tugas bioenergetika

33
BAB I BIOENERGETIKA 1. KONSEP ENERGI Energi sering menjadi pokok bahasan setiap hari, namun tak banyak orang yang memahami konsep dasar energi. Energi dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu : biologis, fisika dan kimia. Bahasan selanjutnya dibatasi pada konsep energi ditinjau dari ilmu fisika. Ilmu Fisika memandang energi sebagai sebuah proses perubahan dan tubuh manusia merupakan media perubahan tersebut. Tubuh manusia berinteraksi dengan benda lain di alam ini dalam gaining and loosing. Posisi dan gerakan tubuh mempengaruhi keseimbangan energi tubuh. Pada posisi dan gerakan tertentu energi lebih besar dari kondisi lain. a. Kondisi : Static Vs Dyanamic Pada kondisi statis sebuah benda memiliki potensi energi tersimpan yang bergantung pada besar massa, gaya tarik gravitasi dan perbedaan ketinggian. Energi yang tersimpan pada sebuah benda diam disebut dengan energi potensial (Ep). Pada tubuh manusia, Ep bersifat relative karena pengertian diam dapat dikenakan pada tubuh secara utuh, sebagian anggota gerak, organ tubuh atau bahkan molekul penyusun tubuh manusia. Ep = m.g.h, dimana m: massa; g: gaya gravitasi; h: perbedaan ketinggian Pada kondisi tertentu tubuh kehilangan sebagian massanya, seperti saat berenang, terutama di air asin. Saat berenang

Upload: dessy-christina-simorangkir

Post on 02-Dec-2015

272 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

tugas bioenergetika

TRANSCRIPT

BAB I

BIOENERGETIKA

1. KONSEP ENERGI

Energi sering menjadi pokok bahasan setiap hari, namun tak banyak orang yang memahami

konsep dasar energi. Energi dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu : biologis, fisika dan

kimia. Bahasan selanjutnya dibatasi pada konsep energi ditinjau dari ilmu fisika. Ilmu Fisika

memandang energi sebagai sebuah proses perubahan dan tubuh manusia merupakan media

perubahan tersebut. Tubuh manusia berinteraksi dengan benda lain di alam ini dalam gaining

and loosing. Posisi dan gerakan tubuh mempengaruhi keseimbangan energi tubuh. Pada

posisi dan gerakan tertentu energi lebih besar dari kondisi lain.

a. Kondisi : Static Vs Dyanamic

Pada kondisi statis sebuah benda memiliki potensi energi tersimpan yang bergantung pada

besar massa, gaya tarik gravitasi dan perbedaan ketinggian. Energi yang tersimpan pada

sebuah benda diam disebut dengan energi potensial (Ep). Pada tubuh manusia, Ep bersifat

relative karena pengertian diam dapat dikenakan pada tubuh secara utuh, sebagian anggota

gerak, organ tubuh atau bahkan molekul penyusun tubuh manusia.

Ep = m.g.h,

dimana m: massa; g: gaya gravitasi; h: perbedaan ketinggian

Pada kondisi tertentu tubuh kehilangan sebagian massanya, seperti saat berenang, terutama di

air asin. Saat berenang tubuh mendapatkan gaya dorong yang arahnya berlawanan dengan

gaya gravitasi. Selain itu, kerapatan molekul air menentukan massa jenis air yang jauh lebih

besar dari udara. Manusia yang tegak berdiri memiliki perbedaan Ep pada tiap organya. Hal

ini disebabkan oleh perbedaan posisi ketinggian dari dasar, misalnya Ep otak jauh lebih besar

dibandingkan dengan Ep yang dimiliki patella. Sebaliknya bila manusia tidur terlentang,

maka Ep tiap organ adalah sama karena tidak terdapat perbedaan ketinggian (Ep = 0).

Dengan demikian manusia memiliki potensi yang lebih besar saat berdiri daripada tidur.

Energi potensial (Ep) juga dimiliki oleh benda yang memiliki kelenturan (elastisitas).

Semakin kaku sebuah benda, semakin besar potensi energi yang tersimpan dalam benda

tersebut. Bila kita mampu memaksimalkan regangan pada benda yang memiliki kelenturan

maka semkin besar energi potensialnya. Dengan demikian besar Ep pada benda yang lentur

tergantung pada konstanta kelenturan dan perbedaan panjang akibat regangan.

Ep = ½. k. x2, dimana k: konstanta kelenturan dan x: perbedaan panjang

Tubuh manusia memiliki beberapa jaringan yang memiliki kelenturan (elastisitas), seperti :

otot, kulit, dan tulang rawan. Sifat dari jaringan tersebut adalah memiliki gaya recoil, yaitu

gaya yang memiliki kecenderungan kembali pada kondisi awal (seperti pegas). Gaya recoil

sangat bergantung pada konstanta kelenturan dan besar regangan Gerakan yang menyebabkan

perubahan posisi menandai kondisi dinamis. Kondisi dinamis tubuh manusia tidak hanya

dipandang dari perubahan posisi tubuh, namun juga dapat dipandang dari perubahan posisi

anggota gerak, organ tubuh atau bahkan molekul tubuh. Benda yang bergerak dan berubah

posisinya memiliki energy kinetik (Ek). Ek bergantung pada besar massa dan kecepatan

gerak benda berpindah posisi.

Ek = ½ m v2 , dimana m: massa dan v: kecepatan gerakan.

Bentuk lain dari energi kinetik adalah energi alir darah dan energi termal tubuh. Ek yang

muncul dari energi termal berasal dari tumbukan molekul gas yang bergerak tak beraturan

akibat pemanasan.

b. Proses : Gaining Vs Loosing

Tubuh manusia merupakan media bagi perubahan bentuk energi. Energi kimia berupa

adenosine triphospat (ATP) dirubah menjadi energi potensial otot saat melepas salah satu

ikatan fosfatnya. Tubuh yang bergerak tidak kehilangan energy potensialnya, justru besar

energinya ditambah oleh energi kinetik yang muncul dari kecepatan gerakan tersebut. Tubuh

akan selalu memperoleh dan kehilangan energi, karena tubuh manusia kontak dengan

molekul dari benda lain di alam semesta. Dengan demikian energi di dalam tubuh manusia

tidak bersifat absolut, namun relatif dan bergantung pada kondisi lingkungan sekitar. Selama

proses gaining dan loosing ini seimbang maka tubuh manusia akan selalu sehat.

Keseimbangan tersebut diperlukan untuk menjaga besaran fisiologis tubuh, seperti suhu 37

derajat celcius.

