tugas kelompok askep trauma spinal

46
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TRAUMA SPINAL I. PENDAHULUAN Trauma spinal atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini sering mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia. Data epidemiologi dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian (insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat terjadinya cedera akut (Islam, 2006). Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja. Lokasi trauma dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia decade 3 (Japardi, 2002). Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma, oleh karena itu, evaluasi dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord, dan nervous roots memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa ini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan 1

Upload: veronica-aries-dwi-kurniawati

Post on 24-Jul-2015

1.039 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

TRAUMA SPINAL

I. PENDAHULUAN

Trauma spinal atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab

gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda.

Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini sering mengakibatkan

penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia

atau paraplegia.

Data epidemiologi dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian

(insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya.

Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat

terjadinya cedera akut (Islam, 2006). Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan

kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja.

Lokasi trauma dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6

terutama pada usia decade 3 (Japardi, 2002).

Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling

sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma, oleh karena itu, evaluasi dan

pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord, dan nervous roots memerlukan

pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa ini, prevervasi fungsi spinal cord dan

pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.

Penanganan, rehabilitasi spinal cord dan kemajuan perkembangan multidispliner tim

trauma dan perkembangan metode modern dari fungsi cervical dan stabilitas

merupakan hal penting harus dikenal masyarakat (Japari, 2002).

Melihat fenomena semacam ini, tenaga medis, kususnya perawat sangat perlu

mendapatkan pengetahuan dan pelatihan mengenai penanganan pasien trauma spinal

agar nantinya dapat merencanakan asuhan keperawatan yang tepat sehingga dapat

mengurangi kompilkasi dan meningkatkan kesehatan optimal pasien.

1

Page 2: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk

skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,

costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut

syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.

Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio

yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.(Gbr.1)

Gambar.1 : Tulang belakang (sumber: Atlas of Human Anatomy, Frank H. Netter, 4th Edition,

2006, Saunders Elsevier, ISBN-13:978-1-4160-3385-1)

2

Page 3: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut : (Gbr.2)

a. Vetebra Cervicalis

Vertebra cervicalis ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak.Veterbrata

cervicalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinosus

paling panjang.

Atlas (C1) adalah vertebra cervicalis pertama dari tulang belakang.

(Gbr.3) Atlas bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang

menghubungkan tengkorak dan tulang belakang dan khusus untuk

memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2 bertanggung

jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala. Atlas tidak memiliki tubuh.

Terdiri dari anterior dan posterior sebuah lengkungan dan dua massa lateral.

Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral pada kedua sisi lateral

menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina melintang terletak

pada aspek lateral.

Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsatikularis memisahkan

unggulan dari proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid)

atau sarang adalah struktur 2 sampai 3 cm cortico cancellous panjang dengan

pinggang menyempit dan ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral

(kearah kepala) dari tubuh vertebra.

b. Vertebra Thoracalis

Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk

jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thoraks.

c. Vertebra Lumbalis

Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,berjumlah

5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang

besar ukurannya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.

d. Os. Sacrum

Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana

ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.

e. Os. Coccygeal

Terdiri dari tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami

rudimenter. Bebeapa segmen ini membentuk 1 pasang saraf cocygeal.

3

Page 4: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Gambar.2 : Tipe tulang vertebra: cervical-thoracal-lumbar-sacrum (Sumber: Atlas of Anatomy,

Anne M. Gilroy, MA,Brian R. M,,Thieme Medical Publishers Inc, New York, 2008)

Gambar.3 : Atlas-Axis (Sumber: The Skeleton: an Ordered Assembly of Bones:

physioweb.org,2010)

4

A. Cervical Vertebra (C4)

B.Thoracic Vertebra

C.Lumbar Vertebra (L4) D.Sacrum

Atlas

Anterior

Axis

Posterior

Page 5: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Lengkung kolumna vertebralis kalau dilihat dari samping maka kolumna

vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior yaitu

lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal

melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung

kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan

pelvis,disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya

kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengan

kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul

dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke

anterior adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika anak-anak

mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan

lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta

mempertahankan tegak.

Fungsi dari kolumna vertebralis yaitu sebagai penunjang badan yang kokoh

dan sekaligus bekerja sebagai penyangga ke depan perantaraan tulang rawan

cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan

memungkinkan membongkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna

untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti

waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belakang

terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan,

menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas posterior

yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. (Eveltan.C.

Pearah, 1997 dalam Ilham, 2008).

Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medulla

oblongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara

vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medulla spinalis meruncing sebagai

konus medularis, dan kemudian sebuah sambungan tipis dari piameter yang

disebut filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju

5

Page 6: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini,pada

bagian depannya dibelah oleh fisura anterior yang dalam, sementara bagian

belakang dibelah oleh sebuah fisura sempit.

Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan cervikal dan lumbal.

Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan

atas dan bawah dan plexus dari daerah thoraks membentuk saraf-saraf

interkostalis. Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasi

antara otak dfan semua bagian tubuh dan brgerak refleks.

Untuk terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut:

1. Organ sensorik: menerima impuls, misalnya kulit

2. Serabut saraf sensorik: mengantarkan impuls-impuls tersebut menujusel-sel

dalam ganglion radix posterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada

kornu posterior mendula spinalis

3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung

menghantarkan impuls-impuls menuju kornu anterior medula spinalis.

4. Sel saraf motorik: dalam kornu anterior medula spinalis yang menerima dan

mengalihkan impuls tersebut melalui serabut motorik.

5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls

saraf motorik

6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada

daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis

beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen danotot-otot pada kedua

anggota gerak bawah, serta paralisis spinter pada uretra dan rectum.

6

Page 7: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Gambar 4 : Fungsi dari setiap segmen tulang belakang (Sumber: sciencedirect.com, 2008)

Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan

faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang

terdapat pada tulang servikal antara lain adalah :

1. Ligamentum Flava

Serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan memperluas antara

bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari sumbu ke sacrum..

Namanya Latin untuk "ligamen kuning," dan ini terdiri dari elastis jaringan

ikat membantu mempertahankan postur tubuh ketika seseorang sedang duduk

atau berdiri tegak. Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses

spinosus dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke

bawah dari belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk

dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga

mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari

sacrum, tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul. Pada ujung

atas, setiap flavum ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari

vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal pasangan tulang

yang membentuk dua jembatan mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi

tubuh vertebral dan proses spinosus belakangnya. Mereka memperpanjang

dari pedikel, setiap proses yang kurus menonjol ke belakang dari kedua sisi

dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah tulang belakang,

menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka membentuk

melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang .

7

Page 8: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Gambar 5 : Spinal Ligament-ligamentum Flavum (www . spineuniverse . com , 2010)

2. Ligamentum nuchae

Ligamentum nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis

fibroelastic garis tengah. Ia meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke

punggung C7 dan menempel pada bagian median dari puncak occipital

eksternal, tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah

leher rahim, ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic dari otot

leher rahim yang berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai

dalam, otot-otot ini adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius, dan

serratus posterior superior. Juga anatomi, dan mungkin penting secara klinis,

ligamen telah ditemukan memiliki lampiran berserat langsung dengan dura

tulang belakang antara tengkuk dan C1.

3. Zygapophyseal

Zygapohyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh

manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairan-

cairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan tulang

rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang

berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan

meluncur.

4. Atlantoaxial ligamentum posterior

Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas,

untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina

dari sumbu.

5. Atlantoaxial ligamentum anterior

Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas

bawah lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini

diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan

tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan

merupakan kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior .

8

Page 9: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

6. Ligamentum longitudinal posterior

Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis, dan

membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari

tubuh sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk

sakrum. ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada

ruang disk intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi

patologis tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram

tulang belakang.

7. Ligamentum transversal dari atlas

Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di

cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan

lengkung anterior . Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi

dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi untuk

transmisi dari medula spinalis dan membran dan saraf aksesori.

9

Page 10: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Gambar 6 : ligament craniovertebral (Sumber: Atlas of Anatomy, Anne M. Gilroy, MA,Brian

R. MacPherson, 2008,Thieme Medical Publishers Inc, New York, ISBN 978-1-60406-062-1)

B. DEFINISI

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan

lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,

kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

Trauma spinal yaitu gangguan pada serabut spinal (spinal cord) yang

menyebabkan perubahan secara permanen atau sementara, akan tetapi fungsi

motorik, sensorik atau anatomi masih normal.

Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang

disebabkan oleh benturan pada medulla spinalis (Brunner & Suddarth,2001)

Cedera medulla spinalis adalah kerusakan tulang sumsum yang

mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang

diklasifikasikan sebagai : komplit (kehilangan sensasi dan fungsi motorik), tidak

komplit (campuran kehilangan sensori dan fungsi motorik).

