tugas keanekaragam hayati (indra nugraha, 250120140011)(1).pdf

19
MANFAAT RATIFIKASI UNCBD (UNITED NATION CONVENTION BIOLOGICAL DIVERSITY) BAGI INDONESIA (DILIHAT DARI PASAL PER PASAL) TUGAS Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dalam Mata Kuliah Keanekaragaman Hayati DISUSUN OLEH : INDRA NUGRAHA 250120140011 MAGISTER ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS PADJAJARAN 2015

Upload: dedehay

Post on 21-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

MANFAAT RATIFIKASI UNCBD (UNITED NATION CONVENTION

BIOLOGICAL DIVERSITY) BAGI INDONESIA

(DILIHAT DARI PASAL PER PASAL)

TUGAS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dalam Mata Kuliah

Keanekaragaman Hayati

DISUSUN OLEH :

INDRA NUGRAHA

250120140011

MAGISTER ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS PADJAJARAN

2015

Page 2: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

Protokol Nagoya tentang Akses Kepada Sumberdaya Genetik dan

pembanginan Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari

Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati, telah diadposi dalam

kerangka Konvensi keanekaragaman Hayati (CBD) di Nagoya, Jepang pada

tanggal 30 Oktober 2010. Tujuannya adalah pembangian keuntungan yang adil

dan seimbang yang timbul dari pemanfaatan sumberdaya genetik, agar dapat

memberikan konstribusi terhadap konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dan

keanekaragaman hayati dan menerapkan ketiga tujuan Konvensi Kenanekargaman

Hayati (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014).

Yulia et. Al (2013) menyebutkan bahwa Adpoksi Nagoya di jepang telah

mengkritisi beberapa persoalan dalam Convention on Biologocal Diversity dan

salah satunya adalah Access and Benefit Sharing (ABS). ABS merupakan salah

satu tujuan dari CBD melalui kerjasama secara adil dan merata dalam

pemanfaatan keanekaragaman hayati, tetapi pengaturan ABS dalam CBD masih

bersifat umum. Keberadaan Protokol Nagoya merupakan protokol tambahan dari

CBD yang mengatur tentang akses sumberdaya genetik dan pembagian

keuntungan yang adil dan seimbang yang timbul dari pemanfaatan

keanekaragaman hayati.

Melihat fenomena pemanfaatan keanekaragaman hayati secara bebas di

Indonesia dan keberadaan Protokol Nagoya sebagai aturan dalam mengakses

keanekaragaman hayati, maka dalam tulisan ini, akan dikhususkan mengkaji

melindungi keanekaragaman hayati melalui access and benefit sharing (ABS)

berdasarkan Protokol Nagoya. Oleh karena itu, perlu adanya analisis bagaimana

secara filosofi dan teoritikal dalam melindungi keanekaragaman hayati dan

kandungan prinsip-prinsip perlindungan dalam Protokol nagoya.

Makalah ini, akan membahas keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia

dengan meratifikasi UNCBD dilihat dari pasal per pasal.

Page 3: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pasal 1 : Tujuan

Hartati (2012) mengatakan bahwa tujuan pembentukan CBD ditegaskan

yaitu konservasi keanekaragaman hayati, pemanfaatan komponen-komponenya

secara berkelanjutan dan membagi keuntungan yang dihasilkan dari

pendayagunaan sumberdaya genetik secara adil dan merata, termasuk melalui

akses yang memadai terhadap sumberdaya genetik dan dengan alih teknologi yang

tepat guna, dan dengan memperhatikan semua hak atas sumber-sumber daya dan

teknologi itu, maupun dengan pendanaan yang memadai.

2.2. Pasal 2 : Pengertian

Pasal 2 berisi tentang pengertian-pengertian yang terdapat dalam naskah

UNCBD. "Keanekaragaman hayati" ialah keanekaragaman di antara mahluk

hidup dari semua sumber termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem

akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari

keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman didalam species, antara species

dan ekosistem.

2.3. Pasal 3 : Prinsip

Sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa dan azas-azas hukum

internasional setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan

sumber-sumber dayanya sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungannya

sendiri, dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang

dilakukan di dalam yurisdiksinya atau kendalinya tidak akan menimbulkan

kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi

nasionalnya.

Page 4: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

3

2.4. Pasal 4 : Lingkup Kedaulatan

Penegasan kedaulatan negara atas keanekaragaman hayati menjadi

perdebatan sejak penolakan CBD dari doktrin “Warisan bersama umat manusia.

