tugas antibodi.docx
TRANSCRIPT
1. Pengertian dan perbedaan isotypes antibody IgA, IgD, IgE, IgG dan IgM
Di dalam tubuh antibodi dikelompokkan atas 5 jenis berdasarkan
perbedaan domain konstan, yaitu IgG, IgA, IgE, IgD dan IgM. Kelima jenis Ig
ini terdistribusi dalam peredaran darah, disamping itu IgG terdapat juga dalam
cairan extravascular, sedangkan IgA terdapat juga dalam sekresi misalnya
saliva dan kelenjar air mata serta IgE selain di dalam darah juga terdapat di
saluran pernafasan dan pencernaan dan kulit (Widyastuti, 2007).
Imunoglobulin A (IgA).
Imunoglobulin A adalah antibodi sekretori, ditemukan dalam saliva,
keringat, air mata, cairan mukosa, susu, cairan lambung dan sebgainya. Yang
aktif adalah bentuk dimer (yy), sedangkan yang monomer (y) tidak aktif.
Jaringan yang mensekresi bentuk bentuk dimer ini ialah sel epithel yang
bertindak sebagai reseptor IgA, yang kemudian sel tersebut bersama IgA
masuk kedalam lumen. Fungsi dari IgA ini ialah:
- Mencegah kuman patogen menyerang permukaan sel mukosa
- Tidak efektif dalam mengikat komplemen
- Bersifat bakterisida dengan kondisinya sebagai lysozim yang ada dalam
cairan sekretori yang mengandung IgA
- Bersifat antiviral dan glutinin yang efektif
(Darmono, Tanpa Tahun).
Imunoglobulin D (IgD)
Imunoglobulin D ini berjumlah sedikit dalam serum. IgD adalah penenda
permukaan pada sel B yang matang. IgD dibentuk bersama dengan IgM oleh
sel B normal. Sel B membentuk IgD dan IgM karena untuk membedakan unit
dari RNA (Darmono, Tanpa Tahun).
Imunoglobulin E (IgE)
Imunoglobulin E ditemukan sedikit dalam serum, terutama kalau berikatan
dengan mast sel dan basophil secara efektif, tetapi kurang efektif dengan
eosinpphil. IgE berikatan pada reseptor Fc pada sel-sel tersebut. Dengan
adanya antigen yang spesifik untuk IgE, imunoglobulin ini menjadi bereaksi
silang untuk memacu degranulasi dan membebaskan histamin dan komponen
lainnya sehingga menyebabkan reaksi anaphylaksis. IgE sangat berguna untuk
melawan parasit (Darmono, Tanpa Tahun).
IgE diproduksi oleh sel plasma yang terletak pada lymph node dan daerah
yang mengalami reaksi alergi, yaitu pada germinal senter pada jaringan yang
mengalami inflamasi. IgE berbeda dengan antibodi yang lain dalam hal
lokasinya. IgE sebagian besar menempati jaringan dan berikatan dengan
permukaan sel mast dengan reseptornya yang disebut FcεRI. Ikatan antigen
dengan IgE menyebabkan terjadinya penggabungan silang antar reseptor yang
berakibat tersekresinya mediator kimia dari sel mast. Mekanisme ini
menyebabkan terjadinya hipersensitif tipe I. Basofil dan eosinofil yang
teraktivasi juga mengekspresikan FcεR sehingga dua macam sel tersebut juga
dapat mengikat IgE dan berkontribusi pada munculnya reaksi hipersensitif tipe
I. Agar IgE dapat terbentuk memerlukan antigen serta rute presentasi tertentu.
TH2 yang merupakan subset CD4 dapat membelokkan sisntesis isotipe
antibodi dari bentuk IgM menjadi IgE. Pada manusia TH2 dari subset CD4
dapat mengubah sintesis antibodi dari IgM menjadi IgG2 dan IgG4 dan pada
mencit dari IgM menjadi IgG1 dan IgG3. Antigen yang secara khusus dapat
mempengaruhi TH2 untuk membelokkan sintesis antibodi menjadi IgE disebut
alergen (Rifa’i, 2011).
Imunoglobulin M (IgM)
Imunoglobulin M ditemukan pada permukaan sel B yang matang. IgM
mempunyai waktu paruh biologi 5 hari, mempunyai bentuk pentamer dengan
lima valensi. Imunoglobulin ini hanya dibentuk oleh faetus. Peningkatan
jumlah IgM mencerminkan adanya infeksi baru atau adanya antigen
(imunisasi/vaksinasi). IgM adalah merupakan aglutinin yang efisien dan
merupakan isohem-aglutinin alamiah. IgM sangat efisien dalam mengaktifkan
komplemen. IgM dibentuk setelah terbentuk T-independen antigen, dan
setelah imunisasi dengan T-dependent antigen (Darmono, Tanpa Tahun).
