translate - lower urinary tract injuries following blunt trauma

35
JOURNAL READING JULI 2013 SUBDIVISI BEDAH UROLOGI Cedera Saluran Kemih Bagian Bawah Akibat Trauma Tumpul: Sebuah Tinjauan Manajemen Kontemporer (Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma: A Review of Contemporary Management) Jennifer P.L. Kong, MB, Bch, Matthew F. Bultitude, MSc, FRCS, Peter Royce, MBBS, FRACS, FACS, Russell L. Gruen, MBBS, PhD, FRACS, Alex Cato, AM, RFD, FRCSEd, FRACS, Niall M. Corcoran, PhD, AFRCSI Management Review, Reviews In Urology Vol.13 No.3 2011 Oleh: Muhammad Taufeq Fauzan Pembimbing: dr. Pipin Abdillah Supervisor: dr Syakri Syahril, Sp.U

Upload: jezy-reisya

Post on 28-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

JOURNAL READING JULI 2013

SUBDIVISI BEDAH UROLOGI

Cedera Saluran Kemih Bagian Bawah Akibat Trauma Tumpul: Sebuah Tinjauan

Manajemen Kontemporer

(Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma: A Review of Contemporary Management)

Jennifer P.L. Kong, MB, Bch, Matthew F. Bultitude, MSc, FRCS, Peter Royce, MBBS, FRACS, FACS, Russell L.

Gruen, MBBS, PhD, FRACS, Alex Cato, AM, RFD, FRCSEd, FRACS, Niall M. Corcoran, PhD, AFRCSI

Management Review, Reviews In Urology Vol.13 No.3 2011

Oleh: Muhammad Taufeq Fauzan

Pembimbing: dr. Pipin Abdillah

Supervisor: dr Syakri Syahril, Sp.U

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Cedera Saluran Kemih B agian B awah Akibat Trauma Tumpul : Sebuah Tinjauan Manajemen Kontemporer

Trauma saluran kemih bagian bawah, meskipun relatif jarang diakibatkan oleh trauma tumpul,

dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan ketika terlambat didiagnosis atau tidak diobati; ahli

urologi hanya mungkin menangani beberapa cedera tipe ini sepanjang karir mereka. Artikel ini

mengulas literatur dan laporan tentang manajemen cedera tipe ini, menyoroti masalah yang

dihadapi dokter dalam subspesialisasi ini. Juga disajikan adalah review terstruktur mengenai

mekanisme, klasifikasi, diagnosis, manajemen, dan komplikasi cedera kandung kemih dan uretra

akibat trauma tumpul. Prognosis untuk ruptur kandung kemih sangat baik jika ditangani dengan

baik. Ruptur intraperitoneal yang signifikan atau keterlibatan leher kandung kemih merupakan

indikasi dilakukan penanganan secara bedah, sedangkan laserasi ekstraperitoneal kecil dapat diatasi

dengan kateterisasi saja. Dengan dorongan untuk manajemen pasien trauma di pusat-pusat yang

lebih besar, ahli urologi di rumah sakit ini melihat peningkatan jumlah cedera saluran kemih bagian

bawah. Analisis secara prospektif dapat dilihat di pusat-pusat ini untuk mengatasi kekurangan bukti

Level 1 saat ini.

Cedera pada saluran kemih bagian bawah relatif jarang disebabkan oleh trauma tumpul.

Namun, impak akibat trauma tumpul sering menghasilkan energi yang cukup untuk menyebabkan

gangguan cincin panggul. Akibatnya, setidaknya 85% dari ruptur kandung kemih berhubungan

dengan fraktur panggul. Gangguan uretra telah dilaporkan pada 3,5% sehingga 28,8% dari pasien

dengan patah tulang panggul, hampir secara eksklusif didapatkan pada pria. Di Victoria, cedera

saluran kemih bagian bawah terjadi pada 1,5% pasien trauma berat pada tahun 2009 (data dari

Victorian State Trauma Outcomes Registry). Hal ini juga diakui bahwa diagnosis yang cepat dan

manajemen yang segera dari cedera urologis dapat secara signifikan mengurangi morbiditas dan

mortalitas. Kesulitan timbul pada pasien multitrauma ketika tindakan menyelamatkan nyawa atau

operasi damage control dapat menunda diagnosis dan pengobatan cedera saluran kemih bagian

bawah. Strategi manajemen telah menjadi semakin konservatif, dan perhatian khusus diberikan

kepada pasien yang akan mendapat manfaat besar dari intervensi.

Kandung Kemih

Kandung kemih adalah organ berotot yang pada saat kosong, terletak dilindungi oleh tulang

panggul anterior. Pada orang dewasa, ia terletak di extraperitoneal dengan peritoneum yang

Page 3: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

menutupi permukaan superiornya. Permukaan superior (dome) adalah bagian yang paling mobile

dan terlemah dari bagian kandung kemih, menyebabkannya rentan terhadap ruptur ketika kandung

kemih terisi penuh. Cedera yang berhubungan dalam trauma kandung kemih yang umum termasuk

patah tulang panggul (93% -97%), cedera tulang panjang (50% -53%), dan sistem saraf pusat (28% -

31%) dan cedera toraks (28% -31% ). Angka kematian yang terkait dengan trauma kandung kemih

adalah setinggi 34% dan sebagian besar merupakan konsekuensi dari cedera yang terkait dengan

perforasi kandung kemih itu sendiri.

Mekanisme trauma

Perforasi kandung kemih paling sering terjadi pada trauma tumpul dan jarang diakibatkan

oleh luka tusuk. Beberapa mekanisme kerusakan kandung kemih terkait dengan fraktur panggul

telah ditemukan: (1) fragmen tulang merobek permukaan ekstraperitoneal (2) avulsi karena energi

dari dislokasi yang parah ketika tulang panggul yang keras retak dan ligamen terganggu, dan (3)

energi langsung menyebabkan cedera “burst” pada kandung kemih yang penuh biasanya

menyebabkan laserasi horisontal besar di dome. Telah dikemukakan mekanisme keempat bahwa

apabila terjadi fraktur tulang panggul yang berhubungan dengan ekstraperitoneal (EP), ruptur

kandung kemih ditemukan secara kebetulan. Dalam satu kajian yang dilakukan, hanya 35% perforasi

kandung kemih ditemukan pada sisi yang sama dengan fraktur tulang pelvis. Mekanisme trauma

yang diusulkan adalah cedera abdominal bagian bawah yang parah menyebabkan trauma yang

hampir sama pada kasus-kasus dengan kandung kemih terisi penuh di mana ruptur kandung kemih

yang kosong disebabkan oleh trauma tumpul sendiri.

Laserasi kandung kemih yang rumit melibatkan leher kandung kemih dan biasanya terdapat

gangguan tulang pelvis. Hal ini dapat mengakibatkan ekstravasasi kontras pada perineum, skrotum,

penis, dan dinding anterior abdomen (Gambar 1). Keterlibatan leher kandung kemih sering

merupakan akibat dari sesuatu cedera. Pada seorang dewasa, laserasi yang terjadi selalunya bersifat

longitudinal split dan bisa disebabkan oleh progresif cedera ke arah proximal dari cedera uretra atau

ke arah distal dari EP kandung kemih. Keterlibatan leher kandung kemih atau muara ureter

mengubah perforasi kandung kemih sederhana menjadi kompleks dan membutuhkan tindakan

bedah eksplorasi dan perbaikan.