Pasal ini telah memberikan kedaulatan negara untuk mengeksploitasi sumberdaya

alam mereka sendiri sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungan sendiri

dan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa aktivitas di dalam yurisdiksinya

atau kendalinya tidak menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara lain

atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasional. CBD telah memberikan kedaulatan

bagi negara untuk melindungi dan mengelola pemanfaatan keanekaragaman

hayati. Kedaulatan tersebut menjadikan negara sebagai penanggung jawab dalam

segala aktivitas pemanfaatan keanekaragaman hayati.

Hal ini juga ditegaskan pada pasal selanjutnya, bahwa diakui pula hak

kewenangan negara atas keanekaragaman hayati, sehingga kewenangan untuk

mementukan akses terhadap keanekaragaman hayati berada pada pemerintah dan

tergantung pada undang-undang negara yang berlaku. Pengaturan akses tidak

bermakna terbatas terhadap akses, tetapi justru membuat persyaratan yang

memberi kemudahan akses keanekaragaman hayati untuk pemanfaatan

berkesinambungan yang ramah lingkungan dan mendukung pembagian

keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan keanekaragaman hayati tersebut.

Indonesia sebagai negara berkembang pula memiliki kewenangan untuk

melindungi keanekaragaman hayati yang berada dalam wilayah yurisdiksinya.

Akan tetapi, hak berdaulat negara untuk mengeksploitasi keanekaragaman hayti

mereka mesti dilakukan dengan bertanggung jawab unuk memastikan bahwa

aktivitas-aktivitas di dalam yurisdiksi atau kendalinya tidak menimbulkan

bencana kerusakan terhadap alam sekitar negara lain.

2.5. Pasal 5 : Kerjasama Internasional

Hartati (2012) Pembagian keuntungan yang ditegaskan dalam lampiran

pasal kerjasama internasional adlaah transfer teknologi. Akses terhadap transfer

teknologi tersebut ditegaskan dalam pasal ini dimana CBD memerlukan pihak

untuk menyediakan atau memfasilitasi akses dan transfer teknologi yang sesuai

Page 5: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

4

dengan negara penyedia. Akses dan transfer teknologi harus disertai dengan

persyaratan adil dan paling menguntungkan, termasuk persyaratan konsesi dan

preferensi. Pasal ini mendukung adanya mekanisme keuangan dari CBD dalam

membantu pembayaran teknologi tersebut. Terkait dengan hal tersebut makan

para pihak harus mengambil langkah-langkah legislatif, administratif atau

kebijakan yang diperlukan dengan tujuan agar negara-negara berkembang

menyediakan sumberdaya, diberikan akses dan alih teknologi yang menggunakan

sumberdaya, serta mendapatkan sektor swasta untuk memfasilitasi akses terhadap

pengembangan bersama dan alih teknologi untuk kepentingan kedua lembaga

pemerintah dan sektor swasta negara-negara berkembang.

2.6. Pasal 6 : Tindakan Umum Konservasi dan Pemanfaatan Secara

berkelanjutan

Dengan adanya pasal ini, diharapkan dapat terbentuk fokus dan prioritas

dari upaya-upaya yang akan dilakukan untuk konservasi flora dan fauna di

Indonesia sehingga dapat berjalan dengan arah yang jelas. Dengan adanya arahan

strategis yang jelas pemerintah dapat menentukan kebijakan lanjutan yang terkait

dengan konservasi spesies.

Spsies flora dan fauna Indonesia merupakan salah satu sumberdaya alam

terbarukan jika dapat dikelola dengan cara berkelanjutan. Banyak masyarakat

Indonesia yang menggantungkan kehidupannya pada perdagangan komersial

satwa dan tumbuhan liar. Tidak jarang pula satwa dan tumbuhan liar Indonesia

diekspor ke berbagai negara dan menjadikan Indonesia dikenal baik sebagai

sumber keanekaragaman hayati yang kaya.

Dengan menggunakan prinsip keberlanjutan perdagangan komersil dapat

dilakukan terhadap spesies yang tidak dilindungi atau spesies yang dilindungi

secara terbatas. Pasal ini ‘memaksa’ pemerintah untuk melakukan pemantauan

secara berkala akan populasi spesies yang diperdagangkan

Page 6: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

5

2.7. Pasal 7 : Identifikasi dan Pemantauan

Dengan dilakukannya identifikasi keanekaragaman hayati, pemerintah akan

memiliki data infentarisis kekayaan alam Indonesia yang sesungguhnya. Dengan

dimilikinya data ini, klaim-klaim dari negara asing akan keanekaan hayati di

Indonesia dapat dihindari. Selain itu, dengan adanya data yang jelas mengenai

keanekaan hayati Indonesia para peneliti dapat lebih mudah melakukan penelitian-

penelitian lanjutan mengenai manfaat maupun jenis keanekaan hayati yang ada.

