tugas ekoevo climatechange tomiariyanto

18
Perubahan Ke FAKULTAS MA Tugas Ekologi Evolusi Iklim dan Dampaknya Terh eanekaragaman hayati Tomi Ariyanto 1306361141 UNIVERSITAS INDONESIA ATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN A PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI BIOLOGI DEPOK 2013 hadap ALAM

Upload: tom-ariyanto

Post on 29-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

Perubahan Iklim dan Dampaknya Terhadap

Keanekaragaman hayati

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Tugas Ekologi Evolusi

Perubahan Iklim dan Dampaknya Terhadap

Keanekaragaman hayati

Tomi Ariyanto

1306361141

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

DEPOK

2013

Perubahan Iklim dan Dampaknya Terhadap

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Page 2: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

1. Perubahan iklim

1.1 pengertian Perubahan iklim

Perubahan iklim merupakan salah satu permasalahan terbesar global saat ini.

Perubahan iklim yang ditandai dengan perubahan suhu permukaan bumi dan

perubahan curah hujan sangat berpengaruh terhadap seluruh kehidupan di

permukaan bumi. Iklim yang berubah akan menyebabkan perubahan dalam

berbagai proses dalam ekosistem yang secara langsung dapat menyebabkan

gangguan terhadap kehidupan manusia dan seluruh keanekaragaman hayati.

Menurut Parmesan dan Mattews (2006) secara umum, perubahan iklim

disebabkan oleh perubahan peyimpanan dan penyebaran energi matahari di planet

bumi. Radiasi matahari menuju bumi melewati atmosfer sebagai sinar UV

gelombang pendek. Ketika gelombang pendek sinar UV mengenai bumi, gelombang

tersebut akan berubah menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi

akan menyerap sebagian panas tersebut dan sebagian lagi dipantulkan kembali ke

atmosfer. Sebagian dari panas ini berwujud sebagai radiasi infra merah gelombang

panjang yang menuju ke ruang angkasa. Keberadaan gas rumah kaca di atmosfer

menyebabkan energi panas tersebut terperangkap dan dipantulkan kembali ke

permukaan bumi yang disebut sebagai efek rumah kaca. Gas-gas rumah kaca terdiri

dari CO2 (karbon dioksida), CH4 (metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS

(perflurokarbon) dan lain-lain yang. Menurut Indrawan dkk (2007) secara alami efek

rumah kaca menjaga bumii tetap hangat sehingga memungkinkan kehidupan di

bumi. Namun saat ini akumulasi gas rumah kaca di atmosfer snagat tinggi sehingga

menyebabkan bumi menjadi semakin panas dan memicu perubahan iklim.

Peningkatan gas rumah kaca tersebut diakibatkan oleh aktifitas manusia yang

menghasilkan emisi seperti transportasi, industri, pembukaan lahan dan peternakan.

Salah satu dampak yang dihasilkan dari perubahan iklim adalah adanya peningkatan

suhu permukaan bumi yang dikenal sebagai global warming atau pemanasan global

(Indrawan dkk, 2007).

Page 3: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

1.2. Pengukuran perubahan iklim

Telah ditemukan beberapa fakta dan bukti mengenai perubahan faktor-faktor

perubahan iklim. Menurut IPCC (2002) bukti-bukti hasil pengamatan telah

menemukan beberapa hasil seperti perubahan pada komposisi atmosfer

(peningkatan konsentrasi karbondioksida dan metana di atmosefer), perubahan

pada faktor ilkim bumi (perubahan suhu, curah hujan, tutupan es, permukaan laut,

tingginya frekuensi cuaca ekstrem dan lain-lain) (tabel 1).

Tabel 1. Indikator perubahan iklim yang telah diamati

Indikator Perubahan yang teramati

Indikator konsentrasi

Konsentrasi CO2 di Atmosfer

280 ppm periode 1000-1750, 368 ppm pada tahun

2000 (kenaikan 31±4%)

Konsentrasi CH4 di Atmosfer

700 ppb periode 1000-1750 ke 1750 ppb pada tahun

2000 (kenaikan 151±25%)

Konsentrasi N20 di Atmosfer

270 ppb periode 1000-1750 ke 315 ppb pada tahun

2000 (kenaikan 17±5%)

Konsentrasi O3 di Troposferik

Menigkat 35±15% dari tahun 1750 ke tahun 2000,

bervariasi diantara regional

Konsentrasi O3 di Stratosfer

Menurun dari tahun 1750-2000 bervariasi

berdasarkan ketinggian dan garis lintang

Indikator cuaca

Suhu rata-rata global Meningkat antara 0.5±0.2 seama abad 20

Suhu permukaan hemisfer utara Meningkat

Jumlah hari panas (heat index) Meningkat

Jumlah hari dingin (frost day) Menurun selama abad 20

Curah hujan Meningkat 5-10% selama abad 20 di Hemisfer utara

dan menurun di beberapa reginla seperti Afrika

Utara, Afrika Barat dan di Mediterania

Sejak masa pra-idustri, konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer meningkat

seiring dengan aktifitas manusia, dimana gas tersebut mencapai titik tertinggi pada

Page 4: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

tahun 1990-an dan sebagian besar terus meningkat. Selama periode 1750 sampai

2000 konsentrasi CO2 meningkat sebanyak 31±4% atau sebanyak 1,46 Wm-2.

