triwulan iii 2012 - bi.go.id · *) sumber: berdasarkan angka prakiraan kantor perwakilan bank...
TRANSCRIPT
Triwulan III 2012
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan III 2012
iii
Kata Pengantar
Memasuki triwulan ketiga 2012, perkembangan indikator ekonomi di berbagai daerah
menunjukkan besarnya tantangan eksternal yang dihadapi akibat ketidakpastian yang masih
menyelimuti perekonomian global. Kinerja ekspor mencatat penurunan yang cukup signifikan di
berbagai daerah, disertai impor yang pada triwulan laporan juga menunjukkan perkembangan yang
cenderung melambat. Meski demikian, permintaan domestik yang kuat diperkirakan masih dapat
menopang perekonomian di berbagai daerah untuk tetap tumbuh pada level yang cukup tinggi.
Secara keseluruhan, perekonomian Jawa, Jakarta dan KTI berpotensi untuk tetap tumbuh di kisaran
6%-7% (yoy). Sementara perekonomian Sumatera diprakirakan tumbuh relatif stabil sedikit di
bawah 6% (yoy).
Sementara itu, perkembangan inflasi di berbagai daerah hingga akhir triwulan III-2012
menunjukkan besaran inflasi yang tetap terkendali pada tingkat yang cukup rendah. Hal ini
didukung oleh terkelolanya permintaan agregat dan ekspektasi inflasi, serta memadainya respons
sisi penawaran. Sepanjang triwulan laporan, kebijakan Pemerintah terkait harga (administered price)
juga relatif minimal. Disamping itu, rendahnya tekanan inflasi dipengaruhi oleh faktor koreksi
harga bahan makanan yang cukup besar pasca siklus musiman terkait Ramadhan di sejumlah
daerah, terutama Sumatera dan KTI. Semakin besarnya perhatian Pemerintah bersama-sama dengan
Bank Indonesia baik di tingkat Pusat (TPI) maupun Daerah (TPID) dalam menjaga stabilitas harga
memiliki andil yang penting dalam meredam tekanan inflasi.
Ke depan, dinamika perekonomian di berbagai daerah masih akan menghadapi tantangan yang
cukup berat karena proses pemulihan ekonomi global diperkirakan belum akan berakhir dalam
waktu dekat. Dalam kaitan ini, diperlukan langkah-langkah lanjutan untuk memperkuat
perdagangan antar daerah dalam rangka memperluas pasar di dalam negeri. Disamping itu, upaya
untuk mendorong kegiatan investasi melalui akselerasi implementasi MP3EI dan penyerapan
belanja daerah yang lebih terarah terutama terkait peningkatan daya saing daerah diperlukan guna
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi daerah yang tetap tinggi.
Di sisi inflasi, perkembangan harga di sejumlah kota di Jawa dan Jakarta yang cenderung
terakselerasi perlu menjadi perhatian dalam upaya menjaga inflasi nasional tetap berada pada
sasarannya sebesar 4,5%+1%. Untuk tahun 2013, terdapat sejumlah faktor risiko yang berpotensi
meningkatkan tekanan inflasi seperti rencana penerapan kenaikan tarif listrik, harga gas industri,
dan tarif angkutan. Menghadapi hal tersebut, langkah antisipasi yang diperlukan antara lain
melalui penguatan strategi komunikasi guna menjaga ekspektasi inflasi masyarakat pada tingkat
yang rendah dan menjaga tetap terkendalinya inflasi pangan.
Buku publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) ini mengurai secara lengkap dinamika spasial
perekonomian nasional. Selain digunakan untuk mendukung perumusan kebijakan moneter, TER
diharapkan menjadi bahan referensi bagi pemangku kepentingan dan pemerhati perekonomian
daerah. Akhir kata, semoga buku publikasi TER ini dapat memberi kontribusi nyata bagi
pembangunan ekonomi nasional.
Triwulan III 2012
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan III 2012
v
Daftar Isi
I. Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah.. ..................................................................... 1
II. Perekonomian Kawasan Sumatera… ................................................................................... 12
III. Perekonomian Kawasan Jakarta ........................................................................................... 21
IV. Perekonomian Kawasan Jawa .............................................................................................. 29
V. Perekonomian Kawasan Timur Indonesia .......................................................................... 38
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Bank Indonesia
Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Grup Kebijakan Moneter
Divisi Kajian Ekonomi Regional dan Inflasi
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18
Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta
Ph. 021-381-8161, 8868
Fax. 021-386-4929,345-2489
Email : [email protected]
Triwulan III 2012
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan III 2012
1
Bab I
Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah1
Perkembangan berbagai indikator ekonomi daerah pada triwulan III 2012
mengindikasikan kinerja ekonomi masih dapat tumbuh kuat ditengah dinamika
perekonomian global yang cenderung melambat. Permintaan domestik diperkirakan
menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, kinerja ekspor mencatat
penurunan yang cukup signifikan di berbagai wilayah sebagai imbas dari pelemahan
ekonomi global. Di sisi impor juga cenderung tumbuh melambat sehingga net ekspor secara
keseluruhan cenderung menurun.
Grafik I.1
Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tw III 2012
*) Sumber: Berdasarkan Angka Prakiraan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di seluruh daerah
Perekonomian Jawa dan Jakarta pada triwulan III 2012 diperkirakan tumbuh cukup stabil
di kisaran 6,8% dan 6,6%. Permintaan domestik yang masih cukup kuat disertai adanya
faktor musiman terkait Ramadhan menopang tetap kuatnya pertumbuhan di dua kawasan
ini. Prakiraan ini sejalan dengan perkembangan indikator konsumsi rumah tangga dan
ekspektasi dunia usaha yang cenderung bergerak positif. Disamping itu, peningkatan
realisasi proyek belanja pemerintah daerah turut berdampak positif bagi perekonomian
Jawa dan Jakarta. Perkembangan aktivitas domestik yang masih cukup kuat berdampak
positif bagi kinerja sektor-sektor non-tradables. Di sisi lain, dampak dari terus berlanjutnya
ketidakpastian global terlihat pada kinerja ekspor luar negeri dari Jawa dan Jakarta yang
1 Bank Indonesia membagi asesmen perekonomian daerah dalam 4 (empat) kawasan, yaitu : Sumatera (provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta); Jawa (provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta); Kawasan Timur Indonesia (provinsi Bali, NTB, dan NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat).
< 1%4% ≤ gPDRB < 6%≥ 6% 1% ≤ gPDRB < 4%
Triwulan III 2012
2
terlihat cenderung terus menurun, terutama pada tekstil dan bahan kimia. Sementara itu,
perkembangan impor kawasan Jawa dan Jakarta juga terindikasi mulai melambat, baik pada
bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi. Meski demikian, secara kumulatif
(Januari-Agustus) dua kawasan ini masih mencatat net impor yang lebih besar pada 2012.
Pada triwulan IV 2012 mendatang, perekonomian Jawa dan Jakarta diprakirakan tumbuh
sedikit lebih lambat dibanding periode triwulan laporan. Mulai melambatnya pertumbuh
impor mengindikasikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga berpotensi tidak setinggi
capaian pada periode triwulan laporan. Selain itu, kinerja ekspor diperkirakan masih
dibayangi risiko perlambatan dengan belum adanya tanda-tanda pemulihan yang berarti
dari krisis yang melanda sejumlah negara mitra dagang utama. Prospek perkembangan
perdagangan luar negeri yang belum menunjukkan perbaikanan pada gilirannya
berdampak pada melemahnya kinerja sektor tradables, terutama di sektor industri
pengolahan. Sementara itu, sektor pertanian di sebagian besar Jawa menghadapi potensi
mundurnya masa tanam padi akibat panjangnya musim kemarau tahun ini.
Grafik I.2
Perkembangan Bulanan Ekspor Jawa-Jakarta
Grafik I.3
Kontribusi Pertumbuhan Impor Kawasan
Pertumbuhan ekonomi KTI pada triwulan III 2012 diprakirakan berada di kisaran yang
lebih tinggi yakni mencapai 7,2% (yoy), sementara ekonomi Sumatera relatif tumbuh
stabil di kisaran 5,8% (yoy). Akselerasi pertumbuhan di KTI dipicu oleh kenaikan
pertumbuhan wilayah Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampua) hingga mencapai 10,2% (yoy)
didukung adanya peningkatan kinerja sektor industri di wilayah ini. Hal ini didukung hasil
pemantauan terhadap kinerja produksi beberapa industri berskala besar di wilayah ini,
khususnya pengolahan gas (LNG tangguh), dan tepung terigu yang mengalami peningkatan
cukup besar. Meski demikian, kinerja produksi hasil pertambangan seperti batu bara,
tembaga, dan nikel yang memiliki peran besar dalam perekonomian Sulampua terindikasi
masih cenderung melambat. Hal serupa diperkirakan juga terjadi di Kalimantan, Bali-Nusa
Tenggara dan sebagian besar daerah yang menjadi basis produksi hasil tambang di
Sumatera.
Kinerja di sektor pertambangan dan perkebunan di KTI dan Sumatera yang melambat
terutama dipengaruhi oleh permintaan ekspor yang menurun dan rendahnya harga di
pasar global. Penurunan harga komoditas di pasar global untuk komoditas perkebunan
terjadi ditengah kondisi produksi domestik yang relatif lebih baik, terutama untuk kelapa
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
(20,0)
(10,0)
-
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2010 2011 2012
%%,yoy
Kendaraan Roda 4 (rhs) Bhn.Kimia (rhs)
Tekstil (rhs) Industri
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2010 2011 2012
%
JAWA JAKARTA KTI SUMATERA
Triwulan III 2012
3
sawit. Perkembangan harga komoditas karet yang terus mengalami penurunan beberapa
waktu terakhir mendorong adanya kesepakatan tiga negara penghasil utama karet dunia –
Indonesia, Thailand, dan Malaysia – untuk mengurangi ekspor karet alam ke pasar global
melalui mekanisme Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) mulai 1 Oktober 2012.
Perkembangan terakhir ini menyebabkan prospek ekspor karet nasional menjadi lebih
rendah dari yang diprakirakan di awal, yakni menjadi 2,16 juta ton (sebelumnya 2,28 juta
ton). Secara keseluruhan, menurunnya kinerja ekspor KTI dan Sumatera berkontribusi besar
terhadap penurunan kinerja ekspor nasional.
Perekonomian KTI pada triwulan IV 2012 diperkirakan tumbuh sedikit melambat,
sementara Sumatera berpotensi untuk tetap tumbuh relatif stabil. Perkembangan
eksternal yang masih diliputi ketidakpastian yang tinggi diperkirakan berdampak pada
masih melemahnya kinerja ekspor dari dua kawasan ini. Secara keseluruhan, kinerja
perekonomian KTI dan Sumatera pada triwulan IV 2012 lebih banyak ditopang oleh
aktivitas domestik yang diperkirakan masih tetap kuat. Dalam kaitan ini, momentum untuk
tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang tinggi diperlukan antara
lain melalui upaya mengakselerasi implementasi proyek infrastruktur dalam kerangka
MP3EI, khususnya di Sumatera dan KTI, dengan adanya langkah terpadu untuk mengatasi
kendala yang menghambat implementasinya. Selain itu, langkah-langkah untuk
memperkuat perdagangan antar daerah diperlukan sebagai bagian dari strategi antisipasi
ketidakpastian global yang diperkirakan belum akan berakhir dalam jangka pendek.
Grafik I.4
Kontribusi Pertumbuhan Ekspor Kawasan
Grafik I.5
Volume Ekspor Karet Alam Nasional
Inflasi di berbagai daerah pada triwulan III 2012 masih terjaga pada level yang cukup
rendah. Secara umum, hal ini didukung oleh terjaganya inflasi inti pada level yang rendah
seiring dengan permintaan agregat dan nilai tukar rupiah yang terkelola dengan baik,
ekspektasi inflasi yang terjaga, serta respons sisi penawaran yang cukup memadai.
Sepanjang triwulan laporan terpantau kebijakan Pemerintah terkait harga (administered price)
juga relatif minimal. Disamping itu, faktor koreksi harga bahan makanan yang cukup besar
pasca siklus musiman terkait Ramadhan pada akhir triwulan laporan terjadi di sejumlah
daerah, terutama Sumatera dan KTI, turut memengaruhi rendahnya inflasi di akhir triwulan
laporan. Semakin besarnya perhatian Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia
baik di tingkat Pusat (TPI) maupun Daerah (TPID) dalam menjaga stabilitas harga memiliki
andil yang penting dalam meredam tekanan inflasi.
2,35
2,54
2,16
1,9
2
2,1
2,2
2,3
2,4
2,5
2,6
2010 2011 2012
juta ton
Sumber: Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo)
Triwulan III 2012
4
Perkembangan harga-harga umum hingga akhir 2012 diperkirakan masih akan terjaga
pada kisaran sasaran inflasi nasional, yakni sebesar 4,5%±1%. Faktor positif yang
diperkirakan mampu membawa inflasi terjaga pada tingkat yang rendah antara lain
berlanjutnya penurunan harga komoditas global, ekspektasi inflasi masyarakat yang terjaga,
serta kinerja sisi produksi yang memadai dalam merespons kuatnya permintaan domestik.
Meski demikian, sejumlah faktor risiko masih perlu dicermati dalam upaya menjaga inflasi
secara nasional tetap berada pada sasaranya antara lain terkait perkembangan harga di
sejumlah kota di Jawa dan Jakarta yang cenderung terakselerasi, rencana penerapan
beberapa kebijakan administered price, serta potensi gangguan terhadap kelancaran distribusi
terutama di Sumatera dan KTI karena faktor cuaca. Menghadapi hal tersebut, langkah
antisipasi yang diperlukan antara lain melalui penguatan strategi komunikasi guna menjaga
ekspektasi inflasi masyarakat. Selain itu, pada saat yang bersamaan perlu dilakukan upaya
lanjutan untuk menjaga terkendalinya inflasi pangan pada level yang rendah mengingat
tekanan inflasi pangan secara historis cenderung meningkat sesuai dengan pola musiman
akhir tahun.
Grafik I.6.
Perkembangan Inflasi Kawasan
Sumber: BPS (diolah)
(2.00)
(1.00)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% ytd Sumatera 2010
2011
2009
2012
2010
2011
2009
2012
(1.00)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% ytd Jawa 2010
2009
2011
2009
2012
(1.00)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% ytd Jakarta 2010
2009
2011
2009
2012
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% ytd KTI 2010
2009
2011
2009
2012
Triwulan III 2012
5
BOKS I
Peran Pembiayaan Infrastruktur dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang
Berkesinambungan
Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing
Sejalan dengan target Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) untuk mencapai pendapatan per kapita di 2025 di kisaran USD15,000,
maka perlu adanya upaya untuk menggiatkan kegiatan investasi. Hal ini semakin menjadi
penting artinya dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi global yang telah
berpengaruh terhadap perekonomian nasional dan regional melalui jalur transmisi ekspor.
Peningkatan investasi diyakini dapat ikut menopang pertumbuhan ekonomi dengan
mengkompensasi perlambatan ekspor. Investasi baik dari sumber asing maupun domestik
selain mendukung pertumbuhan ekonomi juga berperan penting untuk memperkuat dan
meningkatkan daya saing perekonomian nasional maupun regional.
Perkembangan investasi menunjukkan adanya ketimpangan secara spasial antara investasi
di Jawa dan luar Jawa. Investasi di Jawa yang jauh lebih besar merupakan dampak dari
tingkat aglomerasi ekonomi yang lebih besar dan dukungan infrastruktur yang lebih baik.
Di Kawasan Indonesia Timur (KTI), investasi hanya mencapai sekitar 15,6% terutama
disebabkan oleh minimnya infrastruktur pendukung yang mencakup akses, energi serta
fasilitas pelayanan publik lainnya. Ketimpangan investasi yang terjadi saat ini berpotensi
menghambat pertumbuhan ekonomi ke depan dan melalui MP3EI, diharapkan investasi di
sektor riil maupun infrastruktur akan lebih terintegrasi dan efektif untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing perekonomian.
23,7%
60.20%
8.93%
0.97%
5,63 %
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Bali dan Nusa Tenggara
Sulawesi Maluku
Sumber: BKPM, 2011
Papua
0.05 %
3,74%
Gambar I.1
Persentase Investasi Kawasan
Triwulan III 2012
6
Berdasarkan asesmen terakhir dari World Economic Forum (WEF September 2012),
peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan dari 46 menjadi 50 di tahun 2012-
2013. Penurunan indeks daya saing WEF tersebut lebih dipengaruhi oleh aspek persyaratan
dasar yang mencakup institusi, infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik.2 Terkait dengan
infrastruktur yang merupakan salah satu faktor utama dalam pertimbangan investasi baik
dari sumber asing maupun domestik, berbagai kebijakan dan inisiatif dari pusat untuk
mendorong pembangunan infrastruktur di daerah telah digulirkan. MP3EI secara khusus
mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur strategis di 6 koridor ekonomi. Pembangunan
proyek infrastruktur merupakan prasyarat penting untuk mengakselerasi dan memperluas
pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan Indonesia. Namun pada kenyataannya masih
terdapat banyak permasalahan yang terjadi di berbagai daerah dalam realisasi
pembangunan infrastruktur.
