tugas indro

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas penanganan syok hemoragik secara umum agar dapat tertangani dengan baik sehingga kasus kematian akibat syok hemoragik dapat berkurang. 1

Upload: ncimb-chasez-al-wahab

Post on 04-Feb-2016

238 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Indro

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Permasalahan

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas penanganan syok

hemoragik secara umum agar dapat tertangani dengan baik sehingga kasus kematian akibat

syok hemoragik dapat berkurang.

1

Page 2: Tugas Indro

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompartemen Cairan Tubuh

Tubuh orang dewasa terdiri dari: zat padat 40 % berat badan dan zat cair 60% berat

badan; zat cair terdiri dari: cairan intraselular 40 % berat badan dan cairan ekstraselular 20 %

berat badan; sedangkan cairan ekstraselular terdiri dari : cairan intravaskular 5 % berat badan

dan cairan interstisial 15 % berat badan.

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh

Ada pula cairan limfe dan cairan transselular yang termasuk cairan ekstraselular.

Cairan transselular sekitar 1-3 % berat badan, meliputi sinovial, pleura, intraokuler dan lain-

lain. Cairan intraselular dan ekstraselular dipisahkan oleh membran semipermeabel.2

Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,

sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-

rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi

hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.3

Cairan ekstraselular

2

Page 3: Tugas Indro

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan

ekstraselular berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi baru lahir, sekitar

setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan

ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan

sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.3

Gambar 2. Susunan Kimia Cairan Ekstraselular dan Intraselular4

Cairan ekstraselular dibagi menjadi:3

Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter

pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran

tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang

dewasa.3

Cairan Intravaskular

3

Page 4: Tugas Indro

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume

plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter, dimana 3 liter merupakan

plasma, dan sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, serta platelet.3

Cairan Transselular

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan.

Pada keadaan sewaktu, volume cairan transelular adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam

jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transselular.3

Gambar 3. Anatomi cairan tubuh5

Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh Natrium dan protein plasma.

Natrium paling banyak terdapat di cairan ekstraselular, di cairan intravaskular (plasma) dan

interstisial kadarnya sekitar 140 mEq/L.

Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmosis melalui membran

semipermeabel, yang terjadi apabila kadar total cairan di kedua sisi membran berbeda. Air

akan berdifusi melalui membran untuk menyamakan osmolalitas. Pergerakan air ini dilawan

oleh tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat

dipengaruhi oleh albumin. Apabila kadar albumin rendah, maka tekanan onkotik rendah

sehingga tekanan hidrostatik dominan mengakibatkan ekstravasasi dan terjadi edema.

Cairan ekstraselular adalah tempat distribusi Na+, sedangkan cairan intravaskular

adalah tempat distribusi protein plasma dan koloid; juga tempat distribusi K+, PO4– .

4

Page 5: Tugas Indro

Elektrolit terpenting di dalam cairan intraselular: K+ dan PO4- dan di cairan ekstraselular:

Na+ dan Cl–.

Osmolaritas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila dinyatakan sebagai osmol

per liter larutan (osm/L). Osmolalitas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila

dinyatakan sebagai osmol per kilogram air (osm/kg). Tonisitas merupakan osmolalitas relatif

suatu larutan. Osmolaritas total setiap kompartemen adalah 280 –300 mOsm/L. Larutan

dikatakan isotonik, jika tonisitasnya sama dengan tonisitas serum darah yaitu 275 – 295

mOsm/kg.

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel

dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi sampai kadarnya sama.

Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan

tubuh di seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel dapat dilalui air (pelarut),

tetapi tidak dapat dilalui zat terlarut.

Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan bergerak

dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.Tekanan hidrostatik di dalam

pembuluh darah akan mendorong air secara difusi masuk melalui pori-pori. Difusi tergantung

kepada tekanan hidrostatik dan perbedaan konsentrasi.

Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme transpor

pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi; mekanisme transpor

aktif membutuhkan energi berkaitan dengan Na-K Pump yang membutuhkan energi ATP.

