tth dan depresi
DESCRIPTION
tth dan depresiTRANSCRIPT
HUBUNGAN DEPRESI DENGAN TENSION TYPE HEADACHE PADA
PASIEN YANG BEROBAT DI POLIKLINIK SARAF RSUD RADEN
MATTAHER KOTA JAMBI
Yuniasih Restu Putri*, Attiya Rahma**, Shalahudden Syah**
*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
**Dosen Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jambi
Email: [email protected]
ABSTRACT
Background : Tension Type Headache (TTH) is one of the types of primary headache that occupies the highest
prevalence in the world. Tension-type headache trigger factors generally are stress factors that are associated with
the physical that is associated with muscle tension, especially the muscles of the scalp and back of the neck.
Physical factors usually do not stand alone but in conjunction with psychological factors. Psychological condition
which has long been associated with tension-type headache is depression. The purpose of this study was to
determine the relationship between depression and tension-type headache in patients who visited outpatient clinic
of Neurology Departement of Raden Mattaher Hospital Jambi.
Method : This study used an analytical method with cross sectional approach. This research is located in outpatient
clinic of Neurology Departement of Raden Mattaher Hospital Jambi on March 5 until April 25, 2015. The data was
collected using a questionnaire sheet filled directly by the respondent. The number of samples required as many
as 68 people who have been using the accidental sampling..
Result : From the 68 respondents obtained, more at age ≥34 years is 51,5%, Female gender amounted to 67,6%,
worked as housewives amount to 30.9%, have an education past high school or MAN 48,5%, 69,1% are married.
Most respondents were diagnosed with tension-type headache disease that is 63,2%, while non TTH amounted to
36,8%, respondents who experienced depression amounted to 29,4%. Based on the statistical test of Chi-Square,
there is a relationship between depression and tension-type headache (p = 0,033). Respondents who are
depressed have a risk to experience tension-type headache than respondents who did not have depression (PR
value=1,56)
Conclusion : There is a relationship between depression and tension-type headache in patients who who visited
outpatient clinic of Neurology Departement of Raden Mattaher Hospital Jambi.
Key Word : tension-type headache, depression, relationship.
ABSTRAK
Latar Belakang : Tension Type Headache (TTH) merupakan salah satu dari jenis nyeri kepala primer yang
menempati prevalensi tertinggi di dunia. Faktor pemicu tension type headache umumnya adalah faktor stress yang
sifatnya terkait dengan fisik yaitu berhubungan dengan ketegangan otot-otot khususnya otot-otot kulit kepala dan
leher bagian belakang. Faktor fisik biasanya tidak berdiri sendiri tetapi bersamaan dengan faktor psikis. Kondisi
psikis yang telah lama dikaitkan dengan tension type headache adalah depresi. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui hubungan antara depresi dengan tension type headache pada pasien yang berobat di poliklinik saraf
RSUD Raden Mattaher Kota Jambi .
Metode : Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini berlokasi
di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Kota Jambi pada tanggal 5 Maret sampai tanggal
25 April 2015. Pengumpulan data dilakukan menggunakan lembar kuisioner yang diisi langsung oleh responden.
Jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 68 orang yang dipilih menggunakan accidental sampling.
Hasil : Dari 68 orang responden didapatkan lebih banyak pada usia ≥34 tahun yaitu 51,5%., jenis kelamin
perempuan berjumlah 67,6%, bekerja sebagai ibu rumah tangga berjumlah 30,9%, memiliki pendidikan terakhir
SMA/MAN sebanyak 48,5%, berstatus menikah sebanyak 69,1%. Sebagian besar responden didiagnosis dengan
penyakit tension type headache yaitu 63,2% , sedangkan non TTH berjumlah 36,8%, responden yang mengalami
depresi berjumlah 29,4%. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square diperoleh ada hubungan antara depresi
dengan tension type headache (p= 0,033). Responden yang mengalami depresi mempunyai resiko untuk
mengalami tension type headache dibandingkan responden yang tidak mengalami depresi (nilai PR = 1,56).
Kesimpulan : Ada hubungan antara depresi dengan tension type headache pada pasien yang berobat di poliklinik
saraf RSUD Raden Mattaher Kota Jambi.
Kata Kunci : tension type headache, depresi, hubungan.