Dengan dilakukannya pemantauan Indonesia akan mampu mengenali

kondisi populasi dari tiap spesies yang ada. Hal ini akan memudahkan dalam

upaya pengambilan kebijakan dan membuat keputusan dalam rangka konservasi

keanekaragaman hayati yang ada.

2.8. Pasal 8 : Konservasi In-Situ

Konservasi In Situ akan dapat membantu pengelolaan populasi jenis untuk

mempertahankan sifat-sifat alami dari spesies yang dikelola. Konservasi In Situ,

terutama untuk jenis-jenis hewan endemik Indonesia yang jumlahnya setidaknya

lebih dari 70 spesies juga memiliki potensi menarik wisatawan asing maupun

lokal melalui program ekowisata. Sebagai contoh kawasan perlindungan komodo

yang sudah memiliki nama di dunia internasional, hal ini tentu saja akan dapat

membawa dampak positif bagi perekonomian makro juga perekonomian

masyarakat sekitar kawasan konservasi in-situ. Selain melalui program ekowisata,

pemerintah daerah dapat memperoleh keuntungan dari produk-produk sampingan

kawasan konservasi (misal kayu, madu, dll)s. Dengan adanya kawasan konservasi

in-situ, keanekaragaman hayati tentu akan lebih terjaga, tidak hanya spesies

khusus namun juga spesies lainnya yang berada di kawasan in-situ akan terjaga

kelestariannya.

Butir e dalam pasal ini dinyatakan bahwa setiap pihak wajib memajukan

pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan di kawasan yang

berdekatan dengan kawasan lindung dengan maksud untuk da[pat melindungi

kawasan-kawasan ini. Dengan adanya pembangunan penduduk sekitar akan

Page 7: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

6

memiliki kesetaraan dengan penduduk di wilayah lain, selain itu ‘lapar lahan’

dapat dihinduri sehingga konservasi dapat berjalan dengan baik

2.9. Pasal 9 : Konservasi Ex-Situ

Konservasi ex-situ merupakan pendamping kegiatan in-situ. Hal ini karena

banyak terjadi berbagai permasalahan di lapangan sekaligus memberi peluang

untuk memanfaatkan spesies secara lebih optimal. Dengan adanya upaya

konservasi ex-situ, keanekaragaman hayati dan habitat alami tidak akan terancam

akibat rasa keingin tahuan manusia

Salah satu keuntungan dilakukannya konservasi secara ex-situ adalah

adanya kemampuan restorasi apabila terjadi sesuatu terhadap habitat in-situ.

Biologis dari U.S Forest Service berhasil merestorasi 6000 pinus Torrey dari

benih yang dikumpulkan pada tahun 1986 dari 150 batang pohon. (Guerrant et al

2004)

Selain itu, tentu saja konservasi ex-situ akan membawa pemasukan dan

membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Kebun binatang

contohnya, di sekitar kawasan tersebut kini dijamuri penduduk yang berjualan

atau sekedar menyewakan jasa.

2.10. Pasal 10 : Pemanfaatan Secara Berkelanjutan Komponen-Kompinen

Keanekaragaman Hayati

Akan terbentuk kebijakan nasional yang pro terhadap pelestarian

keanekaragaman sumber daya hayati. Terkembangkannya praktik-praktik budaya

tradisional yang akan membawa keuntungan bagi Indonesia dengan

terlindunginya budaya tradisional.

2.11. Pasal 11 : Tindakan Insentif

Vina (2012) dalam Kovacevic (2012) mengatakan bahwa UNFCCC dan

CBD secara independen mengembangkan nasihat dan bimbingan tentang REDD+

dan perlindungan. Kami percaya bahwa para pihak dan pemangku kepentingan

Page 8: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

7

sama-sama akan mendapat manfaat dari bimbingan sinergis sungguh tidak

membantu jika memiliki rencana yang berbeda.

2.12. Pasal 12 : Penelitian dan Pelatihan

Dengan adanya kalusa ini, Indonesia memiliki kesempatan untuk

memperoleh bantuan untuk pendidikan dan pelatihan. Dengan diadakannya

pendidikan dan pelatihan, sumber daya manusia Indonesia dapat terkembangkan

dan mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari negara lain, terutama

dalam bidang konservasi keanekaragaman hayati.