Pompa Natrium-Kalium adalah pompa yang memompa ion natrium keluar melalui

membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium ke dalam sel. Bekerja

untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

5

Page 6: Tugas Indro

Gambar 4. Pompa Natrium-Kalium

Berikut ini merupakan kebutuhan air dan elektrolit perhari:

Dewasa:

• Air 30 – 35 ml/kg

Setiap kenaikan suhu 10 C diberi tambahan 10-15 %

• K+ 1 mEq/kg ( 60 mEq/hari atau 4,5 g )

• Na+ 1-2 mEq/kg ( 100 mEq/hari atau 5,9 g )

Bayi dan Anak:

• Air 0-10 kg: 4 ml/kg/jam ( 100 ml/g )

10-20 kg: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg

(1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)

> 20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg

(1500 ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)

• K+ 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)

• Na+ 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)2

Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia3

Tabel 2. Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa

6

Page 7: Tugas Indro

a. Terapi

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini

mengisi intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskular

dengan cara menggantikan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intraselular.

Larutan ringer laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua.

Walupun NaCl fisiologis merupakan pengganti yang baik namun cair ini memiliki

potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila

fungsi ginjalnya kurang baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan

cepat sebagai bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada

anak. Respons penderita terhadap pemberian cairan ini dipantau, dan keputusan

pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lebih lanjut akan tergantung pada respons ini.8

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada

evaluasi awal penderita. Perkiraan kehilangan cairan dan darah, dapat dilihat cara

menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh penderita.

Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut diperlukan

adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid,

sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang kedalam ruang interstitial

dan intraselular. Ini dikenal sebagai “hukum 3 untuk 1” (3 for 1 rule). Namun lebih

penting untuk menilai respons penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan

oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan

perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan untuk

memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka

diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui

atau penyebab lain untuk syok.8

7

Page 8: Tugas Indro

Penderita datang dengan perdarahan

Pasang infus jarum besar Catat tekanan darah, nadi, ambil

ambil sampel darah perfusi, (produksi urin)

Ringer Laktat atau NaCl 0,9%

20ml/kgBB cepat, ulangi.

1000-2000 ml dalam 1 jam

Hemodinamik baik Hemodinamik buruk

- Tekanan sistolik ≥100, nadi ≤100,

- Perfusi hangat, kering, Teruskan cairan

- Urin ½ ml/kg/jam 2-4 x estimated loss

Hemodinamik baik Hemodinamik buruk

A B C

Pada kasus A, infus dilambatkan dan biasanya transfusi tidak diperlukan. Pada kasus

B, jika hemoglobin kurang dari 8 gr/dL atau hematokrit kurang dari 25%, transfusi sebaiknya

diberikan. Tetapi seandainya akan dilakukan pembedahan untuk menghentikan suatu

perdarahan, transfusi dapat ditunda sebentar sampai sumber perdarahan terkuasai dulu. Pada

kasus C, transfusi harus segera diberikan. Ada tiga kemungkinan penyebab yaitu perdarahan

masih berlangsung terus (continuing loss), syok terlalu berat, hipoksia jaringan terlalu lama

dan anemia terlalu berat, sehingga terjadi hipoksia jaringan.7

Pada ½ jam pertama setelah perdarahan, apabila diukur Hb atau Ht, hasil yang

diperoleh mungkin masih ”normal”. Harga Hb yang benar adalah hasil yang diukur setelah

penderita kembali normovolemia dengan pemberian cairan. Penderita dalam keadaan

anestesi, dengan nafas buatan atau dengan hipotermia, dapat mentolerir hematokrit 10 – 15%.

