tugas fiqih bab1-selesai
TRANSCRIPT
20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dalam pandangan islam.
Pernikahan juga merupakan suatu dasar yang penting dalam memelihara
kemashlahatan umum. Kalau tidak ada pernikahan, maka manusia akan
memperturutkan hawa nafsunya, yang pada gilirannya dapat menimbulkan
bencana dalam masyarakat.
Pada dasarnya, dua orang (laki-laki dan perempuan) melangsungkan
pernikahan dan membangun rumah tangga dengan tujuan untuk memperoleh
kebahagian atau dikenal dengan istilah membentuk keluarga sakinah,
mawaddah, warahma. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua rumah
tangga yang terbentuk melalui pernikahan dilimpahi kebahagiaan. Kadang ada
saja masalah yang menimbulkan perselisihan yang dapat berujung pada
perceraian.
Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur segala hal tentang
kehidupan, termasuk pernikahan, perceraian (talak), rujuk, idah, dan
sebagainya. Talak dapat dilaksanakan dalam keadaan yang sangat
membutuhkan, dan tidak ada jalan lain untuk mengadakan perbaikan. Hal ini
antara lain dibolehkan apabila suami istri sudajh tidak dapat melakukan
kewajiban masing-masing sesuai dengan ketentuan agama, seingga tujuan
rumah tangga yang pokok yaitu mencapai kehidupan rumah tangga yang
tenang dan bahagia sudah tidak tercapai lagi. Apalagi kalau rumah tangga itu
dapat mengakibatkan penderitaan-penderitaan dan perpecajhan antara suami
istri tersebut, maka dalam keadaan demikian perceraian dapat dilaksanakan,
yaitu sebagai jalan keluar bagi segala penderitaan bailk yang menimpa suami
atau istri.
Namun demikian, bagi wanita yang dicerai oleh suaminya, baik vcerai
biasa atau cerai mati (ditinggal mati), tidakl boleh langsung menikah lagi
dengan laki-laki lain, melainkan ia harus menunggu untuk sementara waktu
20
lebih dahulu. Masa menunggu bagi wanita yang bercerai itu disebut iddah.
Diadakan masa iddah itu dimaksudkan untuk mengetahui apakah selama masa
iddah itu wanita tersebut hamil atau tidak, dan jika ternyata hamil maka anak
tersebut masih sebagai anak dari suami yang pertama. Selain itu, iddah
dimaksudkan sebagai masa untuk ‘berpikir ulang’ bagi suami istri untuk
menetukan kelanjutan hubungan mereka. Jika ternyata dalam masa iddah itu,
suami istri menyesali perceraian mereka, mereka bias rujuk atau kembali ke
ikatan pernikahan mereka yang lama. Aturan-aturan tentang talak, iddah, dan
rujuk telah diatur dengan lengkap dalam agama islam.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana hakikat talak?
2. Bagaimana hakikat iddah?
3. Bagaimana hakikat rujuk?
20
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 THALAK
2.1.1 Pengertian
Thalak adalah melepaskan ikatan nikah dari suami dengan
mengucapkan lafaz tertentu, misalnya suami mengatakan kepada isterinya;
“saya thalak engkau”, atau “engkau kucerai”, walaupun mengucapkannya
tanpa niat, atau dengan main-main, maka hukumnya tetap jatuh thalaq,
dengan ucapan tersebut lepaslah ikatan pernikahan dan terjadilah perceraian.
: ( ) ق، َو�الَّط�اَل� �اح، َك الِّن جد َوهزلهن جد جدهن ث �اَل� َث
ج�َع�ة َو�الَّر�
Tiga hal yang seriusnya dianggap serius dan main-mainnya dianggap serius:
nikah, thalaq, dan ruju’ (HR. Abu Dawud dan Al Hakim, Al Hakim
menyatakan sanad haditsnya shahih).
2.1.2 Hukum
Thalak menurut hukum asalnya adalah makruh, karena talak merupakan
perbuatan yang halal tetapi paling tidak disukai oleh Allah SWT.