Penyebab utama dari peningkatan kadar karbondioksida tersebut adalah akibat dari

pembakaran fosil, penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan. Hingga abad

19 dan abad 20, biosfer daratan global merupakan tempat sumber simpanan karbon

(net carbon source) namun pada akhir abad 21 menjadi tempat hilangnya karbon

ynag disebabkan karena kombinasi dari berbagai faktor. Peningkatan konsentrasi di

atmosfer juga terjadi pada gas metana (CH4) dimana meningkat 151±25% dari tahun

1750 sampai 2000 atau sebanyak 0,48 Wm-2 yang disebabkan oleh emisi dari

pembakaran fosil, peternakan, pertanian dan lain-lain (IPCC, 2002).

Gambar 1. Catatan perubahan komposisi atmosfer selama satu mileniu terakhir yang

menunjukkan peningkatan CO2 secara cepat yang menancai pertumbuhan industri sejak

tahun 1750.

Selama abad 20 terdapat peningkatan panas pada daratan dan lautan secara

konsisten. Pada 100 tahun terakhir, rata-rata terdapat peningkatan suhu permukaan

bumi sebesar 0,60C (0,4-0,80C) (Parmesan dan Mattews, 2006). Penigkatan suhu

terbesar terjadi di lintang tengah dan atas pada permukaan bumi bagian utara,

permukaan tanah mengalami peningkatan lebih besar dari pada lautan dan suhu

malam hari lebih meningkat dibandingkan pada siang hari. Sejak tahun 1950,

peningkatan suhu permukaan laut setengah dari peningkatan rata-rata suhu

permukaan tanah dan suhu minimum pada malam hari meningkat sebesar 0,20 C

Page 5: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

per dekade dan dua kali lebih besar dari rata-rata peningkatan suhu maksimum di

siang hari (IPCC, 2002).

Curah hujan juga menunjukkan peningkatan selama abad 20 sebesar 5-10%

di hemisfer utara tetapi di bagian subtropis mengalami penurunan sebesar 3%.

Peningkatan suhu diperkirakan merupakan faktor yang menyebabkan perubahan

curah hujan dan uap atmosfer karena adanya perubahan sirkulasi atmosfer, siklus

hidrologi yang lebih aktif dan peningkatan kapasitas atmosfer dalam menyimpan air.

Selain itu juga terjadi peningkatan frekuensi pada hujan lebat (50 mm dalam 24 jam)

sebesar 2-4% pada hemisfer utara selama abad 20 (IPCC, 2002).

Pengamatan perubahan iklim juga diketahui dengan adanya penurunan

jumlah tutupan es, perubahan durasi beku pada danau dan sungai di bumi bagian

utara dan peningkatan permukaan laut. Permukaan es di kutub utara yang diamati

sejak tahun 1960-an mengalami penurunan sebesar 10% sedangkan penurunan

durasi periode beku pada sungai dan danau di hemisfer utara sebesar 2 minggu.

Selama abad 20 telah terjadi peningkatan permukaan air laut sebesar 1 -2 mm.

Berdasarkan pengamatan peningkatan air laut tersebut sangat berhubungan dengan

pemanasan global melalui ekspansi panas pada air laut dan berkurangnya tutupan

es (IPCC, 2002). Selain itu perubahan iklim telah menyebabkan penurunan air di

daerah aliran sungai di Niger, Danau Chad dan senegal sebesar 40-60%,

kemunduran garis pantai berpasir sebesar 70% serta dapat menyebabkan hutan di

Alaska mundur 100 Km ke arah utara untuk setiap kenaikan suhu 10C (McCarthy

dkk, 2001).

2. Dampak Perubahan Iklim Pada Keanekaragaman Hayati

2.1. Keanekaragaman hayati dan Perubahan iklim

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman dari semua organisme hidup

dari semua sumber, termasuk keanekaragaman diantara spesies, antar species

maupun antar ekosistem. Keberadaan keanekaragaman hayati telah dibuktikan

sangat berpengaruh dalam tingkat, besaran, arah dalam proses ekosistem esensial

seperti polinasi, pengendalian penyakit dan hama pertanian, konservasi nutrient

tanah dan penjernihan air (Guariguata, 2006).

Keanekaragaman hayati memiliki peranan secara langsung dalam pengaturan

iklim. Keanekaragaman hayati berpengaruh terhadap kemampuan eksosistem

Page 6: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

daratan untuk menangkap karbon di atmosfer, pengaturan tingkat evapotranspirasi

dan temperaturnya, yang semuanya berpengaruh terhadap iklim baik secara lokal

maupun global. Keanekaragaman hayati mempengaruhi penyerapan karbon

atmosfer yang utamanya ditentukan oleh karakteristik spesies. Karateristik species

tersebut menentukan berapa banyak karbon yang mampu diserap dari atmosfer,

berapa banyak karbon yang mampu ditahan dan berapa banyak karobon yang

dilepaskan lagi ke dalam atmosfer (Guariguata, 2006).

