tugas hdi

Download tugas hdi

If you can't read please download the document

Upload: bernardus-bayu

Post on 19-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lisensi

TRANSCRIPT

TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PERJANJIAN LISENSI PATEN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAN MEKANISME ALIH TEKNOLOGI DI INDONESIA.

HUKUM DAGANG INTERNASIONAL

KELAS A

Disusun oleh :

BERNARDUS BAYU E0010073

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2014

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja antar negara. Sebelum memasuki tahun 2000an perdagangan internasional konvensional sangatlah erat kaitannya dengan kegiatan ekspor-impor saja namun saat ini, kegiatan perdagangan internasional sudah sangatlah luas.

Kegiatan perdagangan internasional terkini dapat terjadi tidak hanya melalui hubungan ekspor impor saja, melainkan juga melalui investasi, perdagangan jasa, lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas kekayaan intelektual dan alih teknologi, yang pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap kegiatan ekonomi lainnya, seperti perbankan, asuransi, perpajakan dan sebagainya.

Pesatnya perkembangan strategi perdagangan internasional tidak lepas dari pemikiran bahwa kegiatan ekspor tidak selalu mendatangkan keuntungan yang optimum sesuai yang ditargetkan, hal ini terjadi karena adanya berbagai hambatan baik karena faktor territorial maupun faktor yang bersifat politis. Jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk menjual produk dari Negara asal menuju Negara tujuan adakalanya meningkatkan biaya dan risiko yang ditanggung menjadi lebih besar misalnya barang tidak sampai di Negara tujuan atau terlambat sampai di Negara tujuan. Faktor biaya pengiriman yang mahal membuat produk yang diekspor kurang dapat bersaing dengan produk yang sama yang diproduksi oleh Negara tujuan itu sendiri atau diimpor dari Negara yang ada disekitar Negara tujuan. Faktor risiko seperti hilangnya barang, barang tidak sampai tujuan tepat waktu akan mengakibatkan hilangnya kesempatan bagi eksportir untuk mengembangkan usahanya.

Para pengusaha kemudian mencari cara lain untuk lebih mendekatkan diri dengan konsumen di negara tujuan dan untuk mengurangi dampak biaya transportasi ekspor yang tinggi serta risiko hilangnya produk dari pasaran dalam proses pendistribusiannya, alternatif yang kemudian diupayakan dan dikembangkan adalah pemberian lisensi.

Akibat pemberian lisensi itulah, banyak produk-produk yang berkualitas baik masuk ke Indonesia, seperti produk-produk Philips, Nasional dan lainnya yang telah bekerja sama dengan pengusaha lokal dalam memproduksi dan mengembangkan usahanya melalui perjanjian lisensi paten dan know how transfer.

Know-how atau trade secret dapat dirumuskan sebagai kumpulan informasi tentang teknologi dari proses pembuatan dan atau produk yang diperoleh seseorang dari pengalaman kerja dalam pelaksanaan teknologi tersebut. Para penemu teknoloi baru dapat mengalihkan kepemilikan paten tersebut atau memberikan izin kepada siapa saja yang berminat menggunakan aset berupa intangible ini untuk diterapkan dalam proses produksinya. Inilah bentuk kerja sama baru dalam industri maju, yang memberikan gambaran kerjasama antara pemilik modal (tangible asset) dengan intangible asset. Mengingat, bagaimanapun juga proses alih teknologi yang terefektif saat ini adalah menggunakan sistem lisensi teknologi.

RUMUSAN MASALAH

Apakah yang dimaksud dengan lisensi paten? Apakah yang dimaksud alih teknologi?Bagaimanakah perjanjian lisensi dalam alih teknologi antara penerima dan pemberi/pemilik teknologi dalam pengembangan usaha ?Apakah perjanjian lisensi yang sudah diatur oleh ketentuan perundang-undangan di bidang lisensi paten sudah cukup memadai dalam menampung seluruh permasalahan yang ada khususnya dalam perindustrian?

BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN LISENSI

Lisensi adalah pemberian izin oleh yang berwenang untuk melakukan suatu perbuatan, yang tanpa izin tersebut perbuatan itu adalah tidak legal bahkan dilarang Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian lisensi adalah perjanjian antara pembeli lisensi (licensor) dengn penerima lisensi (licensee) dimana licensor memberikan izin pada licensee untuk menggunakan hak kekayaan intelektual milik licensor. Pemberian lisensi oleh licensor kepada licensee untuk menggunakan HAKI milik licensor tersebut disertai pembayaran imbalan berupa royalty kepada licensor. Menurut Pasal 1 ayat (13) UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten 2001) memberikan definisi lisensi sebagai izin yang diberikan kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.