Tetapi pada penderita biasa, sadar, dan dengan nafas sendiri, memerlukan Hb 8 gr/dL atau

lebih agar cadangan kompensasinya tidak terkuras habis.7

2.2 Jumlah Perdarahan Dan Penanganannya

8

Page 9: Tugas Indro

Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat

badan. Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa adalah kira-kira 7% dari berat

badan. Dengan demikian laki-laki yang berat 70 kg, mempunyai volume darah yang beredar

kira-kira 5 liter. Bila penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan

berdasarkan berat badan idealnya, karena bila kalkulasi didasarkan berat badan sebenarnya,

hasilnya mungkin jauh di atas volume sebenarnya. Volume darah anak-anak dihitung 8%

sampai 9% dari berat badan (80-90 ml/kg).8

Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita, 65 – 70 ml/kg berat

badan. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik. Kehilangan 10% - 30%

EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat. Kehilangan lebih dari 30% - 50%

EBV masih dapat ditunjang untuk sementara dengan cairan saja sampai darah transfusi

tersedia. Total volume cairan yang dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar

antara 2 – 4 x volume yang hilang.7

Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria Traumatic Status dari

Giesecke. Dalam waktu 30 sampai 60 menit susudah infusi, cairan Ringer Laktat akan

meresap keluar vaskular menuju interstitial. Demikian sampai terjadi keseimbangan baru

antara Volume Plasma/Intravascular Fluid (IVF) dan Interstitial Fluid (ISF). Ekspansi ISF

ini merupakan interstitial edema yang tidak berbahaya. Bahaya edema paru dan edema otak

dapat terjadi jika semula organ-organ tersebut telah terkena trauma. 24 jam kemudian akan

terjadi diuresis spontan. Jika keadaan terpaksa, diuresis dapat dipercepat lebih awal dengan

furosemid setelah transfusi diberikan.7

Pada bayi dan anak yang dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan darah

sebanyak 10-15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi badan, maka cukup

diberi cairan kristaloid atau koloid, sedangkan diatas 15% perlu transfusi darah karena ada

gangguan pengangkutan oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin

normal angka patokannya ialah 20%. Kehilangan darah sampai 20% ada gangguan faktor

pembekuan. Cairan kristaloid untuk mengisi ruang intravaskular diberikan sebanyak 3 kali

lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.8,9

Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan untuk

menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Kalau hanya

9

Page 10: Tugas Indro

menaikkan volume intravaskular saja cukup dengan koloid atau kristaloid. Indikasi transfusi

darah antara lain:

1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr/dL atau Ht < 30%. Pada orang tua, kelainan paru,

kelainan jantung Hb < 10 gr/dL.

2. Bedah mayor kehilangan darah > 20% volume darah.9

Tabel 5. Traumatic status dari Giesecke

Tanda TS I TS II TS III

Sesak nafas - Ringan ++

Tekanan darah N Turun Tak teratur

Nadi Cepat Sangat cepat Tak teraba

Urin N Oliguria Anuria

Kesadaran N Disorientasi / Koma

Gas darah N pO2 / pCO2 pO2 / pCO2

CVP N Rendah Sangat rendah

Blood loss % EBV Sampai 10% Sampai 30% Lebih 50%

10

Page 11: Tugas Indro

Tabel 6. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan darah (ml) Sampai 750 750 - 1500 1500 - 2000 >2000

Kehilangan darah (% volume

darah)

Sampai 15% 15% - 30% 30% - 40% >40%

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi Normal / ↑ ↓ ↓ ↓

Frekuensi pernapasan 14-20 20 -30 30-40 >35

Produksi urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 <5

CNS/Status mental Sedikit

Cemas

Agak Cemas Cemas,

Bingung

Bingung,

Lesu

Penggantian cairan

(hukum 3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid

dan darah

Kristaloid

dan darah

1. Perdarahan Kelas I (Kehilangan volume darah sampai 15%)

Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasi,

akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah,

tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk penderita yang dalam keadaan sehat,

jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti. Pengisian transkapiler dan

mekanisme kompensasi lain akan memulihkan volume darah dalam 24 jam. Namun,

bila ada kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan jumlah darah ini dapat

mengakibatkan gejala-gejala klinis. Penggantian cairan untuk mengganti kehilangan

primer, akan memperbaiki keadaan sirkulasi.

