tugas immunologi.docx

16
TUGAS IMMUNOLOGI MISTERI CD40 DALAM MENGATUR SISTEM IMMUN Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Immunologi semester IV Disusun oleh: Siska Khoirunnisa (G1F013011) KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Upload: siska-khoirunnisa

Post on 17-Sep-2015

27 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

TUGAS IMMUNOLOGIMISTERI CD40 DALAM MENGATUR SISTEM IMMUN

Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Immunologi semester IV

Disusun oleh:Siska Khoirunnisa (G1F013011)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN FARMASIPURWOKERTO2015

MISTERI CD40 DALAM MENGATUR SISTEM IMMUN

I. PENDAHULUANMolekul ko-stimulator CD40 teridentifikasi pada tahun 1985 dan 1986, molekul ini pertama kali ditemukan sebagai antigen yang diekspresikan pada karsinoma kandung kemih dan selanjutnya diidentifikasi sebagai reseptor pada sel B. Antigen ini awalnya diberi nama CDw40 pada International Workshop on leukocyte antigens di Oxford pada tahun 1986 dan ditahun 1989 diberi nama CD40 pada The Fourth Workshop in Vienna. Molekul ini sekarang dianggap sebagai bagian dari superfamili reseptor tumor necrosis factor (TNF) (Banchereau, 1994).CD40 merupakan suatu protein integral pada membran yang terdapat pada permukaan sel B limfosit, sel dendritik, sel folikular dendritik, sel hematopietik progenitor, sel epitel dan karsinoma. CD40 ini mengikat ligannya yaitu CD40-L dalam mengaktivasi sel T yang meregulasi respon immun terhadap patogen seperti bakteri, fungi, parasit, dan infeksi virus serta autoantigen. CD40L ini juga merupakan bagian dari superfamili reseptor tumor necrosis factor (TNF). Di dalam paper ini akan dibahas mengenai interaksi antara CD40-CD40L yang berperan penting dalam mengaktivasi dan meregulasi sistem imun serta hubungannya dalam menentukan terapi imun untuk melawan berbagai penyakit.II. PEMBAHASANPengaturan Sistem ImunSistem imun merupakan gabungan dari sel, molekul, dan jaringan yang berfungsi sebagai pelindung dan pertahanan tubuh untuk melawan penyakit serta menghancurkan mikroorganisme atau substansi asing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun dibagi menjadi dua kategori, yaitu:a. Sistem imun bawaan yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan patogen dengan cepat oleh komponen sel fagosit (makrofag, monosit, neutrofil) dan sel natural killer (sel NK), dan komponen molekul (humoral) seperti protein serum dan sistem komplemen.b. Sistem imun adaptif yang merupakan mekanisme petahanan bagi antigen spesifik, biasanya memerlukan waktu seminggu untuk proses perbanyakan, dan sistem imun ini lebih ampuh dalam melawan antigen spesifik. Antigen adalah substansi yang bereaksi dengan molekul antibodi atau reseptor sel T dengan afinitas tinggi. Sel utama yang terlibat dalam sistem imun adaptif adalah limfosit (sel B dan T). Molekul terlarut (humoral) yang dihasilkan dari limfosit yang telah diaktifkan yaitu antibodi, sitokin, dan kemokin. Ada beberapa istilah dalam imunologi, salah satunya adalah Antigen-Presenting Cells (APC). APC merupakan populasi sel yang secara khusus menangkap mikroba dan antigen lain, lalu menyajikannya pada limfosit. Sel APC ini menghubungkan sistem imun bawaan dan adaptif. Sel dendritik merupakan APC paling efektif dalam mengaktifkan sel T naif dan mengawali respon sel T. Makrofag dan sel B juga berfungsi sebagai APC, terutama untuk limfosit T helper (sel Th CD4+) yang sudah diaktifkan dibanding untuk sel T naif (Gambar 1) (Baratawidjaja, 2014).