Dengan meningkatnya penelitian Indonesia akan memiliki pengetahuan

yang lebih luas mengenai pemanfaatan serta konservasi kehati yang ada di

wilayah yuridisnya. Meningkatnya jumlah temuan dan penelitian tentu akan dapat

meningkatkan nilai tambah Indonesia di dunia Internasional

2.13. Pasal 13 : Pendidikan

Meningkatnya pendidikan dan kesadaran masyarakat akan meningkatkan

kualitas sumber daya manusia Indonesia serta menjamin keterlibatan masyarakat

dalam program konservasi. Partisipasi masyarakat akan mendukung terlaksananya

program konservasi yang berkelanjutan. Kerjasama dengan negara-negara dan

organisasi asing dapat membantu membangun hubungan baik sehingga

kesepakatan bilateral dalam bidang diluar perjanjian uncbd pun dapat berjalan

dengan baik

2.14. Pasal 14 : Pengkajian Dampak dan Pengurangan dampak yang

Merugikan

Dengan diterapkannya pasal ini, prinsip kehati-hatian dalam memanfaatkan

sumber daya alam akan semakin meningkat, dengan demikian resiko terjadinya

kerusakan lingkungan dapat dikurangi. Kerja sama internasional berupa bantuan

dalam upaya mengembangkan rencana-rencana untuk kejadian tak terdga tentu

akan menguntungkan bagi Indonesia. Pengetahuan, tekhnologi dan pengalaman

Page 9: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

8

yang belum pernah Indonesia miliki dapat diperoleh melalui kerjasama dengan

negara lain

2.15. Pasal 15 : Akses pada Sumberdaya Genetik

Pemerintah memiliki otoritas dalam menentukan akses terhadap sumberdaya

genetik, sesuai dengan kebijakan nasional. Kewenangan yang dimiliki negara

berasal dari hak-hak berdaulat atas sumberdaya alamnya. Sumberdaya hayati

dalam konteks konvensi dibutuhkan atau digunakan untuk materi genetik yang

terkandung di dalamnya dan tidak untuk atribut mereka yang lain.

Ayat berikutnya menggambarkan pada pelaksanaan hak berdaulat, negara

berwenang untuk menentukan akses terhadap sumberdaya genetik dan

memfasilitasi akses oleh pihak lainnya. Ini menunjukkan bahwa pihak untuk

memperpanjang perlakukan khusus satu sama lain dan ini mungkin menjadi

insentif bagi negara lain untuk bergabung konvensi. Penerapan ayat 2 hanya

digunakan untuk mengakses keperluan ramah lingkungan. Sedangkan apa yang

merupakan penggunaannya diserahkan kepada kebijaksanaan dari pihak yang

memasok sumberdaya genetik. Walaupun demikian pihak penyedia juga tidak

boleh melakukan pembatasan terhadap akses sumberdaya genetik yang

bertentangan dengan tujuan konvensi.

2.16. Pasal 16 : Akses pada Teknologi dan Alih teknologi

Sebagai negara berkembang, dengan adanya pasal ini Indonesia memiliki

akses yang lebih luas terhadap ahli-ahli serta tekhnologi yang belum dimilikinya

tanpa harus takut kehilangan hak paten dan hak milik intelektual dari

keanekaragaman hayati yang dimilikinya.

2.17. Pasal 17 : Pertukaran Informasi

Pertukaran Informasi terutama dengan negara yang memiliki tekhnologi

serta sistem pengelolaan yang telah berhasil akan membantu Indonesia dalam

mengembangkan potensi keanekaragaman hayati yang ada. Selain membantu

dalam pengembangan, pertukaran informasi dapat membantu Indonesia dalam

Page 10: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

9

merumuskan kebijakan konservasi yang sesuai tanpa harus melakukan research

dalam waktu lama. Selain itu pertukaran informasi dapat meningkatkan kualitas

sumber daya manusia Indonesia dengan membuka beragam sudut pandang yang

berbeda dari beragam informasi baru yang diperoleh.

2.18. Pasal 18 : Kerjasama Teknis dan Ilmiah

Dengan meningkatnya kerja sama internasional, banyak hal yang mampu

dicapai oleh Indonesia. Dalam pasal ini ditekankan upaya kerjasama dalam

pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan kelembagaan. Dengan

bantuan negara asing struktur kelembagaan Indonesia dapat ditata agar menjadi

sistem kelembagaan yang lebih profesional. Peningkatan kerjasama daam

pelatihan personalian dan pertukaran pakar dapat meningkatkan kualitas

kelembagaan di Indonesia.

2.19. Pasal 19 : Penanganan Bioteknologi dan pembagian Keuntungan

Dengan semakin berkembangnya tekhnologi serta kebutuhan manusia,

organisme hasil rekayasa genetika merupakan salah satu solusi yang dianggap

mampu memecahkan beragam persoalan yang kini tengah dihadapi dunia.

Terbukanya akses terhadap akses dan keuntungan organisme hasil rekayasa

biotekhnologi tentu akan membuka keuntungan ekonomi bagi Indonesia di

kemudian hari mengingat tingginya kebutuhan manusia terutama ilmu

pengetahuan terhadap organisme hasil rekayasa genetika.

