trust sebagai sebuah metrik pada online store

14
1 TRUST SEBAGAI SEBUAH METRIK PEMASARAN PADA ONLINE STORE Universitas Indonesia Ricky Setiawan Perum. Dian Asri II Blok B 8 No.8 RT 1/15 Cibinong, Bogor. 085716912345 [email protected] Indra Ramadhan Kp. Kamurang Rt 03 Rw 08 No. 4 Kel. Puspanegara Citeureup-Bogor 082113604181 [email protected] Raisa Ornella Rico Jl. Anugrah Raya No. 12 Jatiwaringin 081574698935 [email protected]

Upload: rickystwn

Post on 29-Jun-2015

239 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: trust sebagai sebuah metrik pada online store

1

TRUST SEBAGAI SEBUAH METRIK PEMASARAN PADA ONLINE STORE

Universitas Indonesia

Ricky Setiawan

Perum. Dian Asri II Blok B 8 No.8 RT 1/15 Cibinong, Bogor.

085716912345 [email protected]

Indra Ramadhan

Kp. Kamurang Rt 03 Rw 08 No. 4 Kel. Puspanegara Citeureup-Bogor

082113604181 [email protected]

Raisa Ornella Rico

Jl. Anugrah Raya No. 12 Jatiwaringin

081574698935 [email protected]

Page 2: trust sebagai sebuah metrik pada online store

2

TRUST SEBAGAI SEBUAH METRIK

PEMASARAN PADA ONLINE STORE

Ricky Setiawan, Indra Ramadhan, Raisa Ornella Rico

ABSTRAK

Pengukuran efektivitas online store dibuat sebagai salah satu upaya menciptakan strategi

untuk meningkatkan penjualan. Namun demikian metrik-metrik yang ada selama ini

sebagian besar dibuat berdasarkan banyaknya trafik ke website tersebut (traffic-oriented).

Akibatnya efek yang dihasilkan hanya berupa efek jangka pendek—peningkatan trafik yang

terjadi tanpa peningkatan kualitas online store itu sendiri hanya akan menciptakan user-user

yang datang untuk pergi, tanpa pernah datang kembali. Dalam paper ini, kami mengusulkan

ide untuk menciptakan metrik berbasis trust yang secara langsung dapat memberikan

suggestion kepada marketer untuk menciptakan toko online yang baik penampilan, konten,

dan fungsionalitasnya sesuai dengan apa yang diinginkan target market mereka.

Kata kunci: ecommerce, kepercayaan, metrik pemasaran

PENGANTAR

Toko online banyak digunakan sebagai

salah satu metode pemasaran digital

dewasa ini. Perusahaan besar seperti

Apple, Barnes & Noble, dan Gramedia pun

berusaha memperluas eksistensi mereka

di dunia maya.

Pengukuran efektivitas online store pun

dibuat sebagai salah satu upaya

menciptakan strategi untuk meningkatkan

penjualan. Beberapa di antaranya yang

sering digunakan misalnya “page views”

dan “unique visitor.” Namun demikian

metrik-metrik yang ada selama ini

sebagian besar dibuat berdasarkan

seberapa banyak trafik ke website

tersebut (traffic-oriented).

Dari sini kami merasakan adanya

kebutuhan untuk menciptakan sebuah

metrik yang lebih dari sekedar mencari

trafik. Karenanya, kami mengusulkan ide

untuk menciptakan metrik berbasis trust

yang secara langsung dapat memberikan

suggestion kepada marketer untuk

menciptakan sebuah toko online yang

baik penampilan, konten, dan

fungsionalitasnya sesuai dengan apa yang

diinginkan target market mereka.

LATAR BELAKANG TEORI

2.1 METRIK-METRIK PEMASARAN

DIGITAL

Pengukuran efektivitas online store dibuat

sebagai salah satu upaya menciptakan

strategi untuk meningkatkan penjualan.

