trauma capitis
DESCRIPTION
Trauma capitisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berkembangnya teknologi di berbagai bidang kehidupan, tidak
berarti bahwa resiko tinggi kecelakaan pada manusiapun tidak ada. Banyak
kecelakaan yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari. salah satu trauma
yang memiliki tingkat resiko paling tinggi ialah resiko cedera kepala, karena
sangat berkaitan erat dengan susunan saraf pusat yang berada di rongga kepala.
Data statistik menunjukkan bahwa tingkat trauma kepala sangat tinggi yang
diakibatkan sebagai akibat kurang kewaspadaan dari masing-masing individu.
Dari semua kasus cedera kepala di Amerika Serikat 49% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas (sepeda motor) dan jatuh merupakan penyebab ke dua
(keperawatan kritis, Hudak & Gallo) serta dua kali lebih besar pada pria
dibandingkan wanita sedangkan di Indonesia belum ada penelitian yang
menunjukkan presentasi kematian yang diakibatkan oleh cedera kepala, tetapi dari
pengamatan yang dilakukan banyak kasus cedera kepala disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
Cedera kepala ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas
sehingga masyarakat tidak langsung mencari bantuan medis, padahal sekecil
apapun trauma di kepala bisa mengakibatkan gangguan fisik, mental bahkan
kematian.
Untuk mengantisipasi keadaan di atas maka masyarakat harus diberi
penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap trauma
kepala.
Peran dari berbagai pihak seperti kepolisian sangat penting karena
kecelakaan terjadi biasanya didahului dengan pelanggaran lalu lintas, sehingga
pendidikan, tata tertibdi jalan raya perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu peran perawat tidak kalah pentingnya dalam penanganan
trauma kepala karena perawat bisa melakukan penyuluhan maupun tindakan
observasi untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh cedera
kepala.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Agar lebih memahami secara mendalam tentang trauma kapitis sehingga dapat
memberi perawatan yang akurat pada pasien.
2. Memperoleh pengalaman nyata dan menghubungkan dengan teori yang telah
didapat.
3. Memenuhi tugas DKA 400.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan :
1. Studi kepustakaan dengan mempelajari literatur yang berhubungan dengan
Trauma Kapitis.
2. Studi kasus yaitu dengan pengamatan langsung pada pasien trauma kapitis.
D. Sistematika Penulisan
Terdiri dari 5 bab yang diawali dengan kata pengantar dan daftar isi. Dalam Bab I
memuat latar belakang, tujuan, metode dan sistematika penulisan. Bab II berisi
tentang tujuan teoritis; konsep medik meliputo definisi, anatomi fisiologi,
etiologi, patofisiologi, test diagnostik, terapi dan pengelolaan medik serta
komplikasi. Sedangkan konsep asuhan keperawatan : pengkajian, diagnosa
perawatan, perencanaan keperawatan dan perencanaan pulang. Bagian akhir
bab II berisi tentang patoflowdiagram. Bab III pengamatan kasus, memuat tentang
kasus yang diamati di lapangan dan pengkajian sampai evaluasi termasuk nilai
laboratorium dan obat-obatan yang diberikan. Bab IV pembahasan kasus
menghubungkan antara teori dan kasus yang diamati. Bab V berisi kesimpulan
setelah mengamati pasien dilapangn dan teori. Bagian akhir dilampirkan daftar
pustaka yang menjadi referansi dalam penyususnan makalah ini.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Medik
I. Definisi
Trauma Capitis adalah cedera kepala yang menyebabkan kerusakan pada kulit
kepala, tulang tengkorak dan pada otak. (Brunner and Suddarth Medikal
Surgical Nursing).
II. Anatomi Fisiologi
Otak merupakan satu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dari semua alat tubuh. Otak terdapat dalam rongga tengkorak
yang melindungi otak dari cedera.