C. MEKANISME CEDERA

Ada 4 mekanisme yang mendasari :

a. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakan paling

berat disebabkan oleh kompresi dari fragmen korpus vertebra yang tergeser

ke belakang dan cedera hiperekstensi.

b. Tarikan/regangan jaringan: regangan berlebih yang menyebabkan gangguan

jaringan biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada medulla

spinalis menurun sesuai usia yang meningkat.

c. Edema medulla spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi

kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena yang menyertai cedera primer.

10

The atlanto-occipital joints are the two articulations between the convex occipital condyles of the occipital bone and the slightly concave superior articular facets of the atlas (C1). The atlantoaxial joints are the two lateral and one medial articulations between the atlas (C1) and axis (C2)

Page 11: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

d. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur lain

pada sistem arteri spinal posterior atau anterior.

Kecelakaan mobil atau terjatuh olahraga, kecelakaan industri, tertembak

peluru, dan luka tusuk dapat menyebabkan trauma medulla spinal. Sebagian besar

pada medulla spinal servikal bawah (C4-C7,T1) dn sambungan torakolumbal

(T11-T12, L1). Medula spinal torakal jarang terkena.

D. KLASIFIKASI

Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan level,beratnya

defisit neurologi, spinal cord syndrome, dan morfologi:

a. Level

Level neurologis adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalis yang

masih dapat ditemukan keadaan sensoris dan motoris yang normal dikedua sisi

tubuh. Apabila level sensoris digunakan, ini menunjukan kearah bagian

segmen kaudal medulla spinalis dengan fungsi sensoris yang normal pada

kedua bagian tubuh. Level motoris dinyatakan seperti sensoris, yaitu daerah paling

kaudal dimana masih dapat ditemukan motoris dengan tenaga 3/5 pada lesi

komplit, mungkin masih dapat ditemukan fungsi sensoris maupun motoris di

bawah level sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah dengan “preservasi

parsial” Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah penting.

Terdapat perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1. Cedera

pada segmen servikal diatas T1 medulla spinalis menyebabkan quadriplegia

dan bila lesi di bawah level T1 menghasilkan paraplegia. Level tulang vertebra

yang mengalami kerusakan, menyebabkan cedera pada medulla spinalis.

Level kelainan neurologis dari cedera ini ditentukan hanya dengan

pemeriksaan klinis. adang-kadang terdapat ketidakcocokan antaralevel tulang

dan neurologis disebabkan nervus spinalis memasuki kanalis spinalis melalui

foramina dan naik atau turun didalam kanalis spinalissebelum benar-benar

masuk kedalam medulla spinalis. Ketidakcocokan akanlebih jelas kearah

kaudal dari cedera Pada saat pengelolaan awal level kerusakan menunjuk pada

kelainan tulang, cedera yang dimaksudkan level neurologis

b. Beratnya Defisit Neurologis

11

Page 12: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan sebagai paraplegia tidak komplit,

paraplegia komplit, kuadriplegia tidak komplit, dan kuadraplegia komplit.

Sangat penting untuk menilai setiap gejala dari fungsi medulla spinalis yang

masih tersisa. Setiap fungsi sensoris atau motoris dibawah level cedera

merupakan cedera yang tidak komplit. Yang termasuk dalam cedera tidak

komplit adalah :

Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan volunter pada ekstremitas

bawah

Sakra l sparing, sebagai contoh: sensasi perianal, kontraksi sphincterani

secara volunter atau fleksi jari kaki volunter. Suatu cedera tidak

dikualifikasikan sebagai tidak komplit hanya dengan dasar adanya

reservasi refleks sacral saja, misalnya bulbocavernosus, atau anal wink.

Refleks tendon dalam juga mungkin di preservasi pada cedera tidak

komplit.

c. Spinal Cord Syndrome

Beberapa tanda yang khas untuk cedera neurologis kadang-kadang dapat

dilihat pada penderita dengan cedera medulla spinalis Pada Central cord

syndrome yang khas adalah bahwa kehilangan tenaga pada ekstremitas atas,

lebih besar dibanding ekstremitas bawah, dengan tambahan adanya

kehilangan adanya sensasi yang bervariasi. Biasanya hal ini terjadi cedera

hiperekstensi pada penderita dengan riwayat adanya stenosis kanalis sevikalis

(sering disebabkan oleh osteoarthritis degeneratif). Dari anamnesis umumnya

ditemukan riwayat terjatuh ke depan yang menyebabkan tumbukan pada

wajah yang dengan atau tanpa fraktur atau dislokasi tulang servikal.