Beberapa di antaranya yang sering

digunakan misalnya “page views” dan

“unique visitor.” Namun demikian metrik-

metrik yang ada selama ini sebagian besar

dibuat berdasarkan seberapa banyak

Page 3: trust sebagai sebuah metrik pada online store

3

trafik ke website tersebut (traffic-

oriented).

Hal ini dilatarbelakangi adanya asumsi

bahwa semakin besar kunjungan ke

website, maka akan semakin banyak

pengunjung. Asumsi yang sama

mengakibatkan budget spending online

store lebih banyak digunakan untuk

mempromosikan online store dibanding

memperbaiki website itu sendiri, misalnya

menggunakan jasa konsultasi SEO (Search

Engine Optimization) atau SEM (Search

Engine Marketing). Akibatnya efek yang

dihasilkan hanya berupa efek jangka

pendek—peningkatan trafik yang terjadi

tanpa peningkatan kualitas online store

itu sendiri hanya akan menciptakan user-

user yang datang untuk pergi, tanpa

pernah datang kembali.

Dari sini kami merasakan adanya

kebutuhan untuk menciptakan sebuah

metrik yang lebih dari sekedar mencari

trafik. Karenanya, kami mengusulkan ide

untuk menciptakan metrik berbasis trust

yang secara langsung dapat memberikan

suggestion kepada marketer untuk

menciptakan sebuah toko online yang

baik penampilan, konten, dan

fungsionalitasnya sesuai dengan apa yang

diinginkan target market mereka.

2.2 TRUST

Terdapat banyak definisi dari trust yang

digunakan dalam melakukan pengukuran.

Abbasi et al. (2010) mendefinisikan Trust

sebagai rasa percaya yang diberikan

pembeli (buyer) terhadap penjual (seller)

produk dan perusahaan serta rasa

percaya bahwa penjual memiliki loyalitas

terhadap garansi yang diberikan. Definisi

yang lain menganggap trust sebagai hal

yang harus muncul untuk mengurangi

ketidakpastian tentang hubungan

potensial atau yang sudah eksis didalam

bisnis, sosial, maupun hal lain yang

membentuk persepsi tertentu terhadap

risiko dan ketidakpastian [10]. Bradach

dan Eccles (1989) melihat trust dapat

menjadi mekanisme kontrol untuk

memfasilitasi hubungan dalam situasi

tersebut [3]. Trust memainkan peranan

penting dalam interaksi sosial dan

ekonomi yang dipenuhi ketidakpastian

dan saling ketergantungan [2].

Paper ini menggunakan definisi trust dari

Bradach dan Eccles yang melihat trust

sebagai mekanisme kontrol yang

memfasilitasi hubungan pertukaran yang

memiliki karakteristik uncertainty,

vulnerability, dan dependence [3]. Kami

menggunakan kata “trust,” alih-alih

“kepercayaan”, karena kata yang kedua

rancu dengan makna “belief.”

Trust merupakan elemen yang sangat

penting bagi pembeli dalam melakukan

transaksi secara online karena transaksi

tersebut memiliki karakteristik lingkungan

yang dipenuhi ketidakpastian,

vulnerability, dan ketergantungan [4].

Ketidakpastian muncul karena ketika

melakukan transaksi secara online,

pembeli tidak dapat menyeleksi penjual

secara personal, memeriksa kondisi fisik

barang yang hendak dibelinya. Sifat

kerentanan (vulnerability) ada karena

pembeli tidak dapat melindungi dirinya

sendiri dari perlakuan kurang

menyenangkan dari penjual dengan cara-

cara tradisional seperti dengan mengetes

atau mengujicoba barang [11].

Ketika berbelanja melalui toko online,

pembeli tidak banyak memiliki informasi

serta cognitive resource dan, karenanya,

pembeli akan berusaha mengurangi

ketidakpastian dan kompleksitas transaksi

online itu dengan melakukan apa yang

Page 4: trust sebagai sebuah metrik pada online store

4

disebut sebagai mental shortcut [8].

