trauma capitis

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi di berbagai bidang kehidupan, tidak berarti bahwa resiko tinggi kecelakaan pada manusiapun tidak ada. Banyak kecelakaan yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari. salah satu trauma yang memiliki tingkat resiko paling tinggi ialah resiko cedera kepala, karena sangat berkaitan erat dengan susunan saraf pusat yang berada di rongga kepala. Data statistik menunjukkan bahwa tingkat trauma kepala sangat tinggi yang diakibatkan sebagai akibat kurang kewaspadaan dari masing-masing individu. Dari semua kasus cedera kepala di Amerika Serikat 49% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (sepeda motor) dan jatuh merupakan penyebab ke dua (keperawatan kritis, Hudak & Gallo) serta dua kali lebih besar pada pria dibandingkan wanita sedangkan di Indonesia belum ada penelitian yang menunjukkan presentasi kematian yang diakibatkan oleh cedera kepala, tetapi dari pengamatan yang dilakukan banyak kasus cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Cedera kepala ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas sehingga masyarakat tidak langsung mencari bantuan medis, padahal sekecil apapun trauma di kepala bisa mengakibatkan gangguan fisik, mental

Upload: randy-repodesalta

Post on 15-Jan-2016

134 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Trauma capitis

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Capitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan berkembangnya teknologi di berbagai bidang kehidupan, tidak

berarti bahwa resiko tinggi kecelakaan pada manusiapun tidak ada. Banyak

kecelakaan yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari. salah satu trauma

yang memiliki tingkat resiko paling tinggi ialah resiko cedera kepala, karena

sangat berkaitan erat dengan susunan saraf pusat yang berada di rongga kepala.

Data statistik menunjukkan bahwa tingkat trauma kepala sangat tinggi yang

diakibatkan sebagai akibat kurang kewaspadaan dari masing-masing individu.

Dari semua kasus cedera kepala di Amerika Serikat 49% disebabkan oleh

kecelakaan lalu lintas (sepeda motor) dan jatuh merupakan penyebab ke dua

(keperawatan kritis, Hudak & Gallo) serta dua kali lebih besar pada pria

dibandingkan wanita sedangkan di Indonesia belum ada penelitian yang

menunjukkan presentasi kematian yang diakibatkan oleh cedera kepala, tetapi dari

pengamatan yang dilakukan banyak kasus cedera kepala disebabkan oleh

kecelakaan lalu lintas.

Cedera kepala ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas

sehingga masyarakat tidak langsung mencari bantuan medis, padahal sekecil

apapun trauma di kepala bisa mengakibatkan gangguan fisik, mental bahkan

kematian.

Untuk mengantisipasi keadaan di atas maka masyarakat harus diberi

penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap trauma

kepala.

Peran dari berbagai pihak seperti kepolisian sangat penting karena

kecelakaan terjadi biasanya didahului dengan pelanggaran lalu lintas, sehingga

pendidikan, tata tertibdi jalan raya perlu ditingkatkan.

Oleh karena itu peran perawat tidak kalah pentingnya dalam penanganan

trauma kepala karena perawat bisa melakukan penyuluhan maupun tindakan

observasi untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh cedera

kepala.

Page 2: Trauma Capitis

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Agar lebih memahami secara mendalam tentang trauma kapitis sehingga dapat

memberi perawatan yang akurat pada pasien.

2. Memperoleh pengalaman nyata dan menghubungkan dengan teori yang telah

didapat.

3. Memenuhi tugas DKA 400.

C. Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini menggunakan :

1. Studi kepustakaan dengan mempelajari literatur yang berhubungan dengan

Trauma Kapitis.

2. Studi kasus yaitu dengan pengamatan langsung pada pasien trauma kapitis.

D. Sistematika Penulisan

Terdiri dari 5 bab yang diawali dengan kata pengantar dan daftar isi. Dalam Bab I

memuat latar belakang, tujuan, metode dan sistematika penulisan. Bab II berisi

tentang tujuan teoritis; konsep medik meliputo definisi, anatomi fisiologi,

etiologi, patofisiologi, test diagnostik, terapi dan pengelolaan medik serta

komplikasi. Sedangkan konsep asuhan keperawatan : pengkajian, diagnosa

perawatan, perencanaan keperawatan dan perencanaan pulang. Bagian akhir

bab II berisi tentang patoflowdiagram. Bab III pengamatan kasus, memuat tentang

kasus yang diamati di lapangan dan pengkajian sampai evaluasi termasuk nilai

laboratorium dan obat-obatan yang diberikan. Bab IV pembahasan kasus

menghubungkan antara teori dan kasus yang diamati. Bab V berisi kesimpulan

setelah mengamati pasien dilapangn dan teori. Bagian akhir dilampirkan daftar

pustaka yang menjadi referansi dalam penyususnan makalah ini.