Hilangnya keanekaragaman hayati seperti melalui pembakaran dan

pembukaan hutan telah sangat berpengruh terhadap peningkatan pemanasan global

melalui pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer. Sedangkan dengan adanya

perubahan iklim juga dapat berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati dan

ekosistemnya dengan adanya perubahan distribusi, ukuran populasi, periode migrasi

dan reproduksi, peningkatan hama dan penyakit bagi berbagai spesies (Guariguata,

2006). Menurut Boye dan Klingenstein (2006) perubahan iklim juga sangat berkaitan

dengan peningkatan spesies invasive di Eropa Tengah. Sehingga keanekaragaman

hayati dan perubahan iklim memiliki kaitan sangat erat dan saling mempengaruhi.

2.2. Dampak perubahan iklim pada keanekaragaman hayati di ekosistem darat

dan air tawar

Perubahan iklim telah banyak berpengaruh terhadap pada keanekaragaman

hayati baik secara biologis pada spesies maupun perubahan pada intensitas

gangguan ekologis yang diterima.

a) Perubahan pada komposisi ekosistem

Hasil pengamatan di Jerman menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat

menyebabkan perubahan komposisi vegetasi. Tumbuhan yang tumbuh di iklim

Atlantis dengan musim dingin sedang akan dapat memperluas penyebarannya.

Sebagai contoh tumbuhan English Holly (Ilex aquifolium) diperkirakan akan

memperluas penyebarannya hingga dua kali lipat pada tahun 2050 dan dapat

merubah vegetasi di hutan Jerman bagian timur. Perubahan pada komposisi

vegetasi akan menyebabkan perubahan komposisi jenis tumbuhan dan hewan

berdasarkan ketinggian. Beberapa jenis specialis di pegunungan atas di Alpin akan

menghadapi kompetisi dengan beberapa jenis yang sebelumnya tidak ada di

pegunungan atas (Walter dkk, 2005). Sebagai hasilnya jenis-jenis specialis

pegunungan akan sangat terancam dan mengalami kepunahan. Hasil kedua adalah

Page 7: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

hilangnya beberapa karakteristik tipe dan zonasi vegetasi secara biologis dan

geografis (Boye dan Klingenstein, 2006). Salah satu permasalahan terhadap

konservasi dari perubahan iklim adalah akan terjadinya peningkatan jenis-jenis asing

dan invasive pada beberapa ekosistem.

b) Perubahan periode biologis

Perubahan dalam perubahan periode dalam berbagai proses biologis telah

banyak diamati seperti perubahan pada periode reproduksi dan pertumbuhan pada

spesies invertebrata yang secara normal hidup dalam kondisi sangat dingin akibat

dari kondisi yang semakin menghangat pada musim gugur dan musim semi. Antara

tahun 1978 dan 1984 terdapat dua jenis amphibi yang memulia musim bertelurnya

lebih cepat 2 -3 minggu akibat peningkatan suhu lingkungan (IPCC, 2002). Brown

dkk (1999) yang melakukan penelitian burung Aphelocoma ultramarina di

Pegunungan Chiricuahua, sebeah selatan Arizona, menemukan bahwa antara 1971

hingga 1998 musim berbiak burung tersebut rata-rata maju 10 hari. Dunn dan

Walker (1999) melakukan penelitan pada lebih dari 3400 sarang Tachycineta bicolor

untuk mengetahui waktu permulaan periode berbiak di 48 delapan bagian negara di

Kanada. Dari data yang akurat yang dikumpulkan selama selama 24 tahun tersebut

(1959-1991), terlihat bahwa waktu burung untuk bertelur memiliki korelasi yang kuat

dengan temperatur rata-rata di bulan Mei dan rata-rata terjadi waktu peneluruan

tersebut maju slama 9 hari.

Salah satu periode biologis yang sangat terpengaruh dengan adanya

perubahan iklim adalah perubahan waktu spesies migrasi. IPCC (2002) menyatakan

bahwa pada serangga dan burung yang melakukan migrasi antara Amerika dan

Eropa, komunitas tersebut terlalu cepat datang ke Amerika pada musim semi dan

terlambat berangkat dari Eropa pada musim gugur. Di benua Asia dan Afrika juga

terjadi beberapa kasus perubahan pola migrasi dari berbagai satwa.

Parmesan dan Mattews (2006) juga mengungkapkan bahwa periode fenologi

pada tumbuhan juga berubah yang sangat dipenagruhi oeh perubahan temperatur,

perubahan photoperiode (jumlah hari cerah), perubahan pasang surut, iklim

musiman (monsson) dan kedatangan spesies migran yang membantu penyerbukan.

Memmott dkk (2007) melakukan simulasi pengaruh perubahan iklim terhadap

interaksi dalam penyerbukan menggunakan 1420 polinator dan 429 jenis tumbuhan.

