kajian relevansi ipbk dan hdi · tabel 3.2 jumlah dan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin...

71
i KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI : Studi di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Penulis: Dr. Sukamdi, Msc Drs. Agus Joko Pitoyo, MA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK DIREKTORAT PEMADUAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENDUDUK JAKARTA, 2014

Upload: phungnhu

Post on 07-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

i

KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI : Studi di Kabupaten Gunung Kidul,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Penulis:

Dr. Sukamdi, Msc

Drs. Agus Joko Pitoyo, MA

BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL

DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK

DIREKTORAT PEMADUAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENDUDUK

JAKARTA, 2014

Page 2: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

ii

Page 3: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

iii

KATA PENGANTAR

Konsep Pembangunan Berwawasan Kependudukan (PBK) ataupeople

centered development telah lama diperkenalkan dan telah menjadi cara

pandang atau paradigma baru pembangunan. Hal itu dipertegas lagi dengan

dijadikannya people centered development sebagai salah satu prinsip diantara

15 prinsip pembangunan, sebagaimana tercantum dalam ICPDPlan of Action

1994. Pengakuan terhadap konsep PBK juga muncul dalam berbagai

konferensi internasional misalnya Earth Summit tahun 1992 dan the Summit

of Social Development tahun 1995.

Untuk mengevaluasi apakah proses pembangunan sudah berwawasan

kependudukan, telah dikembangkan Indeks Pembangunan Berwawasan

Kependudukan (IPBK) yang melihat proses pembangunan dari lima dimensi

utama yaitu Dimensi Partisipasi, Dimensi Keberlangsungan, Dimensi Pro

rakyat, Dimensi Integrasi, dan Dimensi Kesetaraan. Indeks ini dapat digunakan

sebagai indikasi apakah wilayah tersebut telah memasukkan aspek

kependudukan dalam pembangunan yang dilakukannya selama ini.

Pemerintah selama ini menggunakan indeks Pembangunan Manusia

(IPM) untuk menilai keberhasilan pencapaian pembangunan di daerah.

Keberhasilan suatu pembangunan sangat dipengaruhi oleh bagaimana proses

pembangunan itu dilaksanakan. Tujuan penulisan kajian ini bertujuan untuk

melihat hubungan antara Pembangunan Berwawasan Kependudukan sebagai

dimensi proses dengan Pembangunan Manusia khususnya di Kabupaten

Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sukamdi, Msc dan Drs.

Agus Joko Pitoyo, MA beserta tim dari Pusat Studi Kependudukan dan

Kebijakan (PSSK) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang telah menyusun

kajian ini. Kritik dan saran kami harapkan untuk penyempurnaan kajian ini.

Kajian ini digunakan sebagai lesson-learned maupun bahan evaluasi dan

monitoring dalam pelaksanaan program pembangunan berwawasan

kependudukan.

Page 4: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

iv

Akhir kata, semoga kajian ini bermanfaat dalam upaya pengarustamaan

pembangunan berwawasan kependudukan di Indonesia.

Jakarta, Desember 2014

Direktur Pemaduan Kebijakan

Pengendalian Penduduk,

Sunarto, MPA, Ph.D

Page 5: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

v

KATA SAMBUTAN

Sejak dirumuskan pada tahun 2011, Indeks Pembangunan Berwawasan

Kependudukan (IPBK) telah diseminarkan di berbagai forum pimpinan di

BKKBN maupun mitra kerja. IPBK disusun sebagai alat ukur keberhasilan atau

manajemen tools terhadap pelaksanaan kebijakan pembangunan berwawasan

kependudukan di Provinsi, Kabupaten dan Kota.Sebelumnya, pada tahun yang

sama juga telah disusun konsep Pembangunan Berwawasan Kependudukan

oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) cq

Direktorat Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk.

Pentingnya kependudukan dalam pembangunan sebenarnya telah muncul

sejak lama dan disadari sejak Persatuan Bangsa-Bangsa menyelenggarakan

konferensi kependudukan sedunia tahun 1974 di Bucharest, kemudian di

Mexico City pada tahun 1984 dan di Kairo pada tahun 1994. Ketiga forum ini

secara konsisten menyatakan bahwa Kependudukan dan Pembangunan

merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.

IPBK pada dasarnya adalah suatu indikator antara untuk menuju Indikator

Pembangunan Manusia (IPM) dengan asumsi bahwa semakin tinggi IPBK

suatu daerah maka akan semakin tinggi pula IPM di wilayah tersebut. Dengan

demikian, kajian ini akan menjawab apakah nilai IPBK mempunyai dampak

hubungan yang positif terhadap IPM. Studi kasus kajian ini dilakukan di

Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkah dan perkenanNya, saya mengapresiasi dan mengucapkan selamat dan

terima kasih kepada Tim Penyusun yang telah mengkaji Relevansi IPBK dan

HDI: Studi di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Studi ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dan bahan evaluasi program

Pembangunan Berwawasan Kependudukan (PBK) bagi pengelola program

dan stakeholders Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)

baik di tingkat pusat maupun di daerah.

Saya berharap dengan diterbitkannya kajian ini, dapat menginspirasi

pengelola program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)

Page 6: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

vi

baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk secara terus menerus

melakukan advokasi kepada Gubernur, Bupati dan Walikota di daerahnya

masing-masing mengenai pentingnya pengarusutamaan Pembangunan yang

Berwawasan Kependudukan demi kesejahteraan masyarakat.

Jakarta, Desember 2014

Deputi Bidang

Pengendalian Penduduk,

Page 7: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

vii

DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar …………………………………………………………………............................... iii

Kata Sambutan …………………………………………………………………............................... v

Daftar Isi ………………………………………………………………………….................................. vii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ ........... 1

1.1. Pentingnya Pembangunan Berwawasan Kependudukan 1

1.2. Tujuan Kegiatan ............................................................................. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7

2.1. Telaah Teoritis Pembangunan Berwawasan

Kependudukan dan Pembangunan Manusia..................... 7

2.2 Operasionalisasi Pengukuran Pembangunan

Berwawasan Kependudukan .................................................. 10

BAB 3 KONDISI WILAYAH DAN KEPENDUDUKAN ............................... 15

3.1. Kondisi Kewilayahan ................................................................. 15

3.2. Kondisi Kependudukan .............................................................. 17

3.3. Sumber Daya Ekonomi dan Sosial ............................. ............ 25

3.4 Potensi Gunung Kidul ................................................................ 34

BAB 4 HUBUNGAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN

KEPENDUDUKAN DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA ........ 35

4.1 Hubungan IPBK dan IPM secara Umum di Indonesia .... 36

4.2 Hubungan IPBK dan IPM di Kabupaten Gunungkidul ..... 40

BAB 5 KESIMPULAN ........................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 63

Page 8: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Variabel Penyusun yang Digunakan

untuk Menghitung Indeks Pembangunan Berwawasan

Kependudukan......................................................................................... 13

Tabel 2.2 Nilai Maksimal dan Minimal Indikator IPBK ............................... 14

Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan

Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten

Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ................................................ 19

Tabel 3.3 Pertumbuhan Penduduk Dirinci menurut Kecamatan di

Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009 – 2013 ............................. 21

Tabel 3.4 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan

di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 dan 2013 ................... 23

Tabel 3.5 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

atas dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha di

Kabupaten Gunungkidul 2010-2012 .............................................. 28

Tabel 3.6 Mata Pencaharian Dominan Pertanian menurut Kecamatan

di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 ....................................... 30

Tabel 3.7 Indikator Kualitas Pendidikan di Kabupaten Gunungkidul

Tahun 2011 ............................................................................................... 31

Tabel 3.8 Jumlah Tenaga Kesehatan menurut Kecamatan

di Kabupaten Gunungkidul Menurut Sarana Kesehatan

Tahun 2011 dan 2013........................................................................... 33

Tabel 4.1 Nilai IPBK dan IPM Provinsi di Indonesia ..................................... 36

Tabel 4.2 Nilai IPBK dan IPM Kabupaten/Kota di DIY ................................ 37

Tabel 4.3 Angka Partisipasi Kasar Kabupaten Gunungkidul 2006-2013 43

Tabel 4.4 Desa yang Mengembangkan Program Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat di Kabupaten Gunungkidul ........................................ 49

Tabel 4.5. Nilai dan kontribusi sektor dalam PDRB Tahun 2011 sampai

dengan 2013 atas dasar harga berlaku

Kabupaten Gunungkidul ...................................................................... 53

Tabel 4.6. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB atas dasar harga

konstan tahun 2000 di Kabupaten Gunungkidul

tahun 2011-2013 .................................................................................... 54

Tabel 4.7. Rasio Gini Menurut Tipe Daerah di Kabupaten Gunungkidul

2010-2012 ................................................................................................. 55

Tabel 4.8 Indikator IPBK dan IPM di Kabupaten Gunungkidul ................ 62

Page 9: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 1

Bab 1

Pendahuluan

1.1. Pentingnya Pembangunan Berwawasan Kependudukan

Konsep Pembangunan Berwawasan Kependudukan (PBK) atau people

centered development telah lama diperkenalkan dan telah menjadi cara pandang atau paradigma baru pembangunan. Hal itu dipertegas lagi dengan dijadikannya people centered development sebagai salah satu prinsip diantara 15 prinsip pembangunan, sebagaimana tercantum dalam ICPD Plan of Action 1994. Rekognisi konsep PBK juga muncul dalam berbagai konferensi internasional misalnya Earth Summit tahun 1992 dan the Summit of Social

Development tahun 1995. Semuanya menegaskan bahwa konsep pembangunan berwawasan kependudukan merupakan konsep penting yang perlu dipahami oleh semua pihak. Sebagai tindak lanjut mengenai hal tersebut dalam rangka kepentingan nasional untuk memperjelas konsep PBK, BKKBN telah melakukan inisiasi untuk menjabarkan konsep tersebutsecara lebih jelas agar mudah dipahami (Permana, 2012). Hal tersebut merupakan usaha yang harus dihargai dan merupakan langkah penting untuk bahan sosialisasi kepada stakeholders.

Kesadaran tentang pentingnya aspek kependudukan dalam pembangunan secara keseluruhan telah muncul sejak lama dan telah menjadi perhatian bagi para pengambil kebijakan di banyak negara. Hal itu tampak dari perhatian PBB dengan menyelenggarakan konferensi kependudukan sedunia yang membahas isu-isu penting kependudukan yang harus diantisipasi oleh negara-negara di dunia. Sebagai contoh adalah konferensi kependudukan sedunia tahun 1974 di Bucharest, dilanjutkan di Mexico City tahun 1984 sampai dengan di Kairo pada tahun 1994 yang secara konsisten menekankan bahwa integrasi kebijaksanaan kependudukan dan pembangunan merupakan hal yang penting.

Konsep Pembangunan Berwawasan Kependudukan (PBK) secara luas memperoleh reputasinya ketika UNDP mengeluarkan Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) tahun 1990 yang menggunakan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) sebagai indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan suatu Negara. Dalam konteks ini maka IPM atau HDI (Human Development Index) merupakan indikator output (hasil) dari

Page 10: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

2 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

suatu pembangunan. Indeks tersebut memudahkan bagi berbagai pihak dalam menilai keberhasilan pembangunan di masing-masing wilayah.

Persoalan yang kemudian muncul adalah bahwa ketika diperlukan intervensi terhadap proses pembangunan yang sedang berlangsung yang kemudian diharapkan mampu meningkatkan HDI/IPM, terdapat kesulitan tersendiri. Pada waktu yang sama juga diperlukan indikator yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi dan monitoring terhadap proses atau jalannya pembangunan. Untuk itu, diperlukan penyusunan suatu indikator proses yang mampu menggambarkan proses pembangunan berwawasan kependudukan agar dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

Sementara itu, sebagai konsekuensi dari penjabaran konsep PBK, terdapat tuntutan bahwa perencanaan pembangunan seharusnya juga berorientasi kependudukan. Hal ini didasarkan pada prinsip utama bahwa penduduk merupakan fokus dan dasar utama dalam berbagai aspek pembangunan untuk menegaskan pentingnya peran penduduk dalam dalam pembangunan. Peran penting penduduk dalam pembangunan tidak hanya terbatas pada tataran bagaimana isu-isu kependudukan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari orientasi pembangunan secara keseluruhan, tetapi lebih dari itu, pada tataran praktis, integrasi penduduk dalam pembangunan merupakan kebutuhan yang mendesak. Akan tetapi pada kenyataannya, belum seluruh negara telah atau mampu melaksanakannya. Atau, seandainya sudah melakukan maka sebagian besar masih belum optimal. Pertanyaannya adalah mengapa diperlukan integrasi penduduk dan pembangunan ?

Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan untuk menjawab pertanaan mengapa diperlukan integrasi penduduk dan pembangunan. Pertama, dari sisi yang paling esensial terdapat suatu prinsip bahwa di dalam konsep integrasi penduduk dan pembangunan, penduduk tidak hanya diperlakukan sebagai “obyek” akan tetapi juga “subyek” pembangunan. Paradigma lama yang meletakkan penduduk hanya sebagai obyek pembangunan telah mengeliminir atau bahkan menafikan partisipasi penduduk dalam pembangunan. Penduduk dianggap tidak memahami pembangunan dan mereka tinggal menerima atau menikmati saja hasil pembangunan. Hal semacam ini jelas menggambarkan proses pembuatan kebijakan yang “top down” dan akan mengakibatkan persoalan di kemudian hari. Penduduk tidak memiliki ownership terhadap aktivitas pembangunan sehingga cenderung pasif.

Kedua, ketika peran sebagai subyek pembangunan dituntut maka diperlukan upaya pemberdayaan untuk menyadarkan hak penduduk dan meningkatkan kapasitas penduduk dalam pembangunan. Hal ini menyangkut

Page 11: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 3

pembangunan sumber daya manusia untuk mencapai manusia yang berkualitas dalam rangka mengembangkan mekanisme “bottom up” dalam perencanaan pembangunan. Penduduk harus berperan aktif dan berpartisipasi dalam pembangunan.

Untuk Indonesia, secara konseptual telah ada pergeseran yang cukup signifikan sejak Deklarasi Bali dan juga Programme of Action of the

International Conference on Population and Development. Fokus pembangunan telah bergeser dari pendekatan yang sangat sempit menekankan pada aspek demografi ke cakupan yang lebih luas yaitu pembangunan penduduk dan keluarga. Disamping itu juga terjadi perubahan sikap terhadap isu kesehatan reproduksi, kualitas pelayanan untuk mencapai kesejahteraan kesejahteraan keluarga. Namun sampai sejauh ini hasil yang diperoleh masih belum memuaskan, karena masih banyak agenda yang harus diselesaikan menyangkut integrasi penduduk dan pembangunan.