Page 3: Trauma Capitis

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik

I. Definisi

Trauma Capitis adalah cedera kepala yang menyebabkan kerusakan pada kulit

kepala, tulang tengkorak dan pada otak. (Brunner and Suddarth Medikal

Surgical Nursing).

II. Anatomi Fisiologi

Otak merupakan satu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan

pusat komputer dari semua alat tubuh. Otak terdapat dalam rongga tengkorak

yang melindungi otak dari cedera.

Berdasarkan daerah atau lobusnya otak terbagi menjadi 4 lobus yaitu :

frontalis (untuk berpikir) temporalis (menerima sensasi yang datang dari

telinga), parietalis (sensasi perabaan, perubahan temperatur) oksipitalis

(menerima sensasi dari mata).

Otak selain dilindungi oleh tengkorak juga dilindungi selaput yang

disebut munigen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi,

mendukung dan memelihara otak. Munigen terdiri dari 3 lapisan yaitu:

1. Durameter

Membran luar yang liat, tebal, tidak elastis.Dura melekat erat dengan

permukaan dalam tengkorak oleh karena bila dura robek dan tidak segera

diperbaiki dengan sempurna maka akan timbul berbagai masalah. Dura

mempunyai aliran darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior di suplay

oleh arteri munigen yang bercabang dari arteria karotis interna dan

menyuplay fasa arterior arteria munigen yaitu cabang dari arteria

oksipitalis menyuplay darah ke fasa posterior.

2. Araknoid

Merupakan bagian membran tengah bersifat tipis, halus, elastis dan

menyerupai sarang laba-laba. Membran ini berwarna putih karena tidak

dialiri darah. Pada dinding araknoid terdapat pleksus khoroid yng

bertanggung jawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Terdapat

juga membran araknoid villi yang mengabsorbsi CSS. Pada orang dewasa

Page 4: Trauma Capitis

normal CSS yang diproduksi 500 ml perhari, tetapi 150 ml diabsorbsi oleh

villi.

3. Piamater

4. Membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang

menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak dan sangat kaya

dengan pembuluh darah.

Otak merupakan organ kompleks yang dominasi cerebrum. Otak

merupakan struktur kembar yaitu lateral simetris dan terdiri dari 2 bagian

yang disebut hemisferium.

Belahan kiri dari cerebrum berkaitan dengan sisi kanan tubuh dan

belahan kanan cerebrum berkaitan dengan sisi kiri tubuh.

Otak terbagi menjadi 3 bagian besar :

1. Cerebrum (otak besar)

Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Substansia grisea

terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba

menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi

substansia grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi

kortex serebri, nukleus dan basal gangglia. Substansia alba terdiri dari

sel-sel syaraf yang menghubungkan bagian–bagian otak yang lain.

Sebagian besar hemisfer serebri (telesefalon) tensi jaringan SSP. Area

inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi yaitu terhadap fungsi

individu dan intelegensia.

2. Batang otak (trunkus serebri), terdiri dari :

Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara

serebelum dan mesensepalon. Diensepalon berfungsi untuk

vasokontruktor (mengecilkan pembuluh darah), respiratory

(membantu proses pernapasan), mengontrol kegiatan reflek dan

membantu pekerjaan jantung.

Mesensefalon, berfungsi sebagai membantu pergerakan mata dan

mengangkat kelopak mata, memutar mata dan pusat pergerakan

mata.

Pons varoli, sebagai penghubung antara kedua bagian serebellum

dan juga medula oblongata dengan serebellum pusat saraf nervus

trigeminus.

Page 5: Trauma Capitis

Medula oblongata, bagian batang otak yang paling bawah yang

berfungsi untuk mengontrol pekerjaan jantung, mengecilkan

pembuluh darah, pusat pernapasan dan mengontrol kegiatan

refleks.

