sap trauma capitis
TRANSCRIPT
Asuhan Keperawatan Pada Trauma Capitis Ringan
1. Pengertian
1. Trauma Capitis atau Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 2006).
2. Trauma kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitiel dan tidak menganggu jaringan otak. ( Brunner & Suddarth, 2000 )
3. Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran dan menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Rosdiana Ramli, 2011).
2. Jenis-Jenis Trauma Kepala
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut:
1. FrakturMenurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu :
a. Simple : Retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit b. Linear or hairline: Retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa
depresi, distorsi dan ‘splintering’. c. Depressed: Retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. d. Compound : Retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain
retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008).2. Luka Memar (kontosio)
Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. (Corrigan, 2004).
3. Laserasi (luka robek atau koyak)Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit.
4. Abrasi Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.
5. AvulsiLuka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).
3. EtiologiMenurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah
sebagai berikut :
1. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).
2. Jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan Kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).
4. PatofisiologiOtak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.1. Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
2. Faktor Respiratori Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi
paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid). Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata.
3. Faktor Metabolisme Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya
yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
4. Faktor Gastrointestinal Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala
(3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.
5. Faktor Psikologis Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada
pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga.
5. Pathway Trauma Kepala
Sumber:
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 275
TRAUMA KEPALA
Kulit kepala Tulang kepala Jaringan otak
Hematoma pada kulit Fraktur linear Fraktur communited
Fraktur depressed Fraktur basis
Komusio Hematoma
Edema Kontusio
1. TIK meningkatGangguan kesadaran
Gangguan TTVkelainan neurologis
Hipoksemia serebral
Kelainan metabolisme
Respon fisiologis otak
Cedera otak sekunder
Kerusakan sel otak meningkat
Peningkatan rangsangan simpatis
Peningkatan Tahanan vaskuler sistemik
Penurunan tek. Pemb. Darah pulmonal
Peningkatan tek. hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Edema paru
Curah jantung menurun
Difusi O2 terhambat
3. Gangguan Pola Napas
Stress lokalis
Peningkatan katekolaminPeningkatan sekresi asam
lambung
Mual, muntah
5. intake nutrisi tidak adekuat
4. gangguan perfusi jaringan
Hipoksemiahiperkapnea
CEDERA OTAK
Cidera otak primerRinganSedangberat
Gangguan autoregulasi
Aliran darah ke otak menurun
O2 menurun gangguan metabolisme
Produksi asam laktat meningkat
Edema otak
2. gangguan perfusi jaringan otak
6. Tanda dan Gejala1. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan:
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c. Mual atau dan muntah.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e. Perubahan keperibadian diri.
f. Letargik.
2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat:
a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat.
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.
7. Pemeriksaan Diagnostik1. CT Scan : Mengidentifikasi adanya SOL.Hemorogi, menentukan Ukuran ventrikel,
pergeseraan cairan otak.2. MRI : Sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontras.3. Angiografi Serebral : Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.4. Echoencephalografi : Memperlihatkan keberadaan atau perkembangan gelombang
patologis5. Sinar X : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (Fraktor) pergeseran struktur
dari garis tengah (karena perdarahan) edema dan adanya frakmen tulang.6. GDA (Gas Darah Arteri) : Mengetahui adanya masalah ventilasi oksigenasi yang dapat
menimbulkan7. Kimia/Elektrolit Darah : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK/perubahan8. Pemeriksaan Toksikolog : Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran ( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )9. BAER (Brain Auditory Evoked) : Menentukan fungsi dari kortel dan batang otak .10. PET (Positron Emission Tomografi) : Menunjukkan aktiitas metabolisme pada otak. 11. Pungsi Lumbal CSS : Dapat menduga adanya perdarahan subarachnoi.
8. KomplikasiKomplikasi yang dapat timbul pada pasien yang mengalami trauma kapitis yaitu:
1. Shock disebabkan karena banyaknya darah yang hilang atau rasa sakit hebat. Bila kehilangan lebih dari 50% darah dapat mengakibatkan kematian.
2. Peningkatan tekanan intrakranial, terjadi pada edema cerebri dan hematoma dalam tulang tengkorak.
3. Meningitis, terjadi bila ada luka di daerah otak yang ada hubungannya dengan luar.4. Infeksi/kejang, terjadi bila disertai luka pada anggota badan atau adanya luka pada
fraktur tulang tengkorak.5. Edema pulmonal akibat dari cedera pada otak yang menyebabkan adanya peningkatan
tekanan darah sistemik sebagai respon dari sistem saraf simpatis pada peningkatan TIK. Peningkatan vasokontriksi tubuh ini menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru-paru. Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan dalam proses memungkinkan cairan berpindah ke dalam alveolus.