Penyembuhannya biasanya mengikuti tanda yang khas dengan penyembuhan

pertama pada kekuatan ekstremitas bawah Kemudian fungsi kandung kemih

lalu kearah proksimal yaitu ekstremitas atas dan berikutnya adalah

tangan.Prognosis penyembuhannya sentral cord syndrome lebih

baik dibandingkan cedera lain yang tidak komplit. Sentral cord syndrome

diduga disebabkan karena gangguan vaskuler pada daerah medulla spinalis

pada daerah distribusi arteri spinalis anterior. Arteri ini mensuplai bagian

tengah medulla spinalis. Karena serabut saraf motoris ke segmen servikal

12

Page 13: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

secara topografis mengarah ke senter medulla spinalis, inilah bagian yang

paling terkena.

Anterior cord syndrome ditandai dengan adanya paraplegia dan kehilangan

dissosiasi sensoris terhadap nyeri dan sensasi suhu Fungsi kolumna posterior

(kesadaran posisi, vibrasi, tekanan dalam) masih ditemukan. Biasanya

anterior cord syndrome disebabkan oleh infark medulla spinalis pada daerah

yang diperdarahi oleh arteri spinalis anterior Sindrom ini mempunyai

prognosis yang terburuk diantara cidera inkomplit.

Brown Sequard Sydrome timbul karena hemiksesi dari medulla spinalis dan

akan jarang dijumpai. Akan tetapi variasi dari gambaran klasik cukup sering

ditemukan. Dalam bentuk yang asli syndrome ini terdiri dari kehilangan

motoris opsilateral (traktus kortikospinalis) dan kehilangan kesadaran posisi

(kolumna posterior) yang berhubungan dengan kehilangan disosiasi sensori

kontralateral dimulai dari satu atau dua level dibawah level cedera (traktus

spinotalamikus). Kecuali kalau syndrome ini disebabkan oleh cedera

penetrans pada medulla spinalis, penyembuhan (walaupun sedikit) biasanya

akan terjadi.

d. Morfologi

Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi,cedera

medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografi (SCIWORA), atau cedera

penetrans. Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan sebagai stabil

dan tidak stabil. Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe cedera tidak

selalu sederhana dan ahlipun kadang-kadang berbeda pendapat. Karena itu

terutama pada penatalaksanaan awal penderita, semua penderita dengan

defisit neurologis, harus dianggap mempunyai cedera tulang belakang yang

tidak stabil. Karena itu penderita ini harus tetap diimobolisasi sampai ada

konsultasi dengan ahli bedah saraf/ ortopedi.

Klasifikasi fraktur dapat mengambil berbagai bentuk tergantung dari besar

kecilnya kerusakan anatomis atau berdasarkan stabil atau tidak stabil. ‘Major

Fracture’ bila fraktur mengenai pedikel, lamina atau korpus vertebra (Gbr.7).

‘Minor Fraktur’ bila fraktur terjadi pada prosesus transversus, prosesus spinosus

atau prosesus artikularis (Gbr.8).

13

Page 14: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Suatu fraktur disebut ’stable’, bila kolumna vertebralis masih mampu

menahan beban fisik dan tidak tampak tanda – tanda pergeseran atau deformitas

dari struktur vertebra dan jaringan lunak. Suatu fraktur disebut ’unstable’, bila

kolumna vertebralis tidak mampu menahan beban normal, kebanyakan

menunjukkan deformitas dan rasa nyeri serta adanya ancaman untuk terjadi

gangguan neurologik.

Gambar 7&8 : Mayor & Minor Fraktur. (Sumber : Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 2, Juni 2007, hal.143)

Cedera yang mengenai kolumna spinalis akan diuraikan dalam urutan

anatomis, dari cranial mengarah keujung kaudal tulang belakang:

Dislokasi atlanto  –  oksipital (atlanto-occipital dislocation)

Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat dari trauma fleksi dan

distraksi yang hebat. Kebanyakan penderita meninggal karena kerusakan

batang otak. Kerusakan neurologis yang berat ditemukan pada level saraf

kranial bawah. kadang- kadang penderita selamat bila resusitasi segera

dilakukan di tempat kejadian.

Fraktur atlas (C-1)

Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaan sendi yang lebar.

Fraktur C-1 yang paling umum terdiri dari burst fraktur (fraktur Jefferson).

Mekanisme terjadinya cedera adalah axial loading, seperti kepala tertimpa

secara vertikal oleh benda berat atau penderita terjatuh dengan puncak kepala

terlebih dahulu. Fraktur Jefferson berupa kerusakan pada cincin anterior

maupun posterior dari C-1, dengan pergeseran masa lateral. Fraktur akan

terlihat jelas dengan proyeksi open mouth dari daerah C-1 dan C-2dan dapat

14

Fractured Vertebral body

Gbr.7

Fractured Transverse process

Gbr.8

Page 15: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

dikomfirmasikan dengan CT Scan. Fraktur ini harus ditangani secara awal

dengan Neck Collar .