Serebelum

Terletak dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater

yang menyerupai atap tenda yaitu tentoreum yang memisahkan

dari bagian posterior serebrum.

Semua aktivitas serebrum berada dibawah kesadaran fungsi

utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan

memperhalus gerakan otot, serta mengubah tenus-tenus kekuatan

kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.

Diensefalon

Istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur

disekitar vertikel dan membentuk inti bagian dalam serebrum.

Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu

memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-

rangsang tersebut.

Diensefalon dibagi menjadi 4 wilayah yaitu :

a. Talamus

Berfungsi sebagai pusat sensorik primitif (dapat merasakan

nyeri, tekanan, rabaan getar dan suhu yang ekstrim secara

samar-samar).

Berperan penting dalam integrasi ekspresi motorik oleh

karena hubungan fungsinya terhadap pusat motorik utama

dalam korteks motorik serebri, serebelum dan gangglia

basalis.

b. Hipotalamus

Letak dibawah talamus

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari

sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai

ekspresi tingkah laku dan emosi.

Berperan penting dalam pengaturan hormon (hormon anti

diuretik dan okstoksin disintesis dalam nukleus yang

terletak dalam hipotalamus).

Page 6: Trauma Capitis

Pengaturan cairan tubuh dan susunan elektrolit, suhu tubuh,

fungsi endokrin dari tingkah laku seksual dn reproduksi

normal dan ekspresi ketenangan atau kemarahan, lapar dan

haus.

c. Subtalamus

Merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang penting

fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada

subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang

disebut hemibalismus.

d. Epitalamus

Berupa pita sempit jaringan saraf yang membentuk atap

diensefalon. Epitalamus berhubungan dengan sistem limbik

dan agaknya berperan pada beberapa dorongan emosi dasar

dan ingarasi informasi olfaktorius.

III. Etiologi

a. Kecelakaan lalu lintas/industri

b. Jatuh

c. Benturan benda tajam/ tumpul

d. Trauma pada saat kelahiran

e. Benturan dari objek yang bergerak (cedera akselerasi)

f. Benturan kepala pada benda padat yang tidak bergerak (cedera deselerasi)

IV. Patofisiologi

- Trauma kapitis menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang kepala,

jaringan otak. Cedera otak bisa berasal dari trauma langsung dan trauma

tidak langsung pada kepala.

- Kerusakan neurologis langsung disebabkan oleh suatu benda atau serpihan

tulang yang menembus dan merobek jaringan otak, oleh pengaruh suatu

kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.

- Riwayat kerusakan yang disebabkan oleh beberapa hal tergantung pada

kekuatan yang menimpa.

Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi dalam tengkorak

yang keras, bergerak, dengan demikian memaksa otak membentur

permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan (counter coup)

Page 7: Trauma Capitis

karena ada benturan keras ke otak maka bagian ini dapat merobek dan

mengoyak jaringan, kerusakan diperhebat bila ada rotasi tengkorak.

Bagian otak yang paling keras mengalami kerusakan adalah bagian

anterior dari lobus frontalis dan temporalis, bagian posterior lobus

oksipitalis dan bagian atas mesencefalon.

Efek sekunder trauma yang menyebabkan perubahan neurologik berat

disebabkan oleh reaksi jaringan terhadap cedera. Setiap kali jaringan

mengalami cedera, responnya dapat mempengaruhi perubahan isi cairan

intrasel dan ekstrasel. Peningkatan suplay darah ke tempat cedera dan

mobilisasi sel-sel untuk memperbaiki kerusakan sel. Neuron dan sel-sel

fungsional dalam otak tergantung dari suplay nutrien yang konstan dalam

bentuk glukosa dan O2 dan sangat peka terhadap cedera metabolik apabila

suplay terhenti. Sebagai akibat cedera, sirkulasi otak dapat kehilangan

kemampuannya untuk mengatur volume darah yang tersedia,

menyebabkan iskemia pada beberapa tempat tertentu dalam otak.