Page 4: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Gambar 1: cedera leher kandung kemih dengan ekstravasasi kontras ke perineum pada foto

uretrogram retrograde.

Gambar 2: Foto Computed Tomography menunjukkan kelainal mural dan pembekuan darah pada

dome kandung kemih

Page 5: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Klasifikasi

Trauma kandung kemih dapat secara umum dapat diklasifikasikan sebagai kontusio dari

dinding kandung kemih atau hematoma intramural yang bersifat self-limiting dan tidak memerlukan

pengobatan khusus (Gambar 2), cedera EP yang terjadi sekitar 60% dari semua trauma kandung

kemih (Gambar 3), laserasi intraperitoneal (IP) yang dapat dilihat sekitar 25% dari kasus pada pasien

tanpa fraktur panggul (Gambar 4), dan gabungan IP dan perforasi EP yang terjadi pada 2% hingga

20% dari semua cedera. Kontusio kandung kemih mungkin adalah jenis yang paling umum dan

merupakan cedera yang relatif minor dan tidak memerlukan perawatan khusus. Pada kasus ini sering

ditemukan hematuria tapi tidak ada kelainan radiologik. Dua sistem klasifikasi yang ada, yaitu yang

didasarkan pada penampilan radiografi (Tabel 1) dan yang berdasarkan pada beratnya cedera (Tabel

2). Meskipun klasifikasi ini mungkin berguna untuk tujuan penelitian, ia jarang digunakan secara

klinis dan jarang digunakan dalam praktek sehari-hari. Dalam hal relevansi klinis, klasifikasi yang

penting adalah untuk membedakan antara EP dan cedera IP dan antara cedera sederhana dengan

kompleks sebagai tujuan pengobatan dan menentukan prognosis. Klasifikasi ini didasarkan pada

kombinasi studi radiologis dan / atau temuan ketika dilakukan laparotomi.

Gambar 3: (A) Ekstravasasi kontras ekstraperitoneal (EP) pada foto Computed Tomography

Cystogram (B) cedera EP dengan kontras menunjukkan ekstravasasi EP.

Page 6: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Gambar 4: (A) kontras mengisi Intraperitoneal (EP) pada foto Computed Tomography abdomen.

(B) kontras IP pada foto retrograde cystogram.

Tipe Cedera Gambaran Radiologi1 Kontusio Kandung

KemihTidak ada kelainan.

2 Ruptur Intraperitoneal Ekstravasasi kontras tidak jelas di sekeliling usus, di selokan paracolic dan kantong Douglas.

3 Cedera Kandung kemih interstitial (kasus jarang)

Kontras mengisi ruang dinding kandung kemih, menyebabkan defek atau kelainan. Tidak ditemukan ekstravasasi kontras.

4 Ruptur Ekstraperitoneal4a Simple Kontras hanya mengisi ruang perivesical dengan gambaran garis-

garis lurus atau corakan ‘sunburst’.4b Complex Dasar pelvis diterobos dan kontras bisa mengisi ruang

retroperitoneal sehingga muncul gambaran seperti ruptur intraperitoneal. Ekstravasasi bisa tembus sehingga skrotum, penis dan ruang anterior dinding abdomen.

5 Kombinasi IP dan EP Kombinasi tipe 2 dan 4Tabel 1: Sistem Klasifikasi Radiologi 7

Kelas Cedera Deskripsi1 Hematoma Kontusio, hematoma intramural

Laserasi Ketebalan parsial2 Laserasi EP < 2cm3 Laserasi EP ≥ 2cm atau IP < 2cm4 Laserasi IP ≥ 2cm5 Laserasi EP atau IP meluas sehingga leher kandung kemih atau muara

ureteral (trigone)Tabel 2: Skala beratnya cedera kandung kemih 8

Page 7: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Diagnosis

Hematuria adalah tanda yang paling umum yang terkait dengan ruptur kandung kemih.

Telah dilaporkan dalam 100% dari semua cedera kandung kemih dan kehadirannya pada trauma

panggul adalah prediktor terjadinya cedera. Tanda dan gejala lainnya termasuk nyeri perut atau

suprapubik, shock, distensi abdomen, ketidakmampuan untuk buang air kecil, hematuria

mikroskopis (5% dari pasien), dan darah di meatus. Pedoman untuk pencitraan diagnostik telah

disempurnakan selama beberapa tahun terakhir, dan studi telah mengidentifikasi pasien yang

berisiko tertinggi cedera dalam upaya untuk mengurangi jumlah pemeriksaan yang tidak perlu,

memakan waktu, dan mahal. Indikasi mutlak untuk pencitraan cystographic adalah adanya

hematuria pada fraktur panggul. Indikasi relatif untuk cystography adalah hematuria tanpa fraktur

panggul dan hematuria mikroskopik dengan fraktur panggul (terutama jika ditemukan >165x106 sel

darah merah [RBC]/L). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa hematuria >165x106 RBC/L

mengidentifikasi mereka yang berisiko terbesar cedera kandung kemih. Namun, hematuria

mikroskopik pada umumnya merupakan indikator yang buruk dari adanya ruptur kandung kemih

dan cystography tidak harus secara rutin dilakukan pada pasien yang memiliki mikrohematuria saja.

Avey dkk menemukan bahwa, pada 687 pasien dengan fraktur panggul dan tidak ada cedera

kandung kemih, hanya 196 (27,1%) dari mereka memiliki hasil urinalisis negatif.

Kehadiran hematuria tanpa fraktur panggul telah diselidiki oleh Fuhrman dkk,

yang pada studi prospektif menunjukkan bahwa terdapat luka kandung kemih yang ditemukan di

semua 25 pasien yang dicitrakan. Namun, jika 25% dari ruptur IP terjadi tanpa fraktur panggul,

penggunaan cystography pada pasien ini ketika kecurigaan klinis tinggi adalah tepat.

Cystography statis adalah pemeriksaan yang cepat dan relatif murah. Ini dilakukan jika tidak

ada cedera uretra. Foto rontgen abdomen sebelum kontras diberikan diambil dan 100 mL 20%

sampai 30% bahan kontras dimasukkan melalui kateter uretra atau suprapubik untuk memastikan

ekstravasasi tidak terjadi. Kemudian, 200 sampai 250ml bahan kontras diberikan dan foto abdomen

diambil. Sangat penting bahwa foto sebelum pemberian kontras, setelah pemberian kontras, dan

pasca drainase yang diambil untuk memvisualisasikan kontras yang telah extravasated ke belakang

kandung kemih yang distensi; karena 10% dari cedera kandung kemih didiagnosis pada foto pasca

drainage. Computed tomography (CT) scan abdomen dan panggul telah menjadi rutin pada kasus

trauma tumpul dengan energi tinggi. Akibatnya, CT cystograms lebih sering dilakukan dengan hasil

yang sebanding dalam beberapa studi. Kontras intravena dan CT fase ekskretoris tidak dianjurkan

untuk penilaian perforasi kandung kemih traumatis karena tidak menjamin kandung kemih terisis

penuh dan karena itu tidak bisa mendeteksi perforasi kandung kemih. Cystography memiliki tingkat

akurasi dilaporkan antara 85% dan 100%, namun teknik yang tepat dan perhatian terhadap detail

Page 8: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

yang diperlukan untuk mencapai tingkat akurasi yang tinggi. Beberapa hasil negatif palsu telah

dilaporkan, sebagian besar pada kasus trauma tusuk. Oleh karena pemeriksaan radiologis tidak

tersedia 24 jam di seluruh Australia, semua personel yang terlibat dalam manajemen pasien trauma

harus siap dalam melaksanakan dan menafsirkan cystourethrograms pada kasus-kasus gawat

darurat.

