tth dan depresi

11
HUBUNGAN DEPRESI DENGAN TENSION TYPE HEADACHE PADA PASIEN YANG BEROBAT DI POLIKLINIK SARAF RSUD RADEN MATTAHER KOTA JAMBI Yuniasih Restu Putri*, Attiya Rahma**, Shalahudden Syah** *Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi **Dosen Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Email: [email protected] ABSTRACT Background : Tension Type Headache (TTH) is one of the types of primary headache that occupies the highest prevalence in the world. Tension-type headache trigger factors generally are stress factors that are associated with the physical that is associated with muscle tension, especially the muscles of the scalp and back of the neck. Physical factors usually do not stand alone but in conjunction with psychological factors. Psychological condition which has long been associated with tension-type headache is depression. The purpose of this study was to determine the relationship between depression and tension-type headache in patients who visited outpatient clinic of Neurology Departement of Raden Mattaher Hospital Jambi. Method : This study used an analytical method with cross sectional approach. This research is located in outpatient clinic of Neurology Departement of Raden Mattaher Hospital Jambi on March 5 until April 25, 2015. The data was collected using a questionnaire sheet filled directly by the respondent. The number of samples required as many as 68 people who have been using the accidental sampling.. Result : From the 68 respondents obtained, more at age ≥34 years is 51,5%, Female gender amounted to 67,6%, worked as housewives amount to 30.9%, have an education past high school or MAN 48,5%, 69,1% are married. Most respondents were diagnosed with tension-type headache disease that is 63,2%, while non TTH amounted to 36,8%, respondents who experienced depression amounted to 29,4%. Based on the statistical test of Chi-Square, there is a relationship between depression and tension-type headache (p = 0,033). Respondents who are depressed have a risk to experience tension-type headache than respondents who did not have depression (PR value=1,56) Conclusion : There is a relationship between depression and tension-type headache in patients who who visited outpatient clinic of Neurology Departement of Raden Mattaher Hospital Jambi. Key Word : tension-type headache, depression, relationship.

Upload: yuniasih-restu-putri

Post on 29-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tth dan depresi

TRANSCRIPT

Page 1: TTH dan depresi

HUBUNGAN DEPRESI DENGAN TENSION TYPE HEADACHE PADA

PASIEN YANG BEROBAT DI POLIKLINIK SARAF RSUD RADEN

MATTAHER KOTA JAMBI

Yuniasih Restu Putri*, Attiya Rahma**, Shalahudden Syah**

*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

**Dosen Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Jambi

Email: [email protected]

ABSTRACT

Background : Tension Type Headache (TTH) is one of the types of primary headache that occupies the highest

prevalence in the world. Tension-type headache trigger factors generally are stress factors that are associated with

the physical that is associated with muscle tension, especially the muscles of the scalp and back of the neck.

Physical factors usually do not stand alone but in conjunction with psychological factors. Psychological condition

which has long been associated with tension-type headache is depression. The purpose of this study was to

determine the relationship between depression and tension-type headache in patients who visited outpatient clinic

of Neurology Departement of Raden Mattaher Hospital Jambi.

Method : This study used an analytical method with cross sectional approach. This research is located in outpatient

clinic of Neurology Departement of Raden Mattaher Hospital Jambi on March 5 until April 25, 2015. The data was

collected using a questionnaire sheet filled directly by the respondent. The number of samples required as many

as 68 people who have been using the accidental sampling..

Result : From the 68 respondents obtained, more at age ≥34 years is 51,5%, Female gender amounted to 67,6%,

worked as housewives amount to 30.9%, have an education past high school or MAN 48,5%, 69,1% are married.

Most respondents were diagnosed with tension-type headache disease that is 63,2%, while non TTH amounted to

36,8%, respondents who experienced depression amounted to 29,4%. Based on the statistical test of Chi-Square,

there is a relationship between depression and tension-type headache (p = 0,033). Respondents who are

depressed have a risk to experience tension-type headache than respondents who did not have depression (PR

value=1,56)

Conclusion : There is a relationship between depression and tension-type headache in patients who who visited

outpatient clinic of Neurology Departement of Raden Mattaher Hospital Jambi.

Key Word : tension-type headache, depression, relationship.

Page 2: TTH dan depresi

ABSTRAK

Latar Belakang : Tension Type Headache (TTH) merupakan salah satu dari jenis nyeri kepala primer yang

menempati prevalensi tertinggi di dunia. Faktor pemicu tension type headache umumnya adalah faktor stress yang

sifatnya terkait dengan fisik yaitu berhubungan dengan ketegangan otot-otot khususnya otot-otot kulit kepala dan

leher bagian belakang. Faktor fisik biasanya tidak berdiri sendiri tetapi bersamaan dengan faktor psikis. Kondisi

psikis yang telah lama dikaitkan dengan tension type headache adalah depresi. Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui hubungan antara depresi dengan tension type headache pada pasien yang berobat di poliklinik saraf

RSUD Raden Mattaher Kota Jambi .