V. Klasifikasi Trauma Capitis

a. Luka/lecet pada kulit kepala yang paling sering terjadi, karena kulit kepala

terdiri dari banyak pembuluh darah dengan kemampuan yang kurang,

kebanyakan lukanya disertai dan bercampur dengan perdarahan

komplikasi utama yang terjadi pada kulit kepala adalah infeksi.

b. Trauma Kapitis terdiri dari :

1) Trauma Kapitis Terbuka

Adalah suatu keadaan dimana tengkorak sudah fraktur dan bagian

duramaternya terbuka dan tergores. Ada jenis fraktur kepala terbuka

yang mengenai dasar tengkorak, yaitu fraktur basis kranii yang

ditandai dengan :

a) Echymosis disekitar Os mastoideus

b) Hemotimpanum yaitu perdarahan yang keluar dari telinga.

c) Echymosis periorbital (black eyes) walaupun trauma tidak ada

pada mata.

d) Rinorrhea atau ottorhea

Page 8: Trauma Capitis

2) Trauma Kapitis Tertutup

a) Concussion/commotio/memar

Adalah banyak cedera yang mengakibatkan kerusakan fungsi

neurologi tanpa terjadinya kerusakan struktur, untuk sementara

kehilangan kesadaran dalam beberapa menit atau 2-3 jam.

Fenomena ini memerlukan pengawasan dan orientasi secara

bertahap. Dapat juga disertai dengan pusing dan sakit kepala,

karakteristik gejala commotio, sakit kepala, pusing, lelah, amnesia

retrograde dan ketidakmampuan berkonsentrasi.

b) Contusio

Adalah cedera kepala yang termasuk didalamnya luka memar,

perdarahan dan edema. Keadaan ini lebih serius daripada

commotio serebri. Pasien dapat tidak sadar dalam waktu yang

tidak tentu (2-3 jam, atau bulanan). Amnesia retrograde lebih berat

dan jelas. Gejala neurologis, parese, cedera. connorio ini biasanya

dapat terlihat pada lobus frontalis jika dilakukan lumbal funksi

maka liquor serebrospinal hemoragic.

c) Laceratio Cerebri (trauma kapitis berat)

Adanya sobekan pada jaringan otak karena tekanan atau fraktur

dan luka tusukan. Dapat terjadi perdarahan, hematoma dan edema

cerebral. Akibat perdarahan dapat terjadi ketidaksadaran,

hemiplegi dan dilatasi pupil, cerebral laceratio diklasifikasikan

berdasarkan lokasi benturan yaitu :

Coup, counter coup lesi tidak langsung terjadi pada tempat

pukulan melainkan terlihat pada bagian belakangnya.

VI. Tanda dan Gejala

a. Commotio Cerebri

- Tidak sadar selama kurang atau sama dengan 10 menit.

- Mual dan muntah

- Nyeri kepala (pusing)

- Nadi, suhu, TD menurun atau normal

b. Contosio Cerebri

- Tidak sadar lebih dari 10 menit

- Amnesia anterograde

Page 9: Trauma Capitis

- Mual dan muntah

- Penurunan tingkat kesadaran

- Gejala neurologi, seperti parese

- LP berdarah

c. Laserasio Serebri

- Jaringan robek akibat fragmen taham

- Pingsan maupun tidak sadar selama berhari-hari/berbulan-bulan

- Kelumpuhan anggota gerak

- Kelumpuhan saraf otak

VII. Test Diagnostik

a. CT Scan (dengan atau tanpa kontras)

Mengidentifikasi adanya perdarahan, menentukan ukuran vertikel,

pergeseran jaringan otak

b. MRI (Magnetik Resonance Imaging)

Sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontral

c. PET (Positron Emission Tomography) menunjukkan perubahan

aktivitas metabolisme otak.

d. Echoencephalograpi : melihat keberadaan dan berkembangnya

gelombang patologis.

e. Fungsi lumbal/listernograpi : dapat menduga kemungkinan adanya

perdarahan subarachnoid.

f. X-ray : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, pergeseran

struktur dari garis tengah, adanya frakmen tulang.

g. Cek elektrolit darah : untuk mengetahui ketidakseimbangan yang

berperan dalam peningkatan TIK.

h. Analisa Gas Darah : untuk mendeteksi jumlah ventilasi dan

oksigenisasi

i. EEG : untuk melihat aktifitas dan hantaran listrik di otak

j. Pneumoenchephalografi dengan memasukkan udara ke dalam ruangan

otak apakah ada penyempitan.

k. Darah lengkap untuk mengetahui kekuatan hemoglobin dalam

mengikat O2.

