makalah etika bisnis kelompok 4
DESCRIPTION
ETIKA BISNISTRANSCRIPT
ETIKA BISNIS
SAP-13
OLEH KELOMPOK 13 :
Nama NIM
I Gusti Ngurah Widay Wijaksana 0815351177
Komang Widya Nayaka 1315151018
Kadek Ria Citra Dewi 1315351183
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun tugas
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam tugas ini kami membahas
mengenai Organisasi Rasional.
Tugas ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan tugas ini.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
tugas ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan tugas selanjutnya.
Akhir kata semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.
Denpasar, November 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
(halaman)
SAMPUL DEPAN............................................................................................. i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah.......................................................................... 2
BAB II ISI........................................................................................................ 3
2.1 Organisasi Rasional..................................................................... 3
2.2 Organisasi Politik........................................................................ 10
2.3 Organisasi yang Penuh Perhatian................................................ 10
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 12
3.1 Simpulan..................................................................................... 12
3.2 Saran-saran.................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beraneka macam bentuk suatu organisasi mulai dari organisasi yang kecil hingga
organisasi yang besar dan memiliki tujuan yang berbeda. Secara umum, Pengertian Organisasi
dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sekumpulan individu terhadap
pembagian kerja kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan yang telah diciptakan secara
sistematis dan struktural. Dalam organisasi terdapat beberapa batasan yang dapat ditunjukkan
pada sebuah organisasi tersebut. Selain itu, Pengertian Organisasi dapat diartikan sebagai
tempat orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terorganisasi,
terencana, terkendali dan terpimpin dalam memanfaatkan sumber daya yang digunakan secara
efektif dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi secara bersama-sama.
Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti
penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok
orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang
dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi
seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya
sehingga menekan angka pengangguran.
Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang
terus menerus. Rasa keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi
sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka,
meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi
secara relatif teratur.
Dalam berorganisasi setiap individu dapat berinteraksi dengan semua struktur yang
terkait baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung kepada organisasi yang mereka
pilih. Agar dapat berinteraksi secara efektif setiap individu bisa berpartisipasi pada organisasi
yang bersangkutan.
1
Dengan berpartisipasi setiap individu dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang
harus dilakukan. Pada dasarnya partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental
atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai
tujuan. Keterlibatan aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti keterlibatan jasmaniah
semata. Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan mental, pikiran, dan emosi atau
perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan
sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab
terhadap usaha yang bersangkutan.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan dalam makalah ini yaitu :
1. Jelaskan mengenai organisasi rasional!
2. Jelaskan mengenai organisasi politik!
3. Jelaskan mengenai organisasi yang penuh perhatian!
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui mengenai organisasi rasional.
2. Untuk mengetahui mengenai organisasi politik.
3. Untuk mengetahui mengenai organisasi yang penuh perhatian.
2
BAB II
ISI
2.1 Organisasi Rasional
Model organisasi bisnis yang “rasional” yang lebih tradisional mendefenisikan
organisasi sebagai suatu struktur hubungan formal (yang didefenisikan secara eksplisit dan
digunakan secara terbuka) yang bertujuan mencapai tujuan teknis atau ekonomi dengan
efisiensi maksimal. E. H. Schein memberikan satu defenisi ringkas tentang organisasi dari
prespektif tersebut yaitu organisasi adalah koordinasi rasional atas aktivitas-aktivitas sejumlah
individu untuk mencapai tujuan atau sasaran eksplisit bersama, melalui pembagian tenaga
kerja dan fungsi dan melalui hirarki otoritas dan tanggung jawab.
Berbagai tingkatan dalam organisasi dan yang mengatur semua individu ke dalam
tujuan organisasi dan hirarki formal adalah kontrak. Hal ini mengasumsikan bahwa pegawai
sebagai agen yang secara bebas dan sadar telah setuju untuk menerima otoritas formal
organisasi dan berusaha mearaih tujuan organisasi, dan sebagai gantinya mereka memperoleh
dukungan dalam bentuk gaji dan kondisi kerja yang baik. Dari perjanjian kontraktual tersebut,
pegawai menerima tanggungjawab moral untuk mematuhi atasan dalam usaha mencapai
organisasi, dan selanjutnya organisasi juga memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan
dukungan ekonomi pada para pegawai seperti yang telah dijanjikan. Teori utilitarian
memberikan dukungan tambahan pada pandangan bahwa pegawai memiliki kewajiban untuk
berusaha mencapai tujuan perusahaan secara loyal.