Ketiga, jika variabel penduduk diabaikan dalam perencanaan pembangunan maka sangat mustahil pembangunan berkelanjutan dapat dicapai (Scherr, 1997). Contoh yang paling sederhana adalah kebijakan yang berkaitan dengan jumlah penduduk. Ketika jumlah penduduk sudah terlalu banyak (melebihi kapasitas daya dukung wilayah) dan tidak ada kebijakan untuk mengendalikannya, maka degradasi lingkungan akan terjadi, sumber daya alam akan rusak dan generasi berikutnya akan dirugikan. Pada tataran teknis, misalnya perencanaan sektoral, variabel penduduk berfungsi untuk memperkirakan demand yangkemudian dimanfaatkan untuk menciptakan supply. Perencanaan pembangunan pendidikan misalnya, sangat membutuhkan data penduduk usia sekolah untuk menentukan jumlah sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Perencanaan kesempatan kerja membutuhkan data jumlah angkatan kerja yang hanya dapat diperkirakan apabila tersedia perkiraan jumlah penduduk menurut kelompok umur. Demikian juga halnya dengan perencanaan kesehatan, perkiraan jumlah sarana dan prasarana kesehatan hanya dapat dilakukan jika perkiraan jumlah penduduk.

Integrasi penduduk ke dalam pembangunan bukan hanya demi pembangunan itu sendiri, sebab ada satu prinsip bahwa terdapat tiga kepentingan yang harus diperhatikan dalam kebijakan pembangunan, yaitu kepentingan negara, masyarakat dan individu. Ketiga kepentingan ini mutlak harus diakomodasikan ke dalam integrasi tersebut. Konsekuensinya adalah bahwa mekanisme pembangunan harus “bottom up” dan partisipatif.

Pada tingkat agregat pelaksanaan desentralisasi akan sangat membantu proses “bottom up”. Hal itu disebabkan karena negara (pemerintah) tidak lagi mendominasi perencanaan pembangunan pada

Page 12: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

4 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

tingkat kabupaten/kota. Kabupaten/kota saat ini memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk menyusun perencanaan pembangunan dan menentukan apa yang terbaik untuk wilayahnya. Akan tetapi banyak bukti yang menunjukkan bahwa mekanisme yang berlangsung di tingkat kabupaten/kota tersebut masih belum terlaksana sepenuhnya, bahkan ada indikasi untuk diabaikan.

Berdasarkan arguemntasi tersebut, tuntutan untuk melakukan integrasi kebijakan kependudukan dalam pembangunan penting pada tingkat kabupaten/kota. Hanya persoalannya sekarang ini, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perhatian pemerintah kabupaten/kota terhadap masalah kependudukan sangat minim. Dikhawatirkan seandainya hal ini berlangsung terus, pembangunan berkelanjutan yang dicita-citakan bersama tidak pernah akan terwujud. Meskipun disadari sepenuhnya bahwa pencapaian pembangunan berkelanjutan bukan semata-mata tergantung kepada kebijakan kependudukan. Tetapi, peranan yang dimainkan sangatlah besar untuk diabaikan.

Ada dua mekanisme yang dapat ditempuh dalam melakukan integrasi penduduk dalam pembangunan. Pertama, menjadikan kependudukan sebagai basis dalam merumuskan tujuan pembangunan. Dalam konteks ini, variabel kependudukan diperlakukan sebagai variabel independen berdasarkan asumsi bahwa setiap perubahan pada variabel kependudukan akan memiliki dampak terhadap tercapainya tujuan kebijakan pembangunan. Kedua, memperlakukan variabel kependudukan sebagai sasaran yang akan diubah melalui pembangunan sosial, budaya dan ekonomi. Hal ini mengandung arti bahwa perubahan variabel kependudukan dipandang sebagai suatu keniscayaan karena dikhawatikan akan memiliki dampak terhadap kinerja pembangunan. Apapun pendekatan yang akan digunakan, maka pemahaman terhadap pertanyaan apakah kondisi kependudukan pada saat ini dan perkiraan kecenderungan di masa yang akan datang memberikan kontribusi atau justru menjadi masalah pembangunan, merupakan suatu keharusan.

Dalam tataran konseptual, integrasi kependudukan dan pembangunan merupakan terjemahan lain dari konsep pembangunan berwawasan kependudukan. Rumusan tentang pembangunan berwawasan kependudukn telah berhasil disusun oleh BKKBN sebagai panduan terhadap usaha untuk melakuan integrasi tersebut. Meskipun demikian sampai saat ini belum ada suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai apakah pembangunan yang telah dilaksanakan telah berwawasaan kependudukan atau belum. Oleh karena itu penting untuk menyusun suatu indeks yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengevaluasi sejauh mana pembangunan berwawasan kependudukan telah dilaksanakan di berbagai level. Evaluasi tersebut merupakan hal yang harus dilakukan agar di kemudian hari dapat disusun

Page 13: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 5

suatu kebijakan dan strategi yang mampu memberikan kontribusi untuk pencapaian tujuan pembangunan pada umumnya.

Pembangunan manusia merupakan "suatu proses untuk perluasan pilihan yang lebih banyak kepada penduduk" melalui upaya-upaya pemberdayaan yang mengutamakan peningkatan kemampuan dasar manusia agar dapat sepenuhnya berpartisipasi di segala bidang pembangunan. Elemen-elemen pembangunan manusia secara tegas menggaris bawahi sasaran yang ingin dicapai, yaitu hidup sehat dan panjang umur, berpendidikan dan dapat menikmati hidup layak. Ini berarti pembangunan manusia merupakan manifestasi dari aspirasi dan tujuan suatu bangsa yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya yang sistematis. Oleh sebab itu sasaran dasar pembangunan pada akhirnya adalah peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat), meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan ketrampilan) serta penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk hidup layak) untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan yang selanjutnya akan menjadi indikator keberhasilan pembangunan manusia yang diukur dengan menggunakan Human Development Index ( HDI ) atau Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ).

HDI atau IPM merupakan indikator keberhasilan upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). IPM merupakan salah satu ukuran kinerja daerah. Ukuran IPM diwakili oleh tiga parameter yang terdiri atas angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan paritas daya beli. Indeks dimensi pada IPM adalah indeks harapan hidup, indeks pendidikan dan indeks pendapatan.

Sejalan dengan waktu, pembangunan yang berkonsentrasi pada HDI merupakan pembangunan yang berkonsentrasi pada hasil semata. Beberapa proses dalam pencapaian kesejahteraan mulai tergeser. Penduduk sebagai penggerak pembangunan mulai dilihat sebagai pemenuhan hasil akhir penentuan wilayah semata. Oleh sebab itu munculah beberapa alternatif pembangunan yang berwawasan pada proses untuk menuju kesejahteraan bukan hanya pada output hasil semata. Ada beberapa kritik lagi yang ditujukan kepada konsep pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan HDI, yaitu: (1) prakasa biasanya dimulai dari pusat dalam bentuk rencana formal; (2) proses penyusunan program bersifat statis dan didominasi oleh pendapat pakar dan teknokrat; (3) teknologi yang digunakan biasanya bersifat ‘scientific’ dan bersumber dari luar; (4) mekanisme kelembagaan bersifat ‘top-down’; (5) pertumbuhannya cepat namun bersifat mekanistik; (6) organisatornya adalah para pakar spesialis; dan (7) orintasinya adalah bagaimana menyelesaikan program/proyek secara cepat sehingga mampu menghasilkan pertumbuhan. Dengan melihat pada kreteria di atas nampak

Page 14: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

6 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

bahwa peranan penduduk lokal dalam proses pembangunan sangat sedikit. Oleh sebab itu perlu adanya konsep baru dalam pembangunan.

1.2. Tujuan Kegiatan

Tujuan dari Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Kabupaten Gunungkidul adalah mengkaji hubungan antara Pembangunan Berwawasan Kependudukan sebagai dimensi proses dengan Pembangunan Manusia. Secara operasional tujuan tersebut dijabarkan dalam beberapa tujuan khusus sebagai berikut.

a) Mengkaji Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan menurut dimensi penyusunnya, baik dimensi partisipasi, dimensi keberpihakan, dimensi keberlanjutan, dan dimensi kesetaraan.

b) Mengkaji indikator dominan utamanya nilai-nilai ekstrim penentu Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan sebagai upaya mencari penjelas logis dari nilai-nilai tersebut.

c) Mengkaji Indeks Pembangunan Manusia menurut dimensi penyusunnya, baik dimensi ekonomi, dimensi pendidikan, dan dimensi kesehatan.

d) Mengkaji hubungan antara Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan dengan Indeks Pembangunan Manusia.

Page 15: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 7

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Telaah Teoritis Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan

Pembangunan Manusia

Untuk menyusun indikator tersebut harus ada telaah konseptual yang memadai agar dapat dijadikan landasan dalam mengidentifikasi variabel yang diperlukan. Penyusunan IPBK mendasarkan pada konsep Pembangunan Berwawasan Kependudukan (PBK) yang telah disusun oleh BKKBN. Konsep tersebut diperkaya dengan literatur terkait lainnya. Bagian ini penting karena menjadi dasar dalam menentukan dimensi PBK.

Strategi pembangunan yang berpusat pada manusia/penduduk (people centered development/PCD) pertama kali diajukan oleh David Korten (1984) dengan memasukkan tiga nilai utama, yaitu justice, sustainability dan inclusiveness. Menurut Korten (1987) paradigma pembangunan yang berpusat pada penduduk merupakan jawaban terhadap kebutuhan pendekatan baru dalam pembangunan.

Perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa tema utama dalam PCD terkluster ke dalam empat isu utama (http://en.wikipedia.org/ wiki/People-centered_development) yaitu: sustainability (keberlanjutan), participation (partisipasi) dan justice (keadilan). Keberlanjutan mencakup dua element pokok, yaitu keberlanjutan sosial, ekonomi dan lingkungan. Partisipasi mencakup tiga elemen lainnya yaitu government accountability,

access to relevant information, gender equality. Sementara itu elemen yang masuk ke dalam keadilan adalah local ownership, sovereignty of the people, government enablement, serta employment dan income generation.

Di dalam konsep PBK yang dipublikasikan oleh BKKBN (Permana, 2012), PBK berkaitan dengan tiga konsep lainnya, yaitu

1. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) 2. Pembangunan Sumber Daya Manusia (Human Resource Decelopment) 3. Pembangunan Manusia (Human Development)

a) Secara konseptual, sustainable development didefinisikan sebagai

development that meets the needs of the present without compromising the

ability of future generations to meet their own needs. Prinsip utama yang

Page 16: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

8 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

terkadung dalam definisi tersebut adalah keberlanjutan (sustainability) yang mencakup tiga sector yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Berdasarkan pemahaman ini makan keberlanjutan (sustainability) merupakan dimensi penting yang harus diperhatikan dalam pembangunan berwawasan kependudukan. Jika keberlanjutan dalam konsep pembangunan terfokus pada tiga elemen utama yaitu ekonomi, social dan lingkungan, bagaimana posisi kependudukan dalam hal ini ? Para ahli pada umumnya menolak konsep pertumbuhan tak terbatas (unlimited growth), baik dari sisi kependudukan maupun dari produksi ekonomi (lihat Harris, 2003). Memang sampai sekarang masih muncul kesulitan tersendiri untuk merumuskan daya dukung, sebagai indikator penting dalam keberlanjutan, akan tetapi secara jelas dapat perkirakan bahwa sumber daya dan lingkungan memiliki keterbatasan kapasitas. Dengan mendasarkan pada pemikiran ini maka keberlanjutan (sustainability) mensyaratkan kondisi penduduk yang stabil (stable population). Dengan demikian kebijakan kependudukan harus menjadi elemen sentral dari pembangunan ekonomi. Scherr (1997) menunjukkan bahwa menjaga integritas lingkungan tergantung pada tingkat perlambatan penduduk.

b) PSDM (Human Resource Development) adalah usaha untuk

memperbesar kemampuan berproduksi seseorang atau masyarakat, baik dalam pekerjaan, seni dan kegiatan lainnya yang dapat memperbaiki taraf hidup bagi diri sendiri atau orang lain. Konsep ini mengilustrasikan pentingnya produktivitas dalam pembangunan. Produktivitas hanya dapat ditingkatkan jika terdapat akses yang optimal bagi penduduknya terhadap sumber daya yang tersedia. Dalam pendekatan terpadu PSDM, ada tiga langkah yang diperlukan yaitu pengendalian kuantitas SDM; pengembangan kualitas SDM dan Pemanfaatan SDM. Pengendalian kuantitas diperlukan dalam rangka memngendalikan demand (kebutuhan) agar sumber daya yang tersedia dengan mudah dapat menyeimbangkan supply dengan kebutuhan. Jika hal ini dapat dilakukan maka usaha untuk mengembangkan atau meningkatkan kualitas dapat dilakukan dengan lebih mudah. Kualitas SDM yang tinggi akan mampu meningkatkan produktivitas SDM sebagai hasil dari pemanfaatan yang optimal. Pendekatan terpadu ini memberikan penegasan pentingnya kebijakan pengendalian penduduk dalam pencapaian produktivitas yang tinggi. Di pihak lain, peningkatan kualitas SDM menjadi prasyarat bagai pemanfaatan SDM untuk meningkatkan produktivitas.

Page 17: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 9

Di dalam usaha untuk meningkatkan kualitas SDM, secara teoritis dapat ditelusur dari teori Human Capital Investment yang menekankan pentingnya pendidikan dan kesehatan sebagai modal manusia. Asumsi dasar yang dipakai adalah bahwa peningkatan produktivitas berkaitan dengan inovasi, melalui investasi untuk modal manusia yang berupa pengetahuan (knowledge) dan kesehatan. Hal ini sangat terkait dengan konsep pembangunan manusia yang juga menekankan pentingnya pengetahuan (pendidikan) dan kesehatan penduduk.

c) Konsep yang ketiga adalah Pembangunan manusia (Human

development) yang diterjemahkan sebagai a process of enlarging people’s

choices. The most critical of these wide-ranging choices are to live a long

and healthy life, to be educated and to have access to resources needed for a

decent standard of living. Additional choices include political freedom,

guaranteed human rights and personal self-respect (HDR 1990). Identik dengan PSDM, kata kunci yang penting dalam konsep ini adalah aksesibilitas utamanya pada tiga aspek penting yaitu ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Dengan kata lain, pembangunan berwawasan kependudukan berarti pembangunan yang memberikan akses sebesar-besarnya bagi penduduk untuk memperoleh pelayanan di bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Dalam kaitannya dengan konsep pembangunan manusia, terdapat

perbedaan yang perlu diperhatikan. Dalam konsep pembangunan manusia maka HDI atau IPM diperlakukan sebagai indikator untuk mengukur hasil pembangunan. Atau dengan kata lain, HDI/IPM adalah indikator output. Sementara itu, pembangunan berwawasan kependudukan merupakan proses untuk mencapai output tersebut. Oleh karena itu indikator pembangunan berwawasan kependudukan (IPBK) adalah indikator proses. Hal ini merupakan salah satu prinsip penting dalam penyusunan IPBK sebab IPBK hanya dapat digunakan jika memiliki korelasi dengan HDI.

Disamping itu perlu juga diperhatikan tentang pengertian pembangunan berwawasan kependudukan yang dipahami sebagai pembangunan yang meletakkan penduduk baik sebagai obyek (sasaran) mapun subyek (pelaku) pembangunan. Dalam konsep ini, pendudukan berperan ganda, baik sebagai obyek atau sasaran pembangunan, maupun sebagai subyek atau pelaku pembangunan. Dari konsep ini dapat diambil dua isu penting. Pertama pembangunan harus memihak kepada penduduk, karena penduduk merupakan obyek pembangunan. Kedua, sebagai subyek, pembangunan harus menjami peran aktif atau partisipasi penduduk secara optimal. Peran ini yang kemudian diterjemahkan sebagai pembangunan yang population responsive. Artinya adalah pembangunan harus responsif terhadap aspirasi penduduk.