Sabda Nabi SAW:
Yang Artinya: Perbuatan yang halal, tetapi dibenci Allah adalah
talak” (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah).
2.1.3 Lafal dan Bilangan Talak
Lafas talak itu dapat diucapkan atau dituliskan dengan kata-kata yang
jelas dan kata-kata sindiran. Talak dengan kata yang jelas misalnya : “saya
ceraikan engkau”. Talak dengan kata-kata yang jelas seperti itu tidak
memerlukan niat. Sedangkan talak dengan kata-kata sindiran, misalnya:
“pulanglah engkau ke rumah orang tuamu”. Talak dengan menggunakan kata-
20
kata sindiran tersebut memerlukan niat. Jika suami berniat mentalak, maka
jatuh talak, tetapi jika ia tidak berniat, maka tidak jatuh talaknya.
Adapun bilangan talak maksimal tiga kali, artinya suami berhak
menjatuhkan talak kepada istrinya sampai tiga kali. Pada talak satu dan talak
dua, suami berhak rujuk (kembali) kepada istrinya sebelum habis masa
iddahnyaatau nikah lagi apabila iddahnya sudah habis. Pada talak tiga, suami
tidak boleh rujuk dan tidak boleh nikah kembali, sebelum istrinya itu nikah
dengan laki-laki lain dan sudah digauli serta sudah ditalak olehsuami
keduanya itu.
Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang “perkawinan”,
perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding Pengadilan Agama setelah
Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak. Oleh karena itu talak merupakan ikrar suami dihadapan sidang
Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
Selanjutnya dinyatakan, “seorang suami yang menjatuhkan talak kepada
istrinya mengajukan prmohonan baik lisan maupun tulisan kepada Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alas an serta
memeinta diadakan siding untuk keperluan. Dan prceaian itu terjadi terhitung
pada saat perceraian itu dinyatakan di depan siding “pengadilan”.
2.1.4 Macam-macam Talak
A. Talak menurut bentuknya
Talak yang dijatuhkan suami kepada istri ada beberapa macam
bentuknya, yaitu: ila’, lian, dzihar, dan fasakh.
Ila’
Ila’ ialah sumpah suami bahwa tidak akan mencapuri istrinya.
Ila’ merupakan adat Arab jahiliyah. Mereka bersumpahtidak akan
menggauli istrinya dengan maksud menyakitinya dan membiarkan
ia menderita berkepanjangan tanpa ada kepastian dicerai atau tidak.
20
Jika seorang laki-laki tidak senang lagi kepada istrinya, dan
iapun tidak suka pula kalau nanti istrinya dikawini orang lain,
maka ia melakukan ila’ yaitu bersumpah tidak akan menggauli
istrinya itu.
Setelah Islam datang, adat tersebut dihapus, dengan cara
membatasi waktu sumapah tersebut, selama-lamanya 4 bulan.
Dalam masa 4 bulan tersebut suami harus mencabut sumpahnya
dan kembali kepada istrinya dengan membayar kifarat sumpah.
Jika masa 4 bulan itu sudahh lewat, maka ia wajib memilih antara
kembali kepada istrinya atau menceraikannya. Jika kembali, maka
ia hharus membayar kifarat sumpah, dan jika memilih
menceraikan, maka jatuh talak ba’in sughra yang tidak boleh rujuk
lagi. Perhatikan surat Al Baqarah 226 dan 227.
Artinya:
(Ayat 226). kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi
tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada
isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
(Ayat 227). dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka
Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui
L’ian
Li’an ialah saling melaknat antara suami dan istri. Lian
terjadi karena salah satu (suami/isteri) menuduh yang telah berbuat
zina, sementara yang dituduh bersikeras menolak tuduhan. Apabila
tidak dapat diselesaikan secara baik-baik, keduanya datang ke
20
Pengadilann Agama untuk diadakan sumpah dihadapan hakim. Di
hadapan hakim penuduh disuruh bersumpah sebanyak lima kali,
empat kali sumpah bahwa “Demi Allah, engkau (suami/isteri) telah
berbuat zina”. Yang kelima bersumpah bahwa “Aku (suami/isteri)
bersedia menerima laknat Allah jika berdusta”. Apabila penuduh
tidak mau bersumpah, ia ditahan sampai mau bersumpah atau
mencabut tuduhannya.