Tanggung jawab etis dasar yang muncul dari aspek-aspek ‘rasional” organisasi
difokuskan pada dua kewajiban moral yakni
a. kewajiban atasan untuk mematuhi atasan dalam organisasi dalam mencapai tujuan-
tujuan organisasi,
b. kewajiban atasan untuk memberikan gaji yang adil dan kondisi kerja yang baik.
3
A. Kewajiban Pegawai terhadap Perusahaan
Dalam pandangan rasional perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk
bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin
mengancam tujuan tersebut. Kewajiban karyawan dan perusahaan dibagi menjadi:
1. Kewajiban Ketaatan
Dalam kewajiban ketaatan karyawan harus taat kepada atasannya di perusahaan, tetapi
karyawan tidak harus mematuhi semua perintah yang diberikan oleh atasannya. Perintah-
perintah tersebut antara lain seperti etika atasan menyuruh karyawan tersebut untuk
melakukan hal yang tidak bermoral, seperti membunuh musuh atasannya, atau dapat pula
berupa korupsi. Dapat pula dalam bentuk mengerjakan tugas pribadi atasannya, misalnya
untuk kepentingan pribadi atasan bukan untuk kepentingan perusahaan, seperti mencuci mobil
dan merenovasi rumah pribadi milik atasannya.
Karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan
perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati, misalnya sekretaris diberi
tugas untuk bersih-bersih, dan lain sebagainya. Cara untuk menghindari terjadinya kesulitan
seputar kewajiban ketaaatan adalah membuat deskripsi pekerjaan yang jelas dan cukup
lengkap pada saat karyawan mulai bekerja di perusahaan. Namun deskripsi pekerjaan ini
harus dibuat cukup luwes sehingga kepentingan perusahaan selalu bisa di beri prioritas.
2. Kewajiban Konfidensialitas
Kewajiban ini adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat
konfidensial atau rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban
ini tidak hanya berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan tetapi berlangsung terus
setelah ia pindah kerja. Kewajiban ini menjadi lebih aktual ketika karyawan tersebut pindah
kerja di perusahaan baru yang bergerak di bidang yang sama.
Contohnya adalah seorang akuntan, ia tidak boleh membocorkan kondisi finansial
perusahaan lama ke perusahaan baru. Kewajiban konfidensialitas ini terbatas pada informasi
perusahaan. Hal-hal lain yang diperoleh atau diketahui sambil bekerja di perusahaan pada
prinsipnya tidak termasuk kewajiban konfidensialitas. Misalnya keterampilan yang
dikembangkan oleh karyawan itu dengan bekerja pada perusahaan yang sama. Alasan etika
4
yang mendasari kewajiban ini adalah bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia
itu.
3. Kewajiban Loyalitas
Kewajiban loyalitas adalah konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan
perusahaan ia harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan dan turut merealisasikan tujuan
tersebut. Faktor utama yang dapat membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konfilk
kepentingan (conflict of interest) artinya konflik kepentingan pribadi karyawan dan
kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kepentingan pribadi yang
bersaing dengan kepentingan perusahaan. Misalnya karyawan memproduksi produk yang
sama dengan produk perusahaan dan menjualnya dengan harga murah. Konflik kepentingan
tidak selalu berkaitan dengan masalah uang. Contohnya, seorang yang bekerja di suatu
perusahan memutuskan untuk membeli peralatan kantor dari perusahaan tempat dimana
anaknya bekerja, walaupun sebenarnya ada penawaran harga yang lebih baik dari perusahaan
lain.
4. Kewajiban Melaporkan kesalahan
Ada dua macam pelaporan kesalahan perusahaan atau whistle blowing, secara internal
dan eksternal. Dalam pelaporan internal, pelaporan kesalahan dilakukan di dalam perusahaan
sendiri dengan melewati atasan langsung. Misalnya seorang karyawan bawahan melaporkan
suatu kesalahan langsung kepada direksi, dengan melewati kepala bagian dan manajer umum.