Luhmann mengungkapkan salah satu

bentuk mental shortcut yang diambil

adalah trust, yang bertindak sebagai

mekanisme kontrol untuk mengurangi

kompleksitas permasalahan dalam situasi

tidak pasti [14]. Banyak peneliti yang

menggap trust sebagai salah satu faktor

kritis yang mempengaruhi sukses atau

tidaknya sebuah toko online [7].

Trust juga dianggap sebagai salah satu

faktor peningkatan intention to purchase,

yang pada akhirnya akan meningkatkan

purchase behavior [9]. Trust juga

mengurangi perceived risk (bagan 1) [9]

dan meningkatkan repeat purchase

intention (bagan 2) [4].

Trust terhadap penjual telah lama

dianggap sebagai salah satu syarat kunci

untuk membangun customer loyalty [18,

11] dan mempertahankan hubungan

jangka panjang antara penjual dan

pembeli [1]. Ketika konsumen sudah

mengunjungi website sebuah perusahaan

dan mereka merasa yakin dan percaya

terhadap website tersebut, maka

kemungkinan konsumen untuk berpindah

terhadap website perusahaan lainnya juga

relatif lebih rendah [18]. Seiring dengan

semakin meningkatnya jumlah online

store yang tersedia, hal ini akan sangat

berguna untuk meningkatkan competitive

advantage penjual.

Kim et al. (2008) juga menekankan peran

trust sebagai strategi pembeli untuk

menghadapi risiko ketidakpastian dan

uncontrollable future yang antara lain

disebabkan karena adanya vendor yang

tidak dapat dipercaya, hacker, atau

teknologi baru yang belum diketahui [9]

sementara Gambetta berpendapat bahwa

penggunaan trust terutama terjadi pada

kondisi ketidaktahuan atau ketidakpastian

yang disebabkan unknowable actions dari

pihak lainnya [6].

2.3 ANTECEDENT OF TRUST

Dalam konteks online shopping, ada

beberapa model yang menggambarkan

darimana trust seorang pembeli tercipta.

Pada tahun 2005, Teo dan Liu mengajukan

bahwa trust berasal baik dari karakteristik

trustees (pemilik toko online) yang terdiri

dari perceived reputation, perceived size,

multichannel integration, dan system

assurance; serta karakteristik trustor

(konsumen) yang terdiri dari propensity to

trust (bagan 3) [19].

Pada tahun 2008, Kim et al. mengajukan

sebuah model yang membagi antecedent

trust menjadi empat kelompok (bagan 4)

[9]. Kelompok pertama adalah Cognition

Based, yang terdiri dari informational

quality (akurasi dan kelengkapan

informasi dalam website), privacy

protection (perlindungan atas data

konsumen), dan security protection

protection (kelengkapan keamanan

seperti sistem autentikasi, integritas,

enkripsi, dan non-repudiasi). Kelompok

kedua adalah Affect-Based, terdiri dari

third party-seal (jaminan keamanan

website dari pihak ketiga seperti bank,

konsultan, perusahaan komputer, dan

lain-lain) serta positive reputation of

selling party. Kelompok ketiga adalah

experience oriented yang mengukur

seberapa familiar pengguna dengan

sistem online store tersebut, dan terakhir

adalah personality oriented, yaitu traits

dari konsumen yang menentukan apakah

ia mudah percaya atau tidak [9].

Chiu (2010) berpendapat bahwa trust

pada dasarnya dipengaruhi oleh bidding

justice—persepsi umum pembeli terhadap

keadilan serta evaluasi terhadap

Page 5: trust sebagai sebuah metrik pada online store

5

kelayakan pelayanan yang diberikan oleh

penjual (bagan 2) [4]. Paper ini

menggunakan model yang dikembangkan

oleh Chiu sebagai dasar pembentukan

metrik karena sifat semua antecedents-

nya yang dapat memberikan saran kepada

manajemen dengan cepat.