Metode : Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini berlokasi

di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Kota Jambi pada tanggal 5 Maret sampai tanggal

25 April 2015. Pengumpulan data dilakukan menggunakan lembar kuisioner yang diisi langsung oleh responden.

Jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 68 orang yang dipilih menggunakan accidental sampling.

Hasil : Dari 68 orang responden didapatkan lebih banyak pada usia ≥34 tahun yaitu 51,5%., jenis kelamin

perempuan berjumlah 67,6%, bekerja sebagai ibu rumah tangga berjumlah 30,9%, memiliki pendidikan terakhir

SMA/MAN sebanyak 48,5%, berstatus menikah sebanyak 69,1%. Sebagian besar responden didiagnosis dengan

penyakit tension type headache yaitu 63,2% , sedangkan non TTH berjumlah 36,8%, responden yang mengalami

depresi berjumlah 29,4%. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square diperoleh ada hubungan antara depresi

dengan tension type headache (p= 0,033). Responden yang mengalami depresi mempunyai resiko untuk

mengalami tension type headache dibandingkan responden yang tidak mengalami depresi (nilai PR = 1,56).

Kesimpulan : Ada hubungan antara depresi dengan tension type headache pada pasien yang berobat di poliklinik

saraf RSUD Raden Mattaher Kota Jambi.

Kata Kunci : tension type headache, depresi, hubungan.

PENDAHULUAN

Nyeri merupakan gejala dan

masalah yang cukup sering ditemukan

dalam bidang neurologis. Menurut

International Association for Study of Pain,

nyeri dapat digambarkan sebagai suatu

sensasi sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat terjadinya kerusakan

aktual dan potensial, atau menggambarkan

kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri

merupakan gejala pertama dari berbagai

macam penyakit saraf dan sering kali

merupakan keluhan utama. Di antara

keluhan nyeri yang sering kali dijumpai di

klinik adalah nyeri kepala.1

Nyeri kepala merupakan salah satu

gejala dari sindroma tersebut yang paling

sering dilaporkan pasien kepada dokter. 2,3,4

Nyeri kepala dapat bervariasi baik dari jenis

maupun tipe-nya dan sebagian merupakan

manifestasi dari penyebab yang

mendasarinya.2

Nyeri kepala bisa menyerang

semua umur, ras dan jenis kelamin. Hal ini

dibuktikan dengan prevalensi nyeri kepala

yang diperkirakan 10-20% pada populasi

usia sekolah dan semakin progresif sesuai

dengan peningkatan usia manusia.5 Pada

tahun 2014 terdapat 432 pasien nyeri kepala

yang berobat di poliklinik saraf RSUD Raden

Mataher Kota Jambi.

Page 3: TTH dan depresi

Beberapa penelitian tadi juga

mendukung hasil studi epidemiologi yang

dilakukan World Health Organization pada

tahun 2011 yang dilakukan pada 6 benua di

seluruh dunia. Hampir setengah sampai tiga

perempat orang dewasa yang berusia 18-65

tahun pernah mengalami nyeri kepala pada

tahun 2011 dalam studi ini kecuali Afrika,

dimana perkiraan prevalensi dalam 1

tahunnya hanya 22%.6 Secara global,

persentase populasi orang dewasa dengan

gangguan nyeri kepala 46%, 11% Migren,

42% Tension Type Headache (TTH) dan 3%

untuk Chronic daily headache.7 Di Asia

prevalensi TTH sebesar 34,8 % lebih besar

daripada prevalensi migren. Begitu juga

pada beberapa benua lain, prevalensi TTH

masih menempati peringkat terbesar

dibandingkan dengan migren.8

Tension type headache adalah nyeri

kepala bilateral yang menekan

(pressing/squeezing), mengikat, tidak

berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak

diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan

hingga sedang, tidak disertai (atau minimal)

mual dan atau muntah, serta disertai

fotofobia (semakin sensitif terhadap cahaya)

atau fonofobia (semakin sensitif terhadap

suara).1

Tension type headache (TTH) dapat

menyerang segala usia. Usia terbanyak

adalah 25-30 tahun, namun puncak

prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun.9

Dialami 2-3% orang dewasa dan dapat

sampai berakibat individu tidak dapat

bekerja dalam jangka waktu relatif lama.

Karena itu diperlukan kemampuan dokter

untuk menentukan diagnosis dengan tepat

dan merencanakan penanganan yang baik,

untuk itu harus ada pemahaman mengenai

hal-hal yang terkait dengan faktor resiko dan

patofisiologinya. Faktor resiko TTH

umumnya adalah faktor stress yang sifatnya

terkait dengan fisik yaitu berhubungan

dengan ketegangan otot-otot khususnya

otot-otot kulit kepala dan leher bagian

belakang. Faktor fisik biasanya tidak berdiri

sendiri tetapi bersamaan dengan faktor

psikis. Faktor psikis mempunyai substrat

anatomis yang secara fungsional

memperngaruhi juga ekspresi motorik

seseorang, yaitu sistem limbik yang

berhubungan dengan hipotalamus sebagai

koordinator semua ekspresi baik

somatomotorik, otonom maupun endokrin.