Berdasarkan daerah atau lobusnya otak terbagi menjadi 4 lobus yaitu :
frontalis (untuk berpikir) temporalis (menerima sensasi yang datang dari
telinga), parietalis (sensasi perabaan, perubahan temperatur) oksipitalis
(menerima sensasi dari mata).
Otak selain dilindungi oleh tengkorak juga dilindungi selaput yang
disebut munigen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi,
mendukung dan memelihara otak. Munigen terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Durameter
Membran luar yang liat, tebal, tidak elastis.Dura melekat erat dengan
permukaan dalam tengkorak oleh karena bila dura robek dan tidak segera
diperbaiki dengan sempurna maka akan timbul berbagai masalah. Dura
mempunyai aliran darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior di suplay
oleh arteri munigen yang bercabang dari arteria karotis interna dan
menyuplay fasa arterior arteria munigen yaitu cabang dari arteria
oksipitalis menyuplay darah ke fasa posterior.
2. Araknoid
Merupakan bagian membran tengah bersifat tipis, halus, elastis dan
menyerupai sarang laba-laba. Membran ini berwarna putih karena tidak
dialiri darah. Pada dinding araknoid terdapat pleksus khoroid yng
bertanggung jawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Terdapat
juga membran araknoid villi yang mengabsorbsi CSS. Pada orang dewasa
normal CSS yang diproduksi 500 ml perhari, tetapi 150 ml diabsorbsi oleh
villi.
3. Piamater
4. Membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang
menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak dan sangat kaya
dengan pembuluh darah.
Otak merupakan organ kompleks yang dominasi cerebrum. Otak
merupakan struktur kembar yaitu lateral simetris dan terdiri dari 2 bagian
yang disebut hemisferium.
Belahan kiri dari cerebrum berkaitan dengan sisi kanan tubuh dan
belahan kanan cerebrum berkaitan dengan sisi kiri tubuh.
Otak terbagi menjadi 3 bagian besar :
1. Cerebrum (otak besar)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Substansia grisea
terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba
menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi
substansia grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi
kortex serebri, nukleus dan basal gangglia. Substansia alba terdiri dari
sel-sel syaraf yang menghubungkan bagian–bagian otak yang lain.
Sebagian besar hemisfer serebri (telesefalon) tensi jaringan SSP. Area
inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi yaitu terhadap fungsi
individu dan intelegensia.
2. Batang otak (trunkus serebri), terdiri dari :
Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara
serebelum dan mesensepalon. Diensepalon berfungsi untuk
vasokontruktor (mengecilkan pembuluh darah), respiratory
(membantu proses pernapasan), mengontrol kegiatan reflek dan
membantu pekerjaan jantung.
Mesensefalon, berfungsi sebagai membantu pergerakan mata dan
mengangkat kelopak mata, memutar mata dan pusat pergerakan
mata.
Pons varoli, sebagai penghubung antara kedua bagian serebellum
dan juga medula oblongata dengan serebellum pusat saraf nervus
trigeminus.
Medula oblongata, bagian batang otak yang paling bawah yang
berfungsi untuk mengontrol pekerjaan jantung, mengecilkan
pembuluh darah, pusat pernapasan dan mengontrol kegiatan
refleks.
Serebelum
Terletak dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentoreum yang memisahkan
dari bagian posterior serebrum.
Semua aktivitas serebrum berada dibawah kesadaran fungsi
utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tenus-tenus kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
Diensefalon
Istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur
disekitar vertikel dan membentuk inti bagian dalam serebrum.
Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu
memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-
rangsang tersebut.
Diensefalon dibagi menjadi 4 wilayah yaitu :
a. Talamus
Berfungsi sebagai pusat sensorik primitif (dapat merasakan
nyeri, tekanan, rabaan getar dan suhu yang ekstrim secara
samar-samar).
Berperan penting dalam integrasi ekspresi motorik oleh
karena hubungan fungsinya terhadap pusat motorik utama
dalam korteks motorik serebri, serebelum dan gangglia
basalis.
b. Hipotalamus
Letak dibawah talamus
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari
sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah laku dan emosi.