Terapi

Cedera kandung kemih minor (Asosiasi Amerika untuk Bedah Trauma [AAST] Kelas 1) dapat

diatasi secara konservatif dan bahkan tanpa kateter dalam beberapa kasus. Indikasi untuk tindakan

bedah eksplorasi adalah pada (1) luka IP, (2) cedera EP dengan keterlibatan leher kandung kemih

atau muara ureter, (3) kompresi fragmen tulang atau ditemukan dalam kandung kemih, (4) semua

kasus luka tusuk, dan (5) manajemen konservatif gagal (misalnya, ekstravasasi yang bersifat

persisten, perdarahan yang berlebihan, atau sepsis).

1. Cedera ekstraperitoneal (EP)

Secara historis, semua ruptur kandung kemih diatasi dengan tidakan operasi. Saat

ini, banyak luka EP dapat diatasi dengan strategi konservatif. Drainase kateter (uretra atau

suprapubik) diikuti oleh cystogram setelah 10 hari mendatangkan hasil yang baik pada

sebagian besar kasus, dengan hampir semua ruptur sembuh dalam masa 3 minggu. Korban

trauma yang membutuhkan laparotomi darurat akibat cedera yang dialami dapat mengalami

perbaikan ruptur EP pada waktu yang sama. Dengan dorongan untuk stabilisasi awal

panggul, pasien mengalami prosedur terbuka dalam beberapa hari cedera dan, karena itu,

perbaikan bersamaan ruptur kandung kemih mungkin memiliki sisi positif dalam mencegah

infeksi panggul. Tindakan bedah harus dilakukan melalui cystotomy pada dome kandung

kemih dan penutupan dua atau tiga lapis dari dalam dicapai dengan jahitan jelujur yang

bersifat absorbable. Leher kandung kemih dan muara ureter harus diperiksa dengan teliti

selama eksplorasi.

2. Ruptur intraperitoneal (IP)

Ruptur IP dapat menyebabkan sepsis dan angka kematian yang lebih tinggi

dibanding cedera EP. Ia cenderung besar (> 5 cm) dan terjadi paling sering pada dome

kandung kemih. Cedera tipe ini harus ditangani dengan cepat melalui bedah eksplorasi

sayatan garis tengah laparotomi dan cedera abdominal yang lain harus dieksklusikan. Harus

dilakukan secara berhati-hati untuk memastikan gangguan yang minimal untuk hematoma

Page 9: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

panggul. Perpanjangan laserasi mungkin diperlukan untuk memeriksa leher kandung kemih

dan muara ureter. Laserasi ditutup menggunakan jahitan jelujur absorbable dalam

penutupan dua atau tiga lapis. Setiap cedera EP harus ditutup pada saat ini. Sebuah kateter

suprapubik dapat ditempatkan di extraperitoneal melalui insisi yang terpisah. Ada sedikit

bukti mengenai waktu optimal untuk kateter drainase dengan luka IP. Praktek kami adalah

untuk melakukan cystogram pada 2 minggu ketika ruptur IP telah sembuh. Inaba dkk telah

menyarankan bahwa laserasi dome kandung kemih yang bersifat sederhana mungkin tidak

perlu tindak lanjut pencitraan radiologi sama sekali. Ruptur yang bersifat kompleks harus

dilakukan pemeriksaan cystograms untuk melihat kondisi cedera, namun, saat ini ada sedikit

bukti untuk mendukung kenyataan ini.

Ruptur IP adalah manifestasi dari trauma benda tumpul yang cukup besar dan

pasien pada kasus-kasus ini sering mengalami cedera multisistem. Mereka mungkin tidak

dapat bergerak untuk waktu yang lama, dan pelepasan kateter dan tindak lanjut cystograms

sering tertunda. Pendekatan terhadap pasien ini harus menjadi pertimbangan bersama di

antara semua tim bedah yang terlibat dengan prioritas penyembuhan cedera dan

pengobatan tepat waktu.

Komplikasi

Diagnosis yang tertunda trauma kandung kemih dapat menyebabkan konsekuensi berat,

yang sebagian besar terkait dengan kebocoran urin yang termasuk sepsis dan peritonitis, abses,

urinoma, dan potensi reabsorpsi elektrolit di peritoneum. Fistula urin (vesikovaginal,

vesicocutaneous) dapat berkembang jika kelainan tidak diperbaiki. Jika diobati dengan tepat, trauma

kandung kemih memiliki prognosis yang sangat baik.

Uretra

Trauma tumpul merupakan penyebab untuk hampir semua cedera uretra traumatis dan

mayoritas terkait dengan fraktur panggul. Insiden cedera uretra laki-laki yang terjadi dengan

penglibatan trauma panggul adalah antara 4% dan 19% dan sampai dengan 6% pada wanita. Uretra

laki-laki terdiri dari penis, uretra bulbar, membranous, dan prostat. Hal ini dibagi menjadi uretra

anterior dan posterior uretra oleh diafragma urogenital (UGD). Prostat melekat erat pada aspek

posterior pubis oleh ligamentum puboprostatic dan uretra bermembran melekat pada sfingter

urinary eksternal dan ligamen segitiga di dasar panggul.

Page 10: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Mekanisme Trauma

1. Cedera Uretra Anterior

Jenis cedera ini terlihat paling sering pada trauma tumpul, tetapi biasanya tidak

berhubungan dengan fraktur panggul. Ini hasil dari pukulan yang kuat ke perineum yang

menyebabkan uretra bulbar untuk dikompresi pada batas inferior simfisis pubis. Ini biasanya

terjadi pada kasus pasien jatuh mengangkang, cedera mengangkang dari kecelakaan

kendaraan, serangan, atau dari setang sepeda. Fraktur penis, biasanya diakibatkan oleh

hubungan seksual, menyebabkan pecahnya salah satu atau kedua corpora cavernosa, dan

dalam 20% kasus ditemukan juga cedera pada uretra anterior.

2. Cedera Uretra Posterior

Mekanisme cedera uretra posterior telah menjadi topik yang semakin diteliti dan

mungkin jauh lebih kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya. Mengetahui kekuatan

impak yang terus pada tulang panggul dan kekuatan trauma yang dapat mengganggu

struktur sangat penting dalam memahami mekanisme cedera uretra yang terjadi. Uretra

dasarnya ditambatkan di dua tempat: prostat ke tulang pubis oleh ligamentum

puboprostatic dan pada distal oleh sfingter dan lapisan fasia UGD pada tingkat uretra

membranosa. Ruptur uretra posterior diyakini disebabkan oleh impak dari geseran yang

terjadi. Membran uretra sangat elastis dan ketika kekuatan eksternal penyebab gangguan

panggul terjadi, ia dijabarkan ke dalam jaringan lunak. Membran uretra ditarik ke atas

sebagai tangguh perineum membran jangkar persimpangan bulbomembranous. Ruptur

terjadi ketika energi impak melebihi kemampuan peregangan uretra. Hematoma panggul

dapat berkontribusi untuk peregangan ini dan menghasilkan penampilan cystographic tear-

drop bladder.