Page 18: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

10 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Disamping itu, aspek penting lainnya yang tercakup dalam konsep pembangunan berwawasan kependudukan adalah konsep population

influencing yang menggambarkan sejauh mana aspek kependudukan telah dijadikan bagian integral dari perencanaan pembangunan. Hal ini dipandang penting sebab hanya dengan memperhatikan aspek kependudukan dalam perencanaan pembangunan, maka pembangunan dapat berjalan dengan baik.

Hubungan antara pembangunan berkelanjutan (sustainable

development), pembangunan SDM (human resources development), pembangunan manusia (human development, dan pembangunan berwawasan kependudukan (people centered development) dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar di atas menunjukkan bahwa ada kaitan yang erat antara keempat konsep pembangunan tersebut. Hubungan antara keempat konsep tersebut bersifat reciprocal dan integral. Gambar tersebut juga mengilustrasikan bahwa pembangunan berwawasan kependudukan diposisikan sebagai proses yang menjadi salah satu prerequisite tercapainya pembangunan manusia. Hal inilaha yang menunjukkan bahwa pembangunan berwawasan kependudukan adalah proses, sementara pembangunan manusia adalah hasil.

2.2 Operasionalisasi Pengukuran Pembangunan Berwawasan

Kependudukan

Langkah pertama di dalam penyusunan Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan (IPBK) adalah menentukan dimensi. Penentuan dimensi tersebut didasarkan pada konsep pembangunan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, yaitu : 1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan 2. Konsep Pembangunan Manusia 3. Konsep Pembangunan Sumber Daya Manusia 4. Konsep Pembangunan Berwawasan Kependudukan

Page 19: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 11

Metode untuk menentukan dimensi yang akan dipakai dalam menyusun indeks dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah identifikasi terhadap dimensi utama yang tercakup di dalam masing-masing konsep pembangunan. Tahap kedua adalah melakukan uji publik dengan metode delphi melalui serangkaian workshop yang melibatkan ahli. Hasil tahap pertama diperoleh lima dimensi yang telah disepakati oleh para ahli, yaitu Dimensi Partisipasi, Dimensi Keberlangsungan, Dimensi Pro rakyat atau Dimensi Pemihakan, Dimensi Integrasi, dan Dimensi Kesetaraan. Penjabaran dari dimensi-dimensi penyusun IPBK adalah sebagai berikut. 1. Dimensi Partisipasi : dimensi ini merupakan penterjemahan dari prinsip

bahwa penduduk adalah pelaku pembangunan. 2. Dimensi Keberlangsungan : dimensi ini disarikan dari prinsip

pembangunan berkelanjutan. 3. Dimensi Pro rakyat : dimensi ini merupakan terjemahan dari prinsip

penduduk sebagai obyek pembangunan dengan memasukkan tiga elemen dasar dalam indikator pembangunan manusia meliputi elemen ekonomi, elemen pendidikan, dan elemen kesehatan.

4. Dimensi Integrasi : dimensi ini mewakili prinsip bahwa data-data kependudukan adalah dasar utama bagi perencanaan kependudukan dan harus menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan.

5. Dimensi Kesetaraan: dimensi ini mewakili prinsip bahwa pembangunan kependudukan harus mengusung kesetaraan kepentingan baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Penyusunan Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan telah ditentukan dengan mengintegrasikan lima dimensi pokok. Tahap berikutnya adalah pemilihan variabel-variabel di tiap dimensi secara representatif. Ini berarti bahwa variabel yang dipilih mampu menggambarkan dimensi yang hendak diukur. Terkait dengan pemilihan variabel yang selanjutnya menjadi indikator di tiap-tiap dimensi, maka beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

1. Sederhana (simple), karena indikator akan digunakan untuk mengukur pembangunan di Indonesia pada tingkat kabupaten/kota maka indikator harus sederhana.

2. Terukur (measurable), indikator yang digunakan bersifat kuantitatif yang terukur secara jelas sehingga memungkinkan perhitungan matematis untuk menyusun indikator komposit.

3. Tersedia (availability), indikator yang dipilih harus tersedia di semua daerah yang akan diukur.

4. Relevan (relevancy), indikator harus relevan dengan kabijakan yang akan diambil.

5. Sensitif (sensitive), indikator harus sensitif terhadap “apa” yang akan diukur.

Page 20: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

12 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

6. Kemudahan (user friendly), indikator harus mudah dihitung, dimengerti, dan diterapkan dalam rangka melakukan evaluasi proses pembangunan yang sedang berlangsung.

Tahap berikutnya setelah beberapa kriteria indikator ditentukan, maka perlu pencermatan secara operasional dalam dua hal sebagai berikut.

1. Pemilihan indikator dilakukan dengan mendasarkan dimensi baik Dimensi Partisipasi, Dimensi Keberlangsungan, Dimensi Pro Rakyat, dan Dimensi Integrasi dengan menurunkannya ke dalam variabel-variabel yang telah terukur.

2. Mengidentifikasi indikator yang ada di RPJMN yang sesuai dengan konsep-konsep tersebut. Secara ideal indikator pembangunan berwawasan kependudukan

seharusnya diukur dalam tingkat proses. Akan tetapi karena minimnya data yang tersedia, maka penyusunan indikator juga menggunakan indikator output.

Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan merupakan indeks komposit dari lima dimensi yaitu dimensi partisipasi, dimensi keberlangsungan/keberlanjutan, dimensi pemihakan, dimensi integrasi, dan dimensi kesetaraan. Kelima dimensi tersebut adalah representasi dari proses pembangunan yang berwawasan kependudukan. Secara keseluruhan, variabel yang disepakati dapat menggambarkan seluruh dimensi berjumlah 30 variabel. Distribusi variabel penentu di tiap-tiap dimensi adalah sejumlah 13 variabel untuk dimensi partisipasi, 9 variabel untuk dimensi keberlanjutan, 3 variabel untuk dimensi pemihakan, 2 variabel untuk dimensi integrasi, dan 3 variabel untuk dimensi kesetaraan.

Setelah variabel-variabel dalam indikator tersebut peroleh, selanjutnya dilakukan uji statistik dengan tujuan untuk mengecek validitas data berdasarkan distribusinya di tiap-tiap dimensi. Langkah uji statistic secara detil adalah sebagai berikut.

1. Menetapkan daerah kajian untuk penyusunan indeks. Daerah yang akan dikaji untuk penyusunan IPBK adalah seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

2. Mengumpulkan semua indikator/variabel yang sudah ditentukan sebagai penyusun dimensi dalam indeks

3. Melakukan test statistik dalam rangka untuk uji validitas dari distribusi data

4. Memilih variabel berdasarkan hasil test statistic, yakni variabel yang mewakili tiap dimensi dan memiliki korelasi signifikan.

5. Menyusun indeks komposit baik pada tingkat dimensi penyusun maupun gabungan dari semua dimensi yang selanjutnya disebut Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan (IPBK).

Page 21: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 13

Tabel 2.1 Variabel Penyusun yang Digunakan untuk Menghitung Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan

Indikator

(Indeks) Variabel

1. Partisipasi

1. Contraceptive Prevalence Rate 2. Persentase bayi berumur kurang dari satu tahun yang

memperoleh Imunisasi

3. Angka Partisipasi Murni SD, SLTP, SLTA

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

5. Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan

antenatal 2. Keberlang sungan

1. Persentase luas area hutan terhadap total luas wilayah 2. Persentase rumah tangga dengan pembuangan limbah

tradisional

3. Pemihakan

1. Persentase APBD untuk pendidikan 2. Persentase APBD untuk kesehatan

4. Kesetaraan

1. Persentase alokasi anggaran pemberdayaan perempuan terhadap APBD

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan Setelah memasukkan data 30 variabel penyusun IPBK dalam uji statistik,

maka didapatkan 11 variabel yang secara signifikan menentukan nilai IPBK. Penentuan 11 variabel tersebut selain melalui uji statistik, juga telah diseleksi berdasarkan ketersediaan data. Secara detil sebelas variabel yang digunakan untuk menghitung IPBK tersebut tersaji pada pada Tabel 2.2.

Penyusunan IPBK secara operasional dilakukan dengan rumus sederhana dalam penyusunan indeks, sebagaimana yang juga dilakukan dalam menyusun Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index). Sebagaimana dalam penyusunan HDI, indeks ditentukan melalui perbandingan perbandingan antara selisih suatu nilai aktual dari tiap-tiap variabel penyusun dan nilai minimalnya dengan selisih nilai maksimal dan nilai minimal variabel yang bersangkutan. Nilai maksimal adalah nilai tertinggi yang dapat dicapai, misalnya 100 persen untuk variabel yang nilainya dalam persen. Nilai minimal adalah nilai terendah dari variabel, misalnya nol persen. Rumus penyusunan IPBK yang digunakan adalah sebagai berikut:

Page 22: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

14 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Dimana : X (i,j) = Indikator ke-i dari daerah j X (i – maks) = Nilai minimum dari X(i) X (i - min) = Nilai minimum dari X(i)

Tabel 2.2 Nilai Maksimal dan Minimal Indikator IPBK

Komponen IPBK Maksimum Minimu

m

1. Contraceptive Prevalence Rate (CPR), dinyatakan dalam persen (%) 100 0

2. Persentase bayi berumur kurang dari satu tahun yang memperoleh Imunisasi, dinyatakan dalam persen (%) 100

0

3. Angka Partisipasi Murni SD, SLTP, SLTA, dinyatakan dalam persen (%) 100

0

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)¸ dinyatakan dalam persen (%) 100

0

5. Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal, dinyatakan dalam persen (%) 100

0

6. Persentase luas area hutan terhadap total luas wilayah, dinyatakan dalam persen (%) dengan luas referensi maksimal adalah 60 persen 60

0

7. Persentase rumah tangga dengan pembuangan limbah tradisional, dinyatakan dalam persen (%) 100

0

8. Persentase APBD untuk pendidikan, dinyatakan dalam persen (%) dengan referensi maksimal 60 persen 60

0

9. Persentase APBD untuk kesehatan, dinyatakan dalam persen (%) dengan referensi maksimal 30 persen 30

0

10. Persentase alokasi anggaran perempuan terhadap APBD, dinyatakan dalam persen (%) dengan referensi maksimal 10 persen 10

0

11. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan, dinyatakan dalam persen (%) 100

0

Indeks X (i,j) = [X (i,j) – X (i - min) ] / [X (i – maks) - X(i – min)]

Page 23: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 15

Bab 3

Kondisi Wilayah

dan Kependudukan

3.1 Kondisi Wilayah

Wilayah Gunungkidul berada di 7°46`Lintang Selatan dan 8°09` Lintang

Selatan serta 110°21` Bujur Timur hingga 110°50` Bujur Timur memiliki luas wilayah sebesar 1.481,76 km² atau sebesar 47% dari total luas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Gunungkidul ini berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia, adapun batas wilayahnya yaitu:

- Sebelah Utara : Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah

- Sebelah Timur : Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah - Sebelah Selatan: Samudera Hindia - Sebelah Barat : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, Daerah

Istimewa Yogyakarta.

Kabupaten Gunungkidul memiliki 18 Kecamatan dan 144 Desa. Adapun luas kecamatan yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul dapat diamati pada Tabel 3.1. Kecamatan Panggang merupakan kecamatan terluas di kabupaten ini yakni 7,95% dari luas Kabupaten Gunungkidul atau sebesar 117,75 km². Kecamatan yang paling kecil wilayahnya adalah Kecamatan Purwosari dengan luas wilayah 39,56 km² atau sebesar 2,67% dari luas wilayah Kabupaten Gunungkidul.

Page 24: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

16 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Page 25: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 17

3.2 Kondisi Kependudukan

Paradigma pembangunan beberapa tahun belakangan ini telah bergeser dari pembangunan yang bersifat top-down ke arah pembangunan yang bersifat bottom-up, dimana fokus utama yang dilakukan terletak pada pembangunan sosial. Manusia dan pembangunan merupakan satu rangkaian yang terkait erat dengan sumberdaya alam dan lingkungan. Sebagai komponen pokok pembangunan, penduduk dituntut untuk mampu memanfaatkan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kesejahteraan hidup. Wujud komponen yang terkait dengan penduduk adalah komponen demografi, komponen ekonomi, dan komponen sosial budaya. Ini berarti bahwa karakteristik demografi, karakteristik sosial ekonomi, dan karakteristik sosial budaya merupakan aspek pokok yang penting untuk dikaji. Oleh karena itu, berikut disajikan deskripsi karakteristik demografi, karakteristik sosial ekonomi, dan karakteristik sosial budaya di Kabupaten Gunungkidul,

Tabel 3.1. Luas Wilayah di Kabupaten Gunungkidul Menurut

Kecamatan

Nama Kecamatan Luas

(km²) (%) Nglipar 67,15 4,53 Semin 92,58 6,25 Semanu 102,88 6,94 Wonosari 77,17 5,21 Ngawen 55,33 3,73 Paliyan 63,66 4,30 Panggang 117,75 7,95 Gedangsari 64,36 4,34 Patuk 74,95 5,06 Karangmojo 88,19 5,95 Purwosari 39,56 2,67 Girisubo 108,23 7,30 Saptosari 72,69 4,91 Ponjong 116,09 7,83 Tanjungsari 75,26 5,08 Rongkop 83,63 5,64 Tepus 89,66 6,05 Playen 92,62 6,25 Total 1481,76 100,00

Sumber: Pengolahan data RBI Digital

Page 26: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

18 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

khususnya di sembilan belas Kecamatan yang terdapat didalamnya. Secara administrasi Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan yang terbagi menjadi 144 desa dengan klasifikasi 16 desa swasembada dan 128 desa swadaya.

Jumlah penduduk di Kabupaten Gunungkidul tahun per Januari 2011 berdasarkan Podes 2011 tercatat sebanyak 677.998 jiwa yang terdiri dari 327.841 jiwa laki-laki dan 350.157 jiwa perempuan. Secara umum rata-rata rasio jenis kelamin, yaitu perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan di Kabupaten Gunungkidul adalah 93,63 persen. Angka ini memberi arti bahwa komposisi penduduk menurut jenis kelamin di seluruh Kabupaten Gunungkidul relatif berimbang. Terdapat sekitar 94 laki-laki dibanding 100 perempuan di setiap 203 penduduk laki-laki dan perempuan. Terjadi pola umum bahwa jumlah perempuan di seluruh kecamatan di Kabupaten Gunungkidul jumlahnya lebih banyak daripada jumlah laki-lakinya. Konsentrasi penduduk tertinggi berada di Kecamatan Wonosari dengan jumlah penduduk mencapai 79.359 jiwa atau 11,7 persen dari total seluruh penduduk Kabupaten Gunungkidul. Hal ini cukup wajar mengingat Kecamatan Wonosari merupakan ibukota kabupaten sehingga berbagai aktivitas ekonomi maupun sarana dan prasarana lebih lengkap dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Faktor lain seperti transportasi maupun letak yang strategis dapat menjadi suatu megnet bagi konsentrasi penduduk dengan dicirikan pada jumlah permukiman yang cukup padat maupun aktivitas kegiatan lain yang lebih kompleks. Kecamatan lain yang mempunyai jumlah penduduk cukup banyak berada di Kecamatan Playen dengan jumlah penduduk mencapai 54.796 jiwa (8,08%), sedangkan jumlah penduduk di kecamatan lainnya rata-rata lebih sedikit bahkan di Kecamatan Purwosari jumlah penduduknya hanya berjumlah 19.493 jiwa (2,87%). Tiga kecamatan berturut-turut dengan persentase jumlah penduduk kecil adalah Purwosari (2,87%), Girisubo (3,28%) dan Tanjungsari (3,79%). Secara lengkap jumlah dan komposisi penduduk di Kabupaten Gunungkidul disajikan pada Tabel 3.2.