2.20. Pasal 20 : Sumber Dana

Dalam pasal 20 negara maju dapat juga menyediakan sumber-sumber dana

dan pihak-pihak negara berkembang dapat diperolehnya menurut pelaksanaan

konvensi keanekaragaman hayati melalui saluran-saluran bilateral, regional dan

multilateral lain. Indonesia sendiri merupakan Negara berkembang yang anggaran

pemerintahnya lebih fokus pada peningkataa pembangunan ekonomi dan

penetasan kemiskinan, ini sangatlah membantu.

Page 11: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

10

2.21. Pasal 21 : Mekanisme Pendanaan

Diatur bagaimana mekanisme pendanaan dana hibah dari Negara maju

untuk Negara berkembang, konferensi para pihak wajib menentukan kebijakan,

strategi, prioritas program dan kriteria yang sah yang berkaitan dengan akses

kepada pendayagunaan sumber-sumber semacam itu. Sumbangan harus

sedemikian rupa, sehingga memperhitungkan kebutuhan yang dapat diduga,

kecukupannya dan ketersediaannya dana dalam waktu tepat yang diacu dalam

pasal 20.

Secara umum, keanekaragaman hayati yang tinggi terdapat di hutan-hutan

tropis dan mayoritas negara-negara dimana hutan tropis tersebut berada adalah

negara berkembang dimana pertumbuhan ekonominya masih berada dibawah rata-

rata pertumbuhan ekonomi global. Hal terssebut menyebabkan fokus

pembangunan Negara-negara tersebut lebih pada sektor ekonomi dan sosial

masyarakatnya, seperti halnya di Indonesia.Sedangkan untuk alokasi pendanaan

kegiatan konservasi keanekaragaman hayati masih belum cukup memadai.

Banyaknya masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan terutama

yang mengantungkan sumber kehidupannya dari pertanian dan sumber daya alam,

menjadikan banyak mansyarakat yang melakukan perambahan hutan sebagai

sumber mata pencahariannya. Berdasarkan Arnold et al., (2011) bahwa lebih dari

satu milyar populasi manusia yang berada dibawah garis kemiskinan mengakses

hasil hutan berupa daging dan tumbuhan sebagai pelengkap hasil pertaniannya.

Dalam konteks ini.KKH berperan dalam mengakomodasi dan memberikan

dukungan dana bagi Negara-negara berkembang untuk melakukan perlindungan,

konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan

menjadi salah satu rencana strategi nasional berdasarkan potensi dan karakteristik

masing-masing negaranya.

2.22. Pasal 22 : Hubungan dengan Konvensi Internasional yang Lain

Keanekaragaman hayati pertanian dimasukkan ke dalam CBD atas desakan

negara-negara Selatan. Ini terjadi karena awalnya negara-negara Utara

mendesak koleksi benih diatur oleh FAO dan CGIAR saja (Consultative Groups

Page 12: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

11

on International Agriculture Research). Yang menjadi masalah adalah koleksi

benih banyak dikuasai pihak swasta, terutama yang disimpan bank-bank gen

negara-negara Utara. Benih-benih tanaman pertanian tersebut punya nilai

milyaran dollar namun terancam kelestariannya karena upaya pelestarian

sangat kurang.

Makalah sekretariat CBD menyebutkan dampak pertanian modern pada

keanekaragaman hayati termasuk pada ternak dan mikroba namun tidak

menyebutkan tentang akuakultur menyangkut udang dan ikan, sehingga kita

perlu mendesak unsur tersebut dimasukkan. Hasil International Technical

Conference on Plant Genetic Resources keempat

yang diadakan oleh FAO di Leipzig bulan Juni lalu juga akan dilaporkan pada

COP III. Salah satu isu penting dari pertemuan tersebut adalah pendanaan

untuk melestarikan koleksi benih yang ada. Pada konferensi Leipzig, negara

Utara nyata-nyata tidak membuat komitmen untuk mendanai konservasi koleksi

tersebut, terutama karena desakan untuk membagi keuntungan secara adil. Isu

lain yang penting adalah hak petani atas benih dan sumberdaya tanaman lain,

terutama yang dikembangkan oleh mereka sendiri. Oleh karena itu, koleksi

plasma nutfah harus berada di bawah kekuasaan badan CBD, bukan pada bank

gen seperti CGIAR.

Dalam makalah sekretariat CBD, bioteknologi dinyatakan sebagai sebagian

dari teknologi adalah alat untuk melestarikan dan mengembangkan

keanekaragaman hayati pertanian. Makalah ini juga menyebutkan (dalam butir

96 tentang handling biotechnology) bahwa negosiasi untuk protokol pengamanan

hayati (biosafety) akan mempunyai relevansi dengan hal ini. Namun kita

harus ingat bahwa justru protokol ini perlu sebagai alat untuk mencegah

erosi genetika pada keanekaragaman hayati pertanian. Kita juga harus cermat

dengan adanya kecenderungan bahwa isu lain yang berkaitan dengan

bioteknologi di dalam CBD dinyatakan positif tanpa melihat proses

perundingan protokol sebagai alat pengamannya.