Andrich dkk baru-baru ini menyarankan bahwa mekanisme fraktur panggul

memainkan peran yang lebih besar dalam mekanisme cedera uretra daripada yang

diperkirakan sebelumnya. Para peneliti mencatat bahwa banyak fraktur tulang panggul

terjadi tanpa gangguan uretra dan, pada kenyataannya, cedera uretra sangat jarang dalam

kasus trauma panggul. Mereka mengusulkan bahwa uretra ditambatkan pada empat poin:

bilateral di kedua ligamentum puboprostatic dan membran perineum. Stres pada ligamen

ketika fraktur dan pemindahan tulang terjadi, tetapi ligamen ini bisa robek sebelum

menyebabkan traksi ke uretra. Namun demikian, apabila peregangan ligamen dan traksi

diterapkan pada uretra, ruptur uretra dapat terjadi. Hal ini mengarah pada kesimpulan

bahwa ketimbang kekuatan geser, cedera adalah hasil dari avulsi, ruptur anterior (kekuatan

Page 11: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

kiri dan kanan menarik dan menyebabkan ruptur vertikal garis tengah), kompresi, atau

laserasi langsung oleh fragmen tulang.

Korelasi antara jenis fraktur panggul dan cedera uretra telah diamati. Risiko trauma

uretra meningkat dengan luas rami tulang pubik yang retak, keterlibatan sendi sacroiliac,

dan tingkat perpindahan inferomedial rami tulang pubik. Secara khusus, fraktur

mengangkang dikombinasikan dengan gangguan sendi sacroiliac telah menunjukkan angka

kejadian tujuh kali lebih tinggi dari mengangkang atau fraktur Malgaigne saja. Aihara dkk

menunjukkan bahwa diastasis simfisis dan fraktur rami inferior tulang pubik adalah prediktor

independen dari cedera uretra. Banyak literatur adalah retrospektif dan jumlahnya kecil, tapi

hubungan antara patah tulang lengkung anterior dan cedera uretra terlihat pada semua

studi.

3. Cedera pada Uretra Perempuan

Uretra perempuan terdiri dari uretra posterior saja. Cedera akibat trauma tumpul

jarang terjadi sendirian dan biasanya berhubungan dengan fraktur panggul. Darah pada

introitus vagina terlihat pada lebih dari 80% wanita dengan trauma uretra dan seiring

dengan gangguan cincin panggul. Urethrography Retrograde tidak digunakan dalam

diagnosis trauma uretra perempuan. Urethroscopy mungkin berguna dalam mendeteksi

cedera tipe ini.

Klasifikasi

Pengobatan cedera uretra bergantung pada diagnosis yang akurat dari ruptur komplit atau

parsial (Gambar 5). Cedera parsial lebih sering terjadi pada trauma uretra anterior, tapi penelitian

terkini tentang kejadian ruptur komplit atau parsial cedera uretra posterior adalah bervariabel. Hal

ini dapat dijelaskan oleh jumlah kecil di beberapa studi dan tingkat beratnya cedera yang terlihat di

beberapa pusat trauma yang lebih besar. Webster dkk melaporkan 19 kasus pada tahun 1983 dan

mencatat bahwa ruptur komplit terlihat pada 66% pasien. Ruptur komplit terjadi berhubungan

dengan ekstravasasi kontras ke dalam perineum saat pecahnya fasia perineum distal atau UGD.

Serupa dengan cedera kandung kemih, sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan

untuk menggambarkan cedera uretra berdasarkan penampilan urethrographic (Tabel 3, Tabel 4,

Tabel 5). Meskipun nilai yang sebenarnya mungkin berbeda, mereka menyampaikan informasi yang

sama, yaitu membedakan antara ruptur parsial dan komplit pada cedera uretra anterior dan / atau

posterior.

Page 12: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Gambar 5: (A) Cedera uretra posterior parsial dengan kontras dilihat di dalam kandung kemih.

(B) Cedera uretra komplit dengan corakan ‘sunburst’ ekstravasasi kontras pada foto retrograde

urethrogram. Kontras dalam kandung kemih dari pencitraan foto sebelumnya.

Tipe Cedera1 Uretra posterior utuh tetapi meregang2 Cedera uretra posterior murni dengan ruptur pada membran uretra di atas diafragma

urogenital, parsial atau komplit.3 Kombinasi cedera uretra anterior dan posterior dengan penglibatan diafragma urogenital,

parsial atau komplit4 Cedera leher kandung kemih dengan perluasan ke uretra4a Cedera dasar kandung kemih dengan ekstravasasi periurethral5 Cedera uretra anterior murni, parsial atau komplit

Tabel 3: Klasifikasi Mekanis Anatomi Kompak untuk Cedera Uretra 18

Kelas Cedera Deskripsi1 Kontusio Darah pada meatus uretra, urethrography normal.2 Cedera meregang Uretra memanjang tanpa ekstravasasi kontras.3 Gangguan parsial Ekstravasasi kontras pada lokasi cedera dan tampak kontras mengisi

kandung kemih.4 Gangguan komplit Ekstravasasi kontras pada lokasi cedera dan tidak tampak kontras

mengisi buli-buli, pemisahan uretra < 2cm.5 Gangguan komplit Penampang lintang komplit dengan pemisahan uretra ≥ 2cm atau

peluasan sehingga prostat atau vagina.Tabel 4: Skala Beratnya Cedera Uretra 8

Page 13: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Kelas Cedera Deskripsi1 Cedera meregang Uretra memanjang tanpa ekstravasasi kontras2 Kontusio Darah pada meatus uretra tanpa ekstravasasi kontras3 Gangguan parsial

pada uretra anterior atau posterior

Ekstravasasi kontras pada lokasi cedera dan tampak kontras pada uretra proksimal atau di dalam kandung kemih

4 Gangguan komplit uretra anterior

Ekstravasasi kontras pada lokasi cedera dan tidak tampak kontras pada uretra proksimal atau di dalam kandung kemih

5 Gangguan komplit uretra posterior

Ekstravasasi kontras pada lokasi cedera dan tidak tampak kontras di dalam kandung kemih

6 Gangguan parsial atau komplit uretra posterior

Dikaitkan dengan ruptur pada leher kandung kemih atau vagina

Tabel 5: Klasifikasi European Association of Urology pada trauma tumpul uretra anterior dan

posterior 1

Diagnosis

Darah pada meatus terlihat pada 37% sampai 93% dari ruptur uretra posterior dan 75%

ruptur uretra anterior. Hematuria, ketidakmampuan untuk buang air kecil, dan disuria dapat

ditemukan, namun jumlah hematuria berkorelasi buruk dengan tingkat beratnya cedera, di mana

ditemukan pendarahan minimal pada kasus ruptur komplit dan ruptur parsial kecil dapat

menyebabkan perdarahan berat. Prostat highriding merupakan tanda tidak dapat diandalkan.

Ekimosis perineum dan bengkak terlihat pada cedera uretra sebagai akibat langsung dari trauma ke

regio tersebut atau ekstravasasi urin dan pelacakan darah dalam batas fasia (skrotum, perineum,

dinding perut). Dalam cedera uretra anterior, pola memar "butterfly" terlihat ketika fascia Buck

terganggu. Dokter harus waspada pada kasus trauma pada panggul untuk kemungkinan terjadinya

cedera.