Page 8: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

Hasil dari penelitian tersebut bahwa terjadi perubahan fenologi dari tumbuhan dan

mengacaukan waktu ketika terjadi overlapping antara bunga dan polinator. Hal

tersebut meyebabkan 17-50% polinator mengalami kekurangan sumber daya pakan

yang diprediksi akan menyebabkan kepunahan bagi polinator, tumbuahan yang

diserbuki dan interaksi antara keduanya.

c) Perubahan morfolgis, fisiologis dan perilaku

Perubahan iklim juga telah dapat menyebabkan adanya perubahan morfologis,

fisiologis dan perilaku. Sebagai contoh kura-kura tumbuh lebih besar dan matang

seksual lebih cepat pada cuaca yang lebih panas, berat tubuh tikus kayu Neotoma

sp di Amerika Utara mengalami penurunan bersamaan dengan peningakatan suhu

selama delapan tahun. Selain itu bayi rusa merah Cevus elaphus di Skotlandia

mengalami tumbuh lebih cepat pada musim semi yang hangat dan mendekati

ukuran rusa dewasa, dan berbagai jenis kodok bersuara lebih sering dan lebih cepat

untuk mencari pasangan pada suhu yang lebih hangat. (IPCC, 2002).

Pada penelitian lalat Eropa (Drosophila subobscura), di negara-negara utara

lalat tersebut memiliki sayap yang lebih panjang dari pada yang tinggal di negara-

negara sebelah selatan. Setelah lalat tersebut dintroduksi ke Amerika Serikat bagian

barat, lalat-lalat tersebut memiliki panjang yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa

spesies liar dapat mengalami perubahan yang cepat sesuai dengan kondisi iklim

lokal (Parmesan dan Mattews, 2006).

d) Perubahan distribusi dan populasi

Perubahan distribusi dan kepadatan populasi di hampir semua benua telah

menunjukkan bahwa hal tersebut berkaitan dengan perubahan iklim. Perubahan

yang tercatat meliputi spesies dalam kelompok taksonomi mayor seperti mamalia,

burung, amphibi dan insekta. Sebagai contoh daerah distribusi kupu-kupu di

Amerika Utara dan Eropa telah mengalami perubahan yaitu bergeser lebih kearah

kutub dan lebih tinggi secara elevasi. Penelitian dari 35 jenis kupu-kupu non migran

di Eropa menunjukkan bahwa lebih dari 60% telah bergeser ke arah utara sebesar

35-240 Km selama abad 20. Selain itu populasi kupu-kupu dan ngengat hutan di

Eropa tengah telah mengalami pertumbuhan populasi yang cepat pada awal 1990-

Page 9: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

an,termasuk ngengat gipsi (Lymantria dispar), seiring dengan ekspansi beberapa

jenis capung (Odonata), kecoa, belalang (Orthoptera) ke arah kutub (IPCC, 2002).

Di Kanada, rubah merah (Vulpes vulpes) telah melakukan ekspansi ke arah

utara selama 70 tahun ketika rubah Arctic (Alopex lagopus) berkontraksi ke arah

Samudra Arktik (Hersteinsson dan MacDonald, 1992). Waktu perubahan batas

terjadi ketika musim panas. Pada awal ekspansi rubah merah ke arah utara

seringkali gagal karena rubah merah memiliki kondisi fisik yang menyulitkan untuk

beradaptasi dengan lingkungan dingin (memiliki telinga dan tungkai yang lebih

panjang) seperti rubah arktik. Ekspansi rubah merah menuju utara dapat dijadikan

indikator bagi trend pemanasan global (Parmesan dan Mattews, 2006).

e) Peningkatan hama dan penyakit

Seperti berbagai jenis yang banyak bergeser ke arah kutub utara dan menuju ke

elevasi yang lebih tinggi, organisme hama dan penyebab penyakit juga banyak yang

bergeser ke arah tersebut. Sebagai contoh, ulat pucuk cemara akan mewabah lebih

sering mengikuti musim kering dan musim panas di beberapa lokasi. Dinamika

hama-inang sangat dipengaruhi oleh musim kering, dimana pada masa itu tumbuhan

inang akan mnegalami stress dan jumlah cacing yang bertelu akan meningkat (pada

suhu 250C jumlag cacing

yang bertelur 50% lebih

daripada pada suhu

150C). Jika musim semi

datang terlambat maka

populasi cacing tersebut

akan membunuh semua

pohon inang tersebut.

Penyebarab berbagai

penyakit infeksi baik yang

ditularkan lewat hewan

(contoh :dengue, malaria)

maupun yang disebarkan

oleh air (contoh: diare)

telah lebih meluas akibat Gambar. 2. Perbandingan antar rusa yang sehat dan terkena

penyakit cacing otak di St. Louis Country (Mike Schrage, Wildlife

biologist)

Page 10: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

dari perubahan iklim (IPCC, 2002). Dampak perubahan iklim juga telah

mempengaruhi penyebaran penyakit cacing otak pada rusa di Ameria Serikat

(Lenarz, dkk 2009)

f) Perubahan pada ekologi perairan darat

Perubahan pada ekologi perairan darat ditandai dengan berbagai perubahan

aliran sungai, banjir, kekeringan, suhu air dan kualitas air yang dipengaruhi oleh

kondisi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan yang disediakan. Aliran sungai

puncak di Eropa timur, Rusia dan Amerika Utara telah berubah dari musim semi

menjadi akhir musim dingin. Sedangkan di bagian dunia lain terjadi peningkatan

frekuensi kekeringan dan banjir, seperti kekeringan di Sahel dan bagian utara dan

selatan Brazil serta banjir di Kolombia dan Peru. Danau dan waduk , khususunya

yang berada di lokasi semi gersang (seperti di Afrika) mengalami perubahan pada

penyimpanan sehingga banyak mengalami kekeringan (IPCC, 2002).