PENDAHULUAN
Nyeri merupakan gejala dan
masalah yang cukup sering ditemukan
dalam bidang neurologis. Menurut
International Association for Study of Pain,
nyeri dapat digambarkan sebagai suatu
sensasi sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya kerusakan
aktual dan potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri
merupakan gejala pertama dari berbagai
macam penyakit saraf dan sering kali
merupakan keluhan utama. Di antara
keluhan nyeri yang sering kali dijumpai di
klinik adalah nyeri kepala.1
Nyeri kepala merupakan salah satu
gejala dari sindroma tersebut yang paling
sering dilaporkan pasien kepada dokter. 2,3,4
Nyeri kepala dapat bervariasi baik dari jenis
maupun tipe-nya dan sebagian merupakan
manifestasi dari penyebab yang
mendasarinya.2
Nyeri kepala bisa menyerang
semua umur, ras dan jenis kelamin. Hal ini
dibuktikan dengan prevalensi nyeri kepala
yang diperkirakan 10-20% pada populasi
usia sekolah dan semakin progresif sesuai
dengan peningkatan usia manusia.5 Pada
tahun 2014 terdapat 432 pasien nyeri kepala
yang berobat di poliklinik saraf RSUD Raden
Mataher Kota Jambi.
Beberapa penelitian tadi juga
mendukung hasil studi epidemiologi yang
dilakukan World Health Organization pada
tahun 2011 yang dilakukan pada 6 benua di
seluruh dunia. Hampir setengah sampai tiga
perempat orang dewasa yang berusia 18-65
tahun pernah mengalami nyeri kepala pada
tahun 2011 dalam studi ini kecuali Afrika,
dimana perkiraan prevalensi dalam 1
tahunnya hanya 22%.6 Secara global,
persentase populasi orang dewasa dengan
gangguan nyeri kepala 46%, 11% Migren,
42% Tension Type Headache (TTH) dan 3%
untuk Chronic daily headache.7 Di Asia
prevalensi TTH sebesar 34,8 % lebih besar
daripada prevalensi migren. Begitu juga
pada beberapa benua lain, prevalensi TTH
masih menempati peringkat terbesar
dibandingkan dengan migren.8
Tension type headache adalah nyeri
kepala bilateral yang menekan
(pressing/squeezing), mengikat, tidak
berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak
diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan
hingga sedang, tidak disertai (atau minimal)
mual dan atau muntah, serta disertai
fotofobia (semakin sensitif terhadap cahaya)
atau fonofobia (semakin sensitif terhadap
suara).1
Tension type headache (TTH) dapat
menyerang segala usia. Usia terbanyak
adalah 25-30 tahun, namun puncak
prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun.9
Dialami 2-3% orang dewasa dan dapat
sampai berakibat individu tidak dapat
bekerja dalam jangka waktu relatif lama.
Karena itu diperlukan kemampuan dokter
untuk menentukan diagnosis dengan tepat
dan merencanakan penanganan yang baik,
untuk itu harus ada pemahaman mengenai
hal-hal yang terkait dengan faktor resiko dan
patofisiologinya. Faktor resiko TTH
umumnya adalah faktor stress yang sifatnya
terkait dengan fisik yaitu berhubungan
dengan ketegangan otot-otot khususnya
otot-otot kulit kepala dan leher bagian
belakang. Faktor fisik biasanya tidak berdiri
sendiri tetapi bersamaan dengan faktor
psikis. Faktor psikis mempunyai substrat
anatomis yang secara fungsional
memperngaruhi juga ekspresi motorik
seseorang, yaitu sistem limbik yang
berhubungan dengan hipotalamus sebagai
koordinator semua ekspresi baik
somatomotorik, otonom maupun endokrin.
Pemahaman inilah yang merupakan
landasan utama untuk perencanaan
penanganan yang tepat sehingga dapat
dicapai dua sasaran yaitu penyembuhan
dan pencegahan berulangnya gejala.10
Prevalensi gangguan depresi semakin
meningkat, termasuk yang berkomorbiditas
dengan penyakit fisik.11 Kondisi medik yang
telah lama dikaitkan dengan gangguan
depresi adalah TTH. Beberapa penelitian
yang menunjang penjelasan bahwa tension
type headache mempunyai keterkaitan erat
beberapa kondisi medis dan psikologi, salah
satunya yaitu depresi.6,8,9,12
Pada TTH seringkali terjadi interaksi
yang kompleks antara faktor fisik dan
psikologik. Sensasi nyeri dirasakan berbeda
oleh masing-masing individu karena
bergantung pada suasana hati dan
pengalaman masa lampau dari individu
tersebut. Depresi merupakan masalah klinis
yang umumnya muncul terkait dengan nyeri
seperti TTH.7,8 Pengamatan ini
menunjukkan bahwa nyeri dan depresi
mempunyai dasar mekanisme yang sama
dan terdapat hubungan diantara keduannya.