Triad klasik darah di meatus, ketidakmampuan untuk berkemih, dan kandung kemih penuh

jarang didapatkan, dan menurut pedoman Trauma Advanced dan Life Support (ATLS), evaluasi

radiografi harus dilakukan jika ditemukan salah satu tanda tersebut. Pemeriksaan rektum dan / atau

vagina harus dilakukan pada semua pasien dengan curiga cedera uretra yang berhubungan dengan

fraktur panggul atau trauma tusuk dan dapat mengidentifikasi cedera yang terjadi. Dengan adanya

darah pada meatus, upaya untuk kateterisasi secara lembut telah terbukti dapat diterima dan sukses

pada hingga 50% dari pasien. Diperkirakan sebelumnya bahwa pemasangan kateter ke uretra yang

ruptur bisa mengakibatkan konversi menjadi ruptur komplit, gangguan dan infeksi hematoma

panggul, dan diperparah perdarahan prostat, meskipun bukti yang didapatkan tidak mencukupi.

Kateterisasi harus dilakukan dalam situasi di mana pasien tidak stabil untuk dilakukan pemeriksaan

radiografi. Jika dicurigai terjadinya cedera uretra, urethrogram retrograde harus dilakukan bila

Page 14: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

memungkinkan. Jika tersedia, pemasangan kateter visual dipandu dengan cystoscope fleksibel pada

kasus gawat darurat dapat menyebabkan penempatan kateter dengan sukses, khususnya pada

cedera parsial.

Urethrography Retrograde adalah teknik pencitraan Gold Standard dalam mendeteksi

cedera. Ini harus dilakukan sebelum cystography dan radiograf sebelum pemberian kontras terlebih

dahulu. Sebuah Foley kateter kecil dimasukkan ke dalam fossa navicular dan baik penjepit penis

digunakan atau insuflasi balon lembut dengan 1 sampai 2 mL saline, 20 sampai 30 mL (60%) bahan

kontras fullstrength disuntikkan sedangkan radiografi yang diambil dalam setidaknya 2 plana

(idealnya, pada sudut 30° miring). Jika dilakukan dengan benar, urethrogram memungkinkan

klasifikasi dari cedera dan manajemen yang tepat.

Terapi

Tujuan pengobatan pada trauma uretra adalah untuk mempertahankan kontinensia dan

potensi dan untuk mengurangi terjadinya striktur. Pasien tidak mati hanya diakibatkan oleh trauma

uretra saja, tetapi gangguan cincin panggul dan cedera multiple organ terjadi pada 27% pasien.

Pengobatan utama pasien ini adalah sesuai dengan pedoman ATLS, di mana cedera yang

mengancam nyawa dinilai dan diatasi terlebih dahulu. Diversi urin adalah langkah pertama dalam

penatalaksanaan cedera tipe ini.

1. Cedera Ruptur Parsial

Ketika diobati dengan tepat, ruptur parsial memiliki hasil yang lebih baik dengan

morbiditas yang lebih rendah daripada ruptur komplit. Ruptur parsial uretra anterior dan

posterior dapat diobati dengan diversi urin menggunakan kateter suprapubik atau uretra.

Kateter suprapubik mungkin lebih baik karena tidak mengganggu anatomi uretra dan

memungkinkan mikturasi cystourethrography selama masa tindak lanjut. Upaya

pemasangan kateter Foley per uretra atau railroading kateter endoskopi secara berhati-hati

dapat menyediakan kateterisasi uretra. Namun, manipulasi uretra harus dilakukan

seminimal mungkin. Jika menghadapi kesulitan, kateter suprapubik harus digunakan dan

ultrasonografi sangat membantu jika kandung kemih tidak mudah teraba. Kateter harus

tetap di tempat selama 2 sampai 4 minggu sehingga mikturasi cystourethrogram dapat

dilakukan. Jika pasien dapat berkemih dan tidak ada ekstravasasi kontras atau striktur

ditemukan, kateter dapat dilepaskan. Dalam pemasangan kateter uretra, urethrography

retrograde periurethral dapat digunakan untuk mencari kebocoran kontras.

Page 15: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Sekitar 50% dari cedera ruptur parsial yang diatasi dengan kateterisasi uretra

akhirnya akan membutuhkan manajemen bedah. Di cedera uretra anterior akibat trauma

tumpul, perbaikan segera atau awal tidak dianjurkan karena korpus spongiosum membuat

debridement menjadi sulit. Fraktur penis dengan ruptur uretra anterior biasanya didapatkan

bersifat parsial dan dapat diperbaiki terutama pada saat yang sama dengan perbaikan

kavernosus. Cedera uretra perempuan biasanya ditemukan bersifat parsial dan

berhubungan dengan terjadinya perforasi kandung kemih atau laserasi vagina. Uretra dapat

diperbaiki terutama melalui kandung kemih dalam kasus-kasus cedera kandung kemih yang

terjadi bersamaan, atau secara transvaginal jika ruptur ditemukan lebih distal.

2. Cedera Ruptur Komplit

Cedera ruptur komplit uretra anterior umumnya diobati dengan kateterisasi

suprapubik dan urethroplasty tertunda. Manajemen cedera uretra posterior komplit lebih

kompleks, dengan beberapa pilihan pengobatan dan berbagai bukti untuk mendukung.

Stabilisasi awal fraktur panggul berarti meningkatnya penggunaan prosedur primer. Pilihan

pengobatan adalah Primary Realignment, Immediate Primary Repair, Delayed Primary Repair

and Realignment, dan Delayed Urethroplasty. Literatur tentang hal ini besar dan studi

cenderung bersifat retrospektif, berdasarkan pendapat ahli, dan memiliki ukuran sampel

yang kecil. Metode bervariasi dalam berbagai pilihan, tetapi dalam dekade terakhir

beberapa kesimpulan dapat dibuat.

a. Primary Realignment

Beberapa metode primary realignment telah dijelaskan, membuat perbandingan

dengan teknik manajemen lainnya menjadi lebih sulit. Saat ini, teknik yang paling

banyak digunakan adalah realignment endoskopi. Teknik lain yang dijelaskan

meliputi Interlocking Magnetic Sounds atau kateter, open realignment dengan

evakuasi hematoma panggul, dan pemasangan traksi pada kateter atau perineum. Di

institusi kami, kami mencoba untuk realign trauma uretra pertamanya dengan

endoskopi yang fleksible. Pada pasien dengan trauma kandung kemih yang berat

“pie in the sky”, open primary realignment sering dilakukan karena sebagian besar

pasien akan menjalani operasi untuk cedera yang dialami. Endoscopic Realignment

lebih menguntungkan, di mana ia dilakukan di bawah visualisasi langsung dan tidak

menggunakan perbaikan jahitan guling atau traksi pada uretra yang dapat

menyebabkan nekrosis jaringan dan kerusakan lebih lanjut pada mekanisme

sfingter. Manfaat Primary Realignment adalah (1) mengurangi angka kejadian cacat

ujung uretra, (2) pencegahan striktur, dan kapan ia terjadi, hanya tindakan

Page 16: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

urethrotomy atau dilatasi sahaja yang diperlukan, dan (3) alignment prostat dan

uretra apabila urethroplasty diperlukan.

