tugas
DESCRIPTION
susahTRANSCRIPT
Makalah Teknik Pengolahan Tanaman Perkebunan
KAKAO
Oleh
Kelompok 1
Desi Nanda Sari
Erin Karlina
Niken Wahyuningsih
Muzakir
Windy Antono
Masdar
Mimi Kargita
Hasrizal
Ridwan
Giar Pramanda Putra
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao) adalah tumbuhan berwujud pohon yang berasal
dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal
sebagai cokelat.Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di
alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan
tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang
meluas.tanaman kakao yang banyak di budidayakan di perkebunan rakyat adalah
jenis Forastero atau kakao lindak (Puslitkoka,2010).
Buah kakao terdiri dari 3 komponen utama yaitu kulit buah (70% berat buah
masak ) dan plasenta yang merupakan pengikat dari 30-40 biji. Permukaan biji di
lapisi pulpa berwarna putih dan bila matang mempunyai biji yang di selimuti pulpa
yang lunak dan terasa manis.Biji tumbuhan kakao jika di olah akan menghasilkan
produk yang di kenal sebagai coklat yang merupakan bahan pangan kegemaran
masyarakat karena rasa istimewa dan di percaya mempunyai khasiat tertentu (muloto
et al.2009).
Menurut Tumpal (1989) Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang memiliki peranan cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai sumber pendapatan dan devisa negara.Indonesia merupakan salah satu negara
yang membudidayakan tanaman kakao yang cukup luas di tingkat dunia, dan
merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah Ivory Coast dan Ghana dengan
produksi tahunan mencapai 700 ribu ton.
Saat ini areal pengembangan kakao di Indonesia meliputi Sulawesi
Selatan,Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi tengah, Papua Barat, Jawa
Timur, Lampung, Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Aceh.Hal ini mengidefikasikan
peran penting Kakao baik sebagai sumber lapangan kerja maupun pendapatan bagi
petani.Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana
bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao
berasal dari Ghana dan keunggulan kakao Indonesia tidak mudah meleleh sehingga
cocok bila dipakai untuk blending.
Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup
terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk
menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan
distribusi pendapatan cukup terbuka. Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia
masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih
rendah akibat serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), mutu produk masih
rendah yaitu berada di bawah 900 kg/ha/thn dari rata-rata potensi sebesar 2.000
kg/ha/thn, Serta masih belum optimalnya teknologi budidaya tanaman kakao. Hal ini
menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan
usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.Oleh karena itu
penanganan pasca panen menjadi kunci keberhasilan peningkatan mutu biji kakao di
Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Mengetahuai tentang perkembangan kakao saat ini.
2. Menjelaskan tentang luas lahan ,produksi dan panen di aceh.
3. Mengetahui olahan apa saja yang dihasilkan dari kakao.
4. Mengetahui kebijakan kebijakan pemerintah tentang kakao.
5. Mengetahui harga kakao kering pada tahun 2013.
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujunan di lakukan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca.
2. Memberikan penjelasan tentang perkembangan kakao di Indonesia.
BAB II
ISI
2.1 Kakao
Kakao merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga theoroma, suku
Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988)
sistematika tanaman ini sebagai berikut.
Devisi : Spermatophyta
Anak devisi : Angiospermae
Kelas : Discotyledoneae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
Biji kakao merupakan salah satu komoditas pertanian yang berperan penting
bagi perekonomian Negara dan sumber pendapatan petani. Perluasan perusahaan
kakao yang terus dilakuakan harus diikutin dengan penanganan pascapanen yang
memadai. Adanya peningkatan dari berbagai produksi di berbagai Negara
menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran / pasokan di pasaran dunia. Keadaan
ini menuntut produsen kakao untuk meningkatkan mutu biji kakaonya dan mulai
mengalihkan perhatiannya untuk tidak hanya menjual kakao dalam bentuk biji, tetapi
juga menjual dalam bentuk bahan jadi atau bahan setengah jadi. Dalam situasitersebut
dalam teknologi pengolahan dan industri hilir perlu mendapatkan perhatian yang
lebih besar.