11

Page 12: Tugas Indro

2. Perdarahan Kelas II (Kehilangan volume darah 15% - 30%)

Gejala klinis termasuk takikardi, takipnoe, dan penurunan tekanan nadi. Penurunan

tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan peningkatan dalam komponen

diastolik karena bertambahnya katekolamin yang beredar. Zat inotropik ini

menghasilkan peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan

sistolik hanya berubah sedikit pada syok yang dini karena itu penting untuk lebih

mengandalkan evaluasi tekanan nadi daripada tekanan sistolik. Penemuan klinis yang

lain yang akan ditemukan pada tingkat kehilangan darah ini meliputi perubahan

sistem syaraf sentral yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan atau sikap permusuhan.

Walau kehilangan darah dan perubahan kardiovaskular besar, namun produksi urin

hanya sedikit terpengaruh. Aliran air kencing biasanya 20-30 ml/jam untuk orang

dewasa. Kehilangan cairan tambahan dapat memperberat manifestasi klinis dari

jumlah kehilangan darah ini.

3. Perdarahan Kelas III (Kehilangan volume darah 30% - 40%)

Akibat kehilangan darah sebanyak ini dapat sangat parah. Penderita hampir selalu

menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi dan

takipnue yang jelas, perubahan penting dalam status mental, dan penurunan tekanan

darah sistolik. Dalam keadaan yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah kehilangan

darah paling kecil yang selalu menyebabkan tekanan sistolik menurun. Penderita

dengan kehilangan darah tingkat ini hampir selalu memerlukan tranfusi darah.

Keputusan untuk memberi tranfusi darah didasarkan atas respons penderita terhadap

resusitasi cairan semula dan perfusi dan oksigenisasi organ yang adekuat.

4. Perdarahan Kelas IV (Kehilangan volume darah lebih dari 40%)

Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-gejalanya

meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistoluk yang cukup besar, dan

tekanan nadi yang sangat sempit. Produksi urin hampir tidak ada, dan kesadaran jelas

menurun. Pada kulit terlihat pucat dan teraba dingin. Penderita ini sering kali

memerlukan tranfusi cepat dan intervensi pembedahan segera. Kehilangan lebih dari

50% volume darah penderita mengakibatkan ketidaksadaran, kehilangan denyut nadi

dan tekanan darah.8

12

Page 13: Tugas Indro

2.3 Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ

Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk

diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respons penderita. Pulihnya tekanan

darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan

bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak

memberikan informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan

peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kualitasnya sukar

ditentukan.8

Tabel 7. Jenis Respons Penderita terhadap Resusitasi Cairan Awal

RESPONS

CEPAT

RESPONS

SEMENTARA

TANPA

RESPONS

Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan sementara,

tensi dan nadi kembali

turun

Tetap abnormal

Dugaan kehilangan

darah

Minimal

(10 - 20%)

Sedang, masih ada

(20 - 40%)

Berat

(> 40%)

Kebutuhan

kristaloid

Sedikit Banyak Banyak

Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera

Persiapan darah Specific type dan

crossmatch

Specific type Emergensi

Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti

Kehadiran dini ahli

bedah

Perlu Perlu Perlu

Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi ginjal.

Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yang cukup, bila

tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin merupakan salah

satu dari pemantauan utama resusitasi dan respons penderita.8

13

Page 14: Tugas Indro

Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran darah

ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar 0,5

ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam untuk

bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin turunnya produksi urin dengan berat

jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut

ditambahnya penggantian volume dan usaha diagnostik.8

Respons penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk menentukan

terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara berdasarkan evaluasi

awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah pengelolaannya berdasarkan respons

penderita pada resusitasi cairan awal. Dengan melakukan observasi terhadap respons

penderita pada resusitasi awal dapat diketahui penderita yang kehilangan darahnya lebih

besar dari yang diperkirakan, dan perdarahan yang berlanjut dan memerlukan pengendalian

perdarahan internal melalui operasi. Dengan resusitasi di ruang operasi dapat dilakukan

kontrol langsung terhadap perdarahan oleh ahli bedah dan dilakukan pemulihan volume

intravaskular secara simultan. Resusitasi di ruang operasi juga membatasi kemungkinan

transfusi berlebihan pada orang yang status awalnya tidak seimbang jumlah kehilangan darah.