Untuk itu perhatikan surat An Nur ayat 6 – 9 :Artinya:
(Ayat 6). dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina),
Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan
nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang
benar.
(Ayat 7). dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya,
jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta[1030].
(Ayat 8). Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya
empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar
Termasuk orang-orang yang dusta.
(Ayat 9). dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya
jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.
Dzihar
Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang berisi
penyerupaan istrinya dengan ibunya seperti kata suami; Engkau
20
seperti punggung ibuku. Pada zaman jahiliah, Dzihar dianggap
sebagai salah satu cara menceraikan istri. Kemudian islam
melarangnya, dan menyatakan haram hukumnya. Suami yang
terlanjur mendzihar istrinya sebelum mencampuri membayar
kifaratnya adapun kifarat dzihar adalah memerdekakan budak, jika
tidak mampu, harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak
kuat puasa, wajib memberi makan 60 orang miskin.untuk dzihar ini
perhatikan surat Al Mujadalah ayat 2 – 4. Artinya:
(Ayat 2). orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu,
(menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka
itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang
melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh
mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
(Ayat 3). orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian
mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib
atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu
bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Ayat 4). Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka
(wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya
bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi
Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi
orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
Fasakh
Fasakh adalah pembatalan nikah yang dilakukan oleh
pengadilan karena salah satu pihak (suami atau isteri) tidak dapat
melaksanakan kewajibannya. Pada dasarnya, fasakh adalah hak
suami dan isteri. Tetapi karena suami sudah mempunyai hak talak,
maka fasakh biasanya diusulkan oleh pihak isteri.
20
Alasan yang dapat digunakanuntuk mengajukan fasakh,
antara lain:
a) suami cacat tubuh yang serius;
b) suami tidak memberi nafkah kepada isteri;
c) suami berselingkuh dengan wanita lain;
d) suami murtad atau pindah agama.
B. Thalak menurut hukumnya
Ditinjau dari segi keadaan isteri, thalakitu dibagi dua macam, yaitu
talak sunni dan talak bid’i.
Talak sunni
adalah talak yang dijatuhkan seorang suami kepada isterinya,
ketika isterinya sedang suci sedang suci, yaitu tidak sedang haid;
atau isteri dalam keadaan suci dan tidak dicampuri; atau sama
sekali belum dikumpuli; atau dalam keadaan hamil. Hhukumnya
bolehh dilakukan.
Talak bid’i
adalah talak yang dijatuhkan suami, ketika isterinya sedang haid,
atau sedang suci tetapi telah dicampuri, atau thalak dua/tiga
sekaligus.thalak bid’I hukumnya haram.
C. Thalak menurut sifatnya
Ditinjau dari segi sifatnya atau cara menjatuhkannya talak itu terbagi
dua, yaitu talak sarih dan talak kinayah
Talak sarih
adalah talak yang diucapkan suami dengan ucapan yang jelas, yaitu
ucapan talak (cerai), firak (pisah), atau sarah (lepas).talak yang
diucapkan dengan menggunakan kata-kata tersebut dinyatakan sah
dengan tidak diragukan lagi keabsahannya.
20
Talak kinayah
adalah ucapan yang tidak jelas maksudnya, tetapi mengarah kepada
perceraian. Misalnya dengan ucapan yang bernada mengusir,
menyuruh pulang atau ucapan yang bernada tidak memerlukan
lagi dan sejenisnya. Jika ucapan itu diniatkan thalak, maka talaknya
jatuh.karena itu untuk menghindari terjadinya talak kinayah,
sebaliknya suami berhati-hati dalam menggunakan kata-kata
kepada isterinya, nabi bersabda yang Artinya: “Dari Abu Hurairah
ra. Ia berkata: Rasulllah bersabda: Ada tiga perkara yang apabila
disungguhkan jadi dan bila main-mainpun tetap jadi, yaitu nikah,
talak, dan rujuk”.