Gangguan transmisi serotonin dan
noradrenalin pada susunan saraf pusat telah
dianggap sebagai penghubung lain antara
kedua kondisi ini yang berimplikasi dalam
penatalaksanaan keduanya secara
bersama-sama. Penjelasan yang lebih
sederhana untuk hal ini adalah bahwa
pikiran pesimistik mengaktifkan beberapa
area tertentu di otak yang menyebabkan
seseorang memberikan lebih banyak
perhatian terhadap nyeri dan meningkatkan
amplitudo nyeri yang dirasakannya.9
Komorbiditas yang tersering dijumpai adalah
cemas atau generalized anxiety disorder
(38,5%), depresi mayor (32,7%), stres
psikososial, gangguan panik; tingginya
frekuensi bunuh diri adalah fokus perhatian
utama. Gangguan depresi, cemas, dan
panik lebih umum dijumpai pada penderita
tension type headache kronis dibandingkan
dengan tension type headache
episodik.8,12,13 Data ini membuktikan korelasi
penyakit psikiatris dan TTH.14 Gangguan
psikiatri juga sering teramati pada lebih dari
dua per tiga pasien nyeri kepala primer.
Penelitian lain menyebutkan bahwa
keterkaitan antara depresi (43,2%), anxietas
atau cemas (9,1%) dan depresi+anxietas
(6,8%) pada pasien TTH.15 Menurut
penelitian F. Puca di Italia pada pasien TTH
terdapat gangguan mood berupa depresi
yang berulang sebanyak 16,6% dan depresi
episodik sebanyak 12,4%.14 Selain itu,
menurut penelitian Juang et al, 64% pasien
TTH kronik memiliki gangguan diagnosis
berupa depresi mayor lebih sering
dibandingkan dengan kecemasan.8
Penelitian di Instalasi Rawat Jalan
Departemen Ilmu penyakit saraf RS
Dr.Hasan Sadikin Bandung pada bulan
November-Desember 2011 membuktikan
bahwa suasana perasaan depresif
merupakan gejala yang paling banyak
terjadi pada pasien tension type headache.11
Gejala ini ditandai dengan perasaan sedih,
murung, putus asa atau tidak berharga.
Rata-rata pasien TTH episodik baru
menyatakan perasaan ini bila ditanya,
sedangkan pasien TTH kronik menyatakan
perasaan ini secara verbal spontan. Hal ini
dapat menunjukkan bahwa para klinisi juga
perlu melakukan penapisan dini gangguan
depresi secara aktif dikarenakan
kemungkinan pasien tidak mau
membicarakan masalahnya apabila tidak
ditanya terlebih dahulu.11
Permasalahan utama terletak pada
fakta bahwa kebanyakan kasus
komorbiditas seperti ini, hanya satu dari dua
penyakit yang didiagnosis dan diobati,
sementara yang lainnya tetap tidak
terdeteksi dan tidak diobati sehingga tidak
memungkinkan terjadinya kesembuhan
penyakit yang telah didiagnosis tersebut.
Dalam prakteknya, kegagalan pengobatan
seperti itu akan menimbulkan
ketidakpatuhan pasien dan menggeser
perhatian dari pengobatan yang optimal. Hal
ini membuat frustrasi baik pasien maupun
dokter.12
Melihat adanya hubungan depresi
dan nyeri dari penelitian sebelumnya dan di
Jambi belum pernah ada data aktual
mengenai prevalensi dan hubungan faktor
depresi pada pasien tension type headache.
Hal inilah yang mendasari penulis untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan
depresi dengan tension type headache pada
pasien di poliklinik saraf RSUD Raden
Mataher Kota Jambi.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
analitik dengan pendekatan cross sectional.
Lokasi penelitian dilakukan di poliklinik RSUD
Raden Mattaher Jambi. Penelitian dilakukan
selama tanggal 5 Maret – 25 April 2015.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien nyeri kepala primer yang berobat
di poliklinik saraf RSUD Raden Mataher Jambi
pada tahun 2014 telah didiagnosa dokter dan
memenuhi kriteri inklusi, dan telah diberikan
penjelasan oleh peneliti tentang tujuan penelitian.
Sampel penelitian adalah sebagian
populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak
memiliki kriteria eksklusi. Jumlah sampel
sebanyak 64 orang. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah accidental sampling.
Variabel yang diteliti adalah pasien TTH dan
faktor resikonya yaitu depresi.
Penelitian ini menggunakan data primer
dan data sekunder. Data primer yang digunakan
adalah data yang didapat dengan menggunakan
instrumen kuisioner Zung Self-Rating Depression
Scale (ZDRS). Sedangkan data sekunder yang
digunakan adalah data mengenai jumlah pasien
nyeri kepala primer yang berkunjung ke poliklinik
saraf RSUD Raden Mattaher Kota Jambi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 83
orang responden, diperoleh karakteristik pasien
nyeri kepala primer adalah sebagai berikut:
1. Usia
Setelah dilakukan pengumpulan data
didapatkan usia terendah 15 tahun sedangkan
usia yang tertinggi 59 tahun. Rata-rata usia pada
responden ialah 35 tahun dengan nilai median
yaitu 34 tahun.