Kelemahan pokok yang dihadapi mutu kakao Indonesia adalah tingginya
tingkat keasaman biji yang diikuti oleh cita rasa (flavor) yang lemah, belum
mantapnya konsentrasi mutu, dan khususnya masik ditemukan biji- biji yang tidak
terfermentasi. Kelemahan tesebut adalah permasalahan pascapanen yang perlu
ditangani guna memperbaiki cita perkebunan coklat Indonesia.
Untuk mendapatkan harga jual yang tinggi, biji kakao yang telah dipanen
harus segera diolah. Pengolahan pasca panen biji kakao yang benar dilakukan dengan
tahapan-tahapan yang mampu menjaga mutu biji agar tetap optimal. Tahapan-tahapan
pengolahan pasca panen kakao tersebut antara lain sortasi, pemeraman, pemecahan
buah kakao, fermentasi, pencucian, pengeringan, sortasi, pengemasan, dan
penyimpanan.
Karakteristik fisik biji banyak diperhatikan terutama karena berpengaruh
terhadap hasil yang akan diperoleh oleh pabrik cokelat, khususnya adalah air, berat
biji, kadar kulit, dan kadar lemak. Sifat – sifat tersebut satu sama lain terkait.
Rendemen bahan yang dimakan sangat berbengaruh terhadap nilai biji kakao pada
industri makan coklat. Berdasarkan hal tersebut harga yang dibayarkan. Ada sejumlah
faktor yang dapat digunakan sebagai parameter objektif terhadap rendemen bahan
yang akan dimakan berupa nib kakao dan jumlah bahan yang bernilai, yaitu lemak
kakao yang dapat diperoleh dari sejumlah bahan baku kakao.
Provinsi Aceh secara topografi berpotensi besar dalam pengembangan kakao
(Theobrema cacao L). Selain mempunyai lahan seluas 258.067 ha yang belum
dimanfaatkan, kakao sudah familiar dengan masyarakat. Kakao merupakan salah satu
komoditas unggulan kualitas ekspor di Provinsi Aceh, namun sayangnya potensi ini
belum ditangani dengan baik. Rantai pemasaran dari petani ke konsumen masih
panjang, sehingga merugikan petani. Pertanaman kakao relatif sesuai untuk
perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun,
sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi petani. Kakao
dapat mulai berproduksi pada umur 1,5 tahun (18 bulan) dan dapat menghasilkan biji
kakao yang selanjutnya bisa diolah menjadi bahan setengah jadi (bubuk coklat)
maupun bahan jadi. wilayah sentra produksi kakao di Aceh terdapat di Kabupaten
Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur dan Aceh Tenggara. Lahan yang
sudah eksis penanaman kakao seluas 74.547 ha dengan produksi 27.295 ton yang di
dominasi oleh perkebunan rakyat. Produksi kakao di Aceh semuanya dalam bentuk
biji kering dan diekspor melalui pedagang-pedagang eksportir yang ada di Medan
Sumatera Utara. Saat ini pedagang-pedagang di Aceh belum mampu melakukan
ekspor sendiri akibat keterbatasan dana.
2.1 Olahan yang dihasilkan dari biji kakao
Gambar 1. Diagram alir pengolahan kakao dan produk olahannya
Potensi dan peluang produk olahan kakao diminati masyarakat untuk
dibudidayakan dan diolah menjadi produk yang bernilai tinggi. Buah yang memiliki
nama latin Theobroma Cacao L tersebut, kini menjadi salah satu komoditi ekspor
yang mampu menambah penghasilan devisa negara setiap tahunnya. Salah satu hasil
olahan kakao yang menjadi komoditas ekspor adalah produk cokelat Pengolahan dari
buah kakao menjadi kunci utama kualitas produk hasil kakao, karena dalam proses
tersebut terjadi pembentukan fisik, cita rasa, serta faktor lain yang menjadi standar
produk kakao berkualitas. Selain dalam hal tersebut khasiat coklat dari chocolate
shop untuk kesehatan adalah sebagai antioksidan, antioksidan dalam coklat untuk
chocolate souvenir diperoleh dari biji kakao yang mengandung antioksidan flavonoid
yang berguna.
