tugas hpk
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT DENGAN
PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI PADA KARCIS PARKIR
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Perlindungan Konsumen
Disusun oleh:
Nama : Nurviana Kusuma Dewi
NIM : E0009254
Kelas : D
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, kendaraan bermotor merupakan saranan angkut dijalan yang
mempunyai peranan sangat penting untuk membantu manusia dalam menjalankan
aktivitasnya. Seiring pertumbuhan ekonomi, banyak masyarakat memiliki kendaraan
pribadi baik kendaraan roda empat maupun kendaraan roda dua. Saat bepergian
menggunakan kendaraan-kendaraan pribadi tersebut ketempat-tempat umum, seperti
tempat belanja, tempat wisata dan lain sebagainya, akan diperlukan tempat parkir atau
tempat pemberhenian sementara.
Kebutuhan akan fasilitas parkir bagi kendaraan akan terus meningkat sejalan
dengan meningkatnya jumlah kendaraan sehingga hal ini menjadi pendapatan atau
pemasukan tersendiri bagi pemilik gedung yang menyediakan fasilitas perparkiran baik
oleh pemerintah maupun swasta yang sebagian besar dalam pengelolaannya dilakukan
oleh suatu badan pengelola parkir swasta dalam bentuk kerjasama baik itu Guaranteed
Income atau pendapatan tetap bulanan dimana pengelola parkir membayar suatu jumlah
yang tetap setiap bulan untuk “menyewa” lahan parkir maupun dalam bentuk
Management Fee atau bagi hasil bulanan dimana pengelola mendapatkan persentase dari
pendapatan bersih atau seperti yang diperjanjikan, dan juga Technical Assistance dimana
pengelola parkir hanya membantu hal-hal teknis atau sebagai konsultan lapangan
(Tobing, 2007: 5).
Pengelola parkir dalam menjalankan usahanya mempunyai keharusan untuk
memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen parkir dan kendaraannya
sebagai timbal balik atas biaya tarif parkir yang telah dibayarkan oleh konsumen parkir.
Namun pada kenyataannya banyak pengelola parkir yang tidak beritikad baik dalam
menjalankan usahanya, yaitu dengan pencantuman klausula eksonerasi pada perjanjian
baku yang dibuat secara sepihak oleh pengelola parkir dalam sepotong kertas sebagai
bukti tanda masuk parkir (karcis parkir) yang biasanya berbunyi sebagai berikut “segala
kerusakan dan kehilangan barang dan/atau kendaraan bukanlah tanggungjawab pihak
pengelola parkir melainkan tanggungjawab pemilik kendaraan masing-masing” hal ini
sangat merugikan konsumen jika barang dan/ atau kendaraannya benar-benar mengalami
kerusakan atau bahkan hilang.
Klausula eksonerasi sebagaimana dicantumkan dalam perjanjian baku pada karcis
parkir bertujuan untuk mengalihkan tanggungjawabnya kepada konsumen
parkir.sehingga didalam perjanjian tersebut telah menempatkan konsumen dalam keadaan
yang tidak dapat menolak atau dengan kata lain konsumen berada dalam keadaan lemah.
Pencantuman klausula eksonerasi sebagai bentuk pengalihan tanggungjawab dari
pelaku usaha terhadap konsumennya dilarang oleh Undang-undang Perlindungan
Konsumen dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf a. Namun pada kenyataannya pencantuman
klausula eksonerasi didalam karcis parkir semakin marak dilakukan. Padahal menurut
data setiap harinya sekitar 30 kendaraan hilang atau dicuri dari area parkir dan bahkan
setiap tahunnya mengalami peninngkatan dimana pada bulan Januari-Juni 2009 sekitar
4.123 kendaraan (776 Mobil dan 3.347 Motor) dan pada bulan Januari-Juni 2010 (813
Mobil dan 3.762 Motor) sekitar 4.575 kendaraan (The Jakarta Globe, 2010. Parking Fee
to Rise After Theft Ruling, Thursday, July 29, 2010 Edition, www.
www.thejakartaglobe.com, diakses tanggal 5 April 2012).