Rotary subluxation dari C-1

Cedera ini banyak ditemukan pada anak-anak  Dapat terjadi spontan setelah

terjadi cedera berat/ ringan, infeksi saluran napas atas atau penderita dengan

rematoid arthritis. Penderita terlihat dengan rotasi kepala yang menetap. Pada

cedera ini jarak odontoid kedua lateral mass C-1 tidak sama, jangan dilakukan

rotasi dengan paksa untuk menaggulangi rotasi ini, sebaiknya dilakukan

imobilisasi. Dan segera rujuk.

Fraktur aksis (C-2)

Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai bentuk yang

istimewa karena itu mudah mengalami cedera.

a. Fraktur odontoid

Kurang 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatutonjolan tulang

berbentuk pasak. Fraktur ini dapat diidentifikasi dengan foto ronsen

servikal lateral atau buka mulut.

b. Fraktur dari elemen posterior dari C-2

Fraktur hangman mengenai elemen posterior C-2, parsinter artikularis

20% dari seluruh fraktur aksis fraktur disebabkan oleh fraktur ini.

Disebabkan oleh trauma tipe ekstensi, dan harus dipertahankan dalam

imobilisasi eksternal.

Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)

Fraktur C-3 sangat jarang terjadi, hal ini mungkindisebabkan letaknya berada

diantara aksis yang mudah mengalami cedera dengan titik penunjang tulang

servikal yang mobile, seperti C-5 dan C-6, dimana terjadi fleksi dan ekstensi

tulang servikal terbesar.

Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)

Fraktur vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori : (1)

cedera baji karena kompresi bagian korpus anterior, (2) cedera bursi, (3)

fraktur Chance, (4) fraktur dislokasi. Axial loading disertai dengan fleksi

menghasilkan cedera kompresi pada bagian anterior. Tip kedua dari fraktur

15

Page 16: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

torakal adalah cedera burst disebabkan oleh kompresi vertikal aksial. Fraktur

dislokasi relatif jarang pada daerah T-1 sampai T-10.

Fraktur daerah torakolumbal - fraktur lumbal (T-11 sampai L-1)

Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera tulang servikal, tetapi

dapat menyebabkan morbiditas yang jelas bila tidak dikenali atau terlambat

mengidentifikasinya. Penderita yang jatuh dari ketinggian dan pengemudi

mobil memakai sabuk pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi mempunyai

resiko mengalami cedera tipe ini. Karena medulla spinalis berakhir pada level

ini , radiks saraf yang membentuk kauda ekuina bermula pada daerah

torakolumbal.

Tingkat cedera didefinisikan oleh ASIA (American Spinal Injury Association)

menurut Penurunan Skala (dimodifikasi dari klasifikasi Frankel), dengan

menggunakan kategori berikut :

A = Cedera Saraf Lengkap: Terjadi kehilangan fungsi motorik dan

sensori lengkap (Complet Loss) khususnya di segmen S4-S5.

B = Cedera Saraf Tidak Lengkap: Fungsi motorik hilang, fungsi sensori

utuh, kadang terjadi pada segmen S4-S5.

C = Cedera Saraf Tidak Lengkap: Fungsi motorik ada tetapi secara

praktis tidak berguna (dapat menggerakan tungkai tetapi tidak bisa

berjalan) dan tingkat kekuatan otot dibawah 3.

D = Cidera Saraf Tidak Lengkap: fungsi motorik terganggu (dapat

berjalan tetapi tidak dengan normal) tingkat kekuatan otot sama atau

diatas 3.

E = Normal: Fungsi sensorik dan motorik normal.

E. ETIOLOGI

Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),

kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun

mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.

Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:

a. Fraktur akibat peristiwa trauma

16

Page 17: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang

dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau

penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat

yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan

biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan

biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.

Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai

kerusakan jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain

akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan

pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon

tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak

(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

F. PATOFISIOLOGI

Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah

kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat

tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal di

bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical atas

adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang

belakang cervical bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang

C3-C7. Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur.

C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal

dan arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya.

Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio

atlanto-occipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah,

tulang ini beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat

berlangsungnya gerakan memutar kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal

atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis sehingga

17

Page 18: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang

otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif.

Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi

hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat

menyebabkan komplience paru menurun.

Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan

medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi

osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan

menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan

akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat

mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2 abdominal. Intak pada

diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor.

Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla

spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturang keras

mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih

normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi.

Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera

neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis

progresif akibat cedera neural sekunder.

Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka

akan terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf

spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai O2 ke

medulla spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi

ischemik pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan

ada pelepasan vasoactive agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi

kapiler pada pusat substansi abu-abu medula spinalis. Ini merupakan permulaan

dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya adalah

peningkatan level Ca pada intraselular yang mengakibatkan kerusakan pada

endotel pembuluh darah yang dalam beberapa jam kemudian dapat

menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di medula spinal.

Peningkatan potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan terjadinya

depolarisasi pada sel (Conduction Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan

katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis pada sel.

18

Page 19: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Di tingkat selular, adanya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2 dapat

merangsang pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai terjadinya

ketidakseimbangan elektrolit, dan pelepasan mediator inflamasi dapat

mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel

mengkerut dan kromatin nuclear yang padat.

Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah

maupun torakalis bawah misalnya pada waktu duduk di kendaraan yang sedang

cepat berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun

dari jarak tinggi menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.

Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,

hiperfleksi, tekanan vertikal (terutama pada T12 sampai L2), rotasi Kerusakan

yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap Akibat

trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi

untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam

beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa edema, perdarahan

perivaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla

spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi

lesi,contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.

Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang

belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat

mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi

transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen

transversa, hemitransversa, kuadran transversa). Hematomielia adalah perdarahan

dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia

grisea. Trauma ini bersifat “whiplash“ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat

badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi

medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh

penyempitan kanalis vertebralis.

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstrameduler

traumatik dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip

diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan

sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis

vertebralis.

19

Page 20: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis

dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks columna

5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler

spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau

neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma

tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah

radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T8 atau T9

yangakan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma

yang bersangkutan dan sindroma sistema astomosis anterial anterior spinal.

G. MANEFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma dan apakah

trauma terjadi secara parsial atau total.(Gbr.9) Berikut ini adalah manifestasi

berdasarkan lokasi trauma :

1. Antara C1 sampai C5

Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal.

2. Antara C5 dan C6

Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah;

kehilangan refleks brachioradialis.

3. Antara C6 dan C7

Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi

sikumasih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.

4. Antara C7 dan C8

Paralisis kaki dan tangan

5. C8 sampai T1

Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis kaki.

6. Antara T11 dan T12

Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut.

7. T12 sampai L1

Paralisis di bawah lutut.

8. Cauda equine

Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan biasanya nyeri

dan sangat sensitive terhadap sensasi, kehilangan kontrol bowel dan bladder.

9. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1

20

Page 21: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara total.

Bila terjadi trauma spinal total atau complete cord injury, manifestasi yang

mungkin muncul antara lain total paralysis, hilangnya semua sensasi dan aktivitas

refleks (Merck,2010).

Gambar 9: manifestasi klinis dari lokasi spinal injuri yang terjadi (Sumber: www.jasper-sci.com)

Tanda dan gejala yang akan muncul:

a. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya

spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada

daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

21

Page 22: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

c. Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di

jaringan sekitarnya

d. Spasme otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema

f. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.

paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

g. Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi

normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang

h. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang

digerakkan.

i. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan

pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan

menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

j. Shock hipovolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

H. PENATALAKSANAAN

a. Imobilisasi

Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan

sampai ke unit gawat darurat.. Yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan

leher dalam posisi normal; dengan menggunakan ’cervical collar’. Cegah agar

leher tidak terputar (rotation). Baringkan penderita dalam posisi terlentang

(supine) pada tempat/alas yang keras. Pasien diangkat/dibawa dengan cara ”4

men lift” atau menggunakan ’Robinson’s orthopaedic stretcher’.

b. Stabilisasi Medis

Terutama sekali pada penderita tetraparesis/ tetraplegia, lakukan :

Periksa vital signs

22

Page 23: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Segera normalkan ’vital signs’. Pertahankan tekanan darah yang normal

dan perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin,

bila perlu monitor AGD (analisa gas darah), dan periksa apa ada

neurogenic shock.

Pasang ’nasogastric tube’

Pasang kateter urin

Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate

dalam kurun waktu 6 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki

konntusio medula spinalis.

c. Mempertahankan posisi normal vertebra ”Spinal Alignment”

Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau

Gardner-Wells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi

traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15

menit sampai terjadi reduksi.

d. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal

Bila terjadi ’realignment’ artinya terjadi dekompresi. Bila ’realignment’

dengan caran tertutup ini gagal maka dilakukan ’open reduction’ dan

stabilisasi dengan ’approach’ anterior atau posterior.

e. Rehabilitasi.

mungkin. Termasuk dalam program ini adalah ‘bladder training’, ’bowel

training’, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal fungsi-fungsi

neurologik dan program kursi roda bagi penderita paraparesis/paraplegia.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. CT SCAN

Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang

servikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi Pemeriksaan CT

berkisar antara 72 -91 % dalam mendeteksi adanya herniasi diskus. Akurasi

dapat mencapai 96 % bila mengkombinasikan CT dengan myelografi

b. MRI

Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal .

MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah

medula spinalis , radiks saraf dan tulang vertebra dapat divisualisasikan.

23

Page 24: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Namun pada salah satu penelitian didapatkan adanya abnormalitas berupa

herniasi diskus pada sekitar 10 % subjek tanpa keluhan , sehingga hasil

pemeriksaan ini tetap harus dihubungkan dengan riwayat perjalanan penyakit ,

keluhan maupun pemeriksaan klinis.

c. EMG

Pemeriksaan Elektromiografi ( EMG) mengetahui apakah suatu gangguan

bersifat neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga

mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari

iritasi/kompresi radiks , membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer,

membedakan adanya iritasi atau kompresi .

J. KOMPLIKASI

a. Syok neurogenik

Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang

desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus

vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah

maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.

b. Syok spinal

Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah

terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak

seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.

c. Hipoventilasi

Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari

cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau

torakal atas

d. Hiperfleksia autonomik

Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut , keringat banyak, kongesti

nasal, bradikardi dan hipertensi.

K. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Apakah pasien pernah menderita :

Stroke

24

Page 25: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Infeksi Otak

DM

Diare/muntah

Tumor Otak

Trauma kepala

b. Pemeriksaan Fisik 

Sistem pernafasan

Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-

otot pernafasan tambahan

Sistem kardiovaskuler

Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi

Status neurologi

Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala

Fungsi motorik

Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis

kerusakan,adanya quadriplegia, paraplegia

Refleks Tendon

Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis kerusakan,

postspinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper

motor neuron/UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/

LMN).

Fungsi sensorik

Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis

kerusakan

Fungsi otonom

Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler

Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas)

Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia,

hidungtersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan gangguan

penglihatan.

Sistem gastrointestinal

Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus,

stressulcer, feses keras atau inkontinensia.

Sistem urinaria

25

Page 26: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Retensi urine, inkontinensia

Sistem Muskuloskletal 

Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM

Kulit

Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal dekubitus)

Fungsi seksual

Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur

Psikososial 

Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan

masyarakat

2. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi

a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan tidak

efektifnya refleks batuk, immobilisasi

Data Pendukung:

Kemampuan batuk kurang atau tidak ada 

Slem banyak 

Suara nafas stridor

Terpasang alat dimulut

Pernafasan cepat lebih dari 20 x/menitf.Perubahan nilai AGD

Kriteria Hasil:

Batuk Efektif 

Pasien mampu mengeluarkan secret

Bunyi nafas normal

Jalan nafas bersih

Respirasi normal : Irama dan jumlah pernafasan

Pasien mampu melakuakan reposisi Nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg,

PaCO2 :35-45 mmHg, pH : 7,35-7,45

Rencana Tindakan Rasional:

Kaji kemampuan batuk dan produksi secret

Auskultasi bunyi nafas

Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi lehe, bersihkan sekret)

Berikan terapi nebulizer

Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret,lakukan kultur.

26

Page 27: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Lakukan suction jika perlu.

Lakukan latihan nafas.

Berikan minum hangat jika tidak ada kontraindikasi.

Berikan oksigen dan monitor analisis gas darah.

Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi. Hilangnya

kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh

terhadap kemampuan Batuk.

b. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan paralisis otot pernafasan.

Data Pendukung:

Taruma pada daerah servikal 

Pola nafas cepat lebih dari normal

Ekspansi paru tidak simetris/ normal

Irama nafas tidak teratur 

Perubahan nilai AGD

Kriteria Hasil:

Pasien dapat menunjukan adanya peningkatan Tidal volume >7

10ml/kg 

RR < 25 x/mnt

Pasien mengatakan mudah bernafas

Rencana Tindakan Rasional:

Auskultasi bunyi nafas setiap jam 

Suction jika perlu

Berikan oksigen 100% selam 1 menit sebelum dan sesudahsuction

Pertahankan kepatenan jalan nafas

Monitor ventilator jika pasien dipasang ventilator 

Monitor analisa gas darahg

Monitor tanda-tanda vital setiap 2 jam

Lakukan posisi semifowler, jika tidak ada kontraindikasii

Hindari obat-obatan sedatif jika memungkinkan untuk mengetahui

adanya kelainan paru-paru

c. Menurunnya kardiak output berhubungan dengan hilangnya tonus

vasomotor (shock neurologi).