D. Talak menurut hak rujuk suami isteri
Ditinjau dari segi dapat rujuk atau tidaknya, maka talak terbagi dua,
yaitu talak raj’I dan talak bain.
Talak raj’i
adalah talak dimana suami bisa kembali kepada bekas
isterinyadengan tidak memerlukan nikah kembali, yaitu talak satu
dan talak duayang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya.
Talak bain
adalah talak dimana suami tidak boleh merujuk kembalibekas
isterinya, kecuali dengan persyaratan tertentu, talak bain ada dua
macam, yaitu talak bain sugra dan talak bain kubra.
1. Talak bain sugra
adalah talak yang dijatuhkan kepada isteri yang belum
dicampuri dan talak khuluk atau tebus. pada talak ini suami
tidak boleh merujuk kembali kepada bekas isterinya, kecuali
menikahinya dengan pernikahan baru. Sedangkan talak khuluk
adalah talak yang dijatuhkan suami atas permintaan isteri
dengan alasan tertentu. Dalam hal ini suami tidak perlu
memperhatikan keadaan isterinya, apakah sedang haid atau
20
suci, semuanya itu ditanggung isteri karena permintaannya
sendiri. Talak khuluk disebut juga talak tebus karena isteri
wajib membayar ‘iwad atau tebusan ke pengadilan.
2. Talak bain kubra
adalah talak tiga di mana bekas suami tidak boleh merujuk atau
mengawini kembali bekas ieterinya, kecuali bekas isterinya itu
telah dinikahi oleh laki-laki laindan telah dicampuri. Jika
suaminya itu menceraikannya, maka bekas suami pertama
boleh mengawininya kembali. Pernikahan dan perceraian
kedua dengan suami barunya tidak boleh direkayasa.
Semuanya harus terjadi secara kebetulan.
1.2 IDDAH
2.2.1 Pengertian Iddah
Secara bahasa, kata “Iddah” dalam bahasa arab diambil dari kata
“al-‘Adad” dan “al-Ihsha’” yang berarti “Bilangan”, yakni sesuatu yang
dihitung oleh perempuan (istri) dari hari-hari dan haid atau hitungan dari haid
atau suci, atau hitungan bulan.
Secara istilah , “Iddah” berarti sejumlah waktu ( hari ) untuk menunggu
bagi perempuan dan tidak boleh untuk menikah setelah wafat suaminya atau
berpisah denganya. Dikalangan para ulama fiqh terdapat banyak pendapat
dalam memberikan pengertian iddah. Menurut ulama Hanafiah, iddah berarti
saat-saat tertentu menurut syara’ untuk menyelesaikan hal-hal yang terkait
dengan perkawinan. dengan kata lain saat menunggu bagi wanita ketika
berpalingnya perkawinan atau yang serupa. Sedangkan menurut ulama
jumhur,Iddah berarti saat menunggu bagi perempuan (istri) untuk mengetahui
kekosongan rahimnya, atau untuk beribadah, atau keadaan bersedih-berduka
cita terhadap perkawinanya, yang berakhir.
20
2.2.2 Hukum
‘Iddah wajib bagi seorang isteri yang dicerai oleh suaminya, baik cerai
karena kernatian maupun cerai karena faktor lain. Dalil yang menjadi
landasan nya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan mening galkan
isteri-isteri, maka hendaklah para isteri itu menangguhkan diri nya (ber’iddah)
empat bulan sepuluh hari.“(Al-Baqarah: 234)
Dan firman-Nya yang lain:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian menikahi wanita- wanita
yang beriman, kemudian kalian hendak menceraikan mereka sebelum kalian
mencampurinya, maka sekali-kali tidak Wajib atas mere ka ‘iddah bagi kalian yang
kalian minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah
mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.“ (A1-Ahzab: 49)
Yang dimaksud dengan “mut’ah” di sini adalah pemberian untuk
menyenangkan hati isteri yang diceraikan sebelum dicampuri.