Pemahaman inilah yang merupakan

landasan utama untuk perencanaan

penanganan yang tepat sehingga dapat

dicapai dua sasaran yaitu penyembuhan

dan pencegahan berulangnya gejala.10

Prevalensi gangguan depresi semakin

meningkat, termasuk yang berkomorbiditas

dengan penyakit fisik.11 Kondisi medik yang

telah lama dikaitkan dengan gangguan

depresi adalah TTH. Beberapa penelitian

yang menunjang penjelasan bahwa tension

type headache mempunyai keterkaitan erat

beberapa kondisi medis dan psikologi, salah

satunya yaitu depresi.6,8,9,12

Pada TTH seringkali terjadi interaksi

yang kompleks antara faktor fisik dan

psikologik. Sensasi nyeri dirasakan berbeda

oleh masing-masing individu karena

bergantung pada suasana hati dan

pengalaman masa lampau dari individu

tersebut. Depresi merupakan masalah klinis

yang umumnya muncul terkait dengan nyeri

seperti TTH.7,8 Pengamatan ini

menunjukkan bahwa nyeri dan depresi

mempunyai dasar mekanisme yang sama

dan terdapat hubungan diantara keduannya.

Gangguan transmisi serotonin dan

Page 4: TTH dan depresi

noradrenalin pada susunan saraf pusat telah

dianggap sebagai penghubung lain antara

kedua kondisi ini yang berimplikasi dalam

penatalaksanaan keduanya secara

bersama-sama. Penjelasan yang lebih

sederhana untuk hal ini adalah bahwa

pikiran pesimistik mengaktifkan beberapa

area tertentu di otak yang menyebabkan

seseorang memberikan lebih banyak

perhatian terhadap nyeri dan meningkatkan

amplitudo nyeri yang dirasakannya.9

Komorbiditas yang tersering dijumpai adalah

cemas atau generalized anxiety disorder

(38,5%), depresi mayor (32,7%), stres

psikososial, gangguan panik; tingginya

frekuensi bunuh diri adalah fokus perhatian

utama. Gangguan depresi, cemas, dan

panik lebih umum dijumpai pada penderita

tension type headache kronis dibandingkan

dengan tension type headache

episodik.8,12,13 Data ini membuktikan korelasi

penyakit psikiatris dan TTH.14 Gangguan

psikiatri juga sering teramati pada lebih dari

dua per tiga pasien nyeri kepala primer.

Penelitian lain menyebutkan bahwa

keterkaitan antara depresi (43,2%), anxietas

atau cemas (9,1%) dan depresi+anxietas

(6,8%) pada pasien TTH.15 Menurut

penelitian F. Puca di Italia pada pasien TTH

terdapat gangguan mood berupa depresi

yang berulang sebanyak 16,6% dan depresi

episodik sebanyak 12,4%.14 Selain itu,

menurut penelitian Juang et al, 64% pasien

TTH kronik memiliki gangguan diagnosis

berupa depresi mayor lebih sering

dibandingkan dengan kecemasan.8

Penelitian di Instalasi Rawat Jalan

Departemen Ilmu penyakit saraf RS

Dr.Hasan Sadikin Bandung pada bulan

November-Desember 2011 membuktikan

bahwa suasana perasaan depresif

merupakan gejala yang paling banyak

terjadi pada pasien tension type headache.11

Gejala ini ditandai dengan perasaan sedih,

murung, putus asa atau tidak berharga.

Rata-rata pasien TTH episodik baru

menyatakan perasaan ini bila ditanya,

sedangkan pasien TTH kronik menyatakan

perasaan ini secara verbal spontan. Hal ini

dapat menunjukkan bahwa para klinisi juga

perlu melakukan penapisan dini gangguan

depresi secara aktif dikarenakan

kemungkinan pasien tidak mau

membicarakan masalahnya apabila tidak

ditanya terlebih dahulu.11

Permasalahan utama terletak pada

fakta bahwa kebanyakan kasus

komorbiditas seperti ini, hanya satu dari dua

penyakit yang didiagnosis dan diobati,

sementara yang lainnya tetap tidak

terdeteksi dan tidak diobati sehingga tidak

memungkinkan terjadinya kesembuhan

penyakit yang telah didiagnosis tersebut.

Dalam prakteknya, kegagalan pengobatan

seperti itu akan menimbulkan

ketidakpatuhan pasien dan menggeser

perhatian dari pengobatan yang optimal. Hal

ini membuat frustrasi baik pasien maupun

dokter.12

Melihat adanya hubungan depresi

dan nyeri dari penelitian sebelumnya dan di

Jambi belum pernah ada data aktual

mengenai prevalensi dan hubungan faktor

depresi pada pasien tension type headache.

Hal inilah yang mendasari penulis untuk

melakukan penelitian mengenai hubungan

depresi dengan tension type headache pada

pasien di poliklinik saraf RSUD Raden

Mataher Kota Jambi.