Hubungan CBD dengan konvensi lain seperti Ramsar (Konvensi tentang

Lahan Basah), CITES (Konvensi tentang Perdagangan Spesies Langka), dan lain-

Page 13: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

12

lain tidaklah sulit dirumuskan karena konvensi-konvensi tersebut saling

melengkapi. Yang diperlukan hanyalah mekanisme untuk saling berkoordinasi,

misalnya yang sangat dibutuhkan adalah koordinasi dengan UNCLOS (Konvensi

PBB tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan) untuk keanekaragaman

hayati laut.

Selain itu, yang juga perlu diwaspadai adalah hubungan CBD dengan

perjanjian internasional non-lingkungan terutama Organisasi Perdagangan

Dunia (WTO). Perjanjian ini sudah mulai 'dibuat' mempengaruhi perundingan

protokol keamanan hayati dan akan dibuat mempengaruhi perundingan mengenai

alih teknologi, IPR (hak milik intelektual) dalam konvensi, akses kepada

sumberdaya genetika, serta pengakuan atas pengetahuan dan inovasi

tradisional. Untuk itu ada baiknya utusan yang dikirim ke konferensi ini

mengadakan koordinasi dengan juru runding WTO untuk merumuskan posisi

Indonesia mengenai hal ini. Selain itu, negara Dunia Ketiga harus mendesak

CBD agar keanekaragaman hayati dan pertanian tidak dimasukkan kedalam

WTO/TRIPs (Trade-related Intellectual Property Rights), karena organisasi

perdagangan dunia ini sangat diwarnai oleh kepentingan Utara dan terbukti

telah banyak merugikan negara-negara Selatan.

2.23. Pasal 23 : Konferensi Para Pihak

Ada pertemuan-pertemuan rutin yang wajib dilaksanakan dan di ikuti oleh

Indonesia. Sehingga dapat memberikan keuntungan bagi negara berkembang

seperti Indonesia untuk dapat belajar dalam implementasi ratifikasi / konvensi ini.

Sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam implementasi kebijakan. Negara-

negara lain, berkewajiban untuk berbagi dan memberikan nasihat ilmiah dan

nasihat kebijakan dalam pelaksanaan konvensi ini.

2.24. Pasal 24 : Sekretariat

Terdapatnya sekretariat yang berfungsi sebagai fungsi pelayanan dan fungsi

pelaporan akan memudahkan negara anggota untuk mengakses berbagai informasi

dan pelayanan yang diberikan sesuai protokol.

Page 14: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

13

2.25. Pasal 25 : Badan Pendukung untuk Nasihat-Nasihat Ilmiah, Teknis dan

Teknologis

Ada badan pendukung yang memiliki multi kewenangan yang berkaitan

dengan konvensi ini, akan memudahkan negara anggota dalam berkoordinasi dan

membangun komunikasi antara negara serta melakukan kajian-kajian ilmiah

dalam implementasi kebijakannya.

2.26. Pasal 26 : Laporan

Pemerintah Indonesia dan negara-negara anggota lain berkewajiban

menyusun laporan tentang progress yang telah dilakukan untuk memudahkan

konvensi memutuskan kebijakan lain dalam menanggulangi berbagai masalah

yang dihadapi oleh negara anggotanya.

2.27. Pasal 27 : Penyelesaian Sengketa

Seperti halnya dengan kontrak, semua negara yang menandatangani sebuah

traktat setuju untuk diikat oleh ketentuan-ketentuan traktat itu. Perselisihan yang

muncul akibat kegagalan negara dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan

traktat itu dapat diselesaikan melalui negosiasi antara para pihak, melalui

mekanisme yang dibentuk oleh traktat itu sendiri, atau dengan membawanya ke

Mahkamah Internasional di Den Haag.

Opsi untuk membawa kasus ke Mahkamah Internasional hanya berlaku bagi

negara yang telah menerima yurisdiksi pengadilan tersebut; Indonesia belum

melakukannya secara umum, tetapi setiap saat dapat mengambil sikap untuk

tunduk pada yurisdiksi pengadilan itu terkait dengan setiap perselisihan tertentu.

Kepatuhan negara atas instrumen HAM intenasional utama dipantau oleh komite

pengawas yang berbasis pada PBB, seperti Komite HAM dan Komite Anti-

Penyiksaan. Protokol Opsional untuk Kovenan Internasional mengenai Hak-Hak

Sipil dan Politik telah menyusun mekanisme penyampaian keluhan oleh individu

yang menjadi korban pelanggaran hak-hak itu, tetapi Indonesia belum meratifikasi

Protokol Opsional atas Konvensi Anti Penyiksaan.( dte.go.id).