Adalah penting untuk membedakan penderita dengan hemodinamik stabil dengan

hemodinamik normal. Penderita yang hemodinamik stabil mungkin tetap ada takikardi,

takipneu, dan oliguri, dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan masih syok. Sebaliknya,

penderita yang hemodinamik normal adalah yang tidak menunjukkan tanda perfusi jaringan

yang kurang memadai. Pola respons yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok:

respons cepat, respons sementara, respons minimum atau tidak ada pada pemberian cairan.8

a. Respons cepat

Penderita kelompok ini cepat memberi respons kepada bolus cairan awal dan tetap

hemodinamik normal setelah bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat

sampai kecepatan rumatan/maintenance. Penderita seperti ini biasanya kehilangan volume

darah minimum. Untuk kelompok ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau

pemberian darah lebih lanjut. Jenis darahnya dan crossmatch nya tetap dikerjakan. Konsultasi

dan evaluasi pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena intervensi

operatif mungkin masih diperlukan.8

14

Page 15: Tugas Indro

b. Respons sementara

Kelompok yang kedua adalah penderita yang berespons terhadap pemberian cairan,

namun bila tetesan diperlambat hemodinamik penderita menurun kembali karena kehilangan

darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup. Jumlah kehilangan darah

pada kelompok ini adalah antara 20 - 40% volume darah. Pemberian cairan pada kelompok

ini harus diteruskan, demikian pula pemberian darah. Respons terhadap pemberian darah

menentukan penderita mana yang memerlukan operasi segera.8

c. Respons minimal atau tanpa respons

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, kondisi hemodinamik pasien tetap

buruk dengan respons minimal atau tanpa respons, ini menandakan perlunya operasi segera.

Walaupun sangat jarang, namun harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik

seperti tamponade jantung atau kontusio miokard. Kemungkinan adanya syok non-hemoragik

harus selalu diingat pada kelompok ini.8

2.4 Jenis Cairan Intravena

Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun – tahun menjadi perbantahan sengit, yaitu:

a. Transfusi darah

Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan

cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik dan

perfusi yang baik sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan

koreksi defisit cairan ekstraselular (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak tersedia,

dapat digunakan universal donor yaitu golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif)

atau Packed Red Cell-O. Sebaiknya darah universal ini selalu tersedia di UGD.7

b. Plasma Expander

Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, hydroxy-

ethyl starch) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal lebih lama di

intravaskular. Namun, sayangnya defisit ECF tidak dapat dikoreksi oleh plasma expander.

Selain itu, dari segi harga, plasma expander jauh lebih mahal daripada Ringer Laktat (kira-

kira 10x lipat lebih mahal). Reaksi anaphylactoid dapat terjadi, baik karena dextran maupun

gelatin (0,03 - 0,08% pemberian). Reaksi ini dapat terjadi disertai dengan syok, yang

memerlukan adrenalin untuk mengatasinya. Apabila tidak segera ditangani dengan baik dan

tepat, reaksi ini dapat berakhir fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan pada crossmatch

15

Page 16: Tugas Indro

darah dan pada dosis lebih dari 10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan gangguan pembekuan

darah.7

c. Albumin

Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari segi

volume effect. Tetapi harganya sangat mahal, sekitar 70x lipat dari harga Ringer Laktat untuk

mendapatkan volume effect yang sama.7

d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%

Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun pemberian infus

IVF diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan

interstitial/ISF jenuh. Cairan lain seperti Dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan.7

Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrosa, tidak

mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar dari

intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume

darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 20-30 menit. Ekspansi

cairan dari ruang intravaskular ke interstisial berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus

dan akan keluar dalam 24 - 48 jam sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk

meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.10

Tabel 8. Berbagai Cairan Kristaloid10

Cairan Na+

(mEq/L)

K+

(mEq/L)

Cl-

(mEq/L)

