munculnya konflik kepentingan

yang mengakibatkan terjadinya degradasi sumberdaya alam di dalam

pengelolaan kawasan taman nasional. Konflik tersebut berimplikasi pada

terjadinya degradasi TNLL. Untuk mengatasi berbagai masalah dan

mengantisipasi konflik agar tidak semakin meluas, telah dibangun kesepakatan

konservasi masyarakat (KKM) di beberapa desa di sekitar TNLL. Namun

demikian, kondisi faktual menunjukkan bahwa upaya itupun belum mampu

mengatasi konflik yang terjadi di TNLL.

Claridge & O”Callaghan (1995); Fisher (1995); Nikijuluw (1999); Borrini-

Feyerabend et al. (2000); dan Alikodra (2004) berpendapat bahwa banyak

permasalahan yang perlu diselesaikan atas dasar kejelasan peran dan tanggung

jawab, sehingga perlu dibangun pengelolaan dengan menerapkan co-

management. Selajutnya keberhasilan co-management harus didukung oleh

komponen-komponen penting yakni: 1) partisipasi stakeholder, 2) pengakuan

terhadap hak lahan adat, 3) ada proses negosiasi, 4) penerapan sanksi adat, 5)

batas teritori, 6) ada kejalasan hak dan tanggung jawab dari stakeholder, serta 7)

ada konsensus yang disepakati. Ke tujuh komponen ini merupakan parameter

yang akan dikaji sejauhmana penerapannya dalam pengelolaan TNLL. Selain itu

Page 23: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

23

penelitian ini akan mengkaji pula kepentingan dari stakeholder kaitannya dengan

konflik yang terjadi di kawasan taman nasional. Untuk menentukan faktor kunci

keberhasilan pengembangan co-management TNLL dilakukan analisis prospektif

(Hardjomidjoyo 2004). Secara skematis kerangka pemikiran penelitian disajikan

pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian.

Upaya Pengelolaan Kawasan TNLL

Kebijakan Sentralistik

Kepentingan stakeholder

- Konflik Kepenting-an

- Degradasi sumber- daya alam

CO-MANAGEMENT: Stakeholder, pengakuan terhadap hak lahan adat, negosiasi, penerapan sanksi adat, batas teritori,

kejelasan hak dan tanggungjawab, serta konsensus (diadaptasi dari: Claridge O” Callaghan 1995; Fisher

1995; Nikijuluw 1999; Borrini-Feyerabend 2000; Alikodra 2004)

Kesepakatan konservasi masyarakat (KKM)

Pengelolaan TNLL

Page 24: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

24

1.3. Rumusan Masalah

Pengelolaan TNLL belum mampu mengatasi berbagai masalah yang

timbul akibat konflik kepentingan berbagai stakeholder. Fokus dari pertanyaan

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kepentingan stakeholder terkait dengan konflik yang terjadi di

kawasan TNLL

2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan TNLL

3. Bagaimana penerapan prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL

saat ini

4. Faktor-faktor kunci yang mana, penentu keberhasilan pengembangan co-

management dalam pengelolaan TNLL.

5. Konsep co-management yang bagaimana untuk pengelolaan TNLL.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kepentingan stakeholder dalam kaitannya dengan konflik yang

terjadi di taman nasional

2. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan taman

nasional

3. Menganalisis penerapan prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL

saat ini (existing condition)

4. Menganalisis faktor kunci penentu keberhasilan co-management dalam

pengelolaan TNLL.

5. Merumuskan konsep co-management untuk pengelolaan taman nasional

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah:

1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang pola co-management

sebagai salah satu pola pendekatan pengelolaan kawasan konservasi yang

sustainable

2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah (BTNLL), tentang

pentingnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi

3. Keterlibatan multistakeholder dalam pengelolaan kawasan konservasi

terutama masyarakat yang ada di sekitar kawasan diharapkan dapat

memperoleh nilai ekonomi yang seimbang dengan kepentingan konservasi.

Page 25: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

25

1.6. Novelty (Kebaruan)

Co-management dikenal sebagai suatu bentuk pengelolaan sumberdaya

alam yang diharapkan dapat mengakomodir semua kepentingan stakeholder.

Berkaitan dengan itu kebaharuan (novelty) dari penelitian ini adalah menemukan

faktor kunci yang paling kuat pengaruhnya terhadap keberhasilan co-

management, dan menghasilkan konsep co-management untuk penyelesaian

konflik dalam pengelolaan TNLL yang akhirnya diharapkan kelestarian taman

nasional dan peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan taman

nasional dapat tercapai.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Pelaksanaan kegiatan pembangunan memunculkan dua benturan

kepentingan yakni pembangunan dari sisi ekonomi dan pelestarian lingkungan

pada sisi yang lain. Kedua benturan kepentingan tersebut akan menimbulkan

dampak positif maupun negatif, demikian pula halnya dalam upaya pengelolaan

TNLL di satu sisi ingin melestarikan sumberdaya alam yang ada, tapi di sisi lain

bagaimana masyarakat yang ada di sekitarnya dapat terpenuhi kebutuhannya,

terutama mereka yang bersentuhan langsung dengan sumberdaya yang bernilai

ekonomi dari kawasan taman nasional. Oleh sebab itu upaya pengelolaan TNLL

secara berkelanjutan perlu dilaksanakan.

Pembangunan berkelanjutan mulai dipopulerkan pada tahun 1987 melalui

laporan Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama) yang digagas oleh

World Commission on Environment and Development (Komisi Dunia tentang

Lingkungan dan Pembangunan) yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland

sehingga dikenal dengan Komisi Brundtland. Fokus dari laporan yang disusun

oleh Komisi Brundtland (Brundtland Report) tersebut, adalah pembangunan

berkelanjutan yakni pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini

tanpa mengorbankan atau mengurangi peluang generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhannya (Soemarwoto 2004).

Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu konsep pembangunan

yang bertujuan untuk mengelola atau memanfaatkan sumberdaya alam agar

tidak mengalami kerusakan atau kepunahan. Konsep pembangunan

berkelanjutan harus mengacu pada aspek ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya.

Pada berbagai kajian disebutkan pula bahwa untuk mencapai pengelolaan

Page 26: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

26

sumberdaya alam yang berkelanjutan dibutuhkan sinergi yang baik antara fungsi

ekonomi, ekologi, dan sosial (Hanna et al. 1995; Sardjono 2004; Bohensky

2005). Sejalan dengan konsep kelestarian atau keberlanjutan, Suhendang (2004)

mengemukakan bahwa konsep pengelolaan sumberdaya hutan yang sustainable

mensyaratkan perlunya diperoleh manfaat terhadap fungsi-fungsi ekonomis

(produksi), ekologis (lingkungan), dan sosial dari sumberdaya hutan secara

optimal dan lestari.

Konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini menjadi suatu konsep

pembangunan yang diterima olah semua negara di dunia untuk mengelola

sumberdaya alam agar tidak mengalami kehancuran dan kepunahan.

Konsep ini berlaku untuk seluruh sektor pembangunan termasuk pembangunan

sektor kehutanan. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multidisiplin

karena banyak aspek pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain

aspek ekologi, ekonomi, sosial-budaya, hukum dan kelembagaan.

Barbier (1989) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan lebih

ditekankan pada pembangunan ekonomi dimana pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan (suatainable economic development) adalah konsep pembangunan

yang merujuk pada tingkat interaksi yang optimal antara tiga sistem yaitu biologi,

ekonomi, dan sosial, yang dicapai melalui satu proses trade-offs yang adaptif dan

dinamis. Sementara Pearce (1986) menekankan konsep pembangunan

berkelanjutan pada adanya kompromi antara sistem-sistem atau antara

kebutuhan generasi kini dan generasi yang akan datang.

Selanjutnya Yakin (1997) mengemukakan bahwa pembangunan

berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang

tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi

kebutuhannya atau dengan kata lain pembangunan berkelanjutan merupakan

suatu proses perubahan dalam eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi

pengembangan teknologi, dan perubahan institusi, yang kesemuanya berada

dalam keselarasan dan meningkatkan potensi masa kini dan yang akan datang

untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia. Dalam hal ini,

pembangunan ekonomi harus berjalan selaras dengan kepentingan lainnya

sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya memenuhi kepentingan generasi

sekarang tetapi juga generasi yang akan datang.

Munasinghe dan McNelly (1992) mengidentifikasi tiga konsep dari

pembangunan berkelanjutan yakni konsep pendekatan ekonomi, ekologi, dan

Page 27: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

27

sosial budaya. Aspek ekonomi pembangunan berkelanjutan dicapai apabila

dapat menghasilkan pendapatan yang maksimum dengan tetap

mempertahankan stok sumberdaya atau aset yang menghasilkan benefit

tersebut. Aspek ekologi menjelaskan stabilitas fisik dan biologi suatu sistem atau

ekosistem sementara aspek sosial budaya dari pembangunan berkelanjutan

menyangkut stabilitas sistem sosial budaya, termasuk mengurangi konflik yang

biasa terjadi.

Identifikasi tiga konsep pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan di

atas, sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang dirumuskan oleh

Munasinghe (1993) bahwa pembangunan berkelanjutan apabila memenuhi tiga

dimensi yaitu: secara ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial

berkeadilan, dan secara ekologis lestari (ramah lingkungan). Makna

pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan pada

pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah

kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil

berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan termasuk estetika. Hal lain

yang tidak kalah pentingnya adalah konsep pemanfaatan sumberdaya yang

berkelanjutan (sustainable use of resources) yang bermakna bahwa eksploitasi

atau pemanfaatan sumberdaya tidak melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau

dihasilkan dalam kurun waktu yang sama.

2.2. Taman Nasional MacKinnon et.al (1993) mengemukakan bahwa taman nasional adalah

kawasan pelestarian alam yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai

alam yang spesifik dengan kepentingan pelestarian tinggi, potensi objek rekreasi

yang besar, mudah dicapai dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah

tersebut. Sementara IUCN (1994) merumuskan bahwa taman nasional adalah

areal yang cukup luas, dimana ada satu atau beberapa ekosistem tidak berubah

oleh kegiatan eksploitasi atau pemilikan lahan spesies flora dan fauna, kondisi

geomorfologi dan kondisi habitatnya memiliki nilai landskape alam dengan

keindahan tinggi.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya merumuskan bahwa taman

nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,

dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam.

Page 28: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

28

Fungsi pokok taman nasional adalah: 1) sebagai kawasan perlindungan; 2)

sebagai kawasan untuk mempertahankan keragaman jenis tumbuhan dan satwa;

dan 3) sebagai kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam

hayati dan ekosistemnya.

Pengelolaan kawasan taman nasional, dilakukan dengan sistem zonasi

agar kawasan tersebut dapat dikelola dengan baik. Sistem zonasi yang dimaksud

adalah zona inti, zona pemanfaatan, dan zona rimba atau zona lainnya yang

ditetapkan berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya. Untuk zona inti tidak diperkenankan adanya campur tangan

manusia baik dari pihak pengelola maupun pengunjung karena. Setiap kegiatan

atau aktivitas makhluk hidup pada zona inti dibiarkan berjalan dengan sendirinya.

Pada zona rimba, campur tangan manusia secara terbatas diperkenankan

misalnya pendidikan, penelitian, wisata terbatas serta kegiatan yang menunjang

budidaya. Sedangkan pada zona pemanfaatan, diperkenankan adanya kegiatan

pendidikan, penelitian, penunjang budidaya tumbuhan dan penangkaran satwa,

serta wisata alam atau ekoturisme (PP No.68 tahun 1998 tentang Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam).

Berkaitan dengan pengelolaan taman nasional maka masyarakat atau

pihak swasta diperkenankan untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk kemitraan

dengan membangun sarana dan prasarana penunjang wisata misalnya bungalow

atau pusat penjualan cinderamata. Namun demikian sarana dan prasarana yang

dibangun harus menggunakan pola arsitektur setempat serta bahan-bahan yang

ramah lingkungan serta diupayakan untuk tidak terjadinya kerusakan alam.

Antara kawasan taman nasional dengan kawasan pemukiman biasanya

dipisahkan oleh suatu kawasan yang dikenal dengan daerah penyangga. Daerah

penyangga mempunyai fungsi untuk menjaga Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang

berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan

perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan (PP No. 68 tahun

1998)

Alikodra (1998) mengemukakan pula bahwa daerah penyangga adalah

wilayah yang berada di luar kawasan konservasi, baik sebagai kawasan hutan,

tanah negara bebas maupun tanah negara yang dibebani hak dan diperlukan

serta mampu menjaga keutuhan kawasan konservasi. Pada prinsipnya daerah

penyangga dapat berfungsi sebagai penyangga terhadap berbagai macam

Page 29: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

29

kegiatan yang dapat merusak potensi sumberdaya alam taman nasional dan juga

berfungsi untuk melindungi manusia dari binatang liar pemangsa. Daerah

penyangga taman nasional adalah suatu kawasan yang berfungsi melindungi

taman nasional dari gangguan manusia atau juga melindungi kehidupan manusia

dari gangguan yang berasal dari taman nasional.

Selanjutnya MacKinnon et al. (1993) memberikan batasan bahwa daerah

penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang

dilindungi dan berfungsi sebagai lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan

yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Daerah

penyangga bertujuan untuk: 1) menyelamatkan potensi kawasan dari berbagai

macam gangguan baik oleh manusia, ternak ataupun pencemaran lingkungan; 2)

mengembangkan dan membina hubungan tradisional antara masyarakat dengan

alam, sehingga tercipta adanya integrasi antara manusia dan alam pada kondisi

yang lebih baik; 3) memberikan perlindungan terhadap masyarakat daerah

pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dari gangguan satwa liar yang

berasal dari kawasan konservasi; 4) meningkatkan produktivitas lahan melalui

pola usahatani yang lebih intensif; 5) meningkatkan kesadaran dan partisipasi

masyarakat terhadap upaya pelestarian alam dan lingkungan; 6)

mengembangkan jenis-jenis kebutuhan pokok yang berasal dari kawasan

konservasi dengan pengembangan pola budidaya baik untuk protein hewani

maupun protein nabati; 7) mengembangkan sistem jasa yang berkaitan dengan

kegiatan pengelolaan kawasan konservasi.

MacKinnon et al. (1993) mengemukakan pula bahwa dasar umum yang

digunakan dalam penetapan suatu kawasan sebagai taman nasional adalah: 1)

karakteristik atau keunikan ekosistem, 2) mempunyai keanekaragaman spesies

atau spesies khusus yang “bernilai”, 3) mempunyai landskap dengan ciri geofisik

atau estetika yang “bernilai”, 4) mempunyai fungsi perlindungan hidrologi (tanah,

air, iklim), 5) mempunyai sarana untuk rekreasi alam atau kegiatan wisata dan 6)

mempunyai tempat peninggalan budaya yang tinggi diantaranya: candi, batuan

megalit, dan rumah adat. Kemudian di dalam PP No. 68 tahun 1998 tentang KSA

KPA pada Pasal 31 dikatakan bahwa suatu kawasan ditunjuk sebagai suatu

kawasan taman nasional apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin

kelangsungan proses ekologis secara alami;

Page 30: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

30

2) memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis

tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang

masih utuh dan alami;

3) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

4) memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai

pariwisata alam; dan

5) merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona

pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena kepentingan

rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan

dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati

dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Umar (2004) mengemukakan

bahwa CSIAD-CP telah memfasilitasi pembentukan Forum Konservasi sebagai

Forum Wilayah Penyangga Taman Nasional Lore Lindu pada lima wilayah

kecamatan (Kecamatan Palolo, Kecamatan Kulawi, Kecamatan Lore Utara,

Kecamatan Lore Tengah, dan Kecamatan Lore Selatan) dimana TNLL berada.

Persoalan penting yang perlu diketahui menyangkut daerah penyangga adalah

berimpitnya batas TNLL dengan halaman rumah penduduk pada beberapa

daerah yang berbatasan langsung dengan TNLL sehingga penetapan daerah

penyangga pada wilayah tersebut dibutuhkan fleksibilitas posisi atau situasi

daerah penyangga relatif terhadap kawasan konservasi (Ebregt dan Greve

2000).

2.3. Konflik dalam Pengelolaan Taman Nasional

Paradigma pengelolaan kawasan konservasi yang lebih menitikberatkan

pada aspek ekologi semata, tanpa memperhatikan kepentingan sosial ekonomi

masyarakat di sekitarnya menghasilkan kebijakan pengelolaan kawasan

konservasi yang salah arah (misleading policy). Hal ini disebabkan karena

pengelolaan kawasan konservasi yang sentralistik dengan perencanaan dan

keputusan-keputusan yang bersifat topdown akibatnya nilai dan kepentingan dari

pengelolaan kawasan konservasi tidak searah dengan nilai dan kepentingan

masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Implikasi dari kondisi ini adalah

terjadinya ketidakstabilan yang ditandai dengan terjadinya konflik kepentingan

antara pengelola kawasan dengan stakeholder lainnya terutama komunitas-

komunitas lokal yang berada di sekitar kawasan tersebut.

Page 31: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

31

Fisher et al. (2001) mendefinisikan konflik sebagai hubungan antara dua

pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki

sasaran-sasaran yang satu sama lain tidak sejalan. Dikemukakan pula bahwa

konflik timbul karena adanya kesenjangan status sosial, akses yang tidak

seimbang terhadap sumberdaya, kekuasaan yang tidak seimbang yang

kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran,

kemiskinan, penindasan, dan kejahatan.

Berkaitan dengan itu, Priscoli (1997) membedakan lima penyebab utama

terjadinya konflik, yakni: 1) data, 2) kepentingan, 3) nilai, 4) hubungan, dan 5)

struktural. Konflik akibat data disebabkan oleh keterbatasan informasi, informasi

yang keliru, interpretasi yang berbeda serta perbedaan pandangan terhadap

data. Konflik kepentingan terjadi karena adanya kepentingan atau kebutuhan

yang saling bertentangan atau tidak cocok diantara pihak-pihak yang bertikai.

Konflik nilai terjadi karena adanya penggunaan kriteria yang berbeda untuk hasil

(outcome) yang disebabkan oleh perbedaan ideologi, kepercayaan agama,

pandangan hidup, dan gaya hidup. Sementara itu, konflik bisa juga karena

hubungan-hubungan yang tidak harmonis, biasanya menyangkut emosi yang

kuat, komunikasi yang mandeg, dan prilaku negatif yang terus berulang. Konflik

struktural berkaitan dengan bagaimana sesuatu yang di set-up, batasan peran,

kendala waktu dan ruang, serta ketimpangan dalam kekuatan/kekuasaan atau

kontrol terhadap sumberdaya.

Winardi (1994), membedakan tiga wujud konflik, yakni konflik bersifat

tertutup (latent), mencuat (emerging) atau terbuka (manifest). Konflik laten

dicirikan dengan adanya tekanan-tekanan yang tidak tampak, tidak sepenuhnya

berkembang, atau belum terangkat ke puncak-puncak kutub konflik. Seringkali

salah satu atau kedua pihak belum menyadari adanya konflik. Konflik mencuat

adalah perselisihan dimana pihak-pihak yang berselisih telah teridentifikasi,

diakui adanya perselisihan, kebanyakan permasalahannya jelas, tetapi proses

penyelesaian masalahnya sendiri belum berkembang. Konflik terbuka merupakan

konflik dimana pihak-pihak terlibat secara aktif dalam perselisihan yang terjadi,

mungkin sudah memulai untuk bernegosiasi, mungkin pula telah mencapai jalan

buntu.

Selanjutnya Tadjudin (2000) mengemukakan bahwa sumber konflik

adalah karena adanya perbedaan pada berbagai tataran yakni: 1) perbedaan

persepsi, 2) perbedaan pengetahuan, 3) perbedaan tata nilai, 4) perbedaan

Page 32: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

32

kepentingan, dan 5) perbedaan akuan hak kepemilikan. Kemudian Fuad dan

Maskanah (2000) berpendapat bahwa konflik adalah benturan yang terjadi antara

dua pihak atau lebih yang disebabkan oleh perbedaan nilai, status, kekuasaan,

dan kelangkaan sumberdaya, dimana masing-masing pihak mempunyai

kepentingan yang sama terhadap sumberdaya. Fuad dan Maskanah (2000)

menyatakan pula bahwa akhir-akhir ini wujud konflik sumberdaya alam telah

menjadi konflik yang mencuat, tumpang tindihnya kepentingan pada suatu

wilayah hutan yang sama pada akhirnya menimbulkan konflik yang tidak

terhindarkan.

Terkait dengan konflik, maka konflik antara pengelola kawasan

konservasi dengan masyarakat ditandai dengan sifat benci, saling tidak percaya

(mistrust), dan terjadinya hambatan-hambatan psikologis dan komunikasi

diantara mereka (miscommunication each others). Konflik yang tidak segera

ditangani akan mencuat dan akhirnya akan menjadi konflik terbuka (open

conflict). Konflik ini ditandai dengan terjadinya benturan-benturan fisik,

pengambilalihan otoritas kawasan yang disertai dengan ”pencurian” dan bahkan

”penjarahan” besar-besaran terhadap sumberdaya yang ada di dalam kawasan.

Salah satu aspek penting dalam menganalisis dinamika konflik adalah

perbedaan kekuatan (power) yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berkonflik.

Kekuatan yang dimiliki pihak pengelola kawasan konservasi dalam

mempertahankan kawasannya karena adanya topangan legal, dukungan dari

pihak-pihak keamanan, dukungan dana, serta tingkat pendidikan. Sementara itu,

masyarakat setempat biasanya mengandalkan pada alasan kesejarahan,

kedekatan sumberdaya kawasan dengan mereka, dukungan dari pihak-pihak luar

yang peduli dengan kehidupan masyarakat.

Wilardjo dan Budi (2000) mengemukakan bahwa perubahan dan

pergeseran kekuatan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berkonflik akan

berpengaruh terhadap intensitas konflik. Salah satu faktor eksternal yang paling

besar pengaruhnya terhadap terjadinya perubahan dan pergeseran kekuatan

antara pihak-pihak yang berkonflik karena adanya perubahan iklim sosial,

ekonomi, dan politik (reformasi). Dalam konteks pengelolaan kawasan

konservasi di Indonesia, keberanian komunitas lokal dalam melakukan

penjarahan massal atas sumberdaya di dalam kawasan merupakan indikasi

meningkatnya power yang dimiliki masyarakat di satu sisi dan di sisi lain adalah

Page 33: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

33

melemahnya power yang dimiliki oleh pihak pengelola kawasan, akhirnya

memicu intensitas terjadinya konflik pengelolaan kawasan.

2.4. Teori Co-management

Borrini-Feyerabend et al. (2000), memberikan pengertian bahwa co-

management adalah suatu kondisi dimana dua atau lebih stakeholder

bernegosiasi, menetapkan dan memberikan garansi diantara mereka serta

membagi secara adil mengenai fungsi pengelolaan, hak dan tanggungjawab dari

suatu daerah teritori atau sumberdaya alam tertentu. Stakeholder adalah mereka

yang terlibat dan terpengaruh oleh kebijakan.

Conservation Union dalam Resolusinya tahun 1996 menjelaskan dasar

dari co-management, atau joint participatory atau multistakeholder management

adalah kemitraan antara lembaga pemerintah, komunitas lokal dan pengguna

sumberdaya, lembaga non-pemerintah dan kelompok yang berkepentingan

lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka kerja yang tepat tentang

kewenangan dan tanggungjawab untuk mengelola daerah spesifik atau

sumberdaya (IUCN 1997).

Knight dan Tighe (2003) mendefinisikan bahwa co-management adalah

suatu bentuk kerjasama yang dikembangkan bersama oleh pemerintah dan

masyarakat dalam menjalankan suatu program pengelolaan sumberdaya alam.

Konsep co-management antara masyarakat dan pemerintah merupakan mitra

yang bekerja bersama-sama dalam pengelolaan sumberdaya alam di suatu

kawasan. Pengembangan konsep kerjasama antara pemerintah dan masyarakat

dalam menjalankan suatu program pengelolaan sumberdaya alam, memiliki

peran dan fungsi yang jelas antara masing-masing pihak. Co-management dalam

pengelolaan sumberdaya alam adalah suatu bentuk pengelolaan sumberdaya

yang kegiatannya didasarkan pada kerjasama antara masyarakat dan

pemerintah yang berorientasi pada optimalisasi pencapaian tujuan organisasi.

Co-management tidak saja dilihat dari hubungan kerjasama antara pemerintah

dengan masyarakat, namun lebih luas lagi pada lingkup stakeholders dalam

pengelolaan sumberdaya alam untuk kepentingan bersama.

Selanjutnya Claridge dan O’Callaghan (1995) mengemukakan bahwa co-

management adalah partisipasi aktif dalam pengelolaan sumberdaya oleh

masyarakat baik secara individu maupun kelompok yang mempunyai keterkaitan

atau kepentingan dengan sumberdaya tersebut. Dikemukakan pula bahwa ada

tiga elemen penting dari co-management yakni:

Page 34: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

34

1) Pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan

sumberdaya berdasarkan rencana yang dipahami dan disetujui oleh

semua pihak;

2) Tujuan sosial, budaya, dan ekonomi merupakan bagian yang terintegrasi

dari strategi pengelolaan; dan

3) Keberlanjutan pengelolaan sumberdaya merupakan tujuan utama.

Berkaitan dengan itu Borrini-Feyerabend et al. (2000) mengemukakan

bahwa co-management memiliki pula prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Mengakui perbedaan nilai, kepentingan dan kepedulian para pihak yang

terlibat dalam mengelola wilayah atau kesatuan sumberdaya alam, baik di

luar maupun di dalam komunitas lokal;

2) Terbuka bagi berbagai model hak pengelolaan sumberdaya alam selain

pengelolaan yang secara legal telah ada dimiliki oleh pemerintah atau

pihak yang berkepentingan;

3) Mengusahakan terciptanya transparansi dan kesetaraan dalam

pengelolaan sumberdaya alam;

4) Memperkenankan masyarakat sipil untuk mendapatkan peranan dan

tanggungjawab yang lebih nyata;

5) Mendayagunakan dengan saling memperkuat kapasitas dan keunggulan

komparatif dari berbagai aktor yang terlibat;

6) Lebih menghargai dan mementingkan proses ketimbang hasil produk fisik

jangka pendek; dan

7) Memetik pelajaran melalui kaji ulang secara terus menerus dan

memperbaiki pengelolaan sumberdaya alam;

Co-management adalah suatu kesepakatan dimana tanggung jawab

pengelolaan sumberdaya dibagi antara pemerintah di satu sisi dan stakeholders

di sisi lain dengan tujuan untuk menjaga integritas ekologi sumberdaya alam

(National Round Table on the Environment and the Economy = NRTEE 1999).

Co-management memiliki pula beberapa prinsip dasar yakni: 1) pemberdayaan

dan pembangunan kapasitas, 2) pengakuan terhadap kearifan dan pengelolaan

tradisional, 3) perbaikan hak masyarakat lokal, 4) pembangunan berkelanjutan,

5) akuntabel dan transparan, 6) pelestarian lingkungan sumberdaya, 7)

pengembangan mata pencaharian, 8) keadilan, dan 9) keterpaduan (Knight &

Tighe 2003).

Page 35: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

35

Selanjutnya Sen dan Nielsen (1996) mengajukan lima tahapan co-

management yakni:

1) Instruktif; pada tipe co-management ini hampir sama dengan pengelolaan oleh

pemerintah. Perbedaannya sedikit sekali yakni adanya sedikit dialog antara

pemerintah dan masyarakat akan tetapi proses dialog yang terjadi bisa

dipandang sebagai suatu instruksi karena pemerintah lebih dominan

perannya, dimana pemerintah menginformasikan kepada masyarakat

rumusan-rumusan pengelolaan sumberdaya alam yang pemerintah

rencanakan untuk dilaksanakan;

2) konsultatif; pada tipe ini ada mekanisme yang mengatur sehingga pemerintah

berkonsultasi dengan masyarakat, hanya saja sekalipun masyarakat bisa

memberikan berbagai masukan kepada pemerintah, keputusan bahwa apakah

masukan itu harus digunakan tergantung sepenuhnya pada pemerintah, atau

dengan kata lain pemerintahlah yang berperan dalam merumuskan

pengelolaan sumberdaya alam;

3) kooperatif; tipe ini menempatkan masyarakat dan pemerintah pada posisi yang

sama; dengan demikian semua tahapan manajemen sejak pengumpulan

informasi, perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi dan pemantauan

institusi co-management menjadi tanggung jawab kedua belah pihak. Pada

bentuk ini masyarakat dan pemerintah adalah mitra yang sama

kedudukannya;

4) pendampingan atau advokasi; pada bentuk ini, peran masyarakat cenderung

lebih besar dari peran pemerintah. Masyarakat memberi masukan kepada

pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan. Masyarakat dapat pula

mengajukan usul rancangan keputusan yang hanya tinggal dilegalisir oleh

pemerintah. Kemudian pemerintah mengambil keputusan resmi berdasarkan

usulan atau inisiatif masyarakat. Pemerintah lebih banyak bersifat

mendampingi masyarakat atau memberikan advokasi kepada masyarakat

tentang apa yang sedang dikerjakan oleh mereka; dan

5) informatif; pada bentuk ini, peran pemerintah makin berkurang dan di sisi lain

peran masyarakat lebih besar dibandingkan dengan empat bentuk co-

management sebelumnya. Dalam hal ini pemerintah hanya memberikan

informasi kepada masyarakat tentang apa yang sepantasnya dikerjakan.

Dalam kontribusi yang lebih nyata, pemerintah menetapkan delegasinya untuk

bekerja- sama dengan masyarakat dalam seluruh tahapan pengelolaan

Page 36: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

36

sumberdaya alam, mulai dari pengumpulan data, perumusan kebijakan,

implementasi, serta pemantauan dan evaluasi.

Hasil kerjasama tersebut dilaporkan atau diinformasikan oleh delegasi

pemerintah kepada pemerintah. Dari kelima kategori co-management tersebut

disajikan pada Gambar 2.

Fisher (1995) menekankan pula bahwa konsep dasar dari co-

management yang berkaitan dengan sektor kehutanan adalah tercapainya

kesepakatan tentang pengelolaan hutan antara pihak pengelola dengan

masyarakat lokal. Masyarakat lokal berperan dalam hal pengelolaan dan

perlindungan, sebagai imbalannya, masyarakat lokal mempunyai akses untuk

memanfaatkan hasil-hasil hutan, dan memperoleh keuntungan dengan

peningkatan pendapatan. Penyederhanaan dari definisi co-management oleh

Fisher dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Tahapan dari Co-management (Sen & Nielsen1996; Pomeroy 2001).

Nationa

Gambar 3 Prinsip Dasar dari Co-management (Fisher 1995).

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan maka dapat

diartikan bahwa pengelolaan dengan pola co-management untuk kawasan

Stated-based management

Community-based management

Co-management

Instructive – Consultative – Cooperative – Advisory -Informative

National Park

Authority

CONSENSUS Access/benefit/income

Responsible for

protection

COLLABORATIVE MANAGEMENT

Local People

Page 37: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

37

konservasi adalah kemitraan di antara berbagai pihak yang berkepentingan yang

menyetujui berbagi fungsi, wewenang dan tanggung-jawab dalam pengelolaan

suatu kawasan konservasi. Co-management berbeda dengan pengelolaan

partisipatori lainnya atau dengan pengelolaan berbasis masyarakat (community-

based resources management), karena menuntut adanya kesadaran dan

distribusi tanggung-jawab pemerintah secara formal (Borrini-Feyerabend et al.

2000). Dalam konteks ini, konsultasi masyarakat dan perencanaan partisipatori

ditujukan untuk menetapkan bentuk-bentuk peranserta yang lebih tahan lama,

terukur dan setara dengan melibatkan seluruh kelompok yang berkepentingan

terkait dan sah (legitimate) dalam mengelola dan melestarikan sumberdaya alam.

Co-management atau pengelolaan kolaboratif (collaborative mana-

gement), disebut juga sebagai pengelolaan kooperatif (cooperative

management), round-table management, share management, pengelolaan

bersama (joint management) atau pengelolaan multi-pihak (multistakeholder

management). Co-management telah diterapkan dalam bidang perikanan, taman

nasional, kawasan dilindungi (protected area), kehutanan, satwa liar (wildlife),

lokasi pengembalaan, dan sumberdaya air (Conley & Moote 2001).

Co-management dalam mengelola kawasan konservasi di Indonesia

memang diperlukan, karena menyangkut kompleksnya sub-sistem ekologi,

budaya, ekonomi dan politik dengan keterkaitan berbagai isu dan keterlibatan

banyak kelompok kepentingan dalam masing-masing subsistemnya. Co-

management menjadi penting ketika tidak adanya kesepakatan yang dapat

dibangun secara sederhana dan universal untuk mendapatkan solusi terbaik dari

konflik yang terjadi. Kerjasama dari seluruh stakeholder dalam pengelolaan

kawasan konservasi akan meringankan beban biaya yang dibutuhkan karena

para pihak yang terkait akan saling bahu membahu menyumbangkan

sumberdaya yang dimilikinya berupa pengetahuan, tenaga, informasi maupun

finansial.

Transformasi pola pengelolaan sumberdaya alam oleh negara, swasta,

dan kemudian kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat lokal agaknya

merupakan tuntutan universal, yang berlaku bukan cuma di Indonesia. Di India

telah terjadi empat tahap evolusi pola pengelolaan sumberdaya alam, khususnya

hutan, dari kolonialisme, komersialisme, konservasi, dan sekarang kolaborasi,

sementara di Nepal terjadi tiga tahap evolusi yakni privatisasi, nasionalisasi, dan

populisme (David et al. 2003). Bahkan pergeseran juga terjadi di beberapa

Page 38: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

38

negara bagian Amerika Serikat tempat asal muasal pengelolaan eksklusif

kawasan konservasi yang mulai bergeser menuju co-management. Peranserta

masyarakat yang meluas dan tidak sekedar simbolik ternyata menunjukkan hasil

yang baik dimana produktifitas tercapai tanpa menyampingkan kepentingan

kelestarian lingkungan dan eksistensi masyarakat lokal. Pemerintah di Negara

India dan Nepal, berkeyakinan bahwa masyarakat lokal berkemampuan, memiliki

pengetahuan, dan kearifan yang handal untuk mengelola sumberdaya alam

secara produktif dan lestari. Kolaborasi dengan masyarakat lokal merupakan

kebutuhan dan keharusan, karena tujuan produksi dan pelestarian dapat dicapai

secara lebih efektif dan pada saat yang sama tercipta suatu mekanisme resolusi

konflik yang interaktif dan dialogis (Means et al. 2002).

Beberapa contoh co-management yang telah berhasil dilaksanakan

dalam pengelolaan taman nasional ( Merrill dan Effendi 2001) diantaranya

adalah:

1. Co-management di Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara yang wadahnya

dikenal dengan DPTNB (Dewan Pengelolaan Taman Nasional Bunaken).

Salah satu hasil rumusannya adalah penentuan tarif masuk TN Bunaken dan

pendistribusian hasil pungutan tarif masuk tersebut yang diperkirakan sekitar

Rp750 juta per tahun. Pendistribusian tersebut yakni: 5% untuk dana

pembangunan propinsi, 5% untuk pembiayaan pembangunan daerah-kota,

5% untuk pusat yang diperuntukkan untuk pembangunan KSDA dan

ekosistemnya melalui Dephut cq. Ditjen PKA), dan 85% untuk dana

pendukung pengelolaan TN Bunaken.

2. Co-management di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur yang dikenal

dengan Mitra Kutai, berhasil memberikan kontribusi bantuan keuangan bagi

pengelolaan TN Kutai melalui rencana kerja tahunan senilai US$ 100.000 –

US$150.000 per tahun.

3. Co-management di Great Barrier Reef Marine Park, Australia yang dikelola

oleh badan otorita khusus dengan mempekerjakan ratusan orang dan

memperoleh lebih dari 1 (satu) juta Dollar Australia setiap tahunnya. Dalam

pengelolaan taman nasional ini Kepala Taman Nasional selalu berkonsultasi

dengan kelompok-kelompok yang berkepentingan termasuk masyarakat di

sekitar taman nasional yang kehidupannya tergantung dari sumberdaya

taman nasional tersebut. Selain itu workshop diantara para kelompok yang

berkepentingan sering pula dilaksanakan untuk menyetujui keputusan

Page 39: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

39

pengelolaan yang spesifik seperti pengaturan peruntukan (zoning).

Keberhasilan co-management tersebut akhirnya diikuti oleh Kakadu National

Park dan Coburg National Park.

Gagasan dasar dari Acheson (1989) dapat dijadikan acuan mengapa

pengelolaan kawasan konservasi membutuhkan pengelolaan yang

bergotongroyong. Menurut Acheson konsep pengelolaan sumberdaya publik,

seperti halnya kawasan konservasi menunjukkan kombinasi derajat intensitas

keterlibatan pemerintah di satu pihak dan masyarakat di pihak lain serta dampak

yang ditimbulkan.

Atas dasar kombinasi tersebut, dihasilkan 4 alternatif pola pengelolaan

sumberdaya alam sebagai berikut:

Pertama, apabila masyarakat lokal dan pemerintah bersama-sama tidak

melakukan kontrol secara intensif terhadap pengelolaan sumberdaya, akan

menjadikan sumber daya tersebut didayagunakan secara terbuka sebagaimana

halnya suatu sumberdaya terbuka (open access). Dalam pola pengelolaan yang

tidak jelas pengelolanya justru akan mengundang terjadinya the tragedy of the

common yang berujung pada pemusnahan sumberdaya tersebut, karena

adanya pemanfaatan yang berlebihan oleh manusia melampaui daya dukung.

Kedua, apabila pemerintah melakukan kontrol mutlak terhadap pengelolaan

sumberdaya, maka akan menghasilkan pola pengelolaan berbasis pemerintah

(state-based management). Pola inilah yang selama ini berlangsung di

Indonesia. Dalam pola ini, peranan masyarakat dikesampingan, kalau pun ada

hanya bersifat simbolik dan dengan demikian masyarakat kehilangan rasa

memiliki dan rasa bertanggung-jawab. Padahal masyarakat juga mempunyai

kapasitas tertentu dalam mengelola sumberdaya. Karena itu, masyarakat merasa

tidak mempunyai kepentingan membantu pemerintah melakukan upaya-upaya

pemeliharaan sumberdaya dan disamping itu pemerintah juga mempunyai

keterbatasan kapasitas mengelola. Pada akhirnya, pola ini akan terjebak pada

pola pertama.

Ketiga, apabila masyarakat melakukan kontrol sepenuhnya terhadap

pengelolaan sumberdaya, maka akan menghasilkan pola pengelolaan berbasis

masyarakat (community-based management). Masyarakat itu sendiri sebenarnya

terdiri dari fragmen-fragmen yang cukup luas, ada masyarakat pengguna dan

ada masyarakat di luar pengguna. Ketika masyarakat pengguna melakukan

tindakan pengelolaan yang arif bijaksana, seringkali terdapat gangguan dari

Page 40: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

40

masyarakat lain di luar teritorialnya. Jika intensitas gangguan itu meningkat,

masyarakat pengguna tidak mampu lagi menanggulanginya secara berdikari

serta ditambah dengan tidak ada dukungan kebijakan dari pemerintah dan pada

akhirnya pola ini pun akan kembali terperangkap pada pola pertama.

Keempat, apabila kontrol pemerintah dan masyarakat itu sangat besar dan

dalam posisi yang setara dan seimbang dalam proses pengambilan keputusan,

maka akan menghasilkan pola pengelolaan kolaboratif atau co-management.

Secara empirik, inilah pola pengelolaan yang ideal. Co-management merupakan

pilihan pola pengelolaan kawasan konservasi yang paling masuk akal. Pilihan ini

akan menciptakan perimbangan kontrol masyarakat dan pemerintah terhadap

sumberdaya kawasan konservasi, yang memungkinkan kawasan konservasi

tidak terdegradasikan menjadi suatu sumberdaya terbuka.

Borrini-Feyerabend et al. (2000) secara gamblang memberikaan

argumentasi mengapa co-management penting dilaksanakan: 1) Pengelolaan

yang efektif memerlukan adanya pengetahuan, kemampuan, sumberdaya dan

keunggulan komparatif dari berbagai pihak yang berkepentingan dan hanya

melalui co-management hal tersebut dapat dipenuhi, 2) Kebutuhan kesetaraan,

keadilan sosial dan demokrasi dalam pengelolaan sumberdaya alam. Masyarakat

adalah pembayar pembangunan konservasi, sehingga wajar kalau

diperhitungkan dalam pengambilan keputusan, 3) Keinginan untuk mengakhiri

konflik di antara para pihak berkepentingan tanpa adanya pihak yang dikalahkan

dalam pengelolaan sumberdaya alam, 4) Interaksi antara masyarakat dan

lingkungan adalah bagian dari alam dan keanekaragaman hayati, sehingga

keduanya tidak dapat dipisahkan, 5) Seiring dengan tuntutan akan kemandirian

daerah dalam mengurus dan mengelola sumberdaya alam mereka dalam

semangat otonomi daerah dan desentralisasi, 6) Sebagai salah satu cara untuk

mencapai pengelolaan yang profesional, mandiri dan bertanggungjawab pada

publik, 7) Otoritas tunggal terbukti tidak efektif dalam mengelola kawasan

konservasi, khususnya dalam mengurangi kerusakan kawasan dan menggalang

dukungan para pihak lokal dalam pengelolaan kawasan konservasi, 8) Otoritas

tunggal yang sentralistik berada pada posisi terjepit oleh realitas lokal mengenai

upaya pemda dan masyarakat lokal meningkatkan kesejahteraan serta

pelaksanaan otonomi daerah. Sebagai penerima manfaat jasa ekologis dari

kawasan konservasi, para pihak lokal turut bertanggungjawab untuk menjaga

Page 41: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

41

dan melestarikan kawasan konservasi yang dapat dibangun dengan pola co-

management.

Nikijuluw (1999) mengemukakan bahwa pada dasarnya tujuan utama

yang ingin dicapai dari setiap pelaku dalam pengelolaan sumberdaya melalui co-

management adalah pengelolaan yang lebih tepat, lebih efisien, serta lebih adil

dan merata. Tujuan utama tersebut menjadi lebih konkrit dan lebih nyata ukuran

keberhasilannya bila dikaitkan dengan beberapa tujuan sekunder sebagai

berikut:

1) Co-management merupakan suatu cara untuk mewujudkan proses

pengambilan keputusan secara desentralisasi sehingga dapat memberikan

hasil yang lebih efektif

2) Co-management adalah mekanisme atau cara untuk mengurangi konflik antar

masyarakat melalui proses demokrasi partisipatif

3) Co-management mempunyai tugas-tugas dalam hal perumusan kebijakan,

estimasi potensi sumberdaya, penentuan hak-hak pemanfaatan, pengaturan

cara-cara eksploitasi, pengaturan pasar, pemantauan, pengendalian, dan

penegakan hukum.

Berkaitan dengan itu ada beberapa karakteristik dari keberhasilan co-

management yakni (Claridge & O”Callaghan 1995; Alikodra 2004):

1) Keuntungan integrasi konservasi dan pembangunan diakui oleh

pemerintah dan stakeholders lain

2) Pemerintah mendukung dan memfasilitasi secara aktif ”involment”

masyarakat setempat dalam manajemen sumberdaya alam dan

konservasi

3) Para pihak memberikan perhatian dan berpartisipasi secara penuh

4) Terselenggaranya ”appropriate sharing” (sumberdaya, informasi,

kedudukan/kemampuan, dan keputusan)

5) Para pihak mengerti secara penuh dan saling percaya, dan mempunyai

peran yang jelas

6) Akar permasalahan dimengerti dan disetujui untuk ditindak lanjuti

7) Keuntungan yang jelas diantara para pihak

8) Para pihak memiliki kemampuan yang cukup (skills, financial, capability).

The Worldwide Fund for Nature of Indonesia (WWF-Indonesia) telah

melakukan upaya konservasi dengan pendekatan co-management dan

mendorong mutual respect, mutual trust, dan mutual benefit dalam pengelolaan

Page 42: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

42

sumberdaya alam diantara para pihak. Pengelolaan kawasan konservasi dengan

pola co-management melibatkan para stakeholder inti dengan menganut prinsip

kesetaraan, keterbukaan, dan partisipatif (WWF-Indonesia 2008). Pada

prinsipnya ada dua aspek esensial dari pendekatan co-management:

menciptakan hubungan antara konservasi dan pembangunan, dan menyatakan

pentingnya melibatkan masyarakat di sekitar kawasan dalam mengelola taman

nasional sebagai sumber perolehan manfaat ekonomi sekaligus

mempertahankan keberlanjutan fungsi taman nasional untuk konservasi,

perlindungan, dan pemanfaatan.

2.5. Konsep untuk Mengembangkan Co-management

2.5.1. Konsep Partisipasi

Terminologi dari partisipasi memiliki arti yang luas. Berdasarkan

pandangan politik partisipasi berkaitan dengan keterlibatan seseorang dalam

proses pengambilan keputusan, sedangkan dari sudut pandang sosial partisipasi

merupakan cerminan interaksi diantara kelompok-kelompok masyarakat (Mueller,

1975). Sebagian ahli mendefenisikan partisipasi sebagai keikutsertaan

masyarakat, baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Keikutsertaan

terbentuk sebagai akibat dari terjalinnya interaksi sosial antar individu atau

kelompok masyarakat yang lain (Wardoyo et al. 2000). Demikian halnya Craig

dan Mayo (1995) menyebutkan partisipasi sebagai keterlibatan mental,

pemikiran, dan perasaan seseorang di dalam situasi kelompok, yang

mendorongnya untuk memberikan sumbangan atau bantuan kepada kelompok

tersebut dalam usaha mencapai tujuan bersama, dan turut bertanggung jawab

terhadap usaha yang dimaksud.

Mubyarto (1984) mengartikan partisipasi sebagai suatu bentuk kesediaan

membantu berhasilnya setiap kegiatan, sesuai dengan kemampuan tiap-tiap

individu tanpa mengorbankan diri sendiri. Lebih jauh, Slamet (2003) memaknai

partisipasi masyarakat sebagai wujud keikutsertaan masyarakat dalam setiap

tahapan kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya ikut memanfaatkan dan

menikmati hasil-hasil pembangunan. Jadi, bukan hanya menyumbangkan input

ke dalam pembangunan, namun lebih jauh ikut serta memanfaatkan dan

menikmati hasil-hasil pembangunan.

Partisipasi dalam manajemen taman nasional memiliki arti dengan

spektrum yang luas mulai dari memberikan informasi kepada masyarakat tentang

Page 43: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

43

desain taman nasional hingga pelibatan masyarakat secara penuh dalam

pengelolaan. Partisipasi di bidang pembangunan biasanya mencakup

keterlibatan mental dan emosional, penggeraknya adalah kesediaan memberikan

kontribusi dalam pembangunan dan kesediaan turut bertanggung jawab.

Partisipasi diartikan pula sebagai keterlibatan aktif dan bermakna dari massa

penduduk pada tingkatan-tingkatan yang berbeda di dalam proses pengambilan

keputusan untuk pengalokasian sumberdaya untuk mencapai suatu tujuan,

pelaksanaan program dan proyek secara sukarela, dan pemanfaatan hasil-hasil

dari suatu program atau suatu proyek (Slamet 1989). Kemudian Rahardjo (2003)

mengemukakan bahwa pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya

hutan akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengakses sumberdaya

hutan sebagai sumber matapencaharian, dengan demikian pengelolaan

sumberdaya hutan akan mengangkat status kesejahteraan masyarakat sekitar

hutan.

Cohen dan Uphoff (1977) berpendapat bahwa partisipasi adalah: a)

keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan tentang tindakan

yang dilakukan, b) bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan

program dan keputusan dalam kontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam

suatu organisasi atau kegiatan khusus, c) berbagi manfaat dari program

pembangunan, atau d) keterlibatan dalam eveluasi program. Terkait dengan itu

Cohen dan Uphoff (1977) mengidentifikasi pula beberapa karakteristik penting

dari masyarakat perdesaan yang kemungkinan besar menentukan partisipasi

mereka dalam proyek-proyek pembangunan pedesaan. Karakteristik yang

dimaksud adalah umur dan jender, status keluarga, pendidikan, status sosial,

pekerjaan, tingkat dan sumber pendapatan, lama bermukim dan jarak

pemukiman dari proyek, kepemilikan dan masa kepemilikan lahan.

Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan di atas, Wilcox (1994)

telah mengembangkan partisipasi ke dalam lima tahap yakni: informasi,

konsultasi, keputusan bersama, bekerja sama, dan mendukung kepentingan

masyarakat (Gambar 4 ).

Page 44: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

44

Gambar 4 Tahapan dari Partisipasi (Wilcox 1994).

Model ini telah dikembangkan dalam pengertian partisipasi secara umum yang

erat kaitannya dengan pola co-management. Menurut model Wilcox, tingkatan

yang paling rendah dalam mengontrol sumberdaya alam secara keseluruhan

adalah tingkatan informasi, dimana masyarakat diberitahu apa yang

direncanakan dengan maksud untuk mendidik partisipan. Tingkatan selanjutnya

dari partisipasi adalah konsultasi yang berarti menawarkan beberapa opsi atau

pilihan dan menerima umpan balik. Selanjutnya, keputusan bersama berarti

masyarakat didorong untuk memberikan beberapa ide tambahan atau pilihan,

dan secara bersama-sama memutuskan hal yang terbaik ke depan. Tingkat

partisipasi yang lebih tinggi adalah bertindak secara bersama-sama, untuk

mencapai keputusan yang terbaik diantara kepentingan yang beragam atau

berbeda kemudian melaksanakannya. Tahapan yang tertinggi dari kontrol adalah

ketika masyarakat mendapatkan bantuan berdasarkan apa yang mereka

inginkan, berupa dukungan dari pemegang otoritas sumberdaya.

Terkait dengan partisipasi, Nanang dan Devung (2004) lebih rinci

mengembangkan konsep Wilcox menjadi beberapa item, di antaranya:

Tingkat 6: Mobilisasi dengan kemauan sendiri (self-mobilization): masyarakat

mengambil inisiatif sendiri, jika perlu dengan bimbingan dan bantuan

pihak luar. Mereka memegang kontrol atas keputusan dan

pemanfaatan sumberdaya; pihak luar memfasilitasi mereka.

Tingkat 5. Kemitraan (partnership): masyarakat mengikuti seluruh proses

pengambilan keputusan bersama dengan pihak luar, seperti studi

kelayakan, perencanaan, implementasi, evaluasi, dll. Partisipasi

Degree of

control

Supporting

Acting together

Deciding together

Consultation

Information

Substantial

Participation

Page 45: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

45

merupakan hak mereka dan bukan kewajiban untuk mencapai

sesuatu Ini disebut “partisipasi interaktif.”

Tingkat 4. Plakasi/konsiliasi (Placation/Conciliation): masyarakat ikut dalam

proses pengambilan keputusan yang biasanya sudah diputuskan

sebelumnya oleh pihak luar, terutama menyangkut hal-hal penting.

Mereka mungkin terbujuk oleh insentif berupa uang, barang, dll.

Tingkat 3. Perundingan (consultation): pihak luar berkonsultasi dan berunding

dengan masyarakat melalui pertemuan atau public hearing dan

sebagainya. Komunikasi dua arah, tetapi masyarakat tidak ikut serta

dalam menganalisis atau mengambil keputusan.

Tingkat 2. Pengumpulan informasi (information gathering): masyarakat

menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang luar. Komunikasi

searah dari masyarakat ke luar.

Tingkat 1. Pemberitahuan (informing): hasil yang diputuskan oleh orang luar

(pakar, pejabat, dll.) diberitahukan kepada masyarakat. Komunikasi

terjadi satu arah dari luar ke masyarakat setempat.