Di pabrik pengolahan makanan dan minuman yang menggunakan biji coklat
sebagai salah satu bahan produk yang akan dibuat, biji kakao kering akan mengalami
proses pengolahan kembali. Pengolahan di tingkat ini seringkali disebut proses
refinasi kakao menjadi bubuk coklat selanjutnya menjadi bahan berbagai produk
makanan dan minuman. Secara umum proses produksi bubuk coklat hampir sama di
manapun, hanya ada perbedaan kecil yang disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat biji
kakao yang diproses karena berasal dari spesies yang berbeda. Tetapi, umumnya
pabrik pengolahan biji kakao menggunakan mesin yang sama untuk mengolah biji
kakao menjadi cocoa butter dan cocoa powder.
Gambar 2. Diagram alir pengolahan lemak kakao dan bubuk coklat
Gambar 3. Lemak kakao Gambar 4. Bubuk kakao
Lemak kakao adalah lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik karena
sifatnya yang tetap cair pada kondisi lingkungan dengan suhu di bawah titik bekunya
[super cooling]. Teknik tempering khusus dengan merubah struktur kristal lemak
kakao hingga pada titik lelehnya, 34-35°C.
Lemak kakao mempunyai warna putih-kekuningan dan mempunyai bau khas
cokelat, penyusutan volume [kontraksi] pada saat didinginkan sehingga padatan
lemak yang dihasilkan sangat kompak dan mempunyai penampilan fisik yang
menarik. Lemak kakao memiliki susunan berbagai senyawa lemak jenuh, lemak tak
jenuh dan gliserida mempunyai sifat rapuh [brittle] pada suhu 25°C dan tidak larut
dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin. Lemak kakao larut sempurna dalam
alkohol murni panas dan sangat mudah larut dalam kloroform, bensen dan
petroleumeter.
Prosedur kerja membuat bahan jadi dalam bentuk kue
Coklat (SilverQueen)
Komposisi :
Pada coklat silverQueen ini terdapat beberapa komposisi bahan seperti Gula,
kacang mente, susu bubuk, kakao massa, lemak kakao, pengemulsi lesithin kedelai,
garam, dan pencita rasa vanilli. Kandungan Nutrisi yang Terdapat pada Coklat
Silverqueen
Takaran Saji : 30 gram / Jumlah Sajian Per Kemasan : 2
Energi total : 169 kal / 709 kj Lemak total : 10.6 gram- Lemak
jenuh : 4.8 gram Protein : 3.6 gram
Karbohidrat : 14.4 gram. Gula Karbohydrat : 11.9 gr Sodium : 45
Gambar 5. SliverQueen
flow chart proses diatas menunjukan proses apa saja yang harus dilakukan untuk
mengolah biji kakao menjadi :
1. Cocoa Liquor / cocoa mass (coklat pasta)
2. Cocoa Butter (Minyak Coklat)
3. Cocoa Powder (Tepung Coklat)
2.3. Luas Lahan dan Produksi Kakao
Tabe1. Luas Tanam dan produksi coklat perkebunan rakyat di kabupaten Aceh Utara
tahun 2005-2013
TahunLuas/Area
(Ha)
produksi/ Production
(ton)
Luas tanaman/ Planted Area (Ha)
TM TBM TRMJumlah/
total
2005 124 42 50 74 0 124
2006 124 42 50 74 0 124
2007 131 59 70 61 - 131
2008 131 59 70 61 - 131
2009 130 55 63 67 - 130
2010 135 64 68 67 - 135
2011 135 59 68 67 - 135
2012 135 64 76 59 - 135
2013 135 65 76 59 - 135
Sumber : Dinas Perkebunan Aceh (Aceh Dalam Angka)
Tabel 2. Luas tanam dan produksi tanaman kakao tahun 1982-2013
Tahun
Luas Tanaman (Ha) Produksi (ton)
Kakao
perkebunan
Rakyat
Kakao
perkebunan
Rakyat
Kakao
perkebunan
Rakyat
Kakao Perkebunan
Besar
1 2 3 4 5
1982 - 139 - 10.167
1983 - 139 - 9.342
1984 - 130 - 13.814
1985 - 191 - 10.797
1986 802 192 29 24.079
1987 1.155 824 89 28.841
1988 2.765 1.582 187 42.066
1989 3.850 1.528 789 73.091
1990 5.791 2.686 907 83.740
1991 9.775 4.065 1.721 101.103