Page 27: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 19

Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul

Tahun 2011 dan 2013

Kecamatan 2011 2013 Sex

Ratio 2013 L P Total L P Total

Panggang 12760 13844 26604 12872 13967 26839 92,16

Purwosari 9331 10162 19493 9374 10227 19601 91,66

Paliyan 14001 15153 29154 14132 15310 29442 92,31

Saptosari 16563 17790 34353 16718 17975 34693 93,01

Tepus 15252 16714 31966 15394 16888 32282 91,15

Tanjungsari 12397 13363 25760 12512 13502 26014 92,67

Rongkop 13004 13963 26967 13125 14107 27232 93,04

Girisubo 10567 11675 22242 10664 11797 22461 90,40

Semanu 24998 26866 51864 25230 27145 52375 92,95

Ponjong 24151 25772 49923 24389 26041 50430 93,66

Karangmojo 23570 25317 48887 23789 25579 49368 93,00

Wonosari 38814 40545 79359 38975 40755 79730 95,63

Playen 26488 28308 54796 26663 28506 55169 93,53

Patuk 14932 15668 30600 14983 15733 30716 95,23

Gedangsari 17322 18029 35351 17483 18216 35699 95,98

Nglipar 14442 15339 29781 14574 15480 30054 94,15

Ngawen 15453 16298 31751 15581 16432 32013 94,82

Semin 23796 25351 49147 24016 25614 49630 93,76

Gunungkidul 327841 350157 677998 330474 353274 683748 93,55 Sumber: Gunungkidul dalam Angka, 2012 dan 2014

Jumlah penduduk dapat menjadi potensi dan kendala perkembangan wilayah. Dalam hali ini diibaratkan seperti pisau yang bermata dua, di satu sisi jumlah penduduk yang besar dapat memberikan kontribusi positif terhadap wilayahnya seperti mampu menyediakan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup dan sebagai modal pembangunan yang kuat dalam mengelola sumberdaya yang tersedia. Namun di sisi lain, jumlah penduduk yang yang tinggi dapat pula menimbulkan dampak negatif pada keseimbangan, misalnya terhadap pangan, permukiman, ketenagakerjan dan sebagainya, jika penduduknya tidak berkualitas. Keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung wilayah secara umum akan mempengaruhi kualitas penduduk baik dari sisi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

Page 28: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

20 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Indikator demografi lain yang penting diidentifikasi adalah pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk adalah indikator demografi yang penting karena dapat digunakan sebagai penunjuk struktur demografi berikut konsekuensinya. Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap struktur demografi suatu wilayah dapat dikaji berdasarkan kelahiran, kematian, dan migrasi. Ketiga variabel tersebut adalah penentu laju pertumbuhan penduduk yang juga menandakan besar kecilnya pertambahan penduduk alami secara periodik (natural increase). Sebagai contoh, suatu wilayah dengan struktur demografi muda berarti tingkat kelahiran di wilayah tersebut tinggi. Konsekuensi ikutannya adalah perlunya peningkatan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kontrasepsi untuk mengatur kelahiran, penyediaan sarana pendidikan dasar anak, dan sebagainya.

Disebabkan karena keterbatasan data jumlah penduduk secara periodik menurut tahun, maka indikator pertumbuhan penduduk belum dapat disajikan. Sebagai gantinya, pertambahan penduduk alami dapat digunakan sebagai penunjuk dinamika penduduk menurut waktu. Pada tahun 2011, secara umum di Kabupaten Gunungkidul terdapat pertambahan penduduk dengan persentase pertambahan adalah -0,74 persen. Data ini diperoleh dari data sensus penduduk tahun 2009 dan 2011 yang dilakukan perhitungan pertumbuhannya. Pertumbuhan ini sangat dinilai sangat kecil terhadap pertambahan penduduk di kabupaten ini dan sifatnya adalah mengurangi jumlah.

Distribusi pertumbuhan penduduk menurut kecamatan, pertumbuhan penduduk terbanyak di Kecamatan Wonosari sebanyak 2,3 persen, diikuti Kecamatan Purwosari sebesar 1,73 persen dan Kecamatan Patuk sebesar 2,8 persen. Selain ketiga kecamatan di atas dan Ngawen, pertumbuhan penduduk di seluruh Kabupaten Gunungkidul adalah negatif. Aspek pertumbuhan penduduk tentu saja dipengaruhi oleh lahir, mati, dan aktivitas datang, pergi (mobilitas dan migrasi). Alasan migrasi ke tempat yang dianggap lebih sejahtera menjadi alasan negatifnya angka pertumbuhan penduduk di wilayah ini. Kelahiran yang sedikit diduga kuat juga menjadi pemicu utama rendahnya pertumbuhan penduduk di tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Gunungkidul. Pertumbuhan penduduk tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat dari Tabel 3.3.

Page 29: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 21

Tabel 3.3 Pertumbuhan Penduduk Dirinci menurut Kecamatan

di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009 – 2013

Kecamatan Penduduk

2009 Penduduk

2011 Penduduk

2013 Pertumbuhan

2009-2011 Pertumbuhan

2011-2013

Panggang 26614 26604 26839 -0,02 0,44

Purwosari 18834 19493 19601 1,73 0,28

Paliyan 30065 29154 29442 -1,53 0,49

Saptosari 35581 34353 34693 -1,74 0,49

Tepus 33864 31966 32282 -2,84 0,49

Tanjungsari 26502 25760 26014 -1,41 0,49

Rongkop 29037 26967 27232 -3,63 0,49

Girisubo 23873 22242 22461 -3,48 0,49

Semanu 53839 51864 52375 -1,85 0,49

Ponjong 51359 49923 50430 -1,41 0,51

Karangmojo 49996 48887 49368 -1,12 0,49

Wonosari 75836 79359 79730 2,3 0,23

Playen 53624 54796 55169 1,09 0,34

Patuk 28956 30600 30716 2,8 0,19

Gedangsari 37112 35351 35699 -2,4 0,49

Nglipar 29916 29781 30054 -0,23 0,46

Ngawen 31580 31751 32013 0,27 0,41

Semin 51556 49147 49630 -2,36 0,49

Total 688144 677998 683748 -0,74 0,42

Sumber: Gunungkidul Dalam Angka 2012

Pertumbuhan penduduk mempunyai hubungan yang jelas dengan proses pembangunan dan kondisi lingkungan. Pertumbuhan penduduk berpengaruh terhadap ketersediaan tenaga kerja potensial walau memang hubungannya tidak selalu positif. Pertumbuhan penduduk yang tinggi belum tentu akan memberikan dampak positif dari sisi ketenagakerjaan, utamanya pada wilayah yang telah memiliki kepadatan tinggi. Begitu pun halnya dengan kondisi lingkungan, jika kepadatan penduduk masih rendah, maka tingginya pertumbuhan penduduk akan bermanfaat bagi perbaikan kondisi lingkungan hidup.

Keseimbangan antara jumlah penduduk dan daya dukung lingkungan secara kasar dapat dilihat melalui tingkat kepadatan geografis. Kepadatan geografis ditentukan melalui perbandingan antara jumlah penduduk terhadap

Page 30: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

22 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

luas wilayah. Indikator kasar ini dapat digunakan untuk menentukan perkembangan pembangunan di suatu wilayah. Wilayah dengan kepadatan rendah berhubungan dengan rendahnya tenaga potensial untuk pembangunan. Dalam hal ini, daya dukung wilayah boleh jadi memadai, tetapi kalau dikaji berdasarkan sumber daya dalam wujud tenaga potensial yang mendukung proses pembangunan adalah rendah. Rendahnya sumber daya manusia yang dimiliki ini sedikit banyak akan berdampak pada lambatnya pembangunan daerah. Wilayah dengan kepadatan tinggi juga bermasalah dalam pembangunan daerah. Kepadatan yang tinggi cenderung menguntungkan dari sisi jumlah tenaga potensial tetapi tidak demikian dalam hal daya dukung wilayah. Berbagai masalah sosial ekonomi seperti kurangnya lahan untuk permukiman, banyaknya pencari kerja, jeleknya sanitasi, tingginya polusi dan sebagainya dapat terjadi karena jumlah penduduk yang terlalu banyak.

Secara administrasi Kabupaten Gunungkidul terdiri 18 kecamatan yang terbagi menjadi 144 desa. Dilihat dari klasifikasinya, desa/kelurahan di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 16 desa/kelurahan swasembadadan 128 desa/kelurahan swadaya. Jumlah desa terbanyak terdapat di Kecamatan Wonosari sebanyak 14 desa atau 9,7 persen dari total desa di Kabupaten Gunungkidul. Kecamatan dengan jumlah desa terbanyak berikutnya adalah Kecamatan Bokan Playen dan Ponjong yang masing-masing sebanyak 13 desa (9,02%) dan 11 desa (7,6%). Sementara itu, kecamatan dengan jumlah desa paling sedikit adalah Kecamatan Tepus, Tanjungsari, dan Semanu yaitu masing-masing memiliki 5 desa (3,4%). Terkait dengan manajemen dan pelaksanaan pembangunan wilayah, kecamatan dengan jumlah desa sedikit cenderung lebih mudah pelaksanaan manajemennya dibandingkan dengan kecamatan dengan jumlah desa banyak.

Luas wilayah di tiap kecamatan juga bervariasi. Semanu merupakan kecamatan yang paling luas yaitu 108,39 km2 (7,30%) diikuti oleh Kecamataan Tepus yaitu 104,91 km2 (7,06%), dan Kecamatan Playen dengan luas 105,26 km2 (7,09%). Kecamatan yang paling kecil adalah Ngawen dengan luas 3,14% (46,59 km2) diikuti oleh Kecamatan Paliyan yaitu 58,07 km2 (4,83%). Berdasarkan Informasi jumlah penduduk dengan luas wilayah akan diperoleh kepadatan penduduk geografis di tiap kecamatan. Kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Wonosari yaitu 1.051 jiwa/km2 kemudian diikuti Kecamatan Ngawen dengan kepadatan 681 jiwa/km2. Wilayah dengan kepadatan terendah berada di Kecamatan Girisubo (235 jiwa/km2) dan Kecamatan Panggang (267 jiwa/km2). Kepadatan penduduk yang tidak merata menunjukkan bahwa luas wilayah yang dimiliki tidak seimbang sehingga karakteristik persebaran permukimannya tidak sama. Selain itu, kemajuan suatu wilayah juga menjadi faktor dominan seseorang untuk tinggal dan menetap di suatu wilayah. Luas dan kepadatan penduduk secara detail tersaji

Page 31: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 23

pada Tabel 3.4 dan secara spasial disajikan dalam Gambar 3.1 tentang Peta Kepadatan Penduduk.

Tabel 3.4 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan

di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 dan 2013

Kecamatan Luas Area Jumlah

Desa

Penduduk Kepadatan

Km % 2011 2013 2011 2013

Panggang 99,8 6,72% 6 26604 26839 267 269

Purwosari 71,76 4,83% 5 19493 19601 272 273

Paliyan 58,07 3,91% 7 29154 29442 502 507

Saptosari 87,83 5,91% 7 34353 34693 391 395

Tepus 104,91 7,06% 5 31966 32282 305 308

Tanjungsari 71,63 4,82% 5 25760 26014 360 363

Rongkop 83,46 5,62% 8 26967 27232 323 326

Girisubo 94,57 6,37% 8 22242 22461 235 238

Semanu 108,39 7,30% 5 51864 52375 478 483

Ponjong 104,49 7,03% 11 49923 50430 478 483

Karangmojo 80,12 5,39% 9 48887 49368 610 616

Wonosari 75,51 5,08% 14 79359 79730 1051 1056

Playen 105,26 7,09% 13 54796 55169 521 524

Patuk 72,04 4,85% 11 30600 30716 425 426

Gedangsari 68,14 4,59% 7 35351 35699 519 524

Nglipar 73,87 4,97% 7 29781 30054 403 407

Ngawen 46,59 3,14% 6 31751 32013 681 687

Semin 78,92 5,31% 10 49147 49630 623 629

1485,36 100,00% 144 677998 683748 456 460

Sumber: Gunungkidul Dalam Angka 2012

Page 32: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

24 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Gambar 3.1 Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Gunungkidul

Page 33: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 25

Jumlah dan kepadatan penduduk bukan hanya sekedar informasi demografi, tetapi lebih dari itu, jumlah dan kepadatan penduduk adalah indikator penting kondisi lingkungan di suatu wilayah. Setidaknya terdapat tiga nilai penting informasi jumlah dan kepadatan penduduk sebagai berikut ini.

(a) Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk adalah salah satu penciri intensitas perkembangan wilayah. Penjelasannya sederhana, dengan prinsip ada gula ada semut, suatu wilayah yang telah berkembang pesat cenderung memiliki nilai kefaedahan (value advantage) lebih tinggi daripada wilayah lain. Hal ini akan menjadi daya tarik bagi penduduk untuk bermigrasi masuk (inmigration).

(b) Jumlah dan kepadatan penduduk dapat digunakan sebagai dasar perkiraan kompleksitas permasalahan lingkungan di suatu wilayah. Seirama dengan intensitas perkembangan wilayah, wilayah yang berkembang secara pesat biasanya diikuti dengan meningkatnya masalah lingkungan, seperti lingkungan sosial yang tidak baik, permukiman kumuh, sanitasi jelek, dan banyaknya penganggur. Kompleksitas permasalahan lingkungan tersebut selanjutnya memberikan input program apa yang penting untuk dilakukan.

(c) Jumlah dan kepadatan penduduk menunjukkan rasio ketergantungan penduduk terhadap lahan dan tingkat eksploitasi sumberdaya alam. Semakin tinggi jumlah dan kepadatan penduduk maka tingkat pendayagunaan sumberdaya alam

3.3 Sumber Daya Ekonomi dan Sosial

Sumberdaya sosial ekonomi wilayah secara umum dapat dilihat pada dua level yaitu tataran mikro penduduk dan tataran makro wilayah. Pada tataran mikro aspek pokok yang dilihat adalah kualitas ketenagakerjaan, sementara itu pada tataran makro adalah kondisi perekonomian wilayah yang dilihat berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kondisi sumberdaya manusia pada level individu penduduk dapat dilihat melalui aspek ketenagakerjaan. Berdasarkan kondisi ketenagakerjaan, Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2009 terdapat sekitar 415.756 penduduk dengan kegiatan utama adalah bekerja, pengangguran sebanyak 17.038 orang yang terinci yaitu pengangguran terbuka sebesar 3,94 persen dan setengah penganggur sebesar 21,22 persen. Tingkat Partisipasi angkatan kerja secara total sebesar 74,42 % yang berarti bahwa sebanyak 75 penduduk dari 100 penduduk usia kerja adalah angkatan kerja. Berdasarkan Gunungkidul Dalam Angka 2012, jumlah pencari kerja pendaftar baru mencapai 2837 pada 2011 atau mengalami penurunan 35,73 persen dibandingkan pada 2010.