Terkait dengan data tersebut membuktikan bahwa kelalaian petugas parkir dan kurangya
sistem keamanan di dalam area parkir merupakan faktor pendukung terjadinya
kehilangan atau pencurian kendaraan didalam area parkir sehingga hal ini membuktikan
pula bahwa konsumen parkir telah banyak yang dirugikan. Namun demikan hanya
sebagian kecil saja dari seluruh konsumen parkir yang kehilangan kendaraannya didalam
area parkir yang berusaha dan berani menuntut pertanggungjawaban dari pengelola parkir
atas hilangnya kendaraan mereka dan hanya beberapa konsumen saja yang
menyelesaikan kasus mereka melalui jalur hukum atau pengadilan.
Berlatarbelakang dari hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka penulis akan meninjau
pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen dan tanggungjawab pengelola parkir
terhadap konsumen parkir atas kehilangan kendaraan didalam area perparkiran dengan adanya
pencantuman klausula eksonerasi didalam karcis parkir ditinjau dari Undang-undang
Perlindungan Konsumen dalam bentuk makalah dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP KONSUMEN TERKAIT DENGAN PENCANTUMAN KLAUSULA
EKSONERASI PADA KARCIS PARKIR”
B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana perlindungan hokum terhadap konsumen parkir dengan adanya klausula
eksonerasi pada karcis parkir?
2. Bagaimana tanggung jawab pengelola parkir atas hilangnya kendaraan didalam area
perparkiran?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Parkir dengan Adanya Klausula
Eksonerasi pada Karcis Parkir
Keberadaan klausula eksonerasi dalam perjanjian didasarkan pada asas kebebasan
berkontrak dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Hakekat klausula eksonerasi dalam
perjanjian tidak lain adalah adanya pembagian beban resiko yang layak, namun dalam
praktik penerapan klausula eksonerasi sering disalahgunakan oleh mereka yang memiliki
kekuatan ekonomi yang lebih kuat dengan maksud untuk membebaskan diri dari beban
tanggung jawab, bahkan yang berlebihan juga sampai pada pengalihan tanggung jawab.
Hal tersebut hanya bertujuan untuk mengarah kepada perolehan keuntungan pihak yang
mempunyai keunggulan ekonomi, sehingga hak-hak konsumen menjadi terabaikan. Oleh
karena itu, perlu adanya pembatasan terhadap penggunaan klausula eksonerasi dalam
perjanjian.
Menanggapi keberadaan klausula eksonerasi dalam hubungannya dengan
perlindungan konsumen, Nik Ramlah Mahmood mengemukakan sebagai berikut
”Clauses in standard form contracts which exempt or limit a contracting party’s liability
for certain breaches of the expressed or implied terms of the contract or for the
commission of a tort, operate extremely harshly against, and to the detriment of,
consumers. Such clauses are found at the back of tickets of public transport, on receipt
and other types of standard form consumer contracts”. R.H.J. Engels menyebut adanya 3
(tiga) faktor dari perjanjian dengan klausula eksonerasi yaitu sebagai berikut :
a. Tanggungjawab untuk akibat-akibat hukum, karena kurang baik dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban perjanjian.
b. Kewajiban-kewajiban sendiri yang biasanya dibebankan kepada pihak untuk mana
syarat dibuat, dibatasi atau dihapuskan (misalnya, perjanjian keadaan darurat).
c. Kewajiban-kewajiban diciptakan (syarat-syarat pembebasan) oleh salah satu pihak
dibebankan dengan memikulkan tanggungjawab yang lain yang mungkin ada untuk
kerugian yang diderita pihak ketiga (ojomta.blogspot.com/2010/09/eksonerasi.html,
diakses tanggal 6 April 2012).
Pengertian klausula eksonerasi tidak sekedar mempersoalkan prosedur
pembuatannya, melainkan juga isinya yang bersifat mengalihkan kewajiban atau
tanggung jawab pelaku usaha. Pada umumnya didalam karcis parkir terdapat perjanjian
standar yang memuat klausula eksonerasi,yaitu seperti berikut ini :
“ Bahwa atas hilangnya kendaraan dan atau barang-barang yang berada di dalam
kendaraan atau rusaknya kendaraan selama berada di area parkir, bukan tanggung
jawab pihak pengelola parkir sehingga apabila terjadi peristiwa tersebut maka
merupakan tanggung jawab pemakai tempat parkir”.