Page 5: TTH dan depresi

METODE

Penelitian ini menggunakan metode

analitik dengan pendekatan cross sectional.

Lokasi penelitian dilakukan di poliklinik RSUD

Raden Mattaher Jambi. Penelitian dilakukan

selama tanggal 5 Maret – 25 April 2015.

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pasien nyeri kepala primer yang berobat

di poliklinik saraf RSUD Raden Mataher Jambi

pada tahun 2014 telah didiagnosa dokter dan

memenuhi kriteri inklusi, dan telah diberikan

penjelasan oleh peneliti tentang tujuan penelitian.

Sampel penelitian adalah sebagian

populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak

memiliki kriteria eksklusi. Jumlah sampel

sebanyak 64 orang. Teknik pengambilan sampel

yang digunakan adalah accidental sampling.

Variabel yang diteliti adalah pasien TTH dan

faktor resikonya yaitu depresi.

Penelitian ini menggunakan data primer

dan data sekunder. Data primer yang digunakan

adalah data yang didapat dengan menggunakan

instrumen kuisioner Zung Self-Rating Depression

Scale (ZDRS). Sedangkan data sekunder yang

digunakan adalah data mengenai jumlah pasien

nyeri kepala primer yang berkunjung ke poliklinik

saraf RSUD Raden Mattaher Kota Jambi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 83

orang responden, diperoleh karakteristik pasien

nyeri kepala primer adalah sebagai berikut:

1. Usia

Setelah dilakukan pengumpulan data

didapatkan usia terendah 15 tahun sedangkan

usia yang tertinggi 59 tahun. Rata-rata usia pada

responden ialah 35 tahun dengan nilai median

yaitu 34 tahun.

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia

Usia n %

≥ 34 tahun

< 34 tahun

35

33

51,5

48,5

Jumlah 68 100,0

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat

dilihat bahwa responden yang berusia ≥ 34 tahun

merupakan karakteristik usia terbanyak pasien

nyeri kepala di Poliklinik Saraf RSUD Raden

Mattaher Jambi yaitu 35 orang.

2. Jenis Kelamin

Karakteristik subjek penelitian

berdasarkan jenis kelamin pada tabel 2

menggambarkan bahwa di Poliklinik Saraf RSUD

Raden Mattaher Kota Jambi jumlah pasien yang

berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu

berjumlah 67,6% daripada yang berjenis kelamin

laki-laki 32,4%.

Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin

Jenis Kelamin N %

Laki-laki

Perempuan

22

46

32,4

67,6

Jumlah 68 100,0

3. Pekerjaan

Berdasarkan Tabel 3, responden yang

bekerja sebagai ibu rumah tangga merupakan

jumlah terbanyak mengalami nyeri kepala primer

yaitu 30,9.

Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan

pekerjaan

Pekerjaan n %

Tidak bekerja Wiraswasta PNS Pelajar/Mahasiswa IRT

5 13 11 9 21

7,4 19,1 16,2 13,2 30,9

Page 6: TTH dan depresi

Lain-lain 9 13,2

Jumlah 68 100,0

4. Pendidikan

Tabel 4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Pendidikan n (orang) %

SD SLTP SMA/MAN PT

8 13 33 14

11,8 19,1 48,5 20,6

Jumlah 68 100,0

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa

responden yang memiliki tingkat pendidikan akhir

SMA/MAN merupakan jumlah terbanyak yaitu

sebanyak 33 orang (48,5%).

5. Status Pernikahan

Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan status pernikahan

Status Pernikahan n (orang) %

Menikah Belum Menikah

47 21

69,1 30,9

Jumlah 68 100,0

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa

responden yang memiliki status menikah

sebanyak 47 orang (69,1%) lebih banyak

dibandingkan responden yang belum menikah

(30,9%)

6. Kejadian Nyeri Kepala Primer

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa

sebagian besar mengalami keluhan TTH yaitu

sebanyak 43 orang (63,2%) sedangkan Non TTH

sebanyak 25 orang (36,8%).

Tabel 6 Distribusi frekuensi responden yang

mengalami nyeri kepala primer di Poliklinik Saraf

RSUD Raden Mattaher Jambi

Tipe Nyeri Kepala Primer

N (orang) %

TTH Non TTH

43 25

63,2 36,8

Jumlah 68 100,0

7. Kejadian Depresi

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

karakteristik pasien nyeri kepala primer

berdasarkan kategori depresinya adalah sebagai

berikut.

Tabel 7 Distribusi frekuensi responden yang mengalami depresi

Kategori N (orang) %

Depresi Normal

20 48

29,4 70,6

Jumlah 68 100

Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat dilihat

bahwa sebagian besar responden tidak

mengalami depresi yaitu sebanyak 48 orang

(70,6%) , sedangkan yang mengalami depresi

sebanyak 20 orang (29,4%).