Perubahan intensitas dan frekuensi hujan yang dikombinasikan dengan

perubahan penggunaan lahan di daerah aliran sungai telah meningkatkan erosi

tanah dan kekeruhan sungai. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan biota

di sungai sehingga terjadi hilangnya biodiversitas dan jasa lingkungan yang

disediakan oleh biodiversitas tersebut seperti penurunan produksi ikan air tawar dan

keluarnya air dari lahan basah (IPCC, 2002).

2.3. Dampak perubahan iklim pada keanekaragaman hayati di ekosistem laut

dan pesisir

Pemanasan global banyak menimbulkan pengaruh pada iklim laut. Pemanasan

global menyebabkan salju dan es mencair, data satelite sejak tahun 1978

menunjukkan bahwa lautan es menyusut 7.4% per dekade (IPCC, 2007).

Penyusutan es dapat menigkatkan tinggi permukaan air laut. Perubahan curah hujan

dan evapotranspirasi telah menurunkan salinitas laut di garis lintang ynag tinggi dan

meningkatkan salinitas pada garis lintang yang rendah. Beberapa perubahan pada

karakteristik air dapat merubah sirkulasi samudra dalam skala besar meskipun

belum terlihat banyak bukti yang jelas.

Page 11: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

a. Pengasaman laut

Terdapat hubungan langsung antara konsentrasi CO2 dan pH dimana ketika

CO2 meningkat maka pH akan turun (Caldeira dan Wickett, 2003). Hal ini

merupakan gangguan yang sangat besar bagi organisme laut dan ekosistem.

Selama 200 tahun terakhir, lautan telah menyerab kira-kira setengah CO2 yang

dihasilkan oleh manusia dan saat ini sekitar 1 juta ton CO2 terserab ke laut setiap

jam. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat penurunan pH laut 0,1 pada 200 tahun

terakhir dan diperkirakan pH akan turun 0,3 – 0,5 pada 2100, tingkat penurunan

tersebut 100 kali lebih cepat daripada tingkat penurunan selama jutaan milenium lalu

(Brierley dan Kingsford, 2009). Tingkat penyerapan CO2 sangat bervariasi

tergantung pada suhu dan kekuatan angin. Pada air yang lebih dingin lebih mudah

memecah CO2 daripada pada air yang lebih hangat, sehingga pada air dingin lebih

mudah mengalami acidification (pengasaman) (Guinotte dan Fabry, 2008).

Kondisi yang mengkhawatirkan terjadi di lautan selatan, dimana telah jenuh

akan CO2 karena telah menyerap 7% dari CO2 yang dihasilkan oleh manusia dan

mengurangi kemampuannya untuk melakukan penyerapan karbon di masa depan

ketika atmosfer telah semakin panas. Pemanasan laut mungkin berlawanan dengan

pengasaman laut, namun skala dampak yang akan tidak cukup untuk menaggulangi

peningkatan CO2 dalam jangka panjang (Hoegh-Guldberg, dkk, 2007). Salah satu

Gambar 3 .Dampak perubahan iklim terhadap ekosistem laut, (A,D,G) perubahan tangakapan dari didiminasi oleh udang (atas) dan berganti di dominasi oleh ikan cod karnea pergeseran distirbusi di Alaska. (B, C) Hutan Kelp raksasa dan tumbuhan bawah Pterygophora california sebelum sebelum El Nino 1983, (F) Hutan Kelp dan tumuhan bawah stelah El Nino 1983, (E) Terumbu karang Acropora yang masih asli, (H) Pemutihan pada trumbu karang (Brierley dan Kingsford, 2009)

Page 12: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

dampak terbesar dari pengasaman laut pada kehidupan laut adalah interaksi antara

keasaman laut dan ketersediaan carbonat. Keanekaragaman hayati laut terdiri dari

berbagai spesies yang membutuhkan kalsium carbonat untuk memproduksi

skeleton. Peningkatan keasaman akan mengurangi ketersediaan karbon dan dapat

memberikan dampak pada seluruh komunitas laut (Brierley dan Kingsford, 2009).