Pengelola parkir yang mencantumkan perjanjian standar sebagaimana disebutkan
diatas merupakan perbuatan melanggar hukum karena secara tegas hal tersebut dilarang
oleh Pasal 18 ayat (1) huruf (a) UU Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa
pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian jika menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
Terhadap klausula baku atau perjanjian standar yang memuat klausula eksonerasi
didalamnya dinyatakan batal demi hukum (Pasal 18 ayat (3) UU Perlindungan
Konsumen).
Sejak berlakunya UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha termasuk pengelola
parkir wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan UU Perlindungan
Konsumen. Dalam hal pelaku usaha tetap melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen tersebut akan diberikan sanksi, baik sanksi
pidana penjara atau pidana denda sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat (1) UU
Perlindungan Konsumen yang menyatakan :
“ Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar
rupiah)”
Sehubungan dengan pasal-pasal tersebut diatas, maka sudah seharusnya pengelola
parkir tidak lagi mencantumkan perjanjian standar dalam karcis parkir yang bertentangan
dengan UU Perlindungan Konsumen. Namun demikian hingga saat ini, masih sering
ditemukan beberapa karcis parkir yang diberikan oleh petugas parkir dalam area parkir
yang dikelola secara secure parking dan profesional memuat perjanjian standar yang
mengandung klausula eksonerasi. Hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum
perlindungan konsumen masih belum sepenuhnyadilaksanakan dan kesadaran bagi pelaku
usaha terutama pengelola parkir untuk menghormati, mematuhi, dan melaksanakan
hukum masih berlaku minim. Namun salah satu kasus hilangnya kendaraan di area parkir
di daerah Jakarta di tahun 2000 antara Anny R Gultom (penggugat) dan PT.Securindo
Packatama Indonesia (tergugat) dimana kendaraan milik penggugat yang diparkir di area
perparkiran yang dikelola tergugat hilang, dapat dijadikan pedoman pada kasus-kasus
serupa lainnya. Dalam kasus tersebut, tergugat tidak mau bertanggung jawab dengan
dalih adanya klausula ekosonerasi, sehingga penggugat menggugat hal tersebut ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor :
551/Pdt.G/2000/PN.JKT.PST yang dikuatkan dengan adanya Putusan Mahkamah Agung
tertanggal 21 April 2010 dengan didasarkan pada ketentuan di dalam KUHPerdata dan
UU Perlindungan Konsumen, penggugat (pihak konsumen parkir) dimenangkan dan
tergugat (pihak pengelola parkir) diwajibkan untuk membayar seluruh ganti rugi yang
diderita penggugat. Sehingga hal tersebut dapat dijadikan yurisprudensi untuk kasus
selanjutnya dan berlaku pula secara umum bahwa terhadap kendaraan yang hilang di
dalam area perparkiran yang secure parking dan profesional merupakan tanggung jawab
pengelola parker.
Berdasarkan pada penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
klausulaeksonerasi pengalihan tanggung jawab yang dicantumkan dalam karcis parkir
merupakan perbuatan melanggar hukum dan dinyatakan batal demi hukum sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen. Konsumen parkir yang melek
hukum akan merasa dilindungi oleh hukum dan akan menjadikan hukum tersebut sebagai
perisai dan pedang terhadap pengelola parkir yang beritikad baik dengan mengalihkan
sebagian atau seluruh tanggung jawabnya melalui klausula eksonerasi kepada konsumen
parkir dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sedangkan bagi
konsumen parkir yang buta hukum,dengan adanya kasus hilangnya kendaraan Anny
R.Gultom yang akhirnya dimenangkan oleh Anny R.Gultom (pihak konsumen)
berdasarkan putusan PN Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung tersebut diharapkan selain
mereka melakukan kewajiban, terdapat juga hak-hak sebagai konsumen parkir yang telah
dilindungi oleh hukum, sehingga mereka dapat menuntut ganti rugi atas hilangnya
kendaraan. Sehingga apabila tercipta suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban akan
dapat pula tercipta suatu lingkup usaha yang sehat dan harmonis. Dan yang terpenting
dapat dibuktikan bahwa hukum telah melindungi konsumen parkir dari setiap perbuatan
pengelola parkir yang tidak bertanggung jawab.