Page 34: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

26 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 2837 orang selama tahun 2011. Dari 2837 pencari kerja tersebut, tingkat pendidikan yang paling banyak yaitu SMK yaitu sebanyak 1579 orang pencari kerja. Sedangkan untuk SMA dan SLTP sebanyak 677 dan 189 orang. Berdasarkan jam kerjanya, penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu sebesar 22 persen atau dengan kata lain jumlah setengah penganggur di Kabupaten Gunungkidul hampir setengah dari total penduduk yang bekerja. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat setengah penganggur adalah masalah ketenagakerjaan yang umumnya terkait dengan penduduk miskin yang tidak mampu mengakses kebutuhan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak atau sering disebut dengan blue collar

worker yang pekerjaannya bercirikan 3D (Dirty, Difficult and Dangerous). Pekerjaan semacam ini erat sekali dengan pekerjaan di sektor informal dengan ciri: (a) mudah untuk dimasuki; (b) bersandar pada sumber daya lokal; (c) usaha milik sendiri; (d) operasinya dalam skala kecil; (e) padat karya dan teknologinya bersifat adaptif; (f) keterampilan dapat diperoleh diluar sistem sekolah formal; dan (g) dan tidak terkena secara langsung oleh Regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif. Di Kabupaten Gunungkidul ini biasanya dikaitkan dengan pekerja-pekerja seperti petani ladang, nelayan, tukang tambal ban, toko kelontong dan pekerja serabutan.

Potensi demografi penting yang dapat menunjukkan produktivitas sumberdaya manusia adalah beban ketergantungan penduduk tidak produktif terhadap penduduk produktif (Dependency Ratio). Angka beban tanggungan diperoleh melalui perbandingan jumlah penduduk usia tidak produktif (anak-anak dan lansia) terhadap penduduk produktif. Semakin tinggi angka beban ketergantungan, dalam arti, semakin mendekati angka 100, berarti beban tanggungan penduduk produktif terhadap penduduk tidak produktif semakin besar.

Beban tanggungan penduduk produktif di Kabupaten Gunungkidul secara keseluruhan adalah 55,92. Hal ini memiliki arti bahwa setiap 100 penduduk produktif menanggung 56 penduduk tidak produktif. Jika dilihat dari sini, maka produktivitas sumber daya manusianya sudah tinggi, yang juga berarti penduduk yang menjadi beban pembangunan sudah rendah. Dengan demikian maka pembangunan dapat terus dilakukan karena penduduk usia tidak produktif ditanggung oleh usia produktif.

Dalam istilah demografi, jika dilihat dari dependency rationya maka telah terjadi the window of opportunity dimana muaranya adalah terjadinya pembangunan yang tinggi. Meskipun demikian rasio beban ketergantungan merupakan indikator yang sangat kasar untuk mengetahui pembangunan manusia karena hanya mempertimbangkan faktor umur tanpa melihat apakah usia produktif tersebut benar-benar produktif ataukah tidak. Dengan

Page 35: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 27

demikian perlu ukuran yang lebih detail lagi untuk menunjukkan produktivitas manusia. Di Kabupaten Gunungkidul sendiri tampaknya gambaran dependency ratio belum dapat menggambarkan kondisi kesejahteraan seperti yang diharapkan. Di lapangan jumlah usia produktif yang besar tidak benar-benar dalam kondisi produktif karena umumnya mereka masih terjerat dalam kemiskinan dan kondisi yang serba terbatas.

Pada tingkat makro, kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari beberapa indikator makro ekonomi, salah satunya adalah melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB dapat digunakan untuk menilai struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan transformasi perekonomian suatu wilayah. Dari PDRB kita dapat melihat agregasi keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Besarnya nilai PDRB yang berhasil dicapai merupakan refleksi dari kemampuan daerah dalam mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya, dengan membandingkan nilai PDRB yang berhasil dicapai dari tahun ke tahun maka akan terlihat bagaimana perkembangan tingkat keberhasilan pembangunannya.

PDRB Kabupaten Gunungkidul berdasarkan harga berlaku pada Tahun

2011 mencapai 7.250.682 juta rupiah. Di antara jumlah tersebut sektor penyumbang paling besar adalah sektor pertanian (33,84%), diikuti sektor jasa (17,3%) dan perdagangan, hotel, dan restoran (14,6%). Tiga sektor tersebut mendominasi dengan total kontribusi sebanyak 65,74 persen, sedangkan 6 sektor lain kontribusinya kecil. Sektor dengan kontribusi terkecil adalah listrik, gas, dan air minum sebesar 0,96 persen, diikuti sektor pertambangan dan penggalian 1,83 persen (lihat Tabel 3.5). Dua sektor dengan kontribusi terkecil terhadap PDRB tersebut secara makro dapat dijadikan sebagai indikator perkembangan wilayah yang masih belum optimal.

Page 36: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

28 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Tabel 3.5 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar Harga

Berlaku menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Gunungkidul 2010-2012

Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013

Pertanian 35,82 34,89 33,84 34,17 33,29

Pertambangan dan Galian 1,86 1,78 1,83 1,70 1,71

Industri dan pengolahan 9,18 9,71 10,16 9,63 9,87

Listrik, Gas, Air 0,93 0,95 0,96 0,95 0,93

Bangunan 9,05 9,24 9,61 9,71 9,87

Perdagangan, Hotel dan Resto 14,87 14,68 14,60 14,56 14,58

Angkutan dan Transportasi 6,43 6,36 6,36 6,22 6,15

Keuangan, Persewaan, Persusahaan 4,91 5,11 5,35 5,47 5,66

Jasa-Jasa 16,95 17,28 17,30 17,60 17,95

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Gunungkidul Dalam Angka 2012

Satu hal yang cukup memprihatinkan, sumbangan yang besar oleh sektor pertanian ternyata tidak diikuti dengan tingkat pertumbuhan yang menggembirakan. Pada tahun 2011 sumbangan sektor pertanian sebesar 33,84% menurun sedikit dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 34,89%. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa Kabupaten Gunungkidul masih tergolong daerah agraris. Hal ini sesuai dengan potensi sebagian besar wilayah yang cenderung pada sektor pertanian. Hal ini menjadi penciri khas, lambatnya pertumbuhan sektor pertanian, sehingga apabila ingin meningkatkannya diperlukan inovasi dan usaha besar untuk meningkatkannya. Kondisi sebaliknya terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan perusahaan, yaitu meskipun sumbangannya terhadap PDRB relatif kecil (5,35%) tetapi tingkat pertumbuhannya merupakan yang terbesar yaitu mencapai 4,7 persen. Kondisi ini juga hampir sama dengan sektor industri dan pengolahan yaitu hanya sedikit memberikan kontribusi (10,16%) tetapi tingkat pertumbuhannya mencapai 4,6 persen. Distribusi sektoral PDRB secara rinci dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Page 37: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 29

Gambar 3.2 Persentase PDRB per Sektor di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011

(Sumber: Kabupaten Gunungkidul Dalam Angka 2012)

Pertanian adalah sektor ekonomi yang dijadikan sebagai tumpuan penghasilan penduduk di Kecamatan Gunungkidul. Secara konseptual pertanian dalam arti luas mencakup usaha mengolah lahan seperti perikanan, pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Pertanian di Kabupaten Gunungkidul menjadi andalan masyarakat karena pola hidup masyarakatnya yang sebagian besar adalah subsisten.

Masyarakat di Kabupaten Gunungkidul secara umum memiliki ciri-ciri agraris yang sangat dominan, hal ini dibuktikan dengan mata pencaharian dominan di tiap-tiap kecamatan adalah petani. Hampir seluruh penduduk di Kabupaten Gunungkidul penghasilan utamanya berasal dari pertanian. Subsektor atau komoditas yang paling banyak diupayakan adalah pertanian lahan kering, pertanian lahan basah dan perkebunan. Mata pencaharian utama penduduk di tiap-tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Page 38: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

30 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Tabel 3.6 Mata Pencaharian Dominan Pertanian menurut Kecamatan

di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011

Kecamatan Sumber Penghasilan

Utama

Panggang Pertanian

Purwosari Pertanian Paliyan Pertanian Saptosari Pertanian Tepus Pertanian Tanjungsari Pertanian Rongkop Pertanian

Girisubo Pertanian Semanu Pertanian Ponjong Pertanian Karangmojo Pertanian Wonosari Pertanian Playen Pertanian

Patuk Pertanian Gedangsari Pertanian Nglipar Pertanian Ngawen Pertanian Semin Pertanian

Sumber: Hasil Pengolahan Data Podes, 2011

Muara dari pembangunan ekonomi adalah peningkatan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Karakter tingkat kesejahteraan merupakan aspek penting dalam pembangunan di suatu wilayah. Dalam beberapa teori sosial menyebutkan bahwa rendahnya tingkat kesejahteraan sosial menjadi pemicu munculnya kegagalan pembangunan. Selain itu, tujuan akhir pembangunan Kabupaten Gunungkidul adalah menuju tingkat kesejahteraan yang lebih meningkat. Ukuran kemiskinan dapat diukur dengan beberapa pendekatan yang masing-masing pendekatan memiliki variabel untuk menentukan kategori rumah tangga digolongkan miskin atau tidak.

Karena keterbatasan data, kemiskinan Kabupaten Gunungkidul dilihat berdasarkan jumlah absolut. Analisis tingkat kesejahteraan selain dilakukan pada level agregat kabupaten juga dapat dikaji menurut kecamatan. Berdasarkan jumlah absolutnya, Kabupaten Gunungkidul senantiasa memiliki jumlah penduduk miskin terbesar jika dibandingkan dengan kabupaten atau kota lain di Daerah Istimewa Yogyakarta dari 2006-2010. Kondisi wilayah

Page 39: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 31

yang sebagian besar adalah batu gamping yang tidak subur dinilai sebagai salah satu penyebab kemiskinan yang ada di kabupaten ini. Selain itu, jarak yang jauh dari pusat kota (Kota Yogyakarta) menjadikan pembangunan di daerah ini menjadi terhambat sehingga akses untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik menjadi berat dan sangat sulit. Hal itulah yang dirasakan oleh desa-desa terjauh di kabupaten ini.

Kondisi dan profil sosial menentukan kinerja pengelolaan lingkungan karena terkait dengan potensi sumberdaya manusia dan kultur yang berkembang. Profil kondisi sosial budaya yang ditampilkan diantaranya aspek karakter sosial budaya masyarakat, tingkat pendidikan, dan kesehatan. Karakter sosial budaya salah satunya dicirikan dengan komposisi penduduk menurut agama. Aspek tersebut menentukan ciri kultur yang berkembang di masyarakat, sebagai contoh pada agama tertentu memiliki aspek kelembagaan dan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan. Pemeluk agama terbesar di Kabupaten Gunungkidul adalah agama Islam, kemudian Kristen Katholik, Hindu dan Budha. Walau dominan Kabupaten Gunungkidul beragama Islam, namun interaksi penduduk dengan agama lain tampaknya terjalin cukup baik.

Tabel 3.7 Indikator Kualitas Pendidikan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011

NO Pendidikan

Gunungkidul

2008 2009 2010

1 Usia rata-rata murid masuk SD 6.5 6.5 6.5

2 Jumlah tahun belajar di SD 6.0 6.0 6.0

3 Tingkat Partisipasi SD 100.55 106.36 100.31

4 Rasio murid SD terhadap jumlah guru SD 11 21 11

5 Rasio murid SD terhadap jumlah SD 113 111 108

6 Total pengeluaran rata-rata rutin per murid SD

7 Usia rata-rata murid masuk SMP 12.6 12.6 12.6

8 Jumlah tahun belajar di SMP 3.0 3.0 3.0

9 Tingkat Partisipasi SMP 109.96 111.30 111.93

10 Rasio murid SMP terhadap jumlah guru SMP 11 11 11

11 Rasio murid SMP terhadap jumlah SMP 240 236 229

Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Gunungkidul, 2012

Page 40: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

32 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Kualitas sumberdaya manusia menjadi modal terpenting dalam pembangunan di Kabupaten Gunungkidul. Sumberdaya alam yang melimpah tanpa didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai akan menjadikan pengelolaan tidak optimal, bahkan menjadi kerusakan. Kasus banyaknya sumberdaya alam yang dikelola oleh orang luar yang kondisi kualitas sumberdaya manusianya lebih baik harus menjadi perhatian pemerintah daerah. Apabila tidak terdapat kebijakan yang mengatur boleh jadi penduduk lokal hanya menjadi penonton sementara orang luar banyak berkarya meraup keuntungan dari sumber daya alam yang dieksplorasi.

Kualitas Sumberdaya manusia dapat diukur dari tingkat pendidikan dan kesehatan. Dengan pernyataan yang lain, semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesehatan, maka semakin tinggi kualitas SDM daerah. Berdasarkan data wawancara dengan masyarakat dan dinas instansi terkait, didapatkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Gunungkidul masih relatif rendah (lihat Tabel 3.7). Meskipun pendidikan dasar dan menengah telah berhasil, namun untuk pendidikan tinggi dan pendidikan jenjang universitas masih perlu ditingkatkan. Untuk dapat memenuhi tuntutan ketenagakerjaan dimana saat ini sangat dibutuhkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan memadai, kedepan perlu ada upaya penyadaran dari berbagai pihak bahwa pendidikan yang lebih tinggi sangat diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian di samping sebagian besar masyarakat akan dapat terserap pada berbagai pasar kerja yang ada, berarti juga akan terjadi peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Gunungkidul.

Kondisi kesehatan juga menentukan kualitas manusia, oleh karena itu perlu mendapat perhatian yang besar. Dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan, faktor kesehatan terutama kesehatan lingkungan sangat dipengaruhi oleh kondisi kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan yang baik (dicirikan oleh rendahnya tingkat pencemaran) akan berpengaruh kepada derajad kesehatan masyarakat. Kondisi lingkungan yang tidak sehat sangat potensial untuk menimbulkan persoalan kesehatan lingkungan seperti muntaber, demam berdarah, ataupun gangguan kesehatan lain seperti commond cold, dermatis dan atritis lainnya. Sedangkan kasus pencemaran lingkungan di daerah karst berpotensi menyebabkan masalah penyakit ISPA.

Berkaitan dengan aspek kesehatan, secara umum penyakit yang dominan diderita oleh penduduk di Kabupaten Gunungkidul adalah commond cold, ISPA, kulit dan atritis lainnya. Upaya-upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat telah banyak dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan melakukan penyuluhan kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas/pustu, poskesdes, posyandu, polindes, dan penyediaan sarana air bersih.

