tugas kasus uu etika 15-20

4

Click here to load reader

Upload: lukmanto

Post on 02-Dec-2015

286 views

Category:

Documents


49 download

DESCRIPTION

xvcxb

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Kasus UU Etika 15-20

Tugas Undang-Undang dan Etika Kefarmasian

NIM : 152211101020

Kasus

Seorang apoteker A telah bekerja sebagai apoteker penanggung jawab di sebuah PBF X,

apoteker A juga bekerja sebagai apoteker pendamping pada malam hari di sebuah apotek di kota

yang sama, apoteker A ini juga merupakan PSA apotek tersebut. Dalam kesehariannya, terkait

pengadaan perbekalan farmasi , apotek yang dikelolanya bekerjasama dengan PBF tempat ia

bekerja untuk mendistribusikan perbekalan farmasi ke klinik dan rumah sakit-rumah sakit. Dari

kerjasama ini, apoteker A mendapatkan fee 1% faktur penjualan dan ia juga dapat

mengendalikan semua yang terkait administrasi di apotek.

Bagaimanakah kajian saudara terhadap kasus tersebut di atas, ditinjau dari sisi etika profesi

apoteker dan peraturan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku di Indonesia?

Hasil Kajian

Ditinjau dari peraturan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku di Indonesia maka

Apoteker A telah melanggar peraturan perundang-undangan kefarmasian yakni peraturan

menteri kesehatan republik indonesia nomor 889 pasal 18 poin 1 Bab III Izin Praktik Dan Izin

Kerja Bagian Kesatu Umum yang berbunyi SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas

pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.

Apoteker A yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi/penyaluran obat

seharusnya hanya memiliki SIKA dan tidak boleh memiliki SIPA baik sebagai Apoteker

penanggung jawab maupun Apoteker pendamping. Jika Apoteker A memilih pekerjaan

kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian maka selain menjadi apoteker penanggung jawab

dia juga diperbolehkan menjadi apoteker pendamping paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas

pelayanan kefarmasian.

Praktik Apoteker A yang merupakan Apoteker pendamping sekaligus pemilik sarana

apotek yang bekerjasama dengan PBF untuk mendistribusikan perbekalan farmasi ke klinik dan

rumah sakit-rumah sakit demi mendapatkan imbalan merupakan pelanggaran perundang-

undangan dan kode etik. Apotek yang dikelolanya bisa merupakan apotek panel. Apotek panel

Page 2: Tugas Kasus UU Etika 15-20

adalah apotek yang bekerjasama dengan PBF dalam mendistribusikan obat keras kepada pihak-

pihak yang diinginkan oleh PBF yaitu : Dokter, Rumah sakit tanpa apoteker, poliklinik tanpa

apoteker, paramedik, toko obat, dan perorangan/freelancer. Dengan praktek apotek panel ini,

praktek dokter/praktek bidan/praktek perawat mendapatkan obat dan memberikan obat kepada

pasien (dispensing) tanpa pengawasan dari seorang yang berkompetensi dibidang layanan

kefarmasian sesuai Per Menkes RI Tentang Pedagang Besar Farmasi No.

918/Menkes/Per/X/1993 pasal 16 yang berbunyi Pedagang Besar Farmasi hanya melaksanakan

penyaluran obat keras kepada Pedagang Besar Farmasi, apotik dan rumah sakit serta institusi

yang di izinkan berdasarkan Surat Pesanan yang ditanda tangani Apoteker Pengelola Apotik atau

Apoteker penanggungjawab Pedagang Besar Farmasi atau Apoteker penanggungjawab unit yang

di izinkan oleh Menteri.

Apotek panel terjadi karena apoteker melupakan tanggung jawab profesinya demi

mendapatkan keuntungan dari adanya Apotek panel. Dampak dari apotek panel tersebut antara

lain :

Profesi lain akan tetap dispensing karena kebutuhan obatnya selalu terpenuhi.

Peran apoteker dalam pharmaceutical care tidak ada.

Apotek tidak dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang semestinya (hanya bisa

menjual obat-obat bebas/otc dan tidak mendapatkan resep dari dokter), merugikan apotek

lain trutama apotek kecil yang terkadang pemiliknya adalah teman sejawat.

Masyarakat tidak mendapatkan KIE dengan benar terkait obat yang di dapatkan dari

profesi lain, DRP oleh dokter tidak dapat ditelusuri.

Terhitung mulai tanggal 19 Juni 2011, Ikatan Apoteker Indonesia menyatakan praktek apotek

panel dilarang dan bagi apoteker yang masih melakukan praktik tersebut terancam sanksi

pencabutan rekomendasi izin praktek apotekernya. Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia

mengambil sikap sebagai berikut :

1. Melarang Praktik PANEL dalam segala bentuknya baik oleh apoteker dan atau Rumah Sakit

bersama dengan distributor (PBF).

2. Agar pengurus daerah dan atau pengurus cabang dapat merumuskan dan mengambil langkah

sistemik / strategic dalam rangka mencegah praktek PANEL.

Page 3: Tugas Kasus UU Etika 15-20

3. Mengambil tindakan tegas kepada sejawat apoteker yang terbukti melakukan praktek

PANEL dengan sanksi maksimal pencabutan rekomendasi baik bagi apoteker/ Rumah sakit

maupun apoteker PBF.

Apoteker A yang berorientasi keuntungan yang bekerja pada tempat fasilitas distribusi

kefarmasian sekaligus tempat pelayanan kefarmasian sebagai APING serta melakukan praktik

apotek panel yang dapat merugikan teman sejawat, ditinjau berdasarkan sisi Etika Profesi

Apoteker, apoteker A telah melanggar kode etik profesi apoteker 2009. Yaitu :

Bab I Kewajiban Umum

Pasal 5 yang berbunyi Di dalam menjalankan tugasnya seorang Apoteker harus

menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan

martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat

Pasal 10 yang berbunyi Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya

sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 12 yang berbunyi Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk

meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran

martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam

menunaikan tugasnya.