7. Hubungan Depresi dengan Tension Type

Headache

Tota

l

p-v

alu

e

PR

TT

H

%

Non T

TH

%

Depresi (+) 17 85 3 15 20 0,033 1,56

(-) 26 54,2 22 45,8 48

Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis

hubungan antara depresi dengan TTH

berdasarkan Crosstabulation, didapatkan bahwa

responden pada kategori depresi yang

Page 7: TTH dan depresi

mengalami TTH yaitu sebanyak 17 orang (85%)

sedangkan responden pada kategori normal

yang mengalami TTH sebanyak 26 orang

(54,2%). Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh

nilai p-value adalah 0,033 (p-Value 0,033<0,05)

yang berarti ada hubungan antara TTH dengan

depresi pada pasien yang datang ke Poliklinik

Saraf RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal

3 Maret- 25 April 2015. Nilai Prevalence Ratio

pada penelitian ini 1,56 (>1) sehingga dapat

dinyatakan bahwa responden yang mengalami

depresi beresiko mengalami TTH dibandingkan

responden pada yang tidak mengalami depresi

atau normal.

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian distribusi

frekuensi pasien nyeri kepala primer berdasarkan

usia yang dapat dilihat pada tabel 1 didapatkan

dari 68 pasien usia terbanyak yaitu ≥ 34 tahun

51,5% dan <34 tahun 48,5%. Nilai mean pada

karakteristik usia responden adalah 35 tahun, hal

ini sama dengan penelitian F. Puca yang

menyebutkan nilai rata-rata usia responden yang

ditelitinya adalah 35 tahun. 14 Bisa dilihat hanya

sedikit perbedaan jumlah antara usia ≥ 34 tahun

dan < 34 tahun, hal ini sesuai dengan literatur

dimana nyeri kepala bisa diderita semua umur.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa jenis

kelamin responden yang paling banyak adalah

perempuan 46 orang (67,6%). Hasil ini sama

dengan penelitian yang dilakukan oleh F. Puca

dengan jumlah subjek penelitian yang paling

banyak adalah perempuan sebanyak 300 orang.

14 Penelitian Funda Uysal TAN juga

memperlihatkan bahwa jumlah subjek penelitian

terbanyak yang mengalami nyeri kepala primer

adalah perempuan sebanyak 75 orang. Nyeri

kepala dijumpai pada 99% responden wanita dan

93% pada responden pria. 15 Hasil ini juga sesuai

dengan literatur lain yang menyatakan bahwa

penderita gangguan depresi pada populasi

umum lebih banyak terjadi pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan

hormon seks (estrogen) yang meningkat

menyebabkan meningkatnya kortisol sehingga

menurunkan serotonin. Serotonin ini merupakan

salah satu dari penyebab terjadi gangguan

depresi pada seseorang. Selain itu, perempuan

juga sangan rentan mengalami stress

dikarenakan lebih memakan perasaan jika

menghadapi masalah.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa

pekerjaan responden yang paling banyak adalah

ibu rumah tangga. Hal ini sejalan dengan

banyaknya responden yang berjenis kelamin

perempuan yang dijelaskan pada tabel 2. Hal ini

mungkin dikarenakan perempuan berfungsi

ganda sebagai ibu rumah tangga maupun

pencari nafkah yang dapat menjadi faktor risiko

gangguan depresi. Reaksi mereka terhadap

kejadian penting dalam kehidupan, khususnya

yang terkait anak dan relasi, dapat mempunyai

makna yang lebih dalam dan selanjutnya

berakibat yang lebih besar.

Tabel 4 memperlihatkan bahwa tingkat

pendidikan responden yang tertinggi adalah

SMA/MAN 33 orang (48,5%). Hal ini sejalan

dengan penelitian Cecilia J. Setiawan dengan

subjek penelitian yang berpendidikan SMA/MAN

memiliki jumlah terbanyak 15 orang.11 Berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Funda

Uysal TAN bahwa responden dengan pendidikan

SD lebih banyak mengalami nyeri kepala

dibandingkan tingkat pendidikan lainnya.15

Tabel 5 memperlihatkan bahwa status

pernikahan responden yang telah menikah 47

orang (69,1%) lebih banyak dibandingkan yang

belum menikah. Pada penelitian ini, rincian

responden yang telah menikah dan didiagnosis

TTH berjumlah 34 orang. Hal ini berarti hampir

Page 8: TTH dan depresi

seluruh responden yang telah menikah

didiagnosis TTH. Hal ini sejalan dengan

penelitian Cecilia J. Setiawan bahwa responden

yang telah menikah berjumlah 24 orang

dibandingkan responden yang belum menikah

dan telah bercerai. 11 Mereka yang telah menikah

khususnya dapat menampilkan kesehatan

mental yang lebih baik dibandingkan yang belum

menikah, tetapi pada kenyataannya berbeda. Hal

ini membuktikan bahwa mungkin pada sebagian

orang pernikahan dapat menjadi faktor

predisposisi gangguan depresi. Tapi pada

sebagian orang juga dapat menjadi faktor

proyektif.