Berperan penting dalam pengaturan hormon (hormon anti
diuretik dan okstoksin disintesis dalam nukleus yang
terletak dalam hipotalamus).
Pengaturan cairan tubuh dan susunan elektrolit, suhu tubuh,
fungsi endokrin dari tingkah laku seksual dn reproduksi
normal dan ekspresi ketenangan atau kemarahan, lapar dan
haus.
c. Subtalamus
Merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang penting
fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang
disebut hemibalismus.
d. Epitalamus
Berupa pita sempit jaringan saraf yang membentuk atap
diensefalon. Epitalamus berhubungan dengan sistem limbik
dan agaknya berperan pada beberapa dorongan emosi dasar
dan ingarasi informasi olfaktorius.
III. Etiologi
a. Kecelakaan lalu lintas/industri
b. Jatuh
c. Benturan benda tajam/ tumpul
d. Trauma pada saat kelahiran
e. Benturan dari objek yang bergerak (cedera akselerasi)
f. Benturan kepala pada benda padat yang tidak bergerak (cedera deselerasi)
IV. Patofisiologi
- Trauma kapitis menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang kepala,
jaringan otak. Cedera otak bisa berasal dari trauma langsung dan trauma
tidak langsung pada kepala.
- Kerusakan neurologis langsung disebabkan oleh suatu benda atau serpihan
tulang yang menembus dan merobek jaringan otak, oleh pengaruh suatu
kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
- Riwayat kerusakan yang disebabkan oleh beberapa hal tergantung pada
kekuatan yang menimpa.
Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi dalam tengkorak
yang keras, bergerak, dengan demikian memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan (counter coup)
karena ada benturan keras ke otak maka bagian ini dapat merobek dan
mengoyak jaringan, kerusakan diperhebat bila ada rotasi tengkorak.
Bagian otak yang paling keras mengalami kerusakan adalah bagian
anterior dari lobus frontalis dan temporalis, bagian posterior lobus
oksipitalis dan bagian atas mesencefalon.
Efek sekunder trauma yang menyebabkan perubahan neurologik berat
disebabkan oleh reaksi jaringan terhadap cedera. Setiap kali jaringan
mengalami cedera, responnya dapat mempengaruhi perubahan isi cairan
intrasel dan ekstrasel. Peningkatan suplay darah ke tempat cedera dan
mobilisasi sel-sel untuk memperbaiki kerusakan sel. Neuron dan sel-sel
fungsional dalam otak tergantung dari suplay nutrien yang konstan dalam
bentuk glukosa dan O2 dan sangat peka terhadap cedera metabolik apabila
suplay terhenti. Sebagai akibat cedera, sirkulasi otak dapat kehilangan
kemampuannya untuk mengatur volume darah yang tersedia,
menyebabkan iskemia pada beberapa tempat tertentu dalam otak.
V. Klasifikasi Trauma Capitis
a. Luka/lecet pada kulit kepala yang paling sering terjadi, karena kulit kepala
terdiri dari banyak pembuluh darah dengan kemampuan yang kurang,
kebanyakan lukanya disertai dan bercampur dengan perdarahan
komplikasi utama yang terjadi pada kulit kepala adalah infeksi.
b. Trauma Kapitis terdiri dari :
1) Trauma Kapitis Terbuka
Adalah suatu keadaan dimana tengkorak sudah fraktur dan bagian
duramaternya terbuka dan tergores. Ada jenis fraktur kepala terbuka
yang mengenai dasar tengkorak, yaitu fraktur basis kranii yang
ditandai dengan :
a) Echymosis disekitar Os mastoideus
b) Hemotimpanum yaitu perdarahan yang keluar dari telinga.
c) Echymosis periorbital (black eyes) walaupun trauma tidak ada
pada mata.
d) Rinorrhea atau ottorhea
2) Trauma Kapitis Tertutup
a) Concussion/commotio/memar
Adalah banyak cedera yang mengakibatkan kerusakan fungsi
neurologi tanpa terjadinya kerusakan struktur, untuk sementara
kehilangan kesadaran dalam beberapa menit atau 2-3 jam.