Gambar 1. Jenis-jenis APC Ketiga jenis APC untuk sel CD4+ berfungsi untuk mempresentasikan antigen pada berbagai fase dan jenis respons imun. Sel T efektor mengaktifkan makrofag dan sel B melalui produksi sitokin dan ekspresi molekul permukaan (Baratawidjaja, 2014).

Untuk mengaktifkan sistem imun adaptif memerlukan beberapa sinyal molekul, sinyal utamanya adalah pengikatan antigen serumpun ke reseptor antigen pada sel limfosit T dan B.Sinyal sekunder melibatkan beberapa molekul ko-stimulator dengan ligan merekamasing-masing. Salah satu molekul ko-stimulatory terbaik adalah reseptor CD40, reseptor ini anggota dari keluarga reseptor tumor necrosis factor,diekspresikan oleh APC, sel hematopietik progenitor, sel epitel dan karsinoma.CD40 mengikat ligan CD40L, yaitu diekspresikan pada sel T dan sel non-imun di bawahkondisi peradangan. spektrum yang luas diatur oleh keterlibatan CD40 termasuk inisiasi danperkembangan imunitas adaptif seluler dan humoral sehinggaCD40 berperan pentingdalam meregulasi sistem imun adaptif (Elgueta, 2009).Interaksi CD40-CD40LProses inisiasi respon imun adaptif, memerlukan beberapasinyal.Sinyal utama adalah keterlibatanT-cell Reseptor (TCR), dengan polipeptida berasaldari protein yang disajikan dalam konteks Major Histocompatibility Complex II (MHC II) pada permukaan Antigen-PresentasiCell (APC). Sinyal sekunder melibatkan molekul ko-stimulator sebagai pasangan reseptor dan ligan antaraSel T dan APC. CD40 ini terdapat pada permukaan sel APC sementara ligannya yaitu CD40L berada pada permukaan sel T. Untuk dapat mengaktivasi sel T, maka terjadilah ikatan antara CD40-CD40L (Gambar 2) (Banchereau, 1994).Molekul CD40 juga berperan dalam menstimulasi aktivasi sel B. CD40 merupakan 50-kDa glikoprotein tipe I. Stimulasi dari CD40 mengakibatkan sel B mengalami proliferasi, diferensiasi dan menyelamatkan sel B dari apoptosis. Ligan dari CD40 banyak terekspresi pada permukaan sel Th (CD4+) dan sedikit pada sel Tc (CD8+) (Kooten, 1994). Sinyal aksesori lainnyayang diperlukan adalah sekresi sitokin yang berfungsi untuk lebihmeningkatkan dan memodifikasi sel efektor. Meskipun aktivasi sel B dapat terjadi tanpa adanya sinyal CD40, namun banyak fungsi sel dan kekebalan tubuhmenjadi cacat tanpa adanya interaksi ini, sehingga ikatan ligan dan reseptor ini penting dalam pengembanganimunitas adaptif (Quezada, 2004).

Gambar 2. Interaksi CD40-CD40LSel T mengenali suatu peptida yang disajikan oleh MHC Class II pada APC (sel B), terjadi kenaikan regulasi CD40L pada sel T dan B.7 pada APC. CD40 pada APC mengaktivasi sel B untuk memproduksi sitokin, produksi sitokin ini selanjutnya akan mengaktivasi sel T. Ikatan antara B7 dengan CD28 menyebabkan terjadinya sekresi sitokin yang dapat mengaktivasi proliferasi/diferensiasi sel B. Sementara interaksi antara CD40-CD40L menyebabkan terjadinya proliferasi sel T dan aktivasi APC (Banchereau, 1994).