Page 10: Trauma Capitis

VIII. Therapi / Pengelolaan Medik

Pengobatan yang diberikan pada pasien trauma kapitis :

1. Pengobatan konservatif

- Bedrest total di RS

- Antikonvulsan (anti kejang)

- Diuretik

- Corticosteroid (mengurangi edema)

- Barbiturat (penenang)

- Antibiotik (mencegah infeksi)

- Analgetik (mengurangi rasa takut).

2. Tindakan observatif

- Observasi pernapasan

- Monitor tekanan intrakranial

- Monitor cairan elektrolit

- Monitor tanda-tanda vital

3. Tindakan operatif bila ada indikasi

IX. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada pasien yang mengalami trauma

kapitis yaitu:

a. Shock disebabkan karena banyaknya darah yang hilang atau rasa sakit

hebat. Bila kehilangan lebih dari 50% darah dapat mengakibatkan

kematian.

b. Peningkatan tekanan intrakranial, terjadi pada edema cerebri dan

hematoma dalam tulang tengkorak.

c. Meningitis, terjadi bila ada luka di daerah otak yang ada hubungannya

dengan luar.

d. Infeksi/kejang, terjadi bila disertai luka pada anggota badan atau

adanya luka pada fraktur tulang tengkorak.

e. Edema pulmonal akibat dari cedera pada otak yang menyebabkan

adanya peningkatan tekanan darah sistemik sebagai respon dari sistem

saraf simpatis pada peningkatan TIK. Peningkatan vasokontriksi

tubuh ini menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru-paru.

Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan dalam proses

memungkinkan cairan berpindah ke dalam alveolus.

Page 11: Trauma Capitis

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Pola pemeliharaan kesehatan dan persepsi kesehatan.

Riwayat trauma saat ini dan benturan yang terjadi secara tidak sengaja.

Fraktur atau terlepasnya persendian.

Gangguan penglihatan

Kulit luka kepala/abrasi, perubahan warna (tanda-tanda trauma)

Keluarnya cairan dari telinga dan hidung

Gangguan kesadaran

Demam, perubahan suhu tubuh

b. Pola nutrisi metabolik

Mual, muntah

Sulit menelan

c. Pola eliminasi

Inkontinensia atau retensi kandung kemih.

d. Pola aktivitas

Keadaan aktivitas : lemah, letih, lesu, kesadaran berubah, hemiparase,

kelemahan koordinasi otot-otot kejang

Keadaan pernapasan: apnea, hyperventilasi, suara napas stridor, rochi,

wheezing.

e. Pola istirahat

Pasien mengatakan intensitas sakit kepala yang tidak tetap dan lokasi

sakit kepala.

f. Pola persepsi sensori kognitif

Kehilangan kesadaran sementara.

Pusing, pingsan

Mati rasa pada ekstremitas

Perubahan penglihatan: diplopia, tidak peka terhadap reflek cahaya,

perubahan pupil, ketidakmampuan untuk melihat ke segala arah.

Kehilangan rasa, bau, pendengaran dan selera

Perubahan dalam kesadaran, koma.

Perubahan status mental (perhatian, emosional, tingkah laku, ingatan,

konsentrasi).

Wajah tidak simetris

Tidak ada reflek tendon

Page 12: Trauma Capitis

Tidak mampu mengkoordinir otot-otot dan gerakan, kelumpuhan pada

salah satu anggota gerak otot.

Kehilangan indra perasa pada bagian tubuh.

Kesulitan dalam memahami diri sendiri.

g. Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan tingkah laku (halus dan dramatik).

Kecemasan, lekas marah, mengingau, gelisah, bingung.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.

b. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan

lobus pariental, kerusakan nervus olfakttorius.

c. Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, hemiparese, kelemahanan.

d. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan dan kelemahan fisik.

e. Gangguan dalam pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk

yang kurang.

f. Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfungsinya

proses berfikir, ketidakmampuan fisik.

g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu

menelan

h. Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik

i. Gangguan kognitif kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia

j. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma dan sakit kepala.

k. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik.

l. Perubahan pola eliminasi urine inkontinential atau retensi urine b.d

terganggunya saraf kontrol berkemih.

3. Perencanaan

a. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.

Hasil yang diharapkan:

Pasien tidak menunjukkan peningkatan TIK

Terorientasi pada tempat, waktu dan respon

Tidak ada gangguan tingkat kesadaran

Page 13: Trauma Capitis

Intervensi:

Kaji status neurologi, tanda-tanda vital (tekanan darah meningkat,

suhu naik, pernapasan sesak, dan nadi) tiap 10-20 menit sesuai

indikasi.