Tabel I.1
Indeks Daya Saing Indonesia 2010 - 2013
Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor
2010 - 2011 60 4.62 61 3.98 82 3.56 35 5.15 62 5.78
2011 - 2012 53 4.74 71 3.81 76 3.77 23 5.66 64 5.74
2012 - 2013 58 4.74 72 3.86 78 3.75 25 5.68 70 5.69
Persyaratan Dasar Institusi InfrastrukturKondisi
Makroekonomi
Kesehatan dan
Pendidikan
Sumber: World Economic Forum
Perkembangan Investasi
Berdasarkan hasil validasi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (KP3EI), realisasi proyek graound breaking (GB) 2012 sampai dengan Juli 2012
mencapai 65%, sedikit lebih rendah dibandingkan realisasi proyek GB 2011 yang mencapai
87%. Hal ini terkait dengan berbagai kendala terutama masalah IPPKH (tumpang tindih
lahan dengan kawasan hutan), RTRW, izin lokasi, konflik lahan, pendanaan, konflik dengan
masyarakat dan kekurangan pasokan energi (khususnya gas untuk Pulau Jawa). KP3EI telah
melakukan langkah-langkah debottlenecking yang dikoordinasikan baik di tingkat pusat
maupun daerah.
SEKTOR RIIL Nilai Investasi = Rp 194 T
Jumlah Proyek = 49 proyek
INFRASTRUKTURNilai Investasi = Rp 1 62 T
Jumlah Proyek = 50 proyek
SEKTOR RIIL Nilai Investasi = Rp 89TJumlah Proyek = 9 proyek
INFRASTRUKTURNilai Investasi = Rp 51TJumlah Proyek = 27 proyek
LAUNCHING MP3EI( 27 MEI 2011 )
STATUS TERBARU( 27 Juli 2012 )
TOTAL PROYEK GB*
NILAI INVESTASI = Rp 356 T
JUMLAH PROYEK = 99 proyek
TOTAL PROYEK GB*
NILAI INVESTASI = RP 140 T
JUMLAH PROYEK = 36 proyek
PROSESUpdating
dan Validasi
Bagan I.1
Perkembangan Realisasi MP3EI 2011 - 2012
Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian
2 Aspek penopang efisiensi Indonesia dari indeks daya saing WEF 2012-2013 mengalami penurunan 2 peringkat,
sedangkan faktor inovasi dan kecanggihan naik 1 peringkat. Selain aspek persyaratan dasar, kedua aspek ini juga menjadi perhatian investor dalam melakukan investasi di Indonesia.
Triwulan III 2012
7
Tabel I.2
Identifikasi Permasalahan MP3EI 2012
Permasalahan Total Proyek *)Investasi
(Rp Milyar)
Permasalahan Terkait IPPKH 10 270.949
Permasalahan Kekurangan Pasokan Gas 7 11.578
Permasalahan Terkait Permen ESDM no 7/ 2012 5 161.500
Permasalahan Terkait Penerbitan IUP 1 25.000
Permasalahan Pelaksanaan Proyek KPS 1 8.500
Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian
Realisasi proyek MP3EI 2012 di kawasan Jawa dan Kalimantan jauh lebih baik dibandingkan
di kawasan lainnya. Adapun realisasi proyek MP3EI 2012 terendah di Papua dan Maluku
walaupun berdasarkan rencana awal, nilai investasi terutama sektor riil di koridor Papua
dan Maluku merupakan yang terbesar. Sedangkan untuk investasi infrastruktur, nilai
investasi terbesar di kawasan Jawa yang mampu direalisasikan seluruhnya. Hal ini menjadi
tantangan ke depan dalam kaitan dengan keseimbangan pertumbuhan ekonomi antara Jawa
dan luar Jawa dimana infrastruktur memegang peranan penting. Perlu adanya penguatan
koordinasi yang lebih baik antara KP3EI dengan Tim Kerja Koridor Ekonomi dan Tim Kerja
Lintas Sektor baik di pusat maupun daerah.
Tabel I.3
Validasi Investasi MP3EI 2012
Sumber: Sekretariat KP3EI – Kemenko Bidang Perekonomian
Tabel I.4
Indikasi Total Investasi MP3EI 2014
Koridor
Ekonomi
Indikasi
Jumlah KPI
Indikasi
Kegiatan
Investasi
Indikasi Total Investasi s.d 2014
(Milliar Rp)
Sektor Riil Infrastruktur SDM IPTEK
Sumatera 22 168 555.965 576.991 696.95 89,47
Jawa 34 119 304.433 1.155.685 1.221,86 37,5
Kalimantan 36 222 903.775 205.023 923,40 1,28
Sulawesi 28 126 214.847 201.459 347,90 73,25
Bali-NT 23 46 129.884 78.284 77,03 54,17
Papua-Maluku 8 44 448.605 155.531 869,78 62,76
T O T A L 151 725 2.557.509 2.372.973 4.136,92 318,43
Sumber: Sekretariat KP3EI – Kemenko Bidang Perekonomian
Koridor Ekonomi
Jumlah Proyek Nilai Investasi
Total Rencana Total Realisasi ( Rp . Milyar )
Sektor Riil Infrastruktur Sektor Riil Infrastruktur Proyek
Nilai Investasi
( Rp . Milyar ) Proyek
Nilai Investasi
( Rp . Milyar )
Sumatera 2 11 24,228.46 8,248.75 13 32,477 9 2,308
Jawa 3 11 5,168.00 44,355.00 14 49,523 14 49,523
Kalimantan 7 11 91,735.00 6,526.98 18 98,262 9 84,514
Sulawesi 0 2 - 689.20 2 689 1 49
Bali - NT 2 3 1,540.00 2,887.00 5 4,427 2 1,540
Papua - Kep.Maluku
2 1 182,472.00 2,002.80 3 184,475 1 2,003
Total 16 39 305 . 143 , 46 64 . 709 , 73 55 369 . 853 , 19 36 139 . 937 ,8 6
Triwulan III 2012
8
Salah satu upaya mendorong identifikasi dan penyelesaian permasalahan yang terintegrasi
untuk mendukung implementasi proyek MP3EI adalah dengan pembentukan Kawasan
Prioritas Investasi (KPI). Merujuk pada indikasi investasi proyek MP3EI hingga 2014 nilai
investasi akan mencapai sekitar Rp9 triliun yang terbagi atas sektor riil, infrastruktur, SDM
dan Iptek. Jumlah tersebut cukup rendah dibandingkan dengan rencana awal investasi
MP3EI di sektor infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung percepatan dan
perluasan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan baseline pertumbuhan 7%-8%(yoy) untuk
mencapai target yang dicanangkan.
Pembiayaan Investasi Infrastruktur
Salah satu permasalahan yang perlu menjadi perhatian adalah faktor pembiayaan terkait
potensi penurunan penerimaan negara dengan adanya dampak dari perlambatan ekonomi
global. Rencana pembiayaan proyek infrastruktur hingga 2014 dengan total investasi sebesar
Rp2.4 triliun bertumpu pada partisipasi swasta, BUMN, Public Private Partnership (PPP),
sedangkan alokasi anggaran dari APBN relatif kecil, sebesar 7,84% dari total kebutuhan.
Tabel I.5
Rencana Pembiayaan MP3EI di Sektor Infrastruktur 2014
Koridor Ekonomi
INFRASTRUKTUR s.d 2014
(Rp. Miliar)
APBN BUMN Swasta PPP CampuranKebutuhan
AnggaranTotal
Sumatera 39.427 69.014 49.985 60.210 23.100 335.343 576.991
Jawa 82.383 265.566 390.267 328.518 3.700 86.468 1.155.685
Kalimantan 25.214 53.053 56.399 0 0 70.357 205.023
Sulawesi 9.352 40.551 14.680 19.398 0 117.478 201.459
Bali-NT 22.712 23.883 27.841 10.268 0 33.800 78.284
Papua-Maluku 6.903 45.342 9.149 44.890 6.437 42.809 155.531
T O T A L 185.991 497.409 548.321 463.284 33.237 646.035 2.372.973
Sumber: Sekretariat KP3EI – Kemenko Bidang Perekonomian
Perlunya dukungan dan keterlibatan seluruh pihak dalam pembiayaan investasi
infrastruktur merupakan hal yang kritikal saat ini. Dukungan baik dari APBN dan APBD
perlu ditingkatkan disamping adanya perbenahan prioritas dan strategis pembiayaan untuk
proyek infrastruktur yang memiliki nilai strategis. Untuk itu perlu dilakukan sinkronisasi
dan koordinasi baik di pusat maupun daerah dalam penyusunan RPJMN/RKP yang
berorientasi pada pembangunan infrastruktur strategis. Disamping itu perlu dijajaki
kemungkinan mendapatkan sumber pembiayaan lain untuk mendukung investasi
infrastruktur yang strategis. Beberpa alternatif yang dapat dapat diupayakan adalah
optimalisasi sumber dana melalui skema PPP atau kerja sama dengan BUMN/BUMD dan
swasta.
Triwulan III 2012
9
Bagan I.2
Skema Pembiayaan MP3EI
Sumber: Sekretariat KP3EI – Kemenko Bidang Perekonomian
Peran Fiskal Daerah dalam Pembiayaan Infrastruktur
Optimalisasi fiskal daerah dan peran Pemerintah Daerah dalam mendukung investasi
infrastruktur memiliki sejumlah tantangan terutama terkait dengan mekanisme penyerapan
anggaran dan kapasitas fiskal daerah. Berdasarkan laporan Tim Evaluasi dan Pengawasan
Penyerapan Anggaran (TEPPA), rata-rata realisasi APBD Tw III 2012 baru mencapai 43,90%
(per 18 Sep 2012), lebih rendah dari tahun lalu sekitar 45%. Penyerapan tertinggi terjadi di
Provinsi Jawa Timur (70%). Beberapa daerah juga menetapkan target realisasi yang
terlampau optimistis yang berpotensi pada tidak tercapainya realisasi penyerapan pagu
anggaran.
Beberapa kendala dalam peningkatan penyerapan anggaran adalah dokumen pengadaan
yang tidak lengkap, permasalahan terkait lahan khususnya untuk proyek prasarana dan
sarana publik, penggantian Pimpinan Daerah dan kurangnya komitmen Pimpinan Daerah
terhadap realisasi anggaran.
Triwulan III 2012
10
% realisasi penyerapan APBD% realisasi penyerapan APBD yg melebihi target
% target realisasi penyerapanAPBD
Sumber: Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran, UKP4
Grafik I.1
Realisasi Penyerapan Anggaran Daerah per 18 September 2012
2010 2011
Aceh 0.23 0.13 0.4592 Rendah
North Sumatera 0.08 0.04 0.4091 Rendah
West Sumatera 0.14 0.07 0.5562 Sedang
Riau 0.05 0.02 1.2226 Tinggi
Jambi 0.14 0.06 0.9493 Sedang
South Sumatera 0.09 0.04 0.4179 Rendah
Bengkulu 0.29 0.14 0.4040 Rendah
Lampung 0.09 na 0.2268 Rendah
Jakarta 0.03 0.01 7.3106 Sangat Tinggi
West Java 0.06 0.03 0.3488 Rendah
Central Java 0.08 0.05 0.2074 Rendah
Yogyakarta 0.01 0.07 0.3531 Rendah
East Java 0.06 0.03 0.2827 Rendah
West Kalimantan 0.16 0.08 0.6476 Sedang
Central Kalimantan 0.23 0.09 1.3811 Tinggi
South Kalimantan 0.18 0.08 1.6699 Tinggi
East Kalimantan 0.09 0.03 4.3799 Sangat Tinggi
North Sulawesi 0.19 0.09 0.6334 Sedang
Central Sulawesi 0.18 0.08 0.3556 Rendah
South Sulawesi 0.13 na 0.4264 Rendah
Southeast Sulawesi 0.21 na 0.3672 Rendah
Bali 0.13 0.08 1.6008 Tinggi
West Nusa Tenggara 0.14 na 0.1719 Rendah
East Nusa Tenggara 0.34 na 0.1303 Rendah
Maluku 0.69 0.28 0.2798 Rendah
Papua 0.24 na 0.2742 Rendah
North Maluku 0.80 na 0.9279 Sedang
Banten 0.06 0.03 0.7440 Sedang
Bangka Belitung 0.17 na 1.4498 Tinggi
Gorontalo 0.36 na 0.4432 Rendah
Riau Island 0.96 0.03 2.1995 Sangat Tinggi
West Papua 0.37 0.10 1.2978 Tinggi
West Sulawesi 2.38 0.10 0.4722 Rendah
Ratio Belanja
thd PDRBIndeks Kapasitas
Fiskal 2011
Kategori
Kapasitas
Fiskal
Provinsi
Tabel I.6
Ratio Belanja & Kapasitas Fiskal Daerah
Sumber: Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran, UKP4
Triwulan III 2012
11
Selain masalah penyerapan anggaran daerah, terbatasnya kapasitas fiskal daerah juga
menjadi hal yang membatasi kemampuan daerah untuk berpartisipasi lebih aktif dalam
mendukung proyek investasi infrastruktur. Kapasitas fiskal daerah merupakan gambaran
kemampuan keuangan masing-masing daerah yang memperhitungkan penerimaan umum
APBD (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan
penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu)
untuk membiayai tugas pemerintahan yang dikurangi dengan belanja pegawai dan
dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Tabel I.6 memperlihatkan indeks kapasitas
fiskal daeral 2011dan kategorinya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.
244/PMK.07/2011.
Kapasitas fiskal tertinggi dimiliki oleh DKI Jakarta dan Riau serta Kalimantan Timur yang
memiliki dukungan sumber daya alam. Namun demikian, kapasitas fiskal yang tinggi tidak
menjamin tingginya ratio belanja terhadap PDRB yang merupakan ukuran kontribusi
Pemerintah Daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Disadari bahwa saat ini
sebagian besar belanja daerah lebih diutamakan untuk belanja pegawai serta pengadaan
barang dan jasa. Porsi belanja modal terutama yang mendukung investasi infrastruktur
masih sangat terbatas. Pemerintah Daerah masih bergantung pada dana pusat untuk
membiayai proyek infrastruktur di daerah. Namun demikian beberapa daerah seperti DKI
Jakarta sudah mengalokasikan lebih dari 30% dari anggaran belanja untuk belanja modal
walaupun sebagian besar digunakan untuk pengadaan barang dan jasa dibandingkan
alokasi untuk pembangunan infrastruktur dan prasarana publik.
Presentase belanja modal terhadap APBD di KTI dan Sumatera lebih tinggi dibandingkan
Jawa sejalan dengan kebutuhan infrastruktur, namun nilai belanja modal di kedua kawasan
tersebut masih jauh dari kebutuhan pengembangan infrastruktur yang memadai. Ke depan,
daerah perlu lebih strategis dan memberikan prioritas pada alokasi belanja modal yang
berkualitas disamping efisien. Pengertian belanja modal berkualitas adalah penggunaan
alokasi anggaran untuk proyek infrastruktur strategis yang terencana dengan matang dan
dapat dipertanggungjawabkan efektivitasnya.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Bag.Utara Bag.Tengah
Bag.Selatan
Bag. Barat Bag.Tengah
Bag. Timur Balnustra Kalimantan Sulampua
Sumatera DKI Jawa KTI
%
2009 2010 2011 2012A
Grafik I.2
Persentase Belanja Modal terhadap Total APBD
Triwulan III 2012
12
0
10
20
30
40
50
60
70
Bag.Utara Bag.Tengah
Bag.Selatan
Bag. Barat Bag.Tengah
Bag. Timur Balnustra Kalimantan Sulampua
Sumatera DKI Jawa KTI
%
2009 2010 2011 2012A
Grafik I.3
Persentase PAD terhadap Total APBD
Dalam kaitan dengan kapasitas fiskal, persentase PAD juga merupakan hal yang perlu
menjadi perhatian sejalan dengan semangat otonomi daerah dimana daerah diberikan hak
untuk menarik PAD, namun di sisi lain juga dapat membelanjakan anggaran secara efisien
dan strategis. Disamping itu, otonomi daerah juga memberikan ruang terhadap Pemerintah
Daerah untuk menawarkan insentif fiskal untuk proyek investasi strategis seperti
infrastruktur. Namun pada kenyataannya, belum banyak daerah yang mampu melakukan
perimbangan antara hak mengumpulkan PAD dan kewajiban mengalokasikan anggaran
belanja seoptimal mungkin. Hal ini terbukti dari besarnya SILPA yang terjadi di akhir tahun.
Sebagian daerah juga belum mampu mengoptimalkan insentif fiskal untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan terutama pembangunan infrastruktur.
Menimbang pada permasalahan yang ada, perlu dikembangkan alternative pembiayaan dari
sumber lain di luar APBD sesuai regulasi yang berlaku untuk investasi infrastruktur yang
layak secara finansial. Beberapa alternatif adalah penggunaan SILPA, kerjasama dengan
swasta melalui skema PPP dan pinjaman daerah terutama melalui obligasi daerah yang
didukung oleh penerimaan dari proyek infrastruktur yang dibangun.
Sumber
Pembiayaan
Daerah
Penerimaan
APBD/ SILPA
Public
Private
Partnership
Pinjaman
Daerah
Pinjaman
konvesional
Obligasi
Daerah
Proyekberskalakecil, tidak layaksecara
finansial, dan tidak memilikinilai
ekonomispanjang
Proyekyang layaksecarafinansial
Proyekdenganumur
ekonomisjangka
pendek
Proyekdenganumur
ekonomisjangkapanjang
(10 tahun)
Bagan I.3
Persentase PAD terhadap Total APBD
Triwulan III 2012
13
Ke depan, daerah juga dituntut untuk lebih strategis dalam menentukan prioritas alokasi
belanja untuk memacu investasi dalam menghadapi potensi melambatnya ekonomi.
Adapun beberapa tantangan fiskal daerah ke depan adalah sebagai berikut :
Penurunan PAD terutama dari pajak dan restribusi yang bersumber pada kegiatan
ekspor terutama daerah eksportir sumber daya alam, mengingat permintaan yang
melambat dan harga yang menurun. Selain itu terdapat potensi perlambatan
perekonomian secara umum yang juga akan berpengaruh pada PAD.