Fungsi CD40: Aktivasi Kekebalan dan ImunosupresiCD40 berinteraksi dengan CD40L pada sel T membantu dalam aktivasi kekebalan selama infeksi bakteri, jamur, parasit dan virus. Pengamatan terbaru menunjukkan bahwa interaksi ini dapat mengaktifkan APC seperti makrofag dan sel dendritik melalui sinyal CD40 (Gambar 2). Interaksi CD40L/CD40 memberi efek mendalam pada DC, sel B, dan sel-sel endotel.Menunjukkan bahwa keterlibatan CD40 pada permukaan DCmemproduksi sitokin dan memfasilitasipresentasi antigen. Secara keseluruhan, dampak dari CD40pada sinyal DC efektif memicu aktivasi dandiferensiasi sel T.Sinyal CD40 pada sel B mempromosikan formasi germinalpusat (GC), imunoglobulin (Ig),hipermutasi somatik (SHM) dari Ig untuk meningkatkan afinitasuntuk antigen, dan akhirnya pembentukan sel plasma yang berumur panjangdan sel memori B.Selain itu, telah ditunjukkanbahwa jalur CD40 sangat penting untuk kelangsungan hidup banyakjenis sel termasuk sel B, DC, dan sel-sel endoteldalam kondisi normal dan inflamasi.Dalam pengaturan patogen, regulasi sinyal CD40 telahdiamati pada beberapa penyakit autoimunitas (Quezada, 2004).

Gambar 2. Interaksi antara CD40 dan CD40L dalam peraturan kekebalanCD40L yang terekspresi pada permukaan sel T berinteraksi dengan CD40 pada APC dan menginduksi fungsi efektor yang berbeda. Interaksi CD40-CD40L tidak hanya membantu ko-stimulasi T-sel dan diferensiasi sel T efektor (misalnya Th1, Th2 dan Treg), tetapi juga mengaktifkan makrofag, sel dendritik (DC) dan sel B. (a) Dalam sel B, interaksi antara CD40 dan CD40L menyelamatkan sel-sel dari induksi Ig apoptosis, membantu produksi antibodi, dan pematangan. (b) Interaksi CD40-CD40L mengaktifkan makrofag untuk mengeluarkan mediator proinflamasi seperti TNF-a dan IL-12 (diperlukan untuk pengaturan Th1), untuk menginduksi produksi oksida nitrat dan radikal bebas (diperlukan untuk fungsi antimikroba) dan untuk meningkatkan kapasitas antigen (diperlukan untuk aktivasi T-cell). (c) Interaksi CD40-CD40L menginduksi pematangan DC dan akibatnya mengatur fungsi antigen dan aktivasi kekebalan (Mathur, 2006).