Page 41: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 33

Tabel 3.8 Jumlah Tenaga Kesehatan menurut Kecamatan

di Kabupaten Gunungkidul Menurut Sarana Kesehatan Tahun 2011 dan 2013

Sarana Kesehatan Jumlah Sarana

2011 2013

Rumah Sakit 3 5

Puskesmas 30 30

Pustu 108 110

Balai Pengobatan 45 45

RS Bersalin 0 0

Rumah Bersalin 3 3

Klinik KB 43 43

Praktek Dokter 134 134

Praktek Bidan 159 159

Posyandu 1461 1465

Polindes 31 31

Apotik 19 19

Toko Obat 0 0 Sumber: Kabupaten Gunungkidul Dalam Angka 2012

Sarana prasarana kesehatan merupakan faktor utama dalam mendukung keberhasilan kondisi kesehatan yang baik di suatu masyarakat. Kabupaten Gunungkidul telah memiliki 3 Rumah Sakit (RS ), 30 Puskesmas, 108 Pustu, 1461 Posyandu, dan 31 Polindes pada tahun 2011(lihat Tabel 3.8). Selain sarana dan prasarana, kuantitas dan kualitas tenaga medis juga diperlukan dalam rangka peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Tenaga medis yang ada di Kabupaten Gunungkidul adalah dokter, dokter gigi, asisten apoteker, bidan, perawat, farmasi, ahli gigi, sanitasi, dan SKM. Namun belum semua Kecamatan tersedia tenaga medis tersebut, sedangkan tenaga medis yang sama sekali belum tersedia di Kabupaten Gunungkidul adalah dokter spesialis.

Aspek kesehatan yang juga penting terkait dengan pembangunan sistem kesehatan secara umum adalah kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan mencakup berbagai hal yang cukup luas dan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yang mampu memberikan pemenuhan standar akan arti lingkungan yang sehat. Kondisi kesehatan lingkungan dicerminkan dari keberadaan rumah sehat, kepemilikan jamban keluarga, cakupan air bersih, kualitas air bersih, pengelolaan sampah, dan cakupan SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah).

Page 42: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

34 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Pemerintah kabupaten selaku penentu kebijakan telah menempatkan kesehatan sebagai prioritas dalam mengalokasikan dana APBD untuk mengembangkan derajat kesehatan penduduk di kabupaten ini. Selama kurun waktu 4 tahun dana APBD yang dialokasikan dalam bidang kesehatan mengalami gejala fluktuatif. Secara absolut anggaran kesehatan paling besar dikeluarkan pada 2011 yaitu sebesar Rp 78.230 juta. Meskipun jumlahnya secara absolut paling besar, tetapi kenyataannya, secara relatif anggaran di bidang kesehatan pada 2011 persentasenya paling kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Anggaran tersebut antara lain dialokasikan untuk pembangunan sarana prasarana kesehatan dan kegiatan penyuluhan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan di Kabupaten Gunungkidul. Sedangkan secara relatif, persentase anggaran kesehatam terhadap APBD total mengalami gejala fluktuatif selama empat tahun terakhir dan pada tahun 2011 anggaran kesehatan dialokasikan sebanyak 8,41% dari total anggaran.

3.4 Potensi Gunungkidul

Kabupaten Gunungkidul mempunyai beragam potensi perekonomian mulai dari pertanian, perikanan dan peternakan, hutan, flora dan fauna, industri, tambang serta potensi pariwisata. Pertanian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul sebagian besar adalah lahan kering tadah hujan (± 90 %). Potensi lain dari Kabupaten Gunungkidul adalah sumberdaya alam tambang yang melimpah. Sumberdaya tersebut adalah tambang yang masuk kategori golongan C antara lain batu kapur, batu apung, kalsit, zeolit, bentonit, tras, kaolin dan pasir kuarsa.

Kabupaten Gunungkidul juga mempunyai panjang pantai yang cukup panjang yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Potensi panta tersebut membentang sepanjang sekitar 65 Km dari Kecamatan Purwosari sampai Kecamatan Girisubo. Potensi hasil laut dan wisata sangat besar dan terbuka untuk dikembangkan. Potensi lainnya yang juga tinggi adalah industri kerajinan, makanan, pengolahan hasil pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan (gunungkidulkab.go.id).

Page 43: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 35

Bab 4

Hubungan Pembangunan Berwawasan Kependudukan

dengan Pembangunan Manusia

4.1 Hubungan IPBK dan IPM secara Umum di Indonesia

Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan (IPBK) merupakan suatu ukuran yang memasukkan lima dimensi utama yaitu Dimensi Partisipasi, Dimensi Keberlangsungan, Dimensi Pro rakyat, Dimensi Integrasi, dan Dimensi Kesetaraan dimana dapat digunakan sebagai panduan apakah wilayah tersebut telah memasukkan aspek kependudukan dalam pembabangunan yang dilakukannya selama ini.

Nilai IPBK di Indonesia adalah sebesar 0,48 yang merupakan hasil rata-rata dari nilai seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi yang memiliki nilai di atas nilai nasional seluruhnya berjumlah 17 provinsi, sedangkan sisanya (16 provinsi) memiliki nilai IPBK di bawah nilai nasional. Hal ini menggambarkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada penduduk belum memuaskan karena capaian keberhasilan hanya setengah dari seluruh provinsi yang ada nilainya berada di atas nilai IPBK nasional. Distribusi nilai IPBK tingkat provinsi di Indonesia dapat dilihat dalam gambar berikut (Gambar 4.1).

Page 44: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

36 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Gambar 4.1 Grafik IPBK Provinsi di Indonesia

Sumber: Data Primer, diolah 2013

Page 45: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 37

Berdasarkan peringkatnya, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati urutan pertama dengan nilai IPBK sebesar 0,69 disusul Provinsi Lampung dan Provinsi Bali dengan nilai IPBK berturut-turut sebesar 0,65 dan 0,64. Sedangkan posisi ke 15 sampai 17 berturut-turut adalah Provinsi Jawa Timur (0,50), Sulawesi Selatan (0,49) dan Kalimantan Barat (0,48). Sedangkan tiga provinsi yang memiliki nilai IPBK terendah adalah Gorontalo (0,37), Maluku (0,42) dan NTB (0,42). Grafik tersebut juga menggambarkan bahwa secara umum kecenderungan IPBK yang tinggi berada di kawasan Indonesia bagian barat.

Terdapat hubungan yang erat antara IPBK dengan IPM/HDI, IPBK adalah indikator yang menilai proses pembangunan, sementara IPM adalah indikator output pembangunan. Perubahan nilai pada IPBK akan berpengaruh terhadap perubahan angka IPM, hubungan keduanya adalah hubungan positif dan signifikan. Hal itu dapat dilihat dari nilai IPM dan IPBK provinsi secara umum. Hubungan tersebut dapat dilihat dari Tabel 4.1. Berdasarkan Tabel 4.2. diketahui bahwa provinsi dengan peringkat IPBK tinggi secara umum berada pada IPM peringkat tinggi pula. Daerah Istimewa Yogyakarta dan DKI Jakarta mencerminkan kondisi hubungan tersebut.

Tabel 4.1 Nilai IPBK dan IPM Provinsi di Indonesia

NO PROPINSI Nilai

IPBK IPM

1 DIY 0,61 75,44 2 BALI 0,59 72,37 3 BABEL 0,56 71,7 4 DKI JAKARTA 0,56 77,35 5 JAMBI 0,56 73,18 6 KALIMANTAN TENGAH 0,55 73,51 7 KALBAR 0,55 68,14 8 NAD 0,55 71,69 9 SUMUT 0,54 73,55

10 JAWA TENGAH 0,53 72,47 11 JAWA BARAT 0,53 72,6 12 KEP.BABEL 0,52 73,55 13 BANTEN 0,52 71,61 14 JAWA TIMUR 0,51 70,71 15 BENGKULU 0,51 70,66 16 PAPUA 0,51 66,75 17 KALIMANTAN SELATAN 0,50 70,54

Page 46: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

38 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

18 NTT 0,49 65,89 19 KALIMANTAN TIMUR 0,49 74,43 20 LAMPUNG 0,48 70,92 21 SUMATERA BARAT 0,48 73,01 22 SULAWESI TENGAH 0,48 69,93 23 SULAWESI SELATAN 0,48 71,9 24 SULAWESI TENGGARA 0,48 69,6 25 SUMATERA SELATAN 0,47 71,25 26 SULAWESI BARAT 0,46 69,77 27 RIAU 0,46 74,5 28 PAPUA BARAT 0,46 62,46 29 SULAWESI UTARA 0,45 74,54 30 MALUKU UTARA 0,44 68,75 31 NTB 0,42 64,82 32 MALUKU 0,42 70,89 33 GORONTALO 0,37 70,36

Sumber: BPS, 2012; Data Primer, diolah 2013

Berdasarkan analisis hubungan antara IPBK dengan IPM di Indonesia

yang juga bagian dari validasi eksternal, terbukti bahwa IPBK berhubungan positif dengan IPM. Hubungan tersebut dapat dilihat dari angka korelasi positif, yakni sebesar 38,4 persen dengan probabilitas 0,000. Ini berarti bahwa hubungan positif antara IPBK dengan IPM adalah signifikan. Hubungan tersebut juga dapat dilihat dari Gambar 4.2 sebagai berikut.

Page 47: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 39

Gambar 4.2 Korelasi IPBK dengan HDI di Indonesia

Sumber: Data Primer diolah

Pengaruh IPBK terhadap IPM juga bernilai positif. Hasil analisis regresi

biner menunjukkan bahwa peningkatan IPBK berpengaruh terhadap peningkatan IPM dengan koefisien pengaruh 0,38 yang berarti setiap perubahan satu nilai di IPBK akan menaikkan IPM sebesar 0,38. Hubungan antara IPBK dan IPM secara logis juga dapat digambarkan dalam model sebagai berikut:

Page 48: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

40 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Gambar 4.3 Model Hubungan antara IPBK dan IPM

4.2 Hubungan IPBK dan IPM di Kabupaten Gunungkidul

Capaian DIY sebagai provinsi dengan nilai IPBK yang tinggi sekaligus dengan nilai IPM yang tinggi merupakan sebuah hasil dari pembangunan kependudukan yang menjanjikan. Apalagi jika dilihat berdasarkan kabupaten dan kota, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Bantul menjadi 10 besar kabupaten/kota yang memiliki nilai IPBK tertinggi. Bahkan capaian IPBK Kabupaten Gunungkidul menjadi yang terbaik karena menempati urutan pertama dari seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.

Berdasarkan indeks penyusun IPBK, Indeks partisipasi dan keberpihakan merupakan indeks yang dominan sebagai penentu pembangunan berwawasan kependudukan di DIY (Tabel 4.2). Indeks partisipasi dibentuk dari indikator CPR, Imunisasi, Angka Partisipasi Murni, serta persentase antenatal. Sedangkan indeks keberpihakan dibentuk atas persentase APBD untuk pendidikan dan persentase APBD untuk kesehatan. Kondisi serupa juga terjadi untuk indeks dominan penentu IPBK di Gunungkidul. Indeks partisipasi di Gunungkidul menyumbang sebesar 21,25 persen total nilai IPBK, sedangkan indeks keberpihakan menyumbang 16,75 persen total nilai IPBK.

Indeks Pendapatan

Page 49: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 41

Tabel 4.2 Nilai IPBK dan IPM Kabupaten/Kota di DIY

Kabupaten

Indeks Partisipas

i

Indeks Keberlanj

utan

Indeks Keberpih

akan

Indeks Kesetara

an IPBK HDI

Kulon Progo 0,86 0,42 0,60 0,38 0,58 74,49

Bantul 0,83 0,56 0,68 0,53 0,66 74,53 Gunung kidul 0,85 0,57 0,67 0,57 0,68 70,45 Sleman 0,82 0,41 0,58 0,37 0,55 78,20 Kota Yogyakarta 0,84 0,45 0,56 0,42 0,58 79,52

Sumber: BPS, 2012; Data Primer, diolah 2013

Capaian IPBK yang tinggi di DIY juga dibarengi oleh tinginya nilai IPM. Nilai IPM di DIY adalah 75,44 atau yang tertinggi diantara provinsi lain di Indonesia. IPM di kabupaten dan kota di DIY juga dikategorikan tinggi. Tercatat nilai IPM tertinggi di DIY berada di Kota Yogyakarta dengan nilai IPM sebesar 79,52. Peringkat kedua adalah Kabupaten Sleman (78,20), kemudian diikuti Bantul (74,53), Kulon Progo (74,49) dan terakhir adalah Gunungkidul (70,45). Capaian IPBK dan IPM kabupaten/kota di DIY dapat dilihat pada Tabel 4.2.

IPBK dan IPM merupakan hubungan antara proses dan hasil proses dalam sebuah pembangunan. Korelasi yang ditunjukkan oleh keduanya dikataan di awal adalah signifikan. Padahal dari Tabel 4.2 di atas menunjukkan kondisi yang kontradiktif antrara HDI dengan IPBK. Terlihat bahwa IPBK di Gunungkidul nilainya paling tinggi, sementara itu, apabila dilihat dari angka HDI justru paling rendah. Nilai IPBK di Gunungkidul adalah 0,68 dan nilai IPM Gunungkidul adalah sebesar 70,45 atau terendah diantara kabupaten/kota lain di DIY. Pertanyaan besarnya adalah, mengapa demikian, faktor apa yang menyebabkan kondisi ini dan bagaimana dapat menjelaskannya secara empiris.

IPBK dan IPM adalah sebuah konsep pembangunan yang dibangun berdasarkan indikator-indikator penyusunnya. Jika dikatakan di awal bahwa keduanya adalah konsep proses dan hasil proses pembangunan maka korelasi keduanya haruslah dibandingkan antara indikator satu dan indikator lain yang berdekatan. Misalnya untuk indikator pendidikan pada IPM yang berupa melek huruf dan lama sekolah, maka dalam IPBK proses tersebut diwakili oleh

Page 50: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

42 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

indikator APM dan persentase APBD di bidang pendidikan. Jika pada IPM yang akan dibandingkan adalah indikator kesehatan yaitu angka harapan hidup maka pada indikator IPBK diwakili oleh imunisasi dan persentase anggaran untuk kesehatan.

Untuk mendapatkan jawaban atas kontradiksi yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul, perbandingan indikator tersebut haruslah apple to apple. IPM merupakan indikator keberhasilan upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). Ukuran IPM diwakili oleh tiga parameter yang terdiri atas angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan paritas daya beli. Indeks dimensi pada IPM adalah indeks harapan hidup, indeks pendidikan dan indeks pendapatan. Sedangkan IPBK terbagi menjadi 11 indikator yang dirangkum ke dalam 4 indeks penyusun yaitu indeks partisipasi, indeks keberlanjutan, indeks keberpihakan dan indeks kesetaraan.

