tugas kelompok etika bisnis

11
A. SUAP SKK MIGAS: 1. STUDI KASUS OKNUM BPK KECIPRATAN UANG PANAS RUDI RUBIANDINI Selasa, 18 Maret 2014 TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Aliran dana terdakwa Rudi Rubiandini disebutkan mengalir ke sejumlah pihak. Dalam persidangannya yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (18/3/2014), terungkap bahwa uang panas mantan Ketua SKK Migas itu juga mengalir ke oknum di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengakuan itu disampaikan Deviardi saat bersaksi untuk terdakwa Rudi Rubiandini. Saat itu Jaksa Riyono berusaha mencecar Deviardi terkait adanya aliran dana sebesar 40 ribu dollar AS atau setara dengan Rp 400 juta kepada oknum di BPK. "Saya juga nggak tahu, saya dikenalkan Pak Rudi, namanya Hairansyah. Untuk orang BPK dua kali 200-200," kata Deviardi. Sayangnya perihal aliran dana ke oknum di BPK ini tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Deviardi. Jaksa KPK pun tidak cukup dalam bertanya soal adanya aliran dana tersebut. Namun usai persidangan, Jaksa Riyono mengatakan bahwa aliran dana tersebut ada dalam berita acara Deviardi, sehingga ditanyakan jaksa penuntut umum. "Itu kan kaitannya dengan kantor SKK Migas. Semacam urusan audit dan lain-lain," kata Riyono. Sebelumnya Deviardi mengakui diberi kepercayaan penuh Rudi Rubiandini untuk menyimpan uang pemberian dari pihak ke tiga dan 1

Upload: pemi-andika

Post on 24-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Data

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Kelompok Etika Bisnis

A. SUAP SKK MIGAS:

1. STUDI KASUS OKNUM BPK KECIPRATAN UANG PANAS RUDI RUBIANDINI

Selasa, 18 Maret 2014

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Aliran dana terdakwa Rudi Rubiandini disebutkan mengalir ke

sejumlah pihak. Dalam persidangannya yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa

(18/3/2014), terungkap bahwa uang panas mantan Ketua SKK Migas itu juga mengalir ke oknum di

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pengakuan itu disampaikan Deviardi saat bersaksi untuk terdakwa Rudi Rubiandini.

Saat itu Jaksa Riyono berusaha mencecar Deviardi terkait adanya aliran dana sebesar 40 ribu dollar

AS atau setara dengan Rp 400 juta kepada oknum di BPK.

"Saya juga nggak tahu, saya dikenalkan Pak Rudi, namanya Hairansyah. Untuk orang BPK dua kali

200-200," kata Deviardi. Sayangnya perihal aliran dana ke oknum di BPK ini tidak dijelaskan lebih

lanjut oleh Deviardi.

Jaksa KPK pun tidak cukup dalam bertanya soal adanya aliran dana tersebut. Namun usai

persidangan, Jaksa Riyono mengatakan bahwa aliran dana tersebut ada dalam berita acara Deviardi,

sehingga ditanyakan jaksa penuntut umum.

"Itu kan kaitannya dengan kantor SKK Migas. Semacam urusan audit dan lain-lain," kata Riyono.

Sebelumnya Deviardi mengakui diberi kepercayaan penuh Rudi Rubiandini untuk menyimpan uang

pemberian dari pihak ke tiga dan membayarkan keperluan Rudi. Sebagian uang pemberian itu

disimpan Deviardi di rekening BCA miliknya dan safe deposit box CIMB Niaga.

Sumber:

http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/18/oknum-bpk-kecipratan-uang-panas-rudi-

rubiandini

1

Page 2: Tugas Kelompok Etika Bisnis

2. ANALISA KELOMPOK OKNUM BPK KECIPRATAN UANG PANAS RUDI RUBIANDINI:

Meskipun dugaan ini baru muncul dalam persidangan dan perlu dibuktikan kebenarannya

secara hukum, namum persepsi atau penilaian yang mungkin muncul dibenak masyarakat akan

menambah panjang ke tidak percayaannya terhadap lembaga negara. Apalagi dalam kasus ini

melibatkan BPK.

BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga tinggi Negara dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab

keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.

Jika dugaan aliran dana korupsi SKK migas yang mengalir ke oknum anggota BPK tersebut dapat

dibuktikan secara hukum, terdapat beberapa pelanggaran etika profesi akutansi yang dilanggaroleh

OKNUM Anggota BPK tersebut yaitu:

1. TANGGUNG JAWAB PROFESI

OKNUM Anggota BPK tersebut tidak melakukan tanggung jawab secara professional

dikarenakan OKNUM Anggota BPK tersebut tidak menjalankan tugas profesinya sebagai auditor

pemerintah

2. KEPENTINGAN PUBLIK

OKNUM Anggota BPK tersebut tidak menghormati kepercayaan publik.

3. OBYEKTIVITAS

OKNUM Anggota BPK tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan cara melakukan tindakan

ke tidak jujuran secara intelektual.

4. PERILAKU PROFESIONAL

OKNUM Anggota BPK berperilaku tidak baik dengan menerima aliran dana korupsi sehingga

menyebabkan reputasi lembaga BPK menjadi buruk dan dapat mendiskreditkan lembaga BPK.

5. INTEGRITAS

OKNUM Anggota BPK tidak dapat mempertahankan integritasnya sehingga terjadi benturan

kepentingan (conflict of interest). Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan publik dan

kepentingan pribadi dari OKNUM Anggota BPK itu.

2

Page 3: Tugas Kelompok Etika Bisnis

B. KASUS REKSA DANA

1. STUDI KASUS REKSA DANA PT. SARIJAYA PERMANA SEKURITAS

Terdakwa Herman Ramli bersama dua Direksi PT. Sarijaya Permana Sekuritas dianggap

penuntut umum telah melakukan tindak pidana penggelapan/penipuan, dan pencucian uang. Akibat

ulah ketiga terdakwa, 13.074 nasabah menderita kerugian sebesar Rp 235,6 milyar. Berawal dari

perbuatan Herman yang secara bertahap memerintahkan stafnya, Setya Ananda, untuk mencari

nasabah nominee pada tahun 2002. Sampai tahun 2008, sudah terhimpun 17 nasabah nominee yang

sebagian besar adalah pegawai grup perusahaan Sarijaya. Kemudian, dibukakanlah ketujuhbelas

nasabah nominee ini rekening. Rekening itu digunakan Herman untuk melakukan transaksi jual/beli

saham di bursa efek. Namun, karena dana dalam rekening 17 nasabah nominee ini tidak mencukupi

untuk melakukan transaksi, maka Herman meminta Lanny Setiono (stafnya) untuk menaikkan batas

transaksi atay Trading Available (TA). Lalu, Lanny menindak-lanjutinya dengan memerintahkan

bagian informasi dan teknologi (IT) untuk memproses kenaikan TA 17 nasabah nominee tersebut.

Tapi, untuk menaikkan TA, sebelumnya harus mendapat persetujuan dari para direksi Sarijaya, yaitu

Teguh, Zulfian, dan Yusuf Ramli, Direktur Utama Sarijaya. Walau mengetahui dana yang terdapat

pada rekening ketujuhbelas nasabah nominee tidak mencukupi, para direksi tetap memberikan

persetujuan untuk menaikkan TA. Sehingga, Herman dapat melakukan transaksi jual/beli saham di

bursa efek. Padahal, transaksi yang dilkaukan Herman, tanpa sepengetahuan atau order dari para

nasabah. Selama kurang lebih enam tahun, Herma melaukan transaksi jual/beli saham dengan

menggunakan rekening ketujuhbelas nasabah nominee. Dan untuk membayar transaksi itu, Herman

mendebet dana 13.074 nasabah yang tersimpan di main account Sarijaya.