Sinyal CD40 menginduksi produksi TNF-a dan IL-12 suatu sitokin proinflamasi dan Th1. Sel-sel Th1 berperan dalam perlindungan host terhadap infeksi parasit intraseluler (misalnya Leishmania). Dengan demikian, CD40 tidak hanya memiliki peran sentral dalam kekebalan dan aktivasi selama respon infeksi/inflamasi, tapi mungkin juga menyebabkan reaksi inflamasi yang menyebabkan kerusakan jaringan. Sitokin anti-inflamasi seperti IL-4, IL-10, IL-13 dan TGF , dikenal membatasi IFN-, sitokin ini diperlukan untuk mempertahankan homeostasis kekebalan. CD40 menginduksi IL-10 dan TGF- di makrofag, sehingga membatasi respon Th1. Temuan ini menunjukkan bahwa CD40 mengeksekusi dua fungsi efektor yang berbeda, aktivasi kekebalan dan imunosupresi. Peran CD40 dalam aktivasi kekebalan dan imunosupresi tergantung pada kekuatan sinyal CD40. Pada dosis tinggi, CD40 menginduksi produksi IL-12 dan TNF-a, sedangkan pada dosis yang lebih rendah, CD40 menginduksi produksi IL-10 dan TGF- dari makrofag (Mathur, 2006).Aktivasi KekebalanSinyal CD40 melalui nuclear factor-kB menginduksi produksi IL-12 dari APC, dan IL-12 secara selektif meningkatkan produksi IFN- dimediasi CD40L. Selain itu, CD40L terbukti menginduksi produksi IL-10, dan kelebihan IL-10 di APC mengakibatkan kerentanan terhadap infeksi Leishmania. Pengamatan ini menyebabkan konsep bahwa interaksi CD40-CD40L mengaktifkan APC melalui sinyal CD40, sehingga memodulasi jalannya berbagai penyakit menular. Sedangkan kekurangan CD40 memperburuk infeksi Mycobacterium berkaitan dengan kurangnya produksi IL-12 dan IFN- (Florido, 2004).CD40 yang menyebabkan aktivasi makrofag membantu untuk menginduksi kekebalan protektif terhadap Salmonella dublin. Pengamatan serupa yang dicatat dalam infeksi Cryptococcus, Pneumocystis carinii dan Candida albicans. CD40 juga terbukti memiliki peran penting dalam infeksi parasit intraseluler seperti Trypanosoma cruzi dan Leishmania. Selain diperlukan dalam memerangi infeksi parasit intraseluler, CD40 juga dapat mempertahankan kekebalan (host-protection). Pengamatan ini menunjukkan bahwa interaksi antara CD40 dan CD40L bisa mendorong kedua respon imun Th1 (respon inflamasi) dan Th2 (respon humoral). Seperti pada infeksi lain, jenis Th1 dan Th2 juga terlibat dalam infeksi HIV. Induksi dari diferensiasi Th-1 yang merangsang sitokin IL-12 rusak, karena terjadi penurunan regulasi dari CD40L pada sel CD4CT pada pasien HIV. CD40 juga diperlukan untuk produksi antibodi anti-HIV. Secara keseluruhan, hal ini menunjukkan bahwa CD40 yang tidak mengaktifkan sistem kekebalan tubuh bertujuan untuk melindungi host (Vanham, 1999).ImunosupresiCD40 memiliki peran penting dalam pembentukan sel-sel T regulator (Treg) untuk mempertahankan homeostasis kekebalan serta menciptakan lingkungan yang diperlukan untuk pemeliharaan Treg. Sel Treg ini berfungsi untuk mengatur aktivasi sel T dan sebagai imunosupresi. CD40 dapat menginduksi sitokin IL-12 dan TNF, serta IL-10 dan TGF-, sebagai fungsi kekuatan sinyal CD40, sehingga ada kemungkinan sel-sel Treg dipertahankan rendah. Dengan demikian, sifat sinyal CD40 mungkin mengontrol pembentukan dan pemeliharaan sel Treg (Gambar 3) (Mathur, 2006).

Gambar 3. Aktivasi makrofag Tingginya kadar interaksi CD40-CD40L mengaktifkan makrofag dan menginduksi produksi IL-12 prekursor subset Th menjadi Th1. Sebaliknya, rendahnya tingkat interaksi antara CD40 dan CD40L menginduksi produksi IL-10, TGF- dan rendahnya IL-2low dari sel T, sehingga mengakibatkan deaktivasi makrofag dan pembentukan Th2 dan Treg sel (Mathur, 2006).

Manipulasi Sinyal CD40Penelitian terbaru menunjukan bahwa patogen dapat memanipulasi sinyal CD40. Patogen ini menghambat jalur aktivasi p38MAP kinase. Jalur ini menginduksi IL-12 dan iNOS2 pada ikatan CD40 dosis tinggi. Sitokin IL-12 menginduksi sel Th1 yang berperan untuk respon inflamasi, sementara iNOS2 mengkatalisis pembentukan oksida nitrat, suatu radikal bebas yang dapat membunuh amastigotes Leishmania (patogen). Sebaliknya, patogen menginduksi jalur kinase ERK-1 dan ERK- 2 yang dimediasi produksi IL-10 pada ikatan CD40 dosis rendah sehingga memicu terjadinya penyakit (Gambar 4) (Mathur, 2004).