Tuntutan pembangunan prasarana dan sarana publik untuk mendukung investasi
terkait dengan persaingan di wilayah Asia khususnya Asia Tenggara dalam menarik
investasi menjelang Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) 2015. Perlu disadari bahwa daya
saing negara ASEAN lain juga dipacu untuk semakin baik dalam rangka berkompetisi di
pasar global.
Peningkatan kapasitas fiskal yang diukur dari unsur PAD serta peningkatan baik
kuantitas, kualitas dan realisasi dari belanja modal daerah yang diarahkan untuk
pembangunan infrastruktur.
Peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam optimalisasi fiskal daerah untuk
mendukung pembangunan dan investasi terutama di sektor utama yang dapat
menaikkan daya saing daerah. Dukungan terhadap MP3EI yang terbatas khususnya
untuk pembangunan infrastruktur perlu ditingkatkan dengan melakukan sinergi dan
kerja sama dalam hal pembiayaan proyek infrastruktur serta koordinasi antara KP3EI
dan Tim Kerja Koridor Ekonomi dan Tim Kerja Lintas Sektor di daerah.
Triwulan III 2012
14
Bab II
Perekonomian Kawasan Sumatera
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Sumatera relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dibandingkan triwulan sebelumnya ekonomi Sumatera tumbuh stabil sebesar 5,8% (yoy).
Berdasarkan wilayah, Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) tumbuh meningkat dari triwulan
sebelumnya 6,1% (yoy) menjadi 6,2% (yoy). Peningkatan pertumbuhan didorong oleh
peningkatan pertumbuhan di sektor pertanian seiring dengan puncak panen kelapa sawit
dan juga meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan terkait meningkatnya
permintaan dan juga pasokan bahan baku yang lebih baik. Di sisi lain, Sumatera Bagian
Tengah (Sumbagteng) diestimasikan tumbuh melambat dari semula tumbuh 5,3% (yoy)
menjadi 5,2% (yoy). Perlambatan bersumber dari sektor pertambangan sejalan dengan
volume lifting produksi migas di Riau yang terus mengalami penurunan. Sementara
Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) diestimasikan stabil dengan tumbuh sebesar 6,1%
(yoy). Pertumbuhan didorong oleh sektor pertanian melalui peningkatan produksi kelapa
sawit. Pertumbuhan Sumbagsel harus tertahan akibat melambatnya kinerja sektor
pertambangan, khususnya timah dan batubara dengan semakin melemahnya harga
komoditas tersebut di pasar internasional.
Tabel II.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera
Kawasan 2010 2011
2011 2012
I II III IV I II IIIf
Sumatera 5,6 5,9 6,2 5,9 6,0 6,0 5,9 5,8 5,8
Sumatera Bag. Utara 5,5 6,2 6,5 6,5 6,0 6,3 6,0 6,1 6,2
Sumatera Bag. Tengah 5,4 5,6 5,5 5,4 5,3 5,4 5,6 5,3 5,2
Sumatera Bag. Selatan 5,8 6,3 6,8 6,2 6,9 6,5 6,3 6,1 6,1
Sumber: BPS, diolah f angka perkiraan Bank Indonesia
Di sisi permintaan, konsumsi memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan
ekonomi Sumatera. Pertumbuhan konsumsi khususnya konsumsi rumah tangga pada
triwulan III-2012 diestimasikan tumbuh 5,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 5,3% (yoy). Konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 3,0%, lebih tinggi dibandingkan kontribusi pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,8%. Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah
tangga terjadi seiring tingginya permintaan pada momentum puasa dan perayaan lebaran
serta meningkatnya pendapatan terkait dengan Tunjangan Hari Raya (THR).
yoy
Triwulan III 2012
15
Peningkatan konsumsi rumah tangga terindikasi dari meningkatnya Indeks Keyakinan
Konsumen di semua wilayah di Sumatera. Arah peningkatan juga terlihat pada Indeks
Penghasilan Saat Ini yang mencapai puncaknya pada perayaan lebaran seiring dengan
realisasi penerimaan tambahan pendapatan rumah tangga yang berasal dari Tunjangan Hari
Raya (THR). Tingginya tingkat permintaan turut mendorong meningkatnya impor makanan
dan minuman. Volume impor makanan dan minuman pada triwulan III tumbuh 8,9% (yoy),
meningkat dibandingkan pertumbuhan volume impor pada triwulan sebelumnya yang
tumbuh 4,8% (yoy).
Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi pemerintah masih tertahan. Konsumsi pemerintah
dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh melambat dari semula tumbuh 5,7% (yoy)
menjadi 4,7% (yoy). Perlambatan pertumbuhan salah satunya bersumber dari realisasi
belanja barang dan jasa yang masih rendah. Realisasi belanja secara keseluruhan APBD Se-
Sumatera hingga semester I-2012 masih sangat rendah meskipun telah dilakukan
pemantauan oleh Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA). Kondisi
ini juga terlihat dengan masih besarnya dana Pemerintah Daerah yang disimpan dalam
bentuk giro di Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang mencapai Rp36,2 triliun atau
meningkat 52,8% dibandingkan akhir tahun sebelumnya.
Maraknya pembangunan aset kegiatan usaha dan infrastruktur mendorong
meningkatnya pertumbuhan investasi. Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto)
diestimasikan tumbuh 9,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 8,8% (yoy). Peningkatan investasi didorong oleh upaya pelaku usaha swasta untuk
meningkatkan kapasitas usahanya dalam memenuhi permintaan konsumsi masyarakat yang
tinggi. Selain itu, beberapa pembangunan infrastruktur berlangsung di Sumatera terkait
dengan pembenahan fasilitas pelabuhan, seperti Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara,
Pelabuhan Teluk Bayur di Sumatera Barat dan juga infrastruktur persiapan pelaksanaan
PON 2012 di Riau. Dari sisi pelaku swasta, peningkatan kapasitas usaha di Sumatera terlihat
melalui indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang meningkat dari triwulan
sebelumnya 72,33% menjadi 91,25%. Selain itu, penyaluran kredit investasi oleh bank umum
di Sumatera pada posisi terakhir triwulan III juga mengalami peningkatan sebesar 36,3%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga tumbuh tinggi sebesar
35,2% (yoy).
Kinerja ekspor beberapa komoditas utama masih mengalami tekanan. Posisi terakhir di
triwulan III menunjukkan volume ekspor non-migas Sumatera mengalami penurunan 32,0%
(yoy). Penurunan volume ekspor terjadi pada karet mentah yang menurun 6,9% (yoy),
batubara menurun 10,1% (yoy) dan timah menurun 5,1% (yoy). Penurunan volume ekspor
terjadi pada negara tujuan utama ekspor seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Cina yang juga
mulai terkena imbas gejolak ekonomi global. Namun di sisi lain, volume ekspor minyak
kelapa sawit (CPO) masih menunjukkan peningkatan sebesar 23,4% (yoy) seiring dengan
pasokan produksi yang melimpah pada puncak panen raya kelapa sawit. Dengan tidak
mampu terserap seluruhnya pasokan kelapa sawit oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) domestik,
mendorong peningkatan volume ekspor meskipun harga di pasar dunia masih cenderung
menurun dibandingkan posisi awal tahun.
Triwulan III 2012
16
Tekanan pada ekspor mendorong pengusaha maupun eksportir mulai melakukan
beberapa penyesuaian. Negara produsen utama karet di dunia yang tergabung dalam
International Tripartite Rubber Council (ITRC) antara lain Indonesia, Malaysia dan Thailand
sepakat untuk memangkas ekspor komoditas itu sekitar 300.000 ton. Pembatasan tersebut
tercantum dalam Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) yang berlaku mulai 1 Oktober
2012. Selain itu, berdasarkan survei terhadap kontak liaison ke pelaku perkebunan karet
mengatakan bahwa mereka akan berupaya meningkatkan kualitas bahan baku karet hasil
sadapan untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan produksi. Untuk
kepentingan jangka panjang, beberapa pelaku perkebunan karet mulai melakukan
peremajaan kembali pohon karet seperti di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sumatera
Selatan. Di sisi lain, beberapa pelaku perkebunan kelapa sawit dan juga kopi berupaya
menggarap lebih serius pasar domestik yang permintaannya masih tinggi, sementara untuk
komoditas karet dan batubara mengalihkan pasar negara tujuan ekspor yang potensial
menyerap hasil produksi komoditas tersebut.
Tabel II.2. Pertumbuhan Sisi Permintaan Ekonomi Sumatera
Sumber: BPS di Sumatera (diolah) dan Prakiraan KPwBI di Sumatera
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh sektor industri pengolahan
dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh meningkat. Sektor industri
pengolahan diestimasikan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 3,0%
(yoy) menjadi 3,9% (yoy). Peningkatan pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kapasitas
produksi untuk merespon tingginya tingkat permintaan pada bulan puasa dan lebaran,
khususnya pada industri makanan dan minuman. Peningkatan juga terjadi pada industri
pengolahan kelapa sawit seiring dengan banyaknya pasokan bahan baku kelapa sawit pada
puncak panen. Selain itu, pengembangan infrastruktur pelabuhan, salah satunya di
Pelabuhan Belawan- Sumut, turut mendukung kelancaran pasokan bahan baku baik yang
berasal dari pasokan antar daerah maupun impor.
1 2 3 4 1 2 3*
Konsumsi Rumah Tangga 6.4 5.7 5.4 4.7 5.5 5.3 5.3 5.6
Konsumsi Pemerintah 7.0 10.4 7.3 6.1 7.6 4.8 5.7 4.7
Investasi (PMTB) 8.7 10.0 9.4 8.7 9.2 8.7 8.8 9.0
Ekspor 13.5 13.8 9.9 6.2 10.7 4.5 1.6 4.4
Dikurangi Impor 15.7 20.0 15.3 15.4 16.6 9.8 6.0 6.1
PDRB 6.0 6.2 5.9 5.9 6.0 5.9 5.8 5.8
Konsumsi (sisi kanan) 6.7 6.6 5.7 4.9 6.0 5.2 5.3 5.5
Investasi 1.9 9.2 13.3 28.3 12.9 19.2 18.8 10.8
Net Ekspor (Impor) 8.5 0.7 -2.6 -15.8 -2.5 -8.3 -9.5 -0.4
Konsumsi Rumah Tangga 3.4 3.0 2.8 2.5 2.9 2.8 2.8 3.0
Konsumsi Pemerintah 0.7 1.1 0.8 0.7 0.8 0.5 0.6 0.5
Investasi (PMTB) 2.0 2.3 2.1 2.0 2.1 2.0 2.1 2.1
Ekspor 7.2 7.6 5.3 3.3 5.8 2.4 0.8 2.3
Dikurangi Impor -5.4 -6.9 -5.5 -5.8 -5.9 -3.7 -2.3 -2.4
PDRB 6.0 6.2 5.9 5.9 6.0 5.9 5.8 5.8
Konsumsi 4.3 4.2 3.6 3.2 3.8 3.3 3.4 3.5
Investasi 0.4 1.9 2.9 6.3 2.7 4.4 4.3 2.4
Net Ekspor (Impor) 1.3 0.1 -0.4 -2.0 -0.4 -1.1 -1.3 0.0
yoy
(%)
shar
e, y
oy (%
)
2011Jenis Penggunaan 2011
2012
Triwulan III 2012
17
Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) tumbuh meningkat sejalan dengan
peningkatan produksi sektor industri pengolahan dan peningkatan permintaan
konsumsi. Sektor PHR diestimasikan tumbuh meningkat dari semula 9,0% (yoy) menjadi
9,2% (yoy). Sektor PHR memberikan kontribusi pertumbuhan terbesar yakni mencapai 1,6%.
Meningkatnya aktivitas ekonomi terkait lebaran serta optimisme konsumen yang meningkat
mendorong sektor PHR tumbuh cukup tinggi. Perdagangan antar daerah semakin bergairah
terlihat dengan maraknya aktivitas bongkar muat melalui beberapa pelabuhan di Sumatera.
Selain itu, arus penumpang terkait perayaan lebaran melalui pelabuhan udara di beberapa
daerah di Sumatera khususnya pada seminggu sebelum dan sesudah lebaran menunjukkan
peningkatan dibandingkan tahun lalu. Hal ini turut berdampak positif pada subsektor lain
seperti kegiatan usaha hotel dan restoran.
Perkembangan sektor pertanian dan sektor pertambangan yang melambat menahan
kinerja pertumbuhan ekonomi Sumatera untuk tumbuh lebih tinggi. Sektor pertanian
diestimasikan tumbuh 4,5%, relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 4,6% (yoy). Produksi karet lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya seiring
masuknya musim gugur daun pohon karet. Harga karet di pasar dunia yang masih dalam
trend penurunan juga turut mengurangi insentif petani karet untuk meningkatkan
produksinya. Harga karet pada posisi terakhir September berada pada level USD314,2
sen/kg atau terkoreksi sebesar 33% dibandingkan tahun lalu. Penurunan produksi karet
sudah terlihat di wilayah Sumbagsel, di mana pada sepanjang Juli-Agustus mengalami
penurunan sebesar 20,6%, dari 82,9 ribu ton menjadi 66,2 ribu ton. Kondisi ini berdampak
pada pendapatan petani perkebunan, terlihat pada trend Indeks Nilai Tukar Petani (NTP)
yang turun lebih melandai dibandingkan Indeks NTP secara umum.
Grafik II.1
Perkembangan Produksi Karet di
Sumatera Bagian Selatan
Grafik II.2
Perkembangan Harga Karet Domestik (Bokar)
dan Harga Karet Internasional
Pertumbuhan sektor pertambangan pada triwulan III diestimasikan hanya tumbuh 0,4%
(yoy), melanjutkan stagnasi pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang juga hanya
tumbuh 0,7% (yoy). Kondisi ini terutama dipengaruhi volume lifting produksi minyak
bumi, khususnya di Riau, yang terus mengalami penurunan seiring dengan usia sumur
yang semakin tua, dan belum digunakannya teknologi lebih moderen untuk meningkatkan
produksi. Meskipun telah dimulai eksplorasi blok migas baru di Kep. Riau, namun belum
memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan produksi migas.
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2011 2012
Ton
0
100
200
300
400
500
600
700
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011 2012
US
D c
en
t/k
g
Rp
/kg
Bokar (Karet Domestik) (LHS)
Karet Dunia (RHS)
Triwulan III 2012
18
Tekanan pada sektor pertambangan semakin bertambah dengan kondisi pertambangan
timah yang melesu terkait terus menurunnya harga di pasar internasional. Posisi terakhir
di triwulan III, rata-rata harga timah di London Mercantile Exchange (LME) berada pada
level USD19.294/MT atau terkoreksi 21,9% dibandingan tahun lalu. Berdasarkan informasi
kontak liaison, di Sumabgsel beberapa pabrik peleburan timah (Smelter) sebagian besar
tutup mengingat harga jual tidak cukup untuk menutupi biaya produksi. Data produksi PT
Timah pada periode Juli-Agustus menunjukkan produksi bijih timah dan logam timah
masing-masing mengalami penurunan sebesar 16,7% dan 20,6% dibandingkan posisi yang
sama tahun lalu.
Kinerja pertambangan batubara belum menunjukkan peningkatan. Hal ini seiring dengan
perkembangan harga batubara di pasar internasional yang menurun 23,5% dibandingkan
posisi yang sama tahun lalu menjadi USD61,2/MT. Untuk meningkatkan marjin keuntungan
ekspor batubara, dalam jangka menengah sejumlah pelaku usaha (PT Bukit Asam) akan
melakukan efisiensi biaya operasional dengan mengoperasikan secara penuh pembangkit
listrik berkekuatan 3x10 MW mulai pertengahan triwulan III-2012.
Grafik II.3
Perkembangan Produksi Timah di
Sumatera Bagian Selatan
Grafik II.4
Perkembangan Volume Lifting Migas di
Sumatera Bagian Tengah
Di sisi produksi, sektor pertanian diperkirakan masih mencatat pertumbuhan didukung
kondisi iklim. Hal ini dipengaruhi terutama oleh kinerja produksi beberapa komoditas
utama di sektor pertanian yang cenderung meningkat, didukung oleh kondisi iklim yang
relatif lebih baik. Di sisi lain, sektor industri – terutama industri berbasis sumber daya alam
- diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cenderung melambat terkait dengan
penurunan harga di pasar global. Di samping itu, beberapa permasalahan terkait dengan
keterbatasnya pasokan gas untuk industri yang terjadi di Sumut dan menurunnya kinerja
industri perkapalan di Kepulauan Riau turut berpengaruh pada melemahnya kinerja
industri Sumatera secara keseluruhan.
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2011 2012
Produksi Bijih Timah (ton)
Logam Timah (Mton)
300,00
320,00
340,00
360,00
380,00
400,00
420,00
440,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012
rib
u b
are
l/h
ari
Triwulan III 2012
19
B. INFLASI
Inflasi tahunan Sumatera pada triwulan III-2012 melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya dari 4,99% (yoy) menjadi 3,38% (yoy), berada dibawah prakiraan
sebelumnya. Pencapaian inflasi ini berada di bawah rata-rata inflasi tahunan dalam tiga
tahun terakhir sebesar 5,24% (yoy) dan dibandingkan inflasi nasional sebesar 4,31% (yoy).
Penurunan inflasi di triwulan III- 2012 utamanya bersumber dari melambatnya inflasi baik
pada kelompok volatile foods (VF), administered prices dan maupun inflasi inti (core).
Berdasarkan wilayah, inflasi yang tertinggi terjadi di Wilayah Sumbagteng sebesar 3,73%
(yoy) dan terendah di Sumbagut sebesar 2,86% (yoy). Sementara berdasarkan provinsi,
inflasi yang tinggi terjadi di Bangka Belitung sebesar 5,83% (yoy) dan terendah di NAD
sebesar 2,06% (yoy). Inflasi yang relatif rendah pada triwulan ini, selain disebabkan oleh
faktor koreksi harga paska lebaran, juga tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan
oleh Tim Pengendalian inflasi (TPID) dalam menjaga kestabilan harga khususnya pada
puasa dan lebaran Idul Fitri, baik berupa kegiatan pemantauan, intervensi harga, langkah
persuasif, maupun penyampaian informasi kepada masyarakat.