Apabila diakumulasikan, pemilik 60 persen saham perusahaan sekuritas (Sarijaya) ini telah

mempergunakan dana sekitar Rp 214,4 milyar, termasuk di dalamnya modal perusahaan sebesar Rp

5,77 milyar. Oleh karena itu, Herman dianggap telah melakukan tindak pidana

penggelapan/penipuan, dan pencucian uang yang merugikan 13.074 nasabah Sarijaya sekitar Rp

235,6 milyar.

Mabes Polri dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)

mempunyai pendapat yang berbeda untuk kasus ini. Polri menyatakan kasus Sarijaya masuk dalam

ranah pasar modal, dan perlu ditindak sesuai dengan UU Pasar Modal. Sedangkan Bapepam-LK

menganggap kasus ini bukan pelanggaran pasar modal, melainkan kategori pidana umum, yakni

pegggelapan dan pencucian uang.

3

Page 4: Tugas Kelompok Etika Bisnis

2. ANALISA KELOMPOK HUKUM ATAS KASUS PT. SARIJAYA PERMANA SEKURITAS

Dari kasus di atas, ada beberapa fakta hukum yang dapat diambil, antara lain adalah:

a. Pada PT. Sarijaya Permana Sekuritas terdapat 17 rekening fiktif.

b. Herman Ramli selaku pemilik 60 persen saham perusahaan adalah pelaku pembuka rekening

fiktif.

c. Dana pada 17 rekening fiktif berasal dari pendebetan rekening 13.074 nasabah lain.

d. Ada perintah dari Herman Ramli untuk menaikkan Trading Available pada stafnya.

e. Ada persetujuan direksi dan Direktur Utama atas penaikan Trading Available ini.

Menurut yang kelompok kami ketahui adalah bahwa permasalahan ini seharusnya ditinjau

melalui sudut pandang Undang-Undang Pasar Modal khususnya yang menyangkut Kejahatan Pasar

Modal.

Seperti yang kita ketahui bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

telah menggariskan jenis-jenis tindak pidana di bidang pasar modal, seperti penipuan, manipulasi

pasar, dan perdagangan orang dalam. Selain menetapkan jenis-jenis tindak pidana di bidang pasar

modal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 juga menetapkan sanksi pidana denda dan penjara

atau kurungan bagi para pelaku dengan jumlah atau waktu yang bervariasi.

Dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung

menipu atau mengelabuhi pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun, turut serta

menipu atau mengelabuhi pihak lain dan membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang

material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak

menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk

menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan

mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek.

Penipuan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 90 huruf c adalah membuat

pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang

material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat

pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri

sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual

efek.

Larangan tersebut ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam perdagangan efek,

bahkan turut serta melakukan penipuan pun tak lepas dari jerat pasal ini. Dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 378 tentang penipuan, disebutkan bahwa penipuan adalah

tindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara:

a. Melawan hukum;

4

Page 5: Tugas Kelompok Etika Bisnis

b. Memakai nama palsu atau martabat palsu;

c. Tipu muslihat;

d. Rangkaian kebohongan;

e. Membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi

hutang atau menghapuskan piutang.

Terkait dengan pengertian KUHP tentang penipuan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 juga

memberikan beberapa spesifikasi mengenai pengertian penipuan, yaitu terbatas dalam kegiatan

perdagangan efek yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan/atau penjualan efek yang

terjadi dalam rangka penawaran umum, atau terjadi di bursa efek maupun di luar bursa atas efek

emiten atau perusahaan publik. Mengenai pengertiap tipu muslihat atau rangkaian kebohongan

sebagaimana ditentukan dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 menegaskan bahwa hal

tersebut termasuk membuat pernyataan yang tidak benar mengenai fakta material atau tidak

mengungkapkan fakta yang material.