9. Penatalaksanaan1. Medik
a. Manitol IV Dosis awal 1 g / kg BB Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis 0,25 g / kg BB)
Hati-hati terhadap kerusakan ginjalb. Steroid : digunakan untuk mengurangi edema otakc. Bikarbonas Natrikus : untuk mencegah terjadinya asidosisd. Antikonvulsan : prifilaksis kejange. Terapi Koma : merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara
konservatif. Terapi ini menurunkan metabolisme otak, mengurangi edema & menurunkan TIK Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.
f. Antipiretik : Demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi tambahkan antibiotik.
g. Sedasi : gaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita cidera otak dan dapat meningkatkan TIK.
h. Lorazepam (ativan) 1 – 2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang pemberiannya dalam 2 – 4 jam. Kerugian : tidak dapat memantau kesadaran penderita.
i. Antasida – AH2 : untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin, famotidin. Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain. Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.
2. Non-Medika. Pengelolaan Pernapasan:
Pasien ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma. Periksa mulut, keluarkan gigi palsu bila ada. Jika banyak ludah atau lendir atau sisa muntahan lakukan penghisapan. Hindari flexi leher yang berlebihan karena bias menyebabkan terganggunya jalan
napas/peningkatan TIK. Trakeostomi dilakukan bila lesi di daerah mulut atau faring parah. Perawat mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi
pernapasan dan ekspansi dada. Berikan penenang diazepam. Posisi pasien selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan fisioterapi dada 2x/sehari
b. Gangguan Mobilitas Fisik Posisikan tubuh pasien dengan posisi opistotonus; perawatan harus dilakukan
dengan tujuan untuk menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot abnormal.
Perawat menghindarkan terjadinya kontraktur dengan melakukan ROM pasif dengan merenggangkan otot dan mempertahankan mobilitas fisik.
c. Kerusakan Kulit : menghilangkan penekanan dan lakukan intervensi mobilitas.d. Masalah Hidrasi : pada cidera kepala terjadi kontriksi arteri-arteri renalis sehingga
pembentukan urine berkurang dan garam ditahan didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik.
e. Nutrisi pada Trauma otak berat memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan meningkatnya aktivitas system
saraf ortosimpatik yang tampak pada hipertensi dan takikardi. kegelisahan dan tonus otot yang meningkat menambah kebutuhan kalori. bila kebutuhan kalori tidak terpenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan diurai,
penyembuhan luka akan lebih lama, timbul dekubitus, daya tahan menurun ( Cholik dan Saiful, 2007)
2. KONSEP DASAR TEORITIS
2.1 Pengkajian1. Identitas Pasien
Nama, Alamat, Umur, Diagnosa Medik, Pendidikan, tanggal masuk, Pekerjaan, tanggal Pengkajian
2. Riwayat kesehatanRiwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
3. Fokus pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara
berjalan tidak tegang.
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
4. Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
5. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangapendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan
seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
8. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas
berbunyi)
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh.
10. Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria.
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol/obat lain.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 12 hari.
Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
2. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan lobus pariental,
kerusakan nervus olfakttorius.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan
4. Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, hemiparese, kelemahanan.
5. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan dan kelemahan fisik.
6. Gangguan dalam pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang kurang.
7. Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfungsinya proses berfikir,
ketidakmampuan fisik.
8. Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
9. Gangguan kognitif kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia
10. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma dan sakit kepala.
11. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik.
12. Perubahan pola eliminasi urine inkontinential atau retensi urine b.d terganggunya saraf
kontrol berkemih.
NURSING CARE PLANNING
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1.Perubahan perfusi jaringan otak b.d
peningkatan tekanan intrakranial.Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perubahan perfusi jaringan otak teratasi
1.Pasien tidak
menunjukkan peningkatan
TIK
2. Terorientasi pada
tempat, waktu dan respon
3. Tidak ada gangguan
tingkat kesadaran.
Mandiri :
1. Kaji status neurologi
2. Temukan faktor penyebab
utama adanya penurunan
perfusi jaringan dan potensial
terjadi peningkatan TIK.
3. Monitor Suhu tubuh
4.Berikan posisi
antitrendelenberg atau dengan
meninggikan kepala kurang
1. Mendeteksi dini perubahan yang
terjadi sehingga dapat
mengantisipasinya.
2. Untuk menentukan asuhan
keperawatan yang diberikan.