2. HUKUM KEKEKALAN ENERGI

Hukum kekekalan energi tidak mengenal awal dan akhir sebuah energi, bagaimana diciptakan

dan ditiadakan. Hukum ini menjelaskan bahwa energi akan selalu berubah dalam bentuk dan

besaranya. Hal inilah yang menyebabkan berbagai persamaan energy selalu berakhir dengan

bilangan konstan atau nol (0).

Σ (Ep + Ek) = 0, P.V = C, ΔQ = 0

Perubahan energi dari suatu bentuk menjadi bentuk yang lain selalu sama besarnya antara

awal proses dan akhir proses. Peningkatan salah satu bentuk atau komponen energi akan

selalu disertai dengan penurunan bentuk atau komponen lain dari energy tersebut. Dengan

demikian ilmu Fisika tak pernah mengenal perubahan besar energi, karena selalu konstan

setiap waktu.

3. UKURAN ENERGI TUBUH

Besarnya energi tubuh ditentukan dalam berbagai besaran dan ukuran variabel. Sebagian

besar buku Fisika menyatakan energi dalam satuan joule, namun ada pula yang menyatakan

energi dalam skala kalori. Kesetaraan antara joule dan kalori ditunjukkan oleh besaran 1

kalori = 4,2 joule. Beberapa buku fisiologi dan biokimia menyatakan potensi energi tubuh

dalam jumlah adenosine triphosphat (ATP).1 ATP memiliki 2 ikatan berenergi tinggi yang

bila terlepas akan membebaskan sejumah besar energi yang diubah dalam bentuk apapun.

Jumlah ATP belum dapat diukur, namun gejala kurangnya ATP dapat diamati sebagai

kelainan tubuh, seperti : muscle cramping. Alat dan metode pengukuran energi tubuh juga

belum terstandarisasi. Hal ini

menyulitkan di dalam penentuan potensi energi seorang manusia. Alat dan metode yang saat

ini sering digunakan adalah kalorimetri melalui metode pemeriksaan metabolism basal dan

kerja.

4. ENERGI TERMAL

Energi termal suatu zat adalah energi kinetik total dari atom dan molekul penyusun zat yang

bergerak secara acak akibat pemanasan. Energi kinetik termal dapat berupa penambahan

atom, rotasi, resonansi & translasi. Sebagai contoh adalah saat air yang mendidih memiliki

gerakan molekul yang tak beraturan dan saling bertumbukan. Energi kinetik termal rata-rata

dari gerakan atom dan molekul penyusun zat tertentu disebut dengan suhu. Suhu dikenal luas

sebagai variabel penentu temperatur benda dan dunia medis menggunakan suhu untuk

membantu mengakan diagnosa demam. Suhu diukur dengan alat yang disebut dengan

termometer. Prinsip kerja termometer adalah pemuaian dan penyusutan dari air raksa yang

diletakan dalam tabung kapiler tertutup. Pemuaian air raksa menunjukan peningkatan suhu,

sedangkan penyusutan menunjukan penurunan suhu. Sampai saat ini kita mengenal 4 macam

termometer, yaitu : kelvin, celcius, farenheit, dan reamur. Persamaaan dari setiap termometer

adalah kesepakatan penentuan skala maksimal dan minimal. Skala maksimal ditandai oleh

perubahan air menjadi uap, sedangkan skala minimal ditandai oleh perubahan air menjadi es.

Perbedaan antara satu termometer dengan yang lain terletak pada jumlah skalanya dan nilai

derajat skala maksimal dan minimal. Untuk termometer kelvin dan celcius memiliki 100

skala, sedangkan reamur 80 skala dan farenheit 180 skala. Hanya celcius dan reamur yang

memulai skala minimal dengan nol derajat, sedangkan kelvin memiliki skala minimal 273

derajat dan farenheit 212 derajat. Suhu ekstrim ditemukan pada nol derajat kelvin dimana tak

ditemukan lagi organisme yang mampu bertahan hidup pada suhu tersebut. Suhu nol derajat

kelvin disebut dengan nol absolut. Tubuh manusia berupaya untuk mempertahankan suhu

pada lingkungan internal. Manusia memiliki mekanisme pengaturan suhu tubuh yang

diperankan oleh hypothalamus. Hypothalamus berfungsi sebagai thermostat dan reseptor

yang sensitive terhadap perubahan suhu. Suhu tubuh dipertahankan konstan pada 37 derajat

celcius. Saat tubuh kehilangan panas atau memperoleh panas dari lingkungan eksternal dapat

mempengaruhi reseptor panas dingin di kulit dan hypothalamus. Hal ini akan direspon

dengan perubahan aliran darah perifer (vasokontsriksi atau vasodilatasi), produksi keringat,

gerakan tubuh tertentu seperti mengigil dan frekuensi napas. Tubuh yang keliru merespon

perubahan suhu sekitar akan mengalami demam. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan

pada beberapa tempat, seperti di dalam mulut, ketiak dan per rektal. Pemukuran per pektal

mewakili suhu inti tubuh dan memiiki perbedaan antara 0,1 s/d 0.2 derajat dengan di ketiak.

Suhu inti tubuh diyakini membentuk poros antara otak dan jantung.

Kalor

Kalor adalah jumlah energi yang dipindahkan dari suatu benda ke benda lain akibat

perbedaan suhu antara keduanya. Pengertian ini mengandung 2 komponen dasar dari kalor

yaitu adanya perpindahan energi termal dan harus ada perbedaan suhu. Bila dua benda

memiliki suhu yang sama maka tak mungkin terjadi perpindahan energi termal (kalor)

diantara kedaanya. Satuan kalor adalah Joule dan Kalori (Kkal), 1 kal = 4,2 joule.

Q = m.c.ΔT, dimana Q: kalor, m: massa, c: kapasitas kalor, T : beda suhu

Kapasitas kalor adalah jumlah energi kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu suatu zat

sebanyak 1 C atau 1 K. Kapasitas kalor menunjukan konduktansi panas sebuah benda yang

dipengaruhi oleh kerapatan molekul penyusun benda tersebut. Sedangkan istilah Kapasitas

kalor spesifik (c) suatu zat adalah kapasitas kalor per satuan massa. Contoh : c air & es = 1

dan 0,5 kal/ gr C Perpindahan energi termal (kalor) terjadi melalui bebrapa mekanisme,

antara lain:

Konveksi : transfer energi memakai media zat alir (fluida) gas maupun cair, contoh : darah

& udara respirasi. Infeksi tertentu akan menghasilkan pirogen yang mempengaruhi

thermostat di hipothalamus. Suhu inti tubuh naik dan tubuh berupaya untuk memindahkan

panas keluar melalui aliran darah dan udara respirasi, sehingga terjadilah demam.