Menurut Nicolas S. Gikkas dalam International Licensing of Intellectual Property : The Promise and The Peril, disebutkan ada sekurangnya sembilan alasan mengapa seorang pengusaha memilih pemberian lisensi dalam upaya pengembangan usahanya

Lisensi menambah sumber daya pengusaha pemberi lisensi secara tidak langsung;Lisensi memungkinkan perluasan wilayah usaha secara tidak terbatas;Lisensi memperluas pasar dari produk hingga dapat menjangkau pasar yang semula berada di luar pangsa pasar pemberi lisensi;Lisensi mempercepat proses pengembangan usaha bagi industri-industri padat modal dengan menyerahkan sebagian proses produksi melalui teknologi yang dilisensikan;Melalui lisensi, penyebaran produk juga menjadi lebih mudah dan terfokus pada pasar;Melalui lisensi sesungguhnya pemberi lisensi dapat mengurangi tingkat kompetisi hingga pada suatu batas tertentu.Melalui lisensi, pihak pemberi lisensi maupun pihak penerima lisensi dapat melakukan trade off (atau barter) teknologi.Lisensi memberikan keuntungan dalam bentuk nama besar dan goodwill dari pemeberi lisensi.Pemberian lisensi memungkinkan pemberi lisensi untuk sampai pada batas tertentu melakukan kontrol atas pengelolaan jalan kegiatan usaha yang dilisensikan tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar.

PENGATURAN TERHADAP PERJANJIAN LISENSI

Ketentuan mengenai Lisensi dan Perjanjian Lisensi di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang HAKI yaitu:

Undang-undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten;Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek;Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta;Undang-undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman;Undang-undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang;Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri;Undang-undang No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

ISI PERJANJIAN LISENSI

Perjanjian lisensi paten sekurang-kurangnya memuat informasi tentang:

Tanggal, bulan dan tahun tempat dibuatnya perjanjian lisensi; Nama dan alamat lengkap serta tanda tangan para pihak yang mengadakan perjanjian lisensi; Nomor dan judul dari paten yang menjadi obyek perjanjian lisensi; Jangka waktu perjanjian lisensi; Dapat atau tidaknya jangka waktu perjanjian lisensi diperpanjang; Pelaksanaan paten untuk seluruh atau sebagian dari paten yang diberikan lisensi;Jumlah royalti dan pembayarannya; Dapat atau tidaknya penerima lisensi memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga; Batas wilayah berlakunya perjanjian lisensi, apabila diperjanjikan; dan dapat atau tidaknya pemberi lisensi melaksanakan sendiri paten yang telah dilisensikan kepada penerima paten.

Perjanjian lisensi dibuat secara tertulis dan harus ditandatangani oleh kedua pihak.Perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan dimuat dalam Daftar Umum Paten dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Jika perjanjian lisensi tidak dicatatkan, perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

Pengaturan kontrak lisensi paten mengenai dua jenis istilah, yakni lisensi paten yang bersifat eksklusif dan lisensi paten yang bersifat non-eksklusif. Undang-undang No. 14 tahun 2001 mengatur hak-hak khusus untuk pemilik paten atau pemegang paten untuk membuat, menggunakan, atau menjual produk atau proses yang dipatenkan olehnya sendiri atau memberikan kepada orang lain lisensi untuk membuat, menggunakan atau menjual produk atau proses yang dipatenkan tersebut. Pasal 70 menyatakan bahwa kecuali diperjanjikan lain, pemegang paten tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan perbuatannya. Dengan demikian, dapat ditafsirkan bahwa Indonesia menganut jenis perjanjian lisensi paten yang bersifat non-eksklusif.

Jadi dalam hal perjanjian lisensi paten, ketentuan dasar pemberian lisensi diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2001 tentang Paten, khususnya dalam pasal 69-73. Namun rincian ketentuan mengenai lisensi dalam wujud peraturan pelaksanaannya sampai kini belum ditetapkan. Ini berarti bahwa perjanjian alih teknologi diatur dengan KUH Perdata, sedangkan pemberian lisensi paten berdasarkan ketentuan Undang-undang Paten. Oleh karena itu dasar hukum untuk mengatur lisensi paten akan tetap menggunakan ketentuan umum dalam KUH Perdata, terutama ketentuan perjanjiannya walaupun kebebasan membuat perjanjian akan dibatasi oleh ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dan pasal 71 ayat (1) Undang-undang Paten. Melalui perjanjian lisensi paten ini, pemberi teknologi memberikan hak kepada penerima teknologi untuk suatu jangka waktu tertentu dan dengan syarat dan kondisi yang disetujui bersama, memanfaatkan dan menggunakan teknologi dan pemberi teknologi untuk tujuan tertentu.

Klausula Klausula Penting Dalam Kontrak Lisensi

Klausula pelatihan dan asistensi teknis

Dalam klausula ini diatur tentang pelatihan atau bantuan teknis yang wajib diberikan oleh pemberi teknologi kepada penerima teknologi selama perjanjian alih teknologi berlangsung. Melalui klausula ini penerima teknologi untuk jangka waktu tertentu diberikan kesempatan untuk memanfaatkan keahlian dan keterampilan teknisi dari pihak pemberi teknologi dengan imbalan upah yang disepakati. Teknisi yang bersangkutan umumnya dipekerjakan sebagai staff asing pada perusahaan penerima teknologi meskipun secara faktual dan yuridis teknisi tersebut statusnya adalah pekerja dari pemberi teknologi. Penerima teknologi berhak untuk menerima instruksi dan informasi khusus dari teknisi yang bersangkutan mengenai pengoperasian peralatan, operasionalisasi kegiatan pabrik, perawatan dan pemeliharaan mesin, dan sebagainya ;

Juga sering diatur dalam klausula ini hak penerima teknologi untuk mendapatkan pasokan komponen peralatan jika diperlukan dan hak untuk mendapatkan informasi mengenai komponen-komponen tersebut.