Agar mampu membandingkan indikator keduanya maka harus dirinci agar diketahui secara pasti indikator apa dari IPBK yang menjadi penyebab kontradiksi yang terjadi antara hubungan IPBK dan IPM di Kabupaten Gunungkidul. Dari kondisi ini maka hubungan perbandingan antara indikator IPBK, sebagai pembangunan yang bertumpu pada proses, dan IPM, sebagai bentuk capaian pembangunan dalam bentuk output, dapat dibagi menjadi indikator yang berhubungan langsung dan indikator yang tidak berhubungan langsung. Indikator tersebut digambarkan melalui model hubungan antar indikator IPBK dan IPM yang tersaji pada Gambar 4.4.

Gambar 4.3 Model Hubungan antar Indikator IPBK dan IPM

Page 51: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 43

Perbandingan antar indikator antara proses (IPBK) dan hasil pembangunan (IPM) dapat dilihat dari perbandingan antar variabelnya. Keberhasilan dalam kenaikan proses pembangunan kependudukan (IPBK) seharusnya akan meningkatkan nilai hasil pembangunannya (IPM). Diharapkan dengan melihat antar variabelnya akan diketahui faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kontradiksi tersebut. 1. Indikator Pendidikan

Indikator pendidikan dalam IPBK diwakili oleh APM dan besarnya alokasi APBD untuk pendidikan. Sedangkan indikator IPM diwakili oleh lama sekolah dengan dan melek huruf. Tingginya angka partisipasi sekolah dan alokasi pendidikan akan memiliki pengaruh dalam meningkatkan lama sekolah dan melek huruf di suatu wilayah.

Berdasarkan dinamika APM di kabupaten Gunungkidul diketahui bahwa secara umum terjadi fluktuasi sejak 2006-2013. Keberhasilan APM di Kabupaten Gunungkidul terjadi pada jenjang SLTA dimana selama 2006-2013 nilai APM nya senantiasa mengalami kenaikan. Meningkatnya partisipasi sekolah sampai jenjang SLTA secara otomatis akan semakin meningkatkan lama sekolah di kabupaten tersebut. Selain besarnya APM di SD-SLTA kemungkinan untuk menaikkan angka melek huruf juga semakin besar. Informasi mengenai APM di Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Angka Partisipasi Kasar Kabupaten Gunungkidul 2006-2013

Jenjang

Pendidikan 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

SD 96,1 92,56 94,81 98,62 98,62 90,96 93,67 99,89

SLTP 72,14 74,56 70,8 73,48 73,48 71,95 73,04 73,59

SLTA 35,26 44,26 38,46 48,94 48,94 55,55 65,18 68,16 Sumber: Dinas Kabupaten Gunungkidul

Pendidikan adalah hak warga negara yang dalam pelaksanaannya dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak pemerintahan. Komitmen pemerintah ini kemudian ditunjukkan dengan kebijakan dalam pendidikan yakni menetapkan bahwa anggaran pendidikan minimal 20% dari APBD/APBN. Berdasarkan Gambar 4.4, menunjukkan bahwa pada 2007-2010 anggaran pendidikan di Kabupaten Gunungkidul telah lebih dari 20% dari APBD yang dialokasikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Gunungkidul telah melaksanakan komitmennya untuk memajukan pendidikan di daerahnya.

Page 52: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

44 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Pendidikan dianggap merupakan kunci keberhasilan untuk meningkatkan kemakmuran hidup di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan human capital theory yang menyatakan bahwa pendidikan dan latihan merupakan salah satu bentuk modal manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Komitmen meningkatkan presentase anggran pendidikan dalam APBD oleh pemerintah Kabupaten Gunungkidul patut diapresiasi karena dari kabupaten/kota lain di DIY, persentase pengeluaran untuk anggaran pendidikan paling besar diantara lainnya.

Gambar 4.4. Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten Gunungkidul Periode 2007 - 2014

(dalam Milyar Rupiah) dan persentase terhadap APBD (%)

Sumber: Departemen Keuangan RI dalam www.depkeu.go.id

Perbaikan proses pembangunan kependudukan pada indikator pendidikan telah meningkatkan hasil keluaran dari indikator pendidikan di IPM yang diukur melalui angka melek huruf dan lama sekolah. Berdasarkan Gambar 4.5. diketahui bahwa perbaikan nilai APM dan peningkatan anggaran pendidikan di Kabupaten Gunungkidul telah meningkatkan persentase angka melek huruf di wilayahnya. Tercatat pada 2009 agka melek huruf sebesar 84,52 dan terus meningkat sampai tahun 2012 dengan nilai angka melek huruf menjadi Peningkatan tersebut juga semakin menguatkan bahwa hubungan antara indikator pendidikan dari IPBK dan IPM memiliki pengaruh yang signifikan.

Page 53: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 45

Gambar 4.5. Angka Melek Huruf DIY 2009-2012

Sumber : BPS DIY, 2013

Korelasi positif dari indikator pendidikan di IPBK juga berpengaruh terhadap perbaikan indikator IPM berupa rata-rata lama sekolah (Gambar 4.6). Bahkan kenaikan lama sekolah di kabupaten Gunungkidul cukup tinggi utamanya dari tahun 2008-2011. Pada 2008 rata-rata lama sekolah di Kabupaten Gunungkidul sebesar 7,6 dan terus meningkat pada 2011 menjadi 7,70.

Gambar 4.6. Angka Rata Rata Lama Sekolah

Sumber : Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2012

Page 54: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

46 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

2. Indikator Kesehatan Indikator kesehatan dalam IPBK diwakili oleh besarnya alokasi APBD

untuk kesehatan, persentase imunisasi serta persentase limbah tradisional. Sedangkan indikator IPM diwakili oleh harapan hidup. Tingginya alokasi APBD untuk kesehatan, persentase imunisasi serta persentase limbah tradisional akan memiliki pengaruh dalam meningkatkan harapan hidup penduduk di suatu wilayah karena jaminan kesehatan menjadi baik dan terwujudnya pola hidup sehat.

Berdasarkan Gambar 4.7. diketahui bahwa jumlah anggaran kesehatan di Kabupaten Gunungkidul senantiasa mengalami kenaikan dari 2007-2011. Tercatat pada 2007 jumlah anggaran dalam APBD untuk sektor kesehatan sebesar 55,38 milyar rupiah dan meningkat menjadi 78,23 milyar rupiah pada 2011. Jumlah anggaran untuk kesehatan ternyata tidak sampai 15 persen dari total belanja daerah. Pada 2007 anggaran kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Gunungkidul ternyata hanya 9,43 persen dari total APDD. Bahkan pada 2011 persentasenya cenderung menurun meskipun jumlahnya secara absolut meningkat karena saat itu persentasenya hanya sebesar 8,41 persen dari total APBD. Jumlah anggaran untuk kesehatan biasanya digunakan untuk belanja alat kesehatan, biaya perawatan serta peningkatan program kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Gambar 4.7. Alokasi Anggaran Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Periode 2007 - 2011

(dalam Milyar Rupiah) dan persentase terhadap APBD (%)

Sumber: Departemen Keuangan RI dalam www.depkeu.go.id

Page 55: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 47

Salah satu program kesehatan yang juga menjadi indikator kesehatan dalam IPBK yaitu mengenai penanganan limbah dan program sanitasi. Program sanitasi dan penanganan limbah di Kabupaten Gunungkidul disebut dengan Sanimas atau Sanitasi Berbasis Masyarakat. Sanimas adalah program untuk menyediakan prasarana air limbah bagi masyarakat di daerah kumuh padat perkotaan (ampl.or.id).

Dalam pembangunan fasilitas Sanimas, digunakan konsep

pemberdayaan masyarakat dengan tujuan menjadikan masyarakat sebagai aktor utama dalam proses perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan fasilitas sanitasi komunal, dengan tujuan agar fasilitas yang terbangun dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan (ampl.or.id). Sebaran program Sanimas di Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.4.

Page 56: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

48 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Gambar 4.8 Sebaran Program Sanimas di Kabupaten Gunungkidul

Page 57: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 49

Tabel 4.4 Desa yang Mengembangkan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di

Kabupaten Gunungkidul

JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Nglipar Nglipar I 4 4 100 4 100,00 - 0,00

0 0 Nglipar II 3 3 100,0 3 100,00 - 0,00

2 Gedangsari Gedangsari I 3 3 100,0 3 100,00 - 0,00

0 0 Gedangsari II 4 4 100,0 4 100,00 - 0,00

3 Patuk Patuk I 6 6 100,0 6 100,00 2 33,33

0 Patuk II 5 3 60,0 3 100,00 - 0,00

4 Rongkop Rongkop 8 5 62,5 5 100,00 1 20,00

5 Girisubo Girisubo 8 3 37,5 3 100,00 - 0,00

6 Ponjong Ponjong I 6 4 66,7 4 100,00 - 0,00

0 0 Ponjong II 5 5 100,0 5 100,00 - 0,00

7 Wonosari Wonosari I 7 7 100,0 7 100,00 3 42,86

0 0 Wonosari II 7 7 100,0 7 100,00 3 42,86

8 Karangmojo Karangmojo I 5 5 100,0 5 100,00 - 0,00

0 0 Karangmojo II 4 4 100,0 4 100,00 - 0,00

9 Panggang Panggang I 3 3 100,0 3 100,00 - 0,00

0 0 Panggang II 3 3 100,0 3 100,00 - 0,00

10 Purwosari Purwosari 5 5 100,0 5 100,00 4 80,00

11 Tepus Tepus I 2 2 100,0 2 100,00 - 0,00

0 0 Tepus II 3 3 100,0 3 100,00 - 0,00

12 Tanjungsari Tanjungsari 5 5 100,0 5 100,00 - 0,00

13 Paliyan Paliyan 7 3 42,9 3 100,00 - 0,00

14 Saptosari Saptosari 7 2 28,6 2 100,00 - 0,00

15 Ngawen Ngawen I 4 4 100,0 4 100,00 - 0,00

0 0 Ngawen II 2 2 100,0 2 100,00 - 0,00

16 Semanu Semanu I 3 3 100,0 3 100,00 - 0,00

0 0 Semanu II 2 2 100,0 2 100,00 - 0,00

17 Semin Semin I 6 6 100,0 6 100,00 - 0,00

0 0 Semin II 4 4 100,0 4 100,00 - 0,00

18 Playen Playen I 7 2 28,6 2 100,00 - 0,00

0 0 Playen II 6 2 33,3 2 100,00 - 0,00

JUMLAH (KAB/KOTA) 144 114 79,2 114,0 100,00 13 11,40

PUSKESMASJUMLAH

DESAKECAMATAN DESA STOP BABS

(SBS)NO DESA

MELAKSANAKAN

SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

DESA STBM

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten Gunungkidul

Imunisasi juga merupakan salah satu indikator kesehatan yang dapat

meningkatkan usia harapan hidup seseorang. Dengan imunisasi kekebalan tubuh seseorang akan menjadi baik sehingga resisten terhadap penyakit yang berpotensi menyebabkan sakit atau menyebabkan kematian. Persentase imunisasi Kabupaten gunungkidul pada 2010 menurut Profil kesehatan adalah sebesar 96 persen.

Pencapaian indikator kesehatan IPBK menjadikan nilai indikator kesehatan pada IPM menjadi naik. Tercatat berdasarkan Gambar 4.9 diketahui bahwa usia harapan hidup penduduk di Kabupaten Gunungkidul semakin meningkat dari tahun 2009-2013. Pada tahun 2009 usia harapan

Page 58: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

50 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

hidup penduduk di Kecamatan Gunungkdul sebesar 70,88 dan pada tahun 2013 usia harapan hidupnya naik menjadi 71,36. Peningkatan usia harapan hidup ini disebabkan karena semakin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Indikator yang digunakan pada IPBK seperti anggaran kesehatan, persentase imunisasi serta perhatian yang tinggi terhadap sanitasi dan limbah merupakan salah satu proses untuk menuju derajat kesehatan yang lebih baik.

Gambar 4.9

Usia Harapan Hidup penduduk Kabupaten Gunungkidul 2009-2013

Sumber: Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul 2009 dan 2013

3. Indikator Ekonomi

Indikator ekonomi dalam IPBK diwakili oleh persentase Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) total dan TPAK perempuan. Sedangkan indikator IPM diwakili oleh konsumsi riil per kapita. Tingginya TPAK secara umum akan memiliki pengaruh dalam meningkatkan konsumsi riil per kapita di suatu wilayah. Hal itu dikarenakan TPAK adalah suatu indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif

Page 59: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 51

secara ekonomi. Asumsinya semakin tinggi niali TPAK maka akan semakin tinggi pula masyarakat yang berpartisipasi dalam bekerja. Jika penduduk bekerja maka akan mempengaruhi besarnya uang yang dikeluarkan untuk konsumsi karena orang yang bekerja memiliki pengeluaran konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak bekerja.

Berdasarkan Gambar 4.10 diketahui bahwa TPAK di Kabupaten Gungkidul menunjukkan fluktuasi selama periode 2009-2013. Pada tahun 2009 TPAK di Kabupaten Gunungkidul sebesar 74,42 persen dan kemudian turun menjadi 73,39 persen pada 2010. Pada 2011 TPAK Kabupaten Gunungkidul mengalami kenikan menjadi 75,93 persen dan pada 2012 mengalami kenaikan kembali menjadi 80,43 persen. Sayangnya pada 2013 TPAK kembali turun menjadi 77,67 persen. Meskipun tingkat partisipasi sekolah meningkat pada jenjang SLTA tetapi TPAK pada usia ini masih tinggi (BPS, 2014). Hal inilah yang senjadi salah satu pemicu tingginya partisipasi angkatan kerja di kabupaten Gunungkidul.

Gambar 4.10 TPAK Kabupaten Gunungkidul 2009-2013

Sumber: Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul 2009 dan 2013

Dibandingkan dengan TPAK di kabupaten/kota lain di DIY, nilai TPAK

Kabupaten Gunungkidul adalah yang paling tinggi. Kebutuhan ekonomi yang mendesak menjadikan penduduk yang berusia sekolah juga harus bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Hal ini sekaligus menjadi pertanda bahwa elastisitas permintaan tenaga kerja di Kabupaten Gunungkidul juga tinggi. Untuk pola TPAK perempuan hampir sama dengan pola TPAK secara total.

Page 60: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

52 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Berdasarkan asumsi awal bahwa TPAK akan berpengaruh terhadap indikator ekonomi IPM yaitu pengeluaran per kapita. Berdasarkan Gambar 4.11 diketahui bahwa pengeluaran per kapita penduduk Kabupaten Gunungkidul senantiasa mengalami peningkatan selama periode 2009-2013. Tercatan pada tahun 2009 pengeluaran per kapita penduduk sebesar Rp.623.090,- menjadi Rp.634.880,- pada 2013.

Gambar 4.10

Pengeluaran Riil per Kapita Kabupaten Gunungkidul 2009-2013

Sumber: Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul 2009 dan 2013

Gambaran kondisi perekonomian dapat dilihat dari beberapa indikator

makro ekonomi suatu daerah, salah satunya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Secara makro ekonomi Kabupaten Gunungkidul didominasi oleh sektor pertanian (33,84 persen). Prioritas utama sektor perekonomian adalah memacu pertumbuhan ekonomi berbasis usaha kecil, menengah dan industri lokal. Sektor ini diharapkan bisa menjadi motor pengerak bagi sektor lainnya akan tetapi ternyata peranannya belum optimal, terbukti kontribusi PDRB Kabupaten Gunungkidul masih didominasi dari sektor pertanian. PDRB Kabupaten Gunungkidul atas dasar berlaku pada tahun 2011 sebesar Rp. 7.250.682,-. Kontribusi PDRB ini sebagian besar diperoleh dari sektor pertanian 33,84 persen, sektor jasa-jasa 17,30%, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran 14,60 persen. Upaya pengembangan sektor perdagangan dan jasa di Kabupaten Gunungkidul terus ditingkatkan (Tabel 4.5).