Pada saat ini, ion karbonat banyak terdapat di perairan dangkal dan

penguraian meningkat seiring dengan tingkat kedalaman, batas kedalaman dimana

ion carbonat terurai disebut lysocline. Lysocline tersebut akan semakin mendekati

perairan dangkal ketika laut menjadi semakin asam sehingga mengurangi rentang

sebaran kedalaman bagi organisme yang membutuhkan carbonat (Brierley dan

Kingsford, 2009).

b. Pengurangan konsentrasi Oksigen Terlarut

Konsentrasi oksigen yang rendah menyebabkan lingungan laut menjadi tidak

ramah bagi organisme multiseluler. Tingkat kelarutan oksigen dalam air laut

dipengaruhi oleh suhu dan ketersediaan oksigen di dunia telah semakin menurun

sejak 1950an (Garcia dkk, 2005) sejak laut menjadi semakin hangat. Dalam rentang

0-15 C, konsentrasi oksigen terlarut di air laut berbanding lurus dengan rata-rata

suhu namun oksigen tersebut akan mengalai penurunan 6% setiap kenaikan satu

derajat. Sejalan dengan kenaikan kandungan CO2, maka zona-zona periaran laut

yang kekurangan akan meningkat (Diaz dan Rosenberg, 2008). Perluasan zona

akan menyebabkan penurunan produksi hasil laut sehingga berpengaruh dalam

ekologi dan ekonomi.

c. Kenaikan permukaan air laut

Peningkatan suhu telah mempengaruhi volume air dan es dan secara langsung

meningkatkan permukaan air laut (Rahmstorf, 2007). Permukaan air laut

mempengaruhi keberadaan habitat dan ekosistem pesisir . Kenaikan air laut pada

tahun 2100 diperkirakan 0,5 sampai 1,4 m diatas permukaan air laut di tahun 1990.

Kenaikan tersebut dapat menyebabkan hilangnya beberapa pulau dan negara

kepualauan, mendorong spesiasi dan mempngaruhi keanekaragaman hayati (Fuji

dan Raffaelli, 2008).

Page 13: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

d. Perubahan pada terumbu karang akibat pemanasan suhu permukaan laut

Peningkatan suhu permukaan iar laut telah dicatat di lautan tropis pada

beberapa dekade terakhir. Kenaikan suhu permukaan air laut ini telah

mempengaruhi kehidupan terumbu karang. Pada kenaikan suhu permukaan air laut

sebesar 10C diatas rata-rata suhu musiman maka akan terumbu karang akan

menglami pemutihan dan pada kenaikan sebesar 30C akan menyebabkan kematian

terumbu karang. Sebagai contoh saat terjadi EL Nino tahun 1997-1998 dimana suhu

permukaan air laut mengalami kenaikan ekstrem (tertinggi sejak 95 tahun), Great

Barrier Reef di Australia mengalami pemutihan secara massal dan dan kematian.

Pemutihan terumbu akrang juga berhubungan dengan polusi dan penyakit (IPCC,

2002). Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang paling kaya di bumi.

Di terumbu karang Great Barrier Reef yang memeiliki luas 0,1% luas permukaan

lautan ternyata memiliki 8% dari semua jenis ikan di dunia (Indrawan dkk, 2007).

Sehingga hilangnya terumbu karang dapat menyebabkan kepunahan

keanekaragaman hayati yang sangat besar. Selain itu terumbu karang merupakan

sebuah ekosistem yang rentan karena hanya sedikit yang bisa kembali pulih.

e. Penyakit dan toksisitas ekosistem pesisir

Perubahan pada frekuensi dan intensitas hujan, pH, suhu air, angin,

penguraian CO2 dan salinitas yang dikombinasikan dengan poluasi antropogenik,

dapat memoengaruhi kualiatas air di daerah estuari dan laut. Beberapa spesies

penyebab penyakit di laut dan berbagai jenis alga yang berasosiasi dengan “toxic

blooming” sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tersebut. Pada beberapa dekade

belakangan ini telah dilaporkan bahwa terjadi peningkatan penyakit pada terumbu

karang dan rumput laut, khususnya di Karibia dan lautan dingin. Peningkatan suhu

air yang berasosiasi dengan El Nino juga berkorelasi dengan penyakit “Dermo”

(yang disebabkan oleh parasit protozoa Perkinsus marinus) (IPCC, 2002).

f. Penurunan populasi ikan laut

Berbagai faktor iklim mempengaruhi elemen biotik dan abiotik mempengaruhi

jumlah dan distribusi organisme laut, khususnya ikan. Variasi (dengan siklus 10-160

tahun atau lebih) pada biomassa organisme ikan tergantung pada suhu air dan

faktor iklim lainnya. Sebagai contoh periode fluktuasi iklim dan hydrografik di Laur

Page 14: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

Barents yang merefleksikan variasi produksi ikan komersial selama 100 tahun

terakhir. Hal yang smaa jugaterjadi di lautan Atlantik utara yang menunjukan

penangkapakn ikan Cod dalam periode 1600-1900 menunjukkan korelasi yang jelas

dengan suhu air. Pada jangka waktu yang lebih pendek variasi ikan cod di Laut utara

berhubungan dengan kombinasi dari penangkapan yang berlebihan dan pemanasan

air laut dalam 10 tahun terakhir (IPCC, 2002).

g. Perubahan pada mamalia besar dan burung laut

Kelimpahan burung dan mamalia laut di lautan Pasifik dan Arktik telah dideteksi

dan mungkin berhubungan dengan perubahan pada berbagai gangguan, variabilitas

iklim dan kejadian ekstrem. Perubahan yang menetap pada ilkim dapat berpengaruh

terhadap top predator dan akan mempengaruhi kelimpahan organisme di rantai

makanan. Sebagai contoh, di Kepulauan Aleutian populasi ikan telah berubah

seiring dengan perubahan iklim dan pemanfaatan yang berlebihan, sehingga

menyebabkan perilaku dan ukuran populasi paus pembunuh dan anjing laut

berubah. Kelimpahan burung laut tergantung pada jenis ikan spesifik, khususnya

selama musim berbiak, dan mereka sangat sensitif terhadap perubahan kecil di

ekosistem laut yang dihasilkan oleh perubahan iklim. Bagaimanapun juga,

perubahan parameter populasi dan daerah jelajah burung laut terpengaruh dari pada

perubahan populasi ikan mangsa dan pola migrasi, sehingga secara langsung sulit

untuk menghubungkan dengan perubahan iklim dan perubahan ekosistem laut

(IPCC, 2002).