Klausula improvisasi

Klausula ini penting bagi pemberi teknologi karena membebankan kewajiban terhadap penerima teknologi untuk memberitahukan segala perbaikan (improvement) teknologi yang dilakukannya selama masa berlakunya Perjanjian Alih Teknologi. Tanpa adanya klausula ini bisa timbul kesulitan dalam alih teknologi. Di satu pihak penerima teknologi dalam menggunakan teknologi hanya bisa memanfaatkan informasi yang diterimanya pada saat dibuatnya kontrak sehingga harus bersusah payah sendiri untuk melakukan improvisasi. Apabila kontrak diperpanjang atau diperbaharui barulah mungkin diterima informasi/ teknologi yang lebih baru dari penerima teknologi. Dilain pihak pemberi taknologi tidak mengetahui kekurangan dari teknologinya dan tidak mendapat umpan balik dari penerima teknologi tentang tata cara mengatasi kesulitan selama menggunakan teknologi yang bersangkutan. Mengingat penerima teknologi mungkin menemukan sendiri perbaikan dalam penggunaan teknologi maka adakalanya klausula ini diperinci lebih tegas untuk mewajibkan penerima teknologi memberikan kembali informasi yang dimilikinya kepada pemberi teknologi (grant back clause).

Klausula konfidentialitas

Klausula ini mengatur tentang kewajiban menjaga kerahasiaan informasi dan teknologi yang telah diberikan oleh pemberi teknologi atas dasar kepercayaan kepada penerima teknologi. Untuk itu penerima teknologi dilarang mengungkap (disclose) informasi teknis yang diterimanya pada saat berlakunya atau beberapa saat setelah tidak berlakunya Perjanjian Alih Teknologi kepada pihak ketiga. Informasi teknis yang bisa disampaikan adalah informasi yang bersifat publik, atau apabila bisa dibuktikan informasi tersebut telah terdahulu dimiliki oleh penerima teknologi sebelum terjadi perjanjian alih teknologi, atau informasi tersebut diterima dari pihak ketiga baik secara langsung maupun tidak langsung yang menerima informasi tersebut dari pemberi teknologi. Pengungkapan informasi tersebut harus dilakukan tanpa melanggar hak dan kewajiban penerima informasi yang ditetapkan dalam kontrak alih teknologi.

Klausula eksklusifitas

Dengan klausula ini dapat ditentukan sifat alih teknologi yang diperjanjikan. Alih teknologi bersifat non-ekslusif jika pemberi teknologi menunjuk beberapa penerima teknologi. Alih teknologi bersifat tunggal jika pemberi taknologi hanya menunjuk satu pihak tertentu sebagai penerima teknologi. Sedangkan alih teknologi bersifat ekslusif dalam pengertian yang berbedabeda, misalnya dalam perjanjian lisensi teknologi memberikan hak kepada pemberi lisensi untuk mengesampingkan pihak manapun selain penerima lisensi dalam penggunaan teknologi yang dilisensikan, sedangkan di Amerika Serikat dalam perjanjian lisensi kepada pemberi lisensi diberi hak untuk tidak melisensikan kepada pihak manapun selain penerima lisensi dan diberi kewajiban untuk tidak memanfaatkan teknologinya sendiri dalam wilayah penerima lisensi, akan tetapi di Perancis kepada pemberi lisensi diberi hak untuk menggunakan teknologinya sendiri kecuali diatur lain oleh perjanjian.

Klausula pembayaran fee, lumpsum dan royalty

Dalam klausula ini diatur tentang besar dan cara pembayaran imbalan yang harus diberikan kepada pemberi teknologi. Bentuk pembayaran imbalan (sesuai kesepakatan para pihak):

Upah atas jasa pengalihan teknologi

Upah besarnya tidak pasti, karena sangat tergantung pada jasa yang diberikan dan lamanya jasa diberikan

Lumpsum

Lumpsum jumlah sudah ditetapkan secara pasti dan dapat dibayar di depan oleh penerima teknologi ; Umumnya teknologi yang dialihkan adalah teknologi yang mudah p olehpenerima teknologi ; umumnya teknologi diberikan sekaligus;

Royalti

Dibayarkan berdasarkan nilai persentase tertentu dari produksi yang dihasilkan oleh penerima teknologi yang mempergunakan teknologi yang diberikan ;

Klausula pelimpahan hak

Klausula ini mengatur tentang boleh tidaknya pelimpahan hak (assigment) dari penerima teknologi kepada pihak lain. tanpa adanya klausula yang membolehkan pelimpahan teknologi maka pihak penerima teknologi tidak boleh melimpahkan teknologi yang diterimanya kepada kepada pihak ketiga. Pelimpahan hak semacam ini harus dibedakan dari pemberian sub-lisensi, karena dalam pelimpahan hak pihak yang semula menerima teknologi digantikan oleh pihak baru sebagai penerima teknologi sedangkan dalam sublisensi pihak penerima teknologi tidak berubah dan tetap bertanggungjawab kepada pemberi teknologi