Tingkat-tingkat partisipasi masyarakat tersebut bermanfaat sebagai alat untuk

menilai partisipasi nyata di lapangan. Pada dasarnya partisipasi yang

sesungguhnya terdapat pada Tingkat 5 dan Tingkat 6.

Oakley (1991) menjelaskan bahwa partisipasi sebagai fasilitas atau

perbaikan sistem atau sebagai suatu proses yang dimaksudkan untuk memberi

penguatan pada kemampuan masyarakat desa agar mereka berinisiatif terlibat

secara langsung dalam pembangunan. Cernea (1985) menekankan bahwa

partisipasi berimplikasi pada pemberdayaan masyarakat lokal untuk

menggerakkan kemampuan mereka sebagai aktor-aktor sosial dan bukan

sebagai subjek yang pasif, pengelola sumberdaya, pembuat keputusan dan

mengontrol aktivitas yang mempengaruhi kehidupan mereka. Kemudian Borrini-

Feyerabend (1996) mengemukakan bahwa partisipasi yang efektif di dalam

pengelolaan sumberdaya alam dapat dipandang sebagai suatu kondisi yang

dengan kondisi tersebut kearifan lokal, keterampilan, dan sumberdaya lainnya

dimobilisasi dan dimanfaatkan secara totalitas. Untuk mencapai partisipasi dalam

pengembangan kapasitas, maka pemberdayaan masyarakat lokal harus menjadi

prioritas.

Lebih jauh Borrini-Feyerabend (1996) mengemukakan pula bahwa

sebagian orang mungkin berargumen kalau keterwakilan yang ditunjuk pada

Page 46: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

46

berbagai tingkatan merupakan wakil yang mewakili kepentingan lokal. Ada

kebenaran dalam hal ini, sepanjang prosedur formal demokrasi dihormati, tetapi

ada juga keterbatasan yang jelas terlihat. Sebagai contoh: sistem perwakilan

tidak langsung, jarang sekali cocok untuk menyampaikan kekuatiran/keprihatinan

secara khusus atau terinci dari kelompok kecil stakeholder, dan tentu saja tidak

dapat menyampaikan secara sempurna cakupan pengetahuan dan ketrampilan

dari pengguna sumberdaya lokal. Secara umum, keterwakilan yang sesuai

adalah sangat penting untuk meyakinkan partisipasi stakeholder yang tidak dapat

menikmati status sosial yang tinggi. Secara terinci, Borrini-Feyerabend (1996)

menunjukkan tiga bentuk keterwakilan:

1. Perwakilan diri sendiri; saling berhadapan: masyarakat secara pribadi

mengemukakan opininya, mendiskusikan, memilih, bekerja, menawarkan

kontribusi material, menerima manfaat, dan lain-lain atau dengan kata lain

masyarakat mewakili diri mereka sendiri.

2. Perwakilan langsung; masyarakat mendelegasikan kepada yang lain, sanak

famili, teman atau anggota masyarakat diantara mereka yang dihormati,

pemimpin masyarakat yang berbasis kelompok untuk mewakili mereka dalam

segala macam aktivitas, tetapi memelihara hubungan lansung dengan

perwakilan mereka.

3. Perwakilan tidak langsung; masyarakat mendelegasikan kepada yang lainnya,

para ahli, orang yang memiliki posisi dalam suatu perkumpulan besar,

organisasi swadaya masyarakat (LSM), partai atau pegawai pemerintah untuk

mewakili mereka dalam segala macam aktivitas, tetapi mereka jarang sekali

berinteraksi dengan perwakilan mereka secara langsung.

Penelitian tentang partisipasi telah banyak dilakukan diantaranya oleh

Goldhamer (1943) pada 5.500 penduduk di Chicago yang mengacu pada Skala

Chapin dengan menggunakan lima variabel yakni: 1) jumlah asosiasi yang

dimasuki, 2) frekuensi kehadiran, 3) jumlah asosiasi dimana dia memangku

jabatan, 4) lamanya menjadi anggota, dan 5) tipe asosiasi yang dimasuki.

Duncan dan Artis (1952) melakukan pula penelitian pada 15 organisasi kaum

laki-laki dan 15 organisasi kaum wanita juga mengacu pada skala Chapin.

Sistem penilaian dilakukan dengan cara: 0) jika tidak pernah menjadi anggota, 1)

jika pernah menjadi anggota, 2) jika anggota tapi tidak pernah menghadiri

pertemuan, 3) jika anggota dan aktif menghadiri pertemuan, 4) jika pernah

menjadi pengurus organisasi dan sekarang tidak aktif, 5) jika pernah menjadi

Page 47: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

47

pengurus dan sekarang masih aktif, dan 6) jika sekarang menjadi pengurus

(Goldhamer 1943; Duncan dan Artis 1952 dalam Slamet 1989). Penelitian lain

yang dilakukan oleh Kaufman di Kentucky (1949) yang mengukur partisipasi

dalam organisasi formal di masyarakat pedesaan dengan menggunakan dua

variabel yakni: 1) keanggotaan, dan 2) jabatan yang dipegang.

Selanjutnya Slamet (1989) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi

(pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan) berkaitan erat dengan tahapan

partisipasi, lapisan penduduk dengan status sosial lebih tinggi lebih banyak

terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan, kelas sosial menengah

lebih banyak dalam proses pelaksanaan, sedangkan kelas sosial yang lebih

rendah lebih banyak hanya dalam proses pemanfaatan.

2.5.2. Konsep Negosiasi

Pendekatan negoisasi dalam co-management adalah kata kunci untuk

mencapai kesepakatan. Sebagaimana yang ditunjukkan sebelumnya, Borrini-

Feyerabend et al. (2000) mendefinisikan co-management sebagai suatu situasi

dimana dua atau lebih stakeholder bernegosiasi, menetapkan dan menjamin

diantara mereka sendiri suatu pembagian yang adil mengenai fungsi manajemen,

kepemilikan dan tanggung jawab untuk suatu teritori tertentu, wilayah atau

seperangkat sumberdaya alam. Leeuwis (2000) menjelaskan bahwa proses

negosiasi merupakan suatu strategi untuk penyelesaian konflik. Lebih jauh lagi

Leeuwis (2000) membagi proses negosiasi kedalam dua kategori. Pertama,

distributif: Berbagai stakeholders berpegang pada persepsi dan posisi mereka

sendiri, dan pada dasarnya menggunakan negosiasi untuk membagi

sumberdaya, keuntungan salah satu pihak merupakan kerugian bagi pihak lain.

Kedua, integratif: Stakeholder mengembangkan suatu definisi dan persepsi

masalah yang baru dan sering kali lebih luas yang berubah berdasarkan proses

pembelajaran kolektif yang kreatif dan berujung pada win-win solution atau

pemecahan yang menguntungkan semua pihak.

Dalam rangka memfasilitasi negosiasi integratif, Venema dan van Den

Breemer (2000) mengidentifikasi sejumlah hal yang secara khas mendasari

suatu proses negosiasi, termasuk persiapan, kesepakatan tentang proses

desain, eksplorasi bersama, analisis situasi, pencarian fakta bersama, menyusun

kesepakatan, berkomunikasi dengan perwakilan, dan memonitor pelaksanaanya.

Jika mengadopsi suatu pendekatan negosiasi membantu terciptanya hasil yang

secara mutual dapat disetujui dalam manajemen sumberdaya alam.

Page 48: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

48

Menurut Fisher (1995) ada tiga hal yang harus dipenuhi sebelum

negosiasi dapat dilaksanakan yakni: 1) keragaman kepentingan: konflik

kepentingan kemungkinan timbul dimana saja ketika masyarakat berjuang untuk

perubahan yang berarti; 2) saling ketergantungan: stakeholder harus merasa

saling bergantung satu dengan lainnya dalam menyelesaikan suatu masalah.

Suatu pendekatan negosiasi menjadi mustahil jika stakeholder kunci tidak

percaya kalau mereka saling membutuhkan dalam rangka pencapaian

kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak; 3) kemampuan komunikasi:

stakeholder yang terkait harus mampu berkomunikasi satu dengan lainnya.

Berkaitan dengan negosiasi sebagai pendekatan pencapaian

kesepakatan negosiasi, suatu hal yang penting untuk dicatat adalah pencapaian

sebuah kesepakatan yang dinegosiasi sangat dipengaruhi oleh nilai orientasi dari

fasilitator. Pada kenyataannya, menerapkan pendekatan negoisasi mungkin

merupakan strategi terbaik untuk mendorong terciptanya keharmonisan diantara

stakeholder. Pengakuan terhadap berbagai stakeholder yang terlibat dalam

manajemen sumberdaya alam merupakan basis pendekatan co-management.

Dalam pengaruhnya, co-management berbasis pada identifikasi kepentingan,

hak dan masalah sosial yang terkait dengan sumberdaya alam tertentu,

mempublikasikan semua ini kepada semua pihak yang berkepentingan dan

memulai debat publik untuk mencapai sebuah kesepakatan umum atau kontrak

legal diantara para pihak yang dijalankan oleh pemerintah bila diminta (Venema

dan van Den Breemer 2000).

Sejalan dengan itu, Borrini-Fayerabend (1996) lebih khusus

mengemukakan bahwa posisi stakeholder berdasarkan pada kapasitas dan

kepentingan mereka untuk terlibat dalam negosiasi, dengan kriteria sebagai

berikut:

1) Hak-hak yang telah ada terhadap tanah atau sumberdaya alam dan

pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki untuk manajemen

sumberdaya alam yang berada dalam sengketa;

2) Kehilangan dan kerusakan yang terjadi dalam proses manajemen dan

pentingnya hubungan historis dan kultural dengan sumberdaya alam yang

disengketakan;

3) Tingkat ketergantungan ekonomi dan sosial terhadap sumberdaya alam,

tingkat usaha dan kepentingan dalam manajemen dan keadilan dalam

Page 49: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

49

akses terhadap sumberdaya dan distribusi keuntungan dari sumberdaya

alam; dan

4) Kompatibilitas antara kepentingan dan aktivitas stakeholder dengan

kebijakan konservasi, yang mengakui keberadaan atau potensi akibat dari

aktivitas stakeholder terhadap basis sumberdaya.

Banyak kasus menunjukkan kalau masyarakat cenderung bertindak untuk

kepentingan pribadi bukan karena mereka tidak peduli terhadap yang lain, tetapi

karena mereka kurang percaya terhadap institusi dan peraturan dan/atau

informasi menyebabkan mereka memilih opsi kooperatif (Aarts 1998). Terkait

dengan itu, dibutuhkan ruang untuk pembelajaran sosial dan kooperatif yang

tergantung pada kondisi awal dan jenis institusi, hal ini mungkin membutuhkan

negosiasi strategi terlebih dahulu (Baland dan Plateau 1996).

2.5.3. Konsep Property Rights

Bromley (1991) mendefinisikan hak properti sebagai kapasitas untuk

menyatakan kolektifitas yang mendukung klaim seseorang akan suatu manfaat.

Konsep properti yang sejauh ini hanya didefinisikan dalam istilah ekonomi yang

terkait dengan kondisi yang diperlukan untuk berfungsinya pasar secara efisien

seperti objek fisik yaitu tempat tinggal, lahan atau properti lainnya. Terkait

dengan konsep ini, properti bukan suatu obyek, tetapi suatu hubungan sosial

yang membatasi hak-hak pemilik properti yang terkait dengan keuntungan.

Sebagai hubungan sosial, properti akan menghubungkan antara orang yang satu

dengan lainnya yang terkait dengan lahan dan sumberdaya lainnya. Oleh karena

itu, hubungan properti adalah pengaturan kontrak yang terkonstruksi secara

sosial diantara sekelompok orang yang terkait dengan nilai obyek dan lingkungan

mereka (Bromley 1998).

Agrawal dan Ostrom (1999) menggambarkan hak properti sebagai

otoritas yang dapat dilaksanakan untuk mengambil aksi tertentu pada domain

spesifik, dengan demikian hak properti dapat dianggap sebagai institusi atau

peraturan institusi untuk membuat individu-individu menginternalisasi

eksternalitas produksi mereka atau membangun dan memfasilitasi penggunaan

dan pertukaran sumberdaya dan komoditas dalam suatu masyarakat. Salah satu

posisi teoritis mengenai hak properti adalah kalau mereka mengembangkan

untuk internalisasi-ekternalitas ketika perolehan internalisasi menjadi lebih besar

daripada biaya internalisasi (Baland dan Platteu 1996). Institusi seperti itu

berguna untuk meregulasi interaksi perilaku dan sosial terkait dengan obyek

Page 50: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

50

yang memiliki nilai, karena institusi ini adalah suatu bentuk hambatan dan

perizinan yang memberi kemampuan kepada individu untuk mengaplikasikannya

dalam situasi ketika nilai obyek tertentu adalah jarang, diskriminasi yang

konsisten, dapat diprediksi dan diterima secara sosial (Challen 2000).

Demsetz (1967) menyatakan bahwa fungsi utama hak properti adalah

memandu insentif dalam rangka menyadari internalisasi-eksternalisasi yang lebih

besar. Terkait dengan sumberdaya alam, hak properti memainkan peranan

dalam menentukan pola kesamaan dan ketidaksamaan akses, dan juga kreasi

insentif untuk keseluruhan manajemen dan perbaikan yang berkelanjutan.

Meinzen-Dick dan Knox (1999) membuat ringkasan mengenai pentingnya hak

properti sebagai berikut: ketetapan insentif untuk manajemen, menyediakan

otorisasi yang diperlukan dan mengontrol sumberdaya, dan memperkuat aksi

kolektif.

Agrawal dan Ostrom (1999) menyatakan ada lima macam hak propeti

yang relefan terhadap eksploitasi sumberdaya alam: hak akses terhadap

sumberdaya, hak mengeluarkan atau memperoleh produk sumberdaya, hak

untuk mengelola sumberdaya, hak untuk pengecualian terhadap yang lain, dan

hak untuk mengalihkan hak kepada orang lain. Eggertsson (1990) juga

menyatakan hal yang serupa yaitu mendefinisikan hak properti sebagai hak

individual untuk memanfaatkan sumberdaya. Sebagai konsep operasional,

sistem hak properti terdiri dari dua komponen: hak properti yaitu sekumpulan hak

kepemilikan yang menetapkan hak dan kewajiban dalam pemanfaatan sumber-

daya alam, dan peraturan properti yang menentukan cara pelaksanaan hak dan

kewajiban (Bromley 1991). Aspek penting dari hak properti adalah apakah hak

properti ini penerapannya telah sesuai atau dibiarkan tidak terdefiniskan atau

spesifikasinya tidak sesuai.

Selanjutnya, hak properti bisa dianggap efisien apabila hak properti ini

memenuhi beberapa hak dasar termasuk di dalamnya kepemilikan, dapat

ditransfer, dan dapat dilaksanakan. Hak properti dan pemenuhan insentif,

merangsang pengguna untuk bekerja sama dalam manajemen sumberdaya

alam. Rezim properti merupakan bagian dari institusi masyarakat, kendala

organisasi yang menyusun struktur interaksi dan bentuk insentif bagi manusia

(North, 1990). Bromley (1998) menyatakan bahwa sebagai suatu institusi hak

properti bisa merupakan kendala dan juga bisa sebagai penunjang.

Page 51: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

51

Perbedaan rezim hak properti akan tergantung pada kondisi kepemilikan,

hak dan kewajiban pemilik, peraturan penggunaan, dan tempat pengawasan.

Tabel 1 menunjukkan klasifikasi sederhana dari empat tipe rezim hak properti

dan kewajibannya (McCay dan Acheson 1987; Bromley 1989; Hanna et al.

1995).

Private property mewajibkan pemberian nama kepemilikan individu,

jaminan terhadap pemiliknya untuk mengontrol akses dan hak pemanfaatan

sosial yang dapat diterima (Black 1968). Hal ini mengharuskan pemiliknya untuk

menghindari pemanfaatan khusus yang tidak diterima secara sosial, seperti

polusi air sungai. Common property dimiliki oleh sekelompok orang yang memi-

liki hak untuk mengeluarkan mereka yang bukan pemilik dan berkewajiban

memelihara penggunaan properti sesuai dengan batasan-batasan yang ada

(McCay dan Acheson 1987; Stevenson 1991). Rezim seperti ini seringkali

Tabel 1 Tipe hak kepemilikan

No. Hak kepemilikan Pemilik Hak kepemilikan Kewajiban pemilik

1. Private property perorangan kepemilikan perorangan, pemiliknya dengan mudah untuk meng-akses dan me-ngontrol pemanfaatan sumberdaya

menghindari pemanfaatan yang tidak dapat diterima secara sosial

2. Common property kelompok tidak melibatkan mereka di luar kelompok

pemeliharaan, pemanfaatan sumberdaya terbatas sesuai dengan batasan-batasan yang ada

3. State property negara memanfaatkan sumberdaya sesuai dengan aturan

pemanfaatan untuk tujuan sosial

4. Open access (non-property)

tidak ada pemilik

diperebutkan tidak ada

Sumber: McCay dan Acheson 1987; Bromley 1989; Hanna et al. 1995.

diimplementasikan untuk sumberdaya publik yang sulit untuk dibagi (Ostrom

1990). State property dimiliki oleh negara dalam unit politik yang memberikan

kewenangan kepada agen publik untuk membuat aturan (Black 1968). Agen

publik tersebut memiliki kewajiban untuk memastikan kalau aturan-aturan yang

dibuat mempromosikan tujuan-tujuan sosial. Negara memiliki hak untuk

Page 52: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

52

memanfaatkan sumberdaya sesuai dengan aturan. Open access tidak ada

pemiliknya dan terbuka untuk umum. Dinamika dari open access merupakan

dasar dari apa yang disebut “tragedy of the commons”. Dibawah rezim open

access, pemilik tidak memiliki kawajiban untuk memelihara sumberdaya atau

membatasi penggunaannya. Penting untuk diketahui bahwa keempat sistem ini

tidak berlawanan satu dengan lainnya melainkan merupakan sebuah kombinasi

sepanjang spektrum dari open access hingga kepemilikan pribadi (Hanna et al.

1995).

Para ahli hak properti tetap menganggap sistem properti publik lebih

disukai dari pada yang lainnya dalam situasi ketika muncul kegiatan kolektif yang

cukup untuk mengelola sumberdaya alam (Ostrom 1990; Meinzen-Dick dan Knox

1999). Rezim hak properti harus menampilkan fungsi tertentu dengan

penggunaan terbatas, koordinasi pengguna, dan respon terhadap perubahan-

perubahan lingkungan. Aktivitas ini membutuhkankan biaya transaksi untuk

koordinasi, pengumpulan informasi, monitoring dan pelaksanaan (Eggerstsson

1990; Hanna 1995). Semakin langkahnya sumberdaya, maka rezim hak properti

harus semakin memperhitungkan peraturan yang mengatur distribusi

sumberdaya dan pemanfaatan yang menaikkan biaya. Suatu hal yang mungkin

adalah terciptanya suatu sistem dengan biaya pelaksanaan tinggi sehingga jauh

melebihi manfaat yang diperoleh dari pengawasan. Gerakan untuk merubah

rezim hak properti seringkali digerakkan oleh usaha-usaha untuk mengurangi

biaya transaksi.

Hal yang penting dari analisis penelitian ini adalah kenyataan bahwa

sistem co-manajement merupakan kombinasi dari berbagai sistem yang berbeda.

Apabila institusi pemerintah dan masyarakat lokal terlibat maka hal ini

merupakan kombinasi state property dan private property, sehingga dalam

perencanaannya harus memasukkan otoritas pembuat keputusan. Suatu sistem

akan berfungsi dengan baik bila peraturan yang ditetapkan konsisten dengan

kepemilikan misalnya ketika sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat dikelola

melalui pengaturan common property. Tidak peduli apapun jenis sistem properti,

keputusan-keputusan yang berdasarkan pengetahuan tentang kondisi lokal dan

akomodasi pengetahuan lokal merupakan suatu sistem yang paling sesuai dapat

diadaptasi (Tietenberg 1988). Mekanisme yang sesuai untuk mengatasi konflik

harus tersedia. Hal lain yang dibutuhkan adalah sistem monitoring dan

Page 53: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

53

pelaksanaan yang tepat untuk penegakan hukum yang sesuai dengan tingkat

pelanggaran untuk melindungi hak klaim (Ostrom 1990).

2.6. Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM)

Konflik kepentingan dalam pengelolaan taman nasional yang terjadi

antara pihak pengelola dan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan

pada beberapa tahun belakangan ini semakin mengemuka. Konflik tersebut

sering muncul ke permukaan akibat dari perbedaan kepentingan untuk

memanfaatkan sumberdaya guna memenuhi kebutuhan di satu sisi dan

konservasi sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan taman nasional di

sisi yang lain. Salah satu konsep konservasi yang banyak diterapkan akhir-akhir

ini adalah Integrated Conservation and Development Program (ICDP).

Pendekatan ini mulai diterapkan pada awal 1980-an di Taman Nasional Bogani

Nani Wartabone yang bertujuan untuk menjembatani kegiatan konservasi

dengan kegiatan pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat dengan

melibatkan masyarakat lokal (Wells dan Brandon 1995).

Konsep ICDP yang diharapkan dapat mengakhiri kontroversi antara

kepentingan pembangunan dan kepentingan konservasi yang dalam

pelaksanaannya, konsep ini kemudian mengalami perkembangan ke arah

penyusunan kesepakatan antara pengelola kawasan konservasi dan

masyarakat. Kesepakatan tersebut pada prinsipnya mengatur hak-hak dan

kewajiban-kewajiban masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang

terdapat di dalam kawasan taman nasional. Kesepakatan konservasi pada

prinsipnya mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban masyarakat di sekitar

taman nasional dalam menggunakan sumberdaya alam di dalam kawasan.

Kesepakatan semacam ini di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dikenal

dengan istilah Kesepakatan Konservasi Desa (KKD), sementara di TNLL dikenal

sebagai Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) (Adiwibowo et al. 2009).

Menurut Manullang (1998) KKM/KKD diperlukan karena beberapa

alasan: 1) masyarakat tidak atau belum sepenuhnya mengerti akan maksud

kehadiran sebuah kawasan konservasi di daerah mereka; 2) masyarakat

menyangka mereka akan sangat dirugikan oleh adanya kawasan konservasi di

daerah mereka; 3) pihak pengelola tidak atau belum mengenal sepenuhnya

keadaan dan aspirasi masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Selanjutnya

Manullang (1998) mengemukakan pula bahwa dengan tercapainya kesepakatan

formal antara masyarakat dan pengelola taman nasional, maka KKM/KKD dapat

Page 54: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

54

membawa fungsi dan manfaat yakni: 1) alat untuk melaksanakan dan

mengendalikan proses pelimpahan wewenang pengelolaan sumberdaya alam

dari pemerintah kepada masyarakat; 2) media dan proses dimana pihak-pihak

yang berkepentingan bertemu untuk saling mengakui dan menghormati

kehadiran masing-masing; 3) alat yang menunjukkan keterbukaan dan

transparansi antar semua pihak; 4) alat untuk menjamin diakuinya hak-hak

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam oleh pihak-pihak yang

berkepentingan; 5) alat untuk membagi tanggung jawab pengelolaan

sumberdaya alam di antara para pihak; 6) sarana untuk meredam konflik di

lapangan dengan membawanya ke meja perundingan; 7) alat pengendali

perilaku dari pihak-pihak yang terkait

Melalui KKM diharapkan kepentingan masyarakat terhadap sumberdaya

yang terdapat di dalam kawasan TNLL berdasarkan pada kesejarahan, pola

pengelolaan tradisional dan hukum adat atau hukum masyarakat setempat yang

disepakati untuk mendapat pengakuan dari Balai TNLL sebagai otoritas dalam

pengelolaan TNLL. Selain itu KKM diharapkan dapat meminimalisir dampak yang

terjadi akibat perambahan di sekitar kawasan TNLL, dengan keikutsertaan

masyarakat secara aktif dalam pengelolaan TNLL terutama dalam kegiatan

pengamanan kawasan. Kesepakatan tersebut dikenal dengan kesepakatan

konservasi masyarakat (KKM) yang disebut juga dengan community

conservation agreement (CCA).

Hasil studi dari kelompok peneliti STORMA (Stability of Rainforest Margin

in Indonesia), mengkaji KKM di TNLL yang difasilitasi oleh tiga LSM

memperlihatkan bahwa ketiga LSM tersebut memiliki sasaran masing-masing

yaitu: 1) CARE, lebih mengutamakan pada penguatan ekonomi masyarakat

desa, 2) TNC, mengutamakan aspek-aspek konservasi flora dan fauna, dan 3)

YTM memfokuskan diri pada advokasi hak tradisional. Ketiga sasaran tersebut

mengarah pada upaya penyusunan kesepakatan konservasi yang melibatkan

masyarakat. Selain itu, program CSIAD-CP (Central Sulawesi Integrated Area

Development Conservation Project), yang didanai oleh ADB juga dilakukan

dengan pelibatan masyarakat (Mappatoba 2004).

Kesepakatan konservasi berbasis masyarakat yang telah dibangun dan

sudah diterapkan dalam pengelolaan TNLL diantaranya adalah kesepakatan

Page 55: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

55

konservasi Masyarakat Adat Katu, dimana mereka mampu menyusun peta

partisipatif pengelolaan kawasan konservasi secara tradisional. Komunitas Adat

Toro melalui kelembagaan adatnya juga telah menerapkan kesepakatan

konservasi dalam pengelolaan TNLL berbasis masyarakat yang ditandai oleh

adanya pengakuan pihak Balai Taman Nasional Lore Lindu (BLTNLL) selaku

pemegang otoritas TNLL terhadap eksistensi Lembaga Adat Ngata Toro dalam

mengelola dan mengamankan TNLL (Sangadji 2003); lebih spesifik masyarakat

Toro telah mengenal sistem kategori lahan secara tradisional sejak dahulu

dengan menentukan bentuk-bentuk akses atas lahan dan hasil hutan (Golar

2007).

Berkaitan dengan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan TNLL, maka

LSM telah memfasilitasi terbangunnya kesepakatan konservasi masyarakat

(KKM) pada 31 desa dari 65 desa di sekitar TNLL. Kesepakatan konservasi

tersebut yang oleh Mappatoba (2004) disebut sebagai cikal bakal dari co-

management. Namun demikian, dengan melihat berbagai masalah yang terjadi

di TNLL dan sampai saat ini belum mampu diselesaikan dengan baik, maka

perlu dikembangkan suatu konsep pengelolaan yang diharapkan dapat

mengakomodir aspirasi dan keinginan dari semua stakeholder dalam mencapai

tujuan pengelolaan TNLL.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Pelaksanaan kegiatan pembangunan memunculkan dua benturan

kepentingan yakni pembangunan dari sisi ekonomi dan pelestarian lingkungan

pada sisi yang lain. Kedua benturan kepentingan tersebut akan menimbulkan

dampak positif maupun negatif, demikian pula halnya dalam upaya pengelolaan

TNLL di satu sisi ingin melestarikan sumberdaya alam yang ada, tapi di sisi lain

bagaimana masyarakat yang ada di sekitarnya dapat terpenuhi kebutuhannya,

terutama mereka yang bersentuhan langsung dengan sumberdaya yang bernilai

ekonomi dari kawasan taman nasional. Oleh sebab itu upaya pengelolaan TNLL

secara berkelanjutan perlu dilaksanakan.

Pembangunan berkelanjutan mulai dipopulerkan pada tahun 1987 melalui

laporan Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama) yang digagas oleh

World Commission on Environment and Development (Komisi Dunia tentang

Lingkungan dan Pembangunan) yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland

Page 56: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

56

sehingga dikenal dengan Komisi Brundtland. Fokus dari laporan yang disusun

oleh Komisi Brundtland (Brundtland Report) tersebut, adalah pembangunan

berkelanjutan yakni pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini

tanpa mengorbankan atau mengurangi peluang generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhannya (Soemarwoto 2004).

Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu konsep pembangunan

yang bertujuan untuk mengelola atau memanfaatkan sumberdaya alam agar

tidak mengalami kerusakan atau kepunahan. Konsep pembangunan

berkelanjutan harus mengacu pada aspek ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya.

Pada berbagai kajian disebutkan pula bahwa untuk mencapai pengelolaan

sumberdaya alam yang berkelanjutan dibutuhkan sinergi yang baik antara fungsi

ekonomi, ekologi, dan sosial (Hanna et al. 1995; Sardjono 2004; Bohensky

2005). Sejalan dengan konsep kelestarian atau keberlanjutan, Suhendang (2004)

mengemukakan bahwa konsep pengelolaan sumberdaya hutan yang sustainable

mensyaratkan perlunya diperoleh manfaat terhadap fungsi-fungsi ekonomis

(produksi), ekologis (lingkungan), dan sosial dari sumberdaya hutan secara

optimal dan lestari.

Konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini menjadi suatu konsep

pembangunan yang diterima olah semua negara di dunia untuk mengelola

sumberdaya alam agar tidak mengalami kehancuran dan kepunahan.

Konsep ini berlaku untuk seluruh sektor pembangunan termasuk pembangunan

sektor kehutanan. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multidisiplin

karena banyak aspek pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain

aspek ekologi, ekonomi, sosial-budaya, hukum dan kelembagaan.

Barbier (1989) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan lebih

ditekankan pada pembangunan ekonomi dimana pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan (suatainable economic development) adalah konsep pembangunan

yang merujuk pada tingkat interaksi yang optimal antara tiga sistem yaitu biologi,

ekonomi, dan sosial, yang dicapai melalui satu proses trade-offs yang adaptif dan

dinamis. Sementara Pearce (1986) menekankan konsep pembangunan

berkelanjutan pada adanya kompromi antara sistem-sistem atau antara

kebutuhan generasi kini dan generasi yang akan datang.

Selanjutnya Yakin (1997) mengemukakan bahwa pembangunan

berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang

tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi

Page 57: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

57

kebutuhannya atau dengan kata lain pembangunan berkelanjutan merupakan

suatu proses perubahan dalam eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi

pengembangan teknologi, dan perubahan institusi, yang kesemuanya berada

dalam keselarasan dan meningkatkan potensi masa kini dan yang akan datang

untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia. Dalam hal ini,

pembangunan ekonomi harus berjalan selaras dengan kepentingan lainnya

sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya memenuhi kepentingan generasi

sekarang tetapi juga generasi yang akan datang.

Munasinghe dan McNelly (1992) mengidentifikasi tiga konsep dari

pembangunan berkelanjutan yakni konsep pendekatan ekonomi, ekologi, dan

sosial budaya. Aspek ekonomi pembangunan berkelanjutan dicapai apabila

dapat menghasilkan pendapatan yang maksimum dengan tetap

mempertahankan stok sumberdaya atau aset yang menghasilkan benefit

tersebut. Aspek ekologi menjelaskan stabilitas fisik dan biologi suatu sistem atau

ekosistem sementara aspek sosial budaya dari pembangunan berkelanjutan

menyangkut stabilitas sistem sosial budaya, termasuk mengurangi konflik yang

biasa terjadi.

Identifikasi tiga konsep pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan di

atas, sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang dirumuskan oleh

Munasinghe (1993) bahwa pembangunan berkelanjutan apabila memenuhi tiga

dimensi yaitu: secara ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial

berkeadilan, dan secara ekologis lestari (ramah lingkungan). Makna

pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan pada

pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah

kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil

berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan termasuk estetika. Hal lain

yang tidak kalah pentingnya adalah konsep pemanfaatan sumberdaya yang

berkelanjutan (sustainable use of resources) yang bermakna bahwa eksploitasi

atau pemanfaatan sumberdaya tidak melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau

dihasilkan dalam kurun waktu yang sama.

2.2. Taman Nasional MacKinnon et.al (1993) mengemukakan bahwa taman nasional adalah

kawasan pelestarian alam yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai

alam yang spesifik dengan kepentingan pelestarian tinggi, potensi objek rekreasi

yang besar, mudah dicapai dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah

Page 58: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

58

tersebut. Sementara IUCN (1994) merumuskan bahwa taman nasional adalah

areal yang cukup luas, dimana ada satu atau beberapa ekosistem tidak berubah

oleh kegiatan eksploitasi atau pemilikan lahan spesies flora dan fauna, kondisi

geomorfologi dan kondisi habitatnya memiliki nilai landskape alam dengan

keindahan tinggi.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya merumuskan bahwa taman

nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,

dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam.

Fungsi pokok taman nasional adalah: 1) sebagai kawasan perlindungan; 2)

sebagai kawasan untuk mempertahankan keragaman jenis tumbuhan dan satwa;

dan 3) sebagai kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam

hayati dan ekosistemnya.

Pengelolaan kawasan taman nasional, dilakukan dengan sistem zonasi

agar kawasan tersebut dapat dikelola dengan baik. Sistem zonasi yang dimaksud

adalah zona inti, zona pemanfaatan, dan zona rimba atau zona lainnya yang

ditetapkan berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya. Untuk zona inti tidak diperkenankan adanya campur tangan

manusia baik dari pihak pengelola maupun pengunjung karena. Setiap kegiatan

atau aktivitas makhluk hidup pada zona inti dibiarkan berjalan dengan sendirinya.

Pada zona rimba, campur tangan manusia secara terbatas diperkenankan

misalnya pendidikan, penelitian, wisata terbatas serta kegiatan yang menunjang

budidaya. Sedangkan pada zona pemanfaatan, diperkenankan adanya kegiatan

pendidikan, penelitian, penunjang budidaya tumbuhan dan penangkaran satwa,

serta wisata alam atau ekoturisme (PP No.68 tahun 1998 tentang Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam).

Berkaitan dengan pengelolaan taman nasional maka masyarakat atau

pihak swasta diperkenankan untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk kemitraan

dengan membangun sarana dan prasarana penunjang wisata misalnya bungalow

atau pusat penjualan cinderamata. Namun demikian sarana dan prasarana yang

dibangun harus menggunakan pola arsitektur setempat serta bahan-bahan yang

ramah lingkungan serta diupayakan untuk tidak terjadinya kerusakan alam.

Antara kawasan taman nasional dengan kawasan pemukiman biasanya

dipisahkan oleh suatu kawasan yang dikenal dengan daerah penyangga. Daerah

Page 59: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

59

penyangga mempunyai fungsi untuk menjaga Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang

berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan

perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan (PP No. 68 tahun

1998)

Alikodra (1998) mengemukakan pula bahwa daerah penyangga adalah

wilayah yang berada di luar kawasan konservasi, baik sebagai kawasan hutan,

tanah negara bebas maupun tanah negara yang dibebani hak dan diperlukan

serta mampu menjaga keutuhan kawasan konservasi. Pada prinsipnya daerah

penyangga dapat berfungsi sebagai penyangga terhadap berbagai macam

kegiatan yang dapat merusak potensi sumberdaya alam taman nasional dan juga

berfungsi untuk melindungi manusia dari binatang liar pemangsa. Daerah

penyangga taman nasional adalah suatu kawasan yang berfungsi melindungi

taman nasional dari gangguan manusia atau juga melindungi kehidupan manusia

dari gangguan yang berasal dari taman nasional.

Selanjutnya MacKinnon et al. (1993) memberikan batasan bahwa daerah

penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang

dilindungi dan berfungsi sebagai lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan

yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Daerah

penyangga bertujuan untuk: 1) menyelamatkan potensi kawasan dari berbagai

macam gangguan baik oleh manusia, ternak ataupun pencemaran lingkungan; 2)

mengembangkan dan membina hubungan tradisional antara masyarakat dengan

alam, sehingga tercipta adanya integrasi antara manusia dan alam pada kondisi

yang lebih baik; 3) memberikan perlindungan terhadap masyarakat daerah

pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dari gangguan satwa liar yang

berasal dari kawasan konservasi; 4) meningkatkan produktivitas lahan melalui

pola usahatani yang lebih intensif; 5) meningkatkan kesadaran dan partisipasi

masyarakat terhadap upaya pelestarian alam dan lingkungan; 6)

mengembangkan jenis-jenis kebutuhan pokok yang berasal dari kawasan

konservasi dengan pengembangan pola budidaya baik untuk protein hewani

maupun protein nabati; 7) mengembangkan sistem jasa yang berkaitan dengan

kegiatan pengelolaan kawasan konservasi.

MacKinnon et al. (1993) mengemukakan pula bahwa dasar umum yang

digunakan dalam penetapan suatu kawasan sebagai taman nasional adalah: 1)

karakteristik atau keunikan ekosistem, 2) mempunyai keanekaragaman spesies

Page 60: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

60

atau spesies khusus yang “bernilai”, 3) mempunyai landskap dengan ciri geofisik

atau estetika yang “bernilai”, 4) mempunyai fungsi perlindungan hidrologi (tanah,

air, iklim), 5) mempunyai sarana untuk rekreasi alam atau kegiatan wisata dan 6)

mempunyai tempat peninggalan budaya yang tinggi diantaranya: candi, batuan

megalit, dan rumah adat. Kemudian di dalam PP No. 68 tahun 1998 tentang KSA

KPA pada Pasal 31 dikatakan bahwa suatu kawasan ditunjuk sebagai suatu

kawasan taman nasional apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

6) kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin

kelangsungan proses ekologis secara alami;

7) memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis

tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang

masih utuh dan alami;

8) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

9) memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai

pariwisata alam; dan

10) merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona

pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena kepentingan

rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan

dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati

dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Umar (2004) mengemukakan

bahwa CSIAD-CP telah memfasilitasi pembentukan Forum Konservasi sebagai

Forum Wilayah Penyangga Taman Nasional Lore Lindu pada lima wilayah

kecamatan (Kecamatan Palolo, Kecamatan Kulawi, Kecamatan Lore Utara,

Kecamatan Lore Tengah, dan Kecamatan Lore Selatan) dimana TNLL berada.

Persoalan penting yang perlu diketahui menyangkut daerah penyangga adalah

berimpitnya batas TNLL dengan halaman rumah penduduk pada beberapa

daerah yang berbatasan langsung dengan TNLL sehingga penetapan daerah

penyangga pada wilayah tersebut dibutuhkan fleksibilitas posisi atau situasi

daerah penyangga relatif terhadap kawasan konservasi (Ebregt dan Greve

2000).

2.3. Konflik dalam Pengelolaan Taman Nasional

Paradigma pengelolaan kawasan konservasi yang lebih menitikberatkan

pada aspek ekologi semata, tanpa memperhatikan kepentingan sosial ekonomi

masyarakat di sekitarnya menghasilkan kebijakan pengelolaan kawasan

Page 61: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

61

konservasi yang salah arah (misleading policy). Hal ini disebabkan karena

pengelolaan kawasan konservasi yang sentralistik dengan perencanaan dan

keputusan-keputusan yang bersifat topdown akibatnya nilai dan kepentingan dari

pengelolaan kawasan konservasi tidak searah dengan nilai dan kepentingan

masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Implikasi dari kondisi ini adalah

terjadinya ketidakstabilan yang ditandai dengan terjadinya konflik kepentingan

antara pengelola kawasan dengan stakeholder lainnya terutama komunitas-

komunitas lokal yang berada di sekitar kawasan tersebut.

Fisher et al. (2001) mendefinisikan konflik sebagai hubungan antara dua

pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki

sasaran-sasaran yang satu sama lain tidak sejalan. Dikemukakan pula bahwa

konflik timbul karena adanya kesenjangan status sosial, akses yang tidak

seimbang terhadap sumberdaya, kekuasaan yang tidak seimbang yang

kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran,

kemiskinan, penindasan, dan kejahatan.

Berkaitan dengan itu, Priscoli (1997) membedakan lima penyebab utama

terjadinya konflik, yakni: 1) data, 2) kepentingan, 3) nilai, 4) hubungan, dan 5)

struktural. Konflik akibat data disebabkan oleh keterbatasan informasi, informasi

yang keliru, interpretasi yang berbeda serta perbedaan pandangan terhadap

data. Konflik kepentingan terjadi karena adanya kepentingan atau kebutuhan

yang saling bertentangan atau tidak cocok diantara pihak-pihak yang bertikai.

Konflik nilai terjadi karena adanya penggunaan kriteria yang berbeda untuk hasil

(outcome) yang disebabkan oleh perbedaan ideologi, kepercayaan agama,

pandangan hidup, dan gaya hidup. Sementara itu, konflik bisa juga karena

hubungan-hubungan yang tidak harmonis, biasanya menyangkut emosi yang

kuat, komunikasi yang mandeg, dan prilaku negatif yang terus berulang. Konflik

struktural berkaitan dengan bagaimana sesuatu yang di set-up, batasan peran,

kendala waktu dan ruang, serta ketimpangan dalam kekuatan/kekuasaan atau

kontrol terhadap sumberdaya.

Winardi (1994), membedakan tiga wujud konflik, yakni konflik bersifat

tertutup (latent), mencuat (emerging) atau terbuka (manifest). Konflik laten

dicirikan dengan adanya tekanan-tekanan yang tidak tampak, tidak sepenuhnya

berkembang, atau belum terangkat ke puncak-puncak kutub konflik. Seringkali

salah satu atau kedua pihak belum menyadari adanya konflik. Konflik mencuat

adalah perselisihan dimana pihak-pihak yang berselisih telah teridentifikasi,

Page 62: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

62

diakui adanya perselisihan, kebanyakan permasalahannya jelas, tetapi proses

penyelesaian masalahnya sendiri belum berkembang. Konflik terbuka merupakan

konflik dimana pihak-pihak terlibat secara aktif dalam perselisihan yang terjadi,

mungkin sudah memulai untuk bernegosiasi, mungkin pula telah mencapai jalan

buntu.

Selanjutnya Tadjudin (2000) mengemukakan bahwa sumber konflik

adalah karena adanya perbedaan pada berbagai tataran yakni: 1) perbedaan

persepsi, 2) perbedaan pengetahuan, 3) perbedaan tata nilai, 4) perbedaan

kepentingan, dan 5) perbedaan akuan hak kepemilikan. Kemudian Fuad dan

Maskanah (2000) berpendapat bahwa konflik adalah benturan yang terjadi antara

dua pihak atau lebih yang disebabkan oleh perbedaan nilai, status, kekuasaan,

dan kelangkaan sumberdaya, dimana masing-masing pihak mempunyai

kepentingan yang sama terhadap sumberdaya. Fuad dan Maskanah (2000)

menyatakan pula bahwa akhir-akhir ini wujud konflik sumberdaya alam telah

menjadi konflik yang mencuat, tumpang tindihnya kepentingan pada suatu

wilayah hutan yang sama pada akhirnya menimbulkan konflik yang tidak

terhindarkan.

Terkait dengan konflik, maka konflik antara pengelola kawasan

konservasi dengan masyarakat ditandai dengan sifat benci, saling tidak percaya

(mistrust), dan terjadinya hambatan-hambatan psikologis dan komunikasi

diantara mereka (miscommunication each others). Konflik yang tidak segera

ditangani akan mencuat dan akhirnya akan menjadi konflik terbuka (open

conflict). Konflik ini ditandai dengan terjadinya benturan-benturan fisik,

pengambilalihan otoritas kawasan yang disertai dengan ”pencurian” dan bahkan

”penjarahan” besar-besaran terhadap sumberdaya yang ada di dalam kawasan.

Salah satu aspek penting dalam menganalisis dinamika konflik adalah

perbedaan kekuatan (power) yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berkonflik.

Kekuatan yang dimiliki pihak pengelola kawasan konservasi dalam

mempertahankan kawasannya karena adanya topangan legal, dukungan dari

pihak-pihak keamanan, dukungan dana, serta tingkat pendidikan. Sementara itu,

masyarakat setempat biasanya mengandalkan pada alasan kesejarahan,

kedekatan sumberdaya kawasan dengan mereka, dukungan dari pihak-pihak luar

yang peduli dengan kehidupan masyarakat.

Wilardjo dan Budi (2000) mengemukakan bahwa perubahan dan

pergeseran kekuatan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berkonflik akan

Page 63: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

63

berpengaruh terhadap intensitas konflik. Salah satu faktor eksternal yang paling

besar pengaruhnya terhadap terjadinya perubahan dan pergeseran kekuatan

antara pihak-pihak yang berkonflik karena adanya perubahan iklim sosial,

ekonomi, dan politik (reformasi). Dalam konteks pengelolaan kawasan

konservasi di Indonesia, keberanian komunitas lokal dalam melakukan

penjarahan massal atas sumberdaya di dalam kawasan merupakan indikasi

meningkatnya power yang dimiliki masyarakat di satu sisi dan di sisi lain adalah

melemahnya power yang dimiliki oleh pihak pengelola kawasan, akhirnya

memicu intensitas terjadinya konflik pengelolaan kawasan.

2.4. Teori Co-management

Borrini-Feyerabend et al. (2000), memberikan pengertian bahwa co-

management adalah suatu kondisi dimana dua atau lebih stakeholder

bernegosiasi, menetapkan dan memberikan garansi diantara mereka serta

membagi secara adil mengenai fungsi pengelolaan, hak dan tanggungjawab dari

suatu daerah teritori atau sumberdaya alam tertentu. Stakeholder adalah mereka

yang terlibat dan terpengaruh oleh kebijakan.

Conservation Union dalam Resolusinya tahun 1996 menjelaskan dasar

dari co-management, atau joint participatory atau multistakeholder management

adalah kemitraan antara lembaga pemerintah, komunitas lokal dan pengguna

sumberdaya, lembaga non-pemerintah dan kelompok yang berkepentingan

lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka kerja yang tepat tentang

kewenangan dan tanggungjawab untuk mengelola daerah spesifik atau

sumberdaya (IUCN 1997).

Knight dan Tighe (2003) mendefinisikan bahwa co-management adalah

suatu bentuk kerjasama yang dikembangkan bersama oleh pemerintah dan

masyarakat dalam menjalankan suatu program pengelolaan sumberdaya alam.

Konsep co-management antara masyarakat dan pemerintah merupakan mitra

yang bekerja bersama-sama dalam pengelolaan sumberdaya alam di suatu

kawasan. Pengembangan konsep kerjasama antara pemerintah dan masyarakat

dalam menjalankan suatu program pengelolaan sumberdaya alam, memiliki

peran dan fungsi yang jelas antara masing-masing pihak. Co-management dalam

pengelolaan sumberdaya alam adalah suatu bentuk pengelolaan sumberdaya

yang kegiatannya didasarkan pada kerjasama antara masyarakat dan

pemerintah yang berorientasi pada optimalisasi pencapaian tujuan organisasi.

Co-management tidak saja dilihat dari hubungan kerjasama antara pemerintah

Page 64: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

64

dengan masyarakat, namun lebih luas lagi pada lingkup stakeholders dalam

pengelolaan sumberdaya alam untuk kepentingan bersama.

Selanjutnya Claridge dan O’Callaghan (1995) mengemukakan bahwa co-

management adalah partisipasi aktif dalam pengelolaan sumberdaya oleh

masyarakat baik secara individu maupun kelompok yang mempunyai keterkaitan

atau kepentingan dengan sumberdaya tersebut. Dikemukakan pula bahwa ada

tiga elemen penting dari co-management yakni:

1) Pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya

berdasarkan rencana yang dipahami dan disetujui oleh semua pihak;

2) Tujuan sosial, budaya, dan ekonomi merupakan bagian yang terintegrasi dari

strategi pengelolaan; dan

3) Keberlanjutan pengelolaan sumberdaya merupakan tujuan utama.

Berkaitan dengan itu Borrini-Feyerabend et al. (2000) mengemukakan

bahwa co-management memiliki pula prinsip-prinsip sebagai berikut:

1)Mengakui perbedaan nilai, kepentingan dan kepedulian para pihak yang terlibat

dalam mengelola wilayah atau kesatuan sumberdaya alam, baik di luar maupun

di dalam komunitas lokal;

2) Terbuka bagi berbagai model hak pengelolaan sumberdaya alam selain

pengelolaan yang secara legal telah ada dimiliki oleh pemerintah atau pihak

yang berkepentingan;

3) Mengusahakan terciptanya transparansi dan kesetaraan dalam pengelolaan

sumberdaya alam;

4) Memperkenankan masyarakat sipil untuk mendapatkan peranan dan

tanggungjawab yang lebih nyata;

5) Mendayagunakan dengan saling memperkuat kapasitas dan keunggulan

komparatif dari berbagai aktor yang terlibat;

6) Lebih menghargai dan mementingkan proses ketimbang hasil produk fisik

jangka pendek; dan

7) Memetik pelajaran melalui kaji ulang secara terus menerus dan memperbaiki

pengelolaan sumberdaya alam;

Co-management adalah suatu kesepakatan dimana tanggung jawab

pengelolaan sumberdaya dibagi antara pemerintah di satu sisi dan stakeholders

di sisi lain dengan tujuan untuk menjaga integritas ekologi sumberdaya alam

(National Round Table on the Environment and the Economy = NRTEE 1999).

Co-management memiliki pula beberapa prinsip dasar yakni: 1) pemberdayaan

Page 65: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

65

dan pembangunan kapasitas, 2) pengakuan terhadap kearifan dan pengelolaan

tradisional, 3) perbaikan hak masyarakat lokal, 4) pembangunan berkelanjutan,

5) akuntabel dan transparan, 6) pelestarian lingkungan sumberdaya, 7)

pengembangan mata pencaharian, 8) keadilan, dan 9) keterpaduan (Knight &

Tighe 2003).

Selanjutnya Sen dan Nielsen (1996) mengajukan lima tahapan co-

management yakni:

1) Instruktif; pada tipe co-management ini hampir sama dengan pengelolaan oleh

pemerintah. Perbedaannya sedikit sekali yakni adanya sedikit dialog antara

pemerintah dan masyarakat akan tetapi proses dialog yang terjadi bisa

dipandang sebagai suatu instruksi karena pemerintah lebih dominan

perannya, dimana pemerintah menginformasikan kepada masyarakat

rumusan-rumusan pengelolaan sumberdaya alam yang pemerintah

rencanakan untuk dilaksanakan;

2) konsultatif; pada tipe ini ada mekanisme yang mengatur sehingga pemerintah

berkonsultasi dengan masyarakat, hanya saja sekalipun masyarakat bisa

memberikan berbagai masukan kepada pemerintah, keputusan bahwa apakah

masukan itu harus digunakan tergantung sepenuhnya pada pemerintah, atau

dengan kata lain pemerintahlah yang berperan dalam merumuskan

pengelolaan sumberdaya alam;

3) kooperatif; tipe ini menempatkan masyarakat dan pemerintah pada posisi yang

sama; dengan demikian semua tahapan manajemen sejak pengumpulan

informasi, perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi dan pemantauan

institusi co-management menjadi tanggung jawab kedua belah pihak. Pada

bentuk ini masyarakat dan pemerintah adalah mitra yang sama

kedudukannya;

4) pendampingan atau advokasi; pada bentuk ini, peran masyarakat cenderung

lebih besar dari peran pemerintah. Masyarakat memberi masukan kepada

pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan. Masyarakat dapat pula

mengajukan usul rancangan keputusan yang hanya tinggal dilegalisir oleh

pemerintah. Kemudian pemerintah mengambil keputusan resmi berdasarkan

usulan atau inisiatif masyarakat. Pemerintah lebih banyak bersifat

mendampingi masyarakat atau memberikan advokasi kepada masyarakat

tentang apa yang sedang dikerjakan oleh mereka; dan

Page 66: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

66

5) informatif; pada bentuk ini, peran pemerintah makin berkurang dan di sisi lain

peran masyarakat lebih besar dibandingkan dengan empat bentuk co-

management sebelumnya. Dalam hal ini pemerintah hanya memberikan

informasi kepada masyarakat tentang apa yang sepantasnya dikerjakan.