Fenomena ini memerlukan pengawasan dan orientasi secara
bertahap. Dapat juga disertai dengan pusing dan sakit kepala,
karakteristik gejala commotio, sakit kepala, pusing, lelah, amnesia
retrograde dan ketidakmampuan berkonsentrasi.
b) Contusio
Adalah cedera kepala yang termasuk didalamnya luka memar,
perdarahan dan edema. Keadaan ini lebih serius daripada
commotio serebri. Pasien dapat tidak sadar dalam waktu yang
tidak tentu (2-3 jam, atau bulanan). Amnesia retrograde lebih berat
dan jelas. Gejala neurologis, parese, cedera. connorio ini biasanya
dapat terlihat pada lobus frontalis jika dilakukan lumbal funksi
maka liquor serebrospinal hemoragic.
c) Laceratio Cerebri (trauma kapitis berat)
Adanya sobekan pada jaringan otak karena tekanan atau fraktur
dan luka tusukan. Dapat terjadi perdarahan, hematoma dan edema
cerebral. Akibat perdarahan dapat terjadi ketidaksadaran,
hemiplegi dan dilatasi pupil, cerebral laceratio diklasifikasikan
berdasarkan lokasi benturan yaitu :
Coup, counter coup lesi tidak langsung terjadi pada tempat
pukulan melainkan terlihat pada bagian belakangnya.
VI. Tanda dan Gejala
a. Commotio Cerebri
- Tidak sadar selama kurang atau sama dengan 10 menit.
- Mual dan muntah
- Nyeri kepala (pusing)
- Nadi, suhu, TD menurun atau normal
b. Contosio Cerebri
- Tidak sadar lebih dari 10 menit
- Amnesia anterograde
- Mual dan muntah
- Penurunan tingkat kesadaran
- Gejala neurologi, seperti parese
- LP berdarah
c. Laserasio Serebri
- Jaringan robek akibat fragmen taham
- Pingsan maupun tidak sadar selama berhari-hari/berbulan-bulan
- Kelumpuhan anggota gerak
- Kelumpuhan saraf otak
VII. Test Diagnostik
a. CT Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi adanya perdarahan, menentukan ukuran vertikel,
pergeseran jaringan otak
b. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontral
c. PET (Positron Emission Tomography) menunjukkan perubahan
aktivitas metabolisme otak.
d. Echoencephalograpi : melihat keberadaan dan berkembangnya
gelombang patologis.
e. Fungsi lumbal/listernograpi : dapat menduga kemungkinan adanya
perdarahan subarachnoid.
f. X-ray : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, pergeseran
struktur dari garis tengah, adanya frakmen tulang.
g. Cek elektrolit darah : untuk mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam peningkatan TIK.
h. Analisa Gas Darah : untuk mendeteksi jumlah ventilasi dan
oksigenisasi
i. EEG : untuk melihat aktifitas dan hantaran listrik di otak
j. Pneumoenchephalografi dengan memasukkan udara ke dalam ruangan
otak apakah ada penyempitan.
k. Darah lengkap untuk mengetahui kekuatan hemoglobin dalam
mengikat O2.
VIII. Therapi / Pengelolaan Medik
Pengobatan yang diberikan pada pasien trauma kapitis :
1. Pengobatan konservatif
- Bedrest total di RS
- Antikonvulsan (anti kejang)
- Diuretik
- Corticosteroid (mengurangi edema)
- Barbiturat (penenang)
- Antibiotik (mencegah infeksi)
- Analgetik (mengurangi rasa takut).