Page 15: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

14

2.28. Pasal 28 : Pengesahan Protokol

Sudariyono (2012) mengatakan bahwa dengan adanya pengesahan Protokol

Nagoya apabila ada pihak asing ingin meneliti, memanfaatkan atau

mengembangbiakkan berbagai jenis tanaman, hewan atau obat-obat tradisional,

maka mereka wajib membayar harga kepada pihak Indonesia”. Protokol Nagoya

sangat menguntungkan Indonesia mengingat Indonesia merupakan salah satu

negara terkaya ketiga di dunia atas sumber daya genetik dan merupakan negara

terkaya nomor satu di dunia apabila kekayaan keanekaragaman hayati laut

diperhitungkan. Selain itu, makhluk hidup di sekeliling kita di Indonesia ini

sangat berharga karena jenis tanaman, hewan, buah-buahan, bahkan virus dan

bakteri yang tidak terlihat, mempunyai nilai komersial yang tinggi. Begitu pula

dengan pengetahuan tradisional seperti jamu-jamuan, ramuan herbal atau cara

pengobatan tradisional lainnya.

2.29. Pasal 29 : Amandemen Konvensi atau Protokol

Keuntungan Indonesia dalam meratifikasi UNCBD khususnya dalam pasal

29, adalah Indonesia memiliki hak sebagai anggota untuk mengusulkan

amandemen terhadap isi dari konvensi. Namun usulan itu harus di

musyawarahkan dan minimal harus disetujui oleh 2/3 anggota konvensi yang telah

menandatanginya.

2.30. Pasal 30 : Pengesahan dan Lampiran Amandemen

Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari isi protokol

Nagoya ini. Dimana prosedur dan langkah-langkahnya sudah disepakati bersama.

Oleh karena itu, keuntungan bagi Indonesia adalah prosedur yang dilakukan sudah

terstandarisasi sehingga tidak sulit dalam pelaksanaannya.

2.31. Pasal 31 : Hak Suara

Indonesia sebagai anggota konvensi yang sudah meratifikasi memiliki hak

suara. Sehingga apa yang diusulkan oleh Indonesia, akan dibawa kedalam

mahkamah konvensi untuk dibahas apakah itu usulan amandemen maupun hal-hal

lainnya yang berkaitan dengan isi dari Protokol.

Page 16: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

15

2.32. Pasal 32 : Hubungan Antara Konvensi dan Protokolnya

Sebagai negara yang sudah meratifikasi Konvensi ini, Indonesia berhak

turut andil dalam memutuskan suatu kebijakan dalam konvensi ini. Dimana

negara-negara yang belum meratifikasi konvensi ini, hanya diberikan kewenangan

sebagai peninjau dalam setiap pertemuan konvensi dan tidak memiliki hak suara.

2.33. Pasal 33 : Penandatanganan

Konvensi ini dibuka untuk penandatangannya di Rio de Jeniro oleh semua

negara dan Organisasi kerjasama ekonomi regional dari tanggal 5 Juni 1992

sampai dengan 14 Juni 1992 dan di markas besar Perserikatan Bangsa-bangsa di

New York dari tangal 15 Juni 1992 sampai dengan 4 Juni 1993.

2.34. Pasal 34 : Ratifikasi, Penerimaan atau Persetujuan

Sebagai anggota konvensi yang sudah meratifikasi konvensi ini, Indonesia

wajib tunduk terhadap segala keputusan yang dikeluarkan dalam setiap

pertemuannya. Oleh karena itu, walaupun pemerintahan berganti periode,

Indonesia tetap mengacu kepada keputusan dari konvensi. Adapun

keberatan/usulan amandemen yang akan diusulkan oleh pemerintahan periode

baru, harus dibahas dulu dalam pertemuan lalu harus disetujui oleh 2/3 anggota.

2.35. Pasal 35 : Aksesi

Konvensi ini bersfat terbuka terhadap negara-negara lain yang akan

mengikutinya. Segala kewenangan negara-negara peserta konvensi telah diatur

secara jelas sehingga memudahkan dalam langkah-langkah berikutnya.

2.36. Pasal 36 : Hal Berlakunya

Konvensi ini berlaku pada hari kesembilan puluh sejak tanggal penyerahan

instrumen ratifikasi penerimaan atau persetujuan yang ketiga puluh. Artinya,

sudah berlaku di Indonesia dan sudan dijadikan Undang-Undang sehingga

dijalankan sebagai fungsi regulasi di Indonesia.