Dalam kontribusi yang lebih nyata, pemerintah menetapkan delegasinya untuk

bekerja- sama dengan masyarakat dalam seluruh tahapan pengelolaan

sumberdaya alam, mulai dari pengumpulan data, perumusan kebijakan,

implementasi, serta pemantauan dan evaluasi.

Hasil kerjasama tersebut dilaporkan atau diinformasikan oleh delegasi

pemerintah kepada pemerintah. Dari kelima kategori co-management tersebut

disajikan pada Gambar 2.

Fisher (1995) menekankan pula bahwa konsep dasar dari co-

management yang berkaitan dengan sektor kehutanan adalah tercapainya

kesepakatan tentang pengelolaan hutan antara pihak pengelola dengan

masyarakat lokal. Masyarakat lokal berperan dalam hal pengelolaan dan

perlindungan, sebagai imbalannya, masyarakat lokal mempunyai akses untuk

memanfaatkan hasil-hasil hutan, dan memperoleh keuntungan dengan

peningkatan pendapatan. Penyederhanaan dari definisi co-management oleh

Fisher dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Tahapan dari Co-management (Sen & Nielsen1996; Pomeroy 2001).

Stated-based management

Community-based management

Co-management

Instructive – Consultative – Cooperative – Advisory -Informative

Page 67: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

67

Nationa

Gambar 3 Prinsip Dasar dari Co-management (Fisher 1995).

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan maka dapat

diartikan bahwa pengelolaan dengan pola co-management untuk kawasan

konservasi adalah kemitraan di antara berbagai pihak yang berkepentingan yang

menyetujui berbagi fungsi, wewenang dan tanggung-jawab dalam pengelolaan

suatu kawasan konservasi. Co-management berbeda dengan pengelolaan

partisipatori lainnya atau dengan pengelolaan berbasis masyarakat (community-

based resources management), karena menuntut adanya kesadaran dan

distribusi tanggung-jawab pemerintah secara formal (Borrini-Feyerabend et al.

2000). Dalam konteks ini, konsultasi masyarakat dan perencanaan partisipatori

ditujukan untuk menetapkan bentuk-bentuk peranserta yang lebih tahan lama,

terukur dan setara dengan melibatkan seluruh kelompok yang berkepentingan

terkait dan sah (legitimate) dalam mengelola dan melestarikan sumberdaya alam.

Co-management atau pengelolaan kolaboratif (collaborative mana-

gement), disebut juga sebagai pengelolaan kooperatif (cooperative

management), round-table management, share management, pengelolaan

bersama (joint management) atau pengelolaan multi-pihak (multistakeholder

management). Co-management telah diterapkan dalam bidang perikanan, taman

nasional, kawasan dilindungi (protected area), kehutanan, satwa liar (wildlife),

lokasi pengembalaan, dan sumberdaya air (Conley & Moote 2001).

Co-management dalam mengelola kawasan konservasi di Indonesia

memang diperlukan, karena menyangkut kompleksnya sub-sistem ekologi,

budaya, ekonomi dan politik dengan keterkaitan berbagai isu dan keterlibatan

banyak kelompok kepentingan dalam masing-masing subsistemnya. Co-

management menjadi penting ketika tidak adanya kesepakatan yang dapat

dibangun secara sederhana dan universal untuk mendapatkan solusi terbaik dari

konflik yang terjadi. Kerjasama dari seluruh stakeholder dalam pengelolaan

National Park

Authority

CONSENSUS Access/benefit/income

Responsible for

protection

COLLABORATIVE MANAGEMENT

Local People

Page 68: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

68

kawasan konservasi akan meringankan beban biaya yang dibutuhkan karena

para pihak yang terkait akan saling bahu membahu menyumbangkan

sumberdaya yang dimilikinya berupa pengetahuan, tenaga, informasi maupun

finansial.

Transformasi pola pengelolaan sumberdaya alam oleh negara, swasta,

dan kemudian kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat lokal agaknya

merupakan tuntutan universal, yang berlaku bukan cuma di Indonesia. Di India

telah terjadi empat tahap evolusi pola pengelolaan sumberdaya alam, khususnya

hutan, dari kolonialisme, komersialisme, konservasi, dan sekarang kolaborasi,

sementara di Nepal terjadi tiga tahap evolusi yakni privatisasi, nasionalisasi, dan

populisme (David et al. 2003). Bahkan pergeseran juga terjadi di beberapa

negara bagian Amerika Serikat tempat asal muasal pengelolaan eksklusif

kawasan konservasi yang mulai bergeser menuju co-management. Peranserta

masyarakat yang meluas dan tidak sekedar simbolik ternyata menunjukkan hasil

yang baik dimana produktifitas tercapai tanpa menyampingkan kepentingan

kelestarian lingkungan dan eksistensi masyarakat lokal. Pemerintah di Negara

India dan Nepal, berkeyakinan bahwa masyarakat lokal berkemampuan, memiliki

pengetahuan, dan kearifan yang handal untuk mengelola sumberdaya alam

secara produktif dan lestari. Kolaborasi dengan masyarakat lokal merupakan

kebutuhan dan keharusan, karena tujuan produksi dan pelestarian dapat dicapai

secara lebih efektif dan pada saat yang sama tercipta suatu mekanisme resolusi

konflik yang interaktif dan dialogis (Means et al. 2002).

Beberapa contoh co-management yang telah berhasil dilaksanakan

dalam pengelolaan taman nasional ( Merrill dan Effendi 2001) diantaranya

adalah:

1. Co-management di Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara yang wadahnya

dikenal dengan DPTNB (Dewan Pengelolaan Taman Nasional Bunaken).

Salah satu hasil rumusannya adalah penentuan tarif masuk TN Bunaken dan

pendistribusian hasil pungutan tarif masuk tersebut yang diperkirakan sekitar

Rp750 juta per tahun. Pendistribusian tersebut yakni: 5% untuk dana

pembangunan propinsi, 5% untuk pembiayaan pembangunan daerah-kota,

5% untuk pusat yang diperuntukkan untuk pembangunan KSDA dan

ekosistemnya melalui Dephut cq. Ditjen PKA), dan 85% untuk dana

pendukung pengelolaan TN Bunaken.

Page 69: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

69

2. Co-management di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur yang dikenal

dengan Mitra Kutai, berhasil memberikan kontribusi bantuan keuangan bagi

pengelolaan TN Kutai melalui rencana kerja tahunan senilai US$ 100.000 –

US$150.000 per tahun.

3. Co-management di Great Barrier Reef Marine Park, Australia yang dikelola

oleh badan otorita khusus dengan mempekerjakan ratusan orang dan

memperoleh lebih dari 1 (satu) juta Dollar Australia setiap tahunnya. Dalam

pengelolaan taman nasional ini Kepala Taman Nasional selalu berkonsultasi

dengan kelompok-kelompok yang berkepentingan termasuk masyarakat di

sekitar taman nasional yang kehidupannya tergantung dari sumberdaya

taman nasional tersebut. Selain itu workshop diantara para kelompok yang

berkepentingan sering pula dilaksanakan untuk menyetujui keputusan

pengelolaan yang spesifik seperti pengaturan peruntukan (zoning).

Keberhasilan co-management tersebut akhirnya diikuti oleh Kakadu National

Park dan Coburg National Park.

Gagasan dasar dari Acheson (1989) dapat dijadikan acuan mengapa

pengelolaan kawasan konservasi membutuhkan pengelolaan yang

bergotongroyong. Menurut Acheson konsep pengelolaan sumberdaya publik,

seperti halnya kawasan konservasi menunjukkan kombinasi derajat intensitas

keterlibatan pemerintah di satu pihak dan masyarakat di pihak lain serta dampak

yang ditimbulkan.

Atas dasar kombinasi tersebut, dihasilkan 4 alternatif pola pengelolaan

sumberdaya alam sebagai berikut:

Pertama, apabila masyarakat lokal dan pemerintah bersama-sama tidak

melakukan kontrol secara intensif terhadap pengelolaan sumberdaya, akan

menjadikan sumber daya tersebut didayagunakan secara terbuka sebagaimana

halnya suatu sumberdaya terbuka (open access). Dalam pola pengelolaan yang

tidak jelas pengelolanya justru akan mengundang terjadinya the tragedy of the

common yang berujung pada pemusnahan sumberdaya tersebut, karena

adanya pemanfaatan yang berlebihan oleh manusia melampaui daya dukung.

Kedua, apabila pemerintah melakukan kontrol mutlak terhadap pengelolaan

sumberdaya, maka akan menghasilkan pola pengelolaan berbasis pemerintah

(state-based management). Pola inilah yang selama ini berlangsung di

Indonesia. Dalam pola ini, peranan masyarakat dikesampingan, kalau pun ada

hanya bersifat simbolik dan dengan demikian masyarakat kehilangan rasa

Page 70: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

70

memiliki dan rasa bertanggung-jawab. Padahal masyarakat juga mempunyai

kapasitas tertentu dalam mengelola sumberdaya. Karena itu, masyarakat merasa

tidak mempunyai kepentingan membantu pemerintah melakukan upaya-upaya

pemeliharaan sumberdaya dan disamping itu pemerintah juga mempunyai

keterbatasan kapasitas mengelola. Pada akhirnya, pola ini akan terjebak pada

pola pertama.

Ketiga, apabila masyarakat melakukan kontrol sepenuhnya terhadap

pengelolaan sumberdaya, maka akan menghasilkan pola pengelolaan berbasis

masyarakat (community-based management). Masyarakat itu sendiri sebenarnya

terdiri dari fragmen-fragmen yang cukup luas, ada masyarakat pengguna dan

ada masyarakat di luar pengguna. Ketika masyarakat pengguna melakukan

tindakan pengelolaan yang arif bijaksana, seringkali terdapat gangguan dari

masyarakat lain di luar teritorialnya. Jika intensitas gangguan itu meningkat,

masyarakat pengguna tidak mampu lagi menanggulanginya secara berdikari

serta ditambah dengan tidak ada dukungan kebijakan dari pemerintah dan pada

akhirnya pola ini pun akan kembali terperangkap pada pola pertama.

Keempat, apabila kontrol pemerintah dan masyarakat itu sangat besar dan

dalam posisi yang setara dan seimbang dalam proses pengambilan keputusan,

maka akan menghasilkan pola pengelolaan kolaboratif atau co-management.

Secara empirik, inilah pola pengelolaan yang ideal. Co-management merupakan

pilihan pola pengelolaan kawasan konservasi yang paling masuk akal. Pilihan ini

akan menciptakan perimbangan kontrol masyarakat dan pemerintah terhadap

sumberdaya kawasan konservasi, yang memungkinkan kawasan konservasi

tidak terdegradasikan menjadi suatu sumberdaya terbuka.

Borrini-Feyerabend et al. (2000) secara gamblang memberikaan

argumentasi mengapa co-management penting dilaksanakan: 1) Pengelolaan

yang efektif memerlukan adanya pengetahuan, kemampuan, sumberdaya dan

keunggulan komparatif dari berbagai pihak yang berkepentingan dan hanya

melalui co-management hal tersebut dapat dipenuhi, 2) Kebutuhan kesetaraan,

keadilan sosial dan demokrasi dalam pengelolaan sumberdaya alam. Masyarakat

adalah pembayar pembangunan konservasi, sehingga wajar kalau

diperhitungkan dalam pengambilan keputusan, 3) Keinginan untuk mengakhiri

konflik di antara para pihak berkepentingan tanpa adanya pihak yang dikalahkan

dalam pengelolaan sumberdaya alam, 4) Interaksi antara masyarakat dan

lingkungan adalah bagian dari alam dan keanekaragaman hayati, sehingga

Page 71: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

71

keduanya tidak dapat dipisahkan, 5) Seiring dengan tuntutan akan kemandirian

daerah dalam mengurus dan mengelola sumberdaya alam mereka dalam

semangat otonomi daerah dan desentralisasi, 6) Sebagai salah satu cara untuk

mencapai pengelolaan yang profesional, mandiri dan bertanggungjawab pada

publik, 7) Otoritas tunggal terbukti tidak efektif dalam mengelola kawasan

konservasi, khususnya dalam mengurangi kerusakan kawasan dan menggalang

dukungan para pihak lokal dalam pengelolaan kawasan konservasi, 8) Otoritas

tunggal yang sentralistik berada pada posisi terjepit oleh realitas lokal mengenai

upaya pemda dan masyarakat lokal meningkatkan kesejahteraan serta

pelaksanaan otonomi daerah. Sebagai penerima manfaat jasa ekologis dari

kawasan konservasi, para pihak lokal turut bertanggungjawab untuk menjaga

dan melestarikan kawasan konservasi yang dapat dibangun dengan pola co-

management.

Nikijuluw (1999) mengemukakan bahwa pada dasarnya tujuan utama

yang ingin dicapai dari setiap pelaku dalam pengelolaan sumberdaya melalui co-

management adalah pengelolaan yang lebih tepat, lebih efisien, serta lebih adil

dan merata. Tujuan utama tersebut menjadi lebih konkrit dan lebih nyata ukuran

keberhasilannya bila dikaitkan dengan beberapa tujuan sekunder sebagai

berikut:

1) Co-management merupakan suatu cara untuk mewujudkan proses

pengambilan keputusan secara desentralisasi sehingga dapat memberikan

hasil yang lebih efektif

2) Co-management adalah mekanisme atau cara untuk mengurangi konflik antar

masyarakat melalui proses demokrasi partisipatif

3) Co-management mempunyai tugas-tugas dalam hal perumusan kebijakan,

estimasi potensi sumberdaya, penentuan hak-hak pemanfaatan, pengaturan

cara-cara eksploitasi, pengaturan pasar, pemantauan, pengendalian, dan

penegakan hukum.

Berkaitan dengan itu ada beberapa karakteristik dari keberhasilan co-

management yakni (Claridge & O”Callaghan 1995; Alikodra 2004):

1) Keuntungan integrasi konservasi dan pembangunan diakui oleh pemerintah

dan stakeholders lain

2) Pemerintah mendukung dan memfasilitasi secara aktif ”involment” masyarakat

setempat dalam manajemen sumberdaya alam dan konservasi

3) Para pihak memberikan perhatian dan berpartisipasi secara penuh

Page 72: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

72

4) Terselenggaranya ”appropriate sharing” (sumberdaya, informasi,

kedudukan/kemampuan, dan keputusan)

5) Para pihak mengerti secara penuh dan saling percaya, dan mempunyai

peran yang jelas

6) Akar permasalahan dimengerti dan disetujui untuk ditindak lanjuti

7) Keuntungan yang jelas diantara para pihak

8) Para pihak memiliki kemampuan yang cukup (skills, financial, capability).

The Worldwide Fund for Nature of Indonesia (WWF-Indonesia) telah

melakukan upaya konservasi dengan pendekatan co-management dan

mendorong mutual respect, mutual trust, dan mutual benefit dalam pengelolaan

sumberdaya alam diantara para pihak. Pengelolaan kawasan konservasi dengan

pola co-management melibatkan para stakeholder inti dengan menganut prinsip

kesetaraan, keterbukaan, dan partisipatif (WWF-Indonesia 2008). Pada

prinsipnya ada dua aspek esensial dari pendekatan co-management:

menciptakan hubungan antara konservasi dan pembangunan, dan menyatakan

pentingnya melibatkan masyarakat di sekitar kawasan dalam mengelola taman

nasional sebagai sumber perolehan manfaat ekonomi sekaligus

mempertahankan keberlanjutan fungsi taman nasional untuk konservasi,

perlindungan, dan pemanfaatan.

2.5. Konsep untuk Mengembangkan Co-management

2.5.1. Konsep Partisipasi

Terminologi dari partisipasi memiliki arti yang luas. Berdasarkan

pandangan politik partisipasi berkaitan dengan keterlibatan seseorang dalam

proses pengambilan keputusan, sedangkan dari sudut pandang sosial partisipasi

merupakan cerminan interaksi diantara kelompok-kelompok masyarakat (Mueller,

1975). Sebagian ahli mendefenisikan partisipasi sebagai keikutsertaan

masyarakat, baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Keikutsertaan

terbentuk sebagai akibat dari terjalinnya interaksi sosial antar individu atau

kelompok masyarakat yang lain (Wardoyo et al. 2000). Demikian halnya Craig

dan Mayo (1995) menyebutkan partisipasi sebagai keterlibatan mental,

pemikiran, dan perasaan seseorang di dalam situasi kelompok, yang

mendorongnya untuk memberikan sumbangan atau bantuan kepada kelompok

tersebut dalam usaha mencapai tujuan bersama, dan turut bertanggung jawab

terhadap usaha yang dimaksud.

Page 73: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

73

Mubyarto (1984) mengartikan partisipasi sebagai suatu bentuk kesediaan

membantu berhasilnya setiap kegiatan, sesuai dengan kemampuan tiap-tiap

individu tanpa mengorbankan diri sendiri. Lebih jauh, Slamet (2003) memaknai

partisipasi masyarakat sebagai wujud keikutsertaan masyarakat dalam setiap

tahapan kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya ikut memanfaatkan dan

menikmati hasil-hasil pembangunan. Jadi, bukan hanya menyumbangkan input

ke dalam pembangunan, namun lebih jauh ikut serta memanfaatkan dan

menikmati hasil-hasil pembangunan.

Partisipasi dalam manajemen taman nasional memiliki arti dengan

spektrum yang luas mulai dari memberikan informasi kepada masyarakat tentang

desain taman nasional hingga pelibatan masyarakat secara penuh dalam

pengelolaan. Partisipasi di bidang pembangunan biasanya mencakup

keterlibatan mental dan emosional, penggeraknya adalah kesediaan memberikan

kontribusi dalam pembangunan dan kesediaan turut bertanggung jawab.

Partisipasi diartikan pula sebagai keterlibatan aktif dan bermakna dari massa

penduduk pada tingkatan-tingkatan yang berbeda di dalam proses pengambilan

keputusan untuk pengalokasian sumberdaya untuk mencapai suatu tujuan,

pelaksanaan program dan proyek secara sukarela, dan pemanfaatan hasil-hasil

dari suatu program atau suatu proyek (Slamet 1989). Kemudian Rahardjo (2003)

mengemukakan bahwa pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya

hutan akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengakses sumberdaya

hutan sebagai sumber matapencaharian, dengan demikian pengelolaan

sumberdaya hutan akan mengangkat status kesejahteraan masyarakat sekitar

hutan.

Cohen dan Uphoff (1977) berpendapat bahwa partisipasi adalah: a)

keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan tentang tindakan

yang dilakukan, b) bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan

program dan keputusan dalam kontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam

suatu organisasi atau kegiatan khusus, c) berbagi manfaat dari program

pembangunan, atau d) keterlibatan dalam eveluasi program. Terkait dengan itu

Cohen dan Uphoff (1977) mengidentifikasi pula beberapa karakteristik penting

dari masyarakat perdesaan yang kemungkinan besar menentukan partisipasi

mereka dalam proyek-proyek pembangunan pedesaan. Karakteristik yang

dimaksud adalah umur dan jender, status keluarga, pendidikan, status sosial,

Page 74: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

74

pekerjaan, tingkat dan sumber pendapatan, lama bermukim dan jarak

pemukiman dari proyek, kepemilikan dan masa kepemilikan lahan.

Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan di atas, Wilcox (1994)

telah mengembangkan partisipasi ke dalam lima tahap yakni: informasi,

konsultasi, keputusan bersama, bekerja sama, dan mendukung kepentingan

masyarakat (Gambar 4 ).

Gambar 4 Tahapan dari Partisipasi (Wilcox 1994).

Model ini telah dikembangkan dalam pengertian partisipasi secara umum yang

erat kaitannya dengan pola co-management. Menurut model Wilcox, tingkatan

yang paling rendah dalam mengontrol sumberdaya alam secara keseluruhan

adalah tingkatan informasi, dimana masyarakat diberitahu apa yang

direncanakan dengan maksud untuk mendidik partisipan. Tingkatan selanjutnya

dari partisipasi adalah konsultasi yang berarti menawarkan beberapa opsi atau

pilihan dan menerima umpan balik. Selanjutnya, keputusan bersama berarti

masyarakat didorong untuk memberikan beberapa ide tambahan atau pilihan,

dan secara bersama-sama memutuskan hal yang terbaik ke depan. Tingkat

partisipasi yang lebih tinggi adalah bertindak secara bersama-sama, untuk

mencapai keputusan yang terbaik diantara kepentingan yang beragam atau

berbeda kemudian melaksanakannya. Tahapan yang tertinggi dari kontrol adalah

ketika masyarakat mendapatkan bantuan berdasarkan apa yang mereka

inginkan, berupa dukungan dari pemegang otoritas sumberdaya.

Terkait dengan partisipasi, Nanang dan Devung (2004) lebih rinci

mengembangkan konsep Wilcox menjadi beberapa item, di antaranya:

Tingkat 6: Mobilisasi dengan kemauan sendiri (self-mobilization): masyarakat

mengambil inisiatif sendiri, jika perlu dengan bimbingan dan bantuan

Degree of

control

Supporting

Acting together

Deciding together

Consultation

Information

Substantial

Participation

Page 75: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

75

pihak luar. Mereka memegang kontrol atas keputusan dan

pemanfaatan sumberdaya; pihak luar memfasilitasi mereka.

Tingkat 5. Kemitraan (partnership): masyarakat mengikuti seluruh proses

pengambilan keputusan bersama dengan pihak luar, seperti studi

kelayakan, perencanaan, implementasi, evaluasi, dll. Partisipasi

merupakan hak mereka dan bukan kewajiban untuk mencapai

sesuatu Ini disebut “partisipasi interaktif.”

Tingkat 4. Plakasi/konsiliasi (Placation/Conciliation): masyarakat ikut dalam

proses pengambilan keputusan yang biasanya sudah diputuskan

sebelumnya oleh pihak luar, terutama menyangkut hal-hal penting.

Mereka mungkin terbujuk oleh insentif berupa uang, barang, dll.

Tingkat 3. Perundingan (consultation): pihak luar berkonsultasi dan berunding

dengan masyarakat melalui pertemuan atau public hearing dan

sebagainya. Komunikasi dua arah, tetapi masyarakat tidak ikut serta

dalam menganalisis atau mengambil keputusan.

Tingkat 2. Pengumpulan informasi (information gathering): masyarakat

menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang luar. Komunikasi

searah dari masyarakat ke luar.

Tingkat 1. Pemberitahuan (informing): hasil yang diputuskan oleh orang luar

(pakar, pejabat, dll.) diberitahukan kepada masyarakat. Komunikasi

terjadi satu arah dari luar ke masyarakat setempat.

Tingkat-tingkat partisipasi masyarakat tersebut bermanfaat sebagai alat untuk

menilai partisipasi nyata di lapangan. Pada dasarnya partisipasi yang

sesungguhnya terdapat pada Tingkat 5 dan Tingkat 6.

Oakley (1991) menjelaskan bahwa partisipasi sebagai fasilitas atau

perbaikan sistem atau sebagai suatu proses yang dimaksudkan untuk memberi

penguatan pada kemampuan masyarakat desa agar mereka berinisiatif terlibat

secara langsung dalam pembangunan. Cernea (1985) menekankan bahwa

partisipasi berimplikasi pada pemberdayaan masyarakat lokal untuk

menggerakkan kemampuan mereka sebagai aktor-aktor sosial dan bukan

sebagai subjek yang pasif, pengelola sumberdaya, pembuat keputusan dan

mengontrol aktivitas yang mempengaruhi kehidupan mereka. Kemudian Borrini-

Feyerabend (1996) mengemukakan bahwa partisipasi yang efektif di dalam

pengelolaan sumberdaya alam dapat dipandang sebagai suatu kondisi yang

dengan kondisi tersebut kearifan lokal, keterampilan, dan sumberdaya lainnya

Page 76: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

76

dimobilisasi dan dimanfaatkan secara totalitas. Untuk mencapai partisipasi dalam

pengembangan kapasitas, maka pemberdayaan masyarakat lokal harus menjadi

prioritas.

Lebih jauh Borrini-Feyerabend (1996) mengemukakan pula bahwa

sebagian orang mungkin berargumen kalau keterwakilan yang ditunjuk pada

berbagai tingkatan merupakan wakil yang mewakili kepentingan lokal. Ada

kebenaran dalam hal ini, sepanjang prosedur formal demokrasi dihormati, tetapi

ada juga keterbatasan yang jelas terlihat. Sebagai contoh: sistem perwakilan

tidak langsung, jarang sekali cocok untuk menyampaikan kekuatiran/keprihatinan

secara khusus atau terinci dari kelompok kecil stakeholder, dan tentu saja tidak

dapat menyampaikan secara sempurna cakupan pengetahuan dan ketrampilan

dari pengguna sumberdaya lokal. Secara umum, keterwakilan yang sesuai

adalah sangat penting untuk meyakinkan partisipasi stakeholder yang tidak dapat

menikmati status sosial yang tinggi. Secara terinci, Borrini-Feyerabend (1996)

menunjukkan tiga bentuk keterwakilan:

1. Perwakilan diri sendiri; saling berhadapan: masyarakat secara pribadi

mengemukakan opininya, mendiskusikan, memilih, bekerja, menawarkan

kontribusi material, menerima manfaat, dan lain-lain atau dengan kata lain

masyarakat mewakili diri mereka sendiri.

2. Perwakilan langsung; masyarakat mendelegasikan kepada yang lain, sanak

famili, teman atau anggota masyarakat diantara mereka yang dihormati,

pemimpin masyarakat yang berbasis kelompok untuk mewakili mereka dalam

segala macam aktivitas, tetapi memelihara hubungan lansung dengan

perwakilan mereka.

3. Perwakilan tidak langsung; masyarakat mendelegasikan kepada yang lainnya,

para ahli, orang yang memiliki posisi dalam suatu perkumpulan besar,

organisasi swadaya masyarakat (LSM), partai atau pegawai pemerintah untuk

mewakili mereka dalam segala macam aktivitas, tetapi mereka jarang sekali

berinteraksi dengan perwakilan mereka secara langsung.

Penelitian tentang partisipasi telah banyak dilakukan diantaranya oleh

Goldhamer (1943) pada 5.500 penduduk di Chicago yang mengacu pada Skala

Chapin dengan menggunakan lima variabel yakni: 1) jumlah asosiasi yang

dimasuki, 2) frekuensi kehadiran, 3) jumlah asosiasi dimana dia memangku

jabatan, 4) lamanya menjadi anggota, dan 5) tipe asosiasi yang dimasuki.

Duncan dan Artis (1952) melakukan pula penelitian pada 15 organisasi kaum

Page 77: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

77

laki-laki dan 15 organisasi kaum wanita juga mengacu pada skala Chapin.

Sistem penilaian dilakukan dengan cara: 0) jika tidak pernah menjadi anggota, 1)

jika pernah menjadi anggota, 2) jika anggota tapi tidak pernah menghadiri

pertemuan, 3) jika anggota dan aktif menghadiri pertemuan, 4) jika pernah

menjadi pengurus organisasi dan sekarang tidak aktif, 5) jika pernah menjadi

pengurus dan sekarang masih aktif, dan 6) jika sekarang menjadi pengurus

(Goldhamer 1943; Duncan dan Artis 1952 dalam Slamet 1989). Penelitian lain

yang dilakukan oleh Kaufman di Kentucky (1949) yang mengukur partisipasi

dalam organisasi formal di masyarakat pedesaan dengan menggunakan dua

variabel yakni: 1) keanggotaan, dan 2) jabatan yang dipegang.

Selanjutnya Slamet (1989) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi

(pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan) berkaitan erat dengan tahapan

partisipasi, lapisan penduduk dengan status sosial lebih tinggi lebih banyak

terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan, kelas sosial menengah

lebih banyak dalam proses pelaksanaan, sedangkan kelas sosial yang lebih

rendah lebih banyak hanya dalam proses pemanfaatan.

2.5.2. Konsep Negosiasi

Pendekatan negoisasi dalam co-management adalah kata kunci untuk

mencapai kesepakatan. Sebagaimana yang ditunjukkan sebelumnya, Borrini-

Feyerabend et al. (2000) mendefinisikan co-management sebagai suatu situasi

dimana dua atau lebih stakeholder bernegosiasi, menetapkan dan menjamin

diantara mereka sendiri suatu pembagian yang adil mengenai fungsi manajemen,

kepemilikan dan tanggung jawab untuk suatu teritori tertentu, wilayah atau

seperangkat sumberdaya alam. Leeuwis (2000) menjelaskan bahwa proses

negosiasi merupakan suatu strategi untuk penyelesaian konflik. Lebih jauh lagi

Leeuwis (2000) membagi proses negosiasi kedalam dua kategori. Pertama,

distributif: Berbagai stakeholders berpegang pada persepsi dan posisi mereka

sendiri, dan pada dasarnya menggunakan negosiasi untuk membagi

sumberdaya, keuntungan salah satu pihak merupakan kerugian bagi pihak lain.

Kedua, integratif: Stakeholder mengembangkan suatu definisi dan persepsi

masalah yang baru dan sering kali lebih luas yang berubah berdasarkan proses

pembelajaran kolektif yang kreatif dan berujung pada win-win solution atau

pemecahan yang menguntungkan semua pihak.

Dalam rangka memfasilitasi negosiasi integratif, Venema dan van Den

Breemer (2000) mengidentifikasi sejumlah hal yang secara khas mendasari

Page 78: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

78

suatu proses negosiasi, termasuk persiapan, kesepakatan tentang proses

desain, eksplorasi bersama, analisis situasi, pencarian fakta bersama, menyusun

kesepakatan, berkomunikasi dengan perwakilan, dan memonitor pelaksanaanya.

Jika mengadopsi suatu pendekatan negosiasi membantu terciptanya hasil yang

secara mutual dapat disetujui dalam manajemen sumberdaya alam.

Menurut Fisher (1995) ada tiga hal yang harus dipenuhi sebelum

negosiasi dapat dilaksanakan yakni: 1) keragaman kepentingan: konflik

kepentingan kemungkinan timbul dimana saja ketika masyarakat berjuang untuk

perubahan yang berarti; 2) saling ketergantungan: stakeholder harus merasa

saling bergantung satu dengan lainnya dalam menyelesaikan suatu masalah.

Suatu pendekatan negosiasi menjadi mustahil jika stakeholder kunci tidak

percaya kalau mereka saling membutuhkan dalam rangka pencapaian

kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak; 3) kemampuan komunikasi:

stakeholder yang terkait harus mampu berkomunikasi satu dengan lainnya.

Berkaitan dengan negosiasi sebagai pendekatan pencapaian

kesepakatan negosiasi, suatu hal yang penting untuk dicatat adalah pencapaian

sebuah kesepakatan yang dinegosiasi sangat dipengaruhi oleh nilai orientasi dari

fasilitator. Pada kenyataannya, menerapkan pendekatan negoisasi mungkin

merupakan strategi terbaik untuk mendorong terciptanya keharmonisan diantara

stakeholder. Pengakuan terhadap berbagai stakeholder yang terlibat dalam

manajemen sumberdaya alam merupakan basis pendekatan co-management.

Dalam pengaruhnya, co-management berbasis pada identifikasi kepentingan,

hak dan masalah sosial yang terkait dengan sumberdaya alam tertentu,

mempublikasikan semua ini kepada semua pihak yang berkepentingan dan

memulai debat publik untuk mencapai sebuah kesepakatan umum atau kontrak

legal diantara para pihak yang dijalankan oleh pemerintah bila diminta (Venema

dan van Den Breemer 2000).

Sejalan dengan itu, Borrini-Fayerabend (1996) lebih khusus

mengemukakan bahwa posisi stakeholder berdasarkan pada kapasitas dan

kepentingan mereka untuk terlibat dalam negosiasi, dengan kriteria sebagai

berikut:

1) Hak-hak yang telah ada terhadap tanah atau sumberdaya alam dan

pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki untuk manajemen sumberdaya

alam yang berada dalam sengketa;

Page 79: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

79

2) Kehilangan dan kerusakan yang terjadi dalam proses manajemen dan

pentingnya hubungan historis dan kultural dengan sumberdaya alam yang

disengketakan;

3) Tingkat ketergantungan ekonomi dan sosial terhadap sumberdaya alam,

tingkat usaha dan kepentingan dalam manajemen dan keadilan dalam akses

terhadap sumberdaya dan distribusi keuntungan dari sumberdaya alam; dan

4) Kompatibilitas antara kepentingan dan aktivitas stakeholder dengan kebijakan

konservasi, yang mengakui keberadaan atau potensi akibat dari aktivitas

stakeholder terhadap basis sumberdaya.

Banyak kasus menunjukkan kalau masyarakat cenderung bertindak untuk

kepentingan pribadi bukan karena mereka tidak peduli terhadap yang lain, tetapi

karena mereka kurang percaya terhadap institusi dan peraturan dan/atau

informasi menyebabkan mereka memilih opsi kooperatif (Aarts 1998). Terkait

dengan itu, dibutuhkan ruang untuk pembelajaran sosial dan kooperatif yang

tergantung pada kondisi awal dan jenis institusi, hal ini mungkin membutuhkan

negosiasi strategi terlebih dahulu (Baland dan Plateau 1996).

2.5.3. Konsep Property Rights

Bromley (1991) mendefinisikan hak properti sebagai kapasitas untuk

menyatakan kolektifitas yang mendukung klaim seseorang akan suatu manfaat.

Konsep properti yang sejauh ini hanya didefinisikan dalam istilah ekonomi yang

terkait dengan kondisi yang diperlukan untuk berfungsinya pasar secara efisien

seperti objek fisik yaitu tempat tinggal, lahan atau properti lainnya. Terkait

dengan konsep ini, properti bukan suatu obyek, tetapi suatu hubungan sosial

yang membatasi hak-hak pemilik properti yang terkait dengan keuntungan.

Sebagai hubungan sosial, properti akan menghubungkan antara orang yang satu

dengan lainnya yang terkait dengan lahan dan sumberdaya lainnya. Oleh karena

itu, hubungan properti adalah pengaturan kontrak yang terkonstruksi secara

sosial diantara sekelompok orang yang terkait dengan nilai obyek dan lingkungan

mereka (Bromley 1998).

Agrawal dan Ostrom (1999) menggambarkan hak properti sebagai

otoritas yang dapat dilaksanakan untuk mengambil aksi tertentu pada domain

spesifik, dengan demikian hak properti dapat dianggap sebagai institusi atau

peraturan institusi untuk membuat individu-individu menginternalisasi

eksternalitas produksi mereka atau membangun dan memfasilitasi penggunaan

dan pertukaran sumberdaya dan komoditas dalam suatu masyarakat. Salah satu

Page 80: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

80

posisi teoritis mengenai hak properti adalah kalau mereka mengembangkan

untuk internalisasi-ekternalitas ketika perolehan internalisasi menjadi lebih besar

daripada biaya internalisasi (Baland dan Platteu 1996). Institusi seperti itu

berguna untuk meregulasi interaksi perilaku dan sosial terkait dengan obyek

yang memiliki nilai, karena institusi ini adalah suatu bentuk hambatan dan

perizinan yang memberi kemampuan kepada individu untuk mengaplikasikannya

dalam situasi ketika nilai obyek tertentu adalah jarang, diskriminasi yang

konsisten, dapat diprediksi dan diterima secara sosial (Challen 2000).

Demsetz (1967) menyatakan bahwa fungsi utama hak properti adalah

memandu insentif dalam rangka menyadari internalisasi-eksternalisasi yang lebih

besar. Terkait dengan sumberdaya alam, hak properti memainkan peranan

dalam menentukan pola kesamaan dan ketidaksamaan akses, dan juga kreasi

insentif untuk keseluruhan manajemen dan perbaikan yang berkelanjutan.

Meinzen-Dick dan Knox (1999) membuat ringkasan mengenai pentingnya hak

properti sebagai berikut: ketetapan insentif untuk manajemen, menyediakan

otorisasi yang diperlukan dan mengontrol sumberdaya, dan memperkuat aksi

kolektif.

Agrawal dan Ostrom (1999) menyatakan ada lima macam hak propeti

yang relefan terhadap eksploitasi sumberdaya alam: hak akses terhadap

sumberdaya, hak mengeluarkan atau memperoleh produk sumberdaya, hak

untuk mengelola sumberdaya, hak untuk pengecualian terhadap yang lain, dan

hak untuk mengalihkan hak kepada orang lain. Eggertsson (1990) juga

menyatakan hal yang serupa yaitu mendefinisikan hak properti sebagai hak

individual untuk memanfaatkan sumberdaya. Sebagai konsep operasional,

sistem hak properti terdiri dari dua komponen: hak properti yaitu sekumpulan hak

kepemilikan yang menetapkan hak dan kewajiban dalam pemanfaatan sumber-

daya alam, dan peraturan properti yang menentukan cara pelaksanaan hak dan

kewajiban (Bromley 1991). Aspek penting dari hak properti adalah apakah hak

properti ini penerapannya telah sesuai atau dibiarkan tidak terdefiniskan atau

spesifikasinya tidak sesuai.

Selanjutnya, hak properti bisa dianggap efisien apabila hak properti ini

memenuhi beberapa hak dasar termasuk di dalamnya kepemilikan, dapat

ditransfer, dan dapat dilaksanakan. Hak properti dan pemenuhan insentif,

merangsang pengguna untuk bekerja sama dalam manajemen sumberdaya

alam. Rezim properti merupakan bagian dari institusi masyarakat, kendala

Page 81: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

81

organisasi yang menyusun struktur interaksi dan bentuk insentif bagi manusia

(North, 1990). Bromley (1998) menyatakan bahwa sebagai suatu institusi hak

properti bisa merupakan kendala dan juga bisa sebagai penunjang.

Perbedaan rezim hak properti akan tergantung pada kondisi kepemilikan,

hak dan kewajiban pemilik, peraturan penggunaan, dan tempat pengawasan.

Tabel 1 menunjukkan klasifikasi sederhana dari empat tipe rezim hak properti

dan kewajibannya (McCay dan Acheson 1987; Bromley 1989; Hanna et al.

1995).

Private property mewajibkan pemberian nama kepemilikan individu,

jaminan terhadap pemiliknya untuk mengontrol akses dan hak pemanfaatan

sosial yang dapat diterima (Black 1968). Hal ini mengharuskan pemiliknya untuk

menghindari pemanfaatan khusus yang tidak diterima secara sosial, seperti

polusi air sungai. Common property dimiliki oleh sekelompok orang yang memi-

liki hak untuk mengeluarkan mereka yang bukan pemilik dan berkewajiban

memelihara penggunaan properti sesuai dengan batasan-batasan yang ada

(McCay dan Acheson 1987; Stevenson 1991). Rezim seperti ini seringkali

Tabel 1 Tipe hak kepemilikan

No. Hak kepemilikan Pemilik Hak kepemilikan Kewajiban pemilik

1. Private property perorangan kepemilikan perorangan, pemiliknya dengan mudah untuk meng-akses dan me-ngontrol pemanfaatan sumberdaya

menghindari pemanfaatan yang tidak dapat diterima secara sosial

2. Common property kelompok tidak melibatkan mereka di luar kelompok

pemeliharaan, pemanfaatan sumberdaya terbatas sesuai dengan batasan-batasan yang ada

3. State property negara memanfaatkan sumberdaya sesuai dengan aturan

pemanfaatan untuk tujuan sosial

4. Open access (non-property)

tidak ada pemilik

diperebutkan tidak ada

Sumber: McCay dan Acheson 1987; Bromley 1989; Hanna et al. 1995.

diimplementasikan untuk sumberdaya publik yang sulit untuk dibagi (Ostrom

1990). State property dimiliki oleh negara dalam unit politik yang memberikan

Page 82: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

82

kewenangan kepada agen publik untuk membuat aturan (Black 1968). Agen

publik tersebut memiliki kewajiban untuk memastikan kalau aturan-aturan yang

dibuat mempromosikan tujuan-tujuan sosial. Negara memiliki hak untuk

memanfaatkan sumberdaya sesuai dengan aturan. Open access tidak ada

pemiliknya dan terbuka untuk umum. Dinamika dari open access merupakan

dasar dari apa yang disebut “tragedy of the commons”. Dibawah rezim open

access, pemilik tidak memiliki kawajiban untuk memelihara sumberdaya atau

membatasi penggunaannya. Penting untuk diketahui bahwa keempat sistem ini

tidak berlawanan satu dengan lainnya melainkan merupakan sebuah kombinasi

sepanjang spektrum dari open access hingga kepemilikan pribadi (Hanna et al.

1995).

Para ahli hak properti tetap menganggap sistem properti publik lebih

disukai dari pada yang lainnya dalam situasi ketika muncul kegiatan kolektif yang

cukup untuk mengelola sumberdaya alam (Ostrom 1990; Meinzen-Dick dan Knox

1999). Rezim hak properti harus menampilkan fungsi tertentu dengan

penggunaan terbatas, koordinasi pengguna, dan respon terhadap perubahan-

perubahan lingkungan. Aktivitas ini membutuhkankan biaya transaksi untuk

koordinasi, pengumpulan informasi, monitoring dan pelaksanaan (Eggerstsson

1990; Hanna 1995). Semakin langkahnya sumberdaya, maka rezim hak properti

harus semakin memperhitungkan peraturan yang mengatur distribusi

sumberdaya dan pemanfaatan yang menaikkan biaya. Suatu hal yang mungkin

adalah terciptanya suatu sistem dengan biaya pelaksanaan tinggi sehingga jauh

melebihi manfaat yang diperoleh dari pengawasan. Gerakan untuk merubah

rezim hak properti seringkali digerakkan oleh usaha-usaha untuk mengurangi

biaya transaksi.

Hal yang penting dari analisis penelitian ini adalah kenyataan bahwa

sistem co-manajement merupakan kombinasi dari berbagai sistem yang berbeda.

Apabila institusi pemerintah dan masyarakat lokal terlibat maka hal ini

merupakan kombinasi state property dan private property, sehingga dalam

perencanaannya harus memasukkan otoritas pembuat keputusan. Suatu sistem

akan berfungsi dengan baik bila peraturan yang ditetapkan konsisten dengan

kepemilikan misalnya ketika sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat dikelola

melalui pengaturan common property. Tidak peduli apapun jenis sistem properti,

keputusan-keputusan yang berdasarkan pengetahuan tentang kondisi lokal dan

akomodasi pengetahuan lokal merupakan suatu sistem yang paling sesuai dapat

Page 83: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

83

diadaptasi (Tietenberg 1988). Mekanisme yang sesuai untuk mengatasi konflik

harus tersedia. Hal lain yang dibutuhkan adalah sistem monitoring dan

pelaksanaan yang tepat untuk penegakan hukum yang sesuai dengan tingkat

pelanggaran untuk melindungi hak klaim (Ostrom 1990).

2.6. Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM)

Konflik kepentingan dalam pengelolaan taman nasional yang terjadi

antara pihak pengelola dan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan

pada beberapa tahun belakangan ini semakin mengemuka. Konflik tersebut

sering muncul ke permukaan akibat dari perbedaan kepentingan untuk

memanfaatkan sumberdaya guna memenuhi kebutuhan di satu sisi dan

konservasi sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan taman nasional di

sisi yang lain. Salah satu konsep konservasi yang banyak diterapkan akhir-akhir

ini adalah Integrated Conservation and Development Program (ICDP).

Pendekatan ini mulai diterapkan pada awal 1980-an di Taman Nasional Bogani

Nani Wartabone yang bertujuan untuk menjembatani kegiatan konservasi

dengan kegiatan pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat dengan

melibatkan masyarakat lokal (Wells dan Brandon 1995).

Konsep ICDP yang diharapkan dapat mengakhiri kontroversi antara

kepentingan pembangunan dan kepentingan konservasi yang dalam

pelaksanaannya, konsep ini kemudian mengalami perkembangan ke arah

penyusunan kesepakatan antara pengelola kawasan konservasi dan

masyarakat. Kesepakatan tersebut pada prinsipnya mengatur hak-hak dan

kewajiban-kewajiban masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang

terdapat di dalam kawasan taman nasional. Kesepakatan konservasi pada

prinsipnya mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban masyarakat di sekitar

taman nasional dalam menggunakan sumberdaya alam di dalam kawasan.

Kesepakatan semacam ini di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dikenal

dengan istilah Kesepakatan Konservasi Desa (KKD), sementara di TNLL dikenal

sebagai Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) (Adiwibowo et al. 2009).

Menurut Manullang (1998) KKM/KKD diperlukan karena beberapa

alasan: 1) masyarakat tidak atau belum sepenuhnya mengerti akan maksud

kehadiran sebuah kawasan konservasi di daerah mereka; 2) masyarakat

menyangka mereka akan sangat dirugikan oleh adanya kawasan konservasi di

daerah mereka; 3) pihak pengelola tidak atau belum mengenal sepenuhnya

keadaan dan aspirasi masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Selanjutnya

Page 84: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

84

Manullang (1998) mengemukakan pula bahwa dengan tercapainya kesepakatan

formal antara masyarakat dan pengelola taman nasional, maka KKM/KKD dapat

membawa fungsi dan manfaat yakni: 1) alat untuk melaksanakan dan

mengendalikan proses pelimpahan wewenang pengelolaan sumberdaya alam

dari pemerintah kepada masyarakat; 2) media dan proses dimana pihak-pihak

yang berkepentingan bertemu untuk saling mengakui dan menghormati

kehadiran masing-masing; 3) alat yang menunjukkan keterbukaan dan

transparansi antar semua pihak; 4) alat untuk menjamin diakuinya hak-hak

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam oleh pihak-pihak yang

berkepentingan; 5) alat untuk membagi tanggung jawab pengelolaan

sumberdaya alam di antara para pihak; 6) sarana untuk meredam konflik di

lapangan dengan membawanya ke meja perundingan; 7) alat pengendali

perilaku dari pihak-pihak yang terkait.

Melalui KKM diharapkan kepentingan masyarakat terhadap sumberdaya

yang terdapat di dalam kawasan TNLL berdasarkan pada kesejarahan, pola

pengelolaan tradisional dan hukum adat atau hukum masyarakat setempat yang

disepakati untuk mendapat pengakuan dari Balai TNLL sebagai otoritas dalam

pengelolaan TNLL. Selain itu KKM diharapkan dapat meminimalisir dampak yang

terjadi akibat perambahan di sekitar kawasan TNLL, dengan keikutsertaan

masyarakat secara aktif dalam pengelolaan TNLL terutama dalam kegiatan

pengamanan kawasan. Kesepakatan tersebut dikenal dengan kesepakatan

konservasi masyarakat (KKM) yang disebut juga dengan community

conservation agreement (CCA).

Hasil studi dari kelompok peneliti STORMA (Stability of Rainforest Margin

in Indonesia), mengkaji KKM di TNLL yang difasilitasi oleh tiga LSM

memperlihatkan bahwa ketiga LSM tersebut memiliki sasaran masing-masing

yaitu: 1) CARE, lebih mengutamakan pada penguatan ekonomi masyarakat

desa, 2) TNC, mengutamakan aspek-aspek konservasi flora dan fauna, dan 3)

YTM memfokuskan diri pada advokasi hak tradisional. Ketiga sasaran tersebut

mengarah pada upaya penyusunan kesepakatan konservasi yang melibatkan

masyarakat. Selain itu, program CSIAD-CP (Central Sulawesi Integrated Area

Development Conservation Project), yang didanai oleh ADB juga dilakukan

dengan pelibatan masyarakat (Mappatoba 2004).

Kesepakatan konservasi berbasis masyarakat yang telah dibangun dan

sudah diterapkan dalam pengelolaan TNLL diantaranya adalah kesepakatan

Page 85: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

85

konservasi Masyarakat Adat Katu, dimana mereka mampu menyusun peta

partisipatif pengelolaan kawasan konservasi secara tradisional. Komunitas Adat

Toro melalui kelembagaan adatnya juga telah menerapkan kesepakatan

konservasi dalam pengelolaan TNLL berbasis masyarakat yang ditandai oleh

adanya pengakuan pihak Balai Taman Nasional Lore Lindu (BLTNLL) selaku

pemegang otoritas TNLL terhadap eksistensi Lembaga Adat Ngata Toro dalam

mengelola dan mengamankan TNLL (Sangadji 2003); lebih spesifik masyarakat

Toro telah mengenal sistem kategori lahan secara tradisional sejak dahulu

dengan menentukan bentuk-bentuk akses atas lahan dan hasil hutan (Golar

2007).

Berkaitan dengan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan TNLL, maka

LSM telah memfasilitasi terbangunnya kesepakatan konservasi masyarakat

(KKM) pada 31 desa dari 65 desa di sekitar TNLL. Kesepakatan konservasi

tersebut yang oleh Mappatoba (2004) disebut sebagai cikal bakal dari co-

management. Namun demikian, dengan melihat berbagai masalah yang terjadi

di TNLL dan sampai saat ini belum mampu diselesaikan dengan baik, maka

perlu dikembangkan suatu konsep pengelolaan yang diharapkan dapat

mengakomodir aspirasi dan keinginan dari semua stakeholder dalam mencapai

tujuan pengelolaan TNLL.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Deskripsi TNLL 4.1.1. Letak dan Luas TNLL

Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) terletak sekitar 20 km arah tenggara

dari Kota Palu. Secara geografis, terletak antara 119° 58’-120° 16’ Bujur Timur

dan 1° 3’ - 1° 8’ Lintang Selatan. Secara administratif, TNLL terletak di Propinsi

Sulawesi Tengah dalam Wilayah Kabupaten Donggala yakni Kecamatan Palolo,

Kecamatan Kulawi, Kecamatan Sigibiromaru dan Wilayah Kabupaten Poso

yakni pada Kecamatan Lore Utara, Kecamatan Lore Tengah, dan Kecamatan

Lore Selatan.

Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) merupakan gabungan dari tiga

kawasan konservasi yaitu Suaka Margasatwa Lore Kalamanta dengan luas

131.000 ha (60%) dari luas Kawasan TNLL (SK Menteri Pertanian No.

522/Kpts/Um/10/1973 tanggal 20 Oktober 1973; Hutan Wisata Danau Lindu

dengan luas 31.000 ha (15%) dari total luas TNLL (SK Menteri Pertanian

Page 86: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

86

No.46/Kpts/Um/1/1978 tanggal 25 Januari 1978); dan Suaka Margasatwa Sungai

Sopu – Sungai Gumbasa dengan luas 67.000 ha (25%) dari luas Kawasan TNLL

(SK Menteri Pertanian No. 1012/Kpts/Um/12/1981 tanggal 10 Desember 1981).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 tanggal

14 Oktober 1982 tentang pengumuman gabungan dari tiga kawasan konservasi

tersebut sebagai calon taman nasional, ditetapkan seluas 231.000 ha.

Selanjutnya sesudah pengumuman Menteri Pertanian tersebut, Menteri

Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan No. 593/Kpts-II/1993 pada tanggal 5

Oktober 1993 tentang penunjukan Kawasan TNLL dengan luas ± 229.000 ha.

Penunjukan itulah yang dijadikan dasar untuk melakukan tata batas definitif yang

kemudian dilaksanakan pengukuran penataan batas oleh BIPHUT (Balai

Inventarisasi dan Perencanaan Hutan) dan sesudah temu gelang, TNLL

ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.

464/Kpts-II/1999 pada tanggal 23 Juni 1999 tentang penetapan kawasan TNLL

seluas 217.991,18 ha. Tahapan penetapan kawasan TNLL membutuhkan proses

yang cukup lama yakni sekitar 23 tahun. Untuk jelasnya tahapan penetapan

Kawasan TNLL dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Tahapan penetapan TNLL 2007

No. Diskripsi Dokumen

Kementrian Tahun

Luas

Areal (ha)

1. Usulan - 1976 250.000,00

2. Deklarasi calon taman nasional

No.736/Mentan/X/1982 14 Oktober

1982 231.000,00

3. Penunjukan No.593/Kpts-II/1993 5 Oktober

1993 229.000,00

4. Peresmian/

Penetapan No.464/Kpts-II/1999

22 Juni

1999 217.991,18

Sumber: TNLL 2006.