Ca++

(mEq/L)

HCO3

(mEq/L)

Tekanan

Osmotik

(mOsm/L)

Ringer

Laktat

130 4 190 3 28* 273

Ringer

Asetat

130 4 109 3 28# 273

NaCl

0,9%

154 0 0 0 0 308

* sebagai laktat# sebagai asetat

16

Page 17: Tugas Indro

Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan

kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi

dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan

edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.11

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan

hiponatremia, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis

yang paling mirip dengan cairan ekstraselular. RL dapat diberikan dengan aman dalam

jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,

kombustio dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai

cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.7

Ringer Asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme

laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme

pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan

Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi

hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat

membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.6

Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi:

1. Cairan rumatan (maintenance).

Bersifat hipotonis: konsentrasi partikel terlarut kurang dari konsentrasi cairan

intraselular/Intracellular Fluid (ICF); menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Tonisitas

< 270 mOsm/kg; misal: Dekstrosa 5%, Dekstrosa 5% dalam Saline ¼ / NaCl 0,22%

2. Cairan pengganti (resusitasi, substitusi)

Bersifat isotonis: konsentrasi partikel terlarut = ICF; tidak ada perpindahan cairan

melalui membran sel semipermeabel. Tonisitas 275 – 295 mOsm/kg; misal : NaCl 0,9%,

Ringer Laktat, koloid

3. Cairan khusus

Bersifat hipertonis: konsentrasi partikel terlarut > ICF; menyebabkan air keluar

dari sel, menuju daerah dengan konsentrasi lebih tinggi. Tonisitas > 295 mOsm/kg;

misal: NaCl 3 %, Manitol, Natrium-bikarbonat, Natrium laktat hipertonik.

17

Page 18: Tugas Indro

2.5 Penyulit

Penyulit akibat pemberian cairan dapat terjadi pada jantungnya sendiri, pada proses

metabolisme atau pada paru.7

Dekompensasi jantung

Dekompensasi ditandai oleh kenaikan PCWP (Pulmonary Capillary Wedge

Pressure). Bahaya terjadinya dekompensasi jantung sangat kecil, kecuali pada jantung yang

sudah sakit sebelumnya. Pada pemberian koloid dapat mengalami kenaikan PCWP 50% yang

potensial akan mengalami dekompensasi jantung.7

Edema paru

Adanya edema paru dapat dinilai antara lain dengan meningkatnya rasio Qs/Qt.

Pemberian koloid yang diharapkan tidak merembes keluar IVF ternyata mengalami

kenaikkan Qs/Qt yang sama yaitu 16 + 1%. Akibat pengenceran darah, terjadi transient

hypoalbuminemia 2,5 ± 0,1 mg% dari sebelumnya sebesar 3,5 ± 0,1 mg%. Penurunan

albumin ini diikuti penurunan tekanan onkotik plasma dari 21 + 0,4 menjadi 13 + 1,0.

Penurunan selisih tekanan COP – PCWP tidak selalu menyebabkan edema. Giesecke

memberi batasan bahwa kadar albumin terendah yang masih aman adalah 2,5 mg%. Kalau

albumin perlu dinaikkan, pemberian infus albumin 20 – 25% dapat diberikan dengan tetesan

lambat 2 jam/100 ml. Dosis ini akan menaikkan kadar 0,25 -0,50 mg%.7

Jika masih terjadi edema paru, berikan furosemid, 1 - 2mg/kg. Gejala sesak nafas

akan berkurang setelah urin keluar 1000 - 2000 ml. Lakukan digitalisasi atau berikan

dopamin drip 5 – 10 microgram/kgBB/menit. Sebagai terapi simptomatik berikan oksigen,

atau bila diperlukan mendesak lakukan nafas buatan + PEEP. Insiden dari pulmonary

insufficiency post resusitasi cairan adalah 2,1%.7

Asidosis asam laktat

Pemberian Ringer Laktat tidak dapat menambah buruk asidosis asam laktat karena

syok. Asam laktat dirubah hepar menjadi bikarbonat yang menetralisir asidosis metabolik

pada syok. Perbaikan sirkulasi akibat pemberian volume justru menurunkan laktat darah

karena perbaikan transport oksigen ke jaringan, metabolisme aerobik bertambah.7

18

Page 19: Tugas Indro

Gangguan hemostasis

Gangguan karena pengenceran ini mungkin terjadi jika hemodilusi sudah mencapai

1,5 x EBV. Faktor pembekuan yang terganggu adalah trombosit. Pemberian Fresh Frozen