Grafik II.5. Perkembangan Inflasi antar Wilayah di Sumatera
C. ASESMEN PERBANKAN
Perkembangan perbankan di Sumatera menunjukkan perkembangan yang positif dengan
meningkatnya pertumbuhan baik aset, kredit maupun Dana Pihak Ketiga (DPK). Aset
bank umum di Sumatera pada posisi terakhir triwulan III-2012 mencapai Rp486,9 triliun
atau tumbuh 18,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya
sebesar 16,4% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset didorong oleh upaya perbankan untuk
ekspansi usahanya mengingat wilayah Sumatera dijadikan fokus pendanaan (financing),
sehingga dibutuhkan perluasan usaha untuk menjangkau berbagai daerah potensial.
Rata-rata inflasi 3 tahun terakhir
Inflasi Tw II-2012Inflasi Tw III-2012
5.35 5.43
2.86
Sumbagut
5.11 5.12
3.73
Sumbagteng
5.30 4.37
3.55
Sumbagsel
5.24 4.99
3.38
Sumatera
Triwulan III 2012
20
Penghimpunan DPK relatif stabil dengan sedikit mengalami peningkatan. Jumlah DPK
yang dihimpun oleh bank umum di wilayah Sumatera pada posisi terakhir di triwulan III
tumbuh 14,8% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 13,6%
(yoy). Peningkatan bersumber dari meningkatnya simpanan pelaku usaha maupun dana
pemerintah daerah dalam bentuk giro dari semula tumbuh 13,6% (yoy) menjadi 14,8% (yoy).
Sementara di sisi lain jumlah tabungan relatif stabil dengan tumbuh 16,9% (yoy). Stabilnya
pertumbuhan tabungan dipicu oleh tingginya kebutuhan konsumsi masyarakat terkait
lebaran sehingga tidak menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Begitupula
dengan jumlah deposito yang tumbuh melambat dari semula 9,6% (yoy) menjadi 8,9% (yoy)
akibat meningkatnya preferensi masyarakat terhadap simpanan jangka pendek mengingat
keperluan pemenuhan konsumsi pada momentum lebaran.
Penyaluran kredit produktif tumbuh meningkat seiring dengan meningkatnya
kebutuhan pembiayaan kegiatan usaha untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
Kredit modal kerja sepanjang triwulan II dan III tumbuh meningkat dari 32,2% (yoy)
menjadi 33,7% (yoy), begitu juga kredit investasi yang meningkat dari 35,2% (yoy) menjadi
36,3% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit produktif tersebut terkait dengan upaya yang
dilakukan oleh pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas produksinya terkait dengan
pemenuhan konsumsi masyarakat yang tinggi. Sementara di sisi lain, kredit konsumsi relatif
tumbuh melambat dari semula 21,2% (yoy) menjadi 19,6% (yoy). Hal ini sejalan dengan
pertumbuhan tabungan yang relatif stabil di mana pemenuhan konsumsi yang tinggi terkait
momentum lebaran sebagian besar dipenuhi dengan mengurangi jumlah tabungan dan juga
melalui tambahan pendapatan melalui tunjangan hari raya.
Grafik II.6
Perkembangan LDR Bank Umum di Sumatera
Grafik II.7
Perkembangan NPL Bank Umum di Sumatera
Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit pada beberapa sektor ekonomi utama
menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Penyaluran kredit di sektor pertanian
dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh meningkat dari 55,3% (yoy) menjadi 58,5%
(yoy). Peningkatan bersumber dari tingginya kebutuhan investasi perkebunan kelapa sawit
dan karet, terutama seiring dengan upaya peremajaan tanaman yang dilakukan untuk
mendukung produksi komoditas utama perkebunan tersebut dalam jangka panjang.
Pertumbuhan kredit di sektor industri pengolahan juga meningkat dari 18,8% (yoy) menjadi
20,6% (yoy) terkait dengan upaya peningkatan kapasitas produksi industri, khususnya
industri makanan dan minuman, serta industri pengolahan kelapa sawit. Sementara itu,
2.59 2.63 2.91
2.14 2.21 2.33 2.34
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
I II III IV I II III*
2011 2012
Pe
rse
n
94.6 95.697.8
102.4 103.3
108.3 109.0
85.0
90.0
95.0
100.0
105.0
110.0
115.0
I II III IV I II III*
2011 2012
Pe
rse
n
Triwulan III 2012
21
penyaluran kredit di sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh meningkat signfikan
dari 36,6% (yoy) menjadi 41,0% (yoy) seiring maraknya aktivitas perdagangan domestik
antar daerah di triwulan III terkait perayaan lebaran.
Derasnya penyaluran kredit mendorong persentase Loan-to-Deposit Ratio (LDR) terus
meningkat melebihi 100%. LDR bank umum di Sumatera pada triwulan III mencapai
109,0%, konsisten berada di atas 100% dan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencapai 108,3%. Dengan kondisi di mana laju peningkatan penyaluran kredit lebih
tinggi dibandingkan penghimpunan DPK-nya menunjukkan karakteristik wilayah Sumatera
yang difokuskan pada penyaluran kredit (financing) dibandingkan sebagai daerah
penyerapan dana masyarakat (funding). Meskipun penyaluran kredit terus meningkat,
namun kualitas kredit tetap terjaga. Non-Performing Loan (NPL) bank umum di Sumatera
pada triwulan III masih pada posisi yang relatif terjaga, yaitu pada level 2,34% atau relatif
stabil dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,33%
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan IV-2012 diperkirakan relatif stabil, yakni
masih akan berada di kisaran 5,8% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
ditopang oleh peningkatan konsumsi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap
tumbuh meningkat seiring dengan masih kuatnya daya beli masyarakat, serta terkait pula
dengan momentum perayaan akhir tahun yang diperkirakan turut mendongkrak
pengeluaran konsumsi masyarakat. Selain itu, pada triwulan IV pertumbuhan juga
didorong oleh realisasi belanja konsumsi pemerintah yang diperkirakan mencapai
puncaknya di akhir tahun, khususnya belanja barang dan jasa. Kinerja net-ekspor
diperkirakan relatif membaik, salah satunya didorong oleh akumulasi stok karet yang
selama ini menumpuk akibat menurunnya harga karet di pasar internasional, kemudian
akan diekspor mengingat jangka penyimpanan karet mentah yang tidak dapat berlangsung
lama. Sementara itu, impor diperkirakan mulai melambat dengan menurunnya permintaan
pupuk impor, dan juga menurunnya impor bahan baku produksi terkait dengan investasi
yang diperkirakan mulai melambat dengan tidak banyaknya realisasi investasi oleh pelaku
swasta di akhir tahun.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2012 diperkirakan sebesar
5,8% (yoy), relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,0% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan terjadi akibat akumulasi dampak pelemahan permintaan dunia
sepanjang 2012 terhadap pertumbuhan ekspor dan sektor industri berbasis ekspor.
Meskipun beberapa sektor pada triwulan III dan IV diperkirakan masih mencatat
pertumbuhan, namun secara keseluruhan tahun, sektor-sektor tersebut mengalami
perlambatan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor pertanian secara umum
diperkirakan melambat sehubungan dengan penurunan produksi akibat kendala cuaca yang
kurang kondusif sepanjang awal tahun. Sektor industri pengolahan secara kumulatif
diperkirakan tumbuh melambat akibat tekanan pada industri berorientasi ekspor seiring
dengan belum pulihnya permintaan dunia. Sektor pertambangan juga tumbuh melambat
Triwulan III 2012
22
dengan cadangan migas yang terus menurun, serta belum adanya penggunaan teknologi
yang lebih moderen dalam menoptimalisasi hasil eksplorasi pada sumur-sumur migas yang
sudah tua. Sementara itu, sektor perdagangan diperkirakan meningkat dengan aktivitas
perdagangan antar daerah yang marak dengan mencapai puncaknya pada triwulan III dan
IV.
Sementara itu, prospek inflasi Sumatera pada triwulan IV-2012 diperkirakan meningkat
dari 3,38% (yoy) di triwulan III menjadi 4,34% (yoy). Tekanan inflasi pada kelompok
volatile food diperkirakan meningkat terkait dengan adanya ancaman kondisi kekeringan dan
masuknya masa paceklik di Jawa sehingga berpotensi mengganggu pasokan bahan
makanan (khususnya cabe dan bawang merah) dan dapat memicu spekulasi harga oleh
pedagang. Di wilayah Sumbagsel, diperkirakan panen beras di Desember akan mundur ke
Januari karena tertundanya musim tanam akibat kondisi kekeringan saat ini.
Triwulan III 2012
23
Bab III
Perekonomian Kawasan Jakarta
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan III 2012 diprakirakan berada di kisaran
6,6% (yoy). Perlambatan ekonomi global terutama di Uni Eropa memberikan dampak yang
cukup signifikan terhadap kinerja ekspor terutama dari sektor manufaktur Jakarta. Namun
di sisi lain, masih kuatnya permintaan domestik diyakini mampu menopang pertumbuhan
ekonomi di tengah ketidakpastian ekonomi global yang diprediksi belum akan selesai dalam
jangka pendek. Selain itu, investasi khususnya dari investasi bangunan diperkirakan juga
akan mampu mengimbangi dampak perlambatan ekspor. Sektor utama Jakarta yaitu sektor
Konstruksi; sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; serta sektor Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan diyakini akan tetap tumbuh dan mendukung perekonomian Jakarta,
walupun di beberapa sektor terjadi perlambatan sebagai dampak dari libur Lebaran 2012.
Kuatnya konsumsi rumah tangga didukung oleh berbagai indikator tingkat keyakinan
konsumen dan ekspektasi masyarakat Jakarta terhadap kondisi ekonomi. Hasil survei
konsumen Bank Indonesia memperlihatkan bahwa baik persepsi terhadap kondisi ekonomi
saat ini maupun keyakinan dan ekspektasi terhadap kondisi perekonomian Jakarta ke depan
mengalami peningkatan. Level indeks dari tiga indikator tersebut terus mengalami
peningkatan semenjak berada di level terendah pada akhir triwulan I -2012. Walaupun
terjadi penurunan ekspor akibat dari faktor eksternal namun pelaku ekonomi secara umum
masih memiliki keyakinan atas kuatnya konsumsi rumah tangga di Jakarta. Hal ini
didukung beberapa indikator tenaga kerja yang juga dalam tren meningkat. Persepsi
masyarakat Jakarta pada ketersediaan lapangan kerja maupun tingkat penghasilan dalam
tren meningkat dan demikian pula halnya dengan ekspektasi terhadap ketersediaan
lapangan kerja dan tingkat penghasilan ke depan. Masih kuatnya konsumsi rumah tangga
juga terlihat dari meningkatnya ketepatan waktu pembelian barang tahan lama (durable
goods) disamping juga peningkatan pembelian properti baik untuk tempat tinggal maupun
investasi. Selain itu, survei penjualan eceran mengkonfirmasi masih kuatnya konsumsi
rumah tangga di Jakarta. Keseluruhan faktor tersebut juga sejalan dengan meningkatnya
ekspektasi kegiatan usaha di Jakarta dan pertumbuhan kredit konsumsi di Jakarta.
Grafik III.1
Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik III.2
Indeks Penghasilan & Lapangan Kerja
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2009 2010 2011 2012
Indeks
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi saat Ini Indeks Ekspektasi Konsumen
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2009 2010 2011 2012
Indeks
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad Indeks Penghasilan saat ini
Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Ekspektasi Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad
Triwulan III 2012
24
Grafik III.3
Indeks Kegiatan Usaha & Konsumsi Barang
Tahan Lama
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2009 2010 2011 2012
Indeks
Ekspektasi Kegiatan Usaha Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
Grafik III.4
Survei Penjualan Eceran
-60
-40
-20
0
20
40
60
0
50
100
150
200
250
300
350
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011 2012
%,yoyindeks
Indeks SPE gIndeks SPE
Realisasi anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di triwulan III 2012
diprakirakan melambat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2011. Potensi
perlambatan realisasi anggaran Pemprov DKI Jakarta terindikasi dari laporan Tim Evaluasi
dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) yang menginformasikan posisi
penyerapan APBD hingga 18 September 2012 baru mencapai 31,02% untuk dana
dekonsentrasi. Secara khusus, penyerapan dana dekonsentrasi di DKI Jakarta merupakan
salah satu yang terendah berdasarkan catatan TEPPA hingga akhir September 2012. Hal ini
akan mempengaruhi realisasi belanja modal yang diperlukan untuk mendukung
pertumbuhan perekonomian Jakarta. Rendahnya penyerapan anggaran di Tw III antara lain
ditengarai sebagai dampak dari proses pergantian kepemimpinan di Pemprov DKI Jakarta.
Proses Pilkada 2 putaran di Tw III dan juga adanya faktor Lebaran berpotensi menurunkan
kinerja realisasi anggaran Pemprov DKI Jakarta. Adapun data hingga triwulan II masih
menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan adanya peningkatan dibandingkan periode
yang sama di 2011.
Grafik III.5
Realisasi Anggaran Pemerintah
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
Persentase Realisasi PAD (rhs)
Persentase Realisasi Belanja Modal (rhs)
Persentase Realisasi Total Belanja (rhs)
Grafik III.6
Pertumbuhan Konsumsi Semen & Produksi
Kendaraan Bermotor
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2009 2010 2011 2012
%, yoy
gProduksi Kendaraan g.Kons Semen Jkt
Triwulan III 2012
25
Grafik III.7
Pertumbuhan Investasi
0
10
20
30
40
50
60
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010
Milyar USD
Realisasi FDI Realisasi Investasi Domestik gKredit Investasi (rhs)
Grafik III.8
Perkembangan Properti
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
70%
75%
80%
85%
90%
95%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2008 2009 2010 2011 2012
gStok Kantor Sewa gStok Ritel Sewa Okupansi Kantor Sewa
Okupansi Ritel Sewa Okupansi Apartemen sewa
Investasi di DKI Jakarta diprakirakan tetap tumbuh meningkat di Tw III 2012 sejalan
dengan mengalirnya dana investasi asing dan masih kuatnya permintaan domestik.
Investasi bangunan diyakini masih cukup kuat walaupun telah ada kebijakan terkait down
payment dan loan to value ratio (LTV) untuk menjaga pasar properti dari risiko bubble.
Kebijakan Bank Indonesia tersebut belum terlalu terlihat dampaknya dan diprakirakan akan
mempengaruhi pasar properti hunian kelas atas dan terutama investor. Namun demikian
untuk properti komersial yaitu ruang ritel dan perkantoran, permintaan tetap kuat sehingga
kenaikan harganya cenderung tinggi karena stoknya relatif terbatas khususnya untuk
daerah utama bisnis. Masih tingginya investasi bangunan juga terlihat dari konsumsi semen
yang naik cukup tajam setelah melewati masa libur Lebaran. Sedangkan investasi non
bangunan yang juga diprakirakan dalam tren meningkat adalah di sektor transportasi dan
komunikasi, perdagangan dan jasa sejalan dengan masih kuatnya perekonomian terutama
konsumsi domestik.
Grafik III.9
Nilai Ekspor dan Impor Jakarta
(60.000)
(40.000)
(20.000)
-
20.000
40.000
60.000
2010 2011 2012
juta USD
JAKARTA
(60.000)
(40.000)
(20.000)
-
20.000
40.000
60.000
2010 2011 2012
juta USD
JAWA
Grafik III.10
Arus Bongkar Muat Barang Tg. Priok
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
12345678910111212345678910111212345678910111212345678910111212345678
2008 2009 2010 2011 2012
%,yoy CMA g.Bongkar g.Muat
Di Triwulan III 2012, ekspor non migas Jakarta semakin menunjukkan perlambatan yang
cukup signifikan seiring dengan penurunan permintaan global. Penurunan permintaan
akibat ketidakpastian ekonomi di negara maju telah berdampak pada kinerja negara Asia
terutama China dan India yang merupakan salah satu mitra dagang terbesar produk Jakarta.
Walaupun telah ada upaya mengalihkan ekspor ke Afrika dan Timur Tengah, namun nilai
Triwulan III 2012
26
ekspor khususnya ekspor manufaktur Jakarta tetap menunjukkan indikasi kuat adanya
penurunan yang cukup signifikan. Nilai ekspor non migas melalui DKI Jakarta pada bulan
Agustus 2012 menurun 17,13 persen (mtm) dan bila dibandingkan dengan nilai ekspor pada
perode yang sama tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 14,61 persen. Sedangkan nilai
ekspor produk Jakarta menurun 22,89 persen (mtm) dan lebih rendah 27,17 persen
dibandingkan nilai ekspor pada periode yang sama di 2011. Penurunan ekspor manufaktur
Jakarta terutama pada produk kendaraan dan bagiannya, mesin dan peralatan listrik.
Penurunan ekspor juga terindikasi dari data arus bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok
yang terus menurun.
Di tengah semakin menurunnya ekspor yang cukup tajam di Agustus 2012, impor melalui
Jakarta juga mengalami koreksi. Volume impor bahan baku, barang modal dan barang
konsumsi melambat sepanjang Tw III. Penurunan impor bahan baku dan barang modal
memberikan indikasi adanya rasionalisasi pelaku ekonomi dalam mengantisipasi
melemahnya permintaan ekspor. Hal ini terlihat dari jenis impor yang menurun tajam
adalah impor kendaraan dan bagiannya, mesin dan peralatan listrik serta besi dan baja.