Pada pelaporan eksternal, karyawan melaporkan kesalahan perusahaan kepada instansi
pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi. Misalnya karyawan
melaporkan bahwa perusahaannya tidak memenuhi kontribusinya kepada Jamsostek atau
tidak membayar pajak melalui media massa atau pihak eksternal lainnya.
Terdapat sebuah pertanyaan etika dalam melakukan pelaporan kesalahan perusahan
ini, “apakah whistle blowing ini boleh dilakukan karena pada prinsipnya bertentangan dengan
kewajiban loyalitas karyawan terhadap perusahaannya?” Namun setelah didiskusikan lebih
mendalam, jawabnya adalah boleh karena karyawan tidak hanya mempunyai kewajiban
loyalitas kepada perusahaan tetapi ia juga mempunyai kewajiban kepada masyarakat umum
apabila perusahaan tersebut melakukan kesalahan.
5
Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila lima syarat berikut terpenuhi:
a. Kesalahan perusahaan harus besar. Kesalahan ini hanya dapat dilaporkan jika
menyebabkan kerugian bagi pihak ketiga, terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan
kegiatan yang dilakukan perusahaan bertentangan dengan tujuan perusahaan.
b. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
c. Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak
ketiga, bukan karena motif lain. Misalnya karyawan memutuskan berhenti dari suatu
pekerjaan karena kecewa dengan atasannya. Setelah ia pergi dari perusahaan itu, ia
membuka praktek kurang etis dari perusahaan seperti tidak membayar pajak. Motif
pelaporan ini adalah untuk balas dendam.
d. Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan
dibawa ke luar. Jika karyawan merasa bertanggungjawab, ia harus berusaha dulu untuk
menyelesaikan masalah di dalam perusahaan sendiri melalui jalur yang tepat. Hal ini juga
sesuai dengan kewajiban loyalitasnya. Baru setelah upaya penyelesaian secara internal
gagal, ia boleh memikirkan whistle blowing.
e. Harus ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses. Jika
sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-apa,
misalnya tidak bisa mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga, lebih baik orang
tersebut tidak melapor.
Whistle blowing adalah masalah etis yang tidak enak untuk semua pihak yang
bersangkutan. Untuk perusahaan ataupun pelaku bisnis, whistle blowing akan membawakan
banyak kerugian secara materil maupun moril. Mulai dari turunnya pamor perusahaan
terhadap produknya, hingga menurunnya keuntungan yang didapatkan akibat pelaporan ini.
Untuk pelapor, whistle blowing adalah langkah yang diambil dengan berat hati karena resiko
yang akan didapatkannya cukup besar. Di beberapa negara ada kode etik profesi, misalnya
kode etik insinyur yang secara tidak langsung menganjurkan whistle blowing. Dalam kode
etik ini memuat ketentuan bahwa keamanan dan keselamatan masyarakat harus di tempatkan
di atas segalanya. Ada juga negara yang melindungi para whistle-blowers melalui jalur
hukum, seperti Inggris dengan undang-undang yang disebut The Public Interest Disclosure
Act (1998).
6
Ada sejumlah situasi dimana pegawai gagal melaksanakan kewajiban untuk mencapai tujuan
perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan dalam bisnis muncul saat seorang pegawai atau pejabat duatu
perusahaan melaksanakan tugasnya, namun dia memiliki kepentingan-kepentingan pribadi
terhadap hasil dari pelaksanaan tugas tersebut yang (a) mungkin bertentangan dengan
kepentingan perusahaan, dan (b) cukup substansial sehingga kemungkinan mempengaruhi
penilaiannya sehingga tidak seperti yang diharapkan perusahaan. Konflik kepentingan bisa
bersifat aktual dan potensial. Konflik kepentingan aktual terjadi saat seseorang melaksanakan
kewajibannya dalam satu cara yang mengganggu perusahaan dan melakukannya demi
kepentingan pribadi. Konflik kepentingan potensial terjadi saat seseorang, karena didorong
kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu cara yang merugikan perusahaan.