Konduksi : memakai media padat, harus ada kontak antar molekul, contoh : transfer

melalui kulit dan otot. Tindakan mengkompress adalah upaya untuk menurunkan demam

melalui konduksi. Bahan yang digunakan untuk mengkompress harus lebih dingin dari suhu

tubuh. .

Radiasi memanfaatkan media gelombang elektromagnet dalam mentransfer energy termal.

Setiap benda di dalam sebuah rungan memancarkan radiasi, termasuk tubuh manusia.

Transfer kalor melalui radiasi dapat diamati saat bermain api unggun atau siang hari saat

matahari bersinar terang.

Evaporasi: adalah prubahan air menjadi uap, di saat inilah terjadi pelepasan kalor. Tubuh

yang berkeringat tidak mengalami penurunan suhu sebelum keringat tersebut kering.

Evaporasi sangat bergantung kelembapan udara; semakin lembap udara, semakin tinggi

kandungan air maka semakin sulit evaporasi terjadi.

BAB II

SISTEM ENERGI

1. Sistem Energi

Kinerja manusia memerlukan energi. Energi tersebut berasal dari bahan makanan yang

dimakan sehari-hari. Tujuan makan antara lain untuk pertumbuhan, mengganti sel-sel yang

rusak dan untuk kontraksi otot. Semua energi yang dipergunakan dalam proses biologi

bersumber dari matahari. Fox (1988) membagi enam bentuk energi, yaitu: a. energi kimia; b.

energi mekanik; c. energi panas; d. energi sinar; e. energi listrik; dan f. energi nuklir. Energi

yang dihasilkan dari proses oksidasi bahan makanan tidak dapat secara langsung digunakan

untuk proses kontraksi otot atau proses-proses yang lainnya. Energi ini terlebih dahulu diubah

menjadi senyawa kimia berenergi tinggi, yaitu Adenosine Tri Phosphate (ATP). ATP yang

terbentuk kemudian diangkut ke setiap bagian sel yang memerlukan energi (Mayes, 1985;

Fox, 1988). Adapun proses biologis yang menggunakan ATP sebagai sumber enereginya

antara lain: proses biosintesis, transportasi ion-ion secara aktif melalui membran sel,

kontraksi otot, konduksi saraf dan sekresi kelenjar (Mayes, 1985; Fox, 1988).

Apabila ATP pecah menjadi Adenosine Diposphate (ADP) dan Phosphate inorganic (Pi),

maka sejumlah energi akan dilepaskan. Energi inilah yang akan gunakan untuk kontraksi otot

dan proses-proses biologi lainnya. Fox dan Mathews (1988) menerangkan, bila satu senyawa

fospat dilepaskan dari 1 grl. ATP, maka akan keluar energi yang diperkirakan sebesar 7-12

Kcal. Selama kehidupan berjalan, maka fungsi tubuh akan berjalan terus, sehingga proses

penyediaan energi dari ATP-pun akan berjalan terus (Amstrong, 1979; Mayes, 1985).

Peranan ATP sebagai sumber energi untuk proses-proses biologi tersebut berlangsung secara

mendaur ulang (siklus). ATP terbentuk dari ADP dan Pi melalui suatu proses fosforilasi yang

dirangkaikan dengan proses oksidasi molekul penghasil energi. Selanjutnya ATP yang

terbentuk dialirkan ke proses reaksi biologis yang membutuhkan energi untuk dihidrolisis

menjadi ADP dan Pi sekaligus melepaskan energi yang dibutuhkan oleh proses biologi

tersebut. Demikian seterusnya sehingga terjadi suatu daur ulang ATP - ADP secara terus

menerus. Gugus fospat paling ujung pada molekul ATP dipindahkan ke molekul penerima

gugus fospat dan selanjutnya digantikan oleh gugus fospat lainnya dari proses fosforilasi dan

oksidasi molekul penghasil energi (Mays, 1985).

2. Sistem Energi Otot

Otot merupakan salah satu jaringan tubuh yang membutuhkan energi ATP. Energi tersebut

digunakan otot untuk kontraksi sehingga menimbulkan gerakan-gerakan sebagai aktivitas

fisik. Menurut Fox dan Bowers (1988) ATP paling banyak ditimbun dalam sel otot

dibandingkan dengan jaringan tubuh lainya, akan tetapi ATP yang tertimbun di dalam sel otot

jumlahnya sangat terbatas, yaitu sekitar 4 - 6 m M/kg otot. ATP yang tersedia ini hanya

cukup untuk aktivitas cepat dan berat selama 3 - 8 detik (Katch dan Mc Ardle, 1986). Oleh

karena itu, untuk aktivitas yang relatif lama, perlu segera dibentuk ATP kembali.

Proses pembentukan ATP dalam otot secara sederhana dapat diperoleh melalui tiga cara,

yaitu sebagai berikut:

a. Sistem ATP - PC (Phosphagen System);

- ATP ADP + Pi + Energi

ATP yang tersedia dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 1-2 detik.

- CP + ADP C + ATP.

ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 6-8 detik.

b. Sistem Glikolisis Anaerobik (Lactic Acid System);

Glikogen/glukosa + ADP + Pi ATP + Asam laktat

ATP terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 45 - 120 detik.

c. Sistem Erobic (Aerobic System) dimana sistem ini meliputi oksidasin karbohidrat dan

lemak.

Glikogen + ADP + Pi + O2 CO2 + H2O + ATP

ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik dalam

waktu relatif lama.

3. Sistem Energi Predominan Pada Cabang Olahraga

Aktivitas olahraga pada umumnya tidak hanya secara murni menggunakan salah satu sistem

aerobik atau anaerobik saja. Sebenarnya yang terjadi adalah menggunakan gabungan sistem

aerobik dan anaerobik, akan tetapi porsi kedua sistem tersebut berbeda pada setiap cabang

olahraga (Fox, dkk. 1988 dan Janssen, 1989). Untuk cabang olahraga yang menuntut aktivitas

fisik dengan intensitas tinggi dengan waktu relatif singkat, sistem energi predominannya

adalah anaerobik, sedangkan pada cabang olahraga yang menuntut aktivitas fisik dengan

intensitas rendah dan berlangsung relatif lama, sistem energi predominannya adalah aerobik.