3. Respon terhadap perubahan iklim pada keanekaragaman hayati

Perubahan iklim merupakan permasalahan global yang memiliki skala sangat

luas baik berdampak pada keanekaragaman hayati, seluruh ekosistem dan

termasuk ke kehidupan manusia. Menurut Heller dan Zavaleta (2009) dalam

menanggulangi permasalahan perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati

tidak bisa dilakukan dnegan pendekatan strategi tunggal.

Berkes (2006) menyatakan dibutuhkan kesatuan perencanaan dalam tingkat

regional di bawah pemerintahan lokal dalam merespon perubahna ikil. Dalam skala

global pengurangan emisi CO2 merupakan langkah penting untuk meminimalisasi

pengaruh perubahan iklim terhadap masa depan bumi. Jika emisi CO2 terus

Page 15: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

berlanjut hingga mencapai 1000 ppm sehingga berdampak pada peningkatan suhu

hingga 5,50 C maka kepunahan berbagai jenis dapat terjadi (Romm, 2008).

Perlindungan bagi beberapa kawasan yang dapat melepaskan karbon

merupakan salah satu solusi yang dapat diambil untuk mengurangi emisi. Sebagai

contoh adalah di Indonesia, sebagian besar emisi dilepaskan dari kebakaran hutan,

khususnya lahan gambut, sehingga perlindungan terhadap kawasan tersebut sangat

penting. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebakaran di lahan gambut

sangat penting bagi total emisi dunia. Emisi yang dilepaskan dari lahan gambut

ketika kebakaran 50 kali lebih besar daripada kebakaran pada vegetasi permukaan.

Pada tahun 1994 proporsi lahan gambut yang terbakar hanya 3% dari total lahan

yang terbakar di dunia namun menyumbangkan emisi sebesar 55% dari seluruh

pembakaran lahan (Levine, 1999). Pada kebakaran tahun 1997, hasil karbon yang

dilepaskan dari lahan gambut sebesar 480-2570 Teragram, sedangkan vegetasi

permukaan hanya sebesar 19% dari jumlah tersebut (Page dkk, 2002)

Menurut Parmessan dan Mattews (2006) terdapat beberapa langkah yang

dapat diambil untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim di masa

depan. Beberapa contoh pendekatan adaptif yang dapat dilakukan antara lain :

1) Melakukan penilaian kembali terhadap spesies dan habitat berdasarkan

kerentanannya terhadap perubahan iklim. Sebuah evaluasi terhadap

kerentanan dari jenis-jenis terancam punah mungkin dapat memiliki

skenario yang berbeda antara dengan atau tanpa perubahan iklim.

2) Membuat rancangan daerah perlindungan baru untuk mengikuti

pergeseren distribusi spesies target. Pergeseran distribusi mungkin dapat

terjadi secara horisontal dan vertikal.

3) Mempromosikan koridor habitat asli diantara area perlindungan yang

dapat digunakan oleh spesies untuk berpindah.

4) Membangun rencana pengelolaan konservasi yang dinamis, dimana

rencana pengelolaan berdasarkan pada pendekatan empiris dan

observasi rutin. Hal tersebut dapat lebih berguna dibandingkan dengan

membuat model skenario jangka panjang yang memiliki skala yang lebih

besar dalam menanggulangi permasalahan lokal. Pengamatan perubahan

cuaca seperti curah hujan, suhu, perubahan permukaan laut dan

Page 16: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

pergersaran disribusi spesies berdasarkan penelitian lokal merupakan

beberapa aspek yang dapat memberikan implikasi lebih besar.

5) Pengurangan dampak pada pengaruh non-iklim. Pada beberapa kasus

diketahui bahwa lebih mudah menangani dan mengurangi dampak

terhadap keanekaragaman hayati dari berbagai yang bersifat non-iklim.

Sebagai contoh jika ancaman suatu spesies karena diakibatkan oleh

pengeruh perubahan iklim dan spesies invasif maka, maka lebih efektif

jika lebih fokus dalam menangani faktor spesies invasif tersebut.

6) Membuat berbagai model dan prediksi yang bersifat lokal dan khusus dari

perubahan iklim global, seperti bagaimana menangani habitat dataran

rendah yang hilang karena peningkatan air laut dan lain sebagainya.