2. Kejadian Nyeri Kepala Primer

Tabel 6 memperlihatkan bahwa

responden yang didiagnosis TTH oleh dokter

spesialis di Poliklinik Saraf RSUD Raden

Mattaher lebih banyak dibandingkan non TTH

yaitu sebanyak 43 orang (63,3%). Hal ini sejalan

dengan penelitian Funda Uysal TAN yang

memperlihatkan bahwa subjek penelitian dengan

TTH berjumlah sebanyak 44 orang lebih banyak

dibandingkan subjek penelitian dengan diagnosis

migraine.15 Hal yang sama juga didapatkan dari

penelitian oleh F. Puca bahwa subjek penelitian

dengan TTH berjumlah 217 orang lebih banyak

dibandingkan migraine. 14

3. Kejadian Depresi

Tabel 7 memperlihatkan bahwa

responden yang termasuk kategeri depresi

menurut kuesioner ZDRS adalah 20 orang

(29,4%) lebih sedikit dibandingkan responden

dengan kategori normal / tanpa depresi. Hal ini

sejalan dengan penelitian F. Puca yang

memperlihatkan bahwa responden dengan

kategori normal 138 orang lebih banyak

dibandingkan yang temasuk kategori depresi 56

orang. 14 Hasil berbeda dari penelitian Funda

Uysal TAN yang memperlihatkan bahwa

responden dengan kategori normal 22 orang

lebih sedikit dibandingkan responden dengan

kategori depresi sebanyak 38 orang.15

4. Hubungan Depresi dengan TTH

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

responden yang didiagnosa TTH dan termasuk

kelompok yang mengalami depresi yaitu

sebanyak 85% sedangkan responden yang

didiagnosa TTH dan tidak termasuk kategori

depresi (normal) yaitu sebanyak 54,2 %.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square

diperoleh nilai p-Value adalah 0,033 (p-Value

0,033 < 0,05) yang berarti ada hubungan antara

TTH dengan depresi pada pasien yang datang ke

poliklinik saraf RSUD Raden Mattaher Jambi

pada tanggal 3 Maret 2015 – 24 April 2015.

Selain itu juga Prevalence Ratio pada penelitian

ini 1,56 sehingga dapat dinyatakan bahwa

responden yang mengalami depresi berisiko

mengalami TTH.

Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Cecilia J.

Setiawan pada 38 responden yang sesuai

dengan kriteria inklusi dan didiagnosa TTH yang

berobat jalan di Instalasi Rawat Jalan

Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSHS pada

periode November-Desember 2011, diketahui

bahwa 32 penderita mengalami gangguan

depresi dengan nilai p sebesar 0,019. Hal ini lebih

besar daripada penelitian oleh Beghi dkk, yang

mendapatkan hasil 68,3% serta Matta dan

Moeriera-Filho yang membuktikan bahwa gejala

depresi pada 32% penderita TTH episodik dan

pada 40% penderita TTH kronik. Perbedaan hasil

ini mungkin disebabkan oleh subjek yang diteliti

berbeda kriteria inklusinya. Angka komorbiditas

yang tinggi ini dapat menunjukkan bahwa perlu

penapisan gangguan depresi pada semua

Page 9: TTH dan depresi

penderita TTH serta dilakukan penatalaksanaan

yang adekuat. 11

Hal ini juga sejalan dengan penelitian

Funda Uysal TAN menunjukkan bahwa

responden TTH yang mengalami depresi

sebanyak 43,2%. Sedangkan anxietas hanya

9,1% dan responden yang mengalami anxietas

disertai depresi sebanyak 6,8%. Nilai p= 0,03

sehingga hubungan antara depresi dengan

TTH.15

Hal ini juga sejalan dengan penelitian F.

Puca di Italia yang menunjukkan pada pasien

TTH terdapat gangguan mood yang terdiri dari

depresi berulang sebanyak 16,6% dan depresi

episodik sebanyak 12,4% dengan nilai p = 0,038

yang menunjukkan adanya hubungan depresi

dengan TTH. Tetapi pada penelitian ini juga

mengemukakan bahwa anxietas lebih besar

sering ditemukan pada TTH yaitu sebesar 53,4%

sehingga peneliti juga mengemukakan adanya

kaitan antara anxietas dan TTH juga. 14

Adanya hubungan antara depresi

dengan TTH bisa dikaitkan dengan HPA-Axis.

Seseorang yang mengalami stress berkepanjang

akan menyebabkan seseorang tersebut

mengalami depresi. Hal ini akan diterima pusat-

pusat asosiasi di korteks dan di korteks prefrontal

yang kemudian diproyeksikan ke sistem limbik.

Setelah diproses kemudian melalui jaras-jaras

tertentu diproyeksikan ke hipotalamus kemudian

akan meningkatkan CRH (Cortikotropin

Releasing Hormone). CRH yang disekresi oleh

aminensia mediana hipotalamus kemudian

diangkut ke kelenjar hipofisis anterior dan akan

merangsang sekresi ACTH. Kemudian ACTH

mengaktifkan proses biosintesis dan melepaskan

glukortikoid dari korteks adrenal kortison.