R/: Mendeteksi dini perubahan yang terjadi sehingga dapat

mengantisipasinya.

Temukan faktor penyebab utama adanya penurunan perfusi jaringan

dan potensial terjadi peningkatan TIK.

R/: Untuk menentukan asuhan keperawatan yang diberikan.

Monitor suhu tubuh

R/: Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya

kerusakan hipotalamus atau panas karena peningkatan

metabolisme tubuh.

Berikan posisi antitrendelenberg atau dengan meninggikan kepala

kurang lebih 30 derajat.

R/: Mencegah terjadinya peningkatan TIK

Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat diuretik seperti

manitol, diamox

R/: Membantu mengurangi edema otak

b. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan

lobus parientalis, kerusakan nervus olfaktorius.

Hasil yang diharapkan:

Kesadaran pasien kembali normal

Tidak terjadi peningkatan TIK

Intervensi:

Observasi keadaan umum serta TTV

R/: Mengetahui keadaan umum pasien.

Orientasikan pasien terhadap orang, tempat dan waktu.

R/: Melatih kemampuan pasien dalam mengenal waktu, tempat dan

lingkungan pasien.

Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indra, misalnya: parfum

R/: Melatih kepekaan nervus olfaktorius.

Kolaborasi medik untuk membatasi penggunaan sedativa

R/: Sedativa mempengaruhi tingkat kesadaran pasien.

Page 14: Trauma Capitis

c. Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, kelelahan

Hasil yang diharapkan:

Pasien dapat mempertahankan mobilitas fisik seperti yang tunjukkan

dengan tidak adanya kontraktur.

Tidak terjadi peningkatan TIK

Intervensi:

Lakukan latihan pasif sedini mungkin

R/: Mempertahankan mobilitas sendi dan tonus otot.

Beri foodboard/penyangga kaki

R/: Mempertahankan posisi ekstremitas

Pertahankan posisi tangan, lengan, kaki dan tungkai

R/: Posisi ekstremitas yang kurang tepat akan terjadi dislokasi

Kolaborasi fisioterapi

R/: Tindakan fisioterapi dapat mencegah kontraktur

d. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan.

Hasil yang diharapkan:

Trauma fisik tidak terjadi

Terjaganya batas kesadaran fungsi motorik

Intervensi:

Jangan tinggalkan pasien sendiri saat kejang

R/: Secepatnya mengambil tindakan yang tepat dan menentukan

asuhan keperawatan

Perhatikan lingkungan

R/: Cegah terjadinya trauma

Longgarkan pakaian yang sempit terutama bagian leher.

R/: Memperlancar jalan napas.

Tidak boleh diikat selama kejang.

R/: Mengurangi ketegangan

Beri posisi yang tepat (kepala dimiringkan)

R/: Membantu pembukaan jalan napas.

Gunakan bantal tipis di kepala

R/: Membantu mengurangi tekanan intrakranial

Disorientasikan kembali keadaan pasien dan berikan istirahat pada

pasien.

Page 15: Trauma Capitis

R/: Melatih kemampuan berfikir, memelihara fungsi mental dan

orientasi terhadap kenyataan.

e. Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang

kurang.

Hasil yang diharapkan:

Tidak ada gangguan jalan napas

Lendir dapat batukkan/sekret dapat keluar.

Pernapasan teratur.

Intervensi:

Kaji pernapasan, suara napas, kecepatan irama, kedalaman,

penggunaan obat tambahan.

R/: Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret

Catat karakteristik sputum (warna, jumlag, konsistensi)

R/: Pengeluaran sekret akan sulit jika kental

Anjurkan minum 2500cc/hari.

R/: Mengencerkan lendir sehingga dapat dibatukkan

Beri posisi fowler

R/: Memaksimalkam ekspansi paru dan memudahkan bernapas

Kolaborasi pemberian O2 dan pengobatan/therapi

R/: Memenuhi kebutuhan O2 dan pengeluaran sekret

f. Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfugsinya

proses berpikir

Hasil yang diharapkan:

Membuat pernyataan tentang body image

Mengekspresikan penerimaan body image

Menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk mendapatkan

informasi dan dukungan.

Intervensi:

Kaji persamaan dan persepsi pasien tentang kurang berfungsinya

proses berfikir dan ketidakmampuan mobilitas fisik.