Dikemukakan bahwa TNLL memiliki potensi (BTNLL dan TNC 2003)

diantaranya :

1. Potensi flora berupa leda (Eucalyptus deglupta), palem wangi (Pigapetta

elata), damar (Agathis celebica), rotan tai manu’ (Korthalsia celebica), anggrek

(Vanda celebica), dan terdapat minimal 287 jenis tanaman obat;

2. Potensi fauna, adanya burung yang khas yakni burung maleo (Macrocephalon

maleo), burung alo (Rhyticeros cassidix), dan jenis fauna lainnya adalah anoa

Page 87: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

87

(Bubalus sp), babirusa (Babyrousa babyrussa), monyet hitam (Macaca

tonkeana), tarsius (Tarsius spectrum), kuskus (Palanger sp), dan biawak

(Varanus sp); dan

3. Potensi pendidikan dan kebudayaan dengan adanya peninggalan Megalith

dan nilai-nilai budaya tradisional masyarakat suku asli Sulawesi Tengah

diantaranya Adat Kulawi, musik bambu, dan Tarian Dero (tarian daerah).

4.1.2. Zonasi Taman Nasional

Sistem pengelolaan Taman Nasional sesuai dengan Undang-Undang.

No. 5 Tahun 1990, adalah sistem zonasi. Dalam rangka menjaga efektivitas

pengelolaan TNLL dimana tujuan pelestarian dan pemanfaatannya dapat

dilaksanakan dan dikembangkan secara optimal atas dasar pertimbangan

ekologis, ekonomis, dan sosial serta sesuai dengan rencana pembangunan

wilayah maupun kebijaksanaan nasional/regional. Pembagian zonasi di kawasan

TNLL didasarkan beberapa kriteria pembentukan dan sistem pengelolaan.

Zonasi kawasan TNLL terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan

(tradisional, intensif), dan zona rehabilitasi.

Meskipun telah dibuat konsep penunjukkan zona-zona pengelolaan

TNLL (zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif, zona pemanfaatan

tradisional), namun sampai saat ini belum ada realisasi penataan batas dari

zona-zona tersebut. Penataan zonasi akan ditentukan berdasarkan: 1) penilaian

potensi kawasan, 2) penentuan kriteria zonasi, dan 3) pembagian zona dan tata

batas zona-zona yang bersangkutan.

1) Penilaian Potensi Kawasan

Zonasi suatu kawasan sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki

kawasan dan arah pengembangan yang diinginkan. Potensi kawasan yang

dimaksud disini lebih ditekankan pada kepentingan pelestarian sumberdaya alam

yang ada dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang selama ini

punya ketergantungan pada areal TNLL. Potensi yang telah dimanfaatkan oleh

masyarakat adalah hasil hutan non kayu, pengolahan lahan secara tradisional

untuk kebun kopi dan cacao, pemanenan madu alam, dan penangkapan kupu-

kupu, serta pariwisata yang belum dikembangkan secara optimal.

Potensi-potensi yang lain adalah potensi sumberdaya alam baik hayati

maupun non hayati yang dimiliki oleh TNLL yang dapat menarik wisatawan

maupun untuk kepentingan ilmiah. Perlu ditambahkan bahwa sumberdaya alam

Page 88: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

88

hayati baik flora maupun fauna yang terdapat di dalam TNLL merupakan

endemik Sulawesi sehingga perlu dikelola dengan seksama agar tetap lestari.

2) Penentuan Kriteria

Penetapan zonasi didasarkan pada UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 68

Tahun 1998 serta pedoman Penataan Zonasi Taman Nasional dari Ditjen PHPA.

Kriteria-kriteria yang digunakan dalam penetapan zonasi pengelolaan TNLL

disesuaikan dengan tujuan pengelolaan. Penentuan zona didasarkan pada

potensi sumberdaya alam yang ada di dalam bagian kawasan tersebut: ciri

spesifiknya, kuantitas dan kualitasnya, nilai ekologisnya, nilai sosial-budayanya,

dan ancaman terhadapnya. Zona inti ditentukan berdasarkan kriteria: ciri

spesifiknya sangat tinggi, kuantitas dan kualitasnya sangat tinggi, nilai

ekologisnya sangat tinggi, nilai sosial-budaya sedang, dan ancaman

terhadapnya sedang (ancaman yang dimaksud diantaranya adalah perburuan,

perambahan, pemungutan hasil hutan, penanaman eksotik). Kriteria untuk zona

rimba: ciri spesifiknya tinggi, kuantitas dan kualitasnya tinggi, nilai ekologisnya

sangat tinggi, nilai sosial-budayanya sedang, dan ancaman terhadapnya tinggi.

Zona pemanfaatan: ciri spesifiknya rendah, kuantitas dan kualitasnya sedang,

nilai ekologisnya sedang, nilai sosial-budaya sangat tinggi, dan ancaman

terhadapnya sangat tinggi. Zona rehabilitasi: ciri spesifiknya sangat tinggi,

kuantitas dan kualitasnya sangat tinggi, nilai ekologisnya juga sangat tinggi, nilai

sosial-budayanya sedang, dan ancaman terhadapnya sangat tinggi pula

(Kerjasama BTNLL; TNC; dan Ditjen PHKA 2004).

Kriteria yang mendasari penetapan zona pemanfaatan intensif didasarkan

pada intensitas pemanfaatan lahan maupun sumberdaya alam yang ada di

dalam dan di sekitar TNLL selama ini, termasuk penyesuaiannya dengan

rencana tata ruang daerah. Zona pemanfaatan intensif diarahkan pada

pengembangan dan dukungan terhadap ekonomi wilayah terutama bagi

masyarakat di sekitarnya. Zona pemanfaatan tradisional dan penilaian terhadap

pemanfaatan dilaksanakan berdasarkan kajian historis maupun pertimbangan

aspek sosial budaya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat selama ini.

Penilaian terhadap pemanfaatan tradisional akan mempengaruhi ancaman

terhadap perambahan kawasan. Kriteria penetapan daerah penyangga

didasarkan kepada upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat di sekitar TNLL

dengan penanaman pohon untuk kayu bakar dan penanaman tanaman buah-

buahan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga

Page 89: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

89

ketergantungan masyarakat terhadap TNLL akan berkurang. Daerah penyangga

sekaligus berfungsi sebagai batas yang dapat mengamankan potensi

sumberdaya alam yang terdapat di dalam areal TNLL.

Zona rehabilitasi adalah zona peralihan untuk dirubah menjadi zona lain

sesuai dengan karakteristik kawasan setelah dilakukan perbaikan. Kawasan

yang termasuk dalam zona rehabilitasi adalah kawasan yang rusak akibat

gangguan kebakaran, perambahan atau bencana alam. Usaha rehabilitasi yang

akan dilaksanakan diprioritaskan pada daerah yang diperuntukkan untuk zona

inti. Rehabilitasi yang dilakukan hendaknya dengan pola suksesi alami agar

karakteristik yang timbul sesuai dengan kriteria awal sebelum mengalami

kerusakan.

3) Pembagian Zona

Berdasarkan penilaian terhadap kriteria yang digunakan dalam penentuan

zonasi, maka rencana pembagian luas areal zonasi TNLL ditunjukkan pada

Gambar 9.

44.26%

35.42%

7.3%13.02%

Zona inti Zona rimba Zona pemanfaatan Zona rehabilitasi

Gambar 9 Persentase rencana zonasi TNLL 2007 (Sumber: Rencana Pengelolaan TNLL 2004-2029).

Gambar 9 menunjukkan rencana pembagian zona untuk kawasan TNLL

yakni zona inti seluas 35%, zona rimba 45%, zona pemanfaatan 13,%, dan zona

rehabilitasi 7% dari total luas TNLL (217.991,18 ha). Lebih spesifik khusus untuk

zona pemanfaatan akan dibagi ke dalam zona: (1) zona penangkapan kupu-

kupu, (2) zona pemanenan madu alam, (3) zona pemanfaatan tradisional, (4)

Page 90: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

90

zona wisata, dan (5) zona budaya. Hanya saja luasan dari zona-zona tersebut

belum diketahui secara pasti.

TNLL yang mengalami kerusakan sampai pada tahun 2004 sekitar

14.770 Ha yang tersebar di beberapa lokasi di dalam areal TNLL yang

disebabkan oleh perambahan dan pengambilan hasil hutan yang tidak terkontrol.

Kerusakan terparah terjadi di kawasan Dongi-dongi dengan luasan kurang lebih

4000 ha. Kerusakan tersebut disebabkan oleh perambahan lahan dan okupasi

penduduk yang berasal dari desa sekitar taman nasional (sebagaimana yang

telah diuraikan pada latar belakang). Kondisi ini memberikan indikasi bahwa

banyak kegiatan terkait dengan TNLL yang memang membutuhkan

partisipasi dari semua pihak untuk saling bekerjasama agar kepentingan dari

pihak yang terkait dengan TNLL dapat diakomodir, sehingga konflik yang terjadi

dapat dieliminir dan diharapkan akan berdampak pada menurunnya kerusakan

taman nasional.

4.1.3. Potensi Pariwisata

Potensi parawisata di sekitar TNLL dapat dikelompokkan kedalam kondisi

biofisik alamnya, keutuhan hutan dan keragaman hayatinya, serta keadaan sosial

budayanya. Jika ingin menarik wisatawan maka sistem dan struktur tertentu

perlu dibenahi, seperti kegiatan petualangan yang terencana, lokasi-lokasi yang

menarik dan fasilitas yang layak. Pariwisata di dalam dan sekitar TNLL

mempunyai tiga (3) tujuan dasar:

Budaya (megalith, kegiatan pertanian, kerajinan tangan);

Basis-alam (pengamatan burung, pengamatan satwa, studi botani, studi geologi);

dan

Basis-aktifitas (arung jeram, jalan kaki, dan berkemah).

1) Pariwisata berbasis budaya

Budaya yang terdapat di sekitar kawasan TNLL diantaranya adalah

Budaya Kulawi, Pekurehua, dan Budaya To Besoa yang memerlukan beberapa

perbaikan agar dapat menarik perhatian pengunjung, misalnya rumah adat dan

megalith, diperlukan pula bahan penunjang untuk dapat membantu interpretasi,

dan menyusunnya dalam konteks/kerangka sejarah. Pembuatan baju dari kulit

kayu melalui pemukulan merupakan suatu proses yang menarik, juga kegiatan

pertanian mempunyai potensi untuk menarik wisatawan, namun memerlukan

Page 91: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

91

petunjuk menyangkut metoda dan teknik serta arti dari adat/kebiasaan yang

dilakukan masyarakat.

2) Pariwisata berbasis-alam

Kekayaan alam TNLL seperti mamalia besar misalnya anoa (Bubalus sp),

babi rusa (Babyrousa babyrussa), bahkan monyet hitam (Macaca tonkeana) tidak

secara langsung dapat dilihat, sehingga bantuan dan interpretasi sangat

diperlukan. Pengamatan burung merupakan jenis ekowisata yang memiliki

jaringan tersendiri seperti Oriental Bird Clubs; dengan adanya jenis burung

endemik diantaranya: burung alo (Rhyticeros cassidix) yang dapat diamati, akan

merupakan daya tarik tersendiri bagi pengamat burung dan peniru suara burung

untuk berkunjung ke kawasan ini (BLTNLL 2001).

Bentuk lain dari pariwisata berbasis alam yang telah dikembangkan dan

cukup menarik untuk dinikmati serta juga bisa menunjukkan bagaimana manusia

dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara lestari, seperti peternakan kupu-

kupu dan produksi madu, yang keduanya dapat menarik wisatawan.

3) Pariwisata berbasis-aktifitas

Wisata yang berbasis aktivitas dan cukup menarik yakni kegiatan arung

jeram di Sungai Lariang. Sungai Lariang adalah sungai terpanjang di Sulawesi

yang mengitari sebagian besar dan merupakan batas TNLL di Bagian Barat,

memiliki potensi yang sangat baik bagi aktivitas arung jeram karena memiliki

variasi tingkatan tantangan untuk peruntukan olahragawan arung jeram yang

ahli, maupun pemula. Pengembangan aktivitas arung jeram seharusnya

mempertimbangkan peralatan keamanan yang digunakan dan diawasi oleh

instruktur yang berpengalaman. Pengembangan potensi wisata arung jeram

diperlukan koordinasi dengan sektor pariwisata terutama dalam aktivitas

pemasaran dan pemberdayaan masyarakat agar terlibat dalam pengelolaan

arung jeram.

4.1.4. Jumlah Wisatawan

Jumlah wisatawan tertinggi yang berkunjung ke TNLL terjadi pada tahun

1991-1992 baik domestik maupun mancanegara menurut versi BTNLL, namun

yang perlu diperhatikan adalah beberapa jalur perjalanan yang masuk ke TNLL

yang tidak terpantau baik melalui jalur yang tidak memiliki izin seperti jalur

Tentena – Bada atau Poso-Napu juga jalur yang melalui Palu di mana kantor

BLTNLL berada. Banyak wisatawan yang masuk tanpa izin sehingga perlu

Page 92: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

92

peningkatan fasilitas agar kontrol pengunjung yang masuk ke daerah ini dapat

diketahui mengingat areal ini sangat rentan dengan pencurian yang akhirnya

akan mangancam kelestarian TNLL. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke

TNLL baik domestik maupu wisatawan asing ditunjukkan pada Tabel 8.

Kondisi yang menyebabkan wisatawan sangat minim berkunjung ke TNLL

sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 8, kemungkinan disebabkan karena

waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai ke taman nasional tersebut cukup

lama (setidaknya memakan waktu selama tiga hari dari Jakarta baru bisa

sampai ke sana). Berangkat dari Jakarta-Palu, mengurus surat izin dan mengatur

transportasi menuju TNLL butuh waktu dua hari. Kembali ke Jakarta akan

menghabiskan waktu satu hari lagi dan biaya penerbangan sekitar US$250 (kurs

US1$ =Rp9.500,-).

Tabel 8 Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TNLL

Tahun Wisatawan Domestik

Wisatawan Asing

Jumlah

1984-1985 99 34 133

1985-1986 28 23 51

1986-1987 15 3 19

1987-1988 4 79 83

1988-1989 189 26 215

1989-1990 403 33 436

1990-1991 771 57 828

1991-1992 3.153 259 3.406

(1992 sampai dengan 1996*) - - -

1997 870 189 1.059

1998 1.238 191 1.429

1999 225 85 310

2000 858 69 927

(2001 sampai dengan 2006*) - - -

Jumlah 7.853 1.048 8.901

Sumber: Laporan BTNLL 2005.

Keterangan: *) Data belum tersedia.

Keberhasilan pengelolaan TNLL pada masa akan datang sangat

ditentukan oleh besar kecilnya peranan dan partisipasi masyarakat dalam

berbagai aktifitas yang dilaksanakan di dalam dan di sekitar areal TNLL,

sehingga pola pengelolaan bersama atau collaborative management sangat

diperlukan. Untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

Page 93: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

93

pengelolaan TNLL diperlukan upaya-upaya pembinaan khusus yang disesuaikan

dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Pembinaan partisipasi masyarakat akan dengan mudah dilaksanakan jika

kegiatan-kegiatan yang dilakukan langsung menyentuh kepentingan masyarakat

setempat atau sekurang-kurangnya akan mempengaruhi kegiatan mereka secara

tidak langsung. Perlu pula diidentifikasi hal-hal yang merupakan daya tarik

wisata ataupun daya tarik kearah kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi

ekonomi rumah tangga/keluarga.

4.1.5. Organisasi

4.1.5.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi dibutuhkan untuk mengatur pelaksanaan kegiatan

yang terkait dengan pengelolaan TNLL dan disesuaikan dengan kondisi wilayah

dan kebutuhan setempat. Struktur organisasi TNLL berdasarkan SK. Kepala

BTNLL No: SK.01/IV.T-15/Peg/2007 tanggal 2 Januari 2007 tentang Bagan

Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah, dapat

dilihat pada Gambar 10.

Struktur organisasi TNLL yang ditunjukkan pada Gambar 10 terdiri dari

kepala taman nasional yang sehari-hari dibantu dengan staf tata usaha dan seksi

konservasi wilayah. Dalam menjalankan tugasnya, kepala balai melakukan kerja

sama dengan instansi terkait seperti perguruan tinggi dan dinas terkait lainnya

untuk membantu pelaksanaan program–program yang sifatnya spesifik. Selain

itu melalui Direktur Jenderal PHKA, mitra lembaga penelitian asing dapat

melakukan kerjasama dengan TNLL yang hasilnya dapat diadopsi oleh BTNLL.

Kepala Balai Taman Nasional dalam melaksanakan tugas secara

operasional di lapangan, areal TNLL di bagi dalam Seksi konservasi wilayah :

yaitu Seksi Konservasi Wilayah I Kulawi, Seksi Konservasi Wilayah II Kamarora,

Seksi Konservasi Wilayah III Wuasa. Penempatan pondok kerja berdasarkan

atas jenis pekerjaan yang akan di kembangkan di bagian kawasan taman

nasional.

Page 94: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

94

Gambar 10 Struktur organisasi Balai TNLL.

4.1.5.2. Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang

Pelaksanaan tugas, tanggung jawab dan wewenang dari masing-masing

unsur dalam struktur organisasi TNLL, telah di buat Job Description secara jelas

dan tegas yaitu dalam tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) berdasarkan SK Menteri

Kehutanan No. 6168/Kpts-II/2003. Pada tingkat Balai Taman Nasional yang

berkedudukan di Kota Palu bersama bidang-bidang terkait menyusun kegiatan-

kegiatan strategis yang dilakukan di dalam TNLL. Kegiatan ini mencakup

pemantauan dan evaluasi, pembinaan, pengawasan dan kerja sama dengan

instansi terkait. Selanjutnya operasional kegiatan–kegiatan lapangan menjadi

tanggung jawab Seksi Konservasi Wilayah. Untuk kegiatan yang lebih spesifik

KEPALA BALAI

KEPALA SATUAN TUGAS

KEPALA SEKSI KONSERVASI WILAYAH

KEPALA SATUAN UNIT

KEPALA SUB BAG TU

KEPALA RESORT

Garis Komando ---------- Garis Koordinasi

Page 95: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

95

lagi, dilakukan di pondok kerja dan pos jaga yang di tempatkan di desa–desa

terpilih. Resort-resort yang berada di bawah Seksi Konservasi Wilayah,

bertanggung jawab langsung kepada Kepala Seksi Konservasi Wilayah dan

dapat melakukan koordinasi kegiatan dengan Seksi Konservasi Wilayah lain atau

instansi terkait di wilayah tersebut.

4.2. Kondisi Sosial Ekonomi

4.2.1. Kependudukan

Penduduk yang bermukim di sekitar Kawasan TNLL saat ini adalah

perpaduan antara penduduk asli dan penduduk migran. Jumlah penduduk di

sekitar TNLL adalah 70.449 jiwa dengan 17.121 KK. Perincian total populasi

tersebut pada masing-masing wilayah kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah penduduk disetiap wilayah kecamatan yang ada dalam dua wilayah

kabupaten pada kawasan TNLL.

No. Kabupaten/Kecamatan Jumlah Desa

Jlh Penduduk (Jiwa)

Jumlah KK

I. Kabupaten Donggala:

1. Sigibiromaru 12 24.984 6.221

2. Palolo 10 12.215 2.882

3. Kulawi 19 19.077 4.408

II. Kabupaten Poso:

1. Lore Utara 10 7.669 1.908

2. Lore Tengah 8 3.824 1.070

3. Lore Selatan 6 2.680 632

Jumlah 65 70.449 17.121

Sumber: TNC 2004; BPS Kabupaten Donggala 2006; BPS Kabupaten Poso 2006.

Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bermukim di sekitar

TNLL sebanyak 70.449 jiwa atau sebanyak 17.121 KK. Apabila setiap KK

membutuhkan lahan seluas 2 Ha/KK maka total luas lahan yang dibutuhkan oleh

penduduk di sekitar kawasan TNLL seluas 34.242 Ha. Pertambahan jumlah

penduduk di sekitar TNLL dengan laju pertumbuhan rata-rata 3,08%/tahun

berdampak pada kelestarian TNLL sebab peningkatan jumlah populasi berarti

peningkatan kebutuhan akan sumberdaya lahan yang pada akhirnya akan

mengakibatkan pula meningkatnya tekanan terhadap Kawasan TNLL. Upaya

yang dapat dilakukan untuk menghindari tekanan terhadap kawasan taman

Page 96: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

96

nasional akibat dari pertambahan jumlah penduduk adalah suatu pola

pendekatan pengelolaan yang melibatkan stakeholder terkait.

Selanjutnya, komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin yang ada di

sekitar TNLL terdiri atas 34.309 orang pria (48,7%) dan 36.140 orang wanita

(51,3%). Sementara komposisi umur penduduk di sekitar TNLL ditunjukkan pada

Tabel 10.

Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang berada pada usia

produktif (16-65 tahun) atau masuk dalam kategori tenaga kerja2 (manpower)

sebanyak 46.145 orang (65,50%). Penduduk yang masuk dalam kelompok bukan

tenaga kerja berjumlah 21.902 orang (31,09%) sedang yang berusia lanjut (>65

tahun) berjumlah 2.402 orang (3,41%).

Tabel 10 Jumlah penduduk di sekitar TNLL menurut kelompok umur 2007

No. Kelompok umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 0 - 5 1.613 2,29

2. 6 - 15 20.289 28,80

3. 16 - 30 21.248 30,16

4. 31 - 50 19.522 27,71

5. 51 - 65 5.375 7,63

6. >65 2.402 3,41

Jumlah 70.449 100,00

Sumber : TNC 2004; BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006.

4.2.2. Pertumbuhan dan Tekanan Penduduk

Angka pertumbuhan penduduk menunjukan rata-rata pertambahan

penduduk per tahun pada periode tertentu yang dinyatakan dalam persen (%).

Pertumbuhan penduduk biasanya dihitung dengan menggunakan metode

pertumbuhan eksponensial3 (Yasin 2004). Berdasarkan metode ini diketahui

bahwa tingkat pertumbuhan penduduk di sekitar TNLL pada periode 2001 - 2006

rata-rata sebesar 2,32% per tahun. Pertumbuhan penduduk di sekitar TNLL

disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Tingkat pertumbuhan penduduk di sekitar TNLL 2007

2 Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada

permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisiasi dalam aktivitas tersebut (Kusmosuwidho 2004)

3 Dalam penelitian ini digunakan metode Pertumbuhan Eksponensial, dengan formulasi: Pt = Po .

e r n

di mana Pt = banyaknya penduduk pada tahun terakhir,Po= jumlah penduduk pada tahun awal, dan e = angka eksponensial 2,71828.

Page 97: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

97

Tahun Jumlah penduduk

(jiwa) Jumlah

KK Laju pertumbuhan

(%/tahun)

2001 62.508 12.501 -

2002 64.785 15.744 3,51

2003 66.100 16.525 2,03

2004 68.420 17.105 3,10

2005 69.515 17.379 1,60

2006 70.449 17.121 1,34

Sumber : BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006.

Tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada periode 2001-2002

sebesar 3,51%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata

pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 2,32%. Lonjakan ini terkait erat

dengan kerusuhan yang terjadi di Poso, di mana wilayah di sekitar TNLL menjadi

salah satu lokasi penampungan pengungsi. Keadaan ini berlangsung hingga

akhir tahun 2002. Kemudian setelah kondisi di Poso sudah relatif aman,

sebagian pengungsi kembali ke Poso dan selebihnya memilih untuk tetap tinggal

di desa-desa sekitar TNLL. Bagi yang menetap dipinjamkan lokasi oleh

pemerintah desa untuk tempat bermukim dan lahan-lahan yang dapat dikelola

untuk bercocok tanam.

4.2.3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk yang bermukim di desa-desa pada Wilayah

TNLL masih relatif rendah. Rata-rata tingkat pendidikan penduduk adalah

sekolah dasar dan hanya sebagian kecil saja yang berpendidikan Sekolah

Lanjutan Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas. Salah satu masalah yang

menyebabkan keterbasan pendidikan adalah sarana sekolah yang ada di desa-

desa umumnya Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama berada di ibukota-

ibukota kecamatan sehingga untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih

tinggi, penduduk harus keluar dari desanya dan pergi ke ibukota kabupaten atau

ke ibukota propinsi. Selain itu biaya pendidikan untuk sampai ke jenjang

pendidikan tinggi tergolong mahal. Gambar 11 menunjukkan tingkat pendidikan

penduduk yang ada di sekitar TNLL pada setiap tingkatan.

Page 98: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

98

41.6

36.54

13.25

6.23

0.38

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Pers

en

tas

e (

%)

1

TS/tidak tamat SD Tamat SD SLTP SLTA PT (Diploma & S1)

Gambar 11. Persentase jumlah penduduk di sekitar TNLL berdasarkan tingkat pendidikan 2007.

(Sumber : TNC 2004; BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006.

Gambar 11 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di sekitar

TNLL masih tergolong rendah, yang ditandai dengan sebagian besar penduduk

(41,6%) tidak tamat SD. Apabila tingkat pendidikan penduduk di sekitar TNLL

dikaitkan dengan program wajib belajar 9 tahun, maka total penduduk yang

berhasil menamatkan pendidikannya sampai pada jenjang SLTP hanya 13,25%.

4.2.4. Mata Pencaharian

Mayoritas penduduk yang hidup di sekitar TNLL mempunyai mata

sebagai petani dan pengumpul hasil hutan antara lain: pengumpul rotan dan

getah damar. Selain itu terdapat sejumlah pedagang dan pegawai negeri sipil.

Secara keseluruhan, mata pencaharian penduduk yang ada di sekitar TNLL

ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12 menunjukkan bahwa mata pencaharian sebagai petani

mendominasi sumber mata pencaharian penduduk yang ada di sekitar TNLL.

Sebagian besar hasil pertanian digunakan untuk kebutuhan hidup mereka sehari-

hari dan sisanya dijual di pasar desa atau ke Palu. Pendapatan yang dihasilkan

selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar juga untuk membayar uang

sekolah anak-anak mereka. Beras adalah makanan pokok penduduk yang hidup

di sekitar TNLL. Akan tetapi, beberapa desa di sekitar Lembah Kulawi tidak

memiliki akses pada lahan datar yang cocok untuk pertanian lahan basah dan

hampir bergantung sepenuhnya pada pertanian lahan kering.

Page 99: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

99

Tabel 12 Jenis mata pencaharian penduduk di sekitar TNLL 2007

No. Mata pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Petani 25.098 54,39

2. Buruh tani 5.565 12,06

3. Pengumpul rotan 678 1,47

4. Pengumpul getah damar 378 0,82

5. Peternak 78 0,17

6. Pengrajin 92 0,20

7. Pedagang hasil bumi 89 0,19

8. Pedagang kayu 14 0,03

9. Pedagang rotan 32 0,07

10. Pertukangan 328 0,71

11. PNS dan (Peg. Pemerintah) 157 0,34

12 Lain-lain 13.636 29,55

Jumlah 46.145 100,00

Sumber : TNC 2004; BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006.

Di beberapa desa, padi ditanam di sawah tadah hujan yang dipanen

sekali dalam setahun, sementara untuk lahan sawah yang beririgasi dipanen dua

kali dalam setahun. Penggunaan pestisida serta pupuk sangat jarang bahkan

ada petani yang sama sekali tidak menggunakannya dalam kegiatan

pertaniannya. Mata pencaharian penduduk di sekitar TNLL lainnya adalah

sebagai pengrajin dalam pembuatan gula aren merupakan pula sumber

pendapatan yang penting bagi beberapa keluarga yang bermukim di sekitar

TNLL. Air yang disadap dari pohon enau (Arenga pinnata, Merr) selain dapat

dibuat gula aren juga dapat diminum langsung atau difermentasi untuk

menghasilkan minuman sejenis anggur (saguer).

Sejak krisis ekonomi 1997, terlihat peningkatan tanaman tahunan untuk

perdagangan khususnya cacao dan dianggap sebagai salah satu ancaman

terbesar bagi TNLL. Tanaman semusim terutama jagung dan singkong juga

ditanam pada lahan hutan yang telah digunduli.

Sapi dan kerbau dipelihara untuk tenaga penarik dalam transportasi,

sumber daging, dan disimpan sebagai modal. Kuda secara umum dapat ditemui

di beberapa wilayah, khususnya Lembah Bada dan jalan setapak ke Lindu, dan

digunakan sebagai alat transportasi untuk penduduk dan barang. Sebagian

besar keluarga di wilayah ini juga memelihara beberapa ekor ayam untuk

dimanfaatkan daging dan telurnya. Rotan dan kayu dari hutan merupakan

Page 100: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

100

sumber pendapatan bagi sejumlah keluarga untuk menunjang kebutuhan hidup

mereka.

4.2.5. Pendapatan

Tingkat pendapatan penduduk yang bermukim di sekitar TNLL masih

tergolong rendah bila dibandingkan dengan UMP-Sulawesi Tengah. Tingkat

pendapatan penduduk di sekitar TNLL ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12 menunjukkan bahwa lebih dari 50% KK yang ada di sekitar

TNLL berpendapatan kurang Rp500.000,- dan hanya 9,10% dari total KK yang

berpendapatan lebih dari Rp2.000.000,- per bulan. Hal ini memberikan gambaran

bahwa rata-rata pendapatan masyarakat di sekitar TNLL memang masih rendah.

52.13

27.45

11.32 9.10

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

Pe

rse

nta

se (

%)

<500,000 500,000-

1,000,000

1,000,000-

2,000,000

>2,000,000

Gambar 12 Persentase tingkat pendapatan masyarakat di sekitar TNLL 2007.

Sumber : BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006, diolah.

4.2.6. Pemanfaatan Lahan

Tekanan yang disebabkan oleh pemanfaatan lahan dan pemukiman

penduduk terhadap TNLL terus meningkat jumlahnya, bahkan penyerobotan

Kawasan TNLL untuk kegiatan pertanian belum bisa teratasi pada beberapa

desa yang berbatasan langsung dengan TNLL diantaranya Desa Sintuwu, Desa

Kamarora, Desa Rahmat, dan Desa Kadidia. Terlihat pula pembukaan lahan

pada kedua enclave (Besoa dan Lindu) serta konversi lahan di sekitar Bagian

Utara TNLL. Untuk membatasi pembukaan lahan baru di wilayah ini diperlukan

penegakan hukum yang ketat, terutama dengan adanya jalan setapak yang

diidentifikasi bahwa rute-rute ini merupakan akses utama untuk perburuan,

pengambilan hasil hutan lainnya, dan hasil bumi untuk perdagangan.

Page 101: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

101

4.2.7. Hidrologi

Wilayah TNLL sangat penting bagi pembangunan Provinsi Sulawesi

Tengah karena daerah ini merupakan daerah tangkapan hujan bagi dua sungai

besar, yakni Sungai Gumbasa di Bagian Utara yang bergabung dengan Sungai

Palu di Bagian Barat serta Sungai Lariang di Bagian Timur dan Selatan serta

sebagian Bagian Barat (BTNLL 2001). Ditinjau dari posisi TNLL, areal ini adalah

salah satu daerah yang sangat penting karena di samping merupakan daerah

tangkapan hujan, juga sebagai lokasi yang dapat menunjang peningkatan

ekonomi mengingat air merupakan komponen dasar peningkatan produksi

pertanian, pembangunan industri, dan pesatnya pertumbuhan urbanisasi

tergantung pada terjaminnya pasokan air bersih yang berasal dari wilayah

tangkapan di TNLL dan juga pegunungan-pegunungan sekitarnya.

Ketergantungan pada TNLL sebagai sumber air secara berkesinambungan

menjadi aspek penting bagi pertumbuhan ekonomi dan infrastuktur di Palu dan

sekitarnya.

Kota Palu sebagai Ibukota Propinsi Sulawesi Tengah sering disebut

sebagai kota yang relatif kering di Indonesia dengan menerima kurang dari 500

mm curah hujan dalam setahun dengan beberapa bulan kering yang memiliki

curah hujan kurang dari 100 mm. Data yang diperoleh dari BTNLL, TNC, dan

Ditjen PHKA (2004) ternyata bahwa air dari TNLL ditaksir bernilai sekitar US$

900 juta dalam setahun yang dapat diberikan kepada ibu kota Provinsi Sulawesi

Tengah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fokus kajian yang dibahas pada bab ini dimulai dengan karakteristik

responden, bagaimana proses terjadinya KKM, bagaimana kepentingan masing-

masing stakeholder terkait dengan TNLL, partisipasi masyarakat dalam upaya

pengelolaan taman nasional terutama yang berkaitan dengan kegiatan

pelestarian kawasan, pengamanan kawasan, dan kegiatan pelatihan/

penyuluhan. Selanjutnya diuraikan pula tentang bagaimana penerapan prinsip

dasar co-management dalam pengelolaan TNLL, dan konsep co-management

untuk TNLL.

Page 102: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

102

5.1. Karakteristik Responden

5.1.1. Umur Responden

Umur mempengaruhi kemampuan fisik seseorang untuk bekerja dan cara

berpikir dalam menerima sesuatu yang baru. Umur muda dan sehat mempunyai

kemampuan fisik lebih besar dibanding umur tua, akan tetapi umur yang muda

biasanya masih kurang memiliki pengalaman. Umur responden dalam penelitian

ini ditunjukkan pada Tabel 13.

Tabel 13 Umur responden masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM 2007

Umur (tahun)

Kelompok Desa

Desa KKM Desa Non-KKM

Jumlah responden (orang)

Persentase (%)

Jumlah responden (orang)

Persentase (%)

15-65 35 77,78 38 84,44

>65 10 22,22 7 15,56

Jumlah 45 100,00 45 100,00

Keterangan: - Rata-rata umur responden di desa KKM= 42 tahun

- Rata-rata umur responden di desa non-KKM = 41 tahun

Tabel 13 menunjukkan bahwa umur responden di wilayah penelitian pada

umumnya berada pada kelompok umur produktif (15-65 tahun) baik yang

bermukim di desa KKM (77,78%) maupun di desa non-KKM (84,44%). Rata-rata

umur responden di desa KKM adalah 44 tahun sementara untuk desa non-KKM

umur responden rata-rata 42 tahun.

5.1.2. Tingkat Pendidikan

Pendididikan akan mempengaruhi pola pikir seseorang untuk lebih cepat

tanggap terhadap keadaan lingkungan. Pendidikan responden dalam penelitian

ini diukur berdasarkan tingkat pendidikan yang pernah ditempuh secara formal.

Tingkat pendidikan responden di desa KKM dan desa non-KKM ditunjukkan pada

Tabel 14.

Page 103: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

103

Tabel 14 Tingkat pendidikan responden masyarakat lokal di desa KKM dan desa Non-KKM 2007

Pendidikan Kelompok Desa

Desa KKM Desa Non-KKM

Jumlah responden

(orang)

Persentase (%)

Jumlah responden

(orang)

Persentase (%)

Tidak tamat SD 18 40,00 22 48,89

Tamat SD 17 37,78 16 35,56

Tamat SLTP 7 15,56 5 11,11

Tamat SLTA 3 6,67 2 2,22

Jumlah 45 100,00 45 100,00

Sumber : Data Primer setelah diolah 2007.

Tabel 14 menunjukkan bahwa ada 40% masyarakat lokal yang ada di

desa KKM yang tidak tamat SD sementara masyarakat di desa non-KKM sekitar

48,89% yang tidak tamat SD. Apabila mengacu pada program wajib belajar 9

tahun, maka hanya 15,56% masyarakat di desa KKM yang tamat SLTP dan

hanya 11,11% di desa non-KKM. Tabel 14 menunjukkan pula bahwa masyarakat

lokal yang ada di desa KKM maupun di desa non-KKM pada umumnya masih

berpendidikan rendah.

5.1.3. Intensitas Penyuluhan

Intensitas`penyuluhan yang pernah diikuti oleh masyarakat lokal

diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dalam berusahatani, terutama

diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya

kelestarian taman nasional. Intensitas penyuluhan yang pernah diikuti oleh

masing-masing responden masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM

dalam 2 (dua) tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 15.

Page 104: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

104

Tabel 15 Intensitas penyuluhan yang dikuti oleh masyarakat lokal dalam dua tahun terakhir di desa KKM dan desa non-KKM 2007

Intensitas penyuluhan yang

diikuti Kelompok Desa

Desa KKM Desa Non-KKM

Jumlah responden

(orang)

Persentase (%)

Jumlah responden

(orang)

Persentase (%)

Rendah 4 8,89 25 55,56

Sedang 13 28,89 11 24,44

Tinggi 28 62,22 9 20,00

Jumlah 45 100,00 45 100,00

Keterangan : Rata-rata penyuluhan yang dilaksanakan setiap tahun = 6 kali.

Tabel 15 menunjukkan bahwa jumlah responden masyarakat lokal di

desa KKM dengan intensitas penyuluhan yang tinggi sebesar 62,22% sementara

masyarakat yang bermukim di desa non-KKM hanya 20% dari jumlah responden

dengan intensitas penyuluhan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa antusias

masyarakat di desa KKM untuk mengikuti penyuluhan lebih tinggi dibanding

dengan masyarakat yang bermukim di desa non-KKM.

5.1.4. Pendapatan

Pendapatan responden masyarakat lokal yang bermukim di desa KKM

dan desa non-KKM dalam sebulan ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 16 Pendapatan masyarakat lokal dalam sebulan di desa KKM dan desa non-KKM 2007

Pendapatan (Rp) Kelompok Desa

Desa KKM Desa Non-KKM

Jumlah responden

(orang)

Persentase (%)

Jumlah responden

(orang)

Persentase (%)

<500.000 22 48,89 26 57,78

500.000-1.000.000 13 28,89 12 26,67

1.000.000-2.000.000 6 13,33 5 11,11

>2.000.000 4 8,89 2 4,44

Jumlah 45 100,00 45 100,00

Keterangan : - Rata-rata pendapatan masyarakat lokal di desa KKM sebesar Rp442.365/bulan.

- Rata-rata pendapatan masyarakat lokal di desa non-KKM sebesar Rp416.217/bulan.

Page 105: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

105

Tabel 16 menunjukkan bahwa sekitar 48,89% masyarakat di desa KKM

yang pendapatannya kurang dari Rp500.000/bulan. Sementara pendapatan

masyarakat di desa non-KKM menunjukkan bahwa lebih dari 50% masyarakat

lokal yang berpendapatan kurang Rp500.000,-.

Berdasarkan pendapatan rata-rata masyarakat yang ada di desa KKM

(Rp442.365/bulan) maka dapat dikatakan bahwa pendapatan yang diterima

masyarakat di desa KKM lebih tinggi sekitar 6,3% dibanding dengan pendapatan

yang diterima oleh masyarakat di desa non-KKM (Rp416.217). Hal ini

disebabkan karena jumlah masyarakat yang berpendidikan SLTP maupun SLTA

di desa KKM lebih banyak dibanding dengan jumlah masyarakat yang bermukim

di desa non-KKM (Tabel 14), begitu pula dengan jumlah masyarakat yang

intensitas penyuluhannya tinggi lebih banyak di desa KKM dibanding dengan

jumlah masyarakat yang bermukim di desa non-KKM (Tabel 15).

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Soekartawi et al. (1985) bahwa pendidikan pada umumnya mempengaruhi cara

berpikir dan keterampilan seseorang (petani) untuk lebih dinamis, berani

menerima dan mencoba suatu hal baru dibanding dengan petani yang

berpendidikan rendah. Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan yang tinggi

kemungkinan akan lebih mudah menangkap dan mencerna materi penyuluhan

sehingga menyebabkan petani lebih menguasai pekerjaannya (Soekartawi et

al.1985).

5.2. Proses terbentuknya KKM dan Implementasinya

Kesepakatan konservasi masyarakat (KKM) dibangun untuk

menjembatani kepentingan konservasi dan kepentingan ekonomi masyarakat

yang didasarkan pada kesejarahan dan hukum adat masyarakat setempat.

Penyusunan draf kesepakatan pada beberapa desa yang ada di sekitar TNLL

menunjukkan peran LSM yang cukup besar dalam memformulasi atau

menghasilkan draf kesepakatan. Berikut ini akan diuraikan bagaimana proses

terbentuknya KKM di beberapa desa yang terdapat di sekitar TNLL (diskusi

pribadi dengan ketua lembaga adat ; kepala desa; LSM April 2007).

Kesepakatan yang telah dibangun di beberapa desa di sekitar TNLL

dengan keterlibatan LSM sebagai fasilitator, diformulasi atau disusun secara

langsung oleh masyarakat bersama-sama dengan lembaga adat dan kepala

desa. LSM sebagai fasilitator dalam penyusunan kesepakatan percaya bahwa

masyarakat lokal merupakan orang yang terbaik dalam menjaga sumberdaya

Page 106: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

106

alam mereka, sehingga perwakilan masyarakat lokal memiliki tanggung jawab

untuk menyusun draf kesepakatan.

Konsep kesepakatan konservasi (KKM) yang telah disusun oleh

penduduk lokal (wakil dari masyarakat, lembaga adat, dan kepala desa)

diserahkan kepada pihak LSM, memuat tentang sistem kepemilikan tanah dan

sanksi adat yang kemudian menjadi poin yang esensial dalam pengakuan

kesepakatan itu. Pada prinsipnya, fokus dari ide kesepakatan tersebut adalah

masalah pengakuan hak-hak tanah adat mereka yang terdapat di dalam

kawasan taman nasional. Mengacu pada konsep kesepakatan yang diterima oleh

LSM tersebut, maka final kesepakatan konservasi tersebut diformulasi oleh pihak

LSM.

Berdasarkan kesepakatan yang telah disusun, maka otoritas taman

nasional mengakui naskah kesepakatan tersebut. Selanjutnya implementasi dari

kesepakatan ini berdampak positif pada kecenderungan kelestarian taman

nasional dengan adanya partisipasi masyarakat lokal dalam mengawasi

masyarakat luar agar tidak memanfaatkan atau mengambil sumberdaya yang

terdapat dalam kawasan.

Proses penyusunan draf kesepakatan lainnya yang juga difasilitasi oleh

LSM, masyarakat tidak terlibat langsung dalam penyusunan kesepakatan tetapi

berperan penting dalam memberikan informasi kepada LSM yang kemudian draf

kesepakatan diformulasi oleh LSM. Jadi draf kesepakatan tersebut lebih

mengarah pada hasil pemikiran LSM ketimbang sebagai wujud dari hasil diskusi

masyarakat desa. Pihak LSM juga menyatakan bahwa penduduk lokal tidak

secara langsung bertanggung jawab terhadap penyusunan draf kesepakatan,

tetapi semua informasi dari masyarakat digunakan dalam penyusunan draf

kesepakatan. Laporan yang dihasilkan dalam waktu dua bulan terakhir sebelum

proyek tersebut berakhir juga menunjukkan keterbatasan partisipasi masyarakat

dalam penyusunan kesepakatan tersebut.

Kesepakatan yang dihasilkan tersebut lebih cenderung untuk mengejar

target terbangunnya kesepakatan konservasi di beberapa desa sekitar kawasan,

dibanding dengan bagaimana proses yang seyogyanya dilaksanakan untuk

membangun suatu kesepakatan. Implementasi dari kesepakatan ini

memperlihatkan bahwa masih ditemukan kegiatan perambahan maupun kegiatan

illegal logging.

Page 107: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

107

5.3. Kepentingan Stakeholder

Masyarakat di sekitar TNLL merupakan stakeholder utama dengan

kepentingan yang berbeda terhadap taman nasional dibandingkan dengan

stakeholder lainnya, khususnya otoritas TNLL.

5.3.1. Kepentingan Masyarakat lokal

Kepentingan masyarakat lokal akan lahan adat (kebun) yang telah

dikelola sebelum penetapan kawasan, menimbulkan konflik dengan pihak BTNLL

yang menginginkan agar masyarakat lokal tidak berkebun di dalam kawasan

taman nasional. Kepentingan masyarakat yang ada di desa KKM dan desa non-

KKM terkait dengan TNLL ditunjukkan pada Tabel 17.

Tabel 17 menunjukkan bahwa kepentingan masyarakat lokal terkait

dengan taman nasional diantaranya adalah bahwa masyarakat berkepentingan

untuk tetap dapat memetik hasil tanaman kopi/kakaonya baik untuk desa KKM

maupun masyarakat yang ada di Desa Nono-KKM. Selain itu 55,56% masyarakat

di desa KKM mengharapkan tetap dapat mengambil rotan sebagai sumber

pendapatan dan untuk desa non-KKM 64,44% diantaranya yang masih

mengharapkan tetap dapat mengambil rotan, dan masyarakat juga menginginkan

ketersediaan kayu untuk konstruksi rumah tinggal, dan ketersediaan kayu untuk

pembangunan sarana sosial seperti rumah ibadah, lobo dan bantaya.

Pengambilan kayu untuk bahan bangunan rumah tinggal dan atau bangunan

rumah ibadah sesuai dengan yang tertuang dalam naskah Kesepakatan

Konservasi Masyarakat (KKM) pada Pasal 9 antara masyarakat pada kelompok

desa KKM dengan pihak BTNLL, hanya dapat dilakukan oleh masyarakat dengan

seizin lembaga adat. Mekanisme pengambilan kayu dilakukan oleh anggota

masyarakat dengan mengajukan surat permohonan kepada lembaga adat

dengan mencamtumkan berapa m3 yang akan diambil, jenis kayu apa, dan

lokasinya di mana. Selanjutnya lembaga adat bersama kepala desa meniliti surat

permohonan yang diajukan oleh anggota masyarakat tersebut, kemudian surat

izin untuk mengambil kayu dalam kawasan dikeluarkan oleh lembaga adat

dengan tetap mencamtumkan berapa m3 yang akan diambil, jenis kayu apa,

diperuntukkan untuk apa, dan lokasinya di mana.

Page 108: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

108

Tabel 17 Persentase kepentingan masyarakat pada dua kelompok desa terkait dengan TNLL 2007

Kepentingan stakeholder

Persentase masyarakat lokal berdasarkan pilihan kepentingan (%)

Desa KKM Desa Non-KKM

MMSK MYTP Total MMSK MYTP Total

Hak adat/hak kelola dari lahan di dalam kawasan yang telah dijadikan kebun sebelum penetapan kawasan diakui dan tetap dapat dimanfaatkan atau diolah

82,22

17,78

100,00 93,33 6,67 100,00

Masyarakat tetap dapat memungut hasil tanaman kopi/kakaonya

71,11 28,89 100,00 86,67 13,33 100,00

Masyarakat tetap dapat memungut rotan dan damar sebagai sumber pendapatan

55,56 44,44 100,00 64,44 35,56 100,00

Ketersediaan kayu untuk konstruksi rumah tinggal

31,11 68,89 100,00 42,22 57,78 100,00

Ketersediaan kayu untuk pembangunan sarana sosial (rumah ibadah, lobo, dan bantaya)

22,22 77,78 100,00 20,00 80,00 100,00

Rata-rata 52,44 47,56 100,00 61,31 38,69 100.00

Keterangan : -Jumlah responden untuk desa KKM dan desan non-KKM masing-masing = 45 orang

-MMSK = masyarakat yang memilih sebagai suatu kepentingan

- MYTP = masyarakat yang tidak memberikan pilihan.

Terkait dengan masalah kayu, sama sekali tidak diperkenankan meng-

ambil kayu untuk tujuan komersil baik di desa KKM maupun pada desa non-

KKM. Namun demikian kondisi faktual yang terlihat di lapangan ditemukan

adanya pengangkutan kayu secara illegal yang diperkirakan 5 m3 (satu mobil

truk) ditemukan di desa KKM yang kemudian digagalkan oleh pihak Tondo Ngata

(kelompok pengamanan kawasan).

Kasus lain yang juga terjadi di desa KKM, pada tahun 2005 penebangan

kayu yang diperkirakan sebanyak 3 m3 dilakukan oleh salah satu anggota

masyarakat tanpa seizin lembaga adat sekalipun alasan yang dikemukakan oleh

pelaku bahwa untuk kepentingan membangun rumah kost anaknya di Kota Palu.

Menurut pelaku pengambilan kayu tersebut untuk tujuan domestik akan tetapi

oleh lembaga adat tetap dikategorikan sebagai pelanggaran kesepakatan yang

telah dibangun dan telah dituangkan dalam naskah KKM. Kasus ini disidangkan

di lembaga adat, dan kemudian lembaga adat memberikan sanksi adat berupa:

Page 109: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

109

tolu ungu, tolo mpulu, tolu ngkau (tiga ekor hewan kerbau atau sapi, tiga puluh

dulang/piring, dan tiga lembar kain mbesa/kain adat), yang apabila dikonversi ke

nilai rupiah, kurang lebih senilai Rp6.500.000,00 (enam juta lima ratus ribu

rupiah). (hasil diskusi dengan anggota Kelompok Tondo Ngata dan Ketua

Lembaga Adat 2007). Sanksi adat tersebut dikenakan pada pelaku pelanggaran

yang terkait dengan hasil hutan berupa; kayu, rotan, gaharu, damar, dan

perburuan hewan yang dilindungi diantaranya anoa dan babi rusa (hasil diskusi

dengan anggota kelompok Tondo Ngata dan Ketua Lembaga Adat 2007).

Sementara untuk desa non-KKM, perambahan kawasan diawali dengan illegal

logging yang dilakukan oleh masyarakat lokal kemudian hasil tebangan illegal

tersebut di serahkan kepada cukong kayu yang berasal dari Kota Palu.

Tabel 17 menunjukkan pula bahwa pilihan kepentingan masyarakat lokal

yang ada di sekitar TNLL untuk tetap mempertahankan hak adat/hak kelola dari

lahan yang terdapat di dalam taman nasional memperlihatkan persentase

tertinggi dibanding kepentingan lainnya. Hal ini berindikasi bahwa kepentingan

utama dari masyarakat lokal adalah pemanfaatan lahan adat mereka yang

berada di dalam kawasan taman nasional yang telah menjadi sumber mata

pencaharian mereka secara turun temurun baik pada kelompok desa KKM

maupun pada desa non-KKM. Kepentingan akan lahan adat tersebut di desa

KKM telah terakomodir melalui kesepakatan yang dibangun dan disetujui oleh

pihak BTNLL, akan tetapi pada desa non-KKM masih berkisar pada keinginan

untuk memperjelas status kepemilikan lahan atau sumberdaya yang ada dalam

kawasan taman nasional.

Menurut masyarakat lokal di desa non-KKM ketidak jelasan status lahan

di dalam kawasan yang masyarakat telah olah sebelum penetapan kawasan,

memberikan dampak ketidak nyamanan dalam pemanfaatan sumberdaya yang

merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat. Ketidak nyamanan yang

dirasakan oleh masyarakat lokal sejak adanya Surat Keputusan Menteri

Kehutanan No. 593/Kpts-II/1993 pada tanggal 5 Oktober 1993 tentang

penunjukan Kawasan TNLL (baca Sub Bab Diskripsi TNLL), yang pada saat itu

mulai pemberlakukan aturan yang melarang masyarakat lokal untuk mengambil

atau memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan tanaman

nasional. Pemberlakuan aturan ini didukung pula Pemerintah Daerah Propinsi

Sulawesi Tengah dengan keluarnya SK Gubernur No.592/1993 tentang tidak

diakuinya keberadaan lahan adat di Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah.