Pada tahun 1996, Koraitim melakukan review literatur dan data yang

diperoleh selama 42 tahun dan melaporkan tingkat penyempitan 97% pada pasien

yang diobati dengan kateterisasi suprapubik saja, tetapi menyimpulkan bahwa

tingkat penyempitan Primer Realignment kurang dari yang diperkirakan sebelumnya

(53%). Namun, ada kekhawatiran bahwa Primer Realignment dapat meningkatkan

risiko inkontinensia, infeksi, perdarahan, dan impotensi bila dibandingkan dengan

Delayed Urethroplasty. Sebuah tinjauan literatur pada tahun 2009 oleh Djakovic dkk

melaporkan angka kejadian impotensi sebanyak 35%, inkontinensia sebanyak 5%,

dan striktur 60%. Beberapa kajian terbaru telah mendukung penggunaan Primer

Realignment dan mungkin menunjukkan tingkat impotensi lebih rendah daripada

kateterisasi suprapubik saja. Data pada penggunaan metode Primer Realignment

harus ditafsirkan dengan hati-hati karena banyak kajian berbeda dalam metode

mereka. Ada sedikit perbedaan yang dibuat antara Open Primer Realignment dan

Endoscopic Realignment yang mungkin berbeda dalam potensi untuk menyebabkan

kerusakan. Secara idealnya, kajian seterusnya harus bersifat prospektif, bertujuan

untuk membedakan antara nilai yang berbeda dari impotensi dan metode Primer

Realignment, dan mencerminkan berbagai prognosis trauma uretra posterior.

Penggunaan Primer Realignment sangat tergantung pada stabilitas pasien

dan sejauh mana cedera lainnya. Cedera kepala dapat membatasi jumlah prosedur

yang dilakukan dan membatasi tempoh pemberian anestesi dalam ruang operasi.

Seringkali pengalihan urin dengan cara paling aman, paling efektif diperlukan, dan

pasien yang cocok untuk Primer Realignment harus dipilih dengan cermat.

b. Immediate Primary Repair

Immediate Primary Repair tidak dianjurkan dalam kebanyakan kasus

gangguan uretra komplit. Perdarahan yang luas, ecchymosis, dan pembengkakan

membuat pembagian plana dan identifikasi anatomi dan jaringan sangat sulit. Ini

dikaitkan dengan angka kejadian inkontinensia yang lebih tinggi (21%), impotensi

(56%), dan striktur (49%), dan menyebabkan metode ini ditinggalkan. Namun,

Immediate Open Realignment and Repair harus digunakan dalam kasus laserasi

rektal leher kandung kemih. Evakuasi hematoma panggul dapat mengurangi stress

pada jaringan neurovaskular dan efek peregangan pada uretra, namun terdapat

risiko yang tinggi untuk terjadi perdarahan hebat dan kontaminasi pada periode

Page 17: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

akut. Kadang-kadang dilakukan cystourethrography di meja operasi untuk menilai

kembali sepenuhnya tingkat cedera saluran kemih bagian bawah ketika pasien telah

dipindahkan ke ruang operasi.

c. Delayed Primary Repair and Realignment

Realignment yang terjadi setelah beberapa hari sampai 2 minggu dari saat

trauma disebut pengobatan tertunda. Manfaat teoritis adalah bahwa hematoma

panggul telah diatasi dan tidak mungkin untuk kambuh, dan pasien lebih stabil.

Diversi urin dilakukan pertamanya dengan kateter suprapubik dan kemudian

penilaian ulang dan pengobatan dengan teknik yang lebih disukai dokter bedah

dapat dilakukan beberapa hari kemudian. Terdapat sedikit bukti yang mendukung

protokol ini, manfaat yang teoritis tetapi hasil yang memuaskan telah dibuktikan

dalam beberapa kasus penderita perempuan. Satu kajian prospektif pada 17 pria

dengan ruptur komplit uretra menunjukkan bahwa Delayed Primary Realignment

and Repair -antara 7 hingga 14 hari- juga menunjukkan hasil yang memuaskan.

d. Delayed Urethroplasty

Delayed Urethroplasty adalah pendekatan yang diterima secara meluas dan

aman, efektif, dan memungkinkan perencanaan dan penilaian yang teliti dengan

pemilihan modalitas pengobatan yang tepat. Kateterisasi suprapubik digunakan

untuk diversi urin pada saat trauma. Urethrography tindak lanjut memungkinkan

ahli urologi untuk merencanakan pendekatan mereka dan metode pengobatan

karena cedera ini hampir pasti menyebabkan striktur. Urethroplasty formal biasanya

dilakukan 3 sampai 6 bulan pasca trauma ketika semua hematoma, kerusakan

jaringan, dan pembengkakan telah mulai menghilang. Rata-rata pasien ini tidak

bergerak untuk jangka waktu yang lama dan menggunakan kateter suprapubik

selama 6 bulan tanpa masalah. Mayoritas ruptur komplit uretra posterior

mengakibatkan gangguan jangka masa singkat. Ini biasanya bisa diatasi dengan

anastomosis end-to-end perineum satu tahap. Mobilisasi uretra bulbar distal ke

pangkal penis dapat memberikan 4 sampai 5 cm panjang uretra. Elastisitas uretra

dapat memberikan anastomosis yang bertegangan bebas, spatulated, dan overlap

untuk menutup cacat di antara 2 hingga 2,5 cm.

Pada kasus dengan kelainan yang panjangnya hingga 8cm, pendekatan

progression dapat digunakan. Metode ini melibatkan sampai tiga manuver untuk

memungkinkan anastomosis bebas dari ketegangan: (1) pembagian garis tengah

bagian proksimal korpus, (2) pubectomy inferior, (3) rerouting dari uretra bulbar

Page 18: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

secara supracorporal. Pendekatan ini juga dapat digunakan dalam perbaikan

anastomosis yang gagal. Kondisi yang mengurangi angka keberhasilan Delayed

Urethroplasty dan Salvage Urethroplasty meliputi: (1) kelainan dengan panjang

>7cm (mungkin memerlukan interposition flap), (2) fistula, (3) striktur uretra anterior

menyebabkan berkurangnya aliran darah ke uretra bulbar, (4) inkontinensia melalui

kerusakan sfingter eksternal dan / atau kerusakan leher kandung kemih. Angka

kejadian restricture setelah Delayed Anastomotic Urethroplasty adalah kurang dari

10% dan risiko impotensi adalah 5%. Striktur sangat jarang terjadi setelah tempoh

lebih dari 6 bulan pasca operasi Delayed Urethroplasty.

Komplikasi

Komplikasi setelah trauma uretra tumpul sering ditemukan, tetapi mungkin juga diakibatkan

dari cedera traumatis yang terkait. Oleh karena itu, adalah penting untuk mencoba membatasi

terjadinya cedera traumatis sepanjang proses penatalaksanaan.

1. Striktur

Striktur dapat menyebabkan implikasi serius terhadap kualitas hidup pasien.

Kadang-kadang diperlukan beberapa siri rangkaian prosedur dan mengenali kasus-kasus

beresiko tertinggi adalah sangat penting. Cedera parsial biasanya sembuh dengan baik,

dalam beberapa kasus, berkemih normal tanpa striktur uretra dapat dilihat. Ini telah

ditunjukkan dalam model penelitian pada hewan yang ketika ujung uretra terjadi kelainan,

penyembuhan mukosa tidak terjadi dan luka diganti dengan jaringan fibrosa. Ketika cedera

yang tersisa dibiarkan untuk sembuh sendiri dan Delayed Urethroplasty dilakukan agak

terlambat, ujung uretra biasanya tidak fibrosis. Jaringan fibrosa mengisi celah antara kedua

ujung, tetapi uretra tidak dalam menyambung. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa

anastomotic urethroplasty pada pasien ini biasanya sembuh tanpa striktur. Striktur yang

pendek dan tipis dapat diobati dengan dilatasi atau urethrotomy optik. Prosedur endoskopi

untuk mencapai kontinuitas uretra dilakukan pada pasien yang memiliki striktur pendek,

luka ringan, dan leher kandung kemih yang kompeten. Sebelumnya dijelaskan sebagai teknik

endoskopi urethrotomy-ke-suara, dengan munculnya endoskopi fleksibel prosedur “cut to

the light” yang semakin sering digunakan. Namun, pasien ini memiliki tingkat tinggi

dilakukan operasi ulang (80%). Striktur uretra anterior yang padat dan lebih panjang tidak

harus diperbaiki dengan anastomosis urethroplasty karena chordee bisa terbentuk.