B. Tanggung Jawab Pengelola Parkir atas Hilangnya Kendaraan di dalam Area
Perparkiran
Menurut Jimli Asshidique dan M. Ali Safa’at, suatu konsep terkait dengan konsep
kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum (legal liability). Seseorang
dikatakan secara hukum bertanggung jawab atas suatu perbuatan tertentu adalah bahwa
dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan (Asshiddiqie,
Jimli dan M. Ali Safa’at, 2006 : 45).
Tanggung jawab diatur dalam pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367
KUHPerdata. Berikut adalah bunyi pasal-pasal tersebut:
Pasal 1365 KUHPerdata:
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian ada orang lain mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Pasal 1366 KUHPerdata:
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang
hati-hatinya.”
Pasal 1367 KUHPerdata:
“Seseorang tidak bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatnnya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-
orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di
bawah pengawasannya”.
Mengacu pada isi daripada Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367 KUHPerdata
diatas, dapat disimpulkan bahwa seseorang/pelaku wajib bertanggung jawab untuk
memberikan ganti rugi tidak hanya disebabkan oleh perbuatannya sendiri, akan tetapi
juga karena perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya seperti tanggung
jawab mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka
terhadap kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan-bawahan mereka. Hal demikian juga terkait dengan sistem pengelolaan dalam
suatu area parkir, dimana jika terdapat kasus hilangnya kendaraan maka pengelola parkir
juga seharusnya bertanggung jawab atas hilangnya kendaraan tersebut.
Maka dari itu, untuk lebih melindungi konsumen dari sikap pelaku usaha yang
tidak bertanggung jawab, selain KUHPerdata, tanggung jawab pelaku usaha secara jelas
diatur juga dalam Bab VI Pasal 19 hingga Pasal 28 UU Perlindungan Konsumen adalah
untuk menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggung jawab, dan salah
satu tujuan perlindungan konsumen adalah menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha. Selain itu Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen
secara tegas melarang sikap atau melarang pelaku usaha yang mengalihkan tanggung
jawabnya kepada konsumen.
Terkait dengan tanggung jawab pelaku usaha terhadap barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkannya, Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen menegaskan
bahwa kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian yang dialami atau diderita oleh
konsumen sebagai akibat dari mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan oleh pelaku usaha maka dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak
timbulnya kerugian konsumen tersebut pelaku usaha bertanggung jawab memberikan
ganti rugi bak berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau peraatan kesehatan dan/atau pemberinan santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila pelaku
usaha tidak memenuhi ganti rugi tersebut maka sebagaimana disebutkan dalam pasal 23
UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab terssebut dapat
digugat melalui BPSK atau melalui badan peradilan.
Sehubungan dengan hasil analisa terhadap kasus Putusan Pengadian Negeri
Jakarta Pusat Register Perkara Nomor: 551/Pdt.G/2000/PN.Jkt.Pst, dalam
pertimbangannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa
sesuai dengan Pasal 1365 jo. Pasal 1367 KUHPerdata, pengelola parkir harus
bertanggung jawab atas perbuatan melanggar hukum baik yang dilakukan sendiri maupun
yang dilakukan oleh pegawai/karyawannya yang menimbulkan kerugian bagi konsumen
parkir. Putusan tersebut telah diajukan PK (Peninjauan Kembali) oleh PT.SPI (pihak
pengelola parkir) melalui permohonan PK Nomor 124/PK/PDT/2007. Dan akhirnya pada
tanggal 21 April 2010 putusan Mahkamah Agung memenangkan Anny R.Gultom (pihak
konsumen) dalam perkara klausula baku ini, hal ini terungkap dari putusan peninjauan
kembali Mahakmah Agung Nomor 124/PK/PDT/2007 yang menolak permohonan PK
yang diajukan oleh PT.SPI tersebut yang tentu saja semakin menguatkan putusan
Pengadian Negeri Jakarta Pusat Nomor : 551/Pdt.G/2000/PN.Jkt.Pst sehingga dalam hal
ini dapat dijadikan yurisprudensi dan berlaku pula secara umum bahwa terhadap
kendaraan yang hilang di dalam area perparkiran yang dikelola secara profesional dan
secure parking merupakan tanggung jawab pengelola parkir untuk memberikan ganti rugi
sejumlah uang yang senilai dengan kendaraan yang hilang.