Page 110: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

110

Kebijakan yang melarang masyarakat lokal untuk tidak lagi melakukan

kegiatan di dalam kawasan TNLL, membuat masyarakat tidak nyaman dalam

beraktivitas untuk memenuhi kebutuhannya. Alasan ketidak nyamanan tersebut

diungkapkan oleh masyarakat bahwa: apabila polisi hutan menemukan

masyarakat membawa rotan yang berasal dari kawasan taman nasional maka

anggota masyarakat yang ditemukan tersebut di tahan oleh polisi hutan dan

rotan yang dibawahnya akan dirusak (dipotong-potong). Selain itu polisi hutan

juga menebang tanaman kopi atau tanaman kakao masyarakat lokal yang

ditemukan di dalam kawasan taman nasional. Jumlah responden masyarakat

lokal di desa non-KKM yang merasakan ketidak nyamanan dalam beraktivitas

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terkait dengan sumberdaya yang terdapat

dalam kawasan TNLL ditunjukkan pada Tabel 18.

Tabel 18 Jumlah dan alasan responden masyarakat lokal di desa non-KKM yang merasakan ke tidak nyamanan terkait dengan sumberdaya yang terdapat di dalam TNLL 2007

No. Alasan yang dikemukakan

Jumlah dan persentase responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. Takut kalau rotan yang diambil dipotong-potong oleh polisi hutan

25 55,56

2. Takut tanaman kopi/kakaonya ditebang oleh polisi hutan

12 26,67

3. Takut ditangkap oleh polisi hutan 8 17,77

Total 45 100,00

Sumber: Data Primer setelah diolah 2007.

Tabel 18 menunjukkan ketidak nyamanan yang dirasakan oleh

masyarakat lokal di desa non-KKM dalam memanfaatkan sumberdaya alam

yang terdapat di dalam kawasan TNLL. Masyarakat merasa tidak aman karena

takut tanaman kopi/kakaonya ditebang oleh polisi hutan (55,56%) dan ada

26,67% dari responden yang merasa tidak aman sebab takut kalau rotan yang

diambil dipotong-potong atau dicincang oleh polisi hutan. Selain itu masyarakat

lokal merasa takut, berusaha jangan sampai tertangkap oleh polisi hutan. Kondisi

ini berlangsung kurang lebih 5 tahun (sejak 1993) sampai akhirnya masyarakat

mulai melakukan perlawanan pada 1998 (zaman reformasi). Salah satu bentuk

perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan memasang jerat

untuk menangkap anoa di dalam kawasan dan kemudian konflik secara terbuka

terjadi pada tahun 2001 dimana masyarakat yang bermukim di desa non-KKM

melakukan perlawanan terhadap tindakan polisi hutan yang menurut masyarakat

Page 111: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

111

lokal tidak dapat lagi ditolerir, sebab selain polisi hutan menebang tanaman

kopi/cacao masyarakat, polisi hutan juga membakar dangau yang dibuat oleh

masyarakat. Bentuk perlawanan lainnya yang dilakukan oleh masyarakat di desa

non-KKM adalah dengan mebakar dua unit pos penjagaan polisi hutan dan

selanjutnya sebanyak 1.030 KK masyarakat masuk ke dalam kawasan taman

nasional menebang kayu, berkebun dan sekaligus bermukim di dalam kawasan.

Perlawanan masyarakat lokal terhadap polisi hutan atau konflik terbuka

yang terjadi antara masyarakat lokal dengan polisi hutan (pihak BTNLL) di desa

non-KKM lebih diakibatkan karena perbedaan kepentingan dan perbedaan

akuan hak kepemilikan. Masyarakat lokal merasa bahwa lahan yang terdapat di

dalam kawasan TNLL yang dikelola atau dimanfaatkan masyarakat selama ini

merupakan hak adat/hak kelola masyarakat yang telah menjadi sumber mata

pencaharian masyarakat secara turun temurun. Disisi lain pihak BTNLL melalui

polisi hutan merasa memiliki kekuatan hukum dalam melaksanakan tugasnya

untuk mengamankan kawasan TNLL.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Priscoli (1997) bahwa ada lima penyebab utama terjadinya konflik diantaranya

adalah kepentingan, sementara Tadjudin (2000) berpendapat pula bahwa

sumber konflik karena adanya perbedaan pada berbagai tataran diantaranya

adalah perbedaan kepentingan dan perbedaan akuan kepemilikan, kemudian

Fuad dan Maskanah (2000) mengemukakan bahwa konflik yang mencuat akhir-

akhir ini lebih disebabkan karena tumpang tindihnya kepentingan pada suatu

wilayah hutan yang sama.

Selanjutnya konflik antara polisi hutan (pihak BTNLL) dengan masyarakat

lokal juga disebabkan karena masyarakat lokal merasa sudah berulangkali

diperlakukan dengan cara yang kurang manusiawi oleh polisi hutan. Perlakuan

yang dinilai kurang manusia dari tindakan polisi hutan yang dirasakan oleh

masyarakat di desa non-KKM ditunjukkan pada Tabel 19.

Tabel 19 menunjukkan bahwa masyarakat yang pernah mengalami

tindakan polisi hutan yang dinilai oleh masyarakat kurang manusiawi yakni rotan

miliknya dipotong-potong oleh polisi hutan 24,44%, sedang yang pernah

ditebang kopi/kakaonya sebesar 17,78%, dan yang dibakar dangaunya sebanyak

6,67%. Apabila mengacu pada kepentingan masyarakat lokal di desa non-KKM

untuk memanfaatkan sumberdaya yang terdapat di dalam TNLL terutama

pemanfaatan sumberdaya lahan yang merupakan sumber mata pencaharian

Page 112: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

112

masyarakat tidak terpenuhi, maka konflik tentang pemanfaatan sumberdaya

lahan antara masyarakat dengan pihak BTNLL belum dapat terselesaikan.

Karena itu prioritas yang harus dipenuhi adalah penyelesain masalah lahan yang

diklaim sebagai lahan adat oleh masyarakat yang terdapat di dalam kawasan

TNLL.

Tabel 19. Persentase masyarakat lokal yang pernah mengalami tindakan yang dinilai kurang manusiawi dari polisi hutan di desa non-KKM 2007

N0. Uraian Persentase (%)

1. Masyarakat yang pernah dipotong-potong rotannya 24,44

2. Masyarakat yang pernah ditebang kopi/kakaonya 17,78

3. Masyarakat yang dibakar dangaunya 6,67

4. Masyarakat terhindar dari perlakuan yang dinilai kurang manusiawi 51,11

Total 100,00

Sumber: Data Primer setelah diolah 2007.

Berkaitan dengan masalah lahan, masyarakat lokal yakni penduduk asli

cenderung untuk menjual lahannya demi memperoleh uang guna memenuhi

kebutuhannya terutama pada acara-acara pesta kematian atau acara pernikahan

anaknya, sehingga kebanyakan dari penduduk asli justru memiliki lahan yang

relatif sempit. Pada saat yang sama, tidak ada sumber pendapatan lain yang

signifikan kecuali dari pertanian, peternakan dan pemanfaatan hasil hutan.

Penjualan lahan yang dilakukan oleh responden masyarakat lokal di desa KKM

dan desa non-KKM untuk memenuhi kebutuhannya pada acara kematian dan

acara pernikahan pada wilayah penelitian ditunjukkan pada Gambar 13.

0

5

10

15

20

25

30

Pe

rsen

tase P

enju

ala

n

lahan

Menjual lahan

untuk biaya

pesta kematian

Menjual lahan

untuk biaya

pernikahan anak

Menjual lahan

untuk membayar

hutang

Alasan penjualan lahanDesa KKM Desa Non-KKM

Gambar 13 Persentase masyarakat dan alasan penjualan lahan di desa KKM dan desa non-KKM 2007.

Page 113: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

113

Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa penjualan lahan yang dilakukan

oleh masyarakat yang bermukim di desa non-KKM untuk memenuhi

kebutuhannya pada acara pesta kematian menunjukkan persentase yang tinggi

(26,67%) dibanding dengan penjualan lahan yang dilakukan oleh masyarakat

lokal pada desa KKM (15,56%). Total masyarakat yang melakukan penjualan

lahan pada desa KKM untuk kebutuhan acara pesta kematian, biaya pernikahan

anak, dan untuk membayar hutang sebesar 26,67%, sementara untuk

masyarakat yang bermukim di desa non-KKM sebanyak 51,12%. Tingginya

penjualan lahan yang dilakukan oleh masyarakat lokal di desa non-KKM

menyebabkan masyarakat yang ada di desa non-KKM terutama penduduk asli

memiliki lahan yang relatif sempit (rata-rata 0,8 Ha) bahkan ada diantara

penduduk asli yang sudah menjadi buruh tani pada lahannya sendiri (24,44%),

sementara penduduk migran (terutama etnis Bugis) justru memiliki lahan yang

relatif lebih luas (rata-rata >2 Ha) .

Munculnya masalah pemanfaatan lahan juga disebabkan tingginya harga

pasar untuk beberapa komoditi ekspor terutama kakao yakni rata-rata seharga

Rp11.000/kg bahkan harga kakao pernah mencapai Rp20.000/kg, sehingga

masyarakat lokal terutama pada desa non-KKM memiliki semangat yang tinggi

untuk menanam kakao sebagaimana yang dilakukan oleh para pendatang

(terutama Etnis Bugis). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Sitorus (2002) yang mengemukakan bahwa laju konversi

hutan menjadi kebun kakao disebabkan karena tingginya harga komoditi

tersebut.

Luasan lahan yang dimiliki oleh masyarakat di desa non-KKM yang relatif

sempit plus semangat untuk menanam kakao yang tinggi, mengakibatkan

masalah kelangkaan lahan tidak dapat terhindarkan. Kondisi ini memicu konversi

hutan menjadi kebun kakao, termasuk kawasan TNLL yang akhirnya

menimbulkan konflik pemanfaatan lahan antara penduduk lokal dengan pihak

otoritas taman nasional. Konflik pemanfaatan lahan ini ditandai dengan adanya

sejumlah masyarakat yang berkebun di dalam kawasan taman nasional (55,56%

dari total responden). Kalau situasi ini tidak diantisipasi akan menyebabkan

rusaknya fungsi kawasan sebagai pencegah banjir, pencegah erosi, pengatur

tata air, dan sumber plasma nuftah. Kerusakan fungsi kawasan tersebut akan

menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat luas dibanding

dengan manfaat yang diterima oleh segelintir orang yang mengkonversi lahan

Page 114: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

114

hutan menjadi kebun kakao. Masyarakat lokal yang ada di desa non-KKM selain

masuk ke dalam taman nasional berkebun kakao (55,56%), ada pula diantara

masyarakat yang mendirikan bangunan rumah di dalam kawasan taman nasional

(15,56%) dari total responden (Gambar 14).

Masalah penting lainnya yang menarik pula untuk diketahui adalah para

keluarga migran atau pendatang berupaya untuk tidak merambah kawasan, atau

mengkonversi lahan hutan yang belum mereka beli. Namun demikian, Sitorus

(2002) mengemukakan bahwa Migran Bugis juga memiliki lahan pertanian illegal

di dalam taman nasional yang mereka dapatkan dengan membeli dari penduduk

asli.

Secara ringkas pilihan kepentingan masyarakat lokal yang bermukim di

desa KKM dan desa non-KKM disajikan pada Gambar 15.

82.2

2

71

.11

55.5

6

31

.11

22

.22

93.3

3

86

.67

64.4

4

42

.22

20.0

0

0102030405060708090

100

Pe

rsen

tas

e (

%)

Desa KKM Desa Non-KKM

Kepentingan masyarakat

tanah adat kopi,kakao rotan,damar kayu rumah kayu sosial

Gambar 15 Persentase kepentingan masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM 2007.

Gambar 14. Masyarakat berkebun dan bermukim dalam kawasan TNLL (Dokumentasi penulis 2007).

Page 115: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

115

Selain kepentingan masyarakat lokal yang telah diuraikan di atas

beberapa manfaat dari keberadaan taman nasional yang dikemukakan oleh

masyarakat di desa KKM dan desa non-KKM diantaranya: air bersih tersedia

sepanjang waktu, terhindar dari tanah longsor, dan banjir tidak terjadi. Untuk

mengetahui prosentase masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM yang

mengemukakan manfaat dari keberadaan taman nasional ditunjukkan pada

Tabel 20.

Tabel 20 Prosentase masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM berdasarkan manfaat keberadaan TNLL yang dikemukakan 2007

No. Manfaat keberadaan TNLL

Persentase masyarakat lokal (%)

Desa KKM

Desa Non-KKM

1. Air bersih tersedia sepanjang waktu 57,78 51,11

2. Terhindar dari tanah longsor 24,44 28,89

3. Mencegah terjadinya banjir 17,78 20,00

Total 100,00 100,00

Sumber: Data Primer setelah diolah 2007.

Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari 50% masyarakat yang bermukim

di desa KKM maupun desa non-KKM yang mengatakan bahwa salah satu

manfaat dari keberadaan kawasan TNLL adalah ketersediaan air bersih

sepanjang waktu, kemudian manfaat lain dari keberadaan TNLL yakni

masyarakat dapat terhindar dari tanah longsor, dan mencegah terjadinya banjir.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mappatoba

(2004) mengemukakan bahwa beberapa indikasi tentang kepentingan

masyarakat lokal terhadap taman nasional dapat dibagi menjadi: (1) hutan

sebagai sumber penghasilan dan pemungutan bahan makanan tambahan dan

tanaman obat; (2) hutan sebagai simbol kepercayaan dan inspirasi; (3) hutan

sebagai sumber air, pencegah banjir, dan penyimpanan kayu; (4) hutan sebagai

faktor produksi untuk membangun ekonomi desa, dan (5) hutan sebagai

cadangan lahan untuk generasi yang akan datang.

Masyarakat adat di desa KKM diidentifikasi sebagai pemegang kuat adat

tradisional yang telah mengklaim hak-hak tanah adat mereka yang berada di

dalam TNLL untuk mereka kelola. Sistem pengelolaan lahan yang dilakukan

oleh masyarakat adat di desa KKM dilakukan dengan sistem kategorisasi lahan

secara tradisional. Sistem kategorisasi menentukan bentuk-bentuk akses atas

Page 116: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

116

lahan dan hasil hutan di wilayah desa KKM. Ada kategori lahan hutan yang

sama sekali tidak bisa dikelola dan hanya bisa dimanfaatkan hasil hutannya.

Ada pula kategori lahan hutan yang dapat dikelola, biasanya yang belum ada

hak penguasaan di dalamnya. Selain itu ada pula kategori lahan hutan dan jenis-

jenis hasil hutan yang sudah ada hak penguasaan, sehingga tidak bisa diakses

oleh sembarang orang tanpa seijin pemiliknya (Golar 2007).

Sebagai salah satu contoh kategorisasi lahan di desa KKM yakni areal

seluas ±18.360 Ha telah dikategorikan menurut status tanah adat yang memiliki

kecenderungan setara dengan sistem pengelolaan taman nasional. Kesetaraan

sistem pengelolaan tradisional dengan sistem pengelolaan taman nasional

adalah (1) zona inti yang disebut dengan wanangkiki seluas ±2.300 ha, (2) zona

rimba yang sistem tradisionalnya dikenal dengan wana seluas 11.290 ha, tempat

dimana kegiatan pertanian dilarang tetapi hasil kayu dan non kayu dimungkinkan

dapat diambil untuk kebutuhan sehari-hari dan pengambilannya tergantung dari

izin lembaga adat, (3) zona tradisional yakni hutan sekunder yang disebut

pangale seluas 2.950 ha adalah hutan yang pernah digunakan untuk

perladangan berpindah dan sekarang sebagai cadangan untuk berbagai macam

kegiatan non pertanian menurut peraturan adat tradisional, dan (4) zona

pemanfaatan intensif dikenal dengan istilah oma 1.820 ha yakni areal hutan

yang dialokasikan untuk pertanian lahan kering baik untuk tanaman semusim

maupun untuk tanaman tahunan. Total rincian berdasarkan kategori adat/zoning

taman nasional tersebut digambarkan secara rinci pada Peta partisipatif wilayah

adat di salah satu desa KKM yang dapat dilihat pada Lampiran 3.

Kategorisasi lahan adat yang telah diuraikan di atas diperjelas oleh

Lagimpu (2002) bahwa salah satu masyarakat adat di desa KKM membagi

kawasan hutan di wilayah adatnya ke dalam 6 (enam) kategori yakni:

a. Wana Ngkiki, merupakan kawasan hutan yang berada di puncak-puncak

gunung, jauh dari pemukiman penduduk, merupakan kawasan inti yang

sangat penting karena dianggap sebagai sumber udara segar (winara).

Kawasan hutan ini tidak dibebani hak kepemilikan individu (dodoha) dan tidak

dapat dikelola. Secara tradisional, mereka mencirikan kawasan hutan ini

dengan pohon-pohon yang tidak terlalu besar, tidak banyak rerumputan,

namun banyak dijumpai lumut pada lantai hutan dan batang-batang pohon

hingga ke dahan pohon, serta hawanya dingin dan merupakan habitat

Page 117: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

117

beberapa jenis burung. Berdasarkan hasil pemetaan partisipatif luas kawasan

wana Ngkiki ini sekitar 2.300 Ha, dengan ketinggian di atas 1000 m dpl.

b. Wana, merupakan kawasan hutan rimba, di mana tidak dijumpai adanya

aktivitas pertanian di dalamnya. Bagi masyarakat adat, wana merupakan

habitat tumbuhan dan berkembangbiaknya hewan langka seperti, Anoa

(Lupu), Babi rusa (dolodo), serta berfungsi sebagai penyangga kandungan air

(sumber air). Selama ini, wana hanya dimanfaatkan untuk mengambil hasil

hutan non kayu seperti: getah damar, obat-obatan, rotan serta bahan

wewangian. Kepemilikan pribadi (dodoha) di dalam kawasan ini hanya

berlaku terhadap pohon damar yang tumbuh di dalamnya, di mana

kepemilikannya tergantung pada siapa yang pertama kali mengolahnya.

Selebihnya merupakan hak penguasaan kolektif, sebagai bagian ruang hidup

dan wilayah kelola tradisional masyarakat (huaka). Kawasan wana ini

merupakan kawasan hutan yang paling luas (11. 290 Ha).

c. Pangale, merupakan kawasan hutan yang terletak di pegunungan dan

dataran, serta termasuk kategori kawasan peralihan antara hutan primer dan

sekunder. Sebagian dari lahan kawasan hutan ini pernah diolah oleh generasi

pendahulu mereka dan kini telah mengalami suksesi secara alamiah.

Masyarakat di desa KKM menganggap pangale sebagai lahan cadangan,

yang dipersiapkan untuk kebun pada daerah berlereng dan sawah pada

daerah yang datar. Atas izin dari lembaga adat atau pemerintah desa,

masyarakat dapat memanfaatkan kawasan ini untuk mengambil kayu, rotan,

damar, dan wewangian yang sebatas digunakan untuk keperluan rumah

tangga. Kawasan ini memiliki luas 2.950 Ha.

d. Pahawa Pongko, termasuk dalam kategori kawasan pangale, merupakan

hutan bekas kebun yang telah ditinggalkan lebih dari 25 tahun sehingga

hampir menyerupai hutan sekunder. Pohon-pohonnya sudah tumbuh besar

dan bila ingin menebangnya harus menggunakan “pongko”. Pongko adalah

tempat pijakan kaki yang terbuat dari kayu, diletakkan agak tinggi dari tanah

agar dapat menebang batang pohon dengan leluasa. Hal yang menarik

adalah dengan tonggak bekas tebangan yang agak tinggi ini diharapkan akan

tumbuh tunas baru. Sedangkan pahawa berarti mengganti atau ganti.

Kawasan ini tidak termasuk dalam hak kepemilikan pribadi, terkecuali pohon

damar yang ada di dalamnya.

Page 118: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

118

e. Oma, merupakan lahan bekas kebun yang sering diolah dan banyak

dimanfaatkan untuk tanaman kopi, kakao, dan tanaman tahunan lainnya.

Dalam kawasan ini sudah melekat hak kepemilikan pribadi (dodoha) dan tidak

bisa diklaim sebagai kepemilikan kolektif (huaka). Oma diklasifikasikan

berdasarkan usia pemanfaatannya yang terdiri atas 3 (tiga) jenis yaitu :

−−−− Oma ntua, berarti bekas lahan kebun tua yang telah ditinggalkan

selama 16 - 25 tahun. Usia suksesinya tergolong tua sehingga tingkat

kesuburan tanahnya sudah pulih kembali. Oma ntua telah siap dan

dapat diolah kembali menjadi kebun.

−−−− Oma Ngura, berarti bekas lahan kebun muda yang telah ditinggalkan

selama 3 – 15 tahun. Tingkatan suksesinya masih merupakan tipe

hutan yang lebih muda dibandingkan dengan oma ntua. Pohon-

pohonnya belum tumbuh besar dan masih dapat ditebas hanya dengan

parang. Oma ngura masih merupakan belukar dan dicirikan dengan

masih banyaknya rerumputan.

−−−− Oma Ngkuku, merupakan lahan bekas kebun yang usianya 1 - 2 tahun

dan dicirikan oleh adanya dominasi tumbuhan rerumputan.

f. Balingkea, adalah lahan bekas kebun yang usianya 0,5 –1 tahun, sehingga

tingkat kesuburan tanahnya sudah berkurang. Namun lahan ini masih sering

aktif diolah kesuburan tanahnya cukup untuk ditanami jenis palawija seperti

jagung, ubi kayu, kacang-kacangan, cabe, dan sayur-sayuran. Kategori lahan

oma dan balingkea sudah termasuk dalam hak kepemilikan pribadi (dodoha).

Mengacu pada upaya masyarakat lokal untuk mempertahankan hak adat/hak

kelola atas lahan yang terdapat di dalam kawasan TNLL yang merupakan

salah satu penyebab terjadinya konflik di sekitar TNLL, maka hal ini penting

sekali untuk dijadikan acuan kaitannya dengan pelibatan masyarakat lokal

dalam pengelolaan taman nasional dengan pendekatan co-management.

Pendekatan Co-management yang berupaya mensinergikan kepentingan dari

berbagai stakeholder terutama stakeholder masyarakat lokal dan pihak BTNLL

dalam pengelolaan TNLL diharapkan dapat menginisiasi penyelesaian konflik

yang terjadi terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang terdapat

dalam kawasan taman nasional terutama sumberdaya lahan.

Page 119: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

119

5.3.2. Kepentingan Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL)

BTNLL sebagai Unit Implementasi Teknik untuk manajemen hutan

dibawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, belum

efektif dalam mengelola Taman Nasional Lore Lindu. Ketidak efektifan BTNLL

sebagai ototritas tunggal dalam mengelola taman nasional, ditandai dengan

kerusakan TNLL dari tahun ke tahun yang cenderung meningkat, sementara

masyarakat yang hidup di sekitar taman nasional sebagian besar masih

berpendapatan rendah (baca Latar Belakang disertasi ini). Meskipun

desentralisasi atau otonomi daerah telah diimplementasikan sejak 1999 melalui

Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kemudian

direvisi menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

pemerintah pusat masih memiliki kontrol dan tanggung jawab terhadap

manajemen taman nasional.

Kepentingan pihak BTNLL yang terkait dengan taman nasional saat ini

diantaranya adalah perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, dan tidak

terjadi kegiatan illegal logging yang mungkin memberikan keuntungan sesaat

bagi si pelaku tapi justru sebaliknya mengakibatkan kerugian bagi orang banyak

dengan terjadinya banjir yang berdampak pada kerusakan lingkungan dengan

kerugian yang tidak sedikit nilainya untuk ekologi, ekonomi, maupun sosial,

dengan rusaknya sarana dan prasarana. Kerusakan yang diakibatkan oleh

banjir dan dirasakan langsung oleh masyarakat di sekitar taman nasional

ditunjukkan pada Gambar 16 dan Gambar 17. Selain itu BTNLL juga sangat

konsen dalam mencegah terjadinya perburuan satwa yang dilindungi (hasil

diskusi pribadi dengan Ka BTNLL 2007) .

Upaya yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi semakin meningkatnya

kerusakan yang terjadi di sekitar TNLL sebagaimana yang ditunjukkan pada

Gambar 16 dan Gambar 17 adalah menghindari pengelolaan dengan

pendekatan sentralistik dan sudah saatnya pengelolaan TNLL ke depan

dilaksanakan dengan pendekatan co-management yang melibatkan stakeholder

terkait dengan TNLL terutama masyarakat lokal yang terkena dampak langsung

dari kebijakan pengelolaan taman nasional. Berkaitan dengan perspektif proses

co-management maka upaya yang telah dilakukan adalah membangun

Kesepakatan Konservasi Masyarakat yang berfokus pada pengakuan hak-hak

tradisional dan pengetahuan lokal yang merupakan pokok dari rencana

pengelolaan yang saling menguntungkan. Kesepakatan konservasi masyarakat

Page 120: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

120

(KKM) yang telah terbentuk di beberapa desa KKM, pertama kali digagas dan

telah ditandatangani pada tahun 1999, yang difasilitasi oleh Yayasan Tanah

Merdeka (YTM).

Gambar 16 Kerusakan jalan akibat banjir dan kayu illegal di sekitar TNLL

(Dokumentasi Penulis 2007)

Gambar 17 Sebagian besar dari kebun kakao masyarakat yang terbawa banjir dan kayu illegal dari TNLL (Dokumentasi Penulis 2007).

Kesepakatan konservasi masyarakat (KKM) menghasilkan suatu

kesepakatan yang mengakui hak-hak tradisional masyarakat yang diwujudkan

dengan pengakuan BTNLL terhadap hak-hak adat masyarakat untuk tetap

memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di wilayah adatnya di dalam

kawasan TNLL. Gagasan KKM yang dibangun dan telah ditandatangani serta

diakui oleh pihak BTNLL menjadi inspirasi untuk membangun KKM pada desa

lainnya yang ada di sekitar TNLL.

Page 121: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

121

Pengelolaan TNLL didukung oleh LSM lokal maupun LSM internasional

yang memiliki kepentingan dalam konservasi taman nasional seperti TNC dan

CARE, serta dana yang berasal dari bantuan USAID untuk bantuan manajemen

sumberdaya alam, dan ADB melalui CSIAD-CP (pinjaman lunak). Terkait

dengan pengelolaan taman nasional, pihak otoritas TNLL mengemukakan bahwa

dana pinjaman seharusnya dihindari dalam mengelola TNLL karena kawasan

lindung juga memberikan keuntungan bagi masyarakat internasional, dan inilah

yang merupakan justifikasi untuk mendapatkan dana bantuan dari lembaga

internasional berupa dana hibah. Berdasarkan hal itu maka hal-hal penting yang

diharapkan oleh otoritas taman nasional dalam pengelolaan kawasan TNLL

ditunjukkan pada Gambar 18.

Pada Gambar 18, terlihat bahwa hal penting yang diharapkan oleh BTNLL

terkait dengan pengelolaan taman nasional adalah selain melaksanakan

tugas`sebagai otoritas taman nasional, juga berkepentingan dalam hal

perlindungan terhadap keanekaragaman hayati. Selain itu pihak BTNLL juga

berkepentingan untuk mengajak masyarakat lokal agar tidak lagi melakukan

kegiatan illegal logging, juga mengharapkan agar masyarakat tidak memperluas

kebun di dalam kawasan taman nasional.

83

.33

83

.33

83

.33

83

.33

83

.33

50

.00

0

20

40

60

80

100

Pe

rsen

tas

e (

%)

1

Kepentingan BTNLL

Keanekaragaman

Pal batas

Illegal logging

Masy-kebun

Masy. Satwa

Dana hibah

Gambar 18 Persentase kepentingan BTNLL terkait dengan pengelolaan TNLL 2007.

BTNLL juga mengharapkan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar

TNLL untuk tidak menghilangkan pal batas taman nasional. Harapan lainnya

yang tidak kalah pentingnya menurut stakeholder BTNLL adalah sumber dana

yang digunakan dalam pengelolaan daerah penyangga seyogiyanya bukan dana

pinjaman melainkan dana hibah yang penggunaannya dikoordinasikan dengan

Page 122: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

122

BTNLL agar penggunaan dana dapat lebih efektif. Namun, selama ini sejumlah

dana yang digunakan dalam implementasi proyek konservasi dan pembangunan

bagi daerah penyangga di sekitar TNLL belum dikoordinasikan kepada pihak

BTNLL. Indikator yang dapat dilihat dari adanya koordinasi yang belum jalan

antara lain bahwa pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Pemda Propinsi

untuk pembangunan daerah penyangga pada saat dikonfirmasi dengan Kepala

Balai TNLL, ternyata bahwa informasi tentang pelaksanaan kegiatan tersebut

belum banyak diketahui oleh pihak BTNLL. Beberapa kegiatan yang

dilaksanakan dan sejumlah dana yang digunakan dalam melaksanakan berbagai

proyek di sekitar TNLL ditunjukkan pada Tabel 21.

Tabel 21 Dana yang digunakan dalam implementasi proyek konservasi dan pembangunan daerah penyangga di kawasan TNLL 2007

No. Proyek Pelaksana Nilai US$ Nilai Rupiah

1. Central Sulawesi

Integrated Area

Development and

Conservation Project

(1998-2005)

Pemerintah RI cq Pemda Sulteng

47.800.000 (Loan ADB

23.100.000)

382.400.000.000

2. Management of a GIS unit for Environmental Monitoring of Lore Lindu National Park

(2002-2004)

TNC 64.650 517.200.000

3. Protection of Tropical

Forest Through

Ecological Conservation of Marginal Land Phase II (2001-2005)

CARE 3.390.441 27.123.528.000

Total 51.255.091 410.040.728.000

Sumber: Seputar Rakyat, Edisi 06 Agustus 2003. Keterangan: Kurs US$1 = Rp8.000.

Tabel 21 memperlihatkan salah satu kegiatan proyek dengan total dana

pinjaman pemerintah pusat yang dikelola oleh Pemda untuk pembangunan

daerah penyangga melalui Proyek CSIAD-CP (1998-2005) sebesar US$23,1 juta

atau setara dengan Rp184.800.000.000 (kurs US$1=Rp8.000). Pelaksanaan

proyek dengan sejumlah dana yang cukup besar tersebut tidak dikoordinasikan

secara baik dengan pihak BTNLL, sementara salah satu tujuan dari proyek

tersebut adalah untuk pengelolaan taman nasional dan daerah penyangga yang

seyogianya melibatkan pihak BTNLL agar tujuan proyek dan kegiatan yang telah

diprogramkan oleh pihak BTNLL dapat disinergikan. Tapi kenyataan di lapangan

bahwa koordinasi tersebut tidak dilakukan (hasil diskusi pribadi dengan BTNLL

2007). Kondisi tersebut dapat merupakan salah satu indikator bahwa

pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan TNLL belum dilaksanakan secara

Page 123: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

123

terintegrasi, sehingga berpeluang menyebabkan terjadinya kesalahpahaman

yang pada akhirnya memunculkan konflik diantara stakeholder TNLL.

5.3.3. Kepentingan Lembaga Adat

Keterlibatan stakeholder lembaga adat dalam pengelolaan taman

nasional terutama dalam pemanfaatan lahan dan hasil hutan hingga

pengawasan terhadap wilayah hukum adat diharapkan kelestarian kawasan

TNLL akan lebih terjamin. Hasil wawancara dengan para ketua lembaga adat,

terungkap bahwa agar kawasan taman nasional terlindungi, ada beberapa hal

yang harus diperhatikan yakni: kejelasan tentang batas`kawasan, pengakuan

atas wilayah hukum adat, dan pemberlakuan sanksi adat bagi setiap

pelanggaran. Porsi dari masing-masing kepentingan tersebut pada dua

kelompok desa dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Kepentingan untuk stakeholder lembaga adat terkait dengan pengelolaan TNLL 2007

No. Kepentingan stakeholder

Persentase jumlah stakeholder lembaga adat berdasarkan pilihan

kepentingan (%) Total (%)

LAMSK LAYTP

1. Kejelasan tata batas kawasan 83,33 16,67 100,00

2. Pemberlakuan sanksi adat bagi setiap pelanggaran

83,33 16,67 100,00

3. Pengakuan terhadap wilayah hak adat/hak kelola

66,67 33,33 100,00

Rata-rata 77,78 22,22 100,00

Keterangan: - LAMSK = lembaga adat yang memilih sebagai suatu kepentinga

- LAYTP = Lembaga adat yang tidak memberikan pilihan.

Kepentingan lembaga adat yang ditunjukkan pada Tabel 22, memper-

lihatkan bahwa kejelasan tata batas kawasan taman nasional berada pada

urutan pilihan kepentingan yang tertinggi dibanding dengan kepentingan yang

lain sebab menurut lembaga adat, kejelasan tata batas merupakan wujud

kepastian hak masyarakat terhadap wilayah hak adatnya dan hak kelola yang

selama ini diklaim sebagai wilayah TNLL. Kejelasan hak tersebut masyarakat

adat tahu sumberdaya mana yang dapat diakses oleh mereka dan mana yang

dilarang.

Selanjutnya hal lain yang diharapkan oleh lembaga adat dalam upaya

pelestarian TNLL adalah dengan pemberlakuan sanksi adat bagi setiap

pelanggaran yang didasarkan pada nilai yang berkembang di kalangan

masyarakat lokal. Menurut ketua lembaga adat, sanksi adat yang dijatuhkan bagi

Page 124: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

124

anggota masyarakat yang melanggar lebih dirasakan sebagai “pantangan”

sehingga anggota masyarakat akan lebih berhati-hati untuk tidak melakukan hal-

hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat. Hal ini

didukung oleh McKean (1992) dan Li (2000) yang mengemukakan bahwa sanksi

adat terkait erat dengan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu komunitas

masyarakat adat tertanam pada setiap individu, sehingga lebih bertahan dan

lebih dipatuhi bila dibandingkan sanksi-sanksi formal bentukan pemerintah. Oleh

karena itu, apabila sanksi-sanksi adat tersebut dipatuhi dan diterapkan secara

konsisten, akan menjadi “garansi” terhadap kelestarian TNLL.

Terkait dengan pemberlakuan sanksi adat maupun kejelasan dari wilayah

hukum adat yang diperjuangkan oleh masyarakat lokal untuk diakui hak-hak

tradisionalnya maka keterlibatan Lembaga Adat dalam penetapan batas kawasan

sebagai lembaga yang banyak mengetahui tentang sejarah para leluhurnya

dalam memanfaatkan “areal” (sebutan masyarakat untuk kawasan TNLL)

sebelum ditunjuk sebagai taman nasional pada tahun 1993, merupakan salah

satu faktor yang diharapkan memberikan dukungan dalam mewujudkan taman

nasional yang sustainable.

5.3.4. Kepentingan Kepala Desa

Kepala desa merupakan kelompok stakeholder yang terkait dengan

pengelolaan TNLL. Konflik yang terjadi di sekitar taman nasional dalam hal

pemanfaatan sumberdaya terutama sumberdaya lahan, juga dipicu oleh

penetapan pal batas yang ditetapkan secara sepihak oleh petugas dari

Departemen Kehutanan tanpa penjelasan yang memadai kepada masyarakat

yang bermukim di sekitar kawasan taman nasional. Menurut kepala desa, untuk

mengatasi konflik yang setiap saat dapat terjadi di sekitar taman nasional ada

beberapa komponen kepentingan yang perlu diperhatikan. Komponen

kepentingan yang dimaksud ditunjukkan pada Tabel 23.

Tabel 23 menunjukkan bahwa hal penting yang diharapkan oleh para

kepala desa yang ada di sekitar TNLL untuk mengantisipasi konflik yang setiap

saat dapat terjadi adalah adanya pengakuan dari pihak BTNLL terhadap lahan

adat yang terdapat dalam kawasan. Lahan adat tersebut diklaim sebagai

kawasan taman nasional, sehingga masyarakat lokal yang merasa memiliki hak

atas lahan tersebut menuduh bahwa pihak BTNLL-lah yang menyerobot lahan

masyarakat yang sudah dimanfaatkan secara turun temurun jauh sebelum

kawasan taman nasional ditetapkan. Indikator yang bisa dilihat adalah umur

Page 125: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

125

tanaman kopi masyarakat diperkirakan 12 tahun lebih tua dari umur TNLL

(berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982

tanggal 14 Oktober 1982 tentang pengumuman gabungan dari tiga kawasan

konservasi sebagai calon taman nasional). Namun demikian, sejak penetapan

kawasan taman nasional, masyarakat yang masuk ke dalam kawasan untuk

mengolah lahan, maupun untuk memetik hasil tanaman kopinya di tuduh sebagai

perambah.

Tabel 23 Kepentingan untuk stakeholder kepala desa terkait dengan pengelolaan TNLL 2007

No. Kepentingan stakeholder

Persentase jumlah stakeholder kepala desa berdasarkan pilihan kepentingan

(%) Total (%)

KDMSK KDYTP

1. Pengakuan atas lahan adat masyarakat untuk tetap dapat diolah

83,33 16,67 100,00

2. Terjaminnya keamanan di sekitar kawasan dengan adanya pengakuan terhadap hak adat/hak kelola

66,67 33,33 100,00

3. Anggota masyarakat yang turut aktif dalam pengamanan kawasan diberikan insentif

33,33 66,67 100,00

Rata-rata 61,11 33,89 100,00

Keterangan: - KDMSK = Kepala desa yang memilih sebagai suatu kepentingan

- KDYTP = Kepala desa yang tidak memberikan pilihan.

Selanjutnya pemberian insentif bagi masyarakat yang turut aktif dalam

kegiatan pengamanan kawasan merupakan salah satu faktor yang diharapkan

dapat berpengaruh pada kelestarian kawasan taman nasional sekaligus

diharapkan mengeliminir terjadinya konflik. Menurut kepala desa, pemberian

insentif ini akan cenderung memberikan motivasi pada kelompok masyarakat

yang aktif dalam pengamanan kawasan terutama masyarakat yang bermukim di

desa KKM, sebab apabila masyarakat yang turut serta dalam kegiatan

pengamanan kawasan tidak mendapatkan konpensasi dari tenaga yang mereka

sumbangkan, akan berpeluang besar menimbulkan kecemburuan sosial

terhadap polisi hutan yang memang secara otomatis mendapatkan gaji/honor

dari setiap kegiatan yang mereka lakukan.

5.3.5. Kepentingan Pemda Propinsi/Kabupaten

Perbaikan kondisi kehidupan masyarakat yang berada di sekitar taman

nasional memerlukan penguatan infrastruktur dan lembaga. Beberapa badan

Page 126: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

126

pemerintah memiliki fungsi yang saling terkait, diantaranya BAPPEDA di tingkat

propinsi yang memiliki fungsi untuk mengintegrasikan semua informasi dan

program pembangunan diantara berbagai badan pemerintah yang berbeda.

Selain upaya konservasi sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan

taman nasional, Pemda juga mengakui adanya kepentingan lain di sekitar taman

nasional dimana Pemda merasa berkepentingan sekaligus merupakan bagian

dari tanggungjawab Pemda untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Hal penting

menurut Pemda yang perlu diperhatikan terkait dengan TNLL dapat dilihat pada

Gambar 19.

83.3

3

83.3

3

83.3

3

66

.67

50.0

0

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Pe

rsen

tas

e (

%)

1

Kepentingan Pemda

MemfasilIitasi masy tidakmerusak

Peningkatan produksipangan/perkebunan

Peningkatan produksiperikanan

Pembangunan/perbaikanjalan/irigasi

Pengembangan objekwisata

Gambar 19 Kepentingan dari stakeholder Pemda Propinsi/Kab. terkait dengan pengelolaan TNLL 2007.

Gambar 19 menunjukkan bahwa kepentingan Pemda terkait dengan

TNLL antara lain bahwa Pemda berkepentingan untuk memfasilitasi masyarakat

agar tidak merusak kawasan, selain itu pemerintah daerah berkepentingan untuk

meningkatkan produksi tanaman pangan dan perkebunan di sekitar taman

nasional, peningkatan produksi perikanan air tawar, pembangunan/perbaikan

sarana jalan dan irigasi, pengembangan objek wisata. Untuk mewujudkan

kepentingan tersebut, Pemda telah melakukan kegiatan pertanian di wilayah

ini, seperti distribusi bibit, pupuk dan pestisida untuk meningkatkan budidaya

padi, jagung, kacang tanah, kopi, dan kakao. Kegiatan lain yang dilakukan oleh

Pemda melalui dinas terkait antara lain Dinas Pertanian menempatkan para

penyuluh pertanian langsung di desa-desa untuk memfasilitasi aktifitas petani,

Dinas Perikanan melakukan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat

Page 127: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

127

yang bermukim di sekitar Danau Lindu untuk melakukan penangkapan ikan

dengan sistem rotasi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai jual dari hasil

tangkapan, yang tentunya diharapkan dapat berpengaruh pada peningkatan

pendapatan petani ikan dan juga untuk mempertahankan populasi ikan agar

produksi ikan danau tetap lestari dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat antar

generasi. Sementara Departemen Kehutanan ikut bertanggung jawab dalam

mencegah illegal logging agar kelestarian kawasan dapat terjaga.

Selanjutnya Dinas Pariwisata telah membangun tempat untuk rekreasi

pada bagian kawasan taman nasional di desa non-KKM dimana terdapat sumber

air panas, dengan tujuan untuk menciptakan sumber pendapatan alternatif bagi

masyarakat yang ada di sekitarnya (misalnya masyarakat lokal dapat menjual

makanan khas daerah antara lain: singkong/jagung rebus yang dipadankan

dengan kaledo, jagung rebus dipadankan dengan kelapa parut, dan kue-kue

tradisional). Selain itu masyarakat dapat menyiapkan fasilitas lainnya yang

dibutuhkan oleh pengunjung seperti: penginapan bagi pengunjung yang ingin

menginap untuk menikmati udara sejuk, bagi para peneliti dari luar terutama para

peneliti luar negeri yang cenderung ingin menikmati kondisi alam pedesaan di

sekitar kawasan hutan. Akan tetapi objek rekreasi tersebut tidak dipelihara dan

dijaga dengan baik maka pada saat penelitian ini dilaksanakan terlihat bahwa

objek rekreasi tersebut belum memberikan kontribusi pendapatan bagi

masyarakat sekitar sesuai peruntukannya.

Pendapatan masyarakat yang diharapkan dari keberadaan objek rekreasi

tersebut minimal sama dengan UMP (Rp685.000/bulan) agar masyarakat tidak

lagi sepenuhnya menggantungkan hidupnya hanya dari sumberdaya yang

terdapat dalam kawasan taman nasional, melainkan juga dari sektor pariwisata.

Hanya saja upaya tersebut belum memberikan manfaat apa-apa sehingga

masyarakat sekitar masih tetap memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap

sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan taman nasional (rata-rata

pendapatan masyarakat di sekitar kawasan masih rendah yakni hanya

Rp435.791/bulan). Instansi yang bertanggungjawab dalam pembangunan

infrastruktur adalah Dinas Pekerjaan Umum yang secara tidak langsung

bertujuan untuk perbaikan taraf hidup masyarakat.

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing instansi

pemerintah dan kondisi faktual yang dapat dilihat di lapangan pada beberapa

jenis kegiatan yang dilakukan, kelihatannya belum memberikan kontribusi yang

Page 128: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

128

nyata terhadap peningkatan pendapatan masyarakat; sehingga dapat dikatakan

bahwa masing-masing instansi melakukan kegiatannya tanpa ada koordinasi

antara instansi terkait. Pelaksanaan kegiatan untuk masing-masing instansi

belum terintegrasi antara satu instansi dengan instansi lainnya, sehingga

dibutuhkan suatu upaya untuk mengintegrasikan semua kelompok dalam upaya

pelaksanaan kegiatan atau program yang terkait dengan TNLL.

5.3.6. Kepentingan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Pada situasi lemahnya penegakan hukum oleh badan pemerintah

termasuk di wilayah konservasi, LSM yang peduli tentang masalah lingkungan

seringkali memainkan peran yang cukup penting terutama untuk mengetahui

persoalan mendasar dari masyarakat lokal, yang kurang disentuh oleh berbagai

program pemerintah meskipun telah menggunakan pendekatan partisipatori

(Lindayati 2001). LSM lokal dan LSM internasional yang memiliki kepentingan

terhadap kawasan konservasi TNLL beserta aktivitas yang dilakukan ditunjukkan

pada Tabel 24.

Tabel 24 LSM lokal dan internasional yang memiliki kepentingan terkait dengan TNLL 2007

No. LSM Aktivitas yang dilakukan

1. LSM lokal:

a. Yayasan Katopasa Pendidikan dan penyuluhan tentang lingkungan

b. Gerakan Sahabat Maleo Pendidikan dan penyuluhan tentang lingkungan

c. Ever Green Mengadvokasi hak-hak masyarakat adat

d. YTM (Yayasan Tanah Merdeka)

- mengadvokasi masyarakat untuk menghentikan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Lore Lindu yang tidak mendapat respon positif dari masyarakat lokal di sekitar Danau Lindu.

- memfasilitasi penduduk lokal di Desa Katu yang menolak rencana relokasi melalui proyek CSIAD-CP

- memfasilitasi masyarakat lokal untuk membangun Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) yang diharapkan dapat menjadi kontrol dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang terkait dengan taman nasional.

2. LSM Internasional:

a. TNC Konservasi flora dan fauna

b. CARE Penguatan ekonomi masyarakat

Sumber: Data Primer 2007.

Page 129: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

129

Tabel 24 menunjukkan bahwa berbagai aktivitas telah dilakukan oleh

LSM lokal maupun internasional terkait dengan taman nasional bertujuan untuk

kelestarian TNLL, hanya saja kegiatan tersebut tidak memberikan manfaat tanpa

dukungan dari stakeholder lainnya terutama masyarakat lokal di sekitar TNLL.

Terkait dengan aktivitas LSM yang telah ditunjukkan pada Tabel 23, maka

kepentingan LSM terkait dengan TNLL dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Kepentingan dari stakeholder LSM terkait dengan pengelolaan TNLL 2007

No. Kepentingan stakeholder

Persentase jumlah stakeholder LSM berdasarkan pilihan

kepentingan (%) Total (%)

LSMMSK LSMYTP

1. Menumbuhkan kesadaran pentingnya kelestarian taman nasional bagi semua pihak

83,33 16,67 100,00

2. Kemudahan akses untuk pendidikan/penelitian

83,33 16,67 100,00

3. Konservasi flora dan fauna 66,67 33,33 100,00

4. Advokasi hak-hak tradisional

66,67 33,33 100,00

5. Penguatan ekonomi masyarakat

66,67 33,33 100,00

Rata-rata 73,33 26,67 100,00

Keterangan: - LSMMSK = LSM yang memilih sebagai suatu kepentingan

- LSMYTP = LSM yang tidak memberikan pilihan.

Tabel 25 memperlihatkan bahwa kepentingan LSM yang memiliki

kegiatan di sekitar TNLL diantaranya adalah menumbuhkan kesadaran akan

pentingnya kelestarian taman nasional bagi semua pihak, konservasi flora dan

fauna, advokasi hak-hak tradisional, dan penguatan ekonomi masyarakat.

Kegiatan yang telah dilakukan oleh para LSM khusus untuk kegiatan advokasi

hak-hak tradisional terkait dengan pengelolaan TNLL adalah berperan dalam

memfasilitasi Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) pada beberapa desa

yang berbatasan langsung dengan TNLL. Kesepakatan konservasi yang telah

terbentuk pada 31 desa (Lampiran 2) di sekitar TNLL diharapkan menjadi dasar

untuk pengembangan co-management dalam pengelolaan TNLL.

5.3.7. Kepentingan Pelaku Bisnis

Secara umum, stakeholder pelaku bisnis yang memiliki hubungan

dengan masyarakat lokal di sekitar taman nasional dapat dibagi menjadi: pelaku

Page 130: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

130

bisnis yang fokus kegiatannya pada perdagangan kayu, pelaku bisnis untuk

komoditi rotan, dan komoditi pertanian. Perdagangan kayu merupakan bisnis

illegal, jika kayu yang diperdagangkan tersebut merupakan hasil tebangan yang

berasal dari kawasan taman nasional. Jumlah Pelaku bisnis berdasarkan

komoditi utama yang diperdagangkan secara rinci ditunjukkan pada Tabel 26.

Tabel 26 Jumlah dan persentase pelaku bisnis berdasarkan komoditi utama yang diperdagangkan 2007.

No. Uraian Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. Pelaku bisnis untuk kayu 14 10,37

2. Pelaku bisnis untuk rotan 32 23,70

3. Pelaku bisnis untuk komoditi pertanian (sayuran, kopi, dan kakao)

89 65,93

Total 135 100,00

Sumber : BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006, setelah diolah.

Tabel 26 menunjukkan bahwa pelaku bisnis untuk komoditi pertanian

berjumlah lebih banyak dibanding dengan pelaku bisnis lainnya. Rotan

merupakan pula hasil hutan yang memiliki nilai pasar yang cukup penting dengan

harga rata-rata (Rp800/kg) dan telah berkembang sejak adanya jalan yang dapat

menghubungkan daerah di sekitar kawasan taman nasional dengan Kota Palu

(Ibu Kota Propinsi Sulawesi Tengah). Pedagang rotan sebagian besar adalah

para pendatang yakni etnis Cina sebanyak 19 orang dan etnis Bugis berjumlah

13 orang, sementara kegiatan pengambilan rotan merupakan pekerjaan

tradisional dari masyarakat lokal untuk sekedar memenuhi kebutuhannya. Akan

tetapi aktifitas ini telah meluas sejak rotan memiliki nilai pasar dan menjadi

alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat lokal dengan pendapatan

sebesar Rp400.000/bulan/KK. Hubungan antara masyarakat lokal sebagai

perotan dengan pembeli dalam kegiatan bisnis untuk komoditi rotan tersebut

cenderung sebagai pekerja ketimbang sebagai pemilik. Hal ini dapat dilihat dari

cara pebisnis rotan membangun sistem yang sangat solid pada tingkat desa

supaya dengan mudah pemungutan rotan dapat dikontrol. Sistem yang dibangun

oleh pedagang rotan (sebagai pemilik modal) yakni: mempekerjakan penduduk

lokal sekitar 20 orang berdasarkan kontrak sebelumnya dimana pengumpul rotan

menerima uang muka yang besarnya disesuaikan dengan permintaan

pengumpul rotan. Uang muka ini seringkali digunakan untuk membeli barang-

Page 131: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

131

barang seperti: beras, gula, minyak goreng, ikan asin, dan sabun, sehingga

hampir semua pedagang rotan memiliki warung untuk memenuhi kebutuhan

harian pengumpul rotan.

Stakeholder pelaku bisnis lainnya yang terkait dengan komoditas

pertanian seperti kakao juga sebagian adalah pendatang yakni Etnis Bugis

(38 orang). Hal ini disebabkan karena masyarakat lokal yang ada di sekitar

TNLL tidak memiliki pengalaman dalam kegiatan bisnis, sehingga sebagian

besar dari mereka tidak terlibat dalam aktifitas ini. Dampak lain dari kurangnya

pengalaman masyarakat lokal dalam dunia bisnis adalah lemahnya posisi tawar

penduduk asli terhadap pemasaran produk pertaniannya juga terhadap

pembelian barang-barang konsumsi. Kondisi ini berpeluang menciptakan konflik

antara penduduk asli dengan para pedagang yang mayoritas bukan penduduk

asli (pendatang).

Sebagai upaya untuk mengantisipasi terjadinya konflik yang justru akan

berdampak pada kerugian materi yang tidak sedikit nilainya, maka perlu adanya

pendekatan yang dapat mempertemukan kepentingan masing-masing

stakeholder terkait dengan kegiatan di TNLL termasuk kepentingan dari pelaku

bisnis. Kepentingan stakeholder pelaku bisnis terkait dengan TNLL ditunjukkan

pada Tabel 27.