Sebagai gambaran Mc Ardle (1986) bahwa dalam menentukan sistem energi predominan

adalah sebagai berikut: a. Sistem ATP, waktu kegiatannya 0 - 4 detik, bentuk kegiatannya

berupa kekuatan dan power. Jenis kegiatan pada cabang olahraganya berupa lompat tinggi,

servis tenis, dan sebagainya; b. Sistem ATP-PC, waktu kegiatannya 0-10 detik, bentuk

kegiatannya berupa power. Jenis kegiatan pada cabang olahraganya berupa lari sprint dan

sebagainya; c. Sistem ATP-PC dan Asam laktat , waktu kegiatannya 0 - 1,5 menit, bentuk

kegiatannya berupa anaerobik power. Jenis kegiatan dalam olahraganya berupa lari cepat, lari

200 meter, dan sebagainya; dan d. Sistem Erobik, waktu kegiatannya lebih dari 8 menit,

bentuk kegiatannya berupa aerobik daya tahan. Jenis kegiatan olahraganya berupa lari

marathon dan sebagainya.

Aktivitas olahraga yang menggunakan sistem energi anaerob akan merangsang sistem energi

aerob, hal ini untuk mendukung kelangsungan sistem anaerob. Jika sistem aerob tidak

mencukupi untuk mendukung aktivitas yang menggunakan sistem anaerob, maka akan

menjadi penghambat bagi kegiatan anaerob itu sendiri, berupa penurunan intensitas atau

gerakan terhenti. Jadi untuk menentukan apakah sistem energi predominan pada suatu cabang

olahraga dasarnya adalah berapa besar energi yang disediakan dan lama waktu yang

diperlukan untuk penampilan pada olahraga tersebut, bukan ditentukan oleh macamnya

gerakan saja. Sebagai patokan Giriwijoyo (1992) menjelaskan, untuk olahraga predominan

aerobik apabila 70 % dari seluruh energi untuk penampilannya disediakan secara aerob dan

oleh batas waktu minimal 8 menit, sedangkan untuk anaerobik apabila 70 % dari seluruh

energi untuk penampilan disediakan secara anaerob dan oleh batas waktu maksimal 2 menit.

Pada olahraga sepak bola sistem energi yang digunakan adalah sistem aerobik dan anaerobik.

Dilihat dari aktivitas dalam permainan sepak bola selama 2 x 45 menit, jelas menggunakan

sestem energi predominan aerobik. Dalam permainan 2 x 45 menit terdapat gerakan-gerakan

yang ekplosif, baik dengan atau tanpa bola. Gerakan-gerakan ekplosif tersebut dilakukan

secara berulang-ulang dengan diselingi waktu recovery yang cukup untuk bekerjanya sistem

aerobik. Tanpa ditunjang dengan sistem aerobik, maka gerakan-gerakan eksplosif tidak dapat

berlangsung dalam waktu relatif lama. Hal ini dikarenakan sistem energi aerobik tidak cukup

untuk mengkafer gerakan-gerakan yang bersifat anaerobik, sehingga terjadi penurunan

intensitas atau berhenti dulu untuk menunggu suplai energi yang disediakan oleh sistem

aerobik. Untuk gerakan-gerakan yang lainnya, seperti jalan, jogging dan lainya tetap dikafer

dengan sistem pembentukan energi aerobik. Besarnya liputan sistem energi aerobik terhadap

sistem anaerobik ini merupakan dasar penentuan sistem predominan dalam suatu cabang

olahraga. Pada cabang olahraga sepak bola, liputan sistem energi aerobik jauh lebih besar

dari pada sistem anaerobik yang tidak dapat diliput, dengan demikian olahraga sepak bola

secara komulatif 2 x 45 menit menggunakan energi predominannya adalah aerobik.

BAB III

GLUKOSA DAN METABOLISME ENERGI

1. GLUKOSA

Karbohidrat glukosa merupakan karbohidrat terpenting dalam kaitannya dengan penyediaan

energi di dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena semua jenis karbohidrat baik monosakarida,

disakarida maupun polisakarida yang dikonsumsi oleh manusia akan terkonversi menjadi

glukosa di dalam hati. Glukosa ini kemudian akan berperan sebagai salah satu molekul utama

bagi pembentukan energi di dalam tubuh. Berdasarkan bentuknya, molekul glukosa dapat

dibedakan menjadi 2 jenis yaitu molekul D-Glukosa dan L-Glukosa. Faktor yang menjadi

penentu dari bentuk glukosa ini adalah posisi gugus hidrogen (-H) dan alkohol (–OH) dalam

struktur molekulnya. Glukosa yang berada dalam bentuk molekul D & L-Glukosa dapat

dimanfaatkan oleh sistim tumbuh-tumbuhan, sedangkan sistim tubuh manusia hanya dapat

memanfaatkan DGlukosa. Di dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus

halus kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah. Di dalam

tubuh,

glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam otot & hati namun juga

dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah (blood glucose). Di dalam

tubuh selain akan berperan sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme, glukosa juga akan

berperan sebagai sumber energi utama bagi kerja otak. Melalui proses oksidasi yang terjadi di

dalam sel-sel tubuh, glukosa kemudian akan digunakan untuk mensintesis molekul ATP

(adenosine triphosphate) yang merupakan molukel molekul dasar penghasil energi di dalam

tubuh. Dalam konsumsi keseharian, glukosa akan menyediakan hampir 50—75% dari total

kebutuhan energy tubuh. Untuk dapat menghasilkan energi, proses metabolisme glukosa akan

berlangsung melalui 2 mekanisme utama yaitu melalui proses anaerobik dan proses aerobik.

Proses metabolisme secara anaerobic akan berlangsung di dalam sitoplasma (cytoplasm)

sedangkan proses metabolisme anaerobik akan berjalan dengan mengunakan enzim ysebagai

katalis di dalam mitochondria dengan kehadiran Oksigen (O2).

2. Metabolisme Glukosa

1. Proses Glikolisis

Tahap awal metabolisme konversi glukosa menjadi energi di dalam tubuh akan berlangsung

secara anaerobik melalui proses yang dinamakan Glikolisis (Glycolysis). Proses ini

berlangsung dengan mengunakan bantuan 10 jenis enzim yang berfungsi sebagai katalis di

dalam sitoplasma (cytoplasm) yang terdapat pada sel eukaryotik (eukaryotic cells). Inti dari

keseluruhan proses Glikolisis adalah untuk mengkonversi glukosa menjadi produk akhir

berupa piruvat.Pada proses Glikolisis, 1 molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada

rantainya (C6H12O6) akan terpecah menjadi produk akhir berupa 2 molekul piruvat (pyruvate)

yang memiliki 3 atom karbom (C3H3O3). Proses ini berjalan melalui beberapa tahapan reaksi

yang disertai dengan terbentuknya beberapa senyawa antara seperti Glukosa 6-fosfat dan

Fruktosa 6-fosfat. Selain akan menghasilkan produk akhir berupa molekul piruvat, proses

glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul ATP serta molekul NADH (1 NADH 3 ATP).