Walaupun secara nilai, impor melalui DKI Jakarta pada bulan Agustus 2012 menurun
27,14% (mtm) atau 11,69% (yoy), masih terjadi defisit perdagangan di Jakarta mengingat
penurunan nilai ekspor yang jauh lebih dalam. Impor bahan baku terutama dari produk
kendaraan dan bagiannya (spare parts), bahan kimia, besi dan baja serta barang plastik.
Sektor konstruksi Jakarta diprakirakan tumbuh meningkat seiring dengah masih
tingginya permintaan pasar properti. Pembangunan fisik konstruksi di Jakarta pada Tw III
didominasi oleh proyek komersial yang didorong oleh tingginya permintaan terutama
ruang ritel dan kantor sewa serta hunian kelas menengah. Tingginya permintaan disebabkan
oleh terjaganya kondisi perekonomian dan lapangan pekerjaan di Jakarta yang mampu
meningkatkan daya beli masyarakat untuk melakukan pembelian properti baik di pasar
primer maupun sekunder. Ekspansi korporasi baik perusahaan domestik maupun asing
juga menjadi faktor pendorong tingginya permintaan terutama ruang perkantoran dan
hunian apartemen. Dengan semakin tingginya permintaan pada properti komersial, harga
I II IIIP IVP
Pertanian 0.3 1.7 0.8 0.5 0.9 -1.1 1.0 0.5
Pertambangan dan penggalian -4.3 1.5 8.6 -1.1 -1.1 1.9 0.4 0.0
Industri pengolahan 0.1 3.6 2.4 1.5 4.0 4.0 4.1 3.4
Listrik gas dan air bersih 4.6 5.6 4 3.8 3.8 5.1 5.4 4.5
Konstruksi 6.2 7.1 7.9 6.2 6.2 6.3 7.4 6.8
Perdagangan, hotel dan restoran 4.0 7.3 7.4 7.0 7.2 6.9 6.6 7.0
Pengangkutan dan komunikasi 15.6 14.8 13.9 13.7 12.5 13.0 13.4 13.1
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 4.0 4.2 5 5.1 5.3 5.1 5.3 5.2
Jasa - jasa 6.5 6.6 6.9 7.8 7.8 6.6 6.3 7.2
JAKARTA 5.0 6.5 6.7 6.4 6.7 6.6 6.6 6.6
Sumber: BPS (diolah)P Angka perkiraan Bank Indonesia
20122012P2011Wilayah/Kawasan 2009 2010
Triwulan III 2012
27
sewa maupun jual juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kondisi ini pada
akhirnya memicu pengembang untuk terus mengembangkan berbagai proyek properti baru.
Adapun dampak dari semakin maraknya pengembangan proyek properti komersial adalah
semakin membumbungnya nilai tanah di Jakarta dan utilisasi infrastruktur diatas kapasitas
terpasangnya. Selain dua proyek jalan layang non tol Antarsari dan Casablanca yang sedang
diselesaikan, pembangunan fisik proyek-proyek infrastruktur yang telah direncanakan
belum seluruhnya dimulai di triwulan berjalan.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran diprediksi akan tumbuh melambat terkait
dengan menurunnya kinerja subsektor pariwisata di triwulan III 2012. Pertumbuhan
subsektor perdagangan masih terjaga didukung oleh kuatnya konsumsi domestik dan tetap
positifnya ekspektasi kegiatan usaha. Selain itu aktivitas kegiatan perdagangan juga
meningkat kuat pada masa bulan puasa dan menjelang Lebaran sesuai pola musimannya.
Namun demikian, di subsektor pariwisata yang memiliki keterkaitan dengan tingkat
pendapatan hotel dan restoran diprediksi melambat terkait dengan menurunnya jumlah
kunjungan di masa libur Lebaran dimana aktivitas perekonomian tidak berjalan secara
optimal dan penyelenggaraan berbagai event di Jakarta juga sangat terbatas. Berdasarkan
data BPS, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Jakarta melalui 3 pintu masuk
(Soekarno–Hatta, Tanjung Priok, dan Halim Perdanakusumah) pada bulan Agustus 2012
menurun sebesar 26,16%(mtm) atau lebih rendah 1,86% (yoy).
Sektor Industri diprakirakan akan tumbuh stabil sejalan dengan terjaganya kondisi
penyerapan domestik. Walaupun terjadi perlemahan ekspor yang cukup tajam di Tw III
2012, namun kinerja sektor industri di Jakarta yang ditopang oleh ekspor kendaraan
bermotor, mesin dan peralatan listrik diyakini dapat dijaga dengan masih kuatnya
penyerapan domestik dan potensi diversifikasi pasar ekspor. Beberapa insiatif telah
dilakukan secara simultan oleh instansi Pemprov DKI Jakarta seperti Dinas UMKM dan
Perdagangan serta Badan Penanaman Modal dan Promosi untuk memperkenalkan produk
Jakarta baik ke pasar luar negeri maupun dalam negeri.
B. INFLASI
Inflasi Jakarta pada triwulan III 2012 dalam tren meningkat dipicu oleh kenaikan harga
beberapa komoditas pangan, jasa angkutan dan emas perhiasan. Peningkatan inflasi di
triwulan berjalan terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan pangan pada masa puasa
dan perayaan Lebaran di Jakarta. Selain itu, sesuai pola musimannya, tarif jasa angkutan
antar kota mengalami kenaikan pada periode mudik Lebaran. Namun demikian, tingkat
inflasi selama masa puasa dan Lebaran di Jakarta masih lebih rendah dibandingkan periode
yang sama di 2011. Hal tersebut dipengaruhi oleh inflasi dari kelompok inti yang
menunjukkan tren penurunan walaupun terjadi kenaikan harga emas perhiasan yang cukup
signifikan sebagai dampak eksternal. Demikian juga dengan inflasi kelompok administered
prices yang mengalami tekanan terkait dengan kenaikan beberapa tarif jasa angkutan, bahan
bakar bensin non subsidi dan tarif cukai rokok.
Triwulan III 2012
28
Peningkatan inflasi dari kelompok volatile foods terutama dipicu oleh kenaikan harga
yang cukup signifikan pada komoditas daging sapi dan kenaikan harga kedelai di tingkat
global menjelang Lebaran di bulan Agustus 2012. Kebutuhan atas bahan pangan terutama
daging di Jakarta pada masa puasa dan menjelang Lebaran telah memicu kenaikan harga
yang jauh lebih tinggi dibandingkan periode puasa dan Lebaran di 2011. Terbatasnya kuota
impor dan pasokan daging yang dikuasai oleh PD Dharma Jaya (BUMD Provinsi DKI
Jakarta) serta kebutuhan industri merupakan faktor penyebab kenaikan harga daging
terutama daging sapi. Hingga dua minggu setelah Lebaran, harga daging sapi masih dalam
level yang cukup tinggi. Selain itu pada periode Lebaran 2012 juga terjadi kenaikan harga
kedelai sebagai dampak global yang berpengaruh pada harga tempe dan tahu di Jakarta.
Adapun harga beras dapat dijaga relatif stabil di bulan Agustus dan September didukung
oleh pasokan yang memadai.
Tekanan inflasi inti Jakarta terutama berasal dari kenaikan harga emas perhiasan.
Kenaikan harga emas di bulan September merupakan yang tertinggi sepanjang 6 bulan
terakhir. Kenaikan yang sangat signifikan tersebut merupakan dampak dari faktor global
terutama adanya kebijakan Quantitative Easing (QE) III The Fed. Emas menjadi komoditas
yang kembali diburu sebagai safe haven bagi investor yang mengkuatirkan pemulihan
ekonomi di negara-negara maju. Peningkatan pembelian emas sebagai investasi juga
diprakirakan meningkat mengingat penurunan harga emas yang cukup tajam terjadi pada
periode sebelum Lebaran.
Grafik III.11
Inflasi Kawasan Jakarta Grafik III.12
Ekspektasi Perubahan Harga
(8.00)
(3.00)
2.00
7.00
12.00
17.00
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2009 2010 2011 2012
%,yoy
Inflasi IHK Core
Adm Price Volatile Foods
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)
100
120
140
160
180
200
220
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2009 2010 2011 2012
Indeks
Konsumen Perubahan harga umum 3 bulan yad
Konsumen Perubahan harga umum 6 bulan yad
C. ASESMEN PERBANKAN
Berdasarkan data terkini (hingga Agustus 2012), kondisi perbankan Jakarta pada triwulan
laporan menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Fungsi
intermediasi perbankan yang tercermin pada penyaluran kredit perbankan mengalami
penurunan sejalan dengan perlambatan ekonomi. Pada Juli 2012, pertumbuhan kredit
mencapai sekitar 28%(yoy) dan pada Agustus turun menjadi 24,2%(yoy). Penurunan kredit
terutama terjadi pada kredit modal kerja yang diperuntukkan untuk kegiatan produksi
dengan orientasi ekspor. Berdasarkan penggunaannya, kredit modal kerja melambat dari
Triwulan III 2012
29
sekitar 20%(yoy) di Juli menjadi 14,9%(yoy) di Agustus. Kredit investasi juga melambat dari
14,8%(yoy) di Juli menjadi 13,8%(yoy) di Agustus. Pertumbuhan investasi yang didanai
dengan kredit terutama untuk kegiatan investasi yang berorientasi pada pasar domestik
yang masih cukup kuat. Sementara itu, kredit konsumsi mengalami kenaikan dari 5,1%(yoy)
di Juli menjadi 6,2%(yoy) di Agustus. Hal tersebut juga memberikan indikasi masih kuatnya
konsumsi rumah tangga di Jakarta. Berdasarkan sektoralnya, kredit sektor konstruksi tetap
mengalami pertumbuhan sebesar 17,8% (yoy) di Agustus 2012 yang disebabkan oleh masih
kuatnya permintaan properti di Jakarta. Sedangkan kredit sektor utama Jakarta yaitu sektor
industri manufaktur, perdagangan, transportasi dan komunikasi mengalami penurunan di
Tw III 2012 yang merupakan gambaran dari Perekonomian Jakarta yang diprakirakan
mengalami perlambatan. Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami peningkatan dibandingkan
periode sebelumnya walaupun secara persentase cukup kecil. Hingga Agustus 2012, DPK
perbankan Jakarta mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 0,5% (yoy). Adapun
rasio kredit bermasalah mengalami penurunan menjadi sebesar 1,92% di Agustus 2012 yang
menunjukkan belum adanya dampak perlambatan ekonomi terhadap tingkat pengembalian
kredit di Jakarta.
Grafik III.13
Perkembangan Penggunaan Kredit Kawasan
Jakarta
Grafik III.14
Perkembangan Kredit Sektor Utama Kawasan
Jakarta
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2009 2010 2011 2012
Kredit Konsumsi Kredit Investasi Kredit Modal Kerja
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 910 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 910 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8
2009 2010 2011 2012
Kredit Industri Manufaktur Kredit Konstruksi
Kredit Perdagangan Kredit Transportasi & Komunikasi
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Prospek perekonomian Jakarta di triwulan IV 2012 diperkirakan relatif stabil di kisaran
6,6% (yoy). Kinerja ekspor Jakarta diperkirakan masih belum akan pulih dalam jangka
pendek mengingat ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut hingga 2013
sesuai proyeksi beberapa lembaga internasional. Namun yang perlu lebih diwaspadai
adalah perlambatan ekonomi dari mitra dagang di Asia terutama China. Perlemahan
ekonomi China diyakini akan terus berlangsung hingga akhir 2012 dimana pada triwulan II
2012, pertumbuhan GDP China hanya mencapai 7,6%. Sementara itu perekonomian
Singapura yang merupakan salah satu mitra dagang utama dan investor terbesar juga
mengalami kontraksi sebesar 1,5% di triwulan III 2012 berdasarkan data yang baru dirilis.
Menurunnya permintaan akibat melambatnya ekonomi di negara emerging market lainnya
turut memberikan dampak pada kinerja sektor manufaktur Jakarta yang berorientasi pada
ekspor. Investasi memegang peran penting ke depan untuk mengkompensasi dampak
Triwulan III 2012
30
perlambatan ekspor. Perlu adanya upaya untuk mendorong investasi di sektor infrastruktur
dan industri berbasis teknologi untuk mengoptimalkan kualitas tenaga kerja yang lebih baik
di Jakarta. Dalam kaitan itu diharapkan adanya peningkatan sinergi antara
Kementerian/Lembaga (K/L) terkait dan Pemprov DKI Jakarta dalam menyelesaikan
permasalahan investasi infrastruktur di Jakarta. Konsumsi domestik diprediksi masih
berpotensi untuk tumbuh lebih tinggi sejalan dengan terjaganya kondisi makro ekonomi,
ketersediaan lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan. Keyakinan dan ekspektasi
masyarakat Jakarta terhadap perekonomian secara umum masih cukup kuat di tengah
ketidakpastian ekonomi global. Konsumsi pemerintah diprakirakan akan tumbuh
meningkat di triwulan IV 2012 dengan adanya komitmen penyerapan anggaran yang
optimal di DKI Jakarta.
Di sisi sektoral, pertumbuhan sektor non tradable Jakarta diprakirakan akan tetap kuat di
triwulan IV 2012 khususnya di sektor Konstruksi, sektor Pengangkutan dan Komunikasi
dan sektor Jasa Keuangan. Tingginya permintaan terutama untuk properti hunian
komersial (apartemen sewa) dipicu oleh terbatasnya pasokan dan semakin besarnya minat
untuk tinggal di bangunan apartemen di pusat kota untuk menghindari kemacetan. Harga
sewa apartemen khususnya di daerah segitiga emas Jakarta meningkat cukup tajam. Selain
itu, investasi di properti juga memiliki imbal balik yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan investasi lainnya. Selain pendapatan sewa, investor juga mengharapkan adanya
kenaikan nilai properti terkait dengan semakin tingginya nilai lahan di pusat kota Jakarta.
Investor baik asing maupun domestik juga melihat prospek yang cukup besar dari bisnis
perkantoran sewa dan strata title serta ruang ritel komersial. Hal ini didukung oleh masih
tingginya aktivitas perdagangan dan jasa sejalan dengan terjaganya konsumsi domestik.
Dengan adanya peningkatan kegiatan perdagangan dan investasi baik dari sumber
domestik maupun asing, diyakini sektor jasa terutama jasa keuangan akan tumbuh
meningkat sejalan dengan meningkatnya aliran modal masuk portofolio. Makin
bergairahnya pasar keuangan terlihat dari peningkatan kapitalisasi di pasar modal serta
IHSG yang telah berada di atas level 4000. Prospek pasar modal ke depan masih positif
seiring dengan terjaganya fundamental perekonomian akan semakin menarik aliran dana
terutama dari sumber asing.
Perkembangan inflasi pada triwulan IV 2012 diperkirakan masih terkendali walaupun
beberapa risiko perlu tetap dicermati. Terjaganya inflasi didukung ketersediaan pasokan,
kembalinya permintaan pada level yang normal paska Lebaran dan berakhirnya musim
kemarau di beberapa daerah sentra produksi, serta pengaruh dari perkembangan harga
global yang cenderung menurun. Karakteristik Jakarta sebagai daerah konsumen yang
mengandalkan pasokan dari luar daerah Jakarta menyebabkan inflasi Jakarta sangat
dipengaruhi oleh kelancaran pasokan dan distribusi berbagai bahan kebutuhan pokok.
Perkembangan pergerakan inflasi Jakarta yang dalam beberapa waktu terakhir cenderung
mengalami tren yang meningkat perlu menjadi perhatian. Hal ini karena besarnya bobot
kota Jakarta dalam pembentukan basket inflasi IHK secara nasional maka upaya lanjutan
untuk menjaga tetap rendahnya inflasi di Jakarta menjadi penting dalam mendukung
pencapaian sasaran inflasi nasional.
Triwulan III 2012
31
Triwulan III 2012
32
Bab IV
Perekonomian Kawasan Jawa
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa diperkirakan mengalami peningkatan dari 6,57%
(yoy) menjadi 6,75%. Tibanya tahun ajaran baru, bulan puasa dan Lebaran pada triwulan
yang sama menjadi pemicu penggerak perekonomian pada periode laporan. Masih
berlanjutnya krisis Eropa turut berpengaruh pada transaksi perdagangan luar negeri
Kawasan Jawa, dengan melemahnya nilai ekspor ke kawasan ASEAN. Berdasarkan wilayah,
peningkatan pertumbuhan tersebut terjadi diketiga wilayah, dengan kenaikan tertinggi
secara berurutan pada wilayah Jawa Bagian Barat, Jawa Bagian Timur dan Jawa Bagian
Tengah. Pada triwulan III-2012, pertumbuhan ekonomi di tiga kawasan tersebut masing-
masing diperkirakan sebesar 6,43% (yoy), 7,34% (yoy) dan 6,41% (yoy).
Dari sisi permintaan, penggerak kegiatan perekonomian utamanya berasal dari konsumsi
rumah tangga seiring meningkatnya kegiatan belanja masyarakat pada saat Tahun Ajaran
Baru, bulan Puasa dan Lebaran. Sebaran periode konsumsi dilakukan pada bulan Juli dan
Agustus, sesuai dengan momentumnya masing-masing. bertambahkanya jumlah rumah
tangga ekonomi kelas menengah menjadi target pasar banyak produsen dunia. Didukung
adanya inisiatif pemerintah pusat dan daerah dalam memperbaiki layanan perijinan,
mendorong peningkatan investasi di berbagai daerah di Kawasan Jawa. Respon ini tidak
hanya berasal dari pelaku usaha luar negeri namun juga dalam negeri, seiring semakin
banyaknya jumlah perusahaan konglomerasi domestik. Dari sisi penawaran, sektor industri
pengolahan merespon lonjakan permintaan dengan meningkatkan kapasitas produksinya
sejak awal triwulan. Selanjutnya, sebagai sektor hilir dari produk industri pengolahan,
transaksi sub sektor perdagangan besar tercatat meningkat signifikan. Penjualan tertinggi
didominasi oleh penjualan produk tekstil, alas kaki dan makanan minuman olahan, sesuai
dengan kebutuhan utama kelompok rumah tangga saat itu. Selain itu, tibanya musim panen
beberapa komoditas pada bulan Juli dan Agustus turut mendorong kinerja sektor pertanian
pada periode laporan.