Page 61: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 53

Tabel 4.5. Nilai dan kontribusi sektor dalam PDRB Tahun 2011 sampai dengan 2013 atas

dasar harga berlaku Kabupaten Gunungkidul

No Lapangan

Usaha

2011 2012*) 2013*)

Juta Rp % Juta Rp % Juta Rp %

1 Pertanian 2.453.461 33.84 2.720.629 34.17 2.970.019 33.45

2 Pertambangan

dan galian 132.562 1.83 135.206 1.70 150.519 1.70

3 Insdustri

pengolahan 736.606 10.16 767.162 9.63 889.228 10.02

4 Listrik, gas, dan

air bersih 69.366 0.96 75.512 0.95 85.164 0.96

5 Bangunan 696.465 9.61 773.087 9.71 878.365 9.89

6 Perdagangan,

hotel, restoran 1.058.551 14.60 1.159.258 14.56 1.284.572 14.47

7 Pengangkutan

dan komunikasi 461.010 6.36 495.428 6.22 551.130 6.21

8

Keuangan,

persewaan dan

jasa perusahaan

387.989 5.35 435.246 5.47 498.138 5.61

9 Jasa jasa 1.254.671 17.30 1.401.078 17.60 1.571.171 17.70

PDRB konstan 7.250.682 100.00 7.962.606 100.00 8.878.305 100.00

Pertumbuhan PDRB

per tahun (%) 9.45 9.82 11.50

Sumber Data : BPS Kabupaten Gunungkidul

PDRB Kabupaten Gunungkidul atas dasar harga konstan pada tahun 2011 sebesar Rp. 3.474.288,- dan naik menjadi Rp. 3.822.720,- pada 2013. Kontribusi PDRB ini sebagian besar diperoleh dari sektor pertanian 36,70 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran 14,93 persen dan jasa-jasa sebesar 13,65 persen (Tabel 4.6). Didasarkan pada pertumbuhan PDRB, maka pertumbuhan PDRB akan senantiasa tinggi. Pada 2011 pertumbuhan PDRB per tahunnya sebesar 4,20 persen sedangkan pada 2013 pertumbuhannya naik menjadi 4,95 persen. Hal ini merupakan kondisi yang baik dimana ekonomi menjadi senantiasa tumbuh dimana muaranya adalah kesejahteraan penduduk.

Page 62: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

54 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Tabel 4.6. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000

di Kabupaten Gunungkidul tahun 2011-2013

No Lapangan Usaha

2011 2012*) 2013*)

Juta Rp % Juta Rp % Juta Rp %

1 Pertanian 1.275.104 36.701.329.212 36.491.345.286 35.19

2 Pertambangan dan galian

64.730 1.86 65.277 1.79 70.440 1.84

3 Insdustri pengolahan 398.588 11.47 401.011 11.01 434.434 11.36

4 Listrik, gas, dan air bersih

19.777 0.57 21.207 0.58 22.481 0.59

5 Bangunan 299.722 8.63 318.995 8.76 341.653 8.94

6 Perdagangan, hotel, restoran

518.641 14.93 543.361 14.92 575.112 15.04

7 Pengangkutan dan komunikasi

246.973 7.11 260.966 7.16 277.415 7.26

8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

176.430 5.08 190.701 5.24 208.390 5.45

9 Jasa jasa 474.322 13.65 511.829 14.05 547.509 14.32PDRB konstan 3.474.288 100.00 3.642.559 100.00 3.822.720 100.00Pertumbuhan PDRB per tahun (%)

4.20 4.84 4.95

Sumber Data : BPS Kabupaten Gunungkidul *) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Gambaran kondisi perekonomian juga dapat dilihat dari rasio gini.

Rasio gini merupakan alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Jika koefisien Gini bernilai 0 yang berarti pemerataan sempurna, sedangkan jika koefisien Gini bernilai 1 maka berarti pada daerah tersebut terjadi ketimpangan sempurna. Berdasarkan nilai rasio gini, perbedaan ketimpangan di daerah kota dan desa masih belum besar, begitu pula secara umum belum terjadi ketimpangan pendapatan di Kabupaten Gunungkidul. Besarnya rasio gini di Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Page 63: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 55

Tabel 4.7. Rasio Gini Menurut Tipe Daerah di Kabupaten Gunungkidul

2010-2012

No Tipe

Daerah

2010 2011 2012

Rasio

Gini Kriteria

Oshima Rasio

Gini Kriteria

Oshima Rasio

Gini Kriteria

Oshima

1 Perkotaan 0.2598Rendah 0.3497Moderat 0.3668 Moderat

2 Perdesaan0.2340Rendah 0.3210Moderat 0.3422 Moderat

3 Kota + desa

0.2519Rendah 0.3247Moderat 0.3579 Moderat

Sumber Data : Rasio Gini Kabupaten Gunungkidul

4. Indikator Lain Indikator-indikator IPBK yang telah disebutkan sebelumnya memiliki

umumnya memiliki hubungan positif dengan indikator IPM karena indikator tersebut memang berhubungan antara proses dan hasil proses dalam pembangunan. Tetapi karena pengukuran IPBK lebih kompleks dari IPM maka terdapat indikator lain dalam kependudukan yang dianggap penting untuk juga dimasukkan. Indikator tersebut adalah persentase area hutan, CPR, persentase antenatal, serta persentase anggaran untuk perempuan. Indikator-indikator ini disebut sebagai indikator yang tidak berpengaruh terhadap indikator IPM secara langsung. Sangat dimungkinkan bahwa terjadinya kontradiksi hubungan antara IPBK dan IPM salah satunya disebabkan karena indikator-indikator tidak langsung ini.

Persentase area hutan merupakan salah satu indikator tidak langsung yang digunakan untuk mengukur proses pembangunan dalam dimensi keberlangsungan yang mengarah pada prinsip lingkungan berkelanjutan. Berdasarkan persentase are hutan, sebesar 26,1 persen wilayah Kabupaten Gunungkidul adalah berupa hutan (Gambar 4.11). Dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya hanya Kabupaten Bantul yang punya hutan paling banyak selanjutnya dan besarnya sekitar 11,33 persen.

Page 64: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

56 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Gambar 4.11 Persentase Luas Hutan terhadap Wilayah Kabupaten/Kota di DIY

Sumber: BPS

Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang memiliki are hutan

yang luas. Area hutan tersebut tersebar di mana-mana dan sebagian besar hutan tersebut berada di Kecamatan Patuk, Kecamatan Paliyan, Kecamatan Nglipar dan Kecamatan Girisubo. Kawasan hutan yang terkenal di Kabupaten Gunungkidul adalah area Hutan Bunder dan Hutan Wanagama. Sebaran hutan yang ada di Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada peta penggunaan lahan Gambar 4.12.

Seperti diketahui bahwa IPM tidak mengenal indikator lingkungan seperti ini sehingga nilai persentase hutan yang tinggi mempengaruhi terjadinya kontradiksi hasil tersebut. Dibandingkan dengan Kota Yogyakarta yang memiliki nilai IPM tertinggi, kepemilikan hutan di Kota Yogyakarta bahkan tidak sampai 1 persen. Sehingga menjadi kesimpulan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terjadinya kontradiksi antara korelasi IPBK dan IPM di Gunungkidul adalah persentase area hutan.

Indikator selanjutnya adalah CPR atau Angka Pemakaian Prevalensi Kontrasepsi. CPR adalah bagian dari indikator dimensi partisipasi yang berhubungan dengan kependudukan. CPR akan berpengaruh terhadap penurunan TFR dimana menjadi salah satu bagian penting dalam agenda pembangunan penduduk.

Page 65: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 57

Page 66: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

58 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Nilai CPR di Kabupaten Gunungkidul merupakan yang tertinggi di antara nilai CPR kabupaten/kota lain di DIY. CPR di Kabutaen Gunungkidul sebesar 81,45 persen dan nilainya lebih tinggi dari Kota Yogyakarta yang hanya sebesar 73,29 persen (Gambar 4.13). Diduga salah satu penyebab terjadinya kontradiksi hubungan IPBK dan IPBK juga terjadi karena indikator ini.

Gambar 4.13 Nilai CPR Kabupaten/Kota di DIY

Sumber: BPS

Indikator selanjutnya adalah persentase wanita yang mendapatkan

perawatan antenatal. Persentase wanita yang mendapatkan perawatan antenatal di Kabupaten Gunungkidul merupakan yang tertinggi di antara nilai persentase wanita yang mendapatkan perawatan antenatal kabupaten/kota lain di DIY. Persentase wanita yang mendapatkan perawatan antenatal di Kabutaen Gunungkidul sebesar 93,07 persen dan nilainya lebih tinggi dari Kota Yogyakarta yang nilainya sebesar 86,78 persen (Gambar 4.14). Diduga salah satu penyebab terjadinya kontradiksi hubungan IPBK dan IPBK juga terjadi karena indikator persentase wanita yang mendapatkan perawatan antenatal ini.

Page 67: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 59

Gambar 4.14 Persentase Wanita yang Mendapat Perawatan

Antenatal Menurut Kabupaten/Kota di DIY

Sumber: BPS

Indikator terakhir adalah persentase anggaran untuk perempuan. Indikator ini merupakan bagian dari dimensi kesetaraan pada IPBK. Persentase anggaran untuk perempuan di Kabupaten Gunungkidul merupakan yang tertinggi di antara nilai persentase anggaran untuk perempuan kabupaten/kota lain di DIY bersama dengan Kabupaten Bantul. Persentase anggaran untuk perempuan di Kabutaen Gunungkidul sebesar 0,53 persen dan nilainya lebih tinggi dari Kota Yogyakarta yang nilainya sebesar 0,24 persen (Gambar 4.15). Diduga salah satu penyebab terjadinya kontradiksi hubungan IPBK dan IPBK juga terjadi karena indikator ini. Indikator ini mengungkapkan bahwa pembiayaan terhadap kesetaraan gender belum terjadi. Terbukti dari nilainya yang kecil dari APBD di masing-masing kabupaten/kota di DIY. Bahkan pembiayaan untuk indikator ini di Kabupaten Kulon Progo nilainya hanya sebesar 0,01 persen.

Page 68: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

60 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Gambar 4.14 Persentase Wanita yang Mendapat Perawatan

Antenatal Menurut Kabupaten/Kota di DIY

Sumber: BPS

Indikator-indikator tersebut di atas mengambarkan bagaimana hubungan antara IPBK dan IPM di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun terdapat kontradiksi akan tetapi telah diketahui bahwa kontradiksi yang terjadi dikarenakan adanya indikator baik yang langsung maupun indikator yang tidak langsung yang mempengaruhi hal tersebut. Indikator TPAK dan persentase APBD pendidikan merupakan inikator langsung yang mempengaruhi hubungan antara IPBK dan IPM. Sedangkan Persentase area hutan, CPR, persentase wanita yang mendapat pelayanan antenatal serta persentase angaran perempuan menjadi penyebab terjadinya kontradiksi hubungan IPBK dengan IPM di Kabupaten Gunungkidul. Tabel nilai indikator IPBK dan IPM dapat dilihat pada Tabel 4.8

Page 69: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 61

Page 70: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

62 Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul

Bab 5

Kesimpulan

Kesimpulan dari tulisan ini adalah: 1. Kabupaten Gunungkidul merupakan perwujudan kondisi masyarakat yang

tumbuh dan berkembang baik secara ekonomi, sosial, kependudukan, dan politik. Hal itu tercermin dari peringkat pertama dari nilai IPBK yang didapatkan. Selain itu nilai IPM Kabupaten Gunungkidul juga dapat dikategorikan baik.

2. Ditinjau dari aspek ekonomi masyarakat Kabupaten Gunungkidul tercermin pada tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari pendapatan rata-rata dan pembagian yang lebih merata.

3. Ditinjau dari aspek sosial, masyarakat yang maju berkaitan dengan kualitas sumber daya manusianya, yang dicerminkan semakin tinggi tingkat pendidikan dan partisipasi penduduknya.

4. Ditinjau dari aspek kependudukan, masyarakat yang maju adalah masyarakat yang sehat, usia harapan hidup yang tinggi, kualitas pelayanan yang baik, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih kecil.

5. Sedangkan ditinjau dari aspek politik, masyarakat yang maju adalah masyarakat yang telah mampu terjamin hak-haknya, dan adanya peran serta masyarakat secara nyata dan efektif dalam segala aspek kehidupan.

6. Secara umum, terdapat hubungan yang erat antara IPBK dengan IPM/HDI, IPBK adalah indikator yang menilai proses pembangunan, sementara IPM adalah indikator output pembangunan. Perubahan nilai pada IPBK akan berpengaruh terhadap perubahan angka IPM, hubungan keduanya adalah hubungan positif dan signifikan.

7. Terjadi kontradiksi antara hubungan IPBK dan IPM di Kabupaten Gunungkidul. Kontradiksi yang terjadi dikarenakan adanya indikator baik yang langsung maupun indikator yang tidak langsung yang mempengaruhi hal tersebut. Indikator TPAK dan persentase APBD pendidikan merupakan inikator langsung yang mempengaruhi hubungan antara IPBK dan IPM. Sedangkan Persentase area hutan, CPR, persentase wanita yang mendapat pelayanan antenatal serta persentase angaran perempuan menjadi penyebab terjadinya kontradiksi hubungan IPBK dengan IPM di Kabupaten Gunungkidul.

Page 71: KAJIAN RELEVANSI IPBK DAN HDI · Tabel 3.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011dan 2013 ..... 19 Tabel

Kajian Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Pembangunan Manusia di Gunungkidul 63

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2010. Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul 2009. Badan Pusat Statistik Gunungkidul

BPS. 2010. Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul 2009. Badan Pusat Statistik Gunungkidul

BPS. 2010. Kabupaten Gunungkidul Dalam Angka 2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik

BPS. 2013. Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul 2012. Badan Pusat Statistik Gunungkidul

BPS. 2014. Kabupaten Gunungkidul Dalam Angka 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik

Dinas Kesehatan Gunungkidul. 2010. Profil Dinas Kesehatan Kab. Gunungkidul

Tahun 2009. Dinas Kesehatan Gunungkidul

Dinas Kesehatan Gunungkidul. 2014. Profil Dinas Kesehatan Kab. Gunungkidul

Tahun 2014. Dinas Kesehatan Gunungkidul

http//gunungkidulkab.bps.go.id

http//www.ampl.or.id

http//www.depkeu.go.id

http//www.gunungkidul.go.id

Mantra, I. B. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Swanson, D.A. and Siegel, J.S. 2004. The Methods and Materials of Demography:

second Edition. California USA: Elsevier Academic Press

Tukiran. 2010. Kependudukan. Jakarta: Universitas Terbuka