triase

30
5 BAB II PEMBAHASAN 3.1 Triase Triase adalah cara pemilihan pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC: Airway dengan kontrol vertebra servikal, breathing, dan circulation dengan kontrol perdarahan . Triase juga berlaku untuk pemilahan pasien di lapangan dan rumah sakit yang akan dirujuk. Merupakan tanggung jawab bagi tenaga pra-rumah sakit untuk mengirim ke rumah sakit yang sesuai. Merupakan kesalah besar untuk mengirim pasien ke rumah sakit non-trauma bila ada pusat trauma yang tersedia. Ada suatu sistem skoring yang membantu dalam pengambilan keputusan pengiriman ini. Tabel 1. Revised Trauma Score Komponen Penilaian Variabel Skor Mulai Transpor Selesai Transpor Pernapasan 10-29 4 >29 3 6-9 2 1-5 1 0 0 Tekanan Darah Sistolik >89 4 76-89 3 50-75 2 1-49 1 0 0 Konversi GCS 13-15 4 9-12 3 6-8 2 4-5 1 <4 0 Respon Verbal Dewasa Spontan 4 Suara 3 Nyeri 2

Upload: althaf-fathan

Post on 30-Nov-2015

147 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: triase

5

BAB II

PEMBAHASAN

3.1 Triase

Triase adalah cara pemilihan pasien berdasarkan kebutuhan terapi

dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC:

Airway dengan kontrol vertebra servikal, breathing, dan circulation dengan

kontrol perdarahan .

Triase juga berlaku untuk pemilahan pasien di lapangan dan rumah

sakit yang akan dirujuk. Merupakan tanggung jawab bagi tenaga pra-rumah

sakit untuk mengirim ke rumah sakit yang sesuai. Merupakan kesalah besar

untuk mengirim pasien ke rumah sakit non-trauma bila ada pusat trauma yang

tersedia. Ada suatu sistem skoring yang membantu dalam pengambilan

keputusan pengiriman ini.

Tabel 1. Revised Trauma Score

Komponen Penilaian Variabel Skor Mulai

Transpor

Selesai

Transpor

Pernapasan

10-29 4

>29 3

6-9 2

1-5 1

0 0

Tekanan Darah Sistolik

>89 4

76-89 3

50-75 2

1-49 1

0 0

Konversi GCS

13-15 4

9-12 3

6-8 2

4-5 1

<4 0

Respon Verbal Dewasa

Spontan 4

Suara 3

Nyeri 2

Page 2: triase

6

Tidak ada 1

Respon Verbal Anak

Orientasi

baik 5

Bingung 4

Tidak

beraturan 3

Tidak jelas 2

Tidak ada 1

Respon Motorik

Sesuai 5

Menangis 4

Mudah marah 3

Gelisah 2

Tidak ada 1

Mengikuti

perintah 6

Melokalisir

nyeri 5

Menarik 4

Fleksi 3

Ekstensi 2

Tidak ada 1

Skor GCS

Revised Trauma Score

Jika musibah masal atau kurang dari itu dengan jumlah pasien dan

beratnya cedera tidak melampaui kemampuan rumah sakit, pasien dengan

masalah mengancam jiwa dan multi trau a lain akan dilayani terlebih dahulu.

Jika musibah massal dengan jumlah pasien dan beratnya cedera melampaui

kemampuan rumah sakit, yang akan dilayani terlebih dahulu adalah pasien

dengan kemampuan survival yang terbesar serta membutuhkan waktu,

perlengkapan, dan tenaga yang paling sedikit.

3.1.1 Kode Warna International Dalam Triage :

1. Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat)

Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan

evaluasi dan intervensi segera, perdarahan berat, pasien dibawa ke

ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol)

Page 3: triase

7

Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla

Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat

Fraktur terbuka dan fraktur compound

Luka bakar > 30 % / Extensive Burn

Shock tipe apapun

2. Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang)

Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan

trolley, kursi roda atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area

critical care.

Trauma thorax non asfiksia

Fraktur tertutup pada tulang panjang

Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW )

Cedera pada bagian / jaringan lunak

3. Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU (kasus ringan)

Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang

minimal, luka lama, kondisi yang timbul sudah lama, area

ambulatory / ruang P3.

Minor injuries

Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan

4. Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal)

· Tidak ada respon pada semua rangsangan

· Tidak ada respirasi spontan

· Tidak ada bukti aktivitas jantung

· Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

Page 4: triase

8

Gambar 1. Tag Warna Triase

3.1.2 START ( Simple triage And Rapid Treatment)

Adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan

paramedic memilah korban dalam waktu yang singkat kira – kira 30 detik.

Yang perlu diobservasi : Respiration, Perfusion, dan Mental Status ( RPM ).

System START di desain untuk membantu penolong untuk menemukan

pasien yang menderita luka berat. START didasarkan pada 3 observasi :

RPM ( respiration, perfusion, and Mental Status )

Page 5: triase

9

Gambar 2. Alogaritma Sistem START

1. Respiration / breathing

Jika pasien bernafas, kemudian tentukan frekuensi

pernafasanya, jika lebih dari 30 / menit, korban ditandai Merah /

immediate. Korban ini menujukkan tanda – tanda primer shock dan

butuh perolongan segera. Jika pasien bernafas dan frekuensinya kurang

dari 30 / menit, segera lakukan observasi selanjutnya ( perfusion and

Mental status ). Jika pasien tidak bernafas, dengan cepat bersihkan

mulut korban dari bahan – bahan asing.

2. Perfusion or Circulating

Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya masih memiliki

kemampuan untuk mensirkulasikan darah dengan adekuat, dengan cara

mengecek denyut nadi. Jika denyut nadi lemah dan tidak teratur korban

ditandai immediate. Jika denyut nadi telah teraba segera lakukan

obserbasi status mentalnya.

Page 6: triase

10

3. Mental status

Untuk mengetesnya dapat dilakukan dengan memberikan

instruksi yang mudah pada korban tersebut : “buka matamu” atau

“ tutup matamu “.

3.2 Segitiga Penilaian Pediatrik

Gambar 3. Tiga Komponen PAT

1. Penampilan Anak

Penampilana anak seringkali merupakan cerminan kecukupan

ventilasi dan okseigenasi otak. Namun demikian beberapa keadaan lain

dapat pula mempengaruhi penampilan anak seperti hiperglikemik,

keracunan, infeksi otak, perdarahan atau edema otak atau juga penyakit

kronik pada susunan saraf pusat.

Penampilan anak dapat dinilai berdasarkan skala dengan metode

TICLES yang meliputi penilaian tonus (Tone), interaktivitas

(Interactiveness), konsolabilitas (Consolability), cara melihat (Look atau

gaze) dab berbicara atau menangis (Speech atau cry).

Page 7: triase

11

Tabel 2. Penilaian Penampilan

Karakteristik Hal yang dinilai

Tone Apakah anak bergerak aktif atau menolak

pemeriksaan dengan kuat ?.

Apakah tonus ototnya baik atau lumpuh ?

Interactiveness Bagaimana kesadarannya ?

Apakah suara mempengaruhinya ?

Apakah dia mau bermain dengan mainan atau alat

pemeriksaan ?

Apakah anak tidak bersemangat saat berinteraksi

dengan orang tua atau pengasuh ?

Consolabillity Apakah dia bias ditenangkan oleh orang tua,

pengasuh atau pemeriksa ?

Apakah anak menangis terus atau tampak agitasi

sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut ?

Look atau Gaze Apakah anak dapat memfokuskan penglihatannya ?

Apakah pandangannya kosong ?

Speech atau Cry Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat ?

Apakah suaranya lemah ?

2. Upaya Nafas

Upaya nafas merefleksikan upaya anak mengatasi gengguan

oksigenasi dan ventilasi. Karakteristik hal yang dinilai adalah :

Tabel 3. Penilaian Penampakan

Karakteristik Hal yang dinilai

Suara nafas yang tidak

normal

Mengorok, parau, stridor, merintih,

menangis

Posisi tubuh yang tidak

normal

Sniffing, tripoding, menolak berbaring,

head bobbing

Retraksi Supraklavikula, intercostal, substernal

Page 8: triase

12

Cuping hidung Nafas cuping substernal

3. Sirkulasi Kulit

Sirkulasi kulit mencerminkan kecukupan curah jantung dan

perfusi keorgan vital. Hal yang dinilai yaitu :

Tabel 4. Penilaian Sirkulasi

Karakteristik Hal yang dinilai

Pucat Kulit atau mukosa tampak kurang merah karna

kurangnya aliran darah kedaerah tersebut

Mottling Kulit berbercak kebiruan karna vasodilatasi

Sianosis Kulit dan mukos tampak biru

Penilaian ketiga hal ini telah dapat memberikan gambaran kasar

tentang kegawatan anak dengan cepat tanpa menyentuh anak.

3.3 Pengelolaan Jalan Nafas (airway) dan Pernafasan (Breathing)

1. Pengenalan gangguan jalan nafas

Ada beberapa keadaan dimana adanya sumbatan jalan nafas harus

diwaspadai yaitu:

a. Trauma pada wajah yang dapat menyebabkan fraktur/dislokasi dengan

gangguan orofaring dan nasofaring. Fraktur tulang wajah dapat

menyebabkan perdarahan, sekresi yang meningkat serta avulsi gigi

yang menambah masalah jalan nafas.

b. Fraktur ramus mandibula, terutama bilateral, dapat menyebabkan

lidah jatuh kebelakang dan gangguan) jalan nafas pada posisi

terlentang

c. Perlukaan daerah leher mungkin ada gangguan jalan nafas karena

rusaknya laring atau trachea atau karena perdarahan dalam jaringan

lunak yang menekan jalan nafas.

Page 9: triase

13

d. Adanya muntahan, darah, atau benda lain dalam mulut atau orofaring

e. Oedema laring akut karena trauma atau infeksi.

2. Tanda-tanda objektif sumbatan jalan nafas

Gambar 4. Posisi Look Feel Listen

a. Look, lihat apakah korban mengalami agitasi, tidak dapat berbicara,

penurunan kesadaran, sianosis (kulit biru dan keabu-abuan) yang

menunjukkan hipoksemia dapat dilihat pada kuku, lidah, telinga, dan

kulit sekitar mulut. Lihat apakah terdapat retraksi dan penggunaan

otot-otot nafas tambahan.

b. Listen, dengar adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang

berbunyi (suara nafas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.

Suara mendengkur (snoring), berkumur (gurgling), dan bersiul

(crowing sound, stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan

Page 10: triase

14

parsial pada faring atau laring. Suara parau (hoarseness, disfonia)

menunjukkan sumbatan pada faring.

c. Feel, tidak ada udara yang dapat dirasakan atau didengarkan dari

hidung dan mulut dengan cepat menentukan apakah trakea berada di

tengah.

3. Teknik menjaga jalan nafas

Chin Lift-Head Tilt bertujuan membuka jalan nafas secara

maksimal. Tidak disarankan pada penderita dengan kecurigaan patah

tulang leher dan sebagai gantinya gunakan Jaw thrust

Jaw thrust digunakan untuk membuka jalan nafas pasien yang

tidak sadar atau dicurigai terdapat trauma pada kepala, leher, atau spinal.

Karena dengan teknik ini diharapkan jalan nafas terbuka tanpa

menyebabkan pergerakan leher dan kepala.

4. Alat Bantu jalan nafas

a. Pipa Orofaring, alat ini dapat mengurangi kemungkinan jalan nafas

penderita mengalami obstruksi. Alat ini tidak efektif jika ukuran yang

digunakan tidak sesuai. Ukuran yang sesuai dapat diukur dengan

membentangkan pipa dari sudut mulut pasien kea rah ujung daun

telinga sisi wajah yang sama. Metode lain untuk mengukur pipa yaitu

dengan mengukur dari tengah mulut pasien kearah sudut tulang

rahang bawah.

b. Pipa Nasofaring. Alat ini sering tidak menimbulkan muntah sehingga

diperbolehkan bagi pasien dengan kesadarn yang menurun namun

reflek muntahnya masih baik. Adapun keuntungannya adalah dapat

digunakan walau gigi mengatup rapat atau terdapat cedera pada mulut.

3.4 Gagal Napas

Gagal nafas didefinisikan secara numerik sebagai kegagalan

pernapasan bila tekanan parsial oksigen arteri (atau tegangan, PaO2) 50

sampai 60 mmHg atau kurang tanpa atau dengan tekanan parsial

Page 11: triase

15

karbondioksida arteri (PaCO2) 50 mmHg atau lebih besar dalam keadaan

istirahat pada ketinggian permukaan laut saat menghirup udara ruangan

(Irwin dan Wilson, 2006)

3.4.1 Klasifikasi Gagal Napas

Berdasarkan pada pemeriksaan AGD, gagal nafas dapat dibagi

menjadi 3 tipe. Tipe I merupakan kegagalan oksigenasi, Tipe II yaitu

kegagalan ventilasi , tipe III adalah gabungan antara kegagalan oksigenasi

dan ventilasi (Nemaa, 2003).

Gagal nafas tipe I ditandai dengan tekanan parsial O2 arteri yang

abnormal rendah. Mungkin hal tersebut diakibatkan oleh setiap kelainan

yang menyebabkan rendahnya ventilasi perfusi atau shunting intrapulmoner

dari kanan ke kiri yang ditandai dengan rendahnya tekanan parsial O2 arteri

(PaO2 < 60 mm Hg saat menghirup udara ruangan), peningkatan perbedaan

PAO2 – PaO2, venous admixture dan Vd/VT (Shapiro dan Peruzzi, 1994).

Tekanan parsial CO2 arteri mencerminkan efesiensi mekanisme

ventilasi yang membuang (washes out) produksi CO2 dari hasil metabolism

jaringan. Gagal nafas tipe II dapat disebabkan oleh setiap kelainan yang

menurunkan central respiratory drive, mempengaruhi tranmisi sinyal dari

CNS (central nervous system), atau hambatan kemampuan otot-otot

respirasi untuk mengembangkan paru dan dinding dada. Gagal nafas tipe II

ditandai dengan peningkatan tekanan parsial CO2 arteri yang abnormal

(PaCO2 > 46 mm Hg), dan diikuti secara simultan dengan turunnya PAO2

dan PaO2, oleh karena itu perbedaan PAO2 - PaO2 masih tetap tidak berubah

(Kreit dan Rogers, 1995)

Gagal nafas tipe III menunjukkan gambaran baik hipoksemia dan

hiperkarbia (penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2). Penilaian

berdasarkan pada persamaan gas alveolar menunjukkan adanya peningkatan

perbedaan antara PAO2 – PaO2, venous admixture dan Vd/VT. Dalam teori ,

seriap kelainan yang menyebabkan gagal nafas tipe I atau tipe II dapat

menyebabkan gagal nafas tipe III (Nemaa, 2003).

Page 12: triase

16

3.4.2 Tanda dan Gejala Gagal Napas

Beberapa tanda dan gejala gagal nafas adalah :

1. Sianosis (warna kebiruan) dikarenakan rendahnya kadar oksiegen

dalam darah.

2. Kebingungan dan perasaan mengantuk akibat tingginya kadar

karbondioksida dan peningkatan keasaman darah.

3. Pernafasan cepat dan dalam, sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan karbondioksida tapi jika paru-paru tidak berfungsi secara

normal maka pola nafas seperti itu tidak dapat membantu.

4. Rendahnya kadar oksigen dengan segera bisa menyebabkan gangguan

pada otak dan jantung. Hal ini ditandai dengan penurunan kesadaran

atau pingsan; menyebabkan aritmia jantung yang bisa membawa pada

kematian.

5. Frekunsi nafas lebih dari 40 kali/menit, frekunsi normal nafas adalah

16-20 kali/menit, jika sampai 25 kali/menit, status pasien harus mulai

dievaluasi.

6. Kapasitas Vital kurang dari 10-20 ml/kg

3.5 Prosedural Penanganan Pasien

3.5.1 Langkah-Langkah Menilai Jalan Napas :

1. Look:

a. Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti

airway bebas, namun tetap perlu evaluasi berkala.

b. Agitasi

c. Nafas cuping hidung

d. Sianosis

e. Retraksi

f. Accessory respiratory muscle

2. Listen:

a. Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring

Page 13: triase

17

b. Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing

c. Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas

setinggi larings (Stridor inspirasi) atau stinggin trakea (stridor

ekspirasi)

d. Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring

e. Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang

membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi

gagal napas

3. Feel:

a. Aliran udara dari mulut/ hidung

b. Posisi trakea terutama pada pasien trauma, Krepitasi

3.5.2 Pembukaan Dan Pemeliharaan Jalan Napas Atas

Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan

napas yang terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan.

Dalam kasus ini lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas ada

bagian faring

1. Pembukaan Jalan nafaas secara manual

Teknik dasar pembukaan jalan napas atas adalah dengan

megangkat kepala-angkat dagu (Head Tilt-Chin Lift). Teknik dasar ini

akan efektif bila obstruksi napas disebabkan lidah atau relaksasi otot

pada jalan napas atas.

Bila pasien yang menderita trauma diduga mengalami cedera

leher, lakukan penarikan rahang tanpa mendorong kepala. Karena

mengelola jalan napas yang terbuka dan memberikan ventilasi

merupakan prioritas, maka gunakan dorong kepala tarik dagu bila

penarikan rahang saja tidak membuka jalan napas.

2. Pemeliharaan jalan napas atas

Page 14: triase

18

Agar pasien dapat bernapas secara spontan, maka jalan napas

atas harus dijaga agar tetap terbuka. Oleh karena itu, pada pasien yang

dalam keadaan tidak sadar tanpa adanya refleks batuk atau muntah,

pasanglah OPA atau NPA untuk mengelola patensi jalan napas.

Bila anda menemukan seorang pasien tersedak yang tidak sadar

dan henti napas, bukalah mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di

dalamnya. Bila anda menemukannya, keluarkan dengan menggunakan

jari anda. Bila anda tidak melihat adanya benda asing, mulai lakukan

RJP. Tiap kali anda membuka jalan napas untuk memberikan napas,

bukalah mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila

ada keluarkan dengan menggunakan jari anda. Bila tidak ada benda

asing, lanjutkan RJP

Dalam melakukan teknik membebaskan jalan nafas agar selalu

diingat untuk melakukan proteksi Cervical-spine terutama pada pasien

trauma/multipel trauma. jalan napas pasien tidak sadar sering tersumbat

oleh lidah, epiglotis, dan juga cairan, agar jalan napas tetap terbuka perlu

dilakukan manuver head tilt,chin lift dan juga jaw thrust. Bisa sebagian

atau kombinasi ketiganya (tripple airway manouver). Head tilt dan chin

lift adalah teknik yang sederhana dan efektif untuk membuka jalan napas

tetapi harus dihindari pada kasus cedera tulang leher/servikal.

.

3.5.3 Chin Lift

Page 15: triase

19

Gambar 5. Chin Lift

Manuver ini akan mencegah menggantung/ menurunnya dagu dan

mempertahankan mulut sedikit terbuka.Tidak boleh mengakibatkan

hiperekstensi leher. Aman untuk C-spine pada pasien trauma.

3.5.4 Jaw Thrust

Gambar 6. Jaw Thrust

Pegang pada angulus mandibulae, dorong mandibula ke depan

(ventral). Manuver ini aman dilakukan pada pasien trauma. Tidak boleh

memberi bantal pada pasien tidak sadar karena akan membuat posisi kepala

fleksi dan tidak boleh menyangga leher untuk mengekstensikan kepala

karena bahaya cedera pada cervical spine.

3.5.5 Heimlich Manuver

Ada beberapa cara melakukan Perasat Heimlich yaitu:

1. Hentakan perut pada korban dewasa dan anak ada respon, dengan cara;

Page 16: triase

20

a. Penolong berdiri di belakang korban, posisikan tangan penolong

memeluk di atas perut korban melalui ketiak korban.

b. Sisi genggaman tangan penolong diletakkan di atas perut korban

tepat pada pertengahan antara pusar dan batas pertemuan iga kiri

dan kanan.

c. Letakkan tangan lain penolong di atas genggaman pertama lalu

hentakan tangan penolong ke arah belakang dan atas (seperti

mengulek) posisi kedua siku penolong ke arah luar, kemudian

lakukan hentakan sambil meminta pasien membantu

memuntahkannya.

d. Lakukan berulang sampai berhasil, namun tetap harus berhati-hati.

2. Hentakan perut pada korban dewasa dan anak tidak ada respon, dengan

cara;

a. Baringkan korban, dalam posisi terlentang.

b. Upayakan memberikan bantuan pernafasan, bila gagal upayakan

perbaikan posisi dan coba ulangi pemberian nafas bantuan, namun

jika masih gagal segera lakukan langkah berikut;

c. Berjongkoklah di atas paha korban dan tempatkan tumit tangan

sedikit di atas pusat tepat pada garis tengah antara pusat dan

pertemuan rusuk kiri dan kanan.

d. Lakukan 5 kali hentakan perut kearah atas.

e. Periksa mulut penderita dan lakukan sapuan jari. Bila perlu dapat

dilakukan penarikan rahang bawah, untuk bayi dan anak hanya

dilakukan kalo bendanya terlihat.

f. Bila belum berhasil juga, maka segera ulangi langkah nomor 2-5

berualang-ulang hingga jalan nafas terbuka.

3. Hentakan dada pada korban dewasa yang kegemukan atau wanita hamil

yang ada respon, dengan cara;

1. Berdirilah dibelakang korban, lengan memeluk korban melalui

bawah ketiak dibagian dada.

Page 17: triase

21

2. Posisikan tangan membentuk kepalan seperti pada hentakan perut

tepat di atas pertengahan tulang dada.

3. Lakukan hentakan dada.

4. Lanjutkan sampai jalan nafas terbuka atau korban menjadi tidak

sadar.

4. Hentakan dada pada korban dewasa kegemukan atau wanita hamil yang

tidak respon, dengan cara;

Langkah yang dilakukan sama seperti pada point B, hanya posisi penolong

dari samping korban dan letak tumit tangan pada pertengahan tulang dada.

Gambar 7. Perasat Heimlich

5. Cara Melakukan Back Blows dan Chest Trush pada Bayi berusia dibawah

setahun :

Page 18: triase

22

Gambar 8. Back Blows

Letakkan bayi di lengan atau paha penolong sehingga kepala bayi

lebih rendah dari badannya

Sangga kepala bayi dengan telapak tangan, jangan halangi/tutup mulut

bayi

Berikan 5 tepukan pada punggung bayi yaitu pada daerah interskapula

Gambar 9. Chest Thrust

Jika benda penyebab obstruksi tidak dapat keluar, balikkan bayi

dengan posisi telentang pada paha penolong dan sangga kepala bayi

dengan telapak tangan penolong

Page 19: triase

23

Letakkan 2 jari penolong, satu jari di bawah garis yang menghubungkan

kedua papilla mammae dan lakukan pijatan di dada (Chest trush)

sebanyak lima kali

Gambar 10. Chest Thrust

Bila obstruksi masih menetap evaluasi mulut bayi apakah ada bahan

obstruksi yang bisa dikeluarkan

Bebaskan jalan nafas dengan memposisikan kepala tengadah, segaris

dengan tulang leher kemudian buka mulut dengan mendorong dagu ke

bawah, bila tampak benda asingnya coba keluarkan dengan jari. Bila

tidak tampak langsung lakukan RJP. Jangan mencoba melakukan

pengambilan benda asing dengan jari bila benda tidak terlihat karena

bisa menyebabkan benda lebih terdorong ke dalam

Page 20: triase

24

Gambar 11. Mengambil Obstruksi

Bila diperlukan dapat diulang kembali dengan melakukan pukulan

pada bagian belakang bayi

Gambar 12. Back blows dan chest thrusts

6. Cara Melakukan Perasat Back Blows dan Heimlich pada Anak berusia

diatas satu tahun

Page 21: triase

25

Gambar 13. Heimlich manuver pada anak satu tahun

Letakkan anak dengan posisi tengkurap dengan kepala lebih rendah

Berikan 5 pukulan dengan menggunakan tumit dari telapak tangan

pada bagian belakang anak (interskapula)

Bila obstruksi masih menetap, berbaliklah ke belakang anak dan

lingkarkan kedua lengan mengelilingi badan anak

Pertemukan kedua tangan dengan salah satu mengepal dan letakkkan

pada perut bagian atas (di bawah sternum) anak, kemudian lakukan

hentakan ke arah belakang atas.

Sentakan ini dapat dilakukan sampai lima kali. Bila masih terjadi

obstruksi menetap lakukan evaluasi apakah ada bahan obstruksi yang

bisa di keluarkan di mulut.

Bila diperlukan bisa diulang dengan kembali melakukan pukulan

pada bagian belakang anak

3.6 Protokol Rujukan

3.6.1 Dokter yang merujuk

Dokter yang akan merujuk harus berbicara dengan dokter penerima

rujukan, dan memberikan informasi dibawah ini:

Identitas pasien

Page 22: triase

26

Anamnesis singkat kejadiannya, termasuk data pra-rumah sakit yang

penting

Penemuan awal pada pemeriksaan pasien

Respon terhadap terapi

3.6.2 Informasi untuk petugas yang akan mendampingi

Petugas pendamping harus paling sedikit diberitahukan:

1. Pengelolaan jalan nafas pasien

2. Cairan yang telah atau akan diberikan

3. Prosedur khusus yang mungkin akan diperlukan

4. Revised trauma score, prosedur resusitasi, dan perubahan-perubahan

yang mungkin akan terjadi selama dalam perjalanan

3.6.2 Tindakan Sebelum Merujuk

Pasien harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat pasien

dalam keadaan se-stabil mungkin, seperti yang dianjurkan dibawah ini :

1. Airway

a. Pasang airway atau intubasi bila perlu

b. Suction dimana perlu

c. Pasang NGT untuk mencegah aspirasi

2. Breathing

a. Tentukan laju pernapasan (respirasi rate), dan berikan oksigen

b. Ventilasi mekanik bila diperlukan

c. Pasang pipa thoraks (chest tube) dimana perlu

3. Circulation

Page 23: triase

27

a. Kontrol perdarahan luar

b. Pasang 2 jalur infuse, mulai pemberian kristaloid

c. Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau darah, dan

teruskan pemberian selama transportasi

d. Pasang kateter uretra untuk monitor keluaran urin

e. Monitor kecepatan dan irama jantung

4. Susunan syaraf pusat

a. Bila pasien tidak sadar, bantuan pernapasan

b. Berikan manitol atau diuretika dimana diperlukan

c. Imobilisasi kepala, leher, thoraks, dan atau vertebra lumbalis

5. Pemeriksaan diagnostik

a. Foto rontgen servikal, thoraks, pelvis, ekstremitas

b. Pemeriksaan lanjutan seperti CT Scan dan aortografi biasanya

tidak ada indikasi

c. Pemeriksaan Hb, Ht, golongan darah dan cross match, analisis gas

darah

d. Penentuan denyut jantung dan saturasi Hemoglobin (EKG dan

pulse oximetry)

6. Luka

a. Setelah kontrol perdarahan, bersihkan dan perban luka

b. Berikan profilaksis tetanus

c. Antibiotika dimana diperlukan

7. Fraktur: bidai dan traksi

Page 24: triase

28

Gambar 14. Contoh Surat Rujukan

v

Page 25: triase

29

3.7 Gawat Darurat

3.7.1 Definisi Gawat Darurat

Dianggap emergensi:

Setiap kondisi yang menurut pendapat pasien, keluarganya, atau

orang-orang yang membawa pasien ke rumah sakit, bahwa pasien

memerlukan penanganan segera

True emergency:

Setiap kondisi yang setelah diperiksa secara klinis, memang

memerlukan penanganan segera (immediate medical attention), guna

mencegah pasien dari kematian atau cacat tetap

3.7.2 Tanggung Jawab Nakes Pada Kasus Emergensi

Nakes diwajibkan oleh hukum untuk menolong seseorang yang

berada dalam kondisi emergensi, jika:

a. bentuk pertolongannya masih berada dalam konteks profesinya

b. pasien berada dalam jarak dekat dengan nakes

c. nakes mengetahui bahwa ada kebutuhan akan bantuan emergensi atau

ada pasien dengan kondisi serius

d. nakes dinilai layak memberikan bantuan serta memiliki peralatan yang

diperlukan (Garton, 2000)

3.7.3 Bentuk Tanggung Jawab Nakes Pada Kasus Emergensi

Di luar RS melakukan pertolongan Good Samaritan

Di Puskesmas stabilisasi & transfer/rujuk bila kondisinya sudah

transferable

Di RS dengan Initial Emergency Care stabilisasi & transfer/rujuk

bila kondisinya sudah transferable

Page 26: triase

30

Di RS dengan Definitive Emergency Care emergency treatment

secara paripurna

3.7.4 Definisi Informed Consent

Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah

mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran

atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien

(Permenkes No. 290/2008)

Persetujuan pasien atau yang mewakilinya atas rencana tindakan

kedokteran atau kedokteran gigi setelah menerima informasi yg

cukup untuk dapat membuat persetujuan

(Konsil Kedokteran Indonesia)

Pernyataan oleh pasien, atau dalam hal pasien tidak berkompeten, oleh

orang yang berhak mewakili, yang isinya berupa persetujuan kepada

dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah pasien atau orang

yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya, mengenai rencana

tindakan medik yang akan dilakukan dokter

(dr. Sofwan Dahlan, SpF (K)

3.7.5 Konsekuensi Hukum

Bila dokter melakukan tindakan medik tanpa ada informed consent,

konsekuensi hukumnya adalah:

1. Merupakan bukti adanya unsur tindak pidana, yaitu perbuatan tercela

(actus reus)

2. Merupakan bukti adanya unsur tindakan melawan hukum

(onrechmatige daad) dokter dapat digugat membayar ganti rugi bila

terjadi resiko (pasal 1365 BW)

Page 27: triase

31

3. Merupakan bukti adanya tindakan dokter yang tidak patuh terhadap

hukum disiplin dokter dapat diadili oleh MKDKI untuk diberikan

sanksi:

pemberian peringatan tertulis

rekomendasi pencabutan STR atau SIP

kewajiban mengikuti pendidikan/pelatihan di institusi pendidikan

kedokteran

3.7.6 Sanksi Hukum

Pasal 32 UU No. 36 tahun 2009

1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik

pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan

bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih

dahulu

2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik

pemerintah maupun swasta, dilarang menolak pasien dan/atau

meminta uang muka

Pasal 190 (1) pelanggaran terhadap pasal 32 (2) pimpinan fasilitas

kesehatan dan/atau tenaga kesehatan dipidana penjara paling lama 2

tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00

Pasal 190 (2) dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1)

mengakibatkan kecacatan atau kematian pimpinan fasilitas kesehatan

dan/atau tenaga kesehatan dipidana penjara paling lama 10 tahun dan

denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00

Pasal 29 (1) UU No. 44 tahun 2009 kewajiban RS

c) memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya

f) melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa

Page 28: triase

32

uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian

luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan

Pasal 531 KUHP

“Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang

menghadapi maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan

padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang

lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan pidana

kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat

ribu lima ratus rupiah.”

Good Samaritan Law

UU di Amerika yang memberikan imunitas dari tuntutan hukum kepada

siapa saja yang melakukan pertolongan emergensi di luar RS bila terjadi

kelalaian, sepanjang bukan merupakan gross negligent (ceroboh

Page 29: triase

33

BAB III

PENUTUP / KESIMPULAN

Kasus tersedak merupakan kasus yang sering terjadi pada anak-anak.

Kasus ini tergolong kedalam kasus gawat darurat sehingga memerlukan tindakan

segera karena mengancam nyawa dan bila tidak mendapatkan pertolongan segera

dapat menimbulkan kecacatan. Pada kasus gawat darurat seorang tenaga medis

boleh melakukan tindakan tanpa meminta persetujuan dari pihak keluarga.

Oleh karena itu pembuatan makalah ini bertujuan memberikan

pengetahuan kepada para pembaca terutama mengenai berbagai hal seputar kasus

tersedak yang dapat menimbulkan gawat respirasi dari mulai pemilihan diagnosis

hingga penatalaksanaannya.

Page 30: triase

34

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advance Trauma

Life Support for Doctors Student Course Manual. Ed- 8. Chicago: 2008.

2. Pudjiadi, Antonius H [et al]. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Ed-1.

Jakarta: IDAI; 2011

3. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit. Ed-1. Jakarta: Depkes RI; 2008

4. Booth, James Stuart [et. al]. Pediatric Rescucitation Technique.

http://emedicine.medscape.com/article/1948389-technique. Updated Dec,

2012

5. Wilson WC, Grande CM, Heyt DB. Trauma Emergency Resuscitation

Perioprative Anesthesia Surgical Management Volume 1. Informa Health

care, New York 2007.

6. Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat

Darurat Napas. FK UI, Jakarta, 2010.

7. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut edisi 2011, PERKI

2011