Tingkat pendapatan masyarakat domestik yang terus membaik turut mempengaruhi daya
beli kelompok rumah tangga, sehingga pada akhirnya mendorong Konsumsi Rumah
Tangga yang diperkirakan meningkat dari 5,16% (yoy) menjadi 6,22%. Selain itu,
momentum tahun ajaran baru, bulan puasa dan lebaran turut menjadi pemicu
meningkatnya kebutuhan masyarakat pada periode laporan, sehingga diperkirakan puncak
konsumsi rumah tangga terjadi pada triwulan ini. Dari sisi pembiayaan, diperoleh informasi
bahwa pencairan gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilakukan pada bulan Juli dan
Agustus. Ditambah dengan insentif umum pada saat Lebaran berupa Tunjangan Hari Raya
(THR) semakin meningkatkan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Indikator pembiayaan perbankan pun mengindikasikan hal serupa dengan meningkatnya
penyaluran kredit konsumsi dari 22,15% (yoy) menjadi 22,52%.
Triwulan III 2012
33
Meningkatnya realisasi proyek pemerintah di bidang infrastruktur turut mempengaruhi
kinerja belanja pemerintah yang mengalami peningkatan dari 4,96% (yoy) menjadi 7,17%.
Dalam hal pembangunan infrastruktur, salah satu program Pemerintah Provinsi di Kawasan
Jawa adalah pembiayaan kepada kota/kabupaten sebesar Rp1 miliar per kecamatan untuk
pembangunan infrastruktur melalui program PNPM Mandiri. Selain itu, belanja untuk
hibah dan bansos pun mengalami peningkatan. Anggaran belanja modal pemerintah
daerah pada umumnya dialokasikan untuk investasi dan pembelian peralatan/mesin,
pembangunan jalan, irigasi dan jaringan serta bangunan/gedung. Nilainya pada tahun 2012
mengalami peningkatan, namun berdasarkan proporsinya, alokasi anggaran belanja modal
menunjukkan tren menurun dari tahun ke tahun. Realisasi belanja modal pemerintah daerah
tertinggi dilakukan untuk investasi peralatan dan mesin sebesar 33%, pembangunan jalan,
irigasi dan jaringan (29%) serta pembangunan gedung dan bangunan sebesar 27%
Kegiatan investasi sektor swasta masih menunjukkan peningkatan, yaitu diperkirakan
tumbuh sebesar 9,71% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II
2012 sebesar 9,20% (yoy). Berdasarkan data yang dihimpun di masing-masing wilayah, nilai
realisasi investasi pada Kawasan Jawa hingga semester I-2012 telah mencapai Rp. 184,42
triliun atau 62,92% dari total target sebesar Rp. 293,12 triliun. Untuk investasi PMA
terealisasi sejumlah US$ 4,83 milyar (65% dari investasi 2011) dan PMDN sebesar Rp.
164,38 triliun (59% dari investasi 2011). Hasil liaison mengindikasikan adanya penambahan
investasi sektor swasta yang terdiri dari :
a. Pembangunan gedung, perluasan area usaha, serta penambahan fasilitas pada sektor
Perdagangan, Hotel & Restoran subsektor Perdagangan Besar & Eceran dan
subsektor Hotel; sektor Industri Pengolahan subsektor Tekstil, Barang kulit & Alas
kaki; serta sektor Jasa-jasa;
b. Pengadaan mesin untuk menunjang operasional dan inovasi produk di sektor
Industri Pengolahan subsektor Tekstil, Barang kulit & Alas kaki; subsektor Makanan,
Minuman & Tembakau; dan subsektor Kimia & Barang dari karet;
c. Investasi untuk mendukung program pemasaran, revitalisasi aset, dan
keandalanjaringan pada subsektor Listrik;
d. Investasi armada transportasi pada subsektor Pengangkutan; dan
e. Investasi pembelian ternak sapi maupun bibit ayam/ DOC (Day Old Chicken) pada
subsektor Peternakan & hasilnya.
f. Industri Karet di wilayah Banten membangun pabrik untuk penambahan kapasitas
produksi ban jenis kendaraan truk dan bus dengan target kapasitas terpasar sekita
1.500 – 2.000 unit ban per hari. Total belanja modalnya diperkirakan mencapai USD
150 juta hingga tiga tahun mendatang.
Triwulan III 2012
34
Grafik 1.5.
Realisasi Investasi Kawasan Jawa
Sumber: BKPM, diolah
Masih berlanjutnya krisis Eropa berdampak pada pelemahan ekonomi di kawasan Asia.
Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi kinerja perdagangan kawasan Jawa dengan Eropa
namun juga dengan Cina dan negara ASEAN. Namun demikian, kinerja ekspor hasil olahan
industri di Kawasan Jawa diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi yakni berada pada level
9,92% (yoy) atau tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya (7,71% yoy), yang
diperkirakan didorong oleh kegiatan perdagangan antar pulau. Hingga saat ini, pusat
produksi consumer goods masih terpusat di Kawasan Jawa, sehingga tidak heran manakala
momentum tahun ajaran baru, bulan puasa dan lebaran terjadi hampir bersamaan, maka
kegiatan perdagangan antar pulau meningkat signifikan.
Hasil tracking atas kinerja perdagangan luar negeri Kawasan Jawa hingga Agustus 2012
menunjukkan adanya perlambatan dari sebelumnya 20,25% (yoy) menjadi -0,70% (yoy).
Perlambatan ini utamanya didorong oleh melemahnya nilai transaksi ekspor ke Kawasan
Asia hingga mencapai -14% (yoy), sedangkan ekspor ke Kawasan Eropa Amerika Serikat
mengalami perbaikan masing – masing sebesar -2% (yoy) dan 0,9%. Data perkembangan
ekspor Jawa sejak Januari sampai dengan Agustus 2012 menunjukkan komoditas utama
ekspor di Kawasan Jawa yang mengalami penurunan terbesar adalah hasil industri Kimia
sebesar -19% (yoy), tekstil & TPT (-6%), elektronik (-3%). Namun, di lain sisi, diperoleh
informasi bahwa produk furniture Kawasan Jawa tumbuh membaik sebesar 16% (yoy).
Berdasarkan hasil liaison,kegiatan pengiriman ekspor furniture dari Jawa Bagian Tengah ke
Eropa dan Amerika Serikat terus mengalami perbaikan, seiring membaiknya kualitas
produk serta upaya Pemerintah Daerah dalam mempermudah pengusaha untuk
memperoleh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sehingga tidak menganggu proses
produksi dan menambah biaya.
2.131 2.0363.030
3.3463.236
6.011
3.439
429 102
15291 64
177
207384 1.690
457 422 1.769
1.312
1.194
14%
134%
82%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 (s.d Tw II)
Jabagtim Jabagteng JabagbargJabagbar gJabagteng gJabagtim
(US$ Milyar) (%, yoy)
2.131 2.0363.030
3.3463.236
6.011
3.439
429 102
15291 64
177
207384 1.690
457 422 1.769
1.312
1.194
14%
134%
82%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 (s.d Tw II)
Jabagtim Jabagteng JabagbargJabagbar gJabagteng gJabagtim
(US$ Milyar) (%, yoy)
Triwulan III 2012
35
Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Kawasan Jawa Triwulan III-2012
Mengantisipasi penurunan kinerja ekspor, beberapa Pemda di Jawa dan bersama dengan
pelaku usaha melakukan beberapa upaya antara lain:
Hingga Agustus 2012, kinerja ekspor ke negara Afrika Selatan, Australia, ASEAN dan
Asia Timur mengalami peningkatan. Tren ini mengindikasikan bahwa strategi diversifikasi
negara tujuan selain Eropa dan Amerika Serikat mulai membuahkan hasil, meskipun
besaran nilainya masih belum terlalu besar dibandingkan negara tujuan utama ekspor.
Hingga Agustus 2012, ekspor produk Kawasan Jawa ke Afrika Selatan tumbuh sebesar 40%
(yoy) dan Australia sebesar 14% (yoy).
Meningkatnya permintaan domestik pada periode laporan memicu kenaikan kinerja
Sektor Industri Pengolahan dari 10,45% (yoy) menjadi 11,04% (yoy). Tibanya momentum
Tahun Ajaran Baru, bulan Puasa dan Lebaran pada triwulan yang sama menjadi pendorong
utama meningkatnya konsumsi masyarakat. Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Kawasan Jawa, diperoleh informasi bahwa pelaku
usaha pada sektor Industri Pengolahan telah bersiap meningkatkan kapasitas produksinya
terutama pada barang elektronik, tekstil dan makanan minuman olahan. Tidak hanya itu,
diperoleh informasi juga adanya pertumbuhan produksi mobil di wilayah Jawa Bagian Barat
rata-rata sebesar 9,7% (yoy) selama triwulan III-2012. Namun demikian, masih terdapat
52% 54% 56% 55%
18% 17% 16% 16%
19% 17% 17% 16%
11% 11% 11% 13%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
2009 2010 2011 2012
OTHERS EUROPE USA ASIA
3,73 5,35
4,35
5,49
6,78
6,39
2,95 2,96 2,87
2,10 2,29 2,66 49,34
43,35
(18,74)
21,58 23,43
(5,74)
25,41
0,28 (2,98)
24,20
8,92
16,11
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
2010 2011 2012
Furniture Elektronik Tekstil & TPT KimiagKimia gTekstil&TPT gElektronik gFurniture
(USD)
24%
11%
1%
20%15%
-7%
37%
24%
-2%
27%25%
13%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
gUSA gEUROPE
gASIA gOTHERS
Grafik Nilai Ekspor Jawa Grafik Ekspor Komoditas Utama Jawa
Wila yah
Komoditas Utama
Negara Tujuan
KebijakanPemerintah Daerah
StrategiPelaku Usaha
Barat Elektronika; Tekstil &
TPT
AS,ASEAN, Jepang
1. Insentif pajak u/ industri elektronika & tekstil.2. Pengembangan pusat tekstil di Kab.Sumedang.3. Restrukturisasi mesin tekstil.
1. Ekspansi Pabrik.2. Promosi LN.3. Kerjasama dg LN u/ peningkatan mutu
Tengah Pakaian Jadi;
Furniture
AS,Jepang
1. Fasilitas pendampingan masalah dumping & safeguard tekstil (Disperindag Jateng).
2. Sosialisasi & Pendampingan u/ memperoleh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
3. Pameran LN & DN (IFFINA-Pameran Internasional Furniture).
1. Diversifikasi Negara Tujuan.2. Mengikuti pameran LN & DN.
Timur Mamin;Logam; Kimia,
Furniture
AS,Jepang, ASEAN
1. Insentif pajak pada industri logam.2. Revitalisasi industri furniture (rotan).3. Peningkatan mutu barang.4. Diversifikasi Negara Tujuan ke Timteng & Afsel.5. Memperkuat perdagangan DN dg pendirian atase perdagangan
1. Diversifikasi Negara Tujuan.2. Mengikuti pameran LN & DN.
Triwulan III 2012
36
beberapa industri yang kesulitan untuk meningkatkan kapasitas produksinya karena
kesulitan memperoleh bahan baku, diantaranya yaitu industri mebel rotan di Cirebon.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Disperindag Kab. Cirebon telah mengajukan draft nota
kesepahaman kepada Pemkab Katingan, Kalimantan Tengah perihal suplai bahan baku
rotan mentah. Apabila nota kesepahaman tersebut telah berjalan, diperkirakan akan masuk
pasokan rotan mentah sebanyak 70 ton per bulan dari total kebutuhan 500 ton per bulannya.
Grafik 1.8 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Tw.III-2012
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) mengalami peningkatan pertumbuhan
dari 10,45% (yoy) menjadi 11,04% atau menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar
2,80% (yoy). Selain itu, melonjaknya konsumsi rumah tangga yang turut didukung oleh
peningkatan pendapatan dari gaji ke-13, tibanya tahun ajaran baru dan perayaan keagamaan
turut mendorong kinerja sektor ini. Di sisi lain, terjadi fenomena tingginya realisasi
penyelesaian pembangunan pusat perbelanjaan (mall), area rekreasi, hotel dan restoran
hampir di seluruh Kawasan Jawa juga turut mendorong pertumbuhan sektor PHR. Kondisi
tersebut juga diperkuat dengan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) di beberapa kota di
kawasan Jawa yang menunjukkan adanya kenaikan, khususnya untuk komoditas makanan
minuman dan pakaian.
Tibanya sebagian masa panen komoditas pangan pada triwulan III-2012 turut mendorong
pertumbuhan dari 1,47% (yoy) menjadi 1,86%. Beberapa komoditas yang tercatat mengalami
panen adalah jenis tanaman padi, tebu, tembakau, cabe merah dan bawang merah, dengan
masa panen pada bulan Juli dan Agustus. Berdasarkan informasi dari Jawa Bagian Tengah
yang mengandalkan sektor Pertanian sebagai salah satu mesin ekonominya, tercatat realisasi
produk pertanian hingga Agustus mengalami peningkatan sebesar 55,3% (yoy) atau
mencapai 721 ribu ton.
1,73
1,63
4,16
4,46
6,88
8,08
13,04
26,39
33,63
0,15
0,02
0,36
0,38
0,72
0,37
0,25
2,80
1,73
Andil Pert. ek (%)
Pangsa PDRB (%)
Triwulan III 2012
37
B. INFLASI
Pada triwulan III-2012, secara umum tekanan inflasi kawasan Jawa masih terjaga
dikisaran sasaran inflasi nasional. Tercatat sebesar 0,02% (mtm) atau lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 0,59% sehingga secara tahunan (yoy)
menjadi sebesar 4,64%. Berbeda dengan periode sebelumnya, inflasi kawasan Jawa periode
ini sedikit berada di atas inflasi nasional yang mencapai 0,01% (mtm). Kelompok Bahan
Makanan terutama pada komoditas non-beras masih mengalami inflasi terbesar pada
triwulan ini. Harga komoditas bumbu-bumbuan pada triwulan ini juga kembali
menunjukkan adanya kenaikan yang cukup tinggi. Selain itu, harga sayur-sayuran juga
mengalami kenaikan sehingga memberikan sumbangan terhadap inflasi. Pada triwulan ini,
Jawa Bagian Barat menyumbang inflasi tertinggi, atau mencapai 4,77% (yoy). Sebaliknya
terendah adalah Jawa Bagian Tengah yang mencapai 4,41% (yoy).
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Jawa
Berdasarkan disagregasi inflasi, kelompok Volatile Foods (VF) masih menjadi pendorong
kenaikan inflasi pada triwulan ini. Inflasi VF pada triwulan III 2012 mencapai 7,77%(yoy)
naik dari triwulan II-2012 yang mencapai 7,16% (yoy). Salah satunya dipengaruhi oleh
kondisi pasokan bahan pangan, terutama beras seiring berlalunya masa panen dan saat ini
masuk musim tanam kemarau. Risiko dampak musim kemarau yang panjang pada tahun
ini dapat mengakibatkan terjadinya kekeringan di beberapa daerah khususnya di pulau
Jawa dan hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi produksi padi khususnya dan
produksi komoditas pertanian pada umumnya. Selain itu, kenaikan harga komoditas
bawang dan kacang-kacangan juga turut memicu kenaikan inflasi pada kelompok ini,
seperti meningkatnya harga kedelai di pasar internasional mendorong kenaikan harga tahu
mentah dan tempe di pasar tradisional mengingat sebagian besar bahan baku yang
digunakan berasal dari kedelai impor. Sementara itu, komoditas lain pada triwulan ini yang
mengalami kenaikan harga yaitu komoditas daging-dagingan, terutama telur ayam ras dan
daging ayam ras mengalami kenaikan harga. Hal ini akibat tingginya permintaan
masyarakat terkait dengan maraknya hajatan memasuki bulan Ramadhan serta kebijakan
pemerintah membatasi pasokan daging impor. Penjualan makanan jadi juga merespon
kenaikan harga yang terjadi sebagai dampak lanjutan.
Jabagbar Jabagteng Jabagtim
4,1
4%
4,5
4%
4,6
3%
4,7
7%
4,4
1%
4,5
0%
II-12 III-12
3,09
4,64
5,57
6,736,53
5,19
3,95
3,48 3,59
4,33
4,64
3,43
5,05
5,80
6,966,65
5,54
4,61
3,793,97
4,53
4,31
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012
Jawa
Nasional
Triwulan III 2012
38
Laju inflasi inti di Jawa pada triwulan ini meningkat, yakni dari 3,84% pada triwulan II-
2012 menjadi 4,12%. Kenaikan laju inflasi inti terutama disebabkan oleh kenaikan harga
makanan jadi seiring meningkatnya permintaan masyarakat pada saat momen lebaran.
Selain itu, tingginya biaya pendidikan memasuki tahun ajaran baru serta adanya kenaikan
harga emas perhiasan sebagai akibat kenaikan harga emas internasional juga mendorong
peningkatan laju inflasi inti di Kawasan Jawa. Sementara itu faktor lain yang mempengaruhi
tekanan inflasi inti adalah pelemahan nilai tukar Rupiah.
Kondisi serupa juga terjadi pada inflasi Administered Prices pada triwulan III 2012
cenderung meningkat. Tercatat inflasi administered prices di kawasan Jawa pada triwulan ini
mencapai 3,33% (yoy) naik dibanding triwulan II-2012 yang mencapai 3,06% (yoy).