Sebaiknya pasien-pasien ini harus menjalani urethroplasty substitusi (flap atau graft).

Page 19: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Rujukan ke ahli urologi yang berpengalaman sangat penting dalam pengelolaan cedera

kompleks ini.

2. Infeksi dan Hematoma

Ruptur uretra anterior dapat menyebabkan kebocoran urin dan darah ke jaringan

penis atau perineum tergantung pada sejauh mana gangguan plana fasia, yang dapat

menyebabkan pembentukan abses dan menghasilkan divertikulum, fistula

urethrocutaneous, dan necrotizing fascitis. Cedera leher kandung kemih yang tidak

diperbaiki segera dapat menyebabkan inkontinensia dan infeksi metalware panggul.

3. Impotensi

Impotensi pada pasien trauma uretra yang terjadi bersamaan dengan cedera

panggul adalah sekitar 20% hingga 60%. Penyebabnya mungkin vaskular atau neurogenik,

dan terdapat perbedaan pendapat. Prognosis yang relatif baik untuk suntikan intrakavernosa

menunjukkan bahwa komponen vaskular bersifat reversibel. Saraf kavernosus yang terdapat

dalam ruang retropubik rentan terhadap cedera langsung dari fraktur lengkung anterior atau

manipulasi selama prosedur ortopedi atau urologi. Cedera sakral dan keterlibatan foraminal

bisa menyebabkan cedera pada serabut saraf S2-S4, sementara pleksus parasimpatis sekitar

prostat rentan terhadap cedera dari trauma langsung atau akibat operasi. Arteri pudenda

interna mungkin rusak apabila terjadi gangguan cincin panggul (fraktur iskia) dan melalui

dasar panggul (di mana pecah uretra terjadi). Lebih lokal, aliran darah neurovaskular penis

mungkin akan terganggu pada setiap tahap manipulasi uretra atau urethroplasty.

Angka kejadian impotensi akibat trauma panggul dengan cedera uretra telah

ditunjukkan dalam satu kajian sebanyak 42% dan hanya 5% pada mereka tanpa keterlibatan

uretra. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa impotensi akibat fraktur tulang panggul

biasanya terjadi pada mereka dengan cedera yang parah dan cedera uretra terjadi pada

mereka dengan trauma panggul yang lebih parah. Ini adalah masalah jangka panjang dengan

faktor kompleks yang terlibat, termasuk dari aspek psikososial. Impotensi bervariasi pada

setiap individu dari impotensi total sehingga yang mampu mencapai ereksi tetapi tanpa

penetrasi. Waktu pemulihan untuk impotensi pasca trauma adalah lama dan sirkulasi

kolateral kadang-kadang dapat dilakukan pada 20% dari pasien sampai 18 bulan pasca

trauma.

4. Inkontinensia

Mekanisme sfingter intrinsik sering rusak selama cedera terjadi dan kontinensia

setelah trauma sering bergantung pada leher kandung kemih yang kompeten, meskipun

baru-baru ini beberapa penulis menyarankan bukti yang berlawanan. Bukti radiologik dari

Page 20: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

leher kandung kemih terbuka tidak dapat dieksklusi secara pasti dan jika ada kecurigaan,

visualisasi endoskopi langsung ke dalam kandung kemih dari saluran suprapubik dapat

dilakukan.

Konklusi

Trauma saluran kemih bagian bawah adalah cedera khusus yang dapat memiliki gejala sisa

yang signifikan jika tidak ditangani. Diagnosis dan pengobatan cedera ini bisa sulit pada pasien-

pasien multitrauma. Secara umum, ketika indeks kecurigaan yang tinggi, pencitraan retrograde harus

dilakukan jika keadaan memungkinkan. Ahli urologis harus dikonsul dari awal dan metode paling

aman dalam rangka diversi urin dalam pengalaman klinisi harus dicoba. Tujuan dari manajemen

trauma kandung kemih dan uretra adalah bertujuan untuk menjaga kontinensia urin, potensi, dan

menghindari striktur.

Referensi

1. Djakovic N, Plas E, Martínez-Piñeiro L, et al. Guidelines on Urological Trauma. Arnem, the

Netherlands: European Association of Urology; March 2009.

http://www.uroweb.org/gls/pdf/20_Urological_Trauma%202009.pdf. Accessed August 3,

2011.

2. Avey G, Blackmore CC, Wessells H, et al. Radiographic and clinical predictors of bladder

rupture in blunt trauma patients with pelvic fracture. Acad Radiol. 2006;13:573-579.

3. Carroll PR, McAninch JW. Major bladder trauma:mechanisms of injury and a unified method

of diagnosis and repair. J Urol. 1984; 132:254-257.

4. Flancbaum L, Morgan AS, Fleisher M, Cox EF. Blunt bladder trauma: manifestation of severe

injury. Urology. 1988;31:220-222.

5. Sandler CM, Goldman SM, Kawashima A. Lower urinary tract trauma. World J Urol.

1998;16:69-75.

6. Bodner DR, Selzman AA, Spirnak JP. Evaluation and treatment of bladder rupture. Semin

Urol. 1995;13:62-65.

7. Sandler CM, Hall JT, Rodriguez MB, Corriere JN Jr. Bladder injury in blunt pelvic trauma.

Radiology. 1986;158:633-638.

8. Moore EE, Cogbill TH, Jurkovich GJ, et al. Organ injury scaling. III: chest wall, abdominal

vascular, ureter, bladder, and urethra. J Trauma. 1992;33:337-339.

9. Fuhrman GM, Simmons GT, Davidson BS, Buerk CA. The single indication for cystography in

blunt trauma. Am Surg. 1993;59:335-337.

Page 21: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

10. Vaccaro JP, Brody JM. CT cystography in the evaluation of major bladder trauma.

Radiographics. 2000;20:1373-1381.

11. Corriere JN Jr, Sandler CM. Management of the ruptured bladder: seven years of experience

with 111 cases. J Trauma. 1986;26:830-833.

12. Inaba K, McKenney M, Munera F, et al. Cystogram follow-up in the management of

traumatic bladder disruption. J Trauma. 2006;60:23-28.

13. Andrich DE, Day AC, Mundy AR. Proposed mechanisms of lower urinary tract injury in

fractures of the pelvic ring. BJU Int. 2007;100:567-573.

14. Koraitim MM. Pelvic fracture urethral injuries: evaluation of various methods of

management. J Urol. 1996;156:1288-1291.

15. Aihara R, Blansfield JS, Millham FH, et al. Fracture locations influence the likelihood of rectal

and lower urinary tract injuries in patients sustaining pelvic fractures. J Trauma.