Klausula jaminan kebenaran

Klausula ini mengatur tentang ada tidaknya jaminan kebenaran (warranty) bahwa teknologi yang dialihkan manfaat komersial atau bahwa hak patenya masih berlaku, atau bahwa tidak ada pelanggaran terhadap paten pihak lain. Pemberi teknologi pada umumnya enggan untuk menjamin keabsahan paten dan ketiadaan pelanggaran terhadap paten di negaranya sendiri. Sebaliknya penerima teknologi padaumumnya menghendaki jaminan tentang kecocokan teknologi untukmemperoduksi sesuatu. Padahal cocok tidaknya penggunaan teknologi tersebut sangat tergantung pada keterampilan personil yangmenanganinya. Di Amerika Serikat sekali diberikan lisensi atas paten tertentu kepada penerima lisensi, maka ditiadakan pula kemungkinan pemanfaatan paten tersebut oleh pihak lain. Di negara-negara lain, pemberi lisensi paten mewajibkan kepada pemberi lisensi untuk memberikan hak kepada penerima lisensi untuk menggunakan paten sekaligus untuk membuatnyabermanfaat secara komersia. Di Jerman pemberian lisensi paten hanya menjamin bahwa produksi dengan teknologi yang dipatenkan

secara teknis dimungkinkan dan bahwa penemuannya sudah dilakukan secara benar.

Klausula pengendalian mutu dan tanggungjawab produk

Dengan klausula ini pemberi teknologi mengharapkan dapat menerapkan suatu standar kualitas tertentu yang harus dipatuhi oleh penerima teknologi dalam upaya untuk melindungi reputasi pemberi teknologi dan mencegah terjadinya klaim atas pertanggujawaban produk. Kontrol kualitas ini juga penting dalam hal digunakannya suatu merek dagang. Perlu diingat bahwa pemberi teknologi mungkin terpaksa harus menanggung resiko yang besar akibat penggunaan teknologi oleh penerima teknologi yang merugikan pihak ketiga. Oleh sebab itu pemberi teknologi perlu untuk mengatur tentang kemungkinan ganti kerugian dari penerima lisensi dalam hal demikian dan bilama mungkin mewajibkan kepada penerima teknologi untuk mengasuransikan resiko penggunaan teknologi yang diberikannya dalam proses produksi.

Klausula pelanggaran hak

Klausula ini mengatur tentang pihak mana yang harus menggugat jika ada pelanggaran hak (infringement) yang dilisensikan oleh pihak ketiga. Dengan mengingat sifat eksklusifitas Perjanjian Alih Teknologi, maka pihak pemberi atau penerima teknologi atau kedua pihak secara bersama-sama dapat diberi hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Adanya pelanggaran hak tersebut harus bisa dibuktikan disamping adanya kerugian sebagai akibat yang timbul dari pelanggaran tersebut. Di Amerika Serikat tidak ada kewajiban hukum dari pemberi lisensi untuk melindungi penerima lisensi terhadap pelanggaran hak oleh pihak ketiga. Di negara-negara lain mungkin pemberi lisensi dalam hal-hal tertentu diwajibkan menurut undang-undang untuk menggugat pelanggar hak yang telah dilisensikan. Pada umumnya pelanggaran terhadap hak atas kekayaan intelektual menurut ketentuan perundang-undangan dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum

Klausula batal demi hukum

Klausula ini mengatur tentang konsekuensi yang timbul dari dibatalkannya demi hukum suatu perjanjian alih teknologi, misalnya penerima teknologi tidak lagi wajib membayar royalti kepada pemberi teknologi. Dalam perjanjian lisensi bisa terkait beberapa macam hak sekaligus, sehingga tidak berlakunya ketentuan kontraktual terhadap suatu hak tidak harus membatalkan berlakunya hak yang lain. Misalnya ketidaksahan paten yang terkait dengan suatu Perjanjian Alih Teknologi tidak mempengaruhi berlakunya kewajiban kontraktual

Klausula force majeure

Klausula ini mengatur tentang :

Bentuk-bentuk keadaan memaksa yang berada di luar kekuasaan para pihak,Mekanisme pelaporan/ penyampaian terjadinya keadaan memaksa,Akibat hukum jika terjadi keadaan memaksaKlausula jangka waktu berlakunya kontrak

Jangka waktu berlakunya kontrak alih teknologi biasanya mulai berlaku sejak saat dilaksanakannya kontrak oleh para pihak. Kadang-kadang terjadi penundaan dalam pelaksanaan kontrak tetapi suatu kontrak akan terus berlaku sepanjang berlakunya kontrak. Perlu diingat bahwa jangka waktu berlakunya perjanjian pemberian lisensi paten bisa lebih pendek dari pada

berlangsungnya paten.

Oleh sebab itu pemberi lisensi paten dapat mengatur tetap berlakunya perjanjian lisensi sampai lewatnya jangka waktu berlakunya paten. Namun hukum di beberapa negara berkembang mungkin tidak memperbolehkan memperpanjang berlakunya perjanjian lisensi seperti itu dengan alasan penerima lisensi harus membatasi waktu yang dibutuhkannya

untuk menguasai teknologi yang diterimanya atau harus bisa memanfaatkan suatu teknologi yang oleh hukum dipandang sudah bukan rahasia lagi.