2. Pencurian Pegawai dan Komputer
Pegawai perusahaan memiliki perjanjian kontraktual untuk hanya menerima
keuntungan tertentu sebagai ganti hasil kerjanya dan menggunakan sumber daya perusahaan
hanya dalam usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Tindakan pegawai yang mencari
tambahan keuntungan pribadi atau menggunakan sumber daya perusahaan untuk dirinya
sendiri merupakan tindakan pencurian karena keduanya berarti mengambil atau menggunakan
properti milik orang lain (perusahaan) tanpa persetujuan pemilik yang sah.
Tindakan memeriksa, menggunakan atau menyalin informasi atau program komputer
merupakan pencurian. Disebut pencurian karena informasi yang dikumpulkan dalam bank
data komputer oleh suatu perusahaan dan program komputer yang dikembangkan atau dibeli
perusahaan merupakan properti dari perusahaan yang bersangkutan.
3. Insider Trading
Insider trading sebagai tindakan membeli dan menjual saham perusahaan berdasarkan
informasi “orang dalam” perusahaan. Informasi “dari dalam” atau “dari orang dalam” tentang
suatu perusahaan merupakan informasi rahasia yang tidak dimiliki publik di luar perusahaan,
namun memiliki pengaruh material pada harga saham perusahaan. Insider trading adalah
ilegal dan tidak etis karena orang yang melakukannya berarti “mencuri” informasi dan
memperoleh keuntungan yang tidak adil dari anggota masyarakat lain. Namun demikian,
7
sejumlah pihak menyatakan bahwa insider trading secara sosial menguntungkan dan menurut
prinsip utilitarian, tindakan ini seharusnya tidak dilarang, malah dianjurkan.
B. Kewajiban Perusahaan terhadap Pegawai
Kewajiban moral dasar perusahaan terhadap pegawai, menurut pandangan rasional,
adalah memberikan kompensasi yang secara sukarela dan sadar telah mereka setujui sebagai
imbalan atas jasa mereka. Ada dua masalah yang berkaitan dengan kewajiban ini: kelayakan
gaji dan kondisi kerja pegawai. Gaji dan kondisi kerja merupakan aspek-aspek kompensasi
yang diterima pegawai dari jasa yang mereka berikan, dan keduanya berkaitan dengan
masalah apakah pegawai menyetujui kontrak kerja secara sukarela dan sadar. Jika seorang
pegawai "dipaksa" menerima pekerjaan tanpa upah yang memadai atau kondisi kerja yang
layak, maka kontrak kerja tersebut dianggap tidak adil.
1. Gaji
Setiap perusahaan menghadapi dilema ketika menetapkan gaji pegawai seperti,
bagaimana menyeimbangkan kepentingan perusahaan untuk menekan biaya dengan
kepentingan pegawai untuk memperoleh kehidupan yang layak bagi diri mereka sendiri dan
keluarga.
Tidak ada rumus sederhana untuk menentukan "gaji yang layak". Kelayakan gaji
sebagian bergantung pada dukungan yang diberikan masyarakat (jaminan sosial, perawatan
kesehatan, kompensasi pengangguran, pendidikan umum, kesejahteraan, dan sebagainya),
kebebasan pasar kerja, kontribusi pegawai, dan posisi kompetitif perusahaan. Meskipun tidak
ada cara untuk menentukan gaji yang layak dengan pasti, namun kita setidaknya bisa
mengidentifikasi sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan gaji dan
upah, yaitu:
a.Gaji dalam industri dan wilayah tempat seseorang bekerja,
b. Kemampuan perusahaan,
c.Sifat pekerjaan,
d. Peraturan upah minimum,
e.Hubungan dengan gaji lain,
f. Kelayakan negosiasi gaji.
8
2. Kondisi Kerja: Kesehatan dan Keamanan
Keselamatan kerja bisa terwujud bilamana tempat kerja itu aman, bebas dari resiko
terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Hampir semua
negara modern mempunyai peraturan hukum guna melindungi keselamatan dan kesehatan
kaum pekerja. Dalam hal ini peraturan hukum disemua negara belum tentu sama dan belum
tentu memuaskan. Terlepas dari aturan hukum para ajikan tidak bebas dari kewajiban tetapi
terikat dengan alasan - alasan etika. Keselamatan dan kesehatan pekerja tidak pernah boleh
dikorbankan kepada kepentingan ekonomis. Resiko memang tidak selalu bisa dihindari, tetapi
harus dibatasi sampai seminimal mungkin, walaupun upaya itu bisa mengakibatkan biaya
produksi bertambah. Selain itu si pekerja harus menerima resiko itu dengan bebas, setelah
lebih dahulu ia diberikan ekstra untuk mengimbangi resiko, baik dalam gaji langsung maupun
asuransi khusus.