Berdasarkan pada uraian mengenai tanggung jawab menurut KUHPerdata dan UU
Perindungan Konsumen diatas, dapat disimpulkan bahwa pada intinya dalam lingkup
perparkiran yang dikelola secara professional dan secure parking serta mengacu pada
pasal 19 UU Perlindungan Konsumen dan Pasal 1365, Pasal 1366 dan Pasal 1367
KUHPerdata, segala kerusakan, pencemaran kerugian, dan/atau kehilangan yang
timbu/terjadi sebagai akibat dari pemanfaatan jasa peparkiran oleh konsumen perparkiran
mutlak merupakan tanggung jawab pengelola parkir untuk memberikan ganti rugi baik
berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara
nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau jasa yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pencantuman klausula eksonerasi pada karcis parkir merupakan salah satu bentuk
perjanjian baku sehingga pihak konsumen mempunyai kedudukan yang lebih lemah
dan hak-hak konsumen menjadi terabaikan dan dirugikan.
2. Pencantuman klausula eksonerasi pada karcis parkir merupakan kesepakatan yang
berat sebelah, karena pihak konsumen atau pihak pengendara menerima kesepakatan
tersebut dalam keadaan terpaksa karena tidak dapat ikut menentukan isi perjanjian.
3. Mengenai klausula eksonerasi tanpa adanya perundingan antara kedua belah pihak
dalam isi perjanjian merupakan perjanjian yang dilarang oleh UU Perlindungan
Konsumen, sehingga pencantuman klausula eksonerasi dalam karcis parkir dilarang.
4. Klausula eksonerasi pengalihan tanggung jawab yang dicantumkan dalam karcis
parkir merupakan perbuatan melanggar hukum dan dinyatakan batal demi hukum
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen, serta
KUHPerdata dan UU Perlindungan Konsumen mempunyai kekuatan yang telah
teruji untuk melindungi konsumen parkir dari tindakan pengelola parkir yang tidak
bertanggung jawab.
5. Bahwa dengan adanya suatu yurisprudensi putusan PN Jakarta Pusat No.
551/PDT.G/2000/PN.JKT.PST., Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen dan Pasal
1365, Pasal 1366 dan Pasal 1367 KUHPerdata terhadap salah satu kasus hilangnya
kendaraan di daerah Jakarta tersebut , segala kerusakan, pencemaran kerugian,
dan/atau kehilangan yang timbul/terjadi sebagai akibat dari pemanfaatan jasa
peparkiran oleh konsumen perparkiran mutlak merupakan tanggung jawab pengelola
parkir untuk memberikan ganti rugi baik berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga hal ini dapat
menjadi pedoman bagi pihak konsumen parkir lain jika mengalami hal serupa.
B. Saran
1. Dalam sistem pengelolaan area parkir diharapkan benar-benar dapat dikelola secara
secara profesional dan secure parking.
2. Pengelola parkir hendaknya tidak mencantumkan klausula eksonerasi yang
mengalihkan tanggung jawab kepada pihak konsumen yang dapat merugikan
konsumen atau pihak pengendara.
3. Dalam sistem pengelolaan parkir saat ini seharusnya diubah dengan mengharuskan
pihak pengelola parkir untuk ikut bertanggung jawab atas hilangnya kendaraan para
pihak konsumen parkir yang memanfaatkan jasa parkir.
4. Hak-hak konsumen parkir dalam bentuk kenyamanan, keamanan dan keselamatan
dalam menggunakan jasa parkir telah dilindungi oleh KUHPerdata dan UU
Perlindungan Konsumen, sehingga pihak konsumen tidak perlu ragu lagi untuk
menuntut ganti rugi atas kerugian kehilangan kendaraan dan atau barang-barang
berharga dalam kendaraan yang dialami kepada pihak pengelola parkir.
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Tobing. 2007. Parkir dan Perlindungan Hukum Konsumen. Jakarta : Timpani Agung.
Asshiddiqie, Jimli dan M. Ali Safa’at. 2006. Teori Hans Kelsen tentang Hukum. Jakarta:
Konstitusi Press
The Jakarta Globe, 2010. Parking Fee to Rise After Theft Ruling, Thursday, July 29, 2010
Edition, www. www.thejakartaglobe.com, diakses tanggal 5 April 2012
Ojomta.blogspot.com/2010/09/eksonerasi.html, diakses tanggal 6 April 2012