Kenaikan biaya transportasi serta masih berlanjutnya penyesuaian kenaikan harga rokok
yang dilakukan secara bertahap terkait kebijakan pemerataan implementasi tarif cukai rokok
dalam satu tahun menjadi penyumbang inflasi pada kelompok ini.
C. ASESMEN PERBANKAN
Pada triwulan III 2012 (posisi bulan Agustus), fungsi intermediasi perbankan wilayah
Jawa tumbuh cukup baik dengan risiko kredit yang tetap terjaga rendah. Hal tersebut
tercermin dari pertumbuhan beberapa indikator utama kinerja perbankan di Jawa seperti
aset, penyaluran kredit, dan penghimpunan dana pihak ketiga yang tetap meningkat.
Performa kredit yang disalurkan yang tercermin dari rasio Non-Performing Loans (NPLs) di
wilayah Jawa juga masih dapat dijaga pada level dibawah 5%.
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan yang cukup baik
yaitu mencapai 21,42% (yoy). Demikian juga dengan penyaluran kredit perbankan di
wilayah Jawa yang mencapai 25,01% (yoy). Hal tersebut mendorong Fungsi intermediasi
Perbankan di Jawa berjalan dengan baik yang tercermin dari tingkat Loans to Deposit Ratio
(LDR) yang berada pada posisi yang cukup tinggi yaitu mencapai 84%. Kondisi ini membaik
dibandingkan triwulan II/2012 yang hanya mencapai 80,6%. Hal ini menunjukkan bahwa
daya serap masyarakat terhadap kredit perbankan masih cukup tinggi.
Dilihat dari jenis penggunaan, kredit investasi mengalami pertumbuhan paling tinggi
sehingga mampu mendukung pertumbuhan investasi di Kawasan Jawa. Dengan pangsa
sebesar 12%, kredit investasi masih tumbuh tinggi, yakni sebesar 42,02% sedikit melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 43,8% (yoy). Demikian juga dengan
kredit modal kerja yang memiliki pangsa sebesar 50% mengalami pertumbuhan sebesar
23,06% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (30,3%). Penyaluran kredit di
Jawa sebagian besar telah disalurkan kepada sektor produktif sehingga mendukung dan
sinergi dengan pertumbuhan perekonomian daerah. Sementara dari sisi sektoral,
penyaluran kredit masih didominasi oleh sektor perdagangan (pangsa pasar sebesar 22,5%)
yang mengalami pertumbuhan kredit sebesar 23,04%. Pertumbuhan kredit tertinggi masih
dialami oleh sektor pertanian (pangsa pasar 2,05%) yang tumbuh sebesar 80,18% melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 90,7%. Tidak terdapat perubahan
signifikan terhadap komposisi kredit dari sisi sektoral di Kawasan Jawa. Berdasarkan skala
Triwulan III 2012
39
usaha, penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit kepada pelaku usaha skala besar
dengan komposisi 70% dari total kredit. Penyaluran kredit kepada pelaku usaha UMKM
masih didominasi oleh UMKM skala menengah dengan pertumbuhan sebesar 16,14% dan
pangsa pasar sebesar 42,76% dari total kredit UMKM.
Suku bunga kredit di Jawa terlihat secara bertahap mengalami penurunan seiring dengan
tren penurunan BI rate. Perkembangan yang menggembirakan terlihat pada penurunan
suku bunga perbankan, khususnya pada kredit konsumsi. Penurunan tersebut diperkirakan
terkait dengan penurunan BI rate yang telah dilakukan periode-periode sebelumnya serta
kebijakan publikasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) sehingga meningkatkan persaingan
usaha secara sehat. Sementara itu, suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi
perbankan walaupun mengalami penurunan namun belum menunjukkan trend penurunan
yang signifikan. Hal ini antara lain karena bank menilai bahwa risiko kredit modal kerja dan
investasi masih cukup tinggi sehingga membebankan premi risiko yang cukup tinggi untuk
memitigasi terjadinya default.
Kinerja perbankan di Kawasan Jawa menunjukkan tingkat efisiensi yang cukup baik.
Hal ini tercermin dari BOPO dan NIM perbankan pada triwulan III/2012 yang mencapai
67,83% dan 9,56%. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nasional (menggunakan data
triwulan II/2012) yang mencapai 74,68% dan 5,38%. Dengan perkembangan ini tingkat
profitabilitas perbankan di Kawasan Jawa cukup baik yang didukung oleh spread bunga
yang kompetitif serta tingkat efisiensi yang cukup baik.
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Seiring telah berlalunya puncak kegiatan ekonomi pada triwulan III-2012, ekonomi di
Kawasan Jawa pada triwulan IV-2012 diperkirakan tumbuh melambat yakni 6,61% (yoy).
Beberapa hal yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi pada periode laporan
antara lain kenaikan harga gas industri yang akan menekan pertumbuhan sektor Industri
Pengolahan dan perkiraan adanya pergeseran musim hujan di akhir tahun sehingga turut
berpengaruh pada kinerja sektor Pertanian pada triwulan IV-2012. Selain itu, masih
melambatnya kinerja ekspor-impor sebagai akibat dari ekonomi global yang belum pulih
dan mulai meluas pada perlambatan ekonomi di kawasan Asia.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa pada tahun 2012 diperkirakan
sebesar 6,6% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan tahun 2011 sebesar 6,6%
(yoy). Tingginya pertumbuhan sektor PHR dan sektor industri pengolahan dibanding tahun
sebelumnya diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di tahun 2012.
Sementara itu, dari sisi permintaan konsumsi rumah tangga masih akan menjadi pendorong
utama pertumbuhan, selain investasi.
Laju inflasi Kawasan Jawa pada triwulan IV 2012 diperkirakan berada pada kisaran 4,75%
+1%, lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan III 2012. Berdasarkan wilayahnya, tekanan
inflasi tertinggi berasal dari Jawa Bagian Tengah yang diproyeksikan mencapai 4,91% (yoy).
Tekanan inflasi diperkirakan masih berasal dari faktor musiman seperti Natal dan Tahun
Triwulan III 2012
40
Baru yang turut mendorong kenaikan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi menjadi lebih
tinggi. Selain itu, kekhawatiran atas terganggunya distribusi produk hortikultura semenjak
pemberlakuan kebijakan pengaturan impor per tanggal 25 September 2012 juga berpotensi
menekan inflasi dari kelompok volatile food. Berdasarkan data BMKG Nasional diperoleh
informasi bahwa diperkirakan terjadi pergeseran musim hujan yang berdampak pada
musim tanam, sehingga dikhawatirkan menganggu kestabilan harga bahan makanan dari
sisi suplai. Dari kelompok core inflation diperkirakan sumber tekanan berasal dari fluktuasi
nilai tukar dan potensi kenaikan harga emas internasional di akhir tahun. Namun tekanan
terhadap kelompok ini diperkirakan sedikit berkurang yang turut dipengaruhi oleh harga
komoditas internasional yang masih relatif stabil. Selanjutnya, dari kelompok administered
price diperkirakan masih relatif stabil seiring masih minimnya kebijakan pengaturan harga
pemerintah pada periode laporan, kecuali tren lanjutan kenaikan tarif cukai rokok dan
pengaruh kenaikan rencana kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada ekspektasi
masyarakat..
Hingga akhir tahun 2012, beberapa faktor risiko masih membayangi stabilitas perekonomian
regional. Perkembangan harga minyak dunia di pasar internasional dapat mendorong
kenaikan harga BBM pada akhir tahun. Selain itu, ekspektasi pelaku usaha atas keputusan
pemerintah menyesuaikan TTL dan pengaturan impor hortikultura diperkirakan berpotensi
menjadi faktor pemicu inflasi pada triwulan IV-2012. Dengan pertimbangan tersebut, maka
inflasi pada akhir 2012 diperkirakan berada pada kisaran 4,75% +1%.
Triwulan III 2012
41
Bab V
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) diperkirakan tumbuh meningkat dari
7,03% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,20% (yoy) pada triwulan III 2012.
Meningkatnya pertumbuhan terutama didorong oleh ekspansi perekonomian di Wilayah
Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) dengan pertumbuhan diperkirakan mencapai
10,18% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,59% (yoy).
Sementara itu, wilayah Kalimantan dan Bali Nusa Tenggara (Balnustra) masing-masing
tumbuh 5,50% (yoy) dan 5,13% (yoy). Di sisi permintaan, konsumsi merupakan penopang
utama pertumbuhan ekonomi di triwulan III. Sementara di sisi penawaran, meningkatnya
pertumbuhan terutama didorong oleh meningkatnya kinerja sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran (PHR) dan sektor Industri Pengolahan.
Tabel V.1.
Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia (%, yoy)
Wilayah 2011
2011 2012
I II III IV I II IIIp
KTI 5.68 5.79 5.62 4.73 5.45 7.08 7.03 7.20
Kalimantan 4.16 4.45 5.08 5.79 4.88 6.12 5.62 5.50
Sulampua 8.76 8.77 7.18 4.16 7.14 9.87 9.59 10.18
Balnustra 3.34 2.97 3.61 2.88 3.20 3.34 5.15 5.13
Sumber : BPS, diolah
Keterangan : p) Angka Perkiraan Bank Indonesia
Sektor Pertambangan yang memiliki share 18% dalam komposisi PDRB KTI diperkirakan
tumbuh 5,13% (yoy), sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai
5,88% (yoy). Andil sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan III diperkirakan
0,96%. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja sektor ini antara lain penurunan
permintaan eksternal, khususnya komoditas batubara (yang merupakan komoditas ekspor
utama KTI dengan share 66% dari total ekspor), yang disebabkan oleh melimpahnya stok
batubara dunia akibat masuknya supply batubara dari Rusia dan penurunan permintaan dari
China, serta peralihan penggunaan gas untuk pembangkit listrik di India dan Amerika
Serikat. Volume ekspor batubara juga mengalami kontraksi 16,01% (yoy), dengan volume
ekspor Juli-Agustus mencapai 49,25 juta ton. Melambatnya kinerja pertambangan juga
dipengaruhi oleh gangguan supply yang terjadi pada komoditas tembaga dan nikel.
Sektor Industri Pengolahan diperkirakan meningkat signifikan pada triwulan III, dari
4,27% (yoy) menjadi 7,48% (yoy). Andil sektor ini pada pertumbuhan ekonomi juga cukup
besar mencapai 1,09%. Hal ini ditopang oleh meningkatnya kinerja beberapa industri
pengolahan berskala besar di KTI, yakni industri pengolahan gas, industri pengolahan
tepung terigu, dan beberapa industri pengolahan lainnya.
Triwulan III 2012
42
Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 4,23% (yoy), sedikit melambat dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh 4,48% (yoy). Andil sektor pertanian diperkirakan mencapai
0,88%. Perlambatan pertumbuhan terutama terjadi pada subsektor tanaman bahan makanan
(tabama), yang diakibatkan oleh sebagian besar daerah di Sulawesi belum memasuki masa
panen padi musim gadu (panen tahap II diperkirakan baru dimulai akhir September),
munculnya serangan hama wereng dan tungro di berbagai daerah, serta faktor cuaca yang
mempengaruhi produksi jagung (khususnya di NTT, dan Sulut-Gorontalo).
Tabel V.2.
Pertumbuhan Ekonomi KTI di Sisi Penawaran (%, yoy)
Sektor 2011 Total
2011
2012
I II III IV I II IIIp
Pertanian 5.69 3.56 3.64 3.55 4.09 3.79 4.48 4.23
Pertambangan 1.44 2.32 0.47 (2.51) 0.39 5.95 5.88 5.13
Industri 1.27 1.41 3.64 3.56 2.49 4.92 4.27 7.48
LGA 7.33 6.93 7.73 11.17 8.32 12.62 11.38 10.66
Bangunan 9.27 12.01 11.56 10.79 10.92 10.90 10.67 9.25
PHR 9.26 10.08 9.58 8.47 9.33 8.82 9.07 9.59
Angkutan 9.12 8.57 8.09 9.00 8.69 10.68 10.56 11.71
Keuangan 10.59 11.67 11.10 9.23 10.62 9.70 11.93 8.22
Jasa - jasa 8.43 8.86 8.88 7.01 8.27 9.66 7.44 7.42
PDRB 5.68 5.79 5.62 4.73 5.45 7.08 7.03 7.20
Sumber : BPS, diolah
Keterangan : p) Angka Perkiraan Bank Indonesia
Kinerja subsektor perkebunan diperkirakan relatif baik. Komoditas andalan terutama
kelapa sawit dan karet juga menunjukkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan
yang sama tahun sebelumnya, dengan produksi masing-masing 1.198,79 ribu ton (tumbuh
19,27% (yoy)) dan 133,78 ribu ton (tumbuh 3,74% (yoy)), dengan ditopang oleh cuaca yang
relatif baik dan mendorong meningkatnya aktivitas dan pengangkutan tandan buah segar di
area perkebunan. Ekspor CPO juga mulai positif di triwulan III, dengan kumulatif ekspor
Juli-Agustus sebesar 324,85 ribu ton, atau mengalami peningkatan 21,14% (yoy).
Namun, beberapa daerah masih mengalami kendala produksi. Di Sulawesi Utara (Kab.
Minahasa Tenggara) dilaporkan terjadi penurunan kualitas cengkih akibat kondisi cuaca
yang kurang kondusif. Produksi kopra juga menurun seiring penurunan permintaan luar
negeri yang menyebabkan biaya produksi menjadi kurang sebanding dengan harga jual.
Sementara itu di Sulawesi Tengah dilaporkan produksi kakao masih mengalami kendala
dan diperkirakan akan berlangsung hingga akhir tahun, dengan dipengaruhi : (i) pengalihan
komoditas tanam dari kakao menjadi karet/sawit karena dianggap lebih menguntungkan,
(ii) beberapa negara importer mengalihkan permintaan kakao ke Pantai Gading dan Ghana
dengan pertimbangan kualitas yang lebih baik, serta (iii) aturan pajak ekspor progresif
untuk bahan mentah. Ekspor Kakao periode Juli-Agustus 2012 juga masih mengalami
kontraksi sebesar 36,81% (yoy), dengan volume ekspor mencapai 14,34 ribu ton. Di samping
itu, subsektor perikanan juga masih mengalami kendala, khususnya perikanan tangkapan,
Triwulan III 2012
43
yang disebabkan oleh faktor cuaca dan proses migrasi ikan yang menyebabkan pasokan
ikan di laut lepas cenderung menurun.
Grafik V.1.
Volume Ekspor Perikanan KTI Grafik V.2.
Volume Ekspor Cocoa
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
120
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III*
2010 2011 2012
Vol. Ekspor Fish g Vol. Ekspor Fish (RHS)Ribu Ton %, yoy
(100)
(80)
(60)
(40)
(20)
0
20
40
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III*
2010 2011 2012
Vol. Ekspor Cocoa g Vol. Ekspor Cocoa (RHS)Ribu Ton %, yoy
Sumber : Bank Indonesia
Keterangan : *) Data Jul-Agt 2012
Sumber : Bank Indonesia
Keterangan : *) Data Jul-Agt 2012
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) diperkirakan mengalami akselerasi
pertumbuhan, dari 9,07% menjadi 9,59% (yoy). Andilnya terhadap pertumbuhan ekonomi
KTI di triwulan III mencapai 1,49% (meningkat dibanding andil triwulan sebelumnya yang
sebesar 1,41%). Meningkatnya kinerja sektor PHR sangat dipengaruhi oleh faktor seasonal
(khususnya lebaran yang bertepatan dengan tahun ajaran baru sekolah) yang
mempengaruhi meningkatnya pola belanja masyarakat, serta erat kaitannya dengan
meningkatnya industri pariwisata terutama domestik. Meskpun bulan Ramadhan
menurunkan frekuensi penyelenggaraan aktivitas MICE (meeting, incentives, conference, and
exhibition) pada periode Juli-Agustus, namun pasca lebaran (September) frekuensi tersebut
cenderung meningkat, sehingga mendorong meningkatnya kinerja sektor PHR.
Grafik V.3.
Tingkat Hunian Hotel KTI Grafik V.4.
Jumlah Wisatawan Mancanegara
40
45
50
55
60
65
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2010 2011 2012
TPK (%)
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III*
2010 2011 2012
Kunjungan Wisman g wisman (RHS)
Ribu orang %, yoy
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumber : Badan Pusat Statistik
Konsumsi diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan, dari 6,71% menjadi 7,25%
(yoy) pada triwulan III-2012. Menguatnya konsumsi terutama ditopang oleh konsumsi
rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang semakin meningkat. Konsumsi rumah tangga
diperkirakan tumbuh meningkat dari 6,47% menjadi 6,83% (yoy). Peningkatan konsumsi
rumah tangga banyak dipengaruhi oleh faktor seasonal, seperti Idul Fitri dan Tahun Ajaran
Baru, yang meningkatkan konsumsi masyarakat. Peningkatan daya beli masyarakat yang
bersumber dari THR dan gaji ke-13 turut mendorong belanja masyarakat. Hal ini disertai
Triwulan III 2012
44
pula dengan keyakinan konsumen mengenai kondisi ekonomi yang masih tinggi. Di
samping itu, konsumsi pemerintah juga cenderung meningkat, dari 7,37% menjadi 8,52%
(yoy) di triwulan III-2012 didorong realisasi proyek pemerintah yang meningkat di triwulan
III, serta beberapa Pilkada Gubenur dan Bupati (terutama di Kalbar, Kalsel, Sulteng &
Sultra).
Grafik V.5.
Penjualan Semen KTI Grafik V.61.