Molekul ATP yang terbentuk ini kemudian akan diekstrak oleh sel-sel tubuh sebagai

komponen dasar sumber energi. Melalui proses glikolisis ini 4 buah molekul ATP & 2 buah

molekul NADH (6 ATP) akan dihasilkan serta pada awal tahapan prosesnya akan

mengkonsumsi 2 buah molekul ATP sehingga total 8 buah ATP akan dapat terbentuk.

2. Respirasi Selular

Tahap metabolisme energi berikutnya akan berlangsung pada kondisi aerobik dengan

mengunakan bantuan oksigen (O2 ). Bila oksigen tidak tersedia maka molekul piruvat hasil

proses glikolisis akan terkonversi menjadi asam laktat. Dalam kondisi aerobik, piruvat hasil

proses glikolisis akan teroksidasi menjadi produk akhir berupa H2O dan CO2 di dalam

tahapan proses yang dinamakan respirasi selular (Cellular respiration). Proses respirasi

selular ini terbagi menjadi 3 tahap utama yaitu produksi Acetyl-CoA, proses oksidasi Acetyl-

CoA dalam siklus asam sitrat (Citric-Acid Cycle) serta Rantai Transpor Elektron (Electron

Transfer Chain/Oxidative Phosphorylation). Tahap kedua dari proses respirasi selular yaitu

Siklus Asam Sitrat merupakan pusat bagi seluruh aktivitas metabolisme tubuh. Siklus ini

tidak hanya digunakan untuk memproses karbohidrat namun juga digunakan untuk

memproses molekul lain seperti protein dan juga lemak. Gambar 6.2 akan memperlihatkan 3

tahap proses respirasi selular beserta Siklus.

Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) yang berfungsi sebagai pusat metabolisme tubuh.

Gambar 6.2

3. Produksi acetyl-CoA / Proses Konversi Pyruvate

Sebelum memasuki Siklus Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) molekul piruvat akan teroksidasi

terlebih dahulu di dalam mitokondria menjadi Acetyl-Coa dan CO2 . Proses ini berjalan

dengan bantuan multi enzim pyruvate dehydrogenase complex (PDC) melalui 5 urutan reaksi

yang melibatkan 3 jenis enzim serta 5 jenis coenzim. 3 jenis enzim yang terlibat dalam reaksi

ini adalah enzim Pyruvate Dehydrogenase (E1), dihydrolipoyl transacetylase (E2) &

dihydrolipoyl dehydrogenase (E3), sedangkan coenzim yang telibat dalam reaksi ini adalah

TPP, NAD+, FAD, CoA & Lipoate. Gambar 6.3 akan memperlihatkan secara sederhana

proses konversi piruvat. Dari gambar juga dapat dilihat bahwa proses konversi piruvat tidak

hanya akan menhasilkan CO2 dan Acetyl-CoA namun juga akan menghasilkan produk

samping berupa NADH yang memiliki nilai energi ekivalen dengan 3xATP.

4. Proses oksidasi Acetyl-CoA (Citric-Acid Cycle)

Molekul Acetyl CoA yang merupakan produk akhir dari proses konversi Pyruvate kemudian

akan masuk kedalam Siklus Asam Sitrat. Secara sederhana persamaan reaksi untuk 1 Siklus

Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) dapat dituliskan :

Acetyl-CoA + oxaloacetate + 3 NAD + GDP + Pi +FAD --> oxaloacetate + 2 CO + FADH +

3 NADH + 3 H + GTP

Siklus ini merupakan tahap akhir dari proses metabolisme energi glukosa. Proses konversi

yang terjadi pada siklus asam sitrat berlangsung secara aerobik di dalam mitokondria dengan

bantuan 8 jenis enzim. Inti dari proses yang terjadi pada siklus ini adalah untuk mengubah 2

atom karbon yang terikat didalam molekul Acetyl-CoA menjadi molekul karbon dioksida

(CO2), membebaskan koenzim A serta memindahkan energi yang dihasilkan pada siklus ini

ke dalam senyawa NADH, FADH dan GTP. Selain menghasilkan CO2 dan GTP, dari

persamaan reaksi

dapat terlihat bahwa satu putaran Siklus Asam Sitrat juga akan menghasilkan molekul NADH

& molekul FADH . Untuk melanjutkan proses metabolisme energi, kedua molekul ini

kemudian akan diproses kembali secara aerobik di dalam membran sel mitokondriamelalui

proses Rantai Transpor Elektron untuk menghasilkan produk akhir berupa ATP dan air

(H2O).

Brief

5. Proses /Rantai Transpor Elektron

Proses konversi molekul FADH2 dan NADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat (citric

acid cycle) menjadi energi dikenal sebagai proses fosforilasi oksidatif (oxidative

phosphorylation) atau juga Rantai Transpor Elektron (electron transport chain). Di dalam

proses ini, elektron-elektron yang terkandung didalam molekul NADH & FADH2 ini akan

dipindahkan ke dalam aseptor utama yaitu oksigen (O2). Pada akhir tahapan proses ini,

elektron yang terdapat di dalam molekul NADH akan mampu untuk menghasilkan 3 buah

molekul ATP sedangkan elektron yang terdapat dalam molekul FADH2 akan menghasilkan

buah molekul ATP.

6. Energi Metabolisme Glukosa

Secara keseluruhan proses metabolisme Glukosa akan menghasilkan produk samping berupa

karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Karbon dioksida dihasilkan dari siklus Asam Sitrat

sedangkan air (H2O) dihasilkan dari proses rantai transport elektron. Melalui proses

metabolisme, energi kemudian akan dihasilkan dalam bentuk ATP dan kalor panas.