Tabel 27 Kepentingan dari stakeholder pelaku bisnis terkait dengan pengelolaan TNLL 2007

No. Kepentingan stakeholder

Persentase jumlah stakeholder pelaku bisnis

berdasarkan pilihan kepentingan (%)

Total (%)

PBMSK PBYTP

1. Mendapatkan keuntungan dari berbagai peluang bisnis dengan pengambilan hasil hutan oleh masyarakat

83,33 16,67 100,00

2. Memperoleh keuntungan bisnis dari hasil pertanian

66,67 33,33 100,00

Rata-rata 75,00 25,00 100,00

Keterangan: - PBMSK = Pelaku bisnis yang memilih sebagai suatu kepentingan

- PBYTP = Pelaku bisnis yang tidak memberikan pilihan.

Page 132: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

132

Tabel 27 memperlihatkan bahwa kepentingan pelaku bisnis terkait

dengan TNLL adalah mendapatkan keuntungan dari berbagai peluang bisnis

dengan pengambilan hasil hutan oleh masyarakat dan keuntungan bisnis yang

diperoleh dari hasil pertanian. Keinginan lain dari pelaku bisnis yakni

menginginkan adanya peluang usaha hendaknya diakomodir oleh pihak BTNLL

yang dipadukan dengan keinginan Pemda untuk mengembangkan sumberdaya

yang berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata dengan melibatkan pelaku

bisnis yang tertarik untuk mengembangkan usaha di bidang pariwisata.

Pengembangan objek wisata di wilayah TNLL dengan melibatkan pengusaha

(pelaku bisnis) sebagai pemilik modal, diharapkan memberikan kesempatan kerja

bagi masyarakat lokal yang ada di sekitar taman nasional agar ketergantungan

masyarakat terhadap sumberdaya hutan diharapkan dapat berkurang,

sehingga pada suatu saat TNLL akan terhindar dari perambahan. Terhindarnya

kawasan taman nasional dari perambahan, merupakan salah satu jaminan

kelestarian kawasan TNLL.

5.3.8. Kepentingan Akademisi/Peneliti

Keunikan TNLL telah menarik perhatian para akademisi/peneliti dari

berbagai daerah dan bidang keilmuan termasuk Gottingen University dan Kassel

University dari Jerman, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Tadulako. Daya

tarik TNLL selain dikenal oleh peneliti dari berbagai Perguruan Tinggi di dalam

negeri, juga dikenal oleh para peneliti asing yang tertarik dengan satwa

endemik maupun adat istiadat masyarakat yang ada di sekitar TNLL.

Keanekaragaman hayati yang tinggi dan keanekaragaman adat istiadat

masyarakat yang hidup di sekitar TNLL mempunyai keunikan tersendiri untuk

dikaji oleh para akademisi/peneliti sehingga sejak tahun 2000 Universitas

Tadulako dan Institut Pertanian Bogor (keduanya dari Indonesia) dengan

Gottingen University dan Kassel University (dari Jerman) telah dilakukan

kerjasama penelitian dalam berbagai bidang ilmu. Jumlah peneliti dan asal

peneliti serta bidang yang diteliti di sekitar TNLL ditunjukkan pada Tabel 28.

Tabel 28 menunjukkan bahwa rata-rata 57 orang peneliti yang

melaksanakan penelitian di sekitar TNLL. Para peneliti tersebut 63% diantaranya

berasal dari mancanegara yang didominasi oleh para paneliti dari Gottingen

University dan Kassel University. Peneliti Indonesia berasal dari berbagai

universitas terutama Universitas Tadulako dan Institut Pertanian Bogor.

Page 133: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

133

Tabel 28 Jumlah peneliti dan negara asal peneliti yang melaksanakan penelitian di sekitar TNLL 2004 sampai dengan 2006.

Tahun Jumlah peneliti (orang)

Negara asal Beberapa judul penelitian yang dilaksanakan

2004 27

Indonesia (UNTAD, IPB, UGM, dan ITB)

- Stabilisasi Dan Hak Kepemilikan Lahan Di Wilayah Taman Nasional Lore Lindu

- Konservasi Rotan Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu)

- Analisis Keseimbangan Air Untuk Memprediksi Aliran Permukaan Di DAS Palu.

- Aliran Energi Dynamic pada Pemanfaatan lahan yang Berbeda Di Taman Nasional Lore Lindu.

- Curah Hujan dan Karakter Vegetasi Terkait dengan Hilangnya Intersepsi Pada Hutan Hujan Tropis.

36

German (Gottingen University dan Kassel University)

- Cacao Agroforestry: an Ecological Perspective on Synergy Potentials Between Agriculture and Conservation.

- Differences in Power Structures regarding Access to Natural Resources at the Village Level in Central Sulawesi (Indonesia)

- The Impact of Economic Vulnerability on Deforestation at the Rainforest Margin

1 Austria Six Years of Rainforest Margin Modification does not

Affect Bird Diversity But Endemic Species on Sulawesi.

2005 17

Indonesia (UNTAD, IPB, UGM, ITB, dan Pajajaran)

- Potensi Nutrisi pada Agroforestry Cacao di Sulawesi Tengah.

- Kajian Tentang Arbuscular Mycorrhizal pada Hutan Alam dan Agroforestry Cacao di Sulawesi Tengah.

- Efek dari Percobaan drought pada Agroforestry Cacao, Sulawesi, Indonesia.

- Struktur dan Komposisi Floristic pada Hutan Sekunder di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

- Management Konservasi Anoa untuk Peningkatan Sosial Ekonomi Penduduk Asli di Sekitar Taman Nasional Lore Lindu.

32

German (Gottingen University dan Kassel University

- Yield Determinants in Cacao Agroforestry Systems in Central Sulawesi: Is shade tree cover a good predictor for intensification?

- Risk Management and land use change in the face of ENSO-Events-coping strategies of rural poor in Central Sulawesi, Indonesia.

- Spider diversity and their relation to cacao agroecosystem management in Sulawesi, Indonesia.

- Determinants of Rural Income Generation at the Rainforest Margin.

2006

19

Indonesia (UNTAD, IPB, UGM, dan ITB)

- Sebaran Spasial dan Keanekaragaman Jenis Reptil Pada Beberapa Habitat di TNLL

- Keanekaragaman Beberapa Jenis Burung Pada Beberapa Habitat di TNLL

- Akselerasi Reproduksi Burung Maleo (Macrocepalon maleo) Melalui Sinergi Pakan dan Pola Pemeliharaan di TNLL

- Potensi Ekowisata Pada Ekosistem Hutan di Danau Kalimpa’a

- Prospek dan Tantangan Kesepakatan Konservasi Masyarakat Di Taman Nasional Lore Lindu

32

German (Gottingen University dan Kassel University)

Insect Diversity and Tropic Interactions in Relation to Agroforestry Management and ENSO Droughts - Walfare Economic Assessment of Forest

Encroachment and ENSO Effects in the Face of Personal Capital and Social Capital Dynamics

- Hydrological Model (WASIM-ETH) for the Gumbasa Catchment Area

1

Kanada Carbon Dioxide Production in Soil Under Cacao Agroforestry and Natural Forest: Effects of Drought and Lanscape Variability.

Sumber : Tscharntke T et al 2007; BTNLL 2007, setelah diolah.

Page 134: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

134

Pada tanggal 20 April 2008 yang lalu dilakukan pula penandatanganan

kerjasama penelitian antara Indonesia dan Jerman dalam hal ini Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan DFG Jerman dengan topik yang diteliti

diantaranya: 1) Ecological and sosio-economic impacts of different forest use

intensities, 2) Sustainable management of agroforestry systems, dan 3)

Integrated concepts of land use in tropical forest margins. Namun, kerjasama

yang telah dibangun tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan

dari semua stakeholder terkait. Menurut para peneliti ada beberapa hal penting

yang diharapkan oleh para peneliti terkait dengan kegiatan penelitian di TNLL

ditunjukkan pada Tabel 29.

Tabel 29 Kepentingan dari stakeholder akademisi/peneliti terkait dengan pengelolaan TNLL 2007

No. Kepentingan stakeholder

Persentase jumlah stakeholder akademisi/peneliti berdasarkan

pilihan kepentingan (%) Total (%)

APMSK APYTP

1. Pemda menjamin keamanan peneliti dalam pelaksanaan penelitian

83,33 16,67 100,00

2. BTNLL membangun pusat informasi untuk kebutuhan pendidikan/ penelitian

83,33 16,67 100,00

3. Kemudahan akses untuk pendidikan/ penelitian

66,67 33,33 100,00

4. Tersedianya petugas lapangan yang terampil

33,33 66,67 100,00

Rata-rata 66,67 33,34 100,00

Keterangan: - APMSK = Akademisi/peneliti yang memilih sebagai suatu kepentingan

- APYTP = Akademisi/peneliti yang tidak memberikan pilihan.

Tabel 29 menunjukkan bahwa kepentingan dari kelompok akademisi/

peneliti terkait dengan pelaksanaan penelitian di TNLL adalah adanya jaminan

keamanan dalam pelaksanaan penelitian baik pada penelitinya sendiri maupun

pada objek yang diteliti. Harapan ini terungkap dari pengalaman peneliti yang

dijadikan responden yang merasa bahwa ada ketidak nyamanan dalam

pelaksanaan penelitian. Plot-plot penelitian yang telah di desain ternyata tidak

Page 135: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

135

dapat diamati dengan baik karena plotnya sudah tidak lengkap atau bahkan

sudah rusak yang menurut peneliti kejadian tersebut akibat dari ulah manusia

yang tidak bertanggungjawab. Peneliti yang melaksanakan penelitian di kawasan

TNLL dan pernah tidak dapat mengamati objek yang diteliti karena plotnya sudah

tidak lengkap dan bahkan sudah rusak, kurang lebih 33,33% dari total

responden.

Selanjutnya kepentingan lain dari para peneliti yakni ketersediaan

informasi atau data yang mendukung terlaksananya penelitian. Kelengkapan

data pendukung diharapkan penelitian yang dilakukan akan memberikan hasil

yang maksimal, sebaliknya dengan tidak tersedianya data pendukung

kemungkinan akan menghasilkan penelitian yang tidak efektif dan tidak efisien

baik tenaga, waktu, maupun biaya yang harus dialokasikan untuk suatu jenis

penelitian tertentu. Beberapa hal yang telah dikemukakan tidak akan terjadi

apabila semua kelompok saling bekerjasama dan punya pemahaman yang sama

terhadap setiap kegiatan yang dilaksanakan di sekitar TNLL.

Terkait dengan kepentingan dari masing-masing kelompok stakeholder

yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa konflik yang

terjadi di kawasan TNLL diakibatkan oleh adanya perbedaan kepentingan. Hasil

penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tadjudin (2000)

yang mengemukakan bahwa konflik dapat terjadi karena adanya perbedaan

pada berbagai tataran diantaranya adalah perbedaan kepentingan dan

perbedaan akuan kepemilikan, kemudian Fuad dan Maskanah (2000)

mengemukakan pula bahwa konflik yang mencuat akhir-akhir ini lebih

disebabkan karena tumpang tindihnya kepentingan pada suatu wilayah hutan

yang sama.

Konflik kepentingan yang terjadi di kawasan TNLL ditunjukkan dengan

adanya: perambahan kawasan, illegal loging, pengrusakan pal batas, dan

pembakaran pos polisi hutan. Selain itu kegiatan lain yang terjadi di sekitar

taman nasional sebagai indikator terjadinya konflik kepentingan yakni:

penyitaan/pengrusakan rotan dan damar milik masyarakat, penebangan

tanaman kopi/kakao, dan pembakaran pondok atau dangau masyarakat.

Kegiatan tersebut masih ditemukan di desa KKM, akan tetapi ditemukan

terutama pada desa non-KKM. Beberapa kegiatan yang terjadi di TNLL akibat

dari konflik kepentingan akan diuraikan sebagai berikut diantaranya adalah:

Page 136: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

136

- Perambahan kawasan

Budidaya di dalam taman nasional dikategorikan sebagai “perambahan

hutan”, sekalipun hal itu terjadi di dalam tanah adat. Ada beberapa alasan yang

mendorong penduduk desa untuk melakukan kegiatan budidaya dalam kawasan,

diantaranya adalah penduduk tidak lagi memiliki lahan untuk memperluas usaha

pertanian mereka kecuali di dalam kawasan taman nasional. Hasil studi

terindentifikasi bahwa luas kepemilikan lahan masyarakat yang ada di desa KKM

dan desa non-KKM ditunjukkan pada Gambar 20.

8.89

31.11 44.44

15.56

28.89

46.67

13.33

11.11

0

10

20

30

40

50

Pe

rse

nta

se

(%

)

Desa KKM Desa Non-KKM

Kepemilikan lahan

Tidak memiliki lahan ≤0.5 - 1 ha 1 - 2 ha >2 ha

Gambar 20 Persentase masyarakat lokal berdasarkan luas kepemilikan lahan di desa KKM dan non-KKM di sekitar TNLL 2007

Gambar 20 memperlihatkan bahwa persentase masyarakat di desa KKM

yang memiliki lahan ≤0,5-1 ha berkisar 31,11%, di desa non-KKM sebesar

46,67% dan yang memiliki lahan >2 ha 15,56% di desa KKM dan hanya 11,11%

di desa non-KKM. Selanjutnya yang tidak memiliki lahan di desa KKM sekitar

8,89% dan di desa non-KKM sebesar 28,89%. Hasil studi ini sejalan dengan hasil

survei yang dilakukan oleh Li (2002) menunjukkan bahwa begitu banyaknya

keluarga di Desa Rahmat yang tidak memiliki lahan (80 dari 177 KK). Sangaji

dan Lumeno (2001) mengemukakan pula bahwa persentase petani yang tidak

memiliki lahan di wilayah sekitar TNLL relatif tinggi: Desa Kolori 22% dari 144

rumah tangga, di Desa Kengkeka 22% dari 152 rumah tangga, dan di Desa

Tuare 62% dari 104 rumah tangga. Sebagian dari tanah adat pada beberapa

desa tersebut telah dikonversi menjadi kawasan TNLL, sehingga hal ini

Page 137: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

137

merupakan salah satu penyebab sempitnya luasan lahan yang dikelola oleh

masyarakat di sekitar TNLL pada saat ini.

Seiring dengan pembangunan, perolehan lahan oleh pendatang merubah

struktur kepemilikan lahan terutama di desa non-KKM dan sebagian terjadi di

desa KKM. Keberadaan para pendatang terutama yang berasal dari Sulawesi

Selatan, merupakan awal dari perubahan kepemilikan lahan melalui sistem gadai

yang akhirnya lahan milik penduduk asli berpindah tangan menjadi lahan milik

penduduk migran. Perubahan struktur kepemilikan lahan tersebut didukung pula

oleh meningkatnya kebiasaan penduduk asli untuk menjual lahannya dalam

rangka menutupi kebutuhannya seperti acara-acara adat: upacara kematian dan

perkawinan (baca Gambar 13). Kebiasaan penduduk asli untuk menjual lahannya

dan keaktifan para pendatang terutama Etnis Bugis untuk mendapatkan lahan

dengan jalan membeli merupakan salah satu penyebab sempitnya lahan yang

dikelola oleh penduduk asli, serta sebagian tanah adat yang telah dikonversi

menjadi kawasan TNLL merupakan pula penyebab sempitnya lahan yang

dikelola oleh penduduk asli di sekitar TNLL pada saat ini. Hal ini sejalan dengan

penelitian Acciaioli (2001) yang mengemukakan bahwa pendatang yang paling

aktif dalam mencari peluang ekonomi untuk mendapatkan lahan adalah yang

berasal dari Sulawesi Selatan, terutama Etnis Bugis. Jumlah Etnis Bugis yang

bermukim di sekitar TNLL diperkirakan sekitar 15% dari total penduduk yang

berdiam di sekitar batas taman nasional (Yayasan Kayu Riva 2005).

Selanjutnya keaktifan para pendatang untuk mendapatkan lahan di

sekitar taman nasional didukung pula oleh hasil survey yang dilaksanakan oleh

TNC (2004) mengemukakan bahwa alasan para pendatang untuk memilih desa

yang menjadi target tujuannya adalah: (1) di Kecamtan Palolo, 88% dari

pendatang berpindah ke lokasi tertentu untuk membeli dan mencari tanah. (2) di

Kecamatan Lore Utara, hampir 65% pendatang membeli lahan. (3) di Biromaru,

sekitar 59% pendatang tiba untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. (4) di

Kulawi, 47 % pendatang mencari pekerjaan yang lebih baik. (5) Di Kecamatan

Lore Selatan, 63% pendatang karena menikah di wilayah ini. Gambaran ini

menunjukkan bahwa masalah perambahan kawasan juga dipicu oleh penjualan

lahan terutama di wilayah desa non-KKM.

Sugiharto dan Aryanto (2002) menyatakan pula bahwa pada salah satu

dusun di Desa Non-KKM ada 7 KK Etnis Bugis yang menguasai lahan pertanian

seluas 82 ha, walaupun desa ini merupakan desa di wilayah terpencil. Wilayah ini

Page 138: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

138

hanya bisa diakses dengan berjalan kaki atau berkuda. Hasil SCP (site

conservation plan) di wilayah taman nasional yang dilakukan oleh TNC pada

tahun 2001 menunjukkan bahwa penduduk lokal yang tinggal di sekitar hutan

dan bergantung pada hasil hutan merupakan kelompok utama yang merambah

kawasan. Diantara sejumah perambah yang masuk ke dalam kawasan TNLL,

jumlah terbesar terdapat di Kawasan Dongi-Dongi. Untuk mengetahui sejumlah

perambah yang telah melakukan aktivitas pertaniannya di dalam kawasan TNLL

ditunjukkan pada Tabel 30.

Tabel 30. Jumlah perambah yang telah melakukan aktivitas pertanian di dalam kawasan TNLL 2007

Tahun Jumlah

Perambah (KK) Luas Rambahan

(ha) Tempat Perambahan

1998 161) 24,02) Siliwanga

611) 92,02) Watumaeta

2001 20 30,0 Dodolo

1.030 4.000,0 Dongi-Dongi

Total 1.127 4.146,0 -

Rata-rata 282 1.036,5 -

Keterangan : 1)Pengungsi asal Poso; 2)Angka perkiraan.

Tabel 30 menunjukkan bahwa jumlah perambah yang telah melakukan

aktivitas pertanian di dalam kawasan taman nasional sebanyak 1.127 KK,

dimana 77 KK diantaranya adalah pengungsi dari Poso pada saat terjadi konflik

tahun 1998. Total kawasan yang dirambah seluas 4.146 ha, dengan demikian

rata-rata perambah yang masuk ke dalam kawasan TNLL untuk priode 1998

sampai dengan 2001 berjumlah 282 KK/tahun dengan luas kawasan TNLL yang

dirambah rata seluas 1.036,5 ha/tahun.

Dongi-Dongi yang merupakan wilayah di dalam taman nasional, yang

menjadi terkenal pada pertengahan tahun 2001, ketika penduduk lokal dari 4

desa di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala mulai menebang pohon yang

ada dalam TNLL. Dongi-Dongi terletak di wilayah administrasi Kabupaten Poso,

dan sebagian masuk kedalam wilayah TNLL. Berdasarkan batas administrasi,

wilayah ini merupakan Wilayah Desa Sedoa Kecamatan Lore Utara Kabupaten

Poso. Wilayah Dongi-Dongi diakui sebagai milik masyarakat Adat Sedoa, tetapi

telah menjadi bagian dari TNLL. Dalam periode 12 bulan diperkirakan areal

seluas 4.000 ha telah mengalami deforestasi, dan lebih dari 1.030 keluarga

Page 139: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

139

masuk ke wilayah ini (sebagaimana yang dikemukakan pada Bab Pendahuluan).

Dari perspektif konservasi, deforestasi di wilayah ini merupakan suatu masalah

serius karena merusak beberapa habitat spesies endemik yang ada pada bagian

kawasan taman nasional di Wilayah Dongi-Dongi.

Sebelum deklarasi TNLL pada tahun 1982, Pemerintah Daerah Sulawesi

Tengah telah mengeluarkan izin HPH yang meliputi Wilayah Dongi-Dongi kepada

PT Kebun Sari untuk mengeksploitasi Agathis lorantifolia pada tahun 1976. Pada

saat PT Kebun Sari menguasai Dongi-Dongi, masyarakat lokal memiliki akses

untuk mengumpulkan rotan, menanam kopi dan memanen tanaman lainnya.

Namun demikian ketika wilayah ini dirubah dari hutan konsesi menjadi TNLL

pada tahun 1993, masyarakat tidak dapat lagi mengakses sumberdaya yang

terdapat dalam taman nasional. Pada saat penetapan taman nasional, batas dari

areal konsesi langsung ditetapkan sebagai batas taman nasional. Akibatnya,

penduduk lokal dengan kebun mereka yang berada di dalam taman nasional

dituduh sebagai petani liar oleh pemerintah, sehingga penduduk lokal melakukan

protes dengan tetap memanfaatkan sumberdaya yang terdapat di dalam

kawasan taman nasional yang sering disebut sebagai kegiatan perambahan.

Bagian kawasan taman nasional yang dirambah oleh masyarakat, ditunjukkan

pada Gambar 21 dan Gambar 22.

Gambar 21 Kegiatan pembukaan lahan dibagian kawasan TNLL (Dokumentasi 2006).

Page 140: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

140

Gambar 22 Perambahan dan pemukiman di bagian kawasan TNLL (Dokumentasi BTNLL 2001).

Perambahan yang dilakukan sebagai bentuk dari protes masyarakat lokal

setelah perambahan di Kawasan Dongi-Dongi sebagaimana yang telah

ditunjukkan pada Tabel 30, maka kegiatan perambahan lainnya yang dilakukan

di kawasan TNLL ditunjukkan pada Tabel 31.

Tabel 31 menunjukkan bahwa kegiatan perambahan yang dilakukan oleh

masyarakat lokal baik yang bermukim di desa KKM maupun di desa non-KKM

masih berlangsung sampai saat ini hanya saja kegiatan perambahan yang

dilakukan di desa KKM memperlihatkan persentase yang lebih kecil (22,22%)

dibanding dengan kegiatan perambahan yang dilakukan di desa non-KKM

(77,78%. Apabila mengacu pada persentase perambahan yang dilakukan baik di

desa KKM maupun di desa non-KKM maka semakin kuat dugaan bahwa

memang dibutuhkan suatu pendekatan pengelolaan taman nasional agar

kepentingan para stakeholder utamanya masyarakat lokal dapat diakomodir

untuk menghindari semakin rusaknya kawasan TNLL.

Page 141: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

141

Tabel 31 Perambahan yang dilakukan oleh masyarakat lokal di beberapa bagian kawasan TNLL 2007

Tahun Desa KKM Desa Non-KKM Sanksi

Banyak-nya

pelaku (orang)

Luas yang dirambah

(ha)*)

Banyak-nya

pelaku (orang)

Luas yang dirambah

(ha)*)

Pebruari 2006 - - 3 4,5

Sanksi : Menghijaukan kembali lokasi perambahan.

Maret 2006

- - 2 3,0 Satu tahun penjara

3 4,53 - -

Sanksi Adat: Denda 2 (dua) ekor kerbau dan menghi-jaukan kembali lokasi peram-bahan

- - 1 1,5

Sanksi: Memusnahkan tanaman yang telah ditanam di dalam kawasan taman nasional dan menghi-jaukan kembali lokasi peram-bahan

Novem-ber 2006

- - 2 3,0

Sanksit: Memusnahkan tanaman kakao yang telah ditanam di dalam kawasan taman nasional, memus-nahkan pondok kerja yang terdapat di dalam kawasan taman nasional, dan menghi-jaukan kembali lokasi peram-bahan

- - 1 1,5

Sanksi: Memusnahkan tanaman kakao yang telah ditanam di dalam kawasan taman nasional, dan menghijaukan kembali lokasi perambahan

Maret 2007

- - 1 1,5

Sanksi: Memusnahkan tanaman kakao yang telah ditanam di dalam kawasan taman nasional, dan menghi-jaukan kembali lokasi perambahan

1 1,5 - - Proses pembinaan berupa surat pernyataan

Juli 2007 - - 2 3,0 Proses pembinaan berupa surat pernyataan

Sumber : Hasil Operasi Fungsional BTNLL 2007, diolah.

*)Angka perkiraan berdasarkan rata-rata luas rambahan per orang : 1,5 ha.

Page 142: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

142

Selanjutnya Sangaji (2001) mengemukakan bahwa masyarakat lokal

telah empat kali melakukan protes untuk mempertahankan hak-hak

kepemilikannya. Keempat kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal

tersebut ditunjukkan pada Tabel 32.

Tabel 32 Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan hak- nya terkait dengan TNLL

No. U r a i a n

1. Pertama, masyarakat Desa Bunga melakukan protes pada tahun 1981

2. Kedua, masyarakat Desa Kamarora mencoba menyiapkan areal permukiman pada tahun 1982.

3. Berikutnya ditahun 1998, kurang lebih 450 KK dari Desa Rahmat, Kamamora dan Kadidia menebang hutan seluas 50 ha,

4. Pada tahun 1999 sekitar 40 orang merambah 50 ha taman nasional

Tabel 32 menunjukkan berbagai upaya untuk melakukan perambahan di

Kawasan Dongi-Dongi sebelum tahun 2001 tapi semua upaya tersebut

digagalkan oleh polisi hutan. Delapan puluh orang ditahan di Palu, tetapi

kemudian mereka dilepaskan dari penjara kecuali satu orang yang tetap berada

dipenjara hingga 4 bulan tanpa adanya proses hukum.

Masyarakat yang terlibat perambahan di Dongi-Dongi berasal dari

kelompok Etnis Da’a dan Kulawi. Mereka tinggal di desa-desa dekat dengan

taman nasional setelah mereka direlokasi oleh Departemen Sosial dan

Kehutanan melalui Proyek Relokasi yang berlangsung pada tahun 1974 hingga

1983. Mereka direlokasi karena tempat tinggal asal mereka dinyatakan sebagai

kawasan hutan lindung.

Pada tahun 1997, penduduk desa meminta pemerintah daerah untuk

merelokasi mereka kembali untuk memperoleh lahan pertanian yang cukup dan

pemerintah berjanji untuk memenuhi permintaan mereka. Pada tahun 1999 dan

2000, penduduk desa mengulangi permintaan mereka untuk direlokasi dibawah

koordinasi Kepala Kecamatan Palolo tetapi inipun tidak dipenuhi sehingga pada

tahun 2001 sejumlah 1.030 KK masyarakat yang bermukim di desa non-KKM

merambah sekaligus bermukim di dalam kawasan TNLL. Keberadaan

masyarakat di wilayah Dongi-Dongi sampai sekarang belum mendapat

pengakuan dari pihak Pemerintah Daerah maupun pihak BTNLL.

Menurut Kepala BTNLL kalau Dongi-Dongi diakui sebagai sebuah desa

maka itu berarti bahwa telah ada pengakuan hak milik kepada masyarakat yang

bermukim di Dongi-Dongi. Sementara pernyataan dari masyarakat yang ada di

Page 143: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

143

Wilayah Dongi-Dongi tidak bersedia lagi dipindahkan ke tempat lain karena

mereka telah menanam kakao, kemiri, vanili, durian, mangga, dan tanaman

semusim lainnya seperti ubi kayu, ubi jalar, dan jagung. Selain itu tanaman yang

mereka tanam juga sebagian sudah bisa dinikmati hasilnya terutama untuk hasil

tanaman kakao.

Terkait dengan perambahan di Dongi-Dongi telah beberapa kali

pertemuan dan diskusi dilaksanakan dalam rangka penyelesaian masalah di

Dongi-Dongi, antara lain rapat yang diadakan di tingkat propinsi pada Juni 2003

yang menetapkan tiga satgas untuk menangani masalah Dongi-Dongi. Satgas

pertama menangani masalah illegal logging, satgas kedua menangani masalah

penggergajian, dan satgas yang ketiga menangani masalah relokasi. Kemudian

dialog antara masyarakat Dongi-Dongi dengan Ketua dan sejumlah anggota

DPRD Kabupaten Donggala yang didampingi oleh sejumlah Kepala Dinas, dan

Kepala Wilayah Kecamatan Palolo. Dalam dialog tersebut, Pemda melalui Dinas

Transmigrasi menawarkan kepada masyarakat untuk relokasi pada beberapa

tempat yakni Ue Nuni berada di Wilayah Kecamatan Palolo, Ongulara dan

Malino di Wilayah Kecamatan Marawola. Namun, dari hasil dialog tersebut

masyarakat tetap tidak bersedia dipindahkan ke tempat lain dengan alasan yang

dikemukakan bahwa:

1) Tanaman kakao mereka sudah mulai berbuah,

2) Lokasi dimana mereka akan dipindahkan sulit untuk dijangkau karena belum

dijangkau kenderaan umum. Selanjutnya masyarakat di Dongi-Dongi

bersedia dipindahkan ke tempat yang kondisinya relatif sama dengan Dongi-

Dongi (Tanahnya subur dan setiap hari dilalui oleh kenderaan umum).

Menyimak hasil dialog tersebut memberikan indikasi bahwa masyarakat

bersedia untuk diatur oleh pemerintah tapi bukan di tempat lain melainkan

tetap tinggal di Dongi-Dongi. Ketidak inginan masyarakat di Dongi-Dongi

untuk dipindahkan ke tempat lain disebabkan pula karena masyarakat sudah

telanjur mengeluarkan banyak biaya untuk membuka lahan di Dongi-Dongi.

Biaya yang dikeluarkan untuk membuka lahan per hektarnya sekitar 2 juta

rupiah (hasil diskusi dengan beberapa anggota masyarakat di Bantaya Dongi-

Dongi 2007).

Masalah Dongi-Dongi sampai sekarang belum bisa terselesaikan dengan

baik sehingga berpotensi untuk menimbulkan masalah yang serius karena dapat

memicu masyarakat lainnya untuk mengikuti aktivitas yang dilakukan oleh

Page 144: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

144

masyarakat di Dongi-Dongi. Apabila masyarakat lainnya yang hidup di sekitar

TNLL ikut merambah kawasan TNLL sama dengan yang dilakukan oleh

masyarakat di Dongi-Dongi maka tidak menutup kemungkinan kawasan TNLL ke

depan semakin rusak yang selain mengakibatkan spesies endemik yang terdapat

dalam kawasan TNLL akan langkah bahkan punah sebagai akibat dari rusaknya

ekosistem alami di kawasan taman nasional tersebut, juga akan menyebabkan

kerugian materi yang tidak sedikit nilainya.

Aspek lain dari perambahan taman nasional adalah pengaruh negatif dari

perdagangan rotan. Bagi penduduk asli, pengumpulan rotan dikenal sebagai

aktivitas tradisional untuk tujuan domestik. Berkembangnya pasar untuk rotan,

maka banyak masyarakat lokal yang terlibat dalam aktivitas ini. Strategi pasar

yang diterapkan pedagang rotan dan rendahnya pengetahuan masyarakat lokal

sebagai pengumpul rotan tentang harga, menempatkan penduduk asli pada

posisi yang lemah dalam melakukan transaksi komoditi rotan. Kebiasaan yang

dilakukan oleh masyarakat yang ada di sekitar TNLL dalam hal penjualan rotan

adalah sebagai berikut:

1) setiap pekerja atau pengumpul rotan menerima uang muka (biasanya

Rp50.000,- atau Rp 100.000,-) ataukah berdasarkan permintaan mereka

yang pada umumnya diterima dalam bentuk barang seperti rokok, beras,

gula, minyak goreng, ikan asin dan sabun (sebagaimana yang telah diuraikan

pada kebutuhan/kepentingan pelaku bisnis

2) setelah total harga rotan yang dikumpulkan oleh masyarakat lokal dihitung

oleh pedagang, maka sejumlah uang yang diterima oleh pengumpul rotan

adalah total harga rotan dikurangi dengan besarnya nilai barang atau

kebutuhan yang telah diambil oleh pengumpul sebelumnya.

Total pendapatan dari pengumpul rotan berkisar Rp160.000 sampai

dengan Rp200.000 untuk 10 hari kerja mengumpulkan rotan di hutan. Kadang-

kadang rotan yang dikumpulkan nilainya kurang dari nilai barang yang sudah

diambil oleh pengumpul sebelumnya, dengan demikian maka pengumpul rotan

masih memiliki hutang pada pedagang rotan. Nilai rotan dihitung berdasarkan

banyaknya rotan yang dikumpulkan oleh setiap pemungut rotan dihitung dalam

kg dikali dengan harga rotan rata-rata per kg (harga rotan rata-rata: Rp900/kg).

Berdasarkan sistem yang dibangun oleh pedagang rotan dengan jalan

menyiapkan kebutuhan sehari-hari bagi pengumpul rotan dan keluarganya,

maka hubungan tersebut lebih cenderung dikatakan sebagai hubungan antara

Page 145: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

145

pemilik modal dan pekerja bukan hubungan antara penjual dan pembeli sebab

nilai atau harga rotan tidak disepakati melalui transaksi antara pedagang rotan

dengan pemungut rotan, melainkan ditentukan sepihak oleh pedagang rotan.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa kecil sekali kemungkinan bagi pengumpul

rotan untuk mencari alternatif harga rotan yang lebih menguntungkan, sehingga

dapat dikatakan bahwa pengambilan rotan di dalam kawasan justru akan

memberikan keuntungan yang lebih besar kepada pelaku bisnis. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tellu (2007) bahwa saluran

pemasaran rotan di Sulawesi Tengah dengan harga yang berlaku di lapangan,

nampaknya perotan memperoleh keuntungan paling rendah yang ditunjukkan

dengan margin sebesar Rp150/kg dengan beban kerja paling berat, sedangkan

pelaku bisnis (pedagang pengumpul) memiliki beban kerja yang relatif kecil

dengan perolehan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan perotan yang

ditunjukkan dengan margin sebesar Rp350/kg.

Mengacu pada kegiatan perambahan sebagaimana yang ditunjukkan

pada Tabel 30 dan Tabel 31, serta rendahnya nilai ekonomi yang diperoleh

masyarakat lokal dari pemanfaatan sumberdaya misalnya pengambilan rotan di

dalam taman nasional dibanding dengan pelaku bisnis sebagai bagian dari

stakeholder yang terkait dengan TNLL, tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan

kawasan konservasi tersebut kecuali dengan pendekatan multipihak. Pendekatan

multipihak dilakukan dengan melibatkan semua stakeholder yang mempunyai

kepentingan dengan kawasan TNLL duduk bersama, memikirkan bagaimana

mensinergikan kepentingan dari masing-masing stakeholder sehingga konflik

yang terjadi dapat dieliminir.

- Illegal loging

Illegal loging, terutama yang dilakukan oleh penduduk lokal di sekitar

taman nasional merupakan kegiatan yang sering terjadi. Beberapa kasus illegal

loging yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan TNLL ditunjukkan pada

Lampiran 5.

Lampiran 5 menunjukkan bahwa kegiatan illegal loging yang dilakukan

oleh masyarakat di kawasan TNLL frekuensi tertinggi terjadi pada Maret 2006

yakni 5 buah kasus dengan total kayu illegal sebanyak 10,2 m3. Menyusul

Pebruari 2006 dan Juni 2006 dengan jumlah kasus masing 3 buah dan total kayu

illegal masing-masing 4,3 m3 dan 4,0 m3, lalu kemudian menyusul 2 buah kasus

pada Maret 2007 dengan total kayu illegal sebanyak 10,0 m3. Kegiatan illegal

Page 146: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

146

logging yang sampai saat ini masih ditemukan di sekitar TNLL terjadi baik di desa

KKM maupun di desa non-KKM.

Kasus illegal loging yang ditemukan di sekitar TNLL yang ditunjukkan

pada Lampiran 5 memperlihatkan bahwa persentase kegiatan illegal loging yang

terjadi di desa non-KKM sebesar 82,35 % dari jumlah kasus. Angka ini jauh lebih

besar dibanding dengan kasus illegal loging di desa KKM yakni 17,65% dari total

kasus yang ditemukan.

Apabila besaran persentase tersebut dijadikan acuan, maka dapat

dikatakan bahwa kecenderungan kelestarian kawasan di wilayah desa KKM lebih

baik dibanding dengan wilayah desa non-KKM. Beberapa penggal kayu illegal

yang ditemukan di dalam kawasan TNLL ditunjukkan pada Gambar 23.

Gambar 23 Kayu illegal yang ditemukan di dalam kawasan TNLL (Dokumentasi BTNLL 2007.

Kasus illegal loging lainnya yang ditemukan oleh jaringan LSM WALHI

memperlihatkan bahwa dari Januari sampai dengan Desember 2000, hampir

119 kasus kayu dan rotan illegal yang berasal dari TNLL. Terkait dengan

kegiatan illegal logging, otoritas TNLL bersama-sama dengan petugas kepolisian

menyelidiki illegal loging yang terjadi dalam taman nasional mulai dari bulan Juni

hingga Desember 2001. Kerjasama tersebut menyita 302 m3 kayu illegal atau

setara dengan 55 mobil truk. Insiden tertinggi terjadi dalam periode 27 Juni

hingga 16 Juli 2002, dengan 92 m3 kayu (20 truk) yang berasal dari kawasan

taman nasional. Dalam masa tiga minggu dari masa enam bulan pengamatan,

jumlah kasus kayu mencapai 30%. Situasi ini nampaknya erat kaitannya dengan

Page 147: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

147

awal terjadinya kasus perambahan di Dongi-Dongi. Kasus Dongi-Dongi adalah

perambahan sekaligus kegiatan illegal loging yang dilakukan oleh sejumlah

1.030 KK dari desa sekitar TNLL (sebagaimana yang telah dikemukakan pada

Latar Belakang), sebagai salah satu bentuk protes dari masyarakat lokal yang

merasa tidak lagi memiliki hak untuk memanfaatkan sumberdaya yang terdapat

di dalam kawasan TNLL.

Masalah illegal loging yang terjadi di TNLL, seringkali pihak otoritas

taman nasional sulit untuk membuktikan kalau kayu yang dibawa dengan truk

adalah illegal, karena jaringan bisnis untuk komoditi kayu memperoleh izin yang

resmi. Izin sawmill dikeluarkan oleh Departeman Perindustrian setelah bahan

mentahnya tersedia, sementara izin sawmill harus didasarkan pada izin

penggunaan kayu (IPK) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. IPK

hanya dikeluarkan untuk digunakan selama 1 tahun, sedangkan izin sawmill yang

dikeluarkan oleh Kantor Perindustrian Daerah berlaku selama usaha sawmill

tersebut masih melakukan kegiatannya. Hal ini berimplikasi pada sawmill untuk

terus beroperasi ketika IPK telah habis, sehingga menimbulkan permintaan kayu

secara illegal.

Salah satu faktor yang juga memiliki kontribusi terhadap praktek illegal

loging adalah lemahnya penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah

terhadap setiap bentuk pelanggaran sehingga kegiatan illegal yang

menyebabkan kerusakan kawasan taman nasional meningkat secara signifikan

seluas 75 ha/tahun pada priode 1983-1999 menjadi 340 ha/tahun pada priode

1999-2001 (353%) dan kerusakan TNLL lebih meningkat lagi seluas 4.000

ha/tahun pada priode 2001-2002 atau meningkat sebesar 1.076% kalau

dibanding dengan priode sebelumnya sebagaimana yang telah diuraikan pada

latar belakang dari disertasi ini. Kerusakan TNLL dikhawatirkan akan lebih

meningkat lagi pada beberapa tahun yang akan datang, kecuali semua

stakeholder terkait memiliki keinginan yang kuat untuk menyelesaikan masalah

illegal loging guna mempertahankan kawasan taman nasional.

- Pengrusakan pal batas taman nasional

Proses pendirian TNLL bermula dari integrasi dua kawasan suaka

margasatwa dan satu kawasan Hutan Wisata Danau Lindu (Deskripsi TNLL),

yang memerlukan waktu kurang lebih 23 tahun (Tabel 7). Konflik antara BTNLL

dan penduduk lokal mulai terjadi pada saat aturan pelarangan pemanfaatan

sumberdaya di dalam kawasan dilaksanakan sebab lahan yang dimiliki

Page 148: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

148

masyarakat lokal dari berbagai macam kelompok etnis (Kaili, Lindu, Pekurehua,

dan Bada) ditetapkan sebagai bagian dari TNLL tanpa ada kesepakatan.

Masyarakat lokal mengkalim bahwa taman nasional yang mengambil lahan

masyarakat, sementara pihak BTNLL mengatakan bahwa masyarakat lokal yang

merambah kawasan taman nasional. Hal ini terjadi karena sebelum penetapan

kawasan taman nasional, masyarakat sudah memanfaatkan sumberdaya lahan

yang terdapat di dalam kawasan taman nasional jauh sebelum penetapan

kawasan taman nasional.

Pemasangan pal batas yang dilakukan oleh petugas Departemen

Kehutanan tanpa penjelasan yang memadai kepada masyarakat yang bermukim

di sekitar TNLL, mulai mendapat protes dari masyarakat setelah diberlakukannya

aturan yang melarang masyarakat untuk mengakses sumberdaya yang terdapat

dalam kawasan. Pelibatan masyarakat dalam pemasangan pal batas hanya

sebagai pekerja atau buruh tanpa mengerti apa tujuan dari pemasangan pal

batas tersebut sehingga ada pal yang ditanam di dalam kebun masyarakat, di

dalam sawah, dan bahkan ada yang ditanam pas dibelakang rumah penduduk

(hasil diskusi pribadi dengan tokoh masyarakat di desa KKM dan desa non-

KKM).

Berkaitan dengan penetapan kawasan TNLL maka kelompok stakeholder

yang paling terkena dampak dari penetapan kawasan taman nasional tersebut

adalah kelompok masyarakat lokal karena kehidupan mereka banyak

bergantung pada sumberdaya hutan. Kegiatan mereka yang telah berlangsung

lama seperti mengambil kayu, rotan, bambu, tanaman obat, atau untuk memanen

tanaman kopinya tidak lagi diizinkan. Tanpa penjelasan yang memadai, staf

Departemen Kehutanan langsung memasang patok sebagai batas taman

nasional, walaupun patok tersebut berada di dalam tanah adat masyarakat,

sehingga tanaman kopi yang telah ditanam sebelum dilakukan penetapan batas

kawasan mudah sekali ditemukan di dalam kawasan taman nasional.

Pemasangan patok yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan, pada

awalnya tidak mendapatkan protes dari penduduk desa karena mereka tidak tahu

apa sesungguhnya tujuan pemasangan patok tersebut. Penduduk lokal terlibat

sebagai buruh yang dibayar untuk membawa dan memasang patok sesuai

instruksi dari staf Departemen Kehutanan. Penduduk lokal dengan senang

melakukannya atas dukungan kepala desa (kepala desapun tidak mengetahui

secara jelas apa tujuan pemasangan patok tersebut).

Page 149: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

149

Setelah patok pembatas selesai dipasang, peraturan tentang taman

nasional kemudian diterapkan pada tahun 1993, yang menyebabkan tidak ada

lagi ruang bagi penduduk lokal untuk mengumpulkan hasil hutan dari tanah adat

mereka. Pada awalnya penduduk lokal diizinkan untuk memanen kopi tapi tidak

dibolehkan melakukan pemeliharaan terhadap tanaman kopi yang ada di dalam

kebun mereka. Selain itu apabila masyarakat lokal tertangkap membawa rotan

maka mereka ditahan oleh polisi hutan dan rotan mereka dipotong-potong. Di

beberapa desa, polisi hutan menebang tanaman kopi dan bahkan membakar

dangau penduduk lokal.

Peletakan pal batas tersebut menjadi hal yang sangat serius, karena

ketergantungan masyarakat sekitar kawasan terhadap sumberdaya hutan. Salah

satu contoh ketergantungan masyarakat lokal terhadap sumberdaya hutan yakni

adanya tanaman kopi mereka yang berada di dalam kawasan taman nasional.

Aditjondro (1979) mengamati bahwa untuk merelokasi mereka jauh dari hutan

sama saja dengan memaksa pelaut untuk mendarat dan menggantung jala

mereka. Disisi lain, polisi hutan harus melakukan tugasnya sehingga

pertentangan atau konflik antara polisi hutan dan penduduk lokal merupakan hal

yang sering terjadi di sekitar taman nasional.

Pengrusakan pal batas yang dilakukan oleh masyarakat dengan alasan

bahwa pada saat pemasangan patok beton sebagai pal batas taman nasional

dilakukan secara sepihak oleh staf Departemen Kehutanan dan banyak diantara

patok tersebut yang berada di dalam tanah adat masyarakat. Jumlah patok beton

yang dipasang di dalam tanah adat, di dalam sawah, maupun di belakang rumah

penduduk tidak diketahui secara pasti. Pemasangan patok beton dilaksanakan

pada tahun 1982 dan pada saat itu belum ada larangan bagi masyarakat yang

ada di desa KKM maupun masyarakat yang bermukim di desa non-KKM untuk

memanfaatkan sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan (hasil diskusi

dengan tokoh masyarakat dan ketua lembaga adat). Peraturan yang melarang

masyarakat untuk mengambil sumberdaya di dalam kawasan taman nasional

mulai diberlakukan pada tahun 1993 bersamaan dengan penunjukan kawasan

konservasi tersebut sebagai TNLL (Tabel 7).

Selanjutnya data tentang jumlah pal batas yang dipasang maupun yang

telah hilang dikonfirmasi ke pihak BTNLL (Kantor BTNLL), juga tidak diperoleh

data tersebut. Penjelasan yang diperoleh dari pihak BTNLL bahwa pemasangan

patok dilakukan pada tahun 1982 (pada saat deklarasi TNLL) sementara Kantor

Page 150: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

150

BTNLL baru diresmikan pada tahun 1997 (empat tahun setelah penetapan

kawasan TNLL 1993). Jadi arsip tentang data yang terkait dengan pengelolaan

TNLL sebelum tahun 1997 masih ditangani langsung oleh pemerintah pusat

(Departement Kehutanan).

Kasus lain yang masih terkait dengan batas taman nasional adalah

masyarakat di desa KKM yang setelah penetapan kawasan, kebun masyarakat

masuk dalam kawasan dan jarak antara pal batas dengan pemukiman penduduk

hanya kurang lebih 500 meter. Salah satu pal batas TNLL yang masih ada dan

ditanam di dalam kebun milik masyarakat ditunjukkan pada Gambar 24.

Gambar 24 Salah satu pal batas TNLL yang terdapat di dalam kebun masyarakat (Dokumentasi Penulis 2007).

Gambar 24 menunjukkan salah satu pal batas TNLL yang dipasang di

dalam kebun masyarakat di desa KKM yang menyebabkan masyarakat

melakukan protes kepada pihak BTNLL dan pada akhirnya antara pihak

masyarakat dengan pihak taman nasional dibangun suatu kesepakatan yang

mengakomodir kepentingan masyarakat lokal sekaligus diharapkan sebagai alat

kontrol di dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan

taman nasional. Wujud dari kesepakatan tersebut yakni masyarakat yang

kebunnya masuk dalam kawasan TNLL (masyarakat di desa KKM) tetap dapat

mengolah lahannya dengan ketentuan bahwa luas lahan yang telah dikelola

tersebut tidak boleh sama sekali ditambah atau diperluas. Persentase

masyarakat yang lahan kebunnya masuk dalam kawasan taman nasional setelah

pemasangan pal batas ditunjukkan pada Tabel 33.

Page 151: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

151

Tabel 33 Persentase masyarakat yang lahan kebunnya masuk dalam kawasan TNLL di desa KKM dan non-KKM 2007

Uraian Persentase masyarakat lokal (%)

Desa KKM Desa Non-KKM

Kebun sayuran 28,89 11,11

Kebun kopi/kakao 22,22 55,56

Total 51,11 66,56

Sumber : Data Primer setelah diolah 2007.

Tabel 32 menunjukkan bahwa kebun masyarakat lokal yang masuk dalam

kawasan setelah pemasangan pal batas lebih dari 50%, baik kebun masyarakat

yang ada di desa KKM maupun kebun masyarakat yang terdapat di desa non-

KKM. Keadaan ini memicu terjadinya konflik antara masyarakat dengan pihak

BTNLL terutama masyarakat yang bermukim di desa non-KKM karena kebun

mereka yang menjadi sumber mata pencaharian utama tidak bisa diolah lagi.

Penetapan batas taman nasional menuai berbagai protes yang dilakukan oleh

masyarakat adat terhadap BTNLL melalui polisi hutan. Mereka meminta agar

diizinkan untuk mengolah lahan adatnya yang berada di dalam kawasan taman

nasional. Namun demikian, mereka merasa kecewa dengan respon pemerintah

yang tidak mengakomodir keinginan masyarakat, terutama masyarakat di desa

non-KKM yang akhirnya terjadi konflik kepentingan antara masyarakat dengan

pihak BTNLL dalam hal pemanfaatan lahan. Luas lahan masyarakat di desa KKM

dan desa non-KKM yang terdapat di dalam kawasan TNLL ditunjukkan pada

Gambar 25.

Konflik antara masyarakat lokal di desa non-KKM dengan polisi hutan

setelah pemasangan pal batas taman nasional yang sebagian lahan masyarakat

masuk di dalam kawasan taman nasional sebagaimana yang ditunjukkan pada

Gambar 25, maka Mappatoba (2004) mengemukakan pula bahwa wujud dari

konflik terkait dengan pengelolaan TNLL yakni pada 1997, masyarakat Desa

Tongoa melakukan protes ke Kantor Balai TNLL di Palu sebab polisi hutan

mebakar dangau dan menghancurkan tanaman kakao yang berada di hutan adat

mereka. Situasi ini sangat mencekam karena penduduk desa yang marah

bermaksud membunuh polisi hutan yang menghancurkan kebun mereka. Sejak

era reformasi tahun 1998, penduduk lokal melakukan protes tentang masalah

yang sama dengan berbagai cara untuk mengklaim hutan adat mereka.

Beberapa kasus tentang perlawanan penduduk lokal terhadap polisi hutan di

kelompok desa non-KKM diberitakan di berbagai media cetak. Bahkan semua

Page 152: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

152

pos penjagaan hutan yang terdapat di desa non-KKM pada saat penelitian ini

dilaksanakan, telah dirusak oleh masyarakat lokal.

28.89

22.22

11.11

55.58

0

10

20

30

40

50

60

Pe

rse

nta

se (

%)

Desa KKM Desa Non-KKM

Kebun sayuran Kebun kopi/kakao

Gambar 25 Persentase luas kebun masyarakat di desa KKM dan desa non-KKM yang terdapat dalam kawasan TNLL 2007.

5.4. Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pengelolaan Taman Nasional

Partisipasi merupakan kunci sukses dalam mewujudkan pengelolaan

TNLL dengan pola co-management. Partisipasi yang dimaksud dalam penelitian

ini dikaji pada partisipasi masyarakat lokal dalam melaksanakan kegiatan

pelestarian, partisipasi pada kegiatan pengamanan kawasan, dan partisipasi

pada kegiatan penyuluhan.

5.4.1. Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Pelestarian Kawasan

Partisipasi masyarakat pada kegiatan yang dilaksanakan dalam upaya

pelestarian kawasan taman nasional akan diukur berdasarkan partisipasi

masyarakat lokal dalam hal: 1) tidak memindahkan hak milik/hak adat/hak kelola

lahan yang terdapat di luar maupun di dalam kawasan taman nasional

(disewakan, digadaikan, dan atau diperjualbelikan, 2) tidak menambah luas

kebun dalam kawasan, 3) tidak menghilangkan pal batas taman nasional, 4)

mengambil rotan hanya yang berumur di atas tiga tahun, 5) mengambil rotan

dalam kawasan dengan mengikuti wilayah kerja (ra-ombo), dan 6) penanaman

tanaman pengganti untuk setiap pohon yang ditebang untuk kebutuhan

konstruksi rumah tinggal dan pembangunan sarana sosial (rumah ibadah, lobo,

dan bantaya) dengan perbandingan tebang : tanaman = 1 : 10. Partisipasi

Page 153: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

153

masyarakat pada setiap jenis kegiatan yang telah disebutkan ditunjukkan pada

Tabel 34.