2. Tindakan observatif
- Observasi pernapasan
- Monitor tekanan intrakranial
- Monitor cairan elektrolit
- Monitor tanda-tanda vital
3. Tindakan operatif bila ada indikasi
IX. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada pasien yang mengalami trauma
kapitis yaitu:
a. Shock disebabkan karena banyaknya darah yang hilang atau rasa sakit
hebat. Bila kehilangan lebih dari 50% darah dapat mengakibatkan
kematian.
b. Peningkatan tekanan intrakranial, terjadi pada edema cerebri dan
hematoma dalam tulang tengkorak.
c. Meningitis, terjadi bila ada luka di daerah otak yang ada hubungannya
dengan luar.
d. Infeksi/kejang, terjadi bila disertai luka pada anggota badan atau
adanya luka pada fraktur tulang tengkorak.
e. Edema pulmonal akibat dari cedera pada otak yang menyebabkan
adanya peningkatan tekanan darah sistemik sebagai respon dari sistem
saraf simpatis pada peningkatan TIK. Peningkatan vasokontriksi
tubuh ini menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru-paru.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan dalam proses
memungkinkan cairan berpindah ke dalam alveolus.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola pemeliharaan kesehatan dan persepsi kesehatan.
Riwayat trauma saat ini dan benturan yang terjadi secara tidak sengaja.
Fraktur atau terlepasnya persendian.
Gangguan penglihatan
Kulit luka kepala/abrasi, perubahan warna (tanda-tanda trauma)
Keluarnya cairan dari telinga dan hidung
Gangguan kesadaran
Demam, perubahan suhu tubuh
b. Pola nutrisi metabolik
Mual, muntah
Sulit menelan
c. Pola eliminasi
Inkontinensia atau retensi kandung kemih.
d. Pola aktivitas
Keadaan aktivitas : lemah, letih, lesu, kesadaran berubah, hemiparase,
kelemahan koordinasi otot-otot kejang
Keadaan pernapasan: apnea, hyperventilasi, suara napas stridor, rochi,
wheezing.
e. Pola istirahat
Pasien mengatakan intensitas sakit kepala yang tidak tetap dan lokasi
sakit kepala.
f. Pola persepsi sensori kognitif
Kehilangan kesadaran sementara.
Pusing, pingsan
Mati rasa pada ekstremitas
Perubahan penglihatan: diplopia, tidak peka terhadap reflek cahaya,
perubahan pupil, ketidakmampuan untuk melihat ke segala arah.
Kehilangan rasa, bau, pendengaran dan selera
Perubahan dalam kesadaran, koma.
Perubahan status mental (perhatian, emosional, tingkah laku, ingatan,
konsentrasi).
Wajah tidak simetris
Tidak ada reflek tendon
Tidak mampu mengkoordinir otot-otot dan gerakan, kelumpuhan pada
salah satu anggota gerak otot.
Kehilangan indra perasa pada bagian tubuh.
Kesulitan dalam memahami diri sendiri.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan tingkah laku (halus dan dramatik).
Kecemasan, lekas marah, mengingau, gelisah, bingung.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
b. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan
lobus pariental, kerusakan nervus olfakttorius.
c. Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, hemiparese, kelemahanan.
d. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan dan kelemahan fisik.
e. Gangguan dalam pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk
yang kurang.
f. Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfungsinya
proses berfikir, ketidakmampuan fisik.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu
menelan
h. Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
i. Gangguan kognitif kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia
j. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma dan sakit kepala.
k. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik.
l. Perubahan pola eliminasi urine inkontinential atau retensi urine b.d
terganggunya saraf kontrol berkemih.
3. Perencanaan
a. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
Hasil yang diharapkan:
Pasien tidak menunjukkan peningkatan TIK
Terorientasi pada tempat, waktu dan respon
Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Intervensi:
Kaji status neurologi, tanda-tanda vital (tekanan darah meningkat,
suhu naik, pernapasan sesak, dan nadi) tiap 10-20 menit sesuai
indikasi.
R/: Mendeteksi dini perubahan yang terjadi sehingga dapat
mengantisipasinya.
Temukan faktor penyebab utama adanya penurunan perfusi jaringan
dan potensial terjadi peningkatan TIK.
R/: Untuk menentukan asuhan keperawatan yang diberikan.