Gambar 4. Mekanisme molekuler manipulasi sinyal CD40Pada dosis tinggi ikatan CD40 mengaktifkan p38MAP kinase untuk menginduksi IL-12 dan iNOS2. Sedangkan IL-12 menginduksi sel Th1, iNOS2 mengkatalisis pembentukan oksida nitrat, suatu radikal bebas yang dapat membunuh amastigotes Leishmania. Pada dosis yang lebih rendah, ikatan CD40 mengaktifkan ERK-1 dan ERK-2, sehingga merangsang IL-10, yang bekerja secara autokrin untuk menghambat aktivasi CD40-diinduksi p38MAP kinase dan induksi IL-12 dan iNOS2, sehingga memicu terjadinya penyakit. IL-10 juga memiliki peran dalam pembentukan dan pemeliharaan Treg. Dengan demikian, CD40 dapat mengakibatkan perlindungan host dan memicu terjadinya penyakit (Mathur, 2004).

Strategi Terapi Imun CD40Teka-teki yang diamati dari fungsi CD40 tidak hanya sebagai homeostasis kekebalan tubuh, tetapi juga membantu untuk merumuskan strategi intervensi kekebalan. Saat terjadi infeksi, CD40 di aktifkan dan merespon sel T untuk menghilangkan patogen. Sedangkan pada orang yang sehat, CD40 mempertahankan kekebalan tubuh dengan mengatur populasi sel Treg berfungsi untuk mengatur aktivasi sel T dan sebagai imunosupresi (Mathur, 2006).Interaksi CD40/CD40L berperan penting selama proses imunogenik dan proses inflamasi termasuk atherosklerosis. CD40 terekspresi oleh berbagai jenis sel yang relevan dengan atherosklerosis,seperti makrofag, limfosit, sel endotel, dan sel-sel otot polos.Ligasi CD40 menginduksi berbagai mediator inflamasi dan apoptosis. Sinyal CD40 telahterkait dengan patofisiologi immunodeficiency,arthritis terinduksi kolagen, gangguan neurodegenerative, kanker, dan atherosklerosis. Gangguan terhadap fungsi CD40 menyebabkanpenghambatan respon imun dan blokade sinyalCD40/CD40L oleh antibodi monoklonal bermanfaat dalam pengobatan arthritis dan atherosklerosis (Bruemmer, 2001).Rheumatoid arthritis (RA) dan aterosklerosis erat kaitannya dengan penyakit peradangan kronis.Sebagai contoh,sitokin proinflamasi seperti tumornecrosis factor (TNF) dan interleukin-6 (IL-6), yangtidak hanya terlibat dalam patogenesis RA tetapi jugamemainkan peran utama dalam atherogenesis.CD40 adalah masterdalam mengatur Th1 suatu respon imun yang mendasarigangguan ini.Upaya signifikan telah diberikan kepadagangguan sinyal CD40L dimediasi CD40 sebagaiterapi untuk RA dan atherosklerosis (Yu, 2013).CD40/CD40L juga berperan penting dalam imunitas diperantarai sel(CMI). Pasangan ligan-reseptor ini bermanfaat dalam pengembangan sel T sitotoksik untuktumor, virus, dan alloantigens. Dalam ulasan ini, kita membahas perannya dalam mengatur toleransi allograft. Salah satu jalur pertama yang ditargetkan dalam upaya untuk memodifikasi penolakan allograft adalah jalur CD28/B7. Menunjukkan bahwa dengan menggunakan CTLA-4-Ig (bentuk larutafinitas tinggi untuk reseptor molekul B7) secara kompetitif mengikat molekul B7, CTLA-4-Ig memblokir sinyal CD28 kesel T, sehingga membatasi aktivasi sel T alloreactive.Cara lain yang digunakan untuk mengganggu aktivasi sel Tyaitu melalui blokade dari jalur CD40/CD40L. Namun, antibodi anti-CD40L sebagai monoterapi belumberhasil dalam mendorong toleransi allograft (Jones, 2000).Studi yang dilakukan oleh Waldmann dan rekan kerjanya menunjukkan bahwauntuk menginduksi toleransi menggunakan terapi antibodi anti-CD40Ltidaklah cukup.Allografts sangat imunogenik, seperti yang ada hati dan kulit, sehingga memerlukan terapi tolerogenik yang kuat.Di antaranya, kombinasi blokade molekul ko-stimulator dengan obat imunosupresif (rapamycin dengan antibodianti-CD40L dan CTLA-4-Ig) telah terbukti menghasilkanpenerimaan graft jangka panjang (Honey,1999).CD40/CD40L juga menjadi pusat pengembangan pelindungkekebalan antitumor dan kanker. Imunoterapi berbasis CD40 pada kankersangat penting untuk pengembangan pelindungimunitas antitumor dan CD40 bisa menjadi target terkait kanker pada terapi berbasis antibodi.Singkatnya, aktivasi CD40 dapat menginduksi fungsiberbagai jalur, termasuk pro-apoptosis dan protein anti-apoptosis.Efek terapi CD40 mengaktivasi sistem kekebalan tubuh dan sitotoksisitas tumor, dalam tujuanmembangun efek anti-tumor.Selain itu, aktivasi DC yang optimaltergantung pada pemicu yang sinergis yaitu ligan TLR danagonis CD40 sehingga diperoleh sel T anti-tumor (efek terapeutik) (Elgueta, 2009).SIMPULANMolekul ko-stimulator CD40 berperan dalam mengaktivasi kekebalan dan imunosupresi. Saat terjadi infeksi patogen, molekul ko-stimulator ini mengaktifkan respon inflamasi, namun pada keadaan normal CD40 akan mempertahankan kekebalan dengan mengatur sel Treg yang berperan sebagai imunosupresi. Pemahaman terhadap sinyal CD40/CD40L juga dapat digunakan untuk merumuskan strategi pengobatan berbasis imunoterapi misalnya penyakit yang disebabkan oleh autoimun/hipersensitifitas seperti atherosklerosis dan rhematoid arthristis, penemuan terbaru menyebutkan bahwa CD40/CD40L juga menjadi pusat pengembangan pelindungkekebalan antitumor dan kanker.

