trombosis.docx
DESCRIPTION
trombosis puput candra 2013 surakartaTRANSCRIPT
eby ruslim
http://ebyruslim.blogspot.com/2011/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
A. Pengertian
Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam sistem kardiovaskuler termasuk arteri,
vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi. Menurut Robert Virchow, terjadinya trombosis
adalah sebagai akibat kelainan dari pembuluh darah, aliran darah dan komponen
pembekuan darah (Virchow triat).
Trombus dapat terjadi pada arteri atau pada vena,
1. trombus arteri disebut trombus putih karena komposisinya lebih banyak trombosit
dan fibrin
2. trombus vena di sebut trombus merah karena terjadi pada aliran daerah yang lambat
yang menyebabkan sel darah merah terperangkap dalam jaringan fibrin sehingga
berwarna merah.Trombosis vena dalam adalah satu penyakit yang tidak jarang
ditemukan dan dapat menimbulkan kematian kalau tidak di kenal dan di obati secara
efektif.
Pada kasus-kasus yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan pengobatan yang
tepat terhadap trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya trombosis
dan terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian. Kematian
terjadi sebagai akibat lepasnya trimbus vena, membentuk emboli yang dapat menimbulkan
kematian mendadak apabila sumbatan terjadi pada arteri di dalam paru-paru (emboli paru).
B. Etiologi
Ditemukan 3 faktor yang berperan dalam terjadinya trombosis vena dalam:
1. Cedera pada lapisan vena
2. Meningkatnya kecenderungan pembekuan darah: terjadi pada beberapa kanker dan
pemakaian pil KB (lebih jarang). Cedera atau pembedahan mayor juga bisa
meningkatkan kecenderungan terbentuknya bekuan darah.
3. Melambatnya aliran darah di dalam vena
a. Pasien yang menjalani tirah baring dalam waktu yang lama karena otot betis tidak
berkontraksi dan memompa darah menuju jantung. Misalnya trombosis vena dalam
bisa terjadi pada penderita serangan jantung yang berbaring selama beberapa hari
dimana tungkai sangat sedikit digerakkan; atau pada penderita lumpuh yang duduk
terus menerus dan ototnya tidak berfungsi.
b. Trombosis juga bisa terjadi pada orang sehat yang duduk terlalu lama (misalnya
ketika menempuh perjalanan atau penerbangan jauh).
C. Manifestasi Klinik
Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena tungkai
superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti vena poplitea, vena
femoralis dan viliaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang lain relatif jarang di
kenai.
Trombosis vena superfisialis pada tungkai, biasanya terjadi varikositis dan gejala klinisnya
ringan dan bisa sembuh sendiri. Kadang-kadang trombosis vena tungkai superfisialis ini
menyebar ke vena dalam dan dapat menimbulkan emboli paru yang tidak jarang
menimbulkan kematian.Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas,
kelainan yang timbul tidak selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi / tempat terjadinya
trombosis. Trombosis di daerah betis mempunyai gejala klinis yang ringan karena
trombosis yang terbentuk umumnya kecil dan tidak menimbulkan komplikasi yang hebat.
Sebagian besar trombosis di daerah betis adalah asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi
serius apabila trombus tersebut meluas atau menyebar ke lebih proksimal.
Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala apabila menimbulkan :
- bendungan aliran vena.
- peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.
- emboli pada sirkulasi pulmoner.
D. Keluhan Dan Gejala
Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :
1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di
daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial
dan anterior paha.
Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau
penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.
2. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema disebabkan oleh
sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler. Apabila
pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah
sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan
perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai nyeri.
Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang kalau istirahat
di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
3. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis
vena dalam dibandingkan trombosis arteri. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat
dan kadang-kadang berwarna ungu; warna kaki menjadi pucat dan pada perubahan
lunah dan dingin, ini merupakan tanda-tanda adanya sumbatan vena yang besar yang
bersamaan dengan adanya spasme arteri, keadaan ini disebut flegmasia alba dolens.
Sindroma post-trombosis. Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan
tekanan vena sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena
besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di
daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena dalam.
4. Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik ke
daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan
jaringan subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di
kenai.
5. Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah betis
yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri
berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi
pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.
E. Patofisiologi
Penyebab utama trombosis Vena belum jelas, tetapi ada tiga kelompok factor pendukung
yang dianggap berperan penting dalam pembentukannya yang dikenal sebagai TRIAS
VIRCHOW;
1. Stasis aliran darah vena
Terjadi bila aliran darah melambat, seperti pada gagal jantung atau syok; ketika vena
berdilatasi, sebagai akibat terapi obat, dan bila kontraksi otot skeletal berkurang,
seperti pada istirahat lama, paralysis ekstremitas atau anastesi. Hal-hal tersebut
menghilangkan pengaruh dari pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan
pengumpulan darah di ekstremitas bawah.
2. Cedera dinding pembuluh darah
Cedera dinding pembuluh darah diketahui dapat mengawali pembentukan thrombus.
Penyebabnya adalah trauma langsung pada pembuluh darah, seperti fraktur dan cedera
jaringan lunak, dan infuse intravena atau substansi yang mengiritasi, seperti kalium
klorida kemoterapi atau antibiotik dosis tinggi.
3. Hiperkoagulabilitas darah
Terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat antikoagulan secara
mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia. Rangsangan thrombosis
vena menaikan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah.
F. Patogenesis
Patogenesis terjadinya trombosis vena dsisebabkan oleh stasis vena, kerusakan pembuluh
darah, dan aktivitas faktor pembekuan. Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya
suatu trombosis vena adalah statis aliran darah dan hiperkoagulasi.
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada
daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Statis
vena merupakan predis posisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat
menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan
darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena,
melalui:
a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan
jaringan dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel
yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa
substansi seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan
trombo-modulin, yang dapat mencegah terbentuknya trombin.
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan
terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan
trombosir akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen,
membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan
adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang
masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat.
Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah
dan sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas
pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun. Trombosis vena
banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah meningkat, seperti
pada hiperkoagulasi, defisiensi Antitrombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein
S dan kelainan plasminogen.
G. Faktor Resiko
Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah status aliran
darah dan meningkatnya aktifitas pembekuan darah. Faktor kerusakan dinding pembuluh
darah adalah relatif berkurang berperan terhadap timbulnya trombosis vena dibandingkan
trombosis arteri. Sehingga setiap keadaan yang menimbulkan statis aliran darah dan
meningkatkan aktifitas pembekuan darah dapat menimbulkan trombosis vena.
Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut:
1. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir
sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
2. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi dalam
bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah.
Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan
operatif, adalah sebagai berikut:
a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada
waktu di operasi.
b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan
post operatif.
c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di
daerah tersebut.
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis vena
karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX.
Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan
lepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi
peningkatkan koagulasi darah.
4. Infark miokard dan payah jantung
a. Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan
yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan
adanya statis aliran darah karena istirahat total.
b. Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung adalah sebagai akibat
statis aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan dan proses immobilisasi
pada pengobatan payah jantung. Immobilisasi yang lama dan paralisis
ekstremitas.Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang
mempermudah timbulnya trombosis vena.
5. Obat-obatan konstraseptis oral
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontraseptis menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor
pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena.
6. Obesitas dan varices
Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas
fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.
7. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue thrombo plastin-like
activity” dan “factor X activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi meningkat.
Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan infiltrasi ke
dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi
terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat
dibandingkan penderita biasa.
H. Diagnosis
Diagnosis trombosis vena dalam berdasarkan gejala linis saja kurang sensitif dan kurang
spesifik karena banyak kasus trombosis vena yang besar tidak menimbulkan penyumbatan
dan peradangan jaringan perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.
Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena
dalam, yaitu:
1. Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis
vena. Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan
nyeri dan terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya.
Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum
pedis dan akan kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke
proksimal ke v iliaca.
2. Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai.
Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femrlis dan iliaca dibandingkan
vena di betis.
3. Ultra sonografi (USG) Doppler
Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat, sehingga adanya
trombosis vena dapat di deteksi dengan USG, terutama USG Doppler. Metode ini
dilakukan terutama pada kasus-kasus trombosis vena yang berulang, yang sukar di
deteksi dengan cara objektif lain.