Page 17: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

16

2.37. Pasal 37 : Keberatan-Keberatan (Reservasi)

Tidak ada keberatan-keberatan yang dikemukanakan dalam konvensi ini.

Dengan kata lain, Indonesia menganggap bahwa isi dari konvensi ini secara

umum menguntungkan Indonesia, sehingga pada saat itu tidak perlu diajukan

keberatan-keberatan terhadap isi dari konvensi ini.

2.38. Pasal 38 : Penarikan Diri

Indonesia dapat menarik diri dari konvensi ini dan dari segala kebijakan

yang telah disepakati bersama. Namun, hal ini minimal dilakukan setelah 2 tahun

dari konvensi. Oleh karena itu, dalam jangka waktu 2 tahun, Pemerintah Indonesia

wajib mengikuti segala keputusan / prosedur yang telah diatur dalam konvensi ini.

Dan dalam 2 tahun tersebut, akan dilihat perkembangannya, manfaatnya bagi

Indonesia.

2.39. Pasal 39 : Pengaturan Pendanaan Interim, Pasal 40 : Pengaturan

Sekretariat Interim, Pasal 41 : Depositari, dan Pasal 42 : Teks Asli

Keberadaan sekretariat serta pengaturan pendanaan interim masih bersifat

sementara, namun demikian ada sekretariat yang dapat dijadikan tempat sebagai

konsultasi dan pengaturan kelembagaan bahkan pendanaan yang dapat bermanfaat

bagi negara-negara peserta konvensi, khususnya Indonesia.

2.40. Pasal 42 : Teks Asli

Teks naskah konvensi di tulis dalam berbagai bahasa sehingga memudahkan

Indonesia untuk mengartikan dan menterjemahkannya dalam regulasi/ratifikasi

yang disusunnya.

Page 18: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

17

BAB III

PENUTUP

Keanekaragaman hayati merupakan modal dasar bagi setiap negara di

dunia dalam bertahan hidup dan mengembangkan negaranya. Jika pemanfaatan

keanekaragaman hayati tidak diatur secara bersama-sama, dikhawatirkan

keanekaragaman hayati tersebut lama kelamaan akan mengalami degradasi dan

pada akhirnya akan punah. Oleh karena itu, masyarakat dunia menyepakati untuk

mengadakan Konvensi Keanekaragaman Hayati yang dilaksanakan pada Juni

1992 di Rio de Janeiro. Hasil dari konvensi keanekaragaman hayati yaitu berupa

pasal-pasal yang mengatur konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati.

Isi dari pasal tersebut sebagian besar menguntungkan bagi negara berkembang,

khususnya Indonesia. Negara berkembang dapat mengakses keanekaragaman

hayati dengan leluasa dan jika mengalami hambatan, maka negara maju dan

organisasi internasional wajib membantunya. Namun pada kenyataannya,

implementasi konvensi keanekaragaman hayati ini masih perlu banyak evaluasi.

Page 19: Tugas Keanekaragam Hayati (Indra Nugraha, 250120140011)(1).pdf

18

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, M. et al. 2011. Editorial: Forests, biodiversity and food security. Int’l Forestry Review, 13 (3): 259–264

Hartati, Deny. 2012. Kajian Hukum Mengenai Akses dan Pembagian

Keuntungan Pada Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Kelautan dan Perikanan. Tesis. Fakultas Hukum, Program Pascasarjana, Peminatan

Transnasional. Jakarta

Jhamtani, Hira. 1996. Beberapa Isu Hangat COP III Patut Kita Cermati.

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/11/01/0084.html, diakses

pada tanggal 20 Maret 2015.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2014. Menyongsong Ratifikasi Protokol

Nagoya. http://www.menlh.go.id/menyongsong-ratifikasi-protokol-

nagoya/, diakses pada tanggal 20 Maret 2015.

Kovacevic, Michelle. 2012. Para Negosiator Biodeversitas & Iklim Harus

“Berbicara Satu Sama Lain” demi REDD+, desak Belgia. http://blog.cifor.org/12856/para-negosiator-biodiversitas-iklim-harus-

berbicara-satu-sama-lain-demi-redd-desak-belgia#.VQuYMeFp5n0,

diakses 20 Maret 2015.

Sudariyono. 2012. Peluang dan Tantangan Protokol Nagoya bagi Indonesia.

http://www.menlh.go.id/peluang-dan-tantangan-protokol-nagoya-bagi-

indonesia/, diakses pada tanggal 20 Maret 2015.

Yulia. Zinatul Ashqin Zainol. 2013. Melindungi Keanekaragaman Hayati dalam

Kerangka Protokol Nagoya. Jurnal Mimbar Hukum, Volume 25, Nomor

2. Aceh.