3. Kondisi Kerja : Kepuasan Kerja
Spesialisasi pekerjaan yang berlebihan memang tidak baik karena alasan lain, yaitu
bahwa cara ini memberikan beban yang tidak adil pada pekerja. Juga ada banyak bukti
bahwa cara ini tidak mendukung efisiensi. Pekerjaan yang dispesialisasikan dalam dua
dimensi yaitu secara horizontal dengan membatasi jangkauan tugas dan membatasi repetisi
atau pengulangan dalam cakupan tugasnya. Jangkauan tugas yang terlampau jauh melewati
batas kemampuan pegawai dapat menyebabkan pegawai frustasi. Demikian juga kerja rutin
yang berulang dalam jangka waktu panjang dapat lebih cepat menciptakan kejenuhan.
Selain secara horizontal, pekerjaan juga bisa dispesialisasikan secara vertikal dengan
mebatasi rentang pengwasan dan pengambilan keputusan atas kegiatan-kegiatan dala suatu
pekerjaan.
4. Tidak melakukan diskriminasi
Perusahaan dalam operasinya tidak akan terhindar dari tindakan membeda-bedakan
pegawai. Contohnya saja diskiminasi yang terjadi dimana – mana seperti AS, Indonesia dan
lain – lain. Diskriminasi baru akan terhapus betul bila suatu negara semua warganya
9
mempunyai hak yang sama dan diperlakukan dengan cara yang sama pula. Diskriminasi
timbul biasanya disertai dengan alasan yang tidak relevan.
2.2 Organisasi Politik
Dalam model organisasi politik, individu dilihat berkumpul membentuk koalisi yang
selanjutnya saling bersaing satu sama lain memperebutkan sumber daya, keuntungan, dan
pengaruh. Dengan demikian, "tujuan" organisasi menjadi tujuan yang dibentuk oleh koalisi
yang paling kuat dan paling dominan. Tujuan tidak ditetapkan oleh otoritas yang "sah",
namun ditetapkan melalui tawar menawar antara berbagai koalisi. Realita dasar organisasi,
menurut model ini, bukanlah otoritas formal atau hubungan kontraktual, namun kekuasaan:
kemampuan individu (atau kelompok individu) untuk mengubah perilaku pihak lain menuju
cara yang diinginkan tanpa harus mengubah perilaku mereka sendiri menuju cara yang tidak
diinginkan.
Jika kita memfokuskan pada kekuasaan sebagai dasar realita organisasional, maka
permasalahan etis utama yang akan kita temui saat kita mengamati suatu organisasi adalah
masalah yang berkaitan dengan akuisisi dan pelaksanaan kekuasaan. Masalah etis utama
difokuskan bukan pada kewajiban kontraktual perusahaan dan pegawai, namun pada
hambatan-hambatan moral terhadap penggunaan kekuasaan di dalam organisasi. Etika
perilaku organisasional yang dilihat dari perspektif model politik difokuskan pada batasan
moral, jika ada, pada pelaksanaan kekuasaan dalam organisasi.
2.3 Organisasi yang Penuh Perhatian
Aspek kehidupan organisasional tidak cukup baik digambarkan dalam model
kontraktual yang merupakan dasar dari organisasi "rasional", ataupun dengan model
kekuasaan yang mendasari organisasi "politik". Mungkin aspek tersebut paling tepat
digambarkan sebagai organisasi penuh perhatian (caring), di mana konsep-konsep moral
utamanya sama dengan konsep yang mendasari etika memberi perhatian. Jeanne M. Lied tka
menggambarkan organisasi semacam itu sebagai organisasi, atau bagian organisasi, di mana
tindakan memberi perhatian merupakan:
10
1. Difokuskan sepenuhnya pada individu (pribadi), bukan "kualitas", "keuntungan", atau
gagasan-gagasan lain yang saat ini banyak dibicarakan.