Studi yang dilakukan oleh Chiu (2010)

tersebut menggunakan studi kasus online

marketplace, bukan online store. Namun

kami berpendapat bahwa model ini juga

dapat digunakan untuk online store

karena beberapa alasan: (1) Ada

kesamaan presepsi buyer terhadap online

store maupun online marketplace. Dalam

hal presepsi terhadap trustworthiness,

pembeli cenderung menganggap

kegagalan satu penjual dalam sebuah

online marketplace dalam memenuhi

kewajiban dan janjinya merupakan

kegagalan semua seller dalam online

marketplace tersebut [17], (2) beberapa

studi tentang trust seperti yang dilakukan

oleh Koufaris dan Hampton-Sosa (2004);

Kim et al. (2007); Oua dan Siab (2010)

tidak membedakan antara online

marketplace dan online store, melainkan

menggambungkannya dalam satu kategori

electronic commerce [16, 9, 10], (3) Chiu

sendiri tidak membatasi atau

mendefinisikan perbedaan antara online

store dan online marketplace. Namun

demikian, studi lanjutan tetap diperlukan

untuk mencari apakah ada perbedaan

antara pembentukan trust pada online

store dan online marketplace.

2.3 BIDDING JUSTICE

Teori bidding justice— persepsi umum

pembeli terhadap keadilan serta evaluasi

terhadap kelayakan pelayanan yang

diberikan oleh penjual—merupakan

pengembangan dari teori equity, yang

menyatakan bahwa ketika manusia

terlibat dalam sebuah pertukaran nilai, ia

akan memperhitungkan keseimbangan

antara input dan output [12]. Bidding

justice sendiri terdiri dari empat dimensi:

distributive justice, procedural justice,

informational justice, dan interpersonal

justice [5].

Distributive justice merujuk pada keadilan

dari distribusi dan alokasi outcome.

Kebanyakan riset tentang distributive

justice merupakan turunan dari karya

Homans (1961) dan Adams (1965) [4].

Homans menekankan tentang adanya

perbedaaan dalam rewards yang diterima

seseorang untuk input yang diberikan.

Adams menggunakan framework teori

pertukaran sosial (social exchange theory)

untuk menjelaskan keadilam dalam

hubungan pertukaran yang ditentukan

dengan membandingkan rasio

output/input. Teori itu mengindikasikan

bahwa individual mencari keseimbangan

yang adil antara input dan output serta

menjadi puas dan termotivasi bila mereka

merasa bahwa input mereka mendapat

imbalan yang adil

Procedural justice merujuk pada keadilan

(perceived fairness) dari proses

penyampaian outcome. Leventhal (1980)

mengungkapkan enam kriteria agar

sebuah prosedur dapat dinilai adil, yaitu:

(1) prosedur harus sama untuk semua

orang dan pada setiap waktu

(konsistensi), (2) tanpa bias pribadi atau

kepentingan diri sang pengambil

keputusan (bias supression), (3) semua

keputusan dibuat berdasarkan informasi

yang akurat (akurasi), (4) ada sistem

banding (appeal system) atau mekanisme

untuk membuat keputusan

banding/appeal decision (correctability),

(5) proses alukasi harus merefleksikan

kepentingan individual yang terlibat

Page 6: trust sebagai sebuah metrik pada online store

6

dalam proses (representativeness), dan (6)

keputusan dibuat dengan memperhatikan

ethical manner (ethicality).

Interpersonal justice merujuk pada tingkat

seberapa layak, hormat, tulus,

bersahabat, dan sopan pembeli

diperlakukan oleh penjual. Lind (2002)

menekankan bahwa ‘‘people use overall

impressions of fair treatment as a

surrogate for interpersonal trust”, dan

komunikasi interpersonal yang dapat

mengekspresikan sensitifitas sosial dapat

mendorong penciptakan trust di antara

pihak yang terlibat [13].