2002;52:205-208; discussion 208-209.

16. Perry MO, Husmann DA. Urethral injuries in female subjects following pelvic fractures. J

Urol. 1992;147:139-143.

17. Webster GD, Mathes GL, Selli C. Prostatomembranous urethral injuries: a review of the

literature and a rational approach to their management. J Urol. 1983;130:898-902.

18. Goldman SM, Sandler CM, Corriere JN Jr, McGuire EJ. Blunt urethral trauma: a unified,

anatomical mechanical classification. J Urol. 1997;157:85-89.

19. McAninch JW. Traumatic injuries to the urethra. J Trauma. 1981;21:291-297.

20. Mundy AR. Pelvic fracture injuries of the posterior urethra. World J Urol. 1999;17:90-95.

21. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual, 8th

ed. Chicago: American College of Surgeons; 2008.

22. Chapple CR, Png D. Contemporary management of urethral trauma and the post-traumatic

stricture. Curr Opin Urol. 1999;9:253-260.

23. Cass AS, Godec CJ. Urethral injury due to external trauma. Urology. 1978;11:607-611.

24. Jackson DH, Williams JL. Urethral injury: a retrospective study. Br J Urol. 1974;46:665-676.

25. Koraitim MM. Pelvic fracture urethral injuries: the unresolved controversy. J Urol.

1999;161:1433-1441.

26. Elliott DS, Barrett DM. Long-term followup and evaluation of primary realignment of

posterior urethral disruptions. J Urol. 1997;157:814-816.

27. Gheiler EL, Frontera JR. Immediate primary realignment of prostatomembranous urethral

disruptions using endourologic techniques. Urology. 1997;49:596-599.

Page 22: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

28. Mouraviev VB, Coburn M, Santucci RA. The treatment of posterior urethral disruption

associated with pelvic fractures: comparative experience of early realignment versus

delayed urethroplasty. J Urol. 2005;173: 873-876.

29. Koraitim MM, Marzouk ME, Atta MA, Orabi SS. Risk factors and mechanism of urethral injury

in pelvic fractures. Br J Urol. 1996;77:876-880.

30. Mundy AR. The role of delayed primary repair in the acute management of pelvic fracture

injuries of the urethra. Br J Urol. 1991;68:273-276.

31. Webster GD, Ramon J. Repair of pelvic fracture posterior urethral defects using an

elaborated perineal approach: experience with 74 cases. J Urol. 1991;145:744-748.

32. Turner-Warwick R. Prevention of complications resulting from pelvic fracture urethral

injuries—and from their surgical management. Urol Clin North Am. 1989;16:335-358.

33. Gibson GR. Urological management and complications of fractured pelvis and ruptured

urethra. J Urol. 1974;111:353-355.

34. Mark SD, Keane TE, Vandemark RM, Webster GD. Impotence following pelvic fracture

urethral injury: incidence, aetiology and management. Br J Urol. 1995;75:62-64.

35. King J. Impotence after fractures of the pelvis. J Bone Joint Surg Am. 1975;57:1107-1109.

36. Andrich DE, Mundy AR. The nature of urethral injury in cases of pelvic fracture urethral

trauma. J Urol. 2001;165:1492-1495.

Page 23: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Poin Utama

Cedera yang berhubungan dalam trauma kandung kemih adalah kasus yang sering

didapatkan dan termasuk patah tulang panggul (93% -97%), cedera tulang panjang (50%

-53%), sistem saraf pusat (28% -31%) dan cedera toraks (28% -31% ).

Beberapa mekanisme kerusakan kandung kemih terkait dengan fraktur panggul telah

dijelaskan: (1) fragmen tulang yang mengoyak permukaan ekstraperitoneal (EP), (2)

avulsi karena tenaga akibat perubahan posisi ketika terjadi fraktur panggul dan

gangguan pada ligamen, dan (3) impak langsung menyebabkan "ledakan" cedera pada

kandung kemih yang penuh, biasanya menyebabkan laserasi horisontal yang luas di

dome kandung kemih.

Trauma kandung kemih dapat diklasifikasikan secara luas sebagai kontusio dari dinding

kandung kemih atau hematoma intramural yang bersifat terbatas dan tidak memerlukan

pengobatan khusus, cedera EP yang terjadi pada 60% dari semua trauma kandung

kemih, laserasi intraperitoneal (IP) yang dapat dilihat sekitar 25% dari kasus pada pasien

tanpa fraktur panggul, dan gabungan perforasi IP dan EP yang terjadi pada 2% sampai

20% dari semua cedera. Kontusio kandung kemih mungkin adalah jenis yang paling

sering ditemukan dan merupakan cedera yang relatif ringan yang tidak memerlukan

perawatan khusus.

Hematuria adalah tanda yang paling umum yang terkait dengan ruptur kandung kemih.

Hal ini telah dilaporkan dalam 100% dari semua cedera kandung kemih dan

hubungannya dengan trauma panggul adalah prediktor yang telah didokumentasi. Tanda

dan gejala lainnya termasuk nyeri perut atau suprapubik, syok, distensi abdomen,

ketidakmampuan untuk buang air kecil, hematuria mikroskopis (5% dari pasien), dan

darah pada meatus.

Cedera kandung kemih yang ringan (Asosiasi Amerika untuk Bedah Trauma Kelas 1)

dapat dikelola secara konservatif dan bahkan tanpa kateter dalam beberapa kasus.

Indikasi untuk bedah eksplorasi adalah (1) luka IP, (2) cedera EP dengan keterlibatan

leher kandung kemih atau muara ureter, (3) penekanan fragmen tulang atau dalam

kandung kemih, (4) semua luka tembus, dan (5) manajemen konservatif yang gagal

(misalnya, ekstravasasi kontras persisten, perdarahan yang berlebihan, atau sepsis).

Trauma tumpul ditemukan pada hampir semua cedera uretra traumatis dan mayoritas

dari kasus ini terkait dengan fraktur panggul. Insiden cedera uretra pada laki-laki yang

terjadi bersamaan dengan trauma panggul antara 4% dan 19% dan pada wanita sampai

dengan 6%.

Page 24: Translate - Lower Urinary Tract Injuries Following Blunt Trauma

Pengobatan cedera uretra bergantung pada diagnosis yang akurat dari ruptur komplit

atau parsial. Cedera parsial lebih sering terjadi pada trauma uretra anterior, tapi

penelitian terkini tentang kejadian cedera ruptur komplit atau parsial uretra posterior

adalah variabel. Seperti cedera pada kandung kemih, sejumlah sistem klasifikasi telah

dikembangkan untuk menggambarkan cedera uretra berdasarkan penampilan

urethrographic. Meskipun nilai yang sebenarnya mungkin berbeda, mereka

menyampaikan dasar informasi yang sama, yaitut membedakan antara gangguan parsial

dan komplit pada uretra anterior dan/atau posterior.

Urethrography Retrograde adalah teknik pencitraan ‘gold standard’ dalam mendeteksi

cedera.

Tujuan pengobatan pada trauma uretra adalah untuk mempertahankan kontinensia,

potensi dan untuk mengurangi terjadinya striktur. Pasien tidak mati akibat trauma

uretra, tetapi akibat gangguan cincin panggul dan cedera multiple organ, yang terjadi

pada 27% pasien.

Komplikasi trauma tumpul pada uretra yang paling sering ditemukan termasuk striktur,

infeksi, hematoma, impotensi, dan inkontinensia.