Klausula perpajakan

Dalam klausula ini diatur tentang kewajiban pembayaran pajak yang timbul dari

perjanjian alih teknologi. Pajak pertambahan nilai umumnya dikenakan penerima teknologi atas nilai tambah atas produk yang dihasilkannya ; Pajak penghasilan dikenakan pada pemberi teknologi yang dikaitkan dengan besarnya fee, lumpsum atau royalti yang diterimanya dari penerima teknologi; Juga diatur tentang pajak-pajak lain yang mungkin dikenakan baik pada penerima maupun pemberi teknologi

Klausula hukum yang mengatur

Klausula ini berisi kesepakatan para pihak tentang pilihan hukum yang mengatur kontrak alih teknologi yang bersangkutan. Seperti kontrak pada umumnya, pilihan hukum seperti ini penting untuk mendapatkan kepastian tentang hukum yang akan dipergunakan jika terjadi perselisihan.

Pada umumnya ada 4 pilihan hukum yang dapat dipertimbangkan oleh para pihak, yakni :

1. Hukum negara penerima teknologi ;

2. Hukum negara pemberi teknologi ;

3. Hukum negara ketiga yang netral ;

4. Hukum negara yang memberikan perlindungan pada teknologi yang bersangkutan ;

Saat ini telah ada upaya secara internasional agar disusun code of conduct tentang alih teknologi yang berlaku secara internasional. Namun, hal ini belum terwujud karena alih teknologi selain berdimensi hukum juga memiliki dimensi politik yang sangat sarat dengan kepentingan negara penerima dan pemberi teknologi.

Klausula addendum

Dalam klausula addendum diatur tentang kemungkinan terjadi perubahan atau peninjauan ulang klausula-klausula yang sudah ditetapkan untuk dilakukan sejumlah penyesuaian berdasarkan kesepakatan para pihak ; Dalam klausula addendum umumnya diatur tentang sebab-sebab addendum, mekanisme pengambilan keputusan untuk addendum. Pada klausula addendum lazim dicantumkan bahwa segala addendum yang dilakukan para pihak setelah ditandatanganinya perjanjian akan mengikat dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian tersebut setelah addendum yang bersangkutan disetujui/ disepakati oleh para pihak.

Klausula penyelesaian sengketa

Seperti kontrak pada umumnya klausula penyelesaian sengketa adalah kesepakatan para pihak untuk memilih cara menyelesaikan perselisihan diantara mereka. Pilihan ini bisa secara litigasi atau non litigasi. Pilihan penyelesaian sengketa secara non-litigas umumnya menggunakan cara-cara negosiasi, mediasi atau arbitrase. Kemudian juga ditentukan hukum acara arbitrasi yang dipergunakan serta tempat arbitrase dilakukan, jika dipilih arbitrase sebagai cara menyelesaikan sengketa para pihak. Jika para pihak menentukan musyawarah sebagai cara yang diutamakan, maka sebaiknya diatur secara tegas dan jelas mekanisme musyawarah termasuk mengenai tempat musyawarah, mekanisme musyawarah dan lamanya musyawarah dilaksanakan.

Menurut UU No.14 Tahun 2001 Tentang Paten (lebih lanjut disebut UU Paten 2001, bahwa dalam mengembangkan usahanya dengan cara menggunakan lisensi paten orang lain baik dari licensor asing, maupun lokal. Maka pihak licensee (penerima lisensi) harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pengalihan paten, guna melindungi kepentingannya, dengan memperhatikan beberapa ketentuan UU Paten 2001, sebagai berikut:

Licensee berhak untuk mendapatkan segala macam informasi yang berhubungan dengan HAKI yang dilisensikan, yang diperlukan olehnya untuk melaksanakan lisensi yang dialihkan tersebut. Lisensi dapat dialihkan sebagian atau seluruhnya, bergantung pada perjanjian tertulis antara para pihak (Pasal 66 ayat (1) UU paten 2001).Hak eksklusif yang dilindungi oleh negara bagi pemegang paten adalah dalam pelaksanaan paten produk dan paten proses (Pasal 16 ayat (1) UU Paten 2001)Agar diperhatikan, bahwa pengalihan paten harus disertai dokumen asli paten berikut hal lain yang berkaitan dengan paten (Pasal 66 ayat (2) UU Paten 2001) dan segala bentuk pengalihan paten wajib dicatat dan diumumkan (Pasal 66 ayat (3) UU Paten2001. Sebab pangalihan paten yang tidak memperhatikan hal-hal tersebut diatas (Pasal 66 UU Paten 2001), akan mengakibatkan pengalihan hak paten ini tidak sah dan batal demi hukum (Pasal 66 ayat (4) UU Paten 2001).Perjanjian lisensi paten tersebut tidak diperbolehkan memuat ketentuan, baik langsung mauun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia (Pasal 71 ayat (1) UU Paten 2001).Bahwa lisensi tersebut berlaku selama jangka waktu yang diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 69 ayat (1) UU Paten 2001). Lamanya Perlindungan terhadap paten adalah 20 (dua puluh tahun) untuk paten (Pasal 8 ayat (1) UU Paten 2001) dan 10 (sepuluh) tahun untuk paten sederhana (Pasal 9 UU Paten 2001).Agar memperhatikan, bahwa lisensi tersebut benar-benar dapat bermanfaat yang mengandung inovasi baru yang dapat memiliki added value dan diterapkan dalam industri (Pasal 5 UU Paten 2001).Penatapan besarnya royalty dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian Lisensi Paten atau perjanjian lain yang sejenis (Pasal 78 ayat (3) UU Paten 2001).