2.2.3 Massa Iddah
Lamanya masa iddah bagi seorang perempuan sebagai berikut:
Wanita yang dicerai suaminya, kalau ia sedang mengandung maka masa
iddahnya sampai dengan lahirnya anak yang dikandungnya. Hal ini
berdasarkan firman Allah SWT dalam QS At-Thalaq ayat 4:
Artinya:
[4]. dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya),
Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-
20
perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang
-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.
Wanita yang ditinggal mati suaminya, sedangkan ia tidak
mengandung (hamil), maka iddahnya empat bulan sepuluh hari.
Hal ini berdasarkan Firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat
234:
Artinya:
[234]. orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah)
empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka
tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri
mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
Wanita yang dicerai oleh suaminya. Sedangkan ia masih dalam
keadaan haid, maka iddahnya tiga quru’ (3 kali suci). Hal ini
berdasarkan Firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 228:
20
Artinya:
[228]. wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru'. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka
(para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para
suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Lama masa quru` ada dua pendapat. Pertama, masa suci dari haidh. Kedua, masa haid sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW
“Dia (isteri) ber’iddah (menunggu) selama tiga kali masa haid. “(HR Ibnu Majah)
Demikian pula sabda beliau yang lain:
“Dia menunggu selama hari-hari quru’nya. “(HR Abu Dawud dan Nasa’i)
Wanita yang tidak pernah datang haid lagi, misalnya karena ia masih
kecil atau sudah manupause ( usia yang sudah lanjut), maka iddahnya
tiga bulan. Hal ini berdasarkan Firman Allah SWT dalam QS At-
Thalaq ayat 4:
Artinya:
[4]. dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya),
Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-
20
perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang
-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.
Wanita yang dicerai suaminya sebelum dicampuri maka baginya
tidak ada iddah, dalam arti begitu heri itu cerai, maka hari itu pula ia
boleh menikah dengan laki-laki lain. Hal ini berdasarkan Firman
Allah SWT Al-Ahzab ayat 49:
Artinya:
[49] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang
kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah1226 dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.
2.2.4 Hak istri selama masa iddah
Wanita yang dalam masa iddah raj’iah (iddah talak satu atau talak dua
berhak menerima tempat tinggal, pakaian dan belanja dari suaminya. Karena
pada hakekatnya mereka masih belum putus tali perkawinannya, dan masih
berstatus suami isteri. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang
artinya: “perempuan berhak mengambil nafkah dan rumah kediaman dari
bekas suaminya yang masih boleh rujuk kepadanya (H.R. Ahmad dan An
Nasa’i)”
20
Wanita dalam iddah ba’in (talak tiga atau khuluk) tetapi tidak hamil hanya
berhak mengambil tempat tinggal saja. Berdasarkan Firman Allah SWT
dalam QS At-Thalaq ayat 6:
Artinya:
[6]. tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan
jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya.
Wanita dalam iddah wafat tidak mendapat hak seperti wanita dalam iddah
li’an tetapi ia dan anak kandungnya mendapat hak pusaka dari suaminya
yang meninggal dunia. Rasusullah SAW Bersabda yang artinya: “ wanita
hamil yang kematian suaminya tidak berhak mengambil nafkah” (H.R.
Muslim).
2.2.5 Hikmah disyari’atkannya iddah1. Memberikan kesempatan kepada suami isteri untuk kembali kepada
kehidupan rumah tangga, apabila keduanya masih melihat adanya
kebaikan di dalam hal itu.
20
2. Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada isteri yang
dicerai kan. Untuk selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di
dalam kandungannya, agar menjadi jelas siapa ayah dan bayi tersebut.
3. Agar isteri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang
dialami keluarga suaminya dan juga anak-anak mereka serta menepati
permintaan suami. Hal ini jika ‘iddah tersebut di karenakan oleh
kematian suami.