DAFTAR PUSTAKABanchereau, J. et al. 1994.The CD40 antigen and its ligand. Annual Review Immunol. 12:881-926.

Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris, Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta: FKUI.

Bruemmer, D. et al. 2001. Expression of CD40 in vascular smooth muscle cells and macrophages is associated with early development of human atherosclerotic lesions. Am. J. Cardiol. 87:2127.

Elgueta, Raul. et al. 2009. Molecular mechanism and function of CD40CD40L engagement in the immune system. Immunological Reviews. Vol. 229: 152172.

Florido, M. et al. (2004) CD40 is required for the optimal induction of protective immunity to Mycobacterium avium. Immunology. 111: 323-327.

Honey K, Cobbold SP, Waldmann H. 1999. CD40 ligand blockade induces CD4+ T cell tolerance and linked suppression. J Immunol. 163:48054810.

Jones ND, et al. 2000. CD40-CD40 ligand independent activation of CD8+ T cells can trigger allograft rejection. J Immunol. 165:11111118.

Kooten, Cees van. et al. 1994. B cells regulate expression of CD40 ligand on activated T cells by lowering the mRNA level and through the release of soluble CD40. Eur. J. Immunol. 24: 787-792.

Mathur, R.K. et al. 2004. Reciprocal CD40 signals through p38MAPK and ERK-1/2 induce counteracting immune responses. National Medicine. 10:540544.

Mathur, Ram K, Amit Awasthi, Bhaskar Saha. 2006. The conundrum of CD40 function: host protection or disease promotion?. TRENS in Parasitology. Vol.22. No.3: 118-122.

Quezada SA, et al. 2004. CD40/CD154 interactions at the interface of tolerance and immunity. Annu Rev Immunol. 22:307328.

Vanham, G. et al. (1999) Decreased CD40 ligand induction in CD4 T cells and dysregulated IL-12 production during HIV infection. J. Immunol. 117:335342.

Yu, Haixiang. et al. 2013. Identification of a novel CD40 ligand for targeted imaging of inflammatory plaques by phage display. The FASEB Journal. Vol.27:4136-4146.