PENGERTIAN ALIH TEKNOLOGI

Menurut Peraturan Pasal 21 ayat (1) Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2005, Tentang Alih Teknlogi Kekayaan Intelektual Serta Hasil Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi Dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (selanjutnya disebut PP No.20 Tahun 2005), disebutkan bahwa lisensi dilakukan melalui perjanjian lisensi. Tentunya tidak menutup kemungkinan, bahwa sebagian besar perjanjian ini bersifat internasional.

Pengaturan Alih Teknologi secara Internasional dan Nasional

Pengaturan pada TRIPs

Merujuk Pasal 7 dan Pasal 8, dapat ditafsirkan bahwa persoalan alih teknologi menjadi perhatian utama dalam TRIPs. Ketentuan pasal 7 secara tegas mengatakan pentingnya alih teknologi bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi dari negara peserta TRIPs. Pasal 8 lalu menekankan pada perlunya perlindungan pada kesejahteraan masyarakat dan gizi, serta untuk menggalakkan sektor-sektor yang vital untuk kepentingan publik, yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan teknologi dan sosio ekonomis negara peserta TRIPs.

Pengaturan pada Ketentuan Hukum di Indonesia

Ketentuan mengenai alih teknologi lebih jauh terdapat dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Undang-undang yang mulai berlaku sejak 29 juli 2002 tersebut menyatakan bahwa alih teknologi merupakan pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badn, atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya.

Terkait dengan alih teknologi dalam lingkup HKI, Pasal 17 menyebutkan bahwa kerja sama internasional dapat diusahakan oleh semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan alih teknologi dari negara-negara lain serta meningkatkan partisipasi dalam kehidupan masyarakat ilmiah internasional. Ketentuan ini lantas dipertegas melalui pasal 23 yang menyatakan bahwa Pemerintah menjamin perlindungan bagi HKI yang dimiliki oleh perseorangan atau lembaga sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tidak secara eksplisit menyatakan perlunya alih teknologi. Meskipun begitu, keberadaan ketentuan mengenai lisensi paten dalam undang-undang ini secara tidak langsung telah mengamanatkan upaya alih teknologi melalui pemberian lisensi paten.

Ketentuan dan Syarat pada Alih Teknologi

Penyerahan suatu atau beberapa hak teknologi (lisensi) dari lisencor kepada lisencee perlu ditundukkan pada sejumlah ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak karena dalam ketentuan dan syarat tersebut masing-masing menentukan bussiness expectation dari komitmen hukum yang diperjanjikan. Melalui ketentuan dan syarat tersebut hak (keuntungan yang diharapkan) dan kewajiban (pengorbanan) masing-masing pihak ditetapkan seimbang dan adil.

Diantara berbagai ketentuan dan syarat tersebut yang perlu mendapat perhatian utama diantaranya:

Eksklusifitas atau non-eksklusifitas

Pemberian dan penerimaan lisensi dapat bersifat eksklusif dan non-eksklusif, dapat ditinjau dari segi lisencor atau lisencee dengan kepentingan yang berbeda-beda. Untuk kepentingan pemasaran yang luas, Licensor biasanya menghendaki pemberian lisensi yang non-ekslusif, sehingga lisensi itu dapat digunakan oleh lebih banyak lisencee.

Pembatasan jenis kegiatan

Biasanya lisensi tidak diberikan tanpa batas, dan pembatasan tersebut dapat ditentukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut diantaranya:

Lisencee dapat menerima hak know how untuk memproduksi serta menggunakan merek dagang untuk menjual produk yang bersangkutan.Lisencee dapat menerima hak know how untuk memproduksi, tetapi hak menggunakan merek dagang diberikan kepada Licensee lain guna memasarkannya.Lisencee hanya mendapatkan hak untuk menggunakan merek perusahaan dalam menjalankan usahanya sendiri.Lisencee tergantung dari keadaan, bahkan dapat menerima hak know how, hak untuk mengembangkan, hak untuk memasarkan, termasuk mengekspor ke wilayah hukum lain.

PERJANIJIAN LISENSI DALAM ALIH TEKNOLOGI.

Pada umumnya bagi negara-negara yang telah memiliki perundangan yang mengatur tentang perjanjian lisensi yaitu lisensi wajib, lisensi karena permufakatan dan lisensi karena berlakunya hukum. Lisensi wajib adalah lisensi yang didasarkan pada pengaturan pejabat pemerintah bentuk lisensi ini jarang dipergunakan.Lisensi karena permupakatan yaitu seorang atau badan hukum menerima lisensi boleh memberi suatu lisensi dibawah penemuan patennya kepada orang lain melalui suatu kontrak.