Imunoglobulin G (IgG)
Imunoglobulin G adalah divalen antigen. Antibodi ini adalah
imunoglobulin yang paling sering/banyak ditemukan dalam sumsum tulang
belakang, darah, lymfe dan cairan peritoneal. Ia mempunyai waktu paruh
biologik selama 23 hari dan merupakan imunitas yang baik (sebagai serum
transfer). Ia dapat mengaglutinasi antigen yang tidak larut. IgG adalah satu-
satunya imunoglobulin yang dapat melewati plasenta. Kemampuannya
melewati plasenta untuk setiap jenis hewan berturut-turut adalah:
Rodentia>primata>anjing/kucing> manusia=babi=kuda. IgG adalah opsonin
yang baik sebagai pagosit pada ikatan IgG reseptor. Imunoglobulin ini
merangsang “antigen-dependen cel-mediated cytotoxicity” (ADCC)-IgG Fab
untuk mengikat target sel, “Natural Killer”(NK) Fc-reseptor, mengikat Ig Fc,
dan sel NK membebaskan citotoksik pada sel target. IgFc juga mengaktifkan
komplemen, menetralkan toksin, imobilisasi bakteri dan menghambat serangan
virus (Darmono, Tanpa Tahun).
Tabel 1. Sifat dan kemampuan imunoglobulin dan fungsinya
Sifat IgA1,2 IgD IgE IgM IgG1 IgG2 IgG3 IgG4
Bentuk Dimer
YY
Monomer
Y
Monomer
Y
Pentamer
YYYYY
Monomer
Y
Monomer
Y
Monomer
Y
Monomer
Y
dalam
serum
(mg/ml)
3,5 0,03 0,00005 1,5 9 3 1 1,5
Aktifasi
komplemen
(-) (-) (-) +++ +++ + +++ (-)
Transfer
plasenta
(-) (-) (-) (-) + + + +
Ikatan
dengan
makrofag /
Fc reseptor
(-) (-) (-) (-) + (-) + (-)
Ditemukan
dalam
jaringan
eksresi
eksternal
Cairan
mukus
Dsb.
(-) (-) Cairan
mukus
dsb
Susu Susu Susu Susu
(Darmono, Tanpa Tahun).
2. Penerapan ELISA dalam bidang pangan
Penerapan ELISA dalam bidang pangan contohnya adalah untuk
mendeteksi adanya aflatoksin pada kacang tanah dan jagung. ELISA kit
Aflavet yang digunakan untuk analisis sampel kacang tanah, jagung adalah
immunoassay dengan format ”direct competitive ELISA”. Prinsip penetapan
adalah pada plat mikro terjadi kompetisi antara AFB1 standar atau AFB1 yang
terkandung dalam sampel dengan enzim konjugat untuk berikatan dengan
antibodi yang terlapis pada plat mikro. Enzim konjugat yang tidak berikatan
dengan antibodi tercuci, dan enzim yang mengikat antibodi pada plat mikro
dengan penambahan substrat akan memberikan warna hijau kebiruan
(Rachmawati, 2005).
Selain itu ELISA telah banyak digunakan untuk analisis fluorokuinolon
residu dalam daging, jaringan hewan yang dapat dimakan (animal edible
tissues), susu, telur, udang dan belut. Competitive ELISA secara luas
digunakan untuk mendeteksi kontaminan dengan berat molekul kecil di dalam
makanan seperti, mikotoksin, pestisida dan antibiotik. Competitive ELISA
terdiri dari direct competitive ELISA, dimana antibodi diimmobilisasi
(difiksasi/dilekatkan) di atas fase solid (plate) dan indirect competitive ELISA,
dimana hapten atau antigen yang diimmobilisasi di atas fase solid. Sedangkan
non-competitive ELISA adalah dimana antigen difiksasi di atas fase solid
kemudian antibodi berlebel (labeled antibody) ditambahkan untuk berikatan.
Hasil dari non-competitive ELISA secara langsung sebanding dengan
konsentrasi antigen. Ini karena antibodi berlebel tidak akan mengikat jika
antigen tidak ada di dalam sampel yang tidak diketahui (Zahid dan Isnindar,
2011).
DAFTAR PUSTAKA
Darmono. Tanpa Tahun. Klasifikasi Antibodi. www. geocities.ws/ kuliah_farm/ imunologi/ klasifikasi-antobodi.doc [21 Mei 2014]
Rachmawati, Sri. 2005. Kit Elisa (Aflavet) untuk Deteksi Aflatoksin pada Produk Pertanian. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Rifa’i, Muhaimin. 2011. Alergi dan Hipersensitif. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang.
Widyastuti. 2007. Radiofarmaka Berbasis Antibodi. Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka, Vol. 10.
Zahid, Muhammad dan Isnindar. 2011. Pengembangan Metode Analisis untuk Deteksi Residu Fluorokuinolon di dalam Produk Makanan. Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat.
TUGAS ANALISA PANGAN
Oleh :
Garnenda Priscilla Mentari
H0912058
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014