2. Dilihat sebagai tujuan dalam dan dari dirinya sendiri, serta bukan hanya sarana untuk
mencapai kualitas, keuntungan, dan sebagainya;
3. Bersifat pribadi, dalam artian bahwa hal tersebur melibatkan individu-individu tertentu
yang memberikan perhatian, pada tingkat subjektif, pada individu tertentu lainnya; dan
4. Pendorong pertumbuhan bagi yang diberi perhatian, dalam artian bahwa tindakan ini
menggerakkan mereka menuju pemanfaatan dan pengembangan kemampuan seutuhnya,
dalam konteks kebutuhan dan aspirasi mereka sendiri.
Dalam organisasi caring, kepercayaan tumbuh subur karena orang merasa wajib
saling memercayai jika mereka melihat diri mereka sebagai pihak-pihak yang saling
membutuhkan dan saling terkait. Karena kepercayaan tumbuh subur dalam organisasi
semacam itu, maka organisasi tidak perlu melakukan banyak investasi untuk mengawasi
para pegawainya dan memastikan bahwa mereka tidak melanggar perjanjian kontraktual.
Dalam model kontraktual, masalah etis penting muncul dari kemungkinan
terjadinya pelanggaran terhadap hubungan kontraktual. Dalam model politik, masalah etis
penting muncul dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Semua manusia tidak akan bisa lepas dari masalah etika, bila disadari secara jujur.
Apalagi sebuah perusahaan yang tidah berdiri sendiri, yang mempekerjakan banyak tenaga
kerja, bila tidak hati – hati dalam mengelola dapat merugikan semua pihak, tidak hanya
perusahaan tapi juga pekerjaan masyarakat. Pada jaman sekarang masalah etika bisnis
sangatlah penting untuk diperhatikan karena menyangkut perilaku jujur dan bermoral karena
ada kaitanya dengan manusia. Dalam setiap langkah bisnis, apabila pekerja dan pengusaha
selalu memperhatikan hak dan kewajiban masing – masing yang tidak menyimpang dari
kepentingan bersama dalam arti tidak melanggar etika maka semua akan dapat survive terus.
Adapun kewajiban pekerjaan terhadap perusahaan merupakan hak sedangkan
kewajiban perusahaan terhadap karyawan antara lain tidak diskriminasi, upah adil, menjamin
kesehatan dan keselematan, tidak memberhentikan karyawan dengan semena – mena dan lain
– lain. Kewajiban ini bagi karyawan merupakan hak karyawan dan hak tersebut bila tidak
dipenuhi termasuk perbuatan yang kurang etis. Sekali lagi bahwa dalam bisnis modern yang
penuh persaingan ketat, para pengusaha menyadari bahwa pengakuan, penghargaa dan
jaminan atas hak – hak pekerja dalam jangka panjang akan sangat menentukan sehat tidaknya
kinerja suatu perusahaan.
Hal ini disebabkan karena jaminan atas hak – hak pekerja pada akhirnya berpengaruh
langsung secara positif atas sikap, komitmen, loyalitas, produktivitas dan kinerja setiap
pekerja.
3.2 Saran-saran
Setiap perusahaan wajib meningkatnya etika dalam berbisnis. Kewajiban pegawai
terhadap perusahaan haruslah ditaati dengan sebaik-baiknya, begitu pulsa dengan kewajiban
perusahaan terhadap pegawai. Pegawai berhak mendapatkan balasan atas kewajiban yang
sudah dijalaninya. Dan perusahaan juga mempunyai kewajiban untu membalas dengan
memberi pegawai berupa gaji dan dan lain sebagainya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Sutrisna Dewi, 2011, Etika Bisnis: Konsep Dasar Implementasi & Kasus, Cetakan
Pertama, Udayana University Press, Denpasar
Velasquez, Manuel G, 2005, Etika Bisnis; Konsep dan Kasus, Edisi 5, Yogyakarta:
Penerbit Andi
http://megabudiarti.blogspot.com/2013/02/etika-individu-dan-organisasi.html
http://apriyantihusain.blogspot.com/2012/04/individu-dalam-organisasi.html
13