2.2.6 Larangan Bagi Wanita Yang Sedang Menjalani Masa ‘Iddah.
Di antara yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang
ber`iddah adalah:
1. Tidak boleh menerima khitbah (lamaran) dari laki-laki lain kecuali dalam
bentuk sindiran.
2. Tidak boleh menikah
3. Tidak boleh keluar rumah
4. Tidak Berhias (Al-Hidad/Al-Ihtidad)
Seorang wanita yang sedang dalam masa iddah dilarang untuk berhias atau
bercantik-cantik. Dan di antara kategori berhias itu antara lain adalah:
o Menggunakan alat perhiasan seperti emas, perak atau sutera
o Menggunakan parfum atau wewangian
o Menggunakan celak mata, kecuali ada sebagian ulama yang
membolehkannya memakai untuk malam hari karena darurat.
o Memakai pewarna kuku seperti pacar kuku (hinna‘) dan bentuk-
bentuk pewarna lainnya.
o Memakai pakaian yang berparfum atau dicelup dengan warna-
warna seperti merah dan kuning.
Di dalam kitab Fiqhus-Sunnah, As-Sayyid Sabiq mengatakan:
“Isteri yang sedang menjalani masa ‘iddah berkewajiban untuk menetap di
rumah yang ia dahulu tinggal bersama sang suami, hingga selesai masa
20
‘iddahnya. Dan tidak diperbolehkan baginya keluar dan rumah tersebut.
Sedangkan suaminya juga tidak diperbolehkan untuk mengeluarkannya dari
rumahnya. Seandainya terjadi perceraian di antara mereka berdua, sedang
isterinya tidak berada di rumah di mana mereka berdua menjalani kehidupan
rumah tangga, maka si isteri wajib kembali kepada suaminya untuk sekedar
suaminya mengetahuinya di mana ia berada.”
Sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah SWT (Qs.Ath-Thalaq : 1)
[65:1] Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang
wajar)1482 dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah
Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang
terang1483. Itulah hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim
terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan
sesudah itu sesuatu hal yang baru1484
Apabila isteri yang dithalak itu melakukan perbuatan keji secara terang-
terangan memperlihatkan sesuatu yang tidak baik bagi keluarga suaminya,
maka dibolehkan bagi suami untuk mengusirnya dari rumah tersebut,
demikian menurut Ibnu Abbas.
Pendapat Sayyid Sabiq di atas juga ditentang oleh Aisyah Radhiyallahu
Anha, Ibnu Abbas, Jabir bin Zaid, Hasan, Atha’, dan diriwayatkan Ali dan
20
Jabir; di mana Aisyah sendiri pernah mengeluarkan fatwa kepada isteri yang
ditinggal mati suaminya untuk keluar dan rumah pada saat menjalani masa
‘iddahnya. Lalu isteri tersebut keluar rumah bersama dengan saudara
perempuannya, Ummu Kultsum berangkat ke Makkah untuk menjalankan
ibadah umrah, yaitu ketika Thalhah bin Ubaid terbunuh.
1.3 RUJUK
1.3.1 Pengertian
Ruju‘ dari segi bahasa berarti kembali. Manakala dari segi syara‘
pula ialah mengembalikan isteri kepada nikah dalam waktu ‘iddah
yang bukan talaq ba’in dengan syarat-syarat tertentu.
Ruju‘ adalah hak yang diberikan oleh Islam kepada bekas suami
untuk melanjutkan ikatan perkawinannya dengan bekas isteri yang
diceraikannya sebelum habis waktu ‘iddah isteri.
Seorang suami yang hendak merujuk isterinya tidak perlu
mendapatkan persetujuan kepada bekas isteri terlebih dahulu.
Seorang suami yang telah menceraikan isterinya dengan talak satu
atau dua, harus baginya untuk rujuk kembali kepada isterinya selama
isteri itu masih dalam iddah kerana rujuk adalah hak suami, bukan
hak isteri.