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia
Usia n %
≥ 34 tahun
< 34 tahun
35
33
51,5
48,5
Jumlah 68 100,0
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat
dilihat bahwa responden yang berusia ≥ 34 tahun
merupakan karakteristik usia terbanyak pasien
nyeri kepala di Poliklinik Saraf RSUD Raden
Mattaher Jambi yaitu 35 orang.
2. Jenis Kelamin
Karakteristik subjek penelitian
berdasarkan jenis kelamin pada tabel 2
menggambarkan bahwa di Poliklinik Saraf RSUD
Raden Mattaher Kota Jambi jumlah pasien yang
berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu
berjumlah 67,6% daripada yang berjenis kelamin
laki-laki 32,4%.
Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin
Jenis Kelamin N %
Laki-laki
Perempuan
22
46
32,4
67,6
Jumlah 68 100,0
3. Pekerjaan
Berdasarkan Tabel 3, responden yang
bekerja sebagai ibu rumah tangga merupakan
jumlah terbanyak mengalami nyeri kepala primer
yaitu 30,9.
Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan
Pekerjaan n %
Tidak bekerja Wiraswasta PNS Pelajar/Mahasiswa IRT
5 13 11 9 21
7,4 19,1 16,2 13,2 30,9
Lain-lain 9 13,2
Jumlah 68 100,0
4. Pendidikan
Tabel 4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Pendidikan n (orang) %
SD SLTP SMA/MAN PT
8 13 33 14
11,8 19,1 48,5 20,6
Jumlah 68 100,0
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa
responden yang memiliki tingkat pendidikan akhir
SMA/MAN merupakan jumlah terbanyak yaitu
sebanyak 33 orang (48,5%).
5. Status Pernikahan
Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan status pernikahan
Status Pernikahan n (orang) %
Menikah Belum Menikah
47 21
69,1 30,9
Jumlah 68 100,0
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa
responden yang memiliki status menikah
sebanyak 47 orang (69,1%) lebih banyak
dibandingkan responden yang belum menikah
(30,9%)
6. Kejadian Nyeri Kepala Primer
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa
sebagian besar mengalami keluhan TTH yaitu
sebanyak 43 orang (63,2%) sedangkan Non TTH
sebanyak 25 orang (36,8%).
Tabel 6 Distribusi frekuensi responden yang
mengalami nyeri kepala primer di Poliklinik Saraf
RSUD Raden Mattaher Jambi
Tipe Nyeri Kepala Primer
N (orang) %
TTH Non TTH
43 25
63,2 36,8
Jumlah 68 100,0
7. Kejadian Depresi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
karakteristik pasien nyeri kepala primer
berdasarkan kategori depresinya adalah sebagai
berikut.
Tabel 7 Distribusi frekuensi responden yang mengalami depresi
Kategori N (orang) %
Depresi Normal
20 48
29,4 70,6
Jumlah 68 100
Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat dilihat
bahwa sebagian besar responden tidak
mengalami depresi yaitu sebanyak 48 orang
(70,6%) , sedangkan yang mengalami depresi
sebanyak 20 orang (29,4%).
7. Hubungan Depresi dengan Tension Type
Headache
Tota
l
p-v
alu
e
PR
TT
H
%
Non T
TH
%
Depresi (+) 17 85 3 15 20 0,033 1,56
(-) 26 54,2 22 45,8 48
Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis
hubungan antara depresi dengan TTH
berdasarkan Crosstabulation, didapatkan bahwa
responden pada kategori depresi yang
mengalami TTH yaitu sebanyak 17 orang (85%)
sedangkan responden pada kategori normal
yang mengalami TTH sebanyak 26 orang
(54,2%). Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh
nilai p-value adalah 0,033 (p-Value 0,033<0,05)
yang berarti ada hubungan antara TTH dengan
depresi pada pasien yang datang ke Poliklinik
Saraf RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal
3 Maret- 25 April 2015. Nilai Prevalence Ratio
pada penelitian ini 1,56 (>1) sehingga dapat
dinyatakan bahwa responden yang mengalami
depresi beresiko mengalami TTH dibandingkan
responden pada yang tidak mengalami depresi
atau normal.
PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian distribusi
frekuensi pasien nyeri kepala primer berdasarkan
usia yang dapat dilihat pada tabel 1 didapatkan
dari 68 pasien usia terbanyak yaitu ≥ 34 tahun
51,5% dan <34 tahun 48,5%. Nilai mean pada
karakteristik usia responden adalah 35 tahun, hal
ini sama dengan penelitian F. Puca yang
menyebutkan nilai rata-rata usia responden yang
ditelitinya adalah 35 tahun. 14 Bisa dilihat hanya
sedikit perbedaan jumlah antara usia ≥ 34 tahun
dan < 34 tahun, hal ini sesuai dengan literatur
dimana nyeri kepala bisa diderita semua umur.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa jenis
kelamin responden yang paling banyak adalah
perempuan 46 orang (67,6%). Hasil ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh F. Puca
dengan jumlah subjek penelitian yang paling
banyak adalah perempuan sebanyak 300 orang.
14 Penelitian Funda Uysal TAN juga
memperlihatkan bahwa jumlah subjek penelitian
terbanyak yang mengalami nyeri kepala primer
adalah perempuan sebanyak 75 orang. Nyeri
kepala dijumpai pada 99% responden wanita dan
93% pada responden pria. 15 Hasil ini juga sesuai
dengan literatur lain yang menyatakan bahwa
penderita gangguan depresi pada populasi
umum lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan
hormon seks (estrogen) yang meningkat
menyebabkan meningkatnya kortisol sehingga
menurunkan serotonin. Serotonin ini merupakan
salah satu dari penyebab terjadi gangguan
depresi pada seseorang. Selain itu, perempuan
juga sangan rentan mengalami stress
dikarenakan lebih memakan perasaan jika
menghadapi masalah.
Tabel 3 memperlihatkan bahwa
pekerjaan responden yang paling banyak adalah
ibu rumah tangga. Hal ini sejalan dengan
banyaknya responden yang berjenis kelamin
perempuan yang dijelaskan pada tabel 2. Hal ini
mungkin dikarenakan perempuan berfungsi
ganda sebagai ibu rumah tangga maupun
pencari nafkah yang dapat menjadi faktor risiko
gangguan depresi. Reaksi mereka terhadap
kejadian penting dalam kehidupan, khususnya
yang terkait anak dan relasi, dapat mempunyai
makna yang lebih dalam dan selanjutnya
berakibat yang lebih besar.
Tabel 4 memperlihatkan bahwa tingkat
pendidikan responden yang tertinggi adalah
SMA/MAN 33 orang (48,5%). Hal ini sejalan
dengan penelitian Cecilia J. Setiawan dengan
subjek penelitian yang berpendidikan SMA/MAN
memiliki jumlah terbanyak 15 orang.11 Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Funda
Uysal TAN bahwa responden dengan pendidikan
SD lebih banyak mengalami nyeri kepala
dibandingkan tingkat pendidikan lainnya.15
Tabel 5 memperlihatkan bahwa status
pernikahan responden yang telah menikah 47
orang (69,1%) lebih banyak dibandingkan yang
belum menikah. Pada penelitian ini, rincian
responden yang telah menikah dan didiagnosis
TTH berjumlah 34 orang. Hal ini berarti hampir
seluruh responden yang telah menikah
didiagnosis TTH. Hal ini sejalan dengan
penelitian Cecilia J. Setiawan bahwa responden
yang telah menikah berjumlah 24 orang
dibandingkan responden yang belum menikah
dan telah bercerai. 11 Mereka yang telah menikah
khususnya dapat menampilkan kesehatan
mental yang lebih baik dibandingkan yang belum
menikah, tetapi pada kenyataannya berbeda. Hal
ini membuktikan bahwa mungkin pada sebagian
orang pernikahan dapat menjadi faktor
predisposisi gangguan depresi. Tapi pada
sebagian orang juga dapat menjadi faktor
proyektif.
2. Kejadian Nyeri Kepala Primer
Tabel 6 memperlihatkan bahwa
responden yang didiagnosis TTH oleh dokter
spesialis di Poliklinik Saraf RSUD Raden
Mattaher lebih banyak dibandingkan non TTH
yaitu sebanyak 43 orang (63,3%). Hal ini sejalan
dengan penelitian Funda Uysal TAN yang
memperlihatkan bahwa subjek penelitian dengan
TTH berjumlah sebanyak 44 orang lebih banyak
dibandingkan subjek penelitian dengan diagnosis
migraine.15 Hal yang sama juga didapatkan dari
penelitian oleh F. Puca bahwa subjek penelitian
dengan TTH berjumlah 217 orang lebih banyak
dibandingkan migraine. 14
3. Kejadian Depresi
Tabel 7 memperlihatkan bahwa
responden yang termasuk kategeri depresi
menurut kuesioner ZDRS adalah 20 orang
(29,4%) lebih sedikit dibandingkan responden
dengan kategori normal / tanpa depresi. Hal ini
sejalan dengan penelitian F. Puca yang
memperlihatkan bahwa responden dengan
kategori normal 138 orang lebih banyak
dibandingkan yang temasuk kategori depresi 56
orang. 14 Hasil berbeda dari penelitian Funda
Uysal TAN yang memperlihatkan bahwa
responden dengan kategori normal 22 orang
lebih sedikit dibandingkan responden dengan
kategori depresi sebanyak 38 orang.15
4. Hubungan Depresi dengan TTH
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
responden yang didiagnosa TTH dan termasuk
kelompok yang mengalami depresi yaitu
sebanyak 85% sedangkan responden yang
didiagnosa TTH dan tidak termasuk kategori
depresi (normal) yaitu sebanyak 54,2 %.
Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square
diperoleh nilai p-Value adalah 0,033 (p-Value
0,033 < 0,05) yang berarti ada hubungan antara
TTH dengan depresi pada pasien yang datang ke
poliklinik saraf RSUD Raden Mattaher Jambi
pada tanggal 3 Maret 2015 – 24 April 2015.
Selain itu juga Prevalence Ratio pada penelitian
ini 1,56 sehingga dapat dinyatakan bahwa
responden yang mengalami depresi berisiko
mengalami TTH.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Cecilia J.
Setiawan pada 38 responden yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan didiagnosa TTH yang
berobat jalan di Instalasi Rawat Jalan
Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSHS pada
periode November-Desember 2011, diketahui
bahwa 32 penderita mengalami gangguan
depresi dengan nilai p sebesar 0,019. Hal ini lebih
besar daripada penelitian oleh Beghi dkk, yang
mendapatkan hasil 68,3% serta Matta dan
Moeriera-Filho yang membuktikan bahwa gejala
depresi pada 32% penderita TTH episodik dan
pada 40% penderita TTH kronik. Perbedaan hasil
ini mungkin disebabkan oleh subjek yang diteliti
berbeda kriteria inklusinya. Angka komorbiditas
yang tinggi ini dapat menunjukkan bahwa perlu
penapisan gangguan depresi pada semua
penderita TTH serta dilakukan penatalaksanaan
yang adekuat. 11
Hal ini juga sejalan dengan penelitian
Funda Uysal TAN menunjukkan bahwa
responden TTH yang mengalami depresi
sebanyak 43,2%. Sedangkan anxietas hanya
9,1% dan responden yang mengalami anxietas
disertai depresi sebanyak 6,8%. Nilai p= 0,03
sehingga hubungan antara depresi dengan
TTH.15
Hal ini juga sejalan dengan penelitian F.
Puca di Italia yang menunjukkan pada pasien
TTH terdapat gangguan mood yang terdiri dari
depresi berulang sebanyak 16,6% dan depresi
episodik sebanyak 12,4% dengan nilai p = 0,038
yang menunjukkan adanya hubungan depresi
dengan TTH. Tetapi pada penelitian ini juga
mengemukakan bahwa anxietas lebih besar
sering ditemukan pada TTH yaitu sebesar 53,4%
sehingga peneliti juga mengemukakan adanya
kaitan antara anxietas dan TTH juga. 14
Adanya hubungan antara depresi
dengan TTH bisa dikaitkan dengan HPA-Axis.
Seseorang yang mengalami stress berkepanjang
akan menyebabkan seseorang tersebut
mengalami depresi. Hal ini akan diterima pusat-
pusat asosiasi di korteks dan di korteks prefrontal
yang kemudian diproyeksikan ke sistem limbik.
Setelah diproses kemudian melalui jaras-jaras
tertentu diproyeksikan ke hipotalamus kemudian
akan meningkatkan CRH (Cortikotropin
Releasing Hormone). CRH yang disekresi oleh
aminensia mediana hipotalamus kemudian
diangkut ke kelenjar hipofisis anterior dan akan
merangsang sekresi ACTH. Kemudian ACTH
mengaktifkan proses biosintesis dan melepaskan
glukortikoid dari korteks adrenal kortison.
Hipersekresi dari CRH sendiri diduga akibat
adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di
sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem
monoaminogenik. Kortisol yang meningkat
menyebabkan serotonin menurun.