Monitor suhu tubuh
R/: Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya
kerusakan hipotalamus atau panas karena peningkatan
metabolisme tubuh.
Berikan posisi antitrendelenberg atau dengan meninggikan kepala
kurang lebih 30 derajat.
R/: Mencegah terjadinya peningkatan TIK
Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat diuretik seperti
manitol, diamox
R/: Membantu mengurangi edema otak
b. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan
lobus parientalis, kerusakan nervus olfaktorius.
Hasil yang diharapkan:
Kesadaran pasien kembali normal
Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
Observasi keadaan umum serta TTV
R/: Mengetahui keadaan umum pasien.
Orientasikan pasien terhadap orang, tempat dan waktu.
R/: Melatih kemampuan pasien dalam mengenal waktu, tempat dan
lingkungan pasien.
Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indra, misalnya: parfum
R/: Melatih kepekaan nervus olfaktorius.
Kolaborasi medik untuk membatasi penggunaan sedativa
R/: Sedativa mempengaruhi tingkat kesadaran pasien.
c. Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, kelelahan
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat mempertahankan mobilitas fisik seperti yang tunjukkan
dengan tidak adanya kontraktur.
Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
Lakukan latihan pasif sedini mungkin
R/: Mempertahankan mobilitas sendi dan tonus otot.
Beri foodboard/penyangga kaki
R/: Mempertahankan posisi ekstremitas
Pertahankan posisi tangan, lengan, kaki dan tungkai
R/: Posisi ekstremitas yang kurang tepat akan terjadi dislokasi
Kolaborasi fisioterapi
R/: Tindakan fisioterapi dapat mencegah kontraktur
d. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan.
Hasil yang diharapkan:
Trauma fisik tidak terjadi
Terjaganya batas kesadaran fungsi motorik
Intervensi:
Jangan tinggalkan pasien sendiri saat kejang
R/: Secepatnya mengambil tindakan yang tepat dan menentukan
asuhan keperawatan
Perhatikan lingkungan
R/: Cegah terjadinya trauma
Longgarkan pakaian yang sempit terutama bagian leher.
R/: Memperlancar jalan napas.
Tidak boleh diikat selama kejang.
R/: Mengurangi ketegangan
Beri posisi yang tepat (kepala dimiringkan)
R/: Membantu pembukaan jalan napas.
Gunakan bantal tipis di kepala
R/: Membantu mengurangi tekanan intrakranial
Disorientasikan kembali keadaan pasien dan berikan istirahat pada
pasien.
R/: Melatih kemampuan berfikir, memelihara fungsi mental dan
orientasi terhadap kenyataan.
e. Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang
kurang.
Hasil yang diharapkan:
Tidak ada gangguan jalan napas
Lendir dapat batukkan/sekret dapat keluar.
Pernapasan teratur.
Intervensi:
Kaji pernapasan, suara napas, kecepatan irama, kedalaman,
penggunaan obat tambahan.
R/: Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret
Catat karakteristik sputum (warna, jumlag, konsistensi)
R/: Pengeluaran sekret akan sulit jika kental
Anjurkan minum 2500cc/hari.
R/: Mengencerkan lendir sehingga dapat dibatukkan
Beri posisi fowler
R/: Memaksimalkam ekspansi paru dan memudahkan bernapas
Kolaborasi pemberian O2 dan pengobatan/therapi
R/: Memenuhi kebutuhan O2 dan pengeluaran sekret
f. Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfugsinya
proses berpikir
Hasil yang diharapkan:
Membuat pernyataan tentang body image
Mengekspresikan penerimaan body image
Menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk mendapatkan
informasi dan dukungan.
Intervensi:
Kaji persamaan dan persepsi pasien tentang kurang berfungsinya
proses berfikir dan ketidakmampuan mobilitas fisik.
R/: Menentukan tindakan keperawatan yang tepat.
Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaan perubahan bod image
R/: Meningkatkan proses penerimaan diri.
Dengarkan ungkapan pasien untuk menolak/menyangkal perubahan
body image.