Berdasarkan pada pernyataan di atas seseorang atau badan hukum dapat menggunakan teknologi orang lain untuk diproduksi, asalkan teknologi itu sudah melewati jangka waktu tertentu dan belum dilaksanakan di Indonesia dimana paten tersebut didaftarkan.Lisensi wajib ini diberikan tidak lain karena keperluan. Pasar dan penerima lisensi wajib untuk membayar royalti kepada pemegang paten dengan harga yang mereka sepakati bersama.Pasal 21 UU paten; Dalam suatu hal produk diimpor ke Indonesia dan proses untuk pemegang paten berhak untuk melindungi paten tersebut.Dengan demikian maka paten tidak dapat begitu saja ditiru dan dilisensi tanpa persetujuan pemegang paten asing pemegang paten asing masih dapat melakukan perlindungan hukum atas patennya di Indonesia.

Untuk itu kalau terjadi pejanjian lisensi antara pihak asing dan Indonesia dapat didaftarkan perjanjian tersebut kepada kantor paten. Bagaimana kalau para pihak mamakai asas konsensualitas dalam berkontrak dan mereka tidak mendaftarkan kontrak mereka ke kontor paten. Untuk itu diminta kepada investor asing untuk mendaftarkan lisensi tersebut kepada kantor paten agar kepentingan dapat terlindungi.

PENERAPAN ATURAN HUKUM MENGENAI PERJANJIAN LISENSI

Sebagaimana diketahui dalam beberapa ketentuan di bidang HAKI tersebut terdapat pengaturan yang dianggap membatasi pelaksanaan Asas Kebebasan Berkontrak yaitu:

Undang-undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten;

Pasal 71 ayat (1):

Perjanjian Lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik yang langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan Invensi yang diberi Paten tersebut pada khususnya.

Pasal tersebut di atas mengatur adanya larangan Perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat menimbulkan akibat kerugian pada perekonomian Indonesia ataupun memuat pembatasan baik yang dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat maupun yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya.

Namun, undang-undang ini tidak menjelaskan lebih lanjut ataupun memerintahkan untuk pengaturan lebih lanjut tentang batasan-batasan apa yang dapat dikategorikan sebagai ketentuan yang merugikan perekonomian Indonesia dan menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi, sehingga menimbulkan ketidakjelasan di dalam aturan hukum mengenai Perjanjian Lisensi tersebut. Bahkan aturan yang ada tersebut dapat dijadikan dalih untuk penolakan permohonan pencatatan Perjanjian Lisensi yang merugikan para pihak. Sebaliknya, ketidakjelasan tersebut juga dapat menjadi semacam tabir yang menghalangi Direktorat Jenderal HKI untuk dapat menolak mencatatkan perjanjian lisensi yang sebenarnya mengandung ketentuan-ketentuan yang merugikan perekonomian Indonesia dan menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi. Untuk itu sangat perlu adanya penyempurnaan atas sistem yang ada agar dapat meningkatkan perkembangan teknologi di dalam perindustrian di Indonesia.

Dengan tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai hal-hal apa yang dianggap merugikan perekonomian Indonesia maupun yang dianggap menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi tersebut maka dikhawatirkan akan terjadi kesimpangsiuran dalam penentuan apakah suatu Perjanjian Lisensi itu telah melanggar peraturan-peraturan yang ada atau tidak.

CONTOH KONTRAK LISENSI DAN KNOW HOW TRANSFER ANTARA NV PHILIPS DAN PT. PHILIPS INDONESIA

NV Philip asal Belanda sudah sejak lama melakukan alih teknologi dengan PT. Philip Indonesia, melalui kontrak persetujuan lisensi untuk memperoleh segala informasi teknik milik perusahaan Belanda tersebut. Dimana dalam kontrak lisensi ini antara lain disebutkan bahwa semua paten dan segala know how teknologi yang dimiliki seluruh perusahaan Philip termasuk cabang-cabangnya di seluruh dunia, tersedia untuk dipakai oleh perusahaan Philip Indonesia. Know how ini, misalnya dalam bentuk Nomaal Bladen, selain dari pengiriman beberapa ahli bangsa Belanda untuk bekerja di pabrik milik PT. Philip Indonesia. Besarnya royalty yang dibayar kepada NV Philip Nederland adalah 5% dari nilai penjualannya, hal tersebut diminta kepada pemerintah melalui Kantor Inspeksi perindustrian Jawa Barat mengenai izin transfernya.

Sistem ini, dinilai mampu mengurangi investasi awal dan produk-produknya mampu diserap pasar, mengingat produk-produk yang dihasilkan telah memenuhi standard internasional (adanya keuntungan menggunakan nama besar dan goodwill milik licensor). Maka tidak heran kalau produk-produk buatan PT. Philip Indonesia, mampu menguasai pasar lampu di Indonesia. Dengan demikian, sistem ini menjadi lebih efektif dan efisien untuk mempercepat proses pengembangan usaha bagi industri-industri padat modal. Sedangkan PT. Philip Indonesia sendiri, dapat lebih fokus dalam upaya mengembangkan usahanya.