1992 12.61 5.065 3.275 110.779
1993 13.369 4.622 4.095 483
1994 15.291 3.946 5.935 600
1995 15.136 4.046 7.321 1.214
1996 15.887 4.046 8.235 1.223
1997 16.155 3.879 9.58 1.179
1998 14.388 3.881 9.171 1.821
1999 15.599 3.879 9.182 1.138
2000 18.571 3.979 9.895 1.377
2001 16.328 3.522 9.466 1.168
2002 17.179 3.522 10.911 1.168
2003 19.313 4.016 11.780 11.780
2004 24.491 4.08 11.269 1.590
2005 32.295 4.014 14.522 1.590
2006 34.228 4.014 14.454 1.590
2007 46.428 3.674 17.705 1.598
2008 49.778 3.674 18.987 1.598
2009 75.131 - 26.466 -
2010 81.533 3.651 29.677 2.641
2011 87.481 2.031 37.25 344
2012 99.428 1.062 36.661 459
2013 102.034 1.062 34.795 92
Sumber : Dinas Perkebunan Aceh (Aceh Dalam Angka)
Tabel 3. Luas Areal Dan Produksi Kakao Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten
dan Keadaan Tanaman Tahun 2013
Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia komoditas kakao tahun 2013
2.4 kebijakan pemerintah terhadap proteksi komoditas kakao
1. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 tentang Penghapusan PPN atas
Komoditas Kakao Kakao merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di
Indonesia. Sebelum diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 2007,
Pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% untuk setiap kakao
yang dibeli pabrik dalam negeri. Sebaliknya, apabila petani mengekspor produknya
ke luar negeri, PPN itu tidak dikenakan. Hal ini menyebabkan petani lebih suka
melakukan ekspor.
Penghapusan Pajak Pertambahan Nilai terhadap perdagangan biji kakao yang
ditetapkan Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, diakui mampu mendongkrak
kinerja industri pengolahan kakao di dalam negeri. Dengan penerapan PP tersebut, 10
industri pengolahan kakao dari 14 yang ada di Indonesia mampu berproduksi sesuai
dengan kapasitas terpasangnya. Kapasitas terpasang rata-rata 14 industri pengolahan
tersebut sebesar 220.000 ton/tahun. Sebelum Pemerintah menghapuskan PPN, kinerja
produksi industri hanya mencapai 50 persen (110 ton/tahun), namun setelah
diberlakukan PP No. 7/2007 maka kinerja produksi industri mencapai 80 persen dari
kapasitas. Peningkatan ini terjadi karena selama ini para pelaku industri pengolahan
kakao dalam negeri selalu kesulitan mendapatkan biji kakao dari petani dimana petani
lebih menyukai untuk mengekspor biji kakao daripada memenuhi kebutuhan
domestik. Dengan penghapusan PPN tersebut, industri menjadi lebih mudah
mendapatkan bahan baku.
Guna meningkatkan kinerja produksinya, industri pengolahan memerlukan
dukungan pembiayaan dari sektor perbankan untuk menjakin kepastian usahanya.
Selama ini perbankan enggan membiayai karena tidak adanya kepastian jaminan
pasokan bahan baku. Dengan penerapan PP No. 7 Tahun 2007 ini, pihak perbankan
memperoleh kepastian bahwa industri mempunyai sumber pasokan bahan baku
sehingga kucuran pembiayaan kepada industri pengolahan menjadi lebih mudah
terealisasi.
Penghapusan PPN terhadap perdagangan biji kakao juga merupakan insentif
bagi eksportir untuk memilih menjual biji kakao ke pabrik pengolahan dalam negeri
daripada mengekspor, karena harga jualnya bersaing dan tidak kalah dengan pembeli
asing. Pembayaran pembeli dalam negeri juga lebih cepat sehingga mengurangi
masalah. Jika dijual ke AS misalnya, pembayaran baru dilakukan dalam waktu dua
bulan kemudian. Sebaliknya di dalam negeri hanya butuh waktu 1 – 2 hari.