27

Page 28: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Data Pendukung:

Kesadaran menurun 

Tekanan darah turun, nadi cepat, irama tidak teratur 

Adanya keringat dingin

Produksi urine kurang

Kriteria Hasil:

Tanda vital dalam keadaan stabil 

Tekanan darah 120/80 mmHg (sesuai usia), nadi 80-100 x/mnt, suhu

37,5Occ

Irama nadi reguler, outpun dan input cairan seimbang

Rencana Tindakan Rasional:

Lakukan perubahan posisi dengan pelan-pelan 

Kaji fungsi kardiovaskuler dan cegah spinalshock. (tekanan darah,

nadi, suhu, temperatur kulit, status hidrasi)

Monitor secara berkala postural hipotensi, bradikardia, disritmia,

menurunnya output urine, monitor tekanan darah

Laksanakan program terapi misalnya atropi

Lakukan ROM setiap 2 jam. - Menurunnya postural hipotensi

d. Gangguan perfusi jaringan medula spinalis berhubungan dengan kompresi,

kontusio, dan edema

Data Penunjang:

Nyeri pada daerah trauma 

Gangguan fungsi sensorik dan motorik 

Gangguan fungsi bladder dan bowel

Kriteria hasil :

Meningkatnya fungsi sensorik dan motorik  

Fungsi bladder dan bowel optimal

Rencana Tindakan Rasional:

Lakukan Pengkajian neurologik setiap 4 jam 

Pertahankan traksi skeletal

28

Page 29: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Jaga posisi tubuh dengan kepala dan tubuhlurus, hindari manuver 

Berikan pengobatan sesuai program sepertisteroid, vitamin K,

antaside.Ukur intake dan output stiap jam, catat outputurine kurang dari

30 ml/ jam. Memonitor perubahan status neurologidengan mendeteksi

perkembangan trauma spinal

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal,

defisit, sensasi/ motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.

Data Pendukung:

Ketidakmampuan melakukan aktivitas 

Adanya paraplegia

Kekuatan otot berkurang tonus otot kurang

Adanya trauma/ kerusakan medula spinalise-Kontraktur / atropi

Kriteria Hasil:

Pasien mempertahankan fleksibilitas seluruh sendi 

Bebas dari fotdrop, kontaktur, rotasi panggul

Pasien dapat melakukan mobilitas secara bertahap.

Rencana tindakan Rasional:

Lakukan pengkajian neurologik setiap 4 jam 

Ganti posisi pasien setiap 2 jam denganmemperhatikan kestabilan

tubuh dan kenyamanan pasien

Beri papan penahan pada kaki

Gunakan alat ortopedi, colar, handsplite

Lakukan ROM pasif setelah cedera 4-5 kali / harif

Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien

Konsultasikan kepada fisioterapi untuk latiahan dan penggunaan alat

seperti splints- Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien dalam

pergerakan

f. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, defisit

sensasi / motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.

Data pendukung:

Ketidak mampuan melakukan aktivitas 

29

Page 30: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

Kemerahan atau tanda-tanda dekubitus pada kulityang tertekan

Terdapat dekubitu

Immobilisasie.Terapi bedrestf.Kelemahan otot

Kriteria Hasil:

Keadaan kulit pasien utuh, bebas darikemerahan 

Bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan

DAFTAR PUSTAKA

Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-unipdu.web.id.

Diakses tanggal 11 Maret 2011

Anne M. Gilroy, MA,Brian R. MacPherson, 2008, Atlas of Anatomy, Thieme Medical

Publishers Inc, New York, ISBN 978-1-60406-062-1

Dawodu, Segun.2008.Spinal Cord Injury.http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11

Maret 2011

Devenport, Moira.2010.Cervical Spine Fracture in Emergency Medicine.

http :// www . medscape . com . Diakses tanggal 11 Maret 2011

Eidelson, MD, Stewart G . 2010 .Lumbar Spine .www . spineuniverse . com / anatomy / lumbar -

spine . Diakses tanggal 23 Maret 2011

Swearingen, Pamela L. 1996, Seri Pedoman Praktis Keperawatan Medikal - Bedah edisi 2,

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 1997, buku ajar Keperawatan Medikal - Bedah 

vol. 1 edisi 8, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40, No. 2 Juni 2007, hal:143

30

Page 31: Tugas Kelompok Askep Trauma Spinal

31