Terbentuknya ATP dan kalor panas inilah yang merupakan inti dari proses metabolisme

energi. Melalui proses Glikolisis, Siklus Asam Sitrat dan proses Rantai Transpor Elektron,

sel-sel yang tedapat di dalam tubuh akan mampu untuk mengunakan dan menyimpan energi

yang dikandung dalam bahan makanan sebagai energi ATP. Secara umum proses

metabolisme secara aerobik akan mampu untuk menghasilkan energi yang lebih besar

dibandingkan dengan proses secara anaerobik. Dalam proses metabolisme secara aerobik,

ATP akan terbentuk sebanyak 36 buah sedangkan proses anaerobik hanya akan menghasilkan

2 buah ATP. Ikatan yang terdapat dalam molekul ATP ini akan mampu untuk menghasilkan

energi sebesar 7.3 kilokalor per molnya.

BAB IV

METABOLISME KARBOHIDRAT

Pada metabolisme karbohidrat pada manusia dan hewan secara umum, setelah melalui

dinding usus halus sebagian besar monosakarida dibawa oleh aliran darah ke hati. Di dalam

hati, monosakarida mengalami sintesis menghasilkan glikogen, oksidasi menjadi CO2 dan

H2O atau dilepaskan untuk dibawa dengan aliran darah kebagian tubuh yang memerlukannya.

Sebagian lain monosakarida dibawa langsung ke sel jaringan organ tertentu dan mengalami

proses metabolisme lebih lanjut. Karena pengaruh berbagai faktor dan hormon insulinyang

dihasilkan oleh kelenjar pankreas, maka hati dapat mengatur kadar glukosa dalam darah. Bila

kadar glkosa dalam darah meningkat sebagai akibat naiknya proses pencernaan dan

penyerapan karbohidrat, sintesis glikogen dari glukosa oleh hati akan naik. Sebaliknya bila

kadar glukosa menurun, misalnya akibat latihan olahraga, glikogern diuraikan menjadi

glukosa yang selanjutnya mengalami proses katabolisme menghasilkan energi (dalam bentuk

energi kimia, ATP) yang dibutuhkan oleh kegiatan olahraga tersebut.

Kadar glukosa dalam darah merupakan faktor yang sangat penting untuk kelancaran kerja

tubuh. Kadar normal glukosa dalam darah adalah 70-90 mg/100 ml. Keadaan dimana kadar

glukosa berada di bawah 70mg/100ml disebut hipoglisemia, sedangkan diatas 90mg/100ml

disebut hiperglisemia. Hipoglisemia yang ekstrem dapat menghasilkan suatu rentetan reaksi

goncangan yang ditunjukkan oleh gejala gemetarnya otot, perasaan lemah badan dan

pucatnya warna kulit. Hipoglisemia yang serius dapat menyebabkan kehilangan kesadaran

sebagai akibat kekurangan glukosa dalam otak yang diperlukan untuk pembentukan energi,

sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Kadar glukosa yang tinggi merangsang pembentukan glikogen dari glukosa, sintesis asam

lemak dan kolesterol dari glukosa. Kadar glukosa antara 140 dan 170 mg/100 ml disebut

kadar ambang ginjal, karena pada kadar ini glukosa diekskresi dalam kemih melalui ginjal.

Gejala ini disebut glukosuria yaitu keadaan ketidakmampuan ginjal untuk menyerap kembali

glukosa yang telah mengalami filtrasi melalui sel tubuh.

Kadar glukosa dalam darah diatur oleh beberapa hormon. Insulin dihasilkan oleh kelenjar

pankreas menurunkan kadar glukosa dengan menaikkan pembentukan glikogen dari glukosa.

Adrenalin (epineprin) yang juga dihasilkan oleh pankreas, dan glukagon berperan dalam

menaikkan kadar glukosa dalam darah. Semua faktor ini bekerjasama secara terkoordinasi

mempertahankan kadar glukosa tetap normal untuk menunjang berlangsungnya proses

metabolisme secara optimum.

1. Biosintesis dan Perombakan Glikogen

Glukosa 6-fosfat dan glukosa 1-fosfat merupakan senyawa antara dalam proses glikogenesis

atau pembentukan glikogen dari glukosa. Proses kebalikannya, penguraian glikogen menjadi

glukosa yang disebut glikogenolisis juga melibatkan terjadinya kedua senyawa antara

tersebut tetapi dengan jalur yang berbeda seperti digambarkan pada Gambar 6. Senyawa

antara UDP-glukosa (Glukosa Uridin Difosfat) terjadi pada jalur pembentukan tetapi tidak

pada jalur penguraian glikogen. Demikian pula enzim yang berperan dalam kedua jalur

tersebut juga berbeda.

2. Glikogenesis

Gugus fosfat dan energi yang diperlukan dalam reaksi pembentukan glukosa 6-fosfat dsari

glukosa diberikan oleh ATP yang berperan sebagai senyawa kimia berenergi tinggi. Sedang

enzim yang mengkatalisnya adalah glukokinase. Selanjutnya, dengan fosfoglukomutase,

glukosa 6-fosfat mengalami reaksi isomerasi menjadi glukosa 1-fosfat.

Glukosa 1-fosfat bereaksi dengan uridin tri fosfat (UTP) dikatalis oleh glukosa 1-fosfat uridil

transferase menghasilkan uridin difosfat glukosa (UDP-glukosa)dan pirofosfat (PPi).

Mekanisme reaksi glikogenesis juga merupakan jalur metabolisme umum untuk biosintesis

disakarida dan polisakarida. Dalam berbagai tumbuhan seperti tanaman tebu, disakarida

sukrosa dihasilkan dari glukosa dan fruktosa melalui mekanisme biosintesis tersebut. Dalam

hal ini UDP-glukosa abereaksi dengan fruktosa 6-fosfat, dikatalis oleh sukrosa fosfat sintase,

membentuk sukrosa 6-fosfat yang kemudian dengan enzim sukrosa fosfatase dihidrolisis

menjadi sukrosa.

3. Glikogenolisis

Tahap pertama penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa 1-fosfat. Berbeda dengan

reaksi pembentukan glikogen, reaksi ini tidak melibatkan UDP-glukosa, dan enzimnya adalah

glikogen fosforilase. Selanjutnya glukosa 1-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh

enzim yang sama seperti pada reaksi kebalikannya (glikogenesis) yaitu fosfoglukomutase.

Tahap reaksi berikutnya adalah pembentukan glukosa dari glukosa 6-fosfat. Berbeda dengan

reaksi kebalikannya dengan glukokinase, dalam reaksi ini enzim lain, glukosa 6-fosfatase,

melepaskan gugus fosfat sehigga terbentuk glukosa. Reaksi ini tidak menghasilkan ATP dari

ADP dan fosfat.