Informational justice merujuk pada

seberapa banyak informasi dan

penjelasan tentang proses atau prosedur

transaksi online dan outcome-nya (co/

produk). Berbeda dengan procedural

justice, informational justice berfokus

pada “kelengkapan informasi dan

penjelasan” dalam proses atau prosedur,

bukan pada proses atau prosedur itu

sendiri. Kualitas informasi atau

komunikasi memainkan peran penting

dalam menciptakan kepercayaan (atau

juga ketidakpercayaan). Menurut Turel et

al., outcome yang adil, prosedur, dan

perlakuan interpersonal yang baik

memberikan sinyal adanya kepercayaan di

antara pihak yang terlibat.

Chiu (2010) menerangkan bahwa

meskipun empat tipe justice di atas

merupakan indikator signifikan terhadap

bidding justice, tingkat kepentingannya

(importance) berbeda satu sama lain.

Interpersonal justice adalah source

terbesar dari bidding justice, yang

kemudian diikuti oleh informational

justice. Penjelasan yang mungkin adalah

karena pembeli biasanya memiliki

informasi yang cukup lengkap tentang

bagaimana penjual akan berinteraksi

dengan mereka.

Distributive justice dan procedural justice

memiliki tingkat kepentingan

(importance) yang sama dalam

membentuk bidding justice. Penjelasan

yang mungkin adalah bahwa pembeli

tidak memperhatikan procedural justice di

setiap transaksi. Pembeli yang sudah

sering berbelanja biasanya tidak tertarik

dengan kebijakan atau bagaimana

permasalahan akan diatasi, kecuali

mereka sedang tersandung masalah [4].

Perbedaan tingkat kepentingan tidak

menjadi masalah dalam penghitungan

metrik trust, sebab metrik dibuat bukan

untuk menghitung seberapa besar bidding

justice, melainkan menghitung seberapa

besar tingkat masing-masing dimensi

untuk selajutnya dibuat keputusan

berdasarkan tinggi rendahnya tingkat

dimensi tersebut. Namun demikian

perbedaan ini mempengaruhi prioritas

langkah-langkah yang harus diambil oleh

manajamen, sebagaimana yang akan

dibahas di bagian 4.

TRUST SEBAGAI METRIK

PEMASARAN PADA ONLINE STORE

Pengukuran yang banyak dilakukan pada

saat ini masih berputar-putar pada jumlah

pengunjung pada suatu website (trafik),

jumlah orang melihat iklan yang

ditampilkan atau dapat dikatakan masih

bersifat kuantitatif. Misalnya melalui

penghitungan visit, visitor, unique visior,

bounce rate dan lain-lain. Belum banyak

pihak yang menyadari pentingnya kualitas

dari jumlah pengunjung tersebut. Salah

satu cara untuk mengukur kualitas dari

sebuah online store adalah dengan

mengukur trust konsumen terhadap suatu

online store itu.

Page 7: trust sebagai sebuah metrik pada online store

7

Kami mengusulkan untuk menggunakan

trust digunakan sebagai metrik

pemasaran, yang tidak hanya dapat

mengukur seberapa baik kinerja online

store, namun juga memberikan

suggestion bagaimana memperbaikinya.

Cara yang kami usulkan untuk

membentuk metrik ini adalah dengan

membagikan kuisioner kepada target

market online store tersebut. Variabel-

varibel yang diujikan—mengacu pada

justice theory—antara lain (1) Distributive

justice, (2) Procedural justice, (3)

Interpersonal justice, (4) Informational

justice. Bentuk kuisioner mengadaptasi

kuisioner yang dibuat oleh Chiu (2010)

(appendix A).

Indikator sukses dari metrik ini adalah

tingginya angka-angka pada semua

dimensi bidding justice. Tinggi-rendahnya

angka-angka tersebut mengindikasikan

tinggi-rendahnya kepercayaan target

market terhadap online store.

Kepercayaan itu pada akhirnya akan

membawa pada peningkatan intention to

purchase [9] dan repeat purchase

intention [4].

IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN

MANAJEMEN

Ada beberapa indikator yang dihasilkan

dari metrik trust. Indikator ini ditentukan

dari tinggi rendahnya metrik masing-

masing dimensi bidding justice, yaitu

distributive justice, procedural justice,

informational justice, dan interpersonal

justice. Jika angkanya tinggi, maka online

store tersebut tidak memiliki masalah,

namun jika rendah, ada langkah-langkah

yang perlu dilakukan manajemen untuk

mengatasinya (tabel 1).

Yang perlu diperhatikan, akibat adanya

perbedaan tingkat kepentingan

(importance) dalam dimensi bidding trust,

maka manajemen hendaknya

memprioritaskan angka pada

interpersonal justice dan informational

justice sebelum memperbaiki angka

distributive justice dan procedural justice.

4.1 ANGKA RENDAH PADA

INTERPERSONAL JUSTICE

Angka rendah pada interpersonal justice

mengindikasikan calon pembeli memiliki

presepsi bahwa ia tidak diperlakukan

secara layak, hormat, tulus, bersahabat,

dan sopan [20]. Langkah yang perlu

dilakukan adalah peningkatan hubungan

dan kualitas manajemen relasional

dengan pembeli. Tampilan, konten, dan

bahasa yang digunakan juga harus sesuai

dengan target market sehingga mereka

merasa nyaman berbelanja di sana.

4.2 ANGKA RENDAH PADA

INFORMATIONAL JUSTICE

Angka rendah pada informational justice

mengindikasikan calon pembeli memiliki

presepsi bahwa jumlah dan kualitas

informasi dan penjelasan tentang proses

atau prosedur transaksi online di toko

tersebut kurang baik. Informasi yang

dibutuhkan antara lain produk, cara

bertransaksi, perubahan kebijakan, dan

proses order.

4.3 ANGKA RENDAH PADA

DISTRIBUTIVE JUSTICE

Angka rendah pada distributive justice

mengindikasikan calon pembeli memiliki

presepsi bahwa apa yang ia berikan (input

berupa uang, waktu, dan tenaga) tidak

akan sebanding dengan apa yang ia

dapatkan. Pavlou and Gefen (2005)

Page 8: trust sebagai sebuah metrik pada online store

8

berpendapat bahwa distributive justice

berhubungan dengan order fulfillment

seperti keyakinan bahwa tidak ada fraud

dan keyakinan bahwa order akan sampai

tepat waktu [17]. Yang perlu dilakukan

oleh manajemen adalah meyakinkan

pembeli bahwa order fulfillment dari

online store tersebut akan berjalan lancar,

misalnya dengan memberikan informasi

jaminan (warranty) atau kepastian dalam

berapa hari (maksimal) order tersebut

akan sampai. Hal lain yang bisa dilakukan

adalah memperbaiki product

representation [17], misalnya kualitas dan

kelengkapan deskripsi serta foto dalam

website.

4.4 ANGKA RENDAH PADA

PROCEDURAL JUSTICE

Angka rendah pada procedural justice

mengindikasikan calon pembeli memiliki

presepsi bahwa ia kurang merasakan

keadilan (perceived fairness) pada proses

penyampaian outcome. Pembeli

meragukan kemampuan seller untuk

menjawab pertanyaan, menyelesaikan

masalah, kemampuan memahami

peraturan dan kebijakan transaksi, serta

gagal memperhatikan atau menghadapi

ketidaksetujuan pembeli terhadap

kebijakan yang sudah ada [4]. Karenanya,

manajer harus menambahkan fitur-fitur

atau jalur (line) baru untuk menciptakan

tingkat responsiveness yang tinggi [14]

serta memperlihatkan bahwa mereka

mematuhi segala peraturan dan prosedur

yang berkaitan dengan transaksi [6].

KESIMPULAN DAN SARAN

Metrik berbasis trust yang secara

langsung dapat memberikan suggestion

kepada marketer untuk menciptakan

sebuah toko online yang baik penampilan,

konten, dan fungsionalitasnya sesuai

dengan apa yang diinginkan target market

mereka.