Hipersekresi dari CRH sendiri diduga akibat

adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di

sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem

monoaminogenik. Kortisol yang meningkat

menyebabkan serotonin menurun.

Serotonin, epinefrin dan norepinefrin

merupakan salah satu dari etiologi yang sangat

berperan pada saat seseorang mengalami

depresi.33 Pada seseorang yang depresi

mengalami defisit kadar serotonin yang akan

menyebabkan terjadinya vasokontriksi pada

pembuluh darah dan membawanya ke ambang

nyeri kepala (pain threshold).19 Pada saat depresi

juga, neurotransmiter adrenalin di medula

adrenal menurun dan akan menurunkan pasokan

oksigen di otot dan otak yang nantinya

menyebabkan iskemik otot leher yang

merupakan penyebab dari nyeri kepala tipe

tegang. 34

Teori lain mengatakan bahwa zat P,

suatu neuropeptida, adalah neurotransmitter

spesifik-nyeri yang terdapat di antara kornu

dorsalis medula spinalis yang menghambat atau

merangsang aktivitas di membran pascasinaps.

Neurotransmitter lain seperti serotonin dan

noreepinefrin diketahui terlibat dalam inhibisi

terhadap sinyal nyeri yang datang.17

Hal inilah yang menyebabkan orang

yang mengalami depresi lebih berisiko

mengalami TTH.

Sedangkan pasien yang didiagnosa TTH

dan tidak mengalami depresi sebanyak 54,2%.

Persentase yang cukup besar ini dikarenakan

adanya beberapa penyebab selain depresi yang

mungkin menyebabkan seseorang mengalami

TTH. Maka diperlukan pemahaman dokter

tentang faktor risiko dan etiologi dari TTH agar

dapat menurunkan angka kejadian TTH itu

sendiri.

Page 10: TTH dan depresi

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan

yang telah diuraikan mengenai hubungan antara

depresi dengan TTH pada pasien yang berobat

di Poliklinik Saraf RSUD Raden Mattaher Kota

Jambi pada tanggal 3 Maret - 25 April 2015 dapat

disimpulkan bahwa :

1. Karakteristik pasien dengan nyeri kepala

primer yang datang ke poliklinik saraf RSUD

Raden Mattaher Kota Jambi didapatkan

bahwa responden yang menderita nyeri

kepala primer paling banyak yaitu pada usia ≥

34 tahun dengan jumlah 35 orang (51,5%),

dan < 34 tahun dengan jumlah 33 orang

(48,5%).

2. Responden yang mengalami nyeri kepala

primer paling banyak diderita oleh jenis

kelamin perempuan yakni sebanyak 46 orang

(67,6%) dibandingkan dengan laki-laki 22

orang (32,4%).

3. Responden yang bekerja sebagai ibu rumah

tangga sebanyak yaitu berjumlah 21 orang

(30,9%) paling banyak dibandingkan yang

lain.

4. Responden yang mengalami nyeri kepala

primer lebih banyak memiliki pendidikan

terakhir SMA/MAN yaitu sebanyak 33 orang

(48,5%), diikuti perguruan tinggi- SLTP- SD.

5. Responden yang mengalami nyeri kepala

primer lebih banyak telah berstatus menikah

yaitu berjumlah 47 orang (69,1%) lebih

banyak dibandingkan yang belum menikah 21

orang (30,9%)

6. Responden yang didiagnosis TTH di poliklinik

saraf RSUD Raden Mattaher Kota Jambi

sebanyak 43 orang (63,2%), sedangkan Non

TTH berjumlah 25 orang (36,8%).

7. Responden yang tidak termasuk kategori

depresi berjumlah 48 orang (70,6%), dan

responden yang termasuk kategori depresi

berjumlah 20 orang (29,4%).

8. Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-

square menunjukkan bahwa ada hubungan

bermakna antara depresi dengan TTH,

dimana responden yang mengalami depresi

mempunyai risiko untuk mengalami TTH

dibandingkan responden yang tidak

mengalami depresi.

5.2 Saran

Berdasarkan pengalaman saat

melakukan penelitian dan analisa terhadap hasil

penelitian, peneliti memberikan saran sebagai

berikut:

1. Bagi Institusi Terkait

Adanya kerjasama antara pihak poliklinik

jiwa dengan poliklinik saraf sehingga pasien-

pasien mengalami depresi bisa segera

terdiagnosis.

2. Bagi Peneliti Lain

a. Penelitian lebih lanjut dalam periode

yang lebih panjang dengan

menggunakan variabel penelitian dan

jumlah sampel yang lebih banyak agar

didapatkan pembanding untuk hasil

penelitian.

b. Diharapkan juga adanya penelitian

lanjutan mengenai hubungan depresi

dengan tipe TTH pada pasien yang

berobat di RSUD Raden Mattaher Kota

Jambi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Buku ajar neurologi klinik. Edisi ke-lima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2011.

2. Sjahrir H. Nyeri kepala dan vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press; 2008.

3. Ropper Allan, Samuels Martin. Adams and victor’s principles of neurology. 9th Ed. United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc; 2009.

4. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Harrison’s principles of internal medicine. 17th Ed.

Page 11: TTH dan depresi

United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008.

5. Belini B, Marco A, Alessandra C, Cosetta S, Antonello P, Marco C, et al. Headache and comorbity in children and adolescents. The journal of Headache and Pain (serial online). 2013. (diakses 13 November 2014);14(79): (11 layar).

6. WHO (World Health Organization). Atlas of headache disorders and resources in the world. 2011. (diakses 13 November 2014)

7. Stovner LJ, K Hagen, R Jensen, Z Katsarava, RB Lipton, Al Scher, et al. The global burden of headache. Blacwell Publishing Ltd Cephalgia (serial online). 2007. (diakses 15 November 2014);27:(18 layar).

8. Juang KD, Wang SJ, Fuh JL, Lu SR, Su TP. Comorbidity of depressive and anxiety disorders in chronic daily headache and its subtypes. Headache 2000;40:818-823.

9. Anurogo Dito. Tension type headache. CDK-214 (serial online).2014. (diakses 15 November 2014);41(3):186-191.

10. Samakto Widiastuti. Aspek anatomi terapan pada pemahaman neuromuskuloskeletal kepala dan leher sebagai landasan penanganan nyeri kepala tegang primer. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2005.

11. Setiawan JC, Sadeli AH, Sapiie AWT. Hubungan antara gejala depresi dan tension type headache (TTH): Studi Eksploratif. MKB. 2013;45(1):28-34.

12. Mitsikostas DD, Thomas AM. Comorbidity of headache and depressive disorders. Cephalgia 1999;19:211-217.

13. Jensen R, Stovner L. Epidemiology and comorbidity of headache. Lancet Neurol (serial online). 2008 (diakses 16 November 2014). Diunduh dari: URL: http//sciencedirect.com.

14. Puca F, Genco S, Savarese M, Prudenzano A, D’Ursi R, Scarcia R, et al. Psychiatric

comorbidity and psychosocial stress in patients with tension-type from headache centers in Italy. The Italian Collaborative Group for Study of Psychopathological Factors in Primary Headaches. Cephalalgia. 1999;19:159-64.

15. TAN Uysal Funda, OE Nurper, K Saziye, K Fatma, B Cumhur. Depression and anxiety in patients with migraine and tension type headache. Gazi Medical Journal. 2005;16(2):74-79.

16. The International Classification of Headache Disorders. 3rd Ed. International Headache Society. Cephalalgia. 2013;33(9):629-808.

17. Hartwig, MS, Wilson LM. Nyeri dalam buku Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Volume 2. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2006.

18. Weiner, Lawrence. Buku saku neurologi. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2001.

19. Shankland E. Wesley. Migraine and tension type headache reducktion through pericranial muscular supression: A premilinary report. The Journal of

Craniomandibular Practice. 2001;19(4):269-278.

20. Gingsberg Lionel. Lecture notes neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga; 2008.

21. Hawari Dadang. Manajemen stress, cemas, dan depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2013.

22. Khadelwai. Conquiring depression. USA: World Health Organization; 1994.

23. MIPI Publication. Learning to live with depression. Washington DC: MIPI Inc; 1994.

24. Katona, Cornellius et al. At a glance psikiatri. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2012.

25. Kaplan HI, Sadock. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta: Widya Medika; 1998.

26. Kaplan HI, Sadock. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.

27. Halverson JL. Depression. medscape rederence (serial online) 2011. (diakses 20 November 2014). Diunduh dari: URL: http//emedicine.medscape.com.

28. Maslim. Buku saku diagnosis jiwa, rujukan ringkasan PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atmajaya; 2001.

29. Maramis. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Jakarta: Pusat Penerbit dan Percetakan Airlangga University Press (AUP); 2009.

30. WHO (World Health Organization). The Zung Self-Rating Depression Scale. (diakses pada 06 Januari 2015). Diunduh dari: URL: http//who.int/substance_abuse/research_tools/zungdepressionscale/en/

31. McDowell Ian. Measuring health: A guide to rating scales and questionnares. 3rd Ed. NewYork: Oxford University Press, Inc; 2006.

32. Novo Psych. Zung self-rating depression scale. NovoPsych Pty Ltd. 2012

33. Soedjarto Ibnoe. Anatomi dan fisiologi HPA axis. Semarang; FKUNDIP; 2008.

34. Saper R. Joel. Depression and headache. American Headache Society (serial online). (diakses pada tanggal 14 Februari 2015). Diunduh dari: URL: www.AmericanHeadacheSociety.org

35. Sastroasmoro Sudigdo, Ismael Sofyan. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta : Sagung Seto; 2011.

36. Rencana Strategis (Renstra) 2011-2015 RSUD Raden Mattaher Jambi (diakses 12 Maret 2015). Diunduh dari: URL: http://jambiprov.go.id/images/renstra/RENSTRA%2520RSUD%2520RADEN%2520MATTAHER.pdf