Dalam jangka panjang, kebijakan penghapusan PPN atas penyerahan biji kakao
ini akan meningkatkan kapasitas pengolahan industri kakao nasional mencapai
295.000 ton. Dengan demikian ekspor biji kakao hanya sekitar 105.000 ton. Saat ini
terjadi idle capacity karena biji kakao yang diolah hanya sebanyak 145.000 ton. Jika
full capacity pabrik pengolahan tercapai, maka akan diperoleh pendapatan sekitar US
$ 1,06 miliar dari industri pengolahan ditambah dengan ekspor biji kakao senilai US
$ 157 juta.
2. Penetapan Tarif Bea Masuk Kakao
Industri pengolahan kakao Indonesia masih mendapatkan proteksi dengan
instrumen kebijakan penerapan tarif bea masuk (TBM) bagi input (bahan baku)
berupa biji kakao dan output (hasil olahan) berupa cocoa butter, cocoa powder dan
cocoa cake sebesar 5%. Namun kebijakan ini menjadi disinsentif karena
mengakibatkan impor kakao olahan menjadi lebih murah daripada memproduksi
sendiri. Di sisi lain, negara tujuan ekspor Indonesia melakukan diskriminasi terhadap
biji kakao yang berasal dari Indonesia sehingga mereka menetapkan bea masuk yang
cukup besar. Malaysia mengenakan tarif 25% terhadap biji kakao dari Indonesia,
China mengenakan bea masuk 10%, Uni Eropa 20% , dan India 38%. Padahal
terhadap produk kakao dari negara lain dikenakan bea masuk yang kecil. Misalnya
Uni Eropa membebaskan bea masuk bagi komoditas kakao dari Afrika dan China
mengenakan tarif bea masuk 0% atas produk kakao dari Malaysia.
2.5 Peta Sebaran Kakao
2.6 Harga kakao
Tabel 1. Perkembangan Harga Rata-Rata Bulanan Kakao Dipasar Domestik Tahun
2013
Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia komoditas kakao tahun 2013
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di ambil berdasarkan isi makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Kakao yang telah umur 1,5 tahun telah bisa dipanen dan menghasilkan biji
kakao yang dapat diolah menjadi bahan setengah jadi (bubuk coklat) maupun
bahan jadi.
2. Kakao yang telah dikelola dapat menjadi coklat, permen coklat, dan cocoa
powder.
3. Provinsi Aceh pemasaran dari petani ke konsumen masih panjang, sehingga
merugikan petani, penyebabnya kurang penanganan yang baik.
4. Kelemahan pokok yang dihadapi mutu kakao Indonesia adalah tingginya
tingkat keasaman biji yang diikuti oleh cita rasa (flavor) yang lemah.
5.
3.2. Saran
1. Pengolahan biji kakao dapat ditingkatkan dengan adanya pabrik yang dapat
mengolah biji kakao dengan peningkatan permintaan coklat dari konsumen.
2. Penanganan biji kakao dapat dipanen dengan pemanenan buah yang seragam
dan buah yang belum bisa dipanen dibiar sampai menuggu waktu buah bisa
dipanen, agar cita rasa pada buah dapat dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA
Mulanto S, Widyotomo S, Miswani, Suharyanto E. 2009. Pengolahan Produk Primer
dan Sekunder Kakao. Jember (ID): Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia.
[Puslitkoka] Pusat Penelitian Kopi dan kakao Indonesia. 2010. Buku Pintar Budidaya
Kakao. Yogyakarta (ID): Universitas Atma Jaya Agromedia
Tumpal, H.Siregar.1989.Budidaya,pengelolaan dan pemasaran coklat. Penebar
swadaya.Jakarta.
Darwis.V., Nur Khoiriyah. A. 2007. Perspektif Agribisnis Kakao diSulawesiTenggara
(Studi Kasus Kabupaten Kloaka).
Tino Mutiarawati. 2006. Kendala Peluang dalam Produksi Pertanian Organik
diIndonesia. Jakarta