R/: Menentukan tindakan keperawatan yang tepat.

Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaan perubahan bod image

R/: Meningkatkan proses penerimaan diri.

Page 16: Trauma Capitis

Dengarkan ungkapan pasien untuk menolak/menyangkal perubahan

body image.

R/: Mengurangi rasa keterasingan terhadap perubahan body image.

Hargai pemecahan masalah yang konstruktif untuk meningkatkan rasa

penerimaan diri.

R/: Memberikan dukungan untuk meningkatkan body image.

g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu

menelan.

Hasil yang diharapkan:

Berat badan normal

Mengkonsumsi semua makanan yang disajikan.

Terbebas dari malnutrisi.

Intervensi:

Kaji kemampuan makan dan menelan.

R/: Membantu dalam menentukan jenis makanan dan mencegah

terjadinya aspirasi

Dengarkan suara peristaltik usus

R/: Membantu menentukan respon dari pemberian makanan dan

adanya hiperperistaltik kemungkinan adanya komplikasi ileus.

Berikan rasa nyaman saat makan, seperti posisi semi fowler/fowler.

R/: Mencegah adanya regurgitasi dan aspirasi

Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan

hangat.

R/: Meningkatkan nafsu makan.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.

R/: Vitamin membantu meningkatkan nafsu makan dan mencegah

malnutrisi

h. Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik dan

gangguan kognitif.

Hasil yang diharapkan:

Kebutuhan hygiene, nutrisi, eliminasi pasien terpenuhi.

Pasien dapat merawat diri sesuai dengan kemampuan pasien.

Page 17: Trauma Capitis

Intervensi:

Bantu perawatan diri pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.

R/: Kebutuhan pasien akan pemenuhan perawatan diri terpenuhi.

Kaji kemampuan pasien dalam merawat diri.

R/: Menentukan asuhan keperawatan yang tepat.

Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri bila

sudah sembuh.

i. Kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia

Hasil yang diharapkan:

Kemampuan komunikasi verbal b.d aphasia

Intervensi:

Kaji kemampuan pasien dalam komunikasi verbal

R/: Menentukan askep yang tepat

Beri kesempatan pada pasien untuk menngungkapkan kebutuhannya

R/: Agar pasien terpenuhi kebutuhannya.

Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kebutuhannya dengan bahasa

isyarat.

R/: Kebutuhan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.

Ajarkan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.

R/: Kalimat pendek dan singkat tidak membuat pasien lelah dan

bingung.

j. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma sakit kepala.

Hasil yang diharapkan:

Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang.

Intervensi:

Kaji lokasi nyeri, intensitas dan keluhan pasien.

R/: Menentukan intervensi yang tepat

Ajarkan teknik relaksasi tarik napas dalam

R/: Ketegangan saraf yang mengendor akan mengurangi rasa nyeri.

Beri posisi tidur dengan kepala tanpa bantal

R/: Tekanan intrakranial turun akan mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik

R/: Analgetik meningkatkan ambang rasa nyeri.

Page 18: Trauma Capitis

k. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik

Hasil yang diharapkan:

Tidak terjadi kerusakan kulit, dekubitus.

Intervensi:

Kaji keadaan kulit pasien.

R/: Menentukan askep yang tepat.

Beri posisi tidur miring kiri-terlentang kanan tiap 2 jam.

R/: Penekanan yang terlalu lama pada salah satu lokasi kulit akan

menimbulkan nekrose

Lakukan massage pada lokasi kulit yang terjadi penekanan

R/: Meningkatkan sirkulasi darah

Jaga alat tenun tempat tidur pasuen kering dan tidak terlipat.

R/: Kain basah dan berlipat akan menimbulkan kerusakan pada kulit.

l. Perubahan pola eliminasi urine : inkontinensia atau retensi urine b.d

terganggunya saraf kontrol.

Hasil yang diharapkan:

Pasien dapat mengontrol pengeluaran urine

Intervensi:

Kaji pola berkemih

R/: Menentukan tindakan

Catat intake dan output

R/: Mengetahui balance cairan

Pasang kateter kondom

R/: Mencegah infeksi

4. Discharge Planning

a. Jelaskan pentingnya istirahat

b. Segera bawa ke rumah sakit bila ada keluhan

c. Minum obat secara teratur sesuai program medik

d. Libatkan keluarga dalam perawatan untuk cegah komplikasi.