Belajar dari perjanjian tersebut diatas, hal yang perlu disadari dalam sistem alih teknologi semacam ini adalah posisi pihak pengusaha lokal jangan berada di pihak yang lemah. Karena pada umumnya, sebagian besar posisi orang-orang lokal tidak beranjak dari posisi operator, mengingat posisi-posisi kuncinya banyak dikuasai oleh orang asing, sehingga mereka tidak mampu menggunakan daya kreasinya dan inovasinya. Mereka juga lupa akan keharusannya untuk meningkatkan dan mengembangkan teknologi tersebut.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah kita harus meneliti teknologi yang akan mereka transferkan. Apakah tergolong teknologi yang dapat dimanfaatkan (advance atau high technology) untuk memenuhi kebutuhannya atau justru teknologi mereka bawa, merupakan teknologi yang sudah usang dinegaranya. Hal ini yang perlu sekali mendapat perhatian pihak pengusaha lokal. Untuk itu pengusaha lokal yang akan melakukan kerjasama melalui perjanjian lisensi dan know how transfer, hendaknya memperhatikan peraturan-peraturan seperti yang sudah diatur melalui UU No.14 Tahun 2001 Tentang Paten dan PP No.20 Tahun 2005 Tentang Alih teknologi, seperti yang sudah dibahas diatas.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Perluasan usaha melalui perjanjian lisensi paten dan know how transfer menjadi alternatif bentuk indirect investment dalam trend bisnis di abad modern sekarang ini. Salah satu cara bisnis sistem ini yang dianjurkan adalah bentuk joint venture, dengan minoritas modal asing. Penggunaan lisensi paten dan know how transfer dipandang sebagai cara yang lebih efektif dan efisien untuk mengurangi resiko dan memperkecil biaya investasi.

Aspek hukum yang mengatur mengenai masalah paten diatur oleh Undang- undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten, yang mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan paten, seperti perlindungan, pengalihan hak dengan perjanjian tertulis, pembayaran royalty dan sebagainya, yang harus diperhatikan oleh para penerima lisensi (licensee). Secara lebih detail, mengenai pengalihan teknologi diatur oleh PP No.20 Tahun 2005 Tentang alih teknologi. Sedangkan, aspek hukum lain yang mengikat adalah perjanjian lisensi paten itu sendiri, sebagai suatu bentuk undang-undang bagi para pihak yang menyepakatinya.

SARAN

Penulis merasa masih terdapat kekosongan yang rawan yang dapat mengurangi keberanian dalam memasuki perjanjian lisensi dan yang pada gilirannya dapat merugikan kepentingan industri. Oleh karenanya untuk meningkatkan perkembangan teknologi di dalam perindustrian di Indonesia, diperlukannya penyempurnaan atas sistem yang ada yang dapat merangsang perkembangan tekonologi dalam rangka perlindungan terhadap HAKI.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu segera dibuatkan peraturan pelaksana lebih lanjut mengenai ketentuan-ketentuan yang ada dalam undang-undang di bidang HAKI. Mengingat ketentuan dalam undang-undang memberikan pengaturan mengenai lisensi di bidang HAKI dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan, maka penulis ini menyarankan agar dibuatkan satu Peraturan Pemerintah yang bersifat khusus yang akan menampung segala hal menyangkut lisensi di bidang HAKI ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amir Pamuntjak, Sistem Paten, Pedoman Praktik dan Alih Teknologi,

Djembatan, Jakarta, 1994

Djasuki Sandjaya, Fungsi, Tujuan dan Perlindungan Hukum Hak Atas Merek, Direktorat Merek Dit.Jen. Hak Atas Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 1999

Djuahaendah Hasan, Lembaga Jaminan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Citra Adytia Bhakti, Bandung, 1996

Djuhaendah Hasan, Hukum Perjanjian Dalam Pembangunan, Makalah kuliah, Program Pascasarjana UNPAD, Jakarta, 2005.

Gunawan Widjaya, Lisensi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003

Fadjar Adrianto, Investasi Asing: Mereka (Terus) Berdatangan dan Mengguncang Pasar, Warta Ekonomi, Selasa, 21 September 2004, http://www.intraclipper.com/Detail.Asp?Cid=100&Cat=4&Lid=19851&MType=1

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005

UNDANG-UNDANG

UU No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing.UU Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman ModalUU No. 14 Tahun 2001 Tentang PatenPP No. 20 Tahun 2005 Tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual Serta Hasil Penelitian dan Pengembangan Oleh Perguuan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan

INTERNET

http://yasminelisasih.com/2011/06/23/lisensi/" http://yasminelisasih.com/2011/06/23/lisensi/

http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/lisensi-sebagai-salah-satu-mekanisme-alih-teknologi/" http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/lisensi-sebagai-salah-satu-mekanisme-alih-teknologi/

http://miraciayo-think.blogspot.com/2007/05/lisensi-licensing-definisi-dan-latar.html" http://miraciayo-think.blogspot.com/2007/05/lisensi-licensing-definisi-dan-latar.html