R/: Mengurangi rasa keterasingan terhadap perubahan body image.
Hargai pemecahan masalah yang konstruktif untuk meningkatkan rasa
penerimaan diri.
R/: Memberikan dukungan untuk meningkatkan body image.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu
menelan.
Hasil yang diharapkan:
Berat badan normal
Mengkonsumsi semua makanan yang disajikan.
Terbebas dari malnutrisi.
Intervensi:
Kaji kemampuan makan dan menelan.
R/: Membantu dalam menentukan jenis makanan dan mencegah
terjadinya aspirasi
Dengarkan suara peristaltik usus
R/: Membantu menentukan respon dari pemberian makanan dan
adanya hiperperistaltik kemungkinan adanya komplikasi ileus.
Berikan rasa nyaman saat makan, seperti posisi semi fowler/fowler.
R/: Mencegah adanya regurgitasi dan aspirasi
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan
hangat.
R/: Meningkatkan nafsu makan.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.
R/: Vitamin membantu meningkatkan nafsu makan dan mencegah
malnutrisi
h. Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik dan
gangguan kognitif.
Hasil yang diharapkan:
Kebutuhan hygiene, nutrisi, eliminasi pasien terpenuhi.
Pasien dapat merawat diri sesuai dengan kemampuan pasien.
Intervensi:
Bantu perawatan diri pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
R/: Kebutuhan pasien akan pemenuhan perawatan diri terpenuhi.
Kaji kemampuan pasien dalam merawat diri.
R/: Menentukan asuhan keperawatan yang tepat.
Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri bila
sudah sembuh.
i. Kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia
Hasil yang diharapkan:
Kemampuan komunikasi verbal b.d aphasia
Intervensi:
Kaji kemampuan pasien dalam komunikasi verbal
R/: Menentukan askep yang tepat
Beri kesempatan pada pasien untuk menngungkapkan kebutuhannya
R/: Agar pasien terpenuhi kebutuhannya.
Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kebutuhannya dengan bahasa
isyarat.
R/: Kebutuhan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
Ajarkan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
R/: Kalimat pendek dan singkat tidak membuat pasien lelah dan
bingung.
j. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma sakit kepala.
Hasil yang diharapkan:
Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
Kaji lokasi nyeri, intensitas dan keluhan pasien.
R/: Menentukan intervensi yang tepat
Ajarkan teknik relaksasi tarik napas dalam
R/: Ketegangan saraf yang mengendor akan mengurangi rasa nyeri.
Beri posisi tidur dengan kepala tanpa bantal
R/: Tekanan intrakranial turun akan mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik
R/: Analgetik meningkatkan ambang rasa nyeri.
k. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
Hasil yang diharapkan:
Tidak terjadi kerusakan kulit, dekubitus.
Intervensi:
Kaji keadaan kulit pasien.
R/: Menentukan askep yang tepat.
Beri posisi tidur miring kiri-terlentang kanan tiap 2 jam.
R/: Penekanan yang terlalu lama pada salah satu lokasi kulit akan
menimbulkan nekrose
Lakukan massage pada lokasi kulit yang terjadi penekanan
R/: Meningkatkan sirkulasi darah
Jaga alat tenun tempat tidur pasuen kering dan tidak terlipat.
R/: Kain basah dan berlipat akan menimbulkan kerusakan pada kulit.
l. Perubahan pola eliminasi urine : inkontinensia atau retensi urine b.d
terganggunya saraf kontrol.
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat mengontrol pengeluaran urine
Intervensi:
Kaji pola berkemih
R/: Menentukan tindakan
Catat intake dan output
R/: Mengetahui balance cairan
Pasang kateter kondom
R/: Mencegah infeksi
4. Discharge Planning
a. Jelaskan pentingnya istirahat
b. Segera bawa ke rumah sakit bila ada keluhan
c. Minum obat secara teratur sesuai program medik
d. Libatkan keluarga dalam perawatan untuk cegah komplikasi.