3. Panas tubuh yang tidak bisa
diturunkan menunjukkan adanya
kerusakan hipotalamus atau panas
karena peningkatan metabolisme
tubuh.
4. Mencegah terjadinya
peningkatan TIK
lebih 30 derajat.
5. Pantau tanda-tanda vital
6. Batasi pemberian cairan
sesuai indikasi
7. lakukan mobilisasi sedini
mungkin
Kolaborasi :
8. Kolaborasi dengan dokter
untuk memberikan obat
sesuai indikasi seperti
diuretic.
5. Peningkatan TD sistemik yang
diikuti oleh penurunan TD
merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada
hipotalamus.
6. Menurunkan edema serebral,
meminimalkan fluktuasi aliran
vaskuler TD dan TIK.
7. mencegah terjadinya
keterbatasan gerak
8. Diuretik untuk menurunkan air dari sel otak sehingga mengurangi edema otak.
2.
Perubahan persepsi sensorik b.d
penurunan tingkat kesadaran, kerusakan
lobus pariental, kerusakan nervus
olfakttorius.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,perubahan persepsi sensorik tidak terjadi
1.Kesadaran pasien
kembali normal
2.Tidak terjadi
peningkatan TIK
9. Kolaborasi dengan dokter
untuk memberikan obat
diuretik seperti manitol,
diamox.
Penkes:
10. Berikan konseling tentang pengertian trauma capitis ringan .
Mandiri :
1. Observasi KU serta TTV
2. Orientasikan pasien
terhadap orang, tempat dan
waktu.
3. Gunakan berbagai metode
9. Membantu mengurangi edema
otak
10. agar keluarga dapat mengerti dari pengertian trauma capitis
1. Mengetahui keadaan umum
pasien.
2. Melatih kemampuan pasien
dalam mengenal waktu, tempat dan
lingkungan pasien.
untuk menstimulasi indra,
misalnya: parfum.
4. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
5. Pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/efektif sensorik dan proses pikir.
6. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.
7. Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana pertahankan kontak mata.
3. Melatih kepekaan nervus
olfaktorius.
4. Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri.
5. menentukan pilihan intervensi
6. Informasi penting untuk
keamanan pasien.
7. Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian/pemahaman selama fase akut dan penyembuhan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan
1. Berat badan normal
2. Mengkonsumsi semua makanan yang disajikan.
8. Berikan stimulus yang bermanfaat: verbal (berbincang-bincang dengan pasien), penciuman (seperti pada kopi atau minyak tertentu), taktil (sentuhan, memegang tangan pasien), dan pendengaran (dengan tape, radio, televisi).
9. Beri posisi senyaman mungkin
Kolaborasi :
10. Kolaborasi dengan tim medik untuk membatasi penggunaan sedative
Mandiri :
1. Kaji kemampuan makan
tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
8. Bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik secara melatih kembalinya fungsi kognitif.
9. Agar klien merasa rileks
Sedativa mempengaruhi tingkat kesadaran pasien
3.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perubahan nutrisi klien kembali adekuat
3.Terbebas dari malnutrisi. dan menelan klien
2. Dengarkan suara peristaltik
usus.
3. Berikan rasa nyaman saat
makan, seperti posisi semi
fowler/fowler.
4. Berikan makanan dalam
porsi kecil tapi sering dan
dalam keadaan hangat.
5.Timbang BB
6.modifikasi menu dan
bentuk makanan
7. Jaga keamanan saat pasien
makan.
1. Membantu dalam menentukan
jenis makanan
2. Membantu menentukan respon
dari pemberian makanan dan
adanya hiperperistaltik
3.kemungkinan adanya komplikasi
ileus.
4.Mencegah adanya regurgitasi dan
aspirasi
5. mengevaluasi kebutuhan nutrisi
6.Agar klien tertarik untuk makan
8. anjurkan keluarga membawa makanan kesukaan pasien
Kolaborasi :
9.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.
Penkes :
10. Beri konseling pentingnya asupan nutrisi dalam tubuh
7. menurunkan resiko regurgitasi
8. Meningkatkan nafsu makan.
Vitamin membantu meningkatkan nafsu makan dan mencegah malnutrisi
10. agar klien dan keluarga mengerti tentang asupan nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA
Bare S, et al, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 2, Jakarta : EGC.
Brunner & Suddart, 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan vol 3. EGC, Jakarta
Corwin, EJ, 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doenges, ME, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer A, et al, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Long, BC, 1992. Perawatan Medikal Bedah, Buku 3. Jakarta : EGC
Price, SA, 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jilid 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta