travelista wisata dari media indonesia
TRANSCRIPT
-
8/20/2019 Travelista Wisata dari Media Indonesia
1/1
RHEZA ARDIANSYAH
SAAT menuju ke sungai
itu, saya memilih tersesat
ketimbang bertanya. Sore
itu, saya bertolak dari
perpustakaan pusat Kota Frankfurt di
kawasan Konstablerwache. Berbekal
peta dan petunjuk rute kereta distasiun, saya mengulik sendiri cara
mencapai tepian Sungai Main.
Ternyata, saya benar-benar tersesat.
Setelah tiba di Stasiun Schweizer/
Gartenstrase, langkah kaki ini malah
menjauhi sungai. Meski begitu, saya
tetap bisa menemukan hal menarik
untuk dinikmati.
Dari penjual buah-buahan segar di
pinggir jalan, hingga tanaman rambat
yang menutupi sebuah gedung dengan
warna khas musim gugur. Setelah
merasa cukup banyak waktu yang
terbuang, saya menyerah. Seseorang
kemudian mengarahkan ke sungai yang
saya tuju.
MenakjubkanSungai Main melintasi Kota Frankfurt
dan Wurzburg. Sungai ini membentang
sepanjang lebih dari 500
km. Ada satu kata yangmenggambarkan impresi
saya ketika tiba di sebuah
pinggirannya: takjub!
Bentangan lebar sungai
begitu luas. Di kiri dan
kanannya pun tampak jalur
pejalan kaki, dan warna
dedaunan yang
bukan hanya
hijau.
Saya
bergegas menuju ke tengah jembatan
Untermainbrucke, menengadah ke
arah barat. Awan bergumpal, asap dari
sebuah cerobong mengepul. Satu dua
gedung bergaya modern menjulang,
sedangkan bangunan berjendela
banyak berarsitektur khas Eropa lebih
mendominasi.
Warna dedaunan berselang-seling,sebuah perahu motor memecah riak
tenang sang sungai. Saat berbalik
arah, saya memandang Kaiserdom St
Bartholomeus. Bangunan yang juga
dikenal sebagai Frankfurt Chatedral itu
menjulang sedikit tertutup jembatan
Eiserner Steg. Kala senja tiba nanti,
saya akan mengunjungi keduanya.
Saat sore masih terang, saya
menuruni jembatan, menepi menuju
sebuah bangku kosong. Membelakangi
taman dengan bebek di rerumputan
hijau, saya menaruh semua barang
bawaan dan duduk.
Tak jauh dari sana, kapal motor
Meral Event yang menjual donner khas
turki tertambat. Dua orang p engunjung
menyunggingkan senyum ke arah
saya, menyatakan ‘halo’ dalam bahasa
universal.
Cukup lama saya menghabiskan
waktu di sana. Sesekali beberapa orangwarga yang sedang joging melintas.
Mereka cuek, saya menggambar sketsa
hingga langit membiru pekat. Tiba-
tiba sebuah lengkingan
terdengar lantang.
Suaranya menggema
hingga seluruh
penjuru kota.
Keras sekali.
Saya tak menyangka sebelumnya,
ternyata di seberang sana ada sebuah
kereta uap siap melaju. Desis khas
itu beberapa kali berbunyi, diiringi
kepulan asap putih dan derap khas
suara laju kereta. Seraya rangkaian
gerbong itu berlalu, saya menuju lokasi
lain.
Sahabat IndonesiaRelasi Frankfurt dan Indonesia
memang istimewa. Saat Museumsufer
Fest, festival museum di tepi Sungai
Main digelar, Indonesia dan budayanya
dirayakan. Begitu gelaran itu berakhir,
giliran Indonesia jadi tamu kehormatan
Frankfurt Book Fair, festival buku
terbesar sedunia pada 19-23 Oktober
2015. Poster promosi tentang Indonesia
tersebar di sejumlah sudut kota,
bahkan gerobak penjual satai pun ada.
Saya melanjutkan perjalanan
menyusuri pinggiran Sungai Main ke
arah timur. Saya kemudian tiba di
pangkal jembatan Eiserner Steg. Coba
tebak, apa yang akan Anda dapati di
atas jembatan yang rampung dibangun
tahun 1868 ini?
Jembatan gembok
Gembok. Ya, kunci gembok. Lengkapbertuliskan nama pasangan yang
memasangkannya. Rupanya jembatan
ini berfungsi serupa seperti jembatan
Pont des Arts di Paris, Prancis.
Bedanya, gembok jembatan cinta di
Kota Mode itu sudah dipindahkan sejak
pertengahan 2015 lalu. Memanfaatkan
ruang kosong di antara pagar jembatan,
sepasang kekasih memasangkan
gembok mereka. Setelahnya, pasangan
yang nampaknya berasal dari Jepang
itu berfoto.
Frankfurter Stadt HallPelesir di tepian sungai hari itu
menuntun saya ke simbol utama kota
Frankfurt: kawasan Altstadt atau
kota tua. Di sana, terdapat balai kota
Frankfurt alias Frankfurter Stadt
Hall alias Romer. Sebelum beralih
menjadi kantor wali kota selama 600
tahun lebih, hingga 1405, gedung ini
berfungsi sebagai vila.Ketika saya menghampiri gedung
itu, ada suara merdu yang muncul dari
dalam. Ketika saya hampiri, rupanya
ada sebuah pertunjukan seni di dalam
sana. Tepat di hadapan Romer, ada
sebuah alun-alun. Di bagian tengahnya
ada sebuah patung berhias air mancur.
Namanya Fountain of Justice. Patung
berbahan perunggu itu dibuat 1887.
Kalau sudah ada di kawasan kota tua
itu, jangan lupa pula untuk kunjungi
sebuah gedung bernama Kunstverein,
galeri yang selalu memamerkan
karya seni kontemporer. Ketika itu,
karya instalasi buatan Joko Avianto
menghiasi pintu masuknya. Selain Joko,
sejumlah perupa asal Indonesia juga
sedang memamerkan kreasi mereka.Dari sana, saya kemudian menyisir
pinggiran Jalan Braubachstrase. Di
tepian jalan itu ada Fotografie Forum
Frankfurt. Dari luar sebuah foto ikonik
terpampang besar: ‘ciuman salam’
antara pemimpin Uni Soviet Leonid
Berzhnev dan pimpinan partai Jerman
Timur Erich Honecker.
Gereja Katedral FrankfurtSaya pun tiba di ujung perjalanan.
Gereja megah yang saya lihat dari
jembatan sore tadi kini sudah ada tepat
di hadapan muka. Gereja Katedral
Frankfurt ini juga dikenal dengan
nama Dom. Kini, Dom tidak lagi
berfungsi sebagai tempat ibadah, tapi
sebagai museum. Yang dipamerkan didalamnya ialah temuan seputar gedung
yang berdiri sejak 1356 itu.
Seusai menikmati Dom, saya
bergegas menuju statsiun kereta bawah
tanah. Hari yang kaya cerita! (M-1)
KAMIS, 25 FEBRUARI VI TRAVELISTA
FRANKFURT
Tepian Sungai Main di Kota Frankfurt, Jerman, bisa dinikmati dari bangku-bangku taman di pinggirannya. Saya menikmati sungai yang tertata apik,panorama kota, dan kesibukan warganya.
dari Tepian Sungai Main
Menikmati Main daribangku taman.
Jembatan Eiserner Steg.
Kawasan Frankfruter Stadt Hall
FOTO-FOTO: DOK RHEZA