Disamping berbagai usaha tersebut adanya komitmen yang kuat dari

berbagai negara maju dan berkembang untuk mengurangi emisi baik dari

perindustrian maupun perubahan tata guna lahan merupakan faktor kunci bagi

penyelamatan keanekaragaman hayati dan kehidupan bumi yang terancam oleh

perubahan iklim.

Daftar pustaka

Berkes, F., Hughes, T.P., Steneck, R.S., Wilson, J.A., Bellwood, D.R.,Crona, B.,

Folke, C., Gunderson, L.H., Leslie, H.M., Norberg, J., et al. (2006).

Globalization, roving bandits, and marine resources. Science 311:1557–1558.

Boye, P dan Klingenstein F, 2006, Biodiversity and Climate Change : what do we

know, what can we do? In : Migratory Species and Climate Change: Impacts of

a Changing Environment on Wild Animals UNEP / CMS Secretariat, Bonn,

Germany, hal 8:11.

Brierley, A.S dan Kingsford, M.J, 2009. Impacts of Climate Change Review on

Marine Organisms and Ecosystems. Current Biology 19, R602–R614, July 28,

2009.

Brown J.L, Li S.H dan Bhagabatti, N. 1999. Long-term trend toward earlier breeding

in American bird : A respons to global warming. National Academy of Science.

USA

Caldeira, K., and Wickett, M.E. 2003. Anthropogenic carbon and ocean pH. Nature

425, 365.

Page 17: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

Diaz, R.J., and Rosenberg, R. 2008. Spreading dead zones and consequences for

marine ecosystems. Science 321, 926–929

Dunn, P.O dan Winkler D,W. 1999. Climate change has affected the breeding date

of tree swallow throughout North America, Bio. London.266, 2487:2490.

Fujii, T., and Raffaelli, D. 2008. Sea-level rise, expected environmental changes, and

responses of intertidal benthic macrofauna in the Humber estuary, UK. Mar.

Ecol. Progr. Ser. 371, 23–35

Garcia, H.E., Boyer, T.P., Levitus, S., Locarnini, R.A., and Antonov, J. (2005). On the

variability of dissolved oxygen and apparent oxygen utilization content for the

upper world ocean: 1955 to 1998. Geophys. Res. Lett. 32, LO9604

Guariguata, M, 2006. Interlinkages between Biodiversity and Climate Change di

Migratory Species and Climate Change: Impacts of a Changing Environment on

Wild Animals UNEP / CMS Secretariat, Bonn, Germany, hal 8:11.

Guinotte, J.M., and Fabry, V.J. 2008. Ocean acidification and its potential effects on

marine ecosystems. Ecol. Cons. Biol. 1134, 320–342.

Heller, N.E., and Zavaleta, E.S.2009. Biodiversity management in the face of climate

change: a review off 22 years of recommendations. Biol. Conserv. 142, 14–32.

Hersteinsson .P dan MacConald. D.W. 1992. Interspecific competition and the

geographical distribution of red and arctic foxes Vulpes vulpes and Alopex

lagopus. Oikos, 64: 505-515

Hoegh-Guldberg, H., Mumby, P.J., Hooten, A.J., Steneck, R.S., Greenfield, P.,

Gomez, E., Harvell, C.D., Sale, P.F., Edwards, A.J., Caldeira, K., et al.2007.

Coral Reefs under rapid climate change and ocean acidification.Science 318,

1737–1742.

Indrawan. M, Primarck, R.B, Supriatna, J. 2007. Biologi Konservasi; Edisi Revisi.

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

IPCC, 2002, Climate change and Biodiversity (editor :Gitay.H, Suarez .A, Watson .J,

Dokken .D.J).IPCC, WMO dan UNEP

Lenarz. M.S, Nelson M.E, Schrage, M.W. dan Edwards A.J.2009.Temperature

mediated moose survival in northeastern Minnesota: Journal of Wildlife

Management, v. 73, no. 4, p. 503–510.

Levine ,J.S.1999.The 1997 fires in Kalimantan and Sumatra, Indonesia: gaseous

and particulate emissions.Geophysical Research Letters 26:815–818.

Page 18: Tugas Ekoevo ClimateChange TomiAriyanto

McCarthy, J. J., O. F. Canziani, N. A. Leary, D. J. Dokken and K. S. White. 2001.

Climate Change 2001: Impacts, Adaptation, and Vulnerability. IPCC,

Cambridge University Press, UK.

Memmott.J, Craze P.G, Waser N.M, dan Price M.V.2007. Global warming and the

disruption of plant–pollinator interactions. Ecology Letters.10.1-8.

Page.S.E, Siegert F, Rieley .J.O, Bohm H.D.V, Jaya .A, Limin .S.2002.The amount

of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997. Nature

420:61–65

Parmesan C. dan Mattews J. 2006. Biological impact of climate change dalam

Principles of Conservation Biology : third edition (edt :Groom J, M, Meffe G.K,

Carrol C.R. Sinauer Associates, Inc. USA.

Rahmstorf, S.2007. A semi-empirical approach to projecting future sealevel rise.

Science 315, 368–370.

Walther, G.-R., S. Berger dan M.T. Sykes.2005.An ecological '‘footprint’ of climate

change. – Proceedings of the Royal Society: Biological Sciences 272: 1427-

1432