Tabel 34 Persentse partisipasi masyarakat lokal pada kegiatan pelestarian kawasan TNLL 2007

Jenis Kegiatan Tingkat Partisipasi masyarakat lokal pada dua kelompok desa (%) Desa KKM Desa Non-KKM

PA PP PN Total PA PP PN Total

Tidak memindahkan hak adat/hak kelola lahan yang terdapat di dalam kawasan taman nasional (disewakan, dan atau digadaikan)

71,11 2,22 26,67 100,00 28,89 20,00 51,11 100,00

Tidak menambah luasan kebun dalam kawasan

68,89 22,22 8,89 100,00 17,78 13,33 68,89 100,00

Tidak menghilangkan pal batas taman nasional

62,22 13,34 24,44 100,00 15,56 17,78 66,66 100,00

Mengambil rotan hanya yang berumur di atas tiga tahun

57,78 33,33 8,89 100,00 24,44 17,78 57,78 100,00

Mengambil rotan dalam kawasan dengan mengikuti rotasi wilayah kerja (ra-ombo)

55,56 28,88 15,56 100,00 20,00 28,89 51,11 100,00

Menanam tanaman pengganti dengan perbandingan tebang : tanaman = 1 : 10

51,11 42,22 6,67 100,00 13,33 33,34 53,33 100,00

Rata-rata 61,11 23,70 15,19 100,00 20,00 21,85 58,15 100,00

Keterangan : - PA = Partisipasi Aktif; PP = Partisipasi Pasif; PN = Partisipasi Negatif.

- Jumlah responden masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM masing-masing: 45 orang.

Tabel 34 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat yang ada di desa

KKM pada kegiatan untuk tidak memindahkan hak adat/hak kelola lahan yang

terdapat di dalam kawasan taman nasional memperlihatkan persentase tinggi

sementara partisipasi masyarakat yang ada di desa non-KKM justru

memperlihatkan partisipasi negatif yang tinggi dengan melakukan penjualan

lahan sebagaimana yang telah ditunjukkan pada Gambar 13.

Apabila mengacu pada partisipasi masyarakat di desa non-KKM dalam

hal mempertahankan hak adatnya maka dapat dikatakan bahwa kebiasaan

Page 154: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

154

masyarakat di desa non-KKM untuk menjual lahan atau memindahkan haknya

pada orang lain memberikan indikasi yang tinggi. Indikasi ini merupakan salah

satu pemicu bagi masyarakat yang sudah tidak memiliki lahan masuk ke dalam

kawasan taman nasional untuk berkebun dengan menanam kakao. Terbukti di

lapangan bahwa sebagian besar kawasan taman nasional di desa non-KKM

sudah menjadi kebun kakao. Kondisi sebagian kawasan taman nasional di desa

non-KKM dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26 Bagian kawasan TNLL yang sudah menjadi kebun kakao (Dokumentasi Penulis 2007).

Selanjutnya pengambilan rotan yang berumur di atas tiga tahun oleh

masyarakat yang berada di desa KKM masih dilakukan di wilayah desa tersebut,

sementara masyarakat yang ada di desa non-KKM kegiatan tersebut dilakukan

di luar wilayah desa mereka, sebab ketersediaan rotan di wilayah desa non-KKM

sudah tidak ada akibat dari sebagian besar kawasan taman nasional yang

terdapat di desa tersebut sudah berubah fungsi dari kawasan konservasi menjadi

kebun kakao masyarakat.

Kegiatan lain yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dalam upaya

pelestarian TNLL diantaranya: Apabila anggota masyarakat yang melakukan

penebangan pohon untuk kebutuhan konstruksi rumah tinggal dan pembangunan

sarana sosial (rumah ibadah, lobo, dan bantaya) dengan izin lembaga adat,

diharuskan menanam anakan pohon yang ditebang dengan perbandingan 1:10.

Dari hasil analisis data ada sekitar 51,11% masyarakat di desa KKM yang

melaksanakan kegiatan tersebut. Ini berarti bahwa masyarakat yang bermukim di

kelompok desa KKM memiliki keinginan agar TNLL tetap lestari.

Page 155: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

155

Lain halnya dengan masyarakat yang bermukim di desa non-KKM

memperlihatkan partisipasi secara aktif yang rendah dalam melakukan

penanaman pohon yang telah ditebang. Hal ini disebabkan karena masyarakat

lokal yang ada di desa non-KKM lebih cenderung memanfaatkan sumberdaya

lahan yang terdapat dalam kawasan dengan menanam tanaman kakao. Selain

itu rendahnya partisipasi aktif masyarakat yang ada di desa non-KKM untuk

menanam pohon sebagai tanaman pengganti dari pohon yang ditebang karena

merasa kepentingannya belum terpenuhi (kepentingan akan pengakuan dari

sumberdaya lahan yang terdapat dalam kawasan yang selama ini masyarakat di

desa non-KKM kelola sebagai sumber pendapatan). Oleh sebab itu agar

masyarakat di desa non-KKM dapat berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan

TNLL, maka masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan tersebut seyogyanya

memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Soekmadi (2002) bahwa apabila partisipasi

dipandang sebagai meningkatnya tanggung jawab yang diberikan kepada

penduduk lokal, tetapi tidak diiringi dengan meningkatnya hak-hak atau akses

yang dapat memberikan manfaat bagi mereka, maka partisipasi seperti itu akan

menjadi beban yang biasanya ditolak atau diterima dengan pasif.

5.4.2. Partisipasi Masyarakat pada Pengamanan Kawasan

Partisipasi masyarakat pada pengamanan kawasan dilihat pada

partisipasi masyarakat dalam mengawasi masyarakat luar agar tidak mengambil

kayu, rotan, anggrek hutan, pandan hutan, dan tanaman obat, yang terdapat

dalam kawasan, melindungi anoa, rusa, babi rusa, tarsius, burung alo, dan maleo

yang terdapat dalam kawasan dari pemburu/penjerat. Keterlibatan masyarakat

dalam kelompok pengamanan kawasan sebagai Tondo Ngata, Panimpu Ngata,

dan Hondohanua ditunjukkan pada Tabel 35.

Tabel 35 menunjukkan bahwa partisipasi aktif masyarakat pada kelompok

desa KKM dalam mengawasi masyarakat luar agar tidak mengambil kayu, rotan,

anggrek hutan, pandan hutan, dan tanaman obat yang terdapat dalam kawasan

taman nasional, berada pada kategori tinggi. Hal ini disebabkan karena keinginan

masyarakat yang berada di desa KKM untuk tetap mengelola lahan adat mereka

di dalam kawasan sudah diakomodir oleh pihak BTNLL melalui kesepakatan

konservasi yang telah dibangun. Terakomodirnya keinginan masyarakat untuk

mengolah lahan adatnya memberikan rasa aman bagi masyarakat untuk dapat

Page 156: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

156

Tabel 35 Partisipasi masyarakat lokal pada pengamanan kawasan

Jenis Kegiatan Partisipasi masyarakat lokal pada dua kelompok desa (%) Desa KKM Desa Non-KKM

PA PP PN Total PA PP PN Total

Mengawasi masyarakat luar agar tidak membuka kebun dalam kawasan, mengambil kayu, rotan, anggrek hutan, pandan hutan, dan tanaman obat, yang terdapat dalam kawasan

86,67 11,11 2,22 100,00 13,33 15,56 71,11 100,00

Mengawasi para pemburu/penjerat anoa, rusa, babi rusa, burung alo, dan maleo yang terdapat dalam kawasan

73,33 22,22 4,45 100,00 22,22 11,11 66,67 100,00

Terlibat dalam kelompok pengamanan kawasan (Tondo Ngata, Panimpu Ngata, dan Hondohanua)

53,33 37,78 8,89 100,00 8,89 24,44 66,67 100,00

Rata-rata 71,11 23,70 5,19 100,00 14,81 17,04 68,15 100,00

Keterangan : - PA = Partisipasi Aktif; PP = Partisipasi Pasif; PN = Partisipasi Negatif.

- Jumlah responden masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM masing-masing: 45 orang.

mengakses sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya (memungut hasil

tanaman kopi, rotan, pandan hutan sebagai bahan kerajinan, dan tanaman obat

untuk dijadikan ramuan). Selain itu pengakuan BTNLL terhadap lahan adat

masyarakat yang ada di desa KKM berarti memberikan kejalasan hak bagi

masyarakat sesuai dengan kepentingannya.

Konsekuensi dari pemenuhan kebutuhan tersebut maka tanggungjawab

yang harus dilaksanakan oleh masyarakat di desa KKM yakni keikut sertaan

mereka secara aktif dalam pengamanan kawasan baik secara individu maupun

secara berkelompok. Partisipasi masyarakat di desa KKM dalam pengamanan

kawasan ditandai pula dengan adanya kelompok pengamanan kawasan yang

dibentuk oleh masyarakat lokal dikenal dengan Tondo Ngata, Panimpu Ngata,

dan Hondohanua. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok pengamanan

kawasan (Tondo Ngata) dapat dilihat pada Gambar 27 dan Gambar 28.

Page 157: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

157

Gambar 27 dan 28 memperlihatkan kegiatan yang akan dilakukan oleh

Tondo Ngata untuk pengamanan kawasan diantaranya: kegiatan illegal loging

dan perambahan hutan, baik yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di desa

KKM itu sendiri maupun anggota masyarakat yang berasal dari desa di luar

desa KKM. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Golar (2007) dalam suatu

penelitian tentang penangkapan seorang warga desa KKM yang sedang

membuka lahan kebun di dalam kawasan TNLL. Ketika ditanya oleh petugas

Tondo ngata bahwa mengapa melakukan perambahan? Alasan yang

dikemukakan bahwa anggota masyarakat tersebut tidak memiliki lahan garapan,

dan menurutnya ia tidak tahu kalau yang diolah sebagai kebun itu merupakan

kawasan pangale.

Kejadian tersebut sangat mengejutkan bagi pihak Tondo ngata, sebab

selama ini perambahan hutan hanya dilakukan oleh warga di luar desa KKM.

Tapi kini mereka mendapati warga desa KKM yang merambah hutan. Atas

kesepakatan Totua ngata, warga yang melakukan perambahan disidang secara

adat, dan dijatuhi sanksi sesuai mekanisme penjatuhan sanksi yang telah diatur

dalam aturan main pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan dan hutan

di desa KKM.

Salah satu faktor yang turut mendukung keberhasilan Tondo ngata dalam

menjaga kelestarian hutan di wilayah hukum adat adalah kepedulian dan

komitmen masyarakat dalam membantu tugas Tondo ngata. Misalnya dengan

memberikan laporan apabila mereka menjumpai pelanggaran di dalam hutan,

walaupun yang melakukan pelanggaran adalah warga masyarakat desa KKM

Gambar 27 Anggota Tondo ngata melakukan persiapan sebelum menjalankan tugasnya (Foto: Golar 2005).

Gambar 28 Anggota Tondo ngata berangkat ke dalam hutan (Foto: Golar 2005).

Page 158: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

158

sendiri. Perilaku yang ditunjukkan oleh masyarakat tersebut merupakan

gambaran partisipasi masyarakat yang ada di desa KKM sangat tinggi. Hal ini

memberikan indikasi bahwa pemenuhan kebutuhan atau adanya manfaat yang

dinikmati dari suatu kegiatan akan mendorong seseorang atau kelompok untuk

berpartisipasi pada kegiatan tersebut termasuk kegiatan konservasi. Hasil

penelitian ini sejalan dengan Rahardjo (2003) dan Slamet (2003) yang

mengemukakan bahwa keikutsertaan masyarakat dalam setiap kegiatan

pembangunan bukan hanya keikutsertaannya dalam menyumbangkan input,

akan tetapi lebih kepada manfaat yang dapat dinikmati dari hasil pembangunan.

Masyarakat yang ada di desa non-KKM memperlihatkan partisipasi yang

rendah pada kegiatan untuk mengawasi masyarakat luar agar tidak mengambil

kayu, rotan, anggrek hutan, pandan hutan, dan tanaman obat yang terdapat

dalam kawasan diakibatkan oleh karena masyarakat yang ada di desa non-KKM

masih berkisar pada keinginan untuk memperjelas status kepemilikan lahan atau

sumberdaya yang ada dalam kawasan taman nasional. Menurut mereka ketidak

jelasan tersebut memberikan dampak ketidak nyamanan dalam pemanfaatan

sumberdaya yang merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat lokal. Apabila

kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi maka konflik antara masyarakat lokal

dengan pihak BTNLL belum dapat terselesaikan. Karena itu prioritas kepentingan

yang harus dipenuhi adalah penyelesain masalah lahan yang merupakan

kebutuhan dasar bagi masyarakat.

Selanjutnya Tabel 35 memperlihatkan pula bahwa partisipasi masyarakat

pada desa KKM dalam mengawasi para pemburu/penjerat satwa endemik yang

dilindungi seperti anoa, rusa, babi rusa, tarsius, burung alo, dan maleo

memperlihatkan partisipasi yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tidak

ditemukannya pemasangan jerat lagi di dalam kawasan tanaman nasional baik

yang dilakukan oleh masyarakat di desa KKM sendiri maupun anggota

masyarakat yang berasal dari luar desa KKM. Sementara partisipasi masyarakat

di desa non-KKM dalam mengawasi satwa endemik dari para pemburu/penjerat

memperlihatkan partisipasi negatif yang tinggi. Salah satu indikator yang dapat

dilihat dari tingginya partisipasi negatif masyarakat di desa non-KKM dalam

melindungi satwa endemik yakni: kondisi faktual yang dapat dilihat dilapangan

tentang rusaknya ekosistem dari satwa endemik yang dilindungi di desa non-

KKM adalah rusaknya ekosistem air panas yang sebelumnya merupakan habitat

maleo (Macrocephalon maleo Sall Muller) dan sekarang telah berubah menjadi

Page 159: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

159

kebun cacao. Perlu ditambahkan pula bahwa tingkat partisipasi masyarakat di

desa non-KKM dalam kelompok pengamanan kawasan juga masih rendah.

5.4.3. Partisipasi pada Kagiatan Pelatihan/Penyuluhan

Partisipasi masyarakat pada kegiatan pelatihan/penyuluhan diharapkan

dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kelestarian

taman nasional dan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya.

Partisipasi masyarakat di dua kelompok desa yang ada di sekitar taman nasional

pada kegiatan pelatihan/penyuluhan dilihat dari keikut sertaannya pada

penyuluhan tentang dampak yang ditimbulkan dari kerusakan hutan, mengikuti

training tentang upaya pencegahan kerusakan hutan, dan keikut sertaannya

pada penyuluhan tentang cara bercocok tanam tanaman semusim maupun

tanaman tahunan, dapat dilihat pada Tabel 36.

Tabel 36 Partisipasi masyarakat lokal pada kegiatan pelatihan/penyuluhan

Jenis Kegiatan Tingkat Partisipasi masyarakat lokal pada dua kelompok desa (%) Desa KKM Desa Non-KKM

PA PP PN Total PA PP PN Total

P Mengikuti penyuluhan tentang dampak yang ditimbulkan dari kerusakan hutan

77,78 8,89 13,33 100,00 20,00 24,24 55,56 100,00

P Mengikuti training tentang upaya pencegahan kerusakan hutan

71,11 22,22 6,67 100,00 15,56 22,22 62,22 100,00

Mengikuti penyuluhan tentang cara bercocok tanam tanaman semusim (padi dan jagung) maupun tanaman tahunan (kakao, kopi, dan vanili)

55,56 33,33 11,11 100,00 37,78 53,33 8,89 100,00

Rata-rata 68,15 21,48 10,37 100,00 24,45 33,26 42,29 100,00

Keterangan : - PA = Partisipasi Aktif; PP = Partisipasi Pasif; PN = Partisipasi Negatif.

- Jumlah responden masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM masing-masing: 45 orang.

Page 160: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

160

Tabel 36 menunjukkan bahwa partisipasi aktif masyarakat lokal di desa

KKM dalam mengikuti penyuluhan tentang cara bercocok tanam tanaman

semusim dan tanaman tahunan, berada pada kategori tinggi dan untuk

masyarakat yang bermukim di desa non-KKM berada pada kategori rendah.

Animo masyarakat yang tinggi untuk mengikuti kegiatan penyuluhan pada desa

KKM, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

masyarakat dalam mengelola usahatani mereka baik yang mengusahakan

tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Meningkatnya keterampilan

masyarakat di desa KKM diharapkan dapat meningkatkan produksi usataninya

yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.

Meningkatnya pendapatan masyarakat akan mengurangi akses mereka untuk

memanfaatkan sumberdaya yang terdapat dalam kawasan dan bagi masyarakat

yang telah memanfaatkan sumberdaya lahan di dalam kawasan, diharapkan

cenderung untuk tidak memperluas kebun yang sudah ada, agar kerusakan dari

bagian kawasan taman nasional yang terdapat pada kelompok desa KKM dapat

dihindari, sehingga ekosistem flora maupun satwa endemik dapat dipertahankan

yang akhirnya sustainability dari TNLL dapat dipertahankan.

Keikut sertaan masyarakat di desa KKM untuk kegiatan penyuluhan

tentang dampak yang ditimbulkan dari kerusakan hutan maupun partisipasi

masyarakat dalam mengikuti training tentang upaya pencegahan kerusakan

hutan berada pada kategori tinggi. Sementara partisipasi masyarakat di desa

non-KKM berada pada kategori rendah. Hal ini erat kaitannya dengan tingkat

pendidikan dari masyarakat yang bermukim di kedua kelompok desa tersebut.

Rendahnya partisipasi masyarakat di desa non-KKM pada setiap kegiatan

penyuluhan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

masyarakat memberikan indikasi bahwa masyarakat di desa tersebut masih

memfokuskan kegiatannya pada upaya untuk menuntut hak pemanfaatan lahan

yang dijanjikan oleh pemerintah seluas 2 ha untuk setiap kepala keluarga. Dari

hasil wawancara dengan masyarakat yang bermukim di desa non-KKM

terungkap bahwa setiap kepala keluarga di desa non-KKM hanya memiliki lahan

rata-rata 0,8 ha untuk setiap kepala keluarga atau hanya sekitar 40% dari luas

lahan yang pernah dijanjikan oleh pemerintah pada saat mereka akan

dipindahkan dari desa asal mereka pada pertengahan tahun 1970an (desa asal

mereka saat ini menjadi kawasan hutan lindung). Secara umum partisipasi

Page 161: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

161

masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM pada upaya pengelolaan

TNLL ditunjukkan pada Tabel 37.

Tabel 37 Partisipasi masyarakat di desa KKM dan desa non-KKM pada upaya pengelolaan taman nasional 2007.

Jenis Kegiatan

Tingkat Partisipasi masyarakat lokal pada dua kelompok desa (%)

Desa KKM Desa Non-KKM

PA PP PN Total PA PP PN Total P Pelestarian

kawasan 61,11 23,70 15,19 100,00 20,00 21,85 58,15 100,00

P Pengamanan kawasan

71,11 23,70 5,19 100,00 14,81 17,04 68,15 100,00

Pelatihan/pe-nyuluhan

68,15 21,48 10,37 100,00 24,45 33,26 42,29 100,00

Rata-rata 66,69 23,56 9,72 100,00 19,75 24,05 56,20 100,00

Keterangan : - PA = Partisipasi Aktif; PP = Partisipasi Pasif; PN = Partisipasi Negatif.

- Jumlah responden masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM masing-masing: 45 orang.

Tabel 37 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat di desa KKM pada

tiga komponen kegiatan dalam upaya pengelolaan kawasan: kegiatan pelestarian

kawasan, pengamanan kawasan, dan kegiatan pelatihan/penyuluhan

memperlihatkan partisipasi yang tinggi sementara partisipasi masyarakat yang

bermukim di desa non-KKM secara umum berada pada kategori rendah.

Penyebab utama dari rendahnya partisipasi masyarakat di desa non-KKM yakni

masyarakat merasa bahwa keberadaan taman nasional belum memberikan

manfaat bagi mereka, tapi justru sebaliknya masyarakat merasa tidak lagi

memiliki hak untuk mengakses sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan

yang selama ini mereka manfaatkan terutama mengambil rotan dan damar yang

merupakan salah satu kepentingan masyarakat lokal. Kondisi faktual yang dapat

dilihat dari kepentingan masyarakat yang belum terakomodir dari keberadaan

taman nasional dapat dilihat pada Gambar 29 dan Gambar 30.

Gambar 29 memperlihatkan pembakaran pondok dan hasil damar yang

dipungut oleh masyarakat di dalam kawasan taman nasional disita oleh polhut di

salah satu bagian kawasan taman nasional yang terdapat di desa non-KKM dan

Gambar 30, rotan hasil pungutan masyarakat yang disita oleh polhut di salah

satu bagian kawasan taman nasional juga terjadi di desa non-KKM. Kondisi

seperti ini akan memicu terjadinya konflik yang lebih besar kalau para

stakeholder terkait tidak mengantisipasinya dengan cara duduk bersama untuk

Page 162: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

162

Gambar 29 Pembakaran pondok dan damar hasil pungutan masyarakat di dalam kawasan yang disita oleh Polhut (Dokumentasi BTNLL 2006).

mensinergikan perbedaan kepentingan diantara para stakeholder. Hasil

penelitian ini sejalan dengan Fisher (1995) yang mengemukakan bahwa dalam

pengelolaan sumberdaya hutan dibutuhkan suatu kesepakatan antara pihak

pengelola dengan masyarakat lokal agar masyarakat lokal berperan dalam hal

pengelolaan sumberdaya hutan, sebagai imbalannya masyarakat mempunyai

akses untuk memanfaatkan hasil-hasil hutan.

Gambar 30 Rotan hasil pungutan masyarakat yang disita oleh polhut (Dokumentasi BTNLL 2006)

Page 163: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

163

5.5. Penerapan Prinsip Dasar Co-management dalam Pengelolaan TNLL pada Kondisi Saat ini

Pengelolaan kawasan konservasi terutama taman nasional dengan

pendekatan co-management ditentukan oleh beberapa faktor penting yang

sangat bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing taman nasional. Untuk

penelitian ini khusus mengkaji sejauhmana prinsip dasar dari co-management

telah diterapkan dalam pengelolaan TNLL pada kondisi saat ini (existing

condition). Prinsip dasar yang dimaksud yakni: 1) partisipasi stakeholder, 2)

pengakuan terhadap wilayah hak adat, 3) ada proses negosiasi, 4) Penerapan

sanksi adat, 5) ada batas teritori, 6) kejelasan hak dan tanggungjawab dari

stakeholder, serta 7) ada konsensus yang disepakati oleh stakeholder inti.

Penerapan dari ke tujuh prinsip dasar co-management tersebut di desa KKM dan

desa non-KKM dalam pengelolaan TNLL pada kondisi saat ini diuraikan sebagai

berikut:

1) Partisipasi stakeholder

Partisipasi stakeholder sebagai salah satu prinsip dari co-management

dianalisis penerapannya dalam pengelolaan TNLL pada kondisi sekarang.

Partisipasi stakeholder dalam pengelolaan TNLL berdasarkan pendapat dari

responden masyarakat lokal di desa KKM dan desa non-KKM ditunjukkan pada

Gambar 31.

Gambar 31 Persentase partisipasi stakeholder sebagai prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL 2007.

Partisipasi stakeholder di Desa KKM (%)

57.78%17.78%

24.44%

Belum dilibatkantidak memberikan pendapattelah dilibatkan

Partisipasi stakeholder di Desa NKKM (%)

71.11%

20%

8.89%

Belum dilibatkan

tidak memberikan pendapat

telah dilibatkan

Page 164: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

164

Gambar 31 menunjukkan bahwa pengelolaan TNLL saat ini menunjukkan

partisipasi masyarakat lokal di desa KKM tergolong tinggi (66,67%), untuk desa

non-KKM memperlihatkan partisipasi yang rendah (8,89%). Partisipasi

stakeholder yang tinggi di desa KKM mengindikasikan bahwa prinsip dasar dari

co-management dalam pengelolaan taman nasional pada kondisi saat ini di desa

KKM telah memperlihatkan penerapan yang tinggi akan tetapi sebaliknya pada

desa non-KKM penerapannya masih rendah. Hal ini memberikan indikator bahwa

masyarakat yang ada di desa KKM menilai bahwa mereka telah dilibatkan dalam

pengelolaan TNLL terutama pada pengawasan/pengamanan kawasan sehingga

kawasan taman nasional diharapkan dapat terhindar dari kegiatan masyarakat

yang berpeluang mengancam kelestarian taman nasional baik masyarakat yang

berada di desa KKM sendiri maupun masyarakat yang berasal dari luar desa

KKM. Kegiatan yang dimaksud antara lain pengambilan kayu secara illegal,

pemasangan jerat dalam kawasan, dan pengambilan rotan secara illegal.

Menurut masyarakat yang ada di desa KKM bahwa kegiatan yang

dilakukan secara illegal tersebut akan merugikan masyarakat sendiri terutama

yang bermukim di sekitar kawasan kalau seandainya terjadi tanah longsor akibat

dari penebangan liar. Akan tetapi masyarakat yang bermukim di desa non-KKM

masih relatif sedikit yang merasa bahwa mereka sudah mulai dilibatkan dalam

pengelolaan TNLL saat ini. Partisipasi sejumlah masyarakat lokal pada desa non-

KKM baru pada taraf dialog dan masih pada kategori rendah (8,89%). Dialog

yang dilaksanakan pada Juni 2003 tentang apa yang masyarakat inginkan terkait

dengan TNLL, namun keinginan masyarakat lokal di desa non-KKM saat ini

masih belum diakomodir terutama dalam hal keinginan masyarakat untuk diakui

hak adat/hak kelola dari lahan masyarakat yang terdapat dalam kawasan (baca

kepentingan masyarakat lokal).

Tingginya persentase (71,11%) masyarakat lokal di desa non-KKM yang

berpendapat bahwa pengelolaan TNLL saat ini belum melibatkan masyarakat di

sekitar kawasan, memberikan indikator bahwa partisipasi masyarakat lokal di

desa non-KKM dalam pengelolaan TNLL masih rendah. Alasan yang

dikemukakan oleh masyarakat di desa non-KKM yang merasa belum dilibatkan

dalam pengelolaan TNLL diantaranya: bahwa dengan keberadaan taman

nasional justru masyarakat kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan hak

adat/hak kelola lahan yang terdapat dalam kawasan, kehilangan kesempatan

untuk mengumpul rotan sebagai sumber pendapatan, akan terjadi kelangkaan

Page 165: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

165

lahan untuk anak-anak mereka di masa depan, kesulitan memperoleh kayu untuk

bahan bangunanan, dan kesulitan memperoleh kayu bakar. Persentase

masyarakat lokal di desa non-KKM berdasarkan alasan yang dikemukakan

ditunjukkan pada Tabel 38.

Tabel 38 Alasan yang dikemukakan masyarakat lokal di desa non-KKM terkait dengan pengelolaan TNLL pada kondisi saat ini 2007

No. Alasan yang dikemukakan Jumlah (org)

Persentase (%)

1. Masyarakat kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan hak adat/hak kelola lahan yang terdapat dalam kawasan

24 53,33

2. Kehilangan kesempatan untuk mengumpul rotan sebagai sumber pendapatan

9 20,00

3. Akan terjadi kelangkaan lahan untuk anak cucu mereka di masa depan

7 15,56

4. Kesulitan memperoleh kayu untuk bahan bangunan

5 11,11

Total 45 100,00

Sumber : Hasil analisis 2007.

Tabel 38 menunjukkan bahwa terkait dengan pengelolaan TNLL pada

kondisi sekarang, maka masyarakat lokal yang bermukim di desa non-KKM yang

merasa kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan hak adat/hak kelola lahan

yang terdapat dalam kawasan masih berada pada kategori tinggi. Kemudian

menyusul masyarakat yang merasa kehilangan kesempatan untuk

mengumpulkan rotan sebagai sumber pendapatan, dan yang tidak kalah

pentingnya menurut masyarakat yang ada di desa non-KKM adalah kekhawatiran

masyarakat akan terjadinya kelangkaan lahan bagi anak cucu mereka di masa

yang akan datang. Hal ini semakin memberikan gambaran yang kuat bahwa

partisipasi masyarakat di desa non-KKM pada tahap dialog terkait dengan

pengelolaan TNLL saat ini belum dapat dikatakan sebagai bentuk co-

management sebab masih berpeluang untuk menimbulkan konflik sebagai akibat

dari kepentingan masyarakat yang belum terakomodir. Partisipasi masyarakat di

desa non-KKM pada tahap dialog tersebut, oleh (Sen & Nielsen 1996; Pomeroy

2001) masih dikategorikan ke dalam tahap yang sifatnya baru pertukaran

informasi antara pemerintah dan pengguna yang dikenal dengan taraf instruktif,

belum pada tataran co-management. Sementara Fisher (1995) mengemukakan

bahwa konsep dasar dari co- management adalah partisipasi masyarakat lokal

Page 166: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

166

dalam pengelolaan dan perlindungan suatu kawasan konservasi, sebagai

imbalannya masyarakat mempunyai akses untuk memanfaatkan sumberdaya

yang terdapat dalam kawasan hutan.

Mengacu pada pendapat (Sen & Nielsen 1996; Pomeroy 2001; Fisher

1995) maka dapat dikatakan bahwa penerapan prinsip dasar co-management

untuk partisipasi stakeholder di desa KKM sudah pada kategori tinggi atau telah

teraplikasi dengan baik sedang di desa non-KKM penerapannya masih rendah

atau belum pada tataran co-management.

2) Pengakuan terhadap hak lahan adat

Salah satu prinsip dasar dari co-management yang dianalisis sejauhmana

penerapannya dalam penelitian ini adalah pengakuan terhadap hak lahan adat.

Penerapan dari prinsip dasar tersebut akan mengacu pada pendapat yang

dikemukakan oleh stakeholder masyarakat lokal yang ditunjukkan pada Gambar

32.

Gambar 32 Persentase pengakuan terhadap wilayah hak adat sebagai prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL 2007.

Gambar 32 menunjukkan bahwa di dalam pengelolaan taman nasional,

telah ada pengakuan terhadap hak lahan adat yang bermukim di desa KKM

dengan persentase masyarakat yang menyatakan bahwa telah ada pengakuan

terhadap hak lahan adat di desa KKM tergolong tinggi (82.22). Pengakuan

terhadap hak lahan adat bagi masyarakat yang ada di desa KKM tersebut

memberikan dampak yang positif terhadap kelestarian kawasan taman nasional,

dengan berkurangnya kegiatan perambahan bahkan dapat dikatakan bahwa

kegiatan perambahan di desa KKM sudah tidak ada. Hasil penelitian ini sejalan

Pengakuan lahan adat di Desa KKM (%)

13.33%

4.44%

82.22%

Belum diakui

Tidak memberikan pendapat

Telah diakui

Pengakuan lahan adat di Desa NKKM (%)

77.78%

13.33%

8.89%

Belum diakui

Tidak memberikan pendapat

Telah diakui

Page 167: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

167

dengan pendapat yang dikemukakan oleh NRTEE (1999) bahwa untuk menjaga

integritas ekologi sumberdaya alam dengan pendekatan co-management, maka

prinsip dasar yang harus dimiliki diantaranya adalah: 1) pengakuan terhadap

kearifan dan pengelolaan tradisional, dan 2) perbaikan hak masyarakat lokal.

Hasil penelitian ini sejalan pula dengan David et al. (2003)

mengemukakan bahwa peranserta masyarakat yang meluas dan tidak sekedar

simbolik ternyata menunjukkan hasil yang baik dimana produktifitas tercapai

tanpa menyampingkan kepentingan kelestarian lingkungan dan eksistensi

masyarakat lokal. Sementara di desa non-KKM persentase masyarakat masih

tergolong rendah (13,33) yang mengatakan bahwa hak masyarakat terhadap

sumberdaya alam (terutama sumberdaya lahan) yang terdapat di dalam kawasan

telah diakui oleh pihak BTNLL. Hal ini dapat dilihat dengan berbagai upaya yang

sedang dilakukan oleh masyarakat di desa non-KKM untuk memperjuangkan

haknya agar dapat diakui minimal sama dengan pengakuan terhadap hak-hak

masyarakat di desa KKM yang telah mendapat pengakuan dari pihak BTNLL.

Salah satu upaya yang sedang digagas oleh masyarakat di desa non-KKM agar

mendapat pengakuan terhadap hak adat/hak kelola mereka diantaranya adalah

membangun kesepakatan antara masyarakat dengan pihak BTNLL, tapi belum

ada pengakuan secara resmi terhadap hak masyarakat untuk tetap

memanfaatkan sumberdaya alam di wilayah adatnya yang terdapat di dalam

kawasan.

Pengakuan hak yang belum diperoleh masyarakat di desa non-KKM

sebagaimana yang telah diuraikan, merupakan implikasi dari keputusan yang

bersifat topdown sehingga kepentingan dari pengelolaan kawasan taman

nasional tidak searah dengan kepentingan masyarakat di sekitar kawasan.

Akibatnya terjadi ketidakstabilan yang ditandai dengan terjadinya konflik

kepentingan antara pengelola kawasan dengan komunitas lokal yang bermukim

di sekitar kawasan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Fisher et al. (2001) bahwa konflik akan terjadi apabila hubungan antara dua

pihak atau lebih yang merasa memiliki sasaran yang satu dengan yang lain tidak

sejalan. Sasaran yang tidak sejalan inilah yang membutuhkan suatu pendekatan

agar kepentingan masig-masing pihak dapat disinergikan untuk menghindari

terjadinya konflik yang dapat berimplikasi negatif terhadap kelestarian taman

nasional. Oleh sebab itu untuk menjaga kelestarian TNLL maka pengakuan

terhadap hak masyarakat yang bermukim di desa non-KKM seyogyanya

Page 168: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

168

diberikan oleh pihak BTNLL sama dengan pengakuan terhadap hak masyarakat

yang bermukim di desa KKM tentunya lewat suatu negosiasi untuk mendapatkan

suatu kesepakatan.

3) Pelaksanaan negosiasi

Prinsip dasar co-management lainnya yang dianalisis sejauhmana

penerapannya dalam penelitian ini adalah pelaksanaan negosiasi. Negosiasi

merupakan salah satu faktor kunci untuk mencapai kompromi atau kesepakatan

atas konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan terkait dengan

sumberdaya alam. Penerapan atau pelaksanaan negosiasi dalam pengelolaan

taman nasional pada dua kelompok desa yang ada di sekitar TNLL ditunjukkan

pada Gambar 33.

Gambar 33. Persentase pelaksanaan negosiasi sebagai prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL 2007.

Gambar 33 menunjukkan bahwa di dalam pengelolaan taman nasional,

pelaksanaan negosiasi khusus di desa KKM memperlihatkan persentase yang

sedang sementara di desa non-KKM hanya sekitar 13,33% masyarakat yang

menyatakan bahwa telah dilakukan upaya untuk mempertemukan kepentingan

dari stakeholder yang terkait dengan TNLL. Proses negosiasi yang dilaksanakan

di desa KKM untuk mewujudkan kesepakatan antara masyarakat lokal dengan

pihak TNLL tidak dilakukan dengan duduk bersama antar stakeholder (terutama

stakeholder inti) melainkan hanya dilakukan melalui mediasi oleh LSM yang

memfaslitasi terbangunnya KKM.

Proses negosiasi yang dilaksanakan di desa KKM untuk membentuk

suatu kesepakatan dilakukan dengan cara melibatkan beberapa tokoh

masyarakat kemudian oleh LSM yang memfasilitasi terbentuknya KKM tersebut

Pelaksanaan negosiasi di Desa KKM (%)

22.22%

35.56%42.22%

Belum dilaksanakan

Tidak memberikan pendapat

Telah dilaksanakan

Pelaksanaan negosiasi di Desa NKKM

(%)

15.56%

13.33%

71.11%

Belum dilaksanakan

Tidak memberikan pendapat

Telah dilaksanakan

Page 169: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

169

mendapat informasi dari tokoh masyarakat tentang hak-hak yang masyarakat

lokal inginkan terkait dengan TNLL kemudian LSM memformulasi keinginan-

keinginan masyarakat tersebut termasuk membuat Peta Partisipatif tentang

lahan adat masyarakat yang terdapat di dalam kawasan TNLL. Selanjutnya

naskah KKM yang telah diformulasi tersebut diajukan ke pihak BTNLL untuk

dipelajari kemudian disetujui atau diakui oleh pihak BTNLL.

Mengacu pada pelaksanaan negosiasi yang dilakukan di desa KKM

maka dapat dikatakan bahwa proses negosiasi yang dilaksanakan tersebut,

belum memenuhi syarat dari co-management dimana stakeholder terkait harus

duduk bersama untuk membicarakan konflik kepentingan diantara stakeholder

dengan satu pemahaman: ”saling memberi dan menerima” untuk mencapai suatu

kesepakatan. Hal ini didukung oleh Borrini-Feyerabend et al. (2000) yang

mengemukakan bahwa co-management adalah dua atau lebih stakeholder

bernegosiasi, menetapkan dan memberikan garansi diantara mereka untuk

secara adil membagi hak dan tanggungjawab dari suatu daerah teritori atau

sumberdaya alam tertentu. Selain itu dikatakan pula bahwa salah satu prinsip

yang menentukan keberhasilan dari co-management adalah lebih menghargai

dan mementingkan proses ketimbang produk fisik jangka pendek . Oleh sebab itu

negosiasi sebagai salah satu prinsip dasar dari pendekatan co-management

haruslah benar-benar dilaksanakan dengan melibatkan stakeholder terkait untuk

menghasilkan suatu kesepakatan yang legitimate.

Lain halnya dengan masyarakat yang bermukim di desa non-KKM, hanya

13,33% diantara mereka yang mengatakan bahwa telah dilakukan proses

negosiasi dengan Pemda melalui dialog dengan Ketua dan anggota DPRD Kab.

Donggala serta para kepala dinas terkait, hanya saja pelaksanaan dialog

tersebut tidak dihadiri oleh pihak BTNLL. Pelaksanaan proses negosiasi di desa

non-KKM tersebut juga belum memenuhi syarat dari co-management, dimana

dalam proses negosiasi untuk mencapai kesepakatan harus melibatkan

stakeholder inti: masyarakat lokal dan BTNLL (WWF-Indonesia 2008). Jadi

pelaksanaan negosiasi telah dilakukan baik di desa KKM maupun di desa non-

KKM hanya saja pelaksanaan negosiasi pada ke dua desa tersebut belum

memenuhi tataran co-management.

Page 170: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

170

4) Penerapan sanksi adat

Penerapan Prinsip dasar co-management lainnya yang dianalisis

penerapannya dalam penelitian ini adalah penerapan sanksi adat. Seberapa

besar penerapan dari sanksi adat dalam pengelolaan TNLL ditunjukkan pada

Gambar 34.

Gambar 34. Persentase penerapan sanksi adat sebagai prinsip co-management dalam pengelolaan TNLL 2007.

Gambar 34 menunjukkan bahwa penerapan sanksi adat dalam

pengelolaan TNLL di desa KKM telah dilaksanakan dan memperlihatkan hasil

yang efektif, sebab anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran dan

kemudian disidangkan di lembaga adat, di yakini oleh masyarakat di desa KKM

sebagai suatu pantangan yang akan dirasakan oleh keluarga tersebut secara

turun temurun, sehingga sanksi adat akan cenderung lebih efektif dibanding

dengan hukum formal. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh

McKean (1992) dan Li (2000) bahwa sanksi adat terkait erat dengan nilai-nilai

yang berlaku dalam suatu komunitas masyarakat adat tertanam pada setiap

individu, sehingga lebih bertahan dan lebih dipatuhi bila dibandingkan sanksi-

sanksi formal bentukan pemerintah.

Sejalan dengan pendapat McKean (1992) dan Li (2000) sebagaimana

yang telah dikemukakan, maka kajian yang dilakukan oleh Basuni (2003); Flint &

Lulof (2005); Pagdee et al. (2006) bahwa aturan-aturan lokal yang disepakati,

diimplementasikan dengan baik, serta didukung oleh identitas komunal yang

kuat, terbukti mampu menunjang kelestarian fungsi hutan. Oleh karena itu

penerapan sanksi adat secara konsisten, akan berdampak positif terhadap

kelestarian TNLL.

Penerapan sanksi adat di Desa KKM (%)

84.44%

15.56%0%

Belum diterapkan

Tidak memberikan pendapat

Telah diterapkan

Penerapan sanksi adat di Desa NKKM (%)

86.67%

4.44%8.89%

Belum diterapkan

Tidak memberikan pendapat

Telah diterapkan

Page 171: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

171

Masyarakat yang bermukim di desa non-KKM, hanya 4,44% diantara

mereka yang mengatakan bahwa sudah pernah dilakukan sidang adat terkait

dengan keberadaan kawasan taman nasional. Menurut masyarakat di desa non-

KKM perhatian mereka lebih mengarah pada keinginan akan adanya pengakuan

dari pihak BTNLL atas lahan masyarakat yang dijadikan sebagai sumber mata

pencaharian yang terdapat dalam kawasan. Apabila penerapan sanksi adat yang

dilakukan di desa KKM dijadikan sebagai acuan dalam memberikan sanksi bagi

siapapun pelaku kegiatan yang cenderung mengancam kelestarian kawasan

taman nasional, maka dapat dikatakan bahwa penerapan sanksi adat dalam

pengelolaan TNLL ke depan cenderung akan lebih efektif.

5) Batas teritori

Salah satu prinsip dasar dari co-management yang dianalisis dalam

penelitian ini adalah adanya batas teritori. Sejauhmana keberadaan batas teritori

pada masing-masing kelompok desa ditunjukkan pada Gambar 35.

Gambar 35 Persentase pendapat responden tentang batas teritori dalam pengelolaan TNLL 2007.

Gambar 35 menunjukkan bahwa persentase pendapat responden tentang

adanya penetapan batas teritori dalam pengelolaan TNLL di desa KKM telah ada

dan telah disepakati serta mendapat pengakuan dari pihak BTNLL yang

sebelumnya diklaim sebagai bagian dari wilayah TNLL. Pengakuan tersebut,

secara sosial-ekonomi memberikan rasa aman kepada masyarakat untuk

menjaga dan memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat dalam wilayah

taman nasional untuk memenuhi kebutuhan mereka. Penetapan batas teritori

yang juga telah disepakati antara masyarakat di desa KKM dan pihak BTNLL

memberikan gambaran bahwa penerapan salah satu prinsip co-management

yakni adanya batas teritori dalam pengelolaan TNLL di bagian kawasan yang

Batas Teritori di Desa KKM (%)

4.44% 8.89%

86.67%

Belun ada batas

Tidak memberikan pendapat

Telah ada batas

Batas Teritori di Desa NKKM (%)

88.89%

4.44%6.67%

Belun ada batas

Tidak memberikan pendapat

Telah ada batas

Page 172: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

172

terdapat di kelompok desa KKM telah diterapkan dan sekitar 86,67% responden

masyarakat lokal yang mengakui keberadaannya. Penetapan batas teritori dalam

pengelolaan TNLL di desa KKM dapat dikatakan telah memenuhi salah satu

prinsip dari co-management sesuai dengan yang dikemukakan oleh Borrini-

Feyerabend et al. (2000) bahwa batas teritori merupakan salah satu prinsip dasar

dari keberhasilan co-management.

Masyarakat yang bermukim di desa non-KKM, hanya 4,44% diantara

mereka yang mengatakan bahwa telah ada batas teritori yang memberikan

kewenangan kepada masyarakat untuk dapat mengakses sumberdaya yang

telah dimanfaatkan sebelum penetapan kawasan TNLL. Sedang 88,89%

masyarakat di desa non-KKM yang menyatakan bahwa belum ada batas teritori

Situasi demikian, berpeluang besar terjadinya konflik terbuka sama dengan yang

terjadi pada tahun sebelumnya (2001), karena masyarakat di desa non-KKM

menuntut adanya pemberian hak yang relatif sama dengan hak yang diterima

oleh masyarakat di desa KKM. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu pendekatan

pengelolaan yang dapat mengantisipasi terjadinya konflik secara vertikal maupun

konflik horizontal.

6) Kejelasan hak dan tanggung jawab

Kejelasan hak dan tanggungjawab dari stakeholder merupakan salah satu

prinsip dasar dari co-management yang dianalisis dalam penelitian ini.

Sejauhmana aplikasinya dalam pengelolaan taman nasional pada masing-

masing kelompok desa ditunjukkan pada Gambar 36.

Gambar 36 Persentase pendapat responden tentang kejelasan hak dan tanggungjawab

dalam pengelolaan TNLL 2007.

Kejelasan hak dan tanggungjawab di Desa

KKM (%)

82.22%

6.67%

11.11%

Belum ada kejelasan

Tidak memberikan pendapat

Ada kejelasan

Kejelasan hak dan tanggungjawab di Desa

NKKM (%)

86.67%

8.89%4.44%

Belum ada kejelasan

Tidak memberikan pendapat

Ada kejelasan

Page 173: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

173

Gambar 36 menunjukkan bahwa 82,22% masyarakat yang menyatakan

bahwa hak dan tanggung jawab stakeholder dalam pengelolaan TNLL di desa

KKM telah jelas dan diatur dalam kesepakatan konservasi masyarakat (KKM).

Berdasarkan hasil diskusi dengan LSM dan ketua lembaga adat, ternyata bahwa

pada saat ini masyarakat berupaya melaksanakan tanggung jawabnya untuk ikut

dalam pengamanan kawasan. Tanggung jawab yang diperlihatkan oleh

masyarakat di desa KKM tersebut memberikan gambaran bahwa keterlibatan

masyarakat di sekitar kawasan terutama dalam kegiatan pengamanan kawasan

merupakan implikasi dari kejelasan hak yang diberikan kepada masyarakat yang

bermukim di desa KKM. Keterlibatan masyarakat tersebut akan meringankan

beban biaya yang dibutuhkan karena para pihak yang terkait akan saling bahu

membahu menyumbangkan sumberdaya termasuk informasi maupun tenaga

yang dimilikinya. Hal ini merupakan salah satu sasaran yang diharapkan dalam

pendekatan pengelolaan kawasan konservasi dengan pendekatan co-

management agar kelestarian kawasan dapat terjaga dengan keterlibatan

stakeholder terkait. Kondisi ini didukung oleh Claridge & O”Callaghan (1995);

Alikodra (2004) yang mengemukakan bahwa salah satu karakteristik dari

keberhasilan co-management adalah para pihak mengerti secara penuh dan

saling percaya, serta mempunyai peran yang jelas.

Selanjutnya dari hasil diskusi terungkap pula bahwa seharusnya ada

dana operasional untuk mendukung kegiatan yang dilakukan oleh kelompok

pengamanan kawasan (Tondo Ngata, Panimpu Ngata, dan Hondohanua).

Apabila kejelasan hak dan tanggung jawab yang harus diemban oleh masing-

masing stakeholder terkait dengan pengelolaan TNLL sudah dipahami oleh

setiap kelompok stakeholder, maka dana opersional untuk kelompok

pengamanan kawasan yang dimaksud, tidak akan menjadi beban dalam

pengelolaan taman nasional dengan pendekatan co-management.

Terkait dengan kejelasan hak dan tanggung jawab dari stakeholder

sebagai salah satu prinsip dasar co-managment dalam pengelolaan TNLL desa

non-KKM terlihat bahwa ada 86,67% masyarakat yang menyatakan bahwa

prinsip dasar dari co-management tersebut belum teraplikasi di dalam kegiatan

pengelolaan taman nasional. Ketidak jelasan tersebut, berpeluang untuk

menimbulkan konflik kepentingan antara masyarakat lokal dengan pihak BTNLL.

Oleh sebeb itu semakin kuat dugaan bahwa co-management merupakan

pendekatan yang tepat untuk pengelolaan TNLL.

Page 174: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

174

7) Konsensus yang disepakati

Prinsip dasar dari co-management yang dianalisis dalam penelitian ini

adalah konsensus yang telah disepakati. Analisis dari prinsip dasar tersebut

mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh stakeholder masyarakat lokal

yang ditunjukkan pada Gambar 37.

S

Gambar 37 Persentase pendapat responden tentang adanya konsensus dalam pengelolaan TNLL 2007.

Gambar 37 menunjukkan bahwa di dalam pengelolaan taman nasional,

telah ada konsensus yang disepakati antara masyarakat yang bermukim di desa

KKM dengan pihak BTNLL yang dikenal dengan kesepakatan konservasi

masyarakat (KKM). Persentase masyarakat di desa KKM yang menyatakan

bahwa telah ada konsensus/kesepakatan yang disepekati bersama antara

masyarakat dengan pihak BTNLL dan pernyataan masyarakat tersebut berada

pada kategori tinggi (91,11%). Pendapat yang dikemukakan oleh masyarakat

tentang keberadaan konsensus/kesepakatan di desa KKM didukung oleh

pernyataan dari key informan yakni To Tua Ngata yang mengemukakan bahwa

memang telah ada kesepakatan yang dibangun dan bahkan telah ditandatangani

bersama antara Kepala BTNLL dengan salah satu tokoh masyarakat yakni To

Tua Ngata. Naskah kesepakatan yang telah ditandatangani di desa KKM dan

pengakuan pihak BTNLL terhadap wilayah hukum adat ditunjukkan pada Gambar

38 dan Gambar 39.

Konsensus di Desa KKM (%)

91.11%

2.22%6.67%

Belum ada konsensus

Tidak memberikan jawaban

Telah ada konsensus

Konsensus di Desa NKKM (%)

84.44%

4.44%11.11%

Belum ada konsensus

Tidak memberikan jawaban

Telah ada konsensus

Page 175: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

175

Naskah kesepakatan yang telah dibangun di Desa KKM dan telah

mendapat pengakuan dari pihak BTNLL akan lebih legitimate seandainya

Naskah kesepakatan yang telah dibangun di Desa KKM dan telah

Naskah kesepakatan yang telah dibangun di desa KKM dan telah

mendapat pengakuan dari pihak BTNLL akan lebih legitimate seandainya

dibangun dengan proses negosiasi yang juga melibatkan Pemda terutama untuk

membicarakan masalah yang terkait dengan SK Gubernur No.592/1993 tentang

tidak diakuinya keberadaan lahan adat di Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah. SK

Gubernur tersebut mendukung Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.

593/Kpts-II/1993 pada tanggal 5 Oktober 1993 tentang penunjukan Kawasan

TNLL (baca Sub Bab Diskripsi TNLL), yang pada saat itu mulai pemberlakukan

aturan yang melarang masyarakat lokal untuk mengambil atau memanfaatkan

sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan taman nasional sebagaimana

yang telah diuraikan sebelumnya.

Apabila dilihat dari proses pencapaian konsensus/kesepakatan yang telah

terbangun antara msyarakat yang bermukim di desa KKM dengan pihak BTNLL

dapat dikatakan bahwa konsensus/kesepakatan yang dicapai tersebut tidak

sejalan dengan prinsip dasar dari co-management yang dikemukakan oleh

Borrini- Feyerabend et al. (2000) yakni lebih mementingkan proses ketimbang

produk yang dihasilkan. Sementara konsensus/kesepakatan yang dicapai di desa

KKM dibangun melalui keterlibatan LSM (YTM dan TNC) yang memformulasi

point-point kesepakatan berdasarkan pada keinginan-keinginan masyarakat lokal

terkait dengan hak adatnya. Kemudian naskah kesepakatan yang telah

diformulasi tersebut, diajukan ke pihak BTNLL melalui LSM untuk disetujui atau

diakui (hasil diskusi dengan tokoh adat 2007).

Gambar 38 Salah seorang angota Totua Ngata menyerahkan piagam kesepakatan kepada Kepala Balai TNLL (Foto: Dokumentasi masyarakat Toro 2000).