4. Glikololisis

Proses penguraian karbohidrat menjadi piruvat. Juga disebut jalur metabolisme Emden-

Meyergoff dan sering diartikan pula sebagai penguraian glukosa menjadi piruvat. Proses ini

terjadi dalam sitoplasma. Glikolisis anaerob: proses penguraian karbohidrat menjadi laktat

melalui piruvat tanpa melibatkan oksigen.

Proses penguraian glukosa menjadi CO dan air seperti juga semua proses oksidasi. Energi

yang dihasilkan dari proses penguraian glukosa ini adalah 690 kilo-kalori (kkal).

glukosa + 6 O 6 CO + 6 H O + 690 kkal

Jumlah energi ini sebenarnya jauh lebih besar daripada jumlah energi yang dapat disimpan

secara sangkil dalam bentuk energi kimia ATP yang dihasilkan dalam proses penguraian

tersebut.

Dengan adanya oksigen (dalam suasana aerob), glikolisis menghasilkan piruvat, atau tanpa

oksigen (glikolisis anaerob) menghasilkan laktat. Glikolisis menghasilkan dua senyawa

karbohidrat beratom tiga dari satu senyawa beratom enam; pada proses ini terjadi sintesis

ATP dari ADP + Pi. Gambar 13 me-nunjukkan proses glikolisis secara keselurhan.

Seperti halnya reaksi dengan glukokinase (reaksi tahap pertama) dan fosfofruktokinase

(reaksi tahap ketiga), reaksi dengan piruvat kinase ini juga merupakan reaksi yang tidak

reversibel, sehingga merupakan salah satu tahap reaksi pendorong glikolisis.

5. Glikolisis Anaerob

Dalam keadaan tanpa oksigen respirasi terhenti karena proses pengangkutan elektron yang

dirangkaikan dengan fosforilasi bersifat oksidasi melalui rantai pernafasan yang

menggunakan molekul oksigen sebagai penerima elektron terakhir, tidak berjalan. Akibatnya

jalan metabolisme lingkar asam trikarboksilat (daur Krebs) akan terhenti pula sehingga

piruvat tidak lagi masuk kedalam daur Krebs melainkan dialihkan pemakaiannya yaitu

diubah menjadi asam laktat oleh laktat dehidrogenase dengan NADH sebagai sumber

energinya.

Dalam hal ini, dua molekul NADH yang dihasilkan oleh reaksi tahap kelima dalam glikolisis

(reaksi dengan gliseraldehida 3-fosfat dehodrogenase) tidak dipakai untuk membentuk ATP

melainkan digunakan untuk reaksi reduksi 2 molekulasam piruvat menjadi asam laktat. Jadi

paad glikolisis anaerob energi yang dihasilkannya hanya 2 molekul ATP saja. Jumlah ini jauh

lebih kecil jika dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh glikolisis aerob yaitu 8

ATP.

6. Fermentasi Alkohol

Dalam beberapa jasad renik seperti ragi, glukosa dioksidasi menghasilkan etanol dan CO

dalam proses yang disebut fermentasi alkohol. Jalur metabolisme proses ini sama dengan

glikolisis sampai dengan terbentuknya piruvat. Dua tahap reaksi enzim berikutnya adalah

reaksi perubahan asam piruvat menjadi asetaldehida, dan reaksi reduksi asetaldehida menjadi

alkohol. Dalam reaksi yang pertama piruvat didekarboksilasi diubah menjadi asetaldehida

dan CO oleh piruvat dekarboksilase, suatu enzim yang tidak terdapat pada hewan.

Reaksi dekarboksilase ini merupakan reaksi yang tak reversibel, membutuhkan ion Mg dan

koenzim tiamin pirofosfat. Reaksi berlangsung melalui beberapa senyawa antara yang teriakt

secara kovalen pada koenzim.

Dalam reaksi yang terakhir dibawah ini, asetaldehid direduksi oleh NADH dengan enzim

alkohol dehodrogenase, menghasilkan etanol. Dengan demikian etanol dan CO merupakan

hasil akhir fermentasi alkohol dan jumlah energi yang dihasilkannya sama dengan glikolisis

anaerob.

7. Perubahan Piruvat Menjadi Asetilkoezim – A

Reaksi oksidasi piruvat hasil glikolisis menjadi asetil koenzim-A, merupakan tahap reaksi

penghubung yang penting antara glikolisis dengan jalur metabolisme lingkar asam

trikarboksilat (daur Krebs). Reaksi yang diaktalisis oleh kompleks piruvat dehidrogenase

dalam matriks mitokondria melibatkan tiga macam enzim (piruvat dehidrogenase,

dihidrolipoil transasetilase, dan dihidrolipoil dehidrogenase), lima macam koenzim

(tiaminpirofosfat, asam lipoat, koenzim-A, flavin adenin dinukleotida, dan nikotinamid

adenin dinukleotida) dan berlangsung dalam lima tahap reaksi. Keseluruhan reaksi

dekarboksilasi ini irreversibel, dengan ∆ G = - 80 kkal per mol.

Piruvat + NAD + koenzim A asetil ko-A + NADh + CO

Reaksi ini merupakan jalan masuk utama karbohidrat kedalam daur Krebs. Tahap reaksi

pertama dikatalis oleh piruvat dehidrogenase yang menggunakan tiamin pirofosfat sebagai

koenzimnya. Dekarboksilasi piruvat menghasilkan senyawa α-hidroksietil yang terkait pada

gugus cincin tiazol dari tiamin pirofosfat. Pada tahap reaksi kedua α-hidroksietil

didehidrogenase menjadi asetil yang kemudian dipindahkan dari tiamin pirofosfat ke atom S

dari koenzim yang berikutnya, yaitu asam lipoat, yang terikat pada enzim dihidrolipoil

transasetilase. Dalam hal ini gugus disulfida dari asam lipoat diubah menjadi bentuk

reduksinya, gugus sulfhidril. Pada tahap reaksi ketiga, gugus asetil dipindahkan dengan

perantara enzim dari gugus lipoil pada asam dihidrolipoat, kegugus tiol (sulfhidril pada

koenzim-A). Kemudian asetil ko-A dibebaskan dari sistem enzim kompleks piruvat

dehidrogenase. Pada tahap reaksi keempat gugus tiol pada gugus lipoil yang terikat pada

dihidrolipoil transasetilase dioksidasi kembali menjadi bentuk disulfidanya dengan enzim

dihidrolipoil dehidrogenase yang berikatan dengan FAD (flavin adenin dinukleotida).