Serotonin, epinefrin dan norepinefrin
merupakan salah satu dari etiologi yang sangat
berperan pada saat seseorang mengalami
depresi.33 Pada seseorang yang depresi
mengalami defisit kadar serotonin yang akan
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pada
pembuluh darah dan membawanya ke ambang
nyeri kepala (pain threshold).19 Pada saat depresi
juga, neurotransmiter adrenalin di medula
adrenal menurun dan akan menurunkan pasokan
oksigen di otot dan otak yang nantinya
menyebabkan iskemik otot leher yang
merupakan penyebab dari nyeri kepala tipe
tegang. 34
Teori lain mengatakan bahwa zat P,
suatu neuropeptida, adalah neurotransmitter
spesifik-nyeri yang terdapat di antara kornu
dorsalis medula spinalis yang menghambat atau
merangsang aktivitas di membran pascasinaps.
Neurotransmitter lain seperti serotonin dan
noreepinefrin diketahui terlibat dalam inhibisi
terhadap sinyal nyeri yang datang.17
Hal inilah yang menyebabkan orang
yang mengalami depresi lebih berisiko
mengalami TTH.
Sedangkan pasien yang didiagnosa TTH
dan tidak mengalami depresi sebanyak 54,2%.
Persentase yang cukup besar ini dikarenakan
adanya beberapa penyebab selain depresi yang
mungkin menyebabkan seseorang mengalami
TTH. Maka diperlukan pemahaman dokter
tentang faktor risiko dan etiologi dari TTH agar
dapat menurunkan angka kejadian TTH itu
sendiri.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan
yang telah diuraikan mengenai hubungan antara
depresi dengan TTH pada pasien yang berobat
di Poliklinik Saraf RSUD Raden Mattaher Kota
Jambi pada tanggal 3 Maret - 25 April 2015 dapat
disimpulkan bahwa :
1. Karakteristik pasien dengan nyeri kepala
primer yang datang ke poliklinik saraf RSUD
Raden Mattaher Kota Jambi didapatkan
bahwa responden yang menderita nyeri
kepala primer paling banyak yaitu pada usia ≥
34 tahun dengan jumlah 35 orang (51,5%),
dan < 34 tahun dengan jumlah 33 orang
(48,5%).
2. Responden yang mengalami nyeri kepala
primer paling banyak diderita oleh jenis
kelamin perempuan yakni sebanyak 46 orang
(67,6%) dibandingkan dengan laki-laki 22
orang (32,4%).
3. Responden yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga sebanyak yaitu berjumlah 21 orang
(30,9%) paling banyak dibandingkan yang
lain.
4. Responden yang mengalami nyeri kepala
primer lebih banyak memiliki pendidikan
terakhir SMA/MAN yaitu sebanyak 33 orang
(48,5%), diikuti perguruan tinggi- SLTP- SD.
5. Responden yang mengalami nyeri kepala
primer lebih banyak telah berstatus menikah
yaitu berjumlah 47 orang (69,1%) lebih
banyak dibandingkan yang belum menikah 21
orang (30,9%)
6. Responden yang didiagnosis TTH di poliklinik
saraf RSUD Raden Mattaher Kota Jambi
sebanyak 43 orang (63,2%), sedangkan Non
TTH berjumlah 25 orang (36,8%).
7. Responden yang tidak termasuk kategori
depresi berjumlah 48 orang (70,6%), dan
responden yang termasuk kategori depresi
berjumlah 20 orang (29,4%).
8. Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-
square menunjukkan bahwa ada hubungan
bermakna antara depresi dengan TTH,
dimana responden yang mengalami depresi
mempunyai risiko untuk mengalami TTH
dibandingkan responden yang tidak
mengalami depresi.
5.2 Saran
Berdasarkan pengalaman saat
melakukan penelitian dan analisa terhadap hasil
penelitian, peneliti memberikan saran sebagai
berikut:
1. Bagi Institusi Terkait
Adanya kerjasama antara pihak poliklinik
jiwa dengan poliklinik saraf sehingga pasien-
pasien mengalami depresi bisa segera
terdiagnosis.
2. Bagi Peneliti Lain
a. Penelitian lebih lanjut dalam periode
yang lebih panjang dengan
menggunakan variabel penelitian dan
jumlah sampel yang lebih banyak agar
didapatkan pembanding untuk hasil
penelitian.
b. Diharapkan juga adanya penelitian
lanjutan mengenai hubungan depresi
dengan tipe TTH pada pasien yang
berobat di RSUD Raden Mattaher Kota
Jambi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Buku ajar neurologi klinik. Edisi ke-lima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2011.
2. Sjahrir H. Nyeri kepala dan vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press; 2008.
3. Ropper Allan, Samuels Martin. Adams and victor’s principles of neurology. 9th Ed. United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc; 2009.
4. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Harrison’s principles of internal medicine. 17th Ed.
United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008.
5. Belini B, Marco A, Alessandra C, Cosetta S, Antonello P, Marco C, et al. Headache and comorbity in children and adolescents. The journal of Headache and Pain (serial online). 2013. (diakses 13 November 2014);14(79): (11 layar).