Rujuk digalakkan oleh Islam. Dalam Firman Allah:
(Surah Al-Baqarah, 2:228)
Maksudnya:“Dan suami-suami, mereka lebih berhak untuk mengambil kembali (ruju‘) akan isteri-isteri di dalam masa ‘iddah itu jika mereka bertujuan mahu membuat perdamaian.”
(Surah At-Talaq, 65:2)
Maksudnya:“Maka apabila mereka telah mendekati akhir ‘iddah, ruju‘lah
20
mereka dengan cara yang ma‘ruf (baik) atau ceraikan mereka dengan cara yang ma‘ruf (baik).”
Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam telah bersabda kepada ‘Umar ketika dikhabarkan bahawa anaknya (‘Abdullah) telah menceraikan isterinya ketika haidh maka Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam bersabda yang bermaksud:
“Suruh anakmu supaya dia rujuk kepada isterinya.”(Maksud Al-Hadith)
1.3.2 Hukum Rujuk
1. Wajib — Suami yang menceraikan salah seorang daripada isteri-
isterinya dan dia belum menyempurnakan pembahagian giliran
terhadap isteri yang diceraikan itu.
2. Haram — Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan
kemudaratan kepada isteri tersebut.
3. Makruh — Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada
rujuk.
4. Harus — Jika membawa kebahagiaan kepada ahli keluanga kedua-
dua belahpihak.
5. Sunat — Sekiranya mendatangkan kebaikan.Suami boleh merujuk isteri yang ditalakkannya dengan syarat-
syarat berikut:
Belum habis iddah.
Isteri tidak diceraikan dengan talak tiga.
Talak itu setelah persetubuhan.
1.3.3 Rukun Rujuk1. Suami yang merujuk
Syarat-syarat suami sah merujuk: Berakal. Baligh.
20
Dengan kemahuan sendiri. Tidak dipaksa — tidak sah rujuk suami yang murtad.
2. Isteri yang dirujuk. Syarat isteri yang sah dirujuk: Telah disetubuhi. Bercerai dengan talak, bukan dengan fasakh. Tidak bercerai dengan khuluk — tidak sah dirujuk isteri yang
bercerai dengan khuluk. belum dijatuhkan talak tiga
3. Ucapan yang menyatakan rujuk. Syarat-syarat lafaz:
Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku rujuk engkau” atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
Tidak bertaklik — tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik,misalnya kata suami “aku rujuk engkau jika engkau mau”. Rujuk itu tidak sah walaupun isteri mengatakan mau.
Tidak terbatas waktu - seperti kata suami “aku rujuk engkau selama sebulan”.
Isteri yang telah habis tempo iddahnya atau diceraikan dengan Talak Bain termasuklah Talak Tiga tidak boleh dirujuk semula. Sekiranya ingin bersatu semula hendaklah dengan akad yang baru.
1.3.4 Syarat Rujuk
1. Selesai iddah dari suami pertama.
2. Bekas isteri berkawin dengan lelaki lain.
3. Suami kedua sudah melakukan persetubuhan dengannya.
4. Bercerai dengan suami kedua, fasakh, atau mati (habis iddah)
5. Setelah tamat iddahnya, suami pertama boleh kembali bekas
isterinya itu dengan akad nikah yang baru mengikut syarat-syarat
dan rukun-rukun nikah yang ditetapkan
6. Rujuk secara bengurau dianggap sah walaupun dilakukan secara
main-main dan tanpa saksi.
20
1.3.5 Prosedur Rujuk
1. Jika selepas perceraian yang boleh diruju‘kan (dalam ‘iddah
raj‘iyy) dan ruju‘ telah berlaku dengan persetujuan bersama, pihak-
pihak itu hendaklah melaporkan hal peruju‘kan tersebut kepada
Pendaftar Nikah, Cerai dan Ruju‘ Daerah berkenaan dalam tempoh
tujuh (7) hari daripada tarikh peruju‘kan berlaku serta menerangkan
butir-butir yang berkaitan dengannya dalam borang yang
ditetapkan.