Gambar 39 Masyarakat Adat Toro berpose bersama di sekeliling Prasasti Pengakuan (Foto: Dokumentasi masyarakat Toro 2000).

Page 176: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

176

Menurut Borrini-Feyerabend et al. (2000) bahwa konsensus/

kesepakatan yang dihasilkan seharusnya melalui proses negosiasi yang

melibatkan minimal stakeholder inti (masyarakat lokal dan BTNLL) untuk duduk

bersama membicarakan perbedaan kepentingan untuk mencapai konsensus/

kesepakatan yang dipahami dan dapat dijadikan kontrol oleh masing-masing

pihak dalam pengelolaan taman nasional. Akan tetapi pendapat Fisher (1995)

mengemukakan bahwa konsep dasar dari co-management yang berkaitan

dengan sektor kehutanan adalah tercapainya kesepakatan tentang pengelolaan

hutan antara pihak pengelola dengan masyarakat lokal. Oleh sebab itu

konsensus/kesepakatan yang telah dibangun dan telah disepakati di desa KKM

antara masyarakat lokal dengan pihak BTNLL dikaitkan dengan pendapat Fisher

(1995) sebagaimana yang telah dikemukakan, dapat dikatakan bahwa

konsensus/kesepakatan yang telah dicapai di desa KKM tersebut telah sejalan

dengan konsep dasar dari co-management dan akan lebih legitimate lagi kalau

konsensus yang disepakati tersebut dihasilkan melalui proses negosiasi yang

sesuai dengan tataran co-management.

Sementara masyarakat yang bermukim di desa non-KKM, 84,44%

diantara mereka yang mengatakan bahwa belum ada konsensus/kesepakatan

yang dibangun antara masyarakat dengan pihak BTNLL. Menurut masyarakat di

desa non-KKM, sudah beberapa kali dilakukan dialog dengan pihak BTNLL

hanya saja belum ada satupun kesepakatan yang dihasilkan dari kegiatan dialog

tersebut. Bukti bahwa belum ada kesepakatan yang berhasil dibangun yakni

pada saat penelitian ini dilaksanakan, masyarakat di desa non-KKM

mengemukakan bahwa kami telah melakukan pengukuran dan membuat patok

sebagai batas wilayah yang kami bisa manfaatkan dan batas tersebut telah

disetujui oleh Kepala BTNLL. Namun, ketika pemasangan patok tersebut

dikonfirmasi dengan Kepala BTNLL, hal itu tidak dibenarkan oleh Kepala Balai.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsensus/kesepakatan antara

stakeholder masyarakat lokal dengan pihak BTNLL di desa non-KKM memang

belum ada.

5.6. Konsep Co-management untuk TNLL

Berdasarkan hasil analisis kepentingan stakeholder, analisis partisipatif,

dan analisis co-management maka teridentifikasi lima belas faktor yang diduga

sebagai faktor penentu keberhasilan pengembangan co-management untuk

pengelolaan TNLL . Kelima belas faktor yang dimaksud yakni:

Page 177: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

177

A) Partisipasi stakeholder adalah peran atau kegiatan yang dilaksanakan

oleh stakeholder masyarakat lokal terkait dengan upaya pengelolaan

TNLL.

B) Batas teritori adalah bagian wilayah TNLL yang dapat diakses oleh

masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumberdaya yang bernilai

ekonomi.

C) Negosiasi adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan dengan

melibatkan minimal stakeholder masyarakat lokal dan pihak BTNLL untuk

membicarakan hal-hal yang terkait dengan perbedaan kepentingan.

D) Kejelasan hak dan tanggung jawan adalah semua hak masyarakat lokal

yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya di dalam kawasan TNLL

diketahui oleh stakeholder masyarakat lokal maupun pihak BTNLL dan

masyarakat mengerti serta mau melaksanakan tanggungjawab yang

harus diemban terkait dengan kelestarian taman nasional.

E) Pengakuan terhadap hak lahan adat adalah pengakuan terhadap hak

adat/hak kelola masyarakat terhadap sumberdaya yang terdapat di dalam

kawasan TNLL (pemanfaatan sumberdaya lahan, pemetikan hasil

tanaman kopi/kakaonya, serta pengambilan rotan dan damar).

F) Terbangun pusat informasi adalah pembangunan pusat informasi yang

terkait dengan TNLL untuk memudahkan akses yang terkait dengan

pendidikan/penelitian.

G) Pengambilan rotan dengan sistem rotasi yakni pengambilan rotan di

bagian kawasan yang telah ditentukan bersama dengan melibatkan

masyarakat lokal, lembaga adat, kepala desa, dan BTNLL melalui polisi

hutan.

H) Masyarakat tidak melakukan kegiatan illegal loging yakni masyarakat

hanya menebang kayu di dalam wilayah adat untuk kebutuhan konstruksi

rumah tinggal dan kegiatan sosial dengan izin lembaga adat.

I) Konsensus (kesepakatan) adalah point-point yang disepakati oleh

stakeholder melalui proses negosiasi.

J) Penerapan sanksi adat adalah pemberlakuan sanksi bagi setiap

pelanggaran terkait dengan TNLL berdasarkan nilai-nilai yang dianut oleh

masyarakat lokal.

Page 178: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

178

K) Masyarakat tidak memperluas kebun dalam kawasan yakni masyarakat

dengan sadar hanya mengelola kebun yang telah disepakati dan

mendapat pengakuan dari pihak BTNLL.

L) Penataan kembali pal batas adalah pemindahan pal batas dari posisi

semula ke tempat yang disepakati oleh stakeholder yang mempunyai

kepentingan terkait dengan pal batas TNLL

M) Dana hibah untuk pengelolaan kawasan adalah dana yang diharapkan

dari negara donor untuk kelestarian kawasan TNLL sebagai warisan

dunia.

N) Pengembangan objek wisata adalah pembangunan objek-objek wisata

yang terdapat di sekitar TNLL agar dapat menjadi sumber pendapatan

bagi masyarakat sekitar.

O) Pemberian insentif bagi anggota masyarakat adalah sejumlah uang yang

diharapkan diperoleh dari dana monitoring BTNLL untuk anggota

masyarakat yang aktif dalam pengamanan kawasan TNLL.

Sebelum dilakukan analisis prospektif terlebih dahulu dilakukan penilaian antar

faktor yang hasilnya ditunjukkan pada Lampiran 4. Mengacu pada nilai pengaruh

antar faktor (Lampiran 4), maka untuk menentukan faktor kunci keberhasilan

konsep co-management untuk pengelolaan TNLL, dilakukan analisis prospektif

yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 40.

Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 40 terlihat bahwa ada tiga faktor

yang berada pada kuadran I dan merupakan faktor input yang mempunyai

pengaruh tinggi terhadap keberhasilan co-management dengan ketergantungan

yang rendah antar elemen. Ketiga faktor yang terdapat pada kuadran I yang

dimaksud adalah: partisipasi stakeholder dalam pengelolaan taman nasional, ada

proses negosiasi, dan ada konsensus yang disepakati. Sementara empat faktor

yang terdapat pada kuadran II yakni: batas teritori, kejelasan hak dan tanggung

jawab stakeholder, pengakuan terhadap hak lahan adat, dan penerapan sanksi

adat, merupakan faktor penghubung yang mempunyai pengaruh tinggi dan

ketergantungan antar elemen yang tinggi pula dalam pendekatan co-

management.

Ketujuh faktor yang terdapat pada kuadran I dan kuadran II yakni :

partisipasi stakeholder dalam pengelolaan taman nasional, ada proses negosiasi,

ada konsensus yang disepakati, ada batas teritori, ada kejelasan hak dan

tanggung jawab stakeholder, pengakuan terhadap hak lahan adat dan

Page 179: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

179

penerapan sanksi adat merupakan faktor kunci keberhasilan co-management

dalam pengelolaan TNLL. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Claridge & O”Callaghan (1995); Fisher (1995); IUCN (1997);

Borrini-Feyerabend et al. (2000); Nikijuluw (1999); Knight Tighe (2003); Alikodra

(2004), mengemukakan beberapa prinsip dasar atau karakteristik dari

keberhasilan co-management termasuk tujuh faktor kunci keberhasilan co-

management untuk pengelolaan TNLL.

Gambar 40 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang menentukan keber-hasilan pengembangan co-management dalam pengelolaan TNLL.

Selanjutnya faktor yang terdapat pada kuadran III dengan pengaruh yang

rendah akan tetapi keterkaitannya tinggi dengan elemen-elemen yang lain,

merupakan pula faktor yang perlu mendapat perhatian sebagai penentu output

keberhasilan pengembangan co-management. Sedang faktor yang terdapat pada

kuadran IV merupakan faktor yang dapat diabaikan (unused factor) karena

pengaruh maupun ketergantungannya rendah terhadap faktor lain, sehingga

membutuhkan dana yang besar apabila dijadikan sebagai driven factor dalam

merumuskan kebijakan.

Mengacu pada ke tujuh faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan

pengembangan co-management dalam pengelolaan TNLL sebagaimana yang

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Menentukan

Keberhasilan Co-management untuk Pengelolaan TNLL

Masy. tidak melakukan illegal loging

Negosiasi

Partisipasi SH

Konsensus

Batas teritori

Terbangun pusat informasi

Masyarakat tidak memperluas kebun

Pengakuan hak lahan adat

Pengembangan objek wisata

Kejelasan hak dan t. jawab

Penerapan sanksi adat

Penataan kembali pal batas

Dana hibah untuk pengelolaan

Pengambilan rotan dg. rotasi

Pemberian insentif bagi anggota masy.

---------0.0

1.0

2.0

0.0 1.0 2.0

Ketergantungan

P e n g a r u h

Page 180: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

180

ditunjukkan pada Gambar 40, maka konsep co-management yang akan

diterapkan pada pengelolaan TNLL ke depan sekaligus diharapkan dapat

menginisiasi penyelesaian konflik yang terjadi di sekitar kawasan, agar TNLL

tetap lestari dan ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional dapat menigkat,

ditunjukkan pada Gambar 41.

Gambar 41 Konsep co-management TNLL.

Gambar 41 menunjukkan bahwa konsep co-management untuk TNLL

memperlihatkan bahwa dalam pengelolaan TNLL seyogyanya ada partisipasi

stakeholder dan ada konsensus atau kesepakatan yang dicapai melalui proses

negosiasi. Selanjutnya ditunjukkan pula bahwa pendekatan co-management

dalam pengelolaan TNLL seharusnya ada batas teritori yang disepakati,

kejelasan hak dan tanggung tanggung jawab stakeholder, pengakuan terhadap

hak lahan adat, dan ada penerapan sanksi adat.

Konsep co-management yang dihasilkan dari penelitian ini sejalan

dengan pendapat Borrini-Feyerabend et al. (2000) yang intinya bahwa prinsip

dasar dari keberhasilan co-management adalah partisipasi stakeholder,

negosiasi, kejelasan hak dan tanggung jawab, serta lebih menghargai dan

mementingkan proses ketimbang hasil atau produk jangka pendek. Implementasi

dari konsep co-management ini, membutuhkan adanya produk hukum yang

mengikat para stakeholder berupa peraturan desa tentang faktor-faktor kunci

Penerapan sanksi adat

Partisipasi SH

Negosiasi

Konsensus

Batas teritori

Kejelasan hak dan t. jawab

Pengakuan terhadap hak lahan adat

Penyele-saian konflik

- Proses yang

dikawal - Produk Hukum

yang mengikat

-Kelesta-rian

taman nasional

- Pening-katan

ekonomi masya-

rakat

Page 181: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

181

keberhasilan co-management untuk TNLL serta pengawalan atas proses

penerapannya dengan melibatkan masyarakat lokal, pihak BTNLL, dan

akademisi melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat.

Deskripsi masing-masing faktor kunci yang menentukan keberhasilan

konsep co-management dalam pengelolaan TNLL sebagaimana yang telah

ditunjukkan pada Gambar 41 diuraikan sebagai berikut.

1) Partisipasi stakeholder

Partisipasi stakeholder merupakan faktor kunci dalam penerapan konsep co-

management pada pengelolaan kawasan konservasi. Konsep pengelolaan

taman nasional yang diterapkan sebelumnya lebih memandang masyarakat

lokal sebagai musuh daripada sebagai mitra; pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan keamanan yang tujuannya untuk memelihara ekosistem

kawasan konservasi agar tetap utuh. Kenyataan yang terjadi di lapangan

memperlihatkan bahwa, sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan

TNLL tetap rusak dan masyarakat lokal melakukan perlawanan terhadap

otoritas taman nasional. Hal ini disebabkan karena adanya aturan yang

melarang masyarakat lokal mengakses sumberdaya yang terdapat di dalam

kawasan, yang secara turun temurun telah menjadi sumber penghidupan

mereka jauh sebelum penetapan kawasan taman nasional. Di sisi lain konsep

konservasi keragaman hayati sulit dipahami oleh masyarakat lokal terutama

tentang fungsi dan manfaat konservasi. Keadaan ini mengakibatkan semakin

rusaknya kawasan taman nasional, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan

baru yang didukung oleh partisipasi stakeholder. Partisipasi stakeholder

terutama masyarakat lokal dalam pengelolaan TNLL diharapkan bahwa tujuan

pengelolaan taman nasional untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan

dapat tercapai .

2) Negosiasi

Negosiasi dalam co-management merupakan kata kunci untuk mencapai

kesepakatan. Negosiasi dibutuhkan dalam pengembangan co-management

untuk TNLL karena adanya perbedaan kepentingan dari berbagai stakeholder.

Penyelesaian berbagai kepentingan tersebut dapat diselesaikan melalui

pendekatan negosiasi dengan syarat bahwa stakeholder terkait saling

membutuhkan dan saling percaya untuk take and give.

3) Konsensus

Page 182: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

182

Konsensus atau kesepakatan merupakan faktor kunci yang harus dicapai

dalam pengembangan co-management untuk pengelolaan kawasan

konservasi. Kesepakatan hanya dapat dicapai apabila tujuan pengelolaan

kawasan konservasi dipahami oleh seluruh stakeholder yang terkait.

Konsensus atau kesepakatan yang dicapai tanpa melibatkan stakeholder inti

(masyarakat lokal dan BTNLL), maka kesepakatan tersebut tidak dapat

dikatakan sebagai bentuk dari co-management.

4) Batas teritori

Batas teritori dibutuhkan sebagai salah satu kunci dalam pengembangan co-

management untuk kawasan TNLL, sebab ketidak jelasan batas teritori

memberikan gambaran ketidak jelasan hak teritori yang akan dikolaborasikan

oleh para stakeholder. Dalam pengelolaan taman nasional, tidak mungkin

setiap aspek akan melibatkan pula semua stakeholder. Oleh sebab itu batas

teritori dalam pengembangan co-management untuk pengelolaan TNLL ke

depan merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan co-

management. Ketidak jelasan batas teritori akan menghasilkan ketidak jelasan

kepentingan yang akan dikolaborasikan. Kalau kondisi ini yang terjadi maka

tujuan akhir dari co-management untuk menginisiasi penyelesaian konflik

kepentingan tidak dapat tercapai.

5) Kejelasan hak dan tanggung jawab stakeholder

Kejalasan hak dan tanggungjawab stakeholder dalam konsep co-management

akan memperjelas status kepemilikan lahan atau sumberdaya yang ada dalam

kawasan taman nasional serta akan memperjelas pula tanggungjawab yang

akan dilaksanakan oleh stakeholder yang bersangkutan, terkait dengan hak

yang melekat pada masing-masing stakeholder. Menurut stakeholder

masyarakat lokal ketidak jelasan hak maupun tanggungjawab yang akan

diemban dalam pengelolaan TNLL akan memberikan dampak ketidak

nyamanan dalam pemanfaatan sumberdaya (terutama sumberdaya lahan),

yang merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat lokal. Apabila kebutuhan

dasar tersebut tidak terpenuhi maka konflik antara masyarakat lokal dengan

pihak BTNLL belum dapat terselesaikan. Karena itu salah satu kunci

keberhasilan co-management dalam pengelolaan TNLL adalah kejelasan hak

dan tanggungjawab dari stakeholder. Kejelasan hak dan tanggungjawab

stakeholder diharapkan dapat memberikan kejelasan bagi masyarakat bahwa

Page 183: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

183

di bagian kawasan mana mereka dapat mengakses sumberdaya alam untuk

memenuhi kebutuhannya (memungut hasil tanaman kopi, rotan, pandan hutan

sebagai bahan kerajinan, dan tanaman obat untuk dijadikan ramuan). Selain

itu kejelasan hak dan tanggungjawab akan memperjelas pula tugas dan

kewenangan dari stakeholder lainnya dalam menangani permasalahan

ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.

6) Pengakuan terhadap hak lahan adat

Salah satu faktor yang paling sering menyebabkan konflik di sekitar TNLL

adalah masalah pemanfaatan lahan. Hal ini terjadi karena adanya hak akuan

dari masing-masing pihak yang merasa memiliki hak atas kawasan taman

nasional. Pihak masyarakat lokal, dengan alasan kesejarahan mengklaim

lahan adat mereka yang terdapat dalam kawasan taman nasional. Sementara

pihak BTNLL dengan mengacu pada SK. Menteri Pertanian No. 593/Kpts-

II/1993 pada tanggal 5 Oktober 1993 tentang penunjukan kawasan TNLL

mengklaim bahwa masyarakat yang berkebun di dalam kawasan dikategorikan

sebagai perambah. Kondisi ini memicu terjadinya konflik yang akhirnya pada

suatu saat, TNLL unsustainable. Oleh sebab itu untuk menghindari terjadinya

konflik kepentingan antar stakeholder dan diharapkan dapat meningkatkan

kinerja pengelolaan maka dibutuhkan suatu paradigma pengelolaan dengan

mengembangkan co-management. Salah satu faktor kunci keberhasilan dari

pengembangan co-management untuk TNLL ke depan, adalah pengakuan

terhadap wilayah hak adat.

7). Penerapan sanksi adat

Pengelolaan kawasan konservasi dengan pendekatan hukum negara atau

hukum formal bentukan pemerintah, kelihatannya ada beberapa hal yang

agak sulit dilakukan termasuk masalah konflik pemanfaatan lahan yang terjadi

di sekitar TNLL. Oleh karena itu diperlukan alternatif penyelesaian konflik atau

alternative conflict resolution (ACR) yang dapat diterapkan untuk tujuan

kelestarian TNLL. Alternatif yang dimaksud adalah penerapan sanksi adat

sebagai salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan

pengembangan co-management, karena sanksi adat terkait erat dengan nilai-

nilai yang berlaku dalam suatu komunitas masyarakat adat sehingga lebih

bertahan dan lebih dipatuhi bila dibandingkan sanksi-sanksi formal bentukan

pemerintah. Untuk itu diharapkan menjadi jaminan terhadap kelestarian

TNLL.

Page 184: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

184

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

1. Kepentingan stakeholder terkait dengan TNLL yakni masyarakat lokal

berkeinginan untuk tetap memanfaatkan lahan adatnya yang terdapat dalam

kawasan taman nasional baik masyarakat yang ada di desa KKM maupun

desa non-KKM; BTNLL lebih ke perlindungan kawasan; lembaga adat

berkepentingan dalam hal pengakuan terhadap hak adat dan kejelasan batas

TNLL; kepala desa menginginkan pula pengakuan terhadap hak adat dan

jaminan keamanan; Pemda berkepentingan dalam peningkatan produksi

pertanian, ekowisata, dan pembangunan infrastruktur; LSM lebih kepada

penyadaran dan edukasi, pelestarian, dan peningkatan ekonomi masyarakat;

pelaku bisnis berorientasi pada objek usaha baik hasil hutan maupun hasil

pertanian; akademisi/peneliti berkepentingan dalam hal pendidikan dan

penelitian.

2. Konflik di TNLL terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara

masyarakat lokal dengan pihak BTNLL, ditunjukkan dengan adanya kegiatan

perambahan, Illegal logging, pengrusakan pal batas, dan pembakaran pos

polisi hutan. Konflik ini terkait dengan penghasilan masyarakat yang rendah,

pendidikan, dan respon masyarakat yang rendah terhadap pelestarian taman

nasional.

3. Ada perbedaan partisipasi masyarakat lokal dalam upaya pelestarian

kawasan, pengamanan kawasan, dan keaktifan masyarakat dalam mengikuti

pelatihan/penyuluhan antara desa KKM dan desa non-KKM; hal ini terkait

dengan kepentingan masyarakat di desa KKM untuk tetap memanfaatkan

hak adatnya: mengolah sumberdaya lahan yang terdapat dalam kawasan,

memetik hasil tanaman kopi/kakaonya, serta mengambil rotan dan damar

telah diakomodir oleh pihak BTNLL, sementara kepentingan masyarakat di

desa non-KKM belum mendapatkan pengakuan dari pihak BTNLL.

4. Penerapan prinsip-prinsip co-management yaitu partisipasi stakeholder,

konsensus, batas teritori, kejelasan hak dan tanggung jawab, pengakuan

terhadap hak lahan adat, dan penerapan sanksi adat di desa KKM berada

pada kategori tinggi atau telah dilaksanakan dengan baik sementara proses

negosiasi pelaksanaannya masih pada kategori sedang; untuk desa non-KKM

Page 185: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

185

penerapan prinsip-prinsip co-management masih berada pada kategori

rendah.

5. Faktor kunci yang tidak mendukung keberhasilan co-management di TNLL

adalah rendahnya partisipasi stakeholder, negosiasi yang tidak melibatkan

seluruh stakeholder, dan ketidakjelasan untuk mendapatkan akses

sumberdaya.

6. Konsep co-management bertujuan untuk menyelesaikan konflik berbagai

stakeholder untuk mencapai kelestarian taman nasional, ekonomi masyarakat

meningkat, dengan cara peningkatan partisipasi stakeholder, proses

negosiasi yang jelas untuk menghasilkan konsensus serta kejelasan hak dan

tanggung jawab sesuai dengan batas teritori masing-masing.

6.2. Saran

1. Peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar taman nasional dapat

dilakukan pada bidang perikanan dengan sistem rotasi penangkapan dan

bidang pertanian dengan intensifikasi kakao di luar kawasan pada lahan-lahan

masyarakat sebagai alternatif sumber pendapatan di luar sumberdaya hutan

atas dukungan dari Dinas perikanan dan Dinas Pertanian.

2. Penyuluhan oleh BTNLL bekerjasama dengan instansi terkait:

Dinas Perikanan, Dinas Pertanian, dan Dinas Kehutanan untuk meningkatkan

partisipasi dan pengetahuan masyarakat terhadap taman nasional.

3. Penerapan konsep co-management dalam pengelolaan TNLL dengan fokus

perhatian pada peningkatan partisipasi stakeholder, proses negosiasi untuk

menghasilkan konsensus, serta kejelasan hak dan tanggungjawab sesuai

dengan batas teritori dari masing-masing stakeholder.

4. Agar konsep co-management yang dihasilkan dari penelitian ini dapat

diimplementasikan, maka perlu adanya produk hukum yang mengikat para

stakeholder berupa peraturan desa tentang faktor-faktor kunci keberhasilan

co-management untuk TNLL serta pengawalan atas proses penerapannya

dengan melibatkan masyarakat lokal, pihak BTNLL, dan akademisi melalui

kegiatan pengabdian pada masyarakat.

Page 186: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

186

DAFTAR PUSTAKA

Acheson JM. 1989. Manajemen of Common Property Resources. In S. Paltter (ed). Economic Anthropology. Stanford Univ. Press. Stanford, Cal.

Acciaioli, Greg. (2001): Ground of Conflict, Idioms of Harmony: Custom, Religion, and Nationalism in Violence Avoidance at the Lindu Plain, Central Sulawesi.

Aditjondro G. (1979): Angin Pantai di Lembah Pegunungan: Adakah yang Bakal Terbang? Prisma, No. 2 Pebruari, Tahun VIII.

Adiwibowo S, Shohibuddin M, Savitri LA, Sjaf M, Yusuf M. 2009. Analisis Isu Permukiman di Tiga Taman Nasional Indonesia. SAINS Sayogyo Institute.

Agrawal A, Ostrom E. (1999): Collective Action, Property Rights, and Devolution of Forest and Protected Area Management. In: Proceedings of the International Conference 1999 in Puetro Azul, Paper Presented at the Workshop "Structuring the Devolution of Natural Resource Management to Local Users", June 21-25 1999, in the Philippine, http://www.cgiar.org/capri/agrawal.pdf.

Alikodra HS. 1987. Manfaat Taman Nasional Bagi Masyarakat Sekitarnya. Media Konservasi I(3):13-20.

____________. 1998. Daerah Penyangga Taman Nasional dalam Sistem Pengembangan Konsep ICDP. Makalah disampaikan pada Seminar Daerah Penyangga; 16 Oktober 1998 Cisarua. Bogor.

___________. 2004. Co-Manajemen Suatu Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat. Bahan Kuliah: Pengembangan Institusi Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasi).

Awang SA. 2003. Politik Kehutanan Masyarakat. Kreasi Wacana. Yogyakarta.

[BTNLL] Balai Taman Nasional Lore Lindu. 2001. Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. Palu.

_______. 2003. Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. Palu.

_______, The Nature Conservancy (TNC). 2003. Laporan Pelaksanaan Kegiatan di Taman Nasional Lore. Palu-Sulawesi Tengah.

_______. 2004. Rencana Pengelolaan TNLL 2002-2007 Volume 4.

[TNC] The Nature Conservancy, Ditjen PHKA. 2004. Rencana Pengelolaan TNLL 2004-2029. Buku II: Data Proyeksi dan Analisis.

_____. 2006. Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. Palu.

_____. 2007. Laporan Hasil Operasi Fungsional 2005-2007.

_____ . 2007. Laporan Hasil Pengamanan Hutan BTNLL Tahun 2007.

Baland JJP, Platteau. 1996. Halting degradation of natural resources: Is there a role for rural communities? Di dalam: Pagde A, Kim Y, Daugherty PJ. 2006. What Makes Community Forest Management Successful: A Meta-

Page 187: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

187

Study From Community Forests Throughout the World. Society and Natural Resources, 19.

BAPPENAS. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Alam dengan Strategi Kemitraan; Naskah Kebijakan.

Barbier E. 1989. Economic Natural Resource Scarcity and Development. Eaqrtscan Publications.

Basuni S. 2003. Inovasi Institusi untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Penyangga Kawasan Konservasi (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat). (Disertasi) tidak Dipublikasikan. Bogor: Institut Pertanain Bogor.

Black HC. 1968. Black’s Law Dictionary, Revised 4th Edition. St. Paul. Minnesota, West Publishing.

Bohensky E, T. Lynam. 2005. Evaluating responses in complex adaptive systems: insights on water management from the Southern African Millennium Ecosystem Assessment (SAfMA). Ecology and Society 10 (1): 11. [online] http://www.ecologyandsociety.org/vol10/iss1/art11/ (diakses: tanggal 24 September 2006).

Borrini-Feyerabend G. 1996. Collaboratif Management of Protected Areas: Tailoring the Approach to the Context. Issues in Social Policy, IUCN. Gland Switzerland.

Borrini-Feyerabend G, Farvar MT, Nguinguiri JC, Ndangang VA. 2000. Co-management of Natural resources: Organising, Negotiating and Learning-by-Doing. GTZ Germany.

[BPS] Biro Pusat Statistik Kabupaten Donggala. 2006. Kabupaten Donggala Dalam Angka. Palu, Sulawesi Tengah.

_____ Kabupaten Poso. 2006. Kabupaten Poso Dalam Angka. Palu, Sulawesi Tengah.

Byl R, Trainmar, Guadeloupe. 2002. Strategic Planning Using Scenario. Paper to be Presented at IAME 2002 Confrence. Panama City. Panama.

Bromley DW. 1989. Making the commons work (Ed). San Francisco, CA: Institute for Contemporary Studies.

Bromley DW. (1991): Environment and Economy: Property Right and Public Policy. Blackwell, Cambridge.

Bromley DW. (1998): Property Rights in Economic Development: Lesson and Policy Implication. In: Lutz, E. (Eds), Agriculture and Environment: Perspectives on

Challen R. 2000. Institution, Transaction Costs and Environmental Policy: Institutional Reform for Water Resources (New Horizon in Environmental Economics), Edward Elgar Publishing Limited, Cheltenham, UK.

Claridge G, O’Callaghan, editor. 1995. Community Involment in Wetland Management: Lessons from the Field. Incorporating the Proceedings of Workshop 3: Wetlands, Local People and Development, of the International Conference on Wetlands and Development held in Kuala Lumpur. Malaysia.

Page 188: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

188

Cernea MM. 1985. Putting People First: Sociological Variables in Rural Development, World Bank, Oxford University Press, UK.

Cochran WG. Rudiansyah (Penerjemah). 1991. Teknik Penarikan Sampel. Edisi Ketiga. Ui-Press. Jakarta.

Cohen JM, Uphoff. 1977. Rural Development Participation. Ithaca. New York.

Conley A, Moote A. 2001. Colaborative Conservation in Theory and Practice: A. Literature Revieu . Udall Centre for Studies in Public Policy. University of Arizona. Tuscon Arizona.

Craig G. dan M. Mayo (ed). 1995. Community Empowerment: A Reader in Participation and Development. London: Zed Books.

David E, Wollenberg E, Dachang L. 2003. Introduction. Di dalam: Local Forest management, The Impacts of Devolution Policies. Earthscan London. Sterling VA.

Davis LS et al. 2001. Forest Management To Sustain Ecological, Economic, and Social Values. Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Higher Education.

Demsetz H. (1967): Toward a Theory and Property Right: American Economic Review 57 (May).

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1990. Undang-Undang No.5. 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnnya.

_______. 1998. Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

_______. 2003. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Informasi Kawasan Konservasi.

_______, UNESCO, dan CIFOR. 2004. Buku Panduan 41 Taman Nasional di Indonesia. Departemen Kehutanan, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization and Centre for International Forestry Research. Bogor.

_______. 2004. Sebaran Kawasan Konservasi di Indonesia/Up to Year : 2004 www.dephut.go.id

_______. 2005. Pengelolaan Kolaboratif. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.19/Menhut-II/2004.

Ebregt A, de Greve P. 2000. Buffer Zones and Their Management: Policy and Best Practices for Terrestrial Ecosystems in Developing. National Reference Centre for Nature Management Wageningen. the Netherlands.

Eggertsson T. (1990): Economic behaviour and institutions. Cambridge, U.K. Cambridge University Press.

Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen Jilid Satu. IPB Press.

Fisher, RJ. 1995. Collaborative Management of Forest for Conservation and Development. Issues in Forest Conservation. IUCN-The World Conservation Union, World Wide Fund for Nature, Valserine-France.

Fisher RJ. Ludin. S. Williams, I.D. Abdi, dan R. Smith. 2001. Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak (Edisi Bahasa Indonsia). The British Council Indonesia.

Page 189: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

189

Flint CG, Luloff AE. 2005 Natrural Resource-Based Communities, Risk, and Disater: An Intersection of Theories. Di dalam: Society and Natural Resources, 18: hlm 399- 412.

Fuad FH, Maskanah S. 2000. Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Bogor : Pustaka Latin.

Golar 2007. Strategi Adaptasi Masyarakat Adat Toro: Kajian Kelembagaan Lokal dalam Pengelolaan dan pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Lore Lindu Propinsi Sulawesi Tengah [Disertasi] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Grimble R, Chan MK. 1995. Stakeholder Analysis for Natural Resource Management in Developing Countries: Some Practical Guidelines for Making Management More Participatory and Effective. Natural Resources Forum. Vol 19. No. 2. hlm: 274-293.

Hamdin, Sugiharto. 2003. Menakar Keinginan Warga Dongi-Dongi. Seputar Rakyat. Edisi 06. Tahun I Agustus 2003. hlm: 11-14.

Hanna S, Folke C, Maler K-Goran. 1995. Property Rights and Environmental Resources. in Hanna S, Munasinghe M (Eds.): Property Rights and the Environment: Social Ecological Issues. pp. 15-29. The Beijer Institute of Ecological Econ. and The World Bank.

Hardjomidjoyo H. 2004. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

IUCN. 1994. Guidelines for Protected Area Management Categories. WCMC-IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge UK.

IUCN. 1997. Resolutions and Recommendations: World Conservation Congress. 12-13 October 1996. Montreal, Canada.

Kaufman HF. 1949. Participation in Organized Activities in Selected Kentucky Localities. Kentucky Agricultural Experiment Station Bulletin.

Khaeruddin I et al. 2002. Kesepakatan Konservasi Masyarakat di Lima Desa Sekitar Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. The Nature Conservancy-Lore Lindu Field Office. Palu.

Knight M, Tighe S. editor. 2003. Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003. Coastal Resources Center, University of Rhode Island, Narragansett, Rhode Island, USA.

Kusumosuwidho S. 2004.Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Lagimpu A. 2002. Revitalisasi Kelembagaan Tradisional Masyarakat Adat. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Masyarakat Adat Ngata Toro, 25-30 Oktober 2002.

Leeuwis C. (2000): Reconceptualizing Participation for Sustainable Rural Development: Toward A Negotiation Approach. Development and Change Vol. 31, pp:931-954.

Li T. 2000. Articulating indigenous identity in Indonesia: resource politics and the tribal slot. Working Paper (WP-007). Berkeley Workshop On Environmental Politics. Institute Of International Studies, University Of California, Berkeley.

Page 190: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

190

Lindayati R. 2001. Ideas and Institutions in Social Forestry Policy. In: Colfer, C.J.P., and Resosudarmo, I.A.P (Eds): Which Way Forward? People, Forests, and Policy Making in Indonesia. Resources for the Future, CIFOR, and Institute of Souteast Asian Studies, Singapore.

MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika Edisi 2. Gadjah Mada University Press. Penerjemah. Hari Harsono Amir. Terjemahan dari: Managing Protected Areas in the Tropics. 1986.

Manullang, Sastrawan. 1998. Kesepakatan Konservasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi. Discussion Paper. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Departemen Kehutanan dan Perkebunan dengan Natural Resources Management Program.

Mappatoba M. 2004. Co-Management of Protected Areas The Case of Community Agreements on Conservation in the Lore Lindu National Park, Central Sulawesi-Indonesia (Dissertation). Institute of Rural Development, Georg-August University of Gottingen.

McCay BJ, Acheson JM. 1987. The Question of the Commons; The Culture and Ecology of Communal Resources. Tuscon, University of arizona Press.

McKean MA. 1992. Management of Traditional Common Lands (Iriaichi) in Japan. Di dalam: D.W. Bromley, editor. Making the Commons Work: Theory, Practice, and Policy. San Francisco, California: Institute for Contemporary Studies Press.

Means K, C. Josayma, E. Nielsen, dan Vitoonviriyasakultorn. 2002. Kolaborasi Dan Konflik. Dalam: Suporahardjo (editor). 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami Pluralisme Membangun Konsensus. Pustaka Latin. Bogor.

Meinzen-Dick R, Knox A. 1999. Collective Action, Property Rights and Devolution of Natural Resource Management: A Conceptual Framework, Paper presented at the International Workshop on Collective Action, Property Rights and Devolution of Natural Resource Management, Exchange of Knowledge and Implications for Policy, June 21-25, Philippines.

Merrill dan Effendi. editor. 2001. Memperkuat Pendekatan Partisipatif dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi di Era Transisi dan Otonomi Daerah. Beberapa Pelajaran Menarik dari Program NRM/EPIQ. Natural Resources Management Program. Jakarta.

Mubyarto. 1984. Strategi Pembangunan Pedesaan: Pusat Penelitian Pembangunan Pedesaan dan Kawasan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Mueller JO. 1975. Soziale Participation Konzept, Probleme und Bedingungen eines entwicklungspolitischen Ideals in Rurale Entwiklung zur Ueberwindung von Massenarmut. Hans Wilbrant zum 75. Geburtstag: Groeneveld, Sigmar und Meliczek, SSIP Verlag.Saarbruecken.

Munasinghe M, McNelly. 1992. Key Concept and Terminology of Sustainable Development. UNO Converence on Sustainability. Washington DC.

Munasinghe M. 1993. Environmental Economic and Sustainable Development. The World Bank. Washington DC. 20433. U.S.A.

Page 191: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

191

Nanang N, Devung GS. 2004. Panduan Pengembangan Peran dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Center for Social Forestry (CSF), Universitas Mulawarman Institute for Global Environmental Strategies (IGES), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Nikijuluw VPH. 1999. Establishment of a Local Foshery Co-management. Lessons Gained from Bali Island. Puslit Sosial Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

North DC. (1990): Institutions, Institutional Change and Economic Performance. Cambridge University Press, Cambridge.

[NRTEE] National Round Table on the Environment and the Economy. 1999. Sustainable Strategies for Oceans: A Co-Management Guide, Canada.

Oakley P. 1991. Project with People. The Practice of Participation in Rural Development, ILO. Genewa.

Ostrom E. 1990. Governing the Common: The Evolution of Institutions for Collective Action. New York: Cambridge University Press.

Pagde A, Kim Y, Daugherty PJ. 2006. What Makes Community Forest Management Successful: A Meta-Study From Community Forests Throughout the World. Society and Natural Resources, 19: hlm: 33–52

Pearce D. 1986. The Sustainable Use of Natural resource in Developing Countries. Paper to the Economics and Social Research. Council University of East Anglia.

Pomeroy RS. 2001. Devolution and Fisheries Co-management. In: Meinzen-Dick R., Knox, A., and M.Di Gregorio (eds), 111-146 (2001). Collective Action, Property Rights and Devolution of Natural Resource Management-Exchange of Knowledge and Implication for Policy, CAPRi, ICLARM, ZEL/DSE, Eurasburg.

Priscoli J. 1997. Participation and Conflict Management in Rural Resources Decision Making. EFI Proceeding No. 14. 1997. Eropean Forest Institute.

Rahardjo. 2003. Peran Para Pihak Dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Makalah yang disampaikan pada PIKNAS di IPB. Bogor.

Sangaji A. 2001. Konflik Agraria di Taman Nasional Lore Lindu: Tersungkurnya Komunitas-Komunitas Asli. Makalah disampaikan pada Dialog Kebijakan tentang Hak dan Pengetahuan dari Kebiasaan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Lore Lindu. YTM dan NRM/EPIQ, Palu.

Sangaji A, Lumeno F. 2001. Masyarakat Adat dan Taman Nasional Lore Lindu: Pelajaran dari Pekurehua dan Bada, YTM & BSP Kemala, Palu.

________. 2003. Politik Konservasi: Orang Katu di Behoa Kakau. Editor. San Afri Awang. KpSHK Bogor.

Sardjono MA. 2004. Mosaik Sosiologi Kehutanan: masyarakat Lokal, Politik dan Kelestarian Sumberdaya. Jogyakarta: Debut press.

Sembiring SN, F. Husni. 1999. Kajian Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia; Menuju Pengembangan Desentralisasi dan Peningkatan Peran Serta Masyarakat. Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia.

Page 192: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

192

Sen S, Nielsen JR. 1996. Fisheries Co-management: a Comparative Analysis. Marine Policy 5:405-418.

Sitorus MT. 2002. Land, Ethnicity and the Competing Power Agrarian Dynamics in Forest Margin Communities in Central Celebes, Indonesia. STORMA, Discussion Paper Series on Social and Economic Dynamics in Rainforest Margins No. 5.

Slamet M. 2003. Membentuk Pola Prilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB Press Bogor.

Slamet Y. 1989. Konsep-Konsep Dasar Partisipasi Sosial. Pusat Antar Universitas Studi Sosial Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Soekartawi, Soehardjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1985. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia. Bandung.

Soemarwoto O. 2000. Atur-Diri-Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Stevenson GG. 1991. Common Property Economics ; A General Theory and Land Use Applications. Cambridge, Cambridge University Press.

Sugiharto, Sangadji A. 2002. Laporan Studi Pemilikan dan Penguasaan Tanah di dataran Lindu, Yayasan Tanah Merdeka, Palu.

Suharto E. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Alfabeta. Bandung.

Suhendang E. 2004. Kemelut Dalam Pengurusan Hutan: Sejarah Panjang

Kesenjangan antara Konsepsi Pemikiran dan Kenyataan. Bogor: Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor

Soekmadi R. 2002. National park Management in Indonesia, Focused on the Issues of Decentralization and Local Participation. Dissertation. Faculty of Forestry Science and Forest Ecology, Georg-August University of Goettingen.

Tadjudin D. 2000. Manajemen Kolaborasi. Bogor : Pustaka Latin

Teguh M. 2001. Metodologi Penelitian Ekonomi: Teori Dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tellu AT. 2007. Karakteristik Rotan Dan Saluran Pemasarannya Di Provinsi Sulawesi Tengah. (Disertasi) tidak Dipublikasikan. Makassar: Universitas Hasanuddin.

[TNC] The Nature Conservancy. 2002. Kesepakatan Konservasi Masyarakat (Desa Sidoa, Wuasa, Kaduwaa, Watutau, dan Betue. Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso.

______________________. 2004. Survey Demografi: Pola Perubahan Populasi dan Pengaruhnya Terhadap manajemen Tanam Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah.

Tietenberg TH. 1988. Environmental and Natural resources Economics, Second Edition. Boston. Scott, Foresman and Company.

Tscharntke T, Leuschner C, Zeller M, Guhardja E, Bidin A. 2007. Stability of Tropical Rainforest Margins; Linking Ekological, Economic and Social

Page 193: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

193

Constraints of Land Use and Conservation. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Umar S. 2004. Agroforestry Sebagai Teknologi Tradisional Untuk Pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional Lore Lindi: Suatu Pendekatan Valuasi Ekosistem (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Venema B, Hvd Breemer. 2000. Toward Negotiated Co-management of Natural Resources in Africa. Munater, etc., Lit Verlag.

Wardoyo WA, Sarsito Y, Rusli, Hartono Y, Mulyana EH, Zehrfeld R, Merrill, Effendi E. 2000. Laporan Gugus Tugas Kelembagaan Kehutanan dalam rangka Desentralisasi (Hasil Kerja Desember 1999-Pebruari 2000). Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Wells M, Katerina Eadie Brandon. 1995. People and Parks: Linking Protected Area Management with Local Communities (3rd Ed.). The World Bank, WWF, dan USAID. Washington D.C

Wilardjo, Budi. 2000. Konflik, Bahaya atau Peluang?: Panduan Latihan Menghadapi dan Menangani Konflik Sumberdaya Alam (Edisi Baru) Mitra-Mitra BSP Kemala. Jakarta.

Wilcox D. 1994. The Guide of Effective Participation. http://www.partnership.org.uk/guide/index.html.

Winardi. 1994. Manajemen Konflik: Konflik Perubahan dan Pengembangan. Mandar Maju. Bandung.

Wiratno D, Indriyo A, Syarifuddin A, Kartikasari. 2004. Berkaca di Cermin Retak: Refleksi Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman Nasional. FOReST Press, The Gibbon Foundation Indonesia, Departemen Kehutanan, PILI-NGO Movement. Jakarta.

[WWF-Indonesia] The Worldwide Fund for Nature of Indonesia. 2008. Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi. Policy Paper-WWF-Indonesia.

Yakin A. 1997. Ekonomi Sumberdaya Dan Lingkungan: Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo. Jakarta.

Yasin M. 2004. Arti dan Tujuan Demografi. Di dalam Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

[YKR] Yayasan Kayu Riva. 2005. Survei Demografi: Pola Perubahan Populasi dan Pengaruhnya Terhadap Manajement Taman Nasional Lore Lindu, Palu. The Nature Conservancy/Balai Taman Nasional Lore Lindu.

Young V, Pauline, Calvin F. Schmid. 1965. Scientific Social Survey and Research with chapters on Statistics, Scaling Techniques, Graphic Presentation, and Human Ecology.

Page 194: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

194

LAMPIRAN

Page 195: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

195

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian.

Sumber : STORMA 2005.

Page 196: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

196

Lampiran 2 Nama Desa KKM dan Desa Non-KKM yang terdapat di sekitar TNLL 2007

No. N a m a D e s a

No. Desa KKM Jumlah KK Desa Non-KKM Jumlah KK

1. Desa Toro 542 Desa Sidondo I 1.193

2. Desa Puroo 210 Desa Sibowi 860

3. Desa Langko 173 Desa Sibalaya Utara 633

4. Desa Tomado 430 Desa Sibalaya Selatan 189

5. Desa Anca 141 Desa Omu 354

6. Desa Salua 229 Desa Tuva 299

7. Desa Matauwe 132 Desa Lembara 298

8. Desa Sungku 211 Desa Kalawara 402

9. Desa Watukilo 156 Desa Pandere 560

10. Desa Lawua 342 Desa Pakuli 762

11. Desa Salutome 157 Desa Simoro 150

12. Desa Tompi Bugis 120 Desa Bolapapu 721

13. Desa Pili Makujawa 94 O’oparese 220

14. Desa Sedoa 168 Desa Tomua 160

15. Desa Watumaeta 345 Desa Gimpu 145

16. Desa Wuasa 574 Desa Lempelero 176

17. Desa Kaduaa 240 Desa Moa 90

18. Desa Dodolo 76 Desa Bora 149

19. Desa Wanga 108 Desa Sigimpu 208

20. Desa Siliwanga 172 Desa Bakubakulu 228

21. Desa Watutau 161 Desa Sintuwu 314

22. Desa Talabosa 113 Desa Kapiroe 289

23. Desa Betue 64 Desa Bobo 265

24. Desa Katu 72 Desa Rahmat 691

25. Desa Doda 206 Desa Tongoa 338

26. Desa Rompo 119 Desa Kamarora A 361

27. Desa Torire 89 Desa Kamarora B 317

28. Desa Bariri 342 Desa Kadidia 212

29. Desa Baleura 78 Desa Lelio 82

30. Desa Hanggira 200 Desa Koliri 128

31. Lempe 67 Desa Tuare 114

32. - - Desa Lengkeka 154

33. - - Desa Kageroa 80

34. - - Desa Tomehepi 74

Total 6.131 11.216

Sumber: Survei Demografi YKR 2001; BTNLL 2004.

Page 197: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

197

Lampiran 3 Peta partisipatif wilayah adat Toro (Sumber: Arsip Desa Toro 2005).

Page 198: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

198

Lampiran 4 Matriks hasil penilaian pengaruh langsung antar faktor

Dari Terhadap

A B C D E F G H I J K L M N O

A 2 3 0 3 0 2 1 2 3 3 1 0 3 3 B 0 1 2 0 3 3 2 2 3 3 3 0 3 0 C 1 3 2 3 3 3 2 1 2 2 2 2 2 2 D 0 1 0 3 0 1 0 0 3 2 2 0 3 0 E 0 2 0 3 1 1 3 3 0 2 0 2 3 0 F 0 2 2 2 3 2 0 2 2 2 0 0 3 0 G 1 1 1 1 1 1 2 0 0 2 2 0 2 1 H 1 1 2 0 3 0 0 2 2 1 1 0 3 0 I 3 2 2 3 1 3 2 3 3 2 3 2 3 3 J 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 K 1 2 1 2 2 2 1 2 3 1 2 0 3 2 L 1 1 1 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 M 0 0 1 1 2 0 0 2 2 3 0 0 2 1 N 0 0 0 1 2 0 3 0 2 0 3 0 1 0 O 0 0 0 0 0 0 1 1 1 2 1 0 3 2

Keterangan :

A : Partisipasi stakeholder I : Batas teritori 0 : tidak ada pengaruh langsung

B : Konsensus J : Penerapan sanksi adat 1 : pengaruhnya kecil

C : Negosiasi K : Masyarakat tidak memperluas kebun 2 : pengaruhnya sedang

D : Kejelasan hak dan tanggungjawab L : Penataan kembali pal batas 3 : pengaruhnya sangat kuat

E : Pengakuan terhadap hak lahan adat M : Dana hibah untuk pengelolaan

F : Terbangunnya pusat informasi N : Pengembangan objek wisata

G : Pengambilan rotan dg rotasi O : pemberian insentif

H : Masyarakat tidak melakukan illegal loging

Page 199: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

200

Lampiran 5 Kegiatan illegal loging yang dilakukan oleh masyarakat lokal di beberapa bagian kawasan TNLL 2007

Tahun Tempat kejadian Jumlah pelaku (orang)

Banyaknya kayu illegal

(m3)

Pelanggaran yang dilakukan Keterangan

Januari 2006

Desa Non-KKM 1

2,0 Mengambil hasil hutan (kayu) di dalam kawasan TNLL

LK/01/I/2006/Polhut BTNLL. Tanggal 30

Januari 2006.

Pebruari 2006

-Desa Non-KKM 1 2,5 Mengambil hasil hutan (kayu) di dalam kawasan TNLL

LK/02/II/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 8 Pebruari 2006.

-Desa Non-KKM 3 1,5 Pengambilan hasil hutan berupa kayu dalam kawasan taman nasional

LK No : LK/03/II/2006/ Polhut BTNLL

Tanggal 8 Pebruari 2006.

-Desa Non-KKM 1 0,3 Pengambilan hasil hutan berupa kayu dalam kawasan taman nasional

LK No : LK/05/II/2006/ Polhut BTNLL

Tanggal 20 Pebruari 2006.

Page 200: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

201

Lanjutan Lampiran 5

Maret 2006

-Desa Non-KKM 1 3,0 Mengangkut hasil hutan (kayu) tanpa dilengkapi Dokumen SKSHH

LK/07/III/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 02 Maret 2006.

-Desa KKM 1 2,0

Menebang kayu di dalam kawasan TNLL tanpa izin

LK/08/III/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 09 Maret 2006.

-Desa KKM 2 2,5 Mengangkut hasil hutan (kayu) tanpa dilengkapi Dokumen SKSHH

LK/09/III/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 15 Maret 2006.

-Desa Non-KKM 1 0,2 Mengambil hasil hutan (kayu) di dalam kawasan TNLL

LK/10/III/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 16 Maret 2006.

-Desa Non-KKM 2 2,5 Mengangkut hasil hutan (kayu) tanpa dilengkapi Dokumen SKSHH

LK/11/III/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 17 Maret 2006.

Mei 2006

Desa Non-KKM 3 1,0

Mengambil hasil hutan (kayu) di dalam kawasan TNLL

LK/13/V/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 19 Mei 2006.

Page 201: KONSEP PENGEMBANGAN CO-MANAGEMENT UNTUK … · 1 konsep pengembangan co-management untuk melestarikan taman nasional lore lindu saharia kassa sekolah pascasarjana institut pertanian

202

Lanjutan Lampiran 5.

Juni 2006

-Desa Non-KKM 2 1,0 Mengambil hasil hutan (kayu) di dalam kawasan TNLL

LK/16/VI/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 4 Juni 2006.

-Desa Non-KKM 2 2 Mengambil hasil hutan (kayu) di dalam kawasan TNLL

LK/17/VI/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 7 Juni 2006.

-Desa Non-KKM 1 1 Mengambil hasil hutan (kayu) di dalam kawasan TNLL

LK/18/VI/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 23 Juni 2006.

Juli 2006 Desa Non-KKM 2 4,0 Mengangkut hasil hutan (kayu) tanpa dilengkapi Dokumen SKSHH

LK/22/VII/2006/ Polhut BTNLL Tanggal 16 Juli 2006.

Maret 2007

Desa KKM 2 5,0 Mengangkut hasil hutan (kayu) tanpa dilengkapi Dokumen SKSHH

Laporan Polisi No:LP/17/III/2007/Sel-Klwi Tanggal 02 Maret 2007.

Desa Non-KKM 1 5,0 Mengambil hasil hutan (kayu) di dalam kawasan TNLL LK/04/VII/2007/ Polhut BTNLL Mei 2007.

Mei 2007 Desa Non-KKM 2 3,0 Mengangkut hasil hutan (kayu) tanpa dilengkapi Dokumen SKSHH dan membawa mesin chain saw

LK/05/V/2007/ Polhut BTNLL Tanggal 12 Mei 2007.

Sumber : BTNLL 2007, diolah.