Kredit Investasi KTI
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III*
2010 2011 2012
Penjualan Semen KTI g penjualan (RHS)Juta Ton %, yoy
30
35
40
45
50
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III*
2010 2011 2012
Kredit Investasi g kredit investasi - (RHS)
Rp Triliun %, yoy
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Meskipun melambat dibanding triwulan sebelumnya, pertumbuhan investasi di triwulan
III masih relatif tinggi, yaitu sebesar 11,86% (yoy). Melambatnya pertumbuhan investasi
tercermin dari penyaluran kredit investasi (berdasarkan lokasi proyek) yang tercatat sebesar
Rp 99,16 triliun, atau tumbuh 39,95% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang
mencapai 41,19% (yoy). Penjualan semen di KTI juga sedikit melambat, dari 3,52 juta ton di
triwulan II menjadi 2,96 juta ton di triwulan III.
Nilai ekspor luar negeri KTI pada periode Juli-Agustus 2012 tercatat 4,91 miliar USD,
mengalami kontraksi 38,19% (yoy), setelah pada triwulannya tumbuh mencapai 47,68%
(yoy). Sementara volume ekspornya mencapai 88,04 juta ton, masih tumbuh positif sebesar
23,82% (yoy) meskipun melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 103,45%
(yoy). Ekspor KTI masih didominasi oleh lima produk ekspor utamanya, yaitu Batubara
(65,49%), Biji Tembaga (5,69%), Biji Nikel (4,22%), CPO (6,45%) dan Karet Alam
(3,32%).Kontraksi ekspor terutama disebabkan oleh pelemahan external demand pada
komoditas Batu bara, CPO dan Rubber, sementara kontraksi pada Nickel dan Copper terjadi
karena gangguan supply. Ekspor KTI lebih banyak didukung oleh perdagangan antar pulau,
sehingga secara keseluruhan ekspor KTI dalam PDRB relatif masih mampu tumbuh
meningkat, yakni dari 4,75% (yoy) menjadi 5,55% (yoy) pada triwulan laporan.
B. INFLASI
Laju inflasi KTI pada triwulan III-2012 sebesar 5,05% (yoy), relatif stabil dibanding
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,02% (yoy). Inflasi di KTI diwarnai oleh penurunan
tekanan di Wilayah Balnustra dan Kalimantan, sementara tekanan inflasi di Sulampua
mengalami peningkatan. Inflasi tertinggi berada di Kalimantan (5,28%,yoy), dan lebih tinggi
dibanding inflasi nasional yang mencapai 4,31% (yoy).
Triwulan III 2012
45
Jarak terhadap pusat perekonomian nasional berbanding lurus terhadap volatilitas
inflasi. Hal ini ditunjukkan dengan 13 dari 17 provinsi di KTI memiliki inflasi lebih tinggi
dari nasional. Kondisi ini semakin terasa saat demand meningkat secara signifikan akibat
lebaran. Selain demand, faktor supply juga merupakan hal yang krusial bagi inflasi di KTI,
dimana shock supply akibat cuaca ekstrim dan bencana alam yang terjadi di beberapa daerah
seperti Maluku dan Sulteng, mendorong daerah-daerah ini mengalami inflasi yang relatif
tinggi.
Grafik V.7.
Perkembangan Inflasi KTI Grafik V.8.
Selisih Inflasi Provinsi terhadap Nasional
4.53
5.02
5.82
5.58
4.15
4.31
5.05 5.195.28
4.78
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
Nasional KTI Kalimantan Sulampua Balnustra
Tw II-2012 Tw III-2012%, yoy
(2.28)
(1.36)
(0.60)
(0.44)
0.07
0.17
0.45
0.82
0.90
0.92
1.08
1.09
1.17
1.21
2.05
2.47
2.76
Sultra
Papua
Sulbar
Maluku Utara
Bali
Sulsel
Kalteng
Kalsel
NTT
Sulut
Kaltim
Gorontalo
Kalbar
Papua Barat
NTB
Sulteng
Maluku
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi tertinggi di KTI terjadi di Maluku (7,07%), Sulawesi Tengah (6,78%), NTB (6,36%)
dan Papua Barat (5,52%). Sementara provinsi dengan inflasi terendah tercatat Sulawesi
Tenggara (2,03%), Papua (2,95%), Sulawesi Barat (3,71%), dan Maluku Utara (3,87%).
Tingginya inflasi di Maluku diakibatkan oleh pasokan terbatas karena cuaca ekstrim (Apr –
Agustus) dan permintaan meningkat (lebaran dan MTQ Nasional), dan tingginya inflasi
Sulteng dipengaruhi shock supply akibat banjir bandang dan gempa bumi meningkatkan
harga ikan, bumbu, dan sayur, sementara demand meningkat. Sementara itu inflasi di NTB
diakibatkan oleh tarikan permintaan dimana musim omprongan tembakau meningkatkan
permintaan bahan bakar rumah tangga yang bertepatan dengan lebaran.
Tekanan inflasi terutama didorong oleh volatile food yang meningkat dari 5,01% (yoy)
pada triwulan II-2012 menjadi 6,68% (yoy) di triwulan III-2012, terutama didorong oleh
kenaikan harga bumbu-bumbuan, sayur-sayuran dan ikan segar. Meningkatnya tekanan
inflasi terutama dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi akibat fenomena musiman
(lebaran dan tahun ajaran baru) yang dampaknya lebih besar dibanding inflasi nasional.
Selain dipengaruhi kenaikan permintaan, tekanan volatile food khususnya kenaikan harga
ikan segar yang dipengaruhi oleh kendala pasokan, terutama di pesisir timur Kalimantan
sebagai dampak dari ekor badai tropis Asia serta faktor siklikal angin musim selatan.
Triwulan III 2012
46
Tekanan inflasi inti pada triwulan III-2012 relatif menurun, namun masih menjadi
penyumbang utama inflasi di KTI. Inflasi inti tercatat 4,98% (yoy), sedikit menurun
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,33% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi
dipengaruhi oleh meningkatnya pasokan gula pasir akibat masuknya gula impor gula dari
Thailand (yang dilakukan via Malaysia), sehingga kecukupan pasokan terutama di wilayah
Kalimantan relatif terjaga. Harga gula internasional juga relatif stabil, sehingga tekanan
harga yang sempat terjadi akibat berkurangnya pasokan gula rafinasi dari Makassar karena
pemotongan kuota impor raw sugar dan berkurangnya pasokan gula dari Jawa dan
Lampung, mulai mengalami penyesuaian kembali pada triwulan III-2012. Sementara itu
harga emas juga berangsur-angsur mulai menurun kembali. Hal tersebut didukung pula
dengan harga emas internasional yang relatif stabil.
Sementara itu tekanan administered price relatif menurun, yaitu dari 4,57% (yoy) menjadi
3,21% (yoy). Hal ini disebabkan telah selesainya proses konversi minyak tanah ke LPG di
beberapa tempat (NTB, Kalsel, Sulut), sehingga tekanan pada komoditas bahan bakar rumah
tangga mulai menurun. Selain itu pada triwulan III belum adanya kebijakan strategis yang
mempengaruhi harga menyebabkan inflasi administered cenderung stabil
C. ASESMEN PERBANKAN
Kinerja perbankan di KTI menunjukkan kinerja yang positif dengan perkembangan
seluruh indikator yang cukup menggembirakan. Intermedasi perbankan semakin
meningkat menunjukkan peran perbankan yang semakin besar dalam perekonomian KTI,
yang diiringi dengan kualitas kredit yang masih terjaga di level rendah.
Penyaluran kredit di KTI masih terus tumbuh tinggi, dengan pertumbuhan pada triwulan
III mencapai 29,35% (yoy), hanya sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang
tumbuh 30,63% (yoy). Porsi penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi
dengan share 39,38%, diikuti modal kerja (35,16%) dan investasi (25,46%). Mayoritas
penyaluran yang masih berbentuk konsumsi menunjukkan bahwa bank masih cenderung
“bermain aman” dengan menyalurkan kedit konsumsi, dengan nominal kecil dan risiko
yang lebih rendah.
Grafik V.9.
Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik V.10.
Porsi Penyaluran Kredit Sektoral
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III*
2011 2012
GrowthKredit Modal Kerja
Investasi Konsumsi
%, yoy
Bkn lap
usaha
39%
Perdagang
an
20%Pertanian
10%
Real Estate
5%
Konstruksi
4%
Lainnya
22%
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Triwulan III 2012
47
Perlambatan pertumbuhan terjadi pada jenis modal kerja dan investasi, masing-masing
tumbuh 26,61% dan 39,95% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
35,16% dan 41,19% (yoy). Hal tersebut terjadi seiring dengan melambatnya penyaluran
kredit untuk kegiatan perdagangan besar dan eceran yang melambat dari 40,22% menjadi
32,69% (yoy) di triwulan III, serta melambatnya pertumbuhan kredit untuk kegiatan
pertambangan dari 56,08% menjadi 43,72% (yoy). Sementara itu penyaluran konsumsi
cenderung meningkat, dari 21,62% menjadi 25,64% (yoy), dengan peningkatan penyaluran
terutama untuk kebutuhan kepemilikan rumah dan kendaraan.
Penyaluran kedit di KTI masih didominasi ke kegiatan perdagangan (19,5%), hal ini
menunjukkan terbatasnya kegiatan industri besar di KTI. Sementara itu penyaluran kredit
ke sektor utama KTI (Pertanian dan Pertambangan) masih kurang mendapatkan atensi dari
perbankan (share kredit masih rendah). Hal ini terkait dgn:
• Pertanian (resiko tinggi dan tergantung dengan musim, dengan struktur kepemilikan
perorangan)
• Pertambangan (preferensi perusahaan tambang menggunakan investment bank asing,
dan skala pendanaan bank nasional yang masih terbatas)
Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan modal kerja dan investasi, penyaluran kredit
produktif untuk UMKM di KTI cenderung melambat. Penyaluran kredit UMKM di
triwulan III tumbuh 18,19% (yoy), jauh lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang
tercatat 29,03% (yoy). Perlambatan ini bersumber dari perlambatan penyaluran kredit skala
menengah, khususnya di kegiatan Perdagangan Besar dan Eceran. Hal ini tercermin pula
pada outstanding KUR yang juga melambat dari 38,42% menjadi 31,38% (yoy).
Penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung
meningkat, dengan pertumbuhan meningkat dari 26,46% menjadi 26,95% (yoy).
Peningkatan penyaluran kredit ditunjukkan oleh DPK dalam bentuk giro (share 24,43%),
yang meningkat dari 29,55% menjadi 44,51% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan disebabkan
pelaku usaha (pemerintah dan perorangan) mulai menyiapkan dana untuk kebutuhan
pembayaran seiring dengan realisasi proyek yang semakin meningkat di triwulan III.
Sementara itu penyaluran dalam bentuk tabungan dan deposito cenderung melambat,
dengan pertumbuhan masing-masing 23,82% dan 19,29% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh
meningkatnya kebutuhan dana masyarakat seiring meningkatnya aktivitas perekonomian di
triwulan III.
Dengan perkembangan tersebut, proses intermediasi yang dilakukan oleh perbankan di
KTI juga semakin meningkat. Hal tersebut terindikasi dari Loan to Deposit Ratio (LDR)
berdasarkan lokasi bank meningkat dari 81,67% menjadi 83,41%, sedikit lebih rendah
dibanding LDR nasional yang sebesar 84,72%. Sementara berdasarkan lokasi proyek LDR
meningkat dari 103,63% menjadi 106,15%. Delta antara LDR lokasi proyek dengan lokasi
bank yang mencapai 22,74% menunjukkan bahwa wilayah KTI mampu menarik dana dari
kantor pusat bank yang berada di luar wilayah KTI untuk pembiayaan kebutuhan aktivitas
perekonomian di wilayah KTI. LDR tertinggi berdasarkan lokasi bank berada di Gorontalo
yang mencapai 180,31%, sementara LDR terendah berada di Papua dengan LDR 47,98%.
Triwulan III 2012
48
Kualitas kredit yang disalurkan juga terjaga di level yang rendah, seperti terindikasi dari
NPL berdasarkan lokasi bank yang sebesar 2,07% dan NPL berdasarkan lokasi proyek
yang sebesar 1,78%. Rasio tersebut sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 2,01% (sementara rasio berdasarkan lokasi proyek sebesar 1,75%). Namun demikian
rasio tersebut masih dibawah rasio NPL nasional yang sebesar 2,19%. Rasio NPL tertinggi
terutama bersumber pada NPL kredit modal kerja yang sebesar 3,16%, sementara
berdasarkan kegiatannya terutama bersumber pada sektor Konstruksi, sektor Jasa
Perorangan dan sektor Perikanan dengan NPL masing-masing 6,06%, 5,72%, dan 4,46%.
Kinerja efisiensi operasional bank di KTI yang tercermin pada Rasio Beban Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) pada triwulan III-2012 tercatat sebesar 65,33%,
sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat 65,18%. Peningkatan rasio
BOPO yang disertai NPL yang juga sedikit meningkat, mendorong perbankan KTI untuk
mengkonversi kenaikan tersebut dengan peningkatan Net Interest Margin (NIM) dari 8,80%
menjadi 8,91% untuk menutupi meningkatnya biaya operasional sekaligus
mempertahankan margin keuntungan.
Tabel 3. BOPO dan NIM Perbankan di KTI
Komponen 2011 2012
I II III IV I II III*
BOPO 65.34 68.35 70.84 69.31 65.89 65.18 65.33
NIM 9.93 9.81 9.75 9.77 8.53 8.80 8.91
Sumber : Bank Indonesia
Keterangan : *) Data Agustus 2012
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Prospek perekonomian kedepan diperkirakan tetap tinggi namun sedikit melambat,
dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi di kisaran 7,14% ± 1% (yoy) dengan karakteristik
yang tidak jauh berbeda dengan triwulan III, yaitu didorong akselerasi sektor industri dan
PHR di sisi penawaran.
Kondisi perekonomian di triwulan IV diperkirakan masih dibayangi pelemahan external
demand, hal ini menyebabkan prospek sektor pertambangan masih cenderung melambat.
Namun demikian, angka pertumbuhan tersebut masih terbilang tinggi, dengan didukung
oleh akselerasi kinerja sektor utamanya, khususnya sektor Pertanian, sektor PHR, dan Sektor
Industri Pengolahan. Sektor pertanian meningkat akibat indikasi peningkatan produksi
khususnya tabama akibat masuknya musim panen raya tahap II, sementara akselerasi di
sektor Industri diperkirakan terjadi akibat selesainya perbaikan kilang minyak Pertamina
dan penambahan mesin di LNG Tangguh. Sementara itu kondisi ekonomi yang kondusif,
maraknya MICE dan Pilkada diperkirakan mendorong sektor PHR tumbuh meningkat di
triwulan IV-2012.
Sementara di sisi permintaan, perekonomian di triwulan IV diperkirakan ditopang oleh
kuatnya konsumsi domestik dan kinerja investasi daerah, sebagaimana perilaku belanja
Triwulan III 2012
49
masyarakat yang cenderung meningkat di akhir tahun, pelaksanaan Pilkada di berbagai
daerah, serta realisasi proyek MP3EI dan investasi swasta khususnya di bidang properti.
Meskipun pelemahan external demand yang menyebabkan perlambatan ekspor KTI yang
didominasi produk tambang masih perlu diwaspadai, namun impor diperkirakan masih
tetap kuat ditengah depresiasi nilai tukar, dengan didorong oleh tingginya kebutuhan
intermediate goods seiring dengan pertumbuhan sektor utama KTI (pertanian, industri dan
angkutan).
Dengan perkembangan tersebut, sepanjang tahun 2012, perekonomian KTI mengalami
ekspansi yang cukup menggembirakan, dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2012
diperkirakan mencapai 7,11% ± 1% (yoy), cenderung lebih tinggi dibanding tahun
sebelumnya yang mencapai 5,45%. Seluruh wilayah diproyeksikan mengalami peningkatan
pertumbuhan, terutama didorong oleh akselerasi sektor tambang dan industri pengolahan
yang pulih kembali pasca lambatnya pertumbuhan akibat gangguan supply di tahun lalu.
Hal ini didukung pula oleh kuatnya konsumsi domestik di sepanjang tahun 2012.
Tekanan inflasi di triwulan IV diperkirakan meningkat, dari 5,05% (yoy) di triwulan III
menjadi 5,61 ± 1% di akhir tahun. Seluruh wilayah di KTI baik Kalimantan, Sulampua,
maupun Balnustra, diprediksikan akan mengalami tekanan inflasi yang meningkat pada
triwulan mendatang. Proyeksi inflasi yang meningkat terutama ditunjukkan oleh daerah-
daerah yang jauh secara geografis. Beberapa faktor yang berpotensi menjadi sumber
penyebab tekanan inflasi antara lain terkait dengan tingginya kegiatan pariwisata dan
liburan pada periode tersebut yang menyebabkan permintaan terhadap barang dan jasa
meningkat, peningkatan permintaan terhadap bahan bangunan seiring dengan puncak
realisasi proyek dan masih tingginya aktivitas investasi. Selain itu, pengaruh gangguan
pasokan akibat kemungkinan terjadinya pergeseran awal musim hujan yang berdampak
pada terkendalanya distribusi. Tekanan inflasi diperkirakan terjadi pada bumbu-bumbuan
dan ikan segar.
Lebih lanjut, perlu diwaspadai pula hal-hal yang dapat mengancam inflasi kedepan sebagai
berikut :
• Terbatasnya kuota BBM subsidi. Jika hal ini terjadi dapat menyebabkan dampak turunan
dari inflasi itu sendiri
• Ancaman kekeringan yang semakin parah dapat mengganggu supply dan price instability
di daerah
Ekspektasi masyarakat menjelang kenaikan administered price dikhawatirkan meningkat. Hal
ini dikhawatirkan dapat menyebabkan pelaku usaha melakukan penyesuaian harga
sebelum adanya kenaikan harga untuk menjaga kontinuitas margin keuntungan.