Ada beberapa indikator yang dihasilkan

dari metrik trust. Indikator ini ditentukan

dari tinggi rendahnya metrik masing-

masing dimensi bidding justice, yaitu

distributive justice, procedural justice,

informational justice, dan interpersonal

justice. Jika angkanya tinggi, maka online

store tersebut tidak memiliki masalah,

namun jika rendah, ada langkah-langkah

yang perlu dilakukan manajemen untuk

mengatasinya.

Angka rendah pada distributive justice

mengindikasikan calon pembeli memiliki

presepsi bahwa ia tidak diperlakukan

secara layak, hormat, tulus, bersahabat,

dan sopan [20]. Angka rendah pada

distributive justice mengindikasikan calon

pembeli memiliki presepsi bahwa jumlah

dan kualitas informasi dan penjelasan

tentang proses atau prosedur transaksi

online di toko tersebut kurang baik.

Angka rendah pada distributive justice

mengindikasikan calon pembeli memiliki

presepsi bahwa apa yang ia berikan (input

berupa uang, waktu, dan tenaga) tidak

akan sebanding dengan apa yang ia

dapatkan. Angka rendah pada distributive

justice mengindikasikan calon pembeli

memiliki presepsi bahwa ia kurang

merasakan keadilan (perceived fairness)

pada proses penyampaian outcome.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anderson, E., and Weitz, B. A.

Determinants of continuity in

conventional industrial channel dyads.

Marketing Science, 8, 4, 1989, 310–

323.

Page 9: trust sebagai sebuah metrik pada online store

9

[2] Blau, P. M. Exchange and Power in

Social Life. John Wiley and Sons, New

York, NY, 1964.

[3] Bradach, J. L., and Eccles, R. G. Price,

authority, and trust: from ideal types

to plural forms. Annual Review of

Sociology, 15, 1, 1989, 97–118.

[4] Chiu, Chao-Min, Huang, Hsin-yi, dan

Yen, Chia-Hui. Antecedents of trust in

online auctions. Electronic Commerce

Research and Applications 9, 2010,

148–159.

[5] Colquitt, J. A., Wesson, M. J., Porter, C.

O. L. H., and Ng, K. Y. Justice at the

millennium: a meta-analytic review of

25 years of organizational justice

research. Journal of Applied

Psychology, 86, 3, 2001, 425–445.

[6] D.G. Gambetta, “Can We Trust

Trust?,” in Trust: Making and Breaking

Cooperative Relations, Gambetta, Ed.,

electronic edition ed. Department of

Sociology, University of Oxford,

(1988), 213–237.

[7] Gefen D. E-commerce: the role of

familiarity and trust. Omega

2000;28(6):725–37.

[8] Grabner-Kraeuter, S. The role of

consumers’ trust in online-shopping.

Journal of Business Ethics, 39, 1-2,

2002, 43–50.

[9] Kim, Dan J., Ferrin, Donald L., Rao, H.

Raghav. A trust-based consumer

decision-making model in electronic

commerce: The role of trust, perceived

risk, and their antecedents. Decision

Support Systems 44, 2008, 544–564

[10] Koufaris, Marios and Hampton-sosa,

William. The development of initial

trust in an online company by new

customers. Information &

Management 41 (2004) 377–397

[11] Kumar, N., Scheer, L. K., and

Steenkamp, J. E. The effects of

supplier fairness on vulnerable

resellers. Journal of Marketing

Research, 32, 1, 1995, 54–65.

[12] Lind, E. A., Kulik, C. T., Ambrose, M.,

and de Vera Park, M. V. Individual and

corporate dispute resolution: using

procedural fairness as a decision

heuristic. Administrative Science

Quarterly, 38, 2, 1993, 224–251.

[13] Lind, E. A. Fairness heuristic theory:

justice judgments as pivotal

cognitions in organizational relations.