Akhirnya (tahap reaksi kelima) FADH (bentuk reduksi dari FAD) yang tetap terikat pada

enzim, dioksidasi kembali oleh NAD (nikotinamid adenin dinukleotida) manjadi FAD,

sedangkan NAD berubah menjadi NADH (bentuk reduksi dari NAD ).

8. Pengaturan Dekarboksilasi Piruvat

Telah diketahui bahwa di samping mengandung tiga macam enzim tersebut di atas, kompleks

enzim piruvat dehidrogenase juga mempunyai dua macam enzim yang terdapat dalam sub

unit pengaturnya, yaitu piruvat dehidrogenase kinase dan piruvat dehidrogenase fosfatase.

Kedua enzim ini berperan dalam mengatur laju reaksi dekarboksilasi piruvat dengan cara

mengendalikan kegiatan subunit katalitiknya pada kompleks enzim piruvat dehidrogenase itu

sendiri.

Bila jumlah ATP yang dihasilkan oleh daur krebas dan fosforilasi bersifat oksidasi terlalu

banyak, keseimbangan reaksi akan berjalan kebawah (laju reaksi fosforilasi sub unit katalitik

kompleks piruvat dehidrogenase bertambah besar) sehingga kegiatan kompleks piruvat

dehidrogenase terhambat dan menjadi tidak aktif. Hal ini menyebabkan terhentinya reaksi

pembentukan asetil ko-A dari piruvat. Akibatnya, jumlah asetil ko-A yang diperlukan untuk

daur Krebs akan berkurang sehingga laju reaksi daur Krebs terhambat dan produksi ATP

terhenti. Sebaliknya jika jumlah ADP banyak (ATP sedikit), keseimbangan reaaksi didorang

ke atas (laju reaksi defosforilasi kompleks piruvat dehidrogenase bertambah besar) sehingga

kegiatan kompleks piruvat dehidrogenase bertambah. Akibatnya, reaksi dekarboksilasi

piruvat menjadi asetil ko-A naik, sehingga laju reaksi daur Krebs bertambah besar dan

produksi ATP bertambah banyak.

9. Jalur Metabolisme Daur Asam Trikarboksilat

Jalur metabolisme daur asam trikarboksilat (asam sitrat) pertama diketemukan oleh Krebs

(1937). Oleh karena itu, jalur ini disebut pula daur Krebs. Jalur daur ini merupakan ajlur

metabolisme yang utama dari berbagai senyawa hasil metabolisme, yaitu hasil katabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein.

Asetil ko-A (sebagai hasil katabolisme lemak dan karbohidrat), oksalasetat, fumarat, dan α-

ketoglutarat (sebagaihasil katabolismeasam amino dan protein), masuk kedalam daur Krebs

untuk selanjutnya dioksidasi melalui beberapa tahap reaksi yang kompleks menjadi CO , H

Odan energi ATP. Kegiatan daur asam tri karboksilat terdapat dalam sel hewan, tumbuhan,

dan jasad renik yang aerob dan merupakan metabolisme penghasil energi yang utama. Jasad

yang anaerob tidak menggunakan metabolisme daur ini sebagai penghasil energinya.

Daur Krebs merupakan bagian rangkaian proses pernafasan yang panjang dan kompleks,

yaitu oksidasi glukosa menjadi CO dan H O serta produksi ATP. Proses pernafasan terdiri

dari 4 tahap utama: 1) glikolisis (oksidasi glukosa menjadi piruvat), 2) konversi piruvat ke

asetil ko-A, 3) daur Krebs dan 4) proses pengangkutan elektron melalui rantai pernafasan

yang dirangkaikan degan sintesis ATP dari ADP = Pi melalui proses fosforilasi bersifat

oksidasi.

Didalam sel eukariota, metabolisme asam trikarboksilat berlangsung didalam mitokondrion.

Sebagian enzim dalam metabolisme ini terdapat di dalam cairan matriks dan sebagian lagi

terikat pada bagian dalam membran mitokondrion.

10. Energi yang Dihasilkan oleh Glikolisis dan DAur Asam Trikarboksilat

Dari pembahasan tentang daur asam trikarboksilat sebelumnya, ternyata terdapat dua tahap

reaksi yang masing-masing menghasilkan satu molekul CO ; tiga reaksi menghasilkan

NADH; satu reaksi menghasilkan GTP; satu reaksi menghasilkan FADH .

Satu molekul GTP dapat menghasilkan satu molekul ATP. Dalam proses pengangkutan

elektron melalui rantai pernafasan yang dikaitkan dengan fosforilasi bersifat oksidasi, satu

molekul NADH dan satu FADH masing-masing menghasilkan 3 dan 2 molekul ATP.

Dengan demikian oksidasi satu molekul asetil ko-A dalam daur Krebs menghasilkan (3 x 3 +

2 x 1 + 1) ATP = 12 ATP.

Bila proses oksidasi itu dimulai dari piruvat, jumlah molekul ATP yang dihasilkan adalah 12

+ 3 = 15untuk setiap molekul piruvat (pembentukan satu molekul asetil ko-A dari satu

molekul piruvat menghasilkan satu molekul NADH).

Oksidasi satu molekul glukosa melalui glikolisis menjadi dua molekul piruvat, menghasilak 8

ATP. Dengan demikian oksidasi sempurna satu molekul glukosa menjadi CO + H O

menghasilkan 2 x 15 + 8 = 38 ATP.

DAFTAR PUSTAKA

Conn, E.E. 1987. Outlines of Biochemistry. New York USA: John Wiley & Sons.

Girindra, A. 1986. Biokimia. Jakarta: Gramedia

Kusnawidjaja, Karunia. 1987. Biokimia. Bandung: Alumni

Lehninger, A.L. 1982. Biochemistry. New york: Worth Publisher Inc.

Robert I. Dryer dkk. 1993. Biokimia. Yogyakarta: UGM-Press.

Schumm, Dhoroty E. 1993. Intisari Biokimia. Jakarta: Binarupa Aksara.

Stryer, Lubert. 2000. Biokomia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suwanto. 2002. Bioteknologi, Jakarta: Pusat Penerbit Universitas Terbuka Jakarta

Trehan, K. 1980. Biochemistry. New delhi: Wiley Eastern Limited.

Wirahardikusumah, Muhamad. 1985. Biokimia. Bandung: ITB.

Wirahadikusumah, M. 1983. Biokimia Protein Enzim dan Asam Nukleat. Bandung: Penerbit

ITB

http://mantrinews.blogspot.com/2011/07/metabolisme-karbohidrat.html