Plasma tidak berguna karena tidak mengandung trombosit, sedangkan faktor V dan VIII

dibutuhkan dalam jumlah sedikit (5 - 30 % normal). Trombosit dapat diberikan sebagai fresh

blood, platelet rich plasma atau thrombocyte concentrate dengan masa simpan kurang dari 6

jam pada suhu 40C. Untuk hemostasis yang baik diperlukan kadar trombosit 100.000 per

mm3. Dextran juga dapat menimbulkan gangguan jika dosis melebihi 10 ml/kgBB.7

19

Page 20: Tugas Indro

BAB III

KESIMPULAN

Cairan di tubuh manusia terdiri dari cairan intraselular dan cairan ekstraselular terbagi

dalam:

Cairan intravaskular

Cairan interstisial

Cairan transelular

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel

dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi sampai

kadarnya sama.

Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan bergerak

dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.

Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme transpor

pasif dan aktif.

Hipovolemia menyebabkan beberapa perubahan :

Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan

organ primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.

Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolism anaerobik

dengan produk asam laktat yang menyebabkan asidosis asam laktat.

Asidosis asam laktat menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada

organ-organ primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan

merata.

Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskular sampai

10% EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi kehilangan

yang lebih dari 25% atau bila terjadi syok/hipotensi maka sekaligus

kompartemen interstitial dan intrasel ikut terganggu.

Tabel Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Persentasi Penderita Semula

20

Page 21: Tugas Indro

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan Darah (ml) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000

Kehilangan Darah (%volume

darah)

Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan Nadi Normal/↑ ↓ ↓ ↓

Frekuensi pernapasan 14-20 20 -30 30-40 >35

Produksi Urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 <5

CNS/Status Mental Sedikit

Cemas

Agak

Cemas

Cemas,

Bingung

Bingung, Lesu

Penggantian Cairan

(Hukum 3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan

darah

Kristaloid dan

darah

21

Page 22: Tugas Indro

DAFTAR PUSTAKA

1. Krausz, Michael M; 2006; Initial Resuscitation of Hemorrhagic Shock; Israel : Department of Surgery A, Rambam Medical Center, and the Technion-Israel Institute of Technology, P.O.B 9602, Haifa 31096; Diunduh dari :http://www.wjes.org/content/1/1/14

2. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; Diunduh dari :http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/27_177Terapicairandandarah.pdf/27_177Terapicairandandarah.pdf

3. Heitz U, Horne MM. Fluid; 2005; Electrolyte and Acid Base Balance. 5th ed. Missouri: Elsevier-mosby;.p3-227; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari :http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf

4. Guyton AC, Hall JE; 1997; Textbook of Medical Physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.Saunders company;: 375-393; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari :http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf

5. Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari :http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf

6. Udeani; John; 2010; Hemorrhagic Shock; New York: Department of Emergency Medicine, Charles Drew University/ UCLA School of Medicine; Diunduh dari : http://www.scribd.com/doc/19834799/ Hemorrhagic-Shock

7. Wirjoatmodjo, Karjadi; 2000; Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran; Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

8. Steven, Parks N; 2004; Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors; Jakarta : Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI).

22

Page 23: Tugas Indro

9. Latief, Said A, dkk; 2002; Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua: Dikutip dari: Transfusi Darah pada Pembedahan; Jakarta, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

10. Mulyono, I., Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.

11. Martin, Gregory S, MD, MS. An Update on Intravenous Fluids. 2005. Diunduh dari :h ttp://cme.medscape.com/viewarticle/503138

23