2. Bagi pihak-pihak yang ingin memohon ruju‘ atas persetujuan
bersama semasa di dalam ‘iddah raj‘iyy, pemohon hendaklah hadir
di hadapan Pendaftar Nikah, Cerai dan Ruju‘ Daerah bersama isteri
dan dua orang saksi lelaki.
3. Setiap ruju‘ yang hendak dibuat di hadapan Pendaftar Nikah, Cerai
dan Ruju‘ Daerah hendaklah memastikan pemohon mengemukakan
sijil cerai asal atau keputusan bercerai daripada Mahkamah
Syari‘ah berkaitan sebelum ruju‘ dijalankan.
4. Apabila Pendaftar Nikah, Cerai dan Ruju‘ Daerah berpuashati
bahawa ruju‘ tersebut berlaku secara sah dari segi hukum syara‘,
baharulah pendaftaran atau permohonan ruju‘ diterima setelah
pemohon menyertakan bersama-sama borang permohonan, salinan
resit pendaftaran kes perceraiannya di Mahkamah atau Sijil Cerai
yang asal.
5. Pendaftaran atau permohonan ruju‘ hendaklah dilakukan di
hadapan Pendaftar Nikah, Cerai dan Ruju‘ Daerah.
6. Setiap ruju‘ yang telah didaftarkan, Sijil Cerai asal tersebut akan
diambil oleh Pendaftar Nikah, Cerai dan Ruju‘ Daerah berkaitan
dan dihantar kepada Pendaftar Nikah, Cerai dan Ruju‘ Daerah yang
20
mengeluarkan untuk dibatalkan dan direkodkan di dalam Buku
Daftar Cerai Pendaftar Nikah, Cerai dan Ruju‘ Daerah berkaitan.
7. Pemohon yang telah didaftarkan ruju‘ mereka akan diserahkan
kepada mereka Surat Keterangan Ruju‘ (Borang 2D) dan
direkodkan di dalam Buku Daftar Serahan Keterangan Ruju‘.
8. Butir-butir peruju‘kan tersebut hendaklah dicatitkan dan disimpan
oleh Pendaftar Nikah, Cerai dan Ruju
1.3.6 Hikmah Rujuk
1. Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk
kepentingan kerukunan numah tangga.
2. Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah
berlaku perceraian.
3. Dapat menimbulkan kesadaran untuk lebih bertanggungjawab
dalam soal rumahtangga.
BAB III
KESIMPULAN
1. Thalak adalah melepaskan ikatan nikah dari suami dengan mengucapkan lafaz
tertentu, misalnya suami mengatakan kepada isterinya; “saya thalak engkau”,
dengan ucapan tersebut lepaslah ikatan pernikahan dan terjadilah perceraian.
Thalak menurut hukum asalnya adalah makruh, karena talak merupakan perbuatan
yang halal tetapi paling tidak disukai oleh Allah SWT
2. Iddah berarti sejumlah waktu ( hari ) untuk menunggu bagi perempuan dan tidak
boleh untuk menikah setelah wafat suaminya atau berpisah denganya. Dikalangan
para ulama fiqh terdapat banyak pendapat dalam memberikan pengertian iddah.
20
Menurut ulama Hanafiah, iddah berarti saat-saat tertentu menurut syara’ untuk
menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan perkawinan. dengan kata lain saat
menunggu bagi wanita ketika berpalingnya perkawinan atau yang serupa.
Sedangkan menurut ulama jumhur, Iddah berarti saat menunggu bagi perempuan
(istri) untuk mengetahui kekosongan rahimnya, atau untuk beribadah, atau
keadaan bersedih-berduka cita terhadap perkawinanya, yang berakhir.
3. Rujuk dan segi bahasa kembali atau pulang. Dari segi istilah hukum syarak rujuk
bermaksud mengembalikan perempuan kepada nikah selepas perceraian kurang
daripada tiga kali dalam masa idah dengan syarat-syarat tertentu.