In: J. Greenberg, R. Cropanzano (eds.),

Advances in Organizational Justice,

Stanford University Press, Palo Alto,

CA, 2002

[14] Liu, C., and Arnett, K. P. Exploring the

factors associated with web site

success in the context of electronic

commerce. Information and

Management, 38, 1, 2000, 23–33

[15] Luhmann, N. Vertrauen, ein

Mechanismus der Reduktion sozialer

Komplexitaet, Stuttgart, Verlag Enke,

1989

[16] Oua, Carol Xiaojuan. dan Siab, Choon

Ling. Consumer trust and distrust: An

issue of website design. Int. J. Human-

Computer Studies 68 (2010) 913–934

[17] Pavlou, P. A., and Gefen, D.

Psychological contract violation in

online marketplaces: antecedents,

consequences, and moderating roles.

Information Systems Research, 16, 4,

2005, 372–399

Page 10: trust sebagai sebuah metrik pada online store

10

[18] Reichheld, F. F., and Schefter, P. E-

loyalty: your secret weapon on the

web. Harvard Business Review, 78, 4,

2000, 105–113.

[19] Teo, T. S. H., and Liu, J. Consumer trust

in e-commerce in the United States,

Singapore and China. Omega-

International Journal of Management

Science, 35, 1, 2007, 22–38.

[20] Yang, Z., and Fang, X. Online service

quality dimensions and their

relationships with satisfaction: a

content analysis of customer reviews

of securities brokerage services.

International Journal of Service

Industry Management, 15, 4, 2004,

302–326.

Page 11: trust sebagai sebuah metrik pada online store

11

KUISIONER

Distributive justice (DJ)

DJ1 Anda mendapatkan apa yang anda bayar dari pembelian anda di Bhineka.com

DJ2 Menurut anda barang-barang yang anda beli di Bhineka.com sama dengan barang yang

diiklankan

DJ3 Produk yang dikirimkan oleh Bhineka.com tepat waktu

DJ4 Apa yang anda dapatkan dari Bhineka.com itu sesuai dengan usaha yang telah anda lakukan

Procedural justice (PJ)

PJ1 Bhineka.com menanggapi pertanyaan dan permintaan pelanggan dengan tepat waktu

PJ2 Bhineka.com mematuhi peraturan dalam penjualan

PJ3 Bhineka.com melakukan kebijakkan dan tindakkan yang adil dalam menyelesaikan sebuah

persengketaan

PJ4 Bhineka.com serius dalam mempertimbangkan setiap keberetan dan saran konsumen dalam

kebijakkan bertransaksi

Interpersonal justice (IPJ)

IPJ1 Bhineka.com memperlakukan saya dengan baik

IPJ2 Bhineka.com memperlakukan saya dengan tulus

IPJ3 Bhineka.com memperlakukan saya dengan ramah

IPJ4 Bhineka.com memperlakukan saya dengan sopan

Informational justice (IFJ)

IFJ1 Bhineka.com memberikan informasi yang akurat terkait dengan produk yang dijual

IFJ2 Bhineka.com memberikan penjelasan atau informasi yang cukup terhadap pertanyaan

pembeli

IFJ3 Bhineka.com memberikan informasi yang memadai mengenai kebijakkan bertransaksi atau

perubahan-perubahan yang terjadi dari setiap kebijakkan

IFJ4 Bhineka.com memberikan informasi yang memadai mengenai proses pemesanan

Page 12: trust sebagai sebuah metrik pada online store

12

BAGAN

Bagan 1: Basic theoretical framework (Kim et al. 2008)

Bagan 2: Research model for online auction repeat purchase intentions (Chiu 2010)

Page 13: trust sebagai sebuah metrik pada online store

13

Bagan 3: Research model and hypotheses (Teo dan Liu 2007)

Bagan 4: Fig. 2. A trust-based consumer decision-making model (Kim et al. 2008)

Page 14: trust sebagai sebuah metrik pada online store

14

TABEL

Tabel 1: Application of justice theory to online auctions (Chiu 2010)