6. WHO (World Health Organization). Atlas of headache disorders and resources in the world. 2011. (diakses 13 November 2014)
7. Stovner LJ, K Hagen, R Jensen, Z Katsarava, RB Lipton, Al Scher, et al. The global burden of headache. Blacwell Publishing Ltd Cephalgia (serial online). 2007. (diakses 15 November 2014);27:(18 layar).
8. Juang KD, Wang SJ, Fuh JL, Lu SR, Su TP. Comorbidity of depressive and anxiety disorders in chronic daily headache and its subtypes. Headache 2000;40:818-823.
9. Anurogo Dito. Tension type headache. CDK-214 (serial online).2014. (diakses 15 November 2014);41(3):186-191.
10. Samakto Widiastuti. Aspek anatomi terapan pada pemahaman neuromuskuloskeletal kepala dan leher sebagai landasan penanganan nyeri kepala tegang primer. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2005.
11. Setiawan JC, Sadeli AH, Sapiie AWT. Hubungan antara gejala depresi dan tension type headache (TTH): Studi Eksploratif. MKB. 2013;45(1):28-34.
12. Mitsikostas DD, Thomas AM. Comorbidity of headache and depressive disorders. Cephalgia 1999;19:211-217.
13. Jensen R, Stovner L. Epidemiology and comorbidity of headache. Lancet Neurol (serial online). 2008 (diakses 16 November 2014). Diunduh dari: URL: http//sciencedirect.com.
14. Puca F, Genco S, Savarese M, Prudenzano A, D’Ursi R, Scarcia R, et al. Psychiatric
comorbidity and psychosocial stress in patients with tension-type from headache centers in Italy. The Italian Collaborative Group for Study of Psychopathological Factors in Primary Headaches. Cephalalgia. 1999;19:159-64.
15. TAN Uysal Funda, OE Nurper, K Saziye, K Fatma, B Cumhur. Depression and anxiety in patients with migraine and tension type headache. Gazi Medical Journal. 2005;16(2):74-79.
16. The International Classification of Headache Disorders. 3rd Ed. International Headache Society. Cephalalgia. 2013;33(9):629-808.
17. Hartwig, MS, Wilson LM. Nyeri dalam buku Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Volume 2. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2006.
18. Weiner, Lawrence. Buku saku neurologi. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2001.
19. Shankland E. Wesley. Migraine and tension type headache reducktion through pericranial muscular supression: A premilinary report. The Journal of
Craniomandibular Practice. 2001;19(4):269-278.
20. Gingsberg Lionel. Lecture notes neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga; 2008.
21. Hawari Dadang. Manajemen stress, cemas, dan depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2013.
22. Khadelwai. Conquiring depression. USA: World Health Organization; 1994.
23. MIPI Publication. Learning to live with depression. Washington DC: MIPI Inc; 1994.
24. Katona, Cornellius et al. At a glance psikiatri. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2012.
25. Kaplan HI, Sadock. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta: Widya Medika; 1998.
26. Kaplan HI, Sadock. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.
27. Halverson JL. Depression. medscape rederence (serial online) 2011. (diakses 20 November 2014). Diunduh dari: URL: http//emedicine.medscape.com.
28. Maslim. Buku saku diagnosis jiwa, rujukan ringkasan PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atmajaya; 2001.
29. Maramis. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Jakarta: Pusat Penerbit dan Percetakan Airlangga University Press (AUP); 2009.
30. WHO (World Health Organization). The Zung Self-Rating Depression Scale. (diakses pada 06 Januari 2015). Diunduh dari: URL: http//who.int/substance_abuse/research_tools/zungdepressionscale/en/
31. McDowell Ian. Measuring health: A guide to rating scales and questionnares. 3rd Ed. NewYork: Oxford University Press, Inc; 2006.
32. Novo Psych. Zung self-rating depression scale. NovoPsych Pty Ltd. 2012
33. Soedjarto Ibnoe. Anatomi dan fisiologi HPA axis. Semarang; FKUNDIP; 2008.
34. Saper R. Joel. Depression and headache. American Headache Society (serial online). (diakses pada tanggal 14 Februari 2015). Diunduh dari: URL: www.AmericanHeadacheSociety.org
35. Sastroasmoro Sudigdo, Ismael Sofyan. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta : Sagung Seto; 2011.
36. Rencana Strategis (Renstra) 2011-2015 RSUD Raden Mattaher Jambi (diakses 12 Maret 2015). Diunduh dari: URL: http://jambiprov.go.id/images/renstra/RENSTRA%2520RSUD%2520RADEN%2520MATTAHER.pdf