Tindakan Herman Ramli dalam membuat rekening fiktif, melakukan perdagangan yang

menggunakan dana hasil debetan nasabah lain tanpa sepegetahuan nasabah pemilik adalah

merupakan tindakan penipuan yang dilakukan di bidang pasar modal sehingga sebaiknya ditindak

dengan menggunakan Undang-Undang Pasar Modal.

C. KASUS MASKAPAI PENERBANGAN

1. STUDI KASUS PT. METRO BATAVIA (BATAVIA AIR)

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan

Nomor 77 mengenai pailit, PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit. “Yang menarik dari

persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.

Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”.

Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk

angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender

yang dilakukan pemerintah.

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012.

Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan.

Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan

pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun

menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

5

Page 6: Tugas Kelompok Etika Bisnis

Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti adanya utang oleh

Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa

pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya

pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsur tersebut, maka ketentuan pada

pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus bisa

menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak dapat

membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau tidak

mengajukan, maka pailit tetap.”

Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air sudah menghitung secara

finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi

Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan.

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air

untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar

informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia,

Kamis (31/1).

“Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di lapangan Bandara di seluruh

Indonesia? Untuk memberi penjelasan dan menangani penumpang-penumpang itu. Jadi kami minta

mereka untuk stay di sana,” ujar Herry saat mengelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu malam

(30/1).

Herry mengatakan pemberitahuan ini sudah disampaikan kepada Batavia Air. “Kami sudah kirim

informasi ini ke bandara-bandara yang ada untuk melakukan antisipasi besok di bandara (31/1),”

imbuh Herry.

Menurut Herry, meskipun pangsa pasar Batavia Air tidak banyak tapi menurut siaga di bandara

itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan pelanggan serta meminimalisir tudingan-

tudingan bahwa pihak Batavia tidak bertanggung jawab.

Sumber

Link Referensi : http://news.loveindonesia.com/en/news/detail/150322/pailit-batavia-air-diminta-

siaga-di-seluruh-bandara

http://www.tempo.co/read/news/2013/01/30/090458040/p-Ini-Penyebab-Batavia-Air-Dinyatakan-

Pailit

http://ikromfajarilahi.blogspot.com/2013/11/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html

6

Page 7: Tugas Kelompok Etika Bisnis

2. ANALISA KELOMPOK PT. METRO BATAVIA (BATAVIA AIR) :

a) Siapa yang melakukan:

Pihak PT METRO BATAVIA (Batavia Air)

b) Jenis Pelanggaran :

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012.

Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan.

Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan

pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun

menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

c) Bagaimana :

Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air

menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji.

Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan

pemerintah.

d) Dampak/ Akibat :

Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun

menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia

penerbangan, dan calon penumpang (Pembeli tiket) Batavia Air menjadi terlantar pada hari hari

berikutnya.

e) Tindakan Pemerintah :

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air

untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar

informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia.

f) Kesimpulan :

Pendapat Kelompok kami ketika melihat pelanggaran berikut ini adalah Kurangnya

pertimbangan dari pihak manajemen Batavia Air untuk mengambil suatu keputusan, apakah yang di

sebutkan sebagai pengambilan keputusan sebagai strategi pemenang tender dalam proyek Haji

tersebut sudah Pihak Batavia Air sudah mampu bersaing dengan Perusahaan perusahaan

Penerbangan lain yang ikut persaing Tender Pemerintah. Jika Tidak mampu menangani proyek

pemerintah tersebut tentunya akan menjadi Bomerang bagi pihak manajemen yang sudah

mengorbankan asetnya dan terikat janji untuk memenangkan Tender tersebut.

7

Page 8: Tugas Kelompok Etika Bisnis

g) Undang undang yang dilanggar :

Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan

1. Pasal 4, hak konsumen adalah :

Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau

jasa”

Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa”

2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :

Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”

3. Pasal 8

Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa

yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan

peraturan perundang-undangan”

Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memper

dagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”

4. Pasal 19

Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,

dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan”

